Bujukan Gambar Lukisan Jilid 06

Jilid 6. Ilmu Kera Terbang Cee-cit

Bukan main mendongkolnya Tiong Hoa. ia merasa sangat terfitnah.

"Aku si orang she Lie, aku laki-laki sejati." ia berseru, "Mana dapat aku melakukan itu macam perbuatan jahat dan busuk? Kenapa kau menuduh begini rupa? Lekas kamu jelaskan tuduhan kau ini"

Cee Cit melihat sikapnya Tiong Hoa, ia mau percaya anak muda ini tidak melakukan perbuatan seperti dituduh itu, bahwa dia telah terfitnah. Maka ia lantas merangkap kedua tangannya akan memberi hormat pada si imam, sembari tertawa ia kata: "Loocianpwee, loocianpwee tentulah Boe seng im seng Loocianpwee dari tanah perbatasan?" Imam itu bersenyum, ia mengangguk perlahan.

"Benar, itulah pintoo adanya." ia menyahut "Pintoo biasa merantau maka itu pintoo telah mendengar banyak tentang nama Cee Pangcoe yang sangat terkenal sebagai ketua Thian

Hoo Pangcu, Pintoo telah mendengar juga bahwa Pangcoe sangat menjunjung keadilan-maka itu pintoo sangat mengagumi kau."

Kwie Kian cioe bersenyum. "Tidak berani aku menerima pujian lo-cianpwee," katanya merendah.

Imam itu lantai berpaling kepada Souw Leng Hoei, "Leng Hoei, dalam segala hal tak dapat kita mendengar satu pihak saja, ia berkata. Aku lihat Lie cie Tiong ini bukan miripnya orang jahat, maka itu baiklah kau berlaku teliti, sesudah ada kepastian baru dapat kau bertindak."

Anak muda itu agaknya jengah, dia berdiam, Menampak sikapnya dua orang itu, yang mulai berubah, dada Tiong Hoa lega sedikit.

"Locianpwee,” berkata Cee cit pula, "ijinkanlah aku bicara sedikit. Aku ini telah di celakai Hoao-thian ciang Yan Loei pada sepuluh tahun yang lampau, aku telah dipincuk dan dijebak masuk dalam perangkap yang merupakan rumah dalam tanah di sana itu. syukur aku dapat bersemedhi menurut ajaran guruku, aku dapat hidup sampai sekarang ini. Aku telah ditolongi Lie Laotee ini, yang pun telah dijebak dalam perangkap seperti aku.

Enam hari sudah dia berada di dalam kurungan baru saja barusan kami dapat keluar, oleh karena itu aku percaya Lie Laotee telah dituduh karena fitnah belaka dan si tukang fitnah yalah bangsat she Yan itu, jikalau loocianpwee tidak percaya silahkan kau masuk ke dalam liang dijebakan itu untuk memeriksa."

Sembari berkata, Cee Cit menunjuk ke liang beberapa tombak dekat mereka.

Im san le-soe suka mendengar keterangan itu, bersama Souw Leng Hoei ia pergi ke mulut liang jebakan. Lantas saja si imam menjadi gusar. "Yan Loei demikianjahat, tidak seharusnya dia dibiarkan lolos" katanya sengit.

Lie Tiong Hoa lantas menduga dari perkataan imam ini bahwa Yan Kee Po pasti telah mengalamkan penyerbuan dan kabur, karena mana tentulah sarangnya Yan Loei sudah pecah.

"soehoe," berkata Leng Hoei, yang menghampirkan si imam, "habis bagaimana keterangannya Lao san sam Eng?

Mendengar perkataan orang ini, Tiong Hoa lantas mendusin.

“Jikalau begitu, aku yang muda dapat memberi keterangan." ia lantas berkata, ia terus menuturkan halnya di rumah makan ia bertemu Yan Hong dan seterusnya selama ia berkenalan dengan anaknya Yan Loei itu.

Souw Leng Hoei mau percaya keterangan itu, lantas ia menghampirkan Tiong Hoa dengan roman likat, ia mamberi hormat untuk berkata: "Aku masih muda sekali, aku kurang pengalaman Aku minta maaf yang aku sembarang percaya perkataan orang jahat."

Lie Tiong Hoa menyingkir tak mau ia menerima hormat itu, Bahkan ia kata "tidak berani aku menerima hormatmu ini"

Dingin suaranya itu, ia masih mendongkol selain di fitnah ia telah diserang secara keterialuan

Im San le-soe tertawa, dia lantas berkata: "Sudah lama pintoo mengundurkan diri. karena gara-gara Ngo- sek Kim-bo ini, terpaksa aku mesti muncul pula dalam dunia Kang ouw, Ngo-sek Kim-bo terjatuh didalam tangannya Yan Loei, itulah berbahaya, Kalau dia bekerja sama kaum sesat dan dengan segera itu ia membuat pedang mustika, sungguh hebat ancaman buat dibela kang hari."

Ia bersenyum, lalu dia menambahkan: "Cee Pangcu, sekarang ini kau hendak pergi ke mana?" Cee cit tertawa tak wajar, ia rupanya menahan kegusarannya.

"Sepuloh tahun aku terpenjarakan, sepuluh tahun aku tersiksa dalam neraka dunia." menyahut ketua Coan Pang, "Maka itu, setelah sekarang aku berhasil melihat pula langit dan matahari, tak dapat aku melupakan kejahatannya bangsat she Yan itu. Loocian^wee, suka aku turut kau pergi mencari rtia, tapi di dalam Partaiku mesti telah terbit urusan oleh karenanya perlu aku pulang lebih dahulu untuk melihat dan mengurusnya, setelah itu barulah dapat aku pergi merantau."

Ia bersenyum, terus ia menambahkan Juga sekarang ini aku mesti lekas mencari rumah makan karena sudah sepuluh tahun aku belum pernah dahar sebutir nasi juga..." Im San le-soe tertawa,

"Sungguh Cee Pangcu seorang jujur dan baik hati" ia memuji. ia lantas mengeluarkan sebuah peles kecil, dari dalam situ ia menuang keluar dua butir pel marah, yang baunya harum, sembari memegang itu di telapakan tangannya, ia tertawa dan menambahkan " Kalau begitu, Pangcu, perlu Pangcu mendapat obat, Kedua pelku ini bukan obat dewa tetapi aku percaya bakal ada faedabnya untuk membikin kuat tubuh pangeoe, silahkan pangeoe berdua memakannya . "

Cee cit percaya imam itu, ia menjadi girang. "Terima kasih" ia kata, ia lantas makan obat itu.

Lie Tiong Hoa pun buyar kemendongkolannya, maka ia ambil obat itu dan makan, ia merasakan bau harum dan dadanya menjadi nyaman.

Im san le-soe bersenyum, dia kata, "Kami berdua perlu lekas menyusul Yan Loei maka itu ijinkanlah kami berangkat lebih dulu semoga kita akan lekas bertemu pula" Lantas ia mengajak Souw Leng Hoei pergi. oalam sekejab saja mereka sudah pergi jauh dan menghilang didalam rimba. Tiong Hoa kagum untuk kegesitan si imam.

Kwie Kian Cioe menggeleng kepaia, dia kata perlahan: "Tidak kecewa Im san Ie-soe dinamakan Boe seng dari wilayah perbatasan, ilmu ringan tubuhnya itu sudah mencapai puncak kemahiran."

Kemudian ia berpaling pada Tiong Hoa, untuk berkata: "Lao-tee. kaulah sahabatku satu-satunya, maka itu kalau kau tidak mempunyai urusan lain, mari kau turut aku si tua ke selatan untuk kau membantu aku."

Tiong Hoa tidak berpikir lama untuk menerima baik ajakan itu, ia memangnya sebatang kara dan tanpa tujuan lain kecuali mencari lukisan. "Yoe san Goat Eng" serta sekalian mencari Cek In Nio yang bayangannya seperti senantiasa berpeta di depan matanya. "Baiklah," sahutnya. Cee- cit girang sekali,

"Kau nampaknya berduka laotee, kau mesti mempunyai suatu urusan penting," ia berkata, "Maka itu aku berjanji, sebagai ketua Coan Pang, setelah urusan Partaiku beres. aku nanti membantu kau memecahkan kesulitanmu itu. Bagaimana, apakah kau suka menerima bantuanku?"

"Saudara Cee sudi membantu aku, suka sekali aku terima," sahut Tiong Hoa. "Hanya urusanku itu masih terlalu pagi untuk di beritahukan kepada kau, Lain kali saja ku menjelaskannya Lebih dulu aku menghaturkan terima kasih." ia lantas memberi hormat sambil menjura.

Cee Cit, terima hormat itu sambil tertawa bergelak. "Kita orang Kang-ouw, kita harus menyingkirkan

segala macam adat-istiadat." katanya. "jikalau kau tidak terjebak. laotee, mana dapatjiwa saudaramu ini ditolongi kau? Boleh dibilang, jiwa itu terserah kepada takdir tetapi aku tetap sudah menerima pertolongan kau, Maka itu, aku juga berhutang budi kepadamu, Bagaimana aku harus membalasmu? sekarang sudah sore, mari kita berangkat,"

Memang juga matahari sudah turun rendah di arah barat dan cuaca mulai guram sedang angin meniup keras. Burung-burung telah pada terbang pulang dan mengasi dengar kicauannya.

Rumah Yan Loei besar tapi sekarang rumah itu gelap gulita, Ketika mereka berdua pergi ke hutan bambu, hutan itu tidak keruan macamnya. Pohon-pohon bambu patah dan rebah, daunnya berhamburan.

Bahkan tempat kediamannya Cian cioe Koan Im juga tak luput dari serbuan, sebab tamannya, rimbanya, kacau juga.

Mereka keluar dari Yan Kee Po, terus mereka lari, selagi sang Puteri malam muncul mereka masih berlari- lari di tega la n yang bersinar seperti perak.

ooo

Bulan keempat di Kanglam yalah akhir musim semi danpermulaan musim panas, Ketika itu pohon-pohon yangliu lagi berombak-ombak burung burung kepodang lagi bernyanyi-nyanyi, pemandangan alam indah nya bukan buatan.

Justeru begitu maka itu hari ditepi telaga Hian Boe ouw diluar kota Kim-leng, di dusun Hang Hoa Coen, terlihat munculnya dua orang. Yang satu adalah seorang tua yang rambutnya panjang terurai sampai d i pundaknya, jalannya dibantu tongkat karena kakinya tinggal sebelah, yang lainnya seorang pemuda tampan. Oleh karena mereka merupakan pasangan yang tak setimpal, dengan sendirinya mereka menarik pandangan banyak orang.

Merekalah Kwie- kian- cioe Cee-cit dan Lie Tiong Hoa, Mereka lantas duduk bersantap berdua. Gembira nampaknya mereka. Mereka bicara perlahan satu dengan lain, kadang kadang mereka tertawa, tangan mereka menunjuk kepada kepermaian sang alam.

Telaga Hiao Boe ouw, yang pun disebut Houw Guw atau Telaga Belakang, memang indah sekali, hingga disitu orang suka pesiar berjalan-jalan atau main perahu.

Bertetangga dengan mereka itu berdua ada sebuah meja serta empat orang yang duduk mengitarinya. Yang seorang sudah ubanan semua rambutnya, tiga yang lain dari usia lebih kurang tiga puluh tahun.

“Keponakan Eng," kemudian terdengar si orang tua, "aku tidak sangka dalam usia lanjut ku ini aku memperoleh nasib buruk begini Kim-Ieng Jie Pa keterlaluan. Didalam tempo tiga hari, mereka memastikan aku mengganti uang tiga puluh laksa tahil perak. Benar aku telah membuka dan mengurus piauw- kiok dua puluh tahun lebih akan tetapi tidak dapat aku menyimpan uang demikian banyak. Walaupun rumah tanggaku dijual, tidak nanti aku dapat mengumpulkan jumlah itu... Ah"

Air matanya orang tua itu lantas turun meleleh, hingga tak dapat ia bicara lebih jauh.

Tiong Hoa heran, kata-kata itu tak ada kepalanya, tak ada ekornya.

"Coba Thie sie Tayhiap ada disini, pasti urusan mudah dibereskan"" kata seorang yang lain agak keras. "Maka sekarang ini tidak ada lainjalan daripada mengangkat kaki, Lain kali barulah kita kembali..." Tiong Hoa melirik diam-diam, ia melihat alisnya si orang tua rapat satu dengan lain, dia itu menghela napas dan berkata: "sekarang ini kita sudah diawasi Kimleng Jie Pa, tak dapat kita menyingkir. Kita cuma dapat menunggu." Romannya orang tua itu membangunkan simpati orang.

Kwie Kian cioe pun melihatnya. dia tertawa dan kata perlahan pada kawannya: "Laote, jikalau kau ingin mengangkat namamu maka kau harus membantu empat orang itu. Baiklah kau melakukan, sesuatu yang menggemparkan dunia Kang ouw"

Lie Tiong Hoa bersenyum. "Berbuat baik adalah keinginanku tetapi nama kosong bukanlah yang aku harap" katanya tertawa. ia lantas mengawasi tajam empat orang itu, Terus ia menanya, "Apakah saudara Cee kenal mereka itu?"

Matanya Kwie Kian cioe memain. "setelah lewat sepuluh tahun, romanku telah menjadi berubah sekali." berkata Cee-cit, yang seterusnya dipanggil saudara atau kakak Cee, "Melainkan kaki tunggalku ini yang tak turut berubah Aku mengenali dia, dia sebaliknya, Apa aku bisa bilang?" ia lantas tertawa nyaring hingga ia menarik perhatian banyak orang.

Tepat itu waktu dari luar bertindak masuk seorang dengan tubuh besar, gede roman-nya jumawa, Di punggung dia itu tergendol sepasang tombak cagak yang dipanggil In-yang-kek, Lantas dia mengawasi tajam pada tiga orang tua, terus dia tertawa dingin dan berkata seram.

"Sekarang ini untuk mengurus jenazah sendiri saja masih tak ada temponya, toh orang masih mempunyai kegembiraan untuk minum arak. He, di kolong langit ini dimana ada seorang manusia yang kegilaan hidup hingga dia lupa pada kematian?"

Seorang muda di sisi kiri si orang tua menepuk meja keras sekali hingga cangkir arak menari nari terus dia berbangkit dan berkata dengan nyaring: Khoe Ho, di dalam tempo tiga hari kami akan mengganti uangnya KimlengJie Pa Buat apa kau bertingkah di sini, seperti lagaknya si rase yang meminjam pengaruhnya si raja hutan?" orang yang baru datang itu terbangun sepasang alisnya

"Setelah mengerti uang, apakah kau kira kamu dapat melarikan jiwa kamu?" berkata dia jumawa, " Kapannya Kimleng Jie Pa pernah mengampuni orang?"

Itu waktu para tetamu lainnya bergegas-gegas meninggalkan rumah makan itu, Mereka rupanya jeri karena melihat suasana buruk itu.

Tiong Hoa dan Cee-cit tidak mengangkat kaki, Bahkan si anak muda jemu melihat lagaknya orang yang dipanggil Khoe ho itu, Cuma sayang ia belum tahu siapa kedua pihak.

Khoe Ho berdiri di pinggir meja Tiong Hoa terpisah lima kaki, sebatang tombaknya terlihat bercahaya mengkilap. Melihat itu, hati si anak muda tergerak.

Segera ia mengambil keputusan, Mendadak ia mengulur sebelah tangannya, yang bergerak bagaikan kilat, bahkan meluncur panjang luar biasa. Karena itu di lain detik, Sepotong seniata itu berpindah ke tangan anak muda ini.

Cee Cit melihat kejadian itu, Dia melirik terus menoleh, untuk melihat keluar.

Lie Tiong Hoa mendapat lihat lirikan itu, ia dapat membaca maksudnya, Tanpa ber-sangsi lagi, ia ayun tangannya kearah telaga. maka teriemparlah sepotong Im-yangkek itu ke permukaan air untuk terus tenggelam. Semua itu terjadi dengan cepat, akan tetapi si orang tua yang bersusah hati itu lihai matanya, dia dapat melihat, karena itu dia menjadi kaget berbareng girang, Kaget karena heran, girang sebab pindahnya senjata orang itu.

Khoe Ho terkejut ia merasa angin bersiur, lalu pundaknya terasa enteng, ia lantas ber curiga, Tangan kanannya segera di balik, dipakai meraih. Kembali ia terkejut, tangannya itu meraih sesuatu yang kosong. Segera ia melirik.

Lie Tiong Hoa bersama Cee cit tetap duduk minum sambil memasang omong berdua saja, mereka bicara periahan, perlahan juga tertawanya. Agaknya mereka berdua gembira sekali. Sebaliknya adalah si orang tua yang agak tak tenang.

Mendadak orang she Khoe itu memperlihatkan roman bengis.

"Yo Eng Pioe." ia membentak. "Kau berani main gila di depan aku Khoe Ho, jangan kau menyesaikan kalau tanganku telengas." Tapi sekarang ini Yo Eng Pioe, demikian orang tua itu, tidak lagijeri seperti nampak semula. Rupanya ia mendapat hati karena melihat Tiong Hoa dan kawannya itu. ia tertawa dan menyahut: "Khoo Ho, kau sendiri yang mempertontonkan kejelekanmu, jangan kau sesalkan siapa juga."

Sementara itu orang she Khoe itu melengak. diam- diam hatinya jeri. ia menduga tentulah itu dua orang, Tiong Hoa atau Cee Cit yang ia tidak kenal, yang sudah menyamber tombaknya.

Justeru itu dari gili-gili telaga terlihat datangnya dua orang, wajahnya ramai dengan senyuman. segera terdengar suaranya gembira dari si orang she Khoe: "Im cianpwee lekas" Ketika itu Cee Cit tak berbicara atau tertawa lagi dengan Tiong Hoa, dengan bengis dia bentak Khoe Ho: "He, kenapa kau bikin banyak berisik di sini ? Kau mengganggu kesenanganku ya" lalu menyusul itu, ia menerbangkan cangkir araknya.

Khoe Ho kaget, dia bingung, sampai tak sempat dia berkelit Tepat cangkir itu mampir di batang hidungnya. Dia kesakitan. sampai matanya kabur. Tanpa dapat dicegah dia menjerit dan hidungnya berboran darah.

Berbareng dengan itu ke dalam rumah makan itu bertindak masuk dua orang, yang pesat tindakannya, Mereka bertubuh kurus kering, bajunya panjang sampai di dengkul, baju itu berwarna abu-abu dan lebar, memain di antara sang angin.

Mereka beroman bengis juga sinarmatanya. Yang luar biasa yala h mereka berdua sama wajah dan potongan mukanya, hingga sulit untuk membedakannya satu dari lain, kecuali yang satunya, d ia lis nya yang kiri ada setitik tai lalat hitam.

Yo Eng Pioe berempat melihat dua orang itu, muka mereka lantas berubah menjadi pucat, terus mereka mengawasi Cee- cit. berdua, agaknya mereka seperti mau minta pertolongan.

Cee- cit pun melihat kepada dua orang yang baru datang itu. Mulanya dia agak heran tetapi lekas juga dia menjadi tenang lagi seperti biasa, bahkan diam-diam dia bersenyum

orang yang tak bertai lalat meoghampirkan Khoe Ho, dia merabah ke muka orang, maka pecahan cangkir tadi lantas tercabut dari batang hidung orang galak itu. "Siapa yang menyerang kau?" orang itu tanya, suaranya seram. Khoo Ho mengusap-usap hidungnya, dia menoleh dan menunjuk. "Dia" dia menyahut. Dia menunjuk Cee- cit. sepasang mata yang galak lantas menatap si orang bercacad.

Orang yang diawasi lantas tertawa dan berkata: "Aku sangka siapa, tak tahunya Im Kee siang Koay dariBokhoe yang pada tiga- belas tahun dulu telah lolos dari kematian dari tangannya Khong Taysoe dari Siauw Lim sie"

Dua orang itu mendelik, romannya menjadi semakin bengis, tanpa mengucap apa-apa, keduanya berlompat maju, tangan mereka masing-masing yang kulit membungkus tulang dan kering dilonjori, menghanjar ke masing-masing pundaknya si kaki buntung sebelah,

Yo Eng Pioe berempat kaget hingga mereka menjerit.

Im Kee siang Koay -- sepasang

siluman Keluarga Im bergerak dengan sangat cepat akan tetapi gerakannya Cee- cit lebih cepat pula, takperduli dia terintang kakinya yang tinggal satu sebelah tangannya bergerak berbareng dengan mendaknya tubuhnya, terus tubuh itu mencelat hingga dia jadi berada disampingnya Khoe Ho

Celaka ialah siluman yang satu, Gerakan nya Cee cit membikin dia terhuyung hampir dia menubruk saudaranya dan melukainya.

Atas semua kejadian itu, Lie Tiong Hoa bercokol tetap dikursinya, romannya angkuh cuma wajahnya yang bersenyum berseri-seri. Dengan satu lompatan, kedua siluman tiba di depan Cee Cit.

"Siapa kau, setan tua" mereka membentak. "Bagaimana kau kenal kami persaudaraan Im?" Kwie Kian cioe tertawa bergelak,

"Biarnya kamu berdua berubah menjadi abu, aku siorang tua pasti mengenali kamu" jawabnya keras, ia mengulur tangannya, menunjuk siluman yang bertahi lalat, berkata: "Kau toh Im siauw Im Han si Memedi Gunung? Dan kau," ia menunjuk siluman yang satunya. " kaulah Bok-Kek Im Leng si setan Kayu, Tentang diriku, kamu rupa nya tak dapat meng ingatnya . "

Khoe Ho sementara itu sudah melampiaskan murka dan penasarannya. selagi Cee Cit berbicara itu. diam diam dia menyerang dengan timpukan paku rahasianya paku touw sim-teng. dia bahkan menggunai seraup banyaknya.

Cee cit liehay, ia melihat orang membokong ia lantas menyampok dengan tangan kirinya dengan begitu ia membikin semua paku itu terpental ke lain arah.

Berbareng dengan itu, dengan tangan kanannya, yang mendadak terulur lebih panjang tiga kali, ia menjambak punggung orang.

Suara berkeretek adalah akibat sambitan itu, disusul dengan jeritan menyayatkan hati yang keluar dari mulutnya si pembokong .Tulang-tulang nya Kho Ho remuk tercengkeram dan darahnya mengucur keluar.

Kwie Kian cioe tidak bekerja kepalang tanggung, ia mengangkat tubuh orang selagi Khoe Ho menjerit pula, tubuh itu dilemparkan keluar, hingga orang tercebur di permukaan telaga Hian Boe ouw, yang airnya muncrat keempat penjuru. Im Kee siang Koay kaget sampai mereka menjerit .

ooooo

BAB 9

DENGAN kedua matanya seperti mau berlompat keluar, san-siauw Im Han danBok Kek Im Leng mengawasi Cee cit. Orang yang diawasi itu tidak takut, ia berdiri bersenyum dingin dengan tubuhnya di tunjang tongkat kayunya, ia berbalik mengawasi dengan angkuh.

Im Kee-siang-koay gusar bukan main, meski begitu, mereka rada jeri, Mereka heran menyaksikan gerakan gesit darisipincang dan tangannya demikian cepat dan panjang. Mereka tidak menginsafi "Hoei Wan cioe" dari Cee- Cit.

Mulanya Cee cit memperoleh ilmu "Kera Terbang" itu dari seorang pendeta bangsa India. sulit untuk mempelajari itu, yang mesti digabung dengan ilmu yoga, Benar ia pernah menjagoi tapi pad a sepuluh tahun yang lampau itu, ilmunya belum sempurna adalah selama dipenjarakan di dalam tanah, ia meyakinkannya lebih jauh hingga sekarang ia menjadi mahir sekali, ia mempelajari itu bertahun-tahun tapi Tiong Hoa dapat menyangkut dalam tempo tiga jam maka mengertilah ia bahwa si anak muda berbakat luar biasa.

Selama sepuluh tahun cee-cit bisa mengendalikan diri, tetapi sekarang, setelah melihat langit dan matahari pula, tak puas ia menyaksikan kegalakannya Khoe Ho, maka itu, bersama sama Tiong Hoa, ia turun tangan, hingga ia mesti menghadapi dua siluman she Im itu.

Melihat orang masih berdiam saja, Cee cit tertawa.

" Hebat, segala memedi muncul di siang hari." dia kata mengecek. "Hari ini kamu bertemu aku si penakluk setan." dia tertawa pula.

Habis sabarnya san siauw Im Han- Mendadak dia menggeser tubuh ke kiri, lantas tangan kirinya meluncur, dengan lima jarinya dia menjambak ke arah Cee- cit, mengarah rusuk kiri dimana ada jalan darah kieboen, Dapat dimengerti berapa cepatnya gerakan-nya itu, Tiba-tiba terdengarlah suara memberebet pecahnya baju. itulah bajunya Im Han, Dia menyerang tetapi belum dia mengenakan sasarannya, tangannya itu telah ditarik pulang dengan kaget seperti dia dipagut ular segera dia berpaling, mengawasi Tiong Hoa dengan bengis. Bajunya di bagian punggung robek hingga terlihat punggungnya yang bagatkan tulang hitam.

Cee- cit tertawa tak hentinya.

Yo Eng Pioe berempat juga tertawa terpaksa.

Tiong Hoa tertarik hatinya seperti Cce-cit karena sepak terjangnya kawan itu, maka sekali si siluman menyerang sang kawan, ia menjambret punggung orang itu.

Kedua siluman menjadi kaget dan heran. Keduanya lantas berpikir: " Siapakah dua orang ini? Baik romannya, baik ilmu silatnya, belum pernah aku mendengarnya."

San siauw lm Han bingung, mendongkol dan berkuatir, Dialah jago kecuali roboh di tangan Khong Taysoe, belum pernah dia menghadapi musuh lainnya yang tangguh, dia tidak sangka, hari ini dia menghadapi si anak muda dan si orang tua yang liehay itu, Kalah dari Khong Taysoe, dia masih mempunyai alasan, tetapi sekarang?

Seperti yang telah berjanji, sekonyong-konyong keduanya berlompat menyerang Lie Tiong Hoa, tangan mereka mengarah empat jalan darah pek-hoay, kinceng thian-kie dan samyang dari si anak muda.

Itulah pukulan yang hebat dan ditempat yang hebat pula.

Lie Tiong Hoa dapat melihat serangan itu, sepasang alisnya terbangun. Mendadak tubuhnya mencelat mumbul, berkelit dari ancaman bahaya maut itu, Tapi ia tidak menyingkir jauh, ketika tubuhnya turun, kedua tangannya diluncurkan ke bawah ke arah kedua siluman itu menggunai salah satu jurus dari Kioe Yauw seng Hoei cip sam s ie yala h jurus bergeraknya bintang Lo-auw- chee. Jurus ini ia baru pelajari mahir enam bagian.

Kedua siluman menjadi kaget, mendadak mereka merasai dada mereka sesak. Maka tahulah mereka bahwa mereka benar-benar lagi menghadapi lawan lawan tangguh, keduanya lantas menjejak. untuk lompat mundur tiga tombak. keempat mata mereka melototi mulut mereka mengasi dengar suara dingin dan seram: "Setan cilik"

Orang belum sempat berbicara terus, Cee-cit sudah mencelat dengan tongkatnya untuk menyerang dengan tangan kanannya tangan yang dapat terulur panjang lebih daripada biasanya, untuk menyengkeram pundaknya Bok Kek.

Im Leng kaget sekali, Dia kena tercekal, Lantas dadanya menjadi sesak pula. Dia pun merasakan nyeri seperti ditusuk-tusukjarum. Yang tercekal itu ialah jalan darah kin-ceng, ia merasa sangat tersiksa hingga untuk menahan sakit otot-ototjidatnya menjadi matang biru dan matanya melotot seperti mau lompat keluar.

Im Han kaget dan bingung. segera ia memutar tubuh dan menyerang, ingin ia menolongi saudaranya itu.

Tiong Hoa melepaskan tekanannya, ia lompat kedepan m Han dengan begitu ia dapat menangkis serangan itu, Dengan begitu juga ia dapat membantu Cee Cit, hingga saudara ini tak usah repot menangkis atau berkelit.

Maka bentroklah tangan mereka berdua, Dua-duanya mundur masing masing satu tindak.

Im Han bergidik, Musuh liehay, tak dapat dia melawan terus. Tapi tak tega dia meninggalkan adiknya, Maka dengan mendelik dia mengawasi Tiong Hoa dan Cee-cit bergantian Kembali dia bertanya-tanya dalam hatinya: "Siapakah dua orang ini?" Lama dia menduga-duga, lalu nampak dia terperanjat.

"Tuan" dia menegur Cee-cit, yang ia tatap terus, "bukankah kau sie Gan Tok-kak Kwie Kian cioe yang pada sepuluh tahun yang lampau menggemparkan sungai Tiang Kang bagian selatan dan utara? Bukankah kau Cee Pangcu dari Thian Hong pang Coan?" Ketika dia menanya begitu, mendadak lenyap sikap garangnya. Cee cit tertawa berkakak,

"Benar, itulah aku si orang tua" dia menyahut "Kamu tentunya tidak memikirnya bukan? Aku si orang tua tidak memiliki kepandaian apa-apa kecuali menggayang setan dan menelan iblis siapa suruh kamu mengantarkan dirimu? Maka kamu tak dapat menyesalkan siapa juga"

Im Han merasakan seperti hatinya hancur remuk dan semangatnya seperti terbang. Dia tahu benar ketelengasannya Cee-cit, tidak biasanya orang lolos dengan mudah dari tangannya orang itu -- orang mestinya tersiksa atau sedikitnya mendapat malu besar bila orang berurusan dengannya, Maka, tak ada lainjalan, dia lantas menanya: "Cee pangcu, dengan apa kau hendak menghukum kami?"

"Mudah sekali" sahut Cee-cit, perlaban, sembarangan "Lebih dulu biarlah adikmu tnerasai penderitaan Souw Im Pek hiat," baru dia menyicipi nyeri dan ngilunya tulang- tulangnya remuk dan otot-ototnya putus, akan kemudian, sesudah keluar darah dan mata, hidung, mulut dan telinganya semua, baru dia kering darahnya dan musnah tulang nya dan akhirnya berangkat ke lain dunia.

Semua itu akan mengambil tempo cuma dua jam, lantas adikmu akan merasa sangat berbahagia." ia berhenti sebentar, lalu ia menambahkan sembari bersenyum: "Kau sekarang masih bebas merdeka, maka kau dapat lekas-lekas mengangkat kaki lari menyingkir dari sini, jikalau kau ayal-ayalan maka kau nanti terlambat." Wajahnya Im Han menjadi geram, airmata nya lantas menetes jatuh.

Tiong Hoa mengawasi san sia uw, kemudian ia memandang Bok-kek. Muka Bok-kek si setan kayu mandi keringat, yang turun deras seperti hujan, tubuhnya menggigil bergemetaran. im Han si Memedi Gunung mengawasi adiknya, airmata nya mengucur.

Tanpa merasa, ia menjadi merasa kasihan, ia lantas berpikir: "Aku orang baru, aku tak tahu halnya Im Kee siang Koay ini. Nama mereka menyeramkan, pantas kalau mereka jahat dan kejam, pantas mereka terhukum. Tapi sang kakak begini menyayangi adiknya, nyatalah sifatnya belum terlalu rusak. sayangnya dia belum insaf dan memperbaiki diri."

Ia menjadi tidak tega, maka ia kata pada kawannya "saudara Cee, aku lihat mereka ini tidak terlalu buruk. baiklah mereka diberi ampun, asal mereka suka berjanji tak akan berbuat jahat pula . "

Cee cit tertawa, lantas ia melepaskan cekalannya.

Bok-kek Im Leng sudah merapatkan matanya, ia tinggal menanti siksaannya Kwie- kian Cioe, tetapi begitu musuh melepaskan tangannya, ia lantas tak merasakan sakit lagi kecuali sisanya tadi, tinggal tenaganya yang tak lantas pulih.

San-tauw lm Han mengawasi Tiong Hoa dengan sinarmatanya yang berterima kasih, ia lantas merangkap kedua tangannya memberi hormat seraya berkata: "Kami dua saudara Im, kami dapat membedakan budi dan sakit bati, maka itu selama kami masih hidup, selamanya juga kami akan ingat baik baik budi yang besar ini."

Ia terus memandang Cee cit. untuk menambahkan: "Kami alpa, kami kena didului, maka itu kami kena dipengaruhkan Cee pangcu, walaupun demikian, teranglah memang kami kalah kepandaian, dan itu di belakang hari kami masih hendak meminta pengajaran dari pangcu." Habis berkata begitu, dia berkata pada Bok kek: "Mari kita berangkat."

Im Leng menurut, Dua saudara itu mengibas tangan baju mereka, lantas mereka berlompaian turun, bukan kedarat hanya ke telaga di mana ada banya k pohon teratai, dengan menginjak itu, mereka tiba di sebrang untuk melenyapkan diri diantara pepohonan yang lebat.

Kwie Kian cioe mengawasi Tiong Hoa.

"Aku tidak sangka kau berhati begini pemurah, laotee," ia berkata bersenyum, Kemudian ia menambahkan: "Benar apa yang Im Han bilang barusan, kepandaian mereka dengan kepandaian kita berimbang, hanya mereka telah kena didahului Mereka menyerah untuk Hoei Wan cioe kita, hingga mereka tak keburu berdaya, Coba mereka sabar dan waspada, entah bagaimanalah kesudahannya."

Ketika itu Yo Eng pioe datang menghampirkan, Dia memberi hormat.

"Cee Tayhiap." katanya, " belasan tahun dulu pernah aku mengunjungi kau, lalu kemudian aku mendengar berita bahwa kau telah menutup mata, maka sungguh di luar dugaan hari ini aku dapat bertemu kau dengan kau tak kurang suatu apa, kecuali wajah tayhiap yang telah berubah hingga aku tidak lantas dapat mengenali."

Habis berkata kepada Kwie Kian cioe itu, ia berpaling kepada Lie Tiong Hoa, buat memberi hormat juga seraya menghaturkan terima kasih.

Tiong Hoa ramah-tamah, ia merendahkan diri, katanya tak dapat ia menerima ucapan terima kasih itu.

Kemudian Eng pioe kata pula pada Ceo Cit: "Aku minta sukalah tayhiap berdua berjamu bersama-sama kami, Pula ada suatu urusan yang aku minta tayhiap suka bantu membereskanny a . "

Cee Cit tidak mengatakan apa apa akan tetapi alisnya berkerut.

Yo Eng Pioe melihat kesulitan orang, ia lantas berkata pula: "inilah bukan melulu urusanku pribadi, ini pun mengenai tayhiap. karena mana aku menjadi berkuatir, Karena itu aku jadi membesarkan hati mengundang tayhiap sudi bersantap bersamaku."

Menampak kesungguhan hati orang, Cee Cit tertawa. "Kelihatannya aku si orang she cee mesti mencampuri

pula urusan Kang ouw yang ruwet" katanya. "ia tidak berduka hanya sebaliknya, walaupun ia masih belum tahu urusan itu menyangkut dirinya secara bagaimana, "Baiklah, mari kita pergi"

Yo Eng Pioe menjadi girang sekali, lantas ia mendahuluijalan dimuka, ia panggil pemilik rumah makan "Heng Hoa coen" itu, untuk memberikan uang sepotong perak, katanya guna mengganti segala kerugian barusan, sekalian supaya dia lekas menyajikan sama barang hidangan- Uang dapat menyelesaikan segala apa demikianlah pemilik Hang Haa coen itu, yang tadinya berdiri diam dengan hati kebat kebit, Dia tertawa, dia mengucapkan terima kasih, lantas dia pergi guna menyiapkan barang hidangan yang diminta itu. Sebentar saja orang sudah duduk berkumpul.

Yo Eng Pioe menghela napas ketika ia mulai membuka pembicaraan, ia kata. "Sudah dua puluh tahun lebih aku si orang she Yo membuka Hiong Hoei Piauw Kiok di kota Kimleng, selama itu aku bersyukur kepada bantuannya sesama kaum Kang ouw hingga aku memperoleh kemajuan, luas pergaulanku dan sangat sedikit mengalami gangguan-

Baru kira-kira setengah bulan yang lalu, aku mendapatkan kesulitan, Kim-lengJie Pa telah datang kepada kami buat minta dilindungi barangnya untuk kota raja, Mereka gagah

dan kesohor, mereka toh minta bantuan kami, sendirinya perbuatannya itu sudah mendatangkan kecurigaan, tetapi kami membuka piauwkiok. tidak dapat kami menampik pekerjaan maka juga besokannya pagi aku sudah berangkat mengantarpiauw itu.

Begitu kita melewati kota kaug-ouw, lantas barang itu lenyap tanpa ketahuan, tiga hari kami mencari dengan sia sia tanpa ada endusannya. Terpaksa kami pulang ke Kimleng untuk berdamai dengan Kimleng Jie Pa.

Mereka menjadi sangat gusar, sekali mereka menuduh kami hilap dan menelan piauw itu, Lantas mereka minta supaya barang itu dikembalikao, atau kami mengganti sebanyak tiga puluh laksa tahilperak.

Atau kalau dua-duanya tak dapat kami penuhkan, kami disuruh menyerahkan piauwkiok kami..." 

"Apakah KimlengJie Pa itu orang-orang yang baru muncul?" Cee Cit tanya. "jikalau mereka mau mengusahakan piauwkiok. mereka dapat membuka yang baru, tak ada perlunya mereka mesti merampas Hiong Hoei Piauw Kiok."

"Begitulah kalau menurut pikiran umum," kata Yo Eng Pioe "Tayhiap tak ketahui bahwa mereka mengandung maksud, Aku sendiri baru kemarin aku ketahui maksud apa adanya itu. Baiklah tayhiap ketahui, Kim-lengJie pa terdiri dari dua saudara Sian namanya yalah Couw dan Wat.

Tak jelas asal usul mereka, cuma diketahui mereka gagah Duduknya perkara yalah begini: "Aku murid Boe tong-pay, sekarang ini Tiat tek coe Jie siong Gan, pangcu dari Thian Hong Pang Coan, bentrok dengan Bu tong pay, Mulanya tahun yang sudah, karena itu Jie siong Gan hendak mengganggu aku. Buat itu dia pakai tenaganya Kim-leng jie Pa. Dengan mengganggu aku Jie siong Gan ingin memancing keluar guruku, supaya sekalian mereka dapat tumpas. jikalau mereka berhasil, Thian Hong Pang hendak menancap kaki di wilayah kang-lam..."

Mendengar namanya Jie siong Gan, kumat kemarahannya Cee cit, hingga alisnya berdiri matanya mendelik, dadanya berombak.

Jikalau begitu dua saudara sian itu pastilah orang Thian Hong Pang," dia kata keras "Terang sudah, piauw kamu itu dirampas oleh orang Jie siong Gan. Hmm, jikalau aku tidak bikin tubuh siong Gan ludas menjadi abu, tak nanti aku puas Yo Loosoe, jangan kuatir aku nanti bantu kau." Yo Eng Pioe girang mendengar janji itu, ia menghaturkan terima kasih, ia memang percaya, kali ini cee-cit muncul tentu untuk bereskan urusan coan Pang yang selama tahun-tahun yang belakangan ini sepak terjangnya kacau, tak lagi rapi seperti dulu, hingga telah terbit juga keruwetan dalam kalangan Rimba Persilatan.

sebaliknya banyak orang Rimba persilatan yang berpeluk dagu saja, untuk tidak terlibat dalam kekacauan yang membahayakan itu.

Selama Eng Pioe bercerita itu, perhatiannya Tiong Hoa tidak ketarik, bukannya ia memasang telinga, ia justeru memandang selalu ke muka telaga yang indah, yang menarik perhatiannya. Kalau toh ia berpikir, ia memikirkan pengalamannya, hingga ia menjadi ruwet pikirannya .

Cee-cit bersenyum melihat kawannya itu.

"Laotee, apakah ada sesuatu yang kau pikir kan keras? Dia tanya, "Nanti setelah urusan ini beres, kakakmu akan membantu kau menyelesaikan atau memecahkan itu." Tiong Hoa bersenyum, ia tidak menjawab,

Ketika itu barang santapan telah disajikan atas undangan Yo Eng Pioe, Cee-cit lantas bersantap. Dia dabar dan minum dengan bernapsu.

Tengah mereka berjamu itu, tiba-tiba empat orang muncul untuk terus menghampirkan Yo Piauwsoe.

Mereka itu bertubuh besar dan pakaiannya sings at, satu di antaranya terus berkata kepada Eng Pioe, keras: "sian Tan-coe menanya Yo Loosoe tentang piauw yang hilang itu, bagaimana hendak dibereskannya, sekarang juga kami menantikan jawaban" Belum lagi orang berhenti bicara, Eng Pioe sudah memotong Dia gusar hingga kumisnya bangun berdiri, Dia kata: "Buat apa kamu terburu naps u, Bukankah masih ada tempo tiga hari? Kamu pergi beri tahu sian Tao-coe, di dalam tempo tiga hari aku akan selesaikan itu, tidak nanti aku membikin majikan kamu menyesal" orang itu tidak mau pergi, bahkan dia tertawa dingin.

"Sian Tan coe memikirkan saja urusan itu hingga dia tidak dapat tidur nyenyak" dia kata. "oleh karena itu batas tempo yang di berikan itu di rubah menjadi hari ini, itu sebabnya kenapa kami diperintah datang ke mari untuk menanyakan dengan mendesak."

"PIak plok" demikian terdengar dua suara nyaring, terus tubuh orang galak itu terhuyung hingga hampir dia roboh terguling. sedang kedua belah pipinya lantas menjadi merah dan bengap. olehnya dirasai sakit dan panas.

Cee- cit tidak puas orang begitu galak dan mulutnya kasar, ia terganggu saat

bersantapnya itu, Maka tanpa membilang apa-apa ia mengulur kedua tangannya dan ditamparkan di kedua pipi orang

Orang itu berdiri sambil memegangi kedua belah pipinya, Untuk sejenak dia merasa kepalanya pusing dan matanya berkunang-kunang, rasa panas dan sakit dipipinya juga tidak lantas hilang, ia memandang Yo Eng Pioe, s ambil paksakan tertawa-- hingga ia jadi tertawa meringis-- ia kata: "Yo Loosoe, aku cuma orang suruhan, taruh kata kau robohkan aku, namamu tidak bakat menjadi tersohor. Baiklah, aku nanti sampaikan ucapan loosoe kepada sian Tan-coe." Habis berkata dia mengajak tiga kawannya berlalu dengan cepat. sampai itu waktu dia masih belum tahu bahwa yang menghajarnya yalah Cee-cit, yang mengulur tangan nya panjang luar biasa,

Seberlalunya empat orang itu, di meja tetangga terdengar suara ini -- suara yang berat: "Sayang sayang Dua gaplokan itu pasti bakal mendatangkan bencana."orang heran, orang menoleh, Mereka melihat orang itu yalah seorang pelajar usia pertengahan yang tubuhnya sedikit gemuk. dia berkata-kata itu sambit dongak mengawasi langit, romannya tenang .tenang saja sedang sebelah tangannya menggoyang-goyang sebuah kipas hitam.

Itulah aneh, karena tadi tak ada orang yang melihat dia datang ke meja sebelah itu. Bahkan Cee Cit menjadi Iikat sendirinya, ia liehay, ia pun tak tahu datangnya orang itu, ia menjadi mendongkol hingga ia hendak mengumbar hawa amarahnya, syukur Tiong Hoa lekas mencegah.

"Hm" ia bersuara sengit, ia menyangka Tiong Hoa kenal orang itu, sedang sebenarnya orang itu asing bagi si anak muda Tiong Hoa mencegah kawannya sebab ia melihat orang mempunyai pelipis yang tinggi, tanda dari pemilikan ilmu silat yang mahir. ia jug a, kalau orang bukannya orangnya Kimleng Jie Pa, mungkin dia orang sama tengah.

Selama berkenalan dengan cee Cit. Tiong Hoa dapat kenyataan kawannya ini bertabiat keras. Di dalam guha dia dapat bersabar tetapi di kolong langit dan matahari, timbul pula tabiat lamanya, sebab segera dia menghadapi urusan partainya yang di kangkangi Jie  siong Gan. Tiong Hoa berpegangan sabar, sebab tanpa kesabaran urusan kecil bisa menjadi besar, ia bukan cuma mencegah dengan kedipan mata, ia pun menarik ujung baju orang.

Orang itu masih mengoceh sendirian, katanya: "sebenarnya Kimleng Jie Pa bukan orang yang luar biasa, yang sukar dilayani yalah Boe Eng Hoei Long, hingga aku si orang tua, acap kali tak sanggup mengalahkan padanya, Kembalinya kamu bakal mati hingga tidak ada liang kubur buat kamu..." lalu dia menghela napas.

Cee Cit mendengar disebutnya gelaran Boe eng Hoei Long itu, yaitu si serigala Terbang Tanpa Bayangan, ia terperanjat, ia ingat Boe Eng Hoei long toh orang yang pada empat puluh tahun dulu sudah mendaki sendiri gunung-gunung Ngo Bie san, Koen Loen san dan Ceng shia san di mana dengan tangannya, ia menghajar mati lebih daripada tujuh puluh orang kosen, hingga dia diberikan orang-orang kaum sesat dan lurus.

Karena kegagahannya itu orang Rimba persilatan menyebutnya Thian Gwa li shia adalah si sesat Nomor satu di Luar Langit." Hanya semenjak itu dia benar tak nampak lagi dalam

dunia Kang ouw hingga orang perlahan-lahan melupakannya. sekarang ia mendengarnya dari mulutnya pelajar ini, ia lantas kata dalam hatinya: "Bukankah Kimleng Jie Pa muridnya Boe Eng Hoei Long?"

Lie Tiong Hoa tidak tahu siapa Boe Eng Hoei Long, tetapi melihat sinar matanya Cee Cit, ia dapat menduga, di lain pihak, ia tertawa sendirinya mendengar pelajar itu menyebutkan dirinya "si orang tua " sedang dia masih muda... 

Yo Eng Pioe juga berpikir keras, menduga-duga siapa pelajar ini yang ia tidak kenal, sedang kata-kata orang jelas ditujukan kepada mereka.

Tatkala itu satu orang datang ke situ, gesit sekali tindakannya hingga dia datang secara tiba-tiba. Nyatalah dia seorang bocah yang mukanya hitam, dan usianya dari lima atau enam belas tahun Dia lantas menjura dalam pada si pelajar, matanya melirik kepada rombongannya Yo Eng Pioe, terus dia berkata perlahan: "soehoe, telah dijanjikan tempo pertemuan dengan KimlengJie Pa, ialah sebentar malam jam dua dan tempatnya panggung ie Hoa Tay.

Tiba-tiba pelajar ini tertawa, terus dia berkata: " Kimleng Jie Pa itu boleh kau layani sendiri, supaya kau dapat bereskan hutang darah seluruh keluargamu dari delapan tahun yang lalu -- Nah, mari kita pergi."

Terus dia berbangkit dan berlompat, hingga tahu-tahu dia sudah berada jauhnya tujuh atau delapan tombak, di jalanan lantai batu ditepi telaga. Kelihatan kedua kakinya orang itu bergerak sangat cepat demikian juga si bocah yang menjadi muridnya, yang sembari mengikuti berteriakan: "soehoe, tunggu..."

Tiba-tiba Yo Eng Pioe menepuk meja dan berkata nyaring: "Dia Ah, benar dia si orang tua"

"Siapa?" Cee-cit tanya, heran-

"Cee Tayhiap" sahut Eng Pioe, "mungkin tay hiap juga kenal dia. Dialah sin-heng sioe-soe Kim som."

Cee-cit mengerutkan alisnya.

"Oh, kiranya dia." dia kata. “Pantas dia angkuh." sebentar jam dua, hendak aku saksikan kepandaiannya, untuk mengetahui dia jauh terlebih lihai beberapa tinggi daripada aku si orang she Cee." Lalu dia memesan, "Yo Laotee aku harap sangat supaya kau jangan menyebut- nyebut bahwa aku Cee-cit telah muncul pula. Tentang urusanmu, suka aku membantu kau." Yo Eng Pioe girang sekali.

"Terima kasih," ia kata, "Aku janji tidak akan menyebut nama tayhiap."

Tidak lama mereka sudah berjamu cukup,

"Sekarang pergi kau pulang ke Piauw- kiok" kata Cee- cit.

Eng Pioe menurut, ia meminta diri, terus ia pergi bersama ketiga kawannya,

"Laotee," kata Cee-cit pada Tiong Hoa, "Hiong Hoei Piauw Kiok terletak di barat Keuw-lauw, dan di dekat Kauw-lauw itu ada sebuah losmen yang memakai nama hian-siang-kie, silahkan kau pergi dulu ke sana, untuk mengawasi piauw- kiok itu, aku sendiri mau pergi meronda, Umpama kata kau tidak dapat menemukan aku di thian-siang-kie, sebentar malam kau susullah ke Ie Hoa-tay."

Habis berkata itu, dengan bantuan tongkatnya Kwie Kian-cioe pergi dengan cepat. Tiong Hoa suka menerima pesan itu, ketika ia mengawasi orang berlalu, ia tertawa. "Saudara Cee sudah lanjut usianya, tabiatnya masih

keras seperti api meledak." Pikirnya. "ini dia yang dibilang, Kebiasaan sukar dirubah."

Lantas seorang diri anak muda ini berjalan menuju ke kota Kim-leng. Ditengah jalan ia menikmati pelbagai pemandangan alam yang indah, ia berlaku tenang .Memang semenjak di Yan-khia, ia telah berkeinginan melihat-lihat kota di selatan ini.

Dengan tindakan perlahan, Tiong Hoa berjalan terus hingga ia mendekati pintu kota, ia terus bertindak masuk diantara banyak orang yang berlalu lintas. Kota ramai sekali, Kota Kim-leng asing baginya, maka itu, untuk mendapat tahu dimana letaknya Kouw lauw, ia tanya tanya orang, dengan begitu seterusnya ia berjalan menurut pelbagai petunjuk.

Tiba-tiba ia sampai di satu bagian jalanan di mana orang pada menyingkir kedua samping, tengah ia menduga-duga apa sebabnya itu, ia mendengar tindakan kaki kuda yang nyaring, terus ia melihat debu mengepul naik di sebelah depan. sekarang tahulah ia sebabnya orang pada membuka jalan itu. segera ia melihat mendatanginya tiga penunggang kuda, kudanya dilarikan keras, cambuknya menjeter berulang-ulang, mereka itu berpakaian hitam dan sings at.

"Mereka pasti orang rimba persilatan, kenapa mereka begini sewenang-wenang?" pikirnya, heran dan mendongkol "Mengaburkan kuda ditempat seramai ini toh berbahaya untuk umum? Belum pernah aku menemui orang begini tidak tahu aturan."

Justeru ia lagi berpikir itu, justeru ketiga penunggang kuda sudah sampai. orang

banyak lantas pada menjerit. Mereka itu melihat ia bakal segera ditabrak ketiga penunggang kuda itu yang sambil berteriak-teriak membentak mengaburkan keras kudanya.

segera juga Tiong Hoa ditabrak, atau mendadak terlihat seekor kuda terangkat tinggi dan terpental, penunggangnya jatuh karenanya, hingga dia terbanting keras dan berjupalitan, sedang dua penunggang kuda lainnya lewat terus, sang kuda sendiri ialah kuda yang terpental itu -- roboh terbanting. rebah di tanah sambil meringkik sedih Tiong Hoa tetap berdiri di tengah

jalan, sikapnya tenang.

Kedua penunggang kuda yang lain itu lari sampai tujuh atau delapan tombak jauhnya, lantas, mereka menahan kuda mereka dan kembali. Mereka gusar melihat nasib kawannya itu, mereka membentak. keduanya lompat turun didepan Tiong Hoa.

"Aku tidak sangka kau mengerti silat," kata yang satu sambil tertawa dingin, Tiong Hoa bersenyum.

Jikalau tidak demikian, bukankah aku sudah mampus diinjak kaki kuda kamu?" Katanya, tenang tetapi tajam. " Kamulah yang tidak punya mata, maka jugakalau kamu mampus, bukankah itu selayaknya saja?

Orang itu sudah gusar, sekarang kegusarannya menjadi bertambah.

"Binatang, apakah kau telah makan jantung naga atau hati macan tutul?" dia tanya bengis, "Apakah kau tidak mencari tahu kami orang macam apa."

"Siapa perduli kamu siapa?" sahut Tiong Hoa, dingin, Mendadak ia mengulur sebelah tangannya, menyamber dada orang itu, terus ditarik dan diangkat, untuk dilemparkan, hingga dia jatuh menindih kawannya yang terjungkal dari kuda itu.

Orang yang ketiga kaget, dia lompat kepada kedua kawannya, untuk mengasi bangun, kemudian dia menoleh dan berkata dengan bengis: "Kalau kau berani, jangan kau pergi."

Tiong Hoa tertawa, dia kata: "sekalipun kau minta tuan mudamu pergi, tidak nanti tuan mudamu berlalu dari sini. Tuan mudamu akan menantikan kamu." Tanpa merasa, Tiong Hoa membawa tabiatnya si anak orang berpangkat.

Tiga orang itu lantas ngeloyor pergi sampai mereka tak menghiraukan lagi kuda mereka. Mereka pergi dengan cepat.

"Bagus" mendadak terdengar suara memuji dari tepi jalanan.

Tiong Hoa segera menoleh. Maka ia melihat seorang muda yang bermuka hitam, yang ia ketemukan dalam rumah makan Hong Hoa Coen di tepi telaga Hian Boo ouw ialah muridnya sin-heng sioe-soe Kim som.

Hanya habis memuji, dia itu berjalan pergi dengan cepat, tak ayal lagi, pemuda ini menyusu, ia ingat suatu apa, ia melihat orang masuk ke hotel Thian sian Kie, Ketika ia sampai di situ, orang muda itu tak nampak lagi, ia mengangkat pundak seraya bersenyum sendirinya.

Pelayan lantas menghampirkan- Dia menyangka kepada tetamu. Dia lantas menyambut dan mengundang masuk. Tiong Hoa menurut, ia masuk kedalam.

"Sia uwjie, apa ada kamar?" tiba-tiba pelayan itu mendengar selagi ia menyuguhkan teh kepada tetamunya itu. Panggilan itu merdu terdengarnya. "Ada Ada." dia menjawab Cepat seraya lari keluar. Segera juga Lie Tiong Hoa melihat berkelebatnya sebuah tubuh yang lincah, yang diikuti dengan siuran angin yang harum.

Tapi ia tidak memperhatikannya, ia berbangkit dan bertindak keluar.

Dijalan besar ini ada banyak orang mondar-mandir, ia lantas melihat Hiong Hoei piauw Kiok, yang terpisahnya dari Thian siang Kie cuma selepasan dua anakpanah.

Ia bertindak mendekati ia mendapat kenyataan pintu piauwkiok dikunci dan di sini tidak ada orang yang menjaga atau orang yang sikapnya mencurigai. ia lantas kembali ke hotel Thian siang Kie. Ketika ia sampai. ia melihat seorang nona berdiri di depan pintu,

Nona itu beralis lentik, bermata jeli dan kulitnya putih, kedua belah pipinya dadu, Kaki

nona itu lagi mengetuk-ngetuk lantai perlahan.

Ketika itu ada seorang laki-laki berjalan keluar dari dalam hotel.Dia rupanya ceriwis dia membentur si nona.

"Plok" demikian satu suara dan muka orang itu merah dan panas,

setelah dibentur itu, tangan si nona melayang ke samping dan mampir dipipi orang itu, seorang muda usia kira dua puluh tahun mukanya menandakan dia orang bangsa sesat punggungnya menggondol sebatang gedang.

Dia terhuyung karena tamparan itu, lantas dia menoleh, melengak memandang si nona. si nona sendiri mengawa si dengan romannya dingin-

Tiong Hoa menghentikan tindakannya. ia kagum melihat gerakan gesit dari nona itu. si orang muda sudah lantas menghunus pedangnya, romannya menjadi bengis.

"Eh perempuan busuk. kenapa kau memukul orang tak keruan-ruan?" dia menegur bicara

dengan lidah Pakkhia.

Nona itu nampak gusar sekali sekonyong-konyong tangannya meluncur, menyamber pedang anak muda itu.

Si anak muda menyeringai dengan pedangnya itu ia menyambut dengan satu tebasan, ketika si nona berkelit, dia lantas menyerang pula saling susul. Nyata dia liehay.

Nona itu gusar bukan main, berulang-ulang orang menyerang ke dadanya, itulah perbuatan hina, setelah berkelit, ia berlompat mundur, dengan begitu ia sempat menghunus senjatanya, juga sebatang pedang, Tidak ayal lagi, sambil membentak, ia membalas menyerang.

"Ilmu pedang yang bagus." si anak muda memuji dengan seruannya. ia pun menyebut ilmu silat, pedang si nona itu, yalah Keng-Hong Boe Lioe Kiam Hoat," ilmu pedang "Angin bertiup, daun yang lioe menari." ia ketahui, pedang si nona pedang yang tajam sekali, yang dapat memapas senjata lainnya. Karena ini, ketika ia maju pula, ia menyerang dengan hebat, rupanya ia niat mendesak.

Sekonyong-konyong terasa tolakan keras kepada si nona dan si anak muda, hingga dua-duanya lantas mundur sendirinya. Mereka menoleh dengan kaget. si nona lantas melihat seorang imam yang keluar dari dalam, Dengan wajah muram imam itu menegur si anak muda, "Anak Loei kenapa di tempat umum kau berani menerbitkan onar? Masih kau tidak mau berhenti." Habis berkata begitu imam itu melirik pedang si nona, sinar matanya berkeredep.

Tiong Hoa menyaksikan semua itu, ia menduga si imam ketarik dengan pedangnya nona

itu, maka ia lantas memasang mata.

imam itu memandang pula si nona, lantas dia kata, "Nona apakah kau tidak mengerti tentang asmara?

Bukankah murid pintoo ini tidak bakal mengecewakan kau? kenapa kau tolak dia hingga seribu lie?" ia tidak menanti jawaban, dari sakunya ia keluarkan serupa barang yang ia lantas letaki ditelapakan tangannya.

Si nona mendongkol hingga mukanya menjadi merah, Ketika ia sudah melihat barang di tangan si imam itu, ia terkejut, terus mundur beberapa tindak. sekarang ia nampak jeri.

Benda ditangan si imam yala h serenceng tengkorak kecil. warnanya putih mirip kemala, Imam itu tertawa dingin dan berkata: "Nona, sekarang kau tentu ketahui pintoo orang macam apa, Maka itu aku ingin tukar benda ini dengan pedang Ceng song Kiam kau itu untuk dijadikan tanda mata."

Tubuh nona itu bergemetar rupanya ia jeri berbareng gusar sekali. ia mengawasi tajam, lantas ia kata keras: "Locianpwee menjadi orang Rimba persilatan yang kenamaan, apakah benar Loocianpwee hendak menggunai pengaruhmu yang tua menindih yang muda?"

Imam itu tertawa.

"Pintoo bertindak biasa menuruti suka hatiku sendiri" dia kata, "Muridku ini In Loei, di belakang hari dia bakal jadi jago Rimba Persilatan, diapun tampan, dia tidak memalukan kau, nona, Tentang gurumu, seng Hoei soe- thay, jangan kuatir nanti pintoo yang bicara dengannya." ia tertawa pula dan menyambungi:

"Pintoo tahu nona tentulah malu, maka marilah serahkan pedangmu padaku, inilah sama saja," ia bertindak cepat dan tangannya meny amber bagaikan kilat cepatnya.

Si nona kaget, mukanya menjadi pucat, Dia mundur seraya menyingkirkan pedangnya. Dia sobat tapi si imam lebih gesit, Lima jarisi imam sudah lantas membentur pedang hingga nona itu merasai tangannya kesemutan, hingga pedangnya hampir tak dapat dipegang terlebih lama pula.

Di saat Ceng song Kiam bakal berpindah tangan, tiba- tiba terdengar satu suara tertawa dingin dan satu berkelebat ke antara nona dan imam itu, lengan kiri si imam yang diluncurkan kebentur kesamping, hingga tubuhnya terhuyung beberapa tindak. Karena ini si nona dapat terus menyingkir dengan lompat naik keatas genting di mana terus ia menghilang.

Bayangan orang yang datang sama tengah itu yalah bayangannya Lie Tiong Hoa, tidak puas ia melihat lagak dan mendengar suara nya si imam, yang ia duga mestinya seorang Rimba persilatan kenamaan. la juga heran melihat imam itu memiliki serenceng tengkorak kecil yang terdiri dari sembilan buah, melihat mana si nona agakjeri sekali, maka itu selagi kesan baiknya ada pada nona itu, ia lantas datang sama tengah lalu membentur imam itu dengan tenaga delapan bagian, dengan menggunai tipu silat "Hang Hoei Io saan" - "Bianglala terbang, Mega-berputar" ajaran gurunya.

Imam itu kaget, ia merasakan lengannya sakit, maka dia menjadi gusar sekali. Dengan lantas dia memutar tubuh, tangan kanannya di luncurkan, guna menghajar punggung si anak muda.

Tiong Hoa sudah siap sedia, Hari lewat hari, kepandaiannya terus bertambah ia memperolehnya setiap kali ia bersemedhi atau memikirkannya. ia percaya si imam bukan

sembarang orang maka ia waspada, ia tidak menangkis ketika di serang itu, ia hanya berkelit, tapi ia bukan cuma berkelit mengelakkan serangan, ia berlompat kepada sipemuda ceriwis yang lagi berdiri menonton, ia menyamber lengan orang ia menarik dan memutarnya, hingga in Loei menjadi sasaran gurunya.

Si imam kaget bukan main, dengan cepat dia menahan serangannya, dengan mata bersinar dia menatap dan berkata bengis: "Siapa kau? Kenapa kau berani berbuat begini terhadap muridku?

Tiong Hoa tertawa tawar.

"Muridmu ini ceriwis dan busuk, dia justeru bertemu guru semacam kau, kamu menjadi satu konco," ia kata, "Lagak kamu bakal mendatangkan onar dalam Rimba Persilatan Tak dapat aku membiarkan sepak terjang kamu Karena muridmu ini busuk, biarlah aku yang muda memusnahkan ilmu silatnya.

In Loei kaget dan takut sekali, sebenarnya tadi ia bergembira sekali karena gurunya memaksa si nona, hingga harapannya lantas timbul. ia tidak sangka, selagi ia kegirangan, si anak muda membekuknya secara demikian gesit. ia dipegang dengan cekalan "Siauw Thian chee ci cap-jie Kiauw Na,"

Ia menjadi tidak berdaya, cekalan itu membikin tenaganya habis, ia bergemetaran dua napasnya sesak, seperti ada kutu atau semut bergerimingan di antara ototnya, ia pun tak dapat bersuara, Terutama ia takut karena ia mendengar si anak muda hendak memusnahkan ilmu silatnya.

Kalau itu terjadi, celakalah ia. Dalam takutnya, matanya menyinarkan sorot meminta ampun-...
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar