Bujukan Gambar Lukisan Jilid 23

Jilid 23 : Siapa pembunuh anak murid Siauw-lim-sie? 

Selagi begitu, Tie Sin Hong mengasi dengar suara dihidung. Tiong Hoa heran- ia menoleh kepada kawan yang tua itu, Maka ia melihat Cie Ie Boe Eng lagi mengawasi tiga tetamu yang terdahulu, sedang mereka itu tengah bicara kasak-kusuk. rupanya mereka lagi omong urusan rahasia....

"Apakah yang mereka bicarakan? Adakah Tie loosoe mendengar sesuatu?" pikir Tiong IHoa. Maka ia mengawasi sin Hong mengharap memperoleh keterangan-

Sin Hong dapat membade pikiran kawannya, ia kata perlahan: “Kalau mereka bukan konconya Kwat Leng, mereka tentu kawanan penjahat lainnya, Pernah aku menemui mereka diwilayah Kwiesay.” "Saudara Tie tak salah," Houw-yan Tiang Kit pun kata. "Merekalah penjahat yang kesohor kejahatannya di Han- pak."

Tak lama muncullah si tuan rumah bungkuk beserta seorang kacung yang tampan, membawa barang makanan, selagi mengatur itu, si bungkuk berkata kepada-Lauw-Chin: "Mereka itu datang kemari sejak kemarin sore, setahu kenapa, mereka masih belum mau pergi."

Lauw Chin tertawa.

"Demikian biasanya perangai kaum Rimba persilatan yang aneh " katanya, "Tak usah lootiang curiga."

Orang tua itu menggoyang kepala, terus ia mengundurkan diri.

Tiong Hoa berlima mulai bersantap. Puas mereka dengan barang hidangan yang disuguhkan-

Kemudian si orang tua menyajikan pula bahpauw. "Sukar untuk di selatan mendapatkan bahpauw selezat

ini," kata Tiong Hoa.

"Tapi saudara Lie, bahpauw bukan melulu barang hidangan orang utara bahkan di mulainya di Selatan," kata Lauw Chin, "Apa saudara tak ingat kisahnya Coe-kat Khong Beng ketika dia habis menaklukkan Beng Hek?

Ketika berangkat pulang, di sungai Louw Soei dia dirintangi arwah-arwah yang berpenasaran, lantas dia membikin sembahyang dengan sajinya bahpauw."

"Nyata saudara Lauw luas pengetahuan nya," si anak muda memuji. "Sebenarnya aku bodoh," kata Lauw Thian seraya menggeleng kepala.

Mereka dahar dan minum sembari bicara sampai mereka merasa cukup, Disaat mereka hendak berlalu, mereka mendengar tindakan kaki kuda mendatangi cepat sekali, hingga dilain saat terlihat tibanya seorang nona.

Dia berseru tapi halus suaranya ketika dengan mendadak dia menahan kudanya tepat di muka rumah makan-Tiong IHoa heran melihat nona itu demikian pandai mengendalikan kuda.

Begitu lompat turun dari kuda dan menambatnya si nona bertindak masuk. terus kearah ketiga orang tadi, Dia berdandan ringkas, romannya cantik, pedangnya tergendol dipunggungnya.

"Dia toh Phang Lee Hoen?" pikir Tiong Hoa. Diwaktu meninggalkan hotel dia memesan jongos memberitahukan aku bahwa dia menuju ke Tok-koan kenapa dia sekarang berada disini dan kenal ketiga orang ini? Benarkah dia berkonco dengan Kwat Leng?"

Nona itu mendapat lihat si anak muda ia tercengang sejenak. lalu dia tetap jalan terus kepada ketiga orang itu.

"Nona Phang, adakah sesuatu?" satu di antaranya tanya, perlahan-..."

Kalau bukannya Tiong Hoa beramai, lain orang pasti tak dapat mendengar suara orang itu, yang mirip suara nyamuk.

Seorang lainnya memanggil pelayan, minta tambahkan barang makanan buat si-nona. Lee Hoen duduk. seraya lantas berkata:

"Orang yang keluar masuk dalam Tay Hoed Sie, semua orang bangsa lurus. Tak dapat diketahui diantaranya ada orang orang dari Tay in San atau tidak..."

Tiong IHoa ingat baik suaranya Nona Phang ini, suara bagaikan kelenengan yang sedap untuk telinga. Karena itu ia lantas teringat kepada Cek In Nlo yang cantik manis, kepada Pouw Keng yang elok, dingin tetapi menarik hati dan Ban-in yang boto dan lembut. Tanpa merasa ia bersenandung perlahan sekali, sedang maka nya bersinar sayu.

Houw-yan Tiang Kit berempat menjadi heran, semuanya berpikir kenapa pemuda ini berduka tidak keruan-

Lee Hoen bersantap dengan tak jarang dia melirik kepada Tiong Hoa, hingga dia mendapatkan keadaannya pemuda yang tak wajar itu. Dia pun merasa hatinya tak tenteram dia berduka, hingga tanpa merasa airmatanya mengembeng.

"Nona Phang, apakah kau kenal satu di-antara, mereka?" tanya salah satu dari tiga orang itu, Dia tua dan berpakaian hitam, berewoknya sedikit, mukanya ada tapak goloknya.

Dia heran melihat kelakuannya nona disisinya itu. "Tidak" sahut si nona sambil menggeleng kepala, "Aku

hanya tiba-tiba ingat mendiang ayahku, yang terbinasa tak keruan didalam kamar rahasia di Yan Kee Po."

Lalu dia tertawa dan menambahkan.

"Tadi di Biara Tay Kak Sie aku melihat bangsat tua Yan Loei serta kawan-kawannya, mereka berkelebat dan lantas lenyap. Tadinya aku mau menguntit mereka, tetapi sebab aku kuatir paman bertiga nanti terlalu lama menantikan aku, aku segera datang kemari..."

"Sudah, nona, jangan kau terlalu berduka," kata orang tua itu. "Kita bertiga nanti membantu, hingga kau dapat puas, kalau rombongan Tay in San tidak ada didalam Tay Kak sie, mungkin juru warta kita keliru. Aku pikir baik kita pergi ke kuil itu, untuk mendapat kepastian, sekalian kita boleh menggabungkan diri dengan mereka itu."

Lee Hoen setuju. maka berempat mereka berbangkit begitu sudah meletaki sepotong perak di atas meja, terus mereka keluar, untuk berlalu bersama kuda mereka.

Sinona masih menoleh pada Tiong Hoa, matanya bersinar penasaran-Nona itu pun menggeprak kudanya dengan mengasi dengar suaranya yang nyaring.

Cie Ie Boe Eng bermata liehay, maka ia menduga di antara Tiong Hoa dan nona itu mesti ada sangkut pautnya. Rupanya si nona tak dapat perhatian maka dia menjadi berduka dan tak puas hatinya, ia tidak mau menegur si anak muda tetapi ia berbangkit dan kata sambil tertawa: "Kita sudah dahar dan minum cukup, mari kita berangkat. Untuk mencari Kwat Leng, mungkin kita membutuhkan empat orang barusan- Nona itu mungkin juga kekasihnya Kwat Leng."

"Ah. sungguh sayang kalau si nona sampai berpasangan dengan orang she Kwat itu, dia mirip bunga indah ditancap dikotoran kerbau." Sambil berkata begitu, diam-diam dia melirik Tiong Hoa.

Si anak muda bicara dengan Lauw Chin dan Sim Yok. romannya tenang seperti biasa, dapat dia tertawa- tertawa bahkan dia kata: "Loocianpwee, kenapa loocianpwee ketahui nona itu kekasihnya Kwat Leng?

Bukankah masih belum dapat dipastikan mereka bertiga konco orang she Kwat itu?" Sin Hong tertawa.

"Percaya atau tidak. terserah kepada kau siauwhiap" sahutnya, "Lihat saja nanti"

"Benarkah Kwat Leng she Kwat?" Tiong Hoa tanya Houw-yan Tiang Kit kepada siapa ia berpaling. "Dia she Touw, sahut Tiang Kit yang mendadak berlompat kedepan kebelakang sebuah pohon hoay yang besar.

Selagi orang heran atas tindakan kawan ini, dibelakang pohon itu terdengar jeritan seperti babi yang lagi disembelih menyusul mana, orang tua itu kembali dengan sebelah lengannya mengempit tubuh seorang yang mengenakan baju hitam. "Siapa dia?" tanya Sin Hong, yang meng-hampirkan bersama tiga kawannya.

Houw-yan Tiang Kit tertawa dingin.

"Teranglah Touw Leng si bocah mengandung maksud tak baik" jawabnya sengit, "Dia telah menitahkan orang menguntit kita. Dia telah memilih tempat ke mana kita mau dipancing, supaya kita dapat disapu bersih" Terus dia membanting orang tangkapan-nya itu ketanah.

Orang berbaju hitam itu berlompat bangun, mulutnya mengeluarkan darah, Dia bandel sembari tertawa, dia kata: "Aku cuma seorang kecil kaum Kang-ouw, tuan- tuan sebaliknya orang-orang kenamaan, apakah tuan- tuan tak malu menghina aku? Tidak salah, akulah pesuruh dari Touw Siauw-pocoe, hanya untuk apa itu, aku tidak tahu, percuma andai kata aku ditanyakan"

Tiang Kit panas hatinya, sambil tertawa dingin, dia menotokjalan darah ciangboen orang itu, sambil berbuat begitu, dia kata bengis: "Aku tidak percaya aku akan menanyakan dengan sia-sia saja. Dimana adanya Touw Leng sekarang?"

Suara itu dingin tapi bengis.

Kena ditotok, orang itu merasakan hawa dingin nelusup kedalam perutnya, terus menjalar keseluruh anggauta tubuhnya, lalu ia merasa darahnya mulai beku. Bibirnya pun menjadi biru, ia menggigil kedinginan, perasaannya tak nyaman sekali.

Celakanya, napasnya seperti mandek suaranya sukar dikeluarkan Maka setelah itu, cuma mata nya saja yang bergerak-gerak seperti mohon dikasihani. "Benarkah sia- sia belaka kalau sekarang aku tanya pula padamu?" tanya Tiang Kit. orang itu menggoyang kepalanya yang terasa kaku.

Orang she Houw-yan itu menotok pula dengan cepat, sampai tiga kali, baru dia tertawa dan kata tawar: "sekarang ini kau telah dimusnahkan ilmu silatmu dengan begitu, habis sudah tenagamu sekarang kau mau bicara atau tidak- sudah tak ada pentingnya. Hanya biar bagaimana, kau mestinya telah mendengar pocoe kamu bicara tentang kami"

Kata-kata itu ditutup dengan lima jari di tekankan kedada orang.

Cepat gerakan itu, sampai Sin Hong dan lainnya tak melihat jelas.

Orang berpakaian hitam itu tampak kaget, napasnya memburu, dengan terputus-putus ia kata: "oh kiranya kau, loojiankee. Kau telah memusnahkan ilmu silatku, aku tidak penasaran, Nama besar loojiankee, sampai sekarang ini masih mendengung ditempat kami.

Sayangnya, aku datang kesana ke-belakang... Touw Siauwpocoe cuma menugaskan aku menguntit kau, loojinkee, tentang maksud lainnya, aku tidak tahu, Apa yang aku ketahui yalah siauw-pocoe sekarang lagi merawat lukanya didalam kuil Tay Hoed sie, tetapi dia mau lantas pergi ke dusun Tiong-bie Jie Hay.

Telah dikirim seratus duapuluh- delapan orang, orang- orang kita den sahabat-sahabat, dan mereka itu sudah disebar penuh dipelbagai jalan di-Selatan ini, untuk bertindak sebagaimana yang dirasa baik."

"Kau menguntit kami, bagaimana caranya kau nanti berhubungan dengan pocoe kamu?"

"Kami meninggalkan tanda-tanda ditembok atau dibatang pohon, pasti nanti ada yang mengetahui dan menyambutnya."

"Sebenarnya dimana adanya po-coe kamu?" "Po-coe lagi merawat lukanya, dia rebah diatas

pembaringan Yang bertugas membantu Siapa pemimpin itu menyesal aku tidak tahu."

"Cukup sudah pertanyaanku." kata Tiang-Kit dingin, "sekarang lekas kau pergi untuk mencari penghidupanmu sendiri jangan kau berayal, jangan kau membuka rahasia ini, jikalau kau ketemu pula aku jangan menyesal"

Orang itu mengangguk terus dia mengangkat kaki.

Tiong Hoa mengawasi orang berlalu ia .terharu sendirinya, Kata ia didalam hati:

"Untuk orang yang belajar ilmu silat ilmunya itu mirip nyawanya sekarang dia ini telah dimusnahkan ilmunya itu pasti dia berduka lebih hebat daripada kalau dia dibunuh mati."

Sin Hong heran dia mengawasi Tiang Kit.

"Kamu telah bicara sekian lama, katanya tetapi aku masih tak dapat menduga siapa si orang she Touw yang menjadi jago di-jaman ini?"

Tiang Kit balik mengawasi agaknya ia bersangsi, Kemudian ia bersenyum dan kata " itulah rahasia yang sekarang ini belum tiba waktunya dibuka, maka itu, tuan- tuan kalau kamu ingin menduga-duga, terkalah sekarang ini yang perlu ialah kita pergi ke kuil, untuk membekuk Touw Leng, atau nanti dia akan jadi bencana besar" Karena orang tidak suka bicara, Sin Hong tidak memaksa, Dia bahkan tertawa.

Dilain saat, kelimanya sudah berada pula ditengah jalan- Matahari terang dan langit biru penuh dengan mega, Angin bertiup halus.

Mereka itu berjalan terus, sebenarnya pemandangan alam menarik hati tetapi mereka tidak menghiraukannya. Mereka berjalan sampai disebuah tikungan kekanan, lalu dikiri itu, didalam lembah, terlihat sebuah bangunan dengan tembok merahnya, yang seperti terkurung banyak pohon tinggi dan besar.

Justeru itu pula, dari dalam kuil itu terdengar suara genta mengalun, akan akhirnya terlihat munculnya serombongan dari belasan pendeta dan orang biasa, yang menghadang ditengah jalan-

Tiong Hoa berlima heran, Tapi Lauw Chin lantas berkata perlahan: "Diantara mereka ada Hoat Poen Siansoe, yaitu Ciang Ie Taysoe atau kepala dari ruang Lo Han Tong dari Siauw Lim Sie. Ya. ada pula Ho Cin Coe, ketua dari Ngo Bie Pay. Rupanya mereka datang sengaja untuk kita."

Mereka berlima berjalan terus, sampai seorang pendeta tua memapak sambil memberi hormat, mengangguk dan menyapa: "Apakah diantara kelima tuan-tuan ada Tie Tanwat bergelar Cie Ie Boe Eng si orang luar biasa dari Loei-cloe ? Pin-ceng, Hoat Poen dari Siauw Lim Sie datang menyambut "

Tie Sin Hong tertawa bergelak.

"Sebenarnya apakah kebiasaanku si orang she Tie hingga aku diberi kehormatan di sambut oleh Ciang Ie Taysoe dari Lo Han Tong dari Siauw Lim Sie. yang menjadi kepala dari satu diantara tujuh partai besar di Tionggoan?" kata ia, yang segera menambahkan dengan suara keren: "Aku mohon tanya taysoe mempunyai pengajaran apakah untukku?”

"Tempat ini jalanan terbuka," kata si pendeta, "tempat ini bukan tempat bicara karenanya pinceng mengundang tan-wat untuk duduk sebentar didalam kuil, pinceng mempunyai suatu urusan buat mana pinceng mau minta petunjuk dari tan-wat." Sin Hong melengak sejenak agaknya ia sangsi tapi lekas juga ia mengangguk. "Baiklah sahutnya, silahkan taysoe memimpin jalan-"

Hoat Poen mengangguk dan bersenyum terus ia memutar tubuh untuk berjalan balik dengan diturut rombongannya yang semua membungkam saja.

Lekas juga mereka memasuki pintu peka rangan terus sampai dilatar didepan pendopo Hiong Poo-tian- Disitu Houw-yan Tiang Kit tertawa dingin dan kata pada sahabatnya: "Saudara Tie kita masih mempunyai urusan penting yang mesti diurus, tak dapatkah pembicaraan dilakukan disini saja? Toh cuma dengan dua tiga patah? Buat apa kita main ayal-ayalan disini?"

Sin Hong belum menjawab sahabatnya itu atau dari pihak tuan rumah ada satu suara yang keras dan dingin: "Haruslah diketahui diwaktu datang ada jalannya diwaktu pergi tak ada pintunya."

Houw-yan Tiang Kit mengangkat kepalanya maka ia melihat seorang tua dengan baju hijau yang kepalanya gundul dengan sepasang mata tajam mengawasinya dengan sikap sangat jumawa, ia menjadi gusar, ia menegur:

"Kita ada bagaikan air kali tak mengganggu air sumur, apakah maksudmu dengan kata katamu ini?" Saking mendongkol, walaupun dia berkata demikian, Tiang Kit toh mengayun tangannya.

Jangan gusar, tan-wat," berkata HoatPoen, mencegah, Dia bersenyum, tangan kanannya diangkat, untuk dipakai menghalangi "Kalau tan-wat perlu lekas-lekas melakukan perjalanan, baiklah, disini juga dapat pinceng memberi penjelasan Marilah pinceng perkenalkan dulu tuan-tuan berlima kepada beberapa rekan Rimba Persilatan-"

Tiang Kit bersuara, "Hm " ia mengasi turun tangannya.

Pendeta itu lantas mengacar kenal, Di antara belasan orang itu, kecuali Ho cin coe, ketua Ngo Bie Pay, juga ada Teng Beng, kepala dari Tay Hoed Sie empat Anan coencia dari Kay Sioe In dari Siauw Lim Pay, Toan-pay- cioe Siang In ceng, jago Rimba persilatan yang luar biasa, serta itu orang berbaju kuning yang jumawa, Tie- Sie Hoei Chee Sin Kong Tay dari gunung Altai.

Cie Ie Boe Eng Tie Sin Hong tertawa lebar, Kata dia: "Sungguh berbahagia aku si orang she Tie, setelah berselang dua puluh tahun aku muncul lagi, disini aku beruntung menampak wajahnya orang orang gagah yang liehay. Dengan begini, umpama kata aku mesti mati, aku mati tak menyesali Semua kawanku ini menjadi orang- orang kecil tak ternama dalam dunia Kang ouw, sebenarnya aku kuatir nanti mengotorkan telinga saja untuk menyebut nama-nama mereka, akan tetapi supaya aku tak dikatakan berlaku tak hormat, biarlah aku perkenalkan juga mereka kepada kamu, tuan-tuan yang terhormat"

Houw-yan Tiang Kit orang kenamaan, dia tak mengherankan tapi disebutnya nama-nama Lauw Chin dan Sim Yok menarik perhatian mereka itu, inilah sebab dua orang ini orang-orang lurus dan guru mereka, kalau tidak dikenal pribadi tentu namanya pernah didengar.

Yang paling menarik perhatian ialah Lie Tiong Hoa, yang telah membuat nama dalam peristiwa di Kwie In Chung Sin Kong Tay lantas memandangnya dengan tajam.

Hoat Poen Siansoe mengawasi Ho Cin Coe dia agak bersangsi, Dia kata: "Dalam hal ini mungkin terjadi kekeliruan omeng, Sim Yok dan Lauw Chin menjadi murid- murid- nya sahabatku, maka itu kebinasaan murid Siauw Lim Sie angkatan ketiga tak mungkin dilakukan mereka..."

Mendengar itu, Tiong Hoa berlima lantas mendapat tahu duduknya hal.

Ketua Ngo Bie Pay juga ragu-ragu. Kata dia: "Louw Siang jujur, tak pernah dia mendusta. Tapi, guna mencegah kekeliruan, baiklah, mari kita minta Teng Beng Hong-thio menitahkan memanggil dia datang kemari."

Teng Beng setuju dengan permintaan itu, ia mengangkat tangannya sebagai isyarat, maka seorang pendeta lantas lari masuk ke-dalampendopo.

Cie Ie Boe Eng, dengan roman sungguh-sungguh, menanya: "Hoat Poen Siansoe, aku mohon menanya, berapa orangkah dari pihak Siuw Lim Sie yang telah terbinasa ? Kenapakah siansoe beramai dapat mencurigai kami berlima?"

Hoat Poen memuji Sang Buddha.

"Sebelum duduknya hal menjadi terang, tidak berani pinceng lancang menuduh Tie Loosoe beramai," dia menyahut "sekarang aku minta loosoe beramai suka menanti sebentar segera duduknya perkara akan ketahuan-" Tapi Thie-Sie Hoei-chee Sin Kong Tay tertawa dingin-

"Sungguh tak tau malu melewatkan batas" katanya, tertawa mengejek "Tangan sendiri sangat kejam selayaknya dia sendiri harus mengganti jiwa. Masih dia mau menyangkal dapatkah itu?"

Sin Hong menjadi gusar sekali hingga tangannya dikasi melayang "Kau mencaci siapa?" dia tanya.

Sin Kong Tay jumawa, dia berani. Dia menyambuti serangan tanpa mundur atau berkelit.

Hebat bentroknya kedua tangan, suaranya keras, keduanya sama mundur setengah tindak, walaupun demikian, si jumawa terkejut didalam hati, dia mengagumi lawan demikian tangguh. Houw yan Tiang Kit tertawa berkakak.

"Cuma sebegini tapi toh berani omong besar" katanya.

Sin Kong Tay gusar hingga rambut dan kumisnya pada bangun berdiri, matanya juga melotot, ia lompat maju dan menyerang dengan tangan kanannya dengan mengerahkan semua tenaganya. Kelihatan tangannya itu dari putih berubah menjadi merah, tangan itu menyiarkan hawa panas. Hoat Poen Siansoe terperanjat.

"Saudara Sin, tahan- ia berseru, "Dengan memandang pada pinceng, sabarlah sebentar" Houw-yan Tiang Kit tidak takut, Masih dia tertawa dingin-

"Sin Kong Tay, latihan tanganmu masih belum mahir sempurna" kata dia. mengejek, "kau masih belum dapat menggunai nya sekehendak hatimu sebaliknya saudara Tie ini. yang disebut cie Ie Boe Eng, tubuh nya gesit luar biasa, tubuhnya dapat bergerak cepat seperti kilat Umpama kata saudara Tie menurunkan tangan menotok telapakan tanganmu, maka akan ludaslah semua kepandalanmu. Sampai itu waktu --Hm -- kau menyesal pun sudah kasip"

Sin Kong Tay berjuluk. "Hoei Chee Hwee Kong." Si Bintang Terbang tangan berapi, tangannya itu dapat dibikin panas seperti bara marang, karena itu dia jumawa dan galak sekali. Didalam mendongkolnya, dia kata:

“Jikalau kau dapat keluar dari Tay Hoed Sie dengan masih hidup, seumumya aku si orang she Sin tidak akan muncul pula dalam dunia Kang-ouw"

Tiang Kit tertawa berlengak, lama tertawanya itu.

Ho Cin Coe sabar, selama itu dia berdiam saja, bahkan dia memejamkan matanya. Tak lama kembalilah pendeta yang tadi lari masuk kependopo ia diikut seorang usia pertengahan yang tangannya dibalut, Dia bermuka sangat pucat. Ketika dia melihat cie ie Boe Eng, dia melengak, akan tetapi dia terus menghampirkan Ho cin coe, untuk memberi hormat sambil menjura.

"Louw Siang." tanya ketua Ngo Bie Pay itu seraya matanya melirik. " apakah benar Tie Loosoe ini yang kemarin telah mengenakan tangan jahatnya membinasakan belasan murid Siauw Lim Sie ? Kau bicara, jangan kau mendusta "

Louw Siang mengawasi Sin Hong.

"Tidak berani teecoe mendusta," dia menyahut sungguh-sungguh. "Dengan sebenar Tie Loocianpwee ini yang membunuhnya, sedang lenganku juga telah dihajar loocian-pwee. Ketika looCianpwee mau berlalu, dia, menyebut terang-terang nama dan gelaran nya sendiri, jikalau teecoe berdusta, bersedia teecoe dihukum berat "

Mendengar begitu, Sin Hong tidak menjadi gusar, Sebaliknya, ia bersenyum, Tahulah ia bahwa telah orang memakai namanya "Louw Loosoe, benar- benarkah kau melihat aku kemarin ?" ia tegaskan-Louw Siang melengak, Dia mengawasi tajam, romannya heran-

Tiong Hoa lantas berbisik pada Sim Yok: "inilah aneh.

Mesti ada orang telah menyamar menjadi Tie Loosoe, guna memfitnah dan mengacaukan Rimba Persilatan, supaya kemudian dialah yang memungut hasil "

Tiang Kit dengar perkataanya Tiong Hoa, dia tertawa dingin.

"Tak mungkin- katanya sengit, "Mungkin kaum lurus ini mau memfitnah orang untuk membasminya, supaya mereka hidup sendiri jikalau mereka tidak dihajar, nanti tak ada orang menentangnya"

Tiong Hoa berdiam ia tetap curiga, Hanya disaat itu, sulit untuk menerka, siapa yang telah memfitnah Sin Hong. Ho Cin Coe mengasi lihat roman keren-

"Louw Siang disini ada Tie Loosoe, kau telah melihatnya tegas atau belum?" Semua orang berdiam Maka sunyilah latar depan pendopo itu. "Sedikit juga tak salah Benar dia" akhirnya Loaw Siang menjawab.

Tetap Sin Hong tidak menjadi gusar, Dia hanya tertawa nyaring, hingga mega umpama kata menggetarkan hingga orang ketulian.

“Tie Loosoe, apa artinya tertawa mu ini?" Hoat Poen tanya, "sembilan belas jiwa murid siauw Lim Sie mati kecewa, maka atas nama Sang Buddha kami yang maha murah hati pinceng minta sudilah kau memberikan keadilan-“

Mendengar demikian, Sin Hong mengasi lihat sinar matanya yang berpengaruh. "Sembilan belas jiwa murid Siauw Lim Sie telah terbinasa kecewa, mereka memang harus dikasihani." kata dia, "Didalam hal itu, aku si orang she Tie suka memberikan keadilannya, Cuma "

"Cuma apa?" tiba-tiba seorang menyela. "perkara toh sudah terang jelas? Kau selayaknya menghajar dirimu sendiri dengan tanganmu hingga mati. Buat apa kau mengulur tempo lagi?"

Sin Hong melirik. Dia mengenali Sin Kong Tay si jumawa yang rupanya berhati sangat dengki, Lantas dia tertawa dingin.

"Sin Kong Tay" kata dia bengis, "lebih dulu aku nanti ambil jiwamu, baru aku ambil jiwaku sendiri Sang waktu masih belum terlambat."

Dengan mendadak, dan cepat luar biasa, sesosok tubuh sudah mencelat kedepan si orang she Sin, untuk menyerang.

Sin Kong Tay tertawa dingin tubuhnya menggeser sebat, setelah mana dengan dua tangannya dia membalas menyerang, Dia menotok dua jalan darah. Sin Hong berkelit kembali ia menyerang pula, bahkan ia terus mendesak.

orang liehay bertempur dengan mencari kemenangan waktu, demikian Sin Hong, dia segera merangsak membuat lawannya main mundur, Dia pun saban-saban mengasi dengar ejekannya.

Sin Kong Tay kelabakan, sulit dia memperbaiki diri.

Tentu saja dia menjadi malu, mendongkol dan penasaran, hingga dia mesti mengasi dengar suaranya yang keras dan kasar.

Menampak demikian, siang ceng in ingin membantui kawannya, ia menggeser tubuhnya kedalam gelanggang, untuk lantas menerjang Sin Hong. Tanpa pikir lagi, ia menyerang punggung orang yang kosong.

Segera terdengar satu suara bentrokan yang keras akibatnya itu ceng in terhuyung mundur dua tindak.

Orang lantas melihat Houw-yan Tiang Kit berdiri didepannya orang she Siang itu, bahkan jago tua ini tertawa nyaring dan kata: "Sungguh aku tidak sangka orang kaum lurus dapat main keroyok dan main membokong juga Sungguh hina Tak tahu malu.”

Ketika orang menggeser diri, Tiang Kit melihatnya, maka ia terus memasang mata, Kata ia didalam hatinya: "Kau boleh berpikir untuk mempuaskan dirimu, tapi kalau hari ini aku tidak bikin kau runtuh, percuma aku menjadi muridnya Pit Boe Koen-“

Tiang Kit memang muridnya Pak Pit --si Pit dari Utara, jago yang telah mengundurkan diri puluhan tahun lamanya.

Ceng-In kalah tenaga dalam, dia mundur dengan kedua lengannya terasa nyeri dan dadanya sesak, Mendengar dan melihat orang menghina padanya, ia mendongkol bukan main mukanya daripucat menjadi merah padam. Itu waktu Hoat Poen berlompat maju, untuk malang ditengah.

"Empat loosoe, tahan dulur ia berkata nyaring, kedua tangannya dikibaskan lalu dirangkap. untuk memberi hormat, "Pinceng minta sukalah loosoe semua mendengar dulu perkataanku"

Sin Kong Tay dan Tie Sin Hong berhenti bertempur. "Urusan siauw Lim Sie nanti siauw Lim sie sendiri yang

menyelesaikannya." berkata pendeta itu. "Sin Tan-wat dan Siang Tan-wat sudi membantu Siauw Lim Sie, untuk itu pinceng menghaturkan banyak-banyak terima kasih."

Habis berkata, ia mengibas pula, Maka empat pendeta maju untuk mengurung Sin Hong.

Menyaksikan sikap keempat pendeta itu, Cie IeBoe Eng tertawa lebar, sedikitpun dia tidak jeri. Dia bahkan berkata: "Siauw Lim Pay kesohor sebagai tertua Rimba persilatan yang liehay, dalam tujuh-puluh- dua ilmu silatnya, tak ada satu jua yang tak mahir, tetapi aku si tua, yang tinggal di luar lautan, menyesal belum pernah aku melihatnya maka itu, kebetulan sekali ada ini ketika yang baik Taysoe berempat, silahkan kamu mulai

memberi pengajaran kamu " Keempat Anan coencia menjura.

"Maaf " katanya. Lalu yang dibarat mulai bergerak. diturut oleh yang lainnya.

Tie Sin Hong tidak berani memandang ringan, bahkan dia berhati-hati, Maka juga, selagi orang bergerak. ia mendahului menyerang.

Pendeta yang diserang berkelit, lantas dia berganti tempat dengan kawannya, yang lain pun bergerak pula, hingga mereka itu, bergerak satu bergerak semua.

Mereka bergerak sambil bersiul, Mereka gesit sekali. Ketika mereka membalas menyerang, serangan mereka juga hebat.

Menyaksikan demikian, Sin Hong mengerutkan alis, sekarang ia menginsafi liehay nya lawan Dari caranya mereka itu bertempur ia tahu terang orang hendak lebih dulu membikinnya letih. Tentu sekali, itulah berbahaya untuknya, maka ia pikir pula: "Mereka harus didului, supaya mereka tak sempat mencapai maksud mereka " Demikian ia menyerang pula dengan tenaga berlebihan 

Keempat pendeta itu benar liehay, Terus mereka bertempur dengan saban-saban mengganti kedudukan- Saban-saban Sin Hong menyerang tempat kosong.

Sebaliknya, saban kali juga ia merasa dadanya terdesak hingga ia mesti senantiasa berkelit.

Melayani musuh-musuh demikian, ia menjadi kewalahan ia mesti menggunai tenaga luar biasa disamping ia sendiri mesti mengobral tenaga dalamnya.

Dengan begitu, lama-lama keempat pendeta, dengan Soe ciang Tin, barisan Empat itu, dapat mendesak hingga kurungannya menjadi semakin rapat.

Sim Yok dan Lauw Chin menjadi ber-kecil hati, Mereka melihat tegas Sin Hong ialah unggul. Mereka lantas melirik Tiong IHoa, siapa sebaliknya mengawasi mendelong kependopa Tay Hiang Po-tian, dia bagaikan kesengsam. Karena itu, mereka tidak berani menegur, pertempuran berlangsung terus.

Lama-lama Hauw-yan Tiang Kit menjadi tak dapat menahan diri lagi, ia menggeser dirinya.Justeru ia bergerak. justeru ia melihat dua orang maju menghadang. itulah Sin Kong Tay bersama siang Ceng in-"Mau apa kau?"

Sin Kong Tay menegur kaku.

"Tidak apa-apa" sahut Tiang Kit, ber-senyum, "Sudah terlalu lama aku si orang tua berdiri, kakiku pegal, ingin aku menggeraki otot-ototku Apakah halangannya denganmu?"

"Terhadapku kau tepat menyebut dirimu aku si orang tua?" Kong Tay menegur. Tiang Kit tertawa. "Kamu bangsa angkatan muda" katanya tetap mengejek. "Dengan aku menyebut diri ku si orang tua, masih bagus untuk kamu."

Sembari berkata begitu, Tiang Kit menyerang dengan kedua tangannya.

Dua-dua Kong Tay dan Ceng In terkejut, dengan sendirinya mereka berlompat berkelit. Dengan begitu terbukalah lowongan, maka Tiang Kit berlompat maju terus, Dengan menolak kedua tangannya berulang-ulang, ia membikin Soe Ciang Tin menjadi kacau, hingga Tie Sin Hong dapat meloloskan diri.

Selagi Tiang Kit bergerak terus, mendadak seorang berlompat kedepannya. untuk menolaknya, hingga ia mesti menyelamatkan diri. sekarang ia melihat Hoat Poen Siansoe berdiri dihadapannya.

"Houw-yan Loosoe, apakah maksud mu?" tanya pendeta itu. Apakah tan-wat berani bertanggung jawab untuk jiwanya sembilan belas murid Siauw Lim Sie itu?"

Tiang Kit belum memberikan jawabannya atau ia sudah lantas diserang sin Kong Tay dan Siang ceng In, yang berlompat maju dengan berbareng.

ooooo

BAB 23

MAU ATAU TiDAK, terpaksa Tiang Kit melayani kedua musuh itu, hingga mereka menjadi bertempur.

Nyata Kong Tay dan ceng In dapat bekerja sama, dengan begitu Tiang Kit mesti bersungguh-sungguh melayaninya.

Dilain pihak. Tie Sin Hong telah terkurung pula oleh keempat pendeta, Dalam repotnya, ia berpikir ingin ia menyerang salah satu musuh yang terlemah, guna menoblos kurungan itu. Lantas ia memasang mata.

Karena mereka sudah bertempur lama, ia cepat dapat melihat, Demikian mendadak ia menyerang pendeta yang tubuhnya lebih katai dan kurus, ia menyerang sambil tertawa dingin-

Pendeta itu terperanjat dia menjadi gugup hingga barisannya lantas menjadi kacau sendirinya.

Ho cin coe melihat itu, dia kaget.

"Cie Ie Boe Eng benar liehay " katanya, "celaka, dia mengetahui rahasianya Soe ciang Tin "

HoatPoen berada disisisi imam, dia bersenyum. “Jangan kuatir, ciangboenjin," kata dia tenang, "soe

ciang Tin dapat berubah-ubah, percuma saja usahanya Tie Sin Hong "

Sim Yok dan Lauw chin menjadi bertambah susah hati, mereka serba salah. Mereka bangsa lurus, tak dapat mereka turun tangan membantui dua sahabat itu.

Tiong Hoa masih terus berdiam, ia memikirkan keras siapa yang menyamar menjadi Sin Hong membinasakan Sembilan belas murid Siauw Lim Sie yang menjadi biang peristiwa didepan mata ini. Karena ia berpikir keras itu, didepan matanya berbayang pelbagai penglihatannya dikota Koen-beng, ia lantas ingat kitab Lay Kang Koen Pouw, Kitab itu diarah banyak orang, maka itu makin baik adanya apabila pengaruhnya kurang.

Untuk itu, dapat orang memakai siasat adu domba, Tie sin Hong menghendaki kitab, pantas kalau dia disingkirkan Bukankah disana ada rombongannya Wie Tiang-Bin? Bukankah disana ada Giok ceng Sian-coe Mauw Bun Eng, yang nampaknya mencintai Kwat Leng? Bukankah Kwat Leng itu sangat telengas dan licik? Apa salahnya dia memfitnah Sin Hong.

Maka itu, sipenyamar tentulah Wie Tiang Bin, Sin Hong pernah menjadi kawan dijalan ribuan lie dari Kwat Leng, pasti Kwat Leng ketahui baik segala hal ikhwal dan niatnya orang she Tie ini. Kemudian ia ingat Phang Lee Hoen, Nona itu tak mau bicara dengannya, bahkan romannya penasaran terhadapnya.

Bukankah Lee-Hoen menyebut halnya dia melihat Yan- Loei? Apa itu bukan kisikan Lee Hoen untuk ia pergi mencari ketua dari Yan Kee-Po itu? Mungkin Lee Hoen ketahui sepak tenangnya Kwat Leng, hanya si nona tak tahu, ia berada dalam rombongannya Sin Hong.

Sin Hong mau mencari Kwat Leng, hal itu pasti diketahui tiga orang Kang-ouw dalam rumah makan itu, yang diketemui Lee Hoen...

Setelah berpikir begitu jauh, baru anak muda ini melihat kepada pertempuran ia menjadi terkejut mendapatkan Sin Hong terancam bahaya keruntuhan- Hanya sekarang kawan itu lagi dikepung bertiga, sebab pendeta yang keempat lagi duduk bersemedi diluar kalangan-

Kenapa cie Ie Boe Eng tak berdaya? pikirnya. ia tidak tahu, baru saja kawan itu di kepung berempat, sedang keempat pendeta itu pendeta-pendeta pilihan dari Siauw Lim Sie.

Sudah lama sin Hong terkepung, pasti dia kehabisan tenaga, Dilain pihak. seru pertempuran diantara Tiang Kit dan Kong Tay serta Ceng In.

Hampir disaat itu, sipendeta yang duduk bersila lompat bangun, untuk masuk pula dalam barisannya, guna memperlengkapi barisannya itu, itu berarti bahaya untuk Sin Hong, yang dalam setiap detik dapat terobohkan.

Menyaksikan semua itu, tak dapat Tiong Hoa berayal lagi, Mendadak ia berseru, tubuhnya melesat kedalam Soe ciang Tin. Dengan kedua tangannya ia menolak, ke depan, kekiri dan kanan.

Keempat pendeta terperanjat Mereka merasa diri mereka tertolak, benar perlahan tetapi mereka mesti mundur, sebab tak dapat mereka bertahan- Karena itu, sin Hong dapat lompat keluar kepungan-

Hoat Poen Siansoe dan Ho cin coe terkejut, keduanya lompat maju. Tiong Hoa mengangkat tangannya.

“Jiewie loocianpwee, tahan" katanya sabar tetapi nyaring. "sukalah Jiewie mendengar dahulu padaku"

“Jikalau kau ada bicara, Lie Siauwhiap. bicaralah." sahut Ho cin coe. Tiong Hoa lantas menoleh kepada Tiang Kit, yang lagi bertarung seru.

Hoat Poen melihat itu, ia lantas menyerukan mereka itu: "sin Tan- wat Siang Tan-wat Tolong berhenti dulu. Mari kita mendengar apa katanya Lie Siauwhiap ini"

Sin Kong Tay dan Siang Ceng In mendengar seruan itu, dengan lantas keduanya lompat mundur, terus mereka menghampirkan “Ho cin coe”, Ceng-In bertabiat keras, dia menghadapi Tiong Hoa dan menanya dengan bentakannya: "Kau mau bicara apa? Lekas jangan kau membikin gagal urusan kami si orang tua."

Didalam hatinya Tiong Hoa mendongkol. orang sangat kurang ajar, Maka ia tanya. "Mohon tanya, Siang Loosoe, kau mempunyai urusan penting apa? supaya aku si orang she Lie tidak sampai membikin urusanmu itu gagal, nah, silahkanlah"

Ceng In menjadi gusar, ia pun tak senang si anak muda mengubah panggilannya. Ia tidak dipanggil lagi loocianpwee, itulah penghinaan, pikirnya.

"Orang masih begini muda tetapi sudah begini jumawa" bentaknya "Kalau kau sudah berusia lanjut, bukankah dimatamu tak ada siapa juga? Tidak dapat tidak. hari ini aku si orang tua mesti mengajar adat padamu"

Tiong Hoa menyambut dengan tertawanya yang dingin.

"Maaf” katanya, "Losoe tabiatmu keras dan kejumawaanmu hebat, kau melebihkan aku si orang she Lie. Bukankah itu menjadi sama saja? Loosoe mau mengajar adat padaku. bagaimana itu? Loosoe berdua melawan satu, loosoe masih tak dapat mengalahkan Houw-yan Loocianpwee bagaimana sekarang loosoe berani bicara begini besar Siang Losoe, kau sungguh sangat tak tahu diri"

Karena ia menyebut "dua lawan satu," sin Kong Tay turut terbawa-bawa.

Mendengar kata-kata si anak muda, Houw yan Tiang Kit tertawa lebar, terus ia kata nyaring: "Lie Laotee, kata- katamu ini benar seperti jarum yang tepat mengenai jalan-darah sungguh aku si tua kagum terhadapmu"

Mukanya Siang Ceng-In menjadi pucat dan guram, begitu juga Sin Kong Tay, saking tak dapat menguasai diri, perlahan-lahan mereka mengangkat tangan kanan mereka. Hoat Poen Siansoe melihat suasana buruk. ia pun ragu-ragu untuk kepandaian pemuda she Lie ini. ia telah menyaksikan bagaimana orang dengan mudah saja memasuki Soe ciang Tin. Kalau mereka jadi bentrok.

entah bagaimana hebat akibatnya, Maka itu lekas ia maju di tengah pula.

"Sabar, tuan-tuan," kata ia setelah memuji Sang budha, "Karena urusan Siauw Lim Pay mesti terjadi pertempuran, sungguh tak enak hati pinceng, Lie Siawhiap. pinceng bersedia mendengar pikiranmu yang baik "

Tiong Hoa dapat mengendalikan diri. Justeru itu ia melihat Sin Kong Tay dengan tangan kanannya merah membara lagi menghampirkan Houw-yan Tiang Kit. yang berdiri terpisah jauhnya satu tombak. rupanya dia mau menyerang kawannya itu.

Mendadak ia menjadi gusar, Tak ayal lagi ia mengajukan sedikit tubuhnya sambil tangannya diulur, maka meluncurlah tangan kera terbang nya, menangkap berbareng ditegakkan keras.

Sin Kong Tay tak dapat mengelakkan diri, tubuhnya terpelosok, tangannya menyerang terus, mengenai sebuah pohon pek muda, hingga dalam sekejap. pohon itu roboh-patah terus terbakar Tapi juga, di saat yang bersamaan itu, Kong Tay merasakan lengannya sangat nyeri, parasnya berubah menjadi sangat pucat, dan dia berdiri menjublak dengan meringis. Dia sakit, malu dan mendongkol sekali, tetapi dia mesti membungkam.

Ho cin coe dan Hoat Poen menyaksikan itu, juga Ceng-In, ketiganya berdiri menjublak. Bukan kepalang herannya mereka untuk liehaynya si anak muda. Tiang Kit sebaliknya tertawa terbahak tak hentinya. 

Tiong Hoa mengawasi tajam pada Sin Kong Tay, dia kata, dalam suaranya : "Sin Loosoe, lagakmu seperti lagak bangsa tikus, cara bagaimana kau dapat menyebut diri kaum lurus ? Tidakkah kau membuat malu kepada semua cianpwee ?"

Hati Ho cin coe dari Ngo Bie Pay bercekad. Sungguh hebat kata-kata pemuda ini,

Dengan tak langsung ia kena terpukul dengan kata- kata itu. Tanpa merasa, ia menatap wajah orang, yang demikian tampan dan tenang. Mau atau tidak. diam-diam ia memuji.

Sin Kong Tay berdiam sekian lama, lalu dia tertawa, sedang matanya bersinar bengis, dia kata dingin: "Kau sangat memandang enteng kepadaku si orang tua, baik, akan aku membikin kau puas, Dengan latihanku beberapa puluh tahun, suka aku melayani kau main- main, supaya kau boleh mengangkat namamu dalam dunia Kang ouw"

"Sin Tan-wat..." kata Hoat Poen, dengan hatinya berkuatir, ia melihat orang gusar sekali dan menjadi berkuatir nama besar kawan ini nanti runtuh kecewa.

Kong Tay mengulapkan tangannya mencegah pendeta itu bicara terus, dia kata tetap dan keras: "Taysoe tak usah banyak omong lagi, pikiranku sudah tetap"

Hoat Poen berdiam, alisnya berkerut, Ho cin coe berbisik pada pendeta itu: "Dia sangatjumawa dan beradat keras sekali biarkanlah" ia menjadi sangat tak puas kepada orang she Sin itu.

Ceng In melihat tak puasnya Ho cin coe itu. tiba-tiba ia sadar, lantas ia menjadi menyesal, akan tetapi sin Kong Tay sudah maju tak dapat ia mundur, atau ia akan malu sendirinya, meski demikian, ia ragu-ragu.

Teng Beng, sebagai kepala dari Tay Hoed Sie, sebagai tuan rumah, menjadi serba salah juga, ia berdiam tetapi perasaannya tegang sendirinya.

Tie Sin Hong bersama Houw-yan Tiang-Kit menghampirkan Sim Yok dan Lauw chin untuk berdiri berkumpul. Semua mereka mengawasi Tiong Hoa.

Ketika itu tengah hari tepat, Karena semua orang bungkam, suasana sunyi sekali. Apa yang terdengar cuma suara angin dan kutu-kutu.

Tiong Hoa bersikap tenang, tetapi sebenarnya ia menyesal sekali ia merasa bahwa barusan ia telah terlepasan omong. Maka itu, ia lantas bersenyum dan berkata: "sin Loosoe, kita tidak bermusuhan, buat apa kita sembarang mengadu kepandaian? Menurut aku, baiklah kita saling berjabat tangan untuk menjadi akur pula."

Ho cin coe mengangguk dengan diam-diam. ia kagum untuk si anak muda.

Tapi sin Kong Tay berkata keras: "Kata-kataku si orang tua telah dikeluarkan itulah kata-kata seperti beratnya gunung, maka itu walaupun kau takut, aku sendiri, tak suka aku berhenti sampai disini saja"

Mendengar demikian, dari tempatnya berdiri Tiang Kit tertawa nyaring dan kata: "Kalau sendiri yang mencari celaka, siapa hendak dipersalahkan?" sepasang alisnya Sin Kong Tay terbangun, matanyapun bersinar. Tiong Hoa sebaliknya menghela napas.

“Jikalau Sin Loosoe tak sudi menyudahi, Ya, apa boleh buat, terpaksa aku si, orang she Lie akan melayanimu." katanya sabar. "Sudah lama aku mendengar loosoe pandai dalam dua rupa ilmu Kipas Besi dan Bintang Terbang, sekarang ingin aku tanya, dengan yang mana satu loosoe hendak memberikan pelajaran padaku?"

Kong Tay tertawa dingin, tangannya merogo sakunya, ia mengasi keluar sepotong kipas besi (thie-sie) panjang dua kaki, ketika ia mengibas tangannya, kipas itu lantas terbuka.

Tiong Hoa mengawasi, dengan matanya yang tajam lantas ia mendapat lihat pada kipas itu kedapatan jarum- jarum, sedang tulang kipas kasar semuanya, ia menduga, didalam tulang kipas itu mungkin tersimpan rahasia yang berbisa, Karena ini, timbul rasa jemunya.

Sin Kong Tay tertawa dingin dia kata: "Aku si orang tua tak akan menCelakai kau dengan tangan apiku bintang terbang -Hei chee Hwee- kiat- ciang Asal kau dapat meloloskan diri dari kurungan seratus dua puluh delapan jurus dari ilmu silatku kipas besi Thian Lo sie, akan aku menyudahinya sekarang kau hunuslah senjatamu"

Tiong Hoa tetap berlaku tenang, ia bersenyum. "Sin Loosoe," ia kata sabar, ilmu tangan mu yang

berapi itu mudah dilepasnya sukar ditarik pulangnya, maka itu daripada kau gunai itu untuk akhirnya mencelakai dirimu sendiri, memang baik kau tidak gunakan sama sekali" ia mengawasi kipas orang, terus ia menambah kan:

"Karena Loosoe yang ingin memberi pengajaran, silahkan Loosoe yang mulai" Sin Kong Tay merasa ia terus diperhina, tak mau ia mengerti bahwa orang melayani ia dengan kesabaran luar biasa, ia kata: Mungkinkah kau hendak melayani aku dengan tangan kosong? Kalau begitu, jangan nanti kau katakan aku menghina orang yang tak menggunai senjata"

Alisnya Tiong Hoa bangun berdiri ia tertawa nyaring. "Sin Loosoe silahkan kau mulai dengan pengajaranmu"

kata ia. "Meski aku si-orang she Lie bodoh, tak nanti aku menghina orang Dengan sebenarnya aku merasa sanggup melayani dengan tangan kosong pada seratus dua puluh delapan jurus ilmu kipas Thian Lo Sie kau yang liehay itu"

Orang2 terkejut mendengar suara itu, bahkan Sin Hong lantas kata pada Tiang Kit:

"Lie Lotee kita ini sungguh besar nyalinya. Seumurku belum pernah aku menemui lain orang semacam dia Sungguh dia membuatnya aku kagum."

"Begitu juga aku” kata Tiang Kit,Justru itu Sin Kang Tay telah membentak. yang mana disusul dengan gerakan tangannya, membikin kipasnya tertutup dan terbuka pula, untuk dikibaskan untuk segera mulai dengan penerangannya. Bersama kipas besi itu waktu diajukannya.

Tiang Hoa tidak menangkis, ia hanya ber kelit. "Aku si arang she Lie akan mengalah selama tiga

jurus" katanya tertawa riang, "setelah itu baru aku akan membalasnya."

Kembali Kong Tay tersinggung, orang mengalah, tapi itu membuat hatinya panas, ia merasa ia dipandang hina. Karena ini, ia lantas menyerang dengan bengis sekali, yang satu gagal, yang lain menyusul. Tiong Hoa menutup diri dengan tangan kirinya, ia berkelit dengan sangat gesit ia menanti sampai lewat tiga jurus, baru ia menggunai tangan kanannya, untuk memberikan perlawanan ia menggunaijurus-jurus dari Kioe Yauw Seng Hoei dicampur dengan ajaran gurunya di Yan-khia.

Dengan cepat tiga puluh jurus sudah lewat. Sin Kong Tay heran dari heran dia menjadi penasaran saking penasaran darahnya meluap. Dalam murkanya, ingin dia melakukan pembunuhan Semua serangannya sia-sia belaka, meski dia sudah menggunai tipu tipu yang dia rasa liehay. Sebaliknya, setiap kali si anak muda meluncurkan tangan kearahnya, anginnya itu membikin dia merasa kejang atau ngilu.

Ho cin coe mengherani kepandaian Tiong Hoa, sepasang alisnya sampai dikerutkan rapat.

"Taysoe, dapatkah kau mengenali ilmu silatnya anak muda ini ?" ia tanya Hoat Poen disamping, siapa ia berdiri menonton-

"Menurut aku, ilmu silatnya itu mirip ilmu silat Tionggoan tetapi ada bedanya..."

"Pinceng melihatnya separuh." kata Hoat Poen "Didalamnya terselip ilmu silat Hok In Siangjin dari See Koen Loen- Yang aneh yalah pinceng tahu betul, Hok in siangjin tidak menerima murid."

Ketika itu Sin Kong Tay sudah menyerang pula, dengan tipu silatnya yang di namakan Ki Siauw Hong Mo "Menaklukkan siluman dilangit." kipasnya dari atas turun kebawah, disusul dengan menyambarnya jarum- jarumnya kipas itu, umpama kata mirip dengan derasnya hujan- Kipas itu kipas besi dan mengkilap. maka juga selagi dipakai bersilat, cahayanya berkilauan membikin- mata berkunang-kunang, dari itu. melesatnya jarum sukar terlihat tegas. Akan tetapi Tiong Hoa sudah bersiap sedia, tangan kirinya yang dipakai menutupi dada lantas ditolakkan keras, bikin semua jarum mental balik.

Sin Kang Tay terkejut. Mulanya ia merasa angin halus menyambarnya, lantas tangan nya seperti terhalang, terus- kipasnya ter-tolak hampir lepas dari cekalan. Tiong Hoa tertawa nyaring, berbareng dengan itu, lima jari tangannya menjambak.

Seperti juga tak terlihat, tangan itu sudah menyentuh kipas besi. kagetnya Kong Tay bukan kepalang, Dia tahu celaka dia kalau kipasnya itu kena terampas.

Tepat saat itu, diantara mereka terdengar tertawa yang nyaring yang disusul

kata-kata ini: "Sahabat cilik sudah lama kita berpisah apakah kau baik-baik saja Tidak kusangka disini kita bertemu pula"

Suara itu datang dari pohon pek tua di-luar tembok peka rangan cuma pohon itu besar dan tinggi sekali, jauh melewat tinggi nya tembok, Maka berbareng dengan akhirnya kata-kata itu, sesosok tubuh tampak meluncur turun dari atas pohon itu, meluncur seperti burung terbang sebab ilmu ringan tubuh yang digunakan yaitu cit Kim sin- hoat atau "Tujuh jenis unggas."

Tiong Hoa mengenali suara itu, maka ia lantas melepaskan cekalannya kepada kipas, terus ia berlompat keluar kalangan guna memapak orang itu. Sin Kong Tay melengak mukanya pucat, sinarmatanya guram. Semua orang lainnya heran semua berpaling kearah orang yang baru tiba itu, yang bukan lain daripada Hoat Hoei Siangjin, pendeta suci dari Siauw Lim Sie.

Tiong Hoa menyambut dengan menjura dalam. "Apakah Siangjin banyak baik?" sapanya. Dengan rupanya yang sangat menyayang, pendeta itu mencekal kedua tangan si anak muda.

"Berkah rejekimu, sahabat cilik" katanya ramah, "Apakah yang menyebabkan kau gusar, sahabat cilik, maka kau sampai hendak menurunkan tanganmu?"

"Boanpwee masih terlalu muda, tanpa merasa boanpwee jadi berlaku menuruti suara hatiku," sahut Tiong Hoa, mukanya merah, tandanya ia jengah. Hoat Hoei Siangjin mengurut kumis, ia tertawa bergelak.

Hoat Poen lantas menghampirkan, untuk menghunjuk hormatnya. "soeheng" ia memanggil.

“Jangan pakai aturan, soetee," pendeta itu kata.

Kemudian ia menghampirkan Ho cin coe, untuk memberi hormat seraya menanyakan kesehatannya imam itu.

Kemudian lagi ia menemui semua orang lainnya yang hadir di situ. Sin Kong Tay Nampak jengah, tetapi penasarannya tak lantas lenyap.

Hoat Hoei memandang Hoat Poen, ia menanya: "Tersiar berita bahwa sembilan belas anggauta kita dari angkatan ketiga telah ter binasakan orang tak dikenal, apakah soetee ketahui duduknya peristiwa itu ?"

Hoat Poen batuk-batuk perlahan-

“Justeru karena mencari tahu urusan itu, hampir slauwtee bentrok dengan Lie Siauwhiap." ia menjawab.

"Apa ?" tanya Hoat Hoei heran- "Apakah soetee ketahui pasti kebinasaan mereka itu benar dilakukan Lie Siauwhiap ?" "Tidak..." sahut Hoat Poen, likat, setelah itu ia memberikan penjelasannya.

"Kalau begitu, soetee, kau terlalu sembrono " Hoat Hoei menegur, "selagi urusan belum jelas, mengapa kau membiarkan sin Tan-wat dan Siang Tan-wat turun tangan untuk urusan kita? inilah hebat Kedua Tan wat baik sekali, mereka suka membantu dan membelai kita, itulah budi besar, walaupun demikian sebelum kau jelas duduknya perkara, kenapa kau tidak mencegah pertempuran ini ? jika la u peristiwa sampai tersiar tidakkah kita bakal dapat nama jelek ? Bukankah orang akan mengatakan Siauw Lim Sie mencari onar tanpa sebab ?"

Hoat Poen berdiam. Sin Kong Tay dan Siang ceng in pun jengah.

"Dalam hal ini tak dapat diperhatikan Hoat Poen Taysoe menjadi bercuriga." Tiong Hoa malang tengah, "Mengenai ini boanpwee sudah memikirkannya, kalau siangjin sudi dengar, nanti boanpwee mengutarakan apa yang boanpwee pikir itu."

Hoat Hoei tertawa.

"silahkan, bersedia loolap mendengarnya," katanya manis.

“Jangan mengucap demikian Siangjin, boanpwee malu." kata si anak muda, hormat dan merendah, setelah itu ia mengawasi Louw Sian, yang sampai sebegitu jauh berdiam saja, ia menanyai Louw soehoe, ada tiga soal yang aku masih belum mengerti, apakah loosoe sudi memberikan penjelasannya kepadaku? "

“Jikalau siauwhiap ada pertanyaan, silahkan ajukan," sahut orang she Louw itu, romannya sungguh-sungguh. "Segala apa yang aku ketahui, suka aku memberitahukannya.”

Tiong Hoa berdiam sebentar.

"Loosoe, dimanakah loosoe telah bertemu dengan cian-pwee cie Ie Boe Eng Tie sin Hong?" ia tanya, "

Ketika pertempuran yang mengakibatkan pembunuhan hebat itu terjadi, ada siapakah pula yang hadir itu waktu? Dan kejadiannya, jam berapakah itu?"

Louw Siang berpikir sejenak, baru ia menjawab: "Tempat itu yalah dipegunungan di selatannya dusun couw-hing, dijalan dekat dengan perhentian, Ketika itu Tie Losoe berada sendirian saja, waktunya yalah baru lewat tengah hari."

Tiong Hoa menggeleng-geleng kepala.

"Dua- dua tempat dan waktu kejadian itu tak tepat dengan kedudukan Tie cianpwee." katanya, "Kami melakukan perjalanan bersama, tak sedetik juga kami berpisahan, Ketika kami tiba di couw hiong, peristiwa sudah terjadi. Teranglah ini perbuatan orang jahat yang menggunakan akal muslihat meminjam golok untuk membunuh orang."

Louw Siang melengak.

Tiong Hoa bersenyum, ia kata pula: "Ketika itu waktu loosoe bertemu Tie cianpwee, dapatkah loosoe menerangkan apa suaranya Tie cianpwee itu sama dengan suara Tie cianpwee sekarang ini?"

Mendadak Louw Siang menghajar kepalanya sendiri. "Benar-benar gila aku si orang she Lauw" katanya,

menyesaikan diri, "Kenapa aku lupa pada soal suara itu? Suara Loasoe itu rada bernada suara orang Hoa lam, sedang suara Tie Laosoe ini bernada Kweitang, Siauw- hiap benar" Diantara kurban-kurban sembilan belas murid Siauw Lim Sie itu apa ada kedua Soehoe bernama Tay Khang dan Tay Thong.

Louw Siang menggeleng kepala, ia baru mau menjawab atau ia didahului Hoat Poen-

"Apakah Tay Khong dan Tay Thong pun terbinasa?" tanya pendeta ini, heran dan terkejut.

Tiong Hoa mengangguk romannya duka. "Benar," sahutnya, "Mayat mereka kedapatan

diselokan gunung ditepi jalan bercampuran dengan mayat-mayatnya Thay-Heng Sam Hoa serta lain-lain orang pihak sesat."

Hoat Hoei Siangjin menghela napas. "Loolappercaya padamu, sahabat cilik." kata ia.

"Hanya loolap tak mengerti kenapa orang itu menyamar menjadi Tie Tan-wat. Apakah sahabatku ketahui siapa orang yang demikian licik dan jahat itu?"

Tiong Hoa membuka mukanya perlahan.

"Dialah Liok Hap Im ciang Wie Tiang Bin" sahutnya lancar.

Semua orang kaget, hingga mereka saling memandang.

"Tetapi Wie Tiang Bin bukanlah orang yang mengepalai tindakannya itu." Tiong Hoa berkata pula "Dia cuma si pengikut dan pembunuh, kepalanya yalah lain orang, sekarang ini diwilayah selatan ini telah berkumpul pelbagai macam ahli silat, semua tak ada yang tak bersangkut paut dengan kitab Lay Kang Koen Pouw, si kepala itu meminjam golok lain orang guna membunuh lain orang lagi. untuk menimbulkan kekacauan dunia Rimba Persilatan, agar orang saling bunuh, supaya dia dapat mencapai maksudnya sebuah batu mendapatkan dua hasil berbareng. itulah orang yang licik dan berbahaya."

Hoat Hoei nampak heran.

"Sahabat cilik, apakah kau mencurigai Pouw Liok It atau ok Coe Pong Liap Hong?" ia tanya.

"Bukan," jawab si anak muda, ia melirik kepada Houw- yan Tiang Kit, orang she Houw-yan itu mengedipi mata, melarangnya membuka rahasia dulu, ia mengerti, maka ia kata: "Benar-benarlah dialah seorang lain. Hanya jikalau siangjin suka pergi ke Jie-Hay di Tali, disana pastilah Wie Tiang Bin akan dapat dibekuk."

"Apakah rombongan Tay in San juga telah berada di Tali?" Ho Cin Coe tanya tiba-tiba.

Tiong Hoa berdiam sejenak baru ia menjawab. "Kabarnya begitu, tetapi tak salah lagi mereka mesti

berada di Tiam Chong," katanya.

"Harus diketahui rombongan Tay in San itu berada d iba wah perlindungannya Sin-Kie coe Lo Leng Tek yang sangat cerdik, maka itu kabar angin saja tak dapat terlalu diandalkan. Jikalau begitu Pouw Llok It juga tentu mendengarnya?” Hoat Hoei tanya.

Tiong Hoa tidak menjawab. Tapi ia ingat suatu apa, dengan lantas ia berbisik pada pendeta tua itu. Hoat Hoei nampak heran-

“Jikalau demikian adanya, pastilah Pouw Liok It berada sendirian dan terancam keadaannya," katanya perlahan, "Kalau dia jatuh ditangan manusia jahat, dia bisa celaka, perlu loolap lekas berangkat ke-sana" Lantas dia hadapi Hoat Poen, untuk berkata: "soetee, perkara sudah terang, sekarang mari kamu beramai bersama aku lantas berangkat ke Tali, untuk mencegah maksud jahat orang- orang busuk itu sebelum mereka bertindak. terutama untuk membekuk Wie Tiang Bin buat dibawa ke Siauw Lim Sie guna menghukum.”

"Baik soeheng," menjawab Hoat Poen-

Ketika itu Tie Sin Hong menghampirkan, ia kata: "Pihakmu tak cocok dengan pihak ku, baik kita jalan berpisahan, Dengan begitu juga dapat dicegah suasana likat." Hoat Hoei bersenyum.

"Apabila Tie Tan-wat memikir demikian baiklah, loolap setuju." katanya. Tie-Sin Hong tertawa lebar.

"Nah, sampai bertemu pula" kata ia. " Lie Siauwhiap. mari kita berangkat"

Tiong Hoa memberi hormat pada Hoat Hoei Siangjin, untuk meminta diri kemudian dengan berpisahan dengan pihak sana itu, ia berangkat bersama rombongannya sendiri menuju ke Tali.

ooo

Tengah si puteri Malam terang-benderang dan pepohonan berbayang-bayang, kira jam tiga. Tie Sin Hong berlima sudah sampai diluar kota Tali. Pintu kota tertutup rapat, untuk masuk kedalamnya, mereka manjat melompati tembok. Dengan lantas mereka singgah disebuah penginapan dikota bawah.

Besoknya fajar, seorang diri Tiong Hoa keluar berjalan perlahan-lahan- ia memernahkan diri diantara banyak orang yang mundar-mandir dibagian kota yang ramai.

Terus ia bertindak dengan sabar.

Tali berada di barat Inlam merupakan jalan hidup antara Inlam dan See-kong, sedang Kota Atas dengan Kota Bawah terpisah satu di selatan dan yang lain diutara. Dalam perdagangan Kota Bawah ramai, apapula diwaktu hari raya yang dinamakan "Hie Tam Hwee," perdagangan ramai luar biasa, dari segala penjuru orang datang berbelanja.

Kota Tali pun bagaikan menyender pada gunung Tiam Chong San, menghadapi ke permukaan air Jie Hay. Hawa udara disitu hangat. di empat musim, iklim tetap nyaman dan pemandangan alamnya indah tak kalah dengan

Koen-beng.

Untuk kota Tali, ada empat macam keindahannya, yang sampaikan dibuat sebutan umum, ialah: "Angin di Kota Bawah, bunga di Kota Atas, saiju digunung Tiam Chong, dan rembulan ditelaga Jie Hay."

Tiong Hoa pesiar seorang diri, ketarik ia dengan cara hidup sederhana penduduk situ dimana orang Han hidup rukun dengan penduduk suku Biauw.

Dari dalam kota, Tiong Hoa pergi keluar nya. Disini ia tersengsam dengan kepermaian Jie Hay, yang airnya bergelombang, luasnya mungkin ratusan lie disekitarnya, Disitupun ada kaum wanita lagi mencuci pakaian dan kawanan bocah lagi mandi sambil bermain.

Jie Hay terletak ditimurnya kota Tali, panjangnya sembilan-puluh lie, lebarnya sepuluh sampai duapuluh lie, karena rupanya mirip telinga, maka itu didapatlah namanya, Jie Hay atau Jie Soei, Kali Telinga.

Tiong Hoa berjalan perlahan ditepian, hingga ia menarik perhatiannya banyak wanita muda yang lagi mencuci dan mandi itu, yang mengagumi ketampanannya. Kemudian ia berjalan diatas tanggul batu, ia berpikiran ruwet. Disini hatinya terbuka, ia ingin pesiar dulu beberapa hari, baru ia hendak pergi kekuil cong Seng Sie, sedang empat kawannya pergi berpisahan menyerep-nyerepi kabar hal rombongan dari Tay in San- Begitulah, setelah merasa puas, baru ia membalik tubuh buat berjalan pulang.

Tiba dikaki tembok kota, pemuda ini heran, ia melihat beberapa orang lompat turun dari tembok. terus lari memutar menuju kesebelah utara.

"Inilah siang hari apa mereka bikin ?" pikirnya. " Kenapa mereka tak takut dilihat orang ? Urusan apa itu yang membikin mereka demikian bergegas-gegas ? Dan arahnya yalah cong Seng Sie."

Saking curiga, tanpa sangsi pula, Tiong Hoa lari menyusul, ia melihat orang lari memasuki sebuah rimba, maka lekas-lekas ia jalan mutar guna menguntit tanpa diketahui ia mendekati sampai belasan tombak. disitu ia sembunyikan diri dibelakang sebuah pohon, matanya mengintai, telinganya dipasang, ia telah lantas dapat mendengar pembicaraan mereka itu.

Yang membikin ia heran sekali yalah waktu ia mengenali beberapa diantaranya, yaitu Hoan-Thian-Ciang Yan Loei, Yan Hong serta Hoepocoe Khong Jiang. Empat yang lainnya ia tidak kenaL

Hampir pemuda ini tak dapat mengendalikan diri, Saking gusar ingin ia lompat membekuk Yan Hong, kenalan yang licik itu, yang berlaku sangat kejam terhadapnya, bukankah ia sudah dijebak dalam perangkap maut? Syukur ia masih ingat ingin mencuri dengar pembicaraan mereka itu.

Yan Loei mengurut jenggotnya ketika ia berkata sambil menghela napas: "Aku heran, aku heran kenapa Phang Lee Hoen ketahui tempat rahasia dirumah kita itu? Untuk banyak tahun aku membangun rumahku, tak sayang aku kalau sekarang rumahku itu ludas. Tapi tempat rahasia itu sekarang diketahui orang..."

"Itulah pasti adalah akibatnya Lie Cie Tiong dan Cee Cit dapat buron-" berkata Yan Hong, "Pasti mereka yang membuka rahasia hingga Phang Lee Hoen mendengarnya..."

"Tak mungkin- kata si orang tua. ia bersungguh- sungguh. ia kata pula: "Ayah Lee Hoan telah terbinasa untuk banyak tahun didalam kamar rahasia didalam tanah itu, mayatnya juga sudah menjadi tulang-belulang, kenapa Lie Cie Tiong dan Cee Cit mengenalnya?

Bukankah tulang-belulang di situ berjumlah tak kurang daripada seratus rangka? Kelihatannya aku bakal jadi bulan-bulan dari banyak anak panah.."

“Jangan bersusah hati, ayah," Yan Hong menghibur "Aku telah mengatur untuk mengacaukan mereka itu, pedang ditangannya Phang Lee Hoen pedang milik asal atau pusaka Khong Tong Pay, aku telah membuat murid- muridnya Khong Tong Pay mengetahuinya itu, supaya mereka mencoba merampasnya, sekarang ini Phang Lee Hoen sudah dipancing pergi ke cong Seng Sie..."

Itulah kata-kata rahasia mendengar itu, Tiong Hoa girang berbareng gusar, Girang lantaran ia memperoleh endusan secara kebetulan itu. Gusar sebab Yang Hong licik dan pengecut luar biasa, ia lantas memikir untuk pergi kekuil yang disebutkan itu guna menolongi Nona Phang.

Ketika itu Yan Loei berkata pula: "Kau bekerja bagus, anak Hong. Tipumu meminjam golok orang lain dapat menyingkirkan ancaman bahaya diperut kita sekarang ini kita harus tetap jangan memperlihatkan diri kita. Kemarin dulu aku melihat im San Sioe-soe muridnya, mereka menyusul Ngo-sek Kim-bo, Mana mereka bakal berhasil? Kita baik bersembunyi dirumah yang aku berhasil mendapatkannya, ialah itu rumah besar didusun Sa Seng coei diselatan Jie Hay."

Tiong Hoa merasa ia telah mendengar cukup, tidak menanti rombongan itu berlalu ia mendahului menyingkir dari tempatnya sembunyi. Langsung ia menuju kekuil cong Seng Sie, kuil mana berdiri di utara kota Tali, duduknya seperti menyender pada gunung Tiam cong San, mukanya menghadap Jie Hay, Didalam kuil itu ada tiga buah menara, satu besar, dua kecil, berdirinya di tiga penjuru. yang besar tinggi empat puluh tombak. undakannya enam belas, romannya mirip dengan menara Tay Gan Tah di Tiang an- Dibangunnya kuil itu ditanah ceng-koat keenam, biasa dipanggil Sam Tah Sie karena adanya tiga buah menara itu. Untuk Inlam Barat, itulah tempat yang kesohor indah.

Ketika Tiong Hoa sampai diluar kuil, ia sudah lantas mendengar alunan genta, suara itu bercampuran suara gelombang Jie Hay yang terbawa angin, ia berdiam sekian lama baru ia bertindak memasuki kuil, Tiba di- dalam, ia merasakan suasana yang tenang. Baru kemudian ia mendengar suara alat-tetabuan suci, yang datangnya dari arah pendopo Tay Hiong Poo-tian.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar