Bujukan Gambar Lukisan Jilid 31

Jilid 31 : Membawa mayat Bouw Sin Gan

Dalam saat pemuda ini bingung itu, ia mendengar tindakan kaki perlahan lagi mendatangi, disusul dengan ini suara panggilan:

"Adik Gin Peng"la terkejut. Buru-buru ia melihat kesekitarnya, lantas dengan memondong si nona,ia lari kekamar dalam untuk sembunyi dibelakang kelambu.

Kamar itu tak ada lilinnya, gelap. dari dalam orang bisa melihat jelas keluar. Yang datang itu seorang nona baju kuning telur, ringan tindakannya. Melihat nona itu. Tiong Hoa heran- "Bukankah dia Giok ceng sian-coe Mau Boen Eng yang aku pernah ketemukan di Koen-beng ?" kata ia dalam hatinya. "Kenapa dia berada didalam istana Pangeran Hosek?"

Nona itu heran melihat kamar sunyi, dia berkerut. Lalu ia bertindak kekamar dalam. Hati Tiong Hoa berdebar. Ia angkat tangan kirinya. "Asal dia bergerak, mesti aku hajar mampus padanya" pikirnya.

"Eh" si nona, yalah Mauw Boen Eng kata seorang diri.

Kemana dia pergi? Dia benar budak bodoh Pangeran ketarik padanya, itulah untungnya yang bagus tapi dia masih bicara dari hal kehormatan, terus kesucian dirinya."

Sembari berkata itu Boen Eng sudah bertindak kedekat pembaringan- Mendadak ia mengasi dengar suara tertahan perlahan terus tubuhnya roboh kebelakang.

Tiong Hoa telah menotok. habis itu ia menyambar tubuh orang untuk ditarik kebelakang pembaringan- Kemudian ia mengawasi nona yang bernama Gin Peng itu untuk menanya perlahan: "Nona mempunyai hubungan apa dengan Mauw Boen Eng?"

Nona itu menyenderkan tubuhnya kepada tubuh si anak muda, ia menghela napas, ia menyahut perlahan berduka: "Apakah dia sudah mati? Aku dengannya terhitung saudara-saudara seperguruan. Pangeran memaksa aku menjadi gundiknya, Boen Eng membantu mendatangkan gelombang, maka pantaslah kalau dia mampus. Aku penasaran tidak dapat aku sendiri yang membunuhnya" Tiong Hoa heran-

"Nona mengerti silat, kenapa tidak mau kau menyingkir saja?"ia tanya.

Nona itu berduka, terus ia menangis.. "Tak dapat," sahutnya. “Ayah dan ibuku terkurung disini. Sekarang aku bertemu, kongcoe, kau suka menolong aku, aku sangat bersyukur kepadamu "

Nona ini berdiri tegak. untuk memberesi rambutnya,ia mengawasi tajam si anak muka, sinar matanya menunjuki dia memohon bantuan terlebih jauh. Tiong Hoa bingung. Sukar membuka mulut menolaknya.

"Apakah nona ketahui dimana dikurung-nya ayah dan ibumu itu?" kemudian ia tanya. "Entah dimana tapi pastinya dalam istana Pangeran," sahut si nona. "Sulit "

Tiong Hoa berdiam, otaknya bekerja. "Apakah nona tahu dimana Pangeran Ho-sek

menyembunyikan dirinya?" Tanya ia kemudian sembari bersenyum.ia rupanya telah mendapat pikiran baru.

"Apakah kongcoe berniat membunuh Pangeran?" tanya dia. “itulah tak sempurna. Satu kali Pangeran mati, orang pasti akan menuduhku lalu ayah dan ibuku bakal kerembet- rembet Itu berarti ancaman bahaya mati untuk mereka. Dengan begitu juga aku bakal menyesal seumur hidupku. Kong coe baik kau cari lain daya upaya saja."

Tiong Hoa bersenyum.

“Jangan kuatir, nona," katanya. "Aku tahu apa yang aku bakal lakukan, pasti tak akan ada bahayanya."

Nona itu menghela napas,ia berpikir sebentar, lantas ia keluar. Habis memadamkan lilin,ia menggape kepada si anak muda. Tiong Hoa menghampirkan, ia mendampingi nona itu.

Si nona menunjuk keluar jendela, kesebuah lauwteng tinggi terpisah jauh dari kamar itu.

"Pangeran Hosek berada di lauwteng itu," katanya perlahan- "Penjagaan disana keras dan kuat, mungkin sukar untuk kongcoe memasukinya."

Tiong Hoa mengawasi. Lauwteng itu tinggi dikitarkan pohon-pohon jie, karena rembulan terang sekali, walaupun jauh nampak tegas.

"Tak apa," sahutnya. "Nona kau she apa? Sudikah kau memberitahukan aku?" "Lim." sahut nona itu.

"Terima kasih Sekarang nona boleh tunggu disini." Tanpa menanti jawaban, Tiong Hoa berlompat keluar.

Diterangnya rembulan,la nampak bagaikan kampret terbang. Habis itu, lenyap dia diantara pepohonan-

Tiba diluar lauwteng tinggi itu, Tiong Hoa sembunyi diatas pohon-ia memasang mata tajam. Makala melihat disetiap ujung lauwteng ada yang jaga. Tak mudah melihat beberapa pengawal itu, yang menempatkan diri dengan baik. syukur dia bermata jeli dalam jarak sepuluh tombak lebih,ia dapat melihatnya, Sekarang ia jadi berpikir.

“Tanpa menggunai kepandaian Ie Hoa-ciat Bok tak dapat aku masuk kedalam lauw teng itu,” katanya dalam hati. Memang selama yang belakangan ini ia telah melatih sempurna ilmu itu, ilmu Memindahkan bunga menyambut pohon-

Begitu berpikir Tiong Hoa tak bersangsi pula. Makala perlahan-lahan meluncurkan sebelah tangannya untuk dengan dua jeriji nya menotok seorang pengawal yang berada paling dekat dengannya. Itulah totokan udara kosong, dan sasarannyalalah jalan darah thian hoe.

Diluar tahunya pengawal itu mendadak merasai iganya dihembus hawa dingin, sendirinyala menggigil dua kali habis itu matanya menjadi berat rasanya ia ingin tidur.

Dengan perlahan-lahan tubuhnya menjadi lemas sendirinya ia roboh tak sadarkan diri, ia tidur nyenyak dipojokan itu.

Tiong Hoa puas sekali, cuma karena sangat terpaksala bertindak begini. Habis itula merobohkan dua pengawal dengan cara serupa.

Semuanya ada delapan pengawal. Dengan yang lima itu, Tiong Hoa terpisah terlalu jauh, Maka untuk merobohkan mereka,la mesti menggeser diri. Demikianla bergerak dari tempat sembunyi yang satu ketempat sembunyi yang lain. Didalam tempo yarg singkat lima pengawal lainnya itu juga roboh tak berdaya. Kemudian Tiong Hoa mencekuk pengawal yang satu.

"Pangeran berada dimana?"la tanya perlahan ditelinga orang. Suaranya pun dibikin parau.

Didalam keadaannya itu, sipengawal tak sadar seluruhnya. Dia menjawab seperti orang lagi ngelindur: "ongya berdiam di-kamar kiri ditingkat empat."

Tiong Hoa menyangkol kakinya pada payonla melihat kesekitarnya.la mendapatkan keadaan sepi sekali tak ada lain orang di situ. Lorongpun kosong. Didalam kamar, api menyala terang-terang. Rupanya Pangeran Hosek lagi tidur.

Segera pemuda ini melepaskan cangkolan kakinya.la pergi kelorong untuk menolak pintu, sedang..kakinya turut bertindak maju. Ketika ditolak daun pintu berbunyi perlahan-

"Apakah Nona Mauw?" tanya suara dari dalam kamar kiri. "Rupanya ada kabar baik. Apakah Nona Lim sudah setuju?"

Tiong Hoa segera berpaling kekiri itu, untuk menghampirkan pintu guna mengintai. Lantas saja ia melihat seorang tua umur limapuluh tahun lebih, yang dandanannya mewah, lagi rebah sambil menghisap hoen- cwee. Dia bersendirian.

Hanya setelah bersangsi sedetik, Tiong Hoa menolak pintu, untuk bertindak masuk.

Orang itu Pangeran Hosek adanya. Dia menduga kepada Mauw Boen Eng. Tak dia menyangka jelek sebab dia tahu lauwteng nya itu terjaga kuat. Tak dia menerka kepada orang jahat. Baru dia terkejut ketika dia mengangkat kepala dan melihat satu wajah yang asing, tak perduli orang muda itu ganteng dan gagah sikapnya. Dengan muka pucat hendak dia berteriak memanggil orang.

Tiong Hoa tidak memberi ketika si pangeran membuka mulut. ia lompat menotok dengan tiga buah jerijinya serayala mengancam perlahan: "jikalau kau buka suara kau mati."

Pangeran itu bungkam mukanya pucat, kemudian dengan tubuh bergemetaran dan mata bersinar minta dikasihani, dia mengawasi si anak muda.

"Aku telah memberikan kau totokan kematian- kata Tiong Hoa. tertawa dingin. "Tak usah lewat satu jam, kau bakal rebah binasa Pula ilmu totokku ini tak ada yang dapat membebaskannya. Laginya kau mesti ingat, disini tidak ada orang yang dapat menolongmu"

Pangeran Hosek mengerti juga ilmu silatla terlindung kuat, tetapi orang dapat masuk dengan diam-diam dalam kamarnya makala mau percaya ancaman itu bukan melainkan gertakan- ia jadi semakin takut hingga mukanya menjadi pucat sekali.

"Kau menghendaki apa. tuan?" dia tanya suaranya bergemetar. "Bukankah aku tidak bermusuh dengan kau? Asal kau membebas kan jiwaku suka aku memberi presen selaksa tahil emas kepadamu."

Tiong Hoa mengasi lihat roman keren-

"Kau keluarkan perintah untuk memerdekakan ayah dan ibunya Nona Lim" kata ia bengis. “Lantas kau biarkan mereka bersama-sama Nona Lim meninggalkan istana ini, sama sekali tak boleh kau mengirim orang mengejar dan membinasakannya" Habis berkata, pemuda kita menyembunyikan diri.

Pangeran Hosek merasakan tubuhnya tak nyaman sekali, bagaikan ada semut-semut yang merayap dan menggeriming-geriming yang mendatangkan hawa dingin dan panas. Dia mengerti ancaman maut. Maka tanpa banyak pikir lagi, dia memanggil: "Mana orang"

Dengan lekas terdengar tindakan kaki berisik diundukan tangga lauwteng, lantas lima orang hok-wie atau pengawal yang berseragam yang tubuhnya semua tinggi dan besar, menghadap pangerannya, semuanya memberi hormat dengan berdiri tegak. "ong-ya hendak menitahkan apa?" tanya seorang hok-wie yang berewokan kaku. 

Kelima pengawal itu heran. Mereka mendapat kenyataan wajah majikan itu tak wajar. Mereka saling mengawasi Hok-wie yang menanya itu jadi bercuriga.

Melihat datangnya kelima pahlawan itu walaupunla tetap merasa tak nyaman hati si pangeran menjadi terbangun, hingga pulihlah keberaniannya. Lupa pada ancaman si anak muda, hendakla memberikan perintah penangkapan- Hanya belum lagila membuka mulutnya, punggungnya terasa dingin karena tambaran angin, terus punggung itu nyeri seperti ditusuk senjata tajam. Saking nyeri-nya dan kaget, mukanya menjadi pucat lagi. Biar bagaimana,la menyayangi jiwanya, ia takut mati.

"Lekas kamu merdekakan Lim Ban coen suami dan isteri"ia memberi perintah, keras. "Serahkan mereka pada Nona Lim, lalu antarkan mereka keluar. Jangan susul dan pula jangan binasakan mereka. Siapa melanggar perintah ini, dia bakal dapat hukuman mati."

Kelima hok wie itu heran apapula si berewokan, mereka sampai melengak.

"Ya" sahut si berewokan kemudian berdirinya tegak kedua tangannya lurus. Tapila lantas menanya: “Apakah ongya berbuat paksaan orang? Mana dia orang itu?”

Parasnya Hosek berubah pula.

"Entah dari mana Keng-cat Gioe memperoleh, perkara telah sampai kepada Seri Baginda," katanya "Tak dapat karena urusan kecil itu Poen hoan merusak usaha besar, Lekas pergi"

Kelima pengawal itu tidak berani banyak omong lagi, dengan cepat mereka mengundurkan diri.

Sejenak itu kamar menjadi sunyi. Hosek berdiam terus, tetapi sekarang penderitaannya berkurang banyak.

"Bagus, kau kenal selatan”la mendengar suara yang bengis tadi. "coba tadi kau keluarkan perintahmu membekuk aku, pasti sekarang kau sudah rebah tanpa jiwamu"

Pangeran ini kaget, bulu romanya pada bangun berdiri. "syukur..." katanya didalam hati.

"Kalau sebentar kelima hok-wie kembali.la mendengar pula, titahkan mereka kembali ketempatnya masing masing, nanti aku bebas kan kau dari totokanku ini"

Hosek mengangguk. ia tahu ia cuma harus menurut perintah. Didalam hati,ia sangat panas dan penasaran-ia cuma bangsa memerintah, tak pernah diancam lain orang. Diam-diam ia lalu berkata dalam hati kecilnya.

"Selama satu hari aku masih hidup didalam dunia, akan aku hukum mati pada kamu-sampai sembilan tingkat anakmu"

Benar tak lama, kelima pengawal tadi sudah kembali, untuk melaporkan yang suami istri Lim Ban coen sudah dimerdekakan dan diserahkan pada gadisnya, bahwa mereka semua sudah bebas."

"Bagus" Hosek mengangguk. "Kamu kembalilah ketempat kamu"

Kelima pengawal itu melengak. Mereka melihat wajah tuannya tetap tak wajar. Tapi mereka tidak berani banyak omong, terpaksa mereka meloyor pergi.

Sekeluarnya dia dari kamar Tiong Hoa pun keluar dari tempat sembunyi. Dengan sebatla menotok si pangeran, hingga tubuh orang jatuh rebah diatas pembaringannya dengan semaput. Dengan sebat ia membuka baju dan sepatunya, tubuh itu terus dikerebongi. Selesai itu dia memadamkan api lalu ia meninggalkan kamar dan lauw teng...

ooo

Selagi fajar mendatangi rembulan tinggal sisanya saja. Angin pagi sudah mulai bertiup membuat cabang-cabang yang lice Pada bergerak-gerak. Ketika itujamban Louw Kauw Kia, atau Marco Polo bridge, melintang tegak ditengah-tengah sungai Beng Teng, nampak mirip seekor ular besar, tak bergerak tak berkutik. Masih sunyi waktu itu tempo mendadak terlibat dari tepian satu tubuh kecil lompat keatas jambatan itu untuk berlari-lari pesat menuju kekota kecamatan Wan-peng.

Dialah Lie Tiong Hoa. Pintu kota masih belum dibuka, maka itu dia melompati tembok. Dia menuju ke Wan- peng untuk menyatroni rombongan Thian Ciat Sin-koen di Hotel Kit Siang. Hanya sekarang dia menyamar sebagai seorang tua.

Tiba dihotel dia masuk dari belakang dengan melompati tembok pekarangan- Terus dia mencari kamarnya Thian ciat Sin-Koen. Setelah berhasil dia lompat keluar pula. Sekarang dia pergi kedepan guna berjalan dengan wajar menghampirkan pintu. Dia berjalan terus masuk kedalam pekarangan-

seorang jongos melihat datangnya seorang tetamu tua,la lekas menyambut.

"Apakah ada kamar yang bersih?" tanya Tiong Hoa seraya membuka matanya. "Pernah aku bermalam disini, aku menyukai sebuah kamar yang sunyi, Apakah kamar itu kosong?"

"Tadi malam semua kamar sudah penuh." sahut si jongos, yang tertawa manis, "hanya baru baru ini, kamar mana itu yang dipakai oleh tuan? Maaf, tuan, kau sungguh asing bagiku. Kapan tuan pernah singgah disini?"

Tiong Hoa bersenyum tawar.

"Banyak omong" bentaknya.la berjalan terus masuk kedalam hotel,la bertindak cepat seperti juga hotel itu dikenal baik olehnya. Si jongos mengikut dengan terheran-heran-

Tiong Hoa pergi keruang dalam dimana di empat penjuru terlihat kamar-kamar.la memandang ke seputarnya hanya sejenak. terusla menghampirkan sebuah kamar sebelah timur.ia berhenti didepan pintu.

"Baru-baru ini aku menyewa kamar ini" katanya sambil terusla menolak daun pintu kamar itu, kelihatannya ia hendak terus saja memasukinya. Si jongos heran, dia menghadang dimuka pintu.

"Kamar ini ada isinya" katanya tertawa suaranya perlahan- "Penyewanya masih belum bangun, Baiklah, sebentar setelah dia pergi kamar ini akan aku sediakan untuk tuan- Maaf"

Mata Tiong Hon mendelik.

"Kau banguni dia dan suruh dia pergi, beres bukan?" katanya keras. la merogo keluar sepotong emas seharga duapuluh tahil perak. sambil menyerahkan uang itu,la kata: “Jumlah ini cukup toh? Aku paling suka tidur pagi- pagi Kau usir dia pergi ini presen untukmu"

Matanya si jongos silau. Langit sudah mulai terang, uang emas itu berkilauan. Dia mengawasi tajam, lantas dia mengangkat kedua tangannya.

"Ini..." katanya ragu-ragu. "Walaupun tuan memberikan lebih banyak pula, aku tidak dapat menerima. Semua tuan-tuan yang datang pada kami adalah malaikat- malaikat harta. Maaf"

"Ini... ini apa?", bentak Tiong Hoa. "Beginilah tabiatku.

Aku mau apa yang aku mau. Aku maui ini kamar, tidak bisa lain"

Suara berbisik itu membikin sadar pada Ciat Sin Koen serta kawan-kawannya yang mengambil kamar lainnya. Tadinya mereka menyangka keributan biasa saja, tak niat mereka keluar untuk melihatnya, tapi setelah mendengar suara orang yang terakhir, Thian ciat menyangka orang sengaja mencari gara-gara terhadapnya.

Dia menjadi mendongkol maka dia lompat bangun dan membuka pintu dengan kaget. Dia masih sempat melihat si orang tua bersikap bengis pada si jongos yang sebaliknya menjadi serba salah.

Lee Yauw Koan mengawasi tajam pada Tiong Hoa. "Kenapa kamu bikin ribut disini. mengganggu tidur

orang?" dia menegur.

si jongos tak dapat membuka mulutnya. Tapi Tiong Hoa kata tawar: "Aku si orang tua menghendaki kau suka menyerahkan, kamarmu, lain tidak"

Sepasang alis Thian cit terbangun, kedua matanya bersinar bengis. Hanya selintasanla lantas bersikap dingin.la tertawa dan tanya: "Apakah kau itu cuma sebab menyukai kamar ini atau karena ada lain maksudmu?"

Tiong Hoa mencari alasan rewel, supayala dapat membunuh orang didepannya ini, siapa tahu orang cerdik sekali dan licik. Tapi ia menjawab: "Bagus kau pandai melihat gelagat Aku si orang tua menghendaki kamarmu ini, tak ada maksud lain. jikalau kau mau mengalah, nah lekaslah keluar" 

Thian cit Sin Koen menduga pasti orang lagi mencari gara-gara.la mendongkol. Di samping itu dia percaya orang mempunyai andalan.la heran untuk orang tua itu yang nampak wajar seperti orang tua yang kebanyakan- Biar bagaimana dia mau bersikap hati-hati.

Ketika itu muncul seorang tetamu usia tigapuluh lebih, mukanya kuning dan jidat kirinya bertapak bekas bacokan. Dia gusar sebab dia lantas menegus ketus: "Siapa kau? cara bagaimana kau berani kurang ajar di hadapan Lee Loocianpwee? Apakah kau mau cari mampus mu? "

Tiong Hoa tertawa. "Apa main loocianpwee- loocianpwee."

Dia membentak. "Aku tak mengerti Laginya -orang tidak minta kaulah yang menyerahkan kamarmu? Perlu apa kau campur mulut?"

Belum habis suara Tiong Hoa, tangannya orang itu sudah melayang. Dia menyerang hebat.

Tiong Hoa berkelit kekiri, kedua tangannya segera diangkat: Tangan kanannya, dengan dua jeriji, monotok kejalan darah kiok tie orang itu, dan tangan kirinya, menekan ke jalan darah cie yang dipunggung

Hanya satu kali saja orang itu mengasi dengar seruan tertahan, Dia membuka mulut nya untuk memuntahkan darah, dan tubuhnya turut roboh terkulai. Dia telah putus nadinya dan jiwanya melayang pergi.

Jongos kaget, dia lari keluar dengan muka pucat pasi.

Thian ciat Sin Koen kaget sekali. ia percaya orang tua itu datang untuk mencari gara-gara belaka. Tapila masih hendak menanya tegas. Sebaliknya Tiong Hoa tak bekerja kepalang tanggung. Itu waktu muncullah kawan- kawannya Thian ciat Sin Koen, mereka lantas diserang hingga enam diantaranya roboh sebelum mereka sempat berdaya: " orang she Lee. kau mesti mengerti" kata Tiong Hoa yang tertawa dingin.

"Sekarang ini pembesar tentara disini Kioe-seng long nia, telah mendapat tahu kamu hendak melakukan perbuatan jahat, maka itu aku diberi tugas untuk menangkap dan menghukum setempat kepada kamu, Kau..."

Lee Youw Hoantidak menanti orang bicara habis, dia pun tidak pikir pula buat minta keterangan, mendadakla lompat mundur, buat lari keluar, untuk kabur dengan melompati tembok pekarangan.

Tiong Hoa melihat orang hendak kabur tanpa membuang apa-apala lompat menyusul,ia dapat bergerak lebih sebat, tangannya juga dapat melar. Maka Thian ciat sin Koen kena disambar, tubuhnya ditarik pulang dan jalan darahnya, jalan darah Kiok-tie tercengkeram dalam dengan lima jeriji tangan-

Walaupun dia seorang, Lee Youw Hoan toh merasakan sangat sakit hingga dia tak dapat bertahan, dan dia mengasi dengar suara kesakitan, ingin dia meronta, maka dia mengerahkan seluruh tenaganya. Dia menggertak gigi. dia gerakkan tangannya. Tapi Tiong Hoa menariknya demikian keras, tidak ampun lagi sebelah lengannya copot. Tetapi ini menolong kepadanya, dia dapat lolos dan bisa lari terus melewati tembok pekarangan dimana dia menghilang. Tiong Hoa menaruh kaki ditanah,la melengak. "Hantu tua itu benar-benar licik." pikirnya, "Dia dapat kabur dengan meloloskan lengannya."

Ia lemparkan lengan itu, iapun lompat keluar untuk menyusul. Tiba diluar kota Wan-peng.ia kehilangan bekas-bekas tanda darah. Karena itu,ia kembali dengan tak gembira.

Sementara itu didalam kotaraja orang menjadi gempar. Katanya Pangeran Hosek mendapat penyakit tidur dan tabib-tabib tak berdaya menolongnya.

Berbareng dengan itu, katanya pangeran kehilangan belasan pengawalnya, entah sekalian hok-wie itu kabur karena ketakutan dituduh sudah mencelakai tuannya atau sebab ketakutan sendiri, inilah cerita pebagai penduduk kota.

Tidak ada orang yang ketahui jelas duduknya peristiwa itu kecuali Lie Tiong Hoa dan Liong Hoei Giok serta Lim Ban coen isteri dan anaknya. Totokannya Tiong Hoa itu tak ada orang yang dapat bade atau bebaskan-

Tempo Tiong Hoa sudah kembali kerumahnya,ia lantas duduk menyendiri didalam pasebannya yang kecil- mungil. Disinila dapat menenangkan segala apa. Maka ingatlahla akan satu hal.

"Kenapa didalam hotel Kit Siang di Wanpeng itu aku tidak melihat Ong It Hoei?" katanya seorang diri. "Dia sangat cerdik, dia dapat menerka akal muslihat kita mengenai kematiannya Bouw Sin Gan, sekarang dia menghilang, tentunya dia kabur, inilah berbahaya, dibelakang hari dia dapat menjadi biang bencana. Ah, aku mesti pergi sendiri ke Kan-tan-

Tak lama Tiong Hoa berpikir, lantas ia lompat nyeplos dijendela, untuk terus lari pergi. ooo

Dijalan besar antara Hao see dan Han-tan terlihat sebuah kereta yang dikasi jalan perlahan-lahan, yang ditarik tiga ekor keledai pilihan- Suara tindakan kakinya keledai-keledai itu tegas terdengar. Diatas kereta duduk berbaris lima orang yang mengenakan baju panjang warna hitam, orang-orangnya sendiri beroman bengis, semua matanya tajam. Mereka itu beromong-omong satu dengan lain-

Didalam kereta berduduk seorang tua yang romannya jelek dan menakuti, matanya yang merah bersinar keren. Muka dia hampir ditutup dengan berewok ubanan, mulutnya lebar giginya tonggos. Tubuhnya pun besar dan gemuk, bajunya yang hitam, panjang sampai didengkul. Di-samping dia ada sebuah peti kayu, yang di tutup rapat, cuma ada lubang anginnya sebesar kacang kedele.

Tengah berjalan itu, tiba-tiba si orang tua dengan roman aneh itu menanya: "Kauw Jin- jalanan ini nampaknya tenang sekali. Apakah tadi kau tidak melihat orang atau orang-orang yang romannya mencurigai? Aku si tua kuatir usaha kita ini bocor. Kalau dugaanku benar, mungkin siauwhiap akan menampak kepusingan-"

Orang yang dipanggil Kouw Jin, satu diantara lima orang yang duduk diluar, sudah lantas menjawab: "Tak usah tongkee buat kuatir Memang benar ditengah jalan kita berpapasan dengan orang-orang Kang ouw tetapi mereka pasti tak tahu apa yang kita kerjakan- Siauw-hiap cerdik, aku percaya dia tidak bakal menemui kesulitan- Penumpang-penumpang kereta itu yaiah Koay-Bin Jin- Him Song Kie serta Tiong Tiauw Ngo Mo, lima Hantu dari Tiong Tiauw, yang lagi membuat perjalanan dengan dandanan penyamaran- Mereka tidak mau menarik perhatian umum. Didalam peti kayu itu rebah mangsa mereka: Bouw Sin Gan yang tengah diangkut pergi.

"Kamu berlima duduk diluar. sebenarnya kamu terlalu menyolok mata," berkata pula Song Kie. yang batuk- batuk. "Nama Tong Tiauw Ngo Mo sudah terlalu tersohor, wajah kamu sendiri telah banyak yang kenal, sekarang kamu menjadi kusir- kusir. mana kamu tak mendatangkan kecurigaan orang?"

Kouw Jin, si Hantu pertama, tertawa. "Tongkee terlalu hati hati" katanya. "Dulu hari

siapakah yang tongkee buat takut?"

"Inilah bukannya aku slorang tua takut." Song Kie menerangkan- “Aku hanya berkuatir yang pesan siauwhiap nanti kena tersia-siakan- Musuh musuh kita dahulu hari banyak sekali, ya terlalu banyak. maka aku kuatir ditengah jalan ini kita nanti menemui satu atau lebih diantaranya. Kita bakal lekas tiba di Hantan, meski begitu, aku harap siauwhiap lekas menyusul kita, dengan begitu barulah aku situa dapat melapangkan dadaku yang sesak ini."

Kelima Hantu berdiam, mereka cuma mengayun cambuk mereka, membuat ketiga keledai berlari-lari. Maka itu, lebih tengahlah tindakan kaki binatang- binatang itu.

Belum terlalu jauh, mendadak terdengar berisiknya tindakan beberapa ekor kuda yang datang dari belakang. Tiong Tiauw Ngo Mo dapat dengar itu. hati mereka berdenyut sendirinya.

Dengan lekas suara dibela kang itu datang dekat, lalu melewati kereta keledai itu.

Itulah enam penunggang kuda yang main mengaburkan kudanya. Selagi melewati mereka itu berpaling, mengawasi kelima Hantu. Satu diantaranya membuka mulutnya berkata nyaring: "Tiong Tiauw Ngo Mo " Belum suara berhenti, mereka itu sudah lewat

jauh beberapa puluh tindak. Parasnya kelima Hantu berubah. " orang-orang macam apa?" tanya Song Kie.

"Kita tidak dapat melihat tegas," sahut Kouw Jin- "Kalau tidak salah merekalah kawanan kurcaci yang dulu hari berpura-pura menjadi orang-orang dengan baik  hati "

Mendengar demikian, Song Kie kata keras: "Kita mesti lekas tiba di Hantan Aku kuatir nanti terjadi sesuatu ditengah jalan ini."

Kelima Hantu menurut, mereka membentak-bentak ketiga keledai, yang lantas lari keras, hingga roda-roda kereta menggelinding gencar, hingga debu menjadi mengepul naik tinggi.

Song Kie nongol keluar tenda.la nampak masgul. “Kalau sebentar kita tiba dimulut penyeberangan Lok

Hoo,” pesannya, “kita ambil jalan cabang yang sebelah kanan, kapan kita sampai dikuil Hok Kok Sian Sie. di-sana kita singgah untuk berlindung sebentar.”

Tiong Tiauw Ngo Mo heran mendengar suara orang demikian sungguh-sungguh, Mereka saling memandang. "Tongkee." tanya Kouwjin, "apakah kau menduga kepada suatu pihak atau orang yang liehay?"

Koay Bin Jin Him, si Manusia Beruang Bermuka Aneh, mengerutkan alisnya yang tebal.

"Aku si tua ingat pada kejadian duapuluh tahun yang lampau," sahutnya. "Tapi sekarang tak sempat aku menutur peristiwa itu. Kouw Sin, pergi kau lekas kembali, untuk memapaki siauwhiap. Aku percaya siauwhiap akan sudah menyusul kita. Kau ajak dia langsung ke Hok Kok sian Sie"

Kouw Sin, Hantu yang termuda, menurut. Kebetulan mereka lewat dibawah pohon Jie yang banyak cabangnya, makala turun dari kereta tanpa lompat kebawah hanya dengan menjambret secabang pohon-la menunggu sampai kereta sudah lewat beberapa puluh tombak, barula merambat akan turun dari pohon itu yang tumbuh di tepi jalaan diladang gandum. Tidak ayal lagi ia mengambil jalan besar untuk lari balik ke arah kotaraja.

Kereta sendiri berlari-lari terus sampai maghrib. Keempat hantu meraba senjatanya masing-masing. Mereka terpengaruhkan oleh sikap luar biasa dari Song Kie. Tak biasanya pemimpin itu bersikap seperti orang dengan nyali kecil itu. Mereka pun tahu percuma mereka membujuki. Mau atau tidak. mereka mesti siap sedia.

Mereka jadi mau percaya disebelah depan bakal ada musuh-yang tangguh.

Sang kereta berjalan terus, demikian pula sang waktu.. Sekarang ini si Puteri Malam mulai mengintai dibalik awan- Langit gelap. angin bertiup keras. Masih kereta berjalan terus. Lagi beberapa saat, kereta sudah sampai dijalanan yang sukar, selat dengan di kiri dan kanan samping yang tinggi dua sampai tigapuluh kaki. Lebarnya selat cuma empat atau lima tombak.

Keempat Hantu mengetahui baik, itulah tempat yang bagus letaknya, andaikata orang jahat hendak turun tangan- Maka disitu mereka hendak melarikan keras kereta mereka.

Justeru itu dari atas tanjakan jurang mereka mendengar suara nyaring: "Tahan kereta kamu"

Suara itu disusul dengan beberapa puluh kali suara nyaring serta cahaya berkeredepan turun menyambar.

Keempat hantu sudah lantas menahan tali kendali.

Ketiga keledai mesti menghentikan kaki mereka dengan mendadak. mereka sampai seperti berdiri dengan kedua kaki belakangnya masing-masing serta kepala terangkat tinggi. lewat dua tombak. baru roda-roda kereta berdiam berputar.

Keempat Hantu berputar senjata mereka, meruntunkan puluhan sinar berkeredepan itu, yalah pelbagai senjata rahasia. Beberapa buah senjata mengenai tenda, tetapi Song Kie tak muncul karenanya.

Dengan lekas terlihat beberapa orang berlari-lari turun, setibanya dibawah mereka mengambil sikap mengurung kereta.

Toa-Mo Kouw Jin tertawa lebar,la terus berkata: "Sahabat-sahabat, kamu benar-benar tidak membuka lebar-lebar mata kamu cara bagaimana kamu dapat datang menyambut kepada kami Persaudaraan Kouw. Apakah kamu tidak mencari keterangan dahulu bahwa kami biasa dahar apa?" 

Didepan Toa Mo, Hantu kepala dari Tiong Tiauw, sudah lantas muncul seorang jangkung- kurus yang matanya tajam. Dia juga tertawa lebar, sembari tertawa dia menjawab: "Kami bukannya begal Kami hanya datang mencari tongkee kamu Kouw Loosoe, silahkan kau minta Song Tongkee keluar menemui kami"

Kouw Jin tertawa terus.

"Sahabat, mohon tanya she dan namamu yang mulia?" katala. "Pula aku ingin ketahui kau dengan tongkee kami ada bermusuh atau tidak..."

Si jangkung-kurus itu bersenyum.

"Maaf aku she Yok." sahutnya. Akulah ketua muda dari Hoay Yang Pang yang dunia Kang ouw menyebutnya Poan-koan-pit Yo cong Kay. Aku tidak bermusuh dengan tongkee kamu Kouw Loosoe tetapi kami di undang untuk membantu pihak pengundang itu. Sekarang kami datang untuk mengundang tongkee kamu membuat pertemuan disatu tempat lain dengan dia itu."

"Yo Loosoe, siasatmu ini kurang sempurna" kata Kouw Jin tertawa tawar. "Siapa pengundang itu? Kenapa dia mengutusmu?Bukankah lebih benar kamu tengah mengarah mustika diatas kereta kami?."

Mukanya Yo cong Kay menjadi merah.

Lantas saja menarik sepasang senjatanya yang ia geblokkan di punggungnya.

"Kouw Loosoe." dia berkata. "Kabarnya kamu telengas sekali, jikalau kamu bekerja biasa kamu tidak meninggalkan saksi hidup. hingga kejahatanmu bertumpuk tinggi bagai bukit, maka itu, biarnya aku bukan lagi bekerja untuk pengundang itu, aku juga hendak bekerja untuk pri-keadilan Rimba Persilatan-" Kouw Jin habis sabarnya, dalam murkanya ia menggeraki pedangnya dari kiri ke kanan, hingga sinarnya mencorong, menyusul mana, tangan kirinya menyambar pundak orang.

Tak kecewa Yo Tong Kay menjadi ketua muda Hoay Yang Pang. Dia dapat bergerak dengan gesit sekali. Dia bergerak kekiri berkelit dari sambaran tangan kiri lawan.

Dengan poan koan pit, senjatanya mirip alat tulis,la menekan pedang lawan itu. Kemudian dengan sangat cepat tangan kirinya menotok kejalan darah didada Kouw Jin. Itulah gerakan jeriji tangan yang merupakan "Naga hitam mengambil mutiara" Ouw Liong Tam coe."

Kouw Jin menangkis dengan tebasan pedang yang ditarik pulang, setelah itula menyerang pula beruntun sampai tiga kali. Dengan begitu bertarunglah mereka.

Selagi Kouw Jin bertempur itu, tiga saudara lainnya juga sudah ada yang serbu, Tiga diantaranya musuh berlompat maju. Hanya ketika mendekati kereta mendadak dari dalam kereta ada tiga senjata rahasia yang berkeredep menyambar keluar. Seorang musuh tak keburu kelit, pahanya kena terhajar. Dia berteriak dan roboh terjengkang, pahanya itu mengeluarkan darah.

Karena itu dua yang lainnya lompat kesamping lantas mereka menolongi kawan mereka yang terluka itu.

Senjata rahasia itulalah sebatang piauw besi. Melihat itu mereka terkejut, agak mereka heran- Mereka menduga didalam kereta itu ada bersembunyi Koay Bin Jin Him Song Kie. tetapi senjata rahasia siBiruang Aneh yalah paku Thian-long-teng. bukannya piauw semacam itu, piauw biasa saja. Mereka tak tahu, setelah ditolong Tiong Hoa. Song Kie mau mengubah cara hidupnya, dia menyimpan goloknya, dia tak lagi memakai pakunya yang kesohor itu.

Sekarang dia datang membantu Tiong Hoa, dia membekal pakunya, tetapi yang dia pakai yalah piauw biasa. Tanpa sangat perlu, tak sudi dia pakai pula pakunya itu.

Pula song Kie berlaku sabar luar biasa. Tak sudi dia keluar dari keretanya, dia kuatir, asal dia keluar, nanti ada musuh mendatangi keretanya, guna mengganggu tubuh nya Bouw Sin Gan-

Dan musuh itu, yang repot menolongi kawannya, tak segera maju pula. sekarang ini rembulan sangat terang.

Selagi pertempuran berlangsung, dari atas jurang terdengar teriakan- "Tahan-

Semua orang lantas pada mundur sendiri nya. Setelah itu dari atas itu terdengar pula suara tadi yang nyaring: "Siluman tua the Song, kalau kau benar sahabat baik, kau mesti muncul menemui kawan lamamu. Mengapa sebaliknya kau terus sembunyi saja didalam kereta?"

"King Loosoe, selamat bertemu" menjawab Song Kie sambil tertawa nyaring.

"Dua puluh tahun sudah lewat, aku si orang she Song menyangka kau telah lama mati Siapa nyana kau sebenarnya masih ada dalam dunia yang fana ini Sungguh inilah diluar dugaan Memang perhitungan kita harus dibereskan, hanyalah kalau kita masih- bertempur ditengah jalan seperti ini, kelihatannya- perbuatan itu perbuatan dari pandangan cupat" Orang diatas jurang itu tertawa. Dia kata: "Memang sebenarnya aku memikir sekarang ini- membuat perhitungan denganmu aku merencanakannya diakhir tahun ini diwaktu mana aku hendak mendatangi gedungmu, tetapi secara sangat kebetulan, aku bertemu kau disini, maka aku jadi ingat, dari-pada memilih lain hari lebih baik kita, menetapkan saja hari ini"

Song Kie menelad orang. Diapun tertawa.

"Aku sudah menduga kau tentu telah mengundang orang-orang lihay buat membantumu membinasakan aku" katanya. "Maka baiklah, bersedia aku melayani kau, asal saja kau setuju denganku.. Kita pergi ke kuil Hok Kok Sian Sle di Lak Boo sana, disana tak seperti disini, disini kita mudah menarik perhatiannya pembesar negeri"

Suara diatas itu menjawab cepat. "Baik." beginilah kepastian kita. Aku si orang she Kiang tidak kuatir kau nanti lari terbang ke langit. Nah sebentar jam empat, Kita bertemu pula didepan Hok Kok sie."

Yo cong Kay lantas menyerukan kawan-kawannya, maka itu terlihatlah enam orang lari berangkat menuju ke Han-tan- Yang satu lagi dengan mempepayang si luka mengikuti enam orang itu.

Berhentilah pertempuran itu.

Dalam kesunyian terdengar suaranya Song Kie dari dalam kereta berkata. "Kamu naiklah ke kereta Mari kita melanjuti perjalanan kita."

Kouw Jin berempat yang mengawasi musuh berlalu, lantas lompat naik ke atas kereta. "Tongkee kenapa kita tidak bereskan saja yang tiga lagi ?"la tanya.

Diatas jurang masih ada bersembunyi orang-orang yang liehay." Song Kle menjawab. "Kita berjumlah lebih sedikit, kita harus dapat menggunai saat juga. coba tidak malang dengan peti ini, akupun bukannya si manusia takut mati Sudah, tak usah kau banyak Tanya lagi, cuma menambah pusing.

ooo

Cuaca baru saja menjadi gelap dan sang rembulan sudah mulai muncul, disaat itu ditengah jalan besar nampak seorang kabur dengan kudanya, cepatnya luar biasa. Dia-lah Lie Tiong Hoa. Sekeluarnya dari gedung- nya, dia pergi ke tempat penyewa keledai dan kuda,la memilih seekor kuda dengan apa dia lekas-lekas meninggalkan Yan-khia kotaraja. Kebetulan kuda itu jempol, bisa kabur sekuat-kuatnya.

Terpisah kira satu lie dari Tiong Hoa ini, dibelakangnya itu kabur seorang penunggang kuda lainnya. Dia ini seorang nona yang cantik, yang rambutnyapun bagus, di tutup dengan saputangan sulam. Dia menunggang kuda istimewa, yang larinya pesat dan tetap. maka itu nampaknya lekas sekali. Tiong Hoa bakal dia dicandak....

Si anak muda mendengar suara kaki kuda mendatangi itu.ia heran- Saking curiga, ia lantas kata dalam hatinya: "Mungkinkah rahasia telah bocor, la lantas menoleh ke belakang. Tak dapatla melihat tegas, penunggang kuda dibelakang itu mendekam atas punggung kuda.

Karena itu,la lantas menahan les kudanya, ketika penunggang kuda itu tiba dengan cepat,ia terus menyambut dengan satu pukulan udara kosong.

Penunggang kuda itu rupanya memasang mata, melihat dirinya diserang, dia kaget hingga dia berteriak nyaring, tubuhnya berlompat dari atas kudanya. Kuda itu sendiri berjingkrak sambil meringkik keras.

Tiong Hoa terkejut akan mendengar teriakan seorang wanita. Dengan lantas ia mengawasi. Kembalila menjadi heran-

Wanita itu, yang telah berkelit ke samping berdiri jauhnya satu tombak dari ia ialah Nona Lim Gin Peng yang diketemukan di dalam istana Pangeran Hosek.la menjadi mengerutkan alis.

"Nona Lim" tegurnya, "kenapa kau datang kemari?

Bagaimana dengan ayah dan ibumu?" Nona itu tersenyum.

"Aku telah mendapatkan tempat dimana aku dapat menyembunyikan ayah dan ibuku itu. Dia menyahut. "oleh karena aku menguatirkan keselamatan kau, kongcoe aku sudah lantas kembali ke istana untuk menantikan kau. Aku melihat kau pula ke gedung Siangsie, baru hatiku lega... Sekarang ini didalam kota ramai tersiar cerita burung diantaranya ada fttnah bahwa kongcoe telah meracuni pangeran Hosek..."

Tiong Hoa terkejut juga. "Siapakah penyiar fitnah itu

?"ia tanya.

"Dialah Liok cie Kiam Yong Thian Hoei gula-gula nya Mauw Boen Eng." Sahut Nona Lim. "Dia juga menempatkan diri di dalam istana Hosek. Entah kenapa mereka kedua kekasih bentrok. Biar bagaimana, Yong Thian Hoei masih mencintai Boen Eng, maka dia bingung ketika dia mendapat tahu Boen Eng lenyap. Lantas dia menduga Boen Eng terbinasa ditangan kongcoe.

Begitulah dia menyiarkan kabar anginnya itu " Tiong Hoa mengawasi tajam nona itu.ia heran kenapa si nona mengetahui hal itu demikian jelas.

Gin Peng dapat menduga kesangsian si anak muda, makala berkata pula, dengan sungguh-sungguh: "Aku dengan Boen Eng pernah saudara-saudara seperguruan, maka aku ketahui jelas tentang dia. Selama di Koen- beng, Boen Eng dan Yong Thian Hoei telah melihat kau, kongcoe..."

Si anak muda mengangguk.

"Aku mengerti sudah," katanya. "Aku menghaturkan banyak-banyak terima kasih kepada kau, nona, untuk penjelasan kau ini. Sekarang silahkan nona pulang, supaya kau tidak membocorkan rahasia diri kamu."

Nona itu mengawasi tajam, sinarmatanya sayup,sayup, Dia nampak masgul dan penasaran-

"Aku melihat Yong Thian Hoei mundar-mandir disekitar gedungmu. kongcoe,"la berkata pula, perlahan, nadanya berduka. “Atas itu aku lantas pergi pada Liong Tay-jin untuk memberikan kisikan. Dengan Liong Tayjin bersiap-siap membekuk Yong Thian Hoei guna menutup mulutnya. Dari tempatnya Liong tayjin, aku segera kembali kegedung kongcoe, kebetulan aku melihat kongcoe berlalu, aku lantas menyusui, terus sampai disini. Baiklah kongcoe ketahui, datangku ini atas titahnya ayah dan ibuku, tak dapat aku membantah titah orang tuaku itu..."

Tiong Hoa menjadi masgul.ia serba salah. Sukar untuknya menampik. Tapi ia cerdik, cepatla mendapat pikiran-

"Ada satu urusan sangat penting yang memaksa aku mesti pergi ke Han-tan-" katanya. "Walaupun demikian, didalam tempo dua atau tiga hari, pasti aku akan pulang ke kotaraja. Maka itu sekarang baik nona lekas pulang. Lebih baik nona pergi kepada Long Tayjin untuk membantui membekuk Yong Thian Hoei. Aku minta ini padamu, nona, dapatkah kau meluluskannya ?"

Hati Gin Peng bercekat.ia tahu sebenarnyala ditampik. Saking berduka, airmata nya lantas melele turun- Karena itula tidak lantas cepat-cepat menjawab.

Ketika itu satu bayangan terlihat berlari-lari mendatangi dari arah IHan-tan, gerakan nya sangat gestt, dengan lantas dia sudah sampai.

Tiong Hoa melihat bayangan itu,la memutar tubuhnya untuk men ambut.ia mengulur Tangan Keranya.

"Aku. Lie Siauwhiap" orang itu berseru sambil dia berkelit. "Aku Kouw Sin"

Tiong Hoa segera menarik pulang tangannya, ia terkejut. Ia mengawasi tajam kepada Hantu kelima dari Tong Tiauw.

Kauw Sin sudah lantas berkata pula: "Siauwhiap. ada terjadi ancaman bahaya ditengah jalan Tongkee kami telah bertemu dengan musuhnya. oleh karena tongkee kuatir nanti terbit kegagalan dia menitahkan aku lekas balik buat mencari siauwhiap. Siauwhiap diminta lekas pergi ke Lok Hoo hulu, kekuil Hok Kok slen Sie"

Tiong Hoa terkejut, tetapila menjadi bingung, bahkanla tahu bagaimana harus bertindak.

“Kita berangkat" katanya nyaring.

Kouw Sin pun mengerti, tanpa mengatakan apa-apa lagila memutar tubuhnya buat lari balik. Tiong Hoa lompat turun dari kudanya untuk ditinggalkan-ia menyusul Kouw Sin dengan berlari-lari.

Gin Peng bingung menyaksikan itu,ia mengertak gigi.la lekas mengambil keputusan, maka ia lari pada kudanya,ia lompat naik, lantas ia keprak binatang itu, buat dikasi lari terbang menyusul.

Pada kira jam tiga, tengah rembulan permai sekali, Tiong IHoa bertiga telah tiba di penyeberangan sungai Lok Hoo. Dari situ mereka berlari-lari terus kearah kanan- Di situ ada banyak pohon, Gin Peng turun dari kudanya dan menambatnya, dengan jalan kaki,la mengikuti terus si arak muda dan si Hantu dari Tiong Tiauw.

Belum jauh mereka berlari-lari, didalam rimba itu mereka dipegat oleh tiga orang, yang muncul secara tiba-tiba. Dengan berdiri berbaris tiga orang itu menghadang. Yang satu lantas saja berkata: "Sam-wie, tahan Didepan sana ada ancaman bencana. Jikalau tidak ada perlunya, silahkan sam wie balik kembali."

Tiong Hoa sudah lantas memandang tajam,ia melihat orang berpakaian serupa.la juga melihat air muka orang bukan seperti orang-orang sesat.la menduga kapada kawan-kawan atau pembantu dari musuhnya Song Kie la memberi hormat pada mereka itu.

"Terima kasih atas nasihat kamu bertiga,"ia kata ramah. "Tapi kami mempunyai urusan penting, kami mesti melakukan perjalanan cepat, maka itu maaflah, tidak dapat kami menurut nasihat tuan tuan-..." orang itu mengawasi tajam. "Tuan hendak pergi kemana?" dia tanya. Sulit buat Tiong Hoa menjawab. Tak dapat ia mendusta. Lim Gin Peng lantas maju kemuka. dia kata pada si anak muda: "siauwhiap silahkan berjalan terlebih dulu, nanti nonamu melayani tiga orang ini"

Tiong Hoa mesti mengambil keputusan cepat. Ia menerima baik kata-kata si nona, maka dengan menarik tangannya Kouw Sin, ia berlompat melewati penghadang itu.

Gin Peng sendiri sudah lantas mengeluarkan senjatanya yang berupa Giok keng alat musik kemala, dengan tangan kirinya dia memegang, menampar, dengan tangan kanannya ia lantas mementil dengan dua buah jerijinya. Maka disitu terdengar suara menggentrung berulang-ulang.

Ketiga penghadang itu terkejut. Mendadak saja mereka merasa pikiran mereka kacau, kepala mereka pusing, mata mereka berkunang. Ketika itu darah mereka pun bergolak. tidak ampun lagi ketiganya roboh terkulai tak berkutik pula

Nona Lim tertawa, ia terus lari meninggalkannya, bagaikan terbang, ia menyusul Tiong Hoa dan Kouw Sin- "Sementara itu rombongannya Song Kie sudah tiba didepan kuil Hok Kak Sian Sie.

Keempat hantu segera lompat turun dari kereta. Song Kie pun mengikut untuk membuka tenda.

Kuil didepan itu tinggi dan besar, temboknya berwarna merah, mukanya hadap ke sungai Lok Hoo dimana sang Puteri Malam lagi berkaca dipermukaan air kali yang jernih sekali. Dimuka kuil juga ada banyak pohonnya pohon siong dan pek.

Tempat sunyi, cocok untuk peristirahatan- Tapi mengawasi pemandangan disekitarnya itu. Song Kie menghela napas dan kata: "Kelihatan-nya aku Song Kie, aku bakal kehilangan jiwaku disini..."

Keempat Hantu terperanjat. Mereka mengawasi, terus mereka saling memandang.

Segera itu dari dalam kuil terlihat munculnya serombongan dari belasan orang. Perlahan tindakan mereka ini. orang yang jalan didepan yalah seorang dengan tubuh jangkung dan besar, yang sedikit bungkuk. Dia mempunyai sepasang mata yang sangat tajam dan bengis.

Tanpa merasa paras Song Kie berubah dan darahnya pun bergolak.

ooooo
ORANG jangkung dan rada bungkuk itu mengawasi seorang usia pertengahan disisinya, habis itu ia menoleh pula untuk memandang ke arah kereta. Selama itu sinar mata dia memain-

Song Kie melihat sinar mata orang itu. hatinya berdebar, ia heran sekali. inilah orang yang pernah menempuh badai dan gelombang, toh malam ini didetik ini ia merasakan nyalinya menjadi ciut. ia heran kenapa sulit untuknya menenangkan diri. ia tahu baik apa sebabnya kegentaran itu.

Ialah tanggung jawabnya yang berat sekali, ia mesti melindungi tubuh Bouw Sin Gan-inilah untuk menjaga keselamatannya Lie Tiong Hoa. ia tidak menyangka sama sekali, sesudah lewat dua puluh tahun, malam ini ia justeru bertemu dengan musuh besarnya.

"Rupanya karena dulu aku telah melakukan terlalu banyak perbuatan tak pantas maka malam ini datang saat pembalasan atas diriku." pikirnya. "Tapi Lie Siauwhiap tulus lurus, dia bertindak untuk keadilan, mustahil dia tak dilindungi Thian? Mungkinkah dia bakal gagal karena aku? Kalau begitu benar-benar Thian tak adil."

Dalam keadaan seperti itu, suram wajahnya Koay-bin Jim Him ia mengharap- harap tubuh Bouw Sin Gan tak terganggu, untuk itu ia rela umpama kata ia mesti hilang jiwa disitu.

Si jangkung dan bungkuk itu mengawasi sekian lama kearah kereta, ahirnya dia memecah kesunyian dengan tertawanya yang nyaring. Dia kata: "Selama Kiang Hiantee belum tiba disini aku si orang tua tak dapat lancang bertindak atas namanya, karena itu justeru kita lagi menganggur, tak ada kerjaan apa-apa, Lo Hiantee, mari kita main menerka teka-teki. cobalah bilang, apakah isinya kereta keledai itu hingga itu sampai demikian berharga mesti diantar sendiri oleh Song lao Koay, si siluman tua?"

Song Kie mendongkol mendengar suara orang itu. Tak dapatla menahan sabar.

"Eh, Liauw To-coe. bungkuk, kau bicara kira-kira"la menegur. "Kau telah mengenal cara kerjaku, kenapa kau ngoceh tidak keruan?"

Hati keempat Hantu pun bercekat. Sekarang mereka ingat si jangkung dan bungkuk itu. yalah To Hiap Liauw Boen Thian, si jago Bungkuk, yang namanya sangat ke sohor pada tigapuluh tahun yang lampau, yang baik goloknya maupun tangan kosongnya, di jamannya itu sangat dimalui oleh dua-dua pihak Jalan Putih dan Jalan Hitam. 

Hanya aneh dia itu. disaat namanya meningkat naik itu, mendadak dia melenyapkan diri, hingga ada kabar bahwa dia telah meninggal dunia. Sejak itu tak lagi orang menyebut-nyebutnya.

Sampai belakangan orang ribut memuji Pouw Liok It, dia masih tak terdengar sekali.

Sungguh di luar dugaan, malam ini dia muncul dikuil Hok Kok Sian Sie ini Liouw Boen Tian tertawa, lagaknya angkuh. Kemudian ia mengangguk.

"Kau benar" katanya. "Tapi namaku tak salah, kereta itu aneh? Song lau Koay, kau toh tak salah omong, bukan?"

"Tidak salah" jawab Song Kie. "Didalam keretaku ini ada sebuah peti kayu, hanya isinya peti itu bukannya barang berharga yang langka"

Liauw Boen Thian tertawa pula. "jikalau bukan barang berharga yang langka, kenapa kau sampai begini mementingkannya?" dia tanya.

Song Kie gusar tapi dia menyahut. "Kau tahu orang Rimba Persilatan kenal baik budi dan permusuhan, dua- duanya itu harus dibalas dengan tepat. Dulu hari aku menerima budi orang, hendak aku membalasnya.

Sekarang aku diminta melindungi peti kayu itu, Sekalipun isi peti hanya air dingin aku mesti jaga supaya setetes juga air itu tak melas bocor"

Hoen Thian heran juga, hingga ia nampak melengak. "Tidak kusangka kau dapat ingat baik sekali budi

danpermusuhan, katanya hingga kau menjadi seorang laki- laki sejati Sungguh, aku si orang she Liauw, mesti aku memberi hormat padamu Hanya malam ini aku ada orang undangan Kiang Hiante yang memohon bantuanku, dari itu, apa juga soalmu, tak dapat kau minta apa-apa dari aku, tak dapat aku meluluskannya"

Selagi Liauw Boen Thian bicara itu, dalam rimba terlihat dua bayangan orang muncul, gerakannya gesit. Begitu mereka sampai di-depan si bungkuk, yang satu berkata: "Liauw Tayhiap. jangan dengar ocehannya Song lao Koay isinya peti kayu itu mesti mayat orang"

Boen Thian heran, dia melengak.

Song Kie dan empat kawannya terkejut sampai air muka mereka merubah menjadi pias.

Orang yang kedua berkata sambil bersenyum: "Saudara Liauw, orang dengan siapa adikku ini dating ialah loosoe Bian ciang Ong It Hoei dari Thay Heng San yang sangat pintar dan cerdik, yang pandai sekali menerka sesuatu, terkaannya tepat seperti terkaan malaikat Dialah orang yang adikmu paling hargakan”

Liauw Boen Thian lantas tertawa ia memberi hormat pada orang didepannya itu, yang ia terus pandang tajam.

"Satu nama yang sudah lama sekali aku dengar," katanya memuji. "Kemudian ia menoleh kepada Song Kie. untuk menanya: "Song lao Koay, benarkah perkataannya Ong Loosoe ini?" song Kie dongak. dia tertawa dingin-

“Jangan kata memangnya bukan, taruh kata benar, apakah bedanya dengan kata-kata kamu?" dia balik bertanya. "Tetapi Ong Loo soe, bagaimana kau dapat membilang demikian?”

Ong it Hoei mengawasi tajam. Dari hidungnya terdengar suara mengejek. "Apakah kau berani membuka petimu itu untuk kita semua lihat?" dia tanya. "Kenapa aku tidak berani?" jawab Song Kie berani. lantas alis dan kumisnya pada bangun. Dalam gusarnyala kata pula keras. "Ong It Hoei kau menuduh isi peti yalah mayat orang. Kalau begitu, kau tentu ketahui mayat itu mayat siapa. Sekarang dihadapan banyak orang gagah ini kau sebutlah."

Mukanya Ong it Hoei menjadi pucat. Ketika itu ia mendengar suara yang halus yang masuk kedalam telinganya: "Kau membantu harimau mengganas. Kau si sakit jiwa. Diam- diam ia menoleh, untuk melihat siapa yaag berbicara itu.

Tiba-tiba, maka terdengarlah satu rentetan tertawa nyaring, disusul dengan kata-kata ini: "Buat apa kami bicarakan-segala hal yang tak ada perlunya? Baiklah kita bicarakan urusan kita saja. Aku Kiang Houw Peng dengan Song Tongkee sudah dua puluh tahun tak pernah bertemu, diluar dugaan dijalan Han-tan ini kita bertemu satu pada lain-"

Song Kie sudah lantas mengasi dengar suaranya: "Kiang Loosoe, baiklah kau lantas jelaskan bagaimana caranya kita harus membereskan hutang lama kita”

Disisinya ong It-Hoei ada seorang tua yang kurus, dia itu tertawa dan kata: "Di dalam Rimba Persilatan ada satu cara biasa yang paling sempurna. maka itu Song Tongkee, kau sudah ketahui itu, kenapa- kau menanyakannya lagi”

Song Kie tertawa pula.

"Kiang lawsoe benar." sahutnya. Tetapi hendak aku menduga- duga dahulu Apakah malam ini Kiang Loo-soe cuma menunjuk aku satu orang?Jikalau begitu, aku minta supaya orang-orangku ini dapat naik kereta untuk berlalu dari sini"

Sebelum Kiang Houw Teng menjawab, di belakangnya ada seorang tertawa dingin yang terus berkata dengan jumawa: Membasmi kejahatan mesti membasmi semuanya. Buat apa kau mainkan lidah di depan kita."

Song Kie tertawa, matanya mendelik.

“Jangan kau bertingkah"la membentak. "Aku Song Kie di sini cuma ada berlima, jikalau kami mesti mati disini. kau juga tak akan luput, tubuhmu bakal rebah melintang dengan berlepotan darah ini dia yang di bilang membunuh selaksa orang tetapi kerugiannya cuma tiga ribu jiwa"

Habis berkata, Koay-bin Jim Him segera memernahkan diri dengan dia terus diapit keempat Hantu, bersedia untuk menyambut serbuan-

Justeru itu dari dalam rimba terdengar tertawa yang nyaring halus, disusul dengan pertanyaan ini: "Musuh bermusuh, balas membalas, sampai kapankah itu akhirnya. Dan disini tempat suci bersih dari Sang Buddha, disini kamu menerbitkan onar hebat, bukankah itu suatu dosa?"

Berbareng dengan kata-kata itu cepat munculnya tiga orang yalah Tiong Hoa bersama Lim Gin Peng dan Kouw Sin.

Kiang Houw Teng mengawasi Lie Tiong Hoa, dia terkejut, didalam hatinya dia kata: "Aku telah memasang pelbagai perintang dan semuanya orang-orang pilihan, kenapa mereka ini dapat tiba disini secara begini merdeka? Mungkinkah semua orangku itu sudah menemui kecelakaan ?"

juga Bian ciang Ong it Hoei dari Thay Heng San kaget bukan main hingga mukanya menjadi pucat pasi. Dia menduga kepada Lie Cie Tiong yang gagah perkasa, dan dia percaya juga barusan mestilah Lie Cie Tiong yang mengasi dengar suara halus ditelinganya itu.

Sebenarnya jago Bian ciang ini lurus hanyalah telah terkena ojokannya Soe Kiat kepada siapa dia berhutang budi, maka juga ia suka memberikan bantuannya selaku suatu jalan membalas budi itu. ia mau membalas budi, mana bisa ia menampik permintaan orang she Soe itu? Dalam perjalanan ke kota raja ia sudah mendengar halnya juga main berkomplotan-ia sudah menyesal hanyalah terlanjur. Itu waktu juga ia ketahui maksud sebenarnya dari Soe Kiat.

Didalam kota raja, Soe Kiat banyak kaki tangannya.

Hotel Kit Siang itu dia borong untuk dijadikan tempatnya menyambut sekalian tetamunya. Ketika ong It Hoei tiba dan masuk ke hotel itu, ia lantas menemui banyak orang dari Jalan Hitam.

Ia ingin mengundurkan diri tetapi sulit. Ia merasa ia bakal terlibat juga. Demikianlah ketika dikuburan Bouw Sin Gan,ia mencegah aksi Thian ciat Sin Koen. Kemudian sekembali nya kehotel dengan alasan mau kembali ke kota raja, untuk mencari kepastian Soe Kiat masih hidup atau sudah mati, ia meminta diri. Ini sebabnya dihotel itu Tiong Hoa tak menemuinya.

Ong It Hoei membikin perjalanan dengan hati tidak tenang. Didekat Lok-kwan ia bertemu Kiang Houw Teng dan Houw Teng meminta bantuannya. ia menolak tetapi sahabatnya itu mendesak. Hingga ia terpaksa turut.

Selagi mendekati kuil ia telah mendengar suaranya Liuw Boen Thian si Jago Bungkuk. Mendadak ia ingat pada orang ysng membongkar kuburannya Bouw Sin Gan. Untuk mendapat kepastian, ia sudah lantas turut bicara. Sebenarnya ia cuma ingin mendapat pemecahan bagi terkaannya.

Ia tidak menyangka bahwa urusan bakal menjadi hebat. Diwaktu mendengar suara ditelinga itu, hatinya sudah ciut, ia menyesal bukan main telah campur bicara Maka itu, sekarang meiihat Lie Tiong Hoa mukanya menjadi pucat sekali. Hanya kemudian ia bisa juga sedikit melegakan hati inilah karena ia mendapatkan anak muda itu tidak menunjuki kegusaran.

"Kau siapa, tuan?" Kiang Houw Teng tanya si anak muda. Aku lihat tuan orang lurus, kenapa tuan campur segala siluman- Kalau dapat ingin aku memberi nasehat padamu?"

Houw Teng menduga Tiong Hoa menjadi pembantunya Song Kie lantaran ia lihat Kouw Sin ada bersama pemuda itu.

Tiong Hoa tidak gusar, dia cuma tertawa-tawar. "Akulah orang tak berarti dalam dunia Rimba

Persilatan,"ia menjawab sabar.ia terus berpaling kepada Song Kie, menambahkan: "Batas diantara lurus dan sesat sebenarnya cuma segaris benang, aku minta sukalah ini dimengerti olehmu. Di antara kamu terdapat permusuhan dahulu hari, mengenai itu aku tidak berani memuji dia atau membelainya. tetapi ingin aku menjelaskan, sekarang ini Song Po-coe sudah meletaki goloknya. dia telah mengubah cara hidupnya.

Bukankah ada dibilang, permusuhan itu lebih baik dibereskan tetapi tak selayaknya diperkeras? Tuan, kau sudah dapat bersabar sampai dua puluh tahun, kenapa sekarang kau tidak mau bersabar terlebih jauh, untuk kau sekalian melepas budimu, supaya kau menanam kebaikan?"

Mendengar begitu, alisnya Kiang Houw Teng berkerut ia hendak bicara tetapi Tiong Hoa mendahului.

"Ini melainkan pandanganku si orang muda," kata anak muda itu, "tuan suka menurut atau tidak terserah kepada tuan umpama kata tuan tetap hendak melampiaskan sakit hatimu itu, aku tak dapat mencegah aku melainkan hendak minta supaya diberi sedikit kelonggaran yaitu agar waktu dan tempatnya dipilih pula jangan sekarang dan juga jangan disini.

Apakah tuan-tuan ini akur?"

Kiang Houw Teng menjadi serba salah. Ia ingin menolak tetapi Tiong Hoa bicara dengan lemah lembut. Ketika ia menoleh kepada Ong It Hoei, kawannya itu mengedipi mata memberi isyarat untukla menerima baik. Ia menjadi heran, ia menjadi bingung.

Tak mengerti ia akan sikapnya orang she Ong ini. lantas timbul keinginannya akan tanya It Hoei, siapa anak muda ini. Untuk itu, ia bertindak mundur perlahan-

Tiba-tiba terdengar suara nyaring dari Liauw Boen Thian: " Kiang Loosoe, jangan dengari ocehannya bocah ini Lidah dia tajam. Dia lagi menggunai akal memperlambat tempo. Dia mana dapat mengabui aku Liauw To coe"

Mendengar itu. Song Kie tertawa nyaring dengan nadanya yang aneh.

"Liauw To coe, jangan matamu tak melihat orang" katanya. "Enak sekali kau menyebut-nyebut bocah. Jangan kau berjumawa untuk nama besarmu dahulu hari itu. orang semacam kau, kau tahu, bukanlah satu tandingan yang setimpal"

Matanya orang she Liauw itu lantas saja bersinar tajam dan sangat galak. terus dia tertawa terbahak- bahak.

"Kalau benar seperti katamu, maka aku si Tocoe, tak dapat tidak. harus aku menempurnya barang satu kali" kata dia dengan jumawa.

Ong It Hoei menjadi berduka. ia tidak kenal orang she Lauw ini, tidak dapat ia mencegah, tak dapat ia membuka rahasia siapa si anak muda, ia kuatir anak muda itu nanti gusar padanya.

Ketika itu Kiang Houw Teng sudah mulai menanya, It Hoei menggeleng kepala, sahutnya perlahan sambil tertawa meringis: "Saudara Kiang, kau dengar perkataanku, malam ini jangan turun tangan- Baiklah kau lekas bujuki Liauw Tayhiap supaya dia jangan berjumawa terlebih jauh..."

Houw Teng mau percaya sahabatnya itu. "Liauw Tayhiap..."ia lantas berkata:

"Kiang Loosoe" Boen Thian menyela. "Urusan malam ini aku bersedia menerima tanggung jawabnya, maka itu harap loosoe tidak mencampur tahu." Houw Teng menjadijengah, dia menjadi serbah salah.

Katanya didalam hati:

"Aku yang minta bantuannya, bagaimana sekarang aku dapat mencegah dia ? Tidakkah sikapku bertentangan ?" Tapi dia telah maju begini jauh, apa aku dapat buat ?" Terpaksa ia bungkam.

Malam terang sekali, Tiong Hoa terlihat berdiri sangat tenang, kedua tangannya di gendong di belakangnya.

Liauw Boen Thian panas hati menyaksikan sikap orang yang sangat memandang tak mata padanya, tak ayal lagi. dia lantas bergerak maju, sebelah tangannya dikasih melayang.

Baru tangan orang bergerak. tubuh Tiong Hoa sudah menggeser ke sebelah kiri, tangannya dengan jeriji terbuka berbareng- menyambar ke dada orang itu.

Boen Thian terperanjat, lekas-lekas ia berlompat mundur untuk herannya, ia mendapatkan si anak muda tidak menyerang terus padanya, anak muda itu berdiri tenang seperti tadi kedua tangannya tetap digendong. Melihat orang mengawasi padanya sambil bersenyum. ia menjadi panas, ia penasaran bukan main- Sekarang ia menatap bengis.

"Aku si orang tua berhati baik." katanya sengit. "Apakah kau sangka aku takut padamu? Nah kau sambut tanganku lagi sekali" ia lantas menyerang dengan keras sekali.

Tiong Hoa tidak menjawab, ia juga tidak menggeser tubuh seperti tadi. Sebaliknya ia mengangkat tangannya guna menyambuti serangan- Dengan begitu bentroklah tangan mereka satu dengan lain, hingga terdengar satu suara keras. Akibatnya itulalah Liauw Boen Thian menjadi kaget dan heran. Dia terhuyung tiga kali, tak dapat tidak. dia musti mundur setengah tindak.

Si anak muda juga mundur setengah tindak tapi tubuhnya tidak limbung. Si anak muda tetap tenang. ia mundur cuma untuk melindungi muka terang orang. "Hm" Boen Thian mengasi dengar ejekan- ia tetap penasaran-

Ketika itu dari pekarangan dalam itu terlihat atau orang berlompat keluar, dia terus menghampirkan Boen Thian untuk berbisik.

Muka si orang she Liauw menjadi pucat, segera dia mengulapkan tangannya, lalu bersama orang itu ia lari pergi. lalu orang itu diikuti dia. Semuanya lantas menghilang didalam rimba sebelah kanan-

Kiang Hauw Teng heran- orang pergi secara mendadak sekali, tanpa pamitan- ia menjadi menjublak.

Hampir menyusul kepergian Liauw Boen Thian itu, dari rimba sebelah kiri muncul dua orang yang gerakannya gesit. Mereka itu lantas mengawasi tajam pada orang banyak, agaknya mereka heran-

Tiong Hoa mengenali dua orang itu orang-orangnya Pouw Liok It, yalah Tan Hong Wan dan Ang Kam Tat. Kata ia dalam hatinya: "Semenjak di Koen-beng, baru kali ini. aku melihat pula pada mereka. Rupanya mereka datang untuk Liauw Boen Thian-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar