Menuntut Balas Jilid 09 : Ibunda Yan Bun tertolong

Jilid 9 Ibunda Yan Bun tertolong

In Gak juga tidak berdiam saja mempertahankan diri. Habis orang menarik keras, ia mengerahkan tenaga di tiga jerijinya itu. Lalu "Tak" maka patahlah ujung tongkat sepanjang lima dim. ia terui melemparkan patahan itu, yang terbang menyambar batang pohon tak jauh dari mereka, nancap masuk ke dalamnya orang kaget dan heran, semuanya sampaikan menahan napas.

Diam-diam si nyonya itu menyedot napas dingin. Benar- benar ia tidak menyangkanya. Karena nya mendadak ia melemparkan tongkatnya yang sudah buntung itu dengan kedua kakinya lantas menjejak tanah untuk berlompat mundur, keluar dari gelanggang. Lagi-lagi orang heran.

Dibenaknya In Gakpun segera muncul pikiran: "Jim Liong bilang bahwa si anak Hee kena orang rampas. Bukankah dia ibunya adik Bun? Kenapa aku melayani dia ini dan bukannya pergi masuk untuk memperoleh kepastian?" ia tidak berpikir lama guna mengambil putusan-

Tanpa menghiraukan lagi si nyonya tua, ia berlompat buat terus lari ke arah rumah. Bagaikan terbang melayang, ia lewat di depannya nyonya itu.

Jim Cit Kouw terkejut, dia tersadar. Dengan wajar dia mengayun sebelah tangannya menghajar ke punggung musuh yang tangguh itu, Dialah satu jago, dapat dimengerti jikalau hajaran ini dahsyat sekali.

In Gak tidak menghiraukan serangan itu, ia cuma menangkis ke belakang dengan tangan kirinya, ketika kakinya berlari-lari terus, tubuhnya tetap lari juga.

Hebat adalah si nyonya tua, Dia menyerang keras kesudahannya dia sendiri yang tertolak mundur dua tindak hingga dia menjerit saking kaget, heran dan kagum, sekarang dia tidak tercengang lagi maka itu diapun lari untuk menyusul.

Ketika dia didalam In Bu San Chung terlihat asap mengepul di empat penjuru, api nampak mulai berkobar-kobar.

In Gak telah lantas sampai di dalam. ia mendapatkan sebuah rumah yang besar dan indah yang balok-baloknya berukiran, tetapi tak sempat ia menikmati itu semua, ia masuk terus mencari nona Kouw.

Ia telah menemui beberapa orang yang rebah di lantai, tangan atau kaki mereka itu

pada patah, jiwa mereka belum lenyap cuma darahnya berlepotan. Diantara mereka juga terdengar rintihan yang menyayatkan hati, ia mengarti pastilah Yan Bun sudah membuka pantangan membunuh dengan mengerjakan pedangnya, pedang Leng Koe atau si Kura kura sakti.

Ketika ia masuk terlebih jauh ke dalam ia masi h menemukan orang orang yang luka mungkin sampai lima puluh orang, di antaranya ada beberapa kurban wanita.

Di pojok tembok. di luar ia melihat seorang bocah lagi merungkut ketakutan ia menghampirkan dan menanya dengan bengis: "Apakah kau melihat seorang nona ..-.ah...seorang muda yang membawa pedang?" Hampir ia membuka rahasia penyamarannya Yan Bun.

Bocah itu lagi ketakutan dia tidak dapat menyahuti bahkan dia menggigil, matanya membelalak.

"Kau mau bicara atau tidak?" bentak In Gak kakinya dibanting.

Masih bocah itu ketakutan tetapi sekarang dia dapat juga membuka mulutnya, Dia kata, “Jangan gusar tuan, jangan bunuh aku...Dia telah menggendong Hee Ie pergi lari."

"Dia lari ke mana?" in Gak tegaskan.

"Aku tidak tahu, Habis melukai orang dia pergi. Aku cuma lihat keempat ChungCoe muda bersama kedua loosoe dari Bin sanp pergi memburu dia, ia mengangkat tangannya menunjuk ke arah timur.

Tanpa membuang tempo lagi in Gak memburu ke timur, Di belakangnya terlihat Jim Cit Kouw serta orang orangnya lagi menyusul, wanita tua itu berteriak-teriak: "Bintang kau telah membunuh orang dan membakar rumah, apakah dapat kau lolos sedia begini saja?"

In Gak dengar suara itu, ia berpaling, matanya memandang tajam.

"Bangsat wanita tua, jangan sembarang bicara" ia kata "Apakah kau kira tuan mudamu ini yang membunuh orang dan membakar sarangmu? Baiklah kau ketahui di dalam In Bu san Chung itu semua orang dibunuh mampus Layak" Karena ia berpaling dan berhenti In Gak kena disusul Lantas ia dikurung.

Seorang yang berpakaian hitam dan kumisnya hitam juga menghunus pedang, ia maju mendekati

"Tuan, kau bicara besar sekali. Mengapa kau tidak mau menyebutkan she dan namamu?" ia kata, "seharusnya kau memperkenalkan diri supaya dikenal orang-orang gagah di kolong langit ini"

Jadinya kau tepat disebut orang gagah?" In Gak tertawa menghina. "Hm" orang itu gusar.

" Ketahui olehmu, akulah Wan Kong-Kiam Coa Heng" dia berkata memperkenaikan diri, "Aku bukan orang besar tetapi aku ada namaku juga. Bukan seperti kau yang takut menyebut diri tetapi berani mengepul Di kolong langit ini belum pernah aku mendengar nama besarmu"

Bukannya ia murka, In Gak sebaliknya tertawa geli. ia menatap.

"Coe Laosoe" katanya menggoda, "kau jadinya mirip dengan Bu Toa Lang yang makan obat. Makan kau mati tidak makan kau mati juga" Kata kata itu ditutup dengan dihunusnya pedang Thay oh Kiam hingga sinarnya berkeredepan, menyorot keempat penjuru. Kebetulan itu waktu, malahan bercahaya sangat terang.

Coe Hang kaget melihat pedang itu yang menyilaukan matanya, ia tahu itulah pedang

tua, pedang mustika. Tapi dia telah menantang, tidak dapat dia mundur tanpa alasan-Bahkan dia memikir untuk turun tangan terlebih dahulu. Maka mendadak dia lompat maju dengan tikamannya serupa jurus yang bernama "Kera terbang jatuh dari cabang."

Karena dia berlompat, dia menikam dari atasi ke bawah.

Dia gesit sekali, serangannya pun sangat cepat. In Gak berdiri tegak tak bergerak, ia menanti datangnya tikaman. Tepat orang tiba di mukanya kaki kanannya berkibar ke kanan hingga ia lantas berada di samping orang, terus menggeser pula ke belakang, tangan kirinya lantas membacok ke pundak bagian belakang dari Wan Kong Kiam

Sembari membacok dengan tangannya itu, yang di buka, ia mengasi dengar tertawa dingin.

Coe Heng kaget bukan main. Begitu sebat orang berkelit dan tahu-tahu orang telah berada di belakangnya, ia seperti merasa bajunya sudah terbentur tangan musuh itu.

Dengan gugup ia lompat mencelat denganjurusnya "Burung jenjang menyerbu langit" terus ia mengubah itu dengan jurus "Burung elang menyamber kelinci," itu artinya ia terus berjumpalitan kepala di bawah kaki di atas. Ketika ia turun, dengan pedangnya ia membalas menyerang.

In Gak kagum juga untuk kegesitan lawan ini, ia tidak takuti tikaman itu, ia berkelit untuk mengasi lewat, kembali berkelit, ia menggempur batang pedang untuk membikin pedang itu mental ke samping.

Coe Heng kaget, buru-buru ia menaruh kakInya di tanah.

Ketika ia mengangkat muka

melihat ke depan ia menjadi kaget, Musuh tidak ada di depannya itu Dengan cepat ia memutar tubuh, untuk melihat ke belakang Lagi-lagi ia tidak mendapatkannya ia heran dan berkuatir. ia memutar pula, sia-sia belaka, si anak muda tetap tak tampak. Hal ini berulang hingga lima kali

Wan- Kong Kiam Coe Heng sangat gesit, setiap kali ia memutar tubuh, ia pun membabat dengan pedangnya, guna menjaga diri supaya musuh tak sempat menikam ia. ia tidak melihat orang, ia tidak dapat membacok. Akan tetapi telinganya itu saban-saban dapat mendengar tertawa mengejek dan bajunya di bagian belakang baju itu terasa kena ditowel. Maka mukanya menjadi pucat biru seperti hati babi dan peluhnya keluar mengalir membasahkan dahinya. ia masih berputar putar membela dirinya dengan sia-sia belaka.

In Gak menjadi sebal melihat orang demikian tak tahu gelagat, ia bersiul keras, dan pedangnya menambah maka berbareng dengan berkelebatnya sinar hijau, pedangnya Wan Kong Kiam putus separuhnya.

Selagi Coe Keng melengak. tahu-tahu terasa dingin-dingin sakit pada telinganya hingga dia kaget tak terkira. Dia melemparkan pedangnya dia membekap telinganya itu. Maka tangannya lantas berlepotan darah hidup, sebab telinganya telah lenyap sebelah

"Akan ku ampuni jiwamu, aku pinjam mulutmu” berkata Jie In, "Umumkanlah bahwa pedang ku tak ada tandingannya di kolong langit ini siapa tidak puas dia boleh datang cari tuan muda mu semua nama itu kosong belaka, akupun tak ketentuan tempat kediamanku, maka siapa mau cari aku, dia kenali saja rupaku."

Belum hilang suaranya anak muda ini atau ia melihat menyambarnya tujuh buah titik

hitam, cepatnya seperti bintang jatuh, itulah senjata rahasia paku Hek bong-leng dari Jim Cit Kouw. Nyonya ini penasaran sekali, dia tahu musuh terlalu liehay maka dia menyerang dengan seraup pakunya itu.

Dia menyerang dengan timpukan "Hoan thian hoa ie," atau " Hujan bunga memenuhkan langit."

Paku itu panjang satu dim, telah direndam di dalam racun, ujungnya persegi enam, di peruntukan merusak khie-kang atau tenaga dalam kalau mengenai paku itu terbelah dan nancap ke dalam, si apa terkena itu, dia sukar dapat pertolongan.

Juga penyerangan biasa dilakukan saling susul, ada kalanya yang belakangan melombai yang terdahulu. In Gak menduga kepada senjata rahasi a, maka ia memutar diri seraya memutar juga pedangnya, Akibatnya ialah suara tingtong nyaring yang berulang-ulang lantas semua paku itu runtuh ke tanah.

Cit Kouw penasaran ia mau mengulangi serangannya, fa memang menyiapkan banyak paku beracun itu, ia pandai melepaskan sembilan sampai sebelas batang paku dengan kedua tangannya.

Tapi timpukannya dengan senjata rahasia itu membikin In Gakgusar sekali sebelum ia menimpuk pula ia sudah diserang. Luar biasa gesitnya si anak muda, tahu-tahu dia sudah berada di depan orang danpedangnya menyamber

Cit Kouw kaget dan berteriak, ia berkelit tetapi tidak urung, lengan kirinya telah terbabat kutung-lengan yang lagi diangkat itu diayun itu, Membarengi itu tangan kiri In Gak pun melayang menghajar pundak kanan si nyonya tua maka menjeritlah dia, tulang pundaknya remuk.

Tubuhnya teriempar, lengan kirinya yang buntung terus mengalirkan darah, tangan buntungnya menggelelak di tanah, jari-jari tangannya masih mengepal Hek bong teng.,..

Semua orangnya wanita jago itu menjadi kaget semua berdiri menjublak, muka mereka pucat-pias.

Dengan mata bengis In Gak mengawasi mereka itu, ia tertawa mengejek, kemudian ia masuki pedangnya ke sarungnya, terus ia lari pula ke arah timur. Tidak ada orang yang berani menghalang- halanginya.

Cit Kouw lantas ditolongi, untuk dipimpin bangun dari tempatnya roboh numprah. Tapi ternyata dia telah putus jiwa.

Coe Heng membanting-banting kaki, ia sangat penasaran, maka juga ketika kemudian meninggalkan In Bu San-Chung, ia mencoba menghasut ke sana-si ni untuk mengacau Rimba persilatan guna menyeterukan si anak muda. In Gak lari terus ke timur tanpa menghiraukan apa yang terjadi di belakangnya itu, hanya sekarang ia lari sembari memperhatikan jalanan untuk mencari tapak-tapak kaki atau bekas-bekas pertempuran.

Kalau Yan Bun dikejar banyak orang, ada kemungkinan dia kecandak dan mesti mengadu jiwa untuk membela dirinya.

Bukankah si nona menyingkir dengan menggendong atau memanggul ibunya? Tapi ia telah lari kira- kira tiga puluh lie tanpa mendapatkan sesuatu, ia heran.

Itu waktu matahari sudah mulai selam di arah barat, angin gunung bertiup santer, Awan putih saban-saban melayang dalam gumpalan-gumpalan.

Untuk memasang mata In Gak berhenti di atas sebuah batu besar, ia tidak melihat si nona kecuali di kejauhan tampak sungai Hong HHoo berliku bagaikan ikat pinggang. saking heran dan berkuatir ia mestijadi berpikir keras.

"Bukankah si bocah mengatakan dia lari ke timur? Kenapa aku tak menemuinya? Kenapa dia tak ada bekas-bekasnya? Mungkin bocah itu mendustai aku?" berulang-ulang ia tanya dirinya sendiri

Bocah itu tidak membohong. Yan Bun benar menyingkir ke arah timur, Hanya kemudian mengalih lain arah tanpa merasa. La menggendong ibunya, ia mesti menjauhkan diri dari pengejar-pengejarnya, terpaksa ia lari sana dan lari sini kesudahannya ia lari ke arah yang bertentangan.

Setelah memandang sekian lama in Gak lari balik. selagi mendekati InBoesan-chung, ia menampak orang repot memadamkan api yang berkobar kobar dan asap mengepul ngepul, Tak mau ia menonton, ia meninggalkannya, ia pergi ke tempat yang dijanjikan di depan air tumpah. Di situ ia tidak mendapatkan si nona, cuma sang air tumpah serta muncratannya yang mirip kabut ia berdiri diam, ia bagaikan kehilangan suatu apa.

Tidak lama pemuda ini berdiam di si tu bagaikan orang baru sadar, ia lari ke arah In Bu san Chung, ia melihat sarangnya Liong Bun Ngo Koay rusak tiga bagian, tinggal yang bagian barat tertolong.

Disaat itu penjagaan menjadi kendor sendirinya. Tanpa rintangan ia pergi ke rumah bagian barat itu. Di depan jendela ia bersembunyi di cabang pohon gouwtong, Haripun sudah magrib maka semakin sulit untuk mengetahui ada orang mengumpat di pohon itu. sebaliknya dari situ orang dapat memandang kedalam rumah dengan leluasa.

Dengan dibantu tiga saudaranya, itu waktu Jim Liong terlihat masuk ke dalam ruangan untuk dia berduduk. Dia dibalut lengan dan pahanya yang kanan, balutannya demak dengan darah hitam.

Tiga yang lainnya bermuram durja, Mereka duduk mengitari sebuah meja marmer putih. Jim Houw masih gusar sekali, ia menepuk meja dengan keras hingga meja itu rengat.

"Aku tidak percaya pemuda itu demikian liehay ilmu pedangnya" katanya sengit. "Besok aku nanti cari dia, sampaipun keliling jagat aku mesti dapatkan dia.”

"Jieko, jangan kau membuat orang menertawakan kau." berkata Jim Pa yang mengasi dengar suara dari kemendongkolan: "Hm" ia menambahkan, "Lihat ibu yang demikian gagah, ibu masih tak dapat menangkis satu tebasan saja. Umpama kata kau dapat menemui dia, kau bisa bikin apa?"

In Gak tertawa dalam hati, orang lagi membicarai tentang ia, ia memasang telinga, Jim Houw gusar, matanya mendelik,

"Habis??" tanyanya. "Sakit hati begini besar, apakah kita sudahkan saja." "Siapa bilang sudah saja?" sahut Jim Pa dingin, "Kita harus berpikir dulu, Jangan seperti kau cuma menuruti adat."

Mata Jim Houw mendelik, mau ia mengutarakan kemurkaannya tetapi Jim Liong mengulapkan tangannya.

"Sabar," katanya, "Benar juga apa yang adikmu bilang. Kau tidak sabaran adik Houw, kau harus dapat mengubah tabiatmu itu, Kedua anak muda itu dua-duanya liehay sekali. Yang harus disalahkan ialah kita sendiri yang terlalu besar kepala. Kita menganggap. siapa melanggar In Bu san-chung dia bagian mati.

Untuk banyak tahun orang mentaati aturan kita tanpa perkenan tak ada yang diijinkan masuk. tak ada yang berani lancang memasukinya. Kita lalu menjadi alpa sendirinya, sampai sekarang muncullah kedua pemuda itu." ia berhenti untuk menghela napas.

"Kau tahu," ia menyambungi "kalau tidak Bin san Jie Loo datang cepat, tentulah jiwaku tak dapat ditolong lagi, Kau sebaliknya bicara enak saja, adikku " Jim Houw berdiam.

"Entah bagaimana dengan Bin san Jie-loo cianpwee?" kata Jim Pa: "Entah mereka berhasil atau tidak " Jim Liong

menggeleng kepala.

"Gunung Bong san lebat dan disana banyak kuburannya, disana gampang sekali orang menyembunyikan diri," ia bilang "Sudah begitu, magribpun telah tiba. Pula, kedua pemuda liehay sekali "

Mendengar disebutnya gunung Bong san, In Gak lantas saja berlompat turun, untuk segera pergi kesana, Tanpa merasa, ia membuatnya cabang cabang pohon dan daunnya bergerak.

Jim Houw melihat bergoyangnya pohon segera ia menyerang dengan paku Hek bong-teng. serangan ini disambut dengan tertawa menghina lantas pakunya itu menyambar balik, menghajar meja didepannya, hingga muncratlah lelatu api-nya.

Berbareng dengan Jim Pa, Jim Houw berlompat keluar tetapi tanpa hasilnya, Daun-daun pohon bergoyang karena sampokan angin, orang tak nampak, bayangannya pun tidak ada, Dengan lesu mereka kembali ke dalam, Tahulah mereka sia-sia belaka untuk menyusul musuh yang tak terlihat.

In Gak berlari terus, Ketika ia ditimpuk ia menangkis kebelakang tanpa memutar tubuh, ia menggunai jurus huruf "Gempur" dari Bie Lek sin-Kang, maka paku Hek- bong-teng kena di sampok kembali. Tidak ada tempo untuk melayani persaudaraan Jim itu. Keras luar biasa ia lari kearah gunung Bong san-

Ketika ia sampai langit sudah gelap. jagat diterangi kelak- keliknya bintang bintang serta si Puteri Malam yang guram. sebab rembulan masih rembulan si si r seperti gaetan Angin

Utara bertiup santer sekali.

Diantara berbagai kuburan, In Gak mencari. Beberapa kali ia terhuyung, bukan karena letih, hanya disebabkan hati yang kosong, Tak juga ia melihat Yan Bun- Disanapun tak ada Bin san Jie Tok serta lainnya orang In Bu san- chung yang mengejar nona Kouw.

Luasnya pegunungan empat ratus lie lebih, sulit untuk menjelajahnya semua, Mencari empat orang disana mirip dengan mencari jarum di dasar laut ,.

Tak puas in Gak sebelum ia dapat mencari kekasihnya itu, ia mencari terus, Paling

belakang ia berdiri atas tempat yang tinggi, sembari menenangkan hati, ia memandang ketinggian. Tiba-tiba ia melihat dua bayangan berkelebat, didepannya, terpisahnya belasan tombak. Disana kedua bayangaa itu lantas berhenti. Tiba tiba saja ia menjadi girang, ia menduga kepada Bin san Jie Tok. la percaya kalau kedua jago Bin san itu ada disi tu pastilah Yan Bun dan ibunya tak kurang suatu apa, hanya tak diketahui dimana ibu dan anak itu bersembunyi.

Dua bayangan itu ruginya tak melihat ada orang lagi mengawasi mereka, mereka tetap berdiri tak berkutik,

In Gak menggeraki tubuhnya. ia berlompat maju dengan pesat kearah kedua bayangan itu. Tanpa terpergok. lamendekati belakang mereka sejauh satu tombak lebih kurang, ia menyembunyikan diri, karena ia ingin melihat dulu gerak-gerik orang atau mendengar perkataannya.

Kecuali suara angin, gunung itu sunyi, Kedua orang itu, yang benar-benar Bin san Jie Tok adanya, akhir-akhirnya berbicara juga.

"Loo-jie, baiklah kita jangan berdiam di sini saja minum angin Barat daya" demikian berkata yang satu, yang suaranya keras, "Marilah kita kembali. Bukankah dia pun tak bermusuhan dengan kita."

"Akutahu, Loo-toa," berkata orang yang kedua. " Kalau kejadian ini teruwar, bisa terjadi orang Kang ouw mengatakan kita menghina seorang bocah, itulah pasti tak sedap didengarnya, Cuma aku lihat bocah itu terkebur sekali, maka aku ingin beri rasa peluruh Ngo Tok san-hwee-tan   kepadanya "

Walaupun mereka sudah lama berdiam di Bin San, Bin San Jie Tok. -Dua Racun tetap berlagu suara orang Utara.

In Gak sudah memikir untuk mempermainkan mereka itu, sekarang ia mendengar suara mereka yang berniat pulang, ia batalkan niatnya, ia cuma masih mengawasi tajam hingga ia melihat di pinggang mereka tergantung kantung kulit, ia percaya kantung itu banyak isinya, lantaran tak bergoyang- goyang tersampok angin. Mendadak ia mendapat pikiran. Bukanlah peluru itu jahat dan dapat mencelakai banyak orang?

Dengan mengguna Hian Thian Cit seng Pou ia berlompat maju, tubuhnya lantas melesat kedepan-

Bin san Jie Tok membelakangi si anak muda, dengan begitu ia tidak mendapat lihat anak muda itu cuma ketika mereka merasai berkesiurnya angin, mereka heran hingga mereka melengak.

Segera mereka menyampok kebelakang, dengan tipu silat "Ular naga emas menggunting pohon bwee."

Mereka menyampok dengan sebat, akan tetapi mereka mengenai sasaran kosong. Atas itu keduanya saling mengawasi sambil tertawa bergelak. Mereka menganggap bahwa mereka bercuriga tak keruan.

Kemudian keduanya berlompat, untuk meninggalkan gunung Bong san itu Mereka bangsa liehay tetapi mereka tidak mendusin yang kantung-kantung mereka sudah terlepas dari pinggang mereka, kedua kantung sudah pindah ke tangan in Gak yang liehay.

"Adik Bun" In Gak memanggil sesudah ia merasa Jie tok telah pergi jauh.

Tidak lama maka diantara siuran angin terdengar pertanyaan- "Apakah engko In disana?" Itulah suaranya Yan Bun- Bukan main girang nya si anak muda.

"Adik Bun” ia berseru, lantas ia lompat, lari ke arah kepala angin, dari mana jawaban itu datang.

Ia tidak usah larijauh akan melihat satu bayangan berkelebat, terus Nona Kouw berdiri dihadapannya.

"Mana peebo?" adalah pertanyaan si anak muda yang pertama, meskipun luar biasa girangnya telah berhadapan dengan si pemudi.

Yan Bun tidak menjawab, dia hanya menyamber tangan orang, untuk dituntun. Maka bersama-sama mereka lari ke kanan, ke arah sebuah kuburan tinggi sepuluh tombak lebih, pastilah itu kuburannya raja, panglima perang atau perdana menteri di suatu jaman dulu, In Gak tidak sempat memperhatikan batu nisannya, untuk membaca dan mengetahui si apa yang rebah dengan damai di dalam pekuburan itu, sebab ia, terus memperhatikan nona di sampingnya.

Yan Bun menyalakan api, terus ia menggeser batu nisan, maka di depannya mereka lihat tangga batu terdiri dari belasan undak dari atas turun ke bawah di mana terlihat tempat rata lebar dua kaki, tempat itu gelap dan nampak menyeramkan-Tapi keduanya masuk ke situ, bertindak di tangga.

Segera in Gak melihat seorang wanita yang berpakaian hitam lagi rebah meringkuk di tanah. Yan Bun lompat kepada wanita itu. "Ibu" ia memanggil.

"Ya..." menyahut wanita itu lemah.

Si nona memegang tubuh wanita itu, untuk dikasi bangun, hingga dia dapat duduk sambil menyenderkan tubuh.

Sekarang In Gak dapat melihat seorang nyonya yang romannya juga kecantikannya sangat mirip Yan Bun- Hanya, disebabkan penderitaan belasan tahun, dia kucal dan lesu, dijidatnya ada garis garis tanda dari penderitaan dan kemasgulan-cuma matanya yang agak tajam. Nyonya itu lantas mengawasi padanya.

In Gak menduga orang ingin melihat wajahnya yang tulen, maka ia lantas menyingkirkan topengnya, Atas itu si nyonya berseru: "Oh” dan matanya bersinar, senyumnya pun lantas Nampak, hanya sejenak kemudian dia menghela napas dan berkata dengan perlahan- "Yan Bun, sekarang ini ibumu mirip sampah. Apakah gunanya kau menolongi ibumu? Tapi lega hatiku melihat kau telan mempunyai andalan..." "Ibu," berkata si anak. "jangan ibu berkata begini, Biarnya anakmu hancur lebur, anak mendayakan supaya ibu dapat disembuhkan-“

In Gak telah lantas melihat, nyonya itu lemas tubuhnya akibat totokan di bagian im hiat, bahagian terlarang maka ia tidak bisa lantas menanyakan, baru sekarang ia berani campur bicara.

"Adik Bun, apakah peebo terluka?" tanyanya.

Nona itu berpaling, mengawasi anak muda, ia agaknya berduka tercampur penasaran

"Ketika ibu ditawan, ibu dipaksa menikah dengan Jim Liong," sahutnya seogit, "lbu berkeras menolak, Atas itu ibu ditotok pelbagai jalan darahnya, hingga tangan dan kaki ibu tak dapat digeraki lagi. ibu mau dipaksa, ibu di ancam, katanya satu hari ibu tidak menerima, satu hari ibu tak akan dibebaskan- Coba pikir, mana dapat ibu menerima? Begitulah sekian lama ibu dibikin tidak berdaya, Untunglah ibu masih dikasi makan tiga kali setiap hari hingga jiwa ibu ketolongan dan wanita tua bangsat itu juga melarang Jim Liong memperkosa, jikalau tidak“

Tanpa tertahan lagi, nona ini menangis. Tapi ia memaksa menguati hati, ia tanya: "Engko In- dapatkan say Hoa To Goei Peng Lok menolongi ibu?"

In Gak terharu, setelah berpikir sebentar ia menjawab: "Jikalaupebo ditotok belum lama, Ia dapat disembuhkan dalam waktu dua tiga hari tetapi sesudah bertahun-tahun, hingga ia menjadi lemah sendirinya waktu kesembuhannya tak dapat dalam waktu yang singkat.

Untuk itu dibutuhkan obat yang mujarab, yang dapat menyalakan darah dengan baik serta daya menambah kekuatan. Mungkin say Hoa To dapat menolong tetapi lama untuk pergi ke tempatnya Mana dapat peeboo melakukan

perjalanan demikian jauh? Aku mengerti juga tentang ilmu pengobatan, hanya sini ada soal pria dan wanita.” "Cia Hiantit," tiba-tiba berkata si nyonya, yang pun langsung memanggil hiantit atau keponakan, "di dalam Rimba Persilatan tak ada pantangan demikian hebat, laginya kau dengan Yan Bun..."

Mendadak nyonya itu berhenti agaknya dia likat.

In Gak cerdas, ia lantas dapat membade hatInyonya, Nyatalah ia sudah dipandang sebagai separuh anak. Tentulah Yan Bun sudah bercerita jelas pada ibunya tentang ia dan nona itu dan ibu itu sekarang menganggapnya sebagai bakal mantu, hingga terhadapnya nyonya itu sang bakal mertua sudah tidak malu malu lagi. ia menjadi terharu tetapi tetap ia ragu ragu.

Yan Bun mendengar perkataan ibunya, di sinar api terlihat mukanya menjadi merah tetapi girang, maka kemudian ia tertawa dan kata: "Oh, engko In, kau juga mengerti ilmu pengobatan? Tapi Jim Cit Kouw itu luar biasa, kepandaiannya istimewa, orang lain tak dapat membebaskan totokannya....

Kau mengerti ilmu pengobatan kenapa sebelumnya aku belum pernah mendengar kau mengatakannya?"

In Gak tidak lantas menjawab. Ketika itu, sumbu api mereka mulai guram, tandanya penerangan bakal lekas padam.

"Tempat ini bukan tempat di mana kita dapat berdiam lama lama," ia berkata. "Aku percaya Bin san Jie Tok bakal lekas kembali ke mari, Barusan aku telah samber kantung obat mereka maka begitu mereka mengetahuinya mesti mereka datang mencari. sekarang, adik Yan Bun, mau aku pergi keluar untuk menjaga mereka, kau sendiri lekas kau siap. ibumu harus dibawa ke Thian Ma Piauw Kiok di Kayhong, Disana kita nanti mendamaikan lagi urusan menyembuhkannya"" Tanpa berayal lagi, pemuda ini lari keluar guha kuburan itu, Batu nisan ia rapikan pula.

Ketika itu langit penuh dengan bintang-bintang dan bulan sisir terlihat dengan cahayanya yang guram. Angin bertiup terus menerus, menerbangkan pasir halus. Dibelakang gunung terdapat kabut berwarna kekuning-kuningan- Didalam kesunyian, tempat kuburan itu agak menyeramkan....

ln Gak pergi ketempat dimana tadi ia turun tangan terhadap Bin san Jie Tok. ia menanti sambil memasang mata dan telinga, ia tidak usah menunggu lama tatkala ia mendengar dua kali suara siulan- suara mana disusul dengan munculnya dua bayangan orang yang lari mendatangi. Lekas sekali dua orang itu tiba didekatnya.

Benarlah mereka si Dua Racun dari gunung Bin san. Karena ln Gak tidak menyembunyikan diri, ia segera terlihat mereka itu.

Mereka lantas menghampirkan sambil berseri, mereka lantai berlompat naik, untuk terus menerkam. Keduanya sama-sama meluncurkan ke dua tangannya masing-masing.

"Hm" ln Gak mengasi dengar suaranya, selagi tubuhnya berkutik, Begitu lekas empat tangan penyerang sampai, baru ia menggeraki kedua tangan nya untuk menyambut, ia menyamber nadi lantas ia melempar, dari mulutnya terdengar tertawa nyaring.

Bin san Jie tok kaget, mereka melihat tubuh terpental tinggi, terus jatuh ditempat beberapa tombak, itulah gerakan "Naga" berputar naik ke langit. Mereka pun mendengar orang itu tertawa berkakak. Di dalam hati mereka heran dan kagum. orang itu mempunyai kepandaian enteng tubuh yang lihay sekali.

Mereka juga heran untuk diri mereka sendiri. Ketika tangan mereka disambuti, habis tenaga mereka, tubuh mereka menjadi lemas, tetapi selekasnya mereka terlepas dari cekalan, mereka merasa sehat seperti biasa, ini menyatakan lihay nya orang itu.

Dengan tertawa meringis mereka saksi kan orang berdiri diam seraya mengawasi mereka sambil tersenyum.

Meski juga mereka menginsafi orang- si anak muda liehay sekali, si Dua Racun ini tak dapat mengendalikan hawa amarah mereka-Mereka merasa terhina sekali, serentak sambil berseru mereka lompat pula untuk menubruk. kali ini mereka melesat jauh terlebih pesat daripada tadi. sembari berlompat itu, mereka mengasi dengar suara dari kemarahan mereka.

In Gak hendak mempermainkan orang, inilah cara untuk menang waktu, ia melihat orang berlompat naik, ia berdiri tak bergerak

si Dua Racun dari Bin san berlompat ditimur satu dan d ibarat satu. Rupanya mereka hendak menggencet, Lekas mereka sampai, maka tak ampun lagi mereka lompat pula untuk menerjang. Tak mau lagi mereka berbicara. Mereka merasa pasti si orang muda ialah musuh.

In Gak menanti tepat waktunya, mendadak ia menggeraki kedua tangannya, menolak. Kali ini ia menggunai Bie Lek sin Kang bagian huruf "Menempel."

Kedua tangannya menyambuti, dari dipentang lantas dirangkap lantas dibuka pula seraya menolak.

Bagaikan dua batang anak panah terlepas dari busurnya.

Demikian tubuh Bin san Jie Tok, tanpa berdaya tubuh itu melayang seperti layangan, ketika mereka jatuh ke tanah, pusing kepala mereka. Dengan paksakan diri mereka merayap bangun, Mereka gusar sekali. Mereka menyangka bahwa saking keras lompatnya mereka, mereka telah saling tubruk dan jatuh sendirianrya, Maka mereka berlompat pula, untuk menyerang lagi. In Gak mengawasi , ia tertawa perlahan. ia tidak menyambuti sebagai tadi, ia hanya berkelit dengan tindakan Hian Thian Cit seng pou atau Tujuh Bintang. Dengan begitu ia dapat membebaskan diri Tatkala serangan diulangi, ia tetap bebas dan merdeka.

Jin tok penasaran tetapi heran sekarang, Mereka mengingat kegagalan mereka, jadi tadi mereka bukannya saling bentur, sudah belasan kali mereka menyerang saling susul, belum pernah mereka berhasi l mengenakan sasarannya.

Menowel pun tidak. judi musuh liehay dan mereka kalah jauh, Karena ini mereka lantas mengerti juga.

Rupanya musuh tidak mau mencelakai, musuh melainkan mengganggu. Musuh main berkelit walaupun mereka bersikap telengas. Bukankah itu tanda orang suka mengalah? Kalau orang mau berkelahi, tidakkah mereka sudah bercelaka?

Akhirnya keduanya berhenti menyerang mereka lompat mundur. Mereka berdiri diam sambil mengawasi tajam.

In Gak berdirijauh kira tiga tombak, ia bersikap tenang, kedua tangannya diletaki dipunggungnya. ia mengasi lihat senyuman Dengan begitu ia tertampak tampan dan manis.

Bin san Jie Tok kejam tetapi tidak terlalu jahat, ada kalanya mereka dapat menimbang. Merekalah Theng Ceng dan Theng Cong, sejak kecil mereka sudah yatim-piatu, hidup dalam kelaparan dan kedinginan, hidup terhina.

Baru belakangan mereka ditolong oleh seorang berilmu.

Lantaran pernah hidup sengsara dan terhina, tabiatnya menjadi sifatnya. Mereka menganggap banyak orang palsu, Mereka percaya orang tingkat bawah lebih jujur. Maka setelah turun gunung dimana mereka di rawat dan di didik, mereka lebih suka bercampuran dengan orang-orang Kang ouw, mereka menyingkir jauh-jauh dari kaum yang di katakan lurus.

Kemudian lagi, setelah usianya meningkat, baru mereka dapat membedakan- Nyata anggapan mereka terdahulu itu keliru.sebaliknya kaum lurus menganggap merekalah bangsa sesat, sebab sepak terjang mereka menyalahi kebenaran, ma reka digolongkan kaum hantu, sebenarnya belum pernah mereka sembarangan membunuh orang.

Anggapannya yang belakangan yang membuatnya dapat menimbang ln Gak tidak bermaksud mencelakai mereka, malu sekali waktu mereka melihat ln Gak tidak mengejar mereka, hanya dia berdiri dan tertawa seraya menggendong tangan...

"Jiewie, mengapa datang-datang kamu menyerang aku ganas sekali?" kemudian ln Gak tanya tertawa, "Bukankah aku belum kenal kamu?"

"Ah, dia benar" mereka pikir ketika ditegur itu " Kantung kita hilang tanpa ketahuan si apa yang curi, kenapa sebelum menanya jelas kita lantas menyerang dia dan secara hebat?"

Maka itu merahlah muka mereka.

"Kau benar, tuan," kata Toa Tok. Racun yang nomor satu "Kejadiannya adalah begini: Tadi kami berdua berada disi ni, tanpa ketahuan kantung kami yang digantung dipinggang lenyap tak terasa, Tak tahu Kami si apa yang curi, Kami lekas kembali kemari Lantas kami melihat tuan berada disi ni seorang diri. Kami lagi gusar, kami lantas menerka kau, maka itu kami lantas menyerang. Hanya..."

In Gak tertawa.

"Mungkinkah isi kantung itu barang-barang berharga?" ia kata, "jikalau tidak, tidak nanti loo enghiong menjadi demikian gusar,"

Ia lantas memanggil loo- enghiong, jago tua, ia pun bertindak maju beberapa tindak.

"Hanya itu kebanyakan barang-barang tidak berarti." menyahut Theo Ceng, yang turut tertawa." Tidak kami sayangi kalau itu sampai hilang. Hanya barang itu beracun, racunnya sangat berbahaya, bila ada yang menemui dan dia memakainya keliru atau dia pakai untuk malang melintang, itulah berbahaya untuk umum. Kamilah Bin san Jie Tok, kami biasa menyayangi sekalipun sayap dan bulu, dari itu tak dapat kami membikin lenyap barang kami itu.

Tegasnya, kantung kami itu berisikan beberapa puluh pel Hee ie tan serta sejilid kitab guru kami namanya kitab racun Hap jok sek Coe, jadi itulah barang-barang yang tak boleh terhilang. jikalau tuan yang menemukannya, sudikah tuan memulanginya? Kami pasti akan sangat berterima kasih dan akan membalas budi kebaikanmu itu” sembari berkata, dia mengawasi tajam.

"Oh, kiranya loo-enghiong berdua ialah Bin san Jie Loo" kata In Gak tertawa.

"Benar sekali kantung itu aku yang dapat memungutnya, menurut keterangan loo enghiong, terang loo enghiong berdua berhati pemurah. ia merogo sakunya, ia melemparkan kantung orang.

Bin san jieTok menyambuti dengan tangan mereka, lantas Theng Cong merogo ke dalam kantungnya, mengeluarkan empat butir pel yang merah sekali, sambil meletaki itu di telapakan tangannya, ia menghampirkan si anak muda. sembari tertawa, ia berkata: "Banyak tahun dulu kami pesiar kelaut Tang Hay, kebetulan sekali disebuah pulau terpencil ditengah laut, diatas puncak bukit. menemui lima biji kemala Lie hwee Ceng- giok.

Itulah kemala mustika, Kemala itu kami lantas gunai sebagai campuran pel Hwee- in tan

ini, khasiatnya ialah untuk mengobati luka diotot dan tulang-tulang, buat melumerkan darah yang sudah beku, Untuk membalas budi mu, sukalah kau terima pel ini."

ln Gak mau percaya keterangan itu, ia menyambuti, Ia lantas ingat ibunya Yan Bun, Bukankah obat ini dapat dipakai mengobatInyonya itu? "Aku tidak sangka loo enghiong yang begitu baik hati" kata ia. "Bukan saja loo enghiong tidak menggusari bahkan menghadiahkan obat ini. sebenarnya aku malu, Tapi, ia berhenti sebentar ia tertawa dan berkata pula: "Kita dapat bertemu, jiewie too enghiong, inilah jodoh kita. sebenarnya juga, obat ini ada perlunya untukku, yang hendak segera menggunainya, Akupun merasa malu karena aku tidak dapat membalas budi loo enghiong ini, maka haraplah j iewie ingat saja, apabila dibela kang hari jiewie membutuhkan bantuannya Koay Ciu sieseng, tidak nanti aku berpeluk tangan saja..."

Oleh karena ia tetap memakai topengnya, meski apa pun ia biiang, In Gak tidak mengasi kentara apa juga pada mukanya.

Bin san Jie Tok kaget sekali, hingga mereka mengeluarkan seruan tertahan.

"Tidak aneh sekarang." kata Theng Ceng, "Kalau tuan ialah Koay Ciu sieseng yang demikian kesohor, tidaklah aku malu yang kami kena dikalahkan kami bahkan takluk benar benar, Tuan, kalau nanti kamu pesiar ke Soe Coan, sukalah kamu pergi ke Bin san. Di sana kami ingin sekali menerima pergajaran dari kau."

Habis berkata, dia memberi hormat demikian juga Theng Ciong, sang adik, lantas keduanya memutar tubuh, untuk berlompat pergi, hingga sebentar saja mereka sudah lenyap diantara banyak kuburan,

In Gak mengawasi sambil berpikir: "Benar-benar aneh. Adakah ini takdir? Sejak aku mengembara, biasa berlaku telengas begitu lekas aku menemui bangsa hantu, tetapi terhadap mereka ini berdua, aku berlaku murah hati sekali. Rupanya karena sikapku ini, aku menjadi mendapatkan pel Hwee in tan ini..."

Senang hatinya anak muda ini, lantas ia lari ke arah kuburan tempat sembunyi Yan Bun dan ibunya. ia terus masuk ke dalam di mana ia mendapatkan si nona dan ibunya lagi duduk berendeng di tangga batu, keduanya asyik bicara.

Ketika mereka mendengar tindakan kaki, lantas mereka menoleh, "Engko In, apakah kau telah selesai mengusir Bin san Jie Tok?" Yan Bun menyambut sambil tertawa.

"Sebaliknya" sahut si anak muda tertawa juga, "Kita justru menjadi sahabat-sahabat baik, sekarang ini mereka itu sudah pulang ke Bin san, Adik Bun, aku hendak menyampaikan kau kabar baik ibumu bakal segera ketolongan. Tak usah lewat tujuh hari, aku tanggung peebo dapat bergerak dan berjalan seperti sediakala.." Nona Kouw kaget, ia heran matanya bercahaya. ia berlompat bangun-

"Benarkah, engko In?" ia tanya. "Sungguh kau baik sekali..Tapi, ah..jangan kau membohongi aku.,"

Nyonya Kouw menoleh, ia menghela napas.

"Sulit, hiantit" ia berkata "Pertama-tama totokannya si wanita tua bangsat sukar dibebaskan- Disebelah itu sudah belasan tahun tubuhku seperti mati, otot ototku sudah kaku, darahku sudah kering .Mana dapat itu dilumerkan dalam tempo tujuh hari? Kau tentu kuatir aku menjadi tawar, hatiku menjadi putus harapan, maka kau hendak menghibur aku, Benar bukan?"

Yan Bun pun mau percaya ibunya, tanpa merasa airmatanya mengembeng. ln Gak mengasi lihat roman sungguh-sungguh.

"Tidak. peebo, tak aku mendustai" ia kata, "Bukan kebiasaanku untuk omong dari hal yang tidak benar, Baiklah peebo legakan hati. Aku berani menjamin, dalam waktu tujuh hari peebo akan sudah sembuh"

Habis berkata ln Gak memberikan dua butir pel pada Yan Bun dengan minta nona itu segera minta ibunya lantas menelannya.

Nyonya Kouw makan obat itu, matanya menatap si anak muda, agaknya ia bersangsi . In Gakpun mengawasi , ia bersenyum, ia berdiam beberapa saat atau mendadak ia menyerang ke arah nyonya itu, ia menggunai pukulan "Leng khong tay-hiat sin kie Ciu bun" yaitu ilmu membebaskan totokan " Udara Kosong" artinya tanpa tangan mengenai sasarannya. 

sasarannya ini adalah empat jalan darah Nyonya Kouw di kedua si si tubuhnya, yakni thian kie, kie Bun, khie-shia dan si e-kie.

Nyonya Kouw makan pel HHwee in-tan, obat itu lantas bekerja di dalam perutnya. lamerasakan hawa panas sekali seperti dibakar, hingga sulit ia bertahan. ia mengertak gigi, Tepat ia lagi menderita itu, mendadak ia merasakan jalan darahnya terbuka, hawa panasnya itu lantas buyar dan lenyap.

Dari tidak karuan rasa, tiba-tiba ia merasa "enak" seluruh tubuhnya. sekarang ia cuma merasa masih lemas.

In Gak mengawasi nyonya itu lalu ia kata pada Yan Bun- "Adik Bun coba kau duduk di belakang peebo, kedua tanganmu letaki dijalan darah beng-Bun- Kau salurkan tenaga dalammu, nanti aku bantu kau dengan menunjang punggungmu. Aku percaya, dengan kita bekerja berdua, peebo akan sembuh sedikitnya separuh."

Nyonya Kouw heran, ia tidak sangka anak muda ini demikian gagah dan pandai dan banyak pengetahuannya. sungguh sukar dicari anak muda sepandai dia. Menyaksikan totokan "udara kosong" saja sudah luar biasa sekali.

Biasanya kepandaian itu baru didapat setelah peyakinan lima puluh tahun, coba ia tidak melihatnya sendiri, tak dapat ia mempercayainya.

Yan Bun sudah lantas duduk di belakang ibu nya. ia percaya betul si anak muda, ia mentaati perintahnya ia menekan jalan darah beng Bun di punggung ibunya dibetulan dada lantas ia mengumpul tenaga dalamnya terus ia menyalurkannya.

Tengah ia mengumpul tenaga itu mendadak ia merasai punggungnya ada yang tekan. Mulanya ia terkejut tetapi setelah hatinya tenang ia merasai tubuhnya tak tegang seperti semula, lalu selanjutnya ia dapat menyalurkan tenaganya dengan lancar.

Di pihak lain nyonya Kouw juga merasakan perubahan, ia merasa sedikit ngilu dan lemas lalu datang hawa yang hangat mengalir di seluruh tubuhnya. ia berdiam saja, iapun mengerti ilmu tenaga dalam, ia mencoba mengerahkannya, ia ingin membantu.

Lama cara pengobatan ini dilakukan sampai kira-kira satu jam lantaInyonya Kouw merasa ia dapat mengutik-utik jeriji tangan dan kakinya. Tentu sekali ia girang bukan main. sudah sepuluh tahun lebih ia seperti mati, segalanya kaku. tetapi sekarang ia bagaikan pohon kering hidup pula.

"Anak Bun" katanya mendadak. "Kau lihat jari tangan dan kaki ibumu ini.Bukankah semua dapat digeraki?"

Kapan In Gak mendengar itu, ia menarik pulang tangannya dari punggung di sana. Yan Bun pun memutar tubuh ibunya. "Benarkah ibu?" ia Tanya.” Mari aku lihat"

Nyonya Kouw menurut.

Yan Bun mengawasi . Benar-benar ibunya dapat menggeraki semua jari tangannya, hanya perlahan sekali agaknya memerlukan banyak tenaga, ibu itu mengangkat tangannya lalu jatuh pula. Tapi itulah alamat baik. saking girang, si anak merangkul ibunya. Anak dan ibu lantas mengucurkan airmata. airmata kegirangan. ln Gak membiarkannya sekian lama.

"AdikBun" ia kata kemudian, “Peebo sudah sembuh seharusnya kau bergirang. Tinggallah waktu untuk berobat terlebih jauh, sekarang kau tunggu aku mau pergi ke Lokyang, guna menyewa kereta untuk menyambut kamu, Kau temanilah peebo beromong-omong.”

Habis berkata, anak muda itu lantas meninggalkan kuburan Bagaikan bayangan ia berlari lari kearah kota, Di atas si Puteri Malam membayangInya. di bawah sang angin meniup tak hentinya, ia pergi tanpa tak berpikir, ia anggap Yan Bun lebih berbahagia daripadanya, Bukankah si nona telah menemui ibunya dan sekarang ibu itu dapat di anggap sudah sembuh betul? ia mengira ketika tadi ia menyaksikan ibu dan anak itu saling merangkul ia sendiri tak dapat berbuat begitu Maka tanpa merasa air matanya bercucuran.

Syukur ia lantas sampai di kota tujuannya. Untuk itu ia memakai waktu tak lebih dari setengah jam ia tiba di luar kota timur di mana ada terdapat seratus lebih rumah penduduk.

Hari sudah tengah malam, sudah sepi, Rumah-rumah telah mengunci pintu. Di jalan besar ada kertas sisa perakan, udaranyapun masih berbau belirang, Disana sini terdengar suara anjing menggonggong. Jadi disitu cuma ia sendiri yang masih bergentayangan-

Ia menghampirkan sebuah rumah yang menyewakan kereta keledai, ia mengetuk pintunya, yang muncul ialah seorang tua yang sudah ubanan rambut dan kumisnya. Dengan mengangkat lentera nya ia mengawasi si anak muda.

"Tuan, baru malam tanggal tujuh, apakah kau hendak menyewa kereta?" tanyanya.

"Benar" si anak muda mengangguk "Aku ingin sewa kereta keledai empat. Aku hendak mengantarkan sanakku yang lagi sakit ke kota Kayhong."

Orang tua itu berdiam sekian lama, agaknya ia ragu ragu. " Kereta dan keledainya tersedia..." katanya kemudian,

"Hanya ini masih subuh baru kusirnya masih ingin makan dan minum.. habis menenggak arak. dia pulang, dia tidur...mereka juga tinggal di dalam kota sedang pintu kota tak dibuka sebelumnya terang tanah. Tuan, kalau kau mau cepat cepat coba kau cari di lain rumah.."

In Gak menyodorkan sepotong emas, ia tertawa dan kata: Tak usah aku cari lain rumah, sanakku itu terpisah cuma tiga puluh lie dari sini, maka aku sendiri dapat mengendarainya. Pergi dan pulang aku akan kembali d iwaktu terang tanah, maka tolong lootiang memberitahukan kepada kusirmu untuk dia menantikan di sini saja"

Emas itu bergemerlap. meskipun potongannya kecil, harganya di atas enam tahil perak.

Dijaman itu, siapa mempunyai emas sepotong itu, untuk keluarga terdiri dari delapan jiwa dapatlah senang hari dilewati tiga tahun. Maka itu teranglah si orang tua, yang bersenyum berseri-seri.

" Kalau kau sangat membutuhkannya, tuan, baiklak" katanya.

"Baiklah, nanti aku siapkan keretaku, silahkan duduk didalam, untuk menanti sebentar Hanya uang ini ... inilah terlalu banyak.."

"Tidak apa," kata ln Gak. "Uang lebihnya lootiang boleh pakai untuk belanja lainnya, silahkan pasangi kereta, aku akan menantikan disi ni." ia bertindak maksud dan duduk di bangku panjang.

Tuan rumah bertindak cepat ke istalnya. ia bekerja sebat. Tidak lama ia sudah muncul dengan keretanya yang ditarik empat ekor keledai.

ln Gak tidak menyianyiakan waktu, ia keluar, sambil menyambuti cambuk ia lompat naik keatas kereta itu, maka dilain saat ia sudah kabur kearah Bong san, ia membunyikan cambuknya, yang membikin keempat keledai kabur. Tiba dikaki gunung, In Gak dapatkan sudah kira-kira jam empat, Yan Bun mundar-mandir didepan kuburan, untuk menunggui. ia lantas lari ke dalam untuk memberitahukan ibunya yang ia terus gendong untuk dibawa ke kereta. Maka lekas juga Nyonya Kouw sudah duduk menyender di dalam kendaraan itu.

In Gak menanti sampai ibu dan anak itu sudah duduk rapi, ia menurunkan tenda kereta, ia terus menjalankannya pula kembali ke Lokyang. sekarang kereta tidak lagi dikaburkan, hanya dikasi jalan perlahan, Maka setelah jauh pagi tibalah mereka di rumah sewaan kereta di mana kusir menanti.

Dengan begitu, dilain saat rombongan ini sudah menuju ke kota Kayhong. Kusirnya dua orang, mereka saban-saban menjabat keledai mereka...

Di dalam kereta barulah Yan Bun sempat menuturkan bagaimana ia memasuki In Bu san Chung guna menolongi ibunya: sembari tertawa si nona berkata: " Engko In, hebat itu tiga jurus ilmu silat Memotong otot dan memutuskan Nadi yang kauajari aku. Diwaktu aku masuk kedalam aku tidak menemukan perlawanan yang berarti. Adalah ketika aku lari keluar sambil menggendong ibu, aku mesti bekerja keras. Aku dikejar banyak orang, aku lari tak keruan jurusan, aku cuma mencari arah yang dirasai sepi. Tanpa aku merasa aku sampai di Bong san-

Keempat siluman tak mau berhenti mengejar aku. sulit aku menggunai pedang, terpaksa aku bertangan kosong. Mereka berempat aku sendirian, aku kena didesak. Aku pun capai.

Akhirnya terpaksa aku menurunkan ibu, aku menghunus pedang, Baru setelah itu dapat aku memukul mundur empat musuh itu. siluman yang tertua terkena tusuk pedangku. setelah itu aku gendong ibu pula. Lantas aku dikejar Bin san Jie Tok. Tapi aku sempat menjauhkan diri, aku lari dengan Kioe Kiong Ceng Hoan Im yang Pou. Baru setibanya di kuburan aku dapat bersembunyi. coba aku tidak menguatirkan ibu, tentu aku binasakan keempat si luman itu "

Sengit si nona ketika mengakhirkan penuturannya itu.

"Syukurlah denganpertolongan Thian kita semua selamat" berkata si anak muda, bersenyum. "Sudahlah, sekarang tak usah kita timbulkan pula urusan itu Aku sendiri jikalau aku tidak kembali ke In Bu san Chung dan mendengar perkataannya Jim Liong, tidak nanti aku dapat mencari kau ke gunung itu." Asyik mereka itu berbicara.

Di tengah jalan mereka saling berpapasan dengan orang- orang Rimba persilatan akan tetapi tidak ada yang menduga kereta empat keledai itu memuat diantaranya Koay Ciu sie- seng si Pelajar Tangan Aneh yang menggemparkan dunia Kang ouw dan Rimba persilatan yang menimbulkan peristiwa hebat di kota Thaygoan.

Banyak orang Rimba persi latan yang berlalu lintas untuk urusan pribadinya tapi ada juga yang menyelidiki s i pelajar hanya mereka itu tidak menyangkanya, sebaliknya ln Gak juga belum tahu hebatnya kegemparan itu, bagaimana orang mencarinya.

Di dalam kereta, ln Gak dan YaoBun banyak bicara. Mereka diliputi kegembiraan Nyonya Kouw lebih banyak beristirahat, karena itulah dibutuhkan untuknya, Di dalam hati ia girang sekali.

Demikian mereka membuat perjalanan sampai matahari mulai selam, sampailah mereka di kota Kayhong.

Thian Ma Piauw Kiok kesohor sekali, dengan gampang piauw-kiok itu dapat dicari. Kereta di arahkan langsung ke sana, ketika ln Gak menyingkap tenda kereta sinar matanya lantas bentrok dengan bendera besar dari piauw kiok yang bersulamkan empat ekor kuda

pilihan.

Ketika pegawai piauw kiok melihat datangnya kereta, dia lari menghampirkan untuk menanyakan maksud kedatangan orang.

In Gak memberi hormat sembari tertawa, ia kata: "Toako tolong sampaikan kepada Suma Loo piauwiauw, bilang bahwa seorang she Giam mohon bertemu dengannya."

Mendengar she itu s i pegawai mengimplang lantas dia tertawa dan kata: "Tuan-..bukankah kau adalah Giam siauwhiap yang membantu kami selama di Kho kee kauw?"

In Gak mengangguk. ia bersenyum. Begitu mendapat kepastian itu pegawai itu kaget dan girang berbareng, lantas seperti angin puyuh, dia lari ke dalam sambil berseru-seru.

Maka sebentar saja terlihatlah Loopiauwsoe, Suma Tiong Beng bersama-sama Louw itsu dan lainnya piauw soe dengan tindakan lebar, menghampirkan kereta.

Suara nyaring dari tuan rumah juga terdengar: "Giam Lotee, Giam Laotee, bikin apa kau menanti kan saja di luar? silahkan masuk silahkan”Lantaslah mereka tiba di luar In Gak memberi hormat.

"Loopiauwsoe baik?" ia menanya, "Ciongwie loosoe, baik"

Habis saling memberi hormat, Loew Koen bertanya. "Giam si auwhiap mana..."

"Ada" In Gak jawab tertawa, ia tahu maksudnya piauwsoe ini, "lsteriku dan mertuaku masih ada di dalam kereta,.."

Belum berhenti suara anak muda ini, Yan Bun sudah turun dari kereta seraya memayang ibunya.

Suma Tiong Beng melihat nyonya itu tak dapat jalan benar ia segera perintahkan memanggil bujang-bujang perempuan untuk membantu. Yan Bun dan ibunya bertemu sebentar dengan tuan rumah lantas di dalam mereka berkumpul bersama nona mantunya Tiong Beng. Tiong Beng sendiri dan lainnya menemani si anak muda di ruang depan.

Tuan rumah ini menanyakan hal kepergian si anak muda ke Lokyang dan kenapa mertuanya tak dapat jalan.

“Banyak untuk menutur itu” sahut si anak muda tertawa. “Karena kami bakal berdiam enam atau tujuh hari di sini, nanti saja kami menutur dengan perlahan-lahan”

Suma Tiong Beng mengangguk. Lalu mendadak ia menghela napas.

“Sepulangku ke Kayhong ini, kembali muncul peristiwa lain” katanya kemudian.

In Gak terkejut.

“Sebenarnya itulah Koay Ciu sieseng Jie In di Thaygoan” “Dia toh tak ada hubungannya dengan loopiauwsu?” Tanya

In Gak. “Mau apa orang menyatroni Thian Ma Piauwkiok?”

“Aku si orang she Louw juga mengatakan demikian!” Louw Kun menyelak, tertawa. “Sebenarnya urusan mengenai kejadian di Kho-kee-kauw itu Kiu cebo Lian Hoan mencurigai kamu suami isteri, dia menduga Giam siauwhiap ialah Jie In yang menyamar, hal itu dia memberitahukan Law Keng tek. Maka tadi malam Law Keng Tek mengutus Pek-lek-ciu Yo Pek datang kemari menanyakan tentang Siauwhiap berdua. Yo Pek itu jago Kwantiong selama beberapa puluh tahun, orangnya licik dan busuk, sepak terjangnya selamanya dalam rahasia, sebab dia bisa bekerja seorang diri. Dialah seorang berbahaya. Setahu bagaimana, Hui Thian Auwcu Law Keng Tek boleh mendapatkan dia sebagai tangan kanannya. Ketika dia datang, dia bertingkah jumawa. Loopiauwsu bilang bahwa Loopiauwsu tidak kenal siauwhiap berdua, bahwa kita baru saja bertemu satu dengan lain. Kita cuma dapat menerangkan siauwhiap pergi ke Lokyang. Lantas Yo Pek menjadi gusar, lantas dia mengancam, katanya, tidak apa kalau Loopiauwsu tidak mau memberitahu hal dimana adanya siauwhiap berdua, tapi hati- hatilah akan loopiauwsu celaka tubuhnya, rusak namanya!

Karena itu kemarin hamper terjadi bentrokan. Ketika dia pergi dia meninggalkan tanda mata yang menakuti orang. Coba siauwhiap lihat…!”

Louw Kun menunjuk ke pintu dimana terdapat tapak tangan.

In Gak mendekati, untuk memeriksa. Tapak jari itu jelas sekali. Teranglah Yo Pek mahir tenaga dalamnya. Tapi ia tertawa dan kata: “Jikalau dia datang pula, serahkkan dia padaku. Cuma aku menyesal karenanya piauwkiok menjadi banyak pusing…”

Suma Tiong Beng mengurut kumisnya dan tertawa besar. “Untuk kita kaum rimba persilatan, itulah hal biasa!”

katanya, gembira. “Itulah urusan kecil. Aku minta siauwhiap tak usah memperdulikannya. Biarnya kau tidak datang hari ini, laotee, aku tidak takut. Siapa dia dapat gertak?”

In Gak tertawa, ia terus mengawasi semua piauwsu. "Apakah keempat saudara yang itu hari dipagut ular sudah

sembuh?" ia tanya. Kenapa aku tidak melihat mereka?" Ditanya begitu, Tiong Beng terlihat berduka.

"Mereka itu telah terlalu banyak mengeluarkan darah, mereka masih lemah, maka itu mereka masih rebah di pembaringan," ia menjawab. “Tidak dapat mereka sembuh seperti biasa dalam waktu pendek. Aku merasa, ilmu silat mereka juga bakal dapat gangguan, tentang anakku. dia terluka didalam, dia muntahkan terlalu banyak darah. Aku telah mengundang semua tabib pandai dikota ini tetapi mereka putus daya.” "Aku lihat tak lama lagi dia.." Menggetar suaranya jago tua ini ia mau bilang tak lama lagi anaknya itu tentu akan berpulang kelain dunia...

In Gak dapat menduga kekuatirannya piauwsu itu, ia tertawa.

"Loo-piauwtauw haraplah kau ingat itu pepatah yang membilang obat menyembuhkan penyakit yang tidak membawa kematian dan sang Buddha menolong orang yang berjodoh" ia kata, “Lopiauw sujujur dan berhati baik, mana dapat loopiauwsu berperuntungan malang? sukakah loopiauwsu mengijinkanku melihat puteramu itu untuk aku mencoba menolongnya?".

Suma Tiong Beng girang mendengar tawaran itu

"Suka, suka" katanya, iapun berbareng heran sianak muda mengerti ilmu obat obatan.

In Gak mengulur tangannya mengambil cawan teh, ia genggam itu. hingga terdengar suara remasan, hingga cawan menjadi hancur remuk. selagi si piauwsu tua heran, mendadak ia bersenyum tangannya diulapkan keatas shiaoche, menyusul mana terdengar suara jeritan hebat, yang disusul pula dengan suara barang berat jatuh digenteng, yang pada pecah lalu tertampak bergelindingan jatuhnya empat tubuh manusia.

Sekalian piauwsu terperanjat. Hanya sejenak semua lantas berlompat, guna membekuk empat orang itu, yang terus digusur kedalam ruang.

Melihat mukanya keempat orang itu, semua hadirin heran. Muka itu seperti tertancap penuh pecahan beling cawan teh tadi, hingga darahnya sukar mengucur keluar. Muka orang tampak menjadi jelek sekait, Tentu sekali mereka tersiksa sangat rasa nyerinya.

In Gak memandang bengis pada keempat orang itu, ia kata: "Kamu harus sesalkan diri kamu sendiri, kenapa kamu berani main gila terhadap tuan muda kamu? Tapi aku tidak mau mengganggu lebih jauh kepada kamu, pergilah kamu pulang. Kamu bilangi Pek-lek-ciu Yo Pek supaya dia datang menemui aku. Pergilah!"

Usiran itu dibarengi dengan tangan menunjuk.

Keempat orang itu takut, tanpa membilang apa-apa mereka berlalu dengan cepat. Mereka memang orarg orangnya Law Keng Tek yang ditaruh dibawahannya Yo Pek.

Law Keng Tek ialah seorang lihay, gagah dan cerdik, Maka juga namanya terkenal dan di mulai dalam kalangannya, terutama di wilayah Hoo-lok dimana dia menjadi kepala selama tiga puluh tahun.

Ayahnya In Gak, Twie Hun-Poan Cia Bun, pun roboh ditangan dia. Karena itu dia telah didatangi Ie Kay Goan, yang meminta pikiran dan bantuannya.

Kapan Keng Tek telah mendengar segala penjelasan Kay Goan, dia tertawa dan kata: "Saudara Ie, kau tidak keliru, Memang mesti ke dua anak muda itu ada hubungannya dengan Koay Ciu sie seng Jie In, Kemarin inipun aku telah mengirim duabelas orangku ke Lokyang guna membuat penyelidikan, asal dua pemuda itu masih ada di dalam kota itu, dalam satu hari ini pastilah aku bakal dapat kabar baik."

Keng Tek bekerja, ia lantas kirim pesuruh untuk lekas pergi ke Lokyang, guna menemui duabelas orangnya itu, guna memberikan mereka lukisan romannya si dua anak muda, untuk mempermudah penyelidikan mereka itu.

Besoknya Keng Tek menerima laporan tentang musnanya sebagian dari In Bu san-chung, bahwa menggunai saat celaka itu, Liongsee sam Niauw sudah melakukan perampokan, Laporan terakhir ialah tentang kedua anak muda belum ada kabar ceritanya.

Warta ini membikin kaget pada Hui Thian Auw-Cu, si Elang Menerbangkan Langit, Bukankah Jim Cit Kouw lihay sekali? ia tidak menyaksikan jalannya pertempuran tetapi ia biasa membayangi bencananya si nyonya she Jim, maka ia menjadi berduka sekali.

"Loo-tongkee," berkata Yo Pek. yang gusar sekali, "menurut aku mestinya Jim Cit Kouw terbokong. Tidak demikian, tidak nanti anak muda itu berhasil mengalahkannya. Menurut saudara Ie kedua pemuda itu kenal Suma Tiong Beng, maka itu baiklah kita bekerja mulai dari Thian Ma Piauw Kiok. Aku bodoh tetapi suka aku menerima tugas, nanti aku pergi bersama sejumlah saudara. Aku percaya, tidak sampai lewat tujuh hari, aku akan sudah memperoleh keterangan jelas."

Law Keng Tek berpikir, ia berkata: "Pikiranmu baik, tetapi ingat kecuali sudah sangat terpaksa, jangan kau bentrok dengan Suma Tiong Beng Begitu kau dapatkan warta yang boleh dipercaya, begitu kau mengirim kabar padaku."

"Baiklah" Yo Pek tertawa. "Aku percaya aku mempunyai cukup kesabaran Pun-lui Kiam kek namanya saja besar, tak nanti aku sembarang melayani dia maka baiklah loo-tong-kee jangan buat kuatir"

Begitu Yo Pek berangkat dengan belasan orang pilihan. Begitu tiba di Pian-keng, atau kota Kayhong, langsung ia menuju ke Thian Ma Piauw Kiok. mencari Suma Tiong Beng,

menanya melit tentang si kedua anak muda, ia bicara secara jumawa sekali, hingga pihak tuan rumah jadi sangat mendongkol.

Melulu karena menahan sabar, Tiong Beng bisa menghindarkan pertempuran- Yo Pek pun mendongkol maka juga ketika ia meninggalkan tapak tangannya itulah pukulan tapak Kim-kong-Ciu. iapun tidak berlalu dengan begitu saja, ia meninggalkan beberapa orangnya untuk terus mengawasi orang orang yang keluar masuk dipiauwkiok itu, supaya setibanya kedua anak muda, dia segera diberi kabar. Demikian sudah terjadi, ketika I n Gak tiba bersama Yan Bun dan Nyonya Kouw, orang-orangnya Yo Pek naik kegenting untuk mengintai.

Celaka untuk mereka itu, In Gak waspada. Begitu mendengar keterangan tuan rumah tentang aksi Yo Pek. si anak muda lantas bercuriga dan memasang mata, selagi lain orang tidak tahu apa-apa, ia mendengar sedikit suara berkeresek serta lantas melihat empat pasang mata bersinar maka diam-diam ia menggenggam remuk cawan arak dan menimpuk merobohkan keempat pengintai itu.

Perbuatan ln Gak ini membikin kagum orang Thian Ma Piauw Kiok. Suma TiongBeng menatap si anak muda dengan hatinya berpikir "Heran anak muda ini. Dia tampan dan lemah agaknya, siapa nyana dia begitu liehay, Dia sangat mirip dengan Cia Bun sahabat kekalku ituI Teranglah dia jauh terlebih liehay daripada Cia Bun"

Sekarang ada banyak anak muda yang gagah tetapi aku rasa taklah ada yang dapat menyaingi dia ini. Entah dari mana ia memperoleh kepandaiannya.”

Ia cuma menduga duga, tidak berani ia menanyakannya. sebaliknya, ia menitahkan lekas

menyiapkan barang hidangan guna menjamu tetamunya ini.

Sebentar kemudian ramailah ruang besar itu, terang apinya. suara tertawa sampai memenuhi ruang.

Yan Bun hadir bersama- sama nyonya muda, nona mantunya Tiong Beng.

In Gak menduga kepada menantu tuan rumah ketika ia melihat munculnya Yan Bun bersama si nyonya muda, maka itu ia berbangkit untuk memberi hormat, sedang Tiong Beng lantas memperkenalkan sembari tertawa katanya: "Laotee, inilah menantuku, Couw Beng Kie."

Nyonya itu sudah berumur tiga puluh tahun, pakaiannya sederhana, ia tak memakai pupur atau yancie, toh ia tampak masih cantik. Cuma walaupun ia bersenyum, ia nampak berduka. itulah bisa dimengerti. Tentu ia menduka kan suaminya yang lagi sakit berat itu.

Melihat nyonya ini, ln Gak ingat suami orang, maka ia tertawa dan kata pada Suma Cong Beng: "Selama ditengah jalan aku sudah dahar, sekarang aku masih kenyang, maka itu marilah kita melihat siauw-piauwtauw dulu begitupun keempat piauw su lainnya, habis itu baru kita bersantap."

Tiong Beng tidak mau memaksa, ia mengiringi kehendak itu, Didalam hati, ia bahkan girang sekali.

Tepat selagi orang mau pergi kedalam seorang pegawai lari masuk dengan wartanya tentang datangnya tetamu, yaitu

Pek-lek Ciu Yo Pek toogkee nomor dua dari Him Jie san.

In Gak biasa bersenyum, tetapi segera wajahnya menjadi guram. Teranglah ia sangat gusar karena ia mengingat kecongkakan Pek-lek Ciu, si Guntur itu.

Tiong Beng lekas pergi keluar menyambut tetamunya, Ia tidak mau alpa sebagai tuan rumah yang kenal adat istiadat sopan santun-

In Gak tidak turut keluar, ia bersama Yan Bun tetap menemani nyonya muda, Mereka memegang omong.

Tidak lama terdengarlah banyak tindakan kaki mendatangi, lalu nampak masuknya beberapa orang, diantaranya Tiong Beng jalan di depan dengan tindakan berat, diturut oleh seorang mata besar dan berewokan, yang romannya bengis, begitupun beberapa orang lain, Tidak salah lagi orang itu ialah Yo Pek. "Lote, "kata Tiong Beng tertawa, "inilah..."

In Gak mengulapkan tangan-

"Tak usah disebutkan lagi, aku sudah tahu" katanya, memotong, Tapi ia tertawa, Lantas ia awasi Yo Pek. matanya bengis. iapun kata keras "Yo Pek kau mencari aku, kau mau apa?" Mau atau tidak. Pek-lek-ciu terkejut juga. itulah teguran terlalu mendadak untuknya. Maka ia melengak mengawasi anak muda itu, ia paksakan diri untuk tertawa ketika ia berkata: "Giam siauwhiap, cara begini kau perlakukan akusitua kau kurang hormati ..." ia berlaku tenang tetapi wajahnya muram.

"Terhadap orang semacam kau apa masih di butuhkan adat sopan-santun?" tanya In Gak tertawa tawar "jikalau kau ada bicara, lekas bicara.Jikalau tidak. lekas kau pergi"

Bukan main gusarnya Yo Pek. ialah seorang jago Rimba Hijau yang biasa memandang enteng kaum Rimba persilatan tapi sekarang ia ketemu batunya. Beberapa kawannya juga

menjadi tidak senang.

Suasana buruk itu membikin tegang hatinya sekalian orang piauwkiok.

Suma Tiong Beng kata dalam hatinya: "Dasar anak muda, dialah si anak kerbau yang takut harimau. Aku mesti malu sebab aku yang telah memperoleh nama. aku masih mundur- muju. Benar benar bedalah orang muda"

Pek- Iek ciu gusar bukan kepalang, matanya memperlihatkan sinar pembunuhan- Tapi ia tertawa lebar.

"Selama tigapuluh tahun, belum pernah aku melihat orang yang berani berlaku kurang ajar begini di depanku "

katanya.

"Bukankah sekarang kau melihatnya?" In Gak memotong, "HHm sekarang lekas kau menyebutkan maksud kedatanganmu. Tuan mudamu muak melihat tingkah polamu ini" "Bocah, kau terlalu galak" Yo Pek membentak

Habis sabar dia. "Kau tidak tahu bahwa orang hendak membekukmu sebelum itu, tak puas mereka. Datangku kemari ialah untuk membekuk padamu"

In Gak tertawa besar. "Loopiauwtauw dengar atau tidak?" dia tanya Tiong Beng, "Lihatlah, sekarang ini tubuh ku menjadi naik harga sekali" Tiong Beng kuatirkan suasana bertambah buruk,

"Yo Tongkee, mungkin ada jadi salah mengerti" ia datang sama tengah, "ini saudaraku yang muda jarang sekali muncul dalam kalangan Kang ouw, cara bagaimana dia mendapat salah dari golonganmu? Taruh kata benar aku rasa, tak usahlah sampai kau yang turun tangan-"

Mukanya Yo Pek menjadi merah, walaupun dia bandit besar dia toh menginsafi kesembronoannya, Lantas dia tertawa kepada tuan rumah.

Dia kata sabar: "saudara Suma, bocah ini baru dikenal olehnya, kau tidak ketahui keadaannya yang sebenarnya. Dialah Koay Ciu sie seng Jie In yang telah mengacau dikota Thaygoan"

Mendengar keterangan ini, semua mata lantas menuju si anak muda. In Gak berlaku sabar dan tenang.

"Bangsat tua, matamu kabur" ia kata, tertawa tawar, "Kau cuma melihat separuh saja Koay Ciu sie seng yang kau sebutkan itu ialah pamanku. Kalau aku benar Koay Ciu sie seng, kau benar bernyali besar berani menemukan aku.

Dapatkah kau menenangkan Pok Hong dari Ceng liong Pay? Biar bagaimana orang sebangsa kau, bangsa maling tikus danpencuri anjing kau tidak sepadan menemui pamanku

Koay Ciu sie seng Tapi kau sudah datang, baik aku beritahu padamu, jikalau kau ketemu dengan pamanku itu pasti kau lantas mati, tak ampun lagi"

Yo Pek mengawasi tajam dan bengis.

"Aku si tua tidak percaya Koay Cie sie seng demikian liehay" ia kata keras, "Kau sendiri yang membilang kaulah keponakannya Keay Ciu sie seng, baiklah, baik aku mulai dari dirimu saja" ia lantas meluncurkan tangan kanannya, dengan lima jeriji tangannya ia menjambak ke dada si anak muda.

Tapi belum lagi ia dapat menjambak. mendadak ia mundur tiga tindak. mulutnya memperdengarkan suara kaget tertahan-

In Gak sendiri berdiri tak bergeming Adalah Yan Bun, yang berada disampingnya yang

mendahului ia turun tangan, Nona ini sebal sangat melihat lagak tengik dari Pek Lek Ciu, maka itu ia meluncurkan tangannya dengan jurus Tio Liong Cie ajaran engko In-nya itu, suatu jurus dari "Memutuskan otot, Mematahkan Nadi."

Yo Pek kaget sekali, ia telah mundur dengan cepat, ia sudah menarik pulang tangannya, toh ia merasakan sakit sekali pada jalan darah kek kie disikut kanannya yang terlanggar jari tangan si nona, Mulanya ia tidak tahu siapa yang menyerangnya, sampai sambil mundur ia melihat Yan Bun. Maka ia lantas memandang dengan bengis.

"Dengan kepandaian begini saja kau berani main gila di depan orang banyak, sungguh tak tahu malu" katanya mengejek. memandang tajam.

Untuk sejenak Yo Pek menyesal sekali atas kedatangannya ini secara sembrono sekarang sudah terlanjur, tidak dapat ia mundur tanpa melakukan sesuatu, maka dengan gusar ia kata.

"Baik, baik. Kau anggaplah aku si orang tua tidak tahu diri.

Tapi aku si orang tua ingin melihat berapa liehay kepandaianmu "

Kata-katanya dibarengi majunya tubuhnya yang sangat pesat, sampai tak terlibat bagaimana ia menjejak tanah. Tahu- tahu ia sudah sampai di depan si nona dan kedua tangannya meluncur kedua pundak nona itu. Kedua tangan itu menyamberkan juga angin yang keras.

Itulah dia Pek lek ciu. Tangan Guntur yang menjadi julukan Yo Pek. yang membuatnya mendapat nama untuk Gwa Kee, kaum "Luar" itulah kepandaian mahir yang telah mencapai puncaknya, pukulan itu didahului anginnya.

Yan Bun melihat orang menyerang, ia pun tahu, kalau ia sampai kena dihajar, celakalah ia maka ia tidak mau berdiam saja. ini pula ketikanya untuk menguji lebih jauh kepandaian yang ia dapat dari In Gak.

Ketika kedua tangan musuh hampir mengenai pundaknya, mendadak ia mendak. kedua kakinya bergerak hampir saling susul dari melejit kesamping ia meloncat ke belakang orang

Suma Tiong Beng kagum bukan main, ia melihat bagaimana nona itu bergerak, ia bersorak didalam hatinya.

Yo Pek pun kaget mendapatkan serangannya gagal, ia mengerti ancaman bahaya maka itu tanpa menarik pulang lagi, tangannya diteruskan diayun ke bela kang, tubuhnya turut bergerak untuk mengimbangi iapun berseru tajam mengerahkan tenaganya.

Yan Bun tiba di belakang lawan, ia raaa musuh membela diri dengan menyerang, ia tidak mau menyambuti keras dengan keras, maka ia menjejak tanah, untuk lompat mundur dua tindak dimana ia berdiri diam sambil tertawa perlahan- "Haaha"

Panas hati Yo Pek. maka dia bergerak pula untuk menyerang lagi. ia juga mengasi dengar tertawa yang tak sedap. Hanya mendadak seketika itu ia merasa sakit pada kedua pundaknya, yang seperti kena digaet-gaetan baja.

Terus ia merasa tubuhnya kaku, hingga habislah tenaganya justru itu, tubuhnya juga terasa terdupak, hingga tahu-tahu ia sudah terpental keluar ruang, terbanting roboh di lantai thianche dimana ada sumur batu. sampai sekian lama barulah ia dapat merayap bangun-

Suma Tiong Beng mementang mulutnya. Dia heran dan sampai tak dapat mengatakan suatu apa.

Seumurnya belum pernah ia menyaksikan ilmu silat demikian liehay, yang membikin Yo Pek yang kesohor kecewa, ia cuma tahu, serangan yang dilaksakan itu ialah serangannya In Gak atau lebih benar Giam Gak, untuk mencegah Nona Yan Bun menjadi kurbannya si Tangan Guntur yang terlepas itu,

Ketika Yo Pek akhirnya dapat bangun berdiri dia menyeringai "Beginikah aku si tua dibokong" dia kata sengit, saking penasaran. "Adakah ini perbuatan satu enghiong?" Dia berkata terhadap In Gak.

Untuk sejenak alisnya si anak muda bangun berdiri, tetapi akhirnya ia tertawa.

"Baiklah, aku akan membikin kau puas bilangnya. "Hanya jangan kita mengacau didalam piauwkiok. Mari kita pergi ke tegalan sana"

Kata-kata ini ditutup sama lompatnya, tahu-tahu si anak muda sudah berada di atas- genting dari mana dengan sama cepatnya ia menghilang.

Yo Pek tertawa meringis. Tahulah ia bahwa ia lagi menghadapi bencana. inilah ia tidak sangka sekali, sudah terlanjur ia tidak bisa berlompat naik, guna pergi keluar ia tahu betul, lagi dua puluh tahun ia berlatih, tak nanti ia mencapai kemahirannya si anak muda.

Yang lain-lainnya turut lompat keluar hingga disitu tinggal Yan Bun bersama Beng Kie, nona mantunya Suma Tiong Beng.

Tatkala Yo Pek tiba diluar, In Gak sudah berdiri di hadapannya. ia penasaran, ia lari sekuat-kuatnya untuk menyusul. Maka dilain saat tibalah mereka dikota selatan, di tempat yang bertandakan banyak kuburannya.

Di sana si anak muda berdiri menunggu dengan airmukanya berseri-seri sedang diatas mereka, dilangit, rembulan sisir menerangi dengan cahayanya serta bintang bintang berkelak-kelik. Angin meniupkan hawa yang dingin.

"Yo Pek." berkata si anak muda, menyambut tibanya orang, "kau sekarang bekerja untuk lain orang, aku anggap perbuatanmu sangat tidak cerdik. Tidak perduli aku benar Koay Ciu sie-seng atau orang yang ada hubungannya dengannya, toh kita berdua tidak ada sangkut-pautnya. Maka menurut aku, baiklah kita sudahi saja, kau lantas pulang ke Him Jie san, dimana tolong kau sampaikan pesanku kepada Hui Thian Auw cu Law Keng Tek bahwa sekarang ini dunia Rimba Persilatan bakaljadi kacau balau, bahwa dia tak dapat mencampurinya, karenanya baiklah dia berdiam dirumah dengan damai dan tenang untuk dia menjaga diri sendiri baik baik. Tidakkah itu bagus?"

Hati Yo Pek bergerak, itulah nasehat benar. Memang benar, Memang bukankah benar ia dan Koay Ciu sieseng tidak ada hubungannya apa-apa? Bukankah benar Koay Cio sie seng sangat kesohor lihay dan belum pernah terdengar terkalahkan siapa juga? Bukankah benar juga si anak muda turun tangan secara aneh, hingga ia roboh tanpa merasa?

Dia mengaku menjadi keponakannya Koay Ciu sie seng. mungkio dia benar, pikirnya lebih jauh. Dia begini muda, dia begini liehay juga- belum pernah aku menemui pemuda lain selihay dia. Hanya, sejak aku mengangkat nama, siapakah pernah sanggup melayani aku? Cuma ketika pertama kali aku bertemu Hui Thian Auw Cu sesudah tiga jam. baru aku kena dikalahkan, hingga aku kalah dengan puas. Dia ini liehay. baik aku lawan dia dengan kecerdikan, cukup asal aku tidak kena dikalahkan..." oleh karena ini, ia bersenyum ewah.

"Sahabat, tajam lidahmu" katanya. "Dengan kata saja mana dapat kau membikin aku si orang tua mengangkat kaki? Tak sedemikian mudah sedikitnya aku harus belajar kenal dulu denganmu. Apakah kau telah tau bahwa aku sebenarnya tak berkuasa sendiri?" In Gak menjadi tidak puas.

" Heran" katanya, " Kau tak berkuasa sendiri, Habis siapakah yang berkuasa? Kalau begitu, mengapa kau membabi buta?"

Pek Lek Ciu tertawa.

"Sahabat, kau berlagak saja hilangnya paman mu yang bernama Jie In itu tempatnya Poo Tan, siansu telah mencuri kitab Pou Tee Cin Keng itulah kitab yang tak ada orang yang tak menghendakinya. Kau tahu, sancu kami pernah bersama- sama ketua Khong Tong untuk pergi ke Ciu Auw Hong untuk mengambilnya, apa mau mereka telah didahului oleh pamanmu itu itulah kitab luar biasa, mana dapat pamanmu membawa sendiri. Maka itulah yang membikin sekarang aku tidak berkuasa lagi."

In Gak heran, "Dari mana teruwarnya kabar itu? Apakah Thian Gwa sam Cun-Cia masih belum mati?" ia lantas berpura pilon.

" Heran- dari mana kau tangkap kabar angin demikian itu?" ia kata tertawa, " KaLau benar kejadian itu, siapakah yang pernah menyaksikan dengan matanya sendiri?"

Ketika itu orang orang piauwkiok serta orang-orangnya Yo Pek tiba saling susul, mereka lantas berkumpul.

Yo Pek berseru ketika ia berkata pula: " Kata- katanya Thian Gwa Sam Ciu-cia toh bukan kedustaan belaka?"

In Gak heran tetapi ia mengerti sekarang, Rupanya ketiga pendeta murtad itu tidak mati.

"Sudahlah, tak usah kau ngaco belo lebih lama." ia kata "orang macam kau orang macam apa? orang macam kau mana surup memiliki Poa Tee Cin Keng? Bukankah kau mengharap yang tidak tidak?"

Yo Pek gusar sekali. ia dihina didepan banyak orang. ia berjingkrak. "Binatang" seraya tangannya diluncurkan, itulah pukulan gunturnya, kearah dada si anak muda. Anginnya itu menyambar sangat cepat dan keras.

Biarnya begitu, Pek Lek ciu mengganti tenaganya lima bagian, ia tahu lawan liehay sekali, ia ingin berjaga untuk menarik pulang tangannya apabila ia memerlukan itu, ia hanya heran, selagi ia menyerang itu, lawannya diam saja, menangkis atau mengegos tubuh, untuk menghindarinya.

"Kau terlalu besar kepala" pikirnya." jikalau aku kerahkan semua tenagaku, batu pun hancur, dan tubuhmu biarpun tubuhmu tubuh besi, tak nanti kau sanggup bertahan" Maka ia berseru: "Awas" itu artinya ia mengerahkan tenaga sepenuhnya. Hebatnya pukulan Guntur ini yalah kedua tangan menghajar berbareng.

Disaat Yo Pek merasa serangannya akan mengenai sasarannya, tubuh lawan lenyap dengan tiba-tiba sebaliknya di belakang kepalanya terasa angin menyamber, mengenai jalan darah bong-hu, yang menjadi seperti beku.

Tentu sekali ia menjadi kaget, cepat ia tunduk dan tangannya di sampokkan kebelakang, berbareng dengan mana, tubuhnya berputar. ia tidak melihat lawannya itu.

Kembali terasa angin menyamber kebelakang kepala.

Kembali ia kaget, sebab berbareng dengan itu, ia merasakanjalan darahnya jalan darah hot twie kena tertowel, disusul dengan ditowelnya jaian darah Ce tiong ia merasakan juga sambaran angin dingin, sendirinya ia menggigil, bulu roma bangun berdiri.

ln Gak hendak membikin runtuh pamor, ia mempermainkannya. Kalau ia menggunai jurus-jurus dari Hian Wan sip-pat Kay, pastilah orang akan roboh dan musnah ilmu kepandaiannya, Dimana urusan mengenai Thian Ma Piauw Kiok. ia hendak bertindak berhati hati. Maka ia melainkan memperlihatkan kegesitannya. Yo Pek gentar hati tetapi terus ia membuat perlawanan- Ia hendak melindungi dirinya. Dengan menyerang dengan tangan kiri tubuhnya ikut berputar. Dengan tangan kanannya, menjaga diri dari serangan dibawah, Penjagaannya ini ialah jurus "Macan tutul Kuning Mengeluarkan Kuku," sedang kedua kakinya mengimbangi gerakan tubuhnya,

Tiga kali jago Him Jie san ini berputar cepat, selama itu tidak pernah ia melihat tubuh si anak muda bagaikan bayangan, anak muda itu berputar juga, tubuhnya terus berada dibelakang orang, hingga leluasalah dia mengancam jalan darah sam Ciauw, sin-kwee, sim Jie dan lengtay di punggung.

Cuma anehnya. setiap totokan berupa hanya towelan, kenanya perlahan, melainkan beku sedikit. Teranglah orang berniat mencelakainya. Hebatnya untuknya karena ia terus berputaran, kepalanya menjadi pusing, penglihatannya menjadi berbayang.

Akhirnya, dengan hati dingin, ia berhenti berputaran.

Melihat orang berhenti, I n Gak pun berhenti dengan tindakannya Hian Thian Cit seng Pou. ia berdiri sembari mengawasi dengan bersenyum. Yo Pek mengawasi juga, hatinya berdebaran-

Pemuda itu tenang tenang saja, ujung bajunya memain diantara sampokan angin dingin, ia mengawasi tidak lama, lantas ia menangkap kedua tanganaya memberi hormat.

"Sahabat, kau benar lihay,..." katanya. Mendadak ia berhenti setengah jalan, sedang sinar matanya guram. Dia lantas menggapai kepada kawan kawannya, kedua tangannya dibuka, tubuhnya mencelat ke kiri di mana ada banyak pohon rotan- maka sekejap saja, lenyaplah dia, lenyap diikuti kawan kawannya. "Inilah berarti urusan selesai tetapi belum beres" kata In Gak pada tuan rumahnya, Tapi ia berkata sambil tertawa, menyatakan ketabahaannya. "Dunia Rimba persilatan terancam bahaya besar, Tapi tak ingin aku peristiwa terjadi lantas maka itu hendak aku mencari pamanku, Jie In, untuk dapat menghilangkan ancaman itu. Aku akan pergi selang tiga hari." Tiong Beng tertawa.

"Aku kira Laotee, tak usahlah kau terlalu repot" ia berkata. "Aku tahu pamanmu itu liehay maka aku percaya juga ia pasti telah siap sedia menghadapi segala apa. Untukku aku cuma mengharapi penghidupan yang tenang, sekarang sudah malam, anginpun dingin, mari kita pulang ke kantorku."

In Gak mengangguk. Maka berjalanlah mereka pulang kepiauwkiok, Ketika mereka sampai, terlihat disana Couw Beng Kie dan Yan Bun tengah menemui seorang tua yang kumisnya putih semua dan bajunya kuning semua."

"Apakah aku berhadapan dengan Gan siauwbiap? orang tua itu menanya. ia berbangkit menyambut begitu lekas melihat masuknya In Gak beramai iapun lantas merogo sakunya dan mengeluarkan sepucuk surat, diserahkan kepada anak muda itu.

"Itulah aku yang rendah." menjawab in Gak manis, "Aku mohon tanya she dan nama loo-sianseng serta bagaimana aku harus memanggilnya?" ia menyambuti surat itu seraya menatap si orang tua, yang alisnya panjang sampai dipipi, mulutnya lebar, giginya rata, sedang matanya tajam dan berpengaruh. Dia bertubuh jangkung dan tegar. Kedua tangannya yang putih, memelihara kuku-kuku panjang dua dim. si orang tua mau menjawab tetapi Yan Bun mendahului memperkenalkannya: "Loocianpwee ini yalah Yan In Tay-hiap Tiat Cie sin Wan Pek le."

-00000000- SUMA TIONG BENG juga tidak kenali si orang tua, mendengar disebutnya nama itu, ia terperanjat dan kata:

“Jadinya saudara Pek ialah tayhiap yang dulu hari di puncak Cian Hud Teng di Cee lam telah menghajar limabelas penjahat besar sungguh girang, sungguh girang aku dengan penemuan ini"

Habis itu, jago tua itu diajar kenal dengan semua piawsu.

In Gak memeriksa surat. ia mengenali tanda dari Chong sie, maka ia pergi ke samping untuk segera membuka dan membacanya. Kiu Cie sin Kay menulis:

"Hiantee yth, semenjak kita berpisah dikuil Chin tu bersama adik Siauw aku berangkat terus pulang ke Utara, Di tengah jalan kami menemui rintangan tetapi syukur dapat di hindarkan dengan tempo kami tak terhalang. Demikian kami tiba dengan selamat di Ciang peng. Kami sampai setengah hari lebih dulu daripada Kiong Bun siang Kiat.

Kwee Poo Cu juga sudah sampai dikota raja, Dengan berkah perlindungan Kee Cin Ong, Kiong- Bun siang Kiat tidak berani mengganggu dengan mengandal pengaruh kepangkatan, Mereka sekarang tidak mau memperlihatkan diri, merekah selalu bekerja dibelakang layar. 

Diam-diam mereka bersekongkol sama penjahat-penjahat besar dari lima propinsi Utara untuk mengganggu keluarga Hu di Ciang-peng, keluarga Co di ChongCu serta partaiku. syukur aku dapat melihat gelagat, maka kedua keluarga itu telah aku singkirkan kelain tempat, hingga dua kali penjahat menyerbu tempat kosong. Perkara darah dirumah Lie siang-sie di Thaygoan sudah ditutup,

Sekarang Kiong- Bun siang Kiat lagi mengarah kitab Pou - Tee - Cin - Keng, kitab mana sudah menarik perhatian umum, hingga bukan melainkan orang Kang ouw yang kebanyakan juga sekawan hantu yang berdiam d igunung- gunung turut repot turun gunung menceburkan diri dalam pusar air Maka

itu, hiantee, untukmu ada ancaman bahaya d iempat penjuru, Aku tahu kau dapat melayani mereka tetapi baiklah kau waspada. Menurut aku, hiantee, untuk selanjutnya baiklah kau merantau seorang diri saja.

Kebetulan Tiat Cie sian Wan Pek Tay-hiap ada urusan di Hoo-lok. maka aku kirim surat int dengan perantaraannya. D^ samping utu, Pek Tayhiap hendak menuturkan kau sesuatu yang mengenai ayahmu almarhum. ia akan menuturkannya sendiri kepada hiantee."

Habis membaca, In Gak sesapkan surat itu ke dalam sakunya, Ketika itu, Pek le-pun meng hampirkan ia untuk membisikinya: "Lewat tiga hari aku menemui siauwhiap di Liongteng, di sana aku ingin bicara sendiri denganmu-" Habis beikata, ia memberi hormat seraya berkata: "Sampai bertemu pula" lantas ia, berlompat ke atas genting dimana ia menghilang di belakang wuwungan.

Orang heran, tetapi sembari tertawa in Gak kata pada tuan rumah: "Pek Tayhiap itu satu sahabat sejati, entah dari mana dia ketahui aku berada disini, barusan aku lupa menanyakannya..." ia berhenti sejenak. ia tertawa pula dan berkata lagi: "Barusan karena urusan Yo Pek kita sampai melupakan urusan siauwpiauwsu maka itu, loopiauwsu, mari sekarang kita melihatnya."

Mendengar itu, Beng Kie lantas mendahului bertindak kedalam, ia menarik tangan Yan Bun untuk jalan bersama.

Suma Tiong Beng kata sembari tertawa: " Jikalau anakku sembuh ditangan kau, siauwhiap kaulah tuan penolong kami yang menghidupkan pula anakku itu..."

Tiong Beng cuma mempunyai itu satu anak dan nona mantunyapun belum memperoleh turunan maka itu sangat berduka yang anaknya terluka parah.

"Orang baik dipayungi Thian” kata in Gak bersenyum, "Aku percaya menantumu juga akan memperoleh turunan, hingga lain tahun loopiauwsu bakal mengempo cucu laki laki" Senang jago tua itu, ia tertawa.

Segera mereka sampai didalam kamar dimana lantas tersiar bau obat-obatan, ketika dapat mencium bau itu, yang ia kenali bangsa jinsom, In Gak menghela napas seraya menggeleng geleng kepala dan berkata: "Tabib dogol dapat mencelakai orang..."

Beng Kie dan Yan Bun sudah menantikan di sisi pembaringan, ketika si nyonya muda mendengar perkataan in Gak. la lantas menanyai "sauwhiap. dapatkah kau menolong suamiku?"

"Sabar, enso," kata In Gak bersenyum, "Aku si tabib masih belum memeriksanya..."

Mukanya Beng Kie merah, dia jengah.

Yan Bun berkata kepada si anak muda: "Habis apa perlunya kau ngoceh tidak keruan? suami orang sakit, bagaimana dia tidak berduka dan berkuatir?"

Tiong Beng menganggapnya jenaka, ia tertawa.

In Gak bertindak ke depan pembaringan ia menyingkap klambu, maka ia melihat si piauwsu muda rebah dengan kepala madap keluar, mukanya perok dan pucat, rambutnya kusut. Mengetahui ada orang datang, dengan susah ia membuka matanya dan mengangguk lantas ia meram pula, Benar-benar ia telah sakit parah, sudah lama dan tak dapat obat yang tepat.

Beng Kie lantas mengucurkan airmata.

In Gak duduk disamping pembaringan ia menarik tangannya si piauwsu muda, guna meraba nadinya.

Tiong Beng berdiri disamping In Gak. la berbisik, "Ketika anakku ini dilahirkan, tukang tenung bilang ia tidak bakal berumur panjang maka itu ia diberi nama Tiang siu..."

Orang tua ini nampak sangat bersusah hati,

"Segala tukang tenung tak dapat sembarang dipercayai kata In Gak tertawa. "Manusia bergantung kepada dirinya sendiri, kepada Thian siapa yang hatinya baik, dia tentu diberkahi siapa dapat memastikan orang baru dilahirkan lantas usianya pendek? Adalah benar orang dapat menutup mata karena usia lanjut dan sakit, tetapi sesuatu manusia ada takdirnya, jadi kita cuma dapat berkata dari hal untung baik dan untung malang. Umpama siauw-piauwsu ini, dia kebetulan menemui kemalanganny a .”

Sementara itu selesai sudah ini tabib memeriksa nadi, ia terus memeriksa lidah, habis mana ia berbangkit dan sembari tertawa berkata pada Beng Kie: "Enso, dapatkah aku melihat resep obat yang obatnya telah dimakan?"

Beng Kie menarik laci meja untuk mengeluarkan susuna resep. In Gak menyambuti itu, ia periksa sehelai demi sehelai, Tiong Beng mengawasi ia agak berduka pula.

"Tabib yang diundang tentulah tabib terkenal." kata In Gak kemudian- "Resepnya ada sedikit kekeliruannya tetapi itu tidak menyebabkan si sakit meroyan. Pada ini mesti ada sebab lainnya."

"Untuk kota kita ini tabib itu memang terkenal” sahut Tiong Beng. "Dialah Loa Cun Kui usianya sudah delapanpuluh tahun, biasanya kalau dia mengobati orang cukup dengan tiga bungkus obatnya, Tidak demikian dengan anakku ini rupanya sudah nasibnya dia."

In Gak tidak menjawab ia tidak berkata apa-apa, ia hanya berpikir. Mendadak ia memutar tubuhnya, lompat ke depan pembaringan, begitu ia menyingkap kelambu ia membalik

tubuhnya Tiang siu untuk merobek baju di punggungnya untuk diperiksa. Tiba tiba ia mengeluarkan seruan kaget

Tiong Beng dan Beng Kie kaget, Mereka pun lompat ke pembaringan untuk melihat. Keduanya terkejut bukan main. Di punggung si sakit ada tapak dari lima jari tangan "

In Gak menghela napas, ia berkata: "lni tanda dari tangan jahat siauw-piauw su sendiri pasti tidak mengetahuinya. Tabib Loa tidak tahu pokok sebab penyakit, ia mengobati dengan segala kui-kie dan moa-bong, baiknya ada campurannya juga obat yang menguatkan tubuh. syukur aku tidak terlambat kalau tidak entah apakah jadinya..."

Hati Tiong Beng menjadi lega.

"Siauwhiap benar," ia bilang, "Siauwhiap. gurumu pastilah seorang pandai yang luar biasa, dia mengajarkan kau ilmu silat dan juga ilmu tabib"

In Gak bersenyum.

"Tetapi penyakit itu memang berlainan-" ia kata, ia tidak menjawab langsung bahkan ia lantas mengeluarkan kotak kecilnya dimana ada dua belas batang jarum emas halus panjang empat dim, dengan itu ia terus menusuk dua belas jalan darahnya Tiang siu, si piauwsu muda.

setelah itu ia minta Tiong Beng menyuruh orangnya lekas membeli tin-bia simpanan tujuh tahun serta jahe tua, makin banyak makin baik, Beng Kie lari keluar, guna menyuruh orangnya membeli obat-obatan itu.

Kira-kira seminuman teh, Tiang siu terdengar merintih.

Tidak lama pegawai yang diperintah membeli lin hia danjahe sudah pulang.

"Mari kita bekerja." kata In Gak. ia minta Beng Kie dan Tiong Beng memegangi dan mecekal tubuh Tiang siu, katanya supaya jangan dikasi bergerak, kemudian ia meletaki tiga lembar jahe ditempat yang luka, lalu diatas itu ia menaruh tin- hia dan membakarnya, terus hingga tiga kali tukar.

Tiang siu kesakttan, dia berkaok-kaok. dia meronta-ronta, matanya pun mendelik. sang ayah dan isteri terus memegang dan menekan, dia tak dapat berkutik.

In Gak membakar pula tin hia, terus sampai sembilan kali tukar, ketika tenaga dan suara si piauwsu muda habis, baru ia berkata: "Sekarang luka di dalamnya sudah sembuh bahaya tidak ada lagi."

Beng Kie dan Tiong Beng melepaskan tangan mereka.

In Gak mencabut duabelas jarumnya, terus ia angkat tubuh si sakit buat dikasi berduduk untuk ia menepuk punggungnya satu kali. Atas ini, Tiong siu muntah, Yang keluar ialah segumpal darah hitam, yang bau hingga orang mau muntah muntah. Dia lantas direbahkan pula perlahan-lahan-

Sesudah ini, si tabib minta kertas dan pit. ia berpikir dulu ketika ia menulis dua macam resep. Untuk muntah darah buat sakit di dalam, ia menulis cepat dan huruf hurufnya indah hingga Tiong Beng menjadi kagum. "Hebat" ia kata, menghela napas.

"Makanlah obat ini." kata In Gak. "Tak usah lewat tujuh hari, siauw-piauwsu akan sudah sembuh" ia hening sejenak. la mengangkat pitnya pula. sembari tertawa, ia berkata lagi: "Sudah terlanjur, baiklah aku menolong terus" Lalu ia menulis pula resep. obat hamil setelah itu, ia menambahkan, "Lain tahun di bulan lima, aku yang rendah hendak minta minum arak moa-gwee"

Arak moa gwce ialah arak pesta sebulan usianya seorang bayi, Beng Kie jengah, tetapi Tiong Beng tertawa. "Pasti Pasti" katanya.

Sampai disitu, In Gak keluar dari kamarnya Tiang siu, untuk memeriksa lukanya keempat piauwsu, yang ia bikinkan surat obatnya.

Sementara malam itu, In Gak menolongi pula Nyonya Kouw, yang ia tusuk dengan jarum jarumnya serta menyalurkan pula tenaga dalamnya, hingga bakal mentua itu dapat berjalan tinggal kelemahan tubuhnya saja.

Selesai mengobati mertuanya, in Gak ajak Yan Bun dan Tiong Beng berdamai di kamar tulis. perlahan sekali mereka bicara, setelah itu ketika fajar menyingsiog, In Gak bersama si nona, dengan mengajak nyonya Kouw, berlalu dengan diam diam dari Thian Ma Piauw Kiok. tak ada orang lain tahu kemana arah tujuannya.

Begitu sang pagi muncul ramailah lalu lintas di depan kantor Thian Ma Piauw Kiok, Dekat dengan kuil siang Kok sie, jelai besar dibagian situ memang lebih hidup daripada jalan lainnya, orang berduyun-duyun berlalu lintas, diantaranya tercampur pekik berisik anak-ansk yang berlari-larian serta tukang jualan keliling, begitu juga suara genta dan gembreng dari dalam kuil.

Pagi itu langit terang, angin sejuk. Biar bagaimana, masih ada suasana tahun baru. Di muka bendera dengan sulaman atau lukisan empat ekor kuda jempolan berkibar kibar dengan megahnya nampaknya menyolok mata.

Justru itu maka orang mendengar suara berisik dari kaki- kaki kuda yang berketoprakan di batu hijau yang ditabur di jalan besar, mendengar mana orang repot pula menyingkir ke tepi jalanan. Louw Kun lagi berdiri di depan piauwkiok sambil ia menggandeng tangan di punggungnya ketika perhatiannya ketarik suara berketoprakan itu, hingga ia lantas menoleh.

Begitu ia melihat tegas, ia terkejut, tetapi dengan lekas ia dapat menenteramkan diri.

Rombongan penunggang kuda itu, yang semua kudanya pilihan, mengenakan baju panjang yang serupa warnanya, dan yang berada di paling depan, kudanya lari pesat sekali.

Rombongan itu terdiri dari empat penunggang kuda. Tiba di bawah bendera, mereka pada berhenti dan berlompat turun dari kudanya masing-masing.

Sama sekali kaki mereka tidak menerbitkan suara apa-apa, suatu tanda merekalah bukan sembarang orang. Mereka lantas mengawasi bendera tanpa mempedulikan Louw Kun. orang yang menjadi kepala, yang sudah berusia lanjut, panjang mukanya dan berewokan pendek matanya celong hingga terlihat tulang tulangnya tetapi mata itu bersinar tajam.

Sesudah mengawasi bendera, dia mengasi dengar suara di hidung terus dia kata nyaring: "Tan Peng kau wakikan aku menurunkannya."

Seorang kurus umur lebih kurang empat puluh tahun menyahuti lantas dia memandang Louw Kun. bibirnya tersungging senyuman memandang enteng, kemudian memandang pula

kebendera.

Bendera Thian Ma Piauw Kiok beda daripada bendera kebanyakan piauwkiok lainnya. Kalau bendera lain orang dikerek naik dan diturunkan dengan memakai tambang, maka bendera "Kuda Empat" ini mesti dipasang dengan orang yang mengerti ilmu enteng tubuh harus berlompat naik turun untuk diikat dan di loloskan.

Orang yang dipanggil Tan Peng itu meraba tiang bendera, yang terbuat dari besi, ia merasa tidak sanggup untuk mematahkan dengan kekuatan tenaganya, jadi ia perlu memajat naik, ia agaknya bersangsi, Tak sudi ia manjat, mungkin itu dia anggap akan merurunkan martabatnya.

Dekat tiang bendera itu ada sebuah pohon kayu, yang tinggi lima tombak. yang daunnya sudah rontok, tinggal batang serta sedikit cabang gundul. Melihat itu, Tan Peng anggap dia boleh memakainya sebagai perantara akan mendapatkan bendera, Maka ia lantas lompat naik, untuk manjat di pohon itu.

Si orang tua tertawa, ia kata pada dua kawannya, " Hebat, ilmu ringan tubuh dari Tan Peng maju pesat sekali..." Hanya, belum pujian itu berhenti atau mendadak orang yang dipuji telah jatuh dari atas pohon itu

Sukur ia tidak jatuh terbanting dia masih dapat menaruh kaki dia cuma terhuyung, Tapi dia jadi merah mukanya saking malu, Dia sebenarnya sudah sampai diatas, Untuk menyambret bendera hingga tak ampun lagi cekalannya terlepas, tubuhnya meluncur kebawah.

Melihat itu orang-orang yang berlalu- lintas, yang tadi pada berdiri dipinggiran menonton, pada tertawa perlahan.

Si orang tua mata celong, heran, ia bercuriga. Percaya cabang itu mesti ada yang bikin patah, Tidak nanti cabang patah secara kebetulan. sebaliknya cabang itu cukup tinggi dan tangguh. siapa dapat mematahkannya ? Dengan cara apa? Ia sendiri tidak mempunyai tenaga dalam demikian mahir hingga dapat mengenai pukulan "Udara Kosong" seliehay itu. Maka ia lantas melihat kelilingan.

Terpisah kira tiga tombak dari si mata celong itu terlihat seorang tua bertubuh katai ditemani dua orang muda, orang tua itu bermata kecil dan hitam kulitnya.

Mereka menggondol pedang dipunggungnya masing- masing. Ada lagi seorang nona yang cantik, yang dilihat dari romannya, mesti nona yang nakal, ia juga membawa pedang dipunggungnya, mereka berempat bersenyum seperti bukan bersenyum...

Segera si mata celong menerka si orang tua katai itu tetapi disaat ia hendak menegur atas mendamprat mendadak ia mendengar si orang tua katai tertawa dan berkata kepada si nona. Katanya: "Bocah kau telah melihat tegas atau tidak? itulah mesti perbuatannya seorang liehay yang menggunai sentilan peluru merontokkan cabang itu Dia demikian hebat maka aku si orang tua, terbukalah mata ku"

Kata-kata itu membuat Tan Peng berempat malu sekali, muka mereka menjadi merah-padam sendirinya. Justeru itu Louw Kun di depan pintu kantornya berkata dengan dingin: "Hmm.. Hm. Ditempat dimana orang tidak dapat main-main kenapa mesti mempertunjukkan keburukan sendiri di depan piauwkiok kami?"

Jit cit sian- jing ciang juga menduga kepada perbuatan orang gagah liehay, maka itu ia sengaja berjenaka, untuk mengejek.

Mendadak Tan Peng menjadi gusar, dia ber-lompat ke arah pintu piauwkiok, untuk menerjang Louw Kun, selagi ia bertempat itu dibelakangnya ada lain orang berlompat juga menyerang punggungnya. Dia kaget, Mendadak dia merasa sangat sakit. Dia lantas lompat kesamping untuk berkelit.

"Bret" terdengar suara maka baju dipunggung Tan Peng robek. pundak kirinya luka berdarah-Dia lompat ketangga kanan. Louw Kun sudah bersiap untuk menangkis serangan tatkala ia melihat ada orang membantu padanya ia lantas membatalkan persiapannya, ia berdiri diam sembari tertawa mengangguk.

Tan Peng gusar hingga wajahnya merah-padam, Belum pernah ia dirobohkan secara begini, ia berpaling bengis kepada orang yang membokongnya itu.

Untuk herannya ia mendapatkan seorang nona yang matanya jeli, yang tangannya mencekal pedang panjang. Nona itu berdiri bersenyum sejauh empat kaki lebih daripadanya.

Nona itu bukan lain daripada Nona Lan dari Kim-hoa yang sangat berandalan, nakal dan doyan guyon. Dia mendengar hal perbuatan Koay Ciu sie-seng si Pelajar Aneh di kota Thaygoan dia lantas menduga kepada In Gak.

Kebetulan sekali dia bertemu dengan Ay Hong sok Kheng Hong yang ada bersama sama Tonghong Giok Kun dan Kiang Yauw Cong lantas mereka mempersatukan diri selagi bersantap dia menyebut-nyebut perbuatan Koay Ciu sie seng dan mengutarakan dugaannya kepada In Gak, Ay Hong sok menjadi ketarik hati.

"Tidak salah, benarlah dia" katanya seraya menepuk meja, "Pasti bocah itu Di Yang Ke Cip dia mendustai aku hingga aku jadi bersengsara sangat. Coba pikir kenapa si nomor empat dari Liong bun tak keruan-keruan roboh kehabisan tenaga.

Benar bocah itu, aku mesti cari dia"

Maka berempat mereka pergilah ke Lokyang untuk mencari, Di sini mereka mendengar hal pembakaran In Bu san-cung hingga Jim Cit Kouw terbinasa. Mereka pergi ke tempatnya Liong bun Ngo Koay dan menyaksikan sendiri keruntuhannya san-chung yang kesohor itu, yang sekarang telah menjadi kosong sebab keempat siluman dari Liong bun sudah pindah ke lain tempat. semua orangnya telah mereka bubarkan.

"Marilah kita pergi ke Thian Ma Piauw Kiok di Kay Hong" Ay Hong sok mengajukan sarannya.

Mereka berangkat ke Kayhong untuk lantas menghadapi peristiwa itu.

Si orang tua berewokan kaku seperti duri badak itu bersama dua kawannya, melihat robohnya Tan Peng itu lantas bertempat ke hadapan Nona Lan. Mereka mengasi dengar suara mengejek.

Melihat demikian, dua tubuhpun berlompat maju dengan pedang mereka berkelebatan itulah Tonghong Giok Kun dan Kiang Yauw Cong yang hendak mencegah orang menghampirkan Nona Lan.

Orang tua bermata celong itu berseru, tangannya mengibas, Maka berkibarlah tangan bajunya yang panjang.

Pedangnya Giok Kun dan Yauw Cong kena tersampok tubuh merekapun mental lima kaki.

Mereka menjadi terkejut. Ay Hong sok tertawa lebar. "Ca siu Keng Kang yang mahir" ia memuji "Aku tidak sangka Hui Thian Auw-cu kembali ke luar dari Him Jie san sungguh beruntung aku dengan pertemuan ini"

Memang juga si orang tua mata celong dan berewokan kaku itu ialah Hui Thian Auw-cu Law Keng Tek si Elang Menerbangkan Langit, yang lihay ilmu mengebutnya itu, yaitu Tiat siu Keng Kang atau Tangan-baju Besi.

"Kau siapa?" Keng Tek membentak. matanya menyala.

Ay Hong sok tertawa pula, tertawa mengejek "Kau tidak kenal aku. aku kenal kau" katanya jenaka, mencemoohkan. "Aku si tua bangka tidak mau mampus ini ialah kakak- angkatnya musuh mati hidup dari kamu, Twie Hun-Poan Cia Bun. Akulah Ay-Hong-sok Kheng Hong" ia berhenti untuk tertawa, lantas ia menambahkan

"Adik angkatku itu kabarnya mau menjenguk kau di Him Jie san, kau sebaliknya, buat apa kau nongkrong saja di sini? ingatlah, jangan kau mengasi lewat ketika yang baik untuk bertemu pula dengan sahabatmu itu."

Law Kheng Tek terperanjat. Ketika dulu hari itu ia dapat menyerang Cia Bun satu kali, ia tidak puas. Hasilnya itu bukan hasil yang gilang gemilang.

Ia bahkan jengah karenanya sampai sekarang, kalau ia ingat itu hatinya tidak enak. sekarang ia mendengar CiaBun masih hidup dan bakal menemuinya, ia tercengang.

Memang ia tahu Cia Bun lihay dan sekian lama ia sangsikan kematiannya, Tahun yang sudah ia mendengar Cia Bun muncul pula, selalu ia bersedia-sedia untuk membela dirinya, ia takut Cia Bun nanti menyateroni Him Jie san, sarangnya itu, ia tidak sangka sekarang ia mendengar perkataannya Kheng Hong ini.

Tapi ialah satu jago, kemudian ia tertawa dan kata dengan nyaring "Terhadap sahabat yang berkunjung, pihak Him Jie san selalu akan menyambut dengan baik. Baiklah aku akan berdiam di tengah gunung menyambutnya sahabat she Kheng jikalau kau tidak berbuat celaan silahkan kaupun datang bersama"

Kheng Hong tertawa pula, ia terus menggoda.

"Aku si tua bangka tidak mau mampus tidak mempunyai kegembiraan akan menjengukmu di gunungmu" sahutnya, "Adalah adik angkatku itu pun sudah cukup untuk membuat kau sakit kepala"

Keng Tek tertawa dingin, ia tidak menggubris godaan itu. ia terus memandang kepada Louw Kun.

Jit Goat sian-jin teng memang terus mengawasi Keng Tek. buat menonton lagak-laguknya, sekarang ia dipandang, ia tertawa dingin dan kata: "Law Lootong-kee, kenapa perkara kecil kau besar besarkan? Bendera piauwkiok kami itu tidak berharga seberapa tetapi untuk kau merurunkannya itulah tak mudah jikalau kau mau tahu halnya si pemuda yang kemarin mengajar adat kepada si orang sho Yo, dapat aku terangkan, tadi pagi ia telah berangkat ke Utara ia telah memesan andai kata loo-tongke berani, silahkan lootongkee menyusul ke kota raja"

Memangnya La w Keng Tek datang buat mencari In Gak. kecelakaannya Tan Peng dan gangguannya rombongannya Kheng Hong membuatnya mendongkol dan pusing, iapun tengah

bersangsi. Robohnya Tan Peng meski perbuatan orang- orang liehay yang belum dapat dipastikan siapa adanya.

Maka kebetulan sekali keterangamya Louw Kun ini ia dapat ketika untuk mengegos, ia lantas tertawa dan kata: " Kawanan bocah itu dapat melihat gelagat mereka mendahului menyingkir Tapi lihatlah bagai mana dia dapat lolos dari tanganku" Louw Kun tertawa di dalam hati mendengar seorang berkenamaan mengucapkan demikian rupa, ia tidak mau melayaninya, ia berdiam saja.

Law Keng Tek cerdik, ia dapat mengennai baik-baik setiap ketika nya, ia mencari In Gak bukan tanpa kesangsian, keterangannya Yo Pek yang pulang dengan kegagalan, membuatnya berpikir banyak. jadinya telah muncul anak-anak muda yang liehay.

Kalau keponakannya Jie In demikian liehay, bagaimana lagi dengan Jie In sendiri, Maka di samping membuktikan sendiri, ia memikir daya lainnya ia menyesal sekali Yang Tan Peng pun roboh.

Habis mendengar keterangannya Louw Kun itu, ia melirik kepada Tonghong Giok Kun, Kiang Yauw Cong dan Nona Lan, ia kata di dalam hatinya: "Aneh anak-anak ini, mereka mempunyai pedang-pedang yang bagus. Aku sendiri, aku mencarinya sia-sia buat banyak tahun... Baiklah aku gunai Tiai Sioa Ceng Kang terhadap mereka, biar ilmu ringan tubuh mereka mahir, mustahil mereka lolos.dari aku, selagi mereka berkelit, akan aku rampas salah satu pedangnya.”

Setelah berpikir itu, ia kata keras: "Mari kita pergi" "Baiklah" sahut Tan Peng bertiga. Ketiganya lantas lompat

naik atas kuda mereka.

Law Keng Tek memutar tubuhnya, berbareng dengan itu tangan kanannya mengibas, tangan

baju nya yang panjang berkibar.

Mendadak Nona Lan bertiga merasa samberan angin, tak sempat mereka berdaya mempertahankan diri, tubuh mereka terhuyung. Akan tetapi Kiang Yauw Cong tidak menjadi mati daya, maka ia terus berlompat untuk menyerang ke pundak kiri Keng Tek. ia menggunai jurus "Naga memain di tengah langit."

Kheng Hong terperanjat. itulah kejadian di luar sangkaannya. Keng Tek sebaliknya mewujudkan rencananya. Habis menyerang dengan tangan bajunya ia menggunai "Kim- na Ciu Hoat" tipu silat "Menangkap" guna merampas pedang orang.

Demikian ia meluncurkan tangan kirinya ke arah pedang di tangan Nona Lan. Di dalam keadaan seperti itu ia tidak menggubris serangan Yauw Cong.

Kheng Hongpun tidak berdiam saja, sambil berseru ia lompat menyilang dengan kedua tangannya, ia menggunai tipu lat Ngo Heng Cia Lek, ia ingin melindungi pedang si nona.

Law Keng Tek sangat liehay mendahului segala apa, jeriji tengahnya telah berhasil menotok jalan darah keng liang dari Nona Lan, Tanpa berdaya pedang si nona terlepas dari tangannya, maka di lain saat pedang itu, Ciu seng Kiam dipungut si burung elang yang tubuhnya membungkuk cepat bagaikan kilat.

Hanya baru saja pedang tercekal, lantas terlepas pula jatuh kembali di tangga batu, keras hingga muncrat lelatunya, inilah disebabkan disaat itu, Keng Tek merasai punggungnya sakit dan ngilu. Menyusul itu, dia merasai nyeri lainnya dan kagetnyapun tidak terkira, punggungnya itu terjambak dengan lima jari tangan yang kuat seperti gaetan, lantas tubuhnya terangkat dan terlemparkan tinggi mengenai cabang-cabang pohon lima tombak jauhnya, sampai cabang cabang itu patah dan jatuh hingga dia turut jatuh bersama. 

Debu muncrat dan mengepul karena kejatuhan itu.

Ay Kong sok melihat sebuah tubuh mencelat lantas lenyap. ia liehay tetapi ia tidak ketahui, orang datangnya dari mana dan ke mana lenyapnya lebih jauh, sebab dia menghilang di belakang banyak orang, yang sementara itu pada mengawasi peristiwa itu.

Hui Thian Auw cu berlompat bangun, sambil tunduk ia berlompat naik ke atas kudanya, ia terus kaburkan di belakangnya, tiga kawannya lantas menyusul. Ketiga kawan ini juga bungkam seperti ianya, mereka cuma memperlihatkan sorot mata heran dan bingung...

Ay Hong sok berempat tidak jadi pergi ke Thian Ma Piauw Kiok, Mereka lelah mendengar halnya si anak muda sudah pergi ke utara, Mereka cuma memandang ke pintu piauwkiok di mana nampak Louw Kun lagi berdiri disana.

Adalah si Nona Lan,yang menanya: "Numpang tanya, apakah di dalam piauwkiok tuan ada seorang muda she Cia? Dia baru datang dari Lokyang."

Louw Kun menggoyang kepala. sembari tertawa ia menyawab: "Sebenarnya nona, di kantor kami tidak ada orang she Cia, hanya ada juga seorang she Giam yang datang bersama isteri dan mertua perempuannya. datangnya dari Lokyang, tetapi tadi pagi-pagi mereka sudah berangkat ke kotaraja."

Nona Lan menjadi masgul ia kecele. Kheng Hong menduga kepada In Gak, tetapi orang ditemani isteri dan mertuanya...Ia lantas membungkam, air mukanya suram.

Melibat roman nona itu Kheng Hong masgul, ia berkasihan- Benar nona ini luar biasa tetapi dia berhati baik, dia sangat memuja In Gak. Untuk dijodohkan dengan In Gak, dia cocok.

"Terima kasih" ia berkata kepada Louw Kun, sedang kepada si nona ia membilang: "Nona, mari kita jalan-jalan dulu di siang Koksie, dari sana baru kita menetapkan pula kita pergi ke mana lebih jauh.”

Nona Lan menurut, maka pergilah mereka. Mereka bercampuran diantara banyak orang.

Kuil siang Kok sie yang berdiri tak jauh dari kantor Thian Ma Piauw Kiok, dibangun ditahun Thiao-po kennam darijaman dinasti selatan dan Utara, mulanya bernama Kian Kok sie lalu di ubah menjadi siang Kok siepada tahan Keng in ke dua ahala Tong, tetapi selanjutnya di jaman Goan Beng dan Ceng terus di rawat baik,

Pintu tengahnya biasa ditutup, untuk masuk dan ke luar, dipakai kedua pintu samping barat dan timur, Dari pintu tengah menuju ke utara, ada dua pendoponya ialah pendopo utama dan pendopo Pak Kak Tian yang kesohor, habis itu ialah lauwteng Cong Keng Lauw peranti menyimpan kitab- kitab.

Setiap hari raya bukan main ramainya kuil ini menerima kunjungan orang-orang yang bersujut, maka itu di bagian luar, ramai juga orang yang menjual cerita bernyanyi main sulap. tukang tenung, tukang silat dan pedagang pedagang, keramaian itu hingga ada yang membandingi dengan keramaian agama di kuil di Pakkhia atau keleteng Khong Hu Cu di Kimleng.

Ketika Ay Hong sok bersama ketiga kawannya memasuki pekarangan siang Koksie, mereka

mengambil pintu timur. Mereka melihat orang semua bergembira, Mereka sendiripun ketarik hati kecuali Nona Lan yang masgul. Dari dalam tak hentinya terdengar suara pendeta-pendeta membaca mantera diiringi tetabuan suci.

Di tempat di mana ada seorang penjual cerita lagi bercerita, Ay Hong sok berhenti mendengari. Tonghong Giok Kun melihat kelilingan, Tiba-tiba ia terkejut. ia menampak dua orang yang datang bersama ia lantas mengikuti Kiang Yauw Cong dan memberi isyarat dengan matanya.

Setelah melihat dua orang itu, Yauw Cong juga terperanjat.

Dua orang itu yang bertubuh jangkung, yang lagi berjalan dengan perlahan, ialah Cio Tiong siang Koay, sepasang siluman dari Cin Tiong. Mereka mengenakan pakaian mewah yang bersorot mentereng disisinya matahari. Untuk mereka dandanan itu tak surup sekali, karena itulah sangat menyolok mata.

Toa Koay siluman pertama Tong siangkan dan Jie Keay siluman kedua, Pa san Tiauw dikenal sebagai hantu atau iblis. Yang dimalui dari mereka yaitu ilmu pedang mereka, yang diberi nama Hui Hong Kiam Hoat, burung Hong terbang.

Merekalah musuhnya Giok Kun dan Yauw Cong berdua, disebabkan mereka ini telah melukai murid kedua siluman itu, ketika kedua pihak benirok di Pookui.

Ketika itu Giok Kun dan Yauw Cong baru mulai mengembara. Mereka disusul siang Koay, bertempur belum ada sepuluh jurus mereka telah kena dikalahkan, syukur ada orang yang menolongi jikalau tidak pastilah mereda binasa, sekarang kedua pihak bertemu pula dan siang Koay melihat kedua anak muda itu, tidak heran Giok Kun berdua terkejut.

Dengan tindakan jumawa Siang Koay mendekati kedua anak muda, lalu Toa Koay berkata mengejek: "Bocah-bocah, disini kita bertemu pula sungguh kita berjodoh"

Kun Lun Molek Kiang Yauw Cong menunjuki keberaniannya, "Tidak salah" sahutnya gagah, "Kita telah bertemu pula Kau mau apa?"

Tong siang tertawa bergelak.

"Aku tidak mau apa apa" sahutnya. "Asal kamu masing masing menguntungkan sebelah tanganmu lantas kami pergi"

Segera mereka menarik perhatian orang, banyak mata lantas mengawasi mereka.

Nona Lan menjadi gusar.

"Kamu orang apa?" ia menegur "sungguh jumawa" Kata- kata itu ditutup dengan tinju ke dada siluman yang pertama.

Nona ini lagi masgul dan uring-uringan maka itu ia menjadi sembrono. Coba ia tahu dua orang itu dua jago dari Cin-tiong sianmo, tidak nanti ia berkata sembarangan tentulah ia menanti dulu tindakannya dua kawannya itu.

Tepat dadanya bakal menjadi sasaran, Tong siang berkelit maju kesamping hingga tubuh si nona terjerunuk maju berbareng dengan itu, dia menangkap tangan orang, kelihatannya tak ampun lagi tangan Nona Lan bakal kena dicekal. Tapi tangan Tong siang seperti mendapat rintangan gerakannya menjadi ayal secara tiba tiba dengan begitu nona itu dapat menarik pulang tangannya itu, ia hanya kaget sekali hingga mengeluarkan peluh dingin.

Samberan angin saja dari si siluman kepala telah memberikan ia merasa tangannya risi, itulah Ay Hong sok yang lantas bersenyum dan berkata: "sungguh benar-benar arwah-arwah yang tidak mau buyar. sahabat-sababat lama kembali disini saling bertemu Tong Lao toa namamu sangat kesohor, kenapa kau menurunkan tangan atas dirinya satu nona cilik? Apakah kau tidak takut orang tertawa hingga giginya copot jatuh?"

Ay Hong sok tukang berkelakar, demikian kali ini, untuk itu ia tidak biasanya memilih tempat.

Tong siang melengak. tetapi Jie Keay tertawa dingin- "Hai, kiranya kau ketarik hati terhadap si bocah cilik " kata

dia, "Aku telah mendengar halnya kau di Yang Kee Cip telah menempur Liong bun Ngo Koay, pertempuran itu membuat namamu sangat terkenal sekarang kita bertemu di sini, kebetulan Memangnya perhitungan kita dulu hari belum beres Kau boleh kasih lihat Ngo Heng Kean kau, aku ingin ketahui bagaimana liehainya"

Kheng Hong tertawa pula.

"Asal kau mempunyai kegembiraan kamu, aku si orang tua tidak mau mampus bersedia melayani kamu" sahutnya menyambut tangannya. "Bagus" berseru Tong siang. "Mari kita bertemu pula di menara" ia tidak lantas bertindak pergi, agaknya ia bersangsi, ia terus mengawasi Giok Kun berdua untuk menantang dengan tawar: "Kamu berdua juga boleh datang berdamai"

Baru setelah itu keduanya berlalu dengan perlahan-lahan- Mereka ini belum pergi jauh, lantas ramai suara tertawanya banyak orang, tangannya pada menunjuk ke punggung Cin Tiong siang Koay di belakang siapa baru saja ada orang lewat cepat lantas orang itu lenyap seperti bajangan.

Ay Hong sok berempat mengawasi lantas mereka bersenyum.

Di punggung kedua siluman ada menempel masing masing secarik kertas kuning panjang satu dim kertas itu ada gambarnya kepala orang yang romannya mirip dengan mereka itu berdua dan dibawahan gambar itu aia empat huruf yang berarti: "Mau dijual: kepala orang"

A y Hong sok heran untuk orang yang menempel kertas itu mengingat kedua siluman itu liehay sekali

Cio Tiong siang Koay mendengar suara tertawa ramai itu mereka heran, lebih lagi mereka mendapatkan semua mata diarahkan kepada mereka, sebagai orang-orang cerdik mereka lantas bercuriga.

Tidak ayal lagi keduanya saling berbalik, hingga mereka menyamber gambar itu. sudah tentu mereka jadi sangat heran, mendongkol dan malu. Mereka telah dipermainkan- Maka mereka seperti mau lompat melejit.

Ay Hong sok lantas berkata: "Tuan tuan kamu telah bertemu dengan titik keras. Didepan orang banyak ini terjadi peristiwa begini, sungguh hilanglah muka terang kamu.

Daripada mengalami ini kejadian lebih baik kamu diam nelusup didalam sarang setan digunung Kie san"

Habis berkata ia tertawa lantas sambil menoleh kepada ketiga kawannya ia kata: "Mari kita lekas pergi kekaki menara. Mungkin Cin Tiong siang Koay menjadi tidak berani pergi kesana..."

Lalu tanpa memperdulikan lagi kedua siluman, mereka pergi dengan cepat.

Tong sian dan Pa san Tiauw melengak mereka saling mengawasi:

"Aku kira si orang tua she Kheng ada maksudnya," kata Tiong sian kemudian- "Mari kita susul dia"

Pa san Cauw setuju maka keduanya lantas pergi dengan cepat.

Matahari bersinar keras akan tetapi hawa udara tetap dingin kalau angin sedang bertiup, orang merengkal atau menggigil. Para pengunjung tetap pesiar hanya mereka yang mendapat tahu atas yang gemar silat, lantas pergi ke menara untuk menonton pertempuran.

Diantara sekalian pendengar cerita, seorang yang duduk di bangkupanjang sudah ingin berbangkit. Dialah seorang dari usia pertengahan orangnya pendiam dengan kedua tangannya di masuki dalam tangan bajunya, ia batuk batuk. lalu terus ia bertindak kearah barat.

Menara yang disebutkan Cin Tiong siang Keay ialah menara Boan Tah. Tidak ada pemandangan yang menarik hati disitu, Menara itu dipilih sebab keletakannya ditempat yang tinggi, kalau angin bertiup keras bertiupnya, Maka tak ada orang yang senang makan angin disana. Pernahnya pun di luar kota, kira-kira tiga lie di tenggara.

Menara itu dibuat pada tahun Thay-peng kedua dari ahala Tong, nama benarnya ialah Hia Coa tah, tingginya sembilan tingkat tetapi di lima tingkat ada ahli bumi yang mengatakan susunan itu bertambah jelek maka telah dibuang enam tingkat, menjadi tinggal tiga.

Tengah-tengah menara kosong untuk mendaki orang mesti naik mutar, tangganya juga cuma satu kaki lebih, jadi banyak orang takut memanyatnya. Tingkat teratas dibikin rata mirip dengan panggung. Karena itu, dari atas itu orang dapat memandang j a uh kesekitanya dengan leluasa, nama "Hoan- didapat sebab dulunya pernah bertinggal seorang she Hoan di tepinya menara itu

Di jaman dulu huruf "Hoan" itu dibaca juga "Po," maka itu, nama lain dari menara itu ialah Po Tah, Di sebelah timur menara ada panggung le ong Tay, ialah panggungnya Kaisar le, tingginya dua tombak lebih, lebarnya seratus dua puluh tindak. Di sana orang biasa menyembahyangi kaisar bijaksana itu.

Ketika Kheng Hong berempat tiba di kaki menara, Cia Tiong siang Koay belum nampak maka jago tua itu lantas kata pada tiga kawan muda mudinya: " Kamu tahu ilmu pedang Cin Tiong siang Koay hebat, kamu harus waspada ilmu pedang mereka. Pui Hong Kiam-Hou namanya sangat - diaguli mereka, Katanya, namanya mereka dapat mewariskan orang itu di gunung Kie san, dari seorang tua yang berkepandaian luar biasa sedang orang tua itu mempelajarinya dari kitab Toan Kong souw sie yang dia dapatkan sebagiannya, siang Koay sendiri, kecuali cupat pandangannya, sedikit kejahatannya dan biasanya mereka lebih suka menutup diri, maka kalau sekarang mereka muncul itu mungkin disebabkan hati mereka ketarik oleh nama besar Koay Ciu sieseng.

Di waktu menempur mereka, baiklah kamu bertiga bekerja sama, tujuannya ialah jangan mengharap menang asal jangan kalah. Bicara sejujurnya, aku si tua juga tidak berani mengganggu mereka, coba tadi tidak ada orang permainkan mereka itu, aku bersangsi untuk melayani berkelakar "

Nona Lan yang rambutnya ditiup kusut sang angin, membuka matanya.

"Ah, Kheng Loopee" katanya " apakah tadi loopee melihat orang yang menempel kertas di punggung mereka itu.

Jangan-jangan orang itu ialah dia " Kata kata "dia" itu sengaja diperdengarkan lebih tegas, itu tentu saja, dimaksudkan In Gak.

Mendengar itu Kheng Hong terharu, ia juga mau menduga si anak muda tetapi karena ia tidak melihat orang itu, tidak berani ia sembarangan bicara maka ia menggeleng kepala, Rimba Persilatan itu luas, orang pandai pun banyak. mungkin bukan dianya.."

Nona itu berdiam. kepalanya tunduk. Terang ia sangat bersusah hati, ia membiarkan dirinya ditiup sang angin tak hentinya

Yang lain lainpun berdiam saja, cuma mata mereka yang melihat kelilingan. Tiba tiba Kun Lun Molek mengasi dengar seruan tertahan.

"Lihat, Kheng Locianpwee Cio Tiong siang Keay lagi mendatangi. Di belakang mereka itu ada beberapa rombongan orang, rupanya oraog orang Rimba Persilatan "

Ay Hong sok mengawasi, ia mengangguk. "Ya, rupa rupanya mereka datang untuk menonton" sahutnya.

Cin Tiong siang Koay datang dengan cepat, pakaiannya yang tidak sembabat dengan romannya berkilauan di sinar matahari. Lekas juga sampailah mereka di depan keempat orang yang ditantangnya.

"Tuan tuan, benar besar kamu bernapsu sekali" Kheng Hong menyambut sambil tertawa, ia lantas menunjuk ke timur, untuk menambahkan, " orang dulu menyebut hal di panggung Hong Hong Tay meniup seruling maka kita, marilah kita mengadu pedang di atas panggung Kaisar le itu. Tidakkah bagus kalau peristiwa kitapun nanti dibuat ceritaan?"

"Tunggu dulur kata Tong siang.

"Kenapa, eh?" tanya Keng Hong, yang matanya membelalak. romannya jenaka.

" Kita jangan terburu napsu," kata Tong Siang. "Bukannya aku memandang enteng kepada kamu, biarnya kamu maju semua melawan ilmu pedang ku, kamu tak akan bertahan sampai sepuluh jurus. Baik kamu ketahui, kami datang kekota Kayhong ini ada maksudnya " ia hening sejenak, la

mengawasi tajam keempat orang itu.

"Bukankah tadi di siang Kek sie ada orang mempermainkan kami?" ia tanya selang sesaat.

"Apakah kamu lihat orangnya? kamu sudi memberitahukan maka urusan ini suka kami menghabiskannya."

Kheng Hong tertawa geli.

"Aku tidak mau mendustai kau, benar - benar akujuga tidak mendapat lihat." ia menyawab. "Cuma dapat aku bilang, orang itu jauh terlebih liehay daripada kamu, jadi kalau kamu menemui dia, kamu tentulah tak dapat berbuat apa apa, atau mungkin kamu nanti kehilangan muka. Maka itu, kalau kamu suka mendengar nasihatku, baiklah kamu jangan menariknya panjang"

Pa san Tiauw menjadi gusar dengan tiba tiba, "Kalau begitu kau tentunya tahu dia siapa?" dia membentak.

Kheng Hong tertawa pula, geli tertawanya, Jenaka lagaknya.

"Tidak salah, dapat aku menduga dia delapan bagian” ia kata. “Juga kalian tentunya menerka dia juga"

Mendengar itu, Nona Lan bertiga heran- Cin Tiong siang Koay melengak. akhirnya Jie Koay berteriak: " Lekas bilang- dia siapa?” iapun tidak cuma berteriak. dia mengulur tangannya menyamber tangan Ay Hong sok. Terlihat nyata tangannya itu lebih besar dari tangannya kebanyakan orang lain.

Kheng Hong tidak pernah menduga orang bakal menyamber tangannya itu, tahu-tahu telah terasa anginnya mengenai lengan kanannya, Tidak ada tempo lagi untuk berkelit maka ia menggertak gigi, ia mengerahkan tenaga Ngo Heng Kun dia tangan kanannya itu untuk menyambuti Tanpa dapat dicegah lagi, kedua tangan bentrok satu dengan lain, Pa san Tiauw merasa ia seperti memegang besi atau batu, maka lekas lekas ia mengerahkan tenaganya lebih jauh. Kheng Hong pun tidak berdiam saja, ia menggunai tipu huruf "Lolos" maka tangannya itu melejit dari lima jerijinya si siluman, terus lompat mundur lima kaki

Ketika itu para penonton, yang berjumlah tiga puluh orang, menyaksikan dengan kekaguman- Mereka terdiri dari orang orang pelbagai partai atau golongan, ada yang sesat ada yang lurus. Ada mereka yang tahu atau kenal Tonghong Giok Kun berdua ada pula yang mengenali Cio Tiong siang Koay, tetapi mereka semua berdiam. Biar bagai mana, mereka jeri juga terhadap kedua siluman dari propinsi siaoosay itu, yang terkenal keras tabiatnya.

Kheng Hong lolos dari cekalan dengan ia mengeluarkan keringat dingin- ia merasa lengannya itu sakit dan kaku, ia jadi telan kenyataan dari liehaynya musuh. Tapi pada parasnya ia tidak mengentarakan apa-apa, Bahkan ia lantas tertawa pula seperti biasanya.

“Jikalau aku tidak salah bade, kamu siang Koay, timbul pula tabiatmu suka menang sendiri"

ia kata, "Rupanya diam-diam takut orang itu nanti dapat merampas julukan kamu sebagai

ahli pedang nomor satu dikolong langit ini-Thian Hu tee It KiamBenar, bukan? Tapi julukan itu kamu menamakannya sendiri- bukan didapat dari pertandingan atau pertarungan secara umum, Hui Hong Kiam Hoat memang liehay tetapi belum tentu itu dapat ditaruh di sebelah atas ilmu pedang partai partai besar diTionggoan”

Tong siang mendongkol sekali, lebih-lebih Pa san Tiauw, sampai dia menggertak gigi.

Jadi kau maksudkan dialah Koay Ciu sieseng Jie In?" tanyanya tegas. Kheng Hong mengangguk. "Benar, dia?" sahutnya.

Siluman yang tua itu mengasi lihat roman sangsi. "Habis siapa sianak muda she Giam yang di In Bu san

chung membinasakan Jim Cit Keuw?" dia tanya pula.

Kheng Hong tertawa.

"Dalam hal ini aku si orang she Kheng mengetahui lebih jelas daripada kamu si orang she Giam dengan Jie In itu asal satu turunan- Maka juga ia berani menyebut diri sebagai Thian Hu."

Agaknya Tong siang mau percaya keterangan itu, tanpa parasnya berubah.

Jika yang tadi mempermainkan kami itu kalau bukan si orang Jie, ia tentulah si orang she Giam itu"

Kheng Hong tertawa berkakak.

"Kau terlalu mengagulkan diri" katanya tanpa menyawab lantang. "Rupanya kamu menganggap. kecuali Jie In dan orang muda she Giam itu, lantas tak ada lain orang yang

berani membentur kamu, sekarang ini rimba Persilatan telah diliputi angin dan mega,

karena banyak orang-orang kosen luar biasa, yang buat banyak tahun mengumpatkan diri,

telah pada kembali kedalam dunia Kang ouw siapa siapakah diantaranya yang tak lebih

tangguh daripada kamu? Lihat umpama Kholeo Kong saniu Loo Kamu bukanlah tandingan

mereka berempat jangan disebut pula yang lain-lainnya.

Kabarnya kedua orang she Jie dan

she Giam itu telah berangkat pagi ini ke Utara, maka itu yang tadi mempermalukan kamu

sebenarnya orang lain, karena si orang the Kheng tidak melihat tegas, sukar aku

menentukannya." ia lantai ngoceh seorang diri: “Baru mengerti Hui Hong Kiam Hoat saja

sudah berani menyebut diri Thian Hee Tee lt Kiam?." Tong siang dan Pa san Tiauw mendongkol bukan main- orang telah bicara putar balik, tak lebih tak kurang untuk menghina mereka, yang dilihat tak nyata.

"Kholee Kong san su Yauw itu mahluk apa?" kata siluman yang nomor dua sengit, ia menyebutnya su Loo, empat jago tua, menjadi su Yauw, empat siluman.

“Tidak dapat tidak. kami nanti bertempur mereka itu orang she Kheng jangan kau menggertak kami dengan segala omong gedeh kau ini siapa tidak puas dengan Hui Hong Kiam Hoat dari Cin Tiong sang Koay, dia boleh maju untuk mencoba-coba"

Kheng Hong mengimplang keseluruh tegalan mulutnya dicibirkan.

"Semua hadirin di bawah menara ini, tak ada satu bukannya orang-orang pandai di jaman ini" ia kata nyaring, "jikalau mereka jeri terhadap Cin Tiong siang Koay, tidak nanti mereka berani datang kemari"

Sengaja si tukang berkelakar ini menyebut-nyebut para penonton itu, Mereka itu mengerti, didalam hati mereka mengutuk orang jail ini yang dikatakan banyak tipu muslihatnya. Dengan terpaksa mereka menunjuki sikap jumawa. Tong siang mendongkol sekali. "segala gentong arak dan kantong nasi" dia berteriak. "Dimulutmu. Mereka menjadi orang-orang pandai di ini jaman- Hayo siapa tidak puas, dia boleh naik keatas panggung"

Habis berkata begitu Toa Keay menarik tangannya Jie Keay, Pa san Tiauw, dengan begitu dengan berbareng keduanya berada diatas Ze ong Tay.

Lantas panggung terbuat dari batu hijau, tebal rata dan mengkilap, kalau ditotok lantai itu bersuara nyaring.

Sebaliknya Cin Tiong siang Keay, orang banyak lantas maju ke bawah panggung. Pa san Tiauw menghunus pedangnya, pedang itu bersuara dan bersinar seraya mengulapkan itu ia kata nyaring: "jikalau kamu tidak ungkulan, siang-siang kamu mundur, supaya jangan kamu mencari malu sendiri dan merusak juga nama perguruan kamu?"

Banyak orang yang mukanya menjadi merah padam, kecuali mereka yang berpihak pada kedua siluman- Begitulah tiga orang dari usia belum tigapuluh masing-masing lompat naik berbareng.

Mereka semua bersenjatakan pedang. Lalu yang satu memberi hormat sambil berkata: "Kami bertiga Tiam Thong sam Kiam ingin memohon pengajaran dari Pa Loosu"

Pa san Tiauw tertawa.

"Aku si tua pernah mendengar liehay nya ilmu pedang Tiam Chong Kiam Hoat, maka hari ini dapatlah aku berkenalan dengan kamu" ia berkata: "Kamu mau maju berbareng bertiga, apakah demikian aturan perguruan kamu?"

Merah mukanya orang Tiam Chong Pay itu, Chong Hiong namanya tetapi ia berkata: "Kami tahu ilmu pedang kami tidak berarti, kamipun tidak berani mengakui diri sebagai jago nomor satu, tetapi karena barusan mendengar Tong Loosu bahwa dikepung beramai, orang tidak dapat melawan Hui Hong Kiam Hoat sampai sepuluh jurus, kami menjadi membesarkan nyali memohon pengajaran-"

Pa san Tiauw tertawa dingin

Jikalau begitu, hunuslah pedang kamu" katanya jumawa.

Mendengar orang menyebut nama Tiam Chong sam Kiam, Nona Lan lantas ingat peristiwa di Tanah Lapang di Kim-hoa dimana In Gak telah mematahkan pedangnya sin Kiam Chiu shie Goan Liang, jago Tiam Chong Pay. Maka pikirnya, kalau In Gak berada disini, pastilah itu akan menjadi menarik sekali.

Ketika itu diatas panggung Ciong Hiong bertiga sudah mengurung Pa san Hauw. itulah kurungan yang dinamakan kedudukan "sam Cay" yakni Thian Tee Jin atau langit bumi dan manusia. Tong siang sendiri mundur kepojok.

Tong sam Kiam lantas menyerang berbareng dari tiga arah, pedang mereka berkelebatan sinarnya, itulah jurus sam Cay Toat Beng-- "sam Cay Merampas jiwa."

Tidak ada tempat untuk Pa san Tiauw berkelit, pula sulit untuk ia menangkis berbareng, akan tetapi dia tabah, dia tidak kekurangan akal, Tepat saatnya tubuhnya mencelat tinggi lewat di atasan ketiga gedang maka itu dengan hilangnya sasaran - ketiga pedang bentrok satu dengan lain-

Dilain pihak, tidak menanti ia menginjak tanah, Jie Koay sudah menghunus pedangnya

dengan apa ia membabat untuk membalas menyerang itulah jurus "Hong siang Loan Bu" atau "Burung hong menandak burung lain menarik sinar pedang itu berkilauan dan anginnya menderu.

Semenyak kekalahannya shie Goan Liang di tangan ln Gak, Tiam Chong Pay memperoleh kemajuan. Goan Liang kalah dan pulang untuk mengadu kepada gurunya, ia tidak mendapat mata bahkan ia ditegur gurunya. ia dikatakan telah bercampuran dengan kaum sesat.

Meski begitu, sang guru menginsafi kemundurannya maka diam-diam dia lantas memperhatikan dan meyakinkannya pula. sekarang sam Cay Kiam dikirim turun gunung, untuk mendengar gerak-gerik Rimba Persilatan, kebetulan ada urusan Cin Tiong siang Keay ini, mereka ingin mencoba Hui Hong Kiam Hoat.

Tiga saudara itu kaget mendapatkan serangan-serangan mereka gagal, justru itu, merekapun diserang, sebenarnya mereka sudah lompat mundur masing-masing, tetapi pedangnya Pa san Tiauw terlebih cepat, maka ujung pedang mereka kena dibikin sapat sepanjang sebutir beras. Tiga saudara itu menyedot hawa dingin, Tetapi mereka tidak suka menyerah, ketika Ciong HHiong berseru, berbareng mereka menyerang pula, masing-masing mengarah jalan darah kio-ceng khie-hay dan chang-bun-

Terbangun alisnya Jie Koay melihat serangan itu, dengan kaki kiri ia menggeser tubuh, berbareng ia menikam kea lis nya Ciong Hiong, ia mengerahkan tenaga latihannya beberapa puluh tahun di lengan kanannya, ia menggunai tipu silat "Pek niauw tiauw hoog" atau "seratus burung menghadap burung hong," suatu jurus lain dari Hui Hong Kiam Hoat.

Hebat perlawanan Pa San Tiauw ini. Ketiga pedang lawan kena dibabat kutung, semua kutungannya terbang ke bawah menara, yang diserang Tiong Hiong bertiga ialah buntungan yang ada pada gagangnya. Maka itu, mereka merasai dada mereka sesak. saking kaget dan malu.

"Beginilah kiranya ilmu pedang Tiam Chong Pay" kata Pa san Tiauw tertawa dingin, "Belum tiga jurus, sudah kalah sendirinya Hari ini aku si orang tua tidak mau membuka larangan membunuh untuk sementara kamu diberi ampun."

Cin Tiong siang Keay tidak berkumis nampaknya usia mereka belum lebih dari empat puluh tahun tetapi Pa san Tiauw menyebut dirinya si orang tua loohu" inilah sebab dia sebenarnya sudah berumur enam puluh lebih.

Dengan mendongkol dan malu Ciong Hiong bertiga lompat turun dari panggung akan ngeloyor turun gunung.

Pa san Tiauw berdiri tegak dengan pedang ditangan romannya jumawa, ia menantikan gerak-gerik orang banyak. sang angin santer meniup, niup tubuhnya.

Tengah orang semua berdiam itu, mendadak pedangnya Pa san Tiauw berbunyi terus jatuh ke panggung. Dia kaget. juga semua orang lain, tak terkecuali Ay Hong sok Pa san Tiauw melengak. kakaknya berlompat maju matanya dibuka lebar. Tadi itu angin bersiur santer membawa pasir terbang, pedang kena tersampok dan jatuh. semua tampak wajar, cuma Jie Koay yang tahu sampokan itu keras, kalau tidak tak nanti pedangnya terlepas, ia merasakan telapakan tangannya sakit sampai tak bisa ia menyamber pedangnya itu.

"Siapakah si orang jail?" Pa San Tiauw berpikir, ia menduga jelek. cuma ia tak dapat melihat si jail itu, ia tahu, kalau orang tidak jail, orang akan berterang naik di panggung, ia heran sekali air mukanyapun berubah.

Terpaksa ia membungkuk, menjemput pedangnya, Setelah itu, ia jadi tenang pulang.

Ay Hong Sok jail, ia tertawa dan berkata: ,.Cian Tong Lao Koay. kau lihat adikmu itu, jangan-jangan dia terkena angin jahat! Lihat, angin begini keras, hawanya begini dingin! Kau tahu, angin jahat dapat membuat orang mati di tengah jalan! Maka baiklah kamu lekas-lekas pulang Ke sarang kamu digunung Kie San! Kamu telah berusia tinggi, inilah kamu mesti ketahui. Kematian kamu tidak lama lagi, jangan kamu tetap membawa adat suka menang sendiri. Apakah artinya kemenangan kosong demikian? Sudah lama kamu tidak muncul dalam dunia Kang Ouw, bukankah itu disebabkan kamu kuatir nanti ada orang curi kitab kamu Thay Kong Souw Sie yang kamu sayangi seperti separuh jiwa kamu? Kitab itu memang justru ada yang arah! Ha-ha-ha-ha!"

Nyaring suara tertawa itu, sampai terdengar kumandangnya.

Untuk sekejab, parasnya Cin Tiong Siang Koay menjadi pucat, tapi lekas juga mereka menjadi tenang kembali.

“Hm” kata Toa Koay, keras-„Siapakah yang berani pergi ke- gunung Kie San? Disana, dilembah Ban Ciang Kok, ada ancaman-ancaman kematian!"

Tong Siang omong dari hal yang benar mengenai lembahnya itu. Gurunya Cin Tiong Siang Koay jalah Koay Ie Loojin. Dialah seorang aneh yang lain orang, tak tahu asal-usulnya. Dia menerima Cin Tiong Siang Koay sebagai muridnya dan mengajari sebagian dari kitabnya, kitab Thay Kong Soiw Sie itu. Dia belum pernah mengembara, dia meninggal dunia setelah kedua muridnya lulus. Mereka ini lantas pesiar sambil membawa-bawa kitabnya, yang cuma sebagian. Belum tiga tahun, mereka berhasil mengalahkan banyak jago, dari itu nama mereka menjadi terkenal, mereka dimalui. Sementara itu, mereka pun mendapat sahabat-sahabat, dari kalangan sesat. Satu waktu, selagi sinting, Siang Koay menyebut nama guru mereka dan halnya kepandaian mereka berpokok pada kitab yang tinggal separuh itu. Lantas ada orang-orang yang niat mencuri kitab itu- Satu kali hampir kitab itu lenyap. Maka belakangan, menuruti nasihat satu sahabat, Siang Koay pulang kegunungnya dimana mereka menyekap diri. Mereka lantas perkuat lembah Ban Ciang Kok.

Itulah kejadian empatpuluh tahun dulu, lalu duapuluh tahun kemudian, lembah itu meminta jiwanya beberapa orang yang mencoba masuk, untuk mencuri kitab. Siapa lancang masuk, dia terjebak, dia menjadi kurban. Perangkap itu diatur oleh Siang Koay sendiri, yang memperoleh ajaran dari kitab pusakanya itu. Mereka merasa syukur, sampai sebegitu jauh mereka berhasil melindungi kitab itu.

Selama empatpuluh tahun. Siang Koay cuma menerima lima orang murid, bersama anak-isteri mereka serta hamba- hambanya, jumlah mereka tak lebih daripada enampuluh orang- Aturannya pun keras sekali. Cuma sebab pandangannya cupat yaitu mereka suka mengeloni pihak sendiri. Lantaran aturan keras itu, lima muridnya suka melakukan sesuatu secara mencuri, karenanya, Siang Koay tidak tahu keburukannya murid-muridnya itu, sedang orang luar, yang tahu tabiat mereka, tidak ada yang berani datang mengadu. Kali ini Siang Koay turun gunung, cita-citanya ialah untuk merebut gelaran Thian Hee Tee It Kiam. Ay Hong Sok tidak ketahui semua maksudnya Cin Tiong Siang Koay tetapi karena dia cerdas dan jenaka, dia dapat menjaili kedua Siluman hingga hati mereka itu menjadi panas.

Mendengar Tong Siang membanggai lembahnya, dia tertawa pula dan berkata: „Kau terlalu jumawa! Lithatlah, selama tempo satu tahun, aku si orang she Kheng nanti mendatangi lembah kamu, untuk jalan-jalan. Barisan semacam kepunyaan kamu itu bisa bikin apa atas diriku!"

Yang dinamakan barisan itu jalah tin atau perangkapnya Cin Tiong Siang Koay, nama barisan itu yaitu „Thay Kong Tin- sie," atau „Tin Kiang Thay Kong."

Tong Siang tertawa.

„Baik, baik, nanti kita bertemu pula dtdalam Ban Ciang Kok!" katanya. „Barusan kau menyebut halnya Koay Ciu Sie- seng berangkat hari ini ke Utara, adakah itu benar?"

Kheng Hong mengangguk.

„Jikalau begitu, kami juga mau pergi ke Utara!" "kata Tong Siang. Lantas dia mengawasi semua orang. Dia tertawa, dia kata pula: „Sekarang aku percaya sudah tidak ada orang yang berani mengatakan Hui Hong Kiam Hoat bukannya ilmu pedang paling luar biasa dikolong langit ini!"

Habis mengucap begitu, kedua Siluman menjimpan pedang mereka, terus mereka lompat turun dari panggung. Mereka melompati kepala orang banyak. Terus mereka lari turun gunung.

Diantara sinar matahari hari, terlihatlah baju mereka berkilauan.

Diantara banyak orang itu ada seorang yang bertubuh besar yang alisnya gomplok, sembari madapi kedua Siluman dia tertawa dingin, dia berludah seraya berkata: „Kedua siluman itu sangat jumawa, coba bukannya aku tak ingin menanam permusuhan, suka aku mencoba menempur mereka! Tadi pedangnya siluman itu jatuh, entah apa sebabnya!" 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar