Menuntut Balas Jilid 08 : Menolong sahabat ayah

Jilid 8 Menolong sahabat ayah

"Pok Paycoe, bagus kata-katamu ini" ia membentak. "Bagus perbuatan kamu ya? Kamu yang bekerja, sekarang kau memfitnah aku sungguh tidak tahu malu. Baiklah, jikalau tidak dibikin patah tulang-tulang lenganmu, kamu tentulah belum kenal keliehayanku"

Sikap In Gak ini berubah sudah, ia mengawasi Pok Hong dan kawan-kawannya yang berjumlah lima orang. la kenali mereka itu sebagai musuh-musuhnya yang dulu telah mengeroyok ayahnya. Hal ini ia ketahui sebelum ia tiba di Thaygoan, ketika ia membuat penyelidikan roman mereka itu tepat seperti orang yang melukiskannya.

Pok Hong habis sabar, sambil berseru ia menyerang, Kedua tangannya bergerak dengan jurus "Menentang langit membuka bumi. Ia menggunai dua tangan tetapi sasarannya ialah empat anggauta berbahaya dari Jie In- diatas dan di bawah.

Jie In memasang mata tajam. Begitu orang menyerang, begitu ia mendahului dengan tangan kanannya, ia menindih kedua tangan lawan- sambil bergelak begitu ia menggeser tubuhnya, lalu tangan kirinya menyusul membacok. Sembari membacok tangan kiri itu diluncurkan terus hingga dadanya paycoe Ceng Hong Pay itu kena terhajar, hingga orang mundur tiga tindak

"Pok Hong." ia berkata selagi orang terkejut "bukannya aku memandang tidak mata padamu, tetapi aku kuatir kau bukanlah tandinganku oleh karena Ceng Hong pay terkenal sebagai tukang keroyok, paling baik kau majulah semua"

Hati Pok Hong berdebaran, Hebat tangannya Jie In itu, Tapi ia gusar sekali, ia

mengibas tangannya, atas mana kelima kawannya maju serentak mengurung musuhnya, ia tertawa dan kata: "Aku si orang she Pok biasa tidak menolak permintaan orang, karena itu baiklah, aku nanti penuhkan pengharapanmu"

Jie In tersenyum, Ia mendadak tangannya dibawa kebelakang, tubuhnya diajukan membungkuk ke depan, maka dilain saat, dengan terdengarnya suara "sret" pedang Thay oh Kiam di punggungnya telah terhunus.

Orang-orang ceng Hong Pay juga lantas mencabut senjatanya masing-masing, Pok Hong sendiri mengeluarkan gegaman yang istimewa, sepasang sian-jin-ciang yang terbuat dari pada baja pilihan sinarnya putih mengkilap.

Jie In mengawasi bengis ia telah mengambil ketetapan untuk membereskan semua musuh ini, tak perduli apa akibatnYananti, Maka begitu lekas musuh pada menghunus senjata, ia menyerang mereka.

Dengan cepat pedangnya itu berkelebatan bagaikan kilat menyamber-nyamber. ia menggunai jurus "Thaykek Hoa Liok Hiauw" atau "Thaykek berubah menjadi enam garis" dengan begitu sebuah pedangnya dapat terus menyerang enam musuh saling susul.

Pok Hong menangkis, ia diturut lima kawannya, Mereka pun jago-jago kenangan. Tapi ketika senjata mereka beradu mereka kaget. Tidak melainkan senjata mereka terpental, tubuh mereka kena tersampok miring.

Kiong Bun siang Kiat kaget, hati mereka berdenyutan- Penglihatan itu hebat sekali.

Chong sie dan Siauw Thian sudah mengangkat saudara dengan In Gak tetapi belum pernah mereka menyaksikan orang bertempur begini rupa, mereka menjadi heran dan kagum, sekarang mereka mengetahui baik liehaynya adik itu.

Yan Buntidak kurang kagumnya.

Begitu orang mundur begitu In Gak merangsak.

Kali ini mereka itu terdesak. terpaksa mereka menangkis. Thay oh Kiam berkelebatan dengan dibarengi suara berisik.

Tanpa ampun lagi, semua senjata musuh kena ditebas kutung, semua kutunganny a jatuh kesaiju, sepasang sian jin-ciangnya Pok Hong menjadi buntung hingga seperti gagangnya saja, ia melengak karenanya.

Kelima kawannyapun melengak tetapi serentak mereka menimpuk dengan gegaman buntung itu, yang dijadikan serupa senjata rahasia, Dengan itu jalan mereka mengharap dapat merobohkan musuh, atau sedikitpun mengundurkannya, Mereka sendiri berniat lompat mundur. 

Jie In tertawa tajam, pedangnya berkelebat pula, ia menyerang begitu lekas ia mengelit diri dari semua timpukan, Pedangnya itu menyamber pergi dan pulang. Hebat kesudahannya ini, Lima buah kepala orang jatuh bergelutukan, disusul dengan robohnya lima buah tubuh tanpa kepala yang mandi darah. Darah merah muncrat menyembur membikin saiju berubah warnanya

Pok Hong bergelar cian cioe Siauw Hud, atauBuddha Tertawa seribu tangan- ketua Ceng Hong Pay, kuat hatinya, ia biasa membunuh orang dengan mata tidak berkedip. Akan tetapi menyaksikan jago-jago Ceng Hong Pay roboh secara demikian cepat, hatinya memukul keras. Tapi ia tidak kuat bahkan dia berteriak:” Jie In percuma kau kosen. Kau mengandalkan pedangmu. Baiklah aku nanti adu jiwaku"

Jie In tertawa, ia masuki pedangnya ke dalam sarung.

"Pok Hong" ia berkata, "aku masih menghargai kau sebagai ketua satu partai, suka aku memberi ampun, tidak mau aku membinasakan kau tetapi jikalau kau, membilang aku mengandali pedang kau keliru senjatamu sudah rusak, sekarang aku berikan ketika padamu, Baiklah kau boleh pinjam senjata apa juga, kau boleh melawan aku dengan aku bertangan kosong, jikalau di dalam tiga jurus aku tidak dapat membikin senjatamu terlepas, mulai hari ini aku tidak akan injak lagi wilayah shoasay Kau setuju?"

Pok Hong tidak mau mengakui kelemahannya meski ia tahu mungkin Jie In bukanlah membuka mulut lebar, Barusan ia telah menyakinkannya.

"Aku tidak suka meng gunai senjata melayani orang yang bertangan kosong" ia kata tertawa dingin- "Begini saja: Mari kita bertempur dengan tangan kosong"

Jie In tertawa menyambut tantangan itu. "Baiklah silahkanpaycoe mulai."

Biar bagaimana Pok Hong ialah seorang ketua partai, kepandaiannya bukan kepandaian yang biasa maka itu tanpa membilang apa-apa lagi, ia menyerang. ia meng gunai kedua tangannya bareng, Itulah jurus "Ciongkouw cee heng"

" Genta dan tambur berbunyi berbareng." sasarannya yaitu kedua pempilingan.

Jie In hendak melampiaskan sakit hatinya Kang Yauw Hong, ia juga ingin membikin ciut hatinya Kiong Bun siang kiat, supaya kedua orang itu mundur sendirinya, ia bersiap menghadapi lawan ini. Mulanya ia berdiri tegak, atas datangnya serangan ia tidak menangkis hanya ia mendak. Selagi mendak itu kakinya bergerak cepat. Tahu-tahu ia sudah berada di belakang

musuh. Baru dari sini, ia mengerjakan kaki dan tangannya. Dengan tangan kirinya ia menyamber baju yang panjang dari Pok Hong, berbareng dengan itu kaki kanannya menendang. itulah jurus "Membidik rembulan memanah bintang".

Pok Hong terkejut karena serangannya mengenai tempat kosong. ia menduga musuh berkelit kebelakang, maka dengan sebat menutar tubuhnya. sayang ia kalah sebat, Belum lagi ia berbalik tubuhnya telah tertarik. lantas tubuh itu dipapaki tendangan, demikian keras, hingga tanpa ampun lagi, ia mengeluarkan seruan tertahan dengan tubuhnya itu terpental tinggi terus jatuh terbanting

"Benar Loo sam hebat" kata Chong siepada Sia uw Thian- "Dia begitu tenang tetapi toh demikian gesit Kalau aku..."

Kiong-Bun siang Kiat sebaliknya berdiri mengaso.

Pok Hong liehay, dia jatuh tak terluka, cepat dia merayap bangun- sembari menyeringai dia kata: "Sahabat, kau benar liehay, aku Pok Hong pelajaranku tidak sempurna, aku takluk Baiklah, lagi tiga tahun, aku tentu datang pula mencari kau buat meminta pulang pedang sekalian menagih hutang darahnya lima kawanku ini"

Dia mengawasi kelima mayat, air matanya turun bercucuran, habis itu tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia ngeloyor pergi.

Jie In membiarkan orang berlalu, baru ia menoleh kepada Ho sin Hok dan Ban Hiong.

"Kedua tayjin, sekarang sudah tidak siang lagi," ia kata, "maka itu aku mohon tanya, tayjin berdua hendak memberi pengajaran apa kepadaku?"

Tiat pe Kimkong tertawa nyaring.

"Sahabat sheJie, benar-benar kau dapat menggertak kami" ia kata "Meng ingat bukti tidak ada biarlah untuk sementara kami melepaskan tangan kami, tetapInanti, apabila penyelidikan kami berhasil, kau pasti tidak bakal lolos dari tangan kami"

Habis berkata begitu, dengan mengajak Tian Ban Hiong, ia mengangkat kaki. Ketika itu Kioe Cie sin Kay menghampirkan Coa Hok. ia memberi hormat.

"Coa san coe," kata ia, tertawa, "aku pikir baiklah janji lain tahun tanggal tujuh di Poan coan Hiepeng dibatalkan saja dan dengan ini dibikin habis. Buat apakah kau mengajukan dirimu untuk urusan lain orang,”

Coa Hok tertawa.

"Chong Loosu, urusannya saudara angkatku tak dapat dihabiskan secara begini saja," ia menjawab. "Pula di dalam urusan ini, aku tidak dapat mengambil keputusan sendiri.

Apakah loosoe maksudkan kamu mempunyai urusan hingga waktu perjanjian kita itu terlalu kesusu?Jikalau demikian, baik, suka aku mengubahnya, sampaInanti tanggal sembilan bulan sembilan.

Berhubung dengan ini baikan Jie Tayhiap berhati-hati untuk murid-murid Ngo Tay Pay serta kaum Rimba Hijau di hulu sungai Hoang Hoo, karena aku kuatirkan mereka itu nanti main sembunyi sembunyi"

Habis berkata begitu, ia memberi hormat terus ia menambahkan: "sampai kita bertemu pula, maafkan aku" Kata-kata ini disusuli jejakan kaki kepada tanah, maka mencelatlah tubuh san coe ini, melewati tembok pekarangan.

Koe cioe Koen coen tertawa dan berkata: "orang tua she Coa itu mempertontonkan

kepandaiannya enteng tubuh, maksudnya ialah untuk tidak menunjuki kelemahannya, tetapi hal yang benar ialah dia jeri sebab terang sudah, untuk pertempuran tangga tujuh itu dia tidak mempunyai harapan. Dia mengubah tanggal menjadi bulan sembilan tanggal sembilan tidak lebih tidak kurang, itulah untuk dia mendapatkan ketika mencari bala bantuan. Bagus juga akalnya ini"

Chong sie menggeleng kepala.

"Benar benar, menjadi manusia bukannya mudah" ia kata, "Tadinya dia telah membuka mulut lebar, kalau perginya dia secara kuncup, mana dia mempunyai muka."

Loei Siauw Thian sebaliknya tertawa, ia menarik Jie In dengan sebelah tangan dan membetot Kouw Yan Bun dengan tangan yang lain, ia kata: "Mari tuan, arak kita sudah dingin. Mari masuk ia lantas menarik, untuk sesampainya di dalam ia menjatuhkan diri dikursinya, ia kata pula pada adik angkatnya itu: "shatee, selama satu tahun ini kaum rimba persilatan belum mengenal kau siapa, akan tetapi sepak terjangmu hebat, kau telah menggetarkan dunia Kang ouw, oleh karena itu selanjutnya baiklah kau membataskan diri, kau harus berhati-hati.. ." ia berhenti tiba-tiba sebab ia melihat yang lainnya telah bertindak masuk.

Lantas ia memandang Kwee Hong Coen dan berkata sembari tertawa kepada tetamunya itu: "Kwee PooCoe, aku numpang tanya, mengenai patung perunggu itu. Apakah kau hendak mengantarkan itu habis tahun baru atau langsung sekarang kau mau pergi ke kotaraja?"

Hong Coen melengak sebentar, lalu cepat ia menjawab: "Tentu saja aku mesti berangkat langsung sekarang saudara Lo, ada apakah pengajaranmu?" Kiong Bun siang Kiat mengundurkan diri, tentu kini mereka tak puas." berkata Kan Koen cio? "oleh karena itu

baiklah poo coe bertindak mendahuluI naik kepada Kee cin ong, kau memberitahukan bahwa patung itu dicuri anak buah Lie sie long. Kau boleh sebut sebut nama mereka-mereka itu. Mungkin urusan ini berkesudahan baik untuk kau ..."

Kwee Hong coen tertawa. "Saudara Loei, kau benar-benar cerdik" ia memuji "baiklah, aku nanti turut pikiran kau ini. Nah sekarang baiklah aku pergi"

Orang tidak mencegah keberangkatannya orang she Kwee ini, bahkan Siauw Thian mengantar sampai diluar, ketika ia sudah kembali, ia kata pada Jie In: "shatee, sekarang ini sudah lewat tengah hari, bagaimana tindakanmu selanjutnya"

Jie In tertawa.

"Akulah seorang perantauan, aku belum memikirkan tindakan apa apa." ia menjawab.

Siauw Thian menggeleng kepala, "Aku tidak maksudkan demikian," katanya "Aku tahu niatmu menuntut balas, tetapi guna itu tak usahlah kau kesusu, sekarang inI nama Koay cioe sie seng telah menjadi terlalu besar, aku pikir baik kau beristirahat dulu, Lusa tanggal satu, menurut aku baik kau temani nona Kouw pergi ke Congpeng kerumah keluarga Hoa. Kamu boleh pesiar dimana barang sepuluh hari atau setengah bulan, lantas dari sana kamu pergi ke Chongcioe kerumah mertuamu untuk tinggal sekian lama.

Tentang segala urusan diluaran, nanti aku bersama toako yang melihatnya. Kita tunggu sampai nanti bulan sembilan tanggal sembilan, baru kita bertemu pula di poan coan, Bagaimana?”

Jie In tertawa.

Jieko, tanpa kau mengatakannya, dapat aku mengerti maksudmu." ia kata "Memang sudah seharusnya aku lekas lekas pergi ke Ciang-peng dan chongcioe, cuma sekarang belum dapat. sekarang ini aku mesti aku menemani nona Kouw pergi ke Liong Bun-."

Pemuda ini lantas menuturkan hal ibu sInona terjatuh dalam tangannya Jim cit Kouw, bahwa nyonya itu perlu lekas ditolong i. Jim cit Kouw itu terlebih gagah daripada Kiong Bun siang Kiat," kata Chong sie, "tapi aku percaya shantee dapat melayani dia, jadi tak perlulah kita membantu kau. Dilain pihak. kita sekarang mesti berhati-hati membawa diri, sebab kita telah berada dalam perhatian orang Kang ouw,jadi ada faedahnya dia turut kau.

Dengan kita pergi bersama, ada kemungkinanJim Cit Kouw membuat persediaan lainnya. Memang lebih baik shatee pergi berdua saja, Cuma aku pikir, baik shatee menggunai akal, jangan menggunai kekerasan.

Tentang Nio Kwee Tiat cioe leng, aku pikir lencana itu tak usahlah di gunai, hanya buat dibawa-bawa tidak ada halangannya, shatee, mengenai kecerdikan, aku kalah dari Jie- tee, mengenai kepandaian, aku kalah dari kau tetapi didalam halnya pengalaman, kau masih kurang banyak. maka itu diwaktu pergi kesana, kau baik memperlihatkan wajahmu yang asli, gunailah waktu mereka tidak menyangka-nyangka.

"Kau tolong i sinyonya. Aku bersama Loei Loo Thian akan menantikan kamu dirumahnya say Hoa To di Cing peng."

Jie in tertawa.

"Bagus betul pikiran kamu" ia bilang, "Kita berdua segera akan menghadapi bahaya tetapi kamu berdua mau mengawasi saja, benar-benar kamu tega."

Chong sie tertawa, begitu juga yang lainnya

Selanjutnya mereka berkumpul sampai malam diwaktunya tidur.

Besok harian Tie sik, atau malaman tahun tmu, Cie Hong menyiapkan segala apa guna melewatkan tahun yang lama. Maka itu, seperti rakyat yang kebanyakan, mereka pun merayakan tahun baru dengan meriah.

Tanggal dua, pagi-pagi, orang berpisahan.Jie In menyerahkan kudanya hadiah dari Hong Pioe ketika Siauw Thian untuk kakak itu pakai ke ciang peng. Chong sie diberikan kudanYanona Kouw. setelah mereka itu diantar pergi, menanti sampai tengah hari Jie In bersama Yan Bun pamitan dari Cee Hong, untuk berangkat berduaan.

Mereka menurut pikiran chong sie, mereka tidak mengenakan topeng.

Sekeluarnya dari kuil, mereka jalan disaiju, di tempat dimana tak ada orang lain-Pedang mereka disimpan di dalam sebuah kotak panjang, hingga mirip khim. Mereka berdandan sebagai pemuda danpemudi dari golongan hartawan. Dengan melintasi jalan kecil, mereka memasuki jalan besar.

Sudah dua hari saiju berhenti turun, hawa udara tetap dingin. Jalananpun basah, dari itu sepatu dan kaos kaki mereka menjadi demak. Jalanan yang becek menyusahi mereka. Mereka menuju ke kecamatan Kie-koan. Di sepanjang jalan, mereka menemui orang-orang yang pergi menjenguk sanak pamili guna memberi selamat tahun baru, dari itu jalanan ramai karenanya.

-00000000-

Kadang-kadang ada lewat orang Rimba Persilatan, yang melarikan kudanya keras, akan tetapi tidak ada yang menduga atau mencurigai Jie In adalah orang yang telah menerbitkan kegemparan dalam wilayah shoasay, Kalau toh mereka menarik perhatian juga itulah disebabkan tampan dan cantiknya mereka yang merupakan pasangan sembabat.

Jarak diantara Chin soe dan Kie koan cuma kira tigapuluh lie dengan jalan seperti biasa cukup dengan waktu 7-jam.

Ketika mereka tiba, mereka cari sebuah hotel, Pelayan menyangka mereka pengantin baru, mereka diantar kesebuah kamar.

Seberla lunya pelayan itu ia Gak tertawa, hingga muka Yan Bun menjadi merah sendirinya, hingga ia mendelik kepada engko In-nya itu In Gak kuatir sI nona keliru sangka, maka ia kata: "Adik Bun, sudah setengah tahun aku menyamar jadi si pelajar rudin, selama itu aku mesti mengenakan topeng, aku merasa tidak leluasa maka itu sekarang setelah bebas dari siksaan itu, aku girang sekali."

Nona Kouw mengerti, maka ia kata dalam hatinya: "Dasar aku curiga tidak keruan, Memang kalau dia berniat buruk tak usah dia menunggu sampai ini hari..."

Ia lantas mengawasi pemuda itu yang sebaliknya mendelong mengawasi keluar jendela tangannya digendongkan,

"Engko In" tanyanya kemudian, " ketika kemarin kau menggunai pedang menghajar orang-orang Ceng Hong Pay itu adakah itu jurus lt-goaoseng Liok Hiauw dari ilmu pedang Thay Kek Kiam?"

In Gak berpaling dan mengangguk "Benar." ia menyahut, - jurus itu bergerak enteng tetapi sangat cepat dan rapat, Untuk melayani enam musuh itulah yang paling tepat,

Bukankah kau melihatnya sendiri aku nampak ayal tetapinya sebat sekali? Dengan itu yang sedikit dapat melawan yang banyak. orang mesti menyingkir tetapi tak keburu atau mereka bakal jadi korban dirinya."

Nona itu sangat ketarik hati tetapi ia kata: "Mengapa jangan kau terkebur saja, kenapa aku tidak dapat menjalankan jurus itu sehebat kau?"

In Gak tersenyum.

"Itulah sebab tenaga dalammu belum cukup, Kau berlatih terus nanti kau dapat tambah tenaga. Kau pun harus rajin bersamedhi aku tanggung tak sampai tiga bulan kau akan berhasil."

Nona Bun berdiam, tetapi matanya menatap dan wajahnya bersenyum. si anak muda juga membalas mengawasi.

"Engko In, aku sungguh tidak mengerti." kemudian kata pula si pemudi " kedua saudara- angkatmu itu semua orang berkenamaan kenapa ketika kau bertempur mereka diam saja" Dan sekarang kita membikin perjalanan kenapa merekapun membiarkan kita pergi berdua?"

In Gak tertawa.

"Semua itu memang aneh nampaknya." ia berkata, "Baiklah kau ketahui adik Bun, dengan dua saudaraku itu aku telah membuat janji, ialah mereka tidak berhak mencampuri tahu segala sepak terjangku, kecuali aku mohon bantuan mereka. Mengertikah kau sekarang?"

Nona itu tertawa, tetapi la menggeleng geleng kepala. "Itulah namanya saudara-saudara angkat yang aneh"

katanya, itulah langka"

In Gak mengawasi terus, ia sampai ter-sengsam, Di matanya. disaat itu, Kouw Yan Bun cantik luar biasa. Nona itu mengena i pakaian serba hijau, cuma mantelnya hitam, Dia memang elok sekali, dandanannya itu menambah kementerengannya. Melihat kelakuan orang itu, Yan Bun makin menatap.

Mereka baru sadar tatkala keduanya mendengar suara berisik yang seperti mendatangi ke kamar mereka, waktu mereka, mendengar suara pintu dibuka, lalu di kamar sebelah terdengar suaranya empat atau lima orang yang terang orang- orang Kang ouw adanya, Keduanya lantas memasang kuping.

"Benar-benar gila" terdengar satu suara tajam, "Diwaktu tahun baru begini kita diberi tugas orang sudah menghilang, kita masih dimestikan mencarinya. Apakah yang dapat kita lakukan? Lihat Kiong- Bun siang Kiat, Di depan orang mereka tidak berani turun tangan mereka bersikap seperti cucu kura- kura tetapi sekarang mereka banyak lagak. mereka sesumbar hendak membekuk si orang she Jie, Gila tidak?"

"Tian le, jangan kau umbar kemendongkolanmu" berkata seorang lain, yang suaranYanyaring, "Kau bilang Kiong Bun siang Kiat tidak berani melawan si orang she Jie, kau bukan menyaksikannya sendiri, cara bagaimana kau berani membilang demikian?"

Mendengar itu Jie In dan Yan Bun bersenyum "Hm kata orang yang pertama, yang suaranya tajam itu, "Aku mendengarnya dari Coa sa n-Coe sendiri .Mustahilkah itu dusta? Memang benar si orang she Jie sangat liehay Lihat saja ke-enam jago Ceng Hong Pay, cuma Pok Paycoe sendiri yang selamat peristiwa itu menggemparkan Rimba Persilatan Coa san Coe juga menegaskan, ketika dia bertempur, si orang she Jie cuma menyerang pergi pulang tiga kali, tidak lebih"

"Apa? Cuma tiga kali?"

"Ya Bagaimana hebat Coa san Coe pun liehay tetapi dia tidak melihat bagaimana orang menggeraki tangannya hingga taklah ia melihat tipu pedang apa itu yang digunakan"

"Benar benar aneh"

"Dengan tabasan yang pertama keenam jago Ceng Hong Pay itu dipaksa mundur. Dengan tabasan yang kedua, senjata mereka semua kena di bikin buntung Lalu dengan tabasan yang ketiga, batang lehernya yang lima dibikin putus, Coa sa n-Coe bilang agaknya si orang she Jie sengaja tidak hendak mengambil jiwa Pok Pa yCoe"

"Kiong-Bun siang Kiat hadir bersama, mengapa mereka tidak turun tangan?"

"Menurut Coe saa Coe, Kiong-Bun siang Kiat sendiri setengah mati, setelah mengatakan beberapa patah kata, lantas mereka ngeloyor pergi, Kabarnya tadi pagi-pagi Kioe Cie sin Kay bersama Kiao Koen Cioe terlihat naik kuda menuju ke Utara, Mereka berdua saja. 

Hebat itu tujuh belas siewie, kecewa mereka kerja di totok tak berdaya siapa dapat melakukan itu kalau bukan si orang she Jie? Tidakkah semua itu aneh? Kiong Bun siang Kiat telah pergi pula ke Chin soa tetapi mereka tidak mendapatkan si orang she Jie, yang entah telah kemana Bahkan imam dari Chin soe, yaitu Kiauw Cioe Koencoen Cee Hong, lenyap juga." sekarang cuma ada kabar bahwa rombongan Rimba Persilatau di Yan in berniat menyelidiki halnya si orang she Jie itu untuk mereka nanti turun tangan terhadapnya, Yang sial ialah kita ini yang diberi tugas begini macam"

"Loo Tian, jangan kau berpandangan cupat kau seorang lain "Kita dapat makan, kita dapat minun, apakah yang dibuat tidak puas. Cukup asal di tengah jalan kita tidak usilan Kalau kita minum mabuk-mabukan, nah. itu baru bisa mendatangkan bahaya Kalau kita bertemu orang she Jie itu, jangan kata kita, sekalipun ketua kita pasti  tak  akan berdaya "

Untuk sejenak mereka itu berdiam, kemudian ketika mereka bicara pula, mereka ngoceh tentang wanita "

Jie In dan Yan Bun mengerutkan kening.

"Nama Jie In itu tak dapat dipakai lagi," kata Jie In selang sesaat, juga di tengah jalan lebih baik kita jangan melakukan sesuatu. Besok pagi-pagi baiklah kita berangkat ke Lokyang dengan naik kereta.”

SInona tertawa.

"Dalam hal ini kaulah yang berkuasa" bilangnya, "Untuk aku, aku cuma mengharap agar siang-siang aku dapat menolongi ibuku yang lagi menderita itu. Habis kau hendak pakai nama apa, engko In? Apakah kau hendak pakaI nama aslimu Cia ln Gak?”

Jie In mengangguk.

Ketika itu pelayan muncul menanya apa sudah waktunya menyajikan barang hidangan. Jie In melongok ke luar jendela, Ia menggapai.

"Aku minta barang santapan diantar ke mari, sekarang tolong kau pasang lampu dulu" katanya-pelayan itu mengangguk, terus ia mengundurkan diri, tapi tak lama ia datang dengan lilin menyala ditangan kiri dan tangan kanannya membawa penampan ketika Yan Bun melihat, diatas penampan ada dua helai kertas merah dengan masing-masing tulisannya. "Kiat Siang Jie dan "Hoo hap Ban Hok," ialah pujian selamat dan berbahagia sebagaimana itu biasa dituturkan selamat tahun baru.

In Gak bersenyum setelah pelayan selesai menyajikan, ia memberi persen sepotong perak seharga sepuluh tail seraya berkata: "Terima kasih, sahabat uang ini untuk kau membeli arak"

Pelayan itu membuka mulutnya tetapi tak dapat ia mengatakan sesuatu, sebaliknya tangannya menyambut membawa uang masuk ke dalam sakunya.

Melihat demikian. Yan Bun tertawa geli.

"Sahabat," kata Jie In, yang kuatir orang malu, " besok pagi tolong kau carikan kami sebuah kereta untuk Lokyang, tentang harganya tak apa kau memberinya lebihan. Terima kasih"

Pelayan itu mengucap terima kasih setelah memberi janji ia mengundurkan diri dengan kegirangan, pintu kamar dirapatkan dengan perlahan. Yan Bun tertawa pula, si anak muda menimpalinya. Habis itu mereka lantas bersantap sembari memasang omong dengan asyik. 

Di kamar sebelah terdengar pula suara yang tajam tadi, dia memanggil pelayan, yang datang dengan cepat.

"Siapa itu dikamar sebelah?" tetamu itu tanya, "sepasang mempelai" sahut si pelayan. "Mereka baru tiba"

"Nah, pergilah" kata orang itu. pelayan itu terdengar berlalu dengan tindakan berat...

In Gak mengerutkan alisnya.

"Saudara Tia n, janganlah kau menerbitkan gara gara," terdengar pula suara di kamar sebelah itu, "jikalau perbuatanmu diketahui ketua kami, kita tidak dapat melindungi kau .." Si orang suara tajam itu terdengar tertawa. "Aku cuma mau melihat satu kali, mengapakah..." katanya.

Lantas terdengar tindakan kaki menuju ke luar kamar.

Matanya in Gak bersinar tajam, tubuhnya lantas mencelat ke pintu.

Segera juga terdengar pintu kamarnya itu diketuk dua kali. "Siapa?" ia tanya. "silahkan masuk" ia tertawa perlahan,

nadanya dingin.

Daun pintu lantas tertolak. lalu muncul seorang lelaki dengan pakaian singsat, bajunya hitam dan matanya, apa yang dikatakan "mata tikus". Dia memandang In Gak. yang berupa sebagai seorang pelajar muda, dan tentunya juga dia menganggapnya lemah, terus dia bertindak masuk, si anak muda mementang kedua tangannya. "Tanpa urusan kau lancang masuk ke kamar orang, tuan, kau mau apa?" ia menegur.

Orang itu melihat Yan Bun, lantai dia menatap tajam, sinar matanya memain. Tapi karena ditegur, dia melirik si anak muda. Dia menyahuti dingin: "Kami lagi mencari seorang pemburon Kami mau lihat dia bersembunyi di dalam kamar ini atau tidak, pelajar rudin, kenapa kau begini galak?"

In Gakpun tertawa dingin, "oh kiranya tuan hamba negara yang ditugas kan melakukan pemeriksaan? Maaf, maaf" katanya, Mendadak ia mengasi lihat roman bengis dan berkata keras. “Apakah kau membawa surat perintah? Mana kasi aku lihat"

Orang dengan bermata tikus itu melengak, cuma sejenak, lantas dia tertawa, menyeringai.

"Pelajar rudin. aku tidak sangka kau dapat menggertak orang" katanya, "baik aku beritahu kan kau, bukannya hamba negara, aku ialah Tian le, to-Coe dibawahan Hui Thian Auw Coe Lew Keng Tek. ketua rimba Persilatan di Hoo lok.. “ Belum habis suaranya orang she Tian itu dari luar datang seorang yang lantas menyamber lengan nya, setelah mana orang itu memandang in Gak dan berkata sembari tertawa.

"Harap maafkan, tuan Adikku ini telah minum banyak air kata-kata dan di luar kesadarannya dia mengganggu kau. Terus dia memandang bengis kawannya itu dan kata dengan keras ,

" Ketua kita sudah tiba, dia berada di Hotel sam seng sekarang Lekas pergi menemui"

Tian le kaget, mukanya menjadi pucat, lekas-lekas ia pergi bersama kawannya itu. segera tindakan kaki berisik yang berlalu pergi, maka sedetik kemudian, sepilah kamar sebelah itu.

In Gak menoleh kepada kawannya.

"Di sini Law Keng Tek bermarkas, aku tidak mendengarnya," ia kata.

" Kecewa kau menjadi tay-hiap yang kesohor." sInona tertawa "Law Keng Tek bermarkas di gunung Him Jie an di propinsi Hoolam..."

Pemuda itu agak tersadar

"Oh kiranya dia Him Jie It Koay" Kalau begitu perlu aku mencari tahu apa perlunya dia datang kemari"

"Nah, kau kumat" kata sInona, "Dia mencari Jie In, bukannya Cia In Gak" Dia ia bersenyum juga.

“Biarnya aku tidak ingin mencari gara-gara tetapi ingin aku ketahui perlu apa dia mencari Jie In. Kau tunggu, aku pergi untuk lekas kembali.,." ia lantas lompat ke luar jendela.

Yan Bun berdiam, sambil menunjang janggut matanya mengawasi ke luar jendela iiu, Ruwet pikirannya, ia bukan memikirkan In Gak hanya ibunya yang lagi bersengsara, bahkan mungkin ibu itu sudah tidak ada dalam dunia sebab tak tahan siksaan, kalau benar ibunya sudah tidak ada," bukankah sia-sia belaka segala ikhtiarnya?Tanpa merasa airmatanya melele ke luar, ia menghela napas. Tiba-tiba api lilin berkelebat kembali di depannya. Melihat di sampok angin, lalu in Gak nampak anak muda itu, tanpa merasa ia bersenyum. "AdikBun, mengapa kau berduka?" tanya si pemuda, suaranya halus. Yan Bun menatap. Ia heran. Agaknya pemuda itu masgul. "Engko In, ada terjadi apakah?  ia balik menanya.

"Aku tidak sangka Kiong-Bun siang Kiat sangat jahat," sahut anak muda itu. " Ketika kita meninggalkan Chio sie, mereka datang pula, lantas mereka menguntit kedua saudara Chong sie dan Loei Siauw Thian. Mereka bermaksud mendapatkan keterangan hal Jie In dari dua saudaraku itu... Mereka menyangka Jie In telah menuju ke Lokyang maka itu mereka mewajibkan Hoan Thian Auw coe menyerap-nyerapi kabar perihal Jie In itu sepak terjangnya ini menandakan KiongBun siang Kiat benar cerdik..."

" Habis bagaimana?" tanya si pemudi. " Kalau mereka dapat menerka, kenapa mereka tidak datang sendiri?

Bukankah itu berarti mereka semakin menjauhi Jie In?"

"ltu dia kecerdikan mereka. Mereka keluaran Siauw Lim sie, rumah perguruannya itu justeru di Hoolam, Merekalah murid murid murtad, mana mereka sudi seperti mengantarkan diri dalam mulut harimau? Maka itu mereka menugaskan Law Keng Tek membuat penyelidikan. Kalau kabar didapat mereka ingin segera diberi kabar ke kota raja. Di wilayah Yan-in mereka berpengaruh sekali, mereka berniat membekuk kedua saudara itu, supaya mereka dapat dijadikan umpan atas datangnya Jie In... coba pikir, tidakkah tipu itu busuk sekali?"

"Mungkinkah mereka ketahui kaulah saudara angkatnya Ciong soe dan Loei Siauw Thian?" ia tanya.

" Itulah aku sangsikan. Ketika kita berkumpul di Chin soe, mereka memanggil aku Jie Tayhiap. Mungkin pihak sana menduga perhubungan kita adalah persahabatan kekal. Untuk mereka, itu pun ada faedahnya.” "Aku pikir baiklah kau tak usah terlalu berkuatir untuk kedua saudara angkatmu itu," kata Yan Bun kemudian. "Mereka berpengalaman, tak mungkin mereka tidak bercuriga, lebih-lebih Jie ko mu itu, dia sangat cerdik, Chong Toako gagah, dia pun tianglo dari Kay Pang, tidak nanti Kiong-Bun siang Kiat berani lancang turun tangan terhadapnya. Taruh kata mereka bekerja belum tentu mereka berhasil. Yang harus dijaga ialah supaya mereka tidak ketahui segala perbuatanmu."

"Akupun tidak terlalu menguatirkan kedua saudara angkatku itu," In Gak kata, "Yang aku kuatirkan ialah janji kita untuk nanti bertemu di Ciang peng dirumah Say Hoa To Goei peng Lok. jikalau Kiong-Bun siang Kiat turun tangan atas diri kedua anak she Hu disana, bagaimana?"

Mendengar itu, yang beralasan Yan Bun ber kuatir juga. ia lantas berpikir. sepasang matanya yang jeli memain berputaran, Mendadak ia menepuk tangan.

"Ada, ada jalan" serunya, tertawa, "Bukankah kau membawa lencana partai peng emis? Di dalam kota Kie koan mesti ada pengemisnya, asal kau dapatkan satu diantaranya, yang gesit, cukup kau menitahkan dia segera pergi ke Clang peng untuk mengisiki keluarga Hu buat mereka pindah sementara waktu, Dua saudara Chong dan Loei mestinya ayal ayalan ditengah jalan, mereka pun dapat diperintah orang mencarinya danpasti bakal dapat d iketemuka n. "

In Gak setujui pikiran sInona yang ia puji pintar.

"Kenapa aku tidak memikir begini?" katanya- "inilah pikiran bagus" ia lantas menepuk tangan beberapa kali, memanggil pelayan Dengan hormat dan bersenyum, pelayan bertindak masuk.

"sahabat, aku minta tolong," kati si anak muda. "Hari ini tanggal dua, aku hendak melakukan amalku sebagaimana biasa aku lakukan setiap tahun, Tolong kau carikan beberapa pengemis untuk aku menderma kepada mereka.” Pelayan itu menerima, tetapi ketika ia mengundurkan diri ia kata perlahan: "Luar biasa tuan muda ini Ada uangnya tetapi tak tahu dia bagaimana harus menggunainya, bolehnya dia hendak mengamal kepada segala pengemis inilah tak tepat" Tapi ia pergi bekerja. 

Seberla lunya si pelayan, sembari tertawa Yan Bun kata pada pemudanya: "sekarang, Engko In, pergilah kau ke hotel sam Seng, Coba kau lihat Hui Thiak Auw Coe Law Keng Tek ada disana atau tidak ..."

"Ada ada saja" kata ln Gak seraya menggeleng kepala, tetapi ia bertindak keluar, setibanya di jalan besar, ia melihat suasana ramai, jalan besar dilalui cuma oleh beberapa orang, sebalik nya tiap rumah menggantung tengloleng, yaitu lentera merah, tanda dari tahun baru, dan petasan berbunyi berisik disana sini. Dengan tanya-tanya orang, ia menuju kejalan besar di mana pernahnya Hotel sam seng, Ia berjalan perlahan. Angin tidak meniup keras tetapi hawa udara dingin.

Dijala nan masih ada saiju yang belum lumer. Dari setiap rumah pun sering terdengar suara anak anak yang bergembira.

Sesudah menikung dua kali, in Gak dapat melihat sebuah rumah dimana ada digantungi dua buah tengloleng besar dengan huruf-huruf " Hotel sam seng" ia menghampirkan. selagi ia bertindak ia melihat munculnya orang tadi yang bernama Tian le, si "mata tikus" Cepat jalannya dia menuju ke arahnya, ia tidak mau kas i dirinya terlihat, lekas lekas ia minggir untuk bersembunyi diujung tembok. Tian le tidak melihat orang, dia berjalan terus.

Tepat dia sampai diujung tembok. In Gak muncul dibela kangnya, untuk terus menepuk punggungnya sambil menepur: "E h, sahabat she Tian, tunggu sebentar. Aku numpang tanya" Tian le kaget, dia berlompat maju, untuk lekas-lekas membalik tubuh, Tapi bagaikan bayangan, in Gak pun lompat menyusul, hingga mereka berdua terpisah tak ada satu kaki. Dia takuti hingga tubuh nya menggigil ketika dia telah melihat tegas siapa yang menegurnya itu, Dia kata dalam hatinya:

"Dasar aku tidak mengenali gunung Tay san Aku mendengar suara merdu dikamar sebelah, hatinya gatal, aku menghampirkan, Aku lihat dia muda dan lemah, aku tidak memandang mata, syukur kawanku menarik lenganku... Nyata dia gesit sekali...sekarang... kenapa aku bertemu pula denganny a? Bagaima na? "

In Gak mengawasi tajam, ia melihat orang jeri, ia bersenyum.

Tian ia menjadi semakin takut, dia lantas berteriak niatnya untuk memanggil kawan kawannya yang berada didalam hotel. Tapi, belum suara nya keluar, tenggorokannya sudah ditotok dua jerijinya si anak muda, hingga dia cuma dapat menganga saja dan kedua matanya terbuka lebar suaranya tak dapat keluar.

Dalam takutnya, matanya memperhatikan sinar mohon dikasi ampun...

"Tuan, kau cari mampusmu sendiri jangan kau sesalkan aku" kata Jie In tertawa dingin, ia menyamber tangan orang di bagian nadi, lantas ia menarik.

Tien ie mati kutunya, tanpa berdaya dia di seret masuk kedalam sebuah gang yang gelap. Dia merasakan tubuhnya ngilu dan kaku dan peluhnya keluar dengan deras.

Ditempat gelap itu, in Gak menepuk batok kepala orang, membikin bebas totokannya tadi yang membikin si mata tikus menjadi gagu, sekarang walaupun dia bermata kekunangan dan kepalanya pusing dia dapat bersuara. In Gak memandang tajam.

"Kau masih tidak mau bicara tuan," katanya "Apakah kau tak sudi bersahabat denganku?" ia tertawa. Tubuh Tian ie menggigil. Dia jeri untuk mata bengis dari si pemuda.

"Aku telah minum arak aku telah berbuat kurang ajardidalam hotel tadi, aku minta maaf," dia kata.

"Itulah tak apa," kata in Gak tangannya di ulapkan, "Cuma aku hendak menanyakan sesuatu..."

Tian ie menghela napas lega, tubuhnya tak lagi menggigil, la heran hingga ia tanya

dirinya sendiri: "Aneh pemuda ini. Mau apakah dia?" Maka ia lantas menanya: "Ada urusan apa, tuan?

Tanyakanlah Asal yang aku ketahui suka aku memberitahukan."

In Gak bersenyum.

"Bukan tuan adalah sebawahan dari Him Jie san-Coe Law Keng Tek?" ia tanya. "Aku

mengagumi Law sanijoe untuk kegagahan dan kebijaksanaannya."

"Aku memang sebawahan Law LootongCoe," menjawab Tian ie. hatinya lega. "Apakah itu yang tuan hendak tanyakan?"

Lagi-lagi In Gak tertawa.

"Tadi didalam hotel kebetulan saja aku mendapat dengar pembicaraan kamu." ia kata sabar, "Katanya ketua kamu itu telah diperintahkan Kiong-Bun siang kiat mencari seorang yang bernama Jie In, Bagaimana duduknya itu? Apakah tuan suka memberi keterangan padaku?"

Tian ie terperanjat, hingga dia mundur setindak.

"itulah urusan ketua kami sendiri" dia kata ragu-ragu, "oleh karena adanya larangan partai, tidak dapat aku bicara suatu apa, Tuan, sukar untuk aku memberitahukan sesuatu kepadamu..." suaranya mengeras.

"Hm" In Gak mengasi dengar dingin. "Tuan, kau bicara bertentangan dengan dirimu sendiri Barusan kau sendiri yang membilang bahwa kau suka omong segala apa Apakah kau tidak ketahui lihaynya Koay Cioe sie seng, ai Pelajar Tangan Aneh?"

Tian Ie kaget pula, dia meringis. Jadi tuanlah Jie ..?" katanya, ia memperkenalkan dirinya.

"Benar" sahut In Gak bengis, "Maka sekarang kau mesti omong semua dengan terang, baru kau dapat ampun"

Siapa takut mati dia dapat lenyap liangsimnya, demikian Tian ie. dia kata di dalam hatinya:

"Di sinilah Jie In, Loo tongke mengutus dua puluh empat tocoe mencarinya, dia bertindak berlebihan, Bukanka h aku berjas a jikalau aku pergi melaporkan sekarang?" Lupa bahwa mungkinkah dia akan dikasi hidup, lantas dia memutar tubuhnya, buat berlompat dan lari.

Baru dia lari dua tombak. di telinganya terdengar suara tertawa dingin yang menyeramkan, lalu dia merasa tubuhnya terbetot balik, takperduli dia meronta-ronta. setindak demi setindak. dia dipaksa kembali ke tempat yang gelap tadi.

Habis tenaga melawannya, Baru sekarang dia ingat takut pula. Baru dia berdiri, dia merasa tangan orang diletaki dipunggungnya.

"Kau memikir yang tidak-tidak" kata In Gak bengis. "Kau mau kabur buat memberi kabar pada Law Keng Tek. bukan? Teranglah kau sudah bosan hidup sekarang rasai tanganku di punggung mu Kau ketahuilah, sekarang tak dapat kau tidak menjawab pertanyaanku.”

Timbullah takut matinya Tin Ie, maka dia lantas memb enkao keterangannya. Dia membeber kelicikannya Kiong Bun siang Kiat, yang menugaskan Law Keng Tek.

In Gak telah kembali ke hotelnya di mana ia lantas menemui Yan Bun, ia lantas menuturkan kepada si nona tentang pertemuannya dengan Tian ie. Habis memberi keterangan ia ber-senyum.

Nona Kouw mementang matanya. "Kau baru bicara separuhnya." katanya, "Bagaimana dengan Tian ie?" In Gak tertawa, matanya bersinar.

"Segala manusia busuk, buat apa dikatakan lagi?" sahutoya. "Dia harus menerima pembalasanny a "

Yan Bun tahu orang tentulah telah dihukum, ia tidak menanyakan lebih jauh.

Tidak lama, pelayan datang sama beberapa pengemis, yang berkumpul di depan pintu. Jie In mengawasi mereka itu di antara siapa, seorang yang usia pertengahan bermata tajam, romannya cerdik, ia percaya pengemis itu mahir tenaga dalamnya.

"Sekarang kau tolong aku berbelanja," kata si pemuda pada pelayan. ia menyebut beberapa rupa barang untuk bekal dijalan. Pelayan itu mengerutkan kening, Dimasa tahun baru  di mana ia dapat membeli barang-barang itu? Tapi ia diperintah, ia dapat mengharap persen lebih jauh, ia pergijuga.

In Gak memberi persen dua tahilperak kepada setiap pengemis, yang ia suruh mengundurkan diri, kecuali ia menahan yang usia pertengahan itu Kepada dia ini ia memberikan sepotong emas, katanya untuk bekal dijalan, ia pesan si pengemis apa yang dia mesti kerjakan.

Pengemis itu menjura, lantas dia mengundurkan diri dengan cepat.

Selang sekian lama, pelawan kembali dengan tangan kosong, tak dapat ia membeli apa juga. In Gak tertawa, "Tidak apa" katanya.

Yan Bun memberi upah setahil perak, hingga pelayan itu girang sekali.

Selanjutnya In Gak dan Yan Bun tidak keluar lagi dari kamar mereka, mereka

menantikan sang pagi untuk membuat perjalanan ke Lokyang dengan naik kereta yang dipesan. Justeru itu malam, selagi kamar mereka sunyi, ada dua orang yang mencari jalan untuk masuk kedalamnya, Mereka itu memakai topeng, Tepat terpisah lima kaki dari meja, mendadak mereka berlompat kepembaringan seraya menikam "Aduh" demikian jeritan yang menyayatkan

Malam sudah larut, angin meniupkan hawanya yang dingin dan bersuara dikertas jendela. Di waktu begitu, In Gak dan Yan Bun di dalam kamarnya dihotel di Kiekoan sudah pulas, tetapi segera mereka dibikin mendusin oleh suara berkeresek perlahan di atas genting, mereka lantas menduga jelek.

Memangnya mereka tidur tanpa menukar pakaian lagi, maka lantas mereka merayap turun, untuk pergi kepojok kamar, Di situ mereka berdiam sambil memasang mata.

Umumnya jendela rumah dipropinsi shoasay terdiri dari dua lembar daunnya yang panjang, yang dibuka keluar, keatas dan kebawah. sekarang daunjendela hotel terdengar berkeretek.

Lantas kelihatan yang sebelah diangkat, rupanya untuk ditunjang In Gak melihat bergerak- geraknya sebuah tangan, Yan Bun lantas menyiapkan satu biji uang tembaga.

Dengan daun jendela terbuka angin dingin masuk kedaIam.

In Gak dan sInona merasakan itu, mereka berdiam saja.

Orang jahat tidak mendengar gerak-gerik apa juga didalam kamar itu, hati mereka menjadi besar, lantas terlihat mereka masuk. Mereka berdua, tangan mereka mencekal pedang, muka mereka ditutup topeng.

Dengan perlahan, mereka menghampirkan pembaringan lalu dari dekat meja, mereka lompat menikam kearah pembaringan itu, hingga terdengar tegas pedang mereka menancap dikayu, mereka kaget. Mereka bukan menyerang tubuh orang Keduanya lantas lompat mundur untuk kabur d ari jendela atau segera terdengar jeritan mereka, yang satu roboh ke lantai. Yan Bun menimpuk jitu pada kaki penjahat itu. orang yang kedua kaget dan bingung, tetapi dia menginsafi bahaya, terus tanpa menghiraukan kawannya, diapun lompat ke jendela.

"Balik" dia mendengar bentakan bengis, lantas terasa kakinya terjepit sakit, lantas tubuhnya tertarik keras, hingga dia membentur tembok setelah merasai mata berkunang dan kepala pusing, dia roboh tak sadarkan diri.

Berbareng dengan itu, Yan Bun menghampirkan kedua penjahat, dengan ujung sepatunya ia menyongkel topeng orang, setelah mana ia agaknya terkejut. Penjahat yang terluka kakinya dan matanya mendelik, terus dia tertawa dingin.

"Nona Kouw, sekarang kau baru mengerti. katanya, "Bukankah adikku tidak buruk? Kau boleh membenci dia, itu adalah urusan lain,tetapi itulah bukannya sebab untuk kau ingin membinasakannya, sekarang baik kau lepaskan kami"

Alisnya si nona bangun berdiri, tangannya melayang. "Adik bangsatmu itu mirip binatang" ia membentak. “BeruIangkali dia main gila di depan nonamu, untuknya mati masih kurang tepat Kenapa kau ada muka berani datang kemari guna menuntut balas terhadapku? Baiklah, malam ini aku berikan kau kematian utuh, supaya selanjutnya kau tak usah meninggalkan bencana untuk khalayak ramai"

Habis berkata, nona itu mau menotok jalan darah mati si peniahat.

"Tahan dulu” ln Gak mencegah. ia telah mendengar pembicaraan singkat itu, ia dapat menerka duduknya hal. Tapi mereka berada di hotel. la kata pula, "Di sini tak dapat kita sembarang membunuh orang " ia menghampirkan, ia

menepok pundak orang itu seraya berkata: "Sahabat, kau pergilah Lain kali, apabila kau bertemu pula denganku, tak nanti kau mendapatkan kebaikan seperti sekarang"

Penjahat yang pingsan mulai mendusin, dia merayap bangun- Dia gusar, hendak dia melampiaskan itu, Atau In Gak memimpin dia bangun dengan pundaknya ditepuk, sembari tertawa, anak muda ini kata: "Tuan, harap kau jangan membuka mulutmu.Justeru sekarang adikku ini belum berpikir lain, lekas kau mengangkat kaki”

Penjahat itu batal mencaci atau menegur, matanya mendelik, mulutnya mengejek beberapa kali: "Hm" Kemudian dia kata pada kawannya, "Jietee, kita pergi-“

Orang yang dipanggil Jiete itu menurut maka sejenak kemudian, keduanya sudah berempat keluar darijendela, untuk menghilang ditempat gelap.

Yan Bun lantas menjatuhkan diri dikursi, ia duduk menangis terisak, ia agaknya sangat berduka dan penasaran, In Gak mengusap usap.

"AdikBun, apakah kau meny esa ikan aku melepaskan mereka?" ia kata sabar, "Kau jangan salah mengerti. Kau tahu, sebelum mereka menyingkir seratus tombak, mereka akan sudah sampai dipintu kota negara iblis jangan kau menyesal dan penasaran, jangan bersusah hati.."

Yan Bun mengangkat mukanya, ia menyusut airmatanya, Tiba tiba ia tertawa.

"Aku mengerti" katanya, "Benar-benar kau membunuh orang tanpa berdarah"

In Gak bersenyum, tapi ia kata dengan sungguh-sungguh: " Untuk membasmi manusia jahat, aku terpaksa berbuat demikian."

Kemudian ia pergi kepembaringan, untuk mencabut pedangnya kedua penjahat itu yang tadi orang tak sempat mencabutnya. Kedua pedang nancap dalam sekali.

Yan Bun memandangi si anak muda ia tidak mendengar orang menanyakan hal ikhwalnya mengenai pembicaraannya tadi dengan si penjahat, ingin ia menjelaskan tetapi In Gak mencegah "Sudah, adik In. Tanpa kau menuturkan aka telah bisa menduga delapan sampai sembilan bagian," ia kata

"Bicara tentang itu cuma mendatangkan keruwetan pikiran saja, Mana penjahat dapat berbuat baik? lihat pembuatannya barusan perbuatan itupun sudah menjadi alasan cukup untuk menyingkirkan mereka itu"

Yan Bun tahu orang tak ingin ia berduka, ia bersenyum, ia tidak mau mengatakan apa apa lagi ia lantas merebahkan diri di pembaringannya. Jie In pun turut rebah, tetapi terus sampai pagi ia tidak tidur pulas, ia kuatir nanti ada lain penjahat, maka ia berjaga jaga.

Pelayan hotelpun tidak muncul sebelumnya pagi rupanya tadi malam dia tidur nyenyak sekali dan tidak mendengar suara apa-apa, hingga dia tidak tahu apa yang telah terjadi di rumah penginapannya itu. Dia lantas mencari sebuah kereta keledai yang memakai tutup. Baru setelah mengetuk pintu, untuk mengasi bangun kedua tamunya, dia kaget melihat daun jendela menjeblak. Dia melongo.

Si nona tertawa. "Tadi malam datang penjahat tetapi aku telah mengusirnya," ia kata. "Rupanya kau tidak mendengar apa-apa .Jangan takut, aku nanti mengganti kerugianmu."

"Oh, oh, nona, jangan" kata pelayan itu gugup, "Tak usah nona mengganti. Kereta sudah siap. apa nona dan tuan mau berangkat?" ia mengawasi ia heran kenapa orang demikian lemah dan ayu dapat mengusir penjahat.

Yan Bun mengangguk. lantas ia memberesi buntalannya, yang ia suruh si pelayan bawa ke kereta, In Gak sendiri membawa kedua pedang Thay oh dan Leng Ko, Berdua mereka bertindak keluar.

Di muka hotel terlihat kereta yang dipesan yang tendanya hitam dan keledainya empat, kelihatan binatang itu pilihan. Tukang keretanya dua orang. sebagai orang utara, mereka bertubuh besar, Tangan mereka mencekal cambuk:

In Gak mengasi persen lagi sepuluh tahil pada pelayan, lantas ia pimpin Yan Bun naik kereta, ia sendirI naik belakangan- Tukang kereta lantas menggeprak keledainya, cambuknya dibunyikan, membikin roda-roda kereta menggelinding cepat dan keras.

Kereta keledai terus dilarikan keras. Tukang kereta mencambuk dan beseru berulang kali.

selang dua jam, Yan Bun menyenderkan diri untuk tidur.

In Gak tidak mau mengganggu ia sebenarnya tak tidur tadi malam, tapi sekarang ia tidak tidur seperti si nona terus ia suka mengintai ke luar, ia memikirkan keras gerak-geriknya orang-orang Rimba persilatan itu.

Setelah melalui duapuiuh lie, In Gak mulai mengerti duduknya hal, jauh di depan, di tengah jalan, terlihat beberapa puluh kereta piauwkiok beserta belasan piauwsoe atau pengiringnya, yang dengan senjata terhunus lagi menjagal disekitarnya. Teranglah mereka itu lagi bersiap untuk suatu penyerbuan.

"Saudara," In Gak tanya kusir, "didepan kita ini ada tempat perhentian atau tidak?"

"Ada, tuan," menyahut salah satu kusir sambil membungkuk. "itulah Kho kee-keuw, lagi sepuluh lie dari sini, tempatnya baik ..."

"Sudah, kamu j angan berkuatir" kata in Gak kemudian, tertawa, "Kalau didepan tidak ada tempat perhentian, tidak nanti kawan penjahat bekerja sebelum lewat Kho ke kauw, Lagi pula kitalah orang orang pelancongan, kita tidak campur urusan mereka, Kamu boleh jalan terus."

Lega hati si kusir. orang demikian besar hati, ia mau menduga penumpangnya ini bukan sembarang orang.

Yan Bun tidak pulas, dia mendengar pembicaraannya itu, lantas dia membuka matanya untuk memandang ke luar tenda.

"Engko In," katanya tertawa, "aku dapat menerka kau. Kembali kau mau usil, bukan?" In Gak tidak menjawab, ia melainkan tertawa. Ketika itu kereta mereka lari keras sekali, dengan cepat mereka tiba di belakang rombongan kereta piauwkiok, tempo sInona melihat ke luar, ia agak terkejut. "Aih" serunya. "Engko In, kau lihat."

Bendera piauwkiok cuma sulaman empat ekor kuda, tak ada lainnya lagi, itulah sangat beda daripada yang kebanyakan. Apakah tidak aneh?"

In Gak melihat berkibar kibarnya bendera yang dimaksudkan kawannya itu, itulah bendera dari sutera putih, sulamannya benar merupakan empat ekor kuda yang berlainan sikapnya, ia ketahui itulah sulaman yang menyontoh lukisan "Delapan ekor Kuda" dari pelukis Han siang.

Tiba-tiba ia ingat keterangan Siauw Thian selama mereka memasang omong dalam kantor Cin Tay piauw Kiok, bahwa di propinsi Hoolam disamping kuil siang Kok sie di kota Kayhong, ada sebuah piauwkiok yang memakai merek Thian Ma Piauw Kiok. artinya piauwkiok Kuda Langit, artinya lebih jelas "Kuda Langi Jalan di udara perjalanannya senantiasa berhasil, piauwkiok itu dipimpin oleh Suma Tiong Beng yang dunia Kang ouw juluki Poen Loet Kiam-kek. jago Pedang pengejar Guntur, yang katanya gagah dan cerdik, yang usianya sudah tujuh puluh lebih, bahwa dialah sahabat ayahnya.

"Kalau dia benar Suma Tiong Beng, tak dapat tidak aku mesti bantu padanya." demikian ia pikir.

Kereta piauw kiok sudah mengalah, maka itu keretanya pemuda ini dikasi lewat. selagi lewat itu, ia melihat seorang tua duduk didalam kereta piauwkiok itu. Dia telah ubanan rambut dan kumisnya, mukanya bersemu dadu, sepasang matanya tajam, tubuhnya kekar, tak miripnya orang tua. Dia membekal pedang dipunggungnya akan tetapi pedang itu tidak dihunus, bahkan dia sangat tenang sikapnya.

Tidak lama tibalah orang di Kho-kee kauw. Benar dimulut dusun ada sebuah losmen merek Kho seng, Kereta dihentikan di depan losmen, In Gak membantu sInona turun untuk masuk kedalam rumah penginapan itu.

Seorang pelayan menyambut memimpinnya kedalam, Dipertengahan sudah ada lima tetamu yang semua beroman bengis, tubuhnya besar-besar sambil duduk di bangkupanjang, mereka bicara pertahan. Berhenti suara mereka begitu mereka melihat masuknya muda-mudi itu, agaknya mereka terpesona si nona cantik manis.

In Gak berdua bertindak terus, mereka ditunjuki dua kamar disebelah timur dan barat. ia memilih yang di timur, terus ia memesan barang santapan, sekalian juga untuk kedua kusirnya.

Selagi menanti barang makanan seorang diri ia bertindak keluar lagaknya untuk melihat-lihat hotel itu, diam-diam ia memperhatikan kelima tetamu tadi, ia ingin menerka mereka itu ada maksud tujuannya atau tidak terhadap Thian Ma Piauw Kiok.

Piauwkiok itu mempunyai pegawai yang jalan didepan yang biasa mengatur penginapan dan lain2 nya, pegawai itu sudah lantas tiba dilosmen. Ketika kelima orang tadi melihat dia mereka bersenyum ramah. in Gak dapat melihat sikap mereka itu ia lantas mengerti. Lekas juga tibalah rombongan piauwkiok, maka berisiklah suara kereta dan kudanya.

Congpiauwtauw Suma Tiong Beng masuk kedalam losmen, ia bertindak dimuka diikuti orang-orangnya, Nampaknya ia bersungguh-sungguh. Ketika ia melihat ln Gak berdiri disamping, sejenak ia mengawasi.

Agaknya ia kagum untuk ketampanan dan ketenangan anak muda itu. ia lantas tersenyum dan mengangguk sebagai tanda menyapa hormat.

In Gak pun tersenyum dan mengangguk ia anggap si orang tua manis budi. "Banyak capai loopiauwtauw" katanya, "Beginilah aku si orang tua." Katapiauwsoe itu, menghentikan tindakannya, "Setiap tahun, setiap bulan, aku mesti membuat perjalanan jauh hidup diujung pedang, maka untukku tak ada kata-kata capai, Laotee, dapatkah aku mengetahui she- mu yang mulia?"

Sembari menanya begitu, matanya piauwsoe ini melirik kekereta orang di depan losmen.

"Akushe Giam, Ioo-piauwtauw. Gia m dari Giam Coa Lang," In Gak menjawab. "Kami berdua suami isteri berangkat kemarin dari Thaygoan niat pergi ke Lokyang, Waktu aku melihat loo-piauwtauw ditengah jalan, aku kagum sekali."

Suma Tiong Bong mengurut kumisnya dan bersenyum. "Giam Laotee, girang aku dengan pertemuan ini." katanya.

Karena orang tidak menanyakan she dan namanya, ia memperkenalkan diri:

"Namaku si orang tua yang rendah ialah Suma Tiong Beng. Kebetulan sekali akupun mau pergi ke Lokyang, jikalau laotee tidak sesuatu urusan mari kita jalan sama-sama ." selagi berkata begitu, jago tua ini diam-diam melirik kepada kelima tetamu itu. In Gak tertawa.

" Loo-piauwtauw, meski aku cuma seorang anak sekolah tetapi nama loopiauwtauw aku kenal baik sekali." katanya, " Untuk wilayah Hoolok. anak kecil sekalipun mengenalnya juga, Maka itu beruntung aku dapat berkenalan dengan loo- piauwsoe" Loo piauwsoe masih ada banyak urusan, persilahkan sebentar saja aku memohon."

"Kau baik sekali, laotee," kata si piauwsoe tertawa "Nah, maafkanlah aku." ia memberi hormat, lantas ia bertindak masuk.

Kelima tetamu itu mengawasi punggung si orang tua sambil bersenyum tawar, setelah

itu, mereka berlalu. ln Gak pun kembali kedalam, Thian Ma Piauw Kiok hampir memborong losmen itu. Dari kamarnya sembari bersantap. sering ln Gak dan Yan Bun mendengar suara dan tertawanya si piauwsu tua.

"Coba terka, engko ln, siapakah musuh Thian M a Piauw Kiok?" tanya sInona bersenyum. "Apakah penjahat akan mencari tahu lebih jauh baru mereka mau turun tangan?

Menurut dugaanku, pihak piauwkiok ini lebih banyak menghadapi bahaya daripada keselamatan, bahkan mungkin besok magrib ini terjadinya peristiwa..."

In Gak terlihat heran-"Bagaimana kau menduganya, adikBun?" ia tanya.

Nona itu bersenyum.

"Menurut rasaku, mereka itu pasti sudah menetapkan tempat dan telah membuat penyelidikan cukup," ia menyahut, "Kau kesohor mengapa kau tidak melihatnya? Empatpuluh lie dari Kho-kee-kauw ini ialah jalanan pegunungan dan disana ada lembah Gia Kang kiap. itulah tempat yang bagus untuk mereka bekerja.

Setelah berhasil, mestinya penjahat menyingkir ke ong ok san, gunung di barat daya itu, Aku tahu gunung Ong ok san itu ada berdiam Kioe-coe bo Lian Hoan ie Goan Kay, begal yang menjagoinya, dari itu kecuali dia, tidak ada penjahat lainnya yang nanti berani turun tangan di dalam wilayah pengaruhnya itu."

ln Gak tertawa, "Aku tidak sangka kau kenal baik kaum Rimba Hijau" katanya, Jadi pastilah mereka bakal bekerja di Gia Kang Kiap?" sInona mengangguk pemuda itu berdiam,

Ketika itu terlihat pelayan datang bersama Suma Tiong Beng di belakang siapa turut

seorang piausu usia lebih kurang empat puluh tahun yang romanya bersih. "oh" In Gak berseru, lekas-lekas ia berbangkit, juga sInona. Suma Tiong Beng tertawa, ia kata: "Giam Laotee, maafkan aku. Beginilah tabiatku, asal aku kenal orang, aku menganggapnya sebagai sahabat kekal. Aku ingin bicara dari satu hal yang ingin bicara dari satu hal yang tak selayaknya aku menyebutkannya tetapi toh aku mesti menyampaikannya. Aku ingin ketahui kapan lotee berdua hendak meneruskan perjalanan kamu, hari inijuga atau besok? Menurut aku, baiklah lotee beristirahat satu hari disini."

In Gik berpura-pura heran-

"Loo piauiwtauw, kata katamu ini mesti ada sebabnya" katanya. "Maukah loo piauwsoe menjelaskannya? "

"Sayangnya panjang untuk berbicara," kata si piauwsoe, sikapnya menjadi sungguh-sungguh, "Baiklah aku perkenalkan dahulu sahabatku ini." ia lantas memutar tubuh dan menunjuk orang dibelakangnya untuk menambahkan " inilah pembantuku yang aku hargai, Jit Goat sien-Jin Ciang Louw Keen-"

In Gak memberi hormat pada piauwsoe itu, yang pun memberi hormat padanya, ia lantas mengajar kenal Yan Bun.

"Silahkan duduk" ia mengundang, "Loo piauwsoe minta kami menunda penjelasan satu hari, mungkinkah itu disebabkan perjalanan kurang aman?" orangtua itu menghela napas, tapi ia tertawa.

" Entah kenapa, loote, begitu melihat kau jadi sangat suka bergaul denganmu," ia

kata. "Mungkin ini disebabkan romanmu mirip dengan seorang sahabatku dulu hari, Terdengar kabar angin sahabatku itu telah mencari tahu tentang dia, tetapi belum ada hasilnya, Mungkin itu kabar angin belaka..."

In Gak tahu yang dimaksudkan itu tentu ayahnya, maka ia terharu sendirinya, ia bersyukur kepada piauwsoe tua ini.

Piauwsoe tua itu berkata pula: "Seperti aku bilang barusan, panjang untuk menutur, Memang sudah umum kami bangsa piauwsoe, kami hidup diujung senjata. sudah beberapa puluh tahun aku membangun Thian Ma Piauw Kiok. selama itu bukannya aku belum pernah menerima gangguan hanya syukur berkat kecintaan sahabat-sahabat Rimba Persilatan, semua itu bisa dihindarkan urusan besar dapat dibikin kecil, urusan kecil dapat dilenyapkan.

Begitulah perusahaanku tetap maju, sekarang aku telah berusia lanjut, sudah selayaknya aku beristirahat untuk hidup tenang dan berbahagia serumah tangga, Apa perlunya aku terus merantau menghadapi ancaman bahaya? memang, sejak sepuluh tahun yang lalu, aku sudah mengundurkan diri Tapi piauwkiok tidak aku tutup aku serahkan kepada anakku, Kali ini kami menerima angkutan kebetulan anakku sakit, tak dapat ia ke luar, terpaksa aku si tua mesti mewakilkannya.

Kami mengantar piauw kekotaraja, Diwaktu pulang kami mendapat pula angkutan, seorang saudagar perlu mengirim permata dan uang ke Lokyang, dia tidak dapat piauwkiok lain, sebab disaat akhir tahun, semua perusahaan berhenti bekerja.

Kami mesti melakukan perjalanan pulang, lalu seorang sahabat memujikan kami. Tak dapat aku menampik permintaan sahabat itu maka itu kami menerimapula tanggung jawab ini.

Kami ingin lekas sampai ditempat tujuan, sengaja aku memotong jalan.

Di luar dugaan, kali ini aku menghadapi ancaman bahaya, Aku telah beberapa kali melihat oraog-orang yang dapat dicurigai, tetapi aku masih belum memastikan mereka mengarah kami atau bukan.

Oleh karena itu aku menduga di sebelah depan mungkin terjadi peristiwa, ini pula berbahaya kenapa aku minta laotee suka singgah di malam ini”

Pemuda itu berpura-pura kaget.

“Jikalau jalanan tak aman tak dapat kami berdua melanjutkan perjalanan seorang diri.." katanya "Apa..." Jit jit sian-Jiu-Ciao Louw Keen tertawa dan menyela. "Loo- piauwiauw keliru melihat Giam Laote berdua adalah akhli-akhli silat yang lihay Lihat saja sinar matanya Giam tajam"

In Gak kagum untuk piauwsoe ini, ia tadInya mau minta diajak jalan bersama, karena Louw Keen mengatakan demikian, ia bilang, "Louw Laotoe benar tetapi tidak seluruhnya, isteriku bukannya akhli, dia cuma mengerti silat kasar kasar, Aku sebaliknya, aku benar benar tidak tahu apa- apa"

Suma Tiong Beng tertawa.

"Benar-benar mataku si orang tua lamur. Kenapa aku tidak dapat mengenali teeHu? Lotee, bukankah kau pun .. Ah. mungkin kau merendah saja."

In Gak hendak menjawab piauwsoe itu atau ia tercegah suara berisik diluar dimana terdengar orang berselisih mulut, selagi Tiong Beng terperanjat, seorang pegawainya lari masuk sambil berkata: "Can-piauwtauw, lekas Disana ada seorang pengemis serta kawannya, yang romannya bengis, datang- datang meraba barang kita di atas kereta, waktu Oey Piauwsoe mencegah, mereka lantas menyerang, pengemis itu bersenjatakan seekor ular, sudah empat orang kita roboh, Oey Pauwsoe sendiri roboh juga.."

"Itu" bersuara si piauwsoe tua, yang terus bertindak keluar cepat, diikut Lauw Koen sampai lupa meminta diri dari In Gak.

Mendengarkan diantara pengacau ada pengemis In Gak mengajak Yan Bun turut ke luar.

Di dalam pekarangan hotel orang ramai ber kumpul, orang- orang piauwkiok mengurung dua orang, roman mereka heran danjeri, orang yang dikatakan bengis itu berdiri sambil bertolak pinggang, tak hentinya dia tertawa mengejek.

Lima kaki terpisah daridia ada si pengemis yang matanya merah, hidungnya lancip, mukanya tirus kulitnya bersemu merah, Benar ia memegangi seekor ular dengan tangan kanannya, ular itu melilit-lilit dan mengulur-ulur lidahnya yang lentik. Di tanah rebah lima pegawai piauwkiok itu waktu terdengar si pengemis berkata-kata keras: "Kamu orang piauwkiok. jangan kamu bermata anjing tak melihat mata pada lain orang Aku si pengemis telah banyak penglihatanku, maka juga barang-barangmu ini tak ada di mataku sebaliknya benar di sebelah depan sana ada seorang sahabat baik yang ingin menemui si orang tua she Suma.

“Aku justru datang guna menyampaikan kabar. Kenapa kamu galak tidak keruan? Hm sudahlah, aku si tukang minta- minta mau pergi sekarang "

Dia melihat Tiong Beng mungkin muncul, sengaja dia mengucap demikian, Dan benar dia sudah melangkahkan kakinya.

Suma Tiong Beng melompati orang-orangnya, ia berhenti d idepa n pengemis itu.

"Tuan siapakah yang hendak menyampaikan kabar pada aku si orang tua?" ia tanya, "sebelum kau memberi keterangan, tak dapat kau berlalu dari sini"

Pengemis itu memutar balik biji matanya, "Aku kira siapa yang berani main gila terhadap aku si tukang minta-minta" katanya dingin, "Kiranya Poen Loei Kiam kek siapa sahabat itu, sebentar kau akan mendapat tahu sendiri, jadi tak usahlah  aku si pengemis menggoyang goyang lidah lagi"

Itulah penghinaan hebat maka juga tanpa membilang apa apa lagi, Tiong Beng maju sambil menyerang jalan darah hok kiat kiri dan kanan dari pengemis mulut besar itu.

Tak perduli agaknya si pengemis gesit sekali, dia tak dapat berkelit seluruhnya. Dapat dia mengegos di kanan tetapi di kiri tidak. maka sasaran kirinya itu kena tertotok. hingga saking sakit matanya mendelik ke luar dan mulutnya memperdengarkan seruan kesakitan, berbareng dengan mana ular di tangan kanannya dilemparkan ke arah si piauwsoe tua Tiong Beng heran orang tertotok tetapi tidak roboh, ia tercengang. Biasanya ia tidak pernah gagal, ia mendapatkan julukannya itu justeru disebabkan kemahirannya tenaga dalam dan luarnya serta ia pandai menggunai kepalan telunjuk pedang dan senjata gelap, sebab kesebatannya.

Justeru ia tercengang itu ular sudah terlempar hingga dua dim di depan matanya. Tak sempat lagi ia menangkis, sambil melengak ia terus berjumpalitan. Tetapi liehay ular itu, yang terus mengejar seraya meleletkan lidahnya.

Semua orang piauwkiok kaget sekali, semuanya berteriak.

Tepat lagi setengah dim kepalanya Suma Tiong Beng bakal kena dipagut ular itu, mendadak binatang lugat-legot itu merengket sendirinya, badannya lantas jatuh ke tanah, cuma satu kaki dia diam tak berkutik lagi, Dia mati seketika

Menyusul menyambernya ular itu si pengemis dan kawannya juga beriompat maju, Mereka menggunai ketikanya yang baik untuk merobohkan piauwsoe kesohor itu.

Tiong Beng heran menampak binatang berbisa itu roboh tidak keruan-ruan, ia tercengang. Justeru itu, ia menampak menerjangnya dua orang itu, ia terkejut. Tapi ia berpengalaman dan tabah dengan cepat ia menggeser sebelah kakinya, guna memperbaiki diri, berbareng dengan mana, kedua tangannya diluncurkan, guna menyambut serangan dengan serangan. Jurusnya ini adalah "Kuda liar menggibrik suri."

Segeralah terjadi hal yang luar biasa. Mendadak terdengar jeritan hebat dari kedua penyerang itu, tubuh mereka terpental melayang bagaikan layangan putus, jatuh di tempat beberapa tombak. Tapi mereka tidak terluka rupanya, begitujatuh mereka merayap bangun, terus mereka

membuka langkah panjang, buat merat pergi.

Piauwsoe tua itu tercengang pula. Barusan ia menyerang tetapi ia kalah cepat, Baru ia menyerang, atau dadanya sudah terasa sesak, itulah pertempuran angin dari tangan kedua musuhnya.

Tepat ia hendak menggeser tubuh, mendadak tubuh dua orang itu terpental. Kejadian itu kejadian cuma sedetik, ia heran tetapi segera ia menduga sebabnya, hanya ketika ia menoleh, ia tidak melihat ln Gak dan Yan Boen, ia menjadi mengerutkan kening.

"Bawa masuk mereka itu" ia memerintahkan orang- orangnya, guna menggotong kelima pegawainya buat ditolongi. sambil bertindak masuk. la menanya Louw Kunn siapa yang telah membantu padanya .

"Apa?" balik tanya Jit Goat sian jie ciang, heran, "Bukankah mereka itu roboh oleh hajaran piauwtauw? Ah, kalau begitu, ular itu juga bukan dibunuh plauwtauw sendiri."

la menggeleng kepala, ia menambahkan: "Aku berdiri di sampingnya Giam Laotee berdua, aku tidak, melihat mereka itu menggeraki tangan mereka... Mungkinkah ada lain orang yang membantu secara diam-diam?"

Piauwsoe tua itu heran bukan main. Tapi ia mesti menolongi orang-orangnya, tak sempat ia menanya lebih jauh atau memikirkannya pula. sebenarnyalah, Suma Tiong Beng telah dibantu ln Gak dan Yan Boen, si nona yang menghajar ular dengan jarum rahasia Bwee hoa ciam, dan si pemuda yang membikin si pengemis dan kawannya terpental dengan gempuran Poutee sian Ciang, untuk mana cukup ia menggunai dua jari tangannya, tak usah ia bersikap sebagai lagi menyerang hebat. ln Gak telah lama lantas dapat membaca bunyinya kitab Poutee Pwee Yap Cin Keng di luar kepala, iapun dapat menangkap artinya, tak perduli kitab itu ditulis dalam bahasa sangsekerta biarnya semua hurufnya berjumlah kira-kira lima ribu kata-kata.

Di sebelah itu, dengan kecerdasannya, ia dapat menggabung Poutee siao Ciang dengan Bie Lek sin Kang, sedang tenaga dalamnya telah dibantu ho sio ouw dan pel Tiang Coen Tan.

Tak puas ln Gak menyaksikan kegalakan dan keganasan si pengemis, ia sudah lantas mengerahkan tenaga Poutee sian Ciang di dua jari tangannya yang kanan, begitu lekas si pengemis dan kawannya lompat menerjang, ia memencil dengan dua jerijinya itu ke arah mereka masing-masing, maka tak tempo lagi, mereka itu kena dibikin gagal dan tubuh mereka mental, sendirinya ln Gak heran dan kagum atas lihaynya jerijinya itu, inilah percobaannya yang pertama lagi.

Oleh karena itu cuma menggeraki dua jeriji tangan tidak aneh Louw Koen tidak melihatnya, setelah itu ia tarik tangan Yan Bun, buat diajak lekas kembali ke kamar mereka.

Nona Kouw heran, sampai di dalam kamar, ia diam menjublak. In Gak dapat mengerti keheranan si nona.

"Aku telah pikir," kata ia bersenyum, " karena Suma Tiong Beng sahabat kekal ayahku, ingin aku membantu dia, Kasihan kalau ia sampai roboh di tangan orang-orang jahat. Tapi di depan kita ada urusannya Djim Cit Kouw, inilah sulit. Tak dapat kita membantu dia secara terang, kecuali terpaksa.

“Aku memikir untuk berjalan sama dengan rombongan piauwsoe itu, pada saatnya, kita bekerja cepat, supaya urusan kita jangan terintang karenanya, maka..."

"Maka apa?" tanya si nona, menatap muka nya sendiri merah sebab ln Gak terus mengawasi ia tajam, "Dengan mata bangsatmu kau menatap saja, sebenarnya kau hendak membilang apa?.." Pemuda itu tertawa.

"Aku pikir dandananmu seperti sekarang sangat menyolok mata, ia menjawab "Aku kuatir nanti muncul gangguan yang memusingkan kepala dari orang orang Rimba Hijau... Baik kau menyamar menjadi pria saja..."

Yan Bun melirik pemuda itu tanpa membilang apa apa, ia pergi ke meja dan duduk di depannya, menghadapi kaca muka, ia terus membuka kuncirnya, buat dijadikan kundai yang gepeng, setelah mana ia membeletaki kopiah yang si pemuda beli di Kwan gwa di atas kepalanya, hingga kundai itu tertutup semua, habis mana ia menutup tubuhnya dengan jubah kulit, sedang sepatunya juga ditukar.

Maka dilain saat jadilah ia seorang muda yang tampan yang berimbang tampannya dengan engko In-nya itu. Dimuka kaca- rias ia tertawa sendirinya. ln Gak pun kagum hingga tak hentinya dia memuji Tidak lama terdengarlah pintu diketuk. "silahkan masuk" kata in Gak setelah melirik si nona.

"Giam Laotee, aku" terdengar suara di luar suaranya Suma Tiong Boen yang terus menolak daun pintu dan bertindak masuk- - ia memandag ketika ia melihat In Gak berada

bersama seorang pemuda lain hingga ia mengawasi tajam.

Hanya lantas saja ia mengenali, maka ia kata dalam hatinya: "Mereka ini sangat setimpal jarang pasangan sebagai mereka, cuma mengapa ia menyamar menjadi pria?" Biarnya ia heran, piauwsoe ioi tidak berani menanyakan.

In Gak menyambut sambil bersenyum. "Baiklah mereka yang terluka itu?" ia menanya, Piauwsoe itu mengerutkan alis ia menghela napas, "Dapat dibilang mereka baru terlolos dari kematian " sahutnya duka, "Ularnya si pengemis ialah ular Ngo-hoa Kim-in asal tanah Biauw, ular itu sangat berbisa, siapa terpa g ut asal racunnya bercampuran dengan darahnya nyelusup kejantung, dia akan binasa. Syukur mereka itu dapat lantas menutup jalan darah mereka, Aku mesti bekerja keras sekali menyedot keluar racun itu mungkin lewat dulu beberapa bulan sebelum mereka dapat sembuh seperti sediakala.."

"Sukurlah kalau begitu," kata In Gak. menghibur "Sekarang ini tak usahlah piauwtauw terlalu berkuatir, Tadi kami menyaksikan lagaknya kedua orang itu, kami tidak puas maka itu barusan kami telah berdamai, isteriku ini telah lantas menyamar sebagai pria, suka ia membantu dengan sedikit tenaganya." Tiong Beng girang.

"Sungguh itu tak berani aku mengharapnya" katanya. "Terima kasih."

Mesti ia berkata demikian, orang tua ini tetap curiga, ia percaya mestinya mereka ini yang membantu padanya, walaupun benar Louw Koen tidak melihat, sekarang terang si nona mengerti silat, Hal ini menambah kepercayaan atas terkaannya. Tinggal si anak muda,

Mau ia menyangka, pemuda ini telah demikian mahir hingga dapat dia menyembunyikannya dalam lagak wajahnya itu.

Mau tak mau Tiong Beng mengawasi tajam pemuda itu, Masih ia tidak melihat sesuatu pada sinarmata orang.

In Gak bersenyum dan berkata: "Membantu kesulitan orang itu menolongi bahaya itulah kewajiban setiap orang oleh karena itu kami harap loopiauwsoej angan mengucapkan terima kasih, silahkan loopiauwsoe bersiap, lebih cepat kita berangkat berarti lebih lekas 

tugas kita selesai."

"Baiklah" kata plauwsu itu sambil memberi hormat, sambil mengundurkan diri, ia masih berpikir, ia kecele, ia yang demikian ternama, sekarang menerima bantuan anak-anak muda... seberla lunya si orang tua, In Gak kata pada kekasihnya: "sebenarnya ditengah jalan, kalau benar terjadi sesuatu, kau sendirilah yang turun tangan, engkomu cuma mau berpeluk dagu.."

Yan Bun terkejut.

"Hii, mana dapat.." katanya bingung. jangan bergelisah" kata In Gak. mencegah orang bicara lebih j a ub, "Kau harus mengerti, setelah disalurkan olehku. sekarang ini tenagamu telah bertambah satu lipat, sesudah diyakinkan Kioe King Ceng Ha u Imyang Pou Ngo Heng Koan dan Thaykek Haan Hoi  Heng Kian ilmu silatmujuga sudah majujauh.

Benar kau belum tergolong kelas satu tetapi kau dapat melayani jago-jago kelas satu itu. Maka itu jangan kau berkecil hati, besarkan nyalimu dan berlaku tabah dan tenang"

Yan Bun mengawasi.

"Kau demikian mempercayainya" katanya.

"Kau lihat saja" ln Gak memastikan. Tiba-tiba terdengar tertawanya Suma Tiong Beng diluar kamar, sembari mendatangi dia berkata:

"Giam Laotee, apakah kamu sudah siap sedia? sekarang juga kami niat berangkat" ln Gak berdua lantas membuka pintu kamarnya dan ke luar.

"Kami sudah siap. loopiauw soe" jawabnya, "Kami memang tidak mempunyai bekal apa-apa, kami dapat berangkat sembarang waktu"

Cuma si nona, yang baru pernah menyamar menjadi pria, tindakannya kurang leluasa maka itu ia bersenyum berseri- seri.

Tatkala mereka tiba diluar, kereta-kereta sudah mulai berangkat, pegawai yang jalan dimuka asik memperdengarkan teriakannya: "soe...ma.. hoet..teng ..." itu artinya "etnpat ekor kuda terbang naik", itulah isyaratnya rombongan piauwkiok yang memakai gambar empat ekor kuda sebagai lambangnya...

Keempat orang yang terluka telah digotong beberapa kawanaya,

Suma Tiong Beng berjalan sambil saban saban mengawasi kotak panjang di tangannya in Gak. Ia tidak berani menanya apa-apa. Habis In Gak berdua naik di keretanya, ia lompat naik atas kuda nya, Ketika si tukang kereta berseru sambil menggetarkan cambuknya, bergeraklah keempat keledainya untuk menyusul kereta-kereta piauw.

Tenda kereta disingkap. maka itu angin yang keras meniup niupsipemuda dan pemudi walaupun mereka bertubuh kuat, mereka toh merasakan sedikit dingin. Tapi mereka perlu

melihat kesegala arah, terpaksa tenda itu dipentang terus.

Kho kee-kauw merupakan suatujalan panjang mirip lorong di mana terdapat seratus lebih rumah penduduk, tapi sebentar saja mereka telah melalui ujung jalannya. Ketika itu jalanan becek maka itu tertampak bekas bekas roda2 kereta lain serta tapak tapak kaki kuda. Cuaca terang benderang.

Sekeluarnya dari batas Kho- kee-kauw di sepanjang jala n terlihat penduIuk setempat ^ria dan wanita dalam rombongan-rombongan dari tiga atau lima orang dengan membawa kartu nama, berkunjung ke rumah-rumah sanak

atau sahabat mereka untuk memberi selamat tahun baru. Atau mereka yang baru pulang, maka ramailah dijalan itu

In Gak dan Yan Bun mengawasi mereka yang cara berdandannya beda dari pada penduduk lain propinsi Mereka mengenakan baju merah dan celana hijau, jalannya elok.

Lengan dan jari tangan mereka seperti ditabur dengan gelang dan cincin, Rambut merekapun ada perias nya, seperti telinga mereka ada giwang atau anting-antingnya. Mereka seperti lagi memamerkan kemewahan mereka. Yang paling menarik hati lagi ialah wanitanya yang jauh lebih kecil daripada kakinya wanita lain wilayah. "Apakah yang bagus dilihat" kata Yan Bun ketika ia mendapatkan pemudanya mengawasi saja wanita-wanita di sepanjang jalan itu. In Gak menoleh, ia tertawa.

"Aku merasa aneh" katanya. " Kalau mereka itu dapat keluar apakah mereka tidak boleh di pandang?"

"Tapi kau mengawasinya mendelong-delong" kata si nona, matanya melotot, "Apakah kau

tidak takut loo piauwsoe nanti mentertawai?"

"Tak apa" kata ln Gak. tertawa pula, "Aku bahkan dengar di kota Taytong pada tanggal enam bulan enam bakal diadakan perlombaan kaki kecil untuk ditonton orang banyak. siapa yang kakinya paling kecil dan mungil, dialah yang menang.

Yang nomor dua dan nomor tiga juga masih dapat hadiah. Kalau sampai waktunya, mari kita pergi menyaksikan itu..."

"Cis" si nona kewalahan, Terus dia melengos, in Gak tidak melayani, ia cuma tertawa terus.

Kereta-kereta berjalan terus, Tanpa merasa tiga puluh lie sudah dilalui, Karena keledai membuntuti semua kereta piauw yang jalannya lambat, maka terlihat di sana Suma Tiong Beng berdua Louw Koen menjalankan kuda mereka berendeng, Mereka itu bicara sambil tertawa-tawa entah apa yang diomongkan.

Di depan itu, perjalanan mulai tak rata, Di kiri daun pepohonanpun lebat, maka mulailah mereka merasai kesukaran perjalanan, Dengan adanya bukit-bukit di kedua sisi itu artinya mereka lagi jalan di selat atau lembah. Diantara pohon-pohon cemarapun terdengar suara angin keras.

"Tak jauh lagi ialah selat Gia Kang Kiap" kata Yan Bun-

Belum berhenti suara si nona dibela kang mereka mendadak terdengar derapnya beberapa ekor kuda sebentar saja kereta kereta piauw dilewati. Muka mereka itu dapat dikenali sebagai lima orang yang tadi di ketemukan di losmen. Mereka itu membunyikan cambuk mereka berulang-ulang dan berseru-serujuga. Rupanya mereka lagi mengeluarkan gertakan mereka..

Tidak jauh mereka berlima melewati rombongan kereta piauw, lalu mereka menghentikan

kuda mereda, terus mereka memutarnya untuk lari balik.. "Mereka menyebalkan" kata Yan Bun sengit. "Mereka harus

dikasi rasa"

Ketika lima penumpang kuda itu sampai di depan kereta keledai, mendadak yang satu berseru: "Eh, heran" Lantas dia menahan kudanya, dituruti empat kawannya, Lantas dia menambahkan "Bukankah tadi kita melihat satu nona manis? Kenapa sekarang dia salin rupa?.."

Kata-katanya orang itu diserukan bentakan nyaring tapi halus, mendadak mereka berlima roboh dari kuda mereka, dengan masing-masing menutup mata, mereka berkoseran ditanah, Dan antara jari-jari tangan mereka lantas terlihat mengalirnya cairan merah. Mereka pun lantas menjerit-jerit teraduh-aduh...

Diatas keretanya, Yan Bun tertawa dingin dan kata: "Nonamu masih baik budi maka dia membiarkanjiwamu masih hidup, sahabat, kusir, jalankan terus kereta kita"

Kereta itu berhenti dengan tiba-tiba sebab kelima penumpang kuda berhenti itu. sementara itu Nona Kouw sudah menyiapkan belasan batang jarumnya, ia benci keciriwisan dan ketengikan mereka itu, menimpuk sebelum orang menutup rapat mulutnya maka mata mereka kena tertusukjarum, saking sakit, mereka terguling jatuh dan berguling sambil berteriakan kesakitan itu"

Suma Tiong Beng dan Louw Koen lari balik dengan kudanya ketika mereka melihat kelima penunggang kuda itu, yang sikapnya mencurigakan, menghentikan kudanya di dekatnya keretanya si pemuda she Giam suami isteri. Tatkala mereka menyaksikan kesudahan itu meski mereka berkasihan, mereka tidak

bilang apa apa, cuma s i piauwsoe tua menghaturkan terima kasih, lantas dia ajak kawannya lari pula ke depan.

Rombongan kereta berjalan terus sepertijuga tidakpernah terjadi sesuatu peristiwa. selang empat atau lima lie, kembali terdengar suara berisik di sebelah belakang, Kali ini muncul belasan penunggang kuda, di antaranya ada yang membawa kelima penunggang kuda tadi.

Ketika mereka tiba di sisi ketua piauwkiok. satu diantara nya berkata, keras: "Tua bangka she Suma, di depan kau nanti saksikan sesuatu yang bagus di lihat" Terus mereka kabur dengan kuda mereka

Suma Tiong Beng tidak melayani bicara, ia berjalan terus.

Lagi sekian lama tibalah mereka di mulut selat, yang kiri dan kanannya berlamping tajam.

"lni dia mulut Gia Kang Kiap" kata Yan Bun- "inilah tempat yang dipilih si penjahat untuk mereka turun tangan”

Ketika itu terdengar serunya Suma Tiong Beng, atas mana semua keretanya berhenti berjalan untuk terus dikasi berkumpul

In Gak memandang ke sekitarnya. selat itu berimba di kiri dan kanan, Di situ tidak ada rumah orang. Di sebelah kanan ada jalanan cagak dua, yang nampaknya naik ke atas bukit. ia heranjuga sebab sampai sekian lama ia tidak mendengar suara apa apa.

Tengah ia menduga-duga, baru ia lihat munculnya beberapa puluh orang, yang berlari-lari mendatangi dari dua arah kiri dan kanan, darijauh mereka nampak seperti bayangan.

Dari kerasnya lari mereka, teranglah mereka itu mahir ilmu ringan tubuh. Cepat sekali mereka sudah sampai, lantas satu diantaranya menghampirkan Suma Tiong Beng, Dia telah berusia enampuluh kira kira, tubuhnya kekar, sebagaimana dia memiliki apa yang dinamakan punggung harimau dan pinggang biruang, cuma dia sedikit bungkuk. Kumis dan jenggot nya sudah putih semua. Dia lantas tertawa lebar dan kata: "saudara Suma, baru berpisah belasan tahun, tak kusangka kau masih tetap gagah sebagainya dulu sungguh kau berbahagia.”

Cuma sejenak. lantas dia menambahkan mukanya sungguh sungguh, suaranya keras: "saudara Suma baiklah kau mengerti Di antara kau dan aku si orang she le tidak ada sangkut pautnya tetapi kati ini aku menerima permintaan seorang sahabat, permintaan mana sulit untuk ditolak. sebenarnya ada niatku untuk mengadakan perdamaian, supaya urusan dapat disudahi, apa mau kau telah melukai orang-orangku, hal mana tak dapat dibiarkan saja, Maka itu, saudara Suma, sukalah kau memberi keadilan padaku "

Tiong Beng terperanjat kapan ia kenali orang ialah Kioe coe bo Lian Hoan ie Goan Kay dan ong oi San yang tersohor teleng as. ia memberi hormat dan menyahuti sambil tertawa: "oh, kiranya Ie Tong kee Memang sudah lama kita tidak pernah bertemu, Tapi, I e Tong ke, mengenal urusan ini, ^ulit untuk aku berkata, Sudah tiga hari lamanya, dalam perjalanan ini. Tiong Beng menemui orang orang yang mencurigai yang senantiasa mengawasi kami.

Sukar untuk aku mengenali mereka lawan atau kawan sebab mereka itu tidak sudi

memperkenalkan diri Tentang kejadian di tempat penginapan itu, di sana seorang pengemis yang membawa bawa ular berbisa telah melukai beberapa orangku, karena itu terpaksa aku turun tangan-.. ia berhenti sebentar. Ia mengasi lihat roman heran Terus ia tanya: "Mungkinkah orang Kay Pay pun berada di bawah perintahmu. Ie Tongkee?" ia berpaling kepada pihaknya dan berkata keras: "Coba bawa kemari mereka yang terluka terpagut ular, Tolong kasi lihat pada Ie Tongkee" Perintah itu dijalankan dengan cepat, Empat buah gotongan segera dibawa dagang.

Mukanya Ie Goan Kay menjadi merah alisnya yang tebal dikerutkan, ia menggeleng kepala.

"Pengemis itu bukan orangku." ia Kata. "Aku cuma menanya lima orangku yang kena dilukakan-."

Ditanya begitu, Suma Tiong Beng tertawa lebar. "Pertanyaan kau ini aneh, Ie Tongkee" sahutnya. " Kenapa

sebelum kau menanyakan jelas lantas kau menegur aku si orang tua? orang orangmu itu sudah berlalu kurang ajar, mereka telah mengganggu dua orang muda gagah yang naik kereta keledai Mereka mencari bahaya sendiri, dari itu tak dapat dipersalahkan lain orang siapa juga. Akupun hendak menjelaskan, kedua orang muda itu bukanlah rekanku ie Tongkee, urusan telah menjadi jelas, Barusan kau menyebut kau telah menerima permintaan orang, sahabat baikmu, mengapa dia tak nampak disini?"

Ie Goan Kay tidak menyahuti dia lantas memandang bengis kepada in Gak berdua, yang kereta keledainya dihentikan di dekat mereka.

Ditanya begitu, le Goan Kay tertawa berkakak itulah tertawa ejekkan.

"Sahabat baik itu telah menantikan lama." katanya nyaring Lantas ia bersiul keras dan lama, makin lama makin keras, terbawa angin sampai jauh, hingga kemudian mendapat sambutan dari atas jurang, dari mana lalu tertampak berlomba turunnya satu orang, berlompat jumpalitan tiga kali.

Ketika dia sampai d iba wah, terlihat dia mengelakkan baju panjang warna kuning emas, yang bergemerlapan disinari matahari, bagus dilihatnya. Suma Tiong Beng sudah lantas mengenali orang itu, ialah Twie Hong sam Kiam Tan Goan Keng, yang dulunya sama terkenalnya dengan ia sendiri, karena orang pun liehay kepandaiannya ilmusilat pedang dan tangan kosong, j erij i tangan dan kepalan, juga senjata rahasia.

Dialah orang Khong Tong pay, jadi dia ada di golongan sesat dan lurus, perbuatannya baik danjahat bercampur baur. Dialah satu diantara Tionggoan Kioe Tay Kiam-kek, sembilan jago pedang di Tionggoan, jago nomor satu yaitu Tio Kong Kioe, mertuanya ln Gak.

Nama Goan Keng ada di bawahan Tiong Beng, dia tidak puas, tiga kali pernah dia mencari Tiong Beng di Thian Ma Piauw Kiok. selamanya Tiong Beng menampik tantangannya bahkan dia suka mengalah, namanya jatuh di sebelah bawah, tetapi Goan Keng tidak mau mengerti, dia mendesak untuk bertanding, kesudahannya dia dilayanijuga.

Di dalam semua pertandingan dia kalah seurat, karena penasaran, selagi beradu pedang dia berlaku teleng as.

Terpaksa akhirnya, Tiong Beng melukai kempolannya.

Baru setelah itu dia menyingkirkan diri Tidak dinyana sekali, sekarang ini, selang belasan tahun, dia muncul pula. Tentu sekali Tiong Beng jadi mendongkol.

"Tan Loosoe, Suma Tiong Beng telah mengetahui maksud kedatangan ini" berkata si piauwsoe tua seraya maju setindak. menghampirinya. "peristiwa yang sudah lama telah lewat, sudah habis seperti asap dibawa angin, mengapa sekarang loosoe mencari alasan untuk mengganggu aku?"

"Tutup mulut" bentak Twie Hong Sin kiam, tertawa dingin, "Di dalam Rimba persilatan lebih baik orang mati daripada namanya rusak. Untuk sakit hati tikaman pada kempolanku dulu hari itu, aku telah berdiam diri di dalam gunung sampai sepuluh tahun, aku telah meyakinkan ilmu pedang, maka itu sekarang, jikalau kau dapat mengalahkan aku pula, nanti aku menghapus sendiri gelarku Twie Hong sin Kiam itu" Gelaran itu berarti "pedang pengejar Angin-" Mau atau tidak. Tiong Beng menjadi gusar, "Tan Goan Keng, dengan kata katamu ini tidak dapat kau memperdayai aku" ia kata, - jikalau benar kau hendak mencari balas kau boleh cari aku di kantorku, aku Suma Tiong Beng setiap saat aku bersedia melayani kau Tapi caramu sekarang ini, teranglah kau mengguna i akal muslihat Kau telah membujuki dan gunai akal muslihat Kau telah membujuki dan menganjurkan ie Tongkee merampas piauwku, supaya dengan begitu kau dapat membikin aku malu dan celaka, Benar bukan?"

"Kau ngaco belo" Goan Keng berseru "Aku bukannya orang semacam itu Aku cuma menjadi tetamu dari le Tongkee le Tongke telah menerima baik undangannya Kiong boen siang Kiat serta Hoei Thian Auw coe La w Keng Tek buat mencariJie I n si penjahat peristiwa berdarah di Th a y goan, untuk itu le Tongkee sudah mengirim orangnya ke pelbagai penjuru

meny elid ikiny a .

Kebetulan saja aku mendengar kau tengah mengantar piauw dan bakal lewat di sini, dari itu aku lantas melayani perjalanan jauh untuk melakukan pertempuran yang menentukan dengan mu seorang laki laki mesti bekerja secara laki laki, kau mengatakan aku hendak merampas piauwsatmu, itulah lucu. Aku cuma kebetulan saja datang bersama le Tongkee"

selagi mereka itu mengadu mulut, le Goan Kay sudah berlompat maju ke depan kereta keledainya In Gak. dia mengawasi si anak muda dan kawannya, terus dia tertawa, sembari tertawa seram, dia kata "Dua anak muda, benar benar kamu tak tahu tingginya langit tebalnya bumi. Cara bagaimana kamu berani melukai orang-orangku? Apakah mungkin kau tidak ketahui aturanku"

-ooo00ooo-

In Gak dan Yan Bun tertawa dengan berbareng, mendadak saja tubuh mereka mencelat dari keretanya, lompat ke depan orang yang membuka mulut besar itu. Goan Kay orang kenamaan tetapi dia heran dan terkejut, Dia tidak melihat bagaimana cara nya orang bergerak, tahu- tahu mereka sudah berdiri didepannya.

setelah menyalin pakaian, berdiri berendeng dengan In Gak, Nona Kouw dan pemuda itu mirip anak-anak kembar, sama-sama muda, sama sama tampan, disinari matahari wajah mereka mentereng. Mengawasi mereka, jago itupun kagum, Tapi ia mundur setindak. ia mengawasi tajam.

"Hm si nona memperdengarkan ejekannya. "Siapa sudi memperhatikan segala aturanmu? sekalipun ada aturan itu cuma untuk mengurus segala maling ayam dan pencuri anjing

sekarang aku hendak tanya kau, sebenarnya mau cari siapa?" Goan Kay tertawa keras tetapi dingin.

"Aku tidak dapat menetapkannya" ia menjawab, "cuma satu hal sudah pasti siapa main gila terhadapku dialah yang aku cari"

Suaranya jago dari ong ok San ini belum berhenti benar atau mendadak pipi kirinya mengasi dengar suara menggelepok nyaring pada pipi itu lantas berbekas tapak tangan yang merah. Dia merasai kepalanya pusing dan matanya kabur. ln Gak sebal untuk kejumawaan orang maka ia mengirim tamparannya itu orang menjadi kaget dan heran- Gerakannya si anak muda hampir tak terlihat.

Jit Goat Sian-jin-ciang Lauw Koen berkuatir melihat Koen coe-bo Lian-Hoan ie Goan Kay menghampirkan keretanya in Gak berdua, ia kuatir mereka itu nanti dapat celaka maka diam-diam ia memberi isyarat dengan tangannya kepada dua piauwsoe untuk mereka itu menghampirkan guna membantu kapan perlu tapi menyaksikan orang digaplok pipinya ia terkejut ia heran bukan main-ia mengawasi dtngan menjublak.

Ie Goan Kay berdiam sekian lama karena gaplokan itu, setelah sadar dia berteriak keras. dia mementang kedua tangannya, mau dia berlompat untuk menyerang. "Plok" kembali terdengar suara gaplokan dan gaplokan yang kedua mampir di pipi kanannya sebelum ia berlompat.

Yan Bun menyaksikan caranya ln Gak berlompat dan menyerang, ia menjadi kagum dan gatal maka ia meng geraki kaki kirinya dengan ilmu silat Kioe Kiong Ceng Hou Imyang Pou, setelah mencelat bagaikan kilat menyamber, tangan kirinya terayun mampir di pipi kanan

orang, hingga lagi-lagi Goan Kay kesakitan dan menjublak disebabkan kepalanya pusing dan matanya berkunang- kunang.

Ie Goan Kay seorang berkenamaan, sekarang ia diperhina begitu rupa. tak dapat ia mengendalikan diri lagi. Dengan lantas kedua tangannya me raba pinggangnya, untuk meloloskan senjatanya ysng istinewa, yang telah mengangkat namanya, ialah rantai Kioe-coe bo Lian Hoan.

Hanyalah belum lagi senjatanya itu terloloskan, ln Gak sudah lompat ke depannya memegang kedua tangannya sembari berbuat mana sambil bersenyum si anak muda kata sabar "le Goan Kay jangan kesusu. Terus ia menunjuk dengan tangan kirinya ke arah Suma Tiong Beng dan Tan Goan Keng, untuk menambahkan: "Kau tunggu sampai mereka itu sudah bertemp dan ada keputusanny a, mas ih belum terlambat untuk kau geraki tanganmu"

Habis berkata begini, tanpa menanti jawaban In Gak melepaskan tangan kanannya, sedang tangan kirinya menyambar Yan Bun buat diajak berlompat mundur.

Goan Kay berdiri diam, kedua tangannya di pinggangnya ia mengawasi kedua anak muda itu.

Pikirannya kacau. ia mengerti liehaynya pemuda yang memegang tangannya itu. Entah kenapa tangannya seperti kehilangan tenaga, seumurnya belum pernah ia mengalami kejadian seperti itu. Diakhirnya ia menghela napas dan kata pada dirinya sendiri: "le Goan Kay buat apa kau banyak lagak? Kedua anak muda ini liehay sekali. lihatlah gerakannya barusan Apakah kepandaianmu sendiri? Kau tak nempil rerhadap mereka "

Lantas dia tunduk dengan lesu ia mengangkat kakinya, untuk ngeloyor ke luar gelanggang.

Selama itu, Suma Tiong Beng dan Tao Goan Keng telah berhadapan dengan pedang di tangan masing-masing, Mereka jalan berputaran tanpa ada salah satu yang mau turun tangan terlebih dulu hingga mereka mirip si tukang latih binatang lagi melatih binatang piaraannya.

In Gak melihat kelakuan orang itu ia tertawa, ia ingat Hoe Ceng yang di Tin Hong sia telah mempermainkan Mo Houw.

Baru kemudian dengan sekonyong-konyong Tan Goan Keng memutar pedangnya hingga terlihat sinarnya berkelebat bundar dia suaranya seperti menderu m dari mana bisa diduga lihaynya ilmu silatnya "pedang Mengejar Angin-"

Menyaksikan gerakan itu In Gak lantas mengerti itulah ilmu pedang Ho Loe Kiam-Hoat dari Khong Tong Pay, cuma oleh orang she Tan ini telah di ubah dan dimahirkan menjadi begitu rupa.

Suma Tiong Beng juga sudah lantas menggeraki gedangnya mengimbangi lawan itu, ia memutar pedangnya guna menutup dirinya sebab penyerangan lantas datang bertubi-tubi, Dengan begitu berulang kali terdengar suara bentrokan disampingnya, anginnya pedang mereka.

Demikianlah kalau kedua jago bertempur hebatnya bukan buatan, setiap kali pedang mereka beradu selain suaranya yang nyaring lelatu apinya pun berpeletikan indah dipandang disinarnya Sang surya.

sambil menyaksikan in Gak tertawa, ia kata pada Yan Bun- "Hebat ilmu pedang mereka itu, mereka bukan sembarang jago.Jikalau dua harimau bertempur, salah salu mesti bercelaka, demikian mereka ini. sayang tak perduli pihak yang mana yang terluka."

Nona Kauw Cerdik, dapat ia menangkap maksud terlebih dalam dari kata-kata si anak muda. ia diajarkan buat memikirkanjuga berbareng memamerkan ilmu silatnya yang ia baru dapat dari anak muda itu untuk mencoba ilmu pedangnya, maka ia bersenyum.

Lantas ia pinjam pedangnya salah satupiauwsoe, dengan apa ia berlompat ke dalam

gelanggang. Belum lagi kedua kakinya menginjak tanah, ujung pedangnya sudah menyepak di

antara kedua pedang Tiong Beng dan Goan Keng secara lincah tetapi keras, ia memaksa

kedua jago itu mundur tiga tindak masing masing.

Suma Tiong Beng telah mengenal kedua anak muda itu, ia tidak menjadi terlalu heran, tetapi Goan Keng lantas berpikir: "Entah siapa anak ini Kenapa ilmu pedangnya begini liehay sedang kelihatannya ia bergerak secara sederhana sekali? siapakah dia?" Karena berpikir itu, ia jadi berdiri diam saja.

Yan Bun berdiri diantara mereka itu, sembari tertawa manis ia berkata:

"Tuan-tuan, bukannya gampang kamu mengangkat nama kamu, dari itu buat apa kamu mengumbar angkara- murka kamu? Menurut aku baiklah sekarang kamu saling menggenggam tangan, untuk kamu damai dan akur pula seperti sediakala"

^ona ini tidak ketahui sebab bentrokan diantara mereka itu. ia cuma menduga saja sedang disebelah itu, ia telah mendengar pembicaraan di antara mereka, maka tahulah ia, si penjahat ialah le Goan Kay.

"inilah urusan aku dtngan si tua-bangka she Suma, denganmu,apa sangkut-pautnya?" Goan Keng menegur gusar. Yang Bun tidak gusar, ia tertawa pula. ia kata "Tan Loo- soe, diantara kau dan Suma Loo-piauwsoe ada urusan apakah? suka sekali aku mendengarnya?"

Mukanya Goan Keng menjadi merah, Malu ia untuk menutur, itu artinya ia membuka rahasia.

Lagi-lagi si "pemuda" tertawa.

"Kita orang belajar silat, tak lain tak bukan untuk menyehatkan tubuh, buat menjaga diri. Kalau kepandaian silat kita digunai untuk berebut nama, sungguh belum pernah aku mend engarny a "

"Kenapa kau belum mendengarnya?" teriak Goan Keng, "Bukankah selama dua ratus tahun telah terjadi pertempuran berulang-ulang diantara sembilan partai besar di puncak Hoe Yong Hong digunung Hoa san? Bukankah itu hanya untuk berebut nama?"

"itulah urusan partai-partai besar itu yang lagi mengajukan ilmu silatnya masing-masing" kata si nona, tetap dia bersenyum manis, Mereka itu beda daripada kita orang perseorangan? Mengapa kau memikir demikian jauh? Apakah bukannya kau mengandang maksud untuk mengacaukan Rimba persilatan supaya mereka bentrok satu pada lain?"

Masih panas hatinya Tan Goan Keng, hingga rambut dan kumisnya bangun berdiri

"Menurut kau jadinya sia-sia belaka aku menyimpan diri sepuluh tahun memahamkan ilmu pedangku?" dia tanya berteriak. Yan Bun tertawa, hanya kali ini ia tertawa dingin-

"Bukannya aku yang rendah memandang tak mata padamu. sebenarnya ilmu pedangku masih banyak yang lowong" ia kata, suaranya keras Jadi benar-benarlah kau kecewa sudah

menyepi diri sepuluh tahun untuk meyakinkannya Kau menyebut dirimu si pengejar angin, itu artinya kau mengutamakan kecepatan, akan tetapi buktinya, permainan silatmu kacau, ngambang tak ada isinya Coba kau bertemu ahli pedang yang melebihkan kau, dengan satu tusukan saja kau dapat dibikin mati. Umapama kata aku, meski aku tidak berani mengaku diri ahli toh ilmu pedangku dapat dipakai untuk membela diriku, Apakah kau tidak percaya? Mari kita coba Mari kita bertanding selama sepuluh jurus, asal itu waktu kau dapat mendekati aku dan menikam satu kali saja, suka aku menyebut dan menghormati kau sebagai ahli pedang nomor satu dalam Rimba Persilatan"

Goan Keng berpikir. ia mau percaya anak muda ini bukannya lagi omong besar. Barusan ia lelah menyaksikan bagaimana ia dan Tiong Beng dipaksa memisahkan diri, hingga mereka mundur tiga tindak. Tengah berpikir itu, ia melihat ke arah In Gak. la mendapatkan anak muda itu berdiri tenang, mengawasi ia sambil bersenyum. ia berpikir pua, "ke dua anak muda ini ada bersama, ilmu silat mereka pasti berimbang, Yang satu masih sulit dilawan dua duanya . .

.jikalau aku kalah ditangan Suma Tiong Beng tidak apa, tetapi..." ia menjadi serba salah tetapi ia mesti segera mengambil keputusan.

Akhirnya ia menghela napas dan berkata "Benar seperti katamu, laotee, aku bentrok dengan Suma Loo soe melainkan disebabkan kita masing masing membawa adat kita sendiri Lebih tegas, kita berebut nama, Demikian tigapuluh tahun dulu. demikianjuga tiga puluh tahun nanti cuma kalau orang tidak bersaing, apakah artinya? Bicaramu ini, laotee menandakan kesabaranmu Hanya pembilanganmu tentang pertandingan sepuluh jurus itu, aku sangsikan betul.

Aku percaya itulah berbau kejumawaan Baiklah, laotee, kau boleh mulai menyerang aku. Baik dijelaskan dulu, aku sama sekali tidak menghendaki nama sebagai ahli pedang nomor satu Rimba persilatan Aku cuma ingin belajar kenal dengan ilmu pedangku yang liehay"

Yan Bun girang, ia telah mendapatkan maksudnyaJago itu telah berubah pikirannya inilah ketika untuk ia menguji ajarannya In Gak. ia bersenyum dan berkata: "Tan Loosoe, aku cuma dapat membela diri, tidak menyerang, silahkan loo soe yang mulai " "Baiklah" kata jago tua itu "

Dia tidak sabaran- ini pun ketika untuk menguji si anak muda, Dengan mendadak dia menggeraki tangan kanannya, lantas pedangnya meluncur, cepat luar biasa serangannya itu.

Yan Bun bersenyum. ia menarik mundur kaki kanannya, tubuhnya mendak sedikit, la pun mengangkat berdiri ujung pedangnya buat dari kanan digeser ke kiri, lalu ditolak perlahan kedepan. itulah sikap pembelaan diri, tak ada maksud untuk menyerang.

Kelihatannya Nona Kouw bergerak dengan perlahan, tetapi pedang mereka bentrok keras suaranya nyaring, lelatunya muncrat, Yang hebat ialah Goan Keng terpukul mundur sendirinya, Maka heranlah dia. Dia menjadi penasaran.

Lagi sekali dia menyerang, dengan tenaga yang dikerahkan delapan bagian. Mulanya dia bertindak. terus pedangnya menikam.

Yan Bun tertawa. Kali ini ia menangkis dengan pedangnya ditudingkan kebawah lantas dari bawah dia putar naik, terus dipakai menolak. Lantas Goan Keng mundur satu tindak ?

Jago tua itu masih penasaran ia menyerang pula, berulang ulang, ia mengguna i pelbagai jurus atau tipu pedangnya,

Hanya heran, setiap kali ia menyerang tentu ia

dipukul mundur, ia tak dikasi merangsak sekalipun satu tindak. Dengan begitu tak sanggup ia mendekati tubuh pemuda itu...

Selama itu, setiap janjinya, Yan Bun cuma membela diri. ia tetap mengguna ilmu pedang Thaykek Hoan Heng Kiam, Diam-diam ia girang sekali.

In Gak menonton sambil bersenyum sedang Suma Tiong Beng mengurut-urut kumis-jengotnya . Kioe-coe-bo Lian Hoau le Goan Kay pun turut menyaksikan maka sendirinya mukanya pucat. Hebat ilmu pedang si anak muda. Coba dia membalas menyerang, tentulah gampang saja dia merebut kemenangan... Juga piauwsoe lainnya turut menjadi kagum.

Sebentar saja sudah lewat delapan j urun, Hati Goan Keng berdebar, wajahnya menjadi suram, ia heran dan penasaran, ia menjadi berkuatir, ia berduka kapan memikir keruntuhan namanya, sudah delapanjurus tanpa ada hasilnya, Tmggal lagi dua jurus Bagaimana hasilnya ini.

"Ah, habislah aku, habislah aku..." pikirnya akhirnya. ia jadi putus asa.

Tepat jago ini mau menyerang untuk ke sembilan kalinya, mendadak terlihatlah datangnya tujuh orang gerakannya sangat cepat, Dengan berlompat dari tempat yang tinggi, sampailah mereka itu di antara mereka ini. Goan Keng dan Yan Bun mundur sendirinya.

Kapan Kioe - coe-bo Lian Hoan le Goan Kay telah melihat tegas rombongan itu dia berseru dengan kegirangan "Goh soepee.."

Yan Bun sebaliknya lantas mengawasi tajam, hingga ia dapat melihat nyata mereka itu.

Empat orang iniah orang-orang tua yang lanang alis dan kumisnya. bajunya serupa yaitu baju panjang warna kuning, cuma roman mereka yang berlainan, Yang satu belang mukanya. pipi kirinya warna merah ungu, banyak bekas tapaknya.

Yang kedua matanya besar-besar sipit, Yang ketiga muka keriputan- Dan yang ke empat seorang pendeta mukanya celong dan matanya tajam. Tiga yang lain, Usia pertengahan. berdiri dibelakang keempat orang tua itu pakaiannya hitam, romannya licin. Habis dia berseru memanggil itu, le Goan Kay melompat menghampirkan keempat orang tua ita, guna memberi hormat.

Si muka belang tertawa dan menanya. "Kay Hiantit apakah gurumu baik-baik saja?" Lantas matanya menyapu, lantas ia menanya pula " Kenapakah kamu bentrok?"

“Terima kasih, soepee guruku baik," menyahut Goan Kay sambil berdiri hormat kedua tangannya diturunkan lurus. setelah itu ia memberikan keterangannya. si muka belang itu tertawa. "Sudah beberapa puluh tahun aku tidak turun gunung, aku tidak sangka sekali sekarang ada beberapa bocah yang berani menyebut dirinya ahli pedang" katanya j umawa, "Dan orang pun berani berebutan?" Lagi sekali dia tertawa, keras dan lama.

Ketiga orang tua lainnya berdiam saja, romannya dingin, hingga mereka mirip mayat-mayat hidup,..

Ketika itu wajah Tan Goan Keng berubah, dia agaknya mendongkol. Suma Tiong Beng sendiri lantas mendekati ln Gak.

"Aku telah mendengar kabar di Tionggoan muncul Djie In orang yang menyebut dirinya si Pelajar Aneh," terdengar pula si muka belang, rdan dia telah memuncratkan darah hingga menjadi berbau bacin, bahkan satu sanakjauh dari aku, Goh Hoa, telah terbinasa di tangannya Justeru itu, karena menerima permintaan bantuan dari Tie Khong, muridnya Goh Hoa, serta Kiong boen siang Kiat maka kita berempat yang tua tak mau mampus sudah terpaksa turun gunung.."

"Akujuga telah menerima serupa permainannya Kiong boen siang Kiat," I e Goan Kay memberitahukan. "Untuk itu aku telah mengirim orang kepelbagai penjuru guna menyerap- nyerapi kabar, hanya sampai sekarang ini aku masih belum menerima sesuatu laporan tentang dimana adanya orang yang bernama Djie In itu..." Mendengar semua itu, diam-diam in Gak bersenyum dingin, hingga Yan Bun melirik padanya.

Si muka belang tertawa nyaring, dia berkata pua: "Tidak perduli dia pandai menyembunyikan diri, dia tidak bakal lolos dari mataku yang tajam, kecuali dia sudah mampus hingga tak dapat dia dicari lebih jauh" "Hm" In Gak mengasi dengar suara di-hidung.

Si muka belang mengawasi pemuda ini, lalu dia kata: "Tapi inilah bukan urusan terlalu kesusu, Tunggulah sampai aku si orang tua telah pergi ke Tin Hong sie baru bicarakan terlebih j a uh," ia memandang pula In Gak, lalu Yan Bun. ia tertawa dan kata:

"Ke dua anak muda, kamu tampan sekali, jikalau kamu memikir untuk menjadi jago, baiklah selang lagi satu tahun kamu cari aku seorang tua dicuncak soBoe Hong digunung

Kong san, Kho-Iee"

Habis berkata dia berlompat, diturut enam orang dibela kang nya, maka sebentar saja mereka sudah memisahkan diri beberapa puluh tombak.

Berulang - ulangi In Gak mengasi dengar suara. "Hm" seraya ia terus mengawasi mereka itu.

“Giam laotee.” berkata Suma Tiong Beng, yang tak mengerti sikap si anak muda, “empat orang itu ialah orang- orang yang empat puluh tahun dulu sudah merobohkan lima pendeta dari Siauw lim Sie dalam pertandingan di puncak Hu Yong Hong di gunung Hoa Snn. Merekalah Kholee Kong San Su Loo yang namanya menggetarkan dunia kita! Semenjak itu waktu mereka berempat terus hidup menyendiri, tidak pernah mereka turun gunung, sampai sekarang mereka mendengar halnya Koay Ciu Sie-seng Jie In. Aku lihat dunia Rimba Persilatan bakal bermandikan darah pula "

“Hm!" In Gak bersenyum- Tak lebih. Ketika itu Tan Goan Keng menghadapi Yan Bun, sembari tertawa ia kata: “Laotee, ilmu pedangmu benar liehay, aku kagum sekali! Baiklah, dengan memandang kau, suka aku menyudahi perselisihanku dengan Suma LooSu, Sampai bertemu pula?" Ia memutar tubuhnya, lantas ia pun ngeloyor.

Selama itu Goan Kay semua sudah tak terlihat lagi sekalipun bayangannya.

Suma Tiong Beng memandang ke sekitarnya, ia mengerutkan alis.

“Ie Goan Kay itu bangsa licik," ia berkata, “barusan ia mengangkat, kaki karena dia melihat gelagat. Lain kali, Iaotee, baiklah kamu waspada."

“Terima kasih." In Gak menyahut. “Sekarang ini jalanan sudah aman, karena keretaku dapat jalan lebih cepat, ijinkan kami berjalan lebih dulu, supaya kami lekas tiba di Lok-yang, Iain kali, bila ada ketikanya, pasti kami akan pergi berkunjung ke Kayhong!"

Tiong Beng berat untuk berpisahan,

“Aku harap Iaotee berdua datang pasti, supaya aku si orang tua dapat menantikan,"' katanya.

In Gak merasa terharu karena ia dipanggil lao-tee, ia pun malu sendirinya. Tak dapat ia dipanggil dengan panggilan itu,

,,adik," karena ia seharusnya dipanggil keponakan. Orang tua itu ialah sahabat kekal ayahnya. Tapi ia tidak dapat memberi penjelasan terpaksa ia membiarkan saja. Bersama Yan Bun ia naik keretanya, ia bersenyum ketika keretanya itu diberangkatkan.

Kereta dilarikan kearab kecamatan Tiang-tie. Angin meniup keras, hawa udara pun dingin. Langit bersinar layung.

***

Hari itu tanggal lima bulan pertama, akan tetapi di gunung Kwat Say San tak terdapat suasana musim semi. Puncak gunung penuh dengan salju, pepohonan pada gundul atau kering. Cuma sang angin yang memberi hawa dingin disamping dinginnya salju. Burung-burung pun tak terdengar suaranya. Suasana tetap suasana musim dingin.

Justru itu di jalan pegunungan itu terdapat dua orang muda yang berlari-lari. Pakaian mereka sama, warnanya abu-abu. Di punggung mereka ada tergendol pedang, kepala mereka tertutup kopiah bulu. Muka mereka dilapis dengan topeng.

Yang beda dari mereka ialah yang satunya lebih langsing tubuhnya., Mereka itu tidak bicara satu dengan lain. Sesudah melintasi rimba dan jurang, baru mereka berhenti di depannya sebuah gu ha. Namanya guha, itu sebenarnya sebuah.

Selokan besar lebar dua tombak, berliku-liku, ada airnya mengalir, airnyapun jer nih hingga tampak dasarnya.

Memandangi selokan itu, anak muda yang satu bersenandung perlahan: “Air yang jernih sebenarnya tak ada kedukaannya, adalah sang angin yang membuat mukanya berkerut-kerut ...Gunung hijau sebenarnya tidaklah tua, adalah sang salju yang membuat kepalanya putih”

Pemuda yang satunya tertawa dan berkata: “Engko ln, kau hebat! Diwaktu begini kau masih mempunyai kegembiraan untuk bersyair! Sebenarnya juga selokan ini indah sekali, maka aku percaya di dekat sini mesti ada rumah orang.

Menurut dugaanku, sarangnya si bangsat Jim Cit Kouw tentulah tak jauh dari sini!"

Si anak muda berhenti bersenandung, dia tertawa. Dialah Cia In Gak, sebagaimana kawannya ialah Kouw Yan Bun, yang menyamar menjadi pria.

“Mari kita jalan mengikuti selokan ini," katanya. “Sarang itu tentulah tak lebih dari di tempat sepuluh lie disekttar sini” Ia mengangkat kepalanya, melihat cuaca. Ia menduga waktu sudah mendekati tengah hari.

Kawan itu mengangguk, lantas mereka berjalan bersama di tepian selokan, yang mirip kali kecil. Mereka ini berada di Liong-bun atau pegunungan Kwat Say san, duapuluh-lima lie di selatan kota Lokyang di kota mana mereka telah tiba dan lantas mereka bekerja mencari tempatnya Jim Cit Kouw, musuhnya Yan Bun, untuk nona itu menolongi ibunya. Gunung Kwat Say San terpecah dua oleh kali Ie Sui itu, yang katanya di jaman dahulu digali Kaisar le, untuk mencegah bahaya banjir. Dibagi dengan selat atau lembah ditengah-tengah, bagian barat dipanggil Liong-Bun, bagian timur ialah Biang San. Lembah itu besar dihulu, sempit dihilir. Kali le Sui datangnya dari barat-daya. Liong-Bun terkenal sebagai tempat yang sulit untuk dilalui, itulah benar.

Ketika itu kacau pikirannya Yan Bun. Ia berduka bercampur girang, atau sebaliknya. Ia mirip orang mencegluk air godokan oey-nie dicampur gula madu, pahit-manis, manis-pahit. !a memikirkan ibunya, yang tentu bersengsara sangat. Atau mungkin ibu itu sudah tak ada di dalam dunia ini karena tak tahan siksaannya Jim Cit Kouw. Tapi ia mendapatkan ln Gak, yang suka membantu padanya, ia menjadi mendapat harapan, ia menjadi lega hatinya dan girang. Ibunya tentu bakal dapat ditolongi.

In Gak berjalan di sebelah belakang si nona, tak tahu ia hati orang.

"Tiba-tiba Yan Bun berseru:

“Engko In! Kau lihat!” Tangannya pun menunjuk.

In Gak memandang kearah yang ditunjuk itu. Disana, tak jauh dari ujung selokan, ada jurang, dan dari jurang itu meluncur air tumpah, jatuhnys keras, suaranya nyaring, berkumandang di-lembah. Karena ketika itu angin Utara meniup santer, suaranya berisik diantara daun-daun dan cabang pepohonan dirimba situ, suara berisik itu sering kesaman. Itulah sebabnya kenapa mereka tak dapat mndengarnya dari jauh-jauhh. Pula uap air merupakan seperti mega yang tebal, hingga tak mudah untuk mata melihatnya tegas di sekitar air tumpah itu.

In Gak memandang tajam sekian lama. Dibalik uap air itu, ia melihat sebidang tempat bagaikan paso- Ditengah-tengah itu ada sekelompok rumah. Yan Bun tak dapat melihat setegas ia. Ia jauh lebih mahir tenaga-dalamnya, ia pun telah makan ho-sioe ouw serta banyak pel Tiang Coen Tan.

“Pastilah itu sarangnya Liong-Bun Ngo Koay!" katanya dengan girang sesudah ia mengawasi terus sekian lama. “Mari kita pergi lihat”

Ia lantas menarik tangan si nona guna diajak lari separuh diseret.

Yan Bun pun mulai dapat melihat lebih tegas, hatinya memukul keras.

Begitu sudah datang dekat, dengan berani In Gak mengajak si nona untuk lompat turun ke tempat yang tadi mereka awasi itu, yang diduganya sarang musuhny Nona Kouw,

Justrui itu terdengarlah satu seruan: “Tahan dulu!"'

Keduanya lantas menunda gerakan mereka. Segera dari sisi air tumpah terlihat munculnya tiga orang usia pertengahan, yang tubuhnya kurus. dan semua matanya tajam dan bengis. Salah satunya mempunyai apa yang dikebut kumis kambing gunung.

“Tuan-tuan, kenapa kamu tidak dengar kata?' orang itu menegur. “Kami memanggilnya beberapa kali, kenapa kamu diam saja? Apakah kamu kira ln Bu San-chung dapat sembarang didatangi?''

Suara orang itu keras dan dingin, dia jumawa sekali. ln Gak menjadi tidak senang. Ia tertawa dingin.

“Tuan, mengapa kau bicara begini tidak tahu aturan?"' ia balik menegur. “Kau dengar sendiri, suara air tumpah demikian berisik, mana kami dapat dengar suaramu yang seperti suara nyamuk?" Si kumis kambing gunung menjadi gusar, tetapi dia tertawa bergelak.

“Anak muda. kau benar-benar tidak tahu langit tinggi bumi tebal!" dia kata keras. “Kami Liongsee Sam Niauw, kami bukannya sahabat, bahkan musuh dari In Bu San-chung, karenanya kami berlaku baik hati mencegah kami? Kamu tahu, asal kamu lompat turun dan memasuki tempat itu tiga lie, kamu bakal terbinasakan panah beracun! Lagi pula disana, kecuali Jim Cit Kouw, ada lagi dua orang yang liehay sekali ialah Bin San Jie Tok! Pit toaya dapat menerka kamu datang guna menuntut balas, jikalau tidak, tidak nanti aku mau mencapaikan lidah terhadap kamu!"

Dua orang yang lain tertawa, “Tuan-tuan jangan kecil hati!'" katanya. “Beginilah tabiat keras dari Pit toako kami ini, dia omong seenaknya saja, tanpa pikir-pikir! Sebenarnya seharusnya kita bekerja sama, sebab bergabung kita untung, bercerai kita buntung, Tak usah tuan-tuan memperdulikan maksud kami maksud apa tetapi singkatnya maksud kami tidaklah baik untuk keluarga Jim itu. Maka itu bagaimana pikiran jiwie?"

In Gak bersenyum. Karena mereka iiu musuh Jim Cit Kouw, dengan mengajak bekerja sama, terang mereka hendak menggunai tenaganya berdua. Dari itu, kenapa pihaknya pun tidak mau menggunai ketika untuk menggunai tenaga mereka itu.

“Samwie, siapakah kamu?'! ia balik bertanya. “Apa samwie sudi menyebut she dan namamu yang mulia? Samwie suka bekerja sama, tolong samwie utarakan bagaimana caranya itu?"

“Aku bernama Pit Louw." kata si orang dengan kumis kambing gunung. Lantas ia menunjuk kedua kawannya bergantian: “Inilah Lo Hong dan itu Lui Yan! Jiwie she dan nama apa?" In Gak memberi hormat.

“Terima kasih, itulah nama-nama yang telah aku dengar lama." sahutnya. “Aku sendiri she Giam nama Gak, dan ini adik-angkatku, Kouw Bun."

Yan Bun berdiam, didalam hatinya ia tertawa. Pandai engko In-nya bersandiwara.

“Oh, Giam Siauwhiap dan Kouw Siauwhiap!" Aku girang sekali dengan pertemuan ini!"

katanya. Ia berhenti sebentar, terus ia menambahkan: “Ketika kami belum datang kemari, telah kami mendengar hal liehaynya Liong Bun Ngo Koay terutama Jim Him si Siluman Kelima,

katanya ilmu totoknya biasa meminta jiwa dan liehay sekali barisan Ngo Heng Ciang mereka.

Kami bertiga, Liongsee Sam Niauw, kami tldak jerikan Ngo Heng Ciang itu tetapi Jim Cit Kouw dibantu Bin San Jie Tok, dia benar tidak dapat dipandang ringan… Sekali-pun kita bekerja sama berlima, jikalau kita kurang berhati-hati, kita sukar berhasil.."

In Gak mengawasi ke rimba disamping kanannya, sikapnya acuh tak acuh. Dengan lekas ia berpaling pula.

“Segala apa di dunia ini bergantung kepada usaha manusia," katanya bersenyum. “Jikalau orang main jeri, takut kepala dan takut ekornya, lebih baik orang jangan datang kemari..."

Pit Louw jengah, mukanya merah sendirinya.

Justeru itu di arah kanan mereka terdengar tertawa ejekan, lantas lompat keluar orang imam dengan roman menakuti. Dia lompat ke dekat Liongsee- Sam Niauw, Tiga Burung dari Liongsee, tetapi dia tidak memandang mata kepada tiga jago Liongsee itu, dia bahkan bertindak secara jumawa. Dia bukan menghadapi mereka itu, dia justeru memandang enteng kepada In Gak dan menegurnya dengaa bengis: “Bocah cilik, besar bacotmu ! Benarkah kau percaya di In Bun San-chung tak ada orang yang dapat menguasai kau?"

“Tua-bungka, siapa kau?" menegur si nona dalam penyamaran.

Imam itu lantas menjadi gusar sekali, lantas saja ia mengulur sepuluh jari tangannya.

Melihat itu, ketiga Burung dari Liongsee terkejut, hingga mereka mundur tiga tindak.

Melihat sepuluh jari tangan yang hitam dari orang itu, Yan Bun lantas ingat satu orang. Ia tidak takut. bahkan ia lantas menanya: “Bukankah kau Kwie-Jiauw-Coe Lim Ceng, murid paling muda dari Kwie Mo Toojin?"

Imam itu meluncurkan sepuluh jerijinya perlahan-lahan, ujung jarinya itu bergerak-gerak. Atas pertanyaan itu, dia berhenti sebentar.

“Eh. bocah, matamu tajam!" dia menyahut. Segera dia maju pula, berbareng dengan tindakan kakinya yang maju setindak demi setindak.

Kwie Jiauw Coe si Kuku Setan tersohor urtuk kekejamannya. Dia maju tanpa bisa diterka apa sasaran penyerangannya. Sikapnya itu dapat membuat orang bingung menerkanya. Begitu biasanya, setelah datang dekat barulah ia menyerang secara tiba-tiba. Juga kali ini. Siapa terserang dia mesti celaka sebab sepuluh jari tangannya ini ada racun.

Ketika itu angin gunung bertiup keras, ditambah berisiknya suara air tumpah,

Liongsee Sam Niauw mengawasi dengan muka muram, hatinya tegang.

Yan Bun bersikap sungguh-sungguh, ia menanti serangan. In Gak menonton dengan kedua tangan digendong dan air-

muka bersenyum tawar.

Sekonyong-konyong tangannya Kwie Jiauw Coe diluncurkan kemuka Nona Kouw. “Ah!" menjerit Liongsee Sam Niauw.

Kwie Jiauw Coe berhenti didepan Yan Bun tak ada satu kaki jaraknj.a, maka itu tangannya dapat meluncur kemuka si “pria" yang tampan itu, akan tetapi belum lagi si nona bergerak, In Gak yang berdiri disisinya sudah berseru seraya tangannya menyamber kedua lengan si Kuku Setan. Dia menyamber luar biasa cepat karena dia menggunai jurus Tie Liong Cioe atau “Mengekang Naga" dari Hian Wan Sip-pat Kay.

“Krek!" demikian suara keras terdengar. Maka patahlah lengan nya Tam Ceng. Menyusul itu sebelah kakinya si pemuda terangkat naik. Tubuhnya si Kuku Setan lantas terpental melayang, dari mulutnya terdengar jeritan dahsyat. Tubuh itu jatuh kedalam rimba jauhnya belasan tombak!

Liongsee Sam Niauw heran bukan kepalang. Bukankah Kwie Jiauw Coe sangat liehay dan kesohor? Kenapa dia roboh dalam hanya segebrakan? Mereka pun terkejut. Coba tadi Pit Louw, kakak mereka, main gila terhadap pemuda itu, tidakkah cade? Syukur Lo Hong, sang adik angkat, keburu datang sama tengah.

Liongsee Sam Niauw telah banyak pengalamannya. Mereka menganggap sepasang anak muda itu masih hijau. Bukankah mereka masih muda sekali? Maka mereka pikir baiklah kedua pihak bekerja sama, supaya kedua pemuda itu yang maju didepan, mereka sendiri akan jadi si nelayan yang menerima hasil wajar. Sekarang ternyata dua orang itu liehay sekali, mereka lantas menukar siasat.

“Sungguh kau liehay sekali, Giam Siauwhiap!" kata Lui Yan. In Gak berdiam, juga si nona.

Pit Louw melihat dua anak muda itu berdiam saja, roman mereka sungguh-sungguh, ia tahu apa ia mesti bikin. Ia tertawa dan kata: “Jiewie, kami bertiga kenal baik tempat ini, mari kami yang membuka jalan!” Ia lantas menggapai kepada dua saudaranya, ia terus berjalan didepan.

Dengan lantas ketiganya berlompat turun kebawah.

Sebelum menyusul tiga orang itu, Yan Bun mencekal lengan engko In-nya.

“Engko In, hebat gerakan tanganmu barusan” katanya perlahan. “Dapatkah kau memberi petunjuk padaku?"

“Baiklah!" sahutnya. Tapi ia bukan lantas mengajari, sebali knya ia berbalik mencekal tangan si nona, untuk ditarik, maka dilain saat mereka sudah bersama-sama lompat turun kebawah.

Di situ si pemuda membawa kawannya kedalam pepohonan yang lebat.

“Begini!" katanya. Ia mengajari jurus yang barusan, jurus “Memutus Otot, Memotong Nadi," yang terdiri dari tiga gerakan.

Yan Bun girang sekali, apa-pula ketika ia segera dapat menggunainya. Ia sangat cerdas, sedang satu jurus dengan tiga gerakan adalah pelajaran yang sangat luar biasa.

“Jurus ini dapat digunai berbareng dengan Kioe Kiong Ceng Hoan Im yang Pou," kata In Gak tertawa. “Kau gunailah secara bertentangan. Kau cerdik, adik Bun. tentu kau dapat menjalankannya tanpa petunjuk lebih jauh dari aku. Nah, mari kita maju!"

Pemuda itu berlompat ke depan, diikuti si nona yang lincah.

Liongsee Sam Niauw telah pergi jauh, mereka tak tampak bayangannya, tetapi In Gak berdua dapat mengikuti tapak kaki mereka.

In Bun San-chung dari Liong-Bun Ngo Koay mempunyai hawa udara yang istimewa. Disini, sekalipun dimusim dingin, matahari keluar seperti biasa dan hawanya hangat. Dilain pihak, di dalam ketiga musim semi, panas dan rontok, seluruh hari nampak kabut, jarang ada satu hari saja yang bercuaca cerah. Maka itu, tempat itu menyenangi sekali untuk ditinggali. Letaknya rendah tetapi hawa tak semak dan demak.

Tengah maju itu, In Gak dan si nona mendengar suara bentakan-bentakan yang samar. Si pemuda pegang tangan kawannya, untuk mengajak berhenti Ia pun lantas kata perlahan: “Rupanya Liongsee Sam Niauw terpergok. Kita belum tahu maksud mereka bertiga, baik kita jangan sembrono turun tangan. Mari kita maju dengan jalan diatas pohon. Lebih dulu kita mesti lihat orang-orang liehay macam bagaimana yang berada di dalam In Bu San-chung ini, kemudian baru kita menolongi ibumu. Kau setuju?""

Yan Bun berpikir.

“Tetapi, engko In," katanya, “bukankah kau telah menjanjikan untuk bekerja sama, untuk membantu Liongsee Sam Niauw? Aku pikir baik kita bekerja begini. Kau pergi menghampirkan mereka, buat membantui mereka melibat musuh, aku akan masuk sendiri dengan diam-diam, untuk menolongi ibuku. Bukankah itu lebih mudah untuk usaha kita?"

“Begitupun baik, adik Bun," kata In Gak bersenyum. Ia mendapat kenyataan ilmu silat si nona telah maju pesat, boleh ia mengandalkannya. “Baik, aku nanti membantu mereka, lalu aku akan mencari kau kedalam. Umpama kau gagal, kita bertemu pula dimuka air tumpah tadi!"

“Baik!" berkata si nona yang sangat bernapsu menolongi ibunya, maka juga habis menyahuti, ia lantas lompat pergi, ia menuju kesamping.

In Gak menanti sampai si nona sudah tak terlihat pula, baru ia pergi kearah dari mana bentak-bentakan tadi datang.

Segera ia telah tiba disana, tetapi ia menyembunyikan diri dibeiakang pepohonan. Pertempuran lagi berlangsung, diantara Pit Louw dan Jim Houw, Siluman kedua dari Liong-Bun Ngo Koay. Sekarang tidak lagi mereka saling mendamprat. Dipihak In Bu San- chung, dusun Mega dan Kabut, terlihat belasan orang. Empat Siluman lainnya hadir bersama. Diantara mereka ada seorang nyonya tua yang tubuhnya katai dan kurus, yang mukanya keriput dan rambutnya ubanan semua, tangannya mencekal sebatang tongkat panjang berkepala naga-nagaan. Dia bermata sangat tajam.

“Wanita tua itu mungkin Jim Cit Kouw," kata In Gak didalam hati. “Entah diantara mereka ini ada Bin San Jie Tok seperti dikatakan Liongsee San Niauw atau tidak.."

Pit Louw lagi menggeraki tangan kirinya dengan jurusnya “Kuncii Besi Tenggelam di 5ungai" untuk menutup tangan kanannya Jim Houw, tangan kanannya berdiri lantas meninju kedada lawan. Ia telah mengerahkan tenaganya dan menggunai kecepatannya, sedang kakinya bertindak mengiringinya.

Jim Houw terkejut. Itulah ia tidak sangka. Tak keburu ia menangkis. Maka itu ia melengak, lompat jumpalitan, setelah menaruh kaki di tanah, ia menekuk kedua dengkulnya guna memasang kuda-kuda itu. Dengan begitu ia pun dapat mempertahankan diri supaya tidak menjadi roboh.

Pit Louw bertabiat keras, ingin ia segera merobohkan lawannya, tidak mau ia memberikan ketika. Maka ia merangsak, tangan kanannya diajukan ke muka, untuk menghajar pula. Jikalau ia berhasil, mestilah patah atau remuk tulang-tulang dadanya Siluman ke-dua itu.

Jim Houw bukan musuh en teng. Dimana ia sudah sempat memasang kuda-kuda, ia menyambut i serangan itu. la menggeser tubuhnya, tangan kirinya menangkis, tangan kanannya membalas menyerang. Dengan dua jari ia menotok jaian-darah khie-hay dari penyerangnya yang galak itu. Pit Louw terkejut. Ia tidak sangka musuh demikian sebat.

Ia menarik pulang tangannya itu sebelum mengenai sasarannya ia pakai untuk menangkis, berbareng dengan mana, ia pun lompat kekiri.

Jim Houw ingin menyelamatkan diri, ia juga lompat ke kanan.

Diam-diam In Gak memuji kesebatannya Pit Louw.

Setelah itu terdengar tertawa dingin dari ketua Liongsee sam Niauw yang berkata,“Aku tidak sangka Liong-Bun Ngo Koay yang namanya kesohor dalam dunia Kang Ouw sudah melakukan perbuatan hitam makan hitam! Sekarang lekas kamu keluarkan itu sebuah peti emas dan mutiara, untuk membeber itu di muka kaum Rimba Persilatan, dengan begitu ada jalan untuk kamu berdamai dengan kami dari Liongsee Sam Niauw!"

Mendengar itu, ln Gak kata dalam hatinya: “Htn, kiranya kamu. ada satu bangsa! Jikalau begitu, Liongsee Sam Niauw juga bukan orang baik-baik!"

Jim Houw tertawa lebar menyambut kata-kata mengejek dari lawannya.

“Sahabat Pit, kau keliru! Harta itu bagian yang menemukannya, dan siapa yang mendapatkan, dialah yang liehay! Kamu harus menyesalkan kepandaian kamu yang tidak mahir, barang yang telah didapatkan telah kena kami rampas! Siapakah kamu hendak sesalkan? Bahkan itu waktu, karena mengingat kamu sesama rekan, Jim Jieya sudah tidak mau mencelakai kamu! Siapa nyana sekarang, perbuatan baik dari aku tidak mendapat pembalasan baik, buktinya kamu berani datang ke In Bu San-chung untuk mengacau! Hm! Apakah kamu memikir untuk kamu semua berdiam disini?"

Pit Louw menjadi gusar sekali, hanya belum lagi ia membuka mulut, ia sudah didului Lui Yan. Burung ketiga yang paling sabar tetapi sekarang tak dapat menguasai diri lagi. Dia lantas lompat kedepan musuh dan berkata nyaring; “Jim Loo- jie, siapakah rekanmu? Kami Liong-see Sam Niauw, kamilah lak i-laki sejati! Benar kami menjadi penjahat tetapi kami cuma merampas harta, kami tidak biasa melukai atau membunuh orang! Kami tidak seperti kamu orang dengan muka manusia tetapi berhati binatang! Bukan saja kamu telah rampas barang yang didapati kami, kamu juga sudah membunuh habis orang tua dan muda, lantas kamu memfitnah kami! Apakah maksud sebenarnya dari kamu?"

Baru Lui Yan menutup mulutnya, Jim Cit Kouw, ialah si nyonya tua, sudah berlompat ke-depannya. Ia berada lima tombak jauhnya tapi sekejab saja ia telah sampai didekat Burung yang ketiga itu.

Menyaksikan kesebatan si wanita tua, ln Gak kagum. Jim Cit Kouw memandang tajam Liongsee Sam Niauw.

“Sahabat-sahabat, kamu masih belum ketahui aturan yang diadakan di ln Bu San chung ini," katanya. “Adalah aturan kita, habis bekerja. kita mesti membekap mulut orang, guna mencegah ancaman malapetaka dibelakang-hari! Kamu toh bukannya orang-orang yang tersangkut, buat apa kamu tampil kemuka, untuk memaksa kami? Benar apa yang dibilang anakku ini, maka lekaslah kamu berlalu dari sini! Hari ini aku si perempuan tua tidak mau membuka larangan membunuh!"

Belum lagi Pit Louw, atau salah satu saudaranya, menjawab orang tua itu, dari arah rumah terlihat seorang berlari-lari mendatangi, setelah datang dekat, dia berbisik pada Jim Liong- Dia ini menjadi kaget.

“Ibu, ada bahaya di rumah kita!" ia berkata. “Anak Hee telah ada yang rampas! Liongsee

Sam Niauw tak dapat dibiarkan hidup, maka itu lekaslah bereskan mereka!”

Air mukanya Jim Cit Kouw pun berubah. Ia terkejut.

Dengan tiba-tiba ia geraki tongkatnya, menyerang melintang kepada Liongsee Sam Niauw. Ia menggunai jurus “Naga gusar menggoyang ekor."

Hebat serangannya, anginnya tongkat sampailah berderum.

Sam Niauw tidak sangka mereka bakal diserang secara demikian. Ketika itu mereka lagi berbaris bertiga. Tapi mereka tabah dan gesit, dengan serentak mereka berlompat mundur. Dengan lantas mereka menghunus senjatanya masing-masing.

Ketika itu In Gak melihat Jim Liong lari pulang. Ia menduga tentulah Yan Bun sudah berhasil. Ia cuma tidak tahu, yang dipanggil “anak Hee'" itu atau “Hee Jie,” ibunya si nona atau bukan. Ia lantas memikir untuk menyusuL Akan tetapi, belum lagi ia bertindak, ia ingat pesan si -nona untuk jangan melenyapkan kepercayaan terhadap Liongsee Sam Niauw.

Sekarang ia dapat kenyataan, meskipun sama-sama menjadi penjahat, ketiga Burung itu beda daripada Liong bun Ngo Koay yang telengas. Lengah ia berpikir itu, ia mendapatkan Jim Cit Kouw sudah menyerang pula Sam Niauw, yang seperti dikurung tongkat. Jago wanita ini agaknya mau mentaati kata- kata puteranya, Jim Liong, untuk tidak membiarkan hidup kepada tiga musuh itu.

Liongsee Sam Niauw benar liehay. Dengan gesit dan liehay mereka membuat perlawanan. Mereka pun tidak sudi kena dikurung. Serangan mereka liehay semuanya.

Demikian mereka bertempur sampai belasan jurus.

Rupanya habis sabarnya si nyonya tua, dia kata dengart nyaring: “Kamu bertiga tidak tahu gelagat mesti maju atau mundur, maka jangan kamu sesalkan aku si wanita tua tidak suka berbuat baik lagi!" Kata-kata itu disusul dengan rambutnya pada meringkik bangun dan kedua matanya bersinar sangat bengis.

“Hm!" Sam Niauw menjawab. Bukannya mereka mundur, mereka mencoba merangsak. Meski begitu, walaupun roman mereka tenang, hati mereka sudah gentar. Jim Cit Kouw sudah lantas membuktikan ancamannya. Ia menyerang dengan tangan kanannya, yang diluncurkan.

Sam Niauw lantas merasa tubuhnya seperti tertolak keras, hingga tubuh mereka terhuyung, hanya sedikit, mereka berdiri pula dengan tegak. Pit Louw menyerang dengan Coa -tauw- pian. cambuknya yang berkepala ular-ularan. Ia mencari jalan darah kie-Bun. Lo Hong dengan tempuling Sam-leng Ngo-bie cee menikam kejalan darah hok-kiat, Dan Lui Yan, dengan tombak Long-gee-sok, menusuk jalan darah giok-cim dibatok kepala, untuk mana ia sudah mencelat ke belakang si nyonya. Maka terancamlah njonya tua itu-.

Tidak kecewa Jim Cit Kouw menjadi jago. Walaupun ia wanita dan usianya sudah lanjut, hatinia tabah, tubuhnya gesit. Ia memutar tongkatnya dengan jurus “Badai mengebut yanglioe," dengan begitu dengan satu kali bergerak saja ia dapat menutup dirinya, membikin gagal serangan ketiga lawan.

Ketika itu Jim Liong sudah pergi jauh, ia lantas disusul ketiga Siluman lainnya. Mereka ini bertiga berani meninggalkan ibu mereka sebab mereka percaya ibu itu dapat melayani Liongsee Sam Niauw. Yang masih menanti adalah beberapa kawan, yang rata-rata mengagumi ilmu tongkatnya si nyonya tua.

Sam Niauw terkejut. Ilmu silat musuh tua itu membikin mereka tak dapat menyerang masuk,

senjata mereka juga saban-saban tertangkis terpental, hingga sering-sering tubuh mereka menjadi terbuka. Mereka tahu itulah ancaman bahaya.

Dugaannya jago-jago Liongsee itu lekas juga merupakan kenyataan, Jim Cit Kouw tidak mau memperlambat waktu. Kembali ia meluncnrkan tangan kanannya, dari kanan ke kiri, ia menyabet dengan jurusnya “Menyapu tentara seribu jiwa." Untuk merobohkan ketiga musuh, ia pikir untuk jangan berlaku sungkan lagi. Sam Niuaw kaget, semuanya lantas lompat mundur. Disaat itu, senjata mereka sudah tersampok mental, hingga tubuh mereka menjadi kosong. Mereka berlompat dengan cepat akan tetapi anginnya pukulan toh mengenai pundak mereka

....

Sekonyong-konyong terdengarlah siulan jernih dan nyaring, selagi Sam Niauw terancam itu, terlihat satu orang berlompat bagaikan terbang, hingga dia nampak seperti bayangan.

Lantas Sam Niauw menjadi kaget dan heran. Mereka bebas dari serangan anginnya Jim Cit Kouw, tubuh mereka mental tiga tombak, hingga mau atau tidak, mereka terhuyung dan akhirnya roboh. Meski begitu, mereka tidak takut, bahkan mereka merasa lega hati. Teranglah mereka telah ditolong keluar dari Kota Iblis.

Setelah berlompat bangun dan melihat, mereka menjadi girang.

Didepannya Jim Cit Kouw berdiri si anak muda yang mereka tahu liehay. Dialah In Gak, yang berdiri tenang, mengimplang si nyonya tua sambil kedua tangannya digendong kebelakang, cuma wajahnya terlihat keren.

Jim Cit Kouw sudah kena dipaksa mundur dua tindak, karenanya dia tercengang. Dia merasakan orang bertenaga- dalam kuat sekali. Ketika dia mengawasi orang didepannya, dia heran. Dia mendapatkan orang masih muda. Tentu sekali dia tidak tahu orang lagi memakai topeng. Dia menjadi gusar.

“Bocah, berhakkah kau mencampuri urusanku si orang tua?" dia menegur.

In Gak tertawa, ia bersikap memandang enteng. .

Cit Kouw menanti jawaban, sambil menanti, dia mengawasi tajam. Dia tidak puas terhadap si anak muda, untuk sikapnya yang menghina itu. Tapi dia tidak dapat membaca hati orang. In Gak berkata juga kemudian, perlahan. “Jim Cit Kouw, aku tidak perduli urusan kamu kedua pihak!” katanya, benar perlahan tetapi tajam, “Aku datang untuk urusan lain. Aku hendak Tanya kau. Ketika empat belas tahun dulu, kau bersama anakmu yang celaka sudah merampas seorang wanita di Gan-giam? Sekarang mana wanita itu?”

Tatkala itu angin menghembuskan hawa hangat, sinar matahari tengah hari pun memancar di tubuh orang, hawanya panas, akan tetapi tanpa merasa si nyonya tua menggigil seperti kedinginan. Sebisa-bisa ia berlaku tenang.

“Wanita itu muridku yang murtad." sahutnya. “Itulah urusan rumah-tanggaku, kau tidak berhak mencampurinya!"

In Gak tertawa terbahak.

“Benar, itulah benar urusan rumah-tanggamu!" katanya- “.Tetapi menghancurkan rumah tangga orang dan membinasakan suami orang, adakah itu juga urusan rumah- tangga?"

Jim Cit Kouw heran, hatinya guncang. Dia mengawasi tajam pemuda di depannya ini, dia mendapat perasaan luar biasa, dia merasa tak wajar sendirinya. Tapi dia besar nyalinya dan tabah, dia mencoba menguasai diri.

“Binatang!" bentaknya. “Apakah kau menganggap dirimu gagah? Kau hunuslah pedangmu! Mari kita main-main! Apakah kau sangka aku si orang tua jeri?"

Kali ini suara si nyonya berubah luar biasa, Itu bukan lagi suara seorang wanita, apa pula wanita tua seperti dia. Itu mirip suaranya serigala. Bahkan orang-orang In Bu san-chung sendiri turut terkejut karenanya.

In Gak tidak kaget atau gentar, dia bahkan tertawa. “Pedang sakti tak tepat untukmu!” katanya, “Pedang sakti

tak ada lawannya di kolong langit ini!”

Orang heran mendengar kata-kata itu. Liongsee Sam Niauw tidak terkecuali. Jago-jago Liongsee ini malah mau percaya si anak muda sangat tekabur. Tubuhnya Jim Cit Kouw bergerak., berlompat maju, tongkatnya bergerak pula, mendadak. Teranglah dia murka melewati batas, hingga dia tak dapat menguasai diri lagi.

ln Gak tenang menghadapi serangan itu, serangan dari kematian, ia bersenyum. Tubuhnya bergerak gesit ke samping, membuatnya tongkat tak mengenai sasarannya, cuma lewat disisinya. Sementara itu tangan kanannya bergerak, tiga buah jari tangannya bekerja sebat, menjepit ujung tongkat lawannya itu!

Itulah tidak disangka sekali, baik oleh Cit Kouw sendiri mau pun oleh sekalian hadirin. Bukankah mereka baru saja bergebrak? Bukankah tongkat itu sangat liehay?

Tanpa membilang apa apa Cit Kouw menarik tongkatnya itu. la telah mengerahkan tenaganya, hingga otot-otot di jidatnya terlihat tegas. Tidak berhasil ia dengan percobaannya itu.

Tongkatnya tak dapat digemingkan.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar