Bujukan Gambar Lukisan Jilid 13

Jilid 13 : Bertemu kembali dengan Koay bin-Jin Him

"Tak perduli dia atau bukan" kata Pek see tertawa dingin, "Kita bertempur, kita membikin banyak berisik, kenapa dia tetap tidur nyenyak? pastilah ini mencurigai" Ia lompat masuk kedalam kamar, tangannya diulur untuk menyamber selimut. Mendadak selimut itu, bagaikan sebuah tembok baja, terbang memapaki orang she-Koe itu.

Pek see kaget, inilah ia tidak sangka, Terpaksa ia lompat mundur, kedua tangannya dipakai mengibas, hingga selimut itu jatuh ketanah, ia merasakan benda lunak itu menjadi keras sekali dan berat, Tentu sekali ia menjadi bertambah heran.

Segera juga Kim Liong Kiam melihat di depannya berdiri seorang muda yang tampan yang mengenakan pakaian putih yang mengawasi ia dengan roman gusar, ia melengak ketika sinar matanya bentrok s inarmata pemuda itu. ia merasakan suatu pengaruh luar biasa.

“Jikalau kamu mau berkelahi kamu dapat berkelahi dengan sepuas kamu" kata pemuda itu, suaranya berat. "Kenapa kau mengganggu aku yang lagi tidur ? Apakah mesti ada orang luar yang menonton untuk menyaksikan kejelekanmu ?"

Bukan main gusarnya Koe Pek see, Tak dapat dia mengendalikan diri lagi. "Aku si orang tua mau tanya kau kenapa kau membunuh muridku ?" dia tanya membentak.

"Kau siapa ?" tanya Tiong Hoa, si anak muda, sambil tertawa dingin. "Siapa itu muridmu? Apakah kau lihat dengan matamu sendiri orang membinasakan muridmu itu? Ataukah orang lain yang melihatnya?"

Pertanyaan nyerocos itu membikin bungkam Koe Pek see tak perduli dialah seorang Kang ouw ulung, Dia sampai menganga saja dan lantas menoleh keluar jendela mengawasi Jie siong Gan.

Ketua Thian Hong Pang itu lantas berkata cepat: "Koe Loosoe janganlah kau melimpahkan kesalahan kepada lain orang. Aku si orang she Jie tidak mengatakan Lie siauwhiap yang membunuh muridmu itu. Tadi kau tanya di daLam kamar ini siapa penghuninya, aku menjawab dengan sebenar benarnya saja, sebagai ketua sebuah partai mana dapat aku lancang menuduh orang?"

Kata-kata itu beralasan Koe Pek see menjadi bingung.

Tiong Hoa maju satu tindak. la memandang bengis pada orang she Koe itu.

"Kenapa kau lancang masuk kedalam kamar orang?" dia menegur, "Kenapa kau berniat mengangkat selimutku? Apakah maksud mu yang sebenarnya?"

Pek see demikian terdesak. dari melongo dia menjadi gusar, hingga rambut dan kumisnya seperti pada bangun berdiri. Dia berdiri tegak. Menampak demikian Kok It berlompat masuk kedalam kamar.

"Inilah salah mengerti," ia berkata, tertawa, "siauwhiap harap kau tak memandangnya secara sungguh-sungguh. Dan kau, Koe Loosoe, cukup asal kau mengatakannya bahwa kau berbuat lancang tanpa disengaja."

Mendengar itu sikapnya Tiong Hoa menjadi tenang pula. Justeru itu diluar kamar terdengar suaranya Kongsoen Bok Liang yang sambil menghela napas seorang diri: "Eh, mengapa see-boen Loosoe pergi secara diam-diam?"

Belum berhenti suaranya anak muda itu. Thian ciat sin-Koen sudah berteriak keras: "Bsgus bocah she seeboen Bagaimana berani kau menghina aku si orang tua?" sembari berteriak. dia berlompat lari.

Kok It bersama Koe Pek see menoleh ke luar jendela dengan bantuan sinar rembulan mereka melihat tubuhnya Lee Yauw Hoan berlari keras lalu menghilang diatas genting didepan taman.

Menyusul Thian ciat sin-Koen, beberapa tubuh lainnya pun turut pergi.

Menyaksikan demikian, Pek see berpaling pada Tiong Hoa dan berkata: "Aku nyesal telah mengganggu siauwhiap, maaf. Biarlah lain kali kita bertemu pula"

Kata-kata itu diakhiri dengan tubuhnya lompat keluar dari dalam kamar.”

Dengan kepergian mereka itu maka disitu tinggal Ceng shia Jie Ay bersama Kongsoen Bok Liang, begitupun Boan In dan Hoet Goat serta Cian Tiauw Hong, Lo siauw Hong dan Lie Tiong Hoa sendiri, Ceng shia Jie Ay mau mengajak muridnya pergi tapi Tiauw Hong mencegah.

“Jangan pergi, loocianpwee, pergi pun percuma," kata orang she Cian itu Kok It heran.

"Kau mengatakan begini apakah kau melihat sesuatu yang aneh?" dia tanya.

"Silahkan loocianpwee beramai masuk ke dalam, nanti aku memberikan keterangannya," kata Tiauw Hong. Ceng shia Jie Ay menurut, maka mereka semua masuk kedalam kamar. Tiauw Hong mengawasi orang.

"Dari semua tetamu tidak ada seorang yang mengetahui," ia berkata, "dari dua- ratus lebih orangnya Kwie chungcoe, satu pun tidak ada lagi kecuali kami beberapa gelintir yang menemani semua tetamu disini. Jiewie, tahu kah kamu apa sebabnya itu?"

Kok It semua mengawasi. Ia menggeleng kepala.

"Aku tidak dapat menduga," ia menyahut-"Mungkinkah pada ini ada rahasia apa-apa?"

Cian Tiauw Heng mengangguk " Warta tentang Lay Kang Koen Pouw tersiar luar biasa cepatnya," ia berkata, "Itulah diluar sangkaannya Kwie Chungcoe, Kwie Chungcoe tidak menghendaki rumahnya ini termusnah, maka itu dia telah mengambil tindakannya, sebenarnya tidak ada orang yang mengetahui Kwie Chungcoe telah berhasil memiliki kitab ilmu silat itu, hanya kemudian, tak tahu bagaimana jalannya, see-boenBoe Wie mengetahui juga, setelah itu berulang kaliBoe Wie minta chungcoe mengeluarkan kitabnya, untuk mereka berdua memahamkannya bersama, akan tetapi chung coe menyangkal bahwa ia memiliki itu.

Karena penolakan itu, seeboen Boe Wie lantas mengambil tindakan keras, Dia menawan isteri, gundik dan anaknya chungcoe, dia kurung mereka disuatu tempat lantas dia memaksa chungcoe menebusnya dengan kitab itu. Meskipun demikian Kwie Chung-masih saja menyangkal itulah kejadian satu tahun yang lalu.

Kedua saudara seperguruan itu, soeheng dan soetee, menjadi seperti api dan air yang berdiri berhadapan, masing-masing terus menggunai kecerdikannya." "Mengapa kemarin ini kau tidak menjelaskan ini?" Tiong Hoa tanya. Tiauw Hong tertawa.

"Aku pun baru saja mendengarnya dari Hoet Goat." ia menjawab.

Tanpa merasa, Tiong Hoa menoleh kepada kacung itu.

Cian Tiauw Hong melanjuti keterangan-nya: "Kwie chungeoe telah memohon dengan pelbagai cara supaya Seeboen Boo Wie merdekakan isteri, gundik dan anaknya itu, See boen Boe Wie terus menolak. Dia tetap menghendaki kemerdekaan mereka itu di-tebus dengan kiiab silat itu. Tentang itu Boan In mendengarnya beberapa kali. Mereka berdua mempunyai kepandaian silat yang berimbang, karena itu mereka masing-masing tidak dapat saling mengalahkan Kwie chungeoe tidak berani menyuruh orang mencari tahu dimana isteri dan anak nya itu disembunyikan sebenarnya kami curiga tetapi dia bilang isteri gundik dan anaknya itu tengah melancong..."

Cerita ini menarik hati, semua orang mendengari dengan perhatian-

"Baru pada setengah tahun yang lalu, Kwie chungeoe mengambil keputusannya." Tiauw Hong menerangkan lebih jauh. "Dia menitahkan tiga orang kepercayaannya pergi berpencaran ke Lu Liang San mengundang Thian ciat Sin Koen. Tentu sekali ia bertindak secara diam- diam. Sulit untuk pergi ke Lu Liang San mencari orang kosen itu.

Gunung itu berada d idaLam propinsi Shoa-say bagian barat daya, jauhnya seribu beberapa ratus lie. sedang orang yang dicari itu tidak ketahuan tempat tinggalnya. Selama beberapa bulan, ketiga pesuruh itu tidak ada kabar ceritanya. "Mulanya Seeboen Boe Wie tidak bercuriga, Kecurigaannya timbul setelah sekian lama ia tidak melihat ketiga orang kepercayaan Kwie chungeoe itu. Apa mau, pada lima hari yang lalu, salah seorang pesuruh kembali dari perjalanannya.

Dia kena di tangkap Seeboen Boe Wie, dia dipaksa membuka mulutnya, Dengan begitu seeboen Boe Wie jadi tahu Thian Ciat sin-Koen lagi diundang untuk menghadapi dia. Tapi pesuruh itu tidak berhasil mencari Thian Ciat sin-Koen. Karena ini saking mendongkolnya seeboen Boe Wie menggunai siasat buruk.

Diam-diam dia membocorkan rahasia bahwa Lay Kang Koen Pouw berada ditangannya Kwie Lam Ciauw dilain pihak. dia sendiri mengundang pembantu-pembantu kosen.

"Ketika Kwie chungeoe mendapat tahu tindakannya seeboen Boe Wie itu, dia tahu bahaya sudah mengancam hebat, maka itu kebetulan ada Lie siauwhiap. dia menitahkan aku mengundang siauwhiap datang kemari. Dia mau minta bantuan siauwhiap menghadapi seeboen Boe Wie, saudara seperguruan yang dianggapjahat itu, sementara itu diluar dugaan, tadi magrib Thian ciat sin- Koen datang secara tiba-tiba."

"Didalam suratnya Kwie chungeoe untuk Thian ciat sin-Koen tidak ada diberitahukan halnya kitab ilmu silat

itu. Hal ini di gunai sebagai ketika oleh seeboen Boe Wie. Dia menemui Thian ciat sin-Koen dan mengadu- biru, Dia meng gosok- ^osok, Dengan lantas Thian CiatJin-Koen menjadi gusar. Atas itu Kwie chungeoe memberikan keterangannya begini:

"Kitab itu sangat sulit dipelajarkan, ia sudah gunai tempo lebih daripada sepuluh tahun, ia masih belum mengerti apa-apa, karena itu ia mengundang Thian ciat sin-Koen yang ia bahasakan leo cianpwee, untuk mempelajari bersama. Hanya kata ia pula, sekarang telah berkumpul demikian banyak jago Rimba persilatan yang mengarah kitab itu. dari itu ia minta sukalah Thian ciat sin-Koen mengundurkan mereka itu dulu."

"Thian ciat sin-Koen dapat dikasi mengerti, ia janji memberikan bantuannya. Kwie Chungeoe sendiri masih ingin mengangkangi kitab itu, maka itu ia telah menyuruh Boan In mengundang Lie siauwhiap kekamar rahasianya untuk berdamai, ia tetap hendak minta bantuan siauwhiap.

Dilain pihak dengan diam-diam ia telah mengatur persediaan dibukit kecil dibela kang Kwie In chung ini, Kesana ia hendak mengundang semua orang, dengan perangkapnya ia hendak membereskan semua jago Rimba persilatan yang menjadi tetamu-tetamunya itu.

Tentang pembicaraannya Kwie Chungcoe dengan Lie siauwhiap bagaimana jalannya dan bagaimana kesudahannya, aku tidak mendapat tahu." Demikian Cian Tiauw Hong mengakhiri keterangannya.

Ceng shia Jie Ay mengawasi Tiong Hoa, Mereka seperti mau minta keterangan. Tiong Hoa tertawa. "Aku yang rendah telah memberitahukan bahwa

hatiku tawar dan besok aku hendakpulang ke Kim-leng." ia berkata, "maka itu aku bilang aku tidak mau campur urusan ini"

"Kitab Lay Kang Koen Pouw itu." berkata Boa In, yang campur bicara dengan tiba-tiba, "sebenarnya didapat Kwie Chung coe dari tangannya ayah Kongsoen siauwhiap " Kongsoen Bok Liang terkejut hingga ia lompat kedepan kacung itu

"Benarkah itu?" ia menegaskan. Kedua jago Ceng shia pun heran, Boan-in memandang anak muda itu, ia berkata: "see-boenBoe Wie itu bersahabat kekal dengan ayah siauwhiap. merekalah sahabat-sahabat dari banyak tahun, see-boenBoe Wie ketahui ayah siauwhiap mempunyai kitab silat itu, dia lantas bersekongkol dengan Kwie Chungcoe dan menyuruh chung coe menggunai akal busuk mendapatkannya. Bagaimana sepak terjang mereka lebih

jauh, aku tidak mendapat tahu, hanya dapatakujelaskan, yang membinasakan keluarga siauhiap bukannya seeboen Boe Wie hanya Kwie Chungeoe."

Semua orang menjadi heran hingga mereka tercengang siapa tahu urusan ada demikian ruwet. KongsoenBok Liang menjadi demikian gusar ia berkata nyaring: jahanam she Kwie, Kwie, jikalau aku tidak dapat membunuh kau, aku sumpah tidak sudi menjadi orang"

Disinarnya si Puteri Malam, terlihat anak muda ini mengucurkan airmata berlinang-linang, ia nampak pucat dan muram bergantian. ooooo BAB 17

SEMUA orang berdiam, wajah mereka guram.

Lie Tiong Hoa memandang jauh ke luar jendela, pikirannya bekerja.

Kemudian Kok It, yang alisnya meng kerut berkata: "sekarang sudah terang seeboen Boe Wie tidak melakukan pembunuhan itu tapi kenapa dia agaknya ragu-ragu? Kenapa dia seperti jeri? Asal dia membuka mulutnya, bukankah urusan lantas menjadi terang?" Tiong Hoa menoleh, ia lantas tertawa. "Menurut aku yang muda, duduknya haltakada demikian sederhana seperti dituturkan Boan-in," ia berkata, "Turut dugaanku yalah: Ayahnya Kongsoen siauwhiap mempunyai kitab ilmu silat itu, hal itu diketahui seeboen Boe Wie dan Kwie Lam ciauw berdua. Mereka ini, meskipun mereka menjadi saudara-saudara seperguruan ada mengandung pikirannya masing- masing, Tegasnya mereka hendak memiliki sendiri, maka itu, mereka bekerja sendiri-sendiri pula. Rupanya Kwie Lam ciauw terlebih licik, disaat seeboen Boe Wie mau turun tangan, dia mendahului dan dia berhasil. Maka itu kitab itu berada didalam tangannya." ia mengawasi Kok It dan tertawa, ia menambahkan.

"Benar seperti kata loocianpwee, Thian ciat sin-Koen pasti tak akan mendapatkan kitab itu, sedangJie siong Gan semua, mereka terancam bahaya maut. sekarang ini seeboen Boe Wie serta Kwie Lam Ciauw pastilah sudah terbang menghilang..."

Kok lt dan yang lainnya heran, sekarang mereka mengawasi anak muda itu. "Atas dasar apa laotee mengatakan begini." Ang Hie tanya.

Tiong Hoa mengawasi Kongsoen Bok Liang, ia sangat berduka, menyesal nasib nya pemuda itu, ia menghela napas. baru ia berkata: "Aku yang muda melainkan menduga-duga karena melihat jalannya urusan, Mungkin besok Kwie Lam Ciauw bakal muncul pula, maka besok kita bakal ketahui sedikitnya sebagian duduknya hal...

Orang tetap mengawasi pemuda itu, Mereka menjadi terlebih heran, Kenapa pemuda ini bicara bertentangan satu dengan lain? Barusan dikatakan Lim Ciauw sudah terbang pergi, sekarang dia bilang orang bakal kembali besok pagi Bagaimana itu? Lebih-lebih Kongsoen Bok

Liang, dia sampai menatap dengan mendelong.

Lie Tiong Hoa bersenyum, Didalam hati kecilnya ia berkata: "Nyatalah ada sejumlah orang yang nasibnya lebih menyedihkan daripada aku Ada pula mereka

yang demikian sekekar hingga mereka terbinasa karenanya. Karena ini haruslah aku berhati-hati."

Pikiran Kongsoen Bok Liang agaknya kacau, selagi berduka sangat itu, mendadak dia berlompat keluar jendela. Kejadian itu mengagetkan kedua gurunya, Tapi, belum sempat guru itu bertidak, tubuh Tiong Hoa sudah mencelat, hingga dilain saat dia sudah kembali bersama pemuda itu.

Herannya Ceng shiaJie Ay bukan main. Mereka seperti tak dapat melihat gerakan anak muda itu.

"saudara Kongsoen, sabar." berkata Tiong Hoa bersenyum "Kau harus ketahui. siapa kurang sabar, dia dapat menggagalkan urusan besar, sia-sia belaka kalau sekarang kau paksa mencari seeboen Boe Wie dan Kwie Lam ciauw, bahkan itu berbahaya. Apakah saudara hendak membikin arwah ayahmu di dunia baka menjadi tak dapat meram?"

Kongsoen Bok Liang melengak. Benarlah nasihat itu. punggungnya lantas mengeluarkan keringat, Tetapi ia masih ruwet pikirannya, maka ia berdiam saja.

Tengah mereka berdiam, mendadak Lie Tiong Hoa menoleh kejendela seraya menanyai "Loosoe siapa itu diluar? Kenapa loosoe tak sudi masuk kemari untuk kita memasang omong?" Pertanyaan itu mendapat jawaban tertawa nyaring dari luar jendela, lalu terdengar pujian ini: "Laotee, sungguh kau cerdik, sungguh lihai ilmu silatmu, sungguh tajam mata mu"

Boleh dibilang belum berhenti suara itu maka terlihatlah enam sosok tubuh ber-lompat masuk dengan saling-susul, cepatnya luar biasa. Begitu mereka sudah menaruh kaki dan berdiri tegak. terlihatnya Koay-bin Jin Him Song Kie bersama Tiong-tiauw Ngo Mo, sedang si Manusia Biruang terus menatap si anak muda sambil dia tersenyum. Toa Mo berada paling belakang, dia nampak jengah.

Tiong Hoa memberi hormat dengan merangkap kedua tangannya kepada mereka itu. "Loocianpwee," katanya tertawa, semenjak perpisahan ditepi sungai, aku yang muda senantiasa memikirkan kau" Terus ia menjura dalam2.

Ceng shia Jie Ay heran, Mereka tidak mengerti kenapa si anak muda bersahabat dengan rombongan manusia yang tak dapat dibuat permainan ini. Song Kie tertawa berkakak.

"Kata-kata yang bagus Kata-kata yang bagus" ia berkata nyaring. "Tidak kusangka laote, setelah berpisahan di Kho-pie-tiam, hari ini kau telah menjadi si pemuda gagah yang menggemparkan sungai Tiang Kang". Habis memuji, kembali ia tertawa bergelak.

Kali ini suaranya Song Kie suara yang setulusnya hati, tidak ada nadanya menghina atau mengejek. inilah hal yang langka, tapi dari sini terbukti bagaimana dia menghargai si anak muda, Rupanya mereka berdua sangat berjodoh. Tiong Hoa berdiam saja, ia melainkan bersenyum.

Kemudian Song Kie menegur Ceng shia Jie Ay: Jiewie loosoe. banyak baik?" "Baik" menjawab Ang Hie singkat.

"Apanya yang tidak baik?" sahut Kok It, matanya mencilak. "Dapat pakai hangat, dapat makan kenyang Hanya kasihan, letihlah sang kedua dengkul" Tiong Hoa bersenyum, sedang Song Kie tertawa pula.

Hanya habis tertawa, Koaybin Jin Him berkata sungguh-sungguh: "Di Kwie In chung bagian timur ini telah dagang banyak orang Kang ouw, semua datang untuk kitab Lay Kang Koen Pouw, Demikian aku si orang tua, aku pun turut datang kemari Hanyalah aku heran ketika aku melihat wajahnya Kwie Lam Ciauw, aku menjadi curiga, Dengan lantas aku membuat penyelidikan. Benar seperti katamu Lie Laotee.

Kwie Lam Ciauw dengan membawa kitab nya sudah pergi terbang sedari siang-siang.

Kok It heran hingga dia bertempat menyamber tangannya orang she song itu.

"Hai, siluman tua dari mana kau ketahui ini?" dia tanya nyaring, matanya mendelik, Dia nampak gelisah. Song Kie tertawa dingin.

"Sungguh aku tidak sangka jago dari Ceng shia pun mengharapi kitab itu melebihkan hebatnya kami bangsa Rimba Persilatan" dia kata sebelumnya menyahuti. Kok It jengah perlahan-lahan ia melepaskan cekalannya.

"Siluman tua jangan bertingkah" ia kata keras, "Apakah itu Lay Kang Koen Pouw? Kami si dua tua b angka tak mau mampus tak menghiraukan itu" "Harap saja kata-katamu ini benar" Song Kie mengejek pula. Tiong Hoa kuatir nanti terbit salah mengerti, ia menyelak disama tengah. "Song Loocianpwee mari aku yang muda mengajar kenal kepada kamu ia berkata tertawa. Song Kie heran- hingga ia mengawasi si anak muda.

Tiong Hoa bersikap tenang, ia mendekati Kongsoen Bok Liang untuk berkata: "inilah Kongsoen siauwhiap murid yang gagah dari kedua loocianpwe Kok dan Ang. ia sekarang lagi mendendam sakit hati untuk darahnya seluruh keluarganya semua anggota keluarga Kongsoen telah terbinasakan see-bocn Boe Wie dan Kwie Lam Ciauw berdua. Pula kitab Lay Kang Koen Pouw itu milik asal dari mendiang ayahnya Kongsoen siauwhiap ini."

Song Kie heran hingga matanya mencilak sinar matanya itu menjadi berpengaruh sekali.

Tiong Hoa melihat itu ia tahu si Manusia Biruang hendak menanyakan sesuatu, ia mendahului.

"Locianpwee, aku harap sukalah kau mewujudkan cita- citanya Kongsoen siauwhiap ini" demikian selanya, "Tentang ilmu silat itu yang telah berpindah-pindah tangan hingga dia seperti tidak ada pemiliknya biarlah dia nanti jatuh kepada siapa yang berjodoh."

Mendengar itu, Song Kie nampak ramai wajahnya. "Laotee." katanya menukar haluan bicara, " bukankah

kau hendak menanya kenapa aku si tua menduga Kwie Lam Ciauw sudah kabur dari rumahnya ini? sebenarnya magrib tadi aku bertemu dengannya di gedungnya bagian timur itu. Kita telah berbicara beberapa patah kata, lantas dia meminta diri

Mendengar suaranya, melihat gerak-geriknya, dia tak mirip- miripnya seorang chungcoe, karena itu aku menjadi curiga dan lantas menguntit dia. Dia pergi memasuki sebuah rumah yang besar, gelap dan sunyi, Disitu aku menyembunyikan diri diatas sebuah pohon, Ketika kemudian aku memikir untuk turut masuk kedalam rumah itu, aku melihat sesosok tubuh berkelebat di belakang rumah itu, terus lenyap.

Rembulan terang dan mataku pun masih awas, aku melihat potongan tubuhnya seperti potongan tubuh Kwie Lam Ciauw, Yang luar biasa yalah kegesitannya, Kalau dia benar Kwie Lam Ciauw, kepandaiannya telah menyampaikan puncaknya pemahiran, dia mungkin tanpa lawan lagi. Kalau begitu, mengapa dia seperti bernyali kecil?"

Tiong Hoa tidak menjadi heran, bahkan dia tertawa. " Itulah hal yang siang-siang telah menjadi terkaanku." katanya.

Kok It mengerutkan alis.

"Kalau begitu, mengapa siauwhiap tidak memberitahukan aku si orang tua?" ia tanya. "Sekarang Kwie Lam Ciauw dan seeboen Boe Wie jadi dapat lolos."

Tiong Hoa agaknya menyesal

"Tetapi, loosoe," kata dia, "akupun telah memikir itu barusan saja selagi aku merebahkan diri, sekarang kita masih terbenam dalam kegelapan, kita baiklah jangan terlalu banyak menduga-duga."

Dia lantas mengawasi Boan in dan Hoet Goat dan menanya: "Kamu biasa mengikuti chungeoe kamu, tahukah kamu keadaan rumah besar itu ?"

"Tidak." sahut Boan in- "Rumah itu menjadi tempatnya chungeoe berlatih ilmu silat, biasanya kami dilarang masuk kesitu, Yang dapat masuk melainkan seeboen Boe Wie seorang."

Tiong Hoa bersenyum ewah. "Biasanya seeboen Boe Wie sangat licin, dia toh kena dikelabui Kwie Lam Ciauw " katanya. Mendengar itu, semua orang heran.

Justeru itu dari luar jendela terdengar tantangan : "Lie Cie Tiong," bocah, kau keluarlah "

Tiong Hoa terperanjat tapi segera tubuhnya mencelat, berlompat keluar, ia lantas disusul sekalian kawannya itu.

Diluar, dipekarangan taman terlihat belasan orang, orang yang mengasi dengar suara kasar itu yalah seorang imam tua dengan jidat jantuk dan hidung bengkok. yang menggondol sepasang pedang, Diantaranya terdapat juga Biauw Ceng sioe koan-coe dari Mi In Kean, serta In Tiong Kiam-kek Lauw Kong Ciok.

Pemuda itu tidak gusar, sebaliknya sambil merangkap kedua tangannya ia memberi hormat dan menanya sembari tertawa: "Apalah cinjin yang memanggil aku yang rendah?" Hormat sekali sikapnya itu.

"Tidak salah" sahut imam itu kaku.

"Aku memang mencari kau" Dia mengawasi tajam, romannya bengis.

Tiong Hoa heran- ia tidak kenal imam ini, ia belum pernah bertemu dengannya, Dari mana datangnya permusuhan?

"Ada urusan apakah cinjin mencari aku yang rcndah?" tanya ia pula, hormatnya tak kurang.

Imam itu mengasi dengar tertawa tawar, ia sebenarnya mau berkata, tapi ia segera disela oleh Tiong-tiauw Jie Mo, Hantu nomor dua dari Tiong-tiauw, yang sedari tadi ber diri diam dibelakangnya Song Kie, Sembari tertawa dingin, Hantu itu kata:

"Thian Hong Toojin yang bermuka tebal, di Tay Pa San, boleh kau menjagoi, tetapi setelah sampai di Kang Lam ini, tak dapat kau bawa tingkah polah itu Disini tak ada orang yang tak ingin membikin kau mampus Buat apa kau masih periihatkan cecongormu tidak keruan macam?"

Mukanya imam itu menjadi pucat pias dan merah- padam, Bukan main gusarnya dia. Dia mengawasi tajam, Dia lantas mendapat lihat dibelakangnya Lie Tiong Hoa yang dia kenal sebagai Lie Cie Tiong ada Song Kie bersama Tiong-tiauw Ngo Mo serta Ceng ShiaJie Ay sekalian-

Diam-diam ia terperanjat dalam hatinya, ia tahu mereka ini orang-orang yang tak dapat dipandang tak mata. Toh dia tidak takut. Dia mengandalkan sepasang pedangnya yang dia baru peroleh, sedang dibela kang nya, masih ada tulang punggungnya.

"Siapa itu yang mementang mulut?" dia tanya, " Kenapa kau tidak berani mengasi lihat mukamu?"

Tiong-tiauw Jie Mo bertindak maju, ia memperlihatkan roman bengis.

" Hidung kerbau, kenapa matamu tidak panjang?" dia mengejek, "Kami Tiong-tiauw Ngo Mo Kapannya kami takut terhadap kau"

Thian Hong cinjin juga bersikap dingin, acuh tak acuh. "Sama juga" katanya, "Aku Thian Hong cinjin, aku

pernah jeri terhadap siapakah?"

Tiong Hoa melihat suasana menjadi tegang.

"Tuan-tuan sabar," ia berkata tertawa, "Aku tidak tahu buat urusan apa Thian Hong Cinjin mencari aku yang rendah?" Imam itu membentak: "Aku mau tanya apa kah benar muridku, Tiauw-sie siang Hong dari Kee-leng, kau yang membunuhnya?"

Ditanya begitu, Tiong Hoa menjadi mendongkol. "Benar," sahutnya dingin, .Benar aku yang rendah

yang membunuh mereka Akan tetapi cinjin, pernahkah kau menanya sebab nya dua saudara Tiauw itu sampai menerima kebinasaannya . "

Imam itu gusar sekali.

"orang sudah mati, mau apa ditanya lagi." katanya sengit, "Membunuh orang membayar jiwa, siapa berhutang membayar uang. Apakah kau tidak tahu keharusan itu?"

"Lie siauwhiap." Tiong Tiauw Jie Mo menyelak. "hidung kerbau ini paling tidak kenal aturan, buat apa kau layani dia mengaco belo? Baiklah aku mewakilkan kau mengajar adat padanya"

Sepasang matanya Thian Hong cinjin seperti menyala mengawasi Hantu nomor dua itu. "Dapatkah kau mengajar adat padaku?" dia tanya tertawa, dingin tertawanya.

Jie Mo pun tertawa dingin, sembari tertawa tangannya menghunus goloknya, golok Bian-too yang bersinar biru, yang ia terus ulapkan. "Hidung kerbau, kau juga hunuslah senjata mur ia menantang,

Thian Hong Toojin tertawa mengejek secara luar biasa. Dia menjawab dingini "sekali aku menghunus sepasang pedangku maka kepalamu segera akan berpisah dari tubuhmu Akan tetapi Cinjin kamu suka berbuat baik, suka dia menggunai tangan kosong melayani beberapa jurusmu" Tiong Tiauw Jie Mo tidak dapat menahan ^abar lagi, ia lancas menggeraki goloknya bersiap untuk menyerang.

Justeru itu dua bayangan berkelebat lompat kepada mereka berdua, segera ternyata merekalah Thian ciat sin-Koen Lee Yauw Hoan dan Kim-Liong-Kiam Koe Pek see.

Dengan mukanya yang lonjong seperti labu Thian ciat sin Koen tertawa dan menanya: "Disini kamu berdua hendak mengadujiwa, buat apakah itu?"

"Siapa menghendaki kau usilan" kata Toa Mo dingin, Dia berdiri dibelakangnya Song Kie. "Kau berdiri disamping. jangan bergerak jangan bersuara Tak dapatkah kau menonton dengan berdiam saja dengan tenang?"

Thian Ciat sin Koen gusar sekali. mendadak dia mengulur sebelah tangannya meny amber hantu nomor satu itu. Bukan main sebat gerakannya itu. Tapi baru tangannya itu terulur setengah jalan, dia melihat ada sebuah tangan lain yang menyamber kearahnya kejalan darah thian-kie dirusuk kiri-nya.

Dia kaget melihat serangan itu yang seperti kilat, Terpaksa dia membatalkan serangannya, dia mengegos kesamping sedang tangannya diputar untuk dipakai menangkis.

Dengan tak dapat dicegah lagi, ke dua tangan bentrok keras, lalu kedua pihak sama-sama mundur beberapa tindak. Thlan ciat sin-Koen berseru tertahan saking mendongkolnya. Ketika ia mengawasi bengis ia melihat penyerangnya itu yalah seorang tua yang romannya sangat jelek. yang rambutnya kaku.

“Siluman tua, siapa kau?" ia membentak bengis, ^Aku Thian Ciat sin-Koen, aku tidak membunuh sebala kurcaci" 

"Koay-bin Jin Him," demikian orang tua itu tertawa bergelak.

"Kenapa kau tidak mau mengambil kaca untuk berkaca?" dia balik menanya, "Bukankah kita sama- sama? Lebih baik kita bicara dari hal ilmu silat yang yang aneh tetapi jangan dari rupa yang buruk Bukan-kah kita Tiong- goan Jie Koay?" oleh karena serangannya Song Kie, batalJie Mo menempur imam jumawa itu.

Mendengar demikian, Tiong Hoa menjadi mendapat tahu bahwa Tiong goan Jie Koay, atau "Dua siluman dari Tiong goan" yalah Song Kie dan Thian ciat sin Koen, belum kenal satu pada lain, jadi julukan mereka itu melainkan diberikan oleh orang luar, mereka sendiri asing satu pada lain-

Jadi kaulah Keay-bin Jin Him Song Kie?" tanya Thian ciat, "Kita berdua terkenal sebagai Tiong goan Jie Koay, kita belum pernah bertemu selama beberapa puluh tahun, baru malam ini ada ketikanya sudah lama aku dengar kau tersohor buat tanganmu Thian Long Ciang dan pakumu Thian Long Teng, yang dapat ditimpukkan berbareng dengan dua tangan maka itu aku si orang she Lee hendak aku menggunai tangan Thian ciat sin-ciang menyambut kau beberapa jurus. Marilah kita bikin meski benar nama kita kesohor berbareng sebagai Tiong goan Jie Koay, tetapi kepandaian kita tak turut berendeng"

Song Kie tertawa tawar.

"Thian ciat sin-ciang kau itu ada namanya saja, tidak ada bukti kenyataannya" ia kata, "jikalau kau hendak mempertontonkan keburukanmu itu, kenapa tidak dapat?" Luar biasa suasana waktu itu. Mulanya Thian Hong cinjin hendak meminta jiwanya Lie Tiong Hoa, lalu Tiong- tiaun Jie Mo menyelak untuk menempur imam itu atau hendak menempur Song Kie si Manusia beruang bermuka Aneh.

selagi begitu maka Ceng shia Toa Ay, si Katai tertua dari Ceng shia, yaitu Kok It, dengan dingin menegur Thian ciat sin Koen: "Lee Loosoe, kau masih belum berhasil mendapatkan Lay Kang Koen Pouw. Dapatkah kau merusak membatalkan sendiri pertaruhan kita?"

Ditegur begitu Thian ciat melengak. cuma sebentar, dengan biji mata memain dia tertawa dan kata: " Kata- katanya seorang ksatrya berarti kehormatan Mana dapat aku melanggar kata-kataku sendiri bahwa dalam sepuluh tahun aku tak melukai orang ? Kita disini bukan melakukan pertempuran yang biasa, yang meminta luka- luka atau jiwa, kita hanya main-main untuk berlatih saja, Kita main-main hanya untuk saling towel"

Kok It tertawa dingin.

"Akan tetapi kau harus ingat pepatah bahwa kalau dua hantu bertempur salah satu mesti terluka Kalau song Loosoe yang menang, soalnya tidak ada, akan tetapi bagaimana andaikata kau kena melukai song Loosoe, apa kau mau bilang ?" Thian ciat sin-Koen berdiam.

Jikalau begitu," kata dia tertawa pada Song Kie, "pertandingan kita ini harus ditunda sampai aku si orang she Lee sudah berhasil mendapatkan kitab Lay Kang Koen Pouw"

"Terserah." kata Song Kie, tertawa tawar. "Aku si orang she Song, sembarang waktu aku bersedia untuk menanti pengajaranmu, Aku lihat sudah pasti kau bakal menyekap diri sepuluh tahun d idaLam gunung Lu Liang San, dari itu baiklah kau tak usah menyia nyiakan pikiranmu."

Thian ciat tidak menyahuti, ia cuma mengganda tertawa dingin. sampai disitu, Kok It menanya pula.

"Lee Loosoe," katanya, "apakah kau berhasil menyusul Seeboen Boe Wie?"

Ditanya begitu, Thian ciat menoleh, dia mengawasi bengis, Terang dia mendongkol. Lalu dia kata: "Kok Loosoe, apa periunya kau usil aku si orang she Lee? Seeboen Boe Wie itu bangsa isi buruk, dia tidak nanti lolos dari tanganku."

"Omong besar, tak tahu malu," tiba-tiba Ang Hie datang menyelak, ia bertindak maju, "Seeboen Boe Wie menyingkir dari sisimu, kau toh tidak ketahui, Dengan telinga tuli dan mata lamur, bagaimana kau masih berani menyebut dirimu jago yang lihai? Baiklah kau turut buah pikirannya Song Loosoe, yang menasehatimu, yaitu kau pulang ke Lu Liang San, guna menyekap dirimu. agar kau tidak usah mempertontonkan keburukanmu"

Thian ciat Sin Koen gusar hingga tubuhnya bergemetar, muka labunya seperti menjadi bertambah lonjong, kulit mukanya pun menjadi seperti hijau.

Jangan sebut-sebut aku" katanya dingin, "Apakah kamu, apakah pihak ceng Shia pun tidak serupa saja?"

Kok It tertawa berlenggak.

"Kami berdua si setan tua yang kate" kata dia, "kami mana dapat melayani Lee Loosoe lebih daripada sepuluh jurus? Mana dapat kami dapat nama besar berendeng dengan nama Loosoe, Thian ciat sin Keen yang kesohor d idaLam dan diluar lautan?" Lee Yauw Hoan merasai dadanya mau meledak, kedua matanya pun mendelik.

Song Kie melihat kemarahan orang, ia menambahkan minyak kepada bara marong. Katanya: "Diluar langit ada langit, disamping orang ada orang, maka itu orang janganlah suka berebutan, jangan suka ber-jumawa Maka juga orang budiman mempunyai kebiasaannya, setiap hari dia memeriksa dirinya tiga kali, agar dia tak sampai mendapat malu sendirinya"

Tak dapat Thian ciat sin Keen mengendalikan diri lagi. "Ceng shia Jie Ay" dia berseru sambil menuding,

"jikalau aku si orang she Lee berhasil mendapatkan Lay Kang Keen Pouw, didaLam tempo tiga hari akan aku bikin tulang-tulangmu hancur- lebur menjadi abu Atau kalau tidak, maka nanti sepuluh tahun yang akan datang, aku akan bikin gunung Ceng shia san kamu menjadi tanah yang hangus"

Ceng shia Jie Ay berlaku tenang, "Selama hidup kita ini, jangan kau harap" kata mereka, tertawa tawar.

Thian ciat menuding Song Kie. "Kaupun masuk hitungan" katanya sengit. orang yang dituding itu tertawa lebar, "Sembarang waktu senang aku menantikan" sahutnya lebar.

Thian ciat sin Keen mengawasi tajam kepada semua orang didepannya itu, lantas tanpa membilang apa-apa- lagi, dia ber-lompat untuk berlau dari situ, orang melihat bagaimana pesat tubuhnya bergerak, sebentar saja dia lenyap daripandangan mata, Hal yang mengagumkan yalah ketika didapat kenyataan tanah dimana imam itu menaruh kaki, sudah melesak dalam, bertapak kaki-nya. Tiong Hoa menghela napas menyaksikan romannya Thian ciat ketika dia itu mau berlalu, didaLam hatinya ia kata: "Seumur- ku belum pernah aku melihat sinarmata demikian tajam dan bengis, Aku kuatir di-belakang hari Rimba persilatan bakal mengalami pengorbanan yang mengerikan, hingga tidak ada lagi hari-hari yang aman."

Tengah anak muda ini berpikir itu, hingga ia bagaikan ngelamun, sekonyong-konyong ia mendengar seruan: "Laotee, awas"

Mendadak itu dua sinar seperti sinarnya rantai menyamber dari belakang si anak muda, meny amber kepunggungnya.

Tiong Hoa mendengar seruan itu, ia lantas menduga kepada Thian Hong cinjin yang hendak mencari balas untuk kebinasaan murid nya. Dila in pihak ia telah menduga sepasang pedangnya si imam mesti pedang mustika, yang tajam luar biasa. Maka itu, tidak menangkis, bahkan tanpa menoleh, ia berkelit dengan mencelat kedepan, Hobat untuknya, hingga ia terkejut, pedang seperti mengikuti padanya, maka segera terdengar suara cita pecah- robek karena bajunya dibetulan pinggang belakang telah kesamber ujung pedang itu.

Tiong Hoa merasakan punggungnya nyeri dan perih sebab ujung pedang telah menggores kulitnya hingga darahnya mengucur.

Baru saja pemuda ini lolos dari bahaya maut itu atau ia merasa pedang menikam pula ia melihat sinar berkelebat berkilau kuning emas, ia menjadi kaget sekali sebab ia baru saja menaruh kaki. Tepat disaat berbahaya itu, Song Kie berlompat dengan serangannya kepada Thian Hong Cinjin si imam yang membokong anak muda itu. oleh karena imam itu ada di depannya ia dia terpaksa menghajar punggung, Dia juga tidak menyerang dengan tangan kosong, dia menerbangkan sembilan biji paku rahasianya paku Thian- long-terg yang lihai.

Thian Hong mendapat tahu datangnya serangan itu, ia mesti membela dirinya. Mung kin serangannya berhasil terhadap Tiong Hoa, tetapi ia sendiri mesti roboh jadi korban.

Maka tanpa bersangsipula ia berlompat berkelit kesamping, sambil membalik tubuh, ia menangkis dengan sepasang pedangnya. Dengan begitu terdengarlah suara tingtong berulang kali, lantas semua paku runtuh ke tanah. Habis paku maka tubuh Song Kie turun ketanah. Thian Hong mengawasi mukanya merah padam saking gusar.

"Song Kie" dia membentak. "Kapannya kau menjadi pelindung manusia hina ini?"

Koay-bin Jin Him tidak menjadi gusar, sebaliknya ia tertawa geli, ia mengawasi si imam dengan roman Jenaka.

Tiong Hoa melihat sikapnya Song Kie dan Thian Hong, tahulah ia bahwa Keay-binJin Him telah menolong padanya, ia menjadi bersyukur sekali, Tengah ia mengawasi sahabat itu. si imam balik memandang ia secara bengis tetapi puas.

"Sungguh tidak tahu malu " pikirnya terhadap si

imam. Meski demikian, ia tidak mau menegur imam itu. ia bisa mengerti kesayangannya seorang guru terhadap muridnya. ia sendiri umpamanya, mungkin berbuat demikian karena terpaksa.

Song Kie dan lainnya heran melihat sikap nya si anak muda yang demikian sabar, Keay bin Jin Him sampai menatap dengan mata dibuka lebar.

Lo siauw Hong lantas menghampirkan si anak muda, ia mengeluarkan sebungkus obat bubuk, guna mengobati lukanya anak muda itu.

Sementara itu, sebelum ia diobati, Tiong Hoa, merasai lukanya panas seperti kesulut api, sakitnya pun luar biasa seperti ada ribuan semut atau belatung yang mengusik tak hentinya, hampir tak dapat ia menahan nya. syukurnya itu terjadi hanya di batas yang luka saja, ia mengerutkan alis saking heran-

Thian Hong cinjin mengawasi pemuda itu, ia tertawa dingin dan kata: "Anak muda ketahui olehmu, ujung pedang cinjin kamu ada racunnya yang hebat sifatnya, maka itu kau sabarlah, kau bakal menderita selama tujuh hari"

Tiong Hoa melengak, inilah ia tak sangka. sudah pedang mustika, dipakainya racun pula Pedang itu pasti bukan dipakai untuk dirinya sendiri, hanya untuk semua orang asal yang menentang asal yang imam benci

"Thian Hong, hidung kerbau" Song Kie membentak, "Kau begini kejam hak apa kau mempunyai untuk menjadi pemilik sepasang pedang mustika itu?" si imam tertawa.

"Pedang mustika dapat memilih pemiliknya sendiri," dia bilang. pikirlah tentang cinjin kamu ini. jikalau cinjin kamu tidak lihai ilmu pedangnya, mana dapat ini sepasang pedang mustika Wan Yo Kiam memilih dia sebagai tuannya?

Thian Hong belum sempat menutup mulut nya, atau Tong Tiauw Ngo Mo sudah berlompat maju mengurung dia, dan ketika ke lima Hantu berseru, dengan serentak mereka menyerang padanya.

Hebat kelima saudara angkat ini, tapi pun hebat si imam. Biasanya, jikalau dikepung Ngo Mo, sukar orang lolos dalam tempo lima jurus, si imam lihai, dia dapat bertahan-

Ketika Tiong Hoa menoleh kepada Ceng shia Jie Ay, ia heran- Beda daripada Ngo Mo, yang membuatnya bersyukur, dua jago tua ini agaknya mengambil sikap menonton Maka ia berpikir Bagaimana harus membedakan lurus dan sesat? orang lurus banyak yang terlalu menyayangi diri, hingga mereka seperti cuma menyapui salju didepan rumah nya tetapi tak menghiraukan es diatas genteng lain orang.

Mereka ini pun, kalau bukan urusan Kengsoen Bok Liang dan kitab ilmu silat itu. tidak nanti mereka bentrok dengan Thian ciat sin Keen ..."

Ketika itu Thian Hong cinjin telah mengurung dirinya dengan sepasang pedangnya, ia bersilat dengan tipu silat Giok-tay-wie-yauw, atau ikat pinggang melibat pinggang, pedang yang kiri berada didepan dadanya, pedang yang kanan berputaran. Dengan perlahan tetapi lama ia mengasi dengar: "Hm Dimatanya ahli, tegas terlihat lihainya imam ini."

Ngo Mo lihai tetapi mereka terhalang pedang lawan vang tajam Mereka takut membuat senjata mereka beradu dengan pedang mustika itu. Segera datang saatnya Thian Hong cinjin memperlihatkan kelihaiannya.

Tiba-tiba Ngo Mo merasakan senjata mereka tertempel, dapat ditarik kearah mana pedang lawan bergerak. Mereka kaget, lantas mereka menarik, untuk meloloskannya.

Thian Hong tertawa, tangannya bergerak luar biasa, Ketika pedangnya berkelebat semua senjatanya N go Mo terpental terlepas dari cekalan mereka masing-masing.

ooooo

BAB2

SONG KIE melihat jalannya pertempuran, Dengan mempunyai pedang mustika, Thian Hong mirip harimau yang tumbuh sayap. Keay-binJin Him merasa sulit untuk Tiong-tauw Ngo Mo merebut kemenangan, tapi ia mau menyangka, sedikitnya mereka bakal dapat menahan selama tig apuluh jurus. Maka adalah mengejutkan, mereka itu telah terkalahkan dalam waktu demikian pendek. Mau ia menolongi tetapi tak dapat, tak akan keburu lagi.

Disaat Tiong-tiauw Ngo Mo terancam maut itu, mendadak beberapa puluh benda kecil warni hitam dan putih meluruk kearah pedang si imam, bunyinya nyaring, Ada antara biji-biji itu yang menyamber ke batang pedang. Ngo Mo melihat itu, dengan cepat mereka berlompat keluar kalangan-

Thian Hong cinjin telah tak keluar setindak juga dari gunung Tay Pa san- sebab nya yala h ia telah beruntung mendapatkan sepasang pedang Wan Yoh Kiam serta sejilid kitab ilmu silat. Maka ia mengeram diri untuk memahamkan isinya kitab itu, guna melatih pedangnya.

Kapan tiba waktunya ia merasa ia telah mendapat kemajuan, lantas ia mendengar warna perihal ketiga mustika itu, ia menjadi ketarik, ia ingin turun gunung untuk menguji pedang dan ilmu pedang Wanyoh Im yang Kiam-hoat, untuk menjagoi, ia anggap malam ini yala h malam untuk ia mengangkat namanya. Bukankah telah berkumpul demikian banyak jago? ia girang dapat mengalahkan Tiong-tiauw Ngo Mo, kepala siapa ia ingin kutungkan dari batang lehernya, tapi justeru ia bergirang, datanglah senjata rahasia yang membikin pedangnya terhalang dan Ngo Mo lolos.

"Manusia hina-dina siapa menggunai senjata rahasia

?" dia berteriak mendongkol.

Baru berhenti suaranya yang bengis itu lalu Boan in dan Hoet Goat muncul di depannya. Kedua kacung itu berlompat seraya memperlihatkan tangannya yang memegangi dua raup biji catur putih dan hitam.

Boan-in tertawa mengawasi lihat dua baris giginya yang putih, dia kata: "Kami tidak puas menyaksikan lagakmu maka itu kami menimpuk dengan ini biji-biji catur yang sudah tidak terpakai "

Dia ulapkan biji-biji caturnya itu, dia menambahkan- "Kau cuma mengandalkan sepasang pedangmu yang

dapat memutuskan rambut, apakah artinya itu ? Apakah dengan itu pantas kau mengagulkan dirimu ? Malam ini yang hadir disini semuanya akhli akhli silat pedang Rimba Persilatan, umpamanya kedua loo-cianpwee dari Ceng shia Pay, merekalah ahli-ahli pedang yang llehay, begitupun Loo cianpwe Kee Pek see dari Khong Tong Pay yang tersohor sebagai Kim Liong Kiam Di sini ada orang yang kau nanti tak sanggup lawan coba kau tukar pedangmu dengan pedang biasa, pasti kau tidak dapat bertingkah begini rupa"

Thian Hong mendongkol tetapi dia tertawa lebar. "Bocah, liehay mulutmu" dia membentak "Dijaman ini

apakah pedang mustika cuma ini sepasang pedang Wanyoh Imyang Kiam kepunyaanku? Masih ada banyak pedang lainnya yang tak kalah dengan Kan ciang dan Bokshia siapa tidak puas, asal dia sanggup melayani cinjin kamu dua puluh jurus, maka aku akan buang cita- citaku untuk menjadi ahli pedang nomor satu dikolong langit ini"

Mendengar itu, semua orang merasa tidak puas, tak terkecuali ceng Shia Jia Ay, darah mereka sampai seperti bergolak, Sebab di-jaman itu, yang termasuk tiga partai terbesar ahli pedang yalah ceng Shia Pay. Tiam chung Pay dan Khong Tong Pay, sedang ceng Shia Pay menganggap dirinya kaum lurus, Kedua si Kate tua ini hendak maju tetapi mereka didahului Song Kie.

"Hidung kerbau" Koay-bin Jin Him menegur, "seumurku aku si orang she Song, belum pernah aku menemui manusia yang terlebih hina dia daripada kau, sangat tidak tahu malu, yang jumawa tak kemanBukankah duluhari kan sudan bertekuk lutut di iepan Hok In Siangjin digunung Koen Loen San Barat, dimana sambil menangis meng-gerung gerung kau mengakui kedosaanmu serta berjanji untuk berbuat baik, untuk mencucikan diri.

Ketika itu kau telah mengangkat sumpah yang berat Dengan begitu barulah kau diberi ampun, Lelakonmu itu menjadi buah cerita dan buah tertawaan kaum Kang ouw Rasanya belum lama maka sekarang, setahu dari mana kau dapat mencuri sepasang pedangmu, sekarang kau berani banyak lagak Hm Apakah kau kira kau orang besar? Tidak Dimataku kau tetap si bocah yang berlutut didepan Hok In siang itu yang menangis minta-minta ampun"

Perkataannya Koay-bin Jin Him membuat orang banyak tertawa ramai.

Mukanya Thian Hong cinjin menjadi merah padam, Dia mendongkol dan gusar tak terkira. Dia telah dibeber rahasianya di muka banyak orang, hingga dia menjadi sangat malu. Tapi dia tidak kekurangan kata-kata.

"Siapa mau berbuat besar, dia tidak pikirkan urusan kecil." katanya nyaring nadanya dingin. "Bukankah raja muda Kauw Cian dan Njouw Coe sih pernah terhina meminta berkali orang? Bukankah kau sendiri sasterawan tidak keruan?"

"Hm Hm "Song Kie mengasi dengar ejekannya.

Kok It pun berkata: "Thian Hong cinjin, malam ini bukan malaman kau dapat ngeberanyol" sekarang aku si orang tua mau tanya kau Kau datang ke Kwie In Chung ini. apakah maksudmu?"

Thian Hong mencoba menyabarkan diri.

"Cinjin kamu mau bicara terus-terang" dia menyahut "Kali ini cinjin kamu turun gunung dengan maksud mencoba sepasang pedangnya ini, untuk menemui ahli- ahli pedang dikolong langit ini Maksud lainnya yalah guna merampas kitab Lay Kang Keen Pouw, sebagaimana maksud kamu semua Aku tidak menjadi kecuali"

Terus dia mengawasi tajam kepada Tiong Hoa dan menambahkan- "Maksudku yang ketiga yalah membalaskan sakit hatinya muridku" Ketika itu rembulan sedang menyinari terang pada jagat, tetapi Tiong Hoa tidak mengicipi itu, ia hanya berdiam sambil- matanya dirapatkan seperti orang lagi bersamedhi.

Seperti juga tak dapat menghiraukan segala kegaduhan itu. Hal yang sebenarnya yalah ia lagi menderita akibat pedangnya si imam yang mendatangkan rasa panas dan sakit yang menyiksa itu. Karena ia merasa pasti ia terganggu racunnya pedang itu, maka ia memusatkan perhatiannya, ia mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengusir keluar racun itu.

Didalam tubuh manusia ada dua hawa thay-im dan siauwyang, Dengan siauw Yang, Tiong Hoa menutupjalan darahnya, dan dengan thay-im, ia mengusir sang racun, maka itu, darah hitam lantas keluar dari punggungnya, Dalam tempo sebentar ia dapat mengurangkan penderitaannya itu dengan begitu hatinya menjadi tenteram dan tetap. Justeru itu mendengar Thian Hong lagi mengoceh itu, ia membuka matanya, ia mengawasi maka sinar matanya beradu dengan sinar mata si imam.

Thian Hong terkejut menyaksikan sinar mata orang demikian berpengaruh. Dia pun heran menyaksikan orang tak roboh karena racun pedangnya, Dia berpikir: "Kenapa tenaga dalamnya begini kuat? Racunku cuma dapat memperpanjang umur orang tujuh hari, orang pun lantas lenyap tenaga dalamnya hingga dia menjadi seperti orang biasa kenapa dia ini "

Dan ia mengawasi terus saking herannya.

Tiong Hoa mengawasi sekian lama, lalu ia kata dengan sabar: " cinjin hendak membalaskan sakit hati muridmu, barusan aku telah terkena pedangmu satu kali, aku rasa itulah sudah cukup untuk melampiaskan hatimu. Tetapi cinjin membokong aku dan pedangmu dipakaikan racun, itulah perbuatan hina yang mendatangkan rasa jemu semua orang gagah sudah begitu sekarang cinjin masih omong besar sekali sungguh aku yang rendah merasa malu untukmu."

Mukanya Thian Hong menjadi merah saking jengah, Diam-diam ia mengagumi kebesaran hati anak muda ini. Disamping itu ia pun membenci orang ini karena ia merasa dihinakan dihadapan banyak orang ini.

Berbareng ia juga benci sangat Koay-bin Jin Him yang kata-katanya sangat menusuk hatinya, semua perasaannya itu ia campur menjadi satu, diakhirnya kemarahannya la h yang memperoleh kemenangan.

"Setiap orang, dia gagah atau lemah, mesti ada pelbagai pengalaman yang menyenangi dan yang tidak. yang hebat atau yang ringan.

Demikian juga Thian Hong cinjin, Memang dulu hari itu dia pernah berlutut didepan Hok In siangjin, buat mengakui kesalahannya dan menyatakan kemeny esala nny a, lalu dia bersumpah untuk bertobat peristiwa itu diketahui oleh orang orang golongan tua, diantaranya Song Kie.

Meski begitu, sebabnya yang utama, dan duduknya hal, tidak ada yang ketahuijelas, Hanya mulut yang berlebihan yang membikin peristiwa jadi berlebihan juga. ini pula yang membikin dia menjadi berkeingin an keras memberi ajaran, atau menyingkirkan orang-orang yang dia tak sukai itu.

Maka dia merasa beruntung sekali waktu dengan cara kebetulan dia mendapatkan sepasang pedang Wanyoh Im-yang Kiam itu buatan ahli pedang Bong siang coe darijaman Nao Tay serta sejilid kitab ilmu pedang.

Segera dia menutup diri selama sepuluh tahun, guna memaklumkan kitab itu, buat mempelajari ilmu pedangnya, Demikian sesudah merasa cukup pandai, dia meninggal kan gunung Tay Pa san, buat mencoba menjagoi.

Ketika dia mencari murid-muridnya, Kee-leng ie Kauw, dia mendengar halnya ketiga benda mustika, dari itu sekalian saja dia mencari mustika itu.

sebenarnya Thian Hong cinjin baik sifatnya, dia bukannya orang terlalu jahat cuma karena kecelakaan muridnya. hatinya menjadi panas, Kesabaran Tiong Hoa membuat dia sadar, tapi disamping itu, dia terbenam dalam sakit hati danpenasaran dan perasaannya

yang belakangan ini membikin dia tak dapat menguasai diri lagi.

"Kau adalah calon arwah didalam kuburan. tak usah kau banyak ngoceh lagi" kata dia dingin, "sebelumjiwamu melayang mari aku membuka matamu, supaya kau bisa saksikan ilmu pedang cinjin kamu ilmu pedang yang nomor satu atau bukan dikolong langit ini"

Habis berkata ia memandang tajam kepada Kim Liong- Kiam Kee Pek see dari Khong Tong Pay.

Mendengar itu, Lie Tiong Hoa menarik napas perlahan, lalu matanya mengawasi sekalian hadirin. selama itu ia juga masih belum melih atJie siong Gan. Maka ia menggapai kepada Lo sia uw Hong dan Cian Tiauw Hong untuk membisiki mereka. Kedua orang itu mengangguk. terus keduanya berlari pergi. Song Kie mendekati si anak muda yang ia kuatir lukanya berbahaya. ia menanya banyak.

"Tidak apa." sahut Tiong Hoa singkat,

Kee Pek see memperhatikan Thian Hong Cinjin, ia melihat sinar mata imam itu sinar pembunuhan ia mengerutkan alis, ia ber-sangsi sejenak. Tapi lekas juga ia tertawa dan kata nyaring:

"Bagaimana beruntung aku si orang she Kee dapat mengenal ahli pedang nomor satu dikolong langit ini. ia terus meng geraki tangannya, hingga segera juga terdengar satu suara nyereset dibarengi sinar berkilauan itulah pedang Kim Liong Kiam yang ia telah hunus, setelah itu dengan sikap dingin ia mengawasi si imam.

Thian Hong cinjin juga sudah memegang sepasang pedangnya.

Tiba-tiba In-tiong Kiam-kek Lauw Keng ciok mendekati gelanggang, dia kata pada Kee Pek see: "soe-siok. biarlah tee-coe yang maju lebih dulu, untuk mencoba dia"

Pek see hendak mencegah keponakan murid itu, siapa tahu, habis mengucapkan kata katanya itu, Kong ciok sudah lantas memasuki gelanggang untuk terus menyerang pada Thian Hong cinjin, Maka berkilaulah pedangnya.

si imam seperti acuh tak acuh terhadap serangan itu, Dia bersikap tenang, bahkan jumawa, seperti biasa, Dia cuma mengasi dengar ejekan: "HHm" Tatkala serangan tiba, dia menggeser sedikit kakinya ke kiri, lalu sebelah pedangnya dipakai menyambut dengan tebasan dari bawah keatas.

Menyusul itu terdengarlah jeritan menyayatkan dari penyerangnya, yang tubuhnya roboh seperti mandi darah, karena lengan kanannya terbabat kutungi sedang kelima jeriji tangan nya masih mencekali keras pedangnya itu. Para hadirin terkejut, mereka saling mengawasi dengan melongo.

Thian Hong cinjin tertawa.

"Ilmu pedang Khong Tong Pay tidak memberi bukti kenyataan-" kata dia, "Maka itu sukarlah untuk dia manjat ketinggi, pedang kiriku ini tidak dipakaikan racun, lekas kamu menolong i menutupjalan darahnya, supaya dengan begitu dapatlah jiwa dia di-tolong."

Dengan tangan kiri memegangi luka di lengan kanannya itu, Lauw Kong ciok berlompat bangun- Dengan muka pucat seperti kertas, tapi dengan mata sangat membenci dia mengawasi musuhnya itu, kemudian dia berlompat pula, naik keatas genting, untuk pergi menghilang.

Ceng shia Jie Ay diam-diam mengakui ilmu pedangnya Thian Hong cinjin benar liehay, itulah tabasan "Liauw in tok goat" atau "Membiak mega menampa rembulan," yang cepat dan lincah sekali. Begitu sederhana tapi sebat si imam berkelit, begitu cepat dia menabas Pasti sekali, dengan begitu, si penyerang tidak diberikan ketika untuk menolong diri segera juga kee Pek see maju, tak perduli ia rada jeri, Tadinya ia menyangka, meskipun Thian Hong cinjin liehay, ia sanggup melayani dua- ratus jurus, tidak tahunya orang liehay sekali, sudah kepalang tanggung, ia tak dapat mundur lagi.

Demikian ia berseru seraya terus menyerang dengan jurus Kim Liong Kiam-hoat, ilmusilat Kim Liong Kiam, yang dinamakan "Tok liong coet hiat." atau "Naga berbisa keluar dari kedung." Dengan bercahaya berkilauan ujung pedangnya meluncur kejalan darah kie boen didada kiri musuh.

Kalau si orang she Kee telah memahamkan ilmu pedang Khong Tong Pay itu selama lima puluh tahun, Thian Hong cinjin melatih ilmu pedangnya cuma selama sepuluh tahun tetapi ia telah berlatih luar biasa sungguh- sungguh, sedang matanya sangat tajam, hingga ia pandai melihat gerakan lawan-

Demikianlah ia menginsafi bahayanya serangan Pek see. Tapi ia tidak takut, malah ia menyambutnya sambil tertawa, ia menggeraki pedangnya yang kanan, ia bukan menangkis atau menabas seperti ia melayani Lauw Keng Ciok tadi, hanya ia memapaki untuk menampa

Kee Pek see lihai, serangannya itu diberikuti gertakan, pedangnya dari mengincar ke kiri diteruskan kekanan, Tapi Thian Hong melihatnya, imam ini telah menduga, maka dia juga menggeraki pedang kirinya, hingga kali ini kedua pedang bentrok hingga nyaring.

Pek see terkejut Kesudahannya bentrokan itu hebat, untuk menyerang pula, ia menarik pedangnya. Apa mau, tak dapat ia mencapai maksudnya itu. pedangnya seperti nempel keras dengan pedang lawan-

Menyusuli itu, pedang kanan dari Thian Hong cinjin sudah bergerakpula, sudah lantas menabas.

Tidak dapat dibayangkan kagetnya Koe Pek see semangatnya seperti terbang pergi, ia terancam bahaya lengan kutung seperti keponakannya tadi. Karena ia tidak dapa^ menarik pulang pedangnya terpaksa, ia melepaskan cekalannya, tubuhnya dilenggakkan untuk berlompat meluncur mundur

Itulah satu-satunya jalan untuk ia menolong jiwanya.

Thian Hong cinjin bersenyum, ia meng g era ki tangan kirinya dengan begitu pedang nya Pek see lantas terlempar kearah orang she Koe itu. "sambut" ia berkata.

Pek see menyambut pedangnya, mukanya suram. "Tiga tahun kemudian aku si orang she Kee akan

berkunjung ke Tay Pa san untuk menerima pengajaran” ia berkata, Terus ia berlompat kearah taman, untuk pergi menghilang diatas genteng, sebelum ia pergi jauh ia masih mendengar suara nyaring dari si imam yang berseru: "Tak usah Koe Loosoe datang berkunjung nanti setengah tahun lagi pintoo akan datang sendiri ke Khong Tong San-

Atas itu ia menjawab: "Baiklah."

Tiong Hoa menghela napas sendirinya.

"Dalam hanya sekejap,jugojago Khong Tong Pay itu mengalami keruntuhan, yang satu terlukakan, yang lain terkalahkan, ia tanya dirinya sendiri, bagaimana ia harus berbuat. Dengan mangan kosong melayani pedang mustika itu, sungguh pegangannya tak ada. Tapi tak maju, itulah tak dapat...

"Seharusnya Ceng Shia Jie Ay yang maju," pikirnya pula, Kecuali mereka yang lainnya sudah jeri, Koay-bin Jin Him, seperti aku tak dapat maju dengan tangan kosong." Tanpa merasa ia menoleh kepada kedua jago tua yang kate dari Ceng Shia San itu.

Si Putri Malam, yang belum mau berkisar kebarat, menerangi mukanya ke dua si Kate. Terlihat nyata daging dimuka mereka bergerak-gerak dan mata mereka bersorot tajam.

"Apa juga yang kamu pikir, sekarang tak dapat kamu mundur lagi," pikir Tiong Hoa. "Jikalau tidak, kosong belaka nama besar kamu..."

Ceng Shia Jie Ay tak berdiam lama, Sebat luar biasa mereka telah meraba h kepinggang mereka hingga sejenak saja masing-masing telah mencekal sebatang pedang warna hitam.

Lalu Kok It terdengar tertawa lama dan berkata: "Kami kedua tua-bangka kate sudah tidak meng g una i pedang kami selama tiga-puluh tahun, malam ini kami mengecualikannya, untuk memberi ketika kepada keduanya untuk belajar kenal dengan ahli pedang nomor satu dikolong langit Secara begini taklah kami membuat pedang kami kecewa"

Pedang mereka itu pedang lunak, waktu dikeluarkan keduanya memain seperti tubuh ular, akan tetapi kapan kedua jago itu mengerahkan tenaganya, keduanya lantas lempeng- kaku seperti pedang yang kebanyakan- Thian Hong cinjin melihat itu, dia terperanjat sebagaimana air- muka nya banyak berubah.

Ceng Shia Jie Ay tidak menanti lagi, Begitu Kok It berhenti bicara, begitu ia dan saudaranya beriompat maju untuk menyerang, masing-masing kerusuk kiri dan kanan dari Thian Hong.

Imam itu tidak berani berlaku jumawa seperti tadi dia menghadapi Kong ciok dan Pek see. Dia juga melihat, kedua jago ini tidak lantas menggunai ilmu silat Ceng shia Pay. Dari itu dia duga orang rupanya sudah memikir daya untuk menghadapinya.

Dengan lantas dia mencelat mundur tiga kaki, sepasang pedangnya dibuka kekiri dan kanan dengan jurus "Coebo-hoen-hoei." atau Anak dan biang terbang berpencaran-^ Dengan begitu juga ia menghalau serangan ke kiri dan kanannya itu.

Ceng shia Jie Ay tertawa. Tubuh mereka bergerak pula, merangsak. Berbareng dengan itu, pedang mereka turut bergerak. mengulangi serangan mereka. Keduanya bergerak dengan sangat cepat.

Thian Hong membela dirinya dengan bergerak tak kalah hebatnya, Karena dia di kepung berdua, dia seperti dikurung pedang, Untung baginya, kedua jago Ceng shia itu tidak berani mengadu senjata, dengan begitu dia cuma seperti dikacau pelbagai ancaman ujung pedang kedua lawan itu. Tentu sekali karena itu, dia tidak dapat lantas menang diatas angin seperti tadi.

Pertempuran berjalan sangat cepat, sebentar saja tig apuluh jurus sudah lewat.

Selama itu tetap Jie Ay mengambil sikap mengurung, merangsak renggang, renggang merangsak. Mereka menyegani pedang mustika lawan meskipun pedang sendiri bukan sembarang pedang.

Lama-lama Thian Hong cinjin tertawa nyaring Mendadak terlihat tubuhnya lompat berapung. Dengan begitu dia jadi dapat melakukan penyerangan membalas menyerang dari atas turun kebawah. Dia bergerak dengan gerakan Nao Mo sin Hoat yaitu gerakannya lima macam binatang bersayap. Ceng shia Jie Ay terperanjat. Keduanya lantas berlompat mundur, Tak dapat mereka melanjuti siasatnya main mengurung lawan itu, guna menantikan ketika atau lowongan, untuk turun tangan benar-benar merobohkan orang jumawa itu.

Thian Hong hendak merangsak tatkala ia merasai tolakan angin, hingga ia terkejut,

Lekas-lekas ia mundur, Meski begitu, ia terdesak sampai setombak lebih, ia melihat satu bayangan mencelat ke arahnya, ringan sekali bayangan itu turun dihadapannya. Lantas ia menjadi sangat heran hingga ia mengawasi dengan mendelong.

Lie Tiong Hoa berdiri didepannya Lie Tiong Hoa, yang ia sangka bakal terbinasa akibat racun pedangnya, yang ia tahu sangat lihai. Hatinya menjadi bergetar.

"Kenapa tenaga- dalam dia tak termusnah?" dia tanya dirinya sendiri Tegas sekali nampak keheranannya pada wajahnya, Tiong Hoa dapat menerka hati orang, "Apakah tootiang heran karena melihat aku belum juga mati?" ia tanya, tersenyum manis, “jangan kata baru tujuh hari, mesti sampai tujuh tahun lagi, aku yang rendah, percaya aku masih akan tetap hidup dikolong langit ini" ia bersenyum pula.

Tapi ketika senyumannya yang manis itu lenyap. itu di ganti dengan wajah sungguh-sungguh dan kata-katanya cun berat: "Sekarang baiklah kita tak bicara dari hal tak ada perlunya Malam ini tootiang telah memperlihatkan dirimu, dalam sedetik saja tootiang telah mengangkat tinggi namamu, akan tetapi baiklah tootiang mendapat tahu maksud kami datang kemari, ke Kwie In chung ini. Kami bukan hendak memperebuti kedudukan sebagai ahli pedang nomor satu dikolong langit ini, kami hanya datang buat kitab ilmu silat Lay Kang Keen Pouw.

Maka itu baiklah tootiang menanti sampai urusan kitab ini selesai, selanjutnya, terserah kepada tootiang Pula hendak aku memberi-tahukan, sebenarnya untuk tootiang menjadi ahli pedang nomor satu dikolong langit ini. sulit terwujudnya "

Thian Hong cinjin melengak. Tapi cuma sebentar, ia lantas tertawa tawar.

"Kau tidak mati, itulah untung bagus nasibmu," ia kata, "oleh karena dua jiwa cuma diganti satu jiwa, permusuhan masih belum selesai Lagi pula, jangan kau girang tidak keruan Baiklah akupun membeli keterangan kepadamu, Maksudnya cinjin- kamu datang kemari bukan melainkan untuk urusan merebut kedudukan serta pembalasan-sakit hati tetapi sekalian juga guna mendapatkan kitab ilmu silat yang kau sebutkan itu.

Untuk itu, aku hendak mengandal pada ilmu pedangku Loosoe sekalian, andaikata kamu merasa tenaga kamu tidak cukup, aku persilahkan kamu lekas mundur sendiri dari Kwie In Cung, jangan kamu campur dalam urusan ini

."

Imam ini belum menutup rapat mulutnya atau Tiong Hoa sudah membentak bagaikan guntur: "Tutup mulutmu " Lalu si anak muda meneruskan : "Tootiang, kau terlalu tercebur Aku yang rendah, yang tidak tahu tenaga sendiri, ingin aku belajar kenal dengan ilmu pedangmu yang menjagoi di kolong langit ini "

Thian Hong cinjin tertawa, Dia menganggcp anak muda ini terlalu jumawa. "Dengan kepandaianmu ini kau berani banyak lagak. sungguh nyalimu besar" dia kata menghina, "Melihat nyalimu yang besar melebihkan nyali lain orang itu, baik, kau majulah Aku janji, cinjin kamu tidak bakal merampas jiwamu. hanya lain kali, apabila kau bertemu pula denganku, itulah urusan lain.”

Tiong Hoa tidak menjawab lagi kata-kata orang, ia tidak mau melayani bicara, melain kan romannya keren, ia lantas menghampirkan sebuah pohon yanglioe, ia mematahkan cabangnya sepanjang tujuh kaki, lalu dengan membawa itu ia bertindak sabar kedepan si imam, untuk berdiri tegak terpisah kira satu tombak.

Ketika itu Ceng shia Jie Ay sudah berdiri dipinggiran, diluar kalangan, Hati mereka tidak keruan rasa. Mereka menyesal dan malu dan mendongkol juga. Mereka ingat tadi, waktu Tiong Hoa terancam bahaya mereka berdiri menonton saja.

Sebaliknya barusan, selagi mereka menghadapi bahaya, Tiong Hoa sudah turun tangan, hingga nama baik mereka dapat dilindungi. Karena menolongi mereka, si anak muda mesti menghadapi imam yang liehay itu. selama itu, terus mereka memperhatikan orang, maka mereka menjadi heran bahkan terkejut melihat orang mengambil cabang yanglioe. Didalam hati mereka kata : "Ah, anak muda ini. Dia terlalu percaya dirinya sendiri.

Tak perduli bagaimana tangguh tenaga dalam seorang tak dapat cabang pohon dipakai melawan senjata tajam, apapula pedang mustika "

Karena ini, mereka mengawasi dengan per hatian yang lebih-lebih Mereka memikir kalau anak muda itu terancam bahaya pula, mesti mereka turun tangan menolongi.

Thian Hong cinjin sebaliknya menyedot hawa dingin, Melihat si anak muda memilih cabang yanglioe, tahulah ia bahwa orang sebenarnya liehay sekali, Maka dengan mata tajam ia mengawasi anak muda itu, untuk melihat bagaimana orang mulai bersilat.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar