Bujukan Gambar Lukisan Jilid 34 (Tamat)

Jilid 34 : Menjemput Pouw Keng (Tamat)

Baru setelah itu, Gan Tok mengutarakan tipudayanya, mendengar mana Pouw Keng dan Pouw Lim menjadi girang, sedang Seng Kiat, yang matanya bersinar, menunjuki jempolnya dan kata kagum:

"Gan Loosoe, aku si Seng tua kagum padamu Sekarang juga aku keluar" ia sudah memutar tubuh dan bertindak ketika mendadak ia merandak. sambil memutar tubuh, ia menarik keluar dua bungkusan dari dalam sakunya, sembari tertawa ia kata:

"Isi bungkusan ini adalah daging ayam yang cukup untuk menahan lapar beberapa hari lamanya"

Baru setelah itu ia bertindak keluar cepat.

"seng Loocianpuee, tunggu dulu” memanggil Pouw Keng. tersenyum.

Si maiaikat Wie To Seratus Tambalan heran, dia menoleh dengan melengak.

"Ada apa. Nona Pouw?" dia tanya.

Pouw Keng mengasi keluar serupa barang. "inilah milik loocianpwee, aku harus mengembalikannya" kata ia.

Melihat barang itu si ketua pengemis heran- itulah naga-nagaan dari kemala merah. "Nona dari mana kau dapatkan ini?" dia tanya. Pouw Keng menggeleng kepala.

"Bukannya boanpwee yang mendapatkan ini." sahutnya mukanya merah agaknya ia likat. "Sebenarnya..."

Melihat begitu Pouw Lim mewakilkan kakaknya itu menjelaskan: Kemala ini didapatkan digunung Ngo Bie San oleh Lie Tiong Hoa yang menjadi tunangan dari kakakku ini. Ketika loocianpwee berdua lagi berlatih tak disengaja loocianpwee membuatnya jatuh dan ketinggaian diatas rumput."

Seng Kiat tertawa.

"Oh, jadinya dia itu?" katanya, ia sudah mengulurkan tangannya untuk menyambuti ketika mendadak ia menariknya pulang. ia lantas kata: "Kemaia ini mempunyai khasiat memunahkan beratus macam racun, maka itu nona, kau simpanlah dahulu. Seumpama mereka menimpuk kamu dengan Ngo Tok Tan. pakailah ini untuk melawan racunnya peluru itu"

Habis berkata, sipengemis memutar tubuh. Sekarang ia berjalan terus. setelah orang pergi jauh, Khong boen It Loo mengheia napas.

"Harap saja mereka itu percaya pengakuannya pengemis she Seng itu." katanya, "jikalau tidak. kita mungkin bakal terbinasa didalam gua ini..." ia mengheia napas pula.

Lalu ia menambahkan: "Selama di Kwie In chung, aku si orang tua pernah melihat Lie Siauwhiap. pemuda yang menggetarkan Rimba Persiiatan itu. Dia tampan dan ramah tamah, pengetahuannya luas, bukan main kagum ku terhadapnya. Harap saja dia mendapat kabar hal kita ini, supaya dia lantas datang menolongi. Biar bagaimana, manusia berusaha, Thian berkuasa, sekarang kita mengandal kepada kemurahan hati Thian saja."

Pouw Keng terharu, hampir ia menangis .Jago dari Kheng-boen itu mengingatkan ia kepada pemuda pujaannya....

ooo

MULUT GUA tertutup dengan kabut tipis. Dimuka situ berbaris beiasan orang dengan pakaian singkat, lengkap dengan aiat senjatanya. Mereka lagi menjaga dengan tak menerbitkan suara apa-apa.

Seorang muda berdiri hampir dimulut gua, dia berpakaian serba putih, romannya berduka. Beberapa kali dia menggosok-gosok kedua tangannya. Tak sabaran dia menantikan keluarnya Seng Kiat dan Gan Tok, kedua kawannya itu. Akhir-akhirnya Tok-kiat Wie to Seng Kiat, ketua Klong Kee Pang, muncul dengan tindakan limbung-pakaiannya robek. darah berlepotan sampai dipahanya. Kelihatannya dia berduka dan bingung sekali. Si anak muda kaget.

"Seng Loocianpwee " dia berseru. "Kau kenapa kah ?" Mana Gan Loocianpwee ?"

Seng Kiat tertawa meringis. "Kami lacur." katanya masgul dan malu.. "Ketika kami masuk kedalam, kami disangka bermaksud buruk. Mendadak mereka menyerang kami. Gan loosoe kena terbokong, dia ditotok jalan darahnya. Aku gusar, hendak aku menolongi dia.

Bocah laki-laki itu gesit sekali, dia menyerang padaku dengan sengit sekali Dia menang diatas angin, dia berhasil merobek bajuku dan melukai kulitku. Saking gusar, aku hajar padanya. Aku sudah menang dan hendak membinasakan dia, sayang Gan Loosoe sudah terjatuh kedalam tangan Si bocah wanita.

Dia mengancam dari memaksa aku, hingga aku tidak berani menyerang terlebih jauh. Kita lantas membuat pembicaraan- Aku telah kasi tahu dianya tentang hatimu, siauw sancoe. Dia nyatakan setuju, tetapi dia mengajukan sembilan syarat, kalau semua itu diterima, suka menikah dengan sancoe."

Si anak muda kelihatan ketarik hati.

"Apakah sembiian syaratnya itu?" dia tanya. "Asal yang dapat diterima, jangan kata baru sembiian sembiian puluh juga akan aku mengabulkannya" Didalam hatinya, Seng Kiat mengutuk: "celaka anak yang telah gila paras elok ini"

ia lantas memberikan keterangannya. Kata ia: "Bocah she Pouw itu benar cantik luar biasa, kulitnya halus seumpama batu kemaia, jangan kata kau. siauw sancoe, sekalipun aku, aku tertarik hati sekali, sampai hatiku goncang. cuma sembilan permintaannya itu. semuanya sulit, sedang batas waktu yang diberikan buatjawabannya cuma tiga jam Sekarang tak dapat kita teriambat lagi. Nanti aku pergi mengundang sancoe."

“Sebenarnya apakah sembiian syarat itu" tanya si anak muda. "Dapatkah loocianpwee beritahukan dulu padaku? Bukankah sama saja jikalau aku mengirim orang mengundang ayahku, tak usah locianpwee yang pergi sendiri ? Sekarang itu ayah lagi kedatangan tetamu dipusat, jikalau tidak. ia tentu saja sudah datang kemari..."

"Aku si tua ketahui itu, memang tak selayaknya aku mencapekan diri." kata ia "tetapi aku ingin sekali merecoki jodoh ini, jadi perlulah aku yang pergi sendiri, harus aku dapat membujuki ayahmu itu. jikalau aku yang pergi sendiri dan bicara iangsung, sebagai orang yang menjaga keagungannya, pasti ayahmu tak dapat menolak jikalau aku tidak pergi sendiri dan urusan menjadi gagal, tak mau aku nanti dipersalahkan dan disesalkan..."

Pemuda itu tercengang.

Seng Kiat menggunai ketikanya, ia berkata pula: "Syarat-pertama dari si nona yalah ayahmu mesti pergi sendiri ke siauw Lim Sie digunung siong San guna menghaturkan maaf. Katanya jodoh bukanlah urusan permainan anak kecil, tanpa persetujuan ayahnya, biarnya ia mati, tak mau ia menikah dengan siauw san coe. Lihat syarat pertama ini saja sudah sulit bukan main-" Pemuda itu nampak berduka^

"Aku kuatir ayahku tak dapat menerima baik syarat itu, katanya. "ia lantas menyerahkan sehelai bendera kecil segi tiga, bendera mana tersuiamkan kera putih, sambil menerangkan: Dengan membawa bendera ini- loocianpwee dapat pergi kemana loocianpwee suka tanpa rintangan- Maaf, aku tak dapat mengantarkan-"

Seng Kiat tertawa riang. Jangan kuatir aku si tua mempunyai daya buat membikin ayahmu memberikan persetujuannya" katanya. "Sekarang tak dapat aku ayal- ayalan, atau urusan jodoh kau ini bisa gagal. juga jiwa Gan Loosoe terancam di tangannya nona itu..."

Habis berkata, ia lantas berlalu dengan cepat.

Melihat orang tua itu diberikan bendera, orang- orangnya si siauw sancoe tidak menghaiangi bahkan mereka lekas-lekas membuka jalan- Maka itu Seng Kiat dengan cepat dapat naik keatas jurang untuk beriari-iari keras, hingga diiain saat ia sudah sampai didalam kota Lou san dimana ia cari ketua cabang Klong Kee Pang disitu, untuk memberikan perintah rahasianya sambil ia memesan, titah itu mesti dijalankan tanpa kegagaian- Setelah itu, dengan sama cepatnya ia iari balik ke Hok Gou San.

ooooooo

Didalam kota Yan-khia, kota raja, diwaktu matahari turun, keadaan ramai sekali. Orang dan kereta mundar- mandir memenuhkan jalan umum. Orang pada pesiar diwaktu Malam. Justeru itu diluar gedungnya Liong Hoei Giok. kepala Sie-wie. terpisah kira sepanahan dari muka gedung, terlihat tiga orang pengemis tua dengan pakaiannya penuh tambalan, lagi duduk bersemedhi, kedua mata mereka dirapatkan, mulut mereka tertutup rapat.

Tak lama dari itu, di gang terdengar tindakan kaki kuda yang nyaring. lalu tertampak lima penunggang kuda lagi mendatangi, semua mengasi kudanya iari cepat. Melihat demikian ketiga pengemis itu membuka matanya, lantas mereka berlompat bangun, untuk iari memapaki.

Semua penunggang kuda itu terperanjat, dengan lantas mereka menghentikan kuda mereka sambil mengawasi tajam.

Pengemis yang tertua sudah lantas menanya: "Apakah Liong tayjin pulang dari kantor? Aku si pengemis tua hendak bertemu dengan tayjin buat urusan sangat penting.”

Orang itu memang Liong Hoei Giok. Tapi segera ia mengenali ketiga pengemis itu. ia lantas menyapa: "Bukankah ini Pok Tong- cue Jari Ga Sin long dari Kiong Kee Pang? Nah silahkan datang kegubukku untuk kita memasang omong"

Habis berkata, kepala Hokwie ini serta empat kawannya lompat turun dari kuda mereka, untuk mengajak ketiga pengemis itu berjalan kaki memasuki gedungnya.

Begitu tiba didalam pengemis itu lalu menyampaikan berita pentingnya, ialah halnya dua saudara Pouw anak- anaknya Pouw Llok It terkurung musuh didalam gua di- gunung Hok Gou San- Setelah itu anggauta Gwa Sam Tong Kiong Kee Pang itu menambahkan: Hang Soe Koen sudah lama mengandung niat menjagoi Rimba Persiiatan dibawah perintahnya ia memiliki banyak jago jalan Hitam, sedang orang-orangnya Bouw Sin Gan, semuanya sudah menghambat kepadanya. Pangcoe kami memesan supaya Tayjin lekas berangkat memberikan pertolongan karena dikuatir keburu kasip"

Hoei Giok kaget.

"Apakah Lie Siauwhiap ketahui kejadian itu?" ia tanya.

"Warta sudah dikirimkan, mungkin tak lama lagi Lie Siauwhiap pun datang," sahut pengemis she Pok itu yang berkedudukan san-coe atau ketua Gwa Sam Tang dari Partai Pengemis.

"Baik." kata Hoei Giok cepat. "Sekarang juga aku akan pergi kepada Pangeran Tokeh untuk memohon cuti, supaya aku bisa bawa sebagian dari orang-orangku berangkat ke gunung itu"

Pengemis itu mengucap terima kasih, mereka terus memohon diri, lantas mereka berangkat pergi.

Hoei Giok mengawasi kepergian tetamu-tetamunya itu, setelah itu ia memandang empat orangnya, untuk memberikan perintahnya " Lekas kamu mengumpulkan enam puluh tiga anggauta dari pasukan Hoei Eng Twie kita, kamu tunggu disini, sekembalinya aku dari istana, kita lantas berangkat"

Keempat bawahannya itu, semuanya anggauta dari Hoei Eng Twie. barisan Garuda Terbang, menerima perintah dengan lantas mengundurkan diri, sedang Liong Hoei Giok sendiri tak berayal buat lantas meninggalkan rumahnya. Tapi ia tidak pergi dengan menunggang kuda, hanya ia lompat naik ke atas genteng, hingga ia lenyap didalam kegeiapan sang Malam. Tak lama setelah si Puteri Malam berada ditengah- tengah langit, dimana banyak bintang seperti menggantung berkeiak- kelik, diatas jembatan Louw Kouw Klo tampak lewatnya satu pasukan tentara pelindung istana yang berangkat dengan sangat cepatnya.

Itulah barisan terdiri dari enam puluh tiga hok-wie di bawah pimpinan Liong Hoei Glok yang berangkat menuju ke propinsi Holam. kegunung Hok Goe San. Mereka dapat kabar dengan cepat karena kuda mereka semuanya pilihan-

Karena itu besoknya pagi mereka sudah tiba dikota Kay-hong. Dikota ini Hoei Giok pergi seorang diri ke kantor soen-boe gubernur kota itu, guna menyampaikan surat titah rahasia dari Pangeran Tokeh, pangeran mana selainnya orang bangsawan terkemuka pula merangkap jabatan Koen Kie Taysin. yaitu Menteri Perang. Maka itu, semua gubernur propinsi mesti tunduk kepada perintahnya.

Setelah itu, Liong Hoei Giok melanjuti perjalanannya ke Hok Goe San.

Sementara itu didepan gua rahasia, seberlalunya Seng Kiat. si anak muda menjadi bergelisah, hingga alisnya berkerut rapat. Dia berduka dan berkuatir. Dia merasa tempo tiga jam itu iambat sekali jalannya...

"Eh, tiga jam sudah tiba atau belum ?" mendadak dia tanya seorang disisinya. Dia seperti tidak tahu jam lagi... "Sekarang ini sudah hampir lewat dua jam, siauw san-

coe." Sahut orang yang ditanya yang didalam hatinya mentertawakan tuan muda itu. Pada wajahnya dia tidak berani mengentarakan sesuatu perasaan-Pemuda dengan pakaian putih itu mengheia napas. 

Sembari berjalan-jalan dengan perlahan," katanya. Dia bingung. menjadi tak keruan-rasa. Dia mengharap-harap putusan dari ayahnya. Dia memikirkan bagaimana jadinya jika ayahnya menolak. Dia mengatakan jam lambat jalannya, di sebelah itu, dia kuatir lewatnya batas waktu yang diberikan si nona.

Tepat selagi pemuda ini bingung itu, ia mendengar beberapa kali suara siulan yang berkumandang di lembah lembah. Dengan lantas dia nampak terbangun semangatnya, sepasang alisnya tak lagi nempel satu dengan iain-

"Sudah sampai" dia berseru. Dia terus mengawasi kearah datangnya siulan itu.

Tak lama atau suara Seng Kiat sudah terdengar.

Pengemis itu berbicara dengan beberapa orang, yang sudah lantas muncul diatas jurang, berjalan turun diundakan tangga batu.

Si anak muda terus mengawasi, tapi dia tak melihat Seng Kiat ada bersama ayahku Seng cioe Pek Wan Hang soe Koen, jago Rimba Persiiatan yang bercita-cita dan berambekan besar itu. Dengan lantas dia kehilangan kegembiraannya, hingga dia menjadi putus asa.

Seng Kiat datang bersama enam orang, satu diantaranya salah seorang jago dari Hok Goe San. Lima yang lainnya tak dikenal si anak muda, maka itu, dia menjadi heran-

"Sayang aku si orang she Seng datang disaat yang tidak tepat," berkata Seng Kiat si Pengemis selagi ia menghampirkan tuan muda itu. "Benar seperti katamu siauw-sancoe, sancoe lagi berbicara dengan tetamunya yang terhormat. Aku cuma dapat sedikit waktu untuk menyampaikan urusan- Sancoe memberitahukan tak dapat segera dia memisahkan diri, maka itu dia cuma berjanji akan datang kemari selekasnya bisa."

Kemudian ia berpaling kepada kawan-kawannya, untuk memperkenaikan- Katanya. "inilah siauw sancoe kami. Hang Kie couw yang dibelakang hari pasti bakal menjadi kepala Rimba Persiiatan-"

Kie couw mengangkat tangannya, untuk memberi hormat.

"Loocianpwee memuji aku" katanya. Dia merendah tetapi didalam hatinya dia girang sekali diumpak-umpak itu.

Lima kawannya Seng Kiat itu yalah jago Kwan gwa, Leng kwan Pian Sin Tlo Pa. Hok houw ciang Soen Goan Hoe. Siauw-yauw-Tojin Lek Hok Hian. Toan-hoanpiauw Iauw Tay Peng, serta jago Kwan-lok, cit san Sin-Koen Thio Loei.

"Apakah Kheng-boen it Loo can Tok masih ada didalam gua?" tanya Thio Loei habis mereka berkenaian Dia melirik ke-mulut gua dimana kabut tebal hingga disitu tak nampak apa juga.

Seng Kiat mengasi lihat roman berduka. "Sekarang ini tentulah Gan Loosoe berada dalam

keadaan mati tak dapat, hidup menderita." katanya, masgul. "Batas tempo tiga jam bakal segera lewat, karenanya itu bagaimana aku tidak menjadi berkuatir? Mudah-mudahan san-coe dapat segera tiba disini."

"Tetapi siapa itu yang ayahku lagi menyambutnya?" si san-coe muda tanya. "Adakah dia orang kenamaan Rimba Persiiatan atau jago Sungai Teiaga?" "Merekalah Boe-Eng Hoei Liong Khioe Tin Koen dan Koe-louw-sin Pek Yang, dari gunung Tay Liang San," jawab si ketua Partai Pengemis. Seorang lagi yaitu Jie Siong Gan yang dulu hari menjadi ketua Hoei Liong Peng disungai Tiang Kang."

Hang Kie couw mengheia napas. "Apakah loocianpwee telah sampaikan kepada ayahku, bunyinya sembiian syarat itu" tanyanya.

"Belum." sahut Seng Kiat ringkas sembari tertawa. "Tak mau aku menyebutkan itu dihadapan tetamu- tetamu terhormat dari ayah siauw-sancoe itu. Tapi sancoe sudah ketahui dua sandara Pouw terkurung didalam gua ini dan aku diperintah lekas balik kemari."

Tak tenteram hati Kie couw, dia menghela napas berulang kali.

"Tidak dapat kita membiarkan Gan Loo-soe terbinasa ditangannya kedua bocah itu." kata Thio Loei. suaranya keras. "Kita harus lekas berdaya menolonginya."

Seng Kiat menyeringai.

"Apa daya sekarang?" dia tanya. " Kedua bocah itu liehay sekali, aku sendiri kena dilukakan mereka."

"Aku tidak percaya tidak ada daya sama sekali" kata pula Thio Loei dingin. Dia menjadi jago Kwa-lok dan gelarnya pun cin San Sin Koen- Kepalan sakti yang Menggempur Gunung, maka itu, dia bertabiat keras. "Biia kita menyalakan api dimulut gua itu. supaya asapnya masuk kedalam Mustahil mereka tidak akan lari keluar"

"Gua ini dalam beberapa puluh tombak." kata Seng Kiat. Mana dapat asap masuk sampai diujungnya? Kalau mereka dari dalam menyerang dengan pukuian udara Kosong, kita sendiri yang bakal terserang asap yang berbalik itu.^ Thio Loei berdiam kedua matanya mendelong.

"Menurut pintoo," berkata Lok liok Hiun, si imam yang semenjak tadi berdiam saja dan bicaranya pun sambil tertawa tawar, "baiklah kita menggunai racun. Kita masuk Kedalam gua, sampai ditengah tengah, baru kita menyerang dengan racun itu. Pintoo mempunyai serupa barang yang dapat dicoba."

Mendengar itu, Seng Kiat tertawa, ia pun kata: "Lek cinjin, pikiran kau ini bagus sekali. Jikalau aku si pengemis tidak menerka keliru, racunmu itu pasti racun yang berupa pasir coengo Hoe see yang didalam batas sepuluh tombak sekitarnya racun yang seperti ini dapat membinasakan setiap sasaran, cuma sebelum kau menggunai itu, kau mesti tanya dulu siauw-sancoe, siauw-sancoe-setuju atau tidak..."

"cara itu terlalu hebat," kata Kie couw yang mengerutkan alis. "Baiklah kita pikir lain jalan lagi..."

Lek Hok Bian menduga san-coe muda itu menyukai si nona didalam gua. dia tertawa.

"Maksudku yalah serupa barang lain," berkata dia. "Barangku ini. kalau mengenai sasarannya, manusia atau binatang, akan menyebabkan si sasaran menjadi lemas habis tenaganya, tak perduli dialah seorang jago. dia mesti manda ditelikung."

Mendengar itu, Kie couw lantas girang, dia niat membuka mulutnya, tetapi Seng Kiat sudah mendahului. Pengemis itu kata: "Aku tahu, itulah tentu bubuk siauw- auw Bie Hoen San yang dapat memusingkan kepala orang Lek cinjin biasa mengandalkan bubuk mu itu, entah sudah berapa banyak kali kau menderita karenanya..."

Seng Kiat terus omong dengan keras, membikin suaranya itu terdengar sampai di dalam kamar dalam gua. ia memang bermaksud agar dua saudara Pouw mengetahui dan bersiap sedia karenanya.

Muka imam itu merah sendirinya. Ia merasa si pengemis menyindir terhadapnya. Ia lantas mengawasi tajam, matanya bersinar kemarahan-Kie couw menjadi girang.

"Daya ini dapat digunakan," kata dia. Hanya cinjin harus berhati-hati..."

"Siauw-sancoe jangan kuatir" imam itu kata, tertawa. "Pintoo tanggung, asal pintoo turun tangan, kita bakal berhasil"

Seng Kiat bersenyum. Dia tidak kuatir. Pouw Keng dan Pouw Lim memiliki naga kemaia yang mujijat, mereka dapat menoiak serangan pelbagai macam racun-Ketika itu, Lek cinjin sudah lantas berduduk kemulut gua, untuk masuk.

Dengan kepergiannya ini, Lek cinjin akan lebih banyak menghadapi bencana daripada keselamatan, berkata ketua Kiong Kee Pang kepada si tuan muda, yang ia awasi. Kie couw heran, dia tercengang. "Mengapa loocianpwee berpendapat begini? dia tanya. Seng Kiat menghela napas.

"Dua saudara Pouw itu mirip dengan siauw sancoe." sahutnya. Mereka muda dan gagah dan pintar, banyak akal muslihatnya.Jikalau cinjin gagal, dia pasti bakal binasa, tak bisa iain-" Kata-kata ini membuat kuatir orang-orang iainnya.

Ketika itu didalam kamar dalam gua, Pouw Keng kakak- beradik dan Gan Tok menanti sang kakak ini. Mereka mengharap- harap Seng Kiat dipercaya dan akan berhasil mencari bala- bantuan- Mereka menanti dengan waspada.

Rasa lamanya tiga jam, maka itu hati mereka lega waktu pertama kali mendengar suaranya si pengemis. Seianjutnya mereka terus memasang telinga, hingga mereka mendapat dengar semua pembicaraan diluar gua itu. Mereka tahu si pengemis bicara demikian untuk mengisiki pada mereka .

Pouw Keng sudah lantas menggenggam naga kemaia, cek-hong Giok cie, untuk bersiap sedia menangkis serangan setiap macam racun- ia memasang mata dan telinga.

Pouw Lim juga siap untuk menyerang.

Gan Tok telah melihat sekitar ruang, maka itu ia bersiap dengan merebahkan diri, tubuhnya sedikit miring, kaki kanannya ditekuk sedikit, ujung kakinya nempel dengar lantai, untuk gampang menjejak. sedang matanya separuh dipejamkan, untuk bisa mengintai.

Didalam terowongan sudah lantas terdengar suara perlahan dari ujung baju yang membentur- bentur tembok terowongan- Ketika kemudian suara itu berhenti, sebagai gantinya terlihat semacam uap putih mengepul masuk seperti asap.

Melihat demikian, Pouw Keng lantas mengangsurkan tangannya yang mencekal kemala mustika, kemana- mana lantas dengan sendirinya mengeluarkan sinar merah, atas mana bubuk putih itu lantas buyar-sirna. Sesudah mana sorot merah pun lenyap pula, hingga terowongan menjadi guram seperti sediakaia. Mereka berdiam terus, untuk menanti terlebih jauh. Mereka percaya orang diluar itu lagi menunggu ketikanya guna memasuki kamar. Biar bagaimana, suasana tegang sekali.

Kira sehirupan teh maka sesosok tubuh nampak muncul diambang pintu kamar. itulah tubuh yang jangkung dan kurus.

cepat sekali tubuh itu sudah sampai didepannya Gan Tok yang lagi rebah itu, rebah mirip orang terluka tak berdaya.

"Asal aku gunai obat bubukku, siapapun tak berdaya." berkata orang itu, seorang imam, yalah Lek Hok Hian.

Dia agaknya puas, hingga dia menjadi jumawa. Hanya ketika dia menoleh kekiri dan kanan, dia terperanjat. Dia melihat sepasang muda-mudi lagi mengawasinya dengan sorot mata bengis dan sikap mengancam.

"Eh, kenapa kamu..." katanya, lalu merandak. Dia rupanya heran mendapatkan orang tak roboh terkena asapnya yang jahat itu.

"Kenapa kita belum roboh, bukan?" Pouw Lim kata tertawa. "Diluar terkaanmu, bukan?"

Anak muda ini tidak cuma mengejek ia lantas menyerang dengan pukuian cit chee ciang atau Tujuh Bintang.

"Tahan- si imam berseru, tangan kanannya menggenggam keras. "Tanganku ini membekal pasir beracun, kalau aku menyerang, siapa pun tak bakal luput dari kebinasaan Tapi pintoo masih ingat akan kasihan, maka itu pintoo suka memberi nasihat untuk kamu menyerah saja."

Oleh karena mengawasi Pouw Keng dan Pouw Lim bergantian, untuk bersiaga. Lek Hok Hian jadi membaliki belakang kepada Gan Tok. Mendadak jago tua itu meletik bangun, sambil bangun itu, dia menggempur punggung orang

Imam itu terkejut. Dia merasa ada orang bergerak dan menyerang, dengan lantas dia memutar tubuh, guna membeia diri. Nyatanya dia sudah ke terlambat. Dia terhajar hebat, hingga tulang-tulang punggungnya pada patah, maka sambil menjerit keras, dia roboh, tubuhnya terpental, kepalanya membentur tembok. hingga kepala itu pecah hancur, darah dan polonya muncrat keluar Dalam sedetik itu, terbanglah jiwanya.

Jeritan si imam terdengar sampai diluar. semua orang kaget, muka mereka berubah menjadi pucat.

Seng Kiat menarik napas panjang, dia nampak sangat berduka. "Apa kataku si pengemis tua?" katanya masgul. Lauw Tay Peng heran-

"Seng Loosoe, bagaimana loosoe berani menetapkan jeritan itu jeritannya Lek cin-jin?" dia tanya. Seng Kiat tertawa.

"Aku mempunyai kepercayaan bahwa aku tak akan salah menerka," sahutnya, "jikalau kau menyangsikan aku, Louw Loosoe, silahkan kau masuk untuk membuktikan sendiri"

Ta Peng bermuka merah. Dia sudah bertindak. atau mendadak dia merandak. Dia menghentikan tindakannya dengan jengah.

Thio Loei pun tidak percaya. Dia kata keras: "Aku tidak percaya segala kesesatan Nanti aku lihat" Dan dia bertindak sebat, masuk kedalam terowongan gua. orang she Thio ini bertabiat keras, sebagai jago Kwan-lok. dia tak kenal takut.

Dia berjalan masuk dengan tindakan lebar, tindakannya pun berat. Dengan lekas dia sampai diambang pintu. Sebelum masuk terus, ia menghajar dengan pukuian Udara Kosong. Karena itu, tembok kamar seperti gempa rasanya

Dari dalam kamar lantas terdengar suara menanya yang dalam: "Apakah saudara Thio disana? Aku minta jangan saudara sembarang menyerang, silahkan masuk untuk kita membuat pertemuan-

Thio Loei melengak, tapi hanya sejenak. dia lantas lompat masuk. Samar-samar dia melihat Gan Tok memandangnya sambil bersenyum. Kemudian ia melihat sepasang muda-mudi di masing- masing dua pojokan kamar. Kamar itu gelap tetapi menjadi terang guram karena adanya glok-cie ditangan Pouw Keng. Sinar itu merah muda.

"Kelihatannya kau tak terluka, saudara Gan?" katanya ragu-ragu. "Kenapa "

Mendadak dia menghentikan kata-katanya. karena bercelingukan, dia lantas mendapat lihat mayatnya Lek cinjin- Muia-muia tadi ia tak melihatnya. Dia mendelong dengan roman kaget.

Gan Tok bersenyum.

"Aku si orang she Gan tidak kurang suatu apa," katanya, perlahan, Kau menempuh bahaya masuk kemari, saudara Thio, untuk kebaikan hatimu ini, aku sangat bersyukur." ia berhenti sebentar, baru ia menambahkan: "Saudara Thio, ingin aku menanya: Selama hidupmu ini, orang siapakah yang kau paling kagumi?"

Kembali Thio Loei melengak. Dia tidak menyangka, didalam keadaan tegang begitu, Gan Tok menanya demikian macam. Tidak dapat dia berdiam lama tanpa memberikanjawa bannya.

"Orang yang aku kagumi yalah si anak muda yang aku ketemui di Kwie In chung itu." demikian jawabannya.

Gan Tok lantas bersenyum. ia menyela, sambil menunjuk dua saudara Pouw. "Ini sepasang pemudi dan pemuda yalah tunangan dan iparnya Lie Siauwhiap itu. Nah. apakah saudara pikir mengenai mereka ini?"

Thio Loei heran hingga ia mementang lebar kedua matanya, mukanya lantas menjadi berubah merah.

"Sungguh aku tidak tahu," katanya kemudian- "Kalau begitu, mari ikut aku, akan aku membuka jalan supaya kamu dapat keluar dari sini."

Gan Tok tertawa.

"Terima kasih, saudara Thio." katanya. “Tapi kita disini aman seperti gunung Tay San Mereka itu mengurung kami, mereka tidak bakal berhasil.Jikalau kami memaksa keluar, nah itulah artinya kami menempuh bahaya..

Apakah saudara Thio tidak melihat bagaimana Hang soe Koen sudah memencar orang-orangnya disekitar gua dan jurang ini."

Thio Loei berpikir sejenak lantas ia mengangguk. "Kau benar saudara Gan, katanya. Akan tetapi tak

dapat kau bercokol saja disini menanti kebinasaan jikalau mereka mengurung terus, selama sepuluh hari umpamanya, bagaimana kamu dapat bertahan? Tubuh kamu bukan terbuat dari besi atau tembaga..."

Orang tua she Gan itu tertawa. Dia tenang sekali. "Tak akan terjadi keburukan semacam yang kau pikir

itu, saudara Thio" katanya. "Marilah duduk, untuk kita bicara terlebih jauh." Thio Loei tak tahu apa yang orang pikir, Dia menggeleng kepala.

"Saudara Gan, kau membikin aku bingung sekali," katanya kemudian- "Baiklah suka aku menemani kamu..."

Maka berduduklah mereka dengan tenang sedang diluar orang tetap merasa tegang... si anak muda bingung menunggui si orang she Thio tak muncul kembali, tak ada tandanya apa-apa...

Seorang berumur empat puluh tahun yang mengenakan pakaian hitam berkata: "Menurut aku, siauw-sancoe. baik kita menyerang saja dengan Ngo Tok Tan-kedalam gua ini, bukannya suatu daya untuk kita terus berdiam menjaga begini macam. . ."

"Ngacoh" kata si anak muda. untuk menjawab itu dia berpikir sekian lama. "Kalau tidak ada yang aku berarti, buat apa aku menanti sampai- kau mengatakan begini." orang itu tercengang. Dia tak mengerti, dia menjadi bingung. Tentu sekali dia menjadi jengah. Dia tak tahu pemuda itu tergila-giia kepada Pouw Keng...

Itu waktu: Seng Kiat berbisik ditelinga Kie couw "Sekarang ini batas tempo tiga jam sudah lewat, sampai sekarang san-coe masih belum datang. Pasti sekali nona Pouw gusar karenanya. Dia tentu menyangka aku si pengemis tua mendustakannya. Kalau dia gusar dan timbul ingatannya meiakukan pembunuhan, itulah berbahaya. Bagaimana kalau sekarang kita meiakukan percobaan

? Aku akan menemani siauw-sancoe masuk kedalam gua ini. Aku mengharap pikiran Nona Pouw berubah begitu lekas dia melihat siauw-sancoe datang sendiri menemui padanya."

Hati Kie couw tergerak.

"Sempurnakah jalan ini ?" dia tanya. "Tidakkan ini terlalu berbahaya ?" Si pengemis tua menyeringai.

"Mengenai itu aku si pengemis tua tidak berani mengasi kepastian-" kata ia. "Aku cuma mau mencoba. Sekarang ini terserah kepada keputusan siauw-sancoe sendiri."

Kie couw bersangsi.

"Benar-benar ini berbahaya," katanya. "Kalau aku terjatuh kedalam tangan mereka celakalah aku, habis pengharapan sudah "

Seng Kiat menarik napas panjang. ia berdiam, matanya mengawasi Langit.

Pikiran Kie couw kusut sekali. Dia berpikir keras tanpa keputusannya. Dia ingat dulu ketika dia pergi menjenguk ayahnya di Hek LiOng Thoa, pernah dia melihat Pouw Keng. Nona itu benar-benar cantik dan menggiurkan hati. Bagaimana beruntung kalau dia dapatkan nona itu sebagai isterinya.

"cianpwee" kata dia kemudian- "Sekarang aku dapat mengambil keputusan- Hendak aku memadamkan hatiku, maka hendak aku menggunai Ngo Tok Tan"

Perkataan tuan muda ini membangunkan semangat orang-orangnya. Dengan serempak mereka menyiapkan peluru beracun itu ditangan mereka masing-masing, menanti perintah untuk melemparkannya. "Sabar, siauw-sancoe" kata Seng Kiat. "Didalam gua masih ada Gan Tok dan Thio Loei. Apakah siauw-sancoe tega mencelakai mereka berdua?"

Sebelum Kie conw menjawab maka Thio Pa telah lantas maju kedepannya. Dia nampak gelisah.

"Rupanya diatas jurang ada datang orang" kata dia. "Apakah itu san coe?" Jago Kwan LOk ini seperti juga sangat liehay telinganya.

Semua orang dongak memandang keatas jurang, Pek- houw ciang Soen Goan Hoe juga tak menjadi kecuali.

Tepat orang lagi mengawasi keatas itu, Thio Pa mendadak bertindak. sebat dan hebat. Dengan satu serangan merubuh, ia membikin Soen Goan Hoe dan orang-orangnya Hang Kie couw roboh kebawah jurang, jeritan-jeritan mereka itu mengharukan-

Melihat demikian- Hang Kie couw menjadi kaget. Tak mengerti dia akan perbuatan si orang she Thio. justeru dia melengak justeru Seng Kiat menotok jalan darah beng boen dipunggungnya. Sembari menotok itu, Seng Kiat kata perlahan- "Siauw sancoe, maaf Silahkan masuk kedalam gua"

Kie couw kaget, tenaganya lenyap seketika. Lantas dia insaf. Maka dia mengheLa napas.

Dia kata menyesal: "Sering ayahku menasihati aku untuk jangan sembarang percaya orang, sekArang aku mendapatkan buktinya pesan itu. Tentu sekali sekarang, aku mau menyesal pun sudah kasip..."

Seng Kiat tertawa.

“Jangan kuatir, siauw sancoe, aku sipengemis tua tidak memikir mencelakai jiwa mu" katanya. Aku cuma mengantari kau bertemu dengan Nona Pouw. Memang, apakah jeleknya?”

Lantas ketua Klong Kee Pang menoleh pada Tio Pa, untuk berkata: " Saudara Tio, mari kita masuk kedalam" Habis berkata, Seng Kiat menekan tubuh Kie couw dengan dua jeriji tangannya, atas mana tanpa berdaya lagi puteranya Hang soe Koen bertindak masuk kedalam

gua. Hanya sebentar, lenyaplah tubuh mereka bertiga berbalik kabut.

Sementara itu diatas jurang terlihat Hang soe Koen serta sejumlah kawannya. Diatas itu ada sejumlah orang- orang yang telah menjaga sejak sekian lama. "Mana siauw -sancoe?" begitu suara keren-

"Harap san-coe ketahui, sudah sekian lama siauw sancoe beramai menantikan di bawah jurang." seorang menyahut. "Barusan ada terdengar banyak suara jeritan, mungkin di-sana sudah terjadi pertempuran- Tapi "

"Tapi apa?" tanya suara bengis tadi.

"Tapi sekarang ini tidak terdengar suara apa-apa lagi.

Baru saja kami hendak pergi memeriksa san coe telah keburu tiba "

"suara jeritan siapa itu?"

"Letaknya dasar jurang jauh dari sini, jeritan itu tak terdengar tegas." "Hm" terdengar satu suara mendongkol. lalu jurang sunyi.

Hang Soe Koen beramai sudah lantas turun kedasar jurang. Dia diikuti diantaranya oleh Khioe cin Koen. Hek Yung dan Jie Siong Gan- sejumlah deiapan jago.

Wajah Soe Koen nampak muram karena dia tidak melihat Hang Kie couw puteranya itu. Dia muiai berkuatir. "Mana puteramu?" Khioe cin Koen tanya. Dia inipun heran.

"Entah kenapa dia tak nampak." sahut Soe Koen menggeleng kepala.

Ketika itu satu orang dari atas jurang lari turun dengan bergegas-gegas, lantas dia meiaporkan: "Harap sancoe ketahui, barusan saudara-saudara yang berjaga- jaga didasar jurang memberitahukan disana kedapatan banyak mayat, diantaranya mayatnya Loosoe Soen coan Poe..."

Soe Koen kaget tidak terkira.

"Apa diantara ada juga siauw san-coe?" dia tanya cepat suaranya bengis. "Tidak..."

Soe Koen membanting kaki.

"Kalau begitu anak itu terancam bahaya" katanya, berkuatir dan mendongkol.

"Habis dimana adanya puteramu sekarang?" tanya Pek Yang si hantu Tengkorak atau Kouw-louw Mo. Aku rasa kita dapat menolong dia."

"Rupanya anak itu berada didalam gua itu," kata Soe Koen- Dia tertawa tawar. ^Aku menyesal sekali, karena kemurahan hati di satu saat, aku telah melepaskan kedua bocahnya Pouw Llok It itu, hingga sekarang berbalik, anakkulah yang terancam bahaya."

"Asal dia belum hilang jiwanya, pinto dapat menolongnya." kata Pek Yan- "Apa sih kepandaiannya sepasang bocah itu?" Lantas dia bertindak untuk memasuki gua. Alis Soe Koen bergerak meng kerut. Dia mau mencegah, atau mulutnya rapat pula.

Karena tidak ada yang cegah, Pek Yang bertindak terus masuk diterowongan. Kira ditengah jalan, dia lantas mendengar bentakan- "Siapa itu yang datang? Berhenti dulu” Bentakan itu menulikan telinga bagaikan guntur. Pek Yang tercengang, lantas dia tertawa dingin-

"Tak sulit jikalau kamu menghendaki pintoo menghentikan tindakan pintoo" kata dia keras dan jumawa. "Lekas kamu keluarkan Hang Kie couw Sebentar kita nanti bicara terlebih jauh"

Dari dalam gua terdengar pula pertanyaan- "Apakah kau bukannya Hang Soe Koen?"

"Aku Pek Yang" si imam menjawab.

"Kau tak dapat menjadi wakil." kata suara didalam gua keras. “Suruh Hang soe Koen sendiri datang kemari untuk berbicara. Jikalau tidak. Hang Kle couw bakal hilang jiwanya”

Ketika itu Hang Soe Koen telah menyusul masuk. Tak tenteram ia membiarkan Pek Yang masuk seorang diri. Maka itu ia mendapat dengar pembicaraan Pek Yang dan orang didalam gua itu.

"Aku si orang she Hang disini," dia lekas menjawab. "Seng leng-coe, kau ingin bicara apa? Aku tidak sangka kaulah seorang hina dina, yang pandai berpura-pura dan menukar haluan Sungguh malu"

Sancoe ini sudah lantas mengenali suaranya si ketua Kiong Kee Peng.

Seng Kiat tertawa lebar.

"Hang San-coe" Kata dia nyaring, "kau benar-benar seorang hina-dina yang berisi perut seorang kesatria Kau tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi? Anakmu sudah lama tergila-gila sendiri terhadap Nona Pouw, aku si pengemis hendak berbuat baik aku ingin merecoki jodoh mereka berdua..." Nona Pouw telah melihat wajah puteramu, dia agak tertarik hati, cuma dia hendak mengajukan satu syarat." "Syarat apa itu?" Hang Soen Koen kata keras. Dia

masih mendongkol. "Anak itu terpincuk paras elok, dia mampus pun tak harus di-sayangi "

"Benarkah itu?" Seng Kiat bertanya. Kalau begitu putuslah hubungan diantara ayah dan anaknya orang yang tak berprikemanusiaan sebagai kau dapatkah kau membangun usaha besar?"

Selagi orang memasang omong itu. Pek Yang bertindak perlahan untuk maju terus.

Tiba-tiba ia merasai toiakan yang berat ke-arah dadanya, mendadak darahnya bergolak terus dengan sendirinya dia mundur dua tindak. Dia berdiri merandak dengan napas mandek.

"Ketahui oleh kamu" terdengar suara-nyaring dari dalam gua. “Aku si orang she Thio baru menggunai tenagaku lima bagian- Hidung kerbau, kalau mau kau berani maju lagi satu tindak... hm. nanti tubuhmu roboh

disini sebagai mayat yang berlumuran darah”

Muka Pek Yang menjadi pucat, ia tidak pernah menyangka didalam gua itu bersembunyi Thio Loei si jago Kwan-lok yang kepalannya biasa menggentarkan gunung. Tentu sekali ia menjadi sangat mendongkol.

Justru itu ia merasakan darahnya jalan tak wajar, napasnya sesak. hingga ia mesti lekas-lekas menyalurkannya.

"Ayah " demikian teriakan Hang Kie- couw yang

menyusuli ancamannya Thio Loei itu. Suara itu menggetar dan parau. Hatinya Soe Koen goncang keras, mukanya menjadi pucat. Biar bagaimana, itulah panggiian darah. Mau atau tidak. aChirnya dia mengheia napas.

"Seng Tongeoe " dia berkata, memanggil Seng Kiat

si Wie To Seratus Tambalan-"Apakah syarat Nona Pouw itu? Lekas kau baritahukan Asal aku si orang she Hang sanggup, pasti aku akan menerima baik "

Seng Kiat menjawab: "Nona Pouw bilang, kalau ayahnya menyetujui, akan ia menurut saja menikah dengan putera mu itu. Karena itu perlu san-coe pergi menemui Pouw Leng coe, lantas san-coe balik kemari dengan membawa suratnya, surat mana mesti ditulis dengan tangan Leng- coe sendiri."

Mendengar itu, mata Hang Soe Koen bercahaya, seperti apa marong. Dia sangat gusar. "Bukankah itu berarti paksaan?" dia tanya keras.

"Tapi inilah bukannya keberatan-" kata Seng Kiat tenang. "Sinona hendak menjaga kebahagiaan seumur hidupnya, dia mesti berlaku hati-hati, Mengenai ini. aku si pengemis tua mempunyai satu jalan. Dengan begitu tak usah san-coe sendiri yang pergi ke Siauw Lim Sie menemui Pouw Leng-coe. cukup asal san-coe mengirim seorang utusan yang pandai bicara. Sekarang ini Pouw Leng coe sudah menjadi pendeta, dia telah bersumpah tak akan campur lagi urusan kaum Kang ouw. Apakah kau masih takut Pauw Leng-coe nanti memusuhkanmu? "

Hang Soe Koen berdiam. Dia merasa serba salah. sekarang dia lagi mengharapi Thian Kong Pit Kip. Kalau dia berhasil memahamkan ilmu siiat itu, pasti sudah dia bakal menjadi jogo nomor satu di jamannya ini. Kalau dia menampik, selain jiwa anaknya terancam, dia pun tak akan dapat melengkapi kitab ilmu siiat itu. Sebaliknya, kalau dia menerima syarat itu. kemana nama baiknya ? Maka itu, dia membenci sangat kepada Seng Kiat.

"San-coe. baiklah kau terima syaratnya itu." kata Pek Yang, berbisik, "San-coe pergi ke Siong San atau tidak. mana mereka itu ketahui ? Kalau sebentar kita mundur dari sini, kami beramai akan berbuat sebisa Kami untuk menolongi siauw-sancoe"

Hang soe Koen berpikir keras.

Akhir-akhirnya: "Seng Tong coe, baiklah, aku terima syaraf ini" katanya nyaring terpaksa.

Lantas terdengar suara tertawanya ketua Kiong Kee Pang.

"Kalau begitu, aku mohon san-coe berdua suka mundur dulur kata dia. "Aku si pengemis tua akan menjamin siauw san-coe takkan terganggu sekalipun sehelai rambutnya"

Soe Koen mengajak Pek Yang mundur sampai diluar gua.

Khioe cin Koen dan Jie Siong Gan tak tahu apa yang dibicarakan di dalam, mereka cuma menampak roman san-coe itu kucai sekali, tanda dari kedukaan yang sangat dan malu. Mereka dapat menduga, tetapi mereka toh menanya juga sebenarnya telah terjadi apa.

Hang Soe Ken memberi keterangan, ia pun menuturkan siasatnya Pek Yang. Lantas mereka bermupakatan terlebih jauh. Setelah itu diambil putusan buat mengirim utusan ke Siong San- Karena itu, urusan menjadi seperti buntu...

Dengan tak terjadi sesuatu satu Malam dikasi lewat. Selama itu utusan Soe Koen ke Siong San tak juga kunjung balik. soe Koen mendongkol dan berduka akan tetapi dia mencoba menguasai hatinya untuk terus bersikap tenang.

Boe Eng Hoei Long Khioe cin Koen dan Tiat Tek coe Jie Siong Gan penasaran, diam-diam mereka mencoba nyelusup masuk ke dalam gua tetapi saban-saban mereka dipukul mundur. Di luar tahu mereka, mereka disambut pukuian Udara Kosong yang dahsyat. hingga mau atau tidak. mereka mesti mundur sendirinya.

Kejadian ini membikin mereka menjadi tak berani menerjang bahaya terlebih jauh.

Sang waktu terus berjalan- Sang sore datang pula. Tiba-tiba diatas jurang terjadi hal yang mengejutkan-

Berulang-ulang terdengar jeritan-jeritan yang menyeramkan, berulang-ulang terlihat jatuhnya tubuh- tubuh orang kedalam jurang... tubuh dari mereka yang pada menjerit itu. Bukan kepalang kagetnya Hang Soe Koen-

"Kamu menantikan disini" ia memberi perintah kepada orangnya, ia sendiri

berlompatan, berlari-lari keatas jurang, diikuti Khice cin Koen sekalian- Tiba diatas ia menjadi terlebih kaget sekali, ia menyaksikan sesuatu yang tidak disangka- sangka.

Diatas jurang itu terlihat teraturnya puluhan hok-wie dengan seragam mereka yang mentereng. Tubuh mereka itu besar-besar dan romannya semua keren. Didepan mereka itu terlihat mayat-mayat yang bergelimpangan- yalah mayatnya orang-orangnya Seng cice Pek Wan, si Kera Putih Tangan Sakti. Dia kaget hingga mukanya menjadi pucat pias, sedang alis dan kumisnya berbangkit berdiri

Itulah Liong Hoei Giok yang telah tiba bersama barisannya. Diatas jurang itu mereka dirintangi oleh orang-orangnya Soen Koen, dari itu mereka lantas turun tangan- Musuh semua dihajar roboh danada yang terlempar kedasar jurang.

Kawanan penjahat itu tak dapat meiakukan perlawanan berarti. Datangnya lawan secara tiba-tiba membuat mereka kaget dan nyalinya menjadi ciut.

Barisan hok-wie sendiri terdiri dari orang-orang pilihan-

Melihat Liong Hoei Gick. Hang soe Koen tertawa dingin.

"Tuan, apakah kau Tayjin Liong Hoei Giok dari pasukan hok-wie istana dikota raja?" dia tanya. "Apakah salahnya aku si orang she Hang maka juga pihak negara sampai mengirim tayjin beramai datang ke mari?

Rasanya aku belum pernah melakukan sesuatu yang menentang Pemerintah Agung."

Hoei Giok tertawa, dia mengurut kumisnya. "Benar, akulah si orang she Liong" ia menjawab. "

Datangku kemari bukan lain daripada disebabkan aku menerima laporan bahwa putra dan puterinya Pouw Liok It telah kedapatan digunung Hok Gou San ini, maka aku hendak menangkapnya untuk membawa mereka kekota raja, supaya perkaranya dapat diperiksa."

Hang Soe Koen tertawa dingin. "Liong Tayjin, mengapa kau mendapat tahu anak-anaknya orang she Pouw itu berada disini?" dia tanya. Hoei-Giok juga tertawa dingin. "Tuan jangan kau lupa bahwa aku juga asal orang Rimba Persiiatan- jawab dia.. "Aku memangku pangkat tetapi mataku tajam dan pendengaranku jauh, maka orang-orang yang hendak ditangkap pemerintah Agung, mereka tak lolos dari pengawasanku, gerak-geriknya selalu aku ikuti."

Hang Soe Keen tertawa pula.

"Liong Tayjin- kau lagi menjalankan tugas. aku tidak berani menentang kau" kata ia. "Aku hanya ingin menanya, apa salahnya orang-orangku ini maka Tayjin pun menumpasnya."

"Siapa menentang hamba negara, dia sama dengan sipemberontak" Hoei Giok jawab. "Kenapa mereka menentang sepak terjangku ? Aku lagi menjalankan tugas, terpaksa aku meiawan mereka. Sekarang ini aku cuma mau membekuk dua orang she Pouw itu, aku hendak lantas berangkat pulang."

Air mukanya Hang Soe Koen berubah, ia tetap gusar. "Aku orang hutan, aku tidak tunduk kepada aturan

negara" dia kata keras. "Maka itu hari ini aku hendak menegur kau buat keganasan kau membinasakan orang- orangku ini "

Habis berkata, Soe Koen lantas menyerang. Dia lompat maju sambil meluncurkan dua buah lengannya yang berjeriji sepuluh yang tajam dan kuat. Semua jeriji tangannya itu mencari pelbagai jalan darah.

Melihat ketuanya sudah turun tangan- Khice cin Koen semua turut turun tangan juga.

Liong Hoei Giok gusar, dia berseru: "Hang Soe Koen. kau tahu atau tidak yang sekarang ini Hok Goe San sudah dikurung tentara negeri?" Sambil berseru itu, ia menyelamatkan diri dari serangan jago Kang ouw itu.

Khioe cin Koen semua liehay tetapi sukar mereka mengempur barisan hok-wie yang telah terlatih sempurna. Didaiam hal perorangan, ilmu siiat mereka juga mahir.

Hebat pertempuran itu. Soe Koen seperti nekad, maka Hoei Giok mesti melayani sama kerasnya Demikian juga hok-wie yang mengepung Khioe cin Koen semua.

Tengah orang bertempur kacau dan seru itu, maka diatas sebuah pohon kayu yang tinggi dan besar luar biasa didekat mereka terdengar suara tertawa yang nyaring, menyusul itu sesosok tubuh terlihat lompat turun, meiayang bagaikan burung terbang, menuju kearah Khioe cin Koen.

Boe Eng Hoei Long, si Serigaia Terbang Tanpa Bayangan, sedang merabuh seorang "hok-wie," dia kaget ketika dia melihat orang meiayang menerjang padanya. Dia lantas memutar tubuh, niatnya menyambut serangan itu.

celaka untuknya, dia kalah sebat. Tahu-tahu dia telah terhajar pundaknya, sedangkan tangan si penyerang menotok tepat jalan darahnya

Ketika sosok tubuh itu sudah menaruh kaki ditanah. ternyata dialah Lie Tiong Hoa si pemuda gagah. Dia lantas melemparkan tubuh Khioe cin Koen, buat dia lompat pula menyerang Jie Siong Gan si Seruling Besi.

Siong Gan kaget melihat munculnya si anak muda. Untuk memberikan perlawanan, ia memutar tubuh, ia menyambut dengan seruling besinya yang liehay itu. ia menubruk kedada si penyerang.

"Hm " Tiong Hoa mengasi dengar suaranya. ia tak mundur atau berkelit atas ancaman seruling itu, ia bahkan maju terus. Dengan tangan kirinya ia menoiak seruling dengan tangan kanannya ia menyerang dengan satu jurus "Ie Hoa ciat Bok" yang liehay sekali.

Jie Siong Gan terkejut, tanpa dia berdaya, dadanya merasakan pukuian seperti hebatnya gembolan besi yang besar dan berat. tubuhnya lantas terpental, mulutnya menyemburkan darah hidup, Dia roboh terbanting dibatu gunung dadanya remuk bekas hajaran si anak muda, rohnya terbang pergi.

Tlong Hoa berlaku telengas karena ia bersakit hati untuk cee cit. saudara-angkatnya-yang dibikin celaka orang she Jie itu. Dengan begini ia membuat pembalasan guna kakak- angkatnya itu.

Ko-louw Mo Pek Yang kaget sekali, dia lantas lompat meninggalkan lawannya, untuk lari menyingkir kebawah jurang. Tiba-tiba dia mendengar tertawa nyaring ditelinganya, Terus dia merasakan hajaran keras pada tubuhnya, hingga dia tak berdaya lagi. Satu tangan yang bisa mulur menyambar padanya, membikin dia roboh terguling.

Kembali Tiong Hoa, yang berlaku sebat yang mengeluarkan tangan kera-nya.

Hampir itu waktu disitu muncul beberapa orang lagi, yalah Kwie kian-cioe Cee Cit bersama-sama Sin Song Kie serta Tiong Tiauw Ngo Mo. Hang Soe-koen yang menempur Liong Hoei Giok telah menyaksikan sepak terjangnya si anak muda, dia melihat robohnya pahlawan-pahlawannya, hatinya menjadi ciut. Tanpa bersangsi lagi dia lompat meninggalkan kepala hok-wie Liong Hoei Giok untuk menyelamatkan diri.

Tiong Hoa mendapat lihat aksi orang itu, ia berseru: “Apakah kau masih memikirkan untuk lari kabur? Hm!” Lantas ia lompat melesat guna menyusul itu, ia membarengi menyerang dengan dua tangannya.

Di dalam keadaan terpaksa itu, Hang Soe Koen tidak sudi manda menerima binasa. Dia berhenti lari,dia memutar tubuhnya guna mengangkat kedua tangannya guna menangkis serangan dahsyat itu. Dengan begitu dia melawan dengan kekerasan.

Tiong Hoa berlaku bengis, dia menyerang hebat/ Ketika tangan mereka berdua bentrok, tulang-tulangnya Hang Soe Koen berbunyi nyaring, sebab kedua lengannya kontan patah dan ringsak, sembari menjerit hebat, tubuhnya mencelat ke dalam jurang.

Tiong Hoa mengawasi, ia melengak terus ia menghela napas. Tak tahu ia, orang terbinasa atau tidak.

Sampai disitu selesai sudah penumpasan rombongan Hang Soe Koen itu, sisa penjahat mati kutunya, mereka dibekuk. Bahkan beberapa diantaranya lalu jadi penunjuk jalan memeimpin Liong Tayjin semua turun ke dasar jurang, ke dalam gua.

Seng Kiat semua keluar dari kamar dan gua, mereka mendaki jurang. Kapan Pouw Keng melihat Lie Tiong Hoa tak sanggup dia menahan goncangan hatinya, selain air matanya lantas saja bercucuran deras, ia pun lompat menubruk pemuda itu. Ia merasa sudah mati tetapi hidup pula…Ia menangis terisak tanpa perdulikan disitu ada banyak orang lain.

Tiong Hoa jengah sendirinya, mukanya menjadi merah, tetapi ia menghiburi, katanya perlahan:

“Sudahlah! Enci tahu, Sekarang ini adikmu sudah berhasil mendapatkan gambar lukisan Yoe San Goat Eng. lukisan mana cocok dengan keletakan sebuah tempat di Boe Ie San- maka juga, dengan menuruti peta gambar itu, adikmu berhasil juga memperoleh kitab Ie lie cin Keng. sekarang kitab itu ada pada encie In dan encie In mengharap harap tibanya encie untuk bersama-sama memahamkannya ... "

Selagi berkata begitu, Tlong Hoa mengangkat kepalanya, maka ia melihat semua mata orang diarahkan kepada mereka berdua, semua memperlihatkan wajah yang tersungging senyuman- ia likat tetapi ia toh bersenyum terhadap mereka itu. Kemudian ia menolak tubuh Pouw Keng, untuk ia menghampirkan Seng Kiat didepan siapa ia memberi hormat dengan menjura dalam. ia kata, "Budi loocianpwee sangat besar, tak tahu aku bagaimana aku harus menghaturkan terima kasih kami, maka itu sukalah loocianpwee menerima hormatku ini."

Seng Kiat tertawa terbahak. "Lie Siauwhiap." katanya gembira, "bagaimana dengan janji kita tiga tahun dipaseban Liong Teng, itu termasuk hitungan, atau tidak?"

"Segala apa aku meniru kepada locianpwee." Tiong Hoa menjawab.

Seng Kiat tertawa pula, terbahak-bahak. Tiong Hoa berpaling pada Pouw Keng.

"Encie, cek-hong Gio cie-sudah selayaknya dikembalikan pada pemiliknya." katanya pada tunangannya itu.

Mukanya Nona Pouw merah, tetapi dengan kedua tangannya, ia menghaturkan kemala naga-nagaan yang mujijad itu kepada ketua pengemis. Seng Kiat menggoyang-goyang kedua tangannya, lagi-lagi dia tertawa. "Aku tidak memiliki barang lainnya saja aku haturkan untuk hari nikah kamu." katanya.

Kembali mukanya Pouw Keng bersemu dadu.

Tiong Hoa sebaliknya menghaturkan terima kasih berulang-ulang.

"Hah, mana Hang-kie couw? mendadak Pouw Lim tanya. Tiba-tiba saja ia ingat anaknya Hang soe- kiat, yang ia tak ada di antara mereka.

Seng Kiat tertawa, dia menyambung. "Memotong rumput mesti berikut akarnya, agar rumput itu tak tumbuh lagi, maka itu tadi selagi keluar dari gua, aku si tua telah menotok dia pada jalan darah kematiannya "

Puteranya Pouw Llok It mengheia napas lega, tapi ia berdiam saja.

Ketika itu si Puteri Malam telah naik tinggi, pohon- pohon berbayang, angin meniupnya bergoyang-goyang, diwaktu begitu semua orang berbaris meninggalkan jurang-yang membawa peristiwa itu.

Kemudian juga diwaktu fajar yang tenang dan nyaman, kelihatan belasan penunggang- kuda berderet ke arah Yan-san, diantaranya ada sepasang muda-mudi yang merendengkan kuda mereka, saban-saban mereka saling memandang, wajah mereka ramai tersungging senyuman manis dari mereka.

Mereka itulah rombongan Tlong Hoa, yang pulang ke Boe Ie San, untuk tinggal menetap di Toh Gan Kok. lembah Bunga Toh yang tenteram dan permai.

TAMAT
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar