Beng Ciang Hong In Lok Jilid 51

 
Persembunyian pemuda ini memang di tengah alang- alang. Jika benar Seng Cap-si Kouw membakar alang-alang itu, dia bisa terbakar hangus. Tapi hal itu pun bisa mencelakakan Seng Cap-si Kouw sendiri. Sebab api akan menjalar, sekalipun tenaga dalamnya tinggi tak mungkin dia selamat dari jilatan api. Sambil berjalan dia mencari jejak orang yang langkahnya dia dengar itu. Saat itu tongkatnya dipakai memukul alangalang kian ke mari. Tiba-tiba dua ekor ular berbisa menyambar ke arahnya. Dia kaget bukan kepalang. Hampir saja dia terserang oleh kedua ular itu, untuk selamat! Ini membuat dia gusar bukan kepalang. Maka itu dia ambil batu api yang siap  dinyalakan.

"Akan kuhitung sampai sepuluh jika tak mau keluar juga, kau akan hangus terbakar!" ancam Seng Cap-si Kouw.

Kemudian dia mulai menghitung.Tapi rupanya dia cuma menggertak  saja!  Saat  hitungan  sampai  enam,  tiba-tiba bertiuplah angin kencang. Dia tampak ragu karena sadar, jika api berkobar dia juga akan terbakar oleh kobaran api raksasa itu. Maka itu dia tampak ragu sekali. Buru-buru api yang sudah dia nyalakan itu di padamkan lagi.

"Hai Iblis Perempuan dari mana, berani membawa-bawa api ke sini?" teriak orang itu.

Ketika Seng Cap-si Kouw menoleh, dia lihat seorang lelaki berwajah pucat dan kurus. Lelaki itu berpakaian compangcamping sedang berjalan keluar dari hutan. Tangan orang itu membawa sebuah ember berisi air. Orang itu bangsa Han yang sedang berjalan cepat, tapi aneh air di ember yang dia tenteng sedikitpun tidak tumpah. Seng Cap- si Kouw tidak takut pdanya, dia melompat. Melihat kegesitan si nenek, orang pun itu kaget. Sekarang mereka sudah berhadapan.

"Siapa kau? Berani sekali kau memakiku?" bentak Seng Cap-si Kouw.

"Kau sendiri siapa? Kenapa kau kasar padaku?" kata orang itu dengan mata mendelik.

"Seharusnya kau kubunuh, tapi karena kau tak tahu apaapa kuampuni jiwamu!" kata Seng Cap-si Kouw. "Sekarang jawab pertanyaanku, jika tidak terpaksa kau kubunuh!"

Orang itu tertawa terbahak-bahak.

"Eh. apa yang kau tertawakan?" bentak Seng Cap-si Kouw.

"Entah berapa banyak orang yang telah kubunuh, kau bilang kau ingin membunuhku," kata orang itu. "Aku jadi geli!" "Bangsat, apa kau sudah puas tertawanya atau belum?" bentak Seng Cap-si Kouw.

"Memang kau mau apa?" tanya orang itu.

"Katakan, kau melihat seorang perempuan muda dan perempuan sebayaku tidak?" kata si Iblis Perempuan. "Bantu aku mencari mereka, maka kau akan selamat!"

"Jadi dia bukan sedang mencariku dan nona Bong, tapi sedang mencari orang lain!" pikir Kok Siauw Hong.

"Ih, baunya kau!" kata orang itu.

"Hai! Apa kau bilang?" bentak si Iblis Perempuan.

Tiba-tiba orang itu mengangkat ember berisi air yang dia siramkan ke arah si Iblis Perempuan.

"Mulutmu busuk dan harus dicuci bersih!" kata orang itu.

Jarak mereka hanya dua meter, si Iblis Perempuan tak mampu mengelak dari siraman orang itu. Walau Seng Cap- si Kouw mengelak secepat apa pun, tak urung separuh dari pakaiannya tetap basah kuyup tersiram air. Si Iblis gusar sekali karena dia tak pernah menerima hinaan demikian. Dengan tongkatnya orang itu dihajarnya.

"Braaak!"

Terdengar suara nyaring. Ternyata tongkat Seng Cap-si Kouw bentrok dengan ember kayu yang dilemparkan orang itu ke arah si Iblis Perempuan. Bukan main gusarnya Seng Cap-si Kouw, dengan marah dia serang orang itu. Tapi ternyata orang itu pun lihay sekali. Setiap serangan si iblis bisa dihindarkan dengan mudah. Serangan si iblis tak mampu mengalahkan orang itu.

Tak lama orang itu menggunakan Tinju Selatan yang terkenal. Pukulannya seperti pelahan, namun daya serangnya hebat sekali. Si Iblis Perempuan tidak berani menganggap remeh lawannya lagi. Dia serang orang itu dengan tongkat ke arah betisnya. Orang itu melompat, jotosannya mengarah ke muka si iblis. Saling serang terjadi dengan hebat, namun sulit menentukan pemenangnya. Tak lama Seng Cap-si Kouw mulai terdesak. Sekarang dia hanya mampu bertahan saja. Kok Siauw Hong di tempat sembunyinya menyaksikan pertarungan itu, dia heran.

"Siapa orang yang tak dikenal itu? Orang itu sanggup menghadapi Seng Cap-si Kouw. Apakah dia kawan atau lawan?" pikir Kok Siauw Hong.

Kok Siauw Hong tidak mau buru-buru membantu salah satu dari mereka. Maka itu terpaksa dia menunggu sambil melihat suasana dulu. Saat pertarungan sedang berlangsung dengan sengit, tiba-tiba terdengar suara seseorang tertawa terbahakbahak.

"Dunia ini sangat kecil, Seng Toa-ci aku sudah lama mencarimu! Ternyata kau ada di sini!" kata orang yang tertawa itu.

Mendengar suara orang itu, baik Seng Cap-si Kouw maupun Kok Siauw Hong terkejut.

Ternyata orang itu Kiauw Sek Kiang yang dikalahkan di Thay-ouw. Di belakang dia seorang tinggi besar mengikutinya. Orang itu Ciong Bu Pa. Si Iblis Perempuan terkejut, jika Kiauw Sek Kiang ikut mengeroyok pasti dia kalah. Maka itu Seng Cap-si Kouw nekat dia menantang.

"Kau juga boleh maju, Kiauw Sek Kiang!" tantang Seng Cap-si Kouw dengan angkuh.

Kiauw Sek Kiang tertawa terbahak-bahak.

"Kau jangan kuatir, aku tidak bermaksud bertarung denganmu!  Malah  aku  ingin  berdamai  denganmu.  Kita sesama kawan, Su Toa-ko hentikan pertarungan ini!" kata Kiauw Sek Kiang.

Kok Siauw Hong baru tahu, orang yang bertarung dengan Si Iblis Perempuan itu kiranya Su Thian Tek, bajak laut yang berkuasa di muara sungai Tiang-kang. Untung tadi dia tidak sembarangan keluar membantu mengepung Si Iblis Perempuan. Karena dia tahu Su Thian Tek pengkhianat negara dan bangsa Han, dosanya pun jauh lebih besar dari Si Iblis Perempuan.

-o~DewiKZ~Aditya~aaa~o-

Sesudah Kiauw Sek Kiang muncul, pertarungan segera dihentikan. Sesudah Su Thian Tek melompat mundur, dia langsung memberi hormat pada Seng Cap-si Kouw.

"Seng Lo Cian-pwee, ilmu silatmu lebih baik dariku, aku kagum kepadamu. Maafkan tadi aku mencacimu, tapi kau juga sudah membalas cacianku, bukan?" kata Su Thian Tek.

Sebenarnya Seng Cap-si Kouw sudah cemas saat Kiauw Sek Kiang muncul. Jika mereka bergabung pasti dia tak akan mampu menghadapinya. Tapi dia heran musuhnya justru mengajak dia berdamai, ini sungguh di luar dugaannya.

"Hm! Kalian sedang main sandiwara apa?" kata Seng Cap-si Kouw mengejek.

"Sejujurnya kami ingin berdamai," kata Kiauw Sek Kiang. "Aku berniat berunding denganmu. Bagaimana pendapatmu?" Seng Cap-si Kouw mengawasi dengan tajam.

"Kami yakin pembicaraan ini akan saling menguntungkan kedua belah pihak," kata Kiauw Sek Kiang lagi. "Dulu kita memang pernah berselisih paham gara-gara gambar Hiat-totong-jin. Sekarang sudah pasti gambar itu tidak ada padaku dan juga tak ada padamu! Maka itu lebih baik sengketa soal itu kita sudahi saja! Karena apa untungnya kita harus bertarung sesama kawan sendiri?"

"Jadi kau mau bicara soal gambar itu, tapi gambar itu tak ada padamu, untuk apa kita bicarakan lagi?" kata Seng Cap- si Kouw.

"Jangan salah paham, aku sudah tahu ada di mana gambar itu dan di tangan siapa adanya?" kata Kiauw Sek Kiang.

"Kau tahu? Ada di mana gambar itu?"

"Di tangan Ciok Leng!" kata Kiauw Sek Kiang. "Tempat Ciok Leng pun sudah kuketahui. Dia tinggal bersama Han Tay Hiong di suatu tempat!"

"Mereka tinggal bersama, di mana?" kata si iblis kaget. "Masalah  ini  kita  bicarakan  bersama,  aku  tahu  kau

bukan  tandingan  mereka.  Tapi  jika  kita  bergabung  tiga

orang melawan dua, maka ada harapan kita akan menang! Bagimana pendapatmu?" kata Kiauw Sek Kiang.

"Baik, usulmu aku terima, tapi aku ingin dengar dulu apa syarat dari kalian?" kata si Iblis Perempuan.

"Soal itu mudah saja. Sesudah peta tubuh itu kita peroleh, kita salin masing-masing mendapat satu salinannya. Bagaimana?" kata Kiauw Sek Kiang.

"Baik aku setuju, tapi ada satu syarat dariku!" kata si iblis. "Katakan saja, perundingan ini memang harus adil!" kata Kiauw Sek Kiang.

"Mengenai Ciok Leng jika kau mau membunuhnya terserah kalian saja. Tapi mengenai Han Tay Hiong, dia harus kau serahkan kepadaku, bagaimana?" kata Seng Cap- si Kouw.

"Baik, kami setuju!" kata Kiauw Sek Kiang sambil tertawa. "Pasti kau sudah tahu, kami kabur ke sini karena kami mengalami kekalahan besar! Maka itu untuk sementara kami ingin tinggal di daerah Biauw, harap kau membantu kami membicarakannya dengan ketua Bong!" kata Kiauw Sek Kiang.

Bangsa Mongol yang ingin mencaplok Kerajaan Song menggunakan dua siasat. Pertama-tama mereka berpura- pura bersekutu dengan Kerjaan Song dan berjanji akan bersamasama menghancurkan Kerajaan Kim. Maka itu angkatan perang Mongol dikerahkan ke wilayah Selatan Tiongkok. Tetapi pada saat yang sama, sebelum tentara Kim dihancurkan sama sekali, pasukan Mongol di daerah Barat-laut menerobos memasuki wilayah Su-coan dan Hun- lam untuk menduduki tempat-tempat yang penting. Jika Kerajaan Kim sudah jatuh, angkatan perang Mongol akan menyusup ke arah Timur dan bergabung dengan pasukan induk mereka di daerah Siang-yang.

Menurut pendapat Su Thian Tek dan Kiauw Sek Kiang, mereka akan dan harus berusaha mengumpulkan sisa anak buahnya dulu. Mereka harus menunggu di daerah Biauw di Propinsi Siam-say. Jika kekuatan mereka sudah cukup kuat, dan bila perlu mereka akan merebut pengaruh dan mengusir suku Biauw dari tempat asal mereka. Sebaliknya, jika kekuatan mereka belum cukup kuat, terpaksa mereka akan menunggu kedatangan pasukan Mongol. Sebenarnya untuk tujuan mereka itu, mereka ingin bersekutu dengan Seng Cap-si Kouw dulu dan mengenai gambar Hiat-to-tong-jin itu mereka gunakan hanya sebagai umpan untuk memancing Si Iblis Perempuan agar dia mau bergabung dengan mereka.

Seng Cap-si Kouw tidak begitu bodoh, karena dia belum tahu apa maksud mereka mengajaknya bergabung, maka dia hanya menduga bahwa dia cuma akan diperalat oleh mereka! Dia pura-pura menerima ajakan itu, tapi sebenarnya dia waspada. Asal menguntungkan baginya, dia mau saja bergabung. Maka itu kembali dia mengajukan satu syarat.

"Masih ada permintaanku, kalian harus membantuku menghadapi dua orang musuhku! Bagaimana?" kata Seng Cap-si Kouw.

"Siapa mereka itu?" tanya Kiauw Sek Kiang.

"Tentang itu kelak baru akan kukatakan pada kalian!" kata Seng Cap-si Kouw. "Ilmu silat mereka tidak hebat sekali, kalian hanya membantuku untuk mengawasi jejaknya saja!"

"Kita para sahabat, masakan urusanmu itu tidak kami bantu," kata Kiauw Sek Kiang. "Bagaimana dengan permintaan kami padamu. Itu belum kau jawab!"

"Baik, besok kalian akan kuajak menemui ketua suku Biauw," kata Seng Cap-si Kouw.

"Kenapa tak sekarang saja?" tanya Kiauw Sek Kiang. "Tak perlu buru-buru, aku masih ada urusan sedikit!"

kata Seng Cap-si Kouw.

"Baiklah, apa kau mau singgah dulu di tempat kami?" kata Kiauw Sek Kiang. "Baik," kata Seng Cap-si Kouw.

Maka itu Kok Siauw Hong yang sedang bersembunyi di semak-semak menghela napas lega.

"Ah, rencana apa lagi yang akan mereka rundingkan," pikir Kok Siauw Hong. "Untung Thio Thay Thian sudah mendahului mereka menemui ketua suku Biauw. Aku harap usaha mereka itu akan gagal total!"

Setelah Kiauw Sek Kiang dan Seng Cap-si Kouw pergi.

Kembali Kok Siauw Hong jadi kuatir.

"Siapa kedua orang yang dikatakan si Iblis Perempuan itu?" pikir Siauw Hong.

Kok Siauw Hong tak buru-buru muncul, dia kuatir anak buah Kiauw Sek Kiang yang banyak masih berkeliatan dan mengawasi daerah itu.

"Tempat tinggal Ciok Leng dan tempat mertuaku sudah dekat, sebaiknya akan kutunggu sampai cuaca gelap, baru aku ke tempat mereka!" pikir Kok Siauw Hong.

Pemuda ini duduk berkonsentrasi sampai keadaan mulai sunyi. Di mana-mana yang terdengar hanya suara jangkrik dan serangga lainnya. Saat pemuda ini akan keluar dari dalam semak, kembali dia mendengar suara langkah kaki dua orang yang sedang mendatangi.

"Siapa mereka, apa rombongan tadi sudah kembali lagi?" pikir Kok Siauw Hong.

Tak lama terdengar suara seorang perempuan bicara. "Kita sudah hampir sampai, Cit Nio!" kata suara itu.

Ketika itu seolah Kok Siauw Hong hendak melompat menemui mereka. Dia kenal itu suara Han Pwee Eng yang dia sangat rindukan. Dia berjalan bersama Beng Cit Nio. Pemuda itu akan memanggil nona Han, tapi tak jadi. Dia ingat mungkin saja anak buah Kiauw Sek Kiang ada di sekitar tempat itu. Suara dia pasti akan menarik perhatian mereka. Jika dia memanggil sama saja dia memanggil bahaya! Maka itu dia memutuskan akan memanggil dengan isyarat jika mereka sudah dekat. Han Pwee Eng dan Beng Cit Nio berjalan sambil ngobrol. Tak lama terdengar Beng Cit Nio bicara.

"Ayahmu ada di sana, nanti malam kita sudah bisa bertemu dengan beliau!" kata Beng Cit Nio.

Setelah bertemu dengan Han Tay Hiong, hubungan Beng Cit Nio dengan orang tua nona Han sudah baik kembali! Sekalipun mereka tak saling cinta lagi, paling tidak hubungan baik mereka sudah beres lagi.

Di daerah suku Biauw banyak pohon obat yang berkhasiat tinggi. Ketika itu luka Beng Cit Nio belum sembuh. Maka itu dia sekarang ada daerah suku Biauw, maka dia akan menggunakan kesempatan itu untuk mencari obat untuk lukanya. Han Pwee Eng sering mendapat kendala, karena perbedaan bahasa mereka dengan suku Biauw. Untung Beng Cit Nio bisa bahasa Biauw. Maka itu mereka berangkat bersama-sama untuk menemui ayahnya. Jantung Kok Siauw Hong berdebar-debar menanti sampai nona Han dan Beng Cit Nio dekat ke tempat persembunyiannya. Tiba-tiba dia dengar Han Pwee Eng bicara lagi.

"Hai, di sana ada orang!" kata nona Han.

Semula pemuda itu mengira kekasihnya sudah melihat dia. Tapi ternyata tubuh seseorang melayang keluar dari semaksemak sambil tertawa nyaring. Dialah Seng Cap-si Kouw. Di daerah Biauw si Iblis Perempuan banyak kenalannya. Tak heran jika dia mengetahui jejak Beng Cit Nio dan nona Han. Semula dia sangsi orang yang dia kira bersembunyi di semak-semak itu nona Han dan Beng Cit Nio. Tadi dia meninggalkan tempat itu hanya pura-pura saja. Ternyata dia sudah kembali lagi hendak menyergap kedua orang itu. Karena orang yang dia duga bersembunyi pun tak munculmuncul yang muncul malah Beng Cit Nio dan nona Han. Melihat Seng Cap-si Kouw muncul, Beng Cit Nio maju dan berdiri di depan nona Han.

"Seng Yu Ih, kau mau apa?" kata Beng Cit Nio.

"Ah, ternyata kau piauw-moay, selamat! Rupanya kau baru datang? Sudah lama aku menanti kedatanganmu di sini. Sebagai tuan rumah hal itu harus kulakukan untuk menyambut tamu agungku!" kata Seng Cap-si Kouw sambil tertawa.

"Tutup mulutmu!" kata Beng Cit Nio. "Katakan apa maumu? Jangan kau gertak orang lain, mari kita selesaikan urusan kita!"

"Ah, rupanya kau ingin menemui kekasihmu? Jadi kau ingin menjadi ibu tiri nona Han, ya? Tapi aku kira dia tak akan mau menerimamu jadi istrinya" kata Seng Cap-si Kouw.

Bukan main gusarnya Beng Cit Nio saat itu.

"Diam kau! Rasakan tongkatku ini!" bentak Beng Cit Nio.

Dengan mudah Seng Cap-si Kouw menangkis serangan itu.

Dia juga balas menyerang Beng Cit Nio. Si Iblis Perempuan terus mengejek.

"Seng Yu Ih, biaraku adu jiwa denganmu!" kata Beng Cit Nio sengit. Karena khawatir keselamatan Han Pwee Eng, Beng Cit Nio menoleh sambil berkata, "Pwee Eng, lekas lari!"

Han Pwee Eng sadar dia tak bisa membantu Beng Cit Nio. Tapi dia tak tega meninggalkan Beng Cit Nio sendirian. Tibatiba dia hunus pedangnya dan menyerang si Iblis Perempuan.

"Dia tak bisa kabur! Jika kabur dia akan ada yang menghalanginya!" ejek Seng Cap-si Kouw.

Tak lama memang benar, ada tiga orang dan langsung mengepung nona Han. Mereka itu Kiauw Sek Kiang dan kawan-kawannya.

"Benar, nona Han, ayahmu sahabat kami, jika kami  tidak melayanimu sebaik-baiknya, bagaimana aku bisa menemui ayahmu?" kata Kiauw Sek Kiang. "Mari ikut kami, kau akan kuajak menemui ayahmu!"

"Hm! Kalian bertiga terhitung orang ternama, masa kalian malah mengeroyok seorang nona muda. Apa tak malu?" kata Beng Cit Nio.

"Dia orang yang diinginkan Seng cap-si Kouw, mau tak mau aku harus membujuk dia agar dia mau ikut kami!" kata Su Thian Tek.

Baru saja Su Thian Tek menutup mulutnya, tiga buah uang logam mernyambar ke arah nona Han. Uang itu berputar dan ini membuat Han Pwee Eng kaget. Dia melompat mundur hingga dia semakin dekat dengan lawannya.

"Nah, begitu lebih baik!" kata Su Thian Tek.

Kembali Su Thian Tek melontarkan uang logamnya. Tapi kali ini terdengar benturan uang itu dengan benda keras. "Cring! Cring! Cring!"

Uang itu berjatuhan ke tanah. Tiba-tiba dari semak- semak muncul Kok Siauw Hong yang tadi berhasil merontokkan senjata rahasia uang logam Su Thian Tek itu. Bukan main kaget dan girangnya nona Han. Dia berseru nyaring.

"Ternyata kau, Siauw Hong?!" kata nona Han.

"Ya, aku!" kata pemuda itu. "Kau jangan takut, kita menghadapi mereka bersama-sama!"

Melihat Kok Siauw Hong mendadak muncul di depan mereka, Su Thian Tek kaget bukan kepalang.

"Eh! Siapa kau?" bentak Su Thian Tek. Pertanyaan itu tak dijawab oleh Kok Siauw Hong.

"Adik Eng, temui dulu ayahmu. Biar aku yang menghadapi mereka!" kata Kok Siauw Hong.

"Tadi kau bilang jangan takut kita besama-sama. Sampai mati pun aku akan bersama-sama denganmu!" kata nona Han.

"Tapi sebaiknya kau temui ayahmu dulu......" kata Kok Siauw Hong.

Sedikit pun Kok Siauw Hong tak gentar menghadapi lawan. Dia agak kikuk setelah lama tak berkumpul dengan nona Han.

"Kau jangan bermesraan di sini! Sebaiknya di neraka saja kalian bercintaan!" bentak Su Thian Tek.

Bukan main gusarnya Kok Siauw Hong, dia menusuk dengan pedangnya orang itu. Su Thian Tek mengelak serangan   itu,   dia   pun   langsung   membalas.   Dia  coba mencengkram Kok Siauw Hong, tapi dia jadi kaget karena serangan Kok Siauw Hong begitu cepat. Sedang pedang Kok Siauw Hong itu menyilaukan mata Su Thian Tek. Pedang lawan seakan-akan menjadi puluhan dan mengarah ke wajahnya.

Hal ini tentu saja membuat Su Thian Tek kaget sekali, maka itu dia mundur beberapa langkah untuk menghindari serangan itu. Dia coba melancarkan serangan dengan kedua tangannya ke arah Kok Siauw Hong. Melihat lawan menyerang, nona Han pun maju ikut membantu Kok Siauw Hong menyerang Su Thian Tek dengan pedangnya yang bergerak cepat sekali. Melihat Kok Siauw Hong menggunakan jurus Cit-siu-kiam-hoat keluarga Jen, Su Thian Tek keheranan.

"Tunggu! Apa hubunganmu dengan Jen Thian Ngo sehingga kau menggunakan jurus pedangnya?" kata Su Thian Tek.

Pertanyaan itu tak diladeni oleh Kok Siauw Hong, dia terus menyerang lawannya.

"Dia Kok Siauw Hong, mungkin dia mencuri jurus itu. Tapi aku dengar dia sudah bukan famili Jen Thian Ngo lagi. Jangan takut bunuh saja dia!" kata Kiauw Sek Kiang.

"Baik, kau tak akan kubunuh, tapi akan kutangkap hisup! Lalu kau akan kuserahkan pada Jen Thian Ngo! Terserah dia kau mau diapakan olehnya?!" kata Su Thian Tek angkuh.

Ternyata orang she Su ini lihay, sekalipun serangan Kok Siauw Hong luar biasa, tapi dia tak mampu mengalahkan Su Thian Tek. Sekarang dia hanya mampu bertahan,  sedang nona Han pun kewalahan. Tapi karena mereka bergabung menghadapinya, maka itu mereka masih mampu bertahan. "Saudara Su, serahkan bocah itu kepadaku. Aku punya masalah dengannya!" kata Kiauw Sek Kiang.

Tapi Su Thian Tek tidak menghiraukan saran Kiauw Sek Kiang karena dia merasa mampu mengatasi anak-anak muda itu. Maka itu dia menjawab.

"Tidak! Aku justru ingin tahu, bagaimana hebatnya jurus Cit-siu-kiam-hoat yang termasyur di kalangan Kang-ouw itu!

Jangan khawatir, bocah ini tak akan lolos dari tanganku!" kata Su Thian Tek sambil tertawa.

Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng sudah terdesak, tibatiba terdengar suara suling yang merdu dari kejauhan. Ketika Kok Siauw Hong dan nona Han mengawasi ke arah suara seruling itu, mereka mengenali dua orang muda-mudi sedang berjalan mendatangi. Mereka ternyata Ciauw Siang Hoa dan Yo Kiat Bwee.

Saat itu kedua muda-mudi itu sedang menikmati keindahan alam. Mereka tak mengetahui kalau di tengah alang-alang itu sedang terjadi pertarungan hebat. Ketika sayup-sayup mereka mendengar suara bentrokan senjata, mereka mengawasinya. Kiranya mereka melihat Seng Cap- si Kouw dan Beng Cit Nio sedang bertarung. Di tempat lain, Han Pwee Eng dan Kok Siauw Hong juga sedang bertempur melawan seorang tua entah siapa? Mereka pun kaget.

"Eh, Kok Toa-ko sedang bertarung dengan musuh!" kata Ciauw Siang Hoa.

Pemuda itu bersiul memberi tanda.

"Eh, Iblis Perempuan!" kata Yo Kiat Bwee alias Tik Bwee. "Rupanya dia ada di sini! Pasti dia sedang mencari kita!" Segera Ciauw Siang Hoa dan Yo Kiat Bwee berlari ke arah Seng Cap-si Kouw yang sedang bertarung melawan Beng Cit Nio. Melihat Ciauw Siang Hoa dan orang yang dibencinya memburu ke arahnya, Seng Cap-si Kouw heran.

"Eh, mereka bukan lari malah datang menemuiku?" pikir si Iblis Perempuan.

"Aneh, siapa yang mereka andalkan? Apakah Han Tay Hiong ada di sekitar tempat ini?"

Tiba-tiba Seng Cap-si Kouw menggertak Beng Cit Nio. Saat Beng Cit Nio mengelak, dia membalikkan tubuhnya dan melemparkan jarum beracun ke arah Ciauw Siang Hoa yang maju paling depan. Juga ke arah bekas pelayannya Kiat Bwee alias Tik Bwee!

Beng Cit Nio yang tadi berkelit, sekarang sudah melancarkan serangan ke pelipis si Iblis perempuan, hal ini membuat Seng Cap-si Kouw terpaksa menyelamatkan pelipisnya jika dia tak ingin terluka. Maka itu jarum-jarum berbisanya sedikit berubah arah sasarannya hingga dengan mudah Ciauw Siang Hoa maupun Yo Kiat Bwee menghindari serangan jarum berbisa itu.

Melihat dua muda-mudi mendatangi, Ciong Bu Pa tak tinggal diam, dia menghadang kedua muda-mudi itu.

"Seng Toa-ci (Kakak Seng), biar dua kurcaci ini aku yang menghadapinya!" kata Ciong Bu Pa.

"Silakan kau tangkap pelayanku yang tak berbudi itu," kata si Iblis Perempuan.

Ciong Bu Pa langsung menyerang kedua muda-mudi itu dengan tangan kosong. Secara bersamaan Ciang Hoa maupun Kiat Bwee menggunakan pedang mereka menusuk Ciong Bu Pa. Ciong Bu Pa yang tadi bersikap angkuh berniat   menangkap   kedua   muda-mudi   itu,   malah   dia mendapat serangan yang dilancarkan secara bersamaan dari kedua muda-mudi itu. Semula Ciong Bu Pa ingin menangkap hidup-hidup Kiat Bwee untuk mengabulkan permintaan Seng Cap-si Kouw. Maka itu serangannya terhadap Kiat Bwee tidak sehebat dibanding kepada Ciauw Siang Hoa. Dia tak menduga serangan Kiat Bwee yang semula ke bawah, tiba-tiba berubah ke atas. Hampir saja lengan Ciong Bu Pa kutung karenanya. Bukan main marahnya Ciong Bu Pa saat itu.

"Ayah, tolongi kami!" teriak Ciauw Siang Hoa.

Tak lama terdengan suara kelenengan kuningan. Orang itu muncul sambil menggendong peti obat, tabib itu begitu cekatan. Tak lama dia sudah ada di tengah pertarungan. Melihat orang itu muncul maka legalah hati Kok Siauw Hong.

"Ah, rupanya Ciang Hoa dan Kiat Bwee datang bersama Ciok Lo Cian-pwee. Pantas mereka begitu berani dan yakin muncul di tempat ini!" pikir Kok Siauw Hong. "Akan lebih baik lagi jika Paman Han juga muncul membantu kami!"

Ciong Bu Pa tidak kenal pada tabib itu. Dia maju menghadapinya.

"Hai tukang obat bau, jangan ikut campur! Selamatkan saja dirimu!" bentak Ciong Bu Pa mengejek.

Ciong Bu Pa langsung menghantam ke arah Ciok Leng yang langsung ditangkis dengan menggunakan tongkatnya.

"Enak saja kau bicara, apa matamu buta? Kau tak tahu kalau aku juga bisa silat?" kata Ciok Leng.

Saat tangan Ciong Bu Pa beradu dengan tongkat Ciok Leng, terdengar suara kelenengan kuningan berbunyi dan sangat berisik. Akibatnya Ciong Bu Pa kesakitan dan kaget. Semula  dia  anggap  enteng  lawannya,  sekarang  dia  tahu kelihayan tukang obat itu. Tongkatnya hampir saja mematahkan tangannya. Tapi Ciong Bu Pa tak kenal takut, kembali dia menyerang dengan tangannya.

Tongkat Ciok Leng terbuat dari tembaga yang sengaja dia cat. Saat tangan Ciong Bu Pa menyerang, Ciok Leng heran dan kaget. Karena dia yakin lawannya itu tangguh, dia mengubah taktik. Dia tak akan mengadu tenaga lagi, tapi akan menggunakan akalnya. Ketika Ciong Bu Pa maju menyerang dengan tangannya, dengan cerdik Ciok Leng membatalkan serangannya. Ujung tongkatnya dipakai untuk menyerang bagian perut lawan dengan hebat. Bukan main girangnya Ciong Bu Pa, dia yakin kali ini hantaman tangannya akan menghancurkan kepala lawannya. Di luar dugaan tubuh Ciong Bu Pa yang tinggi besar itu, tiba-tiba terangkat dan terlontar hingga beberapa meter jauhnya, dan jatuh ke tanah dengan terbanting keras sekali!

Semula Kiauw Sek Kiang hanya menonton pertempuran itu dari jarak jauh. Dia tidak mengira anak buah andalannya dikalahkan lawan. Maka itu terpaksa dia turun tangan dan maju menyerang. Saat Kok Siauw Hong melihat Ciok Leng dihadapi oleh Kiauw Sek Kiang, dia berteriak ke arah Ciok Leng.

"Paman Ciok, bunuh saja dia! Dia pengkhianat bangsa.

Jangan diberi ampun dia!" teriak Kok Siauw Hong.

Walau Kiauw Sek Kiang sadar bahwa lawannya seorang jagoan, tapi dia juga memiliki kepandaian. Maka itu dia tak gentar sedikit pun. Sambil tertawa dia berkata pada Ciok Leng.

"Kau bilang kau bukan tukang obat biasa, sekarang hadapi aku!" kata Kiauw Sek Kiang sambil tertawa.

"Silakan, akan kuladeni!" kata Ciok Leng. Kiauw Sek Kiang menghunus goloknya, dan golok itu tipis juga lentur. Jika bukan menghadapi lawan tangguh, Kiauw Sek Kiang tak pernah menggunakannya. Tiba-tiba dengan golok itu dia serang Ciok Leng, tapi ditangkis oleh tongkat tembaga Ciok Leng. Saat senjata mereka bentrok, terdengar suara nyaring dan bunga api pun berhamburan. Kiauw Sek Kiang kaget, tangannya terasa sakit bukan main.

Pertarungan kembali terjadi, mereka saling serang, tapi Ciok Leng tak gentar menghadapinya. Tampak mereka berkepandaian seimbang. Ketika itu Ciong Bu Pa yang tadi terguling di tanah, mulai bangun lagi. Dia berniat maju hendak mengeroyok Ciok Leng. Tetapi Kiauw Sek Kiang memperingatkannya.

"Jangan maju, kau bereskan saja kedua muda-mudi itu!" kata Kiauw Sek Kiang.

"Kiat Bwee jangan takut, binatang ini sudah terpukul oleh Ayahku! Mari maju!" kata Ciauw Siang Hoa.

"Baik, kita bunuh binatang ini agar tak membahayakan orang lain," kata Yo Kiat Bwee.

Bukan main gusarnya Ciong Bu Pa yang dianggap binatang.

"Toa-ko, akan kubunuh mereka berdua! Aku tak bisa membiarkan nona itu tertangkap hidup!" kata Ciong Bu Pa.

Pertarungan mereka segera terjadi. Ciong Bu Pa yang lengannya telah terluka sebelah, sulit bisa segera mengalahkan dua muda-mudi itu. Malah hampir saja dia tertusuk oleh salah satu pedang lawannya. Melihat anak dan menantunya mampu melawan Ciong Bu Pa, Ciok Leng girang. Sedang di tempat lain, Seng Cap-si Kouw yang mencemaskan akan munculnya Han Tay Hiong, dia merasa lega  karena  orang  she  Han  itu  tak  muncul-muncul.  Dia yakin jika Han Tay Hiong melihat anaknya terdesak, pasti dia akan muncul. Sekarang justru tidak muncul, itu berarti dia tidak ada di tempat itu.

Beng Cit Nio yang belum sembuh dari lukanya, tampak kewalahan menghadapi serangan Seng Cap-si Kouw yang ganas itu. Tiba-tiba Beng Cit Nio nekat. Dia maju menyerang, tapi serangannya itu bisa berakibat buruk jika dia gagal. Rupanya dia sudah mengambil keputusan akan mati bersama dengan lawannya.

"Adik piauw, kesehatanmu belum pulih," kata Seng Cap- si Kouw mengejek sambil tertawa. "Jaga kesehatanmu!"

Saat tongkat Beng Cit Nio sampai, Seng Cap-si Kouw menyambutnya dengan tongkat bambu hijaunya. Tiba-tiba Seng Cap-si Kouw memutarkan tongkatnya hendak mengadu tenaga dalam, akibatnya tubuh Beng Cit Nio bergerakan hingga tertarik. Saat itu tongkat mereka seperti melekat jadi satu, Beng Cit Nio tak mampu menarik tongkatnya. Dia kaget dan mengeluh karena mulai tak tahan. Beng Cit Nio sadar tak lama lagi dia akan binasa.

Di saat kritis dan Beng Cit Nio hendak bunuh diri, dia jadi heran karena serangan Seng Cap-si Kouw mengendur.

Padahal dia tahu perempuan itu kejam sekali. Tiba-tiba dia dengar Seng Cap-si Kouw bicara.

"Hai, siapa kau?" bentak Seng Cap-si Kouw.

Legalah napas Beng Cit Nio saat itu, karena serangan lawan mengendur. Saat dia menoleh dia lihat seorang kakek berbaju hijau, tiba-tiba muncul di tengah pertempuran sengit itu. Orang itu tak menjawab pertanyaan si iblis perempuan.

"Apa kau ini Seng Cap-si Kouw?" kata kakek itu. "Siapa kau?" bentak si Iblis Perempuan. "Aku Seng Cap- si Kouw, lalu kau mau apa?"

"Aku hanya ingin tahu, mari ikut aku!" kata si kakek. Diajak pergi begitu saja saat dia berada di atas angin,

mana mau dia menurut.

"Hm! Kau cuma berkata begitu dan mengajakku pergi? Aku tahu kau lihay, tunjukkan beberapa jurusmu padaku!" kata Seng Cap-si Kouw sengit.

"Kau berani membantah perintahku?" kata si kakek. "Hentikan pertarungan ini, jika tak menurut hadapi aku!"

Tiba-tiba dia melompat berdiri di antara Beng Cit Nio dan Seng Cap-si Kouw. Tangannya bergerak memisahkan dua tongkat yang saling menempel dengan mudahnya. Saat tongkat berpisah dari mulut Beng Cit Nio menyembur darah segar!

"Seng Yu Ih, kau keji sekali!" kata Beng Cut Nio. "Lo Cianpwee ini adalah " ucapan Beng Cit Nio terhenti.

"Aku tak ingin ikut campur urusan kalian, kedatanganku untuk bicara dengan Seng Cap-si Kouw ini!" kata si kakek.

Seng Cap-si Kouw tak mengerti, apa maksud kakek itu? Semula Beng Cit Nio berniat membantu Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng, tetapi setelah muntah darah tubuhnya jadi lemah. Maka itu dia diam saja. Melihat si kakek sedang bicara dengan Beng Cit Nio, tiba-tiba Seng Cap-si Kouw menotok ke arah pungung si kakek. Saat totokan sampai, gesit luar biasa tanpa menoleh lagi dia sentil tongkat bambu Seng Cap-si Kouw. Serangan itu membuat si Iblis Perempuan melompat mundur.

"Bagaimana, kau masih ingin coba-coba? Aku tak akan segan-segan lagi terhadapmu!" kata si kakek. Tongkat Seng Cap-si Kouw memang tak sampai terlepas dari tangannya, tapi dia merasakan tangannya ngilu bukan main. Orang tua itu menggunakan sentilan jari sakti saat menangkis serangan itu.

Ketika si iblis menoleh ke arah lain, pertarungan Ciok Leng dan Kiauw Sek Kiang tampak seimbang. Sedang Su Thian Tek mungkin bisa mengalahkan Kok Siauw Hong dan nona Han.

Jika benar Su Thian Tek bisa mengalahkan kedua mudamudi itu, lalu membantunya, maka si iblis yakin akan mampu mengalahkan kakek itu.

Maka itu dia akan menggunakan siasat mengulur waktu. "Mau apa kau mencariku?" kata Seng Cap-si Kouw

sesudah dia melompat mundur.

"Katakan padaku, apakah Seng Liong Sen itu keponakanmu?" kata si kakek.

"Jika benar, kau mau apa?"

"Aku sedang mencari dia!" kata si kakek. "Kenapa kau cari dia?" kata si Iblis Perempuan.

"Jangan banyak bicara! Ayo bawa aku menemui dia!" kata si kakek. "Nanti akan kujelaskan padamu!"

"Sudah beberapa tahun aku tak bertemu dengannya, aku tak tahu di mana sekarang dia berada? Malah aku pun sedang mencari dia!" jawab Seng Cap-si Kouw.

"Aku tak mau tahu, kau harus mengantarkan aku menemui dia!" kata si kakek ngotot.

Dia maju hendak menangkap si iblis ini, tapi Seng Cap-si Kouw berhasil menghindar. Setelah gagal si kakek terus mengejar  dan  berkali-kali  tangannya  menyambar  hendak menangkap Seng Cap-si Kouw. Si iblis tak rela dipermainkan lawan, maka itu dia dongkol sekali, ditambah lagi dia takut Han Tay Hiong tiba-tiba muncul. Saat dia punya ide bagus dia berteriak.

"Tahan dulu!" kata Seng Cap-si Kouw.

"Jangan banyak bicara, segera bawa aku menemukan dia!" kata si kakek.

"Kau sudah tua, tapi kenapa ngotot begitu?" kata si Iblis Perempuan sambil tertawa "Baik, mari kita pergi bersamasama!".

"Hm! Kau kira kau bisa melawanku? Ayo tunjukkan di mana keponakanmu itu berada!" kata si kakek.

"Ada yang ingin aku katakan, apa kau bersedia mendengarkan atau tidak, terserah kau saja!" kata Seng Capsi Kouw.

"Katakan saja, mengenai apa?" kata si kakek.

Ketika si kakek agak lengah, seperti yang diinginkan si Iblis Perempuan, tiba-tiba tangan si nenek bergerak, tak lama berhamburanlah senjata rahasia dari tangannya. Senjata itu senjata rahasia jarum emas yang saat  dilontarkan menimbulkan ledakan hebat. Dia bernama "Tok Bu-kim-ciam", sebuah senjata ampuh yang belum pernah digunakannya selama ini. Tapi karena terdesak oleh musuh yang tangguh, terpaksa digunakannya.

Saat si kakek mendengar suara ledakan, dia mengibaskan lengan bajunya yang longgar sebanyak tiga kali. Tak terduga asap hitam yang menyerang ke arahnya itu buyar sendiri.

"Terima kembali jarum emasmu!" kata si kakek. Saat si kakek mengibaskan lengan bajunya yang longgar, dia berhasil menangkap jarum emas yang langsung dilontarkan ke arah Seng Cap-si Kouw. Bukan main kagetnya si Iblis Perempuan, sedikit pun dia tak menduga kelihayan si kakek ini. Beruntung ilmu meringankan tubuhnya lihay. Pada saat serangan jarumnya  sendiri datang ke arahnya, dia melompat tinggi. Maka jarum-jarum itu mendesir di bawah kakinya.

"Cuma itu kepandaianmu, kau jual lagak di depanku!" kata s kakek. "Karena kau ahkli racun, aku ingin tahu apakah racunmu ampuh terhadapku atau tidak?"

Sesudah itu hawa racun itu dia hirup. "Hm! Harumnya!" kata si kakek.

Menyaksikan kejadian itu bukan main kagetnya Seng Cap-si Kouw sebab jika pertarungan itu dilanjutkan, maka dia akan celaka oleh si kakek. Maka itu dia memilih untuk kabur. Tak lama dia membalikkan tubuhnya lalu kabur!

"Hai kau mau lari ke mana?" kata si kakek sambil tertawa.

Dengan cepat Seng cap-si Kouw sudah berlari belasan langkah. Melihat hal itu si kakek tertawa.

"Kalau begitu mari kita mengadu gin-kang!" katanya.

Saat itu orang mengira si kakek akan mengejar, ternyata dia hanya berjalan kaki. Si kakek demikian santai. Dia tahu tak lama lagi tenaga Seng Cap-si Kouw akan berkurang karena tadi dia bertarung mati-matian melawan Beng Cit Nio. Maka itu tak heran si kakek dapat menyusulnya. Ketika itu Ciok Leng dan Kiauw Sek Kiang hampir sampai pada detik-detik yang menentukan. Kiauw Sek Kiang hanya mampu bertahan, sedang Ciok Leng terus mendesaknya. Saat si kakek melintas dekat Ciok Leng, si kakek tertawa. "Rupanya kau belum mampus, hai tabib tua!" kata si kakek.

"Ya, aku tak mengira kau juga masih hidup!" kata Ciok Leng.

Kiauw Sek Kiang kaget, saat dia tahu si kakek dan Ciok Leng ternyata saling mengenal. Saat Ciok Leng bicara dia agak lengah, maka itu kesempatan ini digunakan Kiauw  Sek Kiang untuk menyerang Ciok Leng. Tapi Ciok Leng sudah tahu akan diserang demikian, maka itu dia sudah waspada. Tak lama terdengar suara bentrokan nyaring. Ciok Leng menangkis serangan itu dengan tongkatnya. Baju Kiauw Sek Kiang terrobek oleh tongkat lawan.

Jika tadi dia kurang gesit, pasti perutnya terluka parah. Di tempat lain Kok Siauw Hong dan nona Han sedang terdesak oleh Su Thian Tek. Saat si kakek lewat, kakek itu memuji.

"Ilmu Cit-siu-kiam-hoatmu bagis. pasti kau Kok Siauw Hong, ya?" kata si kakek.

Kok Siauw Hong hanya mengangguk e tak berani bicara. "Eh, kenapa si kakek kenal padaku?" pikir pemuda ini

keheranan.

Saat itu si kakek berkata lagi.

"Aku juga tahu Seng Liong Sen hutang budi padamu!" kata si kakek.

Pedang Kok Siauw Hong menusuk, tapi tak mengenai sasaran. Saat itu Su Thian Tek mengelak dan berada di sampingnya, siap menangkap tangan Kok Siauw Hong yang memegang pedang. Tapi di luar dugaan, pedang Kok Siauw   Hong   bergerak   berubah   arah   karena  sambaran lengan baju si kakek. Arahnya justru mengarah ke Su Thian Tek.

Su Thian Tek kaget, buru-buru dia menghindar.

"Kau kalah sejurus, Su Thian Tek! Jika kurang senang kau boleh mencariku!" kata si kakek.

Sambil berkata dia berjalan santai, namun cepat sekali. Tak lama dia sudah tak terlihat lagi dan lenyap di balik gunung. Tadi si kakek telah membantu Kok Siauw Hong mengalahkan Su Thian Tek yang terluka oleh pedang anak muda itu. Kok Siauw Hong heran, kenapa kakek itu membantunya. Tapi akhirnya Kok Siauw Hong ingat kata- katanya, bahwa si kakek ingin mmbalas budi karena Kok Siauw Hong telah menanam budi untuk Seng Liong Sen.

"Aneh, kenapa dia mewakili Seng Liong Sen membalas budi?" pikir Kok Siauw Hong.

Su Thian Tek agak senang karena lukanya tak parah. Jika si kakek menginginkan kematiannya, mungkin tadi dia sudah mati terkapaf oleh pedang anak muda itu.

Si Kakek membantu sekedarnya agar Kok Siauw Hong mengalahkan jago itu. Sedangkan dia sudah tentu tak pantas menyerang orang yang sedang bertarung. Karena lengannya terluka, Su Thian Tek jadi kurang bebas bergerak.

Di pihak lain Ciong Bu Pa sudah terdesak oleh Ciauw Siang Hoa dan Yo Kiat Bwee, ditambah lagi tadi lengannya sudah terluka oleh Ciok Leng. Tak heran jika Bu Pa sering jadi bulanbulanan kedua muda-mudi yang bertarung berputar-putar. Hal ini hingga menyulitkan gerakan Ciong Bu Pa. Dia mulai kurang gesit. Sedang Beng Cit Nio sudah tenang kembali. "Su Thian Tek, kau jangan cuma berani pada anak muda. Hadapi aku! Pwee Eng, kau mundur!" kata Beng Cit Nio sengit.

Sebenarnya itu hanya gertakan Beng Cit Nio saja, karena dia sendiri sedang terluka. Tapi gertakan itu cukup berpengaruh juga. Karena melawan dua muda-mudi saja dia sudah terdesak, apalagi jika dibantu oleh Beng Cit Nio yang lihay. Maka itu dia lebih memilih kabur saja. Setelah bersuit panjang, mereka bertiga langsung kabur.

Ciauw Siang Hoa dan Yo Kiat Bwee akan mengejar mereka, tetapi Ciok Leng mencegahnya. Sesudah itu mereka mendekati Beng Cit Nio yang terluka. Nona Han membersihkan luka Beng Cit Nio dengan saputangannya, terutama darah di mulut jago perempuan itu. Kemudian Han Pwee Eng berkata pada Beng Cit Nio.

"Kau baik-baik, Cit Nio?" kata Pwee Eng. "Kau telah menyelamatkan aku, padahal dulu aku menuduhmu meracuni Ibuku!"

"Sudahlah, jika kau sudah tahu aku tak bersalah, aku sudah senang anak yang baik," kata Beng Cit Nio. "Tapi seharusnya kita pun harus berterima kasih pada kakek tadi!"

"Rupanya Paman Ciok kenal padanya?" kata Siauw Hong.

"Tiga puluh tahun yang lalu aku pernah bertarung dengannya," kata Ciok Leng. "Tapi dia juga pernah membantuku!"

"Siapa namanya, Paman?" kata Siauw Hong. "Dia Khie Wie!" kata Ciok Leng.

"Jadi dia Khie Wie," kata Beng Cit Nio kaget. "Tigapuluh tahun yang lalu dia pernah malang-melintang di kalangan Kang-ouw. Tapi hanya sebentar lalu menghilang, entah kenapa?"

"Benar cara menghilangnya aneh sekali," kata Ciok Leng. "Setahuku dia tidak jahat. Hanya dia berdiri di antara yang baik dan yang jahat saja!"

"Bibi Beng, tahukah kau ada persengketaan apa antara dia dengan Seng Cap-si Kouw?" kata Kok Siauw Hong.

"Dulu aku pernah mendengar namanya dari Seng Cap-si Kouw, aku tak kenal dia! Sesudah kami berselisih, aku tak tahu masalah dia dengan keponakannya itu!" kata Beng Cit Nio.

Si Kakek memaksa ingin bertemu Seng Liong Sen, entah apa maunya?" kata Han Pwee Eng. "Dari ucapannya, dia galak sekali pada Seng Cap-si Kouw! Tapi terhadap Seng Liong Sen tampaknya dia baik sekali!"

"Karena Seng Liong Sen-lah, dia membantu kita!" kata Kok Siauw Hong. "Aku lihat seolah dia sangat menyayangi Seng Liong Sen! Hal itu sulit dimengerti!"

"Aku kira Seng Liong Sen itu bukan orang baik-baik," kata Beng Cit Nio. "Dia bermulut manis, tapi otaknya jahat. Aku tak sudi melihatnya! Bisa jadi dia membohongi si kakek dengan kata-kata muluknya hingga Khie Wie tertipu olehnya!"

"Aku kira Liong Sen tidak terlalu jahat!" kata Kok Siauw Hong. "Sekalipun sikapnya buruk, tapi tetap dia seorang enghiong!"

"Kau pernah bertemu dengannya?" kata nona Han. "Aku dengar dia telah menikah dengan Cici Giok Hian, apa benar? Sudah tiga tahun aku tak pernah bertemu dengannya!" "Kelak, jika kau ke Kim-kee-leng kau akan bertemu dengannya," kata Kok Siauw Hong.

"Bagaimana dengan Seng Liong Sen?" kata nona Han. "Tahun lalu dia sudah menikah dengan Giok Hian, tapi

terjadi kejadian aneh. Tiga bulan yang lalu Giok Hian malah mengira suaminya sudah meninggal!" kata Kok Siauw Hong.

"Kenapa bisa begitu?" kata nona Han.

Kok Siauw Hong menceritakan kejadian aneh yang diketahuinya. Tak heran nona Han pun jadi keheranan bukan main.

"Kau sahabatnya, kenapa dia menghindar darimu?" kata nona Han. "Aku yakin Khie Wie tahu jika Seng Liong Sen pernah menemui bibinya seperti ceritamu itu!"

"Memang mengherankan, bukan aku saja tapi dia juga menghindar dari Ci Giok Hian!" kata Siauw Hong.

"Aku kenal sifat kakak Giok Hian, dia selalu ingin menang sendiri. Tapi entah kenapa suaminya berpura-pura mati dan menghindarinya?" kata Han Pwee Eng.

"Semoga mereka bisa segera rukun kembali!"

"Aku tahu Giok Hian sedang berduka, dia belum tahu nasib suaminya apakah masih hidup atau sudah mati? Sebaiknya kau segera temui dia, beritahu tentang khabar ini padanya!" kata Kok Siauw Hong.

"Nona, ayahmu sudah lama mengharap-harap kedatanganmu," kata Ciok Leng.

"Hai, itu Paman Han!" teriak Ciauw Siang Hoa.

Saat itu memang mereka sedang berjalan akan ke tempat Han  Tay  Hiong.  Ternyata  mereka  berpapasan  di  tengah jalan dengan orang tua itu. Bukan main girangnya mereka. Nona Han pun menangis karena girang bukan main bertemu dengan ayahnya.

Tak tertahankan lagi air mata Han Pwe Eng, serunya pedih bercampur girang karena baru bertemu lagi.

"Lihat, Siauw Hong juga datang!" kata Han Pwee Eng.

Kok Siauw Hong menghampirinya sambil memberi hormat. Mereka lalu diajak pulang. Han Tay Hiiong menuntun Pwee Eng, sedang di kanan dia menuntun Kok Siauw Hong. Saat itu air mata Han Tay Hiong meleleh, dia menangis.

"Tahun lalu aku hanya bertemu Pwee Eng. Bagaimana kalian sudah menikah?" kata Han Tay Hiong.

"Dulu saat aku diantar ke Yang-ciu, timbul masalah. Karena Ayah sedang sakit pernikahan yang kami tunda tak berani aku sampaikan pada Ayah," kata Han Pwee Eng.

Han Tay Hiong mengangguk sambil tersenyum. Untung orang tua itu tak tahu kejadian yang dialami puteri dan menantunya itu. Sambil tertawa Han Tay Hiong berkata nyaring.

"Kalau begitu aku bisa menyaksikan dan merencanakan pernikahan kalian!" kata Han Tay Hiong.

"Bagaimana keadaan Ayah, apa kau sudah sembuh?" kata Han Pwee Eng..

"Sudah! Ini semua berkat pertolongan Paman Ciok-mu!" kata Han Tay Hiong.

"Aku juga tak menyangka kau akan sembuh demikian cepatnya," kata Ciok Leng.

"Tadi malam aku berlatih terlalu giat, hingga aku kesiangan. Ketika aku tahu kalian tak ada, maka aku keluar mencari kalian," kata Han Tay Hiong. "Berkat bantuanmu, aku sudah sehat kembali!"

"Pantas kau berjalan begitu cepat, kau telah menyembuhkan penyakitmu. Kuucapkan selamat, selain kau sudah sehat, kau juga bisa berkumpul dengan keluargamu!" kata Ciok Leng.

"Anak Eng, mengenai pernikahan kalian..." tapi sebelum kata-kata Han Tay Hiong selesai, Han Pwee Eng memotongnya.

"Ayah, ada masalah yang harus aku sampaikan pada Ayah," kata nona Han. "Mengenai masalah kami, sebaiknya nanti saja kita bicarakan!"

"Masalah penting apa?" tanya Han Tay Hiong.

"Tentang Su Thian Tek dan Kiauw Sek Kiang juga anak buahnya! Mereka baru saja kami kalahkan, tapi mungkin mereka masih bersembunyi di sekitar tempat ini!" kata Han Pwee Eng. "Mari kita cari dulu mereka!"

"Baik, mereka harus kita singkirkan, jika tidak daerah Biauw tidak akan aman. Saudara Ciok, mari kita berpencar. Jika tak bertemu mereka, kita akan berkumpul kembali di tempat semula!" kata Han Tay Hiong.

"Beng Kouw-kouw, kau ikut bersama kami," kata Han Pwee Eng.

Karena nona Han menganggap masih keluarga, dia kaget dan heran, tapi juga senang. Dalam perjalanan nona Han menjelaskan kejadian tadi. Han Tay Hiong heran, bagaimana si Iblis Perempuan bisa bebas dari tahanan Kiong Cauw Bun.

"Tadi kau bilang Khie Wie muncul, kalau begitu aku berhutang budi kepadanya," kata Han Tay Hiong. Sedang dengan Beng Cit Nio pun Han Tay Hiong jadi akrab sekali. Mereka menyesali kejadian yang telah mereka alami di masa lalu. Sekarang mereka sudah berbaikan lagi.

-o~DewiKZ~Aditya~aaa~o-

Setelah mencari sehari-semalam, mereka hanya menemukan sebuah rumah atap yang yang sebaian sudah runtuh, setelah diteliti Han Tay Hiong tahu, rumah itu roboh akibat sebuah pukulan yang dasyat.

"Aku kira rumah ini persembunyian tiga orang bangsat itu!" kata Han Tay Hiong. "Mungkin karena gusar sesudah mengambil sisa makanan yang ada dia hajar rumah ini hingga roboh!"

Mereka kembali lagi ke tempat semula. Saat sampai mereka lihat Ciok Leng sudah menunggu, malah bertambah satu orang yaitu Thio Thay Thian.

"Ya, aku membawa kabar baik untukmu," kata Thio Thay Thian.

"Kabar apa?" kata Han Tay Hiong.

"Para penjahat itu sudah melarikan diri dari daerah Biauw!"

"Bagus, kalau begitu kita bisa segera pulang, Ayah!" kata Han Pwee Eng.

"Tapi aku sudah dapat kabar baru, katanya tentara Song akan menyerang ke daerah suku Biauw, sesudah kuselidiki ternyata jumlah mereka hanya sedikit!" kata Thio Thay Thian. "Pasukan Song itu dipimpin oleh seorang perwira rendah. Mungkin mereka cuma ingin mencari rejeki saja. Aku rasa tak akan jadi masalah. Biar aku dan Ciok Toa-ko tinggal di sini untuk membantu suku Biauw!"

"Bagus, malam ini kita adakan dulu pesta perpisahan," kata Han Tay Hiong.

"Paman Thio," kata Kok Siauw Hong. "Besok mungkin kita tak akan sempat mengucapkan terima kasih kepada ketua Bong, aku mohon kau tolong sampaikan terima kasih kami!"

"Ada kabar gembira yang lain," kata Thio Thay Thian sambil tertawa. "Muridku sekarang sudah bertunangan dengan nona Bong!"

"Itu kabar baik dan menyenangkan," kata Kok Siauw Hong, "semula memang sudah kudoakan agar mereka hidup bahagia. Aku senang mendengar kabar itu!"

"Di kalangan suku Biauw memang selalu begitu, jika ada muda-mudi yang merasa cocok, pertunangan bisa langsung dilaksanakan!" kata Thio Thay Thian.

Malam itu mereka mengadakan jamuan makan untuk perpisahan.

Esok harinya pagi-pagi sekali Han Tay Hiong, Han Pwee Eng dan Kok Siauw Hong meninggalkan daerah Biauw. Tampak mereka bahagia sekali. Setelah melewati suka-duka yang panjang, akhirnya mereka bisa berkumpul lagi. Mereka masih memikirkan, apakah Khie Wie berhasil mengejar Seng Cap-si Kouw atau tidak?

-o~DewiKZ~Aditya~aaa~o-

Saat itu Khie Wie sedang mengejar Seng Cap-si Kouw, pengejaran berlangsung lama juga sampai petang, baru Seng Cap-si Kouw tersusul. Ketika tersusul si iblis kesal dan dongkol bukan main. Dia memaki Khie Wie.

"Kenapa kau ikuti terus aku, kau mau apa? Jika kau mau mencari keponakanku, sudah kukatakan aku tidak tahu!" bentak si nenek.

"Kau pandai bicara, tapi hatimu busuk. Aku tahu kau sedang membuat rencana ingin mencelakakan aku, kau kira aku tidak tahu?" kata Khie Wie. "Aku juga tahu kau mahir memakai racun, dan memang sudah kucoba. Sekarang kau punya kepandaian apa lagi. Silakan kau keluarkan!"

"Tadi karena aku terus kau desak, terpaksa kuserang kau!" kata Seng Cap-si Kouw. "Kau harus dengar kata- kataku, jika kau bunuh juga aku tak ada gunanya!"

"Jika kubunuh dia, pasti keponakannya tak akan mau menikah dengan puteriku," pikir Khie Wie. "Aku tahu sebenarnya pemuda itu pun tidak baik dan harus kubunuh juga! Tapi sayang putriku menyukainya. "

"Baik, apa yang kau ingin katakan?" kata Khie Wie. "Han Tay Hiong dan Beng Cit Nio itu musuh-musuhku.

Tapi karena kau mengusirku, maka kau terpaksa aku serang!" kata Seng Cap-si Kouw.

"Aku tak mau tahu urusanmu dengan mereka. Tapi yang ingin kutahu di mana keponakanmu itu berada?" kata Khie Wie.

"Kenapa kau begitu ingin menemui keponakanku?"

"Dia berhutang padaku, maka dia harus kutemukan. Tapi kau jangan khawatir aku tidak berniat mencelakakannya. Malah mungkin kebaikan  untunya!" kata Khie Wie.

"Maksudmu, dia hutang budi apa padamu?" "Bisa dikatakan begitu!" kata Khie Wie. "Sesudah bertemu dengannya akan kujelaskan padamu. Sudah jangan banyak bicara lagi!"

"Terus terang dia pernah menemuiku. Tapi kami cekcok dan dia pergi meninggalkan aku," kata Seng Cap-si Kouw.

"Ke mana?"

"Aku tidak tahu. Tapi sebelum dia pergi dia bilang, seseorang tidak boleh membalas-dendam. Tetapi jika hutang budi kita harus balas budi. Jika dia hutang budi, aku kira sekalipun tidak kau cari dia, pasti dia akan kembali menemuimu!" kata Seng Cap-si Kouw.

Sesudah mendengar kata-kata itu alis Khie Wie berkerut.

"Kau bukan mau mengakaliku agar aku pergi, kan? Sekalipun dia sudah ke tempatku, tapi kau harus ikut aku! Sesudah aku bertemu dengannya, baru kau kulepaskan!" kata Khie Wie.

Maksud Khie Wie, jika bibinya dijadikan sandera, pasti pemuda itu akan datang untuk menolongi bibinya.

Bukan main gusarnya Seng Cap-si Kouw karena belum pernah dia dihina orang lain. Apalagi sekarang dia diancam segala. Karena dia tahu ilmu silat Khie Wie lebih tinggi terpaksa dia merendah. Walau dongkol bukan main, apalagi dia dijadikan sandera sampai Seng Liong Sen ditemukan.

"Kau jangan keterlaluan memaksaku!" kata Seng Cap-si Kouw dongkol bukan main.

"Aku tidak mau tahu, yang aku tahu begini ya begini!" kata Khie Wie. "Aku minta kau jangan membantah perintahku!" "Selama ini aku tak pernah tunduk pada siapapun, sekalipun kau seorang raja. Aku tahu ilmu silatku lebih rendah darimu, tapi daripada tunduk aku lebih memilih bertarung sampai mati!" kata Seng Cap-si Kouw angkuh.

"Aku tak akan membunuhmu tapi akan kupaksa kau tunduk kepadaku!" kata Khie Wie.

"Lebih baik aku mati daripada tunduk kepadamu!" kata Seng Cap-si Kouw. "Hm! Tapi jika kau mau membunuhku, jangan anggap semudah itu kau bisa melakukannya! Jika tak percaya boleh kau coba!"

"Eh, apa kau masih punya ilmu silat simpanananmu, mari aku ingin tahu. Ayo kita coba!" kata Khie Wie.

Tiba-tiba Seng Cap-si Kouw muntah darah. Melihat hal ini Khie Wie kaget padahal pertarungan belum mulai. Tapi kenapa si nenek malah sudah muntah darah. Tak lama dia lihat si Iblis Perempuan maju, langsung dia memutarkan tongkat bambunya menyerang Khie Wie. Melihat hal itu Khie Wie menggunakan tangan kosong coba menangkis serangan itu. Tangan Khie Wie bergerak cepat, tahu-tahu ujung tongkat lawan sudah terpegang olehnya. Saat tangan Khie Wie menyentuh tongkat, seolah di ujung tongkat itu ada sesuatu yang mengalir hingga Khie Wie kaget. Dia mengendurkan cekalannya pada tongkat itu. Ternyata Seng Cap-si Kouw mengerahkan tenaga dalamnya ke ujung tongkatnya. Tak heran Khie Wie tak merasa kesakitan.

"Eh, dia lihay juga," pikir Khie Wie. "Tiba-tiba tenaganya bertambah!"

Sedikit pun Khie Wie tidak takut, malah dia tertawa. "Sudah duapuluh tahun aku tak pernah bertemu lawan, ayo kita adu kepandaian!" kata Khie Wie. Sengaja Khie Wie memasukkan tangannya ke dalam lengan bajunya yang longgar, lalu dengan ujung lengan baju itulah dia meladeni serangan tongkat Seng Cap-si Kouw dengan hebat.

Lewat beberapa puluh jurus kembali tenaga Seng Cap-si Kouw mulai lemah. Tapi saat Khie Wie hendak melancarkan serangan mautnya, tiba-tiba dia lihat Seng Cap-si Kouw kembali muntah darah. Sesudah muntah darah, kembali kekuatan tongkat bambunya bertambah hebat lagi. Saat lengan baju lawan berhasil membelit tongkat bambunya, terdengar suara keras.

"Bret!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar