Beng Ciang Hong In Lok Jilid 61

 
Melihat majikannya mengawasi ke arah Seng Liong Sen dan Khie Kie, Su Hong mengira majikannya tertarik pada nona di samping orang yang diawasinya itu. Maka itu Su Hong berkata begini.

"Saudara Sin, siapa nona di sampingmu itu? Apakah dia adikmu? Dan apa pekerjaanmu?" kata Su Hong.

"Aku pengembara biasa," sahut Seng Liong Sen tanpa menjawab pertanyaan yang lainnya.

"Oh, jadi kau pengembara miskin," kata Su Hong sambil tertawa. "Mudah saja jika kau ingin mencari sesuap nasi, Kong-cu kami bersedia memberimu makan, asal kau dan adik perempuanmu ikut Kong-cu kami. Mengingat adikmu itu cukup cantik juga he..he...he. " Belum selesai ucapan Su Hong, tiba-tiba An To Seng sudah membentak dengan nyaring.

"Kau jangan sembarangan bicara orang she Su! Mereka itu suami istri, tahu?" kata An To Seng.

"Ah, suami istri rupanya. Jika suami istri, kenapa?" kata Su Hong. "Ah, sayang istrinya cantik sekali sedangkan suaminya jelek sekali! Nona cantik itu tak ubahnya seperti bunga mawar tumbuh di atas kotoran kerbau."

Khie Kie gusar dia bermaksud memberi pelajaran pada Su Hong, tapi diam-diam Seng Liong Sen mencegahnya.

An To Seng tidak tahan lagi, segera dia memaki.

"Tutup mulutmu! Sin Toa-ko ini sahabatku, jika kau sembarangan bicara lagi, jangan kau salahkan aku!."

"Memang kata-kataku itu salah? Dia memang buruk, itu kenyataan, kenapa kau tidak senang? Apa kau ingin berkelahi denganku?" kata Su Hong.

Tiba-tiba Seng Liong Sen bicara.

"Tuan An, kau jangan marah, ucapan tuan Su ada benarnya juga. Memang wajahku ini buruk, apa mau dikata?" kata Seng Liong Sen merendah.

"Nah, bocah ini saja sudah mengaku, apa kata-kataku tadi salah?" kata Su Hong sambil tertawa terbahak-bahak. "Dia lebih tahu keadaan dibanding dengan kau! Apa kau bersedia ikut Kong-cu kami? Aku jamin kau akan kenyang makan dan senang!"

"Terima kasih," kata Seng Liong Sen.

Kebetulan Seng Liong Sen duduk di depan Su Hong, maka itu dengan sedikit membungkuk dia memberi hormat dan merangkapkan sepasang tangannya di depan dadanya. "Jangan sungkan, jangan sungkan. Istrimu ini. " kata

Su Hong.

Belum habis ucapan Su Hong mendadak dia terlentang, sedangkan sebelah kakinya mengenai tumpukan api unggun. Dia berteriak-teriak kesakitan karena kakinya terbakar. Rupanya ketika itu Seng Liong Sen menggunakan gerakan 'Tong-cu-pay-koan-im' (Anak kecil menyembah Dewi Koan-im) sambil mengerahkan tenaga dalamnya menghantam lutut Su Hong. Menyaksikan kejadian itu Han Hie Sun terkejut. An To Seng kaget dan girang. Diam-diam dia bersyukur bisa mengikat persahabatan dengan Seng Liong Sen. Sambil tertawa An To Seng berolok-olok.

"Hei orang she Su, mulutmu itu tidak bersih, pantas jika mendapat ganjaran yang setimpal. Lekas bangun, nanti api unggunnya padam!" kata An To Seng.

Su Hong segera merangkak bangun. Sebenarnya dia hendak mengumbar perasaan dongkolnya, tapi Han Hie Sun keburu melotot padanya dan berkata.

"Kau selalu membuat malu saja, jangan ngaco!" kata Han Hie Sun. "Sin Toa-ko, ternyata kau lihay sekali. Maafkan aku kurang hormat padamu. Jika kau lak keberatan mari kita bersahabat!"

Han Hie Sun langsung mengulurkan tangannya ingin berjabatan tangan dengan Seng Liong Sen.

"Ah, mana aku berani," sahut Liong Sen merendah.

Tapi karena sadar dia tak bisa menghindari ajakan Han Hie Sun itu, terpaksa dia mengulurkan tangannya untuk mengadu tenaga dengan lawan. Begitu tangan mereka saling menggenggam, serentak kedua pihak sama-sama bergetar. Diam-diam Seng Liong Sen mengakui tenaga dalam lawan jauh lebih hebat dibanding dulu. Sebaliknya Han Hie Sun pun terkejut, karena tenaga dalam lawannya sangat aneh, entah berasal dari aliran mana?

Seng Liong Sen yang kuatir dikenali, sengaja menggunakan tenaga dalam ajaran Khie Wie hingga membuat Han Hie Sun ragu-ragu. Saat Han Hie Sun hendak mengerahkan tenaga Keng-sin-cie-hoat, tiba-tiba dia merasa terdorong oleh semacam tenaga yang sangat kuat hingga membuat dia sesak napas. Dia terkejut dan cepat melepaskan tangannya agar tidak terluka oleh tenaga dalam lawan yang aneh itu.

Menyaksikan kejadian itu, An To Seng terkejut. Semula dia mengira Han Hie Sun hanya putra seorang hartawan biasa dan Su Hong tukang pukulnya. Tapi kini sudah diketahui bahwa kepandaian "putra hartawan" itu jauh  lebih tinggi dibandingkan dengan Su Hong.

Han Hie Sun jadi sangsi dan sulit menduga asal-usul Seng Liong Sen. Ketika hendak bicara lagi untuk memancing jawaban dari Seng Liong Sen, tiba-tiba terdengar suara gelak tawa di luar gudang. Hampir bersamaan orang yang tertawa itu sudah melangkah masuk ke gudang kayu. Kedua pendatang baru ini terdiri dari seorang lelaki tinggi besar dan seorang bertubuh pendek kecil. Senjata yang tergantung pada pinggang kedua orang ini sama bentuknya, golok panjang.

"Ah, kita tidak salah, ini tempat baik untuk berteduh. Di samping itu ada api unggun yang bisa kita gunakan untuk memanggang daging," terdengar lelaki kekar itu berkata.

Kawannya yang pendek menanggapinya.

"Benar, bahkan di sini tak sedikit sahabat kita, jadi tidak kesepian." katanya Sambil bicara lelaki kekar itu menanggalkan mantel yang dipakainya lalu dia mengibaskan sekuatnya sehingga air muncrat mengenai muka orang-orang yang sedang berkerumun di sekeliling api unggun itu. Rombongan pedagang obat itu sangat dongkol atas kejadian itu. Dengan mata mendelik mereka bermaksud mendamprat, tapi An To Seng keburu memberi tanda pada mereka agar jangan mencari gara-gara. Tak lama lelaki pendek berseru.

"Hei, para sahabat, mengapa kalian tidak menyapa tamu yang baru datang dan mengundang kami memanaskan badan?" kata si pendek.

Sambil berkata begitu dia melangkah maju, mendadak sebelah kakinya menendang sebuah keranjang obat hingga terbalik.

Sebenarnya keranjang obat itu ditaruh di pinggir dan tidak menghalangi jalan, jadi mudah diduga si pendek memang sengaja menendang keranjang itu.

"Kurangajar! Keranjang sampah apa ini? Sembarangan ditaruh di sini, hampir saja aku tersandung!" kata si pendek.

Kemudian dia menghunus goloknya dan langsung menusuk keranjang yang sudah terbalik itu. Karena terguling isi keranjang yang terdiri dari macam-macam obat itu langsung tercecer berantakan. Sekarang ditusuk dengan golok, tentu saja isi bungkusan itu berserakan hingga kelihatan apa jenisnya

"Ah, sungguh hebat, ada Kolesom, Sia-hio, Tong-kui, Hosiuh-oh, dan sebagainya, semua barang mahal dan sukar dicari!" kata lelaki pendek itu sambil tertawa.

Sedang sebagian dari bahan obat itu berbentuk bubuk, karena bungkusnya pecah obatnya jadi berserakan di lantai gudang hingga sulit dikumpulkan lagi. Tentu saja hal ini sangat menyedihkan bahkan menimbulkan rasa gusar kawankawan pedagang obat itu. Tapi An To Seng memberi tanda agar anak buahnya menahan diri, sedang dia langsung berdiri dan membentak.

"Sebenarnya apa mau kedua sahabat ini?" kata An To Seng.

"Tuan An, setahuku kau ini sudah berpengalaman. Tapi kau tidak tahu sudah dua hari kami menguntit jejakmu. Kenapa kau harus bertanya lagi?" jawab lelaki kekar itu.

"Hm! Jadi tujuan kedatangan kalian ke sini untuk menemuiku," ejek An To Seng. "Jika demikian, ayo bicara terus-terang, kenapa kau rusak barang kami?"

"Baiklah, jika kau ingin berunding," kata orang itu. "Obatobat yang kau bawa sangat kami perlukan. Tapi untuk Tuan An kami bisa beri kelonggaran. Kami hanya minta separuhnya saja. Nah, kalian boleh kumpulkan lagi untuk dibagi rata menjadi dua, aku percaya padamu. Besok pagi- pagi segera kami berangkat, untuk itu kami minta beberapa tenaga kuli darimu untuk mengangkut obat itu."

"Huh, enak saja kau bicara!" kata An To Seng.

"Memang kau anggap permintaan kami terlalu banyak?" kata lelaki pendek kecil itu. "Padahal harga yang kami ajukan cukup pantas dan ditanggung bersaing."

"Tuan An, sebenarnya apa maumu? Apakah kau menginginkan agar barang ini dibagi empat banding enam atau tiga banding tujuh? Silakan bicara saja," kata lelaki kekar itu.

"Aku tidak ingin cara yang mana pun, dan yang aku inginkan kalian enyah dari sini sekarang juga!" kata An To Seng geram. "He, he, he, sekali kami sudah datang, mana bisa kami pergi begitu saja!" jawab lelaki pendek itu. "Wah, mendengar ucapanmu itu, tampaknya kau tak bisa diajak berunding?"

"Benar," jawab An To Seng tegas. "Jika kalian tidak mau pergi, biar aku usir dengan aturan kaum Kang-ouw!"

"Baik, coba katakan bagaimana caramu itu?" kata lelaki kekar itu.

"Kau ingin main kerubut atau satu lawan satu, silakan?" kata An To Seng.

"Sebelum mulai, mari kita bicara lebih dulu agar jelas," kata lelaki kekar itu.

Dia mengawasi ke sekeliling ruangan, lalu berkata sambil tertawa.

"Hai, pantas Tuan An tidak gentar sedikitpun pada kami, karena kau sudah mengundang bala-bantuan ke mari. Eh, yang ini bukankah Su Hong?"

"Jadi kau masih kenal padaku, Pa Lo-toa," jawab Su Hong. "Tapi kau salah duga, seburuk-buruknya orang she Su tidak akan membantu pedagang obat itu!"

"Ya, sudah lama kudengar Su Toa-ko mendapat Cu- kong, pasti kau tidak perlu melakukan pekerjaan tanpa modal lagi. Selama ini kau pasti hidup makmur dan kau tinggal di mana sekarang?''

"Tajam benar sumber informasimu," kata Su Hong. "Han Kong-cu ini, majikan mudaku. He..he, rasanya Tuan An belum cocok untuk jadi sahabat Kong-cu kami."

"Hm! Sekalipun orang she An ini kaum keroco, dia tidak sudi bergaul dengan kaum pengkhianat," ejek An To Seng. "Tampaknya kalian sudah kenal lama dengan mereka! Nah, boleh jika kalian mau mengeroyok kami."

Han Hie Sun mengibaskan kipasnya. Kemudian pemuda she Han itu berkata.

"Kalian ribut sendiri, memang ada sangkut-paut apa denganku?" kata Han Hie Sun.

Dengan sikap angkuh pertengkaran orang Kang-ouw ini tidak berharga baginya. Sambil tertawa Su Hong menyambung kata-katanya.

"Tuan An, kau tidak perlu kuatir, Kong-cu kami tidak mau ikut campur urusan kalian. Maka itu akupun tidak akan membantu pihak manapun. Nah, Pa Lo-toa dan Han Lo-ji, kepandaian kalian masih cukup berlebihan untuk membereskan tukang obat ini, bukan?"

"Terima kasih atas kesediaan Kong-cu kalian yang tidak sudi ikut campur. Bagi Su Toa-ko pasti kami tahu diri dan ada komisinya," kata lelaki kekar itu sambil tertawa.

Setelah mendengar she kedua penjahat yang disebut- sebut oleh Su Hong, An To Seng ingat pada kedua penjahat yang terkenal dengan ilmu golok kilatnya, yaitu Pa Thian Hok dan Han Thian Siu. Kedua penjahat itu saudara seperguruan yang cukup terkenal di kalangan hitam belasan tahun lamanya, karena itu An To Seng belum pernah bertemu dengan mereka. Sorot mata Han Thian Siu beralih ke arah Seng Liong Sen, lalu berkata.

"Bagaimana dengan sahabat ini?" kata Han Thian Siu.

Saat Seng Liong Sen mau bicara, tiba-tiba An To Seng mendahului bicara,

"Mereka suami istri yang kebetulan ikut berteduh di sini karena  kehujanan.  Aku  pikir  tidak  perlu  kita melibatkan mereka, karena tak ada sangkut-pautnya dengan urusan kita." kata An To Seng.

"Baik, karena itu aku tak peduli kalian berapa orang, yang pasti kami siap menghadapi kalian," ujar lelaki kekar yang bernama Pa Thian Hok. "Nah, sekarang Tuan An ingin satu lawan satu, itu juga boleh."

"Bagus, harus kau pegang ucapanmu itu! Akan kuhadapi kau untuk menentukan kalah dan menang," jawab An To Seng.

"Tapi jika Tuan An kalah, maka barang yang kau bawa ini tidak hanya separuhnya saja yang kami inginkan," kata Pa Thian Hok sambil tertawa.

"Ya, jika aku kalah, semua barangku boleh kau ambil, bahkan aku berikan juga kepalaku," jawab An To Seng dengan gusar. "Bagaimana jika kalian yang kalah?"

"Bagaimana keinginanmu saja?" kata Pa Thian Hok. "Aku tidak perlu kepalamu, cukup asal kalian segera

enyah dari sini!"jawab An To Seng.

"Baik!" kata Pa Thian Hok. "Nah, Han Su-tee, kau awasi mereka!"

"Baik," jawab Han Thian Siu. "Asal mereka tidak bergerak pasti aku tidak perlu turun tangan."

"Baik, maju sekarang!" bentak An To Seng sambil bersiap.

"Sudah lama aku tahu tentang  jurus Kim-na-jiu-hoat Tuan An yang sangat lihay, biarlah sekarang aku belajar kenal dengan kepandaianmu itu. Awas!" kata Pa Thian Hok.

Bersamaan dengan itu goloknya langsung menebas lawan. "Golok kilat" Pa Thian Hok memang bukan cuma nama kosong, dalam sekejap semua orang yang menyaksikan pertarungan itu merasa silau terkena sinar golok yang berkeredep di tengah berkelebatnya bayangan orang.

Dengan tenang An To Seng menghadapi lawannya itu, dia menerobos kian kemari di antara sinar golok yang menyambar dengan cepat. Jika Pa Thian Hok mendesak maju, An To Seng mencengkram bagian yang mematikan di tubuh lawan, hingga terpaksa Pa Thian Hok melompat menghindarinya Sekarang Pa Thian Hok memainkan  jurus goloknya tapi sama sekali tak bisa mengenai sasaran. Sebaliknya beberapa kali dia hampir dicengkram oleh tangan An To Seng yang lihay.

Melihat pertarungan itu, Seng Liong Sen lega juga, sebab dia yakin akhirnya Tuan An yang akan jadi pemenangnya meskipun sekarang tampaknya Pa Thian Hok menyerang dengan ganas.

Tapi di luar dugaan Pa Thian Hok, ternyata permainan tangan kosong An To Seng sangat lihay. Diam-diam dia mengeluh, apalagi pihak lawan masih punya temannya yang lain. Walaupun sudah berjanji satu lawan satu, terpaksa dia memberi isyarat pada Han Thian Siu agar mencari kesempatan untuk membantunya

Han Thian Siu yang memang sudah mengetahui keadaan Su-hengnya yang tidak menguntungkan, begitu mendapat tanda segera dia mencari gara-gara. Sengaja dia menendang sebuah keranjang obat sehingga isinya tumpah berantakan.

Bukan main gusarnya kuli-kuli An To Seng melihat kejadian itu. Mereka langsung mendamprat, langsung dibalas Han Thian Siu balas. Malah dia ludahi salah satu pegawai An To Seng. Mau tak mau anak buah An To Seng maju mengerubuti dia. Memang ini yang dia inginkan agar dia bisa ikut bertarung.

Tapi kuli-kuli itu bukan tandingan Han Thian Siu yang lihay. Maka itu beberapa orang itu sudah langsung terluka oleh golok Han Thian Siu. Ketika golok Han Thian Siu terayun ke arah seorang kuli, An To Seng yang kuatir kuli itu celaka, dia melompat ke arah pembantunya itu. Dia langsung menggunakan jarinya menusuk mata Han Thian Siu. Jika saja Han Thian Siu memaksa membacok, maka kedua matanya akan buta!

Han Thian Siu yang tak mau ambil risiko, terpaksa menengadah ke belakang untuk menghindari serangan itu sambil menarik kembali goloknya untuk menyerang ke arah An To Seng. Setelah menyelamatkan anak buahnya, An To Seng berseru.

"Lekas kalian berangkat bawa barang-barang kita, biar akan kuhadapi penjahat-penjahat ini!" kata An To Seng,.

Tetapi para pembantu An To Seng menolak.

"Kami tak mau meninggalkanmu, An Toa-ko! Mati dan hidup kita akan bersama-sama!" kata mereka.

An To Seng tahu anak buahnya setia, mereka tidak mau meninggalkan dia dalam bahaya. Sementara itu golok Pa Thian Hok menyambar lagi dari belakang, terpaksa An To Seng mengertakan giginya bertempur mati-matian.

Sebenarnya An To Seng cukup kuat jika melawan Han Thian Siu atau Pa Thian Hok satu lawan satu. Tapi karena kedua saudara seperguruan itu bergabung dan menggunakan ilmu golok mereka yang bisa bekerja sama, An To Seng kesulitan juga. Ditambah lagi dia harus mengawasi keselamatan anak buahnya. Tentu saja keadaan diajadi semakin gawat saja. "Ah, rupanya komisiku hampir pasti aku peroleh!" kata Su Hong sambil tertawa.

Han Hie Sun sambil mengipas dia bicara.

"Seru juga, tapi tidak menarik!" kata Han Hie Sun.

Melihat hal itu Seng Liong Sen pun mengira semua tukang obat itu bisa celaka jika dia tidak segera turun tangan. Tapi jika dia ikut campur, pasti Han Hie Sun maju. Sedang kekuatan lawan masih lebih kuat dibanding kekuatan pihaknya Tapi dalam keadaan yang sangat gawat itu, terpaksa dia bertindak juga. Saat Seng Liong Sen mau turun tangan, tibatiba terdengar suara kaki kuda mendatangi dan mendadak berhenti di depan gudang kayu itu. Karena hujan sudah berhenti, tampak jelas pendatang baru itu tiga orang penunggang kuda

"Entah siapa yang datang ini, syukur kalau kawan Tuan An," pikir Seng Liong Sen.

Ketika orang yang baru datang itu telah melangkah masuk, seketika Seng Liong Sen terkejut. Ternyata itu dua orang busu bangsa Mongol dan seorang perwira kerajaan Kim.

"Berhenti semua!" bentak perwira Kim. Tapi pertarungan yang sedang berlangsung sengit itu sulit dihentikan dalam seketika. Maka itu perwira itu berteriak lagi.

"Kalian tidak menuruti perintahku, baik! Biar kalian tahu rasa!" kata perwira Kim itu.

Di tengah suaranya yang mengguntur itu, tiba-tiba muncul sinar perak berkelebat, disusul suara gemerincing nyaring. Tiba-tiba golok yang dipegang Han Thian Siu dan Pa Thian Hok terpotong menjadi dua Lengan baju An To Sengpun robek, pikulan kuli obat juga tertebas putus, belum terhitung senjata yang lain. Hanya satu jurus ilmu pedang saja, perwira Kim itu sudah mampu menjatuhkan senjata sebanyak itu hingga orang melongo kaget. Mau tak mau semua berhenti bertempur.

Seng Liong Senpun terkejut, dia ingat cerita gurunya bahwa Wan-yen Tiang Cie mempunyai seorang pembantu yang terkenal sebagai ahli pedang, namanya Kim Kong Yan.

"Apa mungkin orang ini dia?" pikir Liong Sen. Tak lama terdengar salah seorang bu-su Mongol itu berkata sambil tertawa

"Kim Tay-jin, ilmu pedangmu sungguh lihay dan bukan bualan!" kata si bu-su.

"Mereka tidak berharga dibereskan oleh kalian, maka terpaksa aku yang turun tangan," kata Kim Kong Yan sambil tertawa riang.

Tak lama dia berpaling dan membentak pada para tukang obat itu.

"Kalian berdiri di tempat dan jangan bergerak, tunggu akan kuperiksa kalian semuanya!" kata Kim Kong Yan lagi.

Seng Liong Sen yang tidak ingin dikenali, terpaksa ikut berdiri. Dia duga pihaknya pasti bukan tandingan mereka. Begitu juga Su Hong. Hanya Han Hie Sun yang masih tetap duduk angkuh.

"Siapa kau? Beraninya kau. "

Belum habis kata-kata Kim Kong Yan, tiba-tiba Han Hie Sun membentangkan kipasnya yang bersepuh emas, sambil mengibas perlahan dia menjawab dengan sikap angkuh.

"Kau perwira kerajaan Kim, bukan? Pasti kau kenal kipas ini?" kata Han Hie Sun.

Setelah mengamati sekejap, Kim Kong Yan terkejut. "Oh, ternyata kau sahabat Siauw Ong-ya kami, maafkan!" kata Kim Kong Yan.

Kipas milik Han Hie Sun memang pemberian Wan-yen Hoo. Ditambah lagi di kipas itu terdapat tulisan tangan Wan-yen Hoo. Kim Kong Yan kenal tulisan tangan Wan- yen Hoo. Dengan lagak tuan besar Han Hie Sun berkata nyaring.

"Tidak apa, karena kau tidak tahu, aku tidak menghalangi tugasmu, boleh kau periksa mereka."

Mendadak kedua bu-su Mongol itu mendekati Han Hie Sun dan Su Hong. Setelah mengawasi sejenak, seorang di antaranya berkata, "Oh, jadi kau ini sahabat Wan-yen Hoo, kau dari mana?" kata kedua bu-su Mongol itu.

"Dari Kang-lam," jawab Han Hie Sun tanpa berpikir. "Oh, jadi kalian dari Kang-lam? Siapa namamu?" tanya

busu Mongol itu pula.

Dengan cepat Kim Kong Yan mengedipi Han Hie Sun lalu mewakili Hai Hie Sun menjawab.

"Dia she Kim, dia mendapat perintah dari Siauw Ong-ya kami untuk mencari berita keadaan musuh di Kang-lam, dia bukan orang Song." kata Kim Kong Yan.

Baru Han Hie Sun sadar pada kekeliruan jawabannya tadi. Seharusnya dia tidak boleh berterus-terang kepada busu Mongol itu. Sebaliknya Seng Liong Sen seketika bingung mendengar tanya-jawab mereka itu. Dia tidak mengerti kenapa Kim Kong Yan sengaja menutupi asal-usul Han Hie Sun? Ternyata busu Mongol itu curiga, dia berkata pada Kim Kong Yan perlahan.

"Tadi kau tidak kenal dia, kenapa sekarang kau tahu dia she Kim?" kata bu-su Mongol itu. "Aku pernah mendengar dari Siauw Ong-ya, ketika dia memperlihatkan kipasnya tadi, segera aku ingat siapa dia," jawab Kim Kong Yan.

"Benarkah dia she Kim? Aku rasa itu bukan!" kata busu Mongol itu.

Berbareng dengan itu pergelangan tangan Han Hie Sun dia cengkram. Seorang yang memiliki ilmu silat tinggi, jika mendadak mendapat serangan, secara reflek dia akan mengeluarkan kepandaiannya untuk melawan. Begitu juga Han Hie Sun yang terkejut, dia putarkan tangannya Berbareng dengan itu jarinya balas menotok tangan lawan.

Dengan keras bu-su Mongol itu mengibaskan tangannya, hingga Han Hie Sun tergentak mundur dua tiga langkah ke belakang. Tapi segera terdengar suara gedubrakan. Ternyata Su Hong jatuh terjengkang. Dia maju hendak membantu majikannya Akibatnya dia sendiri terbanting roboh oleh bu- su Mongol yang lainnya. Bu-su yang menghadapi Han Hie Sun, langsung berkata sambil tertawa.

"Aku tahu, kau she Han dan putra Han To Yu, betul tidak?" kata si busu Mongol.

Buru-buru Han Hie Sun menjawab. "Oh, bukan!

Aku......aku "

Belum selesai dia bicara mendadak bu-su Mongol itu mengeluarkan kepandaian khas orang Mongol, yaitu ilmu gulat sejenis judo dari Jepang. Dengan sekali pegang dia tarik Han Hie Sun ke atas bahunya dan langsung dibanting ke belakang. Dalam keadaan terdesak, Han Hie Sun menotok bahu lawan dengan jurus Keng-sin-cie-hoat yang lihay. Jelas Kim Kong Yan jadi kelabakan, cepat dia berseru. "Harap kalian menghormati Siauw Ong-ya kami, orang ini benar-benar mendapat tugas ke Kang-lam atas perintah Siauw Ong-ya!" kata Kim Kong Yan.

Belum selesai ucapan itu, terdengar suara keras. "Brett!"

Pakaian Han Hie Sun robek, sepucuk surat telah berpindah tangan ke bu-su Mongol itu. Han Hie Sun pun roboh terkulai. Kejadian itu terjadi tiba-tiba, tidak hanya Kim Kong Yan yang terkejut, Seng Liong Senpun melongo kaget. Tadi dia kuatir keselamatan An To Seng dan kawan- kawannya. Tidak diduga korban pertama yang roboh oleh bu-su Mongol, justru Han Hie Sun. Padahal kepandaian Han Hie Sun tidak lemah, mengapa hanya sekali gebrak langsung terbanting oleh lawan?

"Hei, mari! Coba kau baca surat ini, apa yang tertulis di surat ini! Apa surat ini berasal dari Kerajaan Song?" kata bu-su Mongol itu memanggil Seng Liong Sen.

Sudah tentu Seng Liong Sen tidak mau membantu orang Mongol itu, sekalipun Han Hie Sun bukan manusia baik- baik.

"Maaf, aku tidak sekolah, aku buta huruf," jawab Liong Sen.

Kelihatan bu-su Mongol itu dongkol dan mau mendamprat, tapi mendadak tangannya terasa gemetar. Surat yang dipegangnya mendadak jatuh ke lantai.  Rupanya tadi dia tertotok jurus Keng-sin-cie-hoat yang digunakan Han Hie Sun, Meskipun tenaga dalamnya cukup lihay dan tidak cedera, namun Keng-sin-cie-hoat memang hebat. Tangan bu-su Mongol itu gemetar maka surat yang dipegangnya terjatuh. Kesempatan itu segera digunakan oleh Han Hie Sun, sebelah kakinya menyapu surat itu masuk ke dalam api unggun. Dalam sekejap surat itu sudah terbakar habis.

Bu-su Mongol itu gusar, segera dia angkat Han Hie Sun dan dia banting ke api unggun. Syukur Kim Kong Yan keburu melompat maju untuk memegangi tubuh Han Hie Sun.

"Harap ingat pada Ong-ya kami dan suka mengampuni orang ini." kata Kim Kong Yan pada bu-su Mongol.

Bu-su Mongol itu berkata kesal.

"Ong-ya kalian memang ingin bersekutu dengan kami untuk membasmi Kerajaan Song, tapi diam-diam Siauw Ongyamu juga berkomplot dengan pihak Song! Pasti kalian bermaksud jahat terhadap bangsa Mongol. Hm! Masa Ong- ya dan Siauw Ong-yamu bertindak sendiri-sendiri, aku kira ini suatu tipu-muslihat Ong-ya kalian, bukan?" kata bu-su Mongol itu.

Sekarang Seng Liong Sen tahu jalan pikiran mereka. Rupanya Wan-yen Tiang Cie bersekongkol dengan bangsa Mongol dan bermaksud merebut tahta Kerajaan Kim. Sedangkan Han To Yu dan putranya bersekongkol, karena ingin menjual negara demi kedudukan sendiri.

"Harap Tuan jangan terlalu curiga, sebab mana mungkin Ong-ya kami berbuat begitu?" kata Kim Kong Yan sambil tertawa. "Jika Ong-ya kami bermaksud buruk, lalu mana mungkin dia mengutusku ikut membantu kalian?"

Saat itu Han Hie Sunpun marah, sebagai putra Perdana Menteri Song, belum pernah dihina begitu. Maka itu sesudah dilepaskan oleh Kim Kong Yan, dia mendelik segera dia menyerang ke arah bu-su Mongol itu. "Hei, rupanya kau ingin berkelahi lagi, ya?" bentak bu-su Mongol yang memegang sebuah gada, Begitu bergerak, serentak ujung gada itu mengancam tiga jalan darah di tubuh Han Hie Sun.

Ternyata ilmu totok bu-su Mongol itu aneh dan lihay luar biasa. Maka itu sekalipun Han Hie Sun terhitung ahli Tiamhiat, dia tidak mampu menghindari serangan itu. Tiba- tiba salah satu jalan darah Han Hie Sun tertotok. Dia langsung roboh lagi. Kali ini tidak sanggup merangkak bangun lagi.

Bu-su Mongol yang pertama itu bernama Sipatoh, dia terhitung jago pilihan yang jarang tandingannya. Di negeri Mongol kepandaiannya hanya di bawah Liong-siang Hoat- ong. Sedangkan kepandaiannya yang khas, yaitu ilmu gulat gaya Mongol, Hal itu bisa dikatakan terhitung nomor satu di Mongol. Jika berkelahi secara wajar Han Hie Sun mungkin bisa bertahan beberapa jurus. Dia roboh karena tidak menduga, tahu-tahu dia dibanting menggunakan ilmu gulat Mongol itu.

Bu-su Mongol yang menotok Han Hie Sun dengan gada bernama Uh-bun Hoa-kip, dia murid ketiga Liong-siang Hoatong. Meskipun murid ketiga, tapi kepandaiannya terhitung nomor satu di antara sesama saudara seperguruannya, terutama Tiam-hiatnya menjadi kebanggaan. Cara menotok yang khas ajaran Liong-siang Hoat-ong itu sulit bagi Han Hie Sun untuk membukanya. Meskipun dia sendiri ahli Tiam-hiat juga. Tak lama Sipatoh lantas berkata:

"Baiklah, untuk sementara kau kuampuni," kata Sipatoh. "Nanti setelah urusan beres kita bawa kau pulang untuk diperiksa lebih teliti lagi." Kim Kong Yan berpikir jika sudah pulang ke Tay-toh, pasti Wan-yen Tiang Cie bisa menyelamatkan Han Hie Sun, maka itu dia tidak banyak bicara lagi. Dia berpaling dan bertanya pada An To Seng dan yang lainnya.

"Siapa kalian, mengapa berkelahi di sini?" kata Kim Kong Yan dengan teliti.

"Kami pedagang obat," kata An To Seng, "sedang mereka ini para penjahat yang mau merampas obat milik kami!"

Cepat Pa Thian Hok membantah.

"Lapor Tay-jin, kami mau merampas barang mereka, cukup beralasan!" kata Pa Thian Hok.

"Oh, apa alasanmu?" tanya Kim Kong Yan.

"Orang she An ini bersekongkol dengan kawanan penjahat di Kim-kee-leng. Sedang bahan obat yang mereka angkut ini pun mau diserahkan pada para penjahat di sana," kata Pa Thian Hok.

"Ngaco!" damprat An To Seng. "Kalian yang penjahat, berani memfitnah orang lain?"

Mendengar An To Seng bersekongkol dengan  penjahat di Kim-kee-leng, hati Kim Kong Yan kaget. Tak lama dia tanya Pa Thian Hok.

"Kau bilang mereka berkomplot dengan penjahat di Kimkee-leng, apa kau punya bukti?" kata Kim Kong Yan.

"Buktinya memang tidak ada, tapi itu betul kami ketahui," jawab Pa Thian Hok.

”Agar Tay-jin yakin pada keterangan kami, baik kami katakan. Houw Yan Hoa yang sekarang mengabdi pada Wan-yen Ong-ya, kenalan baik kami," kata Han Thian Siu ikut bicara. "Oh, jadi kalian kenal pada Houw Yan Hoa," kata Kim Kong Yan. "Baiklah, tentang masalahmu ini sementara tak perlu kutanya lagi. Aku hanya ingin tahu, apa kalian pernah melihat dua orang tua. Dia bernama Siang-koan Hok dan Khie Wie. Juga seorang bernama Seng Liong Sen. "

Dia melukis wajah orang-orang yang dimaksudnya itu. Karena Pa Thian Hok mengaku tidak tahu tentang orang itu, Sipatoh jadi tidak sabaran.

"Buat apa banyak bicara dengan mereka, suruh mereka pergi dari sini!" kata Sipatoh.

Sesudah itu dia segera menarik salah seorang anak buah An To Seng yang dia lemparkan ke pojokan. Dia gunakan cara pegulat Mongol. Karena orang itu tidak mampu melawan, dia terbanting dan tak bisa berkutik lagi. Kim Kong Yan segera menghunus pedangnya, secara berturut- turut jalan darah Pa Thian Hok dan Han Thian Siu ditusuk sehingga terjungkal. Uh-bun Hoa-kip mengincar jalan darah An To Seng dengan gadanya sehingga roboh terkulai. Anak buah An To Seng yang lain maju, tapi dengan mudah mereka dipegang dan dilemparkan ke sudut mangan, setelah jalan darah mereka ditotok. Dalam waktu singkat belasan orang itu bertimbun jadi tumpukan cukup tinggi. Ketika tiba giliran Han Hie Sun akan dilemparkan, mendadak dia berseru.

"Kalian mau mencari Seng Liong Sen, bukan? Aku tahu dia ada di mana!"

"Di mana dia? Lekas katakan!" kata Kim Kong Yan. "Bagaimana aku bicara, sebenarnya aku ini tawanan atau

tamu kalian? Itu belum jelas," ejek Han Hie Sun.

Kim Kong Yanpun jadi serba salah, terpaksa dia bujuk kawan-kawannya. "Uh-bun Tay-jin, tuan ini memang benar kawan baik Siauw Ong-ya, dia membawa berita untuk kita, sudikah kau membebaskannya?"

"Suruh dia bicara dulu, jika bicaranya benar, pasti akan kubebaskan!" kata Sipatoh.

"Ba... bagaimana Tuan...," terpaksa Kim Kong Yan membujuk Han Hie Sun, "silakan beri sedikit keterangan tentang Seng Liong Sen pada kami. Mengenai salah pahammu dengan Tuan Sipatoh sebentar pasti bisa kita selesaikan."

"Baik, mengingat Siauw Ong-yamu, biar aku mengalah," kata Han Hie Sun. "Tentang Seng Liong Sen, bukan saja bisa kuberitahu, tapi kalian bisa segera menangkapnya."

"Apa benar?" kata Kim Kong Yan agak ragu. "Di mana dia sekarang?"

"Jauh di ujung langit, dekat seperti di depan mata!" kata Han Hie Sun, sambil menunjuk ke arah Seng Liong Sen: "Nah, inilah dia orangnya! Aku pernah bertarung dengannya. Aku tahu pasti dia ini Seng Liong Sen!"

Tapi sebisa mungkin Seng Liong Sen berusaha tenang. "Hm! Karena kau bukan tandinganku, sekarang kau

main fitnah, sungguh keterlaluan!" ejek Seng Liong Sen.

"Benar atau bukan, sekali coba pasti aku tahu!" kata Kim Kong Yan, berbareng dengan itu dia menghantam.

Melihat serangan maut musuh sudah tiba, tak ada jalan lain bagi Liong Sen. Dia harus menangkis serangan itu. Maka terdengarlah suara keras karena beradunya tangan mereka. Kim Kong Yan bergetar melompat mundur, sebaliknya Seng Liong Senpun terhuyung. Kim Kong Yan gusar dia membentak. "Keparat, sekarang kau tak bisa menyangkal lagi! Lekas serahkan dirimu!"

Kim Kong Yan telah meloloskan pedang dan menyerang dengan cepat, tapi serangan balasan Seng Liong Sen tidak kalah cepatnya. Pedang Seng Liong Sen berputar hingga terjadilah pertarungan sengit. Ilmu pedang Kim Kong Yan memang lihay, tapi Seng Liong Sen melayani ilmu itu dengan ilmu pedangnya yang sama lihaynya. Sampai ratusan jurus Kim Kong Yan tetap tak bisa mengatasi lawannya, sebaliknya malah kelihatan mulai kewalahan.

"Mundur dulu, Kim Tay-jin, serahkan dia padaku!" seru Sipatoh sambil tertawa.

Bersamaan dengan ucapan itu, dia menerjang maju menggantikan Kim Kong Yan, dengan kedua tangannya dia menceng-kram, memotong, menotok dan macam-macam serangannya yang lihay. Tenaga Seng Liong Sen sudah berkurang ketika melawan Kim Kong Yan tadi, dia merasa tekanan kedua musuhnya semakin kuat, bayangan tangan lawan seakan-akan selalu menyambar di depan wajahnya dan setiap saat dapat merobek mukanya.

"Lekas lari, adik Khie!" kata Seng Liong Sen

-o~DewiKZ~Aditya~aaa~o-

Dalam keadaan genting, tiba-tiba Khie Kie melompat maju masuk dalam kalangan sambil berteriak,

"Kakak Liong, biar kita adu jiwa dengan mereka!" Berbareng dengan teriakan Khie Kie goloknya membacok ke arah Sipatoh dari arah yang sama sekali tak terduga, hingga hampir saja Sipatoh terbacok oleh golok Khie Kie.

Walau demikian Sipatoh memang tidak mengecewakan sebagai seorang busu terkemuka di negeri Mongol, dan sebagai murid Liong-siang Hoat-ong. Ilmu pukulan Liongsiang-kangnya sungguh luar biasa. Berulang-ulang Seng Liong Sen harus melompat mundur untuk menghindari pukulan maut musuh.

Pada suatu ketika, mendadak Sipatoh melancarkan pukulan Liong-siang-kang yang dahsyat telah mencapai tingkat tinggi hingga terdengar suara gemuruh. Sebagian dari gudang kayu itu telah ambruk karena sebuah tiangnya patah terkena pukulan Sipatoh.

Kim Kong Yan yang sempat melompat keluar, masih sempat menendang Han Hie Sun ke tepi gudang sana. Tapi sial bagi yang lainnya, mereka tertimpa oleh papan kayu. Untung robohnya bangunan itu cuma sebagian saja, sehingga mereka tidak sampai mati tertindih bangunan kayu.

Pada detik yang sangat berbahaya itu, Seng Liong Sen sempat melompat ke sana sambil menarik Khie Kie. Ternyata tenaga dalam Seng Liong Sen mengalami kemajuan pesat sejak mendapat pengobatan dari tabib Ong. Bukan saja dia mampu menahan kekuatan pukulan Liong- siang-kang, malah dia bisa menyelamatkan Khie Kie, sungguh hal ini di luar dugaan Sipatoh.

"Hebat juga kau!" seru Sipatoh sambil menyeringai dan mendekati Seng Liong Sen. "Tapi jika kau berkelahi lagi, mustahil kau mampu menahan pukulanku yang berikutnya? Begini saja, kau menyerah dan nona kesayanganmu itu akan kubebaskan. Bagaimana?"

"Apa bisa dipercaya kata-katamu?" kata Seng Liong Sen. "Tidak, Kakak Liong!" teriak Khie Kie. "Hidup mati kita

bersama-sama! Kau pria sejati, aku lebih suka mati bersamamu daripada menyerah kepada musuh!"

Tiba-tiba muncul keberanian dan semangat Seng Liong Sen, hatinya juga bahagia punya kekasih yang rela berkorban baginya Segera dia berseru.

"Ya, kita sehidup-semati. Mari maju, Sipatoh!" kata Seng Liong Sen dengan gagah.

"Aku bermaksud baik mengampuni jiwa kalian, tapi kalian malah tidak tahu diri," jawab Sipatoh. "Baik, jika kalian ingin mati bersama-sama biar kupenuhi keinginan kalian itu!"

Pada saat kedua pihak akan bergebrak, tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda yang riuh sekali. Lima ekor kuda dengan enam penumpangnya tampak sedang mendatangi secepat terbang. Sesudah dekat dan melihat siapa para pendatang itu, sungguh tidak kepalang girangnya Seng Liong Sen.

Ternyata keenam penunggang kuda itu Kok Siauw Hong, Han Pwee Eng, Lie Tiong Chu, Jen Ang Siauw, Ciu Tiong Gak dan cucu perempuannya yaitu Ciu Hong. Karena Ciu Tiong Gak terluka Ciu Hong naik satu kuda bersama kakeknya.

Sementara itu Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng yang berada paling depan, sudah tiba lebih dulu. Dengan kaget Kok Siauw Hong berseru, "Hai, Seng Toa-ko?"

"Ya, ini aku!" jawab Seng Liong Sen girang dan malu. Tanpa banyak bicara lagi Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng melompat bersama-sama dari kuda mereka, pedang mereka langsung dihunus lalu menusuk ke arah Sipatoh.

Sipatoh tidak gentar menghadapi serangan kedua orang itu. Dengan tangan kanan menggunakan Liong-siang-kang dan tangan kiri menggunakan jurus Kim-na-jiu-hoat, dia coba merampas senjata Han Pwee Eng. Pedang Kok Siauw Hong tergetar ke samping oleh tenaga pukulan Liong-siang- kang, tapi Kim-na-jiu-hoat-nya ternyata tidak mampu menahan serangan pedang Han Pwee Eng.

"Bret!"

Lengan baju Sipatoh robek sebagian, untung dia cepat berganti serangan hingga tidak terluka. Sedang Lie Tiong Chu pun sudah menerjang. Uh-bun Hoa-kip memutarkan gadanya.

Lalu dengan ilmu Tiam-hiat yang khas dia totok dada lawannya.

"Bagus!" kata Lie Tong Chu, sedang serulingnya menangkis dan berputar, dengan cepat dia balas menusuk tiga tempat jalan darah musuh. Uh-bun Hoa-kip terkej ut melihat ilmu Tiam-hiat lawan lebih lihay dari dia. Terpaksa dia tarik gadanya untuk menjaga diri. 

"Trang!"

Gada Uh-bun Hoa-kip membentur seruling pusaka Lie Tiong Chu, tahu-tahu gada itu patah jadi dua. Ternyata seruling pusaka Lie Tiong Chu melebihi baja kerasnya, hingga gada Uh-bun Hoa-kip tidak mampu menandinginya

Segera Uh-bun Hoa-kip mengeluarkan senjata khasnya yang lain, yaitu dua buah roda yang terbuat dari baja murni hingga tidak kuatir dipatahkan seruling lawan. Sebenarnya kekuatan Uh-bun Hoa-kip lebih hebat dibanding Lie Tiong Chu, maka itu setelah berganti senjata, segera dia bisa mengubah kedudukannya yang terdesak tadi. Ketika kedua buah roda bergerak, terdengar suara dering beradunya senjata. Dalam sekejap seruling Lie Tiong Chu telah membentur roda lawan beberapa kali, keduanya bertarung dengan cermat sehingga sulit menentukan siapa yang kalah dan menang dalam waktu singkat.

Jen Ang Siauw dan Ciu Tiong Gak serta Ciu Hong sudah tiba. Jen Ang Siauw terlibat pertarungan menghadapi Kim Kong Yan. Sudah tentu dia bukan tandingan jago Kerajaan Kim itu, hanya beberapa gebrak saja goloknya sudah hampir terlepas dari ceka-lannya. Tapi Kim Kong Yan melengak setelah menyaksikan permainan golok si nona.

"Kau putri Jen Thian Ngo kan?" kata Kim Kong Yan. "Betul atau tidaknya, apa pedulimu?" bentak Jen Ang

Siauw sambil menangkis serangan musuh.

Seketika Kim Kong Yan jadi ragu hingga tidak berani melancarkan serangan maut lagi. Di bagian lain Seng Liong Sen sempat menarik diri dari pertarungan dengan Sipatoh karena kini telah digantikan oleh Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng, segera menerjang ke arah Kim Kong Yan sambil membentak.

"Perkelahian kita belum selesai, mari kita lanjutkan!" kata Seng Liong Sen.

"Kenapa aku takut padamu?" teriak Kim Kong Yan gusar. Jen Ang Siauw ditinggalkan untuk menghadapi Seng Liong Sen. Tak lama kedua orang itu sudah bertarung dengan sengit. Pedang beradu pedang suara nyaring terdengar tak hentinya. Tak lama Seng Liong Sen sudah bertarung beberapa kali, tdan adu tenaga dengan Liong-siang-kang Sipatoh. Setelah belasan jurus melawan Kim Kong Yan, akhirnya dia merasakan tenaganya mulai lemah. Kok Siauw Hong mengetahui keadaan Seng Liong Sen, mendadak melancarkan serangan gencar.

Han Pwee Eng juga tidak tinggal diam, dia juga menyerang dengan sama hebatnya. Betapapun Sipatoh kuat, akhirnya kewalahan juga dan terpaksa mundur. Kesempatan itu segera digunakan oleh Kok Siauw Hong berdua untuk menggeser ke arah Seng Liong Sen. Pertarungan yang terbagi jadi tiga bagian itu kini berbaur jadi satu hingga pertempuran jadi kacau. Sedangkan Ciu Tiong Gak yang baru sembuh, tenaganya belum pulih. Ciu Hong pun merasa tenaganya belum pulih untuk ikut bertempur, Maka itu mereka hanya menonton saja di luar kalangan.

"Orang-orang yang tertimpa reruntuhan bangunan yang roboh, hampir semuanya kawan kita! Harap Ciu Lo-ya menolong mereka!" teriak Seng Liong Sen. "Adik Khie, kau ikut membantu menolong mereka!"

"Baik," jawab Khie Kie.

Kepandaian Khie Kie memang terbatas, andaikan ikut bertempurpun tidak banyak manfaatnya, ditambah lagi keadaan suaminya sudah di atas angin. Berpikir demikian dia lantas menolong tuan An dan anak buahnya. Tiba-tiba Kim Kong Yan ingat sesuatu, lalu berseru pada kawannya.

"Si Tay-jin dan Uh-bun Toa-ko, segera minta bala- bantuan, bukankah kita punya seorang penolong yang kuat di sini?"

Semula Sipatoh dan Uh-bun Hoa-kip melengak, mereka bingung.  Tapi  mereka  segera  sadar  siapa  yang dimaksud oleh Kim Kong Yan, yaitu Han Hie Sun yang ditotoknya tadi. Uh-bun Hoa-kip yang berpikir ada baiknya anjuran Kim Kong Yan itu, segera melancarkan suatu pukulan ke arah Jen Ang Siauw yang dianggap palinglemah. Ketika nona itu berkelit, segera peluang itu dia gunakan untuk menerobos ke tempat Han Hie Sun tergeletak.

Lie Tiong Chu memburu ke arah Uh-bun, akan tetapi terlambat. Uh-bun Hoa-kip sempat mendekati Han Hie Sun yang tergeletak di pojok sana dan telah membuka jalan darahnya yang tertotok itu. Sesudah itu senjata rodanya langsung berbalik untuk menangkis serangan Lie Tiong Chu yang datang memburunya. Dengan cepat Han Hie Sun berdiri sambil mengejek dongkol.

"Persoalan kita biar kita selesaikan nanti, kini yang perlu kita bahu-membahu menghadapi musuh bersama!" kata Hoakip.

Seng Liong Sen berseru pada Han Hie Sun.

"Han Kong-cu, aku harap kau bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, sudah pernah salah jangan berbuat salah lagi. Asal kau tidak bekerja sama dengan mereka kita masih tetap bisa bersahabat dan kesampingkan perselisihan dulu."

Kim Kong Yan pun berseru.

"Han Kong-cu, kau harus ingat hubungan baik Ong-ya dan ayahmu, jangan mau dihasut oleh musuh!" kata Kim Kong Yan.

Nada ucapan Kim Kong Yan ingin memperingatkan hubungan rahasia antara ayah Han Hie Sun dan Wan-yen Tiang Cie. Dengan demikian rahasia Han Hie Sun dengan sendirinya ketahuan semua Han Hie Sun diam. "Jelas dia berbohong padaku lagipula Wan-yen  Tiang Cie pun tidak bersungguh-sungguh hati ingin berserikat dengan Khan Agung. Hm! Persoalan ini kelak akan kubereskan."

Sedang Han Hie Sun yang harus segera melakukan pilihan, lebih pada kepentingan keluarganya. Dia cenderung memilih Kim Kong Yan sebagai rekannya. Saat itu Han Pwee Eng sudah bergabung dengan Kok Siauw Hong. Serangan mereka membuat Sipatoh kerepotan.

"Kalian buronan pemerintah, masakan aku mau berdamai dengan kalian!" bentak Han Hie Sun sambil mengayunkan kipasnya membantu Sipatoh menangkis serangan Han Pwee Eng.

"Dasar pengkhianat!" damprat Han Pwee Eng dengan gusar.

Si nona melancarkan tiga kali serangan berbahaya. Sebenarnya kepandaian Han Hie Sun tidak berada di bawah Han Pwee Eng, tetapi karena dia baru tertotok, tubuhnya masih kaku, maka itu serangan gencar nona Han membuat dia sedikit kewalahan, untung Sipatoh melancarkan pukulan dahsyat untuk menolongnya

Kedua pihak sama-sama berjumlah lima orang, Kok Siauw Hong, Han Pwee Eng, Lie Tiong Chu, Jen Ang Siauw dan Seng Liong Sen di satu pihak, sedang di pihak lain terdiri dari Sipatoh,

Uh-bun Hoa-kip, Kim Kong Yan, Han Hie Sun dan Su Hong. Kekuatan Sipatoh dan kawan-kawanmua melebihi kekuatan lawannya, jika bertempur agak lama pasti mereka akan menang. Sambil tertawa Kim Kong Yan berkata, "Sabar saja, Han Kong-cu, asal kawan kita sudah tiba, kita lihat bisa lari ke mana mereka?" kata Kim Kong Yan.

"Pengkhianat tidak tahu malu, lihat seranganku!" bentak Seng Liong Sen gusar.

Dia segera melancarkan serangan lebih gencar terhadap Han Hie Sun. Sekarang pertarungan sengit itu terbagi dalam lima kelompok, untuk sementara sulit menentukan siapa yang alam kalah dan menang.

Di tempat lain, Ciu Tiong Gak, Ciu Hong dan Khie Kie sedang sibuk menolongi orang-orang yang tertimbun bangunan yang runtuh. Syukur tak ada yang terluka parah, sebagian cuma terkilir tulang kaki atau tangannya sajaMaka itu dengan mudah Ciu Tiong Gak bisa membetulkan tulang mereka yang terkilir.Sedangkan An To Seng yang tertotok oleh Uh-bun Hoa-kip, tidak mampu dibuka jalan darahnya oleh Tiong Gak. Saat Ciu Tiong Gak akan membuka jalan darah Pa Thian Hok dan Han Thian Siu yang tertotok, mendadak Khie Kie berseru, "Jangan, Ciu Lo-ya, kedua orang itu penjahat!" kata Khie Kie.

Namun sudah terlambat, Pa Thian Hok telah melompat bangun dan sekali cengkram Ciu Hong telah terpegang olehnya. Ciu Tiong Gak terkejut, dia maju untuk  menolong, tapi Pa Thian Hok membentak.

"Tua bangka she Ciu, jika ingin cucumu selamat, lekas kau mundur!" kata Pa Thian Hok.

Sambil menawan Ciu Hong sebagai sandera, Pa Thian Hok jadi dapat angin. Sedang Han Thian Siu langsung memburu ke arah An To Seng yang tidak berkutik itu.

Ciu Tiong Gak menyesal karena salah menolongi kedua musuh  itu.  Tiba-tiba  terlihat  Pa  Thian  Hok  berdiri kaku dengan kedua tangan lurus ke bawah. Ciu Hong buru-buru melepaskan diri dari cengkraman orang itu.

"Plak!"

Dia tampar Pa Thian Hok dengan sebuah tamparan keras. Pada saat yang sama, tahu-tahu Han Thian Siu yang sedang berlari ke arah An To Sengpun terjungkal. Rupanya dengan cepat Khie Kie telah menyambitkan dua buah senjata rahasia mata uang dan mengenai jalan darah kedua musuhnya itu. Sungguh tak terduga Pa Thian Hok berhasil dibokong oleh seorang nona, mereka telah kecolongan. Dengan gemas Ciu Tiong Gak mendekati mereka dan menambah beberapa kali tamparan ke muka Pa Thian Hok berdua

"Ampuni sementara jiwa anjing mereka, nanti masih bisa kita pergunakan!" seru An To Seng.

"Ciu Lo-ya, Tuan An kawan kita," kata Khie Kie.

Ciu Tiong Gak berusaha membuka jalan darah An To Seng yang tertotok itu, tapi tidak mampu.

"Coba aku yang menolongnya!" kata Khie Kie.

Ternyata sekali coba Khie Kie berhasil, segera An To Seng bisa bergerak leluasa. Ilmu silat keluarga Khie tergabung dengan berbagai aliran. Dari ajaran ayahnya Khie Kie telah bisa memusnahkan ilmu Tiam-hiat Uh-bun Hoa-kip yang khas itu. Melihat kepandaian Nona Khie itu Sipatoh dan Uh-bun Hoa-kip kaget bukan kepalang. Akhirnya merekapun yakin Khie Kie pasti putri Khie Wie. Diam-diam Sipatoh menyesal, tadi dia tidak menawan nona itu lebih dulu.

Saat pertempuran sengit sedang berlangsung, tiba-tiba debu mengepul tinggi dari kejauhan. Sepasukan tentara sedang   mendatangi,   dari   panji   yang   berkibar   jelas itu pasukan Kerajaan Kim. Kim Kong Yan girang dia berteriak ke arah pasukan itu.

"Jenderal Ong, lekas tangkap penjahat-penjahat ini, rombongan penjual obat itu komplotan penjahat Kim- keeleng!" kata Kim Kong Yan.

"Kalian tangkap kawanan penjahat itu, beberapa kepala penjahat ini tak perlu kalian urus," kata Sipatoh.

Sementara itu An To Seng sudah bisa bergerak leluasa, walau rasa dongkolnya belum hilang. Ketika beberapa prajurit Kim itu menerjang yang terdepan dia cengkram bagai seekor elang menerkam anak ayam saja. Kemudian dia lemparkan jauh-jauh. Dalam sekejap sudah belasan orang Kim berhasil dibanting dan sekarat.

Sambil memutarkan sepasang goloknya, Khie Kie berhasil melukai seorang perwira Kim. Para penjual obatpun tidak tinggal diam. Mereka dengan berbagai alat yang mereka bawa menghajar prajurit musuh. Ong Siu-pi, komandan yang memimpin pasukan dari Kun-ciu gusar, segera dia memerintahkan pasukannya mengepung dan menghujani musuh dengan anak panah.

An To Seng berseru pada anak buahnya agar bergabung menjadi sebuah lingkaran. Dia dan Ciu Tiong Gak, Ciu Hong dan Khie Kie berjaga pada empat sudut. Dengan senjata diputar gencar, mereka menyampok anak panah yang menyambar ke arah mereka. Tetapi karena anak panah itu terlalu deras, mereka tak bisa bertahan lama. Beberapa anak buah An To Seng sudah ada yang terluka. Saat itu keadaan sudash bertambah gawat.

Tapi di luar dugaan, tiba-tiba pihak musuh menjadi kacaubalau. Ternyata pasukan lain menerjang, dari panji pasukan ini dikenal sebagai pasukan dari Kim-kee-leng. Saat    itu    terlihat    seorang    pemuda    kampung   sedang memutarkan sebuah payung dan menerjang ke tengah pasukan musuh. Kemana dia tiba, di situ musuh langsung tunggang-langgang.

Ong Siu-pi (Kapten Ong) bermaksud mencegah pemuda itu. Tapi baru berhadapan dan hanya satu dua gebrakan saja, tahu-tahu tombak Ong Siu-pi membentur payung lawan dan patah oleh payung pemuda itu. Bahkan mendadak pemuda itu menyerang hingga Ong Siu-pi pun tertawan olehnya.

"Tangkap Tuan An!" seru pemuda itu sambil mengangkat tubuh Ong Siu-pi yang dia lemparkan sekuatnya ke arah bangunan yang roboh itu.

An To Seng segera memasang kuda-kuda dan menangkap tubuh Ong Siu-pi yang menyambar ke arahnya. Ketika itu dia tersentak mundur dan terhuyunghuyung. Melihat komandannya tertangkap musuh, pasukan Kim panik, mereka berusaha melarikan diri serabutan.

"Kong-sun Toa-ko, cepat benar kau tiba!" seru Kok Siauw Hong girang.

Pemuda yang baru datang ini memang Kong-sun Po. Payung yang dia gunakan adalah Hian-tiat-po-san,

payung

pusaka yang tak ada taranya.

"Silakan kalian istirahat, biar aku belajar kenal dengan murid Liong-siang Hoat-ong ini," kata Kong-sun Po.

Uh-bun Hoa-kip yang tidak kenal siapa Kong-sun Po,segera menghantam dengan kedua rodanya dan rodanya tepat membentur payung pusaka pemuda itu.

'Trang!" Terdengar suara nyaring disertai pancaran lelatu api. Tangan Uh-bun Hoa-kip kesakitan, sebelah rodanya terlontar ke udara. Melihat hal itu bukan main kagetnya Uh-bun Hoakip. Tanpa pikir panjang lagi dia memutarkan tubuhnya dan langsung kabur. Lie Tiong Chu membayangi musuhnya itu, serulingnya langsung menotok ke bahu lawan.

"Roda ini kukembalikan padamu!" bentak Uh-bun Hoa- kip sambil menyambitkan senjata itu dengan sekuat tenaga.

Terpaksa Lie Tiong Chu mengegos sambil menyampok sedikit dengan serulingnya. Tak lama roda itu menyambar lewat ke belakang.

"Untuk apa besi tua begini!" bentak Kong-sun Po ketika roda itu menyambar ke arahnya.

Dia pentang payung pusakanya, roda itupun terlontar balik lebih keras. Uh-bun Hoa-kip yang tidak berani menangkap roda itu, cepat merebut seekor kuda seorang bintara Kim dan kabur. Kedatangan Kong-sun Po, mengingatkan kejadian dulu, hingga Seng Liong Sen bimbang dan malu. Tapi juga girang karena musuh berhasil dihalau pergi. Saat itu Kong-sun Po menerjang untuk melabrak Kim Kong Yan. Ternyata kedatangan Kong-sun Po tepat pada waktunya, sehingga Seng Liong Sen terhindar dari serangan yang tak terduga Kim Kong Yan sudah tahu betapa lihaynya payung lawan, sebisanya dia menghindari benturan, tetapi sudah terlambat, belum sempat dia menarik pedangnya, terdengar suara nyaring.

”Traang!"

Pedang Kim Kong Yan tertarik oleh payung pusaka lawan dan terpental berbalik. Walau tidak sampai terlepas dari cekalannya, tapi telah melukai bahu sendiri. Kim Kong Yan kaget dan gugup, tapi dia masih sempat meniru cara Uh-bun Hoa-kip. Dia berhasil merebut seekor kuda dan menyelamatkan diri secepatnya. Sipatoh memapak kedatangan Kong-sun Po sambil membentak dengan nyaring.

"Keparat, terimalah pukulanku!" kata Sipatoh.

Kong-sun Po menggunakan payungnya dan membentak. "Hm! Kau kira Liong-siang-kangmu sudah bisa kau

gunakan untuk berbuat sewenang-wenang? Mari kita coba!" kata Kong-sun Po.

Berbareng dengan ucapan itu, Kong-sun Po melancarkan pukulan dahsyat. Terdengar suara benturan keras. Sipatoh bersuara tertahan dan bergetar mundur dua langkah. Diamdiam dia kaget kenapa pemuda itu memiliki kekuatan sehebat itu. Malah dia pikir sulit untuk menandinginya. Apalagi melihat kedua kawannya yang terkuat sudah kabur lebih dulu, tak heran diajadi gugup. Segera dia menerjang ke tengah pasukan kerajaan Kim, lalu menghantam serabutan sehingga para prajurit itu jungkir-balik dan merintangi pengejaran pasukan Kim-kee-leng. Kesempatan itu digunakan oleh Sipatoh untuk kabur. Han Hie Sun kelabakan, tapi dia tidak selihay Sipatoh, hendak laripun tidak bisa

"Han Kong-cu, terima kasih atas pelayananmu dulu, kita bertemu di sini, Bagaimanapun kau harus tinggal di sini agar aku bisa menjalankan kewajiban sebagai tuan rumah," kata Kong-sun Po sambil tertawa dan menghadang di depan Han Hie Sun.

"Biar aku adu jiwa denganmu!" teriak Han Hie Sun nekat.

Dia segera memutarkan kipasnya dan melancarkan serangan ke jalan darah di tubuh lawan. "Oh, barangkali Han Kong-cu ingin latihan denganku?" kata Kong-sun Po sambil tertawa. "Sayang, jurus seranganmu ini tampak belum lihay!"

Hanya dengan satu dua gebrak saja Kong-sun Po berhasil menotok Han Hie Sun dengan Keng-sin-cie-hoat. Su Hong ketakutan, tapi dia tidak mampu melarikan diri hingga dengan mudah bisa dibekuk oleh Kok Siauw Hong.

Tak lama pertempuran pun berakhir dengan kemenangan pihak Kim-kee-leng. Selain An To Seng dan anak buahnya selamat Sipatoh serta konconya bisa dikalahkan oleh mereka Bahkan mereka berhasil menawan Han Hie Sun dan Ong Siupi hingga semua orang girang. Sambil tertawa Kong-sun Po mendekati Seng Liong Sen lalu berkata penuh rasa persahabatan.

"Seng Toa-ko, kami memang sedang mengharapkan kedatanganmu, tidak kusangka kita bisa bertemu di sini."

Seng Liong Sen serba-salah dan berterima kasih pula dengan hati pedih dia menjawab.

"Kong-sun Toa-ko, sesungguhnya aku ini bukan......bukan manusia aku berdosa besar padamu. "

Kong-sun Po menggenggam tangan Seng Liong Sen dan berkata dengan terharu.

"Seng Toa-ko, setiap orang pernah berbuat salah. Malah kami harus berterima kasih atas jasamu tadi. Betapapun kita tetap sahabat. Bagaimana Seng Toa-ko sendiri, apa kau sudi bersahabat dengan kami?" kata Kong-sun Po.

Bukan main malu dan terharunya Seng Liong Sen hingga air matanya berlinang.

"Kalian demikian baik padaku, akulah yang bersalah dan tidak sesuai untuk menjadi sahabatmu. Sejak saat ini aku bisa dikatakan mulai jadi manusia baru lagi," kata Seng Liong Sen.

Ketika rombongan mereka kembali ke Kim-kee-leng, mereka disambut meriah oleh Hong-lay-mo-li, Siang-koan Hok dan yang lain-lainnya

Di sini kembali Seng Liong Sen jadi kikuk bertemu dengan Ci Giok Hian. Namun, nona Ci sangat simpatik  dan berjiwa besar. Dia menyambut kedatangan Seng Liong Sen dengan hangat, terhadap Khie Kiepun nona Ci sangat baik. Maka itu Seng Liong Sen jadi tentram hatinya pikirannyapun bisa tenang kembali.

Hong-lay-mo-li memerintahkan agar tawanan digiring ke kamar tahanan, khusus untuk Han Hie Sun diberi kamar tersendiri dan dilayani seperti tamu. Sesudah itu diadakan perjamuan besar untuk merayakan kemenangan mereka serta tanda selamat datang untuk Kok Siauw Hong, Seng Liong Sen dan yang lain-lain. Di tengah perjamuan Seng Liong Sen sempat bertemu dengan Siang-koan Hok. Setelah Kok Siauw Hong menceritakan apa yang terjadi di Tay-toh, suasana menjadi tambah riang.

"Kiranya Bu Pang-cu dan Hoa Tay-hiap sudah ada di Taytoh, mau tak mau aku pun harus ke sana untuk ikut meramaikan," kata Siang-koan Hok.

"Tapi kau sedang diincar oleh Liong-siang Hoat-ong dan Wan-yen Tiang Cie, kenapa Paman malah sengaja mau ke sana?" kata nona Khie Kie.

"Jika tidak berani masuk ke sarang harimau, bagaimana bisa orang mendapatkan anak harimau?" kata Siang-koan Hok sambil tertawa. "Apalagi aku sudah berjanji akan bertemu dengan Bu-lim-thian-kiauw di Tay-toh. Betapapun aku harus ke sana untuk membantu mereka." "Ya persoalan yang dihadapi Bu-lim-thian-kiauw di kota raj a Kim itu sangat penting. Jika Siang-koan Sian-seng ada janji dengan dia memang sepantasnya harus ke sana," kata Honglay-mo-li. "Tapi sebaiknya kau ditemani seseorang. Urusan ini biar kita rundingkan besok saja."

Tiba-tiba Kok Siauw Hong berkata,

"Selain itu masih ada urusan penting yang perlu kulaporkan kepada Beng-cu." kata Siauw Hong.

"Mengenai apa?" tanya Hong-lay-mo-li.

Kok Siauw Hong menceritakan pengalamannya saat memergoki Tan-si-ngo-long dan An Tak di perjalanan ke Kuiciu serta surat rahasia yang telah dirampas dari mereka. Hong-lay-mo-li tidak heran jika Wan-yen Tiang Cie mau mengerahkan pasukan Kim di Kui-ciu untuk menyerang Kimkee-leng, tapi yang mengejutkan ketika mendengar di Kimkee-leng disusupi mata-mata musuh.

Dia bertanya sejelas-jelasnya tentang hal itu, namun siapa mata-mata itu, tetap sulit diketahui. Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk memeriksa dan menanyai Ong Siu-pi, komandan pasukan Kim yang ditawan itu.

Dari Ong Siu-pi tidak diperoleh pengakuan yang jelas, karena pembesar itu tidak tahu, siapa mata-mata yang disusupkan ke Kim-kee-leng. Menurut pengakuannya matamata itu memegang semacam tanda pengenal, yaitu sebuah pelat tembaga berukir seekor rajawali, di balik tanda itu terukir huruf Mongol.

Hong-lay-mo-li merasa kecewa setelah memperoleh keterangan itu, ternyata kurang jelas. Padahal anak buah Kimkee-leng berjumlah belasan ribu jumlahnya. Lalu bagaimana cara dia bisa mengetahui, siapa di antara mereka yang  memegang  pelat  tembaga  rahasia  itu.  Tiba-tiba dia mendapat akal. Segera dia perintahkan Ong Siu-pi digiring ke tempat tahanan.

"Bagaimana masalah ini bisa diselesaikan?" tanya Kok Siauw Hong kemudian.

"Memang agak pelik, terpaksa kita harus sabar dan berdaya, sebaiknya kita cari jalan agar mata-mata itu masuk perangkap sendiri," kata Hong-lay-mo-li.

Kok Siauw Hong merasa lega, dia tahu kemampuan sang Beng-cu, jika demikian pasti sudah ada jalan keluar dalam benaknya.

Esok paginya Kong-sun Po datang menemui Hong-lay- mo-li dan mengajukan permintaan agar diperbolehkan menemani Siang-koan Hok ke Tay-toh. Selain itu Kong-sun Po ingin pulang ke Kong-beng-sie untuk menjenguk Beng- beng Tay-su serta kakeknya yang sudah lama tak bertemu dengannya.

"Aku sudah duga kau pasti ingin ke Tay-toh," kata Hong- lay-mo-li sambil tertawa. "Tapi kau baru pulang dan sekarang harus berangkat lagi. Apa nona Kiong tidak ngomel nanti?"

Wajah Kong-sun Po merah.

"Sudah kukatakan padanya, dia juga mau ikut pergi!" kata Kong-sun Po.

"Ya, kau memang harus membawa tunanganmu untuk menemui bakal mertuanya," kata Hong-lay-mo-li sambil tertawa. "Terus terang, semalam sudah kupikirkan mengenai kalian, orang paling tepat untuk menemani Siang- koan Sianseng ke Tay-toh adalah kalian."

Bukan main girangnya Kong-sun Po, dia mengucapkan terima kasih, lalu mengundurkan diri. Hong-lay-mo-li minta agar Kong-sun Po bersedia mengundang Seng Liong Sen menemuinya.

Hati Seng Liong Sen berdebar sebab tidak tahu untuk apa Hong-lay-mo-li mengundangmya. Di luar dugaan, setelah berhadapan dengan ramah Hong-lay-mo-li mengucapkan selamat datang pada Seng Liong Sen, bahkan dia diminta agar mau bertugas ke Kang-lam, sekalian bisa pulang menemui gurunya Bahkan Hong-lay-mo-li berkata lagi.

"Khie Kie boleh berangkat bersamamu!" kata Hong-lai.

Bukan main girangnya Seng Liong Sen, dia mengucapkan terima kasih atas kebaikan Hong-lay-mo-li. Setiba di Kim-keeleng, walau semua orang sangat baik padanya, tapi karena setiap hari dia harus bertemu dengan Ci Giok Hian, dia merasa kikuk sendiri. Jika dia bisa segera pulang ke Kang-lam, itu tentu saja sangat dia harapkan. Seng Liong Sen ingin segera mohon diri, tapi Hong-lay-mo- li berkata padanya.

"Kau tunggu sebentar, nona Khie sudah kusiapkan untuk berangkat, segera dia akan datang ke sini." kata Liu Ceng Yauw.

Tak berapa lama Khie Kie muncul bersama Ci Giok Hian. Rupanya semalam Khie Kie tidur sekamar dengan Ci Giok Hian dan mereka bisa bicara akrab sekali. Melihat kedua nona itu mirip kakak beradik, hati Seng Liong Senpun sangat senang, walau agak kikuk. Segera dia berkata pada Ci Giok Hian.

"Kami mohon diri padamu, adik Giok Hian. Cee-cu menyuruhku dan adik Khie ke Kang-lam untuk menemui Suhu."

"Ya, aku tahu, tapi aku harus melapor dulu tugasku semalam  pada  Cee-cu,"  kata  Khie  Kie.  "Ternyata  betul dugaan Cee-cu, di makanan untuk Han Hie Sun memang diberi racun, cuma sayang, aku terlalu bodoh tidak tahu siapa yang menaruh racunnya."

"Racun apa?" tanya Seng Liong Sen kaget.

"Semalam ada orang menaruh racun dalam makanan yang akan disediakan untuk Han Hie Sun, syukur sebelumnya aku waspada dan minta nona Ci dan  nona Khie Kie mengawasinya," kata Hong-lay-mo-li.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar