Bujukan Gambar Lukisan Jilid 14

Jilid 14 : Song Kie terluka

Selagi mematahkan cabang yanglioe itu, hati Tiong Hoa bukannya tidak bekerja,

Kembali ia ingat perjalanannya, Pikirnya: "Akulah- seorang pelajar, lantaran terpaksa aku buron, aku sampai masuk dunia Kang-ouw. selama beberapa bulan ini, aku mesti mengenal pelbagai macam sifat manusia, maka itu, haruslah aku lekas mengundurkan diri.

Tak ada perlunya aku berebut nama, pepatah pun membilang, pohon besar mengundang angin, dan kedudukan tinggi itu lah ancaman bencana, Tapi sekarang aku dipaksa keadaan, tak dapat aku tidak turun tangan. Thian Hong cinjin terlalu galak. jikalau dia dibiarkan saja, dia bakal mendatangkan ancaman bahaya bagi Rimba Persilatan..."

Dengan matanya yang tajam, Tiong Hoa melihat air muka si imam, yang heran atau kaget, Dapat ia menduga hati orang, Maka dari itu, ia bersenyum, ia angkat cabang yanglioenya, ia pandang itu lantas ia kata:

"Aku yang muda berkepandaian sangat rendah, sulit untuk aku dipadu dengan tootiang yang bagaikan cahaya bulanpurnama yang indah permai, maka juga sekarang ini aku maju hanya untuk mohon diberikan pelajaran, walaupun demikian, aku minta sukalah tootiang jangan memandang terlalu enteng cabang yanglioe ini.. sebab cabang ini sebenarnya lebih kuat daripada sepasang pedang tootiang.

Tootiang lihat pada cabang ini terdapat seratus tujuh puluh tiga helai daunnya yang masih muda muda jikalau dalam sepuluh jurus tootiang dapat membabat atau meruntuhkannya semua, maka aku yang rendah, suka aku menyerah kalah, sebaliknya adakah tootiang sudi jikalau urusan malam ini disudahi sampai disini saja?"

Hebat kata-kata itu lunak tapi keras, hingga hati si imam bercekat, ia juga tak mengerti, kenapa hanya dengan satu kali melihat si anak muda sudah lantas dapat menyebutkanjumlahnya daun muda itu.

Hal itu pun membuat heran pada Ceng shia Jie Ay semua.

Hebat pula sikap tenang dan ramah tamah Tiong Hoa itu terhadap Thian Hong cinjin-Imam ini kena terpengaruhi karenanya, Tapi sudah terlanjur, tidak dapat ia bersikap lunak. Maka itu sambil mengawasi si anak muda dengan mata mendelik, ia kata dingin:

"Siapa tidak mendaki gunung Tay san, tak tahu dia tingginya gunung itu siapa tidak melihat lautan, tak tahu dia dalam nya Cinjin kamu memiliki ilmu silat pedang yang tak ada dasarnya, cara bagaimana kau berani banyak lagak didepanku? Mari, mari, mari Aku beri ketika padamu untuk menyerang terlebih dulu!”

Biar bagaimana, nada imam ini tak seangkuh tadi. Tiong Hoa berlaku sabar. Dia tertawa. "Baiklah, terima kasih" katanya, Lantas dia menggeraki cabang yanglioenya dari kiri kekanan, daLam j urus, "B urung ke-podang menanya pohon yanglioe."

Ringan gerakannya itu tetapi sebatnya luar biasa, sasarannya adalah jalan darah kie-toen di-buah susu kanan.

Itulah suatu jurus dari ilmusilat Koen Loen san Barat, jurus yang umum, akan tetapi digunai si anak muda, lantas saja menjadi berubah sifatnya, Cabang yang lunak itu mendadak menjadi kaku, sampai terdengar suara anginnya yang keras.

Matanya Thian Hong tidak dapat dicela, ia melihat gerakan yang lunak. yang terus berubah menjadi keras itu, yang tadinya perlahan lantas mendadak menjadi cepat. Teranglah sudah, tenaga sianthian, tenaga asal, telah disalurkan kepada cabang itu, ia kaget hingga ia lantas mundur tiga kaki, sembari mundur ia menyabet pergi-pulang dua kali dengan jurusnya "Kawanan ular- naga menjungkirbalikkan gelombang". Hebat babatan itu, karena ia ingin membabat habis daun atau cabang yanglioe itu.

Kelihatannya sederhana, tetapi sebenarnya cepat luar biasa Tiong Hoa menyingkirkan cabangnya dari serangan berulang-ulang itu, setelah mana ia mengulangi menyerang pula, kali ini kepada jalan darah khie-hay di bawahan perut.

Thian Hong mundur sambil menyedot hawa dingin, dengan begitu perutnya pun dibikin kosong, sebenarnya dia menabas untuk terus merangsak. siapa tahu, gagal percobaannya itu, hingga ia menjadi kalah angin-

Sampai itu waktu, si Puteri Malam sudah turun kebarat, maka itu, lenyaplah kepermaiannya. sang malam menjadi suram, Bintang-bintang pun mulai berkurang, sebaliknya, malam yang sunyi menjadi berisik, Angin bertiup keras dan guntur berbunyi saling susul.

Selama itu, delapan jurus sudah berjalan, Thian Hong belum dapat ketika untuk membalas, Kecuali tiga jurus dalam mana dia mengalah, selanjutnya dia senantiasa didului si anak muda, hingga dia cuma dapat menangkis atau bertahan. Kalau toh dia dapat menabas atau menikam, itu hanya susulan belaka, itulah serangan yang diteruskan membela diri.

Cabang yanglioe bergerak tak hentinya, membikin orang repot membela diri terus menerus, hingga sulit si imam mencoba memperbaiki diri.

Segera datang saatnya Thian Hong melakukan penyerangan membalas, Dengan kesebatan luar biasa ia memaksa merebut tempo, terus ia menyerang dengan jurusnya yang di namakan Cie thian watee, atau Menunjuk langit, menggaris bumi."

Tiong Hoa tertawa, Tiba tiba ia mendahului lagi. Cabang yanglioe diluncurkan kepundak kiri si imam, itulah gerakan sangat luar biasa, tidak saja Thian Hong heran, juga sekalian penonton, Mereka menganggap itulah gerakan tidak ada perlunya, lantaran tidak ada gunanya. Thian Hong tapinya berpikir: Tak perduli bagaimana anehnya jurusmu, tidak nanti kau lolos dari jurusku Guntur bertubi tubi dan Burung Wanyo Terbang Berpasangan "

Dan dengan tenaga dikerahkan, ia menabas kearah cabang yanglioe itu. 

"Inilah jurus yang ke-sembilan " Tiong Hoa berseru, Dengan sebat ia menarik pulang cabang yanglioenya, atas mana tubuh si imam terjerunuk kedepan disebabkan dia menyerang hebat sekali.

Thian Hong terkejut, ia mencoba menahan tubuhnya, Dengan begitu, ia pun mencoba menarik pulangi pedangnya, yang telah meluncur terus, inilah saat yang berbahaya, pedangnya itu seperti nempel dan tertarik lawan, Kalau ia lepaskan cekalannya, artinya ia mengurbankan pedangnya itu, dengan mudah ia dapat membela diri.

Tapi tak suka ia kehilangan pedang mustika yang ia sayang itu, yang menjadi seperti jiwanya, Tanpa pedang itu tak dapat ia mengangkat nama, ia lantas mengerahkan tenaganya di lengannya itu.

Tiong Hoa menggunai saatnya yang baik, Gerakannya barusan memang cuma buat membikin si imam terpancing hingga terjerunuk. Begitu selagi orang terhuyung ke-depan- ia membarengi. Kapan tangan kanan nya ditarik, maka tangan kiri mendadak meluncur, terulur lebih panjang daripada biasanya, ia mengguna Hoei Wan cioe. Tangan si Kera Terbang,

Tangan itu mendadak tambah panjang, dengan lima jerijinya, pundak kanan si imam lantas disamber.

Thian Hong kaget, ia melihat tangan lawan menjadi panjang luar biasa itu, Guncang hatinya itu merugikannya, ia gugup dan menjadi kehilang kesebatannya. Lebih-lebih ia kaget waktu ia mendengar suara pedangnya jatuh dengan berisik. Tanpa bersangsi lagi, ia menjejak tanah untuk berlompat pergi. Akan tetapi ia telah terlambat jalan darahnya, ceng-kin-hiat, telah terbentur tangan lawannya.

Tidak ampun lagi ia merasa tubuhnya kaku dan kepalanya pusing, Ketika ia menaruh kakinya ditanah, sepasang pedangnya sudah berada ditangannya si anak muda. Dengan wajah bersenyum, Tiong Hoa bertindak perlahan-menghampiri imam itu.

"Tootiang," ia berkata, "kau telah terpengaruhkan cabang yanglioe ini maka kau menjadi kena didahului aku, ilmu pedang kau sudah mahir hanya sayang kau belum menyempurnakannya, hingga pedang dan tubuhmu aku maksudkan hatimu belum menjadi satu, bersatu padu. Coba kau tak mudah terpengaruh hingga hatimu menjadi tak bimbang lagi, kau tentu telah menjadi ahli pedang nomor satu dikolong langit ini. Maka itu sekarang masih terlalu pagi untuk mengatakannya"

Mukanya Thian Hong menjadi merah, lalu berubah menjadi pucat, ia malu bukan main. ia juga menyesal dan berduka sangat, syukur suramnya sang malam membikin perubaan airmukanya itu tak nampak nyata.

"Tootiang." berkata pula Tiong Hoa setelah berdiam sejenak "kita telah berjanji jikalau daun yanglioe ini rontok. itu artinya aku yang rendah yang kalah, maka itu sekarang, silahkan tootiang menghitung daun ini, benar atau tidak jumlahnya tetap seratus tujuh puluh tiga lembar"

Sembari berkata begitu, ia mengangsurkan senjatanya yang istimewa itu.

Thian Hong menjadi serba salah menyambuti salah, tidak menyambuti salah juga. Ketika ia memandang si anak muda, ia melihat sinar mata orang yang sangat berpengaruh ia malu bukan main, sekonyong-konyong ia melengak dan tertawa.

"Tuan. benarlah apa yang kau kata." ia bilang, "Memang untuk sejenak hatiku telah kena dibikin menjadi lemah, hingga tak ingin aku melukai kau. hingga kesudahan nya kaulah yang merebut kemenangan, sebenarnya pintoo tidak mau mengakui yang ilmu silatku kalah daripada kau Baiklah, kejadian hari ini boleh dibikin habis, akan tetapi nanti mudah-mudahan kita berjodoh bertemu pula"

Habis berkata mendadak si imam bergerak, tangan kirinya menyerang disusul segera dengan samberan tangan kanannya.

Tiong Hoa tidak menyangka orang membokong padanya, ia melepaskan cabang yanglioenya, ia berkelit kesamping, tangan kanannya diajukan, untuk menangkis.

Kedua tangan lantas beradu Tiong Hoa merasa tangan kirinya itu kaku. Justeru itu, sepasang pedang ditangannya terampas pulang si imam, siapa sebaliknya mengeluarkan suara tertahan, sebab tubuhnya terhuyung beberapa tindak.

Cuma sedetik imam itu mengawasi dengan roman gusar, lantas dia berlompat pergi, untuk menghilang ditempat gelap.

Tiong Hoa berdiam, lalu ia menghela napas, dengan menyesal ia berjalan perlahan masuk kedalam kamar.

Angin malam itu dingin, pepohonan bergerak-gerak.

Ceng shia Jie Ay melihat Tiong Hoa lewat disisinya tanpa menanya atau berpaling, mereka mengerti tentulah anak muda itu tidak puas karena mereka tidak membantu padanya. Mereka menjadi tidak enak hati untuk turut bertindak masuk.

Koay-bin Jin Him bersama Tiong-tiauw Kgo Mo, juga Boan-in dan Hoet Goat, mengikuti anak muda itu.

ooooo BAB 18

CUACA fajar mendatangi, hawa udara tetapi dingin. itulah karena angin pagi tak mau berhenti bertiup. Diufuk timur, cahaya putih mulai tampak. tanda bahwa sang Batara surya bakal lekas muncul. diwaktu itu, Tiong Hoa masih memasang omong dengan Tiong-tiauw Ngo Mo dan lainnya.

Kedua kacung, Boan-in dan Hoet Goat, berdiri menantikan ditepi pembaringan.

Tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang jatuh atau turun diluar jendela, sepasang alisnya Tiong Hoa segera bangun berdiri "siapa diluar?" ia menegur.

"Aku. Cin Tiauw Hong" menjawab satu suara. Lalu membarengi itu orangnya berlompat masuk dijendela diturut Lo siauw Hong.

Tiong Hoa heran, Tak disangka orang kembali demikian cepat, Untuk mengundang Cee Cit beramai, mestinya mereka ini menggunai tempo sedikitnya enam jam pergi dan pulang.Maka ia mengawasi dengan melongo.

Cin Tiauw Hong berdiri tegak dengan ke dua tangan diturunkan lurus.

"Kami berdua baru pergi sampai diluar dusun sepuluh lie, lantas kami mendapatkan Cee Loocianpwee beserta Kam siauwhiap lagi bertempur mati-matian melawan Jie slong Gan dan seeboe Boe Wie, ia berkata, memberi keterangan Kam siauwhiap kalah dibanding seeboen Boe Wie, syukur ia di bantu secara diam-diam oleh Cee Loocian-pwee. Meski demikian, orang she seeboen itu dapat juga meloloskan diri.."

"Bagaimana dengan Jie slong Gan?" si anak muda tanya.

“Jie kena dibekuk Cee Loocianpwee. Loocianpwee membilangi bahwa ia hendak pergi ke siauw Koh san untuk mengurus partainya dan Kam siauwhiap turut pada nya, Maka itu, mereka menuju ke Po-yang-selagi mau berpisahan, Cee Loocianpwee memesan kata-kata untuk disampaikan kepada siauwhiap, katanya menurut seeboen Boe Wie, kitab yang berada ditangannya Kwie lam Ciauw adalah kitab yang palsu, sedang mengenai yang tulen, Lim ciauw sudah mulai mengerti sedikit-dikit. Umum nya soal masih samar-samar.

Seeboen Boe Wie itu katanya meninggalkan Kwie in chung guna mencari kitab yang asli. Akhir nya Cee Loocianpwee memesan untuk siauw hiap menyusul kegunung siauw Koh san."

Tiong Hoa berdiam, ia berpikir, Kemudian ia mengawasi Song Kie.

"Datangku kemari bukan untuk kitab." ia berkata, " karena ada urusan Cee Loo-cianpwse itu, sekarang juga aku meminta diri, untuk segera pergi ke siauw Koh san, guna membantu saudara Cee itu" ia lantas berbangkit.

Jangan kesusu, laotee." kata Song Kie tertawa, "Song Kie masih mengharap bantuan mu untuk mencari kitab ilmu silat itu, untuk mendapat kepastian kitab masih berada disini atau tidak. Kita pun perlu menyelidiki Kwie lam Ciauw telah pergi ke mana, Bukankah sang pagi pun bakal segera tiba?" Tiong Hoa bersangsi, ia ingat budinya orang she Song ini, sudah selayaknya ia membantunya. ia bimbang, tapi akhirnya ia menanya juga: "Song Loocianpwee, ada satu hal yang aku si orang muda masih belum jelas, pantaskah atau tidak bila aku menanyakannya?"

Koay-binJin Him mengurut jeng gotnya. "Laotee," dia berkata, tertawa, "kaulah muridnya

Loocianpwee Thian Yoe sioe, dengan kita ada bersamaan derajat untukku, sudah suatu kehormatan maka itu, jangan kau membahasakan loocianpwee padaku. Baiklah kau memanggil kakak atau saudara saja, Kita cocok satu dengan lain, diantara kita ada soal apakah yang tak dapat dibicarakannya? Lekas bicara, tidak nanti aku menegur atau menyalahkan kau"

"Kakak Song, adikmu ingin bicara tentang minat kau," kata Tiong Hoa, mengawasi "Kakak mencari cangkir kemala Coei In Pwee, sekarang kakakpun ingin sangat mendapatkan kitab silat Lay Kang Keen pouw, Kakak apakah tidak ketahui, loba atau tamak. itu tak baik akibatnya?"

Ditanya begitu, Song Kie mengasi lihat roman guram, tandanya dia berduka, Lantas dia menghela napas.

"Sebenarnya urusanku bukanlah urusan yang tak dapat diberitahukan lain orang." dia berkata, "sebetulnya akulah seorang jujur tetapi pelbagai peristiwa membuatnya namaku menjadi buruk. hingga aku disebut seorang kepala penjahat. Hal itu sangat melukai hatiku, Kepada siapa aku dapat membeber kesulitanku itu? Pula, siapakah yang nanti suka menahui atau memaafkannya? Laotee, tahukah kau, kakakmu ini murid siapa?" Tiong Hoa menggeleng kepala. Memang- nya ia tidak tahu. Song Kie tertawa duka.

"Bukan saja orang Rimba persilatan tidak mengetahui, sekalipun semua saudara angkatku yang selalu mengikuti aku tidak tahu juga." berkata ia. ia menunjuk kepada ke lima Hantu dari Tiong-tiauw, ia berhenti sebentar, baru ia menambahkan: "sebenarnya kakakmu ini adalah murid Tong Beng sianseng pemilik terakhir dan Lay Kang Keen Pouw itu.."

Tiong Hoa benar-benar heran, Mengenai ketiga benda mustika itu. ia telah mendapat tahu dari Cee Cit terutama halnya Ngo-sek Kim-bo. tetapi karena ia tidak suka terlibat karenanya, ia bersikap tawar, ia hanya tidak menyangka gurunya Koay-binJin Him itu.

“Jikalau begitu, katanya ilmu silat kakak jadi didapatkan dari kitab itu?"

Song Kie menggeleng kemala, ia masgul. "Isinya Lay Kang Keen Pouw adalah intisari atau

pokoknya ilmu silat pelbagai partai, ia menerangkan bukan saja isi itu sulit dimengerti juga dipelajarinya tak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Maka itu meskipun kakakmu ini muridnya guruku itu, ilmu silatku berasal dari siauw Lim sie. Ketika itu aku baru berumur tiga belas tahun.."

Terlihat nyata Song Kie sangat berduka dan penasaran.

"Sebenarnya mendiang guruku mau mengajari aku isi Lay Kang Keen Pouw lagi tiga tahun, ia menambahkan selama tiga tahun itu mendiang guruku itu telah pergi mencari cangkir kemala Coei in Pwee.." Tiong Hoa diam mendengari. ia tahu tentang cangkir kemala itu dan bahwa Tong Beng sianseng mencarinya.

"Untuk mempelajari ilmu silat,” Song Kie berkata pula, "orang perlu dapat menyalurkan kedua nadinya, jim dan tok. Tanpa penyaluran itu kesempurnaan atau kemahiran nya dapat terbatas. Aku mempunyai bakat yang baik, apa yang kurang adalah yang di namakan tenaga sian- thian karena mana, perlu itu diperkuat dulu dengan tenaga liouw-thian.

Tenaga itu diantaranya bisa di dapat dengan bantuannya cangkir mustika Coei in Pwee itu. Mungkin laotee pernah dengar tentang cangkir kemala tersebut. Kalau sembilan macam obat beserta arak Pek lian Tin- cioe direndam dalam cangkir itu selama seratus hari, lalu orang minum arak obat itu mudah dia meyakinkan ilmu silatnya. itulah sebabnya mendiang guruku ingin hebat dulu mendapatkan itu cangkir mustika...

Tapi, setiap guruku pulang selalu ia bertangan kosong, hingga dia menjadi sangat masgul, Meski demikian itu tak pernah aku ini diberitahukan. Kemudian datanglah suatu hari yang naas, Aku tidur diguha bagian belakang. Hari itu kira jam tujuh pagi, ketika aku pergi kebagian depan, aku mendapatkan guruku sudah menutup mata, aku kaget dan heran, Aku menjadi bercuriga. Maka aku periksa tubuh guruku.

Ternyata dipunggungnya ada tapak tangan yang merah. Kemudian lagi aku mendapat kenyataan, kitab silatnya itu lenyap. Teranglah bahwa guruku telah mati dibokong dan kitab nya dirampas. Biarpun sangat berduka, menyesal dan penasaran, aku lantas mengurus dulu jenazah guruku itu, selesai itu, aku bersumpah bahwa aku akan cari musuh mendiang guruku itu, guna menuntut balas, guna merebut pulang kitab ilmu silat itu.

Demikianlah, selama belasan tahun, aku masuk dalam dunia Kang-ouw, aku bercampuran dengan segala macam orang, orang jahat tak terkecuali hingga aku kecipratan karenanya. sampai sebegitu jauh aku belum berhasil mencari musuh guruku serta kitabnya itu, belum juga sampai sekarang ini, hingga usiaku sudah lanjut, hingga aku bakal lekas berangkat menyusul mendiang guruku d ia lam baka. Kelihatannya ihtiarku ini bakal gagal..."

Jago ini jadi sangat berduka hingga ia menangis menggerung airmatanya mengucur deras.

Maka sekarang dapatlah dimengerti Keay-bin Jin Him bahwa sebenarnya bukan seorang manusia busuk. bahwa suasana di-sekitarnya yang membikin ia bertabiat luar biasa itu, hingga sepak terjangnya pun mirip dengan sepak terjang bangsa sesat.

Tiong Hoa menghela napas, Begitulah nasib manusia. ia sendiri juga lagi berada dalam ujian penghidupan.

Kejahatan dan kebaikan itu dekat satu dengan lain, seperti lurus dan sesat hingga tinggal orang bertindak saja keliru atau tidak

"Kakak, jangan kau berduka," ia menghibur kemudian "Biar bagaimana, pasti bakal datang harinya yang rahasia yang terpendam itu akan terbuka, Adikmu ini bodoh tapi sukaku berjanji, selama aku masih hidup. nanti aku bantu kakak hingga usahamu ke-sampaian"

Song Kie mengangkat kalanya, memandang kawan ini. ia terlihat heran dan girang menjadi satu. “Jikalau adikku suka membantu aku, aku tidak kuatir lagi" katanya.

Ruang Hoan-hian itu terang, tetapi diluar kabut tetap tinggal, pepohonan didalam hutan seperti ketutupan.

Matahari sudah keluar tetapi sinarnya belum merata.

Tengah orang berdiam, seorang chungteng batang masuk sembari memberi hormat dan tertawa, dia berkata: "Di ruang Cip-eng-thia telah disajikan barang santapan untuk para tetamu, silahkan loosoe semua bersantap d is ana, Lagi satujam, Kwie Cung coe akan menantikan dibukit digunung belakang untuk melakukan pertemuan, sekalian d is ana Cung coe hendak menghadiahkan Lay Kang Keen Pouw kepada salah seorang tetamu. segala hal lainnya mengenai urusan itu aku tidak tahu." ia memberi hormat pula terus ia mengundurkan diri. Tiong Hoa menoleh kepada Cin Tiauw Hong dan bersenyum.

Toa Mo mendongkol, dia kata sambil tertawa dingin: "Biar bagaimana, kita mesti lihat duduknya hal sampai nanti kita pergi kesana"

Tiong Hoa menurut, maka dalam satu rombongan, mereka keluar dari kamar Hoa hian.

ooo

Diatas bukit kecil telah berkumpul banyak orang jumlahnya seratus lebih, Merekalah para tetamu yang dianggap sebagai akhli-akhli silat dari pelbagai golongan sesat dan lurus, Diantara mereka itu ada yang berbisik satu dengan lain. Tatkala itu kabut telah mulai bayar dan matahari mulai muncul. Ketika itu terdengar seorang berkata: " Kata nya Kwie lam Ciang sudah menantikan kita disini, kenapa dia masih belum tampak? HmJangan-jangan disini ada satu rahasianya"

Thian ciat sin Keen serta Thian Hong cinjin ada beserta diantara orang banyak itu, mereka nampak tak tenang.

Song Kie menyapu kepada orang banyak. ia melihat Ceng shia Jie Ay bersama Kong soen Bok Liong berdiri jauh, berkumpul sambil memasang omong, Roman mereka begitupun yang lainnya cemas, Melainkan Lie Tiong Hoa seorang yang tenang-tenang saja. seperti yang tak memikir apa juga.

"Kwie lam Ciauw datang" mendadak seorang berkata keras.

Semua orang lantas berpaling, Memang teriihat disana Kwie Lam Ciauw lagi berlari-lari mendaki bukit kecil itu. oleh karena dia beriari cepat, dengan cepat juga dia telah tiba diantara sekalian tetamunya, Dia memandang semua tetamu, lantas dia memberi hormat kepada mereka itu.

"Aku telah membikin loosoe semua menantikan aku" katanya tertawa, "Ada satu urusan kecil yang membuat aku si orang she Kwie teriambat. Maaf, ia lantas merogo sakunya untuk mengeluarkan sejilid buku tebal kira satu dim. ia mengulapkan itu.

"Ijinkanlah aku si orang she Kwie bicara tanpa sungkan-sungkan" ia berkata pula. "Semua loosoe datang dari tempat yang jauh, tak lain tak bukan cuma untuk memperoleh ini kitab Lay Kang Koen Pouw. Aku telah mendapatkat ini sejak belasan tahun yang lampau, sayang bakatku buruk, tak mampu aku menginsafi intisarinya, sekarang aku telah lanjut, karena itu aku jadi memikir janganlah karena kitab ini aku nanti kehilangan jiwaku, Maka sekarang aku berniat menghadiahkan ini kepada salah satu loosoe..."

Melihat kitab tersebut, matanya semua orang menjadi bersinar, semuanya mengawasi tajam, Pasti diantaranya ada yang hatinya sangat mengilar.

Tuan dari Kwie In Chnng itu belum menutup kata- katanya ketika terdengar seorang tertawa nyaring lalu terus berkata: "Kwie Sie-coe, pintoo minta sukalah kau bersabar dahulu mengambil keputusan kau Pintoo hendak bicara"

Semua orang berpaling kepada orang yang bicara itu, yang dari caranya menyebut diri nya pintoo teranglah sudah ada seorang imam, Memang dia seorang penganut agama Too Kauw, yang mukanya mirip dengan rembulan tua, kumis dan jenggot, yang hitam dan terpecah tiga, turun kedadanya, ia bukan lain daripada siong Pek Toojin ciangboenjin, atau ketua, dari Boe Tong Pay. Rata-rata orang heran-

Imam itu bertindak maju dengan cepat, ringan tubuhnya, Dia memperlihatkan roman sungguh-sungguh, hingga dia nampak agung dan keren- Tiba ditengah orang banyak. dia mengangguk menghunjuk hormat, habis itu barulah dia berkata pula, perlahan:

"Kitab Lay Kang Keen Pouw adalah kitab karyanya sendiri partai kami, Couw-soe Thio sam Hong." ia berkata, suaranya terang, "Kitab itu ditulis setelah Couwsoe menginsafi intisari pelbagai ilmu silat, Hanyalah sayang kemudian kitab itu lenyap tidak keruan paran, lalu selama itu kabarnya telah dimiliki oleh orang-orang yang galak dan jahat, hingga karenanya timbullah pelbagai perkara darah yang hebat.

Dengan begitu juga Partai kami menjadi berbuat dosa di luar tahunya, Maka itu setiap hari kami terus memikirkan untuk mendapat pulang kitab itu, sekarang setelah ternyata kitab berada ditangan sie-coe, pintoo mohon dengan kemurahan hati siecoe, sukalah Lay Kang Keen Pouw diserahkan kepada kami, inilah akan membikin pintoo sangat bersyukur karena cara ini pun akan mencegah pertempuran darah terlebih jauh."

Mendengar keterangan serta permintaan itu, Kwie lam Ciauw memperlihatkan roman tenang seperti biasa, ia hendak mengasi dengar suaranya tapi ia didului Thian ciat sin Koen, yang lantas membentak ketus: "selama hidupmu sekarang ini, jangan kau harap"

Jago ini tidak cuma membentak. Dengan kesebatannya yang luar biasa, ia lompat untuk merampas kitab ditangannya Kwie lam Ciauw

Mendengar suara itu dan melihat sepak terjang orang, siong Pek Toojin berubah air mukanya, tanpa ayal lagi, ia pun ber-lompat, tetapi bukan merampas kitab hanya guna menyerang perampas itu. ia mengibas untuk membikin orang terjerunuk.

Thian Ciat sin Koen tidak menghiraukan cegahan itu, sambil berkelit, ia maju terus dengan percobaannya merampas kitab dari tangan Kwie lam Ciauw itu, orang yang mau mendapati kitab itu bukan melainkan siong Pek Toojin atau Thian cit sin Koen itu, juga Thian Hong Toojin, bahkan imam ini bertindak hebat yaitu sambil dengan tangan kiri ia bersedia menyamber kitab, dengan tangan kanan, denganpedang mustikanya, dia mendahului membabat kearah tangan orang yang ingin merebut itu. Koay-binJin Him Song Kie juga telah memasang mata, ia melihat dan mendengar,

Maka itu, mendapati sikapnya Thian Hong Toojin itu, ia gusar, ia sudah lantas turun tangan. sambil bersiul panjang ia lompat dengan gerakan, "Naga pulang kelaut." Dengan lantas ia menerjang punggungnya Thian Hong dibetulanj alan-darah bengboen.

Thian Hong cinjin liehay, dia mendapat tahu adanya serangan dari belakang itu, Apapula dengan segera ia merasa pedang ditangan kanannya kena tertolak. Untuk membela diri, guna melakukan perlawanan, dengan sebat ia memutar pedangnya untuk menabas.

Karena rintangannya Song Kie itu, gerakannya Thian Hong menjadi terhalang, Dengan begitu, Thian ciat sin Koen telah mendahului sampai

pada sasarannya.

Sepak terjangnya Thian ciat mengakibatkan kegaduhan, Rombongan Boe Tong Pay lantas bergerak semua, Bahkan siong Pek Toojin menyusul kepada Yauw Hoan. ia ini kuatir kitab kakek gurunya itu nanti kena terampas lain orang.

Ketika itu Thian ciat sin Koen menjadi heran hingga timbul kecurigaannya, ia mendapatkan Kwie lam Ciauw tetap tenang-tenang saja, tak perduli banyak orang sudah bergerak untuk merampas kitab ditangannya.

Kwie lam Ciauw tapi tidak terus-terusan berdiri diam ditempatnya itu. segera tiba saatnya tubuhnya mencelat kekiri jauhnya sekira dua tombak. Thian ciat sin Koen dan siong Pek Toojin tiba saling susul, ketika mereka memandang Kwie lam Ciauw, sekarang disisinya chung-coe itu, tuan rumah dari Kwie In Chung, terdapat Lie Tiong Hoa, yang mempengaruhinya. Mereka heran.

Tiong Hoa bersenyum, ia menggeleng kepala.

"Aku minta jiewie jangan gusar," ia berkata hormat, "cobalah lihat tegas-tegas, orang ini benar Kwie lam Ciauw atau bukan?"

Itu waktu, Thian Hong pun tiba, ia telah berhasil menyingkir dari serangannya Song Kie. Maka ia turut memandang Kwie lam Ciauw, hingga lantas ia berdiri tercengang.

Lie Tiong Hoa tidak menanti jawaban dari orang yang ia tanya, atau dari yang lainnya, ia menyamber kekumis- jenggotnya Kwie Lam Ciauw, untuk menarik. maka copotlah kumis-jenggot itu, hingga terlihat wajah asli dari orangnya - seorang yang berusia lebih kurang empat puluh tahun. semua orang melengak.

Kwie Lam Ciauw palsu itu mengasi lihat roman ketakutan sangat, Dengan si pemuda disisinya, dia tidak dapat menyingkirkan diri Tadi pun, ketika dia berlompat, dia lantas dirintangi pemuda itu, Mendadak mulutnya, memuntahkan darah hitam, terus tubuhnya roboh dengan kedua matanya mendelik. Dan begitu jatuh, melayanglah jiwanya.

Melihat keadaan orang itu, Tiong Hoa yang tadinya terus bersikap tenang, menjadi kaget, segera dia berteriak: " Celaka Para loosoe, lekas menyingkir dari sini " ia pun berlompatjauh dan terus lari turun gunung semua orang heran, hingga mereka melengak.

Justeru itu dari pinggang bukit terlihat asap mengepul naik, cepat asap itu meluluhkan, hingga mata orang sukar melihat apa-apa.

Baru sekarang mereka kaget, maka mereka pun berlomba lari turun gunung.

Mendadak terdengar suara anak-anak panah terlepas dan menyamber-nyamber. semua anak panah itu keluar dari tempat dimana asap mengepul-ngepul.

Habis itu terdengar juga seruan kaget dari orang banyak itu, di antara siapa lantas ada yang berteriak dan menjerit kesakitan, hebat masuknya kedalam telinga.

Asap itu, yang berwarna kuning, juga mengeluarkan bau yang dapat membikin orang tumpah-tumpah. itulah tanda bahwa asap itu tercampur racun, itu pula suatu bencana yang lebih hebat daripada panahnya sendiri, panah dapat dikelit, asap tidak. sebab tak dapat orang menahan napas terus-terusan.

Lie Tiong Hoa berlompat naik kepohon, dari sana ia lari lebih jauh dengan lompat turun kebawah, lalu berlari- lari kabur, ia bergidik kapan ia ingat kejahatannya Lam ciauw itu. Benar-benar orang she Kwie itu hendak menyapu bersih semua tetamunya.

Hebat penderitaannya banyak tetamu, Baru lari beberapa tombak. sudah ada yang roboh karena anak panah, ada pula yang terserang asap beracun. Mereka yang dapat menahan napas lama dan yang lukanya ringan, lari terus turun bukit. Hati Tiong Hoa cemas, ia tidak melihat rombongannya Song Kie. "Mereka liehay, mereka tentu dapat lolos, hanya dari lain bagian." ia pikir menghiburi diri Tapi tetap ia berkuatir.

Tidak lama datanglah sang angin, maka asap kena tertiup buyar, begitupun kabut, hingga segala pepohonan tampak nyata seperti sediakala.

Tiong Hoa masih berkuatir ada sisanya asap beracun, ia menahan napasnya, lalu ia lari naik akan mencari Song Kie semua, Tiba dipinggang gunung, matanya yang celi dapat melihatjepretan atau panah coe-kay-nauw yang dipasang dalam rumpun rumput, ia menghampirkan, hingga ia dapat melihat terlebih tegas.

Jepretan itu disiapkan dengan sembilan batang anakpanah dan digagang nya ada pipanya yang kecil, adalah pipa peranti muat bahan asap tadi, sehelai tali halus terbuat dari otot kerbau merupakan alat penarik panah itu, hingga dari tempat yang jauh, panah itu dapat dibikin bekerja sendirinya, Ketika ia mengikuti tali itu sampai diujungnya, dikaki gunung, ujung itu ditambat pada pohon.

Tali itu ditutup rumput hingga orang sukar dilihatnya, Kalau pipa racun campur belirang disulut, keluarlah asap yang jahat itu, apinya pun membakar putus tali itu, atas mana, melesat dan menyamberlah semua anakpanah, semua cokat-nouw serupa, jumlahnya tak sedikit, pantas asap luas dan anakpanahnya banyak.

"Hebat." Tiong Hoa pikir, Demikian teliti orang merencanakan dan memasang perangkap maut itu, Lantas anak muda ini lari terus, naik ke-puncak bukit ditempat dimana semula mereka berdiam penglihatan pertama membikin ia kaget sekali, ia mendapatkan tubuhnya Song Kie rebah tak berkutik, Disamping tubuh Koay-bin Jim Him rebah juga si Kwie lam Ciauw palsu dengan tangannya masih menggenggam kitab palsunya,

Dalam kagetnya, Tiong Hoa berlompat ke arah Song Kie. ia melihat kedua mata yang melek tetapi sinarnya guram, Lekas ia merahan kedada. Untuk lega hatinya, ia merasa dada itu masih bergerak-gerak. Karena ini ia menduga, kawan itu roboh akibat totokan pada jalan darah, Tidak ajal lagi ia membukai baju orang untuk memeriksa tempat yang tertotok itu.

Justeru itu terlihat beberapa orang ber-lari-lari mendatangi. Tiong Hoa kaget. cepat sekali larinya mereka itu, ia mengukir kan rombongannya Thian Hong cinjin, Maka ia mengawasi bersiap sedia melakukan perlawanan

Dengan cepat rombongan itu datang mendekati, Maka lantas terlihat merekalah Tiong-tiauw Ngo Mo bersama- sama Lo siauw Hong, cin Tiauw Heng serta Boan In dan Hoet Goat, Hati Tiong Hoa lega banyak. Mereka itupun selamat kecuali sam Mo. Hantu nomor tiga, yang terluka pundaknya. ia heran juga mereka itu tak kurang suatu apa, tapi tak sempat ia menanyakan keterangan ia perlu memeriksa lukanya Song Kie. ia lantas berjongkok untuk mulai.

"Siauwhiap. siapa melukai tongkee kami?" Tanya Jie Mo, bingung,

"Entahlah,” sahut Tiong Hoa, yang menerangkan ia pun baru sampai dan melihat Song Kie sudah rebah tak berdaya, Didada tak ada luka apa-apa, makatubuh Song Kie dibalik menjadi tengkurap. Kali ini terlihat tapak jari tangan merah diketiga jalan darah hoen-boen, kwan- goan dan cie-tong.

Diam-diam Tiong Hoa menyedot hawa dingin itulah tiga jalan darah kematian ia membayangi pasti hebat keadaan sejenak itu. Tentulah selagi Song Kie mau berlompat menyingkir dia telah dibokong dengan totokan yang membuatnya roboh dengan segera, Kalau tidak ditotok. belum tentu dia mudah dijatuhkan Dia rupanya pingsan karena menyedot sedikit asap. syukur dia mempunyai tenaga dalam dia menjadi tidak lantas melayang jiwanya...

Toa Mo gusar sekali hingga dengan bengis dia berseru: "jikalau ketahuan siapa yang melakukan penyerangan busuk ini, akan aku bikin dia tersiksa seperti ini"

Tiong Hoa berdiam ia duduk bersila. tangannya ditaruh diketiga jalan darah, untuk menyalurkan tenaga atau hawa hangat sian-thian cinkhie, guna menolong kakak angkat itu, jalan darah orang pun ditutup, supaya racunnya tak melulahan hanya terdesak keluar.

Tiong-tiauw Ngo Mo mengawasi Mereka melihat uap putih keluar dari embun-embunan si anak muda, mereka menjadi kagum, sebab orang bersungguh-sungguh menolongi. Mereka juga mengagumi tenaga dalam yang mahir dari pemuda itu.

Sesudah langit cerah, terlihat matahari memancar terang, bunga-bunga menyiarkan bau harum, burung- burung pada berbunyi, Meski demikian, rombongannya Tiong Hoa terbenam dalam kegelisahan Mereka masih menguatirkan keselamatannya Koay-bin Jin Him. 

Kira setengah jam, Song Kie mengasi dengar rintihan Maka ia lantas diangkat oleh Tiong Hoa, untuk dikasi duduk, Tiong Hoa sendiri menjadi sangat pucat.

Dengan perlahan kedua mata Koay-bin Jin Him bergerak. terus dia memandang si anak muda, rupanya dia lantas sadar betul, karena segera dia berkata perlahan: "Aku rasa aku mesti mati, maka itu selagi aku masih dapat bernapas, hendak aku memesan kau, adik. Ada apa-apa yang masih aku belum dapat wujudkan."

"Kau tidak akan mati, kakak," kata Tiong Hoa. "sebenarnya siapa yang menyerang kau? Apakah dia Thian Hong cin-jin?"

Song Kie bersenyum sedih, ia menggeleng kepala. "Dalam kabut tebal selagi kacau itu, tak dapat aku

melihat tegas," dia menyahut.

"Mungkin dialah Thian Hong. Tapi lebih dulu daripada itu aku melihat seorang musuh besar dan tangguh bersembunyi dibelakang banyak orang." Dia berhenti, napasnya memburu. Melihat demikian, Tiong Hoa menekan keras pada jalan-darah beng-boen.

Song Kie kaget tapi segera dia merasai tubuhnya nyaman, lantas dia dapat pula tenaganya, Dia menatap si anak muda, wajah nya menunjuki dia sangat bersyukur

"Dapat sahabat sebagai kau, mati pun aku tak kecewa" kata dia, "Tapi kau telah menggunai tenaga- dalammu terlalu banyak adik, kau bisa mendapat sakit karenanya. Biarlah aku bicara untuk memesan kau, aku mati pun puas."

Tiong Hoa bersenyum. "Kau tidak bakal mati, kakak" katanya, " inilah aku jamin"

Song Kie tertawa sedih pula.

"Kau tidak tahu adik," katanya, totokan itu lihai luar biasa, Darahku seperti berbalik menentang pelbagai anggota dalam tub uh ku padaguncang. Aku pun kena sedot asap beracun, jikalau adik menggunai terus menerus tenaga dalammu, kau bakal tak hidup lagi tujuh hari."

Tiong Hoa tidak melayani orang bicara, ia mengganda tertawa, Kemudian setelah memberi tanda akan Tiong- tiauw Ngo Mo merapikan pakaian kakak itu, ia kata: “Sekarang kita mesti berlalu dulu dari sini. Mari kita mencari rumah penginapan Di sana baru kita bicara pula.”

Tiong-tiauw Ngo Mo semua setuju maka itu, mereka menggotong Song Kie, lantas mereka meninggalkan bukit maut itu.

Maka dilain saat, Song Kie sudah rebah pembaringan dalam hotel, dan Tiong Hoa semua duduk didekatnya. Dari jendela orang dapat memandang keluar dimana udara terang, jauh diluar itu terlihat sungai dengan banyak perahu layar.

"Saudara." Tiong Hoa tanya, "tadi saudara menyebutkan satu musuh besar dan tangguh, siapakah musuh itu?"

"Dialah seng-cioe sian win Hang sae Keen dari Hek- Liong-Thoa di Koen-beng, In-lam," Song Kie. "Aku harap dengan memandang persahabatan kita seperti biasa, sukalah adik ingat pesanku ini."

Matanya Koay-bin Jin Him lantas mengucurkan air. 

Tiong Hoa berduka sekali.

"Kenapa saudara mengucap begini?" tanyanya. "Karena lukaku ini. luka dalam badan, sangat sukar

untuk diobati," kata kakak angkat itu. "Ada juga obatnya yaitu rumput Cie-cauw dan buah sian-ko tetapi itulah obat yang selama satu abad sukar didapatkan. Lain dari itu dalam tempo tujuh hari kemana orang hendak mencari itu? Pula setelah makan obat itu. aku mesti beristirahat merawat diri satu tahun lamanya, baru tenagaku bakal pulih seluruhnya."

“Kau pasti berduka, adikku tapi jangan kau pikirkan aku Aku telah berusia lanjut, matipun aku tidak menyesal. Hanya apa yang membikin aku tidak dapat mati meram adalah sakit hati mendiang guruku yang aku belum bisa balaskan-" ia mengulur tangannya yang besar, yang berbulu, ia menambahkan perlahan, sambil menghela nepas: "Sudah empat puluh tahun aku hidup dalam dunia Kang ouw, kedua tanganku ini berbau amis darah."

Mendadak dia pentang kedua matanya, dia memandang Tiong-tiauw Ngo Mo. untuk berkata:

"Inilah saat terakhir kamu dapat mengantar aku berangkat pulang. Ah, asal aku dapat melihat isteri dan anak perempuanku."

Ia berhenti berkata, kedua matanya dirapatkan.

Airmatanya telah membasahkan bantal.

Tiong-tiauw Ngo Mo, yang biasanya bernyali besar, yang kebanyakan bersikap dingin sekarang merah matanya, hati mereka sangat tergerak.

Tiong Hoa mengawasi keluar jendela, ia berdiam saja, ia seperti lagi memikirkan sesuatu, Tak lama, segera ia berpaling kepada Cin Tiauw Hong, untuk berkata: "Saudara Cin, pergilah kau bersama saudara Lo, Boan In dan Hoet Goat ke siauw Koh san, guna membantu Cee Loocianpwee, sekalian kau memberitahukan bahwa aku mau pergi mengantarkan saudara Song pulang kerumahnya. Bilanglah bahwa begitu selesai aku akan menyusul kesana."

Song Kie membuka matanya. "Adikku, buat apakah ?" kata dia.

Tiong Hoa cuma bersenyum, ia tidak menjawab.

Cin Tiauw Hong dan Lo siauw Hong telah memandang si anak muda sebagai majikan mereka, mereka mentaati titah itu dengan lantas berangkat pergi.

Boan In dan Hoat Goat berat meninggalkan Tiong Hoa, atas mana sambil tertawa anak muda itu kata: "Masih banyak waktu nya untuk kita bertemu pula. Didalam tempo satu tahun, kita bakal bertemu lagi. Maka kamu tunggulah aku di siauw Keh san "

Terpaksa, dengan berlinang air mata, kedua kacung itu berangkat mengikuti Cin Tiauw Hong berdua.

Tiong Hoa mengantari mereka sampai di luar hotel, lekas ia kembali kedalam. "saudara, bagaimana kau rasa sekarang?" ia tanya.

"Kalau aku bicara, rasanya aku mesti menggunai banyak tenaga" sahut Song Kie. "Aku pun merasa dadaku sakit, sedang anggauta-anggauta dalam tubuhku mulai kendor pula, Dengan menyalurkan tenaga-dalam, adik itulah bukan pengobatan pokok atas diriku, sebab asal kau berhenti, sakitku kembali. selagi kau bertambah  letih, mungkin aku sendiri akan lebih cepat lelah, maka aku kuatir mesti aku tidak takut mati dalam tempo tujuh hari tak nanti aku tiba dirumah."

Tiong Hoa mengawasi muka orang.

"Bukankah saudara tadi menyebut Cie-tiauw dan siankoh?" ia tanya, "Tiba-tiba Song Kie nampak kesakitan sekali, lalu dia muntah darah, lantas napasnya mengorong. Tapi ia paksakan menyahut meski tenaganya seperti habis.

"Sudahlah, adikku, jangan kau capekan hati,” demikian katanya, “Aku lihat baiklah sekarang juga kita berangkat. Sang hari sudah tak banyak lagi."

“Jangan kuatir, saudara,” Tiong Hoa menghibur “sekarang aku ingat suatu barang yang dapat menolong kau. Kau sabarlah, dalam tempo duabelas jam aku bakal kembali."

Pemuda ini ingat buah piepa, Disaat ia mau pergi keluar, mendadak ia mendengar satu suara seram dari arah pintu: "Eh, siluman tua, aku kira sudah sekian lama kau mati, tidak tahunya kau masih ada di sini bergulat dengan jiwamu "

Hebat suara itu. Kalau Song Kie mendengarnya, mungkin dia mendapat pukulan dahsyat, maka dengan sebat Tiong Hoa menotok dadanya sang saudara, dijalan darah jie-khie hingga Koay-bin Jin Him lantas pingsan.

Tiong-tiauw Ngo Mo sudah lantas berempat keluar sembari membentak.

Tiong Hoa turut beriompat juga, maka itu ia sempat melihat seorang lari kearah tegalan, dikejar oleh ke-lima Hantu yang menggunai ilmu lari "Tcrbang Atas Rumput". ia sudah lari beberapa puluh tindak ketika mendadak ia merandek.

"Ah, celaka " ia berseru dalam hati. "Aku terjebak tipu Memancing Harimau Ke luar Gunung "

Maka cepat luar biasa, ia lari balik. Baru ia menginjak lantai lauw-teng, atau ia sudah melihat satu bayangan lompat masuk kekamarnya Song Kie. ia kaget bukan main- ia cepat lompat masuk juga, kedua tangannya digerakkan-

orang itu sudah mengangkat tangannya hendak menghajar Song Kie tatkala ia merasakan angin menyamber padanya, ia tahu tentu ada orang membokong, ia menjadi gusar.

Dengan lantas ia berkelit sambil memutar tubuh, habis itu dengan sama cepatnya ia membalas menyerang.

Tubrukannya Tiong Hoa gagal, ia mesti mengagumi kesehatan orang itu. ia tertawa dingin, ia membuang tubuh kekiri dengan jurus "Naga gusar menggoyang ekor", Ber bareng dengan itu, ia mengulur tangannya dengan ilmunya yang didapat dari Cee Cit.

Orang itu kaget, sia-sia belaka serangan nya itu. Lantas ia merasakan nyeri pada pundaknya yang kiri tercengkeram lima buah kuku mirip cakar besi, Bahna sakit, muka nya pun pucat.

Tiong Hoa melihat orang berumur kira tiga puluh tahun, romannya bengis dan tak mengasih.

"Kau murid siapa. Mau apa kau datang kemari ?" Tiong Hoa tanya membentak.

orang itu tak dapat meloloskan diri, dia sangat kesakitan, keringatnya membasahkan dahinya. Tubuhnya pun bergemetaran, Tapi dia kepala besar, dia membungkam, mata nya mengawasi benci kepada si anak muda.

Tiong Hoa melihat ke pembaringan, Song Kie lagi rebah diam saja, dia tak terluka, hatinya menjadi lega. Maka ia menoleh kepada orang tawanannya, sembari tertawa ia kata:

"Kau bandel sekali. Tapi aku mempunyai daya menyuruh kau bicara " ia lantas menotok dengan lima buah jerijinya-orang itu kaget, napasnya jadi sesak. tubuh nya bagian dalam terasa sakit, tetapi ia mencoba bertahan, hingga matanya mendelik giginya dikertak, Akhirnya ia merintih.

"Baiklah, nanti aku bicara..." katanya, susah.

"Aku tidak kuatir kau tidak akan bicara" kata Tiong Hoa, tertawa dingin, ia mengendorkan tangannya tapi tidak melepaskan-

Orang itu menghela napas. Nyerinya rupanya berkurang, ia menatap dengan sinar matanya penasaran.

"Sahabat," katanya, "Aku hendak mengambil jiwanya si siluman tua she Song, mengapa kau, merintangi ? Kau tahu, kau seperti membantu orang jahat berbuat jahat"

"Enak kau bicara " tertawa si anak muda.

"Apakah kau kira kau dapat sembarang mengambil jiwa nya si siluman tua she Song? Aku tanya, kau dapat perintah dari siapa?"

"Aku mendapat perintah, aku tidak merdeka," orang itu menjawab, "Aku rasa walaupun aku memberitahukan kepada kau, kau juga bakal tidak dapat berbuat apa-apa, Aku diperintah..."

Mendadak dia berhenti bicara lantas napasnya berhenti 

Tiong Hoa heran, segera dia mengangkat kepalanya, maka diluar jendela ia melihat sesosok tubuh dengan potongan dan roman seperti seekor kera, tubuhnya bagian bawah tera ling jendela. Muka orang berbulu, sepasang matanya bersinar seperti api marong dan mulutnya seperti tertawa seperti bukan sangat bengis nampaknya.

ooooo

BAB 19

MANUSIA mirip kera itu tertawa dengan tiba-tiba, hingga kelihatan dua baris giginya yang putih. suara tertawa itu seram dan dapat membikin ciut nyalinya orang penakut.

Lie Tiong Hoa melepaskan cekalannya atau si manusia kera itu segera lenyap. ia lantas lompat keluar, akan tetapi ia tidak melihat lagi manusia aneh itu, cuma terdengar suara angin serta terlihat banyak layer putih ditengah sungai.

Ketika itu Tiong tiauw Ngo Mo kembali dengan laporannya bahwa mereka gagal menyandak orang yang dikejar itu.

Tiong Hoa pun menuturkan pengalaman nya barusan, ia tanya apa manusia kera itu bukan seng-cioe Pek Wan Hang soe Keen-

Kelima Hantu saling mengawasi, lalu Hantu yang nomor tiga berkata: "Tongkee bermusuh dengan seng- cioe Pek Wan, kami berlima tidak mencampur tahu.

Tongkee juga tidak mau menjelaskan apa-apa. seng-cioe Pek Wan jarang nampak didunia Kang ouw dan orang Rimba persilatan juga sedikit yang mengenalnya, umumnya orang mendengar nama tak melihat muka, Aku pernah melihat dia dirumah makan Tay Kean Lauw dikota Keen-beng, maka itu. romannya itu tak cocok dengan penuturan dan pelukisan siauwhiap barusan, Mungkin ada orang lain yang mencelakai tongkee secara diam-diam itu."

Tiong Hoa mengawasi Hantu itu, ia heran-

Jadi kau percaya saudara Song bukan di celakai seng- cioe Pek Wan hanya lain orang ?" ia tegakkan-sam Mo berpikir.

"Inilah dugaanku belaka, jadi belum dapat dipastikan," dia menyahut "Kami berlima bersama tongkee, nama kami sangat terkenal, tidak demikian dengan Hang soe Keen yang pendiam yang tak suka menerbitkan onar bahkan dia dikenal ramah tamah. sebenarnya aku sangsi kalau dikatakan tongkee dan dia bermusuh, Hanyalah harus diingat dalam banyak hal suka terjadi sesuatu diluar sangkaan. Mengenai urusan penting begini, tidak berani aku mengambil kepastian."

"Kalau begitu, mestinya urusan ini ada mengenai Lay Kang Koen Pouw," berkata Tiong Hoa setelah ia berpikir, "Harus diingat juga, siapa sangat pandai berpura-pura, dia dapat berlaku sebagai orang jujur asli " ia berpikir

pula, hingga ia berdiam sekian lama, Lalu ia kata: "ini manusia mirip kera membunuh orang untuk menutup mulut mestinya urusan bukan sembarang urusan, maka hai itu baiklah jangan kita tanyakan dulu pada saudara Song, kuatir ia nanti terkejut atau terlalu tertarik perhatiannya hingga darahnya buyar, hingga ia susah ditolong lagi. Aku pun percaya pihak sana tak nanti berhenti sampai disini saja. Maka itu aku pikir baiklah saudara semua mengantar aku membawa saudara Song."

Kelima Hantu setuju, bahkan mereka lantas memondong Song Kie, buat dibawa kesungai dimana mereka menyewa sebuah perahu, dengan begitu mereka menyeberang dan berlayar ke Kimieng sampai sepuluh lie lebih dihilirnya.

Ketika itu sudah magrib, Mereka tidak melihat orang, atau orang-orang yang mencurigai Hai ini mengherankan Tiong Hoa begitu pun kelima Hantu itu. selama didaiam perahu, Tiong Hoa dapat ketika untuk berbicara dengan Tiong-tiauw Ngo Mo, maka sekarang ia mendapat kenyataan mereka dan berlima saudara benar ada orang- orang bangsa laki- laki, benar roman mereka dingin tetapi hati mereka panas. Mereka she Kouw dan nama mereka

menurut runtungan Jin, Gie, Lee. Tie dan sin-

"Siauwhiap." berkata Kouw Jin, Toa Mo si Hantu nomor satu, “Kami harap kau tidak beranggapan keliru mengenai diri kami, janganlah mengira asal orang Rimba Hijau semuanya jahat dan mesti dihukum, bahwa sembarang orang dapat membunuhnya. Berandal pun ada yang mengenal keadilan- Kalau kami bersama tongkee mau bekerja, kami biasa mencari tahu dulu dengan teliti orang atau keluarga yang kami hendak jadikan kurban, Kami cuma turun tangan terhadap uang tidak halal atau hartawan busuk. Kalau umpama kata kami melukai orang baik-baik, itulah pasti karena kekeliruan, bukan disengaja. Jadi kami mau percaya kami jauh lebih menang daripada itu segala manusia palsu." Tiong Hoa tertawa.

"Biar bagaimana," ia kata, "menjadi penjahat adalah pantangan kaum lurus dan umum tak memaafkannya dari itu, adalah pengharapanku saudara-saudara nanti mengubah cara hidupmu, Aku minta janganlah kata- kataku ini salah diterima."

"Tidak," berkata Toa Mo yang hatinya bergerak.

Untuk mendarat, Kouw Jin menggendong Song Kie. ia jalan ditengah, Didepan adalah Tiong Hoa, dan dibelakang keempat saudara angkatnya, itulah persiagaan untuk penyerangan gelap dari musuh tak dikenal.

Tiong Hoa berjalan sambil memikirkan jalan yang dulu hari ia ambil untuk guha rahasia dari Ay sian, ia bersangsi karena jala nan itu sulit terutama banyak pepohonan nya.

Malam itu, meski rembulan muncul, rimba sunyi, kecuali suara angin diantara pepohonan dan kutu-kutu. Tiong Hoa memasang telinga dan matanya. Tengah mereka berjalan itu, mendadak ia melihat sebuah pohon pekyang sejarak lima tombak diatas mana, pada cabangnya, ada berkibar sehelai bendera segi tiga, ia lantas berhenti bertindak dan mengawasi, begitu juga kelima Hantu, yang turut dapat melihat.

Soe Mo, Hantu nomor empat, lantas maju, guna mengulur tangannya menurunkan bendera itu. Begitu ia melihat airmukanya berubah, ia terkejut karena berkuatir.

Tiong Hoa menghampirkan Hantu itu, maka ia dapat melihat bendera tersebut yang bersulam sebuah tengkorak warna putih disulam lebih jauh dengan tujuh bintang dari benang sutera merah.

"Inilah tentu lambang atau pertanda orang kaum Kang ouw," pikir Tiong Hoa yang tidak tahu artinya bendera itu, ia pun tidak mengerti kenapa bendera itu kedapatan di rimba tanah pegunungan itu.

Ketika ia mau minta keterangan pada Soe Mo, justeru Hantu itu membungkam dengan roman ketakutan seperti dia dipagut ular, mukanya meringis.

Sedang begitu Jie Mo, Hantu yang nomor dua, sudah lantas berseru, dan sambil berseru itu, dengan dua jerijinya dia menotok punggungnya Soe Mo beberapa kali. Tangan kanan Soe Mo, yang tadi memegang bendera, iantas menjadi bengkak merah.

Tiong Hoa heran, ia sangat tidak mengerti. Tiba- tibaJie Mo dengan sangat berduka. "Siauwhiap^ kita bakal mati tanpa tempat kubur "

Tiong Hoa heran bukan main. "Apa ?" ia menegaskan- "Bendera ini adalah bendera perintah yang dinamakan

cit Chee Koe-lauw Giam ong Leng," sahut Jie Mo, "Bendera ini sudah tiga-puluh tahun lamanya tak pernah muncul dalam dunia Kang ouw dan munculnya berarti siapa yang melihatnya dia mesti mati tanpa kesangsian lagi "

Tiong Hoa tetap heran, ia tidak percaya keterangan itu. Maka ia tertawa dingin-

"Benarkah demikian berbahaya ?" tanyanya, "Laginya belum tentu bendera ini di tujukan terhadap kita siapakah pemilik bendera ini? Kenapa dia tidak lantas memperlihatkan dirinya?" Mengetahui si anak muda tidak percaya, Jie Mo berkata pula: "Pemilik bendera ini adalah Cit Chee-Cioe Pouw Liok It si Tangan Tujuh Bintang. Dia telah berumur sembilan puluh lebih, romannya seperti seorang pelajar, ilmu silatnya lihai sekali, tetapi tabiat nya keras dan hatinya telengas. Dia sangat dimalui kedua pihak lurus dan sesat, Kata nya dia tinggal di Inlam selatan akan tetapi tidak tahu dikota mana.

Dulu hari nama dia berendeng dengan namanya Pit Boe Keen si orang Kang ouw kenamaan terjuluk bintang pembunuh, hingga mereka dapat sebutan Pak it Lam Pouw, artinya Pit di Utara Pouw di selatan- Bedanya di antara mereka itu dijamannya itu, Pit Boe Keen su dari berusia lanjut, dia baru tigapuluh lebih. Katanya Pouw Liok It itu kalau dia membunuh orang, perbuatannya seperti tak terkentarakan atau tak tampak.

Lie Tiong Hoa tidak percaya itu. Dia kata: "Aku mau lihat bagaimana caranya orang membunuh tak terkentarakan dan tak tampak.."

Baru si anak muda berkata demikian- atau dari sisi mereka terdengar suara seram:

"Bagus" suara itu perlahan tapi terdengar nyata, nadanya menakuti hingga dapat membangunkan bulu roma dan mengeluarkan keringat dingin-

Tiong Haa lantas membentak. "Buat apa main sembunyi bagaikan iblis? Kalau benar laki-laki, mari perlihatkan diri" Berbareng ia berlompat kearah dari mana suara datang, adalah sebuah pohon- la lantas menyerang.

Segera terdengar suara beradunya tangan, lalu terlihat daun-daun rontok. Menyusul itu dari kejauhan terdengar suara tertawa yang lama, makin lama makin kurang kerasnya, itulah tanda bahwa orang sudah pergi jauh.

Tiong Hoa agak menyesal. Ketika ia balik kepada kawair- kawannya, ia melihat keempat Hantu sangat berduka, sedang soe Mo. Hantu nomor empat, lengannya tambah bengkak dan merah dan saking menahan nyeri, dia berdiam saja. Dia mengeluarkan banyak keringat dan romannya berduka campur kekuatiran

"Siau-hiap. kendalikan hatimu, "Jie Mo memberi nasihat, “Jikalau kau dapat menenangkan diri, belum tentu kita tak dapat keluar dari tempat berbahaya ini. Tadi aku belum bicara habis, sekarang kita baru menemui sehelai bendera. Didepan masih ada dua lagi. setelah kita menemui bendera yang ke-tiga, itu baru berarti jiwa kita hampir tak dapat ditolong lagi."

Tiong Hoa tertawa dingin, ia seperti tidak menghiraukan Jie Mo, ia lompat kepada soe Mo, untuk menyamber tangan orang yang sakit itu dengan tangan kirinya, buat di-pegangi, dengan tangan kanannya ia menotok menekan jalan-darah kinceng.

Soe Mo lagi menderita, hingga ia ingin menabas kutung lengannya itu, ketika jalan darahnya ditekan itu, ia kaget, ia merasa sangat panas, sampai ia merintih, Hanya sejenak. rasa nyerinya lenyap. diganti dengan rasa gatal yang sangat, ia tidak dapat menggaruk karena itu, ia nampak lucu .

Tak lama Hantu nomor empat ini menderita nyeri dan gatal itu, sebentar kemudian terlihat hawa hitam mengepul keluar dari liang keringatnya, lalu itu disusul dengan bengkak berkurang secara perlahan, ia berdiam saja, ia tahu si anak muda lagi menolongi ia. Tentu sekali ia merasa bersyukur hingga d idalam hatinya berjanji akan mem balas budi sekalipun denganjiwanya.

Tiong Hoa melepaskan tekanannya, dia memandang Hantu ke-dua dan berkata: "Aku lihat Pouw Liok It bukan satu laki-laki sejati. Dia liehay, kenapa dla tidak mau muncul berhadapan dengan kita ? Kenapa dia mengandali bendera Giam-ong Leng yang beracun itu, melukai orang secara diam-diam ? itulah perbuatan sangat hina-dina dan tak tahu malu, bukan perbuatan seorang enghiong. Dia membikin malu nama Pak Pit dan Lam Pouw itu pastilah Pit Boe Keen didunia bakal malu dan penasaran karenanya "

Selagi berkata itu, Tiong Hoa menyapu tajam dengan sinarmatanya keempat penjuru, lalu dia menambahkan : "Pula ada satu hal yang membikin aku tidak jelas. Kita tidak bermusuh dengan dia, kenapa tanpa sebab dia mengganggu kita? Teranglah dia bangsa tak dapat membedakan terang dari gelap. dia sewenang-wenang, hingga kecewalah dia telah berusia demikian tinggi"

Tiba tiba dari dalam rimba terdengar pula suara seram: "Eh, bocah, meskipun dampratanmu sangat kurang ajar, toh aku dibuatnya kagum dengan nyalimu yang besar.

Baiklah kau ketahui, urusan memang bukan disebabkan kau hanya karena gara-gara Koay-bin Jin Him Song Kie. Tanpa sebab dia telah membinasakan sam-cioe Yacee Tam siauw Go yang menjadi cucu- muridku. Maka kau. jikalau kau tidak mau membantu mereka, masih ada  tempo untuk kau mengangkat kaki dari sini, aku si orang tua tidak nanti meminta jiwamu"

Tiong Hoa telah menduga didalam rimba itu ada konconya Pouw Liok It, sengaja ia keluar kata-katanya yang tajam itu, ia tidak sangka, Pouw Liok It sendiri masih berada disitu, ia lantas menjawab dengan suaranya yang dalam: "Loocianpwee, kabaran yang tersiar ditengah jalan itu tak dapat kau percaya habis. Cara bagaimana loocianpwee ketahui Tam siauw Go terbinasa ditangannya Song Kie? Adakah itu loocianpwee menyaksikannya sendiri atau hanya mendengar kabar angin saja? Mana dapat pendengaran lantas dijadikan kenyataan?"

Dari dalam rimba itu keluarlah kata-kata dingini. “Bocah, bagus sikapmu Mulanya kau kasar, lalu kau menghormat. Apakah kau sangka aku si orang tua mudah diogok orang ? Aku mempunyai seorang saksinya saksi itu ada ditanganku. Mana mungkin itulah kabar dusta belaka ?"

Tiong Hoa ragu-ragu juga mendengar Pouw Liok It mempunyai saksi.

"Loocianpwee, mengapa loocianpvvee tidak sudi memperlihatkan diri?" ia tanya, "orang sebagai loocianpwee kenapa mesti jeri terhadap Song Kie yang tinggal matinya saja serta Tiong-tiauw Ngo Mo dan aku yang rendah yang kepandaian silatnya tak berarti"

Dari dalam rimba terdengar suara tertawa yang nyaring, sampai burung-burung pada kaget dan terbang serabutan sambil cecowetan- Lama tertawa itu. "Aku si orang tua mana jeri terhadap kamu ?"  katanya, habis tertawa, "Tapi inilah kebiasaanku, maka tak dapat aku muncul didepan kamu Kalau sebentar tiga helai bendera sudah keluar semua, itu berarti kamu tersiksa dengan ketakutan dan penderitaan Song Kie mesti ditotok sadar agar dia turut menderita juga, supaya dia tersiksa sampai mati Bocah, kalau sekarang kau mengundurkan diri masih sempat, jikalau kau tunggu sampai munculnya ketiga bendera itu, aku kuatir kau tidak dapat berbuat apa-apa lagi untuk menolong dirimu."

Tiong Hoa tertawa menyindir.

"Menepati janji, menghormati kepercayaan itulah pokok dasarnya seorang ksatria" ia kata. "Biarnya aku diancam dengan kapak. tak nanti aku meninggalkan sahabatku, perbuatan hina semacam itu, biarnya kau maafkan, loocianpwee, tak dapat aku lakukan. Mana aku yang rendah ada muka menemui orang-orang gagah dikolong langit ini?"

"Sungguh gagah" Pouw Liok It didalam rimba memuji.

Tiong Hoa tidak menghiraukan ia berkata pula: "Aku yang rendah masih belum mengerti jelas, Loocianpwee mengatakan mempunyai saksi, tetapi, siapakah saksi itu? Maukah loocianpwee menunjuki dia? Aku yang rendah tak ingin loocianpwee mengadakan apa yang tidak-tidak"

Pouw Liok it mengasi dengar suara yang nyaring dan dingin sekali: "Bukan melainkan saksi manusia juga ada bukti barang nya Tam siauw Go serta Kam-Liang sam Too berbareng mendapat serangan paku rahasia Thian- long-teng Benar pakunya sendiri telah orang polisi yang berpengalaman dikota raja menyaksikan luka itu luka bekas paku dicabuti Song Kie, tetapi rahasia tersebut. saksinya adalah orang yang buta dua-dua matanya, yaitu Lo-sat Kwie Bo."

Tiong Hoa terkejut mendengar disebutnya Lo-sat KwieBo, tanpa merasa ia mundur dua tindak. Didalam hatinya, ia kata: pantas Lo-sat Kwie Bo lenyap dari rumah penginapan di Hoei Ho Kauw, kiranya dia diculik orang she Pouw ini "

Karena ini ia menjadi ingat Cek In Nio si nona cantik manis yang ia senantiasa ingat saja, ia pun pikirkan, berupa susah hatinya si nona mencari ibunya yang lenyap tak keruan paran itu, Karena berpikir begini, ia lantas dapat pikirkan lain-

"Locianpwee," ia berkata, "mengapa loo-cianpwee, agaknya kurang kecerdasan? Lo-sat Kwie Bo telah buta dua matanya, dia bukannya melihat sendiri, cara bagaimana loocianpwee main mempercayainya? Pula ketika peristiwa terjadi, aku yang rendah hadir dan menyaksikannya sendiri, Ketika itu Lo-sat KwieBo terpisah jauh seratus lie lebih ia berada didalam peti mati rusak di dalam kuil san sin Bio di Lay-soei diluar kota barat, Maka itu ada kemungkinan rupanya loocianpwee telah mengompes Lo-sat KwieBo dengan siksaan hingga dia tak tahan menderita dan terpaksa memberikan pengakuan secara sembarangan-"

"Benarkah begitu?" Pouw Liok It membentak. "kau bicaralah lebih jelas"

Tiong Hoa tertawa mengejek.

"Malam itu aku yang rendah berada di Kho-pie-tiem, disana hampir aku bentrok dengan Song Kie dan Tiong tiauw Ngo Mo, Tak dapat aku menerima penggunaannya Toa Mo, Disaat aku hendak menyerang dia mendadak datang empat bayangan orang, larinya pesat luar biasa.

Justeru itu Toa Mo berseru: "Mereka datang" sebelum aku mengerti apa-apa Ngo Mo sudah berlompat maju menghalangi empat orang itu. Mereka berempat rupanya tak takut mereka maju terus.

Justeru itu, satu orang lain datang dengan tiba-tiba dua sinar terang menyamber kepada empat orang itu. siapa dapat menolong diri dari serangan sekonyong- konyong itu ?"

"Siapakah dia ?" Liok It tanya.

"Dialah Thian Hong cinjin dari Tay Pa san " sahut Tiong Hoa. "Buat bicara terus terang, Song Kie beramai itu lagi mengarah cangkir kemala Coei In Pwee, mereka sama sekali tidak berniat membinasakan Tam siauw Go dan Kam-Liang sam Too.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar