Beng Ciang Hong In Lok Jilid 63

 
Soa Heng Liu datang mencarinya. Ketika mereka berdua meninggalkan Tay-toh, diam-diam aku menguntit perjalanan mereka itu tujuannya untuk memberi nasihat kepada Han Ngo. Bila perlu menolongnya."

"Kenapa kau tidak segera menghubungi Liu Beng-cu ketika itu?" tanya Ci Giok Hian.

"Soalnya aku ingin menyelesaikan masalah Han Ngo secara langsung. Karena kuatir Liu Li-hiap tak mau mengampuni Han Ngo, diam-diam aku membantu membersihkan mata-mata musuh. Kemudian baru akan kujelaskan duduk perkaranya kepada Liu Li-hiap."

Tiba-tiba Ci Giok Hian teringat kepada apa yang pernah dikatakan Hong-lay-mo-li kepadanya. Maka itu dia bertanya lagi.

"Kalau begitu Liu Beng-cu bersahabat dengan gurumu?" "Benar! Walau secara tak langsung mereka punya sedikit

salah paham."

"Perselisihan paham bagaimana?" tanya Ci Giok Hian. "Sebenarnya Guruku dengan Siauw-go-kian-kun kenal

baik. Entah kenapa ketika mereka bertemu di Mongol, saat membicarakan ilmu silat, terjadilah sedikit selisih paham hingga terjadi pertarungan di antara mereka. Akibatnya kedua orang itu sama-sama terluka, walau tidak parah. Tapi sayang hubungan baik keduanya jadi renggang. Sejak itu keduanya tidak pernah bertemu lagi. Gurukupun selalu menyesali kejadian itu."

"Ketika masih muda watak Siauw-go-kian-kun pasti angkuh sesuai dengan gelarnya sebagai "Pendekar Latah". Mungkin To Pek Sengpun angkuh. Maka itu terjadilah pertengkaran di antara mereka!" pikir nona Ci.

"Mengenai Su-ci yang belum pernah kukenal itu, kabarnya dia tidak punya hubungan dengan Kim-kee-leng. Malah kabarnya kedua pihak kurang cocok," kata Tio It Heng.

"Yang ingin kutanyakan justru sebabnya," kata Ci Giok Hian. "Liu Beng-cu tidak tahu apa sebabnya sehingga membuat Long-sia-san tidak suka kepadanya."

"Karena aku belum pernah bertemu dengan Su-ciku, maka aku tidak begitu tahu," jawab Tio It Heng. "Menurut kabar yang kudengar, di balik persoalan itu ada pihak ketiga yang sengaja ingin mengadu-domba mereka. Aku dengar Su-ciku mendukung Li Su Lam sebagai Bu-lim-beng-cu. Sedangkan Hong-lay-mo-li menjadi Liok-lim-beng-cu lima Provinsi daerah Utara. Bisa jadi soal nama hingga Su-ci tidak mau tunduk kepada Hong-lay-mo-li?'

"Demi perjuangan, aku kira soal nama pribadi tidak perlu diributkan," kata Ci Giok Hian. "Aku yakin Liu Beng- cu tidak pernah punya perasaan sirik begitu. Meskipun aku belum kenal Li Su Lam, tapi setahuku dia dipuji oleh setiap orang Bulim. Aku percaya dia juga tidak punya pikiran sempit seperti itu."

"Akupun yakin Li Tay-hiap dan Liu Li-hiap pasti bukan manusia yang berpikiran picik," kata Tio It Heng. "Begitupun Su-ci pasti orangnya bijaksana. Maka itu untuk menghindari kecurigaan orang yang picik, kedatanganku ke Kim-kee-leng sebaiknya kurahasiakan dulu."

"Jadi kau yang memberi laporan rahasia pada Liu Beng- cu malam itu? Itu sudah kuduga," kata Ci Giok Hian sambil tertawa. "Sebenarnya cara bagaimana kau bisa mengetahui tipu muslihat mereka? Jika tidak ada pemberitahuan darimu, mungkin Liu Beng-cu akan tertipu oleh mereka."

"Pada malam itu aku menemui Han Ngo," kata Tio It Heng. "Setelah kuberi nasihat secara mendalam, akhirnya pikiran Han Ngo goyah. Tapi dia tidak punya keberanian untuk menghadap Hong-lay-mo-li dan tak berani merintangi rencana keji Soa Heng Liu. Dia hanya berjanj i padaku akan melarikan diri pada malam itu. Tapi malam itu bukannya lari malah berangkat bersama Pauw Kang, mungkin dia diancam hingga tidak berkutik."

"Pantas, malam itu kau tidak banyak bicara dan tergesagesa mengejar mereka."

"Benar, soalnya pihak Kim-kee-leng mengetahui kaburnya mereka lalu mengejarnya. Dalam keadaan terpaksa aku menotok roboh mereka. Aku pikir jika Han Ngo sudah jadi tawanan, pasti dia akan mengaku di depan Hong-lay-mo-li, serta menceritakan hubungannya denganku."

"Orang Kim-kee-leng yang mengejar mereka itu Liu Bauw, tapi yang dia temukan bukan orang hidup melainkan dua sosok mayat."

"Apa? Han Ngo terbunuh?" kata Tio It Heng kaget. "Benar, Pauw Kang juga terbunuh!" jawab Ci Giok Hian.

"Siapa yang membunuh mereka belum ketahuan. Mengenai Soa Heng Liu, dia dibawa oleh Kok Siauw Hong ke Siau- limsie."

"Rupanya Soa Heng Liu punya anak buah yang lain sehingga Han Ngo tidak mengetahuinya, hal ini sungguh di luar dugaanku. Sesudah urusan di Kim-kee-leng kuanggap selesai, kususul kau ke sini. Asal-usul Gak Hu-jin memang sudah kuketahui, walau tadinya aku tidak mengira dia akan mengganggumu."

Sambil bicara, tanpa terasa mereka sampai di rumah Ci Giok Hian. Ketika Ci Giok Hian ingin memanggil Ciu Hong, pintu sudah langsung terbuka. Setelah Ciu Hong keluar, dia melongo melihat Sio-cianya pulang bersama seorang pemuda yang belum dikenalnya. Sesudah di ruang tamu baru Ci Giok Hian memberi tahu bahwa Tio It Heng pendekar yang menolongnya tadi.

"Syukurlah Sio-cia pulang dengan selamat, aku...aku. "

tiba-tiba suara Ciu Hong gagap dan air mukanya pucat.

"Ada apa denganmu? Apa terjadi sesuatu lagi di sini?" tanya Ci Giok Hian.

"Sio-cia, di rumah ini seperti ada setannya," kata Ciu Hong.

"Hus, ngaco saja! Sebenarnya apa yang kau lihat?" kata Ci Giok Hian.

Ciu Hong menceritakan apa yang dialaminya.

"Sesudah Sio-cia pergi, aku coba meronda ke taman," kata Ciu Hong. "Sampai di kuburan Ong Tua, samar-samar kulihat bayangan, tapi mendadak hilang di kegelapan malam. Aku jadi ngeri, kusangka arwah Ong Tua ingin menggodaku. Sebisanya kutabahkan hatiku lalu meronda lagi ke tempat lain. Ketika sampai di depan pintu gudang arak, sayup-sayup kudengar di gudang bawah tanah seperti ada suara sesuatu."

"Suara apa?" tanya Ci Giok Hian.

"Sepertinya suara geseran guci arak," jawab Ciu Hong. "Ketika aku mendengarkan lebih cermat, ternyata suara itu tak terdengar lagi. Karena aku takut aku tak berani meronda lagi. Aku kembali ke sini menunggu kedatangan Sio-cia"

"Jika benar seperti ceritamu, aku kira ada musuh yang bersembunyi di sini," kata Ci Giok Hian.

"Menjelang tengah malam aku sudah bersembunyi di taman tapi tidak melihat kedatangan orang lain ke sini," kata Tio It Heng ikut bicara. "Tapi sebaiknya kita coba memeriksa keadaan tempat ini.”

Sesudah itu mereka segera ke kuburan budak she Ong. Tio It Heng berusaha mendengarkan dengan cermat. Sejenak kemudian mendadak dia membentak.

"Siapa kau? Keluar saja!" kata Tio It Heng.

Benar saja tak lama terdengar suara ejekan seseorang. Sesosok bayangan langsung melayang di depan mereka. Ketika Ci Giok Hian mengamati, terlihat seorang kakek berbaju hitam. Setelah jelas, dia terkejut! Ternyata kakek berbaju hitam itu tak lain Kiong Cauw Bun.

"Hm! Akhirnya kau pulang juga, Nona Ci!" kata Kiong Cauw Bun.

"Aku sahabat baik putrinya, masa dia akan mencelakaiku?" pikir Ci Giok Hian.

Sesudah hatinya tenang nona Ci langsung menyapa. "Kiong Lo Cian-pwee, ada urusan apa kau mencariku?"

kata Ci Giok Hian ramah.

"Aku tak punya waktu untuk bicara denganmu,  lekas beri aku arak Pek-hoa-ciu!" kata Kiong Cauw Bun.

Dia segera maju mencoba mencengkram nona Ci yang dia duga tak akan memberinya arak itu. Ketika itu Tio It Heng  sudah  siaga,  tangan  kirinya  mendorong  Ci  Giok Hian, sedang pedang di tangan kanannya menusuk ke arah Kiong Cauw Bun.

Walau gerakan Tio It Heng cukup cepat, tapi masih terdengar suara pakaian robek. Ternyata pakaian Ci Giok Hian sebagian robek oleh cengkraman Kiong Cauw Bun. Untung dia didorong oleh Tio It Heng sehingga luput dari cengkraman musuh. Dengan tenaga jari sakti Kiong Cauw Bun menyentil pedang Tip It Heng. Rupanya dia agak jerih pada ilmu pedang lawan yang hebat itu. Dia melangkah mundur, lalu membentak.

"Siapa kau?"

Pada saat yang sama Tio It Heng bertanya pada Ci Giok Hian yang baru dia selamatkan itu.

"Siapa orang tua ini?"

"Kiong To-cu!" jawab Ci Giok Hian.

Tio It Heng pernah mendengar nama orang yang terkenal itu dari gurunya. Sesudah tahu siapa yang ada di hadapannya, segera dia melancarkan serangan kilat, sebelum didahului musuh. Dalam sekejap dia sudah menyerang belasan kali. Sebaliknya Kiong Cauw Bun terbatuk-batuk. Matanya merah seperti orang menderita sakit panas dalam.

"Sio-cia, orang ini terkenal sangat lihay, tapi rupanya cuma omong kosong saja!" kata Ciu Hong sambil tertawa.

Ketika itu dia lihat Tio It Heng bisa mendesaknya

Tapi mendadak terdengar Kiong Cauw Bun membentak keras. Ci Giok Hian yang kuatir cepat maju dengan tusukan pedangnya. Tio It Heng melompat ke atas lalu berakrobat di udara, tak lama terdengar suara nyaring. Pedang Ci Giok Hian  terlontar  karena  terlepas  dari  cekalannya. Rupanya dengan gerakan itu, Kiong Cauw Bun mengeluarkan kepandaian khas, yaitu Ouw-sat-ciang.

Tio It Heng tergetar oleh tenaga pukulan yang dahsyat itu. Anehnya Kiong Cauw Bun tidak mendesak terus. Sesudah kedua lawannya mundur, segera dia membungkuk dan batukbatuk.

"Orang ini kepayahan, mari kita bereskan dia!" kata Tio It Heng.

Tetapi sebelum mereka bergerak Kiong Cauw Bun sudah mendahului membentak.

'Tunggu! Sebenarnya aku tidak bermaksud jahat pada kalian, jika aku mau membunuh kalian, sejak tadi sudah kulakukan."

"Sebenarnya Kiong Lo-cian-pwee ada keperluan apa?" tanya Ci Giok Hian.

"Bukankah tadi sudah kukatakan, aku hanya minta Pekhoa-ciu," jawab Kiong Cauw Bun. "Kau harus percaya padaku, aku bukan musuhmu, dan kita harus bersatu untuk menghadapi musuh. Maka itu lekas berikan Pek-hoa-ciu padaku!"

"Apa katamu? Jadi masih ada musuh lain yang bersembunyi di sini?" kata Ci Giok Hian menegaskan.

Ci Giok Hian terkejut, segera dia teringat pada cerita Ciu Hong tadi.

"Huh, barangkali kaulah musuh itu!" kata Tio It Heng. Wajah   Kiong   Cauw   Bun   kelihatan   merah   padam,

matanya melotot. Dengan perasaan kuatir Ci Giok Hian melangkah mundur. Tio It Heng menghadang di depan si nona untuk melindunginya. Sekejap saja wajah Kiong Cauw  Bun  dari  merah  berubah  jadi  pucat  dan  kembali merah lagi. Tampak dari wajahnya dia seperti sedang menahan gusar. Tiba-tiba dia mendengus.

"Hm, dalam keadaan biasa pasti kau sudah kubinasakan. Tapi sekarang terpaksa aku tak bisa melabrakmu! Jika kubunuh kau ini akan menguntungkan bangsat itu." kata Kiong Cauw Bun.

"Apa? Jadi musuh yang tak kelihatan itu bukan satu, tapi ada dua?" kata Ci Giok Hian menegaskan pula.

"Nona Ci, agar kau lebih yakin padaku, biar kukatakan terus-terang," kata Kiong Cauw Bun. "Ketahuilah olehmu si Ong Tua terbunuh oleh pukulan berbisa yang lihay. Kau sendiri tahu aku tidak bisa menggunakan pukulan berbisa seperti itu."

Mau tak mau Ci Giok Hian percaya juga.

"Siapa musuh yang bersembunyi itu? Maukah Kiong Locian-pwee menjelaskannya? Ajak kami mencari mereka!" kata Ci Giok Hian memohon.

"Aku harap kau mau memberiku Pek-hoa-ciu dulu. Jika tidak sulit bagiku untuk membantu kalian," kata Kiong Cauw Bun, napasnya terengah-engah.

Kelihatan Kiong Cauw Bun menderita suatu penyakit yang bisa kumat setiap saat.

"Baik, silakan ikut aku," kata Ci Giok Hian akhirnya. Bersama-sama Tio It Heng mereka ajak Kiong Cauw

Bun menuju ke gudang bawah tanah tempat menyimpan arak Pekhoa-ciu. Ketika mereka sedang menuruni tangga gudang itu, mendadak Kiong Cauw Bun mencengkram bahu Ci Giok Hian sambil membentak tertahan.

"Kau mengatur muslihat apa? Apa kau mau menjebakku?" kata Kiong Cauw Bun. "Apa artinya ini, Kiong Lo-cian-pwee?" jawab Ci Giok Hian bingung bukan main.

"Musuh bersembunyi di sini, kenapa kau membawaku ke sini?" kata Kiong Cauw Bun.

"Pek-hoa-ciu yang kau inginkan justru tersimpan di gudang ini," kata Ci Giok Hian menjelaskan.

"Baiklah, kalau begitu, terpaksa aku adu jiwa dengan mereka!" kata Kiong Cauw Bun.

Suasana di gudang itu sunyi, tapi begitu pintu didorong, segera terdengar suara tertawa dingin seseorang, berbareng sebuah guci arak melayang. Ci Giok Hian langsung melihat dua orang yang dia kenal. Kedua orang itu kakek-kakek semua. Yang seorang berperawakan tinggi besar, sedang lainnya kurus jangkung. Mereka See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek. Sungguh ini di luar dugaan Ci Giok Hian, mereka bisa bertemu, bahkan kedua iblis itu bersembunyi di rumahnya. Bukan main kagetnya nona Ci ketika itu.

Orang yang menyambitkan guci arak ke arah Kiong Cauw Bun adalah See-bun Souw Ya Begitu guci dilemparkan segera dia berseru dan mengejek.

"Hm, kau ingin Pek-hoa-ciu, nah terimalah!" kata See- bun.

Begitu hebatnya tenaga lemparan See-bun Souw Ya, jika Kiong Cauw Bun menangkis guci itu dengan tenaga penuh, pasti akan hancur berantakan. Padahal dia menginginkan arak di guci itu. Terpaksa dia gunakan tenaga lunak untuk menahan datangnya guci itu. Dia tempel tepi guci itu dengan telapak tangannya lalu diputar dan ditarik ke samping. Tibatiba dia merasakan tidak enak, karena tenaga lemparan orang itu kuat sekali. Jika dia paksakan untuk menahannya  itu  berarti  tenaga  dalamnya  akan  terkuras habis. Sebaliknya jika guci itu terlepas berarti guci itu akan terbanting hancur.

Syukur tiba-tiba tangannya terasa ringan. Rupanya saat itu Tio It Heng membantunya Dengan sebelah tangannya Tio It Heng menahan tepi guci, hingga guci itu berputar di udara kemudian turun dan sempat ditangkap oleh Ci Giok Hian. Atas bantuan Tio It Heng, mau tak mau sikap Kiong Cauw Bun pada pemuda itu berubah. Diam-diam diapun berterima kasih.

Pada saat lain Chu Kiu Sek maju, dia kaget melihat Tio It Heng mampu menolak lemparan See-bun Souw Ya. Tanpa bicara lagi dia lancarkan pukulan dahsyat. Tapi Kiong Cauw Bun segera maju dan menyambut pukulan itu. Kedua orang itu bergetar mundur. Diam-diam mereka jadi heran. Kiong Cauw Bunpun heran kenapa pukulan Chu Kiu Sek tak terasa dingin seperti biasanya. Walau tenaganya cukup kuat, kenapa Siu-loim-sat-ciang lawan bisa berubah begitu. Sebaliknya Chu Kiu Sekpun heran, kenapa tenaga dalam Kiong Cauw Bun seperti kurang kuat, padahal dia sudah meyakinkan ilmu berbisa keluarga Suang. Kenapa dia tak mengeluarkan ilmu itu? Tibatiba Kiong Cauw Bun berseru.

"Nona Ci, lekas berikan arak itu padaku!" "Tidak, ini bukan Pek-hoa-ciu!" kata nona Ci. Tiba-tiba See-bun Souw Ya tertawa.

"Jelas kau tak tahu, maka itu kau tertipu olehku. Ini namanya ada jalan ke surga kau tak mau ke sana, neraka tanpa pintu justru kau masuki!" kata See-bun Souw Ya sambil tertawa. "Hm, aku memang sudah tahu kalian bersembunyi di sini, kau kira aku gentar padamu?" kata Kiong Cauw Bun. "Ayo maju, tidak perlu banyak bicara!"

"Sebenarnya kita pernah bersahabat, jika kau ingin damai, boleh kita berunding," kata Chu Kiu Sek.

"Hm! Apa yang bisa dirundingkan?" jawab Kiong Cauw Bun acuh tak acuh. Pada kesempatan itu dia coba mengatur pernapasannya.

"Asal kitab pusaka pemberian Kong-sun Po itu kau tinggalkan kami akan memberimu seguci Pek-hoa-ciu yang ada di tangan kami. Aku kira tukar-menukar ini cukup adil dan kaupun segera bisa pergi dengan selamat," kata See-bun Souw Ya.

Kiong Cauw Bun tertawa dingin, dia tak menanggapinya. Tak lama Chu Kiu Sek ikut bicara.

"Kiong To-cu, aku kira kau tidak perlu berlagak bodoh, kami tahu kau sedang menghadapi bencana Cauw-hwee-jip- mo! Lihat kekuatanmu sekarang kau bukan tandingan kami berdua." kata Chu Kiu Sek.

Kiong Cauw Bun kaget, ternyata serangan yang dilakukannya membuat lawan tahu kelemahannya. Sebenarnya dia merasakan tenaga pukulan Chu Kiu Sek tidak seperti biasanya. Jika dia bertarung mati-matian, sekalipun tak bisa melawan mereka berdua, sedikitnya bisa mati bersama musuh.

Rupanya Kiong Cauw Bun tidak tahu jika ilmu berbisa Chu Kiu Sek dan See-bun Souw Ya telah punah oleh Siauw-gokian-kun dan Bu Su Tun. Tapi ilmu mereka yang lain masih tetap kuat.

Semula Wan Ceng Liong merampas kitab pusaka ilmu berbisa keluarga Suang dari tangan See-bun Souw Ya yang dia serahkan pada Kong-sun Po. Kemudian Kong-sun Po memberikan kitab itu pada Kiong Cauw Bun. Sejak kecil Kong-sun Po memang sudah belajar tenaga dalam dari Beng-beng Tay-su sehingga dia mampu menghindari penyakit Cauwhwee-jip-mo. Menurut perkiraan See-bun Souw Ya, kitab yang diserahkan Kong-sun Po pada Kiong Cauw Bun pasti telah ditambah dengan catatan tentang cara berlatih ilmu berbisa itu, dan cara menghindari penyakit Cauw-hwee-jip-mo-nya

Di luar dugaan See-bun Souw Ya, Wan Ceng Liong justru punya maksud lain. Dia minta agar Kong-sun Po memberikan kitab pusaka itu pada Kiong Cauw Bun, tanpa mengurangi dan menambahi isi kitab itu. Setelah See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek kabur dari Tay-toh, mereka yang merasa senasib dan sepenanggungan, sepakat akan pergi ke Hek-hong-to untuk mencari Kiong Cauw Bun. Di sana mereka akan memaksa agar Kiong Cauw Bun mau menyerahkan kitab pusaka ilmu berbisa itu.

Semula mereka tidak mengetahui akibat berlatih ilmu berbisa menurut kitab pusaka yang diperolehnya. Tanpa dia sadari Kiong Cauw Bun tersesat, dia terserang penyakit Cauwhwee-jip-mo yang mulai kelihatan. Maka menurut perhitungan See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek, setelah bertemu dengan Kiong Cauw Bun mereka akan bicara terus-terang atas kedatangannya. Mereka akan berunding secara baik-baik. Jika Kiong Cauw Bun menolak, mereka akan melabrak sekuatmya Sekarang mereka telah kalah, karena ilmu berbisa mereka sudah punah oleh Siauw-go- kian-kun. Maka sekalipun mereka bergabung berdua belum tentu mampu melawan Kiong Cauw Bun. Tapi karena Kiong Cauw Bun sudah tahu lebih dulu tentang niat kedua orang itu, dia segera kabur dari pulaunya Ketika Kiong Cauw Bun merasakan penyakit Cauw- hweejip-mo mulai menyerang, dia jadi kuatir pada kesehatannya Apalagi dia dengar tentang kedatangan kedua iblis itu. Maka itu dia berpikir jalan yang terbaik ialah bersembunyi.

Karena Kiong Cauw Bun bersembunyi kedua iblis tua itu mengira Kiong Cauw Bun takut, mereka tak tahu kalau Kiong Cauw Bun sedang menghadapi penyakit berbahaya. Maka itu mereka berani mencari Kiong Cauw Bun.

Semula Kiong Cauw Bun berusaha mencari calon menantunya, tapi tidak pernah berhasil. Karena tak berani mencari ke Kim-kee-leng, akhirnya dia kabur ke Pek-hoa- kok di Yang-ciu. Dia menyingkir ke Pek-hoa-kok, karena berpikir bisa mencari kabar Kong-sun Po dari Ci Giok Hian atau Ci Giok Phang. Selain itu dia ingin minta arak obat keluarga Ci yang sangat mujarab. Sekalipun tidak bisa mengobati penyakit Cauw-hwee-jip-monya, tapi khasiat arak itu bisa memperlambat kerja penyakit itu.

Namun sebelum berhasil menemukan Ci Giok Hian dan mendapatkan Pek-hoa-ciu, telah datang kedua iblis itu. Rupanya Chu Kiu Sek ingat bahwa arak obat keluarga Ci yang pernah diberikan pada Han Tay Hiong manjur sekali.

Setiba di Pek-hoa-kok, Chu Kiu Sek langsung mengemukakan keinginannya akan mencari arak itu. Kemudian bersama See-bun Souw Ya mereka membunuh tukang kebun she Ong dan mengobrak-abrik seluruh isi rumah Ci Giok Hian hingga aldiirnya mereka menemukan gudang bawah tanah dan masuk ke situ mendahului Kiong Cauw Bun.

Ketika Kiong Cauw Bun berhadapan dengan kedua iblis itu, mereka sama-sama merasa jerih. Ketiga orang itu diam- diam mengatur pemapasan agar bisa mengalahkan lawan mereka See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek yang merasa cukup kuat menghadapi Kiong Cauw Bun, mereka mengambil keputusan untuk melabrak lawan tanpa ampun.

Maka itu Chu Kiu Sek dan See-bun Souw Ya mendahului menyerang Kiong Cauw Bun yang terpaksa melayani mereka sekuatnya. Tapi Tio It Heng tidak tinggal diam, dia maju membantu. Pedangnya dia putar, sekaligus menyerang kedua iblis itu.

Di tengah pertarungan sengit itu, kembali Chu Kiu Sek mengadu pukulan dengan Kiong Cauw Bun. Saat itu dia merasakan tenaga lawan mulai lemah hingga membuat Chu Kiu Sek girang. Tak lama dia berseru.

"Apa kau masih bisa bertahan?" kata Chu Kiu Sek. Tapi mendadak terasa angin berkesiur di belakangnya.

Ternyata Tio It Heng telah menusuk dengan pedangnya sehingga menembus lengan bajunya Untung Chu Kiu Sek sempat menangkis dengan cepat, jika tidak pinggangnya akan tertembus.

-o~DewiKZ~Aditya~aaa~o-

Dengan gusar Chu Kiu Sek balas menghantam. Sambil mengelak tusukan Tio It Heng menyusul. Chu Kiu Sek menyentil dengan jarinya hingga pedang Tio It Heng bergetar ke samping. Serentak Tio It Heng merasakan tangannya  dingin,  hampir  saja  pedangnya  terlepas  dari cekalannya Dia terkejut lalu dengan cepat mengerahkan tenaga dalam untuk melawan serangan hawa dingin itu.

Rupanya di tempat persembunyiannya Chu Kiu Sek berhasil minum Pek-hoa-ciu. Berkat arak itu sebagian tenaga Siu-lo-imsat-kangnya berhasil dia himpun. Tetapi tenaganya sedikit sudah tentu tak berguna menghadapi tokoh seperti Kiong Tocu, maka itu sejak tadi Chu Kiu Sek tak berani mencobanya hingga Tio It Heng sempat menyerang lagi.

"Keparat! Biar kubunuh kau dulu!" bentak Chu Kiu Sek murka, sekaligus menyerang Tio It Heng dengan beberapa kali pukulan dahsyat.

Di tempat lain See-bun Souw Ya juga terus menyerang Kiong Cauw Bun dengan pukulan maut sehingga lawannya tidak sempat membantu kawannya.

Sebenarnya rasa dingin yang Tio It Heng rasakan tadi belum lenyap seluruhnya, kini dia sudah diberondong lagi oleh serangan Chu Kiu Sek. Maka itu diajadi kewalahan dan beberapa kali hampir terserang musuh. Ci Giok Hian jadi kuatir, tanpa pikir panjang dia hunus pedangnya lalu menerjang ke tengah kalangan.

"Nona Ci, lekas lari!" teriak Tio It Heng.

"Tidak, kau sudah menolongiku, betapapun aku tak bisa meninggalkanmu untuk menyelamatkan diri sendiri!" jawab Ci Giok Hian tegas.

Semangat Tio It Heng bangkit ketika mendengar tekad si nona, dia putar pedangnya lebih gencar dan berhasil membalasnya beberapa kali serangan Chu Kiu Sek.

"He he, he, Ci Giok Hian, kau setia sekali! Tapi sayang kau akan mati percuma bersamanya!" ejek Chu Kiu Sek. Ci Giok Hian tidak menjawab, dia terus menghadapi musuh dengan tabah. Namun, setelah beberapa jurus, karena tekanan tenaga pukulan musuh, napasnya mulai sesak. Semakin lama dia semakin payah. Tenaga dalam Tio It Heng lebih kuat, keadaannya pun lebih beruntung dibanding Ci Giok Hian, tapi lambat-laun dia pun mulai kewalahan.

Keadaan saat itu sangat berbahaya. Tiba-tiba Kiong Cauw Bun menggebrak sekerasnya hingga darah segar menyembur dari mulurnya. Mendadak tenaga pukulannya bertambah dahsyat dan sekaligus menghantam ke kanan dan ke kiri lawan sehingga See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek terdesak mundur.

Rupanya Kiong Tocu menggunakan "Thian-mo-tee- tayhoat", ilmu keji yang merusak diri sendiri. Tapi tenaganya bertambah berlipat dalam waktu singkat. Cara ini biasanya cuma digunakan jika dalam keadaan terdesak sekali. See-bun Souw Ya yang tidak mengira Kiong To-cu berani menggunakan ilmu terakhir itu, terdesak mundur, tapi segera dia mengejek.

"Hm! Rupanya kau ingin lebih cepat bertemu dengan raja akhirat!" kata See-bun Souw Ya.

Tiba-tiba Kiong To-cu menerkam maju lagi dan menghantam kedua lawannya sehingga See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek tak berani menangkis serangannya yang dahsyat. Terpaksa mereka melompat mundur.

"Lekas kalian lari, biarkan aku sendiri yang menghadapi mereka!" teriak Kiong Cauw Bun pada Ci Giok Hian berdua.

"Tidak, kedua iblis itupun musuhku!" jawab Giok Hian. Rupanya Kiong To-cu sadar bahwa ilmu terakhir yang digunakannya tidak bisa bertahan lama Jika dalam waktu singkat kedua lawannya tak bisa dia robohkan, akhirnya dia yang bakal binasa. Karena itu dia berseru pada Ci Giok Hian berdua supaya mereka lari, sementara dia sendiri terus melancarkan serangan dahsyat.

See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek cukup cerdik, setelah menghindar mereka mundur hingga mereka bisa menerobos keluar gudang di bawah tanah. Sekarang mereka sudah berada di tengah taman.

"Lekas lari, jika terlambat kalian bisa tak sempat lagi!" seru Kiong To-cu pada Ci Giok Hian dan Tio It Heng.

"Tidak, tadi kami memang menganggap kau sebagai musuh kami, tapi sekarang kita harus bersatu menghadapi musuh! Mati hidup biar kita bersama-sama!" jawab Tio It Heng.

Sekalipun Kiong To-cu terkenal jahat dan ganas, hatinya terharu juga ketika mendengar jawaban Tio It Heng yang simpatik itu. Dia coba berseru pula.

"Bagaimanapun pasti aku akan mati, masa kalian tidak menyadarinya? Lekas kalian lari dan beritahu Kong-sun Po agar dia membalaskan sakit hatiku. Jika ayal pasti kalian bisa terlambat!"

"Ya, memang sudah terlambat!" kata See-bun Souw Ya mengejek.

Dia melancarkan serangan balasan. Begitu juga Chu Kiu Sek menyerang dari arah lain.

Sejak semula mereka sudah menduga tenaga Kiong Cauw Bun sudah lemah. Maka itu mereka berani melancarkan serangan, ia yakin sebentar lagi Kiong Tocu pasti   akan   lemah   dan   roboh.   Ternyata   benar, setelah belasan jurus keadaan Kiong Tocu mulai payah, napasnyapun terengah-engah dan keringat dinginnya memenuhi dahinya

"Ha..ha. ha! Kiong Cauw Bun, kau hampir mampus!" seru Chu Kiu Sek sambil tertawa.

Sesudah itu Chu Kiu Sek mencengkram sekuatnya. Karena keadaan Kiong To-cu sudah lemah, dia tidak sanggup mengelak lagi. Tak lama maka terdengarlah suara robeknya pakaian yang dibarengi muncratnya darah. Di bahu Kiong Tocu terlihat bekas cengkraman kelima jari musuh. Untung tulangnya tidak patah walau lukanya tidak ringan. Tio It Heng menusuk Chu Kiu Sek untuk  menolongi Kiong To-cu, See-bun Souw Ya mengibaskan lengan bajunya untuk melibat pedang Tio It Heng sambil membentak.

"Lepaskan pedangmu!" bentak See-bun Souw Ya.

Dengan sekuat tenaga Tio It Heng menusuk lengan baju lawan dengan harapan bisa tembus. Tapi karena dia sudah payah, malah pedangnya hampir terlepas dari cekalannya. Syukur Giok Hian tiba tak lama sinar perak berkelebat. Dia tusuk lutut See-bun Souw Ya dengan cepat.

"Kurang ajar! Apa kaupun ingin mati?" bentak See-bun Souw Ya gusar.

Karena serangan si nona terpaksa dia tarik tangannya dan mengangkat kakinya. Dengan demikian serangan Ci Giok Hian luput, tapi sebaliknya pedangnya tertendang ke udara.

Di tempat lain Chu Kiu Sek kembali mencengkeram kepala Kiong To-cu. Tiba-tiba Kiong Cauw Bun menyemburkan darah segar lagi dengan dahsyat. Ketika dia menghantam ke depan, tenaganya mendadak bertambah hebat.

Angin pukulan itu bisa dirasakan oleh Chu Kiu Sek hingga dia kaget. Jika cengkeramannya dia teruskan, sekalipun kepala Kiong To-cu berlubang dan jiwanya melayang, tapi dada Chu Kiu Sekpun pasti terhajar kepalan Kiong To-cu. Jiwanyapun sulit bisa diselamatkan. Karena yakin pihaknya pasti menang, mana mau Chu Kiu Sek adu jiwa dengan lawan? Segera dia mengelak ke samping sambil mengejek.

"Hm, ternyata kau mencari mampus sendiri dengan cara lebih singkat! Akupun bisa menghemat tenagaku, karena kau akan segera mati!" kata Chu Kiu Sek.

Tak lama terdengar tenggorokan Kiong To-cu mengeluarkan suara ngorok. Kedua matanya merah berapiapi. Ketika itu dia sedang menahan sakit yang luar biasa dahsyatnya. Kulit mukanyapun berkerut seperti kejang. Tibatiba Kiong To-cu menubruk, kembali dia menyemburkan darah segar ke arah See-bun Souw Ya.

Saat itu See-bun Souw Ya ingin merebut pedang di tangan Tio It Heng, Namun, tanpa diduga mukanya tersembur oleh darah segar Kiong Cauw Bun hingga terasa panas sekali. Seketika itu See-bun Souw Ya memejamkan kedua matanya agar tidak cedera. Pada kesempatan itulah Tio It Heng menarik kembali pedangnya dari libatan lengan baju musuh dan melompat mundur.

Pada saat yang sama See-bun Souw Ya menghantam ke depan untuk menahan terjangan Kiong To-cu melompat mundur. Ketika dia membuka kembali kedua matanya keadaan Kiong Tocu sangat mengerikan. Mulutnya berbusa dan matanya merah beringas seperti binatang buas yang sedang kalap. "Hm! Thian-mo-kay-tee-tay-hoat yang kau gunakan sudah tak berguna lagi, sebentar lagi kau akan terserang Cauwhwee-jip-mo! Apa kau ingin mampus lebih cepat?" bentak See-bun.

Tiba-tiba Kiong Tocu mengeluarkan gerungan aneh, dia memukul dada sendiri sambil berteriak kalap.

"Ayo maju! Lekas kalian maju! Sekalipun pada setan dan iblis aku tak takut!" kata Kiong Cauw Bun.

Sambil berteriak-teriak dan meraung-raung, dia memukuli dada dan perutnya sendiri. Tio It Heng jadi kuatir.

"Eh, Kiong Lo-cian-pwee, kenapa kau?" kata Tio It Heng.

Segera Tio It Heng maju hendak menarik orang tua itu. Tak diduga, setelah tangannya menyentuh tubuh Kiong Tocu, tubuh Tio It Heng bergetar mundur oleh tenaga dalam orang tua itu.

"Lekas lari, lekas! Sebentar kaupun akan kubunuh!" kata Kiong To-cu berteriak antara sadar dan tak sadar.

Keadaan Kiong To-cu sekarang seperti pelita yang mulai kehabisan minyak. Penyakit Cauw-hwee-jip-mo telah bekerja lebih cepat dari seharusnya. Tadi saat keadaan terdesak dia menggunakan Thiam-mo-kay-tee-tay-hoat, ilmu yang merusak dan bisa menambah tenaga. Tapi hal itu mempercepat bekerjanya penyakit yang ada di tubuhnya. Saking kesakitan dia memukuli diri sendiri tanpa sadar.

Saat itu keadaan Kiong To-cu menakutkan sekali hingga mencemaskan Ci Giok Hian dan Tio It Heng. Malah See- bun Souw Ya dan Chu Kiu Sekpun jerih melihat Kiong To- cu yang sudah kalap itu. Serentak mereka melompat mundur    jauhjauh.    Untuk    sementara    pertarunganpun terhenti. Kelihatan wajah Kiong To-cu berkerut-kerut menahan sakit, mendadak dia berseru.

"Nona Ci, tolong aku, tusuk aku!" kata Kiong Cauw Bun putus asa.

Ketika Ci Giok Hian gemetar, Tio It Heng memegangi tangan si nona. Pikiran Kiong To-cu mulai kabur, dia ingin memutuskan urat nadinya untuk bunuh diri. Tetapi karena tenaga dalamnya ternyata sudah buyar, ingin bunuh diripun sudah tidak bisa lagi..

Saat itu See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek merasa kuatir jika pada detik mendekati ajal, Kiong To-cu akan melakukan serangan terakhir. Oleh karena itu mereka menyingkir sejauhjauhnya sambil menyaksikan musuh dalam keadaan sekarat. Mereka pikir jika sebentar Kiong To-cu binasa, pasti tidak sulit untuk membereskan Ci Giok Hian dan Tio It Heng berdua. Tak lama Kiong To-cu terlihat mulai terkulai ke tanah sambil menghela napas panjang, perlahan-lahan dia pejamkan matanya.

Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara suitan panjang seseorang, suaranya melengking nyaring menusuk telinga See-bun Souw Ya terkejut.

"Suara suitan itu keras sekali, siapa dia?" pikir See-bun. Chu Kiu Sek pun terkejut, dia berseru.

"Lekas kita tangkap kedua anak itu!" kata Chu Kiu Sek.

Rupanya mereka kuatir jika yang datang itu musuh mereka. Tetapi sudah terlambat, sebab sebelum mereka bertindak, terlihat dua sosok bayangan orang secepat terbang melayang ke arah mereka.

"Jangan takut, Ayah! Anakmu dan Kakak Po datang!" kata suara anak perempuan. Ternyata yang datang itu Kong-sun Po dan Kiong Mi Yun. Ketika Kiong Mi Yun berseru pada ayahnya, saat itu Kong-sun Po sudah menghajar Chu Kiu Sek.

Ketika itu Chu Kiu Sek memang sudah siap akan mencengkram Ci Giok Hian. Untung Kong-sun Po tiba. Suara pukulan Kong-sun Po membuat hati Chu Kiu Sek tergetar hebat. Sesudah terdengar suara angin dasyat menyambar dari belakangnya, pukulan Kong-sun Po tiba.

Segera Chu Kiu Sek membalikkan tangannya untuk menangkis. Tak lama kedua tangan mereka beradu keras sekali. Kong-sun Po menggeliat sedikit, tapi Chu Kiu Sek seperti terpukul oleh martil. Napasnya mulai sesak dan darahnya bergolak. Dia mundur dua-tiga langkah ke belakang.

Setahun yang lalu tenaga dalam Chu Kiu Sek lebih kuat setingkat dibanding Kong-sun Po, tapi sekarang dia malah payah. Karena tidak sanggup menahan tenaga pukulan Kong-sun Po, dia pikir jalan yang paling selamat melarikan diri.

Sebab sekali hantam pukulan itu membuat Chu Kiu Sek bergetar mundur ke belakang. Sambil memutarkan tubuh Kong-sun Po menyiapkan Hian-tiat-po-san. Payung pusaka itu terus disodokkan ke depan untuk menyambut serangan See-bun Souw Ya yang sedang menerjang ke arahnya.

Namun, karena See-bun Souw Ya sudah tahu betapa lihaynya payung pusaka itu, segera menghindar ke samping. Berbareng dengan itu dia memukul bagian iga lawan sambil berseru pada Chu Kiu Sek.

"Lekas kau tangkap iblis tua calon mertua anak ini!" kata See-bun Souw Ya. Rupanya seruan itu bertujuan untuk mengacaukan pikiran Kong-sun Po. Dia pikir jika Chu Kiu Sek benar- benar bisa membekuk Kiong To-cu yang sudah tak berdaya itu, sudah tentu suatu keuntungan bagi mereka. Andaikata tidak berhasil pun, sedikitnya bisa memaksa Kong-sun Po menolongi calon mertuanya. Dengan demikian See-bun Souw Ya terbebas dari ancaman maut.

Chu Kiu Sek sadar dan mengerti apa tujuan See-bun Souw Ya, segera melompat ke arah Kiong To-cu. Di luar dugaan mendadak Kiong To-cu membuka kedua tangannya sambil berkata.

"Ayo maju! Sekalipun setan dan iblis aku tidak takut!" kata Kiong To-cu sambil menyeringai mengerikan.

Melihat keadaan lawan yang beringas dan menakutkan itu, Chu Kiu Sek ngeri juga. Dia jadi ragu-ragu untuk menerjang maju. Tak sedikit dari kelengahannya itu dimanfaatkan oleh Ci Giok Hian, Tio It Heng dan Kiong Mi Yun bertiga. Mereka sudah sempat menghadang di depan Chu Kiu Sek.

Sesudah beradu tangan drngan Chu Kiu Sek, Kong-sun Po merasakan bahwa tenaga Chu Kiu Sek jauh berkurang dibanding dulu. Maka itu dia yakin jika dia bergabung dengan Kiong Mi Yun bertiga pasti mereka cukup kuat untuk menghadapi Chu Kiu Sek. Segera dia membentangkan payung pusaka dan memutarnya seperti kincir. Tak lama See-bun Souw Ya terkurung di tengah bayangan payung.

See-bun Souw Ya kelabakan, sebab tak menduga kalau Kong-sun Po tidak meninggalkannya untuk menolong Kiong Tocu. Bahkan sebaliknya sekarang dia malah menyerang dengan sepenuh tenaga. Merasa sulit untuk meloloskan   diri   lagi,   See-bun   Souw   Ya   nekat. Sekuat tenaganya dia melancarkan serangan. Tiba-tiba Kong-sun Po memutar payungnya sedang tangan yang lain menghantam dibarengi bentakan keras.

"Ini, rasakan Hoa-hiat-to!" kata Kong-sun Po.

Bukan kepalang kagetnya See-bun Souw Ya ketika itu, apalagi dia sudah kepayahan dan Hoa-hiat-to yang pernah diyakinkannya sudah punah oleh Bu-lim-thian-kiauw. Walau dia sadar betapapun serangan Kong-sun Po sulit dihindari lagi, dia tetap ingin mengelak, Namun sudah terlambat, sebab tak lama terdengar suara keras sekali.

"Bluuk!"

Disusul jeritan mengerikan, tubuh See-bun Souw Ya terlontar ke atas laksana bola dan jatuh beberapa meter jauhnya.

Sementara itu Chu Kiu Sek yang sudah merasakan suasana buruk ada di pihaknya telah dihadang oleh Kiong Mi Yun bertiga Ketika terdengar suara jeritan See-bun Souw Ya, dia berpura-pura menyerang ke arah Kiong Mi Yun. Namun ketika si nona berkelit, peluang itu digunakan untuk lari.

Ci Giok Hian dan Tio It Heng mengejarnya. Sedang Kiong Mi Yun merangkul tubuh Kiong To-cu lalu digoyang-goyang sambil berteriak-teriak.

"Ayah, Ayah! Ini putrimu! Kenapa kau? Lekas bicara!" kata nona Kiong.

Namun pikiran Kiong To-cu sudah linglung, namun dia berusaha menahan sakit akibat Cauw-hwee-jip-mo yang menyiksanya. Maka itu seruan Kiong Mi Yun seperti tak didengar olehnya Ketika Kong-sun Po mendekatinya Kiong Mi Yun menangis sambil berkata "Engko Po, kedatangan kita mungkin terlambat. Keadaan Ayah sudah begini, lihatlah!"

Kong-sun Po memeriksa denyut nadi Kiong To-cu, lalu berkata "Ya kita memang datang agak terlambat, tapi masih ada harapan. Jangan kuatir, adik Mi Yun! Biar akan kutolongi Ayahmu!"

Dengan menggunakan kedua telapak tangannya dia menempellannya di punggung Kiong To-cu sambil menyalurkan tenaga murninya ke tubuh calon mertuanya. Tidak berapa lama kelihatan wajah Kiong To-cu yang tadi berkerut-kerut, sekarang mulai tenang kembali. Air mukanya yang tadi pucatpun mulai bersemu merah. Melihat hal itu maka legalah hati Kiong Mi Yun.

Di tempat lain, Ci Giok Hian dan Tio It Heng sedang mengejar Chu Kiu Sek. Mereka sempat melihat See-bun Souw Ya tergeletak di samping gunung-gunungan dengan mata dan hidung mengeluarkan darah berbau amis. Tubuhnya terkulai lemas tak bergerak lagi.

"Iblis itu sudah mampus!" seru Ci Giok Hian girang. "Lekas kembali, nona Ci! Musuh sudah kabur tak perlu

dikejar lagi! Ke mari aku ingin bicara dengan kalian!" teriak

Kong-sun Po.

Kong-sun Po telah menyalurkan tenaga dalam ajaran Bengbeng Tay-su yang hebat itu sehingga semua urat nadi Kiong To-cu yang terganggu karena salah latihan ilmu berbisa itu bisa dipulihkan lagi. Setelah jalan darahnya lancar kembali, rasa sakit Kiong Tocu hilang, perlahan- lahan dia bisa membuka matanya. Dengan girang Kiong Mi Yun berseru, "Hei, Ayah sudah sadar!" Meskipun sudah sadar, namun semangat Kiong To-cu masih lemah.Rasa sakit di tubuhnyapun sudah lenyap. Tapi karena siksaan batinnya semakin bertambah, dengan suara lemah dia berkata dengan girang.

"Kalian sudah datang, anak Yun dan Po, sungguh aku sangat girang. Tak disangka aku masih bisa bertemu dengan kalian. Aku merasa malu dan berdosa kepada kalian!" kata Kiong Cauw Bun yang kelihatan sangat terharu sekali.

"Ayah, kau jangan bicara dulu, istirahatlah!" kata Mi Yun.

Kiong Cauw Bun menghela napas panjang, lalu berkata pula.

"Tidak, betapapun aku harus bicara, jika tidak pasti hatiku semakin tertekan. Sia-sia saja hidupku selama ini, mengingat perbuatanku dulu, sungguh aku malu. Anak Po menantuku yang baik, tapi beberapa kali aku berusaha mencelakai dia untuk merintangi perjodohan kalian! Sebaliknya orang jahat seperti See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek malah kuanggap sebagai sahabat dan aku bergaul erat dengan mereka. Jika anak Po tidak keburu datang pasti jiwaku sudah melayang di tangan mereka. Ah, sungguh aku sangat menyesal. Anak Po, bisakah kau memaafkan aku?"

"Ayah, sekarang kita sudah jadi keluarga, asal kau tidak cedera, urusan yang sudah lampau buat apa disebut-sebut lagi?" kata Kong-sun Po.

Saat Kong-sun Po memanggil "Ayah", sungguh tidak kepalang senangnya hati Kiong To-cu, dia juga terharu, girang dan malu. Air matanya bercucuran. Orang yang merasa gembira dan paling bahagia pasti Kiong Mi Yun. Dia mengusap air mata ayahnya sambil berkata lembut. "Benar, asalkan kau insaf, beres semuanya, buat apa urusan sudah lalu disebut-sebut lagi? Bagaimana keadaanmu sekarang, Ayah?"

"Sudah lebih baik," jawab Kiong To-cu, "cuma bahaya Cauw-hwee-jip-mo mungkin........mungkin. "

"Jangan kuatir, Ayah!" kata Kong-sun Po. "Apapun yang terjadi, pasti Ayah akan kusembuhkan."

Sementara itu Tio It Heng dan Ci Giok Hian sudah mendekati mereka. Ci Giok Hian ikut bicara, "Kong-sun Toa-ko dan Kiong Cici, kenapa kalian bisa ada di tempatku? Sungguh sama sekali tak kuduga."

Seperti diketahui, ketika berpisah di Kim-kee-leng tempo hari, Kong-sun Po dan Kiong Mi Yun akan ke Tay-toh. Tapi karena Bu-lim-thian-kiauw hendak melakukan suatu urusan penting di kotaraja bangsa Kim, Kong-sun Po ditugaskan oleh Hong-lay-mo-li ke sana untuk membantu suaminya. Tapi sebeum ke sana Kong-sun Po ingin mengajak Kiong Mi Yun pulang untuk menemui kakeknya serta Beng-beng Tay-su. Sesudah itu baru mereka kembali ke Kim-kee-leng. Siapa sangka setelah belasan hari berpisah, tahu-tahu mereka malah muncul di Pek-hoa-kok.

"Sangat panjang untuk diceritakan," kata Kiong Mi Yun, "biar nanti saja jika keadaan Ayah sudah membaik pasti akan kuceritakan padamu."

Tiba-tiba Ci Giok Hian ingat sesuatu.

"Oh ya, masih ada simpanan Pek-hoa-ciu di gudang, bisa jadi bermanfaat bagi Paman Kiong."

"Sebenarnya aku ingin menanyakan arak itu padamu," kata Kong-sun Po sambil tertawa. "Dengan bantuan arak  itu disertai penyembuhan dengan tenaga dalamku, rasanya tidak sampai sepuluh hari penyakit Ayah pasti bisa disembuhkan."

Sampai di sini, mendadak Tio It Heng mendesis tertahan.

"Ada apa?" tanya Ci Giok Hian.

"Di luar seperti ada suara orang," kata Tio It Heng.

"Ya, akupun mendengarnya, yang datang berjumlah tiga orang! Rasanya seperti tokoh dunia persilatan," kata Kong- sun Po. "Eh, Cici Ci, harap kau bantu mengangkat Ayah Mi Yun ke dalam jika musuh. "

"Entah yang datang ini kawan atau lawan?" kata Ci Giok Hian

"Kalian jangan kuatir, silakan masuk saja, biar apa pun yang terjadi di luar kalian tidak perlu menghiraukannya," kata Kong-sun Po.

"Cici Giok Hian tak perlu kuatir," Kiong Mi Yun ikut bicara, "biar dia yang melayani untuk sementara. Aku kira tak akan terjadi sesuatu."

Ci Giok Hianpun heran, jika menurut nada ucapan Kiong Mi Yun, mungkinkah masih ada bala-bantuan lain yang lebih kuat datang dari pihak musuh? Tapi karena urusan sudah mendesak, ditambah Kiong To-cu harus segera dipindahkan nona Ci tidak bertanya lebih jauh, apalagi saat itu Kiong Mi Yun kelihatan tenang.

Dia bersama Kiong Mi Yun membimbing Kiong To-cu ke rumah bawah tanah untuk diberi minum Pek-hoa-ciu. Setelah minum arak Pek-hoa-ciu, laksana rumput kering yang mendapat air hujan, tepat pada saat hampir layu, serentak   semangat   Kiong   To-cu   bangkit   kembali.  Dia menghela napas kemudian berkata, "Sayang aku belum bisa mengerahkan tenaga. Siapa yang datang?"

Kiong Mi Yun yang merasa lega melihat kesehatan ayahnya sudah mulai pulih, menjawab sambil tertawa.

"Kita siap siaga menghadapi serbuan musuh! Tapi barangkali yang datang bukan musuh, malah sahabat lama Ayah."

"Sahabat lamaku? Siapakah dia?" kata Kiong Cauw Bun.

"Biar aku main teka-teki dulu," kata Kiong Mi Yun sambil tertawa "Eh, Cici Giok Hian yang datang itu berjumlah tiga orang, jika tak salah terka, seorang di antaramya sahabat lama Ayahku dan dua orang lanya kau punya. "

"Aku punya apa?" kata Ci Giok Hian menyela.

"Kau punya kenalan baik, tapi juga orang yang tak kau duga" kata Kiong Mi Yun sambil tertawa. "Nah, sementara itu boleh kau terka, siapa mereka?"

Ci Giok Hian melongo.

"Apa mungkin dia. " Ci Giok Hian meraba-raba.

Belum selesai ucapannya itu, tiba-tiba terdengar suara suitan nyaring dan tajam memekakkan telinga. Air muka Mi Yun yang tadi berseri-seri mendadak berubah kaget mendengar suara itu.

"Siapa yang datang itu?" tanya Ci Giok Hian kuatir. "Wah, aku salah terka!" kata Kiong Mi Yun.

Wajah Kiong Cauw Bun berubah, tanpa terasa dia berseru.

"Hei, itu suara Kiauw Sek Kiang!" Di luar Kong-sun Po yang sedang menunggu kedatangan orang itu terkejut ketika mendengar suara suitan yang tajam menusuk telinga itu.

"Itu bukan suara Wan To-cu!" pikir Kong-sun Po.

Tio It Heng langsung menghunus pedangnya dan berkata sambil menyeringai, "Tampaknyayang datang musuh tangguh lagi!"

Tiba-tiba Kong-sun Po memegang tangan Tio It Heng, seketika suatu hawa panas tersalur ke tubuh It Heng melalui telapak tangannya. Hanya sekejap hawa panas itu telah rata mengalir ke seluruh tubuhnya. Semangat Tio It Heng menyala seketika, dia tahu Kong-sun Po telah membantu memulihkan tenaga murninya dengan tenaga dalamnya yang tinggi. Sungguh tak terkatakan terkejut dan kagumnya Tio It Heng.

"Usianya bisa jadi lebih muda dariku, tapi tenaga dalamnya ternyata sehebat ini danjauh lebih tinggi dariku. Pantas Suhu sering berkata bahwa di atas langit masih ada langit, ada orang pandai masih ada yang lebih pandai lagi. Kata-kata ini memang benar."

Ketika itu suara suitan terdengar masih jauh di luar taman. Tapi begitu suara suitan berhenti, seketika itu juga di taman telah muncul tiga orang. Seorang di antaranya bertubuh tinggi besar dan bersenjata tajam, sedang dua orang lagi kakekkakek, tidak ada yang luar biasa. Tapi anehnya suara suitan itu keluar dari mulut seorang kakek. Tio It Heng kaget lalu berkata.

"Agaknya yang datang ini bajak terkenal Kiauw Sek Kiang dan pembantu utamanya, Ciong Bu Pa!" kata Tio It Heng. "Benar, seorang lagi Su Thian Tek," jawab Kong-sun Po.

Kong-sun Po tak menduga akan kedatangan ketiga gembong bajak laut itu, mau tak mau dia merasa kuatir juga.

"Barangkali aku hanya sanggup melawan Su Thian Tek dan Kiauw Sek Kiang. Jika saudara she Tio belum banyak membuang tenaga, rasanya dia akan sanggup mengalahkan Ciong Bu Pa. Tapi sekarang rasanya sulit diramalkan apa yang akan terjadi. Aku harap saja semoga Wan Ceng Liong bisa segera datang ke sini!"

Suara suitan Kiauw Sek Kiang ternyata tidak mendapat jawaban, maka itu dia segera berseru.

"Gak Hu-jin!" teriaknya.

Saat mereka bertiga digertak Wan Ceng Liong di Uh- seng, Kiauw Sek Kiang yang kenalan lama Gak Hu-jin mengetahui bahwa Gak Liang Cun sedang mencari pembantu untuk menghadapi kerusuhan Hay-soa-pang. Maka itu mereka bertiga sengaja datang ke Yang-ciu untuk bekerja pada Gak Liang Cun. Kini mereka ditugaskan oleh Gak Liang Cun untuk mencari Gak Hu-jin. Rupanya mereka tidak tahu kalau Gak Hujin sudah gila dan entah menghilang ke mana.

"Di sana seperti ada orang," kata Su Thian Tek.

Pada saat itu Kong-sun Po muncul sambil membentak. "Wan To-cu telah mengampuni kalian, kenapa kalian

tidak mau sadar. Sekarang kalian berani melakukan kejahatan lagi!"

"Ah, kiranya kau anak muda!" kata Kiauw Sek Kiang sambil tertawa. "He he, karena Gak Hu-jin tak ditemukan, sebagai gantinya kau akan kutangkap." "Hm! Memang Wan Ceng Liong bisa apa?" kata Su Thian Tek ikut bicara. "Apa kau kira kami takut padanya? Huh, ketika di Uh-seng kami hanya membantu Kiong To- cu. Jika kami tahu begini dulu kami tak akan mengampunimu!"

Kong-sun Po kaget, dia berpikir.

"Apa dia sudah tahu keadaan mertuaku sekarang? Apakah Chu Kiu Sek yang baru kabur memberitahu mereka?" pikir Kong-sun Po.

Tak lama terdengar Kiauw Sek Kiang membentak.

"Di mana Kiong To-cu, suruh dia keluar menemuiku. Dengar, hutang Kiong To-cu harus kubereskan sekarang!" kata Kiauw Sek Kiang.

"Hm! Menghadapi bangsat seperti kalian, masa harus merepotkan Kiong To-cu?" kata Kong-sun Po.

"Kiong To-cu sedang sekarat oleh penyakit Cauw-hwee- jipmo yang mulai menyerangnya dua hari yang lalu. Andaikata bocah ini berhasil menolonginya, dalam waktu sesingkat ini rasanya belum bisa berkutik," kata Su Thian Tek.

"Benar, sekarang silakan Su Toa-ko cari tua bangka itu! Biar aku yang melayani anak ingusan ini," kata Kiauw Sek Kiang.

Pertarungan sengit segera terjadi, pada saat yang sama Ciong Bu Papun menerjang ke arah Tio It Heng.

Sebenarnya Kong-sun Po hendak melawan Kiauw Sek Kiang, tapi mendadak dia berputar. Dengan cepat luar biasa tahu-tahu dia menyerang ke arah Ciong Bu Pa.

"Keparat, kau berani padaku!" bentak Ciong Bu Pa. Tubuh Ciong Bu Pa memang lebih tinggi dibanding Kong-sun Po. Ketika Ciong Bu Pa mengangkat Tok-kah- tang-jin (senjata boneka tembaga berkaki satu) lalu menghajar Kong-sun Po dengan sekuat tenaganya sehingga tepat membentur Hian-tiat-po-san yang dipakai menangkis oleh Kong-sun Po.

'Trang"

Sesaat lelatu api pun berpencaran.

Ciong Bu Pa yang bertubuh tinggi besar itu bergetar mundur beberapa langkah jauhnya dan hampir jatuh terjengkang jika Kiauw Sek Kiang tidak keburu menahannya. Sesudah itu Kiauw Sek Kiang melancarkan pukulan dahsyat ke arah Kong-sun Po yang segera membuka payung pusaka untuk diputarkan. Ujung payung yang tajam itu mengarah jalan darah di tengah telapak tangan lawan.

Tapi dengan cepat Kiauw Sek Kiang bergeser ke samping sambil menghantam dengan pukulannya. Kong-sun Po pun berputar, payung pusakanya digunakan untuk menangkis serangan lawan. Bagaimanapun hebatnya Kiauw Sek Kiang, dia tidak berani menangkis payung itu, dengan gesit dia menghindar.

Di tempat lain Tio It Hengpun bertarung melawan Ciong Bu Pa dengan seru dan Tio It Heng memutarkan pedangnya. Setiap serangannya selalu mengincar tempat mematikan di tubuh lawan. Sebaliknya Ciong Bu Pa memutarkan Tok-kahtang-jin atau gadanya dengan cepat, hingga terdengar suara nyaring berulang-ulang. Dalam sekejap boneka tembaga itu sudah penuh luka terkena pedang lawannya. Tangan Tio It Heng terasa pedas, karena pedangnya membentur senjata lawan yang berat itu. Namun,   serangannya   tidak   kendur,   bahkan   kekuatan lawannya kelihatan lemah. Rupanya gebrakan pertama yang dilakukan Kong-sun Po atas Ciong Bu Pa tadi, tujuannya untuk mengurangi tenaga musuh dan meringankan beban Tio It Heng.

Mendadak Tio It Heng memutarkan pedangnya sehingga sinar pedangnya bercahaya menyilaukan mata. Ciong Bu Pa jadi gusar, dia membentak.

"Kurangajar! Kau berani main gila padaku!"

Berbareng dengan itu boneka tembaganya menghantam la-wan. Serangan inilah yang diharap-harap Tio It Heng. Sambil berkelit mendadak pedangnya menyambar dari samping dan tepat melukai lengan kiri musuh. Ciong Bu Pa mengerang kesakitan, senjatanya dia lemparkan ke arah Tio It Heng.

Tio It Heng melompat ke atas sehingga boneka tembaga yang berat itu menyambar lewat di bawah kakinya. Ciong Bu Pa gusar, dia segera menerjang pula meski darah bercucuran dari lukanya.

Pada saat itulah mendadak Su Thian Tek menarik Ciong Bu Pa ke sampingnya.

"Kau berjaga saja di sini, biar kubekuk anak ini!" kata Su Thian Tek.

Su Thian Tek yang disuruh mencari Kiong To-cu tidak pergi jauh dari taman, dia hanya melongok sejenak. Dia juga merasa jerih pada Kiong To-cu yang dia duga sakitnya tidak separah seperti kata Chu Kiu Sek! Demi keselamatan dirinya dia tak berani mencari jauh-jauh. Maka pada saat yang tepat dia bisa menggantikan Ciong Bu Pa yang mulai terdesak.

Sebelum tubuh Tio It Heng turun ke bawah, segera Su Thian Tek maju dan mencengkramnya hingga terpaksa  Tio It Heng ber-akrobatik di udara. Tak lama dia menukik dari atas dan pedangnya dipakai menusuk lawannya.

Su Thian Tek yang tidak menduga kalau ilmu pedang lawan bisa begitu lihay, karuan saja jadi kaget, Sekarang dia tak berani meremehkan musuhnya lagi. Buru-buru dia mengelak ke samping, jari tangannya segera menyentil dan tepat mengenai pedang lawan. Tangan Tio It Heng terasa panas, hampir saja pedangnya terlepas dari pegangannya. Bagi seorang ahli silat sekali gebrak saja mereka segera akan tahu bahwa pihak lawan berisi atau tidak?

Tio It Hengpun langsung tahu kepandaian lawan jauh lebih hebat daripada si Raksasa she Ciong tadi. Namun, Tio It Heng tidak bingung atau gentar, begitu kakinya hinggap di tanah, sambil bergeser pedangnya menusuk dengan gerakan sempoyongan. Gerakan tubuh Tio It Heng seperti orang mabuk, tapi pedangnya ternyata tidak kacau, bahkan bertambah lihay. Rupanya ini ilmu pedang perguruannya bernama jurus "Cui-pat-sian" (Delapan Dewa Mabuk) yang termashuritu.

"Bagus! Ternyata kau murid To Pek Seng!" kata Su Thian Tek sambil tertawa.

Untuk menyambut samberan sinar pedang itu dia gunakan kepandaian bersilat tangan kosong untuk merebut senjata lawan. Keakhlian  jurus Kim-na-jiu-hoat (ilmu mencengkram dan menangkap) yang dimiliki Su Thian Tek j uga terhitung kelas satu di Dunia Persilatan. Sekalipun sudah mahir dan sedang sehat, Tio It Heng bukan tandingan Su Thian Tek. Apalagi sekarang Tio It Heng hanya menguasai tujuh atau delapan bagian kekuatan biasa, tentu saja dia tidak sanggup melawan Su Thian Tek. Dalam belasan jurus lagi dia terdesak dan terancam bahaya. Sedangkan Kong-sun Po tadi sudah bertempur, kini diapun mulai merasakan tenaganya berkurang dan agak kewalahan. Merasa yakin akan menang, sambil tertawa Kiauw Sek Kiang berkata.

"Nah, Kong-sun Po, kenapa tidak segera kau panggil mertuamu agar dia menolongi jiwamu ini? He he, Kiong To-cu, kenapa kau sembunyikan kepalamu seperti kura- kura saja! Jika kau tidak segera keluar, sebentar lagi anak perempuanmu pasti akan jadi janda!"

Saat itu Kiauw Sek Kiang menggunakan tenaga dalam untuk melancarkan gelombang suaranya sehingga bisa mencapai jarak jauh. Dengan demikian suaranya terdengar oleh Kiong Cauw Bun yang ada di gudang bawah tanah. Bukan main gusarnya Kiong Tocu hingga matanya mendelik.

"Biar aku akan keluar untuk melabraknya!" kata Kiong Cauw Bun sengit sekali.

Tapi saat dia akan keluar dan berdiri, kedua kaki tidak bisa bergerak sesuai keinginannya. Baru saja berdiri kembali dia duduk terkulai lemas.

"Ayah, sebaiknya kau bersabar!" bujuk Kiong Mi Yun. "Jangan urus diriku, kebih baik kau lekas keluar bantu

dia, jika sempat biar kalian melarikan diri saja," kata Kiong

Cauw Bun.

"Jangan kuatir, Ayah! Tak lama lagi pasti akan datang balabantuan yang akan menolongi Kakak Po," jawab Kiong Mi Yun.

"Tidak perlu kau membohongiku," kata ayahnya. "Tidak ada gunanya kau mendampingiku di sini, akhirnya toh kita akan ditemukan juga! Sebaiknya kau keluar bantu dia saja." Sesungguhnya Kiong Mi Yun pun kuatir walaupun mulutnya berusaha menghibur ayahnya. Dia berpikir jika bala-bantuan tidak datang tepat pada waktunya, sebentar lagi pasti mereka bisa celaka semuanya.

Syukur, pada saat Kiong Mi Yun sedang gelisah dan cemas tiba-tiba di luar terdengar suara suitan panjang seseorang. Suara suitannya tajam melengking. Suara suitan orang ini berbeda dengan suara suitan Kiauw Sek Kiang tadi, lebih kuat dan keras sekali. Kiong Cauw Bun terkejut, segera dia jadi girang dan berkata pada putrinya

"Anakku, agaknya kau tidak berdusta padaku! Memang betul bala-bantuan kita telah datang! Itu Wan Ceng Liong sahabatku!"

"Benarkah Beng-shia To-cu Wan Ceng Liong datang?" kata Ci Giok Hian.

"Benar, Cici," jawab Kiong Mi Yun sambil tertawa "Sekarang baru bisa kuberitahu padamu, setelah Wan To-cu datang. Selain itu masih ada dua orang yang tak kau sangka-sangka ikut datang juga!"

"Siapa mereka itu?" tanya Ci Giok Hian. "Kakakmu dan istrinya!" kata Kiong Mi Yun.

"Ah, benarkah?!" seru Ci Giok Hian kaget bercampur girang, tanpa bicara lagi dia berlari keluar dari ruang bawah tanah.

Saat itu Kong-sun Po sedang menghadapi Kiauw Sek Kiang dengan mati-matian. Saat Kiauw Sek Kiang mau melancarkan serangan maut untuk merobohkan pemuda itu, tiba-tiba suitan Wan Ceng Liong terdengar. Tak lama muncullah Wan Ceng Liong, malah sebelah tangannya mengempit seorang tawanan. "Hm! Ternyata kalian si kawanan bangsat! Beraninya kalian main gila di sini, ya! Hutangmu di Uh-seng dulu sudah waktunya untuk kuperhitungkan di sini," bentak  Wan Ceng Liong.

Orang yang terkempit Wan Ceng Liong, tak lain Chu Kiu Sek yang melarikan diri. Melihat hal itu bukan main kagetnya Kiauw Sek Kiang dan Su Thian Tek saat itu. Sesudah di tengah taman, sekali pandang Wan Ceng Liong sudah melihat See-bun Souw Ya yang binasa di pojok sana. Sambil tertawa dia berseru.

"Nah, Chu Kiu Sek, sekarang kau boleh menemani temanmu itu!" kata Wan Ceng Liong.

Berbareng dengan ucapannya itu dia lemparkan tubuh Chu Kiu Sek dan tepat jatuh di samping tubuh See-bun Siuw Ya. Sambil mengerang gusar Ciong Bu Pa menerjang maju.

"Hai, kerbau bengkak macam kau berani melawan padaku?" kata Wan To-cu.

Saat Bu Pa maju menerkam, Wan Ceng Liong segera jongkok dengan kedua tangannya dan mencengkram ke depan, tanpa ampun lagi Ciong Bu Pa yang tinggi besar itu diangkat. Kini percuma saja tenaga Ciong Bu Pa yang besar laksana banteng itu, sebab tak bisa digunakan.

"Pergi!" bentak Wan To-cu,

Ciong Bu Pa yang tak berdaya terlempar beberapa meter jauhnya dan terbanting dengan keras.

"Wan To-cu, lekas kau bereskan bangsat she Su itu!" kata Kong-sun Po.

Melihat keadaan Tio It Heng dalam bahaya, Wan Ceng Liong segera maju untuk menolongi Tio It Heng. "Hm! Su Thian Tek, barangkali kau sudah lupa pada janjimu di Uh-seng dulu? Kau bukan pergi jauh dan menghilang, sebaliknya berani main gila lagi di sini!" kata Wan Ceng Liong.

Terpaksa Su Thian Tek menjawab dengan sikap tak gentar.

"Wan Ceng Liong, tempo hari ketika di Uh-seng aku sengaja mengalah padamu! Hm! Kau kira aku takut padamu?"

"Baik, mungkin kau belum jera sebelum merasakan kelihayanku," kata Wan Ceng Liong. "Nah, silakan kau mundur dulu, Tio Siauw-hiap biar aku yang melayani dia."

Begitu Tio It Heng mundur, tanpa banyak bicara lagi Su Thian Tek menyerang ke arah Wan Ceng Liong dengan kesepuluh jarinya yang terpentang laksana kaitan yang tajam.

Namun, dengan ringan Wan Ceng Liong mematahkan serangan itu. Diam-diam Tio It Heng merasa kagum melihat kepandaian Wan Ceng Liong itu. Tiba-tiba datang lagi dua orang secepat terbang. Kong-sun Po girang dan berseru.

"Hai, Ci Toa-ko dan nona Wan, kiranya kalian juga datang semua!" kata Kong-sun Po.

Kedua pendatang itu memang Ci Giok Phang dan Wan Say Eng. Ketika itu Ciong Bu Pa bangun dengan kesakitan. Dia langsung menghadapi Ci Giok Phang. Sambil membuka kedua tangannya, dia mencengkram Wan Say Eng. Wan Say Eng mengelak serangan Ciong Bu Pa Sesudah itu dia dan Ci Giok Phang menghunus pedang dan menusuk. Dalam keadaan dikeroyok, tahu-tahu lengan Ciong Bu Pa tergores oleh pedang Ci Giok Phang. -o~DewiKZ~Aditya~aaa~o-

Melihat Ci Giok Phang berdua sudah berada di atas angin, legalah hati Tio It Heng, lalu berlari ke arah lain untuk membantu Kong-sun Po. Namun Kiauw Sek Kiang sangat lihay, kedua tangannya menghantam kian-kemari. Payung pusaka Kong-sun Popun ditangkisnya ke samping, lalu tusukan pedang Tio It Heng digentak hingga melenceng oleh pukulannya yang kuat.

Sayang tenaga Tio It Heng telah berkurang banyak, meskipun pedangnya berputar cepat, tapi sukar menembus pertahanan lawan. Walau demikian dengan bergabungnya tenaga mereka berdua, hal itu cukup kuat untuk  menandingi Kiauw Sek Kiang.

Sementara itu Ciong Bu Pa dengan sekuat tenaga berusaha menghadapi kepungan Ci Giok Phang dan Wan Say Eng. Tapi tak lama dia mengerang kesakitan karena tertusuk dua tiga kali. Mendadak dia maju menubruk ke arah lawannya.

Melihat Bu Pa menerjang dengan kalap. Wan Say Eng coba menahan dengan melintangkan pedangnya, Tanpa terasa dia menyingkir ke samping ketika melihat lawan menerjang dengan nekat. Tak lama terdengar suara keras.

"Krek-krek!" dua kali.

Dua buah jari tangan Ciong Bu Pa tertabas putus oleh pedang Wan Say Eng, walau Ciong Bu Pa masih sempat lolos ke tempat lain. Ketika Wan Say Eng berniat mengejarnya, Ci Giok Phang mencegahnya sambil berkata. "Orang dogol itu hanya anak buah dan bukan biang keladinya, aku kira tidak perlu dikejar, biarkan saja!" kata Ci Giok Phang.

"Aneh, kenapa Kiong To-cu tidak kelihatan?" kata Wan Say Eng. "Eh, siapa itu yang keluar?"

Saat Giok Phang menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Say Eng, dia berseru kaget bercampur girang.

"Hai, adik Giok Hian, kau sudah pulang?" kata sang kakak.

"Ternyata benar kau, Kakak Giok Phang!" teriak Ci Giok Hian. "Kiong To-cu dan adik Kiong Mi Yun ada di dalam, mereka selamat!"

Pertarungan sengit masih berlangsung, Wan Ceng Liong yang melawan Su Thian Tek sudah di atas angin, sedang Kong-sun Po dan Tio It Heng masih sama kuat melawan Kiauw Sek Kiang. Ci Giok Phang yang tidak sempat bicara dengan adik perempuannya, segera berlari ke tempat pertarungan membantu Kong-sun Po mengeroyok Kiauw Sek Kiang. Sedang Say Eng dan Ci Giok Hian ikut di belakang Ci Giok Phang. Melihat gelagat buruk bagi pihaknya, Kiauw Sek Kiang ingin mencari selamat dengan jalan kabur lebih dulu. Mendadak dia menggertak.

"Siapa yang merintangiku pasti mampus!"

"Hm! Ajal sudah di depan mata, kau masih berani bermulut besat?" kata Kong-sun Po.

Berbareng dengan itu payung pusakanya menghantam lawan. Setelah Kiauw Sek Kiang mampu menghindari hantaman payung lawan, mendadak dia cengkram Ci Giok Phang. Di tengah samberan angin pukulan dan bayangan pedang,  tampak  Ci  Giok  Phang  melompat  ke  samping, sedangkan Kiauw Sek Kiang mrnggeliat sempoyongan kemudian jatuh tersungkur.

Rupanya sebelum Kiauw Sek Kiang berhasil mencengkram Ci Giok Phang punggungnya tersodok payung Kong-sun Po. Tiba-tiba sepasang pedang kakak beradik she Ci menusuk. Jika dalam keadaan biasa, Kiauw Sek Kiang tidak perlu gentar oleh serangan itu. Tapi sekarang dia dikeroyok dan terluka. Selain punggungnya tersodok payung, iga dan perutnya tertusuk pedang lawan. Tadi Ci Giok Hian yang terpaksa melompat ke samping karena getaran tenaga pukulan Kiauw Sek Kiang. Tio It Heng yang melihatnya terkejut dan kuatir. Segera dia memburu maju untuk memeganginya dan bertanya cemas.

"Bagaimana keadaanmu, adik Hian?" kata Tio It Heng. "Oh, tidak apa-apa," jawab Giok Hian, tanpa terasa

tangan kedua orang itu berpegangan erat.

Melihat kemesraan kedua orang itu, Wan Say Eng dan Ci Giok Phang yang sedang memburu ke arahnya berhenti. Diam-diam mereka merasa girang karena Ci Giok Hian sekarang sudah punya kekasih.

Sedangkan Kiauw Sek Kiang yang sedang merangkak bangun, dia mau lari, tapi langkahnya sempoyongan dan kembai terguling. Dia tidak mampu berdiri. Ketika Kong- sun Po mendekatinya, Kiauw Sek Kiang muntah darah tak berkutik lagi.

"Bangsat ini sudah mampus!" kata Kong-sun Po.

Sekarang tinggal Su Thian Tek yang masih bertarung dengan Wan Ceng Liong secara mati-matian. Ketika dia dengar ucapan Kong-sun Po, bahwa Kiauw Sek Kiang sudah binasa, bukan main kagetnya dia. Ketika itu dia menyerang dan segera berputar akan kabur. "Mau lari ke mana kau?" bentak Wan Ceng Liong.

Ketika Su Thian Tek lewat di samping Tio It Heng dan Ci Giok Hian, segera Kong-sun Po memutarkan payungnya untuk menghadang. Tapi tak terduga Su Thian Tek yang licin lari ke arah Tio It Heng dan Wan Say Eng. Tahu-tahu dia menyerang ke arah Wan Say Eng.

Syukur kepandaian Wan Say Eng tidak lemah, sedikit mengegos saja dia bisa terhindar dari cengkraman Su Thian Tek. Sedangkan Ci Giok Phang yang sudah menerjang maju, menusuk dengan pedangnya. Su Thian Tek tidak berani terlibat lebih lama dalam perta-rungan itu. Secepat kilat dia melompat melintasi gunung-gunungan. Kuatir putrinya terluka, Wan Ceng Liong memburu. Tapi Wan Say Eng berteriak.

"Aku tidak apa-apa, Ayah! Lekas kejar dia!" kata nona Wan.

Tanpa bicara lagi segera Wan Ceng Liong mengejar Su Thian Tek. Saat itu Su Thian Tek sudah hampir bisa ke luar taman. Dia kelihatan girang.

"Sekeluar dari sini aku akan bebas!" pikirnya.

Di luar dugaan, belum habis girangnya, mendadak sebelah kakinya terasa dipegang orang dengan erat. Rupanya Chu Kiu Sek yang kebetulan tergeletak di dekat gunung-gunungan terluka parah belum mati. Tiba-tiba melihat Su Thian Tek lari lewat di sampingnya, tanpa pikir lagi dia rangkul kaki Su Thian Tek dan memohon.

"Tolong, Su Toa-ko, bawa aku lari. Aduh!"

Mendadak Chu Kiu Sek menjerit dan langsung binasa. Karena  merasa  dihalang-halangi  Su  Thian  Tek geram,

dia  sendiri  sedang  mencari  selamat,  mana  mungkin  dia memikirkan keselamatan orang lain? Maka itu sekali tendang saja dia bunuh kawan lamanya itu.

Ketika itu Wan Ceng Liong memungut Tok-ka-tang-jin, atau senjata milik Ciong Bu Pa di atas tanah. Dengan sekuat tenaga dia sambitkan ke arah Su Thian Tek. Lantaran terhalang oleh Chu Kiu Sek yang memegangi kakinya, ditambah Su Thian Tek belum sempat lari jauh, tiba-tiba ada angin keras menyambar dari belakangnya. Dia pikir mau berkelit, namun sudah terlambat. Punggung Su Thian Tek terhajar tepat oleh boneka tembaga itu. Tak ampun lagi dia jatuh terguling dengan sebagian punggungnya hancur dan seketika itu juga binasa Semua musuh utama bangsa Han sudah mati, sedang yang berhasil kabur hanya Ciong Bu Pa yang tidak berarti, maka itu mereka semua girang.

"Ha, ha, ha! Hari ini terhitung hari paling menyenangkan bagiku!" kata Wan Ceng Liong sambil tertawa. "Sekarang boleh kujenguk sahabat lamaku."

"Kiong To-cu ada di gudang bawah tanah," kata Ci Giok Hian. "Dia telah ditolong oleh Kong-sun Toa-ko, dan dia sudah minum Pek-hoa-ciu. Kini penyakit Cauw-hwee-jip- mo nya sudah mulai membaik. Mungkin sudah tidak berbahaya lagi!"

Setelah minum Pek-hoa-ciu dan beristirahat sekian lama, keadaan Kiong To-cu sudah mulai pulih. Ketika Wan Ceng Liong masuk ke gudang, dia sudah bisa bangun untuk menyambut sahabatnya.

"Selamat, selamat! Dari celaka kau telah mendapatkan berkah, kini kau sudah sempurna benar," kata Wan Ceng Liong. "Terima kasih, Wan Toa-ko! Aku menyesal tidak menuruti nasihatmu, hampir saja aku celaka," kata Kiong To-cu.

Ketika Wan Ceng Liong menceritakan seluk-beluk kedatangannya, Tio It Heng menggunakan kesempatan itu untuk menjelaskan kepada Ci Giok Hian kenapa dia muncul di situ.

Melihat hubungan Tio It Heng dengan adiknya yang begitu baik, Ci Giok Phang mengira mereka bukan sahabat biasa. Diam-diam dia girang sekali. Sambil tertawa kemudian dia berkata.

"Adik  Hian,  kau  belum  memperkenalkan  saudara   ini. "

"Dia she Tio, namanya It Heng," dengan muka merah Ci Giok Hian memperkenalkan penmuda itu. "Sebenarnya kami baru kenal, walau dia pernah menolongku dua kali. Gurunya tokoh yang terkenal kalangan Kang-ouw  tahun yang lalu, yaitu To Pek Seng. Dia punya hubungan baik dengan Liu Beng-cu."

"Oh, kiranya Tio-heng murid To Pek Seng, pantas ilmu pedangmu lihay," kata Wan Ceng Liong. "Melihat gaya ilmu pedangmu tadi sebenarnya aku sangsi, seharusnya sejak tadi aku bisa menerka asal-usulmu."

"Rupanya Wan To-cu sahabat Guruku?" kata Tio It Heng "Sungguh malang, Guruku meninggal di Mongol, kisahnya biar nanti kuceritakan."

Mendengar To Pek Seng sudah meninggal, Wan Ceng Liong ikut berduka. Ci Giok Hian bertanya pada Kong-sun Po, "Kongsun Toa-ko, bukankah kau hendak ke Tay-toh, kenapa kau bisa ke sini? Apa kau tak akan terlambat menjalankan tugasmu di sana?" "Aku bertemu dengan Ang Pang-cu dari Hay-soa-pang, karena terpaksa kuubah rencanaku secara mendadak dan datang ke sini," kata Kong-sun Po. "Apalagi pertarungan Bulim-thian-kiauw dengan Wan-yen Tiang Cie masih sebulan lagi, aku kira dengan kuda tunggangku yang bagus aku masih keburu menyusul mereka ke sana."

"Walau begitu, sebaiknya kau jangan terlalu lama di sini. Kalau bisa besok kau dan Mi Yun berangkat," kata Kiong Cauw Bun.

"Tapi kesehatan Ayah belum pulih, mana bisa kutinggalkan begitu saja?" kata Kiong Mi Yun.

Tiba-tiba Kong-sun Po menyela.

''Kalian jangan kuatir, nanti akan kuuraikan kunci rahasia lwee-kang ajaran Beng-beng Tay-su kepada Ayahmu. Sebelum berangkat akan kulancarkan urat nadinya dengan bantuan lwee-kangku. Aku kira selanjutnya penyakit Ayah tak jadi soal lagi."

Sungguh tidak kepalang girangnya Kiong To-cu.

"Anak Po, kau bukan saja menantuku yang baik, bahkan kau adalah penolong jiwaku." kata Kiong Cauw Bun bersyukur.

"Baiklah, sekarang juga aku mohon Cici Giok Hian meminjamkan sebuah kamar, aku kira sehari saja cukup bagiku," kata Kong-sun Po.

"Jika kita berkumpul di sini, aku kuatir Gak Liang Cun sudah dapat laporan dan datang mengepung tempat ini!" kata Wan Ceng Liong. "Maka itu besok sebaiknya kita tinggalkan tempat ini! Apa kalian kakak beradik masih punya urusan di sini?"

Ci Giok Hian baru sadar. "Tidak, cuma Liu Beng-cu mengutusku menemui pimpinan Hay-soa-pang, ini harus kuselesaikan sebelum aku pergi dari sini."

Wan Ceng Liong mengerutkan kening.

"Letak tempat Hay-soa-pang di Ang-tek-ouw lebih seratus li dari sini, dalam sehari mungkin tak bisa pulang- pergi?" kata Wan Ceng Liong.

"Jangan kuatir," tiba-tiba Kong-sun Po ikut bicara, "bila perlu pakai saja kudaku, jarak seratus li bukan soal."

Ci Giok Hian mengucapkan terima kasih. "Aku ikut bersamamu!" kata Tio It Heng.

Ci Giok Phang girang dan tak perlu kuatir keselamatan adiknya.

Sementara itu fajar sudah menyingsing.

Ci Giok Hian dan Tio It Heng berangkat dan langsung menuju ke markas Hay-soa-pang di tepi danau Ang-tek- ouw.

Kuda pinjaman itu memang bagus dan cepat larinya. Hanya dalam dua tiga jam, dari jauh sudah kelihatan air danau Angtek-ouw yang bergelombang hijau dan bening itu. Jarak dari danau dengan markas Hay-soa-pang tinggal - li lagi.

Saat Ci Giok Hian dan Tio It Heng sedang melarikan kudanya, tiba-tiba mereka melihat cahaya api disertai suara riuh teriakan dan ringkikan kuda. Samar-samar kelihatan sebuah teluk terhalang oleh rumput alang-alang dan di depan sana tampak bayangan manusia 

"Hei, apa orang Hay-soa-pang sedang bertempur dengan pasukan Kim atau pasukan lain?" kata Tio It Heng heran. "Bagus, kalau begitu kedatangan kita sangat kebetulan," kata Ci Giok Hian.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar