Beng Ciang Hong In Lok Jilid 48

 
Dengan beberapa kali melompat mereka sudah jauh meninggalkan tempat musuh-musuhnya. Beberapa orang berusaha mengejar mereka, tapi mendadak orang she Sun mengayunkan senjatanya. Secara bersamaan beberapa buah biji sui-poa menyambar ke arah para pengejarnya.

"Aduh! Aduh!"

Beberapa orang yang terkena biji sui-poa langsung menjerit kesakitan. Sambil tertawa dan tetap mengepit tubuh Seng Liong Sen orang she Sun ini kabur dan tak ada yang berani merintanginya lagi. Dalam keadaan setengah sadar Seng Liong Sen merasakan tubuhnya seperti terapung di udara. Hatinya sedikit lega karena sekarang mereka berada di tempat yang aman. Tapi tubuh pemuda ini terasa lemah sekali hingga dia pingsan.

Saat Seng Liong Sen sadar kembali, dia merasakan seolah tubuhnya sedang berada di sebuah ayunan. Sayup- sayup dia mendengar suara deru angin dan merasakan tiupannya. Ombak pun terasa menghantam perahu yang dinaikinya. Suara orang yang sudah dikenal berkata, "Ternyata kau sudah siuman, Liong Siauw-hiap!"

"Saudara Liong, orang yang sedang kau cari ada di sini! Coba kau lihat, apa kau masih mengenali kami?" kata yang lainnya. Pemuda itu mengawasi ke arah mereka, ternyata mereka ada tiga orang. Dia girang tapi juga kaget. Orang itu ternyata memang Tabib Ong yang sedang dia cari. Di sebelah tabib itu Sun Chu Kiok, saudagar hasil bumi. Sedang yang ada di sebelah kanan, ialah Lauw Keng, pedagang kain sutera yang dia kenal saat berada di Yang- ciu.

"Kau orang yang bisa menepati janji," kata tabib Ong. "Tapi sayang aku tak bisa menunggu kedatanganmu di rumahku! Sungguh aku malu hingga menyusahkan kau!"

Pemuda ini berusaha bangun untuk memberi hormat. "Jangan bangun dulu, lukamu parah," kata tabib Ong.

"Terima kasih, Tabib Ong!" kata Liong Sen. "Aku girang, sekalipun dalam kesulitan, kau mau menemuiku. Entah bagaimana aku harus berterima kasih?"

Dia juga mengucapkan terima kasih pada orang she Sun. "Jangan see-ji, bukan aku yang menolongimu, tapi Tabib

Ong!" kata Sun Chu Kiok.

"Aku membantumu hanya dengan mulutku saja, sedang yang mengeluarkan tenaga saat ada bahaya bukan aku! Padahal kau sedang menghadapi bahaya lebih besar dari bahaya yang mengancam diriku," kata Tabib Ong.

Sun Chu Kiok memberi penjelasan seperlunya pada pemuda itu, hingga akhirnya Seng Liong Sen mengetahui apa yang terjadi. Tabib Ong telah menduga Seng Liong Sen akan datang memenuhi undangannya dulu. Selama beberapa hari, Sun Chu Kiok dan Lauw Keng secara bergiliran mengintai di sekitar rumah tabib Ong. Maka itu saat Seng Liong Sen tertipu oleh musuh, mereka melihatnya. Lalu Sun Chu Kiok turun tangan menolongi Seng Liong Sen. Seng Liong Sen sangat berterima kasih pada mereka. Padahal mereka cuma kenalan tidak disengaja, tapi mereka menaruh perhatian padanya hingga Seng Liong Sen jadi terharu.

"Aku tidak pernah menghiraukan orang yang mau berobat padaku, walaupun dia seorang pembesar. Tetapi jika sahabat kaum pendekar yang minta tolong, aku akan berusaha menolong mereka! Ketika di Yang-ciu, kau banyak membantu kaum kami, maka itu mana mungkin aku tinggal diam melihat kau terjebak oleh musuh."

Sun Chu Kiok menjelaskan kenapa perusahaannya disita oleh pihak berwajib, begitu pun tempat pengobatan tabib Ong, itu semua karena tindakan mereka ketika di kota Yangciu.

"Peristiwa itu telah diketahui karena perbuatan kami dan kawan-kawan. Semula Cian Tiang Cun ada di rumah tabib Ong, tapi karena dua hari yang lalu dia pergi sekarang sisa anak buahnya yang tertinggal hanya jago kelas dua. Maka itu aku bisa melabrak mereka dengan mudah." kata Sun.

Sesudah itu tabib Ong memeriksa keadaan Seng Liong Sen, lalu memberi penjelasan tentang penyakit pemuda itu.

"Lukamu bertambah berat. Barangkali sesudah bertarung di Yang-ciu, kau bertarung lagi dengan jago yang Iwee- kangnya tinggi. Tetapi jangan takut, penyakitmu bisa diobati luar dan dalam hingga sembuh!" kata tabib Ong. "Sedangkan penyakit aneh yang memang sudah ada, itu yang berbahaya!"

"Aku sudah tidak terlalu mencemaskan lagi penyakitku itu, karena mati dan hidup manusia sudah takdir dari Tuhan. Tapi yang aku ingin tahu, penyakit apa sebenarnya itu?" "Dari hasil pemeriksaanku, tiga tahun lagi kau akan terserang Cauw-hwee-jip-mo! Asal penyakit itu karena salah berlatih Iwee-kang. Apakah kau kenal dengan penjahat bernama Khie Wie?"

Seng Liong Sen kaget mendengar pertanyaan itu.

"Jadi dia tahu aku belajar dari Khie Wie?" pikir Seng Liong Sen.

Karena bingung dia tidak berani berterus-terang, maka itu dengan terpaksa dia menjawab sekenanya.

"Ya! Nama itu memang pernah aku dengar, tapi aku tidak kenal." jawab Seng Liong Sen.

"Dia telah menghilang dari dunia Kang-ouw  tahun yang lalu. Wajar jika kau tidak kenal padanya," kata tabib Ong. "Dulu Khie Wie pun pernah berobat padaku, saat dia keracunan. Waktu itu tenaga dalamnya belum sempurna, walau sudah ada tanda-tanda dari denyut nadinya bahwa kelak dia pasti akan mengalami Cauw-hwee-jip-mo yang parah. Keadaan denyut nadinya ketika itu sama seperti nadimu sekarang. Apa kau bisa memberitahuku siapa guru- mu?"

"Maaf, Guruku berpesan dia tidak ingin namanya diketahui orang lain, maka itu terpaksa aku tak bisa memberi tahu," kata Seng Liong Sen.

Mendengar jawaban itu sekalipun kelihatan kurang puas, tabib Ong tidak memaksa. Seng Liong Sen pun tidak tahu akan ke mana mereka sekarang. Saat dia akan bertanya, datang tukang perahu memba-wakan semangkuk bubur dan beberapa jenis sayuran.

"Karena sudah sehari semalam kau tidak makan apa-apa, tentu kau lapar." kata tabib Ong. "Silakan kau makan dulu, sesudah makan baru kita bicara lagi." Seng Liong Sen langsung makan apa yang disediakan untuknya. Sedang Sun Chu Kiok dan Lauw Keng minum arak berdua sambil tersenyum puas.

"Sayang kau belum boleh minum arak," kata Sun Chu Kiok.

"Ini arak Kui-hoa-ciu yang terkenal di daerah Thay-ouw, tentu saja enak rasanya," kata tabib Ong. "Tapi kau bukan tidak boleh minum arak, asal arak yang bermanfaat bagi kesehatanmu tentu saja boleh!"

"Arak apa itu?" tanya Lauw Keng.

"Arak Pek-hoa-ciu buatan keluarga Ci di Pek-hoa-kok," kata tabib Ong.

Seng Liong Sen kaget ketika mendengar nama keluarga Ci di Pek-hoa-kok disebut-sebut, sebab pikirnya keluarga Ci di Pek-hoa-kok yang dimaksud tidak lain pasti keluarga Ci Giok Hian.

"Arak Pek-hoa-ciu buatan keluarga Ci, rasanya tidak sulit untuk mendapatkannya, karena aku kenal pemiliknya. Ketika ada di Yang-ciu, tapi sekarang nona Ci sedang pergi ke Kimkee-leng!" kata Sun Chu Kiok.

"Sepengetahuanku di rumah nona Ci ada seorang tukang kebun, kita coba bertanya padanya, apa di rumah majikannya masih tersimpan arak yang dimaksud itu?" kata Lauw Keng.

"Jika arak itu penting untuk Saudara Liong, bagaimana pun kita harus mengusahakannya!" kata Sun Chu Kiok. "Jika perlu kita cari nona Ci ke Kim-kee-leng!"

"Benar, saat di Yang-ciu aku lihat nona Ci pun menaruh perhatian pada saudara Liong!" kata Lauw Keng sambil tertawa. "Dia bilang dia berhutang budi dan belum sempat mengucapkan terima kasih padamu! Jika dia tahu keadaanmu di sini, aku yakin dia bersedia datang ke mari! "

Seng Liong Sen pun kaget mendengar keterangan itu langsung berpikir, "Semoga dia tidak datang ke mari. Sebab jika dia tahu siapa aku, lebih baik aku mati saja!"

Sesudah makan Seng Liong Sen merasa tubuhnya agak segar. Sambil bersandar pada dinding perahu, Seng Liong Sen mengawasi jajaran gunung di tepi danau. Pemandangan di tempat itu indah sekali. Menyaksikan pemandangan itu Seng Liong Sen kaget.

"Di mana kita sekarang?" kata Seng Liong Sen.

"Ini daerah Thay-ouw, apa Saudara Liong belum pernah ke sini?" kata Sun Chu Kiok sambil tertawa.

"Ah, bisa gawat aku! Jika benar ini danau Thay-ouw!" pikir Seng Liong Sen.

"Semula akan kukatakan padamu," kata tabib Ong. "Seharusnya kau ikut bergembira, sebab nama Ong Cong- ceecu dari Thay-ouw, itu Ong It Teng! Pasti kau pun kenal, bukan?. Nah, kita akan ke sana. Aku yakin selama kau istirahat di sana, kau tidak perlu takut diganggu oleh musuh!"

Seng Liong Sen kaget bukan kepalang, sebab Ong It Teng sahabat gurunya.

"Aku sudah mendengar namanya, tapi sayang belum berkenalan dengan beliau!" kata Seng Liong Sen.

"Aku juga belum kenal," kata tabib Ong, "Tapi karena kami membawa surat pribadi Tu Hok dari Kim-kee-leng, maka itu kami ke sana untuk berlindung di tempat Ong Cee-cu andaikata terjadi suatu masalah." "Aku cuma bertemu dua kali dengannya, saat itu dia sedang berunding dengan Su-hu. Tapi dia tidak memperhatikan aku. Jika Giok Hian samar padaku, apalagi dia!" pikir Seng Liong Sen. Tapi tak urung jantung pemuda itu berdebar juga.

Tak lama perahu mereka sudah merapat ke tepi danau. Ternyata kedatangan mereka sudah ditunggu oleh anak buah Ong Cee-cu. Untuk mengangkut Seng Liong Sen pun telah disiapkan sebuah joli yang biasa digotong oleh empat orang. Saat Seng Liong Sen sudah dinaikkan lalu dibawa ke atas gunung.

Begitu sampai dia dipertemukan dengan Ong It Teng yang menyambutnya dengan ramah. Seng Liong Sen segera memberi hormat dan Ong It Teng pun langsung berkata, "Saudara Liong, urusanmu sudah aku ketahui semuanya!"

Bukan main terkejutnya Seng Liong Sen mendengar ucapan tuan rumah itu.

"Ah, ternyata rahaiaku sudah diketahuinya?" pikir Seng Liong Sen.

Kemudian Ong It Teng langsung menyambung katakatanya.

"Kejadian di Yang-ciu, bantuanmu itu sangat berharga," kata Ong It Teng. "Aku dengar kau berhasil menolongi Nona Ci!"

Bukan main lega hati Seng Liong Sen sesudah mengetahui bahwa yang dibicarakan Ong It Teng ternyata kejadian di gedung Tihu she Gak itu. Dengan sikap merendah dia langsung menjawab.

"Itu sudah kewajiban sesama sahabat!" kata Liong Sen. "Ngomong-ngomong tentang nona Ci, nasibnya perlu dikasihani. Apa saudara Liong sudah mengetahui kisah hidupnya?"

Bukan main kagetnya pemuda ini, jantungnya berdebardebar tak hentinya. Dia mencoba menenangkan diri.

"Keluarga Ci di Pek-hoa-kok keluarga persilatan yang terkenal, aku cuma tahu nona Ci puteri keluarga Ci, lebih dari itu aku tidak tahu." kata Seng Liong Sen.

"Kalau begitu, Saudara Liong belum tahu dia sudah janda," kata Ong It Teng. "Nama suaminya Seng Liong Sen, murid pewaris Bun Yat Hoan, seorang Bu-lim-beng-cu daerah Kanglam. Sayang, katanya pemuda cekatan dan pandai itu menurut kabar terakhir yang aku dengar tewas di tangan Wan-yen Hoo, anak Wan-yen Tiang Cie, panglima pasukan pengawal kerajaan Kim. Saat pemuda itu meninggal mereka menikah belum setahun. Kasihan nona Ci yang masih muda itu jadi janda!"

Ong It Teng tidak tahu kalau suami Ci Giok Hian adalah dia.

Untuk menutupi rasa kagetnya Seng Liong Sen berkata, "Sayang memang. Sejak dulu wanita cantik nasibnya selalu buruk!"

"Ada lagi yang aku benci mengenai adat kolot, jika suami meninggal sang isteri harus menjadi janda selamanya," kata Ong It Teng. "Menurut pendapatku, kita kaum Kang-ouw tidak perlu menghiraukan aturan kuno itu!"

"Pendapatmu begitu, Ong-cecu, tapi aku tidak tahu bagaimana pendapat nona Ci?" kata Sun Chu Kiok sambil tertawa. "Dia belum punya anak, kenapa harus jadi janda selamanya," kata Ong It Teng.

"Hai, rupanya Ong Cee-cu punya maksud menjadi comblang nona Ci?" kata Lauw Keng.

"Aku memang punya maksud itu, tapi aku kira pendapat ini terlalu terburu-buru," kata Ong It Teng.

Seng Liong Sen cukup cerdik, dia bisa menangkap maksud ucapan Ong It Teng. Dia terharu mendengar ucapan Ong It Teng itu. Dari nada ucapan Ong It Teng, dia ingin menjodohkan Seng Liong Sen pada Ci Giok Hian.

"Kau tak tahu aku ini suaminya, masakan aku akan kau jodohkan pada istriku sendiri?" pikir Seng Liong Sen.

Melihat pemuda itu diam saja, Ong It Teng sadar. "Saudara Liong kau harus istirahat. Sesudah kau sembuh nanti kita bicarakan lagi masalah ini!" kata Ong It Teng.

Memang tabib Ong tidak bergelar kosong, dia bisa menyembuhkan luka-luka Seng Liong Sen dengan cepat. Sesuai gelarnya Hoa To yang mengambil nama tabib terkenal di Zaman Tiga Negara, memang lihay.

"Apa kau sudah merasa kuat untuk berlatih tenaga dalam. Saudara Liong?" kata tabib Ong.

"Aku mohon petunjuk, LoCian-pwee. Sesudah lukaku sembuh, jika aku tidak berlatih tubuhku terasa tak enak," kata Liong Sen.

"Jika demikian mau tak mau kau harus berlatih tenaga dalam itu!" kata tabib Ong. "Jangan takut, aku akan usahakan agar kau bisa bebas dari rasa demikian itu! Kau akan kuajari bagaimana menyembuhkan kecanduan itu dengan cara ilmu pengobatan! Jika sudah sembuh, tenaga dalam ajaran Khie Wie itu akan bermanfaat bagimu." Seng Liong Sen senang mendengar keterangan itu. Jika benar begitu, maka dia akan lebih lihay dari Uh-bun Tiong yang telah menipunya.

Setelah berobat dan istirahat selama sebulan di tempat Ong It Teng sekarang hati Seng Liong Sen mulai tentram. Setiap hari dia diobati dengan tusuk jarum. Seng Liong Sen pun tidak lupa berlatih tenaga dalam.

Sesudah lewat beberapa waktu lagi, tanpa minum obat dari Khie Wie tubuh Seng Long Sen terasa segar dan nyaman sekali.

Selama istirahat dia selalu menghindari bertemu dengan Ong It Teng dengan harapan rahasia dirinya tidak ketahuan. Tak lama Ong It Teng mulai sibuk memimpin para bajak, hingga dia juga jarang bertemu dengan Seng Liong Sen.

Pada suatu hari, sesudah Seng Liong Sen selesai berlatih dia merasakan tubuhnya segar sekali. Maka itu dia pikir sudah saatnya dia akan meninggalkan Thay-ouw. Ketika itu datang pesuruh memberi kabar.

"Di luar ada tamu ingin bertemu dengan Liong Siauw- hiap!" kata pelayan itu dengan hormat.

Seng Liong Sen kaget dan cemas sebelum dia tahu siapa tamu yang datang ingin menemui dirinya. Tapi terpaksa Seng Liong Sen dengan perlahan-lahan berjalan akan menemui tamu tersebut. Sebelum masuk ke ruang tamu, Seng Liong Sen sempat mendengar ucapan Ong It Teng.

"Aku tidak mengira Uh-bun Tiong sekarang sudah muncul di Dunia Kang-ouw lagi. Apa kau bertemu dengannya?" kata Ong It Teng.

"Sebenarnya aku tidak bertemu dengannya, tapi kawan kita sempat melihatnya!" kata suara tamu itu. "Siapa yang dimaksud kawan kita olehnya? Apakah itu aku?" pikir Seng Liong Sen.

Tak lama Seng Liong Sen masuk ke ruang tamu. Di sana dia lihat Sun Chu Kiok dan Lauw Keng sedang berbincang dengan seorang tua yang belum dikenalnya. Ong It Teng memperkenalkan tamu itu pada Seng Liong Sen.

"Tuan ini bernama Han Seng Tek!" kata Ong It Teng. "Dia salah satu Cee-cu di bawah perintahku. Saat kau baru datang dia masih di Yang-ciu!"

"Saudara Liong sebenarnya kita sudah pernah bertemu!" kata Han Seng Tek pada Liong Sen.

"Benarkah, aku agak lupa, di mana ya?" kata Seng Liong Sen.

"Saat terjadi keributan di rumah Gak Liang Cun, aku juga ada di sana!" jawab Han Seng Tek. "Karena masalah belum selesai, aku tinggal di sana beberapa hari lagi!"

"Kami sedang membicarakan Uh-bun Tiong, apa kau kenal dengannya?" kata Ong It Teng.

"Terus-terang pengalamanku masih rendah, aku tidak kenal dia!" jawab Seng Liong Sen.

"Bagaimana Khie Wie, kau kenal?" tanya Ong It Teng lagi.

"Tentang penjahat itu aku dengar dari Tabib Ong," kata Seng Liong Sen.

"Umur Uh-bun Tiong hampir sebaya dengan Khie Wie, mereka lihay. Tapi keduanya sempat menghilang dari kalangan Kang-ouw dalam waktu yang hampir sama." kata Ong It Teng.

"Uh-bun Tiong tidak bisa disamakan dengan Khie Wie," kata Han Seng Tek. "Sekalipun Khie Wie jahat, tapi dia bukan kawan bangsa asing. Hanya sifatnya aneh, dia berdiri di antara yang jahat dan yang baik! Lain lagi Uh-bun Tiong, dia pembantu utama Gak Liang Cun. Aku tidak tahu kenapa dia meninggalkan orang she Gak itu? Sekarang dia muncul kembali dan kabarnya mendapat atasan yang lebih hebat!"

"Tadi kau bilang ada kawan kita yang melihatnya, siapa mereka?" kata Ong It Teng.

"Seorang to-su bernama Khu Tay Beng dan berganti nama jadi It Beng Tay-su dan hwee-shio bernama Theng Pek Keng atau dipanggil Pek Hwee Tay-su," kata Han Seng Tek.

"Jadi yang dia sebut kawan kita itu mereka?" pikir Seng Liong Sen yang pernah bertarung dengan mereka hidup dan mati. "Tapi aku tidak kuatir karena to-su itu sudah berjanji akan tutup mulut! Tapi aku tak tahu apa dia bisa memegang janji atau tidak?"

"Kedua orang itu bermusuhan dengan Uh-bun Tiong sudah  tahun yang lalu karena saudara angkat mereka terbunuh oleh Uh bun Tiong!" kata Han Seng Tek. "Sekali ini Uh-bun Tiong dapat mereka temukan di suatu lembah di luar kota Yang-ciu. Dalam pertarungan itu hampir saja jiwa Pek Hweeshio melayang, It-beng To-jin terluka parah. Waktu aku bertemu dengan mereka, keadaan Pek-hwee tampak payah dan berjalan pincang."

"Aneh juga, setahuku kepandaian mereka tidak lemah, seorang lawan seorang saja selisihnya tidak banyak, masa mereka berdua kalah di tangan Uh-bun Tiong?" kata Ong It Teng.

"Barangkali Uh-bun Tiong dibantu oleh orang lain?" kata Sun Chu Kiok. Mendengar kisah itu Seng Liong Sen ingat pengalamannya dan jadi tegang sendiri, dia kuatir bisa jadi Pek Hwee-shio akan membongkar apa yang terjadi antara dia dengannya waktu itu. Tapi Han Seng Tek telah berkata lagi.

"Aku pikir demikian, namun menurut cerita it Beng To- jin kekalahan mereka disebabkan karena terjebak oleh akal licik Uh-bun Tiong sehingga mereka sama-sama terluka. Tapi menurut pikirku, rasanya keterangan It Beng To-jin itu meragukan. Tadi sudah kukatakan bisa jadi Uh-bun Tiong mendapatkan Cu-kong yang lebih tinggi dari Gak Liang Cun, yang aku maksudkan Wan-yen Hoo, putra Wan-yen Tiang Cie dari Kerajaan Kim. Tapi aku kira Uh-bun Tiong tidak mendapat bantuan dari Wan-yen Hoo. Aku yakin It Beng menyembunyikan sesuatu dan tidak mau berterus- terang. Lebih baik kita tunggu saja kedatangan mereka berdua, baru masalah ini akan lebih jelas!" kata Han Seng Tek.

"Aku harus segera meninggalkan Thay-ouw. Tak lama lagi sudah hari ke , sesuai kata Tabib Ong. Semoga saja mereka tidak segera datang!" pikir Seng Liong Sen. "Aku harus segera pergi sebelum mereka datang!"

Tetapi tanpa diduga tiba-tiba terdengar suara terompet dan Han Seng Tek bangun dari kursinya.

"Aku kira ada tamu yang datang!" kata Han Seng Tek. "Kau benar, pasti itu bukan tamu biasa," kata Ong It

Teng sambil tertawa riang.

Suara terompet itu sebagai tanda bagi Ong Cee-cu agar bersiap menyambut kedatangan tamu agung. Karena Ong It Teng sendiri yang akan menyambut tamu itu, pasti tamu yang datang itu bukan tamu biasa. Hati Seng Liong Sen berdebar karena khawatir kalau tamu yang datang itu It Beng To-jin dan Pek Hui Hwee-shio adanya. Dia bangun dari kursinya dan bermaksud hendak mohon diri akan kembali ke kamarnya. Tapi Ong It Teng menahan agar dia tidak pergi.

"Jangan ke mana-mana, kau tunggu di sini. Siapa tahu kau juga kenal dengan tamu itu!" kata Ong It Teng.

Mendengar keterangan itu pemuda ini bertambah kaget, tapi karena tuan rumah yang minta dia menunggu, terpaksa Seng Liong Sen menurut karena kuatir orang mencurigainya. Dia duduk kembali di kursinya. Ternyata tamu itu Kok Siauw Hong!

"Aku kira kalian sudah saling kenal sebelumnya, bukan?" kata Ong It Teng.

"Benar, kami pernah bertemu di Yang-ciu," kata Kok Siauw Hong. "Liong-heng, melihat kau terluka, kami ikut kuatir, pasti sekarang kau sudah sembuh, bukan?"

"Terima kasih atas perhatianmu," jawab Seng Liong Sen. "Aku sembuh berkat pertolongan Tabib Ong, aku sekarang sudah sehat! Kau ke mari, ada khabar apa?"

"Kedatanganku justru atas permintaan Nona Ci untuk melihat keadaanmu," kata Kok Siauw Hong.

Tentu saja Seng Liong Sen heran, dari mana Ci Giok Hian tahu dia berada di tempat Ong It Teng. Saat Seng Liong Sen sedang kebingungan Ong It Teng tertawa.

"Aku yang memberitahu Nona Ci, bahwa kau berobat di sini!" kata Ong It Teng.

"Nona Ci sekarang ada di Kim-kee-leng sedang membantu  melatih  laskar  wanita  di  sana,  karena  itu aku mengusulkan agar menjemput Saudara Liong untuk datang ke Kim-keeleng." kata Kok Siauw Hong.

"Benar, demikian harapan Nona Ci!" kata Ong It Teng. "Kau telah menyelamatkan jiwa nona Ci, dia sangat

berterima kasih dan ingin segera bertemu denganmu," kata Kok Siauw Hong.

-o~DewiKZ~Aditya~aaa~o-

Ketika Ci Giok Hian melihat Seng Liong Sen untuk kedua kalinya di Pek-hoa-kok, dia agak curiga. Malah nona Ci berharap siapa tahu dia bisa bertemu lagi dengan pemuda itu, tetapi karena takut menjadi bahan gunjingan juga untuk menghindari prasangka buruk orang-orang, dia tidak ingin pergi bersama-sama dengan Kok Siauw Hong.

Ong It Teng dan Kok Siauw Hong melanjutkan berbincangbincang dengan pemuda itu dan ingin bersahabat dengan Liong Sen. Maka itu sengaja Kok Siauw Hong duduk berendeng dengan Liong Sen untuk diajak berbincangbincang. Saat itulah tiba-tiba Kok Siauw Hong merasa seperti pernah melihat pemuda bermuka buruk itu, tetapi dia lupa entah di mana? Maka itu dia sengaja menatap wajah pemuda itu lebih serius. Seng Liong Sen yang ditatap begitu tentu saja jadi gelisah tak karuan. Mau tak mau air mukanya berubah.

"Saudara Liong," kata Kok Siauw Hong sambil tertawa, "aku rasa kau mirip dengan seorang temanku!" Mendengar ucapan itu Seng Liong Sen terkejut karena dia duga Kok Siauw Hong sudah mengenali siapa dirinya. Maka itu buru-buru dia menjawab.

"Ah, mana mungkin di dunia ini ada orang lain yang mukanya seburuk aku?" kata Seng Liong Sen.

"Mendengar kata-katamu aku ingat pada seseorang, kau memang agak mirip dengannya," sela Ong It Teng sambil tertawa. "Tidak hanya wajahmu yang mirip, malah perawakanmu pun sama dengannya! Kawan yang Kok Siauwhiap maksudkan itu, pasti Seng Liong Sen murid Bun Tay-hiap, bukan?"

"Betul Ong Cee-cu! Tapi sayang Seng Siauw-hiap sudah meninggal, jika dia masih hidup dan kita lihat mereka dari belakang, kita akan mengira mereka itu saudara kembar!" kata Kok Siauw Hong.

"Ada-ada saja! Mana boleh aku disamakan dengannya!" kata Seng Liong Sen yang tubuhnya mulai berkeringat. "Sungguh bahagianya aku jika aku bisa menjadi murid Bun Tay Hiap!"

Mendadak Ong It Teng bicara sungguh-sungguh.

"Jika Liong-heng benar berminat ingin jadi murid beliau, aku bisa menjadi perantaramu. Suami nona Ci yang meninggal itu pun murid Bun Tay-hiap, sedang kau telah menyelamatkan jiwa Nona Ci, jika Bun Tay-hiap menerimamu sebagai muridnya, ini suatu peristiwa yang menarik juga?" kata Ong It Teng.

Tampak Seng Liong Sen sedikit gugup oleh ucapan Ong It Teng itu. Dia harus bersyukur saat itu tabib Ong masuk ke tempat itu. Ong It Teng memperkenalkan Kok Siauw Hong kepada tabib Ong dan mengatakan usahanya mencari Pekhoa-ciu di rumah Ci Giok Hian tidak berhasil. "Jangan kuatir. Nona Ci punya resep arak obat keluarganya, sekalipun dia ada di Kim-kee-leng arak itu dapat disulingnya," kata Kok Siauw Hong berusaha melegakan hati Seng Liong Sen.

"Sebenarnya hanya sepuluh hari lagi pengobatan tarap pertamaku akan berakhir," kata tabib Ong. "Tapi jika pengobatanku itu ditambah dengan Pek-hoa-ciu, penyakit Liong-heng ini dapat dipunahkan sampai keakar-akarnya. Ya, sekarang sudah tiba saatnya untuk kau tusuk jarum, harap Liong-heng ikut aku ke kamarmu."

Seng Liong Sen girang mendengar ajakan itu, dengan demikian dia bisa bebas dari tatapan Kok Siauw Hong yang tajam dan menyelidik itu. Maka itu dia mohon diri ikut tabib Ong untuk tusuk jarum di kamarnya. Dengan keterampilan yang luar biasa tabib Ong mengobati Seng Liong Sen dengan tekun.

Malam harinya....

Seperti biasa pikiran Seng Liong Sen kacau hingga dia tak bisa tidur. Menurut nasihat tabib Ong dia diminta tinggal beberapa hari lagi di tempat Ong It Teng. Tabib Ong yakin Seng Liong Sen akan sembuh total. Tetapi melihat sikap Kok Siauw Hiong tadi siang yang seolah mencurigainya, Seng Liong Sen bingung sendiri. Yang lebih membingungkan Seng Liong Seng, bagaimana jika Kok Siauw Hong mengajak dia pergi ke Kim-kee-leng? Hal itu akan membuat dia bertemu lagi dengan Ci Giok Hian. Kekhawatiran yang lain dia takut jika si To-su dan Hwee- shio itu akan segera tiba di rumah Ong It Teng. Dengan hati tak tentram karena merasa berdosa, Seng Liong Sen jadi tertekan. Maka itu dia mengambil keputusan akan meninggalkan tempat Ong It Teng secara diam-diam. Setelah membuat sepucuk surat, dia meletakkan surat itu di atas tempat tidurnya, kemudian pergi dari tempat orang she Ong yang baik hati itu.

Dengan sabar Seng Liong Sen menunggu sampai fajar menyingsing, hal ini dia putuskan agar bisa berjalan ke tepi danau. Ketika sampai di sana, dia mendapatkan sebuah perahu kecil. Ketika itu tukang perahu kepercayaan Ong It Teng yang sudah kenal dengannya, menganggap dia sebagai tamu Cong Cee-cu mereka. Tapi Seng Liong Sen berbohong pada tukang perahu itu. bahwa dia sudah sembuh. Sekarang dia harus pulang. Dia pun mengaku bahwa dia pergi seijin dari Ong It Teng. Tapi tukang perahu itu sangsi karena tidak seorang pun yang mengantarkan kepulangan pemuda itu, karena dia sudah tahu tamu itu pendekar yang terluka saat terjadi perampokan di Yang-ciu, dia tidak menolak permintaan pemuda itu yang minta diseberangkan.

Apalagi ketika itu cuaca cerah, angin pagi meniup sepoisepoi basah. Ini membuat tubuh orang menjadi segar. Seng Liong Sen naik ke perahu, dia duduk bersandar di tepian perahu sambil memandang ke permukaan danau. Dia sangat berduka,

"Dunia seluas ini seolah tidak ada tempat bagiku!" pikirnya.

Tanpa terasa terbayang dua nona cantik di otaknya, satu Ci Giok Hian yang jelita, sedang yang lain nona Khie Kie. Sekalipun dia tahu bagaimana cintanya nona Khie Kie kepadanya, tapi dengan terpaksa dia harus mengecewakan gadis yang masih polos itu.

"Untung penyakitku sudah tidak berbahaya lagi walau belum sembuh sama sekali," pikir pemuda itu. "Untuk selanjutnya aku harus berkelana sendirian di dunia Kangouw!" Karena sedang mengenang pengalamannya yang pahit getir dengan suka-dukanya, Seng Liong Sen tidak merasa saat itu sudah tengah hari. Perahu itu pun sudah mengarungi setengah dari danau Thay-ouw yang luas itu. Sedang daratan di seberang sudah kelihatan dari jauh.

Hati Seng Liong Sen sedikit lega. Tak lama lagi dia sudah akan meninggalkan tempat itu. Tiba-tiba tampak sebuah tongkang besar melaju ke arah perahu mereka. Tukang perahu itu kaget.

"Eh, itu tongkang siapa? Aku rasa itu bukan perahu milik kami!" kata si tukang perahu.

Kapal tongkang itu besar sekali, berbeda dengan perahu mereka. Saat itu si tukang perahu baru ingat mengenai kekalahan Kiauw Sek Kiang dalam pertempuran laut di sungai Tiang-kang (Yang-cee-kiang), dia salah seorang bajak laut dari wilayah Laut Timur.

"Eh, jangan-jangan itu kapal mereka!" kata tukang perahu itu cemas bukan main. Buru-buru dia nembelokkan perahunya kembali ke tengah danau.

"Hai, akan kau dayung ke mana perahu ini?" tanya Seng Liong Sen keheranan saat tahu perahu itu berbelok arah.

"Aku akan menemui mereka," kata tukang perahu. "Mau apa kapal mereka memasuki wilayah ini?"

Tak lama kapal besar itu meluncur dengan cepat hingga berpapasan dengan perahu kecil. Tukang perahu itu membentak lantang.

"Hai, siapa kalian dan mau apa datang ke mari?" kata si tukang perahu. Terlihat di haluan kapal muncul tiga orang lelaki bertubuh kekar, seorang di antaranya membentak, "Kau siapa? Atas dasar apa kau berani menanyai kami?"

"Aku dari Tong-teng-san Barat," jawab tukang perahu. "Oh, jadi kau anak buah Ong It Teng!" seru lelaki tadi

sambil tertawa terbahak-bahak.

Dia memberi tanda pada kedua kawannya. Ternyata ketiga tampak garang dan mereka anak buah bajak.

"Jadi kalian ini anak buah Su Thian Tek dan Kiauw Sek Kiang!" bentak tukang perahu.

Orang itu tertawa terbahak-bahak.

"Benar! Ternyata hari ini kau sedang sial bertemu dengan kami!" kata orang itu.

"Lihat saja siapa yang sial?" kata Seng Liong Sen.

Baru saja Seng Liong Sen menghunus pedangnya, mendadak kedua lelaki tadi melompat dan berakrobat di udara. Saat turun dia hinggap di haluan perahu kecil itu. Namun, sebelum kaki mereka menginjak perahu. Seng Liong Sen mendahului menusuk dua kali.

Salah seorang langsung mengayunkan goloknya, dengan gerakan "Eng-kek-tian-khong" (Elang menerkam dari udara), segera golok orang itu membacok ke bawah. Sedang orang yang ada di sebelah kanannya, membuka kedua telapak tangannya mencoba mencengkram bahu  Seng Liong Sen.

Meski ilmu silat kedua orang itu tinggi, tapi mana mampu melawan ilmu pedang Seng Liong Sen yang lihay. Saat sinar pedang pemuda itu menyambar, tak ampun lagi jari tangan lelaki di sebelah kanan terpotong putus dan terjungkal ke  dalam danau. Ketika  pedang Seng Liong Sen berbalik, golok musuh yang sedang membacok itu tertangkis. Saat itu disusul oleh tendangan kaki Seng Liong Sen, tanpa ampun lagi pria di sebelah kiri itu pun tercebur ke danau.

Melihat Seng Liong Sen berhasil mengalahkan musuhmusuhnya, tukang perahu itu lega. Dia mengambil terompet dan langsung meniupnya. Lalu dia dayung perahu itu sekuat tenaganya.

"Hai, kenapa kau putar perahu ini?" teriak Seng Liong Sen.

"Terpaksa aku harus kembali untuk memberi khabar pada Ong Cee-cu! Maaf Liong Tay-hiap, aku menghalangi keberangkatanmu," kata tukang perahu.

Suara terompet tukang perahu itu sebagai tanda bahaya. Karena perahu nelayan yang kelihatan hanya sebuah dan berada terlalu jauh dari mereka, maka tukang perahu itu berpikir dia harus segera memutar haluan untuk memberi laporan kepada Ong It Teng. Saat itu kedua orang yang terjungkal ke danau, timbul lagi ke permukaan air sambil berteriak.

"Hm! Kalian mau lari ke mana?" kata seorang bajak itu. Bagi para bajak laut, air danau bukan penghalang.

Mereka bisa berenang cepat dan mengejar ke arah perahu kecil itu. Pria tinggi besar yang berada di haluan kapal pun berteriak.

"Mau kabur ke mana, terima senjataku!" kata orang itu.

Dia mengangkat jangkar kapal dan langsung dilemparkan ke arah perahu kecil itu.

"Braaak!" Jangkar itu tepat menghantam atap perahu nelayan hingga berantakan. Perahu kecil itu pun berguncang hebat! Kemudi perahu tak mampu dikuasai lagi oleh si nelayan.

Saat jangkar besar itu masih bergerak turun akan menghantam dasar perahu. Seng Liong Sen menggunakan pedang-nya untuk menyontek jangkar itu. Tak lama jangkar yang tadi akan jatuh ke atas lantai perahu, terlontar ke danau! Seng Liong Sen pun mencoba menggunakan ilmu memberatkan tubuh untuk menahan olengan perahu kecil itu.

Pada saat itu air danau sudah mulai merembes masuk ke dalam perahu. Karena dasar perahu itu sudah berlubang, perlahan-lahan perahu itu mulai karam.

Lubang di dasar perahu itu dibuat oleh dua pria yang terluka oleh Seng Liong Sen tadi. Melihat keadaan sudah mendesak, tukang perahu itu jadi kalap, dia terjun ke danau untuk melabrak kedua orang itu. Sayang Seng Liong Sen tidak bisa berenang, maka itu saat dua orang itu bekerja sedang membocorkan perahunya, dia tak bisa mencegahnya.

Tak lama air danau berubah merah, itu berarti ada orang yang terluka. Selang sesaat dua orang itu sudah muncul lagi di permukaan danau. Jelas sudah tukang perahu itu tewas di tangan kedua bajak yang kejam itu.

"Hai, apa kau juga mau ikut mampus di danau?" kata bajak itu.

Melihat tukang perahu telah binasa. Seng Liong Sen nekat, sebelum perahu itu karam dan dia mati konyol, dia berpikir. Melawan lebih baik! Maka itu dia melompat ke danau. Tadi kedua bajak laut itu sudah dihajar oleh Seng Liong Sen, sekarang pemuda itu berani masuk ke danau, tentu saja mereka ingin membalas dendam atas perlakuan Seng Liong Sen tadi. Begitu Seng Liong Sen terjun ke dalam danau, mereka segera menyergapnya. Salah seorang menekan kepala Seng Liong Sen ke dalam air dan yang lain memeluk paha pemuda itu agar Liong Sen tenggelam ke dalam danau.

Saat kepalanya ditenggelamkan ke dalam air danau,  Seng Liong Sen yang tidak bisa berenang gelagapan. Terpaksa dia harus minum air danau cukup banyak. Saat dalam keadaan kritis dengan sekuat tenaga dia meronta dan melakukan perlawanan nekat dengan menggunakan seluruh tenaganya.

Dengan tangannya yang bergerak tak menentu Seng Liong Sen berhasil meraih kepala bajak laut itu dan langsung dikepit dengan keras. Sekarang mereka bertiga bergumul jadi satu. Seng Liong Sen  bergumul menggunakan sisa-sisa tenaganya.

Ketika orang sedang bergumul timbul-tenggelam di dasar danau, di luar dugaan dua bajak laut yang pandai berenang itu, ternyata tidak dapat menahan napas seperti Seng Liong Sen.

Akhirnya keduanya lemas dan mati tenggelam di danau. Setelah melepaskan kedua mayat musuhnya, Seng Liong Sen pun kepayahan bukan main.

Dalam keadaan sadar dan tak sadar dia merasakan tubuhnya seolah-olah sedang melayang di udara, terlempar naik turun oleh ombak, tidak lama dia pingsan.

Esok harinya..... Ketika Ong Tay-hu hendak mengobati Seng Liong Sen baru diketahuinya, bahwa pemuda itu telah lenyap.

Tabib Ong terkejut dan cepat melaporkan kejadian itu kepada Ong It Teng. Ong It Teng heran, dia tak percaya pemuda itu pergi tidak melapor lagi padanya. Semua orang keheranan atas kepergian pemuda itu.

"Kemana dia? Masa dia pergi begitu saja tanpa pamit padaku?" kata Ong It Teng. "Padahal penyakitnya belum sembuh benar."

"Apa maksud dia pergi tanpa pamit? Barangkali. "

kata Kok Siauw Hong, tapi tak meneruskan kata-katanya.

Mereka memeriksa kamar pemuda itu, di sana mereka menemukan sepucuk surat ucapan terima kasih kepada tabib Ong dan tuan rumah dan dia minta maaf atas kepergiannya tanpa pamit.

Yang mengagetkan, dalam surat itu dia mengatakan bahwa dia sudah bertekad akan mengasingkan diri.

"Heran! Ah, barangkali karena dia tak mau ke Kim- keeleng?" pikir Kok Siauw Hong. "Barangkali dia ingin menghindar dari Nona Ci?"

Sesudah itu Kok Siauw Hong berkata pada Ong It Teng. "Dia bersikap sangat aneh," kata Kok Siauw Hong.

"Aku pikir begitu," kata Ong It Teng. "Dia menguasai dua aliran silat yang berbeda. Satu aliran baik dan satunya aliran hitam."

Semua termenung tapi tiba-tiba Ong It Teng bicara lagi. "Apa kau kira dia itu murid Khie Wie?" kata Ong It

Teng. "Sejak Khie Wie menghilang  tahun yang lalu, aku tidak pernah mndengar dia punya murid," kata Tabib Ong. "Tapi tenaga dalam pemuda itu memang aliran Khie Wie, aku tahu karena aku pernah mengobatinya!"

"Jika benar dia murid Khie Wie itu tidak masalah," kata Ong It Teng. "Sekalipun dia dari aliran sesat dia bisa berbuat baik."

"Anda benar, mungkin dia takut kita menghina dia!" kata Tabib Ong.

Ketika mereka sedang asyik berbincang datang laporan dari penjaga pintu.

"Ada laporan dari peronda di danau!" kata penjaga itu. "Peronda itu minta bertemu dengan Cee-cu!"

Ong It Teng senang. Dia mengira jejak pemuda itu telah diketahui, segera si pelapor diminta masuk. Sesudah pelapor itu masuk Ong It Teng meminta agar segera dia melapor.

"Tadi pagi saat kami sedang meronda di sekitar danau, kami melihat sebuah kapal besar mendatangi. Kapal itu berpapasan dengan sebuah perahu kecil milik kita. Dari perahu kecil terdengar suara terompet minta bantuan!" kata orang itu.

"Ah, itu pasti kapal bajak Su Thian Tek dan Kiauw Sek Kiang," kata Ong It Teng. "Siapa orang kita yang ada di perahu itu?"

"Jarak kami dengan perahu itu terlalu jauh, yang kami ketahui di atas perahu itu penumpangnya dua orang!" kata si pelapor.

Seorang anak buah Ong It Teng bernama Ciu Eng ikut bicara. "Yang aku ketahui, perahu itu dibawa oleh Tio Kan Lu, hari itu dia bertugas menyambut dan mengantar tamu. Tapi siapa yang ada di perahu bersamanya?" kata Ciu Eng.

"Kalau begitu, dia pasti tamu kita yang sedang berobat itu!" kata Ong It Teng. "Bagaimana selanjutnya?"

"Ketika kami dengar suara terompet, kami langsung ke sana! Dari jauh kami lihat orang di perahu sedang bertarung dengan orang dari kapal itu. Kemudian mereka terjun ke danau dan bertarung di danau. Orang itu lihay ilmu pedangnya. Tio Kan Lu terjun ke danau, tapi naas dia tewas!"

"Bagaimana kawannya?" kata Ong It Teng.

"Sesudah perahu kecil itu tenggelam orang itu bertarung di danau, kedua musuhnya mati tenggelam," kata pelapor itu.

"Apa kau sudah menyuruh orang mencari jenazah Tio Kan Lu dan kawannya?" kata Ong It Teng.

Sebelum pelapor itu menjawab, terdengar suara terompet yang ditiup panjang tiga kali dan pendek satu kali, itu tanda ada musuh datang.

Ong It Teng kaget segera dia perintahkan anak buahnya berkumpul dan siap menghadapi musuh. Datang laporan baru menyatakan, bahwa di danau terlihat lima buah kapal musuh mendatangi.

"Bulan lalu bajak Su Thian Tek dan Kiauw Sek Kiang dilabrak oleh pasukan kerajaan Song, sekarang mereka datang ke Thay-ouw mencari tempat bersembunyi," kata Han Seng Tek. "Itu pasti kapal milik Kiauw Sek Kiang!"

Ketika mereka masih berunding datang laporan baru. "Dari bagian hulu danau datang pasukan kerajaan," kata pelapor.

"Kita harus mengusir bajak Su Thian Tek dan Kiauw Sek Kiang, mereka budak bangsa Mongol!" kata Ong It Teng.

"Ong Cee-cu, kita harus waspada. Han To Yu sudah berdamai dengan bangsa Kim dan tak bersedia bergabung dengan tentara rakyat!" kata Han Seng Tek.

"Kau benar Saudara Han! Tapi sekarang kita boleh gabung dengan tentara Kerajaan Song untuk menumpas kawanan bajak, tapi kita pun harus waspada terhadap mereka!" kata Ong It Teng.

Sesudah itu Ong It Teng segera mengeluarkan perintah mengerahkan seratus buah kapal untuk mengejar kapal bajak itu. Maka bergeraklah anak buahnya mengejar para bajak. Tak lama datang laporan.

"Ong Cee-cu, jenazah Tio Kan Lu sudah ditemukan, juga dua mayat bajak itu. Sedang mayat kawan Tio tak ditemukan!" kata pelapor itu.

"Mudah-mudahan saudara Liong selamat dan ditemukan oleh nelayan kawan kita," kata Ong It Teng. "Tapi masih hidupkah dia?"

Ong It Teng yang ditemani Kok Siauw Hong dan Ciu Engsegera naik ke perahu lalu berangkat ke medan pertempuran. Perahu itu meluncur cepat mengejar bajak yang dipimpin oleh Su Thian Tek dan Kiauw Sek Kiang.

Tak lama terlihat lima buah kapal bajak dari kejauhan, tapi segera menghilang di balik gelagah. Di hulu sayup- sayup terdengar suara genderang pertempuran pasukan kerajaan Song. Mendengar suara genderang itu Ong It Teng girang. "Sekarang para bajak sudah tak bisa meloloskan diri lagi! Sekalipun kapal mereka kuat dan persenjataannya baik, percuma saja!" kata Ong It Teng. "Sekarang mereka menemui jalan buntu!"

"Apa maksud Ong Cee-cu?" kata Kok Siauw Hong. "Tempat  itu  bernama  Tim-go-tang,  sedang  kapal bajak

menuju ke sana. Itu artinya mereka terjebak di sana!" kata

Ong It Teng. "Pada bagian hulu air danau itu dalam, sebaliknya bagian hilirnya dangkal sekali. Tempatnya pun sempit mirip sebuah botol. Artinya mereka masuk ke perangkap sendiri!"

"Oh begitu!" kata Kok Siauw Hong.

"Ayo kita ke sana untuk menutup jalan keluar mereka, dengan demikian mereka tidak bisa berbalik lagi!" kata Ong It Teng.

"Jelas pasukan kerajaan itu pasukan "Harimau Terbang" pimpinan Kang-lam-tay-hiap Ciu Cioh, berarti menguntungkan kita," kata Ciu Eng tangan kanan Ong It Teng.

Mendengar kata-kata Ciu Eng, Kok Siauw Hong kaget dia langsung berkata pada Ong It Teng.

"Aku lupa memberitahu Ong Cong-cee-cu, bahwa komandan pasukan "Harimau Terbang" sudah diganti oleh orang lain!" kata Kok Siauw Hong.

Mendengar keterangan itu Ong It Teng terkejut.

"Diganti oleh siapa? Apa yang terjadi dengan Ciu Cioh?" kata Ong It Teng.

Kok Siauw Hong menjelaskan tentang siasat Han To Yu atas Ciu Cioh. "Sekarang Ciu Cioh sudah mengundurkan diri dari jabatannya, siapa pimpinan pasukan "Harimau Terbang" itu aku pun tidak tahu." kata Kok Siauw Hong.

"Aku tak peduli siapa pemimpin pasukan itu, karena kita pun sanggup mengalahkan kawanan bajak itu!" kata Ong It Teng. "Sekalipun pasukan pemerintah tidak membantu kita!"

Ong It Teng memerintahkan mempercepat laju perahunya, sehingga perahu-perahu di belakangnya tertinggal jauh. Tidak lama perahu Ong It Teng sudah mendekati Tim-go-tang.

Sedang kelima kapal bajak itu pun sudah melihat perahu Ong It Teng. Dua buah kapal di antaranya sudah berputar haluan dan mengerek bendera pengenal, yaitu bendera bergambar tengkorak milik Kiauw Sek Kiang saat malangmelintang di laut lepas.

Mungkin kapal pertama rombongan bajak itu sudah tahu bagian hilir airnya sangat dangkal dan kapal mereka bisa kandas, maka itu Kiauw Sek Kiang memerintahkan berputar haluan dan siap bertempur dengan Ong It Teng. Di kapal yang kedua Kiauw Sek Kiang berdiri tegak sambil tertawa.

"Sebelum aku berkunjung ke tempatmu, ternyata kau sudah menyambut kedatangan kami!" kata Kiauw Sek Kiang. "Ah, terima kasih, aku jadi malu!"

"Benar, aku datang untuk mengantarmu ke neraka!" jawab Ong It Teng.

"Eh, kenapa kau begini galak?" kata Kiauw Sek Kiang. "Kita berbeda aliran, maka itu kita punya jalan

masingmasing!" kata Ong It Teng. "Tak ada yang perlu kita bicarakan lagi!" "Kata-katamu itu sungguh keliru Saudara Ong!" kata Kiauw Sek Kiang. "Kau penguasa Thay-ouiw, sedang aku penguasa Tiang-kang. Kita sama-sama musuh kerajaan Song. Bukankah itu berarti kita satu haluan? Mari kita bergabung melawan pasukan kerajaan!"

"Tutup mulutmu!" bentak Ong It Teng. "Siapa yang mau bekerja sama denganmu? Kau pengkhianat yang bersekongkol dengan bangsa Mongol!"

Wajah Kiauw Sek Kiang berubah merah.

"Oh, karena sekarang kau ingin membantu tentara kerajaan, terpaksa aku pun tidak akan see-ji see-ji lagi padamu!" kata Kiauw Sek Kiang.

"Benar, tua bangka ini tak tahu diri! Rasakan ini!" kata seorang pria kekar sambil melemparkan jangkar kapal ke arah perahu Ong It Teng.

"Bangsat ini yang menenggelamkan perahu Tio Kan Lu!" teriak anak buah Ong It Teng yang sempat melihat pertempuran itu.

Melihat jangkar melayang ke arahnya Ong It Teng segera menyambar sebuah tongkat besi dan menyampok jangkar yang menyambar itu.

"Trang!" terdengar suara nyaring.

Jangkar itu berubah arah dan jatuh ke danau. "Rasakan kelihayanku!" bentak Ong It Teng.

Toya besi yang dipegangnya langsung disambitkan sebagai lembing ke arah lawan. Lelaki kekar itu tercengang karena jangkarnya dengan mudah disampok jatuh oleh Ong It Teng. Saat toya besi menyambar ke arahnya, dia sedang bengong. Tentu saja dia tidak sempat mengelak. Secara tiba-tiba toya besi itu sudah menebus dadanya. Dia sempat menjerit mengerikan segera roboh dan binasa. Saat itu kapal Kiauw Sek Kiang sudah tiba, dia sedang memegang sebatang toya besi.

"Luar biasa kepandaianmu itu! Mari kita bertanding!" kata Kiauw Sek Kiang.

Toya besi yang dipegang Kiauw Sek Kiang panjangnya hampir tiga meter, sedang jarak antara kapal dan perahu Ong It Teng lebih dari empat meter, maka itu sodokan toya besi Kiauw Sek Kiang tidak mencapai sasaran ketika dia menyerang Ong It Teng.

Sebuah perahu menghadapi lima kapal musuh, tentu saja tidak seimbang kekuatannya. Sebenarnya saat itu Ong It Teng masih punya kesempatan untuk melarikan diri. Tapi sebagai Cong-cee-cu dari  bajak di Thay-ouw, ditambah pihak lawan sudah menantangnya bertarung, dia tak ingin menunjukkan kelemahannya.

Dia mengambil sebatang toya besi lain untuk menyambut toya besi Kiauw Sek Kiang. Maka tedengar suara benturan nyaring disertai lelatu api.

"Traang!"

Kiauw Sek Kiang memutarkan toya besinya untuk menekan toya besi Ong It Teng tetapi dengan cepat toya besi Ong It Teng yang lebih pendek berbalik menekan di atas toya besi lawan. Pertarungan kedua jago itu seimbang, kedua-duanya sama kuat. Tak lama di atas kapal muncul lagi seorang pria kekar. Dia lebih kekar dari yang tertembus toya besi Ong It Teng tadi. Orang itu bersenjata rantai yang ujungnya ada gaetan tajamnya. Dengan cepat orang itu melemparkan gaetan itu ke arah perahu Ong It Teng untuk menggaet perahu lawan. Senjata itu disebut "Lian-cu-kauw" atau "Gaetan berantai". Ternyata pria itu Ciong Bu Pa yang tenaganya besar dan kuat. Melihat rantai itu meluncur Kok Siauw Hong coba membabat dengan pedangnya.

"Trang!"

Terdengar suara nyaring, tapi rantai itu tidak putus oleh pedang Kok Siauw Hong. Ciong Bu Pa segera menggemakan rantai itu hingga pedang Kok Siauw Hong tergaet oleh gaetannya dan terpental.

Pertarungan Ong It Teng dan Kiauw Sek Kiang berlangsung ketat.

"Braak!"

Tiba-tiba terdengar gaetan Ciong Bu Pa mencantol ke perahu Ong It Teng. Kemudian dengan sekuat tenaga Ciong Bu Pa menarik rantai yang dipegangnya hingga perahu yang ditumpangi Ong It Teng terseret pelahan-lahan ke arah kapal bajak. Ciu Eng dan anak buahnya berusaha mendayung perahu mereka agar tidak tertarik oleh musuh. Tetapi mereka kalah kuat oleh Ciong Bu Pa yang tenaganya besar sekali.

Melihat perahu mereka dan kapal bajak akan  bertabrakan hingga akan terbalik dan tenggelam. Kok Siauw Hong segera melompat tinggi ke atas. Sambil berakrobat sekali di udara, dia turun ke bawah. Ujung pedangnya mengarah ke dada Ciong Bu Pa. Walau serangan ini belum tentu berhasil, tapi jika Ciong Bu Pa terpaksa menangkis, perahu itu akan lolos dari bahaya.

Tak diduga orang yang menangkis serangan Kok Siauw Hong bukan Ciong Bu Pa, tapi Kiauw Sek Kiang. Dengan tangan kanan memegang toya besi Kiauw Sek Kiang yang sedang bertarung dengan Ong It Teng menyentil pedang Kok Siauw Hong dengan tangan kirinya.

"Trang!"

Pedang Kok Siauw Hong berubah sasaran. Saat tubuhnya ada di udara, dan serangannya tak mengenai sasaran, Kok Siauw Hong harus menghadapi cengkraman Kiauw Sek Kiang.

Terpaksa Kok Siauw Hong menyambar tangan lawan sambil coba memutar pedang menyerang lawan. Tapi Kiauw Sek Kiang membentak keras.

"Enyah kau!" kata Kiauw Sek Kiang.

Tubuh Kok Siauw Hong terdorong keras ke belakang.

Kok Siauw Hong kaget, dia yakin akan tercebur ke danau. Melihat bahaya mengancam Kok Siau Hong, Ciu Eng dan anak buahnya menjerit kuatir. Tapi dengan tangkas luar biasa Kok Siauw Hong, masih sempat menyambar rantai besi yang ada kaitnya saat dia terdorong tadi. Sekarang tubuhnya bergantung di rantai besi, tak lama tubuh pemuda itu meluncur ke arah perahunya.

Saat Kok Siauw Hong dalam bahaya, perhatian Ong It Teng sedikit terganggu hingga toya besinya pun yang agak pendek tertekan oleh Kiauw Sek Kiang. Menyaksikan lawannya terdesak, Kiauw Sek Kiang tertawa terbahak- bahak.

"Mari kita sudahi perkelahian ini. Kita tak perlu mencari siapa yang kalah dan menang. Asal kau mau berjanji tak ikut campur urusanku, lebih baik kita berdamai!" kata Kiauw Sek Kiang.

Sebenarnya tawaran itu nadanya angkuh karena Kiauw Sek Kiang merasa berada di atas angin. Jika Ong It Teng bersedia menerima tawarannya, dia akan menyuruh Ciong Bu Pa melepaskan perahu lawannya.

Tapi saat itu kapal angkatan laut kerajaan Song dari hulu sudah semakin dekat, sedang seratus perahu cepat anak buah Ong It Teng pun sudah tiba. Sedang anak panah sudah dilepaskan dari kapal kerajaan Song dan sudah mengenai kapal bajak.

Ong It Teng tidak menghiraukan tawaran Kiauw Sek Kiang, dia hingga mendengus, sambil kakinya ditancapkan di atas perahunya. Tak lama toya besinya segera diputar balikkan di atas toya lawan.

Pijakan kaki Ong It Teng yang kuat membuat perahu itu agak tertahan. Sedangkan Ciong Bu Pa berusaha menarik rantai untuk menarik perahu itu, hingga jarak perahu dan kapal bajak sudah semakin dekat saja. Jika perahu itu bertabrakan dengan kapal bajak, pasti perahu itu akan tenggelam.

Saat keadaan semakin gawat datang sebuah perahu dengan cepat. Tapi ketika perahu itu semakin dekat, ternyata itu bukan perahu kerajaan Song maupun perahu anak buah Ong It Teng. Kok Siauw Hong kaget. Saat itu perahu kecil itu meluncur ceoat menerobos melewati tiga buah kapal bajak. Tak lama perahu kecil itu sudah ada di samping kapal Kiauw Sek Kiang.

Kiauw Sek Kiang sedikitpun tidak gentar melihat kedatangan perahu kecil itu, dia yakin di antara anak buah kapal pemerintah Song, tak ada orang yang gagah. Apalagi yang datang hanya sebuah perahu kecil.

Saat itu anak buah Kiauw Sek Kiang yang ada di atas kapal sudah siap dengan anak panah mereka, ada juga yang memegang gaetan dan siap menggaet perahu kecil itu. Tibatiba  terdengar  suara  suitan  panjang  dari  perahu kecil itu. Tak lama melompat seseorang dengan cepat luar biasa. Tubuhnya melayang ke atas kapal bajak bagaikan terbang saja. Beberapa anak panah menyambar ke tubuh orang itu. Tapi heran ternyata dia tidak menangkis atau pun menangkap anak panah itu. Tetapi anak panah itu berjatuhan sendiri.

Kiauw Sek Kiang terkejut sesudah mengenali orang itu. Ternyata kakek itu berpakaian hijau, dia adalah Wan Ceng Liong, musuh besar Kiauw Sek Kiang dari Beng-shia-to.

Tahun lalu Kiauw Sek Kiang dan anak buahnya pernah datang ke Beng-shia-to dan mengacau di sana. Dalam pertarungan itu Wan Ceng Liong terkepung oleh Kiauw Sek Kiang. Untung datang Kiong Cauw Bun dari Hek- hong-to menyelamatkannya. Sekarang Wan Ceng Liong datang untuk membalas dendam.

Begitu melompat ke atas kapal. Wan Ceng Liong langsung menyerang Ciong Bu Pa yang sedang menarik rantai yang tersangkut pada perahu Ong It Teng. Terpaksa Ciong Bu Pa menarik rantainya untuk menghadapi lawan. Dengan demikian perahu Ong It Teng bebas dari gaetannya.

"Hm. dulu kau ikut mengacau di pulauku, sekarang aku harus menghajarmu!" kata Wan Ceng Liong.

Ciong Bu Pa maju, kepalannya segera menghantam ke arah Wan Ceng Liong. Tapi dia heran karena serangan itu hebat sekali, namun sasarannya seolah menghilang, tahu- tahu tangan Ciong Bu Pa terasa sakit karena dicengkram oleh Wan Ceng Liong.

Wan Ceng Liong langsung menarik tangan Ciong Bu Pa mengikuti arah pukulan Bu Pa, Ciong Bu Pa yang tertarik dengan cepat, tak ampun lagi tubuhnya nyelonong ke depan dan...... "Biur!"

Tubuh tinggi besar itu tercebur ke dalam danau.

Kiauw Sek Kiang kaget. Dia lepaskan toya besinya lalu menghadapi Wan Ceng Liong. Tangan Kiauw Sek Kiang langsung menghantam ke arah lawan sebanyak tiga kali. Tapi serangannnya ditangkis oleh Wan Ceng Liong yang langsung balas menyerang. Kiauw Sek Kiang coba menangkis serangan mendadak dari Wan Ceng Liong yang luar biasa cepatnya. Tapi Kiauw Sek Kiang yang coba menangkis tak berhasil hingga pukulan Wan Ceng Liong tepat menghajar dada Kiauw Sek Kiang.

"Duuk!"

"Aduh!" keluh Kiauw Sek Kian yang langsung muntah darah.

Pada saat itu anak buah Kiauw Sek Kiang maju semua untuk mengepung Wan Ceng Liong. Sesudah berhasil menghajar Kiauw Sek Kiang, Wan Ceng Liong tertawa.

"Aku hanya menagih satu pukulan padamu, hutangmu lunas!" kata Wan Ceng Liong pada Kiauw Sek Kiang.

Sesudah itu Wan Ceng Liong melompat ke atas perahu Ong It Teng yang baru tiba.

"Kawan-kawan, segera kalian tutup jalan  keluar mereka!" kata Ong It Teng. "Mereka seolah ikan yang sudah masuk ke dalam jaring. Kini kalian tinggal menangkapinya saja!"

Saat itu kapal perang kerajaan Song tiba hingga kapal bajak laut terjepit dari depan dan belakang. Namun kapal bajak itu terus maju. Jika kapal bajak sampai di air yang dangkal, kapal mereka akan kandas di sana. Melihat hal itu Kiauw Sek Kiang panik dia mengambil tindakan nekat. "Tinggalkan kapal kita, rebut perahu musuh!" kata Kiauw Sek Kiang.

Karena para bajak itu sudah terbiasa hidup di tengah lautan yang gelombangnya besar, mereka jadi sangat mahir bermain di air hingga mereka tidak takut pada musuh. Secara serempak mereka melompat ke danau dan berusaha merebut kapal perang lawan, terutama kapal perang kerajaan Song.

Angkatan laut kerajaan Song diberi nama "Harimau Terbang" dan pernah dipimpin oieh Ciu Cioh, sekalipun anak buahnya tidak setangkas para bajak laut, tapi cukup gagah berani menghadapi para bajak yang hendak merebut kapal mereka. Begitu kepala bajak laut itu muncul ke permukaan danau, segera mereka menghujaninya dengan anak panah.

Sebagian dari bajak itu memang berhasil meraih tepi kapal, tapi sebelum sempat naik, tangan mereka dibacok oleh para perajurit hingga kutung dan jatuh ke kembali ke danau. Saat itu terdengar jeritan mengerikan dari kawanan bajak itu.

Ciong Bu Pa berhasil melompat ke atas sebuah kapal kerajaan Song. Ketika dia diserang oleh para prajurut, Ciong Bu Pa membentak sambil menyerang dengan hebat. Terjadi pertarungan hebat di danau. Tak lama danau pun merah oleh darah.

Tak lama Ciong Bu Pa berhasil merebut salah sebuah kapal kerajaan, begitu pula Kiauw Sek Kiang pun berhasil merampas kapal yang lain. Melihat musuh berhasil merebut kapal kerajaan, Ong It Teng memimpin anak buahnya menyusuri danau untuk mengejar kedua kapal yang dinaiki Kiauw Sek Kiang dan Ciong Bu Pa. Tak terduga mereka disambut oleh hujan anak panah dari pasukan kerajaan Song.

"Kami laskar rakyat Thay-ouw yang membantu kalian menangkap bajak, kenapa kalian serang kawan sendiri?" teriak Ong It Teng.

"Jangan hiraukan mereka, serang terus!" kata komandan kapal perang kerajaan Song. "Ini perintah Perdana Menteri Han! Mereka semua harus dihabiskan!"

Mendengar teriakan komandan itu Wan Ceng Liong gusar. Dia menyambut dua batang anak panah yang menyambar ke arahnya. Dengan sekuat tenaga dia sambitkan anak panah itu ke arah bendera kapal perang kerajaan Song hingga tembus dan menancap di meja dekat panglima angkatan laut kerajaan.

Menyaksikan kehebatan Wan Ceng Liong, komandan kapal perang itu ketakutan. Dia perintahkan agar kapal perangnya mundur teratur. Sedangkan kapal perang kerajaan Song yang berhasil direbut oleh Kiauw Sek Kiang dan Ciong Bu Ba sudah sampai di tepi danau, kedua orang itupun sudah sempat melarikan diri.

"Kami kawan kalian," teriak Ong It Teng. "Kenapa kalian memanah kami. Dulu kita pernah bertempur bersama-sama melawan musuh!"

Suara Ong It Teng nyaring sekali, sedang anak panah dari kapal kerajaan pun sudah berhenti. Saat itu perahu- perahu anak buah Ong It Teng sudah berkumpul, siap melawan jika kapal perang kerajaan Song terus memanahi mereka. Menyaksikan perahu anak buah Ong It Teng siap bertempur, komandan kapal perang kerajaan Song jadi cemas. Dia memerintahkan agar menghentikan memanah dan menarik mundur angkatan lautnya. Karena Kiauw Sek Kiang dan Ciong Bu Pa sudah mendarat dan kabur, Ong It Teng tak mungkin lagi mengejar mereka. Maka itu dengan terpaksa Ong It Teng memerintahkan anak buahnya kembali ke pangkalan mereka di Thay-ouw.

Sekalipun angkatan perang kerajaan Song dan Ong It Teng tak berhasil menangkap Kiauw Sek Kiang dan Ciong Bu Pa. namun anak buah bajak itu sudah tersapu habis. Lima buah kapal bajak berhasil dirampas, itu berarti kemenangan bagi Ong It Teng.

Setiba di markas besarnya baru Ong It Teng sempat memperkenalkan Wan Ceng Liong kepada Kok Siauw Hong.

"Oh, kau Kok Siauw-hiap, sudah lama aku mendengar namamu dari Ci Giok Phang," kata Wan Ceng Liong.

"Kau telah banyak membantu kami," kata Ong It Teng. "Kenapa anda bisa ada di daerah ini?"

"Aku dengar puteriku pernah ke mari, benarkah begitu?" tanya Wan Ceng Liong. "Hari ini aku sedang mencari dia!"

"Pada permulaan musim semi tahun ini, putrimu dan Ci Giok Phang pernah ke mari, saat itu Kok Siauw Hong pun ada di sini!" kata Ong It Teng.

"Apa kau tahu, ke mana mereka sekarang?"

"Menurut yang kuketahui, mereka akan ke Kim-kee-leng tapi saat aku di sana mereka belum tiba. Sekarang aku sudah dua bulan me-ninggalkan Kim-kee-leng, mungkin mereka sudah ada di sana!" kata Kok Siauw Hong.

"Mengenai Ci Giok Phang pernah ke tempatku, pasti kalian sudah mengetahuinya, bukan?" kata Wan Ceng Liong. "Aku dengar dari Ci Giok Phang, Anda yang mengobatinya, kami berterima kasih sekali," kata Kok Siauw Hong.

"Dia bilang begitu?" kata Wan Ceng Liong sambil tertawa. "Tahukah kalian, puteriku dijodohkan dengannya?"

"Sudah aku duga, tapi aku tak enak menanyai mereka," kata Ong It Teng sambil tertawa.

"Apa lukamu sudah sembuh?" tanya Wan Ceng Liong. "Sudah," jawab Kok Siauw Hong. "Semula putrimu

mengira kau tak buru-buru pulang, maka itu dia ke Kim- kee-leng. Ternyata kau datang ke mari!"

"Apa Kong-sun Po itu kawanmu juga?" kata Wan Ceng Liong.

"Ya, apa To-cu juga kenal padanya?" kata Kok Siauw Hong.

"Aku dengar dia akrab dengan putri Hek-hong To-cu," kata Wan Ceng Liong.

"Akrab sekali, bahkan mereka saling jatuh cinta," kata Kok Siauw Hong. "Tapi aku dengar ayah Nona Kiong tak senang dan ingin membatalkan perjodohan mereka! Mereka seolah bermusuhan saja." kata Kok Siauw Hong.

"Kasihan," kata Wan Ceng Liong.

"Memang hubungan mereka penuh dengan pengalaman yang pahit. Aku dengar puterimu pun banyak membantu hubungan mereka!" kata Kok Siauw Hong.

"Kiong Mi Yun dan putriku sahabat sejak kecil," kata Wan Ceng Liong. "Tapi dengan ayahnya aku juga masih punya masalah, malah masalahnya ada hubungannya dengan Kong-sun Po!" "Ah, masalah mertua dengan menantu sampai kau ikut terlibat di dalamnya," kata Kok Siauw Hong.

"Kau salah paham, bukan urusan perjodohan mereka, tapi masalah lain!" kata Wan Ceng Liong. "Saat Kiauw Sek Kiang datang ke pulauku, untung aku dibantu oleh ayah nona Kiong. Sebagai balasannya aku harus merebut kitab ilmu racun milik keluarga Suang!"

"Kitab itu berada di mana? Apa ada di tangan Kong-sun Po?" tanya Kok Siauw Hong.

"Bukan! Tapi ada di tangan See-bun Souw Ya!" jawab Wan Ceng Liong.

Kok Siauw Hong mengangguk.

"Demi masalah itulah aku ke Tiong-goan. Tapi sekarang aku menyesal ayah Nona Kiong justru ikut bangsa Mongol. Aku rasa dia tertipu oleh Liong Siang Hoat-ong!" kata Wan Ceng Liong.

"Jadi Kiong Cauw Bun sudah menjadi pengikut bangsa Mongol," kata Ong It Teng. "Terima kasih atas penjelasanmu."

"Hak-su Mongol dan See-bun Souw Ya bersekongkol. Sekarang Kiong Cauw Bun jadi konco mereka," kata Wan Ceng Liong. "Tapi apakah See-bun mau menyerahkan kitab racun itu? Apalagi janjiku pada Kiong Cauw Bun harus kutepati!"

"Jika See-bun mau memberi kitab itu, kau tak perlu lagi menepati janjimu," kata Ong It Teng. "Apalagi sekarang Kiong Cauw Bun sudah jadi anak buah mereka."

-o~DewiKZ~Aditya~aaa~o- Mendengar Ong It Teng membenarkan tindakannya, Wan Ceng Liong menganggukkan kepalanya. Dia setuju pada pendapat Ong It Teng, jika dia membantu Kiong Cauw Bun mendapatkan kitab racun itu, berarti dia ikut membantu kejahatannya.

"Benar," kata Wan Ceng Liong sambil tertawa. "Apalagi aku dan See-bun Souw Ya punya sedikit persengketaan. Nanti jika aku berhasil merebut Tok-kang-pit-kip (kitab ilmu racun) itu darinya, maka orang yang akan kuberi kitab itu pasti Kong-sun Po. Dengan demikian aku mengembalikan barang itu pada pemilik yang sebenarnya, bukan kepada Kiong Cauw Bun! Ah, aku hampir lupa, ada khabar yang harus ku-sampaikan padamu Kok Siauw-hiap!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar