Bujukan Gambar Lukisan Jilid 29

Jilid 29 : Mendapatkan lukisan Yu san goat eng

Ketika itu Tiong Hoa sudah mengeluarkan kotaknya. Hanya setelah bersangsi sejenak, ia meletaki itu diatas rumput didekat kakinya. la kata sambil tertawa: "Aku yang rendah takut nanti terembet- rembet" lalu dengan memutar tubuhnya ia mengangkat tubuh Sin Kong Tay, buat diajak berloncat bersama, menyingkir sampai sepuluh tombak lebih. Begitu ia menoleh kebelakang.

orang tua itu tidak- menghiraukan sepak terjang si anak muda rupanya ia percaya keterangan orang dan membiarkan orang menyingkirjauh-jauh. Ia bertindak menghampirkan, terus ia membungkuk seraya mengulur sebelah tangannya. Tapi justeru ia membungkuk itu, enam orangnya Liap Hong segera maju mengurungnya.

Liap Hong sendiri lantas tertawa nyaring dan kata: "jikalau kau tahu diri, tuan lekas kau lemparkan kotak itu pada aku si orang she Liap." orang tua itu juga tertawa.

Nyatalah mereka sama lihaynya dalam hal main pintar- pintaran-

"Liap Hong, aku tahu kau tentunya telah mengenali siapa aku" kata dia. "Baik kau ketahui aku si orang tua, dalam hal akal muslihat, aku tak ada dibawahan kau. Kau lihat sebentar siapapun yang berada disini dia tak bakal lolos dari racun asap Ciang-lok Bie-hio Lebih-lebih kau, kau bakal menerimanya terlebih parah, dalam tempo sekejap tubuhmu bakal berubah menjadi darah, tubuhmu bakal ludas hingga tinggal tulang tulangnya saja. Tanpa obat buatanku sendiri, tidak ada satu juga dari kamu yang bakal lolos."

Sendirinya Liap Hong menggigil. Tapi ia menenangkan diri. Kata dia dingin- "Coh Lao Koay kau kira apa? Mana dapat aku diabui kau." Mendengar orang itu disebut Coh Lao Koay, Tiong Hoa terkejut.

"Celaka. Sin Loosoe" kata ia. "Mungkin loosoe juga sudah terkena racunnya yang sangat berbisa itu..." Coh Lao Koay tertawa mengejek.

"Barusan bangkai kutuku ini, itulah surat keputusan kematian kamu" kata dia. "Maka kamu tahulah diri Sekarang ini siapa hadir disini, dia tak dapat bergerak secara sembarangan, jikalau nanti kamu mati, jangan kamu bersalahkan tidak sudi menolongmu"

Hebat ancaman itu, selainnya Liap Hong sendiri, semua orang gentar hatinya.

Habis berkata itu. Coh Lao Koay mengangkat kotak, untuk dibuka dengan perlahan-lahan. Segera ia mendapatkan sinar hijau yang berkeredepan tajam menyerang matanya, hingga matanya menjadi silau, hingga tak dapat ia melihat tegas apa isinya kotak itu. Ia merasakan matanya nyeri sekali.

Tanpa tertahan lagi, ia mundur seraya berkaok. "Aduh," terus tubuhnya roboh terjengkang, lalu berkoseran, terus berdiam. Karena nyawanya sudah lantas terbang. Apa yang hebat yalah keluarnya darah dari semua liang ditubuhnya, seperti mata hidung, mulut dan telinga

Liap Hong kaget, hingga mukanya menjadi pucat, tubuhnya terus terhuyung-huyung. seketika itu juga ia merasa tenaganya habis, matanya kabur, kepalanya pusing. sebisanya ia kata kepada enam orangnya yang bersenjatakan roda matahari itu: "Lekas geledah tubuh Coh Lao Koay. dia membekal obatnya atau tidak Lekas serahkan padaku" Keenam orang itu juga merasakan kepala mereka pusing dan mata mereka berkunang kunang, walaupun begitu mereka mentaati perintah, mereka lompat kepada mayat Coh Lao Koay. Baru saja mereka lompat itu. mereka masing-masing mengasi dengar suara napas tertahan, tempo kaki mereka menginjak tanah, tubuh mereka terhuyung, untuk akhirnya roboh terkulai ditanah.

Semua orang sesat menjadi heran, tetapi mereka pada lari menghampirkan mayatnya Coh Lao Kony, lantas mereka yang sampai paling dulu roboh seperti enam orang itu. Kaki mereka mendadak lemas hingga mereka tak dapat berdiri terus.

Tiong Hoa dan Sin Kong Tay tidak lari menghampirkan, mereka juga merasakan tubuh mereka kaku dan tak bertenaga. Tentu sekali mereka kaget, sekali hingga mereka mengawasi satu pada lain dengan mendelong.

Tepat itu waktu dari kejauhan terlihat berlari-lari datangnya beberapa bayangan-Ketika mereka itu sudah datang dekat, dengan bantuan sinar rembulan dikenali merekalah Hoat Hoei Siang-jin bersama Pauw Liok It, seorang imam. Ho Cin Coe dan Cek In Nio dan lainnya.

In Nio melihat tubuh Tiong Hoa dan Sin- Kong Tay limbung, dia lantas berseru: " Lekas Pouw Cianpwee Lekas kasi mereka makan obat Cie Leng Tan"

Cit Chee Cioe Pouw Liok It lantas mengeluarkan obatnya yang berwarna merah tua. separuh merampas, In Nio mengambil dua butir, segera ia meicmpat kepada Tiong Hoa, untuk menyuapi, setelah mana yang satunya ia kasi makan kepada Sin Kong tay kemudian dari pinggangnya ia meloloskan buli-bulinya buat menggelogoki isinya ke-mulut tunangannya.

Tiong Hoa merasai bau harum dan dadanya pun menjadi lega, tubuhnya lantas menjadi nyaman-

In Nio lantas tertawa dan kata: "Kau tak bakal mati " kemudian ia menyerahkan buli-bulinya kepada Sin Kong Tay.

Pouw Liok It pun tertawa dan kata: “Jikalau benar Lie Hiantit mati, bukankah kau bakal mengadu jiwa dengan aku si orang tua ?"

Mukanya nona Cek menjadi merah, dia likat.

Ketika itu Hoat Hoei Siangjin menghela napas dan berkata. "Aku tidak sangka Coh Lao Koay dapat melakukan kejahatan besar semacam ini, jikalau tidak dengan mencarikan daun obat-obatan, dapat loolap menolongi banyak jiwa ini."

"Siangjin murah hati," kata Ho cin coe, "akan tetapi mati dan hidupnya manusia, kebanyakan itu dicarinya sendiri. Sekarang coba kita periksa sakunya Coh Lao K.oay, dia menyimpan obat pemunahnya atau tidak..."

Sembari berkata begitu, ketua Ngo Bie Pay itu bertindak kedepan. Hoat Hoei menyusul Ketika mereka berdiri didepan mayat si orang she Coh, keduanya tercengang.

Tubuh Coh Lao Koay sudah mulai berubah menjadi cair, bajunya sudah basah maka itu, taruh kata dia mempunyai obat pemunah, sudahtakada faedahnya lagi.

Kemudian keduanya mendelong mengawasi mayat Liap Hong. Tubuh jago itu mulai menjadi ringkas, darah yang mengucur ke luar dari hidungnya berbau bacin. Semua orang menjadi terharu sekali.

Pouw Liok It lantas mengajar kenal Tiong Hoa dan Sin Kong Tay pada si imam yang belum dikenal. “inilah coei Hee Ie-soe ketua Tiam chong Pay.”

Tiong Hoa dan Kong Tay memberi hormat, mereka pun menghaturkan terima kasih.

Ketika Hoat Hoei siangjin dan Ho cin coe menghampirkan ketua Ngo Bie Pay kata dengan menyesal. “Selama di cong Seng Sie, Coh Lao Koay sudah pakai habis asap beracunnya, siapa tahu dia telah pulang kembali ke Biauw Kiang dimana dia membuat racikan yang baru, buktinya yalah racunnya kali ini lebih jahat pula, kurbannya terkena terus tubuhnya lumer."

Coei Hoe Ie-soe bersenyum, lalu berkata: "Menurut laporan ada belasan orang yang pandai melihat gelagat yang dapat lolos, yang lainnya menerima bagiannya saking jahat dan tamaknya mereka. Maka itu tak usahlah tooheng bersusah hati untuk nasib mereka itu. Coh Lao Koay telah melakukan sesuatu yang menentang Thian Dengan kebinasaan mereka ini dapatlah diharap ketenangan suatu waktu dalam dunia Rimba Persilatan-"

"Biarlah semua mayat ini, nanti pintoo menitahkan murid-muridku yang mengurusnya. sekarang silahkan tooheng semua mendaki gunung kami"

Semua orang menerima baik undangan itu, maka semua lantas turut si imam berlalu dari tempat celaka yang menggiriskan hati itu.

oo Ooo

Dihari ketiga, pagi ketika awan putih memenuhi langit, maka dilapangan cian ciang Peng, yang menjadi tempat latihan murid-murid partai Tiam chong Pay, telah berkumpul banyak orang dari pihak sesat dan lurus. Pekarangan itu sangat luas beberapa ratusan tombak sekitarnya, dikitarkan dengan pepohonan yang tempat baik.

Sekarang ini orang berkumpul dengan pikiran kurang tenteram. Banyak yang putus asa akan berhasil merebut kitab silat dengan menggunai kekuatan- Kebinasaan Coh Lao Koay membuat orang gentar hati.

Sekarang yang diharapi tinggal satu orang yaitu Touw Tiang Kie. Tetapi jago harapan itu belum juga muncul sedang saatnya rapat sudah tiba. Hal itu menambah tak tenangnya hati mereka...

Selagi suasana sunyi itu, karena semua orang menanti-nanti dan mengharap- harap. siulan nyaring terdengar dari arah lembah. Dengan serentak orang terperanjat dengan berbareng mereka berpaling kearah dari mana suara datang.

Maka terlihatlah tiga orang berlari lari mendatangi. Cepat sekali larinya mereka itu dengan lekas mereka sudah sampai ditanah lapang.

Segera ternyata mereka itu yalah Thian Yoe Soe Kie Soen bersama Im San Ie-soe serta muridnya imam itu dan ditangan Thian Yoe Sio tertampak tubuh Touw Tiang Kie dikempit. Nampak tegas tubuh orang lemah tak berdaya.

Mulanya orang menyangka itulah tubuh mayat, kemudian orang melihat mata yang terbuka sayu. Maka orang percaya Tiang Kie telah ditotok tak berdaya.

Banyak orang yang tidak atau belum kenal Tiang Kie tetapi siapa yang mengenalnya, semua kaget. 

Thian Yoe Sloe memandang tajam kepada semua hadirin, tiba-tiba ia tertawa. Nyaring sekali tertawa itu. membikin orang heran dan terkejut. Habis itu ia bertindak kearah serombongan orang-orang yang mengenakan pakaian serba hitam.

Semua orang itu kaget dan berkuatir, lantas mereka menghunus senjata mereka

siap-sedia menangkis penyerangnya.

Kie Soen mengawasi mereka itu, ia tertawa. "Pemimpin kamu telah terjatuh ditangan aku si orang

tua" kata dia tawar. "Segala tipu dayanya pun sudah pecah Sungguh dia sangatjahat, dia mau menyapu habis semua hadirin disini"

"Tuan, harap kau tidak menyembur orang dengan darah" kata seorang dari dalam rombongan itu. "Kami datang untuk menonton orang tawanan itu tak kita kenal, jangan tuan paksa memfitnah kami"

Thian Yoe Sloe tertawa berkakak. Kembali suaranya itu keras.

Menyusul itu, dari pinggiran tanah iapang terlihat munculnya beberapa orang yang gerakannya gesit. Masing-masing mereka itu mengempit seorang koncohnya Touw Tiang Kie.

Orang berpakaian hitam itu kaget, mukanya pucat, tetapi bukannya dia mundur atau menyingkir, dia justeru maju kearahnya Kie Soen, segera dia mengangkat goloknya menyerang hebat pada orang she Kie itu.

Thian Yoe Soe melihat ancaman bahaya itu. Ia mengawasi tajam. Tepat ketika orang sudah datang dekat dan goloknya sudah menyambar kepadanya, baru ia menggeser tubuh kekiri seraya tangan kanannya diluncurkan dengan cepat menangkap tangan orang dibetulan jalan darah Kiok-tie.

Gagal penyerang itu. sebaliknya dia lantas menjerit kesakitan karena cekalan keras dari pihak lawan- Ketika Kie soen mengibaskan tangannya, tubuh dia terlempar kedalam rombongan kawan-kawannya.

Hanya dalam sejenak itu kacau, tapi rombongan itu. Siapa tidak sempat berkelit dia kena ketimpa dia roboh sambil menjerit menyayatkan sebab tulangnya patah atau ototnya putus saking hebatnya benturan-

Banyak kurban ini semuanya roboh dengan muntah darah, tak dapat mereka merayap bangun pula.

Dilain pihak tibalah orang-orang tawanannya didepan Kie Soen mereka berhenti untuk minta petunjuk terlebih jauh.

Kie Soen kata sambil tertawa dingin. "Periksalah mereka Siapa terang jahat boleh hukum mati dan yang enteng dosanya hapuskan ilmu silatnya.”

Habis itu maka terdengarlah suara genta dari pendopo besar Sam Ceng Tian dalam kuil, suaranya itu mengalun keseluruh lembah lembah gunung Tiam Chong San, kemudian terlihat rombongan hadirin sebelah timur memecah diri membuka jalan kekiri dan kanan hingga nampak munculnya lima orang yang tindakannya perlahan dan tenang. Merekalah seorang imam dengan jubah dan kopiah seragamnya dikiri kanannya seorang pendeta tua, yang kumis jenggotnya panjang memain diantara tiupan sang angin- Di belakang si imam berjalan seorang tua dengan baju hijau serta seorang imam tua lainnya yang rambutnya diikat dan punggungnya meng gembol pedang.

Semua orang mengawasi kelima orang itu, cuma beberapa diantaranya bicara perlahan-seorang berkata: "Itulah ketua Tiam Chong Pay yang diikuti Ho Cin Coe. ketua dari Ngo Bie Pay. Yang tua dengan baju hijau itu yalah Cit Chee Lengcoe Pouw Liok It yang namanya kesohor di Selatan- Herannya juga ada Hoat Hoei siangjin, tertua dari siauw Lim Pay.”

Setelah datang dekat, coei Hee Ie-soe bertindak cepat kepada Kie Soen hingga im San sioe-soe serta Souw Siang Hoei untuk memberi hormatnya, sambil tertawa dia kata. "Kie Loo enghlong, "Im San looheng serta Souw Siauwhiap. harap maafkan pintoo yang menjadi tuan rumah, yang seharusnya menyambut dari siang-siang, sudah terlambat”

Thian Yoe Sioe tertawa.

"Sebaliknya ciangboenjin. Kie Soen justru yang ingin minta maaf." kata ia-"Kami orang-orang merdeka, kami bilang datang, kami datang, kami bilang pergi, kami pergi silahkan ciangboenjin menyelesaikan urusan kamu, sebentar barulah kita bertemu pula"

"Kalau begitu, maafkan pintoo" berkata ketua Tiam chong Pay. ia memberi hormat pula, baru ia mundur, untuk pergi ketengah lapangan- Di sini ia memandang sekitarnya, untuk terus berkata dengan nyaring:

"Para sie-coe, terima kasih untuk kunjungan sie-coe semua untuk menghadiri pertemuan ini Apabila ada sesuatu yang tidak sempurna, pintoo mohon dimaklumi dan diberi maaf saja. Sekarang pintoo hendak mengumumkan sesuatu, yalah cit chee Leng-coe Poow sie coe, dengan petunjuknya Hoat Hoei Siang-jin dari siauw Lim Sie, bakal masuk dalam kalangan Sang Buddha yang maha suci, hingga untuk selamanya ia tidak akan muncul pula dalam dun Kang ouw. Sie-coe seorang cerdas dan insaf. ia sudi meletaki senjatanya untuk menjadi seorang suci, tindakannya itu membuat pintoo sangat kagum." Semua orang heran, walaupun perlahan, ramailah suara mereka.

Coei Hee Ie-soe mengangkat tangannya, untuk menenangkan orang banyak itu, baru dengan sabar seperti tadi, ia menyambungi kata-katanya.

"Sekarang pintoo mau bicara perihal kitab silat Lay Kang Koen Pouw." kata ia.

Hanya sekejap itu, sunyilah semua suara orang. Mereka semua lantas memasang mata dan telinga, mengawasi imam berkenamaan dari Tiam Chong San itu.

Coei Hee Ie-soe menyambungi: " Kitab itu asalnya kitab karyanya Thio Sam Hong Couwsoe dari Boe Tong Pay, isinya yalah pelbagai ilmu silat dan aturan-aturan bersemedi yang sempurna, hingga siapa dapat memahamkan itu semua, dia pasti bakal jadi jago di kolong langit ini. Tapi isi kitab itu dalam dan sukar dimengerti, hingga orang bisa keliru memahamkannya.

Lalu ada satu soalnya. Kenapa Sam Hong Couwsoe tidak mewariskan itu pada murid-muridnya yang menjadi imam hanya kepada murid-murid biasa yang bukan imam? Bukankah Sie-coe semua pernah mendengarnya ?

Sudah dijelaskan barusan, kitab itu dalam dan sulit, siapa keliru mempelajarinya, dia bisa menjadi sesat.

Begitulah sudah terjadi, selama seratus tahun, belum pernah ada yang berhasil memahamkan dan siapa yang gagal itu kecuali sesat pula akhir hidupnya tak sempurna. Maka itu Pouw Sie-coe menganggap kitab itu bukanlah kitab yang membawa keberuntungan sebaliknya kitab pembawa alamat jelek. Pouw Sie-coe mendapatkan kitab dari Kwie Lam Ciauw, sejak didapatkannya, belum sempat dia memeriksa selembar juga, lantas dia dibikin repot oleh desakan banyak orang yang hendak merampas dan memilikinya, hingga hidupnya menjadi tidak tenteram.

Begitu pula hidupnya Kwie Lam ciauw selama dia menyimpan kitab itu. oleh karena itu sekarang Pouw Sie- coe mengambil keputusan ingin membakar musnah kitab itu, supaya selanjutnya tak lagi timbul kekacauan dan malapetaka Rimba Persilatan-

Sementara itu para sie-coetelah hadir disini, maksudnya untuk memperebutkan kitab itu, maka supaya ia udak menyalahi janji, ia bersedia melanjuti pertemuan ini. Sebelum tiba saatnya Pouw Sie-coe masjk menjadi pendeta, suka dia melayani siecoe yang mana saja yang ingin bertanding dengannya.

Mengenai pertandingan itu, suka pintoo menjelaskan sesuatu. Tapi inilah bukan sebab pintoo hendak mengangkat tinggi pada Pouw Siesoe. atau tangan Tujuh Bintang, dari Pouw siecoe itu sangat liehay dan berbahaya, begitu itu di keluarkan, mesti ada kurban terluka parah yang sukar ditolong lagi...”

Berkata sampai disitu, cie Hee Ie-soe berhenti sejenak. Ia memandang kesekitarnya. mengawasi semua hadirin, ia tetap bersikap sangat tenang.

Para hadirin pun berdiam semua, suasana menjadi sangat sunyi. Tidak ada orang yang mengajukan diri atau menyatakan sesuatu. Selang sekian lama, imam itu bersenyum, baru ia berkata pula. "oleh karena tidak ada siecoe yang menentang, baiklah maksudnya Pouw Siecoe itu boleh dilaksanakan” Ia terus memutar tubuh, tangannya menggape.

Dua imam muda lantas muncul dengan menggotong perapian yang apinya marong.

Pouw Liok It juga sudah lantas maju. Dari sakunya ia mengeluarkan satu bungkusan kertas kuning yang tebal, ia angkat itu untuk diulapkan beberapa kali, kemudian dengan suaranya yang nyaring ia berkata. "inilah kitab Lay Kang Koen Pouw, jikalau ada tuan atau tuan-tuan yang menyangsikan aku persilahkan datang kemari untuk memeriksa"

Kembali orang berdiam.

Pouw Liok It mengawasi semua hadirin, ia menanti suara atau munculnya orang. la menanti dengan sia-sia sampai sekian lama. Setelah ia merasa sudah menanti cukup lama dengan tenang ia lemparkan kitab itu ke dalam perapian hingga lantas juga benda yang menjadi biang heboh dan bencana itu dimakan api, hingga ludas menjadi abu

Setelah itu jago ini memberi hormat pada orang banyak. la berkata nyaring. "Sejak detik ini aku si orang she Pouw meminta diri, dengan ini habis sudah jodohku dengan dunia, yang mana berarti juga habis-lah segala budi dan permusuhan Tuan-tuan, semoga kamu menjaga diri kamu baik-baik"

Habis itu Liok It menghampirkan Hoat Hoei Siangjin serta Hoat Poen Siansoe untuk bersama kedua pendeta itu berlalu dari tanah lapang itu. Ketua Tiam chong Pay lantas berkata: "Para siecoe. Kami telah menyediakan barang hidangan sekedarnya, maka itu siapa yang tak menyalahnya, silahkan masuk kependopo Loo Koan Tian untuk kita bersantap bersama."

Undangan itu cuma dapat sambutan dari sedikit orang, yang lainnya sudah lantas ngeloyor pergi.

Malam itu dalam kamar istirahat coei Hee Ie soe duduk berkumpul dengan sahabat-sahabatnya. Yalah Kie Hoen, Im San ie soe dan muridnya. Lie Tiong Hoa, sin Kong Tay, Lo-sat Kwie Bo, Cek In Nio, Hoat Hoei Siangjin, Hoat Poen Siansoe, ketua Ngo Bie Pay. Tie Sin Hong, Houw-yan Tiang Kit, Lauw chin- Sim Yok, Pouw Liok It, Pouw Keng dan Pouw Lim serta Phang Lee Hoen-

Berkatalah Hoat Hoei siangjin- "pinceng serta soetee pinceng dan Pouw Tan-wat mau berangkat pulang ke Siauw Lim Sie, maka itu apabila Pouw Tan-wat hendak menyelesaikan sesuatu, silahkan Tan-wat memberitahukan kepada anak-anak Tanwat.”

Pouw Liok It bangun berdiri. Ia lantas mengawasi Lie Tiong Hoa, Pouw Keng dan Pouw Lim. Terang ia menguasai diri, untuk tidak mengutarakan kedukaan hatinya. Begitulah ia tertawa dan kata tawar. "Satu kali aku masuk agama maka putuslah perhubunganku dengan dunia seumumnya Tentang penghidupan rumah tangga, tentang nama sampiran yang mengambang, apakah yang diberati? Tentang kedua anakku, aku menyerahkan dia kepada Lie Hiansay, maka itu pun telah membikin hatiku lega siangjin dapat sekarang juga aku berangkat ke Siong

san-" 

Pouw Keng jadi sangat sedih, hingga air matanya lantas mengucur turun, ia menangis, ia bangun berdiri dan berkata. "Ayah, kau begini tega, baiklah, anakmu tidak akan mencegah ayah Walaupun demikian, apakah ayah masih melarang anak-anakmu mengantari barang- barang satu lintasan, supaya sedikitnya dapat anak- anakmu mengutarakan rasa hatinya..."

Mata Pouw Lim pun merah tetapi dapat ia menguati hati. ia terus berdiam, melainkan hatinya yang memukul keras. Pouw Liok It menghela napas, lalu dia bersenyum.

"Anak tolol " katanya. "Tak tahukah kau pembilangan " meski orang mengantar jauh seribu lie, akhirnya orang akan berpisahan juga ? Maka itu baiklah kau anggap ayahmu sudah mati."

Tidak menanti sampai orang menghentikan kata- katanya itu, Hoat Hoei Siangjin menyela, katanya: "Pouw Tan-wat, jangan kau menolak kecintaan anak-anak tan- wat" Liok It berdiam, ia melainkan bersenyum.

Thian Yoe Sioe berbangkit, ia menjura kepada semua orang, lalu ia kata: "Anak Hoa, urusan kitab sudah selesai, maka sekarang tinggal tugasmu membawa cangkir kemala kepada Liong Hoei Giok. Itulah bukannya suatu perjalanan mudah, ditengah jalan ada ketikanya yang kau bakal dipegat orang-orang jahat untuk merampas cangkir itu. karena kalau orang berjumlah banyak berarti menyolok mata, aku pikir baiklah kau berangkat seorang diri.”

“Semua orang, lainnya baik berdiam dan menanti di ciat-Hee Nia saja. Aku juga hendak membikin perjalanan ke Lam Hay. Biarlah nanti setibanya yang dinamakan Hong Too Kiat Jit, yaitu hari beruntung kamu, gurumu nanti datang kerumahmu untuk menenggak arak kegirangan-“

Mukanya Tiong Hoa menjadi merah.

"Insoe, apakah insoe mau berangkat sekarang juga?" ia tanya.

Thian Yoe Sioe tertawa terbahak.

"Sampai ketemu pula semua" Dan ia lompat ke pintu dimana ia menghilang.

Orang banyak pun berbangkit, untuk pergi keluar, guna masing-masing terus saling berpamitan. Tie sin Hong bersama Houw-yan Tiang Kit menuju kegunung La Houw San, Im San ie-soe bersama muridnya pulang ke Im San, gunungnya. Ho cin coe, pulang ke-puncak Kim Teng di gunung Ngo Bie San-

Kemudian lagi Pouw Liok It berlalu bersama-sama Hoat Hoei Siangjin dan Hoat Poen siansoe.

Pouw Keng mengawasi ayahnya itu, kemudian ia berbalik mengawasi Tiong Hoa, sinar matanya sinar menyesalkan. Kata ia: "Baiklah, bersama-sama ibu, encie In dan adik Hoan akan aku menantikan kau di Ciat Hee Nia, setibanya dikota raja, begitu urusan kau selesai, kau mesti lekas berangkat pulang, supaya tidak membikin hati kami bingung."

"Siauwtee tahu," sahut Tiong Hoa sabar.

Sin Kong Tay bersama Lauw chin dan Sim Yok berat berpisah dari Tiong Hoa tetapi mereka hendak menemani rombongan Lo-sat Kwie Bo, mereka berpisah dengan terpaksa. Demikianlah orang berpencaran dengan hati pepat. Ketika Tiong Hoa kembali kedalam kamarnya, coei Hee ie-soe, disana ia melihat sin Heng Sioe-soe dan Lo Leng Tek lagi menemani seorang muda. Kim Som lantas saja berkata: "Lie Siauwhiap. siauw-sancoe menitahkan kami mengajaknya menjumpai kau."

Tiong Hoa hendak menolak, atau mendadak anak muda itu menghampirkan dia buat terus berlutut dan menangis menggerung- gerung hingga ia menjadi kaget.

oooo 

“JANGAN berduka, Saudara Kang" berkata dia seraya lekas-lekas memimpin bangun. "Aku tahu kau melakoni perjalanan jauh dan sukar sampai disini, maksudmu untuk meminta kitab Lay Kang Koen Pouw dari Pouw Lengcoe tetapi kau ketinggalan dan maksudmu tak kesampaian hingga kau menjadi putus asa. Meskipun begitu jangan saudara bersusah hati. Pouw Leng-coe mengambil tindakannya ini dengan maksud yang baik, pertama-tama ia hendak mencegah kau nanti menghadapi ancaman bahaya terus-menerus, kedua untuk membikin padam hati orang banyak. Demikian Leng-coe sudah menolak permohonan kau itu. Saudara Kang, Apabila kau membutuhkan bantuanku, kau bilanglah”

Si anak muda berdiam, maka Lo Leng Tck mewakilkan ia bicara.

"Siauw-sancoe memberati musuhnya," kata jago tua yang cerdik itu. "Benar ok coe Pong dan Coh Lao Koay telah binasa demikian juga banyak kaki-tangannya akan tetapi disana masih ada orang dibelakang layar, yang utama yalah Bouw Sin Gan yang sekarang ini mengandali kedudukannya didalam istana. Dialah si musuh besar.

Mengenai musuh itu, Pouw San-coe pernah memesan siauw-sancoe untuk memohon bantuan kau, siauwhiap. Maka itu sekarang siauw sancoe mau minta sukalah siauwhiap membantunya hingga dengan tangannya sendiri dapat ia membinasakan musuh besar itu."

Tiong Hoa dihadapi kesulitan- la memandang sancoe muda itu, ia melihat mata orang merah dan air matanya masih mengembeng. Terang orang meminta sangat bantuannya, hanya pemuda itu tak dapat membuka mulutnya.

"Siauw-sancoe." kata ia akhirnya, "sekarang silahkan kau pulang ke Tay In San bersama-sama Lo Loosoe, nanti aku dayakan supaya aku bisa membawa Bouw Sin Gan kegunung sancoe itu."

"Sekarang ini tak dapat kami kembali ke Tay In San-" berkata Lo Leng Tek sungguh sungguh. "Sebagai gantinya, aku si orang she Lo telah menyediakan tiga buah tempat untuk menjalankan siasat kelinci menjaga tiga buah sarangnya. Tempat itu pernahnya digunung Tay Souw San tak jauh dari gunung Tay In San- Tegasnya dibukit Hoe Liong sie. Maka itu kami akan menantiksn siauwhiap dibukit tersebut."

Kang Siau-sancoe berlutut pula.

“Jikalau Lie Siauwhiap dapat mewujudkan cita-cita aku si anak piatu, seumumya Kang Ban ceng tak akan melupakan budi siauwhiap" kata ia.

Tiong Hoa memimpin tangan pula pemuda itu. "San-coe. kebaktian dapat menggeraki hati Thian,"

kata ia. "maka itu aku nanti lakukan apa yang aku bisa, hanya kehormatan kau ini tak dapat aku terima. Sekarang ini tak ada faedahnya san-coe berdiam lebih lama pula disini, baiklah san-coe segera balik ke Hokkian- Aku sendiri hendak lantas berangkat ke Utara. ke Yan- khia."

“Jikalau, begitu baiklah, bersama Lo Loosoe segera aku pulang ke Hokkian" kata Kang Ban ceng, san-coe yang muda itu.

"Siauwhiap." Kim Som memesan, " andaikata siauwhiap bertemu dengan muridku, tolong bilangi dia bahwa aku si orang tua menantikan dia di Tay Souw San- "

Tiong Hoa mengangguk dan bersenyum, habis mana ia terus pamitan terutama dari ketua Tiam chong san. cepat sekali ia sudah lari turun gunung.

Malam itu rembulan dan bintang-bintang terang, angin bertiup halus. Ketika Tiong Hoa tiba dikaki gunung, mendadak ada orang melintas didepannya, orang mana muncul secara tiba-tiba dari pepohonan di-tepi jalan.

Ia terkejut, sambil menyampingkan diri, ia mengurun tangan kanannya menyambar lengan orang itu.

"Bukankah Lie Siauwhiap?" tiba-tiba ia mendengar pertanyaan perlahan-

Tiong Hoa mengenali suara orang itu, berbareng merasa heran, ia mengendorkan cekalannya seraya tangannya digeser, hingga orang itu terpelanting. Ia pun mengawasi. Ia melihat Toan-hoen-too cie Goat Heng. piauwsoe dari Kim Shia Piauw-kiok. "Saudara Cie kenapa kau berada disini?" tanyanya.

Roman Goan Heng bergelisah. "Siauwhiap. sudah setengah bulan aku cari kau." sahut piauwsoe itu. "Barusan aku bertemu seorang loocianpwee yang kepalanya lanang, aku memegatnya dan minta keterangannya. la membilangi aku siauwhiap bakal turun gunung, maka itu aku menantikan disini."

Tiong Hoa tahu orang tua itu pasti dimaksudkan Thian Yoe Sioe gurunya. "Ada urusan penting apa maka saudara Cie mencari aku?" ia tanya pula.

"Siauwhiap. piauwkiok kami mengalami kesukaran pula." menjawab Goan Heng. "Itulah malam habis berpisah dari siauwhiap di Goan Tiang-piauw-klok aku lantas pergi kekota Selatan dan menyerahkan piauw kami, baru keluar dari pintu kota, ditegalan aku bertemu dengan Hoan ceng Soe Kie serta orang-orangnya yang menyerbu kami. Aku tak berdaya aku melarikan diri dengan menggulingkan tubuh kekaki gunung. Semua kawanku kena ditangkap.”

Tiong Hoa heran hingga ia melengak.

"Apakah Kong Peng Swie ketahui kejadian itu?" ia tanya.

"Kong Siauw-chungcoe juga selagi masih berada di Goan Tiang Piauw Kiok, telah di hajar hingga terluka berat oleh Hoan ceng-soe Kie," sahut Goan Heng. "Bagaimana kau ketahui itu?"

"Habis menggelinding turun aku lari ke-rumah ayahnya Kong Siauw-chungcoe untuk minta pertolongan, Goan Heng menutur lebih jauh justeru itu disana ada Hoa-sie Sam Pu lagi berbicara. Aku tuturkan pengalamanku untuk minta bantuan-Kong Loo-ya-coe mengerutkan alis, dia rupanya bersangsi. Ketika itu mendadak siauw-chungcoe lari pulang. tubuhnya berlumuran darah, begitu tiba dia roboh pingsan- Kong Loo-ya coejadi gusar."

"Segera dia pergi bersama Hoa sie Sem Pa. Aku ditinggalkan untuk merawati siauw-chung-coe. Besoknya fajar, sebelum cuaca terang. Kong Peng Swie menerima laporan ada orang Kang ouw yang sikapnya mencurigai diluar-pekarangan. Atas warta itu dia memerintahkan pengungsian ke lain tempat.”

Tiong Hoa lantas ingat halnya ia bersama Cek In Nlo itu hari Hong Ho cioe menemui orang-orang Kang Ouw.

Goan Heng melanjuti keterangannya "Di-hari ketiga.

Kong Loo-ya coe masih belum kembali. Peng Swie menduga mereka tertawan Hoan ceng Soe Kie. Dia menjadi putus asa hingga dia lantas menitahkan aku mencari siauwhiap. Peng Swie bilang, meski ialah sahabat baru, ia terpaksa meminta bantuan siauwhiap. Sebenarnya.."

Tiong Hoa mengangkat tangannya, mencegah orang bicara lebih jauh.

"Sekarang akan aku pergi ke Hoan ceng-San” kata ia. "Kau tunggu saja aku di Hong Ho cioe" Lantas ia pergi dengan cepat menghilang ditempat gelap.

Goan Heng melengak. hanya sebentar, ia pun lantas mengangkat kaki.

Dihari ketiga, tengah hari Tiong Hoa telah tiba dikecamatan In kang di Koei-cioe Timur. Dengan lantas ia mampir dirumah-makan, guna menangsa1 perut, habis itu tanpa berlambat lagi, ia keluar dari pintu kota timur menuju kegunung Hoan ceng San- Diluar kota, jalanan tak rata. Dari situ gunung telah nampak. Kebetulan udara mendung, cuaca menjadi guram. Gunung juga terbenam dalam kabut. Tapi untuk dapat menolongi Kong Kioe Houw serta orang-orang Kim Shia Piauw Kiok, Tiong Hoa tak menghiraukan jalanan jelek dan cuaca buruk itu, ia berjalan terus dengan cepat.

Demikian diwaktu lohor tibalah ia sudah disebuah lembah yang lebat dengan pepohonan dimana pun tidak kedapatan barang seorang tukang potong kayu.

“Gunung begini luas, dimana aku mesti cari sarangnya Hoan ceng soe Kie?" si anak muda tanya dirinya sendiri. Akan tetapi ia tak kurang akal. Habis berpikir ia lantas lari mendaki puncak. Diatas itu ia memandang kesekitarnya, terus ia bersiul nyaring dan lama.

Selagi siulan itu berkumandang, lantas datang ulangannya, yang terlebih keras, Kembali dia mengawasi kesekitarnya guna melihat sambutannya.

Tak lama dari arah depan pada pepohonan lebat, terlihat bayangan bergerak-gerak mendatangi.

"Ada juga hasil" katanya girang. Lagi sekali ia bersiul.

Tidak terlalu lama, dari belakang terdengar tertawa orang yang menegur: "Si pengemis dari mana berani berteriak-teriak seperti iblis diatas gunung Hoan ceng San ini."

Tiong Hoa berpaling dengan perlahan- la melihat lima orang kurus mirip kera yang masing-masing memegang golok Bian too dan yang didepan rupanya kepalanya, bermata tajam serta mukanya mirip muka mayat.

Kelihatan dia mengawasi dengan gusar.

Ia tertawa dingin dan menyahut: "Aku lagi pesiar digunung ini, aku mengamati gunung indah, hatiku terbuka barusan aku bersiul nyaring Gunung Hoan ceng San ini bukan gunung kamu apa perlunya kamu berlagak begini bengis?"

Orang itu. yang ada orang suku Yauw seperti empat yang lainnya, lantas menjadi gusar. ia mengangkat goloknya dan lantas menyerang si anak muda. Hebat bacokan itu. kalau bukan Tiong Hoa yang menghadapinya orang biasa tak terluput dari bahaya.

Tiong Hoa berkelit, sembari berkelit ia menolak dengan tenaga perlahan- "ie Hoa ciat Bok." Serangan hebat itu lantas tertolak kesamping. Heran penyerang itu hingga ia bertanya: "Ilmu apakah ini?"

Anak muda kita tidak menjawab, malah selagi orang heran, ia mengulur tangan kanannya dengan pukulan tangan kosong Siauw Thian chee. Orang itu terkejut, dia menjerit keras, lantas tubuhnya terlempar jatuh kejurang. Tulang-tulang dadanya pada patah akibat serangan itu.

Empat orang lainnya kaget, lantas mereka memutar tubuh untuk kabur. Inilah yang Tiong Hoa cari, dengan lantas ia lari menyusul untuk menguntit.

Saban-saban ia mengasi dengar tertawa yang seram.

Mereka itu ketakutan, semua lari terus tanpa berani menoleh kebelakang.

Tiga lembah dilewati keempat orang itu, lantas terdengar jeritan aneh dari mereka.

Tiong Hoa tahu itulah tanda mereka itu, yang sudah sampai atau lagi mendekati sarangnya, maka ia memasang mata. Ia melihat bangunan tembok diantara pepohonan- Sampai itu waktu, ia biarkan keempat orang itu kabur terus.

Belum terlalu lama, dari arah bangunan didepan itu terlihat datangnya serombongan orang, pemimpinnya ada empat. Yang lainnya, belasan orang, terhitung dengan empat orang tadi. Mereka semua suku Yauw.

Tiong Hoa lantas mengenali empat orang itu yalah orang-orang yang diketemukan di Yang Liong cee dijalanan ke Kwie-yang baru-baru ini. Wajah mereka itu bengis semuanya.

Delapan mata tajam dan galak segera diarahkan kepada Tiong Hoa, lalu orang yang satu, yang mukanya lonjong dan kumis berewoknya pendek. mengasi dengar suaranya: "Hm Aku menyangka siapa, kiranya kau"

"Tahukah kau siapa aku?" Tiong Hoa tanya tersenyum.

Empat orang itu berdiam, tapi hati mereka bekerja.

Malam itu aku bersembunyi di Hotel Gian Tiang. Mereka ketarik sepasang pedang dipunggung Cek In Nio tetapi mereka tidak turun tangan- Sebabnya yalah mereka dapatkan disitu, diatas genteng, ada bersembunyi orang- orang Pouw Liok it, mereka tidak ingin menanam bibit permusuhan dengan musuh tangguh. Maka mereka tadi pergi mengganggu Kong Peng Swie serta orang-orang Kim Shia Piauw Kiok.

Tiong Hoa tertawa, lalu dia mengawasi tajam. "Ada permusuhan apa diantara kamu dan Kim Shia

Piauw Kiok?" ia tanya bengis. "Kenapa kamu membegal dan menangkap orang?"

Orang berkumis pendek itu tidak menjawab, hanya dia pun kata bengis: "Tidak keruan-ruan mereka mengganggu aku, hukuman mereka, hukuman mati tak berampun"

Tiong Hoa tanya lagi bengis. "Apa salah Keng Kioe Houw dan Hoa-sie Sam Pa."

"Mereka timbulkan gara-gara, mereka menghina aku si orang tua, dosa mereka sama, sama juga hukumannya" sahut orang Yauw itu, suaranya sangat dingin dan menyeramkan-

Tiong Hoa berlaku tenang dan sungguh-sungguh. Kata ia. "Ketika itu hari ditengah jalan kamu melompati aku, kamu juga sudah melanggar pantanganku?" Habis berkata itu, ia meluncurkan tangan kanannya.

Orang Yauw itu bergerak untuk meloloskan diri, siap untuk melawan- Dia berteriak: "Kau cari mampus?" Baru dia berseru, lantas mukanya berubah menjadi pucat.

Tangan kanannya yang digeraki itu kena tertangkap lantas dia merasa ngilu, sedang darah di-dadanya terus mandek. tanpa kehendaknya, tububnya menjadi limbung.

Tiong Hoa bergerak dengan sangat hebat. Dengan tangan kiri ia menyambar kejalan-darah kin- ceng orang itu, sedang dua jerijinya menekan keras jalan darah sin chang jalan darah kematian-Tiga siluman lainnya kaget sekali.

"Bilang, kamu memikir untuk mampus di sini atau tidak?" Tiong Hoa membentak mereka itu.

Ketiga orang itu jeri.

"Tuan mau apa?" tanya satu diantaranya.

"Aku menghendaki kamu merdekakan Kong Kioe Hauw semua dan, kamu berjanji tidak akan melakukan kejahatan lagi" sahut Tiong Hoa. "Asal kamu melakukan kehendak ku ini dan memberi janjimu, suka aku memberi ampun kepada kamu" 

Tanpa bersangsi orang itu mengulapkan tangannya kebelakang. atas itu tiga orangnya lantas memutar tubuh untuk lari kedalam rimba. Tak lama perginya mereka, lantas terlihat munculnya Kong Kioe Houw bersama Hoa- sie Sam Pa.

Kata orang Yauw itu dengan dingin: "Kau lihat, semua mereka sudah dimerdekakan maka sekarang sudah selayaknya kau segera merdekakan kakakku Melihat kepandaian kau, tuan, asal aku masih hidup, maka nanti aku akan menantikan kau untuk memperoleh tambahan pelajaran dari kau"

Tiong Hoa menggeleng kepala. Ia tertawa "Aku bukan orang Rimba Persilatan- aku tak kenal segala urusan kaum Kang ouw," kata ia. "Kalian Hoan ceng Soe Koay. pikiran kamu cepat Lihat saja sampai disaat ini kamu masih belum sadar, kamu mengancam buat lain kali akan selalu menerbitkan onar pula. Maka dari itu, semestinya kalau tak usah mendapat hukuman mati, namun selama hidup mesti Ilmu silat kakakmu ini mesti dihapus, supaya ini menjadi teladan untuk kamu"

Tiong Hoa menutup perkataannya dengan satu totokan, maka orang Yauw didepannya itu berseru tertahan dan tubuhnya rebah terguling.

Ketiga siluman terkejut, mereka lompat menerjang, masing-masing menggunai sepasang tangannya. Tubuh mereka mencelat karena mereka menyerang sambit berlompat. Hebat serangan mereka ini.

Melihat demikan Tiong Hoa yang kedua tangannya sudah merdeka karena ia tidak memegangi lagi Siluman yang pertama dari Hoan ceng Soe Koay itu, mengangkat kedua tangannya itu untuk menangkis serangan-

Mendadak ketiga Siluman kaget. Tak dapat mereka turun tangan- Tiba-tiba dada mereka sesaka napas mereka mandek berbareng dengan mata mereka kegelapan, tubuh mereka lantas roboh ketanah. Mereka merasa bahwa ajal mereka bakal tiba. Ketika mereka roboh itu, dada mereka lega, mata mereka dapat dibuka. Maka mereka melihat si anak muda berdiri tenang dihadapan mereka, kedua tangannya digendong, wajahnya tersungging senyuman- Mereka heran hingga mereka melengak. mereka menjadi likat saking malu.

Ketiganya lantas berbangkit sembari tertawa meringis yang satu berkata: "Tuan kiranya kau mempunyai kepandaian kalangan suci untuk menaklukkan siluman- itulah jurus Memindahkan Gunung Menguruk Lautan dari ilmu Tay Kim Kong cloe yang sangat sulit untuk dipelajarinya. Luar biasa sekali tuan memiliki ilmu itu, kami bodoh, mana dapat kami melawan tuan?..."

Dia batuk-batuk dan menambahkan: "Barusan tuan membilang hendak memunakan ilmu silat kami. ilmu silat menjadi jiwanya orang yang memiliki itu, tetapi kalau benar tuan hendak melakukannya, nah silahkanlah"

Tiong Hoa mengawasi, ia bersenyum.

"Tetapi kamu sebaliknya harus insaf bahwa untuk menyehatkan diri sendiri guna mencegah serangan penyakit buat menjaga diri," kata ia. "Kalau ilmu silat dipakai untuk berkelahi, buat menindas yang lemah, itulah perbuatan sewenang-wenang yang sesat itulah tindakan mengundang mara- bencana Dapat aku terangkan, kakakmu ini cuma di totok pingsan, lewat tiga hari dia bakal sadar dan sembuh seperti biasa, tak kurang suatu apa, maka itu suka aku memberi nasihat untuk kamu bertiga jangan bingung dan kuatir. Aku harap kamu menjaga diri baik-baik Nah, inilah pesanku "

Mendengar itu, ketiga Siluman lega hatinya, hingga mereka menghela napas panjang, Dengan lantas mereka menjura.

"Pikiranku gelap hingga aku tak dapat memikir seperti pikiran kau ini, tuan” kata yang satu. "Melihat kepandaian dan sikapmu tuan, kelak di belakang hari kau pastilah bakal menjadi jago utama Rimba persilatan- Baiklah, aku minta kau suka memberi ketika untuk kami menutup diri untuk memikirkan segala sepak terjang kami dulu-dulu."

Habis berkata dia mengangkat tubuh kakaknya yang masih pingsan, terus dia mengajak dua saudaranya berlalu. Semua pengikut orang Yauw itu turut menyingkir juga.

Tiong Hoa membiarkan mereka itu pergi, sebaliknya ia menyambut Kong Kioe Houw beramai yang menghampirkan padanya.

"Tuan, kau telah menolongi kami, kami sangat bersyukur," berkata jago tua itu. " Kalau tidak salah, tuanlah Lie Siauwhiap yang telah dipuji tinggi anakku Peng Swie."

"Maaf, loosoe tak dapat aku yang rendah menerima pujianmu itu." kata Tiong Hoa merendah sambil bersenyum. "Memang benar aku dan putera loosoe telah bersahabat. Sebenarnya aku menyesal yang kedatanganku kemari sudah terlambat." Kemudian ia mengawasi Kim-chie-piauw Li Siang Tay untuk menanya : "Bukankah tak ada piauw yang kurang?"

"Terima kasih siauwhiap. sedikitpun tak ada yang kurang," sahut piauwsoe itu yang sangat bersyukur, ia bermuka merah karena jengah. Peristiwa ini terjadi karena gara-garanya.

"Bagus kalau begitu Sekarang ini aku segera pergi ke Yan-khia. tak dapat aku mengantar loosoe semua, harap aku diberi maaf”

Mendengar itu Kim Pak Sam Pa, atau Hoe sie Sam Pa, lantas bertindak maju, untuk memberi hormat.

Tin Wie Pat-Hong Moa Koei berkata: "Siauwhiap. kami mohon diberi maaf karena ketika dulu hari siauwhiap berada dirumah kami, kami sudah berlaku kurang hormat, maka itu sekarang kami mohon dengan sangat sukalah siauwhiap mampir sebentar dirumah kami, supaya dapat menyambut kau sebagaimana layaknya.

Dengan begitu barulah hati kami lega." Tiong Hoa memandang dingin kepada orang she Pa itu, ia tak memperdulikan-

"Kami tiga saudara menginsafi kesalahan kami." kata pula Hoa Koei, romannya ketakutan, "kami tahu kedosaan kami telah bertumpuk seumpama gunung, tapi sekarang kami sudah insaf, kami akan perbaiki diri kami. siauwhiap. kami minta sudi kiranya Siauwhiap meluluskan permintaan kami ini."

Melihat demikian Tiong Hoa mengangguk. Kemudian ia berpaling kepada Kong Kioe Houw, untuk berkata sambil tertawa: "Lo-enghlong tak dapat kau berdiam lama-lama ditempat ini. dari itu aku minta sukalah loo enghlong lekas pulang ke Hong Ho cioe, sekalian dengan begitu loo-enghlong tak akan membikin kuatir pada anak loo-eng-hlong."

Habis berkata, Tiong Hoa lompat mundur tiga tombak. untuk terus berlalu.

Hoa-sie Sam Pa mengangguk pada Kong Kioe Houw, ketiganya lantas menyusul anak muda itu.

Di tengah jalan- Tiong Hoa berkata: "Tuan-tuan, bukankah kamu sudah berjanji, dengan Partai Pengemis bagian Selatan untuk suatu pertempuran? Bukankah kamu tengah berkuatir karena kamu tidak mempunyai kawan, hingga tak tahu bagaimana nanti kesudahan nya pertempuran itu? Bukankah kamu mengharap aku menjadi orang pertengahan?"

"Demikianlah maksud kami." sahut Hoa Koei. "Didalam kalangan Rimba Persilatan, permusuhan dan budi banyak sekali, ruwet untuk membereskannya, maka itu mulai sekarang kami bertiga telah mengambil keputusan untuk merubah cara hidup kami, kami akan melemparkan kesesatan untuk kembali kepada kelurusan- Kami bersedia menerima apa juga asal pertempuran dapat dibikin sudah, supaya tak ada pertumpahan darah lagi.

Maka itu kalau nanti Siauwhiap telah tiba dikotaraja, kami mohon sukalah siauwhiap memberi penjelasan kepada Partai Pengemis guna menghabiskan persengketaan kita ini."

"Kalau kamu berpikir demikian, baiklah di kotaraja nanti aku berkunjung kepada pihak Partai Pengemis." Tiong Hoa memberi janjinya. "Tapi hendak aku tegaskan, aku cuma hendak mencoba, keputusan ada pada Partai Pengemis sendiri, entah mereka suka berdamai atau tidak..." "Terima kasih, siauwhiap" kata Hon Koei, yang bersama dua saudaranya menjadi girang sekali

Diwaktu fajar, Tiong Hoa bertiga Hoa-sie Sam Pa telah tiba di Kee Po. Ia kagum ketika sudah masuk kedalam dimana ia melihat bangunan yang indah beserta segala perlengkapannya. Disamping kiri pun ada sebuah ranggon tinggi belasan kaki didalam mana kedapatan banyak gambar lukisan beraneka macam, bahkan satu diantaranya yalah "Yoe Sin Goat Eng." atau Bayang Rembulan digunung sunyi" karyanya Ong Mo Kit yang ia idam-idamkan hingga di waktu tidur ia bermimpi.

Maka tanpa merasa ia menghampirkan gambar itu, untuk ditatap. sedang pikirannya menjadi seperti kusut.

Gambar lukisan itu membangkitkan peringatannya akan pelbagai peristiwa yang telah lalu. Itulah gambar yang sekarang membawakan lelakon hidupnya ini.

Melihat kelakuan orang itu, tiga saudara Hoa mengawasi satu pada lain, lalu Hoei Eng cit ciang Hoa Wie berkata: "Siauwhiap. apakah siauwhiap menyukai gambar lukisan itu? Kalau begitu, suka kami menghadiahkannya.”

Kali ini Tiong Hoa seperti melupakan dirinya disebabkan kegirangannya yang luar biasa.

"Sebenarnya aku sangat kegilaan gambar-gambar lukisan” kata ia yang mengaku terus terang. "Hanya tuan-tuan tak dapat aku menerima kebaikan hati kamu ini. Mana dapat gambar kesayangan kamu diberikan kepadaku ?"

Hoa Koei tertawa. "Kami memang menyukai pelbagai lukisan tetapi kami memajangnya untuk iseng-iseng saja," kata ia. "Gambar ini aku beli dikota raja ketika baru-baru ini aku berkesempatan pergi kesana, aku membelinya pada tukang loak di Lloe lie-ciang, harganya juga tak lebih daripada tiga puluh tail perak. Benar-benar, apabila siauwhiap menyukainya, dengan segala senang hati kami menghaturkan nya."

Tiong Hoa melengak mendengar harga beli itu cuma tiga puluh tahil perak. Ia ingat, kelakuannya si tukang loak terhadapnya menjadi sebal. Ia sendiri telah dimintai harga seribu tahil perak hingga karenanya, sekarang ia mesti hidup merantau.

Dulu hari itu kematiannya si tukang loak membuatnya susah tidur. Baru sekarang ia insaf akan keserakahan orang sebangsa tukang loak itu, maka ia anggap kematiannya itu pantas. Sekarang ia merasa lega.

Sementara itu kepada tuan rumahnya ia kata: "Kamu baik sekail tuan-tuan, baiklah aku menerimanya, sebab kalau tidak, aku dapat dikatakan tidak mengenal aturan-"

Hoa Koei lantas menitahkan menurunkan dan menggulung rapih lukisan itu, setelah mana ia menghaturkannya pada Tiong Hoa. Ia ini menerima itu sambil mengucap terima kasih, terus ia simpan dalam kantungnya.

Segera juga Hoa-sie Sam Pa menjamu tetamu yang menjadi penolongnya itu, sampai tengah malam barulah mereka bubaran-

ooo Dijalan besar Poo-teng yang menuju ke- kota raja terlihat seorang penunggang kuda tengah kabur keras. la mengenakan pakaian sutera, sedang orangnya sendiri muda dan tampan dan wajahnya berseri-seri. ialah Lie Tiong Hoa. la nampak gembira akan tetapi perjalanannya itu dilakukan secara sangat waspada.

Ia menginsafi bahaya ditengah jalan karena ia membawa-bawa cangkir kemala. la bukannya takut, ia hanya ingin menghindarkan segala keruwetan-

Lega hati si anak muda, begitu lekas ia mulai melintasi jembatan Louw Kauw Ko atau Marco Polo-Bridge yang terkenal dengan airnya yang jernih serta pohon-pohon yanglioe-nya yang meroyot cabang-cabang-nya. Dengan begitu berarti kota raja sudah ada dihadapannya.

Sekarang ini pikiran Tiong Hoa beda dengan saat pertama kali dia meninggalkan Yan-khia. Dulu dia diliputi kedukaan dan ketakutan, perasaannya berat, sebab ia mesti meninggalkan rumah tangganya. Sekarang sebaliknya. Sekarang ia merasa lega sekali.

Ia seperti mencium harumnya tanah kota raja. Senang dia melihat jembatan dimana ada banyak orang berlalu- lintas. Begitulah wajahnya berseri-seri dan bercahaya saking gembiranya.

Dengan perlahan anak muda ini mengasi kudanya jalan memasuki pintu kota, ia tiba sesudah sore maka ia terus dapat menyaksikan keramaian di waktu malam dari kota kampung halamannya itu. Ia mendapatkan kuda kereta lewat pergi datang dan orang banyak mundar- mandir. Ia melihat sekelilingnya selagi kaki kudanya menindak nyaring dijalan yang berbatu hijau. Sesudah menikung tujuh atau delapan kali maka beradalah dia dalam sebuah gang yang lebar, Ia menghampirkan sebuah rumah besar didepan mana ia menahan kudanya untuk melompat turun.

Didepan rumah besar itu ada sepasang pegawai berdandan sebagai boe-soe atau guru silat. itulah pengawal rumah. Satu diantara nya menghampirkan, sembari memberi hormat. sembari tertawa, ia tanya: "Kongcoe mencari siapa?"

Tiong Hoa membalas hormat.

"Numpang tanya, Liong Tay-jin ada di-rumah atau tidak?" ia menanya sembari bersenyum. "Tolong saudara memberitahukan-nya bahwa aku yang rendah mohon bertemu. Aku she Lie putera Lie-pouw Siangsie."

Orang itu terperanjat.

"Ooh Lie Kongcoe putera kedua dari Lie Siangsie," katanya. "Kebetulan sekali Liong Tayjin baru saja pulang habis bertugas. Mari kongcoe, hambamu memimpin kongcoe, masuk."

“Terima kasih," kata Tiong Hoa.

Boesoe itu lantas masuk dengan cepat, untuk menyampaikan berita. Maka itu selagi Tiong Hoa bertindak kedalam ia lantas mendengar tertawa nyaring dari Liong Giok yang berkata dengan gembira: "Sungguh kongcoe seorang yang dapat dipercaya"

Lalu orangnya pun muncul dan dengan erat lantas menggenggam tangan sianakmuda. Hanya ketika ia mengawasi pemuda itu, ia menjadi heran.

"Eh, kongcoe, apakah kongcoe belum pulang kerumah kongcoe?" tanya ia. ia melihat dandanan orang tanda dari bekas perjalanan jauh. Kongcoe tahu ayah kongcoe sangat mengharap-harap pada kongcoe”

Tiong Hoa bersenyum.

"Setelah perpisahan kita di Sam Tan Sie, apakah tayjin banyak baik?"

"ia tanya. "Aku telah memberikan janjiku, pasti aku mesti penuhkan janji itu supaya aku dapat memegang kepercayaanku" Liong Hoei Giok tertawa.

"Kulitku tebal, tulang-tulangku kasar, aku dapat tidur dengan baik dan dapat makan dengan cukup, pasti sekali aku baik" kata dia bergurau. Lantas dia memimpin tetamunya masuk sambil jalan berendeng.

Begitu lekas tuan rumah dan tetamunya rudah berduduk. Liong Hoei Giok lantas menanyakan hal cangkir kemala.

Mendadak Tiong Hoa mengasi lihat roman sungguh- sungguh.

"Syukur aku tidak mensia-siakan Liong tayjin- cangkir itu telah aku bawa bersama." katanya. "Hanya aku memberanikan diri untuk minta apa-apa dari tayjin. Asal tayjin tidak buat gusar, baru berani aku mengucapkannya."

Hoei Giok heran, ia melengak. "Apa itu kongcoe?" ia tanya. "Silahkan sebutkan-"

Tiong Hoa berdiam sekian lama. lalu dengan suara sungguh-sungguh ia menutur hal sancoe muda dari gunung Tay in San mendendam sakit hati terhadap Bouw Sin Gan. Ia kata negara lagi aman maka tidak selayaknya orang busuk itu mendampingi raja, karena dia dibenci kaum Rimba Persilatan- adanya dia di istana dapat menimbulkan perkara besar." Mendengar itu Hoei-Glok menghela napas.

"Hal itu bukannya aku tidak mendapat tahu," kata ia masgul. Namanya saja Bouw sin Gan menjadi wakilku. sebenarnya kekuasaan dipegang olehnya. Dia sekarang lagi mendapat angin, hingga aku tak dipandang sama sekali. Dengan berani dia membangun kelompok untuk membesarkan pengaruhnya. "

Ia berhenti sebentar, baru ia meneruskan: "Mengenai cangkir kemala saja, dia sudah bertindak rupa-rupa untuk mencelakai aku, syukur Pangeran Tokeh mengenal aku baik sekali, dialah yang selalu membelai hingga sekarang ini kepalaku masih menempel ditubuhku."

Matanya orang she Liong ini merah saking mendongkol.

Tahulah Tiong Hoa bahwa atasan dan sebawahannya itu telah menjadi musuh satu sama lain- Karena ini dengan roman sungguh-sungguh ia kata: "Asal tayjin tidak mempersalahkan aku, aku sendiri nanti menangkap dan membawanya ke gunung Tay in San-

“Jangan, kongcoe," Hoei Giok mencegah cepat, "Biar bagaimana, dialah pembesar negeri, dia tak dapat ditangkap dengan cara sembarangan- Baiklah, nanti aku si orang tua membantu kongcoe, hanya untuk itu aku perlu menggunai tipu-daya. Kong coe jangan kuatir, serahkan saja urusan itu padaku."

Tiong Hoa percaya tuan rumah ini maka ia menjadi girang. Karena itu tanpa bilang apa-apa lagi, ia menyerahkan coei-in-pwee, ia menghaturkan dengan kedua tangan-

Bukan main girangnya si orang she Liong. la menyambuti dengan air muka bercahaya gembira, ia membuka bungkusan cangkir, untuk memeriksanya dengan teliti, habis itu ia kata perlahan:

"Kongcoe tidak tahu, sehabisnya berpisah dari kongcoe di Sam Tah Sie dimana kongcoe menjanjikan aku batas tempo dua bulan untuk menyerahkan cangkir kemala ini, aku lantas berangkat pulang. Selama itu, aku telah mengambil tindakan. Di antara orang-orangku ketika itu, separuh orang-orang kepercayaannya Bouw Sin Gan- Tak dapat mereka pulang, dengan laporan yang sebenarnya, pada Sin Gan, maka itu ditengah jalan aku telah binasakan mereka diluar tahu siapa juga. Diantara tiga orangku, ada satu yang aku singkirkan, hingga aku pulang dengan yang dua lagi. Kepada Pangeran Tokeh aku mesti memberi laporan palsu prihal tugasku itu, aku cuma mengatakan si pencuri sudah masuk perangkap, bahwa di dalam tempo tiga bulan, cangkir itu pasti bakal didapat kembali. Aku berjanji kepada-pangeran menyerahkan jiwaku asal rahasia itu tak dibocorkan, dan pangeran telah memberikan janjinya.

Sementara itu Bouw sin Gan bercuriga mengenai kematian orang orangnya ini, karenanya sering dia tanya mendesak padaku kenapa aku tidak pergi membekuk pencuri cangkir. Atas itu aku menjawab bahwa aku telah mengatur segala apa^ bahwa dalam tindakanku, aku tak membutuhkan petunjuknya. Dia berdiam tetapi aku tahu dia tidak puas sekali, bahwa dia sangat membenci aku.

Begitulah sampai sekarang ini dia terus memperhatikan gerak-gerik ku."

Kembali tuan rumah berhenti sebentar, ketika ia melanjuti ia kata sungguh-sungguh: "Kongcoe, tindakan kongcoe ini sangat sempurna. Rahasia kongcoe tidak bocor. Dunia Kang ouw cuma ketahui cangkir kemala berada pada seorang muda she Lie, mereka tak tahu kongcoe sebenarnya putera nomor dua dari Lie Siang-sie. Bagus yang kawan-kawan kongcoe juga dapat menyimpan rahasia. Sebenarnya-aku berkuatir karena selama di Sam Tan Sie itu aku telah menyebutkan hal dirimu hingga itu berarti aku membuka rahasia asal-usul kongcoe. Bukankah itu waktu disana ada banyak orang

?"

Tiba-tiba terdengar suara. "Bouw Tayjin datang "

Itulah laporan pengawal pintu, yang datangnya secara mendadak sekali.

Liong Hoei Giok tak dapat melanjuti kata-katanya. Air mukanya pun berubah Tapi segera ia membisiki Tiong Hoa: "Lekas masuk kedalam, kongcoe. Letaki bungkusan kongcoe dan lekas cuci muka dan dandan-.."

Tiong Hoa mengerti, dengan cepat ia bertindak kedalam. Hoei Giok sebaliknya segera bertindak keluar, buat menyambut wakilnya, yang pengaruhnya melebihkan dari kepala. Ia berjalan sambil tertawa.

Bouw Sin Gan bertindak dengan sabar, wajahnya tersungging senyuman- Hoei Giok tahu itulah senyuman palsu tetapi ia tidak menghiraukannya, ia menyambut wakilnya itu dengan girang.

"Ooh, Bouw Hiantee " katanya. "Angin apa hari ini meniupmu datang kemari ?" Wakil itu bersenyum.

"Kesatu memang aku hendak berkunjung kepada tayjin, dan kedua sekalian untuk menyampaikan berita " sahutnya.

Tak senang Hoei Giok akan melihat sinar mata sebawahan itu. sinarmata yang tajam dan mengandung arti. "Kabar apakah itu, hiantee ?" ia tanya. Terpaksa ia mesti berlaku sabar dan ramah tamah. "Hiantee sampai datang sendiri, mestinya itu kabar penting."

Ia pun mempersilahkan tetamunya duduk. "Sebenarnya bukan kabar penting sekali." kata Bouw

sin Gan bersenyum. "Pasti tayjin sendiri telah mengetahuinya. Aku mendengar kabar orang yang mencuri cangkir kemalu sudah berada didalam wilayah Tiong- cioe."

Hoei Giok mengasi lihat roman heran, tetapi ia berkata tenang: "Bangsat itu sudah berada diwilayah Shoa-say, dia merupakan seperti kura-kura didalam keranjang, maka juga tinggal tunggu waktunya saja untuk dicekuk. Terima kasih untuk perhatian hiantee ini."

Bouw Sin Gan mengasi lihat roman heran-

"Katanya orang she Lie itu liehay luar biasa," katanya, " karena itu jikalau tayjin tidak pergi sendiri kesana, dikuatir dia nanti dapat meloloskan diri. Umpama kata tayjin rak suka berlalu seorang diri dari kota raja, biarlah sebawahanmu ini menggantikannya."

"Tak usah, tayjin," sahut Hoei Giok. "Lagi sepuluh hari aku akan berangkat sendiri kesana. Kali ini aku telah mengatur sangat sempurna maka itu aku percaya aku tidak bakal gagal."

“Jikalau begitu, baiklah aku nanti menanti kabar baik saja" kata sebawahan itu, yang tertawa. Hanya kemudian matanya segera bercahaya. Dia kata: "Barusan sebawahanmu melihat seekor kuda tunggang dipekarangan luar kuda itu bermandikan keringat rupanya dia habis melakukan perjalanan yang jauh ribuan lie. Kalau ada kudanya, mesti ada majikannya, dari itu dapatkah sebawahanmu bertemu dengan penunggang kuda ini.”

Liang Ho si Giok tertawa lebar.

"Bouw Hiantee, kali ini kau keliru melihat" katanya, " itulah putera kedua dari Lie slangsie yang menunggang kuda datang kemari. Lie Kongcoe belajar silat baru beberapa jurus dibawah pimpinanku. Rupanya Hiantee menyangka dialah salah seorang Rimba Persilatan yang kenamaan-"

Sin Gan melengak. Terang dia heran-

"Apakah dia Lie Jie-kong-coe yang telah memukul sampai mati kepada puteranya Toan Kwee?" tanyanya. "Sebelum dia buron, dua kali pernah aku bertemu dengannya. Kenapa tadi-tadinya aku tidak pernah dengar tayjin menyebutkan bahwa ia telah belajar silat dibawah pimpinan tayjin?"

Hoei Giok tertawa.

“Setelah peristiwa terjadi, pemerintah gusar sekali." kata dia, “karena Lie Tayjin bertanggung jawab terhadap tingkah laku putera nya, dia hilang pangkatnya dan menanti hukuman maka itu tak lah heran jikalau aku si orang she Liong tidak berani banyak omong pasti aku bakal terembet- rembet apabila pemerintah agung mengetahui Lie kongcoe menjadi muridku. Baru sekarang muridku itu pulang menjengukku, gurunya yang tidak punya guna."

Sin Gan lantas dapat menenangkan diri.

"Kenapa tayjin tidak mengundangnya keluar untuk bertemu denganku?" tanya dia. Habis Sin Gan berkata begitu atau dari dalam ia melihat munculnya seorang pemuda yang tampan dan halus gerak-geriknya sembari bersenyum pemuda itu kata: "Bouw Tayjin tetap gagah seperti sediakala Pasti tayjin berbahagia sekali Tidaklah demikian dengan aku yang rendah yang merasa beruntung sekarang dapat pulang ke rumah dan sekarang ini pun bertemu dengan tayjin."

Mata Sin Gan bersinar tajam memandang pemuda itu. "Terima kasih, kongcoe baik sekali kata-katamu itu

katanya" bersenyum. “Aku bagaimana tahun dulu itu aku bertemu dengan kongcoe didalam pertemuan bersama- sama empat kongcoe lainnya, bagaimana kamu telah merundingkan soal soal ilmu surat dan ilmu silat tentang seni lukis dan lainnya cuma kongcoe sendiri yang berdiam saja, baru sekarang aku mendapat tahu bahwa kongcoe seorang pandai yang pandai juga membawa diri.”

Tiong Hoa tertawa.

"Aku yang muda cuma belajar beberapa jurus saja kulitnya ilmu silat," kata ia merendah. "Maka tentang aku tak dapat dibilang bahwa aku pandai menyimpan kepandaian..."

Bouw Sin Gan menggeleng kepala.

"Liong Tayjin lihay sekali, maka itu mestilah kongcoe tepat seperti pembilangan bahwa dibawah pimpinan guru yang pandai mesti ada murid yang pandai juga" kata ia. "Kongcoe ingin aku membesarkan nyali meminta kau memberi petunjuk barang dua jurus padaku."

Lie Tiong Hoa menduga orang tentu mencurigai ia sebagai Lie Cie Tiong. maka itu sengaja dia mengasi lihat roman bingung, Kata ia: "Maaf, tayjin- Mana berani aku main-main dengan tayjin seorang jago Rimba persilatan yang berkenamaan? Aku ini orang macam apakah?"

Sin Gan mengasi lihat roman sungguh-sungguh. "Apakah kongcoe tidak memandang mata kepadaku si

orang she Bouw maka kongcoe tak sudi memberi petunjuk?" kata dia.

Tiong Hoa menggeleng dengan sikap serba salah.

Liong Hoei Giok tersenyum, ia telah membaca kecurigaan orang. ia lantas mengusap jenggotnya dan kata pada Tiong Hoa: "Bouw Tayjin jujur-dan polos, apa yang dia kata mesti terjadi. Karena dalam ilmu silat Bouw Tayjin ada diatasku, tentu sekali tayjin akan dapat memberi petunjuk-petunjuk yarg berfaedah kepadamu.

Lie Kongcoe, baiklah kau temani Bouw Tayjin main-main buat beberapa jurus. Jikalau kau roboh ditangan Bouw Tayjin, kau tak usah malu”

Tiong Hoa kelihatan terpikir, terus ia tertawa.

"Kalau begitu baiklah, aku menurut perintah," katanya

. "cuma aku minta sukalah tayjin berlaku baik hati terhadapku."

"Itulah tentu, kongeoe" kata sin Gan cepat. "biar bagaimana aku Bouw sin Gan tidak nanti berani mengganggu sekalipun selembar rambut kongcoe."

Tiong Hoa tertawa. Sambil menggulung tangan bajunya, ia terus bertindak keluar.

Bouw Sin Gan bersama Liong- Hoei Glak. lantas mengikuti.

Segera juga keduanya sudah berdiri berhadapan- Tiong Hoa bersikap dengan tangan kanan didepan dada dan tangan kirinya menunjuki dua jerijinya. itulah sikap "Tiauw-Gak Kwie Goan" dari partai Thay Kek Pay, partainya Liong Hoei Giok.

Melihat itu. Bouw Sin Gan terkejut di-dalam hatinya.

Pikirnya: "Liong Hoei Giok ahli Thay Kek ciang, kalau begitu mungkin benar pemuda ini mendapat pelajaran dari ianya." Meski demikian, ia mengulapkan tangan kanannya sembarangan saja seraya berkata: "Kongeoe, silahkan mulai"

"Maaf” kata Tiong Hoa, sedang didalam hatinya ia mengejek. Segera tangan kanannya diputar balik sedang tangan kirinya menyerang dengan totokan kejalan darah hok-kiat. cepat serangan itu, yang anginnya pun tajam.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar