Bujukan Gambar Lukisan Jilid 15

Jilid 15 : Bendera Giam-ong-leng

“Melihat Thian Hong menyerang empat orang itu, Song Kie beramai juga maju, Untuk dapat menolong, dia mendahului, menyerang dengan paku Thian Long Teng, sama sekali dia menggunai sembilan batang, Thian Hong liehay sekali, sebelum paku mengenai tubuh nya, ia sudah berlompat tinggi, hingga loloslah dirinya, dan semua paku lewat dibawahan kakinya.

Ketika ia berlompat itu, ia sekalian mengibas kearah Tam Siauw Go berempat, maka semua paku bertukar haluannya dan mengenai Siauw Go dan kawan-kawannya itu, hingga mereka roboh dan jiwanya terbang.

Song Kie terkejut, Karena itu, ia kena didului Thian Hong cinjin, imam itu berhasil mengambil kotak warna hitam dari tubuh Siauw Go. Song Kie lantas saja menyerang, Tepat Thian Hong berkelit, dari sampingnya berlompat seorang nona bertubuh kecil dan lincah, yang merampas kotak itu yang berada dalam tangannya si imam itu, lantas dia lari menghilang ditempat gelap.

Aku lantas menyusul nona itu. Dia lari kedalam kuil Sun SinBio itu. Disitu Baru aku ketahui, dialah Cek In Nio, gadis tunggal dari Lo-sat Kwie Bo, Aku sendiri, hampir aku terbinasa ditangan nyonya itu

Diluar dugaanku, aku kepergok nyonya itu, dia lantas menyerang aku dengan pukulan angin Peklkoet Im Hong, jikalau aku tidak segera ditolongi Nona Cek itu..”

Liok It tertawa.

"Keteranganmu ini aku si orang tua percaya delapan bagian," ia kata.

"Oleh karena itu terang sudah Lo-sat Kwie Bo tidak bersalah, aku yang rendah mohon loocianpwee memerdekakannya," Tiong Hoa, minta.

Liok Pouw It tertawa pula seram.

"Tak demikian mudah " katanya, "Dulu hari itu Lo-sat Kwie Bo telah memusuhkan aku si orang tua, dia hampir membikin keluargaku habis semuanya, maka tak dapat tidak, dia mesti disiksa sampai dia menemui ajalnya, supaya penasaranku teriampiaskan"

Tiong Hoa bingung juga, orang sukar di-kasi mengerti.

Tapi ia tidak kurang akal, ia lantas tertawa. "Loocianpwe," katanya dingin, ^apabila perbuatan

loocianpwee ini tersiar kepada orang banyak, aku kuatir loocianpwee mendapat malu hingga tak dapat loocianpwee bertemu orang"

"Apa kau hendak bilang?^ tanya Liok It gusar. Tiong Hoa beriaku tenang.

"Lo-sat KwieBo sudah buta dua-dua matanya, dia juga bercacad kedua kakinya," ia kata, "selagi loocianpwee berkepandaian tinggi dan ternama besar, sekarang bukannya loocianpwee menakluki dia dengan ilmu kepandaian loocianpwee justeru menculik padanya, tidakkah perbuatan itu membuat orang merasa penasaran sekali?"

Rimba itu sunyi. Baru selang sejenak terdengar pertanyaan- "Menurut kau, bagaimana?"

"Menurut aku yang rendah, paling baik Lo-sat KwieBo dimerdekakan," kata Tiong Hoa, "Dengan begitu maka nama loocianp-wee sebagai seorang bijaksana dan mulia pasti akan segera tersiar, sebaliknya karena Lo-sat Kwie Bo masih mempunyai seorang anak perempuan, aku akan cari anaknya itu, buat memberitahukan dimana adanya ibu-nya, lalu aku yang rendah nanti menemani dia melakukan perkunjungan kepadi loo-cianpwee. itu waktu, jikalau dengan kepandaian loocianpwee dapat loocianpwee mengalahkan dia, urusan tidak ada lagi, akan tetapi andaikata apa lacur loocianpwee yang kena dikalahkan, baiklah Lo-sat KwieBo merdekakan, lalu perkara sakit hati ini dibikin habis sampai disitu saja"

Liok Pouw It tertawa nyaring, "Baik, baik, aku turut saran kau ini" katanya. "Akan tetapi Giam ong Leng sudah dikeluarkan. tak dapat itu ditarik pulang, suka aku menghargai kau karena kau sangat bersungguh-sungguh bekerja untuk sahabat, karena kau bernyali besar sekali, Giam ong Leng yang ke-dua dan ketiga aku biarkan saja, aku sendiri tidak bakal turun tangan, akan tetapi disana masih ada banyak muridku maka terserahlah kepada untung-untung kamu sendiri"

Msndengar itu, Tiong Hoa ketahui bahwa pertempuran tetap tak dapat diluputkan maka alisnya berbangkit bangun, Terus dia kata nyaring: "jikalau pertempuran sampai terjadi sukar orang terluput dari kematian atau luka-luka, hal ini haraplah loocianpwe mengetahuinya. selain dari itu, aku yang rendah juga mohon loocianpwee memberitahukan alamat loocianpwe."

Dari dalam rimba terdengar suara dingin dari Pouw Liok It: Didalam rimba ini sebala perangkap diatur olehku si orang tua, maka itu soal mati atau hidup tidaklah menjadi soal lagi, kau baikj angan buat pikiran, Kau pun harus ketahui, belum tentu kau dapat keluar dengan selamat dari tempat ini. Tentangaia matku, jikalau kau hendak pergi kesana, kau pergilah ke Hek Liong Thoa di koen-beng, disana kau cari seng cioe Pek Wan Hang soe Koen, nanti dia boleh menunjuki jalan kepada kamu, Aku beri tempo setengah tahun-"

Lantas rimba menjadi sunyi.

Tiong Hoa percaya Pouw Liok It sudah berlalu, maka ia menoleh kepada Ngo Mo, yang mengawasi ia dengan sinar mata ber-syukur, ia bersenyum.

"Asal kita berlaku teliti dan waspada, mungkin tak ada bahayanya." kata ia sabar, "Mari"

Anak muda ini lantas berjalan pula diikuti kelima kawannya.

Ketika itu sinar rembulan guram, bayangan d idalam rimba mirip gerak-geriknya setan-setan, sedang bergerak-geraknya daun daun mengeluarkan suara perlahan tetapi berisik, menambah suasana suram.

Tengah mereka berjalan itu, tiba-tiba mereka mendengar pekik hantu, nyaring dan menyeramkan, datangnya bergantian dari delapan penjuru rimba. suara itu mendebarkan, dapat membikin hati goncang.

Tiong Hoa berenam menenangkan hati, mereka berpura tuli, mereka jalan terus dengan waspada, Mereka tidak menggubris yang suara membangkitkan bulu roma itu terdengar datang makin dekat, makin dekat.

Tiba-tiba dari dalam rimba terlihat menyambernya beberapa benda hitam kecil.

"Hati- hati" Tiong Hoa berseru, memperingati. Ia lantas menyampok. guna menghalau benda itu, yang ia duga senjata rahasia adanya. Ketika tangan bajunya membentur barang itu, yang terus jatuh ketanah, ia merasa menyampok benda yang lunak-lunak keras, segera ia mengawasi.

Untuk kagetnya, ia mendapatkan bangkainya seekor bungka laut yang panjang cuma lima dim. itulah ular paling berbisa, siapa kena terpa gut, racunnya akan membuat orang lantas binasa, ia menggigil sendirinya mengenali itu macam ular.

Ngo Mo juga telah menggunai senjatanya masing- masing menangkis bokongan serupa itu, hingga banyak ular terbinasakan,syukur mereka semua lolos dari bahaya itu.

Habis serangan gelap itu, disitu terdengar suara yang luar biasa, yang menyeramkan, lalu kemudian, rimba dan sekitarnya menjadi sunyi pula. Kesunyian itu merupakan alamat bakal datangnya hujan lebat atau angin besar....

Tiong Hoa beramai maju terus, mereka memasang mata dan telinga.

Tidak lama dari arah depan terlihat bergeraknya dua sosok tubuh mendatangi kearah mereka, Kelihatannya kedua tubuh itu berjalan perlahan tapi tibanya lekas.

Dengan lantas keduanya berhenti, untuk berdiri mengawasi. Lantaran keduanya berdiri membelakangi rembulan, wajah mereka tak tampak tegas.

"Saudara-saudara Tiong-tiauw, banyak baik " yang disebelah kiri lantas menyapa. "Apakah kamu masih ingat sahabat-sahabat lamamu ?" Jie Mo, Keuw Gie mengawasi lantas tertawa lebar.

"Kiranya kamu berdua, jiewie " kata dia. Jiewie terkenal, siapa pun menghargai mu, siapa sangka sekarang jiewie masuk dalam kalangan Giam ong Leng, sungguh juwie membuat Keuw Gie menyesal sekali."

Dua orang itu tidak menyahuti, hanya dengan tajam mereka mengawasi Tiong Hoa.

"Siauwhiap. mari kuperkenalkan " berkata Keuw Gie, "Kedua tuan-tuan ini yalah pendekar-pendekar dari Inlam, inilah Loo-soe Tan Hong Wan, yang digelarkan in Lie Kimkong, dan ini Loosoe Ang Kim Tat gelar sin-cioe Tok Goat "

"Aku yang rendah merasa beruntung dengan pertemuan ini" kata Tiong Hoa tawar, "Ada urusan apa jiewie loosoe memegat kami ?"

"Tidak apa-apa," menjawab Tan Hong Wan, "Kami mendengar selama ini nama Siauwhiap sangat terkenal, dari itu kami ingin kita main-main barang dua jurus " 

"Aku yang rendah yalah seorang anak sekolahan-" kata Tiong Hoa tertawa, "hanya terpaksa saja aku masuk dalam dunia Kang ouw, sebenarnya aku tidak mempunyai kebisaan suatu apa, melainkan beberapa sahabat yang telah menyebut-nyebut namaku, dari itu aku minta janganlah jiewie percaya segala berita diluaran. Dapat aku menerangkan, didalam tempo setengah tahun yang mendatang pasti aku bakal berkunjung kepada Pouw Tongkoe, maka itu kalau itu waktu jiewie loosoe sudi memberi pengajaran padaku temponya masih belum terlambat."

Mendengar itu Ang Kim Tat yang berdiri disisi Tan Hong Wan, tertawa.

"Kau terlalu merendah Siauwhiap " katanya. "jikalau Siauwhiap tidak suka memberi pengajaran padaku, aku tidak dapat memaksa, cukup asal Siauwhiap sudi menerima satu tangannya, Tak Perduli siapa rne nang siapa kalah, setelah ini aku si orang she Tan akan meminta diri."

Tiong Hoa mengerti, dua orang ini lagi menjalankan titah Giam ong Leng, tak dapat mereka mundur tanpa bertempur dulu, maka itu ia bersenyum dan kata: "silahkan Tan Loosoe mulai"

"Maaf.” berkata Hong Wan, yang lantas meluncurkan tangannya,

Tiong Hoa heran melihat orang bergerak mirip jurus permulaan dari ilmu silatnya, yaitu Sian-thian Thay It ciang, lekas ia menyambuti dengan tangan kanan juga, Maka kedua tangan beradu keras nyaring suara-nya. Kesudahannya itu tubuh Tan Hong Wan limbung, tubuh si anak muda itu bersenyum manis.

Tan Hong Wan heran melihat anak muda itu bersilat sama. ia pun terkejut untuk ketangguhannya si anak muda, Tapi ia tidak mau menanyakan apa-apa karena disitu bukan tempatnya, ia lantas mundur satu tindak sembari tertawa ia kata: "Lagi setengah tahun-aku si orang she Tan akan menantikan Siauwhiap didalam Hek Liong Thoa"

Segera setelah ucapannya itu, Hong Wan mencelat mundur diturut Ang Kim Tat, maka sedetik kemudian, keduanya sudah lenyap didalam rimba disisi mereka.

Tiong Hoa dan kawan-kawannya mengawasi kemudian anak muda ini tertawa. "Mari kita berjalan terus" katanya, "Rasanya didepan aman semua"

Tiong-tiauw Ngo Mo menyahuti, lantas mereka berjalan dengan cepat.

Perjalanan ini benar-benar sulit, apapula itu waktu di waktu malam, Tiong Hoa berlaku teliti mencarijalan mengingat-ingat tempat yang ia pernah datangi itu.

Bersama kawan-kawannya, ia mesti berputar-kayun ditanah pegunungan itu. Baru setelah fajar menyingsing, ia melihat jurang atau lembah yang mirip dengan tempat yang ia pernah injak.

"Disini." katanya kemudian, berseru, "Mereka telah tiba dijalanan tempat keluar dari gua. Lalu ia menambahkan- Aku minta saudara semua menantikan disini, Aku akan pergi untuk lekas kembali"

Tiong-tiauw N go Mo mengangguk. Tiong Hoa mengawasi keatas, untuk menimbang- nimbang tingginya tempat serta lompatnya nanti, ia tidak menanti lantas untuk terus bekerja. Mulanya ia menjejak tanah, membikin tubuhnya membal naik, Itulah tipu-silat "Pengtee ceng in," atau "Awan hijau ditanah datar."

segera tubuhnya berlompat tinggi tujuh- delapan kaki. Untuk naik lebih jauh, dengan kaki kanannya ia menjejak paha kirinya, ia lantas terapung empat Iima-tombak. Kali ini ia mengulur tangannya, yang dapat bertambah panjang, maka itu ia kena menjambret cabang pohon, hingga selanjutnya ia dapat manjat terus, tangan dan kakinya bekerja sama.

Ketika ia menyamber rotan, mendadak rotan itu tercabut akarnya ia kaget karena tubuhnya turun mendadak, Tapi dalam kagetnya, segera ia menggunai Pek-houw-kang, tipu silat Cecak Merambat.

Tiong-tiauw Ngo Mo melihat kejadian itu, mereka kaget bukan main- Kalau si anak muda jatuh terus tentulah remuk tubuhnya, Maka legalah hati mereka mendapatkan kawan itu dapat menolong diri. sekarang mereka jadi mengagumi Pek Houw Kang, ilmu yang biasa dimiliki segala pencuri.

Hanya mereka masih bersangsi apa orang dapat menaiki terus lamping jurang itu yang tinggi sekali.

Tiong Hoa sendiri tidak tahu apa yang orang pikir, ia mengumpulkan semangatnya ia mengerahkan tenaga dikedua tangan dan kaki, untuk dapat bertahan terus, ia naik terus dengan cepat. Toa Mo menghela napas.

"Benarlah, gelombang yang dibelakang mendorong ombak yang diriepan, orang tua tertukar dengan orang muda " katanya. "Untuk kami, didalam dunia Kang ouw sudah tidak ada tempat pula. Pantas ketika pertama kali aku masuk dalam Rimba Hijau rasanya aku seperti terjeblos dalam lumpur.

Maka kalau sekarang aku mengubah cara hidupku, pasti masih keburu, Biarlah, setelah Siauwhiap berhasil menolongi tongkee, aku nanti cukur gundul rambutku, untuk menjadi pendeta, guna hidup dikuii yang sunyi sambil membaca doa saja guna menebus segala dosaku."

Ketika itu angin bertiup keras, kabut semakin tebal.

ooooo

BAB 20

LIE TIONG HOA berhasil manjat terus. Dia jalan di tepian tebing, terus sampai dimulut gua yang dia kenal itu. Lantas dia masuk ke dalamnya. Baru berjalan kira dua puluh tombak, hidungnya telah dapat mencium harumnya buah piepa. hingga girangnya bukan kepalang, apa pula setelah maju lebih jauh, matanya melihat buah itu yang berwarna kuning emas. Tapi kapan matanya melihat cabang-cabang p^hon dan sekitar gua, hatinya mendadak terbuka, inilah dunia yang lain daripada yang baru dia tinggalkan.

Disini segala apa sunyi dan tenang, tak berisik dan busuk seperti dunia Kang-ouw. Ketika dia melihat tempat duduk Ay sian, dia teringat akan orang tua yang baik budi itu. Dia menjadi terharu hingga ia menghela napas, Akan tetapi dia sabar, Maka lekas-lekas dia menjambret buah p^epa, dia memetik tiga renceng, setelah dia masuki itu kedalam sakunya, dia pergi keluar pula dengan cepat, setibanya diluar, dimana kabut putih semua, dia lantas bersiul nyaring, hingga siulannya ber kumandang dilembah sekitarnya. 

Tiong-tiauw Ngo Mo tengah menantikan dengan pikiran mereka bekerja terus tatkala mereka mendengar siulan itu, yang segera disusul dengan melayang turunnya sesosok tubuh, Mereka tahu itulah kawan mereka, Toa Mo Kouw Jin maju menyambut "Kau berhasil, Siauwhiap?" dia menyapa.

"Syukur, aku berhasil" sahut si anak muda, "Ketika dulu hari aku keluar dari gua, aku tidak mengambil jalan ini, tetapi sekarang aku perlu tempo, maka itu, kecuali aku tidak berdiam lama didalam gua, aku pun lompat turun disini."

Ia lantas menghampirkan Song Kie, untuk terus menotok. membuka jalan darah kakak angkat itu, hingga Koay-binJin Him dapat lantas sadar dan membuka matanya, Mata itu bersinar guram. Habis dia merintih, lantas dia merampula, mukanya meringis, Suatu tanda dia menahan sakit. Rupanya dia tetap putus asa.

Tiong Hoa segera merogoh kedalam saku nya. Dengan tangan kirinya, ia membuka mulut Song Kie, maka ia dapat menyusupi buah piepa masuk kedalam mulut saudara yang tengah terluka parah itu. ia memasuki satu demi satu. maka terus ia mengancuri setangkai buah terdiri dari belasan biji, dalam tempo yang lekas, Song Kie telah makan habis semuanya, yang terasa lezat sekali.

Tiong Hoa mengawasi Dia melihat dari muka orang bahwa rasa nyerinya saudara itu mulai berkurang, Habis menelan, rintihan pun tak terdengar lagi. Dia tahu khasiat nya obat sudah bekerja, maka terus dia lantas menguruti seluruh tubuh kawan itu, guna menyalurkan darahnya.

Tidak lama, Song Kie sadar betul-betul, Dia merasa telah lenyap rasa nyerinya, Dia mengawasi Tiong Hoa yang lagi mengurutinya, Dia dapat menduga kepada pertolongan saudara muda itu. Bukan main ia bersyukur dan terharu, hingga air mata lantas mengucur deras.

Tiong Hoa melihat bahwa ia sudah mengurut cukup, maka ia menghentikan bekerjanya kedua tangannya.

Song Kie lantas bergerak bangun ia lantas merasa ringan seperti biasa kecuali tenaganya belum pulih semua, Dengan lantas dia mencekal erat kedua tangannya Tiong Hoa saking terharu itu, ia menangis terisak.

"Adik, budimu ini tak nanti aku lupai" ia kata, "Tak tahu aku bagaimana harus membalasnya ... "

"Jangan berkata begini saudara Song," berkata si anak muda. “Adalah keharusanku menolongi siapa pun yang perlu ditolong apa pula kau, Umpama keadaan kita sebalik nya, apakah saudara akan duduk diam saja tak menolong aku?" sembari berkata, anak muda ini mengeluarkan satu renceng piepa.”

"Saudara saudara, makanlah ini " katanya, ia membagi belasan biji buah itu kepada keempat Hantu.

Soe Mo letih sekali, mereka pun terkena sedikit asap beracun, setelah makan buah-buah itu, puliblah kesegaran mereka, Tentu sekali mereka jadi sangat bersyukur Mereka lantas mengucapkan terima kasih mereka.

Mengawasi keatas, kearah gua. Toa Mo menghela napas dan berkata: "jikalau lain hari aku dapat kembali kemari, ingin aku berdiam didalamnya dengan ditemani hanya kitab suci, untuk selamanya tinggal disini,"

Hati Tiong Hoa tergerak.

"Ssaudara ingat kepada sang Buddha, itu lah bagus," katanya.

"Setelah tong kee pulih kesehatannya dan kami selesai membantunya," kata Toa Mo, "kami berlima ingin mengundurkan diri dari dunia Kang ouw."

Song Kie setuju, dia tertawa.

“Pikiranmu sama dengan pikiranku " katanya. "inilah kepastian kita bersama "

Selama itu, sekian waktu sudah berlalu, maka kabut pun mulai buyar, hingga segala apa nampak nyata, Dimata mereka, lembah indah sekali. Tapi tak dapat mereka berlama-lama disitu, maka bertujuh mereka segera berlalu, mencari jalan keluar, Karena Song Kie masih lemas, dia tak dapat mengguna i ilmunya lari cepat.

Sembari berjalan Tiong Hoa tuturkan tentang urusan Giam ong Leng.

Song Kie berpikir, lalu dia berkata: "Kau memindahkan bencana untuk Thian Hong Cinjin, itu memang bagus, hanya berbareng aengan itu, kau sendiri terjatuh dalam lingkungan pengaruh Giam ong Leng itu."

" Kenapa begitu?" tanya Tiong Hoa, tidak mengerti.

Koay-bin Jin Him tertawa.

"Inilah karena kejujuran kau, adikku." sahutnya tertawa, "Pouw Liok It seorang sangat cerdik, ketika dia menangkap Lo-sat Kwie Bo. itu pasti bukan dilakukan didalam rumah penginapan hanya setelah nyonya itu dipancing keluar. Tentu dia memancing begitu dia ketahui si nyonya berada dalam rumah penginapan itu. Kalau dia menemui kau serta gadisnya Losat Kwie Bo, mana dia mau melepaskan dengan begitu saja?

Setelah dia mendengar dari kau cangkir kemala terjatuh didalam tangannya si nona, pasti dia akan menyiarkan berita pancingan supaya si nona mencari atau menyusul ibunya itu. Dia pasti tidak mau menyebutkan dimana dia telah mengurung si nyonya." sembari berkata, Song Kie menatap si anak muda.

"Meski benar Pouw Liok It disebut Pak Pit Lam ouw." ia menambahkan "dalam tenaga dalam dia tak dapat direndengi dengan pit Boe Koen, buktinya ketika Pit Boe Koen pergi mencari dia, dia selalu mengasi alasan lagi pergi keluar, selamanya: dia tidak sudi menemukan walaupun usia mereka berdua beda banyak. yaitu Pit Boe Koen sudah langsung dan dia baru tigapuluh, kalau dia kalah tak usah dia malu. Pouw Liok It tetap menjaga dirinya, Demikian sudah terjadi, selama hidupnya, Pit Boe Koen belum pernah bertemu dengannya. sebaliknya dia menghendaki kitab silatnya PitBoe Koen, tetapi dia tak dapat jalan memilikinya "

Tiba-tiba Song Kie berdiam ia nampak ragu-ragu. "Ah, mengapa otakku jadi butek sekali." katanya,

"Bukankah kematiannya guruku, Tong Beng siansoe, terjadi ditangannya?"

Tapi ia menggeleng kepala, ia menambahkan "Tak mungkin Ketika itu kitab silat lenyap bersama, Kalau dia yang melakukan kejahatan kenapa kitab itu berada ditangannya Kongsoen Coe Liong?"

Kata-kata yang belakangan ini seperti ditujukan kepada dirinya sendiri, Lalu dia tertawa dan berkata pula: "Adik bakal mengunjungi Pouw Liok lt, maka itu waktu kau pasti akan mengetahui duduknya perkara yang benar, Dapat aku terangkan diluar nampak Pouw Liok It lemah-lembut dan halus budi-pekertinya, didalam dia keras dan teleng as, ambekannya besar sekali. Dia mau menjadi jago tunggal kaum Rimba Persilatan selama hidupnya, dia cuma jeri terhadap empat orang."

"Siapakah empat orang itu?" tanya Tiong Hoa.

"Yang satu yaitu Hok In siangjin dari see Koen Loen, pendeta yang beribadat itu." sahut Song Kie, menerangkan- "Yang satu lagi yalah Cit Yang sin-nie, pendeta wanita dari kuil Cie Tiok Am dipulau Ban Keng di Tang Hay, laut Timur, Bhikshuni itu kesohor untuk tenaga dalamnya Cit Yang sinkang serta pukulan tapak tangannya Kimkong cioe In-

Orang yang ketiga yalah gurumu. Thian Yoe Sioe, yang ilmu silatnya luar biasa, hingga mirip dengan ilmu silat kaum sesat, Yang keempat yaitu Gouw Bie Taysoe, paman dari ketua Siauw Lim Pay. Mungkin ada lain orang lagi tapi aku tak tahu. Karena jeri terhadap keempat orang liehay itu, buat sementara dia tidak berani sembarang main gila, sekarang dia mendapat tahu kitab silat terjatuh dalam tangannya Kwie lam Ciauw, maka itu dia bekerja.

Ada kemungkinan sekarang ini Kwie Lim Ciauw sudah menjadi orang sebawahannya, sudah kukatakan. dia sangat cerdik, rupanya dia menduga kau dan Cek In Nio telah menjadi satu pasangan, maka dia mau memancing kamu. siapa saja diantara kamu yang tertawan, pasti itu dapat dig una i sebagi alat memaksa untuk diserahkannya cangkir kemala Coei In Pwee itu.

Bukankah kau jadi akan terjebak olehnya, adikku ?" 

Mukanya Tiong Hoa bersemu merah, "Dengan Cek In Nio itu aku cuma bertemu sebentaran, kita tidak ada pergaulan erat, jangan kata cinta." ia berkata, “Saudara Song, kau menduga berlebihan, Kalau Pouw Liok It juga menduga demikian, dia pasti salah rabah" Song Kie tertawa.

“Jikalau adikku tidak percaya dugaanku, kau tunggulah nanti" katanya. Perjalanan mereka dilanjuti, terus siang dan malam, menuju ke shoasay selatan-

ooo

Ditempat penyeberangan di ouwpak Barat terlihat munculnya seorang muda tampan ditepian sungai, bajunya hijau, dandanannya seperti pelajar. Dia mencari sebuah perahu untuk membawanya berlayar kearah soecoan-

Dialah Tiong Hoa, yang habis mengantari Song Kie dan berdiam kira setengah bulan-lantas berangkat untuk mencari Nona Cek In Nio. Dia menggunai kendaraan air karena dia ingin melihat keindahan, sungai diselat Boe Kiap. Dia tidak kesusu karena janji pertemuan di Hek Liong Thoa lama nya setengah tahun, penyeberangan itu selat see Leng Kiap. maka untuk tiba di Boe Kiap. dia harus melewati perjalanan delapanpuluh lie lebih, itu waktu dipertengahan musim panas, selagi air pasang, perahu berjalan perlahan, satu hari tiada melebihkan duapuluh lie. Perahu mesti di tarik orang.

Berduduk seorang diri di kepala perahu Tiong Hoa memandang kedepan kekiri dan kanan, sering dia melihat tunggul wadas yang muncul dipermukaan air. Benar- benar perlayaran disitu berbahaya. Atau dia duduk pasang omong dengan juragan perahu, yang menuturkan ini dan itu mengenai perlayaran-

Juragan perahu itu yang sudah berusia limapuluh tujuh tahun, berkepala botak dan kumisnya jarang, tangannya tak pernah lepas dari sebatang hoencwee, pipanya yang panjang, Dia pun mempunyai suara yang nyaring serta sepasang mata yang tajam.

Baru dua hari. dan baru melihat perjalanan tigapuluh lie. Tiong Hoa sudah lantas bergaul erat dengan juragan itu hingga ia ketahui orang bernama Cian sim Hoo. Dia senang bicara dengan sianak muda, polos bicaranya, sebab dia melihat pemuda ini seorang pelajar muda.

Tiong Hoa bermata jeli, ia menduga sam Hoo pandai silat, akan tetapi karena orang tidak membicarakannya, ia tidak mau menimbulkannya.

Dihari ke-tiga, mendekati sore, kembali Tiong Hoa duduk pasang omong dengan sam Hoo,

Kali ini mereka sekalian menghadapi poci arak. Baru sekarang, karena pengaruh air kata-kata, Sam Hoo memberitahukan bahwa dulunya ialah seorang piauwsoe, disebabkan bertemu begal, hampir ia hilang jiwanya, maka kemudian ia meletaki goloknya dan terus hidup sebagai juragan perahu sampai sekarang ini.

Tiong Hoa mengasi lihat roman heran-

"Inilah aneh " katanya, "Menurut apa yang aku dengar, untuk mengendalikan perahu disini, orang mesti bekerja semenjak masih kecil, tetapi kau maju setengah jalan, bagaimana kau menguasainya ?" cian Sam Hoo mengurut kumisnya, Dia bersenyum.

"Engko Lie yang kecil, kau tidak tahu" katanya riang gembira, "Mendiang ayahku yalah seorang juragan perahu yang pandai sejak masih kecil aku mengikuti ayahku itu dari itu aku telah mempunyai kepandaianku. oleh karena penghasilan ayah itu waktu bagus, aku mengambil ketika belajar silat sampai sembilan tahun- kemudian aku bekerja sebagai piauwsoe. Diluar dugaanku sekarang aku melanjuti penghidupan mendiang ayahku itu pekerjaan piauwsoe sungguh

berbahaya"

"Benarkah menjadi piauwsoe sulit sekali," Tiong Hoa tanya. Sam Hoo tertawa pula.

"Engko kecil belajar surat, tak tahu kau bahayanya dunia Kang ouw" dia kata, "Apa pula bangsa piauwsoe, selagi melindungi barang, hatinya terus berdebaran mendengar angin menggoncangkan rumput saja kita rasa seperti musuh besar datang disiang hari mata terus melotot diwaktu malam tak dapat tidur nyenyak, jikalau kau tidak percaya coba lihat disana? Dia menunjuk kesebuah perahu yang ketiga, dia menyambungi:

"Lihat itu orang usia pertengahan yang lagi berdiri dikepala perahu, Dialah piauwsoe yang menyamar yang lagi mengiringi apa yang disebut piauw gelap. Bukankah dia nampak tak tentram hati, matanya selalu celingukan? itulah tanda hatinya terganggu Aku bekas ciauwsoe, aku tahu baik.”

Tiong Hoa memandang kepada orang yang ditunjuk itu yang dandan sebagai seorang dagang, dia benar selalu memperhatikan tempat lebat dengan pepohonan dikedua tepi sungai, sedang air mukanya guram.

"Aku tidakjelas." katanya habis mengawasi orang itu " Kenapa dia mesti mengambil jalan air? Bukankah jalan darat lebih cepat dan orang pun dapat kabur lebih mudah? Kenapa dia seperti mengantarkan diri kedalam perangkap?"

Sam Hoo menggeleng kepala.

"Kau tidak tahu, engko kecil." kata dia, "Diselatan barat, jalan darat makin terganggu Disana banyak sekali rombongan penjahat, Biasanya, sebelum kita mulai keluar dari kantor kita, mereka sudah mendapat tahu dan bersiap menunggu, kebanyakan selain piauw hilang, si piauwsoe pun dapat terbinasa atau ringannya terluka parah, begitulah banyak piauwsoe yang menyamar, jikalau aku tidak keliru menduga disebelah depan, diselat Tiat Koan Kiap. mungkin bakal terjadi onar. "

"Bagaimana kau ketahui itu ?" Tiong Hoa tanya. sam Hoo tertawa tanpa menjawab.

"Didalam perahu yang ke-lima ada sepasang pria dan wanita," katanya, " mereka itu pasti bukan sembarang orang. Kalau sebentar terjadi sesuatu, engko kecil, aku harap jangan kau keluar, kau tidur saja dalam perahu, pasti tidak terjadi apa-apa."

Tiong Hoa mengangguk tanpa membuang suatu apa, kedua tangannya memeluk lututnya, matanya mengawasi air mengalir deras, sebaliknya dari memperhatikan

orang-orang yang disebutkan si juragan perahu ia ingat pengalamannya yang telah lalu.

Ketika habis mengantarkan Song Kie hingga ia menggunai tempo senggang setengah bulan, pemuda ini ingat lukisan Yoe san Goat Eng dan ia pernah membuat penyelidikan ia tidak berhasil mendapatkan endusan apa- apa. ia menjadi seperti putus asa hingga ia memikir buat tak memperdulikan lebih jauh, sekarang ia mau mencari Cek In Nio saja. "Ah," ia menghela napas perlahan apabila ia ingat Nona Cek, Cian sam Hoo heran- "Entah apa yang dipikirkan pemuda ini maka ia berduka..." pikirnya, Dia tidak dapat menerka, Maka dia tertawa dan kata. " Engko kecil, mari kita bicara tentang rembulan permai, mari kita minum arak kita Mari keringi cawan ini."

Hanya sekilas lalu, lenyaplah apa yang Tiong Hoa pikirkan ia lantas bersenyum. ia menyambut meminum kering cawannya. Terus ia dapat bicara pula sambil tertawa.

Ketika itu kendaraan air lewat dibagian sungai yang kedua tepinya lebat dengan pepohonan, yang bayangannya meneduhkan permukaan air, sedang suara airnya nyaring. Lagi sedikit didepan, kedua pinggiran tinggi merupakan tebing, diatasnya pun banyak pepohonannya, hingga bagian itu bukan melainkan teduh bahkan gelap.

Tepat diikuti waktu, mendadak berbunyi suara terompet keong ditepian kanan, dari arah pepohonan seperti rimba itu: suara itu mengaung keatas, tajam terdengarnya.

Sam Hoo mendengar suara itu dengan sikapnya tenang tak berubah, sebaliknya Tiong Hoa terperanjat terus dia berbangkit. Melihat demikian, si juragan perahu menarik tangan orang seraya berkata : "Engko kecil, jikalau kau takut, kau duduk saja dikepala perahu ini, kau boleh menonton keramaian- Atau silahkan kau masuk kedalam, disana jangan kau berkutik."

Tiong Hoa duduk pula. Ketika ia melihat kepada beberapa puluh tukang menarik perahu, ia mendapatkan mereka menunda pekerjaan mereka, dadung perahu dilkat kepada pohon, lantas semuanya duduk men- deprok ditanah, tangan mereka dipakai menutupi kepala mereka. semua tukang perahu itu ada anak-buah perahu-perahu yang di ikat satu dengan lain dan ditarik berbareng.

Kemudian Tiong Hoa memandang ke perahu nomor tiga, ia mendapatkan disisisisaudagar usia pertengahan ada berdiri dua orang petani, yang lengannya kasar, yang romannya bengis.

Segera juga dari tepian, terdengar suara orang bertanya: "Apakah didalam perahu disana ada co congpiauw-tauw dari Tay Saen Piauw Kiok dari Gie-ciang. Kalau benar, silahkan congpiauw-tauw keluar, agar tak usah sampai jatuh kurban-kurban yang tak bersangkut paut"

Mendengar pertanyaan itu, si saudagar usia pertengahan bersinar kedua matanya, terus dia tertawa lebar dan menyahuti: "Aku co Peng Hoei, aku berdiri disini Kamujangan melihat lain orang siapakah pemimpin kamu? Kenapa dia tidak mau periihatkan dirinya? jikalau ada bicara, mari kita bicara terus terang, buat apa main sembunyi-sembunyi"

Orang didarat itu berkata pula nyaring: Bagus Kim Kauw Beng ciang tak kecewa menja satu laki-laki Tongkee kami Mo Kim Giok bakal segera sampai Apakah tuan tidak mau mendarat untuk kita pasang omong disini?"

Orang itu belum berhenti bicara ketika si saudagar serta dua kawannya saling susul berlompat ke tepian, gerakan mereka pesat lompatan mereka jauh. sebentar saja dia sudah menaruh kaki didepan rimba.

"Nah, silahkan masuk ke dalam rimba, untuk berbicara," kata lagi suara didalam rimba tadi.

Co Peng Hoei bertiga saling mengawasi lantas mereka bertindak kedalam rimba sambil mengangkat kepala, suatu tanda mereka tidak takut.

Tatkala itu dari perahu nomor lima terlihat dua orang berlompat kedarat, merekalah sepasang priya dan wanita, yang masing-masing memakai tutup muka hitam dan dipunggung tergondol dua batang tombak pendek. Gesit lompatan mereka. Tiba di-darat, mereka lantas menyusul masuk ke-dalam rimba.

Lie Tiong Hoa bangun berdiri, dia ngoceh sendirian: "Dikolong langit yang luas ini, tidak ada keanehan yang tidak ada. Demikian kejadian seperti ini, belumpernah aku melihatnya. Ah, baiklah aku pergi menyaksikan, supaya taklah kecewa hidupku ini.”

Lantas dia berjalan cepat kepinggiran perahu.

Si juragan terkejut, ia berbangkit untuk menyamber tangan orang, ia kalah cepat, Anak muda itu terus turun dipapan perahu, untuk mendarat. "Ah" sam Hoo mengeluh sambil menggeleng kepala.

Tiong Hoa berjalan terus memasuki rimba yang diambil ketiga piauwsoe itu serta sepasang priya dan wanita tadi. Rimba itu gelap tapi disitu terdengar suara orang, ia duga itulah suara Peng Hoei bertiga, ia masih bertindak ketika mendadak muncul seorang dari belakang sebuah pohon besar, dia beroman bengis, tangannya menCekal golok. "Kau siapa, tuan?" orang itu tanya, "Kalau kau pesiar silahkan kau kembali keperahu, jangan kau lancang mengintai kemari itu berarti kematian"

Tiong Hoa tidak menjawab, hanya tangannya meluncur, jari tangannya menotokjalan darah thian-kie orang itu, yang lantas roboh tanpa bersuara lagi, ia tidak menghiraukan orang itu, ia lantas lompat naik keatas pohon. untuk maju terus belasan tombak. akan akhirnya bersempunyi di sebuah cabang yang lebat daunnya, untuk mengintai.

Di dalam situ ada tanah kosong belasan tombak sekitarnya, Co Peng Hoei dan dua kawannya berdiri berendeng. Didepan mereka terdapat lima orang.

"Kemana perginya mereka?" tanya Tiong Hoa didalam hati, ia tidak melihat si pria dan wanita dari perahu kelima, Tentu mereka pun menonton seperti aku ini, tanpa terlihat lain orang Maka ia lihat kelilingan tapi tetap ia tidak berhasil mendapatkan mereka itu.

Ketika itu terdengar suara Co Peng Hoei, tak sabaran: "Mana tongke kamu si orang she Mo? Kenapa dia masih belum muncul? Aku si orang she Co tidak dapat menanti terlalu lama, kami hendak kembali keperahu kami"

Satu diantara lima orang itu, yang tubuhnya kurus dan usianya lanjut, dengan mata galak menyahuti dingin: "Co Toa-piauwsoe kau telah datang, kau sabarlah. Jikalau tidak ada urusan lainnya, pasti tong ke kami sudah sampai disini. Aku minta sukalah kau menanti pula sebentar jikalau toa-piauwsoe tetap mau kembali keperahu, tak ada halangannya persilahkan, asal kau tinggal disini siang-ang-piauw yang kau lindungi itu" Co Peng Hoei tertawa nyaring.

"Siang-ang-piauw kami terdiri dari sepuluh butir mutiara dan sepasang burung Wanyoh kemala, harganya mahal seperti mahalnya sebuah kota," ia berkata, “jikalau kamu menghendaki itu, berat untuk kami, berbahaya untuk kamu. Kehilangan itu berarti aku si orang she Co tidak dapat menggantinya. Sedang kamu, tak nanti kamu diampuni soe coan congtok. Maka itu sahabat baiklah kau jangan berpikir yang tidak-tidak"

Berbareng dengan kata-kata si piauwsoe, dari dalam rimba terdengar tertawa yang nyaring sekali, disusul munculnya sebuah tubuh yang besar, berhenti didepannya Peng Hoei.

Dialah seorang dengan potongan muka singa dan mata besar, pinggang lebar dan kekar, jenggotnya putih pendek seperti barisan tombak. seluruhnya dia nampak keren. Tapi dia merangkap kedua tangannya dan berkata:

"Aku menyesal sudah membikin Co Congpiauw-tauw menunggu lama siang-ang piauw ini harta yang tiehoe dari Gie-ciang peras dari rakyatnya untuk dihadiahkan kepada congtok darisoecoan buat si congtok nanti pakai menyuap pihak lebih atas guna dia membeli pangkat Hoantay. Aku tahu cong-piauwtauw berhati murah, maka itu kenapa kau mau menanggung untuk siang-ang piauw ini?"

"Mo Tongkee, kelihatannya kau tidak mengerti keadaan,” tawar, “Aku si orang she Co membuka piauwkiok. kalau ada permintaan tolong, tidak dapat aku tolak. Akupun tidak memperhatikan barang apa yang mesti di-antar, aku hanya mengantar sampai kepada alamatnya. jikalau tongkee mau turun tangan juga, tolonglah memandang padaku, aku minta kau turun tangan setelah nanti aku menyelesaikan tugasku, Bukankah itu masih belum terlambat?"

Mo Kim Giok tertawa tawar juga.

"Tapi kami, kami makan mengandali gunung, kami minum mengandali sungai, tempat kita ada batas daerahnya masing-masing" dia berkata, jikalau aku turut kau, cong-piauw tauw, bukankah klta jadi harus makan angin?"

Co Peng Hoei habis sabar. "Habis Mo Tongkee menghendaki apa?" dia tanya dingin. "Sudah terang bukan?" katanya tertawa kering, "Buat apa kita ngoceh pula tanpa perlunya? sekarang ini kita cuma harus mengandal kepandaian masing-masing"

Piauwsoe itu berani, dia berlaku jumawa.

"Baiklah" dia menerima tantangan "Sudah lama aku si orang she Co mendengar tentang ilmu golok Kipe-kiong sin Too dari toongkee, yang terdiri dari delapan puluh- satu jurus, ingin aku belajar kenal dengan itu"

Mo Kim Giok belum menjawab, atau ia sudah didului si orang tua kurus, kate dan kecil, yang bermula bicara tadi. Dia lompat maju seraya berkata: "Tongkee, biarlah aku Boe Goan Pa main-main dengan sian-tian Kim-kauw yang diandalkan orang jumawa ini"

Habis berkata, terus dia merabah ke-pinggangnya, untuk mengeluarkan serenceng gelang Kioe-coe-bo Lian- hoan-koan hingga senjatanya itu mengasi dengar suara nyaring berisik, itulah senjata yang tak masuk dalam hitungan senjata resmi, terbuatnya dari emas hitam, besarnya lima dim bundar, pinggirannya tajam sekali. Karena dipakaikan alat, gelang itu dapat dipakai menimpuk seperti senjata rahasia.

Co Peng Hoei terperanjat mendengar nama orang, sebab ia ketahui orang yalah jago dari Kam Liang, didaerahnya wanita dan anak-anak pun mengetahuinya. Dalam ilmu silat, dia mungkin lebih liehay daripada Mo Kim Giok, maka heran dia suka meng- hamba kepada orang she Mo itu orang.

Ia lantas mengawasi tongkee itu, ia melihat sinar mata orang jeri terhadap si orang she Boe, ia lantas menduga duduknya hal, ia kata dalam hatinya: "Pasti Mo Kim Giok sudah mengundang serigala masuk kedalam rumahnya, sekarang baru dia insaf, tapi tentulah sudah kasip. dibelakang hari dia mungkin bakal digeragoti hingga ketulang-tulangnya "

Habis berpikir itu, ia berkata keras: "Mo Tongkee karena sikap kau ini, maka sekarang siang-ang-piauw yang aku lindungi ini menjadi barang seperti tanpa pemiliknya, siapa yang menang, dialah yang mendapatkannya Meski begitu, aku masih kurang mengerti, aku ingin minta penjelasan mu. Coba bilang, apakah Mo Tongkee yang menghendaki ini ataukah Boe Tongkee yang ingin memilikinya sendiri ? sudah banyak tahun aku mengiringi piauw, baru kali ini aku menemui kejadian aneh seperti ini ?"

Dua-dua Mo Kim Giok dan Boe Goan Pa terperanjat, roman mereka berubah, ia mengerti, ia lantas tertawa dingin tak hentinya.

Pada tiga tahun dulu Boe Goan Pa menjagoi dijalan Kam-Liang, kejahatannya tak berhitung lalu dia kena dirobohkan seorang pendeta tua, yang telah menyateroni-nya kesarangnya dimana dia diharuskan membubarkan rombongannya serta mengubah cara hidupnya.

Mulanya dia memandang enteng pendeta itu, tapi ketika mereka bertempur dalam tiga jurus senjatanya kena dibikin terpental dan dadanya ditepuk hingga dia terluka didalam, muntah darah dan jatuh pingsan-

Ketika dia mendusin, si pendeta sudah berlalu, Karena malu, dia kabur ke-tempatnya Mo Kim Giok. Baru satu tahun, hati jahatnya terbangun pula, terus dia ber-aksi lagi, Dengan kecerdikannya, dia mengambil hatinya semua orangnya Kim Giok.

Kemudian Kim Giok melihat orang bermaksud tidak baik tetapi sudah kasip. terpaksa ia berdaya secara diam- diam guna menyingkirkan kawan berhati serong ini, Dalam urusan memegat Co Peng Hoe ini Mo Kim Giok tidak setuju.

Dia takut, sebab piauw itu milik pembesar negeri, tetapi Goan Pa mendesak. sampai ia berani mengatakan Kim Giok pengecut dan tak pantas menjadi kepala, saking mendongkol Kim Giok menyatakan suka bekerja tetapi Goan Pa yang bertanggung jawab, Goan Pa akur. Maka bekerjalah mereka sama-sama. Diam-diam, Kim Giok mengatur untuk menyingkirkan tetamu jahat itu.

Sejenak muka Kim Giok merah mendengar ejekan Peng Hoei, lantas dia menjadi tenang pula, bahkan dia tertawa, Dia kata : "Di antara aku dengan saudara Boe tak ada perbedaan apa-apa siapapun yang dapatkan ini piauw gelap. sama saja " Lantas dia mengundurkan diri, inilah cocok dengan siasatnya, untuk membiarkan Goan Pa yang bertanggung jawab. Peng Hoei tahu pertempuran tak dapat dihindarkan lagi, dia maju sambil memutar pedangnya, yang ujungnya sedikit melengkung. Kedua kawannya terus memernahkan dikiri dan kanan sejarak lima tombak. tubuh mereka bergerak sangat gesit, hingga Goan Pa terkejut melihatnya, hatinya terkesiap.

Goan Pa pun melihat sikap tak wajar dari Kim Giok. ketika dia menoleh kepada kawan itu, nyata si kawan mundur terus dan menghilang

"Biarlah " pikirnya, mendongkol Dengan tertawa dingin dia kata kepada Peng Hoei: orang she Co, lekas serahkan siang-ang-piauw, jikalau kau tunggu aku mengeluarkan gelangku, nanti akan tak ada orang yang hidup lagi Peng Hoei tidak melayani bicara sebaliknya, dia maju menyerang.

Hebat tikaman itu Boe Goan Pa berkelit kekanan, niatnya untuk terus membalas menghajar punggung orang, sambil berkelit itu dia menggeser ke belakang lawannya. Tapi Peng Hoei tidak mau mengasi hati, ia menduga maksud musuh, ia mendahului menyerang pula,

untuk itu ia putar tubuhnya dengan sebat.

Goan Pa kalah desak. repot dia menangkis atau berkelit, tak dapat dia segera memperbaiki diri. Karena itu tepaksa dia menyabarkan diri Dia mau menerka maksudnya Peng Hoei merangsak hebat itu. Dalam repotnya, diam-diam dia mencari ketikanya.

Peng Hoei masih menyerang terus tak hentinya ketika mendadak Goan Pa berkelit kekanan itulah tak selayaknya. Harusnya Goan Pa berkelit kekiri, Karena ini untuk sejenak ia terlambat Ketika ini digunai Goan Pa secara tepat, Bankan dengan berani orang she Boe ini meluncurkan tangannya menyamber pedangnya si piauwsoe.

Peng Hoei tidak menyangka orang demikian bernyali besar, sudah salah ia menerka, ia pun terperanjat saking heran, Ketika ini lantas digunai Goan Pa. Begal itu berlompat tinggi, untuk menyerang, kedua gelangnya berbunyi berkontrangan sambil mengeluar kan sinar berkilauan. Yang jadi sasaran yalah batok kepala sipiauwsoe. Bukan main kagetnya Peng Hoei, Tak ayal lagi, ia mencelat mundur, guna mengelit diri. "Haha-haha " tertawa Goan Pa sambil dia maju menyusul, kembali gelangnya di kerjakan.

Berbareng dengan itu maka terdengarlah jeritan yang dahsyat, Goan Pa terkejut lantas dia menoleh. Karena ini, tak dapat dia meneruskan serangannya, dan tubuhnyapun turun untuk menginjak tanah. Apa yang dia lihat membikin darahnya bergolak dan matanya seperti mengeluarkan api, dan tubuhnya bergemetar keras.

ooooo

BAB2

BERSAMA GOAN PA ada tiga kawannya sehidup semati, satu diantara mereka itu roboh sambil memuntahkan darah hitam, terus dia berkoseran ditanah, mulutnya mengeluarkan jeritan dan rintihan bagaikan kerbau disembelih.

Dua yang lain, dengan mulut ternganga dan kedua mata terpentang mendelong dengan rupa kesakitan rupanya mereka pun terluka - terlukakan senjata rahasia, Habis itu mereka pun roboh lantas terkulai. "Pasti ini perbuatan Mo Kim Giok. Goan Pa menduga, Maka dia jadi sengit sekali, dia bersakit hati pada kawan itu. Karenanya, tak lagi ada niatnya bertempur terus, ingin dia lari ke dalam rimba.

Co Peng Hoei melihat ketika baik untuknya, ia menyerang dengan tiga batang pedang, yang menjadi senjata rahasianya.

Goan Pa repot, sia-sia belaka ia membela diri, sebatang pedang melukai juga lengan kirinya, hingga dia menjadi sangat gusar.

"Co Peng Hoei" dia membentak "Hari ini kau atau aku.

Kau rasai gelangku"

Lantas dia berlompat tinggi, dengan gerakannya, Naga terbang kelangit sembilan, tangan kanannya diayun.

Dengan begitu maka delapan buah gelang kecil pada gelang nya itu lantas melesat semua kepelbagai arah.

Peng Hoei sudah mendengar hal musuh ini lihai senjata rahasianya itu, siang-siang ia sudah memesan dua kawannya untuk memasang mata. Maka itu melihat serangan datang, ia berdiri tegak. sedang kedua kawan nya berlompat menghampirkan, hanya sambil mereka mengeluarkan banderingnya masing masing. Bertiga mereka berdiri belakang membelakang.

Hebat gelang-gelang itu, yang menyerang nya saling susul Kedua kawannya Peng Hoei menangkis. Dua gelang terlempar. Berbareng dengan itu, datang dua buah gelang yang lain. Keduanya tak dapat ditangkap bahkan dikelitpun sukar. Maka lacur dua orang itu masing masing sebelah telinganya kena terbabat kutung, hingga mereka berseru saking mendongkol, Lantas darah membasahkan muka mereka. Peng Hoei sendiri hampir tak terluput, syukur ia sabar dan waspada, ketika serangan datang, ia menangkis dengan hati-hati, Kedua gelang terpental membentur dua yang lain yang menyamber belakangan, hingga keduanya bentrok keras.

"Sungguh lihai" kata Peng Hoei didalam hati, ia merasai gempuran gelang keras sekali. Baru sekarang hatinya menjadi jerih Peng Hoei bertiga repot membela diri. Tak ada ketika untuk balas menyerang.

Tengah mereka kewalahan, hingga si piauwsoe hendak menerima nasib saja tiba-tiba terdengar seruan dari dalam rimba, dari mana berkelebatan belasan sinar terang seperti bintang amar-sinar mana menyerang kepelbagai gelang, juga kearah Boe Goan Pa sendiri, Akibatnya itu yalah beberapa kali suara nyaring gelang- gelang jatuh ketanah.

Goan Pa kaget ia justeru lagi kegirangan, sebab ia percaya, segera musuh-musuhnya bakal menyerah dan ia akan mendapatkan siang-ang-piauw, untuk dibawa pulang, guna ia terus membuat perhitungan dengan Mo Kim Giok. Ia pun telah mentertawai Peng Hoei bertiga, yang ia lihat kelab akan membelai diri, saking kagetnya itu, tak sempat ia menangkis, terpaksa ia berkelit untuk terus lompat dan lari kedalam rimba, ia rupanya jeri melihat senjata-senjata rahasia seperti bintang itu.

Tepat ketika berandal ini menaruh kaki didalam rimba, mendadak ada orang yang memapak ia sambil berkata sembari tertawa: "Boe Goan Pa, apakah kau masih tidak hendak menghentikan tindakanmu?"

Suara itu tawar dan tak sedap didengarnya. Goan Pa kaget, ia lantas mengangkat kepalanya untuk memandang, Lalu ia menjadi bertambah kaget, Didalam rimba yang gelap itu ia melihat satu bayangan bergumal hitam, mirip manusia tetapi tak nampak muka dan matanya. saking kaget, ia memutar tubuh untuk menyingkir kelain bagian, atau didepannya kembali ia melihat sesosok tubuh bergumpal seperti yang barusan itu, ia menjadi kaget dan heran-

Tak mungkin bayangan yang didepat itu dapat mendahului ia. ia lantas ingat walaupun Boe-Eng Hoei Long Khioe cin Keen dan sin-heng sioe-soe Kim Som tak nanti segesit bayangan ini. Terpaksa ia menghentikan tindakannya.

Ketika ia melihat kebelakang, bayangan yang dibelakang ini masih ada, Menjadi ia telah dirintangi didepan dan dibelakang, Mau atau tidak. ia membesarkan nyali.

"Tuan-tuan," dia menegur, "kenapa kamu tidak mau memperlihatkan wajahmu yang asli? Boe Goan Pa mempunyai urusan, dia hendak berangkat pulang Apakah kau sangka Boe Goan Pa takut kepada kamu?"

"Apakah itu urusan pentingmu?" tanya bayangan yang satu, tertawa nyaring, "Bukan-kah kau menguatirkan tiga kawanmu? bukan kah kau hendak pulang untuk mencari Mo Kim Giok untuk membuat perhitungan? Baiklah aku jelaskan kepada kau, ketiga kawanmu itu telah terbinasa diujung jari tangan kami. Yang benar yalah isteri dan anakmu dibunuh Mo Kim Giok"

Boe Goan Pa kaget dan bingung mendadak dia menjadi sangat gusar. "Mo Kim Giok" dia berteriak. matanya mendelik " Kenapa kau membunuh isteri dan anakku? sungguh kau sangat kejam"

"Kau membalas kebaikan dengan kejahatan, maka tak dapat kau sesalkan Mo Kim Giok" katanya, “Kau telah membunuh banyak orang sampai tak terhitung, maka itu inilah yang dinamakan pembalasan. Boe Goan Pa, apakah benar-benar kau sedikit juga tak takut kepada malaikat."

Mukanya Goan Pa pucat, sinar matanya guram, ia berdiam sekian lima baru ia dapat bicara.

"Benar seperti katamu, tuan-tuan aku memang bisa membunuh orang," demikian ia menyahut. "Karena perbuatanku itu, dosaku bertumpuk, Tapi..." mendadak ia tertawa dingin, "urusan yalah urusanku, dan aku jalan menurut caraku sendiri. Nah sampai ketemu pula," ia mengangkat kakinya untuk berlompat pergi.

"Tahan," berseru orang tidak dikenal itu, "Kau hendak mengangkat kaki? Tak demikian gampang" Terus kedua tangannya menyamber kedua pundak orang.

Hebat samberan itu. Boe Goan Pa liehay tetapi tak dapat ia berkelit. Dia kena tertepuk. di kin-ceng-hiat, pada jalan-darah itu terasa sakit dan terhenti, kemudian menulah kelain-lain angggaua tubuh, otot-ototnya nyeri sekali. selagi dia bergemetaran. keringatnya keluar seperti hujan.

"Aku si orang she Boe tidak bermusuh dengan kau. jiewie, mengapa kamu perlakukan aku begini?" dia tanya, suaranya terputus-putus, parau.

Orang itu, yang mengenakan topeng tertawa, Akan tetapi, sebelum dia membuka mulutnya, dia didului kawannya, yang ternyata seorang wanita, yang juga bertopeng, Wanita itu maju kedepan, tangannya menyodorkan sehelai kertas putih.

Dia kata nyaring: "Manusia jahat, kau lihat gambar ini siapakah ia? ini sebabnya kenapa kami menurunkan pukulan cit Im Cioe-hoat kepadamu"

Boe Goan Pa menyambuti kertas itu, yalah gambar lukisan, untuk diperiksa, Begitu lekas juga mukanya menjadi pucat dan tubuhnya bergemetar pula.

"Benar-benar Boe Goan Pa harus mati" katanya menggetar "Dulu hari itu otakku kacau, aku telah membinasakan penolong ku, Jiewie, aku minta, sukalah kau lantas membunuh aku..."

Habis berkata itu, dia mengeluarkan air mata. Wanita itu merampas gambar dari tangan orang, terus ia menuding.

"Kau ingin mati lantas? Tak demikian mudah" katanya bengis " Nona mu hendak menyiksa kau supaya kau menderita otot-ototmu, ngilu dan tulang-tulangmu rusak. supaya kau mati perlahan, supaya penasaran nonamu lenyap"

Cepat luar biasa, si nona menutup kata-katanya, dengan totokan dua jeriji tangan kejalan darah cengciek. Boe Goan Pa merasakan sakit bukan main.

Dia lantas merungkut, hingga tubuhnya terlihat menjadi ciut dan ringkas, terus dia roboh, dari mulutnya keluar rintihan seperti jeritan kambing.

Tiong Hoa dari tempatnya bersembunyi mengawasi peristiwa itu, ia terkejut dan merasa jeri sendirinya Hingga ia berpikir: "Itulah pukulan yang lihai sekali... jikalau aku mesti bentrok dengan mereka, mesti aku waspada..."

Co Peng Hoei dan dua kawannya berdiri melengak. Mereka sisa mati. Dengan hilang kaget dan takutnya mereka menjadi girang. Disamping itu mereka pun giris, Hebat dua orang tak dikenal itu, terutama si nona.

Mereka saling mengawasi Boe Goan Pa jahat tapi hukuman itu mungkin berlebihan.

Habis menghukum si jahat, kedua orang itu menghampirkan Co Peng Hoei, ini piauwsoe lekas-lekas memapak untuk memberi hormat dengan menjura dalam seraya menghaturkan terima kasih, ia kata untuk membalas budi, tak jeri ia pergi menginjak api.

Nona bertopeng itu tertawa merdu, "Congpiauwtauw, kau bilang kau hendak membalas budi kami?" tanyanya. Mukanya Peng Hoei bersemu merah.

"Siapa menerima budi, dia layak membalas," katanya, "Apa pula inilah budi jiwa."

Nona ini tertawa pula.

"Mudah-mudahan kata-katamu ini berbukti " bilangnya. "Ya. sekarang juga kami hendak memohon sesuatu kepadamu... Cong-piauw-tauw, aku lihat, kau tentunya tak akan dapat menerimanya dengan baik..."

Co Peng Hoei tertawa lebar.

"Aku si orang she Co diberikan gelaran paisu Kim Kauw Beng ciang, yaitu Beng ciang Koen si gaetan emas," kata, " walaupun demikian, aku tahu kata-kata itu berat seperti gunung, sekali keluar berharga seperti ribuan tahil emas. Jiewie, apa juga yang kamu minta aku tak nanti mengerut kan alis menerimanya "

Si anak muda tertawa. “Jikalau begitu kata Co Loosoe baiklah." dia berkata, "Akan tetapi kami terpaksa, maaf kami cuma menghendaki siang-ang piauw yang berada didalam saku laasoe " Inilah permintaan diluar dugaan Peng Hoei, Tapi dia tertawa.

“Jikalau jiewie menghendaki barang ini, mengapa jiewie tidak mengatakannya dari siang-siang ?" ia kata, "Kata-kataku yalah kata-kata emas, kemudian pun tak nanti aku menyesal maka itu janganlah jiewie kuatir- Cuma dapatkah jiewie menuturkan tentang diri jiewie? Apabila ada keberatannya,aku pun tidak mau memaksa..."

Habis berkata ia mercgo sakunya dan mengeluarkan satu kotak kecil kayu cendana, yang ia terus angsurkan kepada si anak muda. Anak muda itu menyambuti.

"Kim Kauw Beng Ciang, hari ini kami bertemu denganmu, sungguh kau tidak mengecewakan" dia kata memuji, ia pun merogo sakunya dan mengeluarkan sebuah bendera kecil, sembari menunjuki itu kepada sipiauwsoe, ia menambahkan: "Tentang kami yang rendah. Cukup loosoe melihatnya dari bendera ini."

Tiong Hoa dapat melihat tegas, ia terkejut, itulah bendera yang sama dengan yang di dapatkan diatas pohon bendera sulam tengkorak putih tertabur tujuh buah bintang, Dia kata dalam hatinya, jadinya mereka ini orang-orangnya Pouw Liok It.

Mereka begini lihai, maka teranglah sudah, Liok It telah dapat mengumpulkan orang-orang kosen. Dengan begini pun ternyata, perjalananku ke Hek Liong Thoa penuh dengan bahaya." "Ooi, kiranya jiewie orang-orangnya Pouw Loocianpwee," berkata Peng Hoei, yang mengenali bendera kecil itu. "Baiklah perkenankanlah aku si orang she Co mengundurkan diri." ia memutar tubuh, ia menggeraki tangan kepada kedua kawannya, terus mereka berlalu dengan cepat.

Tetapi itu waktu maka Tiong Hoa melihat satu tubuh kecil berlompat turun dari pohon didekat mereka, bagaikan bayangan, tubuh itu melesat kearah si anak muda, untuk menyamber kotak cendana kecil itu.

Anak muda ilu melihat bayangan menyamber, dia menarik tangannya yang sebelah, dia menyerang dengan tangannya yang lain, juga kawannya, si nona, turut menyerang.

Akan tetapi bayangan itu sebat luar biasa, tangannya berhasil mendahului merampas kotak itu, sambil berkelit, dia lari balik masuk kedalam rimba

Anak muda itu gusar berbareng heran, Gusar karena kotaknya kena dirampas. Heran lantaran serangannya yang liehay seperti tak dihiraukan perampas itu. Sambil berseru, ia lompat mengejar, ia diturut kawannya si nona Co Peng Hoei bertiga baru berjalan beberapa tindak tatkala mereka mendengar suara dari kemurkaan anak muda itu, dengan lantas mereka menoleh.

Mereka menduga pada suatu kejadian, tetapi mereka cuma menunjuki roman kaget dan heran, mereka melainkan menyeringai lantas dengan menggeleng- geleng kepala, mereka berjalan terus melintasi rimba pulang keperahu.

Tiong Hoa terperanjat Melihat dari tubuh orang, ia percaya perampas itu Cek In Nio, maka juga hampir ia berseru memanggil syukur ia dapat mengendalikan diri, ia melihat nona itu lari ke rimba sebelah barat, ia lantas lompat turun dari tempat sembunyinya, untuk lari menyusul, ia ketinggalan lewat dua tanjakan, In Nio lenyap. begitu pun kedua pengejarnya.

Disini ia melihat cahaya matahari, bukit hijau, angin bertiup, ia masgul, ia seperti kehilangan sesuatu, Tapi ia lantas berpikir. "In Nio lari kebarat, mungkin dia pergi ke soe-coan, karena buntalanku masih ada diperahu, baik aku kembali, nanti saja perlahan lahan aku cari dia di propinsi itu." Maka dengan masgul ia ngeloyor kembali ketepi sungai.

Dikepala perahu, Cian sam Hoo berdiri menantikan Juragan ini sudah lantas berkesan baik terhadap pemuda itu. Mulanya ia kaget dan heran melihat pulangnya Peng Hoei bertiga, roman si piauwsoe muram dan kucai, kedua kawannya lenyap sebelah telinganya masing-masing, ia menduga tentulah piauw sudah lenyap.

Selagi begitu hatinya lega menampak si anak muda lagi mendatangi, Ketika anak muda itu menginjak lantai perahu, ia lantas menjabat tangan orang.

"Apakah telah terjadi?" tanyanya, Tiong Hoa menceriterakan apa yang ia saksikan barusan.

"Oh" Giam ong Leng muncul pula?" tanya si juragan terkejut, "Kalau begitu jalan selatan barat bakal tak aman pula antahlah nona itu mengapa dia merampas siang- ang-piauw? ia memusuhkan Giam ong Leng itu berarti dia tak bakal tidur nyenyak."

Toh ia tertawa, lalu dia melirik keperahu yang ke tiga kemudian dia nampak berduka, kata-nya: "setahu bagaimana pikirannya piauwsoe itu sekarang...Benarlah usaha menggunakan senjata tak dapat dilanjuti."

"Co Peng Hoei menyerahkan piauwnyadengan suka sendiri, kenapa ?" Tiong Hoa tanya. sam Hoo menghela napas.

"Engko kecil orang sekolahan. Engko tidak tahu urusan dunia Kang ouw," katanya, "orang Kang ouw mengutamakan balas membalas, baik budi, baik sakit hati, Peng Hoei laki-laki, kata-katanya itu dia pegang, maka jangan kata baru piauw, jiwa nya diminta si orang bertopeng juga pasti dia serahkan. Hanya mengapa Peng Hoei jadi demikian berduka ? Tahukah kau engko kecil ?" ia batuk-batuk.

"Kalau seorang piauwsoe melindungi barangnya pembesar negeri, jaminannya ya la h isteri dan anak- anaknya," berkata sam Hoo, "begitu lekas piauw sudah sampai dengan selamat pada alamatnya baru anak- isterinya itu dimerdekakan, sekarang tentulah Peng Hoei lagi memikirkan kemerdekaan anak-isterinya itu serta rumah tangganya yang bakal rudin, Bagaimana dia dapat berdaya menolong diri dari kesulitan itu? Menurut dugaanku sekarang pastilah Peng Hoei bakal lekas-lekas pulang ke Gieciang guna membawa lari istrinya, guna kabur entah ke-mana, sesudah itu baru dia akan berdaya mencari piauwnya yang hilang itu.."

Selagi juragan perahu ini bicara terlihat Peng Hoei bertiga mendarat dan berjalan cepat kearah Gie-ciang. "Berangkat" mendadak Sam Hoo mengasi dengar

suaranya. Maka terdengarlah tiga kali suara gembreng, disusul dengan seruannya awak perahu, dengan begitu perahu mereka lantas mulai ditarik pula mudik.

Tiong Hoa mengawasi air, otaknya bekerja, Lagi satu pengalaman untuknya. Tapi segera ia membayangi pula Cek In Nio. Maka berbayanglah keadaan selama dikuil san sin Bio disaat si nona mengobati padanya, itu sepasang tangan yang halus, itu harumnya tubuh si nona.

Perahu ditarik terus, tanpa merasa orang telah melintasi dua belas puncak dari bukit Boe san. Air sungai mengalir keras suaranya berisik, ditepian disana terdengar pekiknya kawanan kunyuk..

Melewati Boe san, perahu menuju ke Keng-cioe.

Tengah Tiong Hoa rebah meram melek dan telinganya mendengari arus, mendadak ia dikejutkan suaranya Cian sam Hoo. "Engko kecil Mari, lekas Lihat pantai Yam Ie Thoa"

Tiong Hoa berlompat bangun, lekas ia pergi keluar. Dengan begitu ia melihat sebuah tunggul karang besar berdiri ditengah-tengah sungai, air yang lewat disitu lantas mencar, lalu bersatu pula, arusnya deras dan berputar Arus disitu bergelombang dan berisik suaranya. Dikedua tepi, bukit berpuncak tinggi, sebaliknya ditepian tampak tukang ambil kayu serta tukang pancing ikan.

Yam Ie Thoa berada di Yanwie-toei di selatan kecamatan Hong-ciat dekat Keng-cioe, diatasan Kie Tong Kiap. Digili utama terletak kota Pek-tee-shia dimana dulu hari Lauw Pie wafat.

Tiong Hoa mengawasi lama, hatinya tertarik. Selewatnya pantai itu. orang tiba di pelabuan, Kendaraan air lantas ditambatkan, orang pada mendarat, belanja di kota Pek tee shia, antar saja membeli arak.

Ssam Hoo dan Tiong Hoa tidak turut mendarat mereka duduk minum sambil mengawasi air sungai, sampai kembalinya rombongan awak perahu dengan suaranya yang berisik.

"Ada apakah yang luar biasa didarat?" tanya sam Hoo kepada salah satu tukang seret perahu itu. "Kenapa kamu nampaknya sangat ketarik hati?"

Orang itu sudah rada sinting, dia bersenyum ketika dia menyahuti: "Diranggon kota kedapatan seorang nona sakit berat, dia merintih saja, agaknya dia dalam bahaya, akan tetapi dia melarang orang mendekatinya, sedang sebenarnya ada orang yang mau menolongi dia pergi pada tabib, pernah ada yang datang dekat padanya tetapi dia mendorongnya sampai orang itu mental.

Karena itui orang menonton dia dari jauh-jauh saja."

Mendengar itu, mendadak Tiong Hoa ingat Cek In Nio, selagi merampas kotak. nona itu kena diserang si anak muda, dia tak menghiraukannya, dia berhasil dan kabur. Mungkin itulah dia... ia menerka.

Maka ia lantas menanya: "Apakah sekarang dia masih ada diranggon kota?" Tukang seret perahu itu mengangguk.

sam Hoo heran penumpangnya menanyakan hal nona itu, Dia mengawasi.

"Aku ingin melihat dia," kata Tiong Hoa bersenyum.

Aku melakukan perjalanan ini untuk mencari adik- misanku, maka aku ingin mendapat bukti, dia itu adikku atau bukan. Aku minta kau menunda sebentar keb erang kata n perahumu, aku akan lekas pergi dan lekas kembali."

Habis berkata, tanpa menanti jawaban, Tiong Hoa pergi mendarat. Begitu ia berada diantara pepohonan lebat, lantas ia lari keras menurut ilmu ringan tubuh, Dcrgan begitu dapat cepat ia tiba dikota. Langsung ia mendaki tembok. hingga ia melihat banyak orang lagi berkerumun didekat ranggon- diantara mereka itu ada yang berulang-ulang mengatakan:

"Kasihan"

Ia lantas mendesak, meminta jalan-

“Jangan dekat, siangkong" berkata seorang tua, yang menarik tangan pemuda ini. "Nona itu kuat sekali, aku telah kena tolak hingga terguling jatuh." Tiong Hoa melihat dahi orang tua itu lecet dan bengkak. merah warnanya.

"Tak apa." ia kata bersenyum. "Aku tahu bagaimana harus mendekati dia.. Baiklah, tuan-tuan semua mundur sedikit jauh, supaya kalau terjadi pertempuran kamu tidak terluka tanpa disengaja "

"Hati-hati, siangkong." kata si orang tua: yang baik hatinya.

Tiong Hoa mengangguk. la mengulap terima kasih, Lantas ia bertindak masuk ke-dalam ranggon, ia lantas melihat seorang nona lagi meringkuk dipojok tembok. dari mulutnya terdengar rintihannya, kedua tangannya menutupi kepalanya, dadanya bagaikan berombak.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar