Beng Ciang Hong In Lok Jilid 40

Saat Kiong Cauw Bun menghantam hwee-shio itu dengan sebuah serangan dahsyat, dengan cepat si hwee-shio mementangkan jubahnya, dia menangkis serangan Kiong Cauw Bun. Jubah itu menggelembung bagaikan layar sebuah perahu di sungai. Kemudian dengan lengan jubahnya si hweeshio mengebut ke arah Kiong Cauw Bun dengan keras. Dia menangkis dan menyerang dengan tetap duduk bersila tak bergeming.

Ternyata serangan kilat Kiong Cauw Bun yang dahsyat, dengan mudah dipunahkannya. Kebutan si Hwee-shio membuat serangan Cauw Bun punah seketika Melihat Kiong Cauw Bun dalam bahaya, Wan Ceng Liong menyerang tangan si Hwee-shio. Tahu-tahu tangan yang lain dipakai menangkis serangan Wan Ceng Liong secara berbarengan.

"Hebat sekali! Aku jadi tidak bisa tenang duduk di sini!" kata si hwee-shio memuji. Dia bertarung dengan tetap duduk.

Menerima tangkisan lawan itu tubuh Wan Ceng Liong terdorong ke belakang. Rupanya saat itu tenaga si hwee- shio seolah-olah menyambar seluruhnya ke arah Kiong Cauw Bun. Maka tak ampun lagi Kiong Cauw Bun terdorong mundur.

"Hm! Siapa sebenarnya kau?" bentak Kiong Cauw Bun. Sesudah tertawa terbahak-bahak hwee-shio itu berkata. "Kau sangat terkenal, mengapa tidak kenali siapa aku

ini?" katanya. Sambil bicara dia terus menangkis dan menyerang, karena kedua lawannya itu masih melancarkan serangan mereka.

"Benarkah kau Kok-su dari Mongol? Aku dengar kau jago nomor satu di kalangan Kang-ouw!" kata Kiong Cauw Bun mulai menduga-duga.

Sesudah tertawa lagi, si hwee-shio baru menjawab. "Benar akulah dia, tapi sebutan jago itu tidak berani aku

menerimanya,"  kata  si  hwee-shio.  "Kalian  berdua  juga

hebat, sesudah kuserang bisa bertahan. Kalian juga hebat!"

"Aku dengan See-bun bermusuhan, kenapa Hoat-ong sengaja merintangi kami?" kata Kiong Cauw Bun.

"Maaf, terus terang kukatakan, dia sekarang sudah menjadi muridku," kata si hwee-shio, "aku harap permusuhan kalian disudahi saja. Kebetulan Khan Agung kami sedang mencari orang gagah, kenapa kalian tidak menemuinya. Apa kalian mau atau tidak?"

Wan Ceng Liong maju sikapnya kelihatan kurang senang.

"Kepandaian kami tidak seberapa, mana mungkin bekerja pada Khan Agung," kata Wan Ceng Liong.

"Benar, aku pun begitu! Aku lebih senang hidup sebagai rakyat biasa," kata Kiong Cauw Bun. "Terima kasih atas kebaikan Toa Suhu!"

Liong Siang Hoat-ong orangnya cerdik. Dia tahu Wan Ceng Liong memang tak mau, tapi Kiong Cauw Bun masih bisa dibujuk. Tapi waktu itu dia tak membujuknya, karena berpikir masih ada waktu lain kali. Sesudah itu dia mohon diri dan pergi. Sesudah mereka tinggal berdua, Wan Ceng Liong memberi hormat pada Kiong Cauw Bun.

"Saudara Kiong, maaf aku belum bisa menepati janjiku. Baik lain kali saja hutang budiku kubalas padamu," kata Wan Ceng Liong.

Ketika dia akan meninggalkan Kiong Cauw Bun tiba-tiba terdengar suara aseran.

"Tunggu dulu!" kata Kiong Cauw Bun.

"Ada apa lagi? Apa kau curiga kitab itu ada padaku seperti kata See-bun?" kata Wan Ceng Liong.

"Bukan. Aku harap kau jangan salah sangka," kata Kiong Cau Bun. "Aku hanya ingin bertanya."

"Katakan saja soal apa?"

"Apakah kau tahu atau pernah bertemu dengan puteriku?" kata Kiong Cauw Bun.

"Aah, aku baru ingat. Aku pernah bertemu dengan puterimu, dia ada di tempat orang Hay-sah-pang," kata Wan Ceng Liong. "Dia bersama Kong-sun Po. Jika kau bertemu dengannya tolong sampaikan pesanku. Katakan padanya, aku belum bisa memenuhi keinginannya untuk membunuh See-bun Souw Ya!"

Mendengar keterangan itu Kiong Cauw Bun girang bercampur kecewa. Girang karena dia sudah tahu jejak puterinya, kecewa karena puterinya bersama Kong-sun Po. Sekarang dia tahu puterinya menyukai Kong-sun Po, tapi sayang anak muda itu ikut musuh besarnya, Hong-lai-mo-li! Tapi dia juga punya harapan, jika benar Kong-sun Po mencintai anaknya, dari pemuda itu dia bisa belajar ilmu racun keluarga Suang. "Jika kitab itu tak dapat kurebut dari See-bun, masih ada titik terang. Aku bisa belajar dari calon menantuku!" begitu pikir Kiong Cauw Bu. "Jika dia mau mengajariku, aku tak keberatan dia jadi menantuku. Jika tidak mau menurut kalau perlu kubunuh dia! Sekalipun itu akan membuat puteriku berduka."

Sesudah mengambil keputusan Kiong Cauw Bun bergegas ke tepi sungai Huang-hoo akan mencari puterinya.

Ketika itu Kong-sun Po berada di sebuah kamar yang sunyi. Dia sedang mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengobati lukanya. Untung sejak masih kecil dia sudah terkena racun Hua-hiat-to. Dia bisa bertalian berkat pertolongan Beng Beng Tay-su, hingga daya tahannya terhadap racun cukup baik. Sekalipun belum sembuh benar tapi sekarang dia bisa bergurau dengan Kiong Mi Yun. Mereka sudah berpisah setahun yang lalu, maka itu mereka mengisahkan pengalamannya masing-masing. Sesudah itu Kong-sun Po berkata pada kekasihnya.

"Dulu kenapa kau tinggalkan aku sendirian?" kata Sun Po.

"Kau ingat ketika di rumah makan ada pencopet?" "Ya."

"Dia bukan copet tapi pengikut Ayahku bernama Thio Kiong, maka kukejar dia. Sesudah terkejar dia memberitahu bahwa Ayahku mencariku. Aku jadi khawatir kita akan ketahuan oleh Ayahku. Maka itu aku sepakat dengan Thio Tiong untuk memancing Ayahku supaya tidak menemui kita agar Ayahku pergi jauh!" kata Kiong Mi Yun.

"Kenapa kau takut kalau kita bertemu dengan Ayahmu?" kata Kong-sun Po. "Apa ayahmu tak suka padaku?" "Kisahnya panjang sekali, lain kali saja aku jelaskan padamu," kata nona Kiong.

Sekarang aku ingin tahu, kenapa kau tinggalkan kota kecil itu?"

"Tak lama sesudah kau pergi, seseorang datang menemuiku di penginapan..." kata Kong-sun Po.

"Seorang nona? Siapa dia dan bagaimana rupa nona itu?" kata nona Kiong agak curiga.

Kong-sun Po memberi penjelasan tentang wajah, tubuh dan gerak-gerik nona itu dengar jelas.Sambil tertawa nona Kiong akhirnya berseru.

"Oh dia! Dia itu Kakak Wan Say Eng, puteri orang tua yang membantu mengusir See-bun Souw Ya tadi!" kata nona Kiong. "Nama ayahnya Wan Ceng Liong, lalu apa saja yang dia katakan padamu?"

"Dia mengatakan sebuah cerita menarik, tetapi aku tidak tahu bolehkah aku mengatakannya padamu?" kata Kong- sun Po.

"Kenapa tidak, memang di antara kita harus ada yang dirahasiakan? Katakan saja!" kata nona Kiong.

"Dia... Dia bilang kau sudah ditunangkan sejak kecil denganku, apa benar begitu?" kata Kong-sun Po agak terbatabata.

"Benar, kau tak percaya?" kata Kiong Mi Yun menunduk malu.

"Bukan begitu! Tapi kenapa kau tak bilang dari dulu?" kata Kong-sun Po.

"Dasar bodoh! Dulu kita baru kenal, mana berani aku bicara terus-terang padamu? Tapi setidaknya aku sudah memberi isyarat padamu. Apa kau lupa?" kata nona Kiong. "Ah, dasar aku ini bodoh," kata Kong-sun Po. "Pantas dulu kau bertanya apakah aku sudah punya tunangan atau belum? Iya kan?" kata Kong-sun Po.

"Waktu itu dengan tegas kaujawab kau belum dijodohkan atau punya tunangan!" kata si nona.

"Memang! Karena Ibuku tidak pernah mengatakannya padaku," kata Kong-sun Po.

Nona Kiong mengelah napas karena agak penasaran.

Saat itu Kong-sun Po ingat bagaimana ayah si nona marah dan akan mencelakakannya. Lalu dia berkata lagi.

"Jika kita sudah ditunangkan sejak kecil, kenapa ayahmu mau membunuhku?" kata Kong-sun Po.

"Dari mana kau tahu dia akan membunuhmu?" kata si nona heran.

"Dulu ketika kau pergi aku sempat bertemu dengan ayahmu," menjelaskan Kong-sun Po. "Tapi memang dia tak mengenaliku. "

Kemudian Kong-sun Po mengisahkan pengalaman pertemuannya dengan ayah si nona. Sesudah itu dia berkata perlahan.

"Yang sial Kakak Ci Giok Phang, karena salah menduga dan mengira dia itu aku, maka Kakak Ci dilukainya." kata Kong-sun Po.

"Masalah kita memang rumit, nanti kuceritakan padamu," kata nona Kiong. "Tapi aku jadi mencemaskan sesuatu. "

"Apa tentang hubungan kita?" kata Kong-sun Po. "Benar, darimu aku tahu ibumu tidak menyukai hubungan kita, sedang Ayahku pun melarang aku berhubungan denganmu.." kata si nona sedih.

"Bagaimana menurut kau sendiri?"

"Sekalipun nanti Ayah tak mengakuiku sebagai puterinya, jika aku mau, aku mau...." Tapi Mi Yun tak meneruskan katakatanya.

Dia malu sendiri dan menunduk dengan wajah merah. "Kalau begitu tidak ada masalah," kata Kong-sun Po.

"Asalkan kita sama-sama suka, semua beres. Apa pedulinya dengan mereka?" kata Kong-sun Po.

"Apa yang akan kau katakan pada ibumu?"

"Akan kukatakan kau cantik dan baik, sekalipun ayahnya. Ah, sudahlah." kata Kong-sun Po.

"Kau benar-benar mencintaiku?" kata si nona. "Apa kau masih sangsi?" tanya Kong-sun Po.

Tak lama keduanya saling berpegangan tangan dan saling bertatap mesra. Saat itu Kiong Mi Yun ingat pengalamannya, saat dia "jatuh cinta" pada Han Pwee Eng yang dia kira seorang pria. Dia jadi malu sendiri dan tersenyum geli.

"Eeh, apa yang kau pikirkan?" kata Kong-sun Po. "Tidak!"    kata    si    nona    malu-malu.    "Kau   sedang

mengobati   lukamu,   pusatkan   saja   pikiranmu.   Dengan

demikian kau bisa segera menolong Ang Pang-cu dan kawan-kawannya."

"Tak lama lagi tenagaku akan pulih, tapi yang aku cemaskan keadaan mereka." kata Kong-sun Po. "Sampai aku sehat butuh waktu sepuluh hari!" "Sepuluh hari pun tak apa yang penting kau tolongi mereka," kata si nona.

"Justru itu yang aku cemaskan, mereka harus ditolong paling lambat tiga hari, mana bisa selewat sepuluh hari lagi?" kata Kong-sun Po kelihatan gugup.

"Aku mengerti, kau kan sudah berusaha kalau gagal, masakan mereka akan menyalahkanmu?" kata si nona.

"Tapi aku sudah berjanji akan mengobati mereka, jika gagal aku ikut bertanggungjawab," kata Kong-su Po.

"Kalau begitu kita minta bantuan Paman Wan saja!" kata si nona. "Tapi aku jadi heran, kenapa sampai sekarang Paman Wan belum kembali juga?"

Saat mereka sedang bermesraan tiba-tiba ada yang membuka pintu kamar sambil berkata dengan tegas.

"Hm! Pasti kalian tidak mengira aku akan datang menemui kalian?" kata orang itu.

Mereka sedang berharap-harap kedatangan Wan Ceng Liong, tapi yang muncul justru Kiong Cauw Bun, ayah nona Kiong. Tentu saja Kiong Mi Yun dan Kong-sun Po kaget bukan kepalang.

"Eeh, Ayah datang! Apa Ayah bertemu dengan Paman Wan?" kata si nona.

"Dia sudah pergi, dasar anak bandel. Kau tidak mau mendengarkan nasihat ayahmu. Sesudah kau dilabrak orang kau baru tahu rasa!" kata Kiong Cauw Bun.

"Kau benar, Ayah. Tua bangka itu menyusahkan puterimu, kau harus membalaskan sakit hatiku," kata Kiong Mi Yun manja.

"Anak liar macam apa kau ini?" kata sang ayah. Saat tiba di markas Hay-sah-pang jago tua ini langsung menemui Chu Tay Peng. Tentu Chu Tay Peng tidak berani

berbohong lalu menunjukkan kamar anak-muda itu.

Kiong Mi Yun berusaha agar bisa tenang di depan ayahnya.

”Sekarang aku ingin bertanya padamu," kata Kiong Cauw

Bun.

Hati nona Kiong berdebar-debar.

"Apa yang Ayah ingin ketahui dariku?" kata Mi Yun. "Aku

tak apa-apa, tapi dialah yang terluka!"

"Hm! Maksudmu dia siapa?" kata sang ayah.

"Apa kau belum mengenalinya, dialah Kong-sun Po!" jawab

Mi Yun.

"Padahal Paman Kiong pernah bertemu denganku," kata Kong Sun Po, ”cuma waktu itu kita belum saling kenal."

"Tentu aku ingat! Siapa yang bisa lupa pada bocah  dungu

seper-timu ini!" kata Kiong Cauw Bun. "Ayah, kenapa kau marahi dia?" kata Mi Yun. Wajah Kiong Cauw Bun tetap dingin.

"Kong-sun Po, katakan terus terang, apa kau mau menikahi

puteriku?" kata Kiong Cauw Bun. "Dulu aku tak tahu masalah perjodohan ini, sesudah tahu, aku bersedia menikahi puterimu," kata Kong-sun Po.

"Kalian sudah saling mencintai setulus hatimu?" kata Kiong Cauw Bun.

Kiong Mi Yun yang sedang memegangi tangan kekasihnya memijitnya agar Kong-sun Po menjawab dengan panggilan lain selain paman pada ayahnya. Kong- sun Po yang lugu itu cukup cerdas, dia langsung memberi hormat.

"Ya, Gak-hu (Ayah mertua)," kata Kong-sun Po. "Aku sedang terluka mohon maaf tidak bisa memberi hormat sewajarnya."

"Hm! Panggilan Gak-hu padaku belum saatnya!" kata Kiong Cauw Bun ketus.

"Ayah, sebenarnya apa maumu?" kata nona Kiong. "Bukankah kau yang bilang bahwa dia calon suamiku yang ditunangkan sejak kita masih kecil dan Ayah menyetujuinya?"

"Diam kau! Jangan salah paham, aku hanya punya kau satu-satunya. Jika dia ingin jadi menantuku, dia harus tunduk kepadaku!"

"Tunduk sih boleh," pikir Kong-sun Po. "Tapi dalam soal apa aku harus tunduk padamu?"

"Ayah jangan macam-macam, jika dia tak tunduk padamu, aku yang akan membujuk dia supaya menurut padamu! Benar kan, Kong-sun Toa-ko?" kata Mi Yun pada kekasihnya.

Kong-sun Po ketika itu hanya bisa mengangguk mengiakan. "Baik, aku tanya kau," kata Kiong Cauw Bun pada Kong-sun Po. "Aku dengar kau bergabung dengan Hong- lay-mo-li, apa benarkah begitu?"

"Benar," kata Kong-sun Po yang tak berani memanggil Gakhu lagi.

"Aah, bagaimana kau ini Ayah? Apa hubungannya perjodohan kami dengan masalah pribadinya?" kata Mi Yun.

"Siapa bilang tak ada sangkut-pautnya! Sekarang aku tanya kau Kong-sun Po, tahukah kau bagaimana cara meninggalnya ayahmu?"

"Ketika Ayahku meninggal aku baru berumur satu tahun, jadi mana aku tahu," kata Kong-sun Po. "Tapi menurut cerita Ibuku, Ayahku meninggal karena keracunan ilmu racun keluarga Suang."

"Salah!" kata Kiong Cauw Bun. "Yang benar ayahmu meninggal dibunuh oleh Hong-lay-mo-li Liu Ceng Yauw!"

Kong-sun Po kaget, sesudah menenangkan diri sejenak dia menjawab.

"Aku tak percaya!" kata Kong-sun Po. "Masakan Ibuku berbohong padaku?"

"Aku tidak bermaksud meremehkan keterangan ibumu," kata Kiong Cauw Bun. "Sekarang akan kuceritakan kejadian yang sebenarnya padamu. Dulu memang ibumu tak mau dinikahi oleh ayahmu. Tapi akhirnya mau juga. Selama mereka jadi suami isteri mereka tak akur hingga akhirnya bermusuhan! Aku yakin ibumu tidak jujur menceritakan tentang kematian ayahmu!"

"Kakekku juga bilang begitu, masakan Kakekku juga bohong?!" kata Kong-sun Po. Karena terdesak akhirnya Kiong Cauw Bun bicara lagi.

"Memang benar ayahmu meninggal karena ilmu racun," kata Kiong Cauw Bun. "Tapi jika tidak dimusuhi oleh Liu Ceng Yauw hingga dia terpaksa harus kabur, aku kira tidak akan meninggal seperti itu! Maka secara tidak langsung dia mati oleh Hong-lay-mo-li. Tapi kau bukan menuntut balas kematian ayahmu, malah bergabung dengan Hong-lai-mo-li pembunuh ayahmu!"

"Ibu memberi nama padaku bekas orang jahat atau Gi Ok," kata Kong-sun Po. "Waktu itu kata Ibuku, Ayahku orang jahat. Maka itu Ibu berharap sesudah dewasa, aku tidak meniru kelakuan Ayahku!"

Mendengar ucapan Kong-sun Po itu, Kiong Cauw Bun jadi gusar bukan main.

"Jadi kau hanya mau berbakti pada ibumu dan tak mau membalaskan sakit hati ayahmu?" kata Kiong Cauw Bun.

"Harap jangan salah paham, jasa Ayah dan Ibu sama besarnya dan harus dibalas. Tetapi antara baik dan jahatpun harus dibedakan!" jawab Kong-sun Po kurang senang.

"Untuk apa Ayah ikut campur urusan keluarganya?" kata nona Kiong.

"Mi Yun, apa kau sudah lupa, aku dan ayahnya bersahabat baik. Bukankah sudah Icukatakan bahwa Hong- lay-mo-li itu musuh besarku. Jika dia lebih memihak pada Hong-lay-mo-li, kau kira aku bisa mengizinkan dia menikahimu, malah aku harus membu..." bersamaan dengan ucapannya itu, tangan Kiong Cauw Bun terangkat siap menyerang.

"Jika kau anggap aku salah, silakan bunuh aku!" kata Kong-sun Po, "Hm! Apa kau kira aku tak berani membunuhmu?" kata Kiong Cauw Bun.

Ketika dia mengayunkan tangannya, buru-buru Kiong Mi Yun menubruk pemuda itu untuk melindungi dari hajaran ayahnya. Dia menghadang di depan ayahnya yang tak jadi memukul.

"Kong-sun Toa-ko tutup mulutmu. Ayah, dengar dulu katakataku. .." kata Kiong Mi Yun.

"Apa yang mau kau katakan?" kata sang ayah.

'Jika Ayah akan membunuh dia, bunuh dulu aku!" kata nona Kiong.

"Bagus! Bagus sekali! Ibarat burung sekarang kau sudah tumbuh sayap. Jadi kau berani melawan ayahmu," kata Cauw Bun.

"Aku mau mengikuti saran Ayah dan merawat Ayah, tapi izinkan aku jadi isterinya! Dengan demikian kau tak kehilangan anakmu malah kau mendapat menantu dia." kata Mi Yun.

"Jika dia tidak menganggapku musuh saja sudah bagus, mana berani aku minta dia jadi menantuku!" kata Kiong Cauw Bun.

"Sifat Kong-sun Toa-ko memang keras kepala, tapi jika Ayah baik padanya dia juga akan baik pada Ayah!" kata nona Kiong.

Lalu dia kedipi kekasihnya agar tak ikut bicara.

"Baiklah, karena permintaanmu, maka aku kabulkan.

Tapi dia harus pegang janji!" kata Kiong Cauw Bun.

Kong-sun Po diam tak menyahut. Sedang Mi Yun berkata. "Ayah mau agar dia berjanji apa?" katanya.

"Aku minta kalian ikut aku pulang ke Hek-hong-to sekarang juga!" kata sang ayah. "Dia harus tinggal di sana selama tiga tahun. Akan kulatih dia agar tidak keras kepala lagi!"

Sebenarnya Kiong Cauw Bun hanya pura-pura ingin membunuh calon suami puterinya. Sebenarnya tujuannya ingin mendapatkan ilmu racun dari calon menantunya ini. Jika berhasil maka dia tidak akan mendapat lawan yang lebih tangguh dari dirinya.

"Kong-sun Toa-ko, maukah kau berjanji padanya?" kata si nona.

Tapi kelihatan anak muda itu bingung. Kiong Mi Yun tahu kekasihnya keberatan, lalu menghadap pada ayahnya.

"Tiga tahun terlalu lama Ayah, bagaimana kalau kau ubah waktunya?" kata nona Kiong.

"Berapa tahun?" kata sang ayah.

"Barangkali kalau setahun dia tidak keberatan!" kata nona Kiong.

"Aah, kau tawar-menawar segala memang ini pasar?" kata sang ayah.

Lama dia berpikir. Rasanya setahun pun untuk mempelajari ilmu racun dari akhli warisnya sudah memadai. Akhirnya dia mengangguk.

"Baiklah, aku penuhi permintaanmu!" kata Kiong Cauw Bun.

"Baik, aku mau dengan perjanjian begitu," kata Kong- sun Po. "Tapi Paman juga harus berjanji!" "Pakai nawar segala, apa maumu? Ah aku tahu, kau ingin aku mengobatimu?"

Kong-sun Po menggelengkan kepalanya. "Bukan itu!" kata dia.

"Lalu apa maumu?" kata Kiong Cauw Bun yang sudah tak sabar dan heran.

"Karena sudah berjanji pada orang-orang Hay-sah-pang aku akan mengobati mereka, aku minta waktu agar Paman bersabar menunggu sekitar sepuluh hari, baru berangkat!" kata Kong-sun Po.

"Menunggu selama sepuluh hari terlalu lama," kata Kiong Cauw Bun tak sabar. "Bagaimana jika aku saja yang mengobati mereka?"

"Jadi kau mau mengobati mereka, Ayah?" kata Mi Yun. "Ilmu Hua-hiat-to hampir mirip dengan Cit-sat-ciang-ku,

jadi rasanya aku bisa mengobati mereka!" kata Kiong Cauw

Bun.

"Baiklah kalau begitu," kata Kong-sun Po. "Akan kuberi Paman petunjuk mengobati serangan Hua-hiat-to itu!"

"Silakan, mungkin itu lebih baik," kata Kiong Cauw Bun.

Sebenarnya mendengar ucapan calon menantunya itu dia girang bukan main, pucuk dicinta ulam tiba, pikirnya. Tapi sengaja dia tidak menunjukkan kegembiraannya di depan kedua anak muda itu.

-o-DewiKZ^~^aaa-o- Sesudah mendapat berbagai petunjuk dari Kong-sun Po dan bagaimana mengobati orang yang terkena Hua-hiat-to, bukan main girangnya Kiong Cauw Bun. Pada saat memberikan petunjuk terpaksa sang calon menantu menerangkan inti ilmu Hua-hiat-to itu pada sang calon mertua. Maka secara tidak langsung Kiong Cauw Bun mendapat inti ilmu Hua-hiat-to yang dia idam-idamkan itu.

Sesudah dirasa cukup paham, Kiong Cauw Bun pergi akan mengobati orang-orang Hay-sah-pang yang terkena racun itu. Tak lama dia sudah kembali lagi menemui kedua anak muda itu. Saat kembali itulah dia mengajak orang- orang yang telah dia obati. Bukan main kagetnya Kong-sun Po, dalam waktu singkat sang calon mertua mampu mengobati orang-orang Hay-sah-pang yang terluka itu.

Orang-orang itu memberi hormat sambil menghaturkan terima kasih pada Kong-sun Po.

"Eeh, kenapa kau berterima kasih padaku? Yang mengobati kalian adalah Kiong Lo-cian-pwee, bukan aku!" kata Kong-sun Po kaget.

"Kami harus mengucapkan terima kasih padamu, karena Kiong Cian-pwee bilang, kaulah yang memohon pada beliau agar beliau mengobati kami!" kata Ang Kin. Chu Tay Peng ikut bicara.

"Kiong To-cu, terima kasih kau mau datang. Apa tidak sebaiknya kau tinggal beberapa hari di tempat kami?" kata Chu Tay Peng dengan ramah.

"Siapa kesudian tinggal di tempatmu!" kata Kiong Cauw Bun ketus. "Kong-sun Po, Mi Yun, ayo kita pergi!" Tangan kanan meraih tangan Kong-sun Po tangan yang lain menuntun puterinya. Dengan setengah diseret Kong- sun Po terpaksa mengikutinya. Diperlakukan demikian di depan orang banyak, tentu saja Korig-sun Po jadi merasa tak enak hati.

"Paman, aku sudah janji akan ikut, maka itu aku tidak akan ingkar janji. Tolong Paman jangan menyeretku karena aku bisa berjalan sendiri," kata Kong-sun Po memohon.

"Baik, tapi ingat jangan coba-coba berbuat macammacam," kata Kiong Cauw Bun. "Ayo, ikuti kami!"

Saat itu tiba-tiba terdengar suara seruling yang berkumandang dari jarak jauh. Di telinga Kong-sun Po suara seruling itu jelas sekali, sedang Mi Yun tidak mendengarnya. Saat itu Kong-sun Po langsung tahu, itu suara seruling Bu-limthian-kiauw Tam Yu Cong. Maka itu Kong-sun Po pun berteriak keras.

"Paman Tam, aku ada. "

Belum selesai teriakan Kong-sun Po.

Suara Kong-sun Po terhenti karena dia langsung ditotok oleh Kiong Cauw Bun yang tak ingin pemuda itu memberitahu tempat mereka berada. Melihat sikap ayahnya itu Kiong Mi Yun yang ada di sampingnya langsung menarik tangan ayahnya. Dengan demikian totokan sang ayah tidak tepat benar mengenai kekasihnya.

"Ayah kenapa kau berbuat begitu?" kata nona Kiong.

Untung dalam kagetnya Kong-sun Po masih sempat melompat.

"Jangan mengeluarkan suara apa-apa!" ancam Kiong Cauw Bun dengan bengis. "Paman jangan kuatir, aku akan memegang janjiku, suara seruling itu milik Paman Tam yang datang ingin menemuiku!" kata Kong-sun Po.

"Tidak bisa!" ancam Kiong Cauw Bun yang akan segera menarik tangan anak muda itu. Adat Kong-sun Po agak pemarah. Dia tidak mau diperlakukan seperti anak kecil.

"Paman, jika kau main paksa, aku akan menolak ikut denganmu!" kata Kong-sun Po tegas.

Untuk menghadapi segala kemungkinan dia membuka payung besinya, karena kuatir Kiong Cauw Bun menyerangnya.

Ketika mereka sedang adu mulut Tam Yu Cong sudah muncul di antara mereka.

"Ooh! Rupanya si Iblis Tua, jadi kau ada di sini? Beraninya kau membuat susah keponakanku!" kata Tam Yu Cong.

"Hm! Siapa bilang aku menyusahkan keponakanmu?" bentak Kiong Cauw Bun.

"Paman Tam, kau jangan salah mengerti pada Paman Kiong. Akulah yang suka ikut dengan beliau!" kata Kong- sun Po.

"Jadi kau yang bersedia ikut dengannya? Kau mau ke mana?" kata Tam Yu Cong.

"Ke Hek-hong-to memenuhi janjiku dan akan tinggal di sana selama satu tahun," kata Kong-sun Po.

"Kenapa begitu?" desak Tam Yu Cong. Kiong Cauw Bun tertawa terbahak-bahak.

"Apa kau belum tahu, dia kan calon menantuku!" kata Kiong Cauw Bun. Tam Yu Cong sudah menduga mungkin karena Kong- sun Po telah jatuh cinta pada anak gadis Kiong Cauw Bun, dia jadi lupa pada tugasnya. Maka itu Tam Yu Cong langsung menegurnya.

"Kong-sun Po, sekalipun kau mau ikut dengan calon

"Bukan Paman, bukan untuk menikah. Aku ke sana hanya untuk menepati janjiku!" kata Kong-sun Po.

"Kenapa kau berjanji begitu padanya?" kata Tam Yu Cong.

Mendengar tanya-jawab itu Kiong Cauw Bun kesal juga.

Dia tertawa terbahak-bahak.

"Kong-sun Po, kau boleh mengatakannya terus terang padanya," kata Kiong Cauw Bun. "Dengan demikian dia tidak menuduhku main paksa!"

Kong-sun Po lalu menceritakan apa yang telah terjadi. Tam Yu Cong agak curiga saat mendengar calon mertua Kong-sun Po bisa mengobati orang terkena jurus Hua-hiat- to.

"Eeh, sejak kapan kau bisa mengobati serangan Hua- hiatto?" kata Tam Yu Cong pada Kiong Cauw Bun.

Saat itu Kiong Cauw Bun sadar, Tam Yu Cong tidak  bisa dibohongi. Maka sambil mendengus dia menjawab.

"Tam Yu Cong, kau jangan terlalu memandang ringan pada orang lain!" kata Kiong Cauw Bun. "Sekalipun aku tidak bisa, masakan menantuku tak bisa?"

"Kong-sun Po, jadi kau telah mengajari cara mengobatinya?" kata Tam Yu Cong.

"Benar, Paman Tam," jawab Kong-sun Po dengan jujur. Sambil menggelengkan kepalanya Tam Yu Cong berkata lagi.

"Perbuatan itu tidak benar!" kata Tam Yu Cong. "Apanya yang tidak benar?" kata Cauw Bun kurang

senang.

"Dengar baik-baik," kata Tam Yu Cong. "Dia bisa mengobati luka terkena Hua-hiat-to karena sejak kecil dia sudah tersiksa oleh ilmu itu. Untung Beng Beng Tay-su mengajari dia lweekang hingga lukanya sembuh. Jika tidak karena Beng Beng Tay-su, sekalipun ayahnya hidup  kembali dia tidak akan mampu menyembuhkannya! Apalagi kau yang hanya tahu lwee-kang kaum Shia-pay (golongan sesat). Sekalipun kau sudah diberitahu caranya dan aku yakin kau tidak akan berhasil menyembuhkannya, sekalipun selama setahun kau mempelajarinya. Mana bisa kau menyembuhkan mereka dalam waktu sesingkat itu?"

"Tapi jika buktinya sudah terjadi, apa yang hendak kau katakan?" bentak Kiong Cauw Bun. "Jika kau tidak percaya padaku, silakan kau temui orang Hay-sah-pang yang telah kusembuhkan itu! Sudah aku tak punya waktu lagi untuk bicara denganmu!"

Dia sudah akan menarik tangan Kong-sun Po dan puterinya hendak langsung pergi.

"Tunggu dulu!" kata Tam Yu Cong.

"Eeh, apa maumu sih?" kata Kiong Cauw Bun gemas sekali. "Dia dengan rela mau ikut denganku, lalu apa urusannya denganmu?"

"Maaf, bukan itu masalahnya," kata Tam Yu Cong. "Aku dengar kau sudah mahir ilmu Cit-sat-ciang, kedatanganku ini justru ingin menjajal ilmu itu!" "Hm! Rupanya kau sengaja ingin mencari masalah denganku. Dengar baik-baik, aku bukan takut padamu!  Tapi sekarang aku tak punya waktu meladenimu!" kata Kiong Cauw Bun.

"Mengapa kau harus terburu-buru?" kata Tam Yu Cong. "Di kalangan Kang-ouw saling menjajal ilmu itu soal biasa. Mari kabulkan permintaanku, beberapa jurus pun tak apa!"

Karena sulit untuk menghindar tantangan itu, Kiong Cauw Bu terpaksa menjawab. ,

"Jika kita hanya saling menjajal, baiklah. Tapi tidak boleh saling melukai!" kata Kiong Cauw Bun menegaskan.

Dari pembicaraan antara Kiong Cauw Bun dengan Tam Yu Cong ada bagian yang membuat Kong-sun Po curiga dan sangsi.

"Mengapa Paman Kiong ingin buru-buru pergi mengajakku ke pulaunya?" pikir Kong-sun Po. "Jelas kata- kata Paman Kiong karena dia takut Paman Tam menghalangi kepergianku!"

Sesudah saling memberi hormat Kiong Cauw Bun langsung menyerang. Tam Yu Cong menangkis serangan pertama lawan.

"Bagus, seranganmu boleh juga!" kata Tam Yu Cong.

Ketika Tam Yu Cong bergerak menggunakan seruling besinya, tak lama bayangan seruling bergerak ke berbagai arah, sasarannya jalan darah di tubuh Kiong Cauw Bun.Karena Tam Yu Cong tahu Kiong Cauw Bun lihay,  dia langsung mengurung lawannya dengan serangan hebatnya. Tapi dia juga sudah berencana, jika dia kalah dia akan segera meninggalkan lawannya itu. Baik Kong-sun Po maupun Mi Yun yang menyaksikan pertarungan tingkat tinggi itu jadi terpesona. Dalam serangannya Tam Yu Cong sering memakai jurus yang berubah-ubah. Sedang serangan Kiong Cauw Bun terlihat monoton, hanya dengan tujuh jurus sesuai namanya Cit- satciang.

Selang beberapa saat sudah terlihat kewalahan menghadapi serangan Tam Yu Cong yang lihay. Kong-sun Po kagum bukan main.

Dalam benak Kiong Cauw Bun pun sudah direncanakan, jika kalah oleh Tam Yu Cong dia akan mengaku kalah saja. Dia tidak menduga serangan Tam Yu Cong yang begitu gencar bagaikan badai saja, hingga untuk bicara saja Kiong Cauw Bun kewalahan.

Dari setiap serangan Tam Yu Cong jelas, dia bukan hanya ingin menguji, tapi ingin merobohkan lawannya. Pertarungan hebat itu berlangsung sampai cuaca mulai remang-remang. Melihat lawan mulai terdesak Tam Yu Cong tertawa.

"Saudara Kiong, bolehkah aku meniup sebuah lagu untukmu?" kata Tam Yu Cong.

Tanpa mendapat jawaban lagi, Tam Yu Cong sudah mulai meniup serulingnya. Dalam sekejap seolah datang gelombang hawa dingin menyerang ke arah Kiong Cauw Bun. Kiong Cauw Bun terperanjat, buru-buru dia gigit lidahnya agar tidak terbuai oleh suara seruling lawan. Kiong Cauw Bun sadar jika dia gunakan Cit-sat-ciangnya, maka ilmu itu akan punah oleh seruling pusaka yang bernama "Loan-giok-siauw-ling".

Menyaksikan ayahnya mulai terdesak Kiong Mi Yun cemas bukan main. Dia minta pada Kong-sun Po agar anak muda itu memohonkan ampun bagi ayahnya. Kong-sun Po menghibur kekasihnya.

"Jangan takut, Paman Tam tak akan mencelakai ayahmu," bisik Kong-sun Po.

Saat sedang kritis terdengar suara derap kaki kuda mendatangi. Sesudah dekat penunggangnya adalah Chu Tay Peng yang wajahnya kelihatan cemas bukan main. Dari jauh Chu Tay Peng sudah berteriak-teriak.

"Celaka! Celaka!" katanya.

"Hai, Chu Hiang-cu apa yang terjadi?" kata Kong-sun Po kaget melihat Chu Tay Peng demikian panik.

"Beberapa kawan yang terluka itu penyakitnya kambuh lagi!" kata Chu Tay Peng.

"Mngapa bisa begitu?" kata Kong-sun Po.

"Mereka hanya sembuh sebentar saja, tidak lama kambuh lagi. Semuanya langsung pingsan," kata Chu Tay Peng. "Aku mohon kau mau kembali sebentar untuk memeriksa luka mereka!"

Kong-sun Po segera insaf apa yang dikatakan Tam Yu Cong tadi, bahwa Kiong Cauw Bun tidak mungkin bisa mengobati luka itu dalam sekejap. Maka itu dengan sengaja Tam Yu Cong menantang Kiong Cauw Bun, ternyata itu hanya untuk mengulur waktu sampai ada orang yang menyusul mereka.

Tiba-tiba Tam Yu Cong tertawa terbahak-bahak, dan pertarunganpun terhenti.

"Saudara Kiong, sekarang jelas bahwa ucapanku benar, bukan?" kata Tam Yu Cong. "Mari pertarungan itu kita sudahi saja!"

Dengan napas memburu Kiong Cauw Bun menjawab. "Benar, ternyata kau lihay. Aku kagum padamu, aku pamit akan segera pergi!" kata Kiong Cauw Bun.

"Silakan! Jika Kong-sun Po bersedia ikut denganmu, mana berani aku mencegahnya! Silakan pergi!" kata Tam Yu Cong.

Kong-sun Po diam saja tidak bergerak.

"Kong-sun Po, mari kita berangkat!" kata Kiong Cauw Bun.

"Maaf Kiong To-cu, orang yang kau obati sekarang kambuh lagi. Maka itu aku mohon kau dan Kong-sun Siauw-hiap jangan pergi dulu!" kata Chu Tay Peng.

Bukan main gusarnya Kiong Cauw Bun. Rasanya dia ingin dengan sekali hajar Chu Tay Peng hingga binasa. Dia tak melakukannya karena Tam Yu Cong masih ada di situ.

"Chu Tay Peng, jika kau mengundang Kiong To-cu kau salah alamat. Karena orang yang bisa mengobati kawankawanmu hanya Kong-sun Po!" kata Tam Yu Cong.

"Harap Kong-sun Siauw-hiap menolong kami," kata Chu Tay Peng sambil menarik lengan baju Kong-sun Po.

"Ayo kita pergi Kong-sun Po!" kata Kiong Cauw Bun. "Maaf Paman Kiong, aku tidak bisa pergi denganmu

sekarang," kata Kong-sun Po.

"Apa kau bilang?" kata Kiong Cauw Bun.

"Harap Paman Kiong jangan salah mengerti, tadi kau bilang sesudah kau mengobati mereka, baru aku ikut denganmu ke Hek-hong-to! Mereka dalam bahaya, mana boleh aku pergi begitu saja!" Karena sudah tak punya alasan lagi untuk memaksa anak muda itu ikut, Kiong Cauw Bun membalikkan tubuh dia menarik tangan Kiong Mi Yun dan langsung pergi.

Saat itu Kiong Mi Yun kaget. "Ayah, tunggu dulu!" kata Mi Yun. Tapi sang ayah membentaknya.

"Kau anak perempuanku satu-satunya, apa kau juga  akan melawan tak mau ikut pulang denganku?" bentak Kiong Cauw Bun.

Selama ini Kong Mi Yun belum pernah melihat ayahnya begitu gusar, maka itu dia tidak beran membantah ajakan ayahnya lagi. Maka itu dengan terpaksa dia ikut saja. Saat itu Kong-sun Po hanya mengawasi kepergian mereka sampai mereka berjalan jauh.

"Ayo, nak! Kita harus segera ke markas Hay-sah-pang, di sana menunggu orang-orang yang harus kau obati!" kata Tam Yu Cong.

"Sayang aku sendiri sedang terluka," kata Kong-sun Po. "Itu sudah kuketahui," kata Tam Yu Cong. "Tapi jangan

cemas, aku mampu mengobatimu!"

Mereka segera menuju ke tempat Hay-sah-pang. Begitu tiba Tam Yu Cong mengobati Kong-sun Po dulu. Sesudah Kong-sun Po sembuh dalam tiga hari dia sudah bisa menyembuhkan semua anggota Hay-sah-pang yang terluka. Mereka girang bahkan berjanji, sewaktu-waktu jika tenaga mereka diperlukan mereka bersedia membantu.

"Kebetulan, kedatanganku memang atas perintah Liu Bengcu untuk mengajak kalian bergabung," kata Tam Yu Cong. "Sekarang karena kita sedang menghadapi serangan musuh, kita wajib bersatu!" "Ang Kin, sebagai bangsa Han kita harus bersatu mengusir penjajah. Kami dari lima kelompok siap berjuang!"

Sesudah itu mereka mengikrarkan janji mereka, tiap orang mengiris jari mereka dan meneteskan darahnya ke dalam tempat arak. Kemudian mereka bersama-sama meminumnya sebagai tanda persaudaraan.

Esok harinya Kong-sun Po dan Tam Yu Cong pamit meninggalkan daerah kekuasaan Hay-sah-pang. Saat berjalan Tam Yu Cong berkata pada Kong-sun Po.

"Aku akan langsung kembali ke Kim-kee-leng.Apa kau masih akan mengurus masalah lain, jika tidak sebaiknya kau ke Hang-ciu!" kata Tam Yu Cong.

"Mengapa harus ke sana?" kata Kong-sun Po.

"Di Kang-lam tinggal Bu-lim-beng-cu Bun Yat  Hoan, aku dengar gurumu juga ada di sana. Kau bisa menemui mereka!" kata Yu Cong.

"Baik, aku dengar Suhu menjadi panglima perang dan bertugas di lembah Tiang-kang. Padahal keadaan sedang gawat, tapi kenapa Suhu meninggalkan daerah Tiang-kang dan datang ke Hang-ciu?" kata Kong-sun Po.

"Aku dengar karena Perdana Menteri Han To Yu memanggil gurumu agar kembali ke Selatan," kata Tam Yu Cong. "Pada saat segenting ini, mungkin Han To Yu ingin mendengar pendapat gurumu!"

"Aku dengar Ibu-kota Kerajaan Song dipindahkan ke selatan dan menunjuk kota Hang-ciu sebagai Ibu-kota dengan berganti nama Lim-an, aku rasa kota raja ini pun jadi kurang aman," kata Kong-sun Po dengan perasaan kurang mengerti.. "Kerajaan Song sepertinya sudah kalah, namun rakyat yang patriotik tetap berjuang melawan penjajah," kata Tam Yu Cong. "Itu sebabnya kau perlu menemui Bun Yat Hoan, agar beliau mengerahkan para patriot negara untukmelawan kaum penjajah. Saat kau di Kang-lam dulu, apakah kau bertemu dengan Bun Yat Hoan?"

"Delapan tahun lamanya aku ikut Suhu, tapi belum pernah bertemu dengan beliau," kata Kong-sun Po. "Dengan muridnya malah aku sudah bertemu."

"Apa yang kau maksud itu, Seng Liong Sen? Aku dengar dia telah menikah dengan Ci Giok Hian, bukan?" kata Tam Yu Cong.

"Saat bertemu dengan dia dan isterinya, aku juga bertemu dengan Kok Siauw Hong," kata Kong-sun Po.

"Di mana Kok Siauw Hong sekarang?" tanya Tam Yu Cong.

"Semula dia ada di Thay-ouw, kemudian bergi ke Ouw- lam bersama Beng Cit Nio. Sesudah itu aku tidak tahu lagi ke mana dia?" kata Kong-sun Po.

"Beng Cit Nio orangnya baik, hanya adatnya saja yang aneh." kata Tam Yu Cong. "Aah, aku hampir lupa sekarang Han Pweee Eng ada di Kang-lam. Jika kau ke Kang-lam aku rasa kau akan bertemu dengannya. Dia tak sabar menunggu kabar dari Kok Siauw Hong, lalu menyusul akan mencari ayahnya."

Sesudah puas berbincang-bincang akhirnya mereka berpisah, Tam Yu Cong kembali ke Kim-kee-leng atau Bukit Ayam Jago Emas, sedangkan Kong-sun Po melanjutkan perjalanan ke Hang-ciu.

Setelah dikalahkan oleh Bu-lim-thian-kiauw Tam Yu Cong,  Kiong  Cauw  Bun  bersama  Kiong  Mi  Yun  pergi meninggalkan Kong-sun Po yang hendak mengobati orang Hay-sah-pang. Di tengah jalan Kiong Cauw Bun mendengar ada orang menegurnya.

"Dunia benar-benar sempit, ke manapun kita pergi bisa bertemu lagi," kata orang itu. "Tidak terduga Kiong To-cu bertemu lagi!"

Ketika Kiong Cauw Bun menoleh, orang itu hwee-shio yang pernah bertemu dengannya di tengah hutan, dia Kok- su Mongol.

"Ah, kiranya Anda Hoat-ong, kok Anda kembali lagi ke sini?" kata Kiong Cauw Bun.

"Aku rasa nona ini puterimu, kan?" kata Liong Siang Hoatong. "Aku kembali untuk menemuimu, Kiong Si-cu!"

"Apa maksud Anda mencariku?" kata Kiong Cauw Bun. "Kuucapkan selamat, kau sudah bertemu dengan

puterimu," kata Kok-su Mongol itu. "Tapi ke mana calon menantumu?"

Kiong Cauw Bun heran, bagaimana hwee-shio ini bisa tahu masalahnya. Wajah nona Kiong pun memerah karena malu.

"Oh, yang Anda maksud Kong-sun Po? Memang sejak kecil mereka sudah dijodohkan. Tetapi sekarang sudah putus hubungan karena perjodohannya dibatalkan!" kata Kiong Cauw Bun.

"Mungkin sudah takdir, nasib manusia memang begitu. Ada suka ada juga duka, tapi biasanya sesudah duka bisa saja jadi bahagia!" kata Kok-su itu.

"Ucapan Anda sungguh dalam artinya, aku mohon kaujelaskan," kata Kiong Cauw Bun. "Sekalipun baru berkenalan, kita seolah sahabat lama," kata Kok-su Mongol. "Baik kita bicara terus terang, aku kira Tam Yu Cong dan bocah itu ada di markas Hay-sah-pang. Dia tertahan di sana!"

"Aku kira begitu!" kata Kiong Cauw Bun.

"Kalau begitu Anda batal mendapatkan ilmu keluarga Suang, bukan begitu Kiong To-cu?" kata Liong Siang Hoatong.

Bukan main kagetnya Kiong Cauw Bun, ternyata Hak-su Mongol itu bisa menerka seluruh isi hatinya. Dengan tersipusipu dia menjawab.

"Aku punya ilmu dari perguruanku, ilmu milik orang lain mengapa kuinginkan?" kata Kiong Cauw Bun.

Pendeta itu tersenyum penuh arti.

"Setahuku permusuhan Anda dengan See-bun Souw Ya, gara-gara kitab itu, bukan? Terus-terang aku ingin membantumu agar cita-citamu itu terkabul. Sekarang mari ikut denganku!"

"Apa maksud Anda sebenarnya?" kata Kiong Cauw Bun.

"Masih tetap soal lama," kata Hak-su Mongol itu. "Aku harap kau mau memenuhi undangan Khan Agung kami di Holin. Aku pun sudah minta agar See-bun Souw Ya mau menyerahkan kitab racun itu kepadamu. Malah jika kau mau, kau bisa jadi Bu-lim Beng-cu se-Tiong-goan!"

"Mengenai masalah itu..." tapi ucapan Kiong Cauw Bun langsung dipotong oleh puterinya.

"Tidak! Mana boleh kau ke Mongolia?" kata Mi Yun. "Jangan dikira Mongol itu daerah tandus seperti dugaan

bangsa Han. Kota Ho-lin itu daerah makmur. Jika kalian

datang,  maka  kalian  akan  disambut  sebagai  tamu agung kami," kata Hak-su Mongol itu. "Nona kau pasti senang berburu, bukan? Di Mongol banyak binatang yang tak ada di Tiong-goan. Apa kau mau Kiong To-cu?"

Kelihatan ayah Kiong Mi Yun ragu-ragu.

"Terima kasih atas undanganmu, untuk menjadi Bu- limbeng-cu, aku bukan orangnya yang tepat!" kata Kiong Cauw Bun.

"Aku tahu isi hatimu! Kau bukan tidak mau tapi kau takut karena aku mendukungmu, begitu kan? Baik, jika kau mau aku tidak akan membuka rahasia ini!" kata Kok-su Mongol.

"Jika ingin orang lain tidak tahu, kuncinya jangan lakukan pekerjaan itu!" kata Kiong Mi Yun.

"Huss! Orang tua sedang bicara kau jangan ikut campur!" bentak Kiong Cauw Bun. "Baiklah, masalah ini lain kali saja kita bicarakan lagi!"

"Baiklah, sekarang kalian ikut aku ke Mongol, di sana kita bicarakan lagi soal ini," kata si Hak-su Mongol. "Soal jadi Beng-cu terserah padamu. Tapi untuk masalah Kitab Racun keluarga Suang, aku berjanji akan menyuruh See- bun Souw Ya agar dia memberikannya padamu! Selain itu kau juga bebas jika akan kembali ke sini. Sebab aku cuma ingin bersahabat saja dengan kalian!"

Karena iming-iming kitab racun mau tak mau hati Kiong Cauw Bun tergerak juga. Akhirnya dia berkata, "Baiklah, aku ikut dengan Anda, Hoat-ong!"

"Jadi Ayah mau ke sana?" kata Mi Yun.

"Benar, kau juga harus ikut. Jika tidak kau akan membuat kekacauan lagi kau tidak ikut bersamaku!" kata sang ayah. Ucapan sang ayah pasti hingga Kiong Mi Yun tak bisa membantah. Terpaksa dia ikut ke Mongol. Tak lama maka berangkatlah Kiong Cauw Bun bersama puterinya ikut Hak- su itu ke Mongol.

Dalam perjalanan Kiong Mi Yun ingat pada kekasihnya.

-o~DewiKZ~Aditya~aaa~o-

Saat itu Kong-sun Po yang sedang melakukan perjalanan seorang diri ke Hang-ciu, telah menyeberangi sungai Honghoo. Dia merasakan di sepanjang jalan itu sunyi tanpa Kiong Mi Yun di sampingnya.

Tak lama Kong-sun Po sudah mulai memasuki kota Hangciu atau Lim-an. Perjalanan sebulan yang makan waktu cukup lama, membuat Kong-sun Po lelah dan bosan. Setiba di Hangciu dia menuju ke selatan See-ouw, telaga yang sangat terkenal itu. Dia lalu menyusuri sepanjang tepi danau sambil menikmati pemandangan yang indah.

"Aah, alangkah bahagianya jika aku bersama Mi Yun," begitu anak muda ini melamun.

Saat Kong-sun Po berjalan sambil melamun, tiba-tiba sebuah perahu yang laju meluncur ke arahnya. Tak lama perahu itu sudah ada di depan Kong-sun Po. Di atas perahu kelihatan seorang pemuda diiring dua pengawalnya melangkah turun dari atas perahu itu.

"Hai, dunia ini ibarat hanya seluas daun kelor, ternyata kita bertemu lagi di sini," kata si pemuda. "Pasti kau masih mengenaliku, kan?"

Kong-sun Po mengenali pemuda itu Han Hie Sun, putera perdana menteri. Setengah tahun yang lalu keduanya pernah bertarung, karena pemuda itu menggoda Wan Say Eng. Ketika itu Han Hie Sun ditotok oleh Kong-sun Po yang lihay. Pertemuan lainnya saat Kong-sun Po dan Kok Siauw Hong mencari Seng Liong Sen dan Ci Giok Hian yang ditahan oleh murid pemuda ini. Tapi kembali Han Hie Sun dikalahkan oleh Kok Siauw Hong. Sekarang mereka tiba-tiba bertemu di tempat itu. Guru Kong-sun Po bawahan ayah pemuda itu. Saat pemuda itu menyapanya dengan ramah, Kong-sun Po pun bersikap ramah pula.

"Mau tak mau kau harus singgah di rumahku, bukankah gurumu kepercayaan Ayahku?" kata Han Hie Sun.

"Ya, apa Guruku ada di tempatmu, Han Kong-cu?" kata Kong-sun Po.

"Kemarin gurumu pun membicarakanmu," kata Han Hie Sun.

"Bagaimana keadaan Guruku, apakah dia sehat-sehat saja?"

"Beliau sehat, aku kagum pada ayahmu. Bukan saja dia seorang panglima yang cakap, tapi dia juga seorang pendekar terkenal di Kang-lam. Tapi sayang besok beliau sudah harus berangkat lagi. Maka itu walau kau siibuk bagaimanapun sebaiknya kau temui dulu beliau." kata Han Hie Sun.

Saat itu dalam hati Kong-sun Po sudah bertekat akan minta bantuan Bun Yat Hoan untuk mempertemukan dia dengan gurunya saat dia berada di Hang-ciu. Jadi ketika mendengar tawaran Han Hie Sun tentu saja dia pikir sangat kebetulan baginya. Tapi hatinya agak cemas juga.

Han Hie Sun yang tak hentinya mengipasi dirinya berkata lagi.

"Kong-sun Siauw-hiap, aku undang kau karena gurumu pun sedang ada di rumahku, kau mau kan? Apakah kau masih ingat peristiwa yang lalu-lalu, maka kau tidak bersedia kuundang?" "Mana berani aku mengingat kejadian dulu, sedang Kongcu sendiri tidak," kata Kong-sun Po.

"Aku tahu orang Kang-ouw berjiwa besar, walau kita berselisih pendapat, aku kira kau pun sudah melupakannya. Mari sekarang singgah di rumahku." kata Han Hie Sun.

Kong-sun Po sudah tak sabar lagi ingin bertemu dengan gurunya, dia langsung mengangguk. Han Hie Sun senang lalu minta agar Kong-sun Po naik ke perahunya yang langsung dikayuh. Mereka menuju ke sebuah lereng bukit. Di sana terletak gedung milik Han To Yu. Begitu perahunya menepi, Kong-sun Po lihat gedung itu merah sekali. Segera Kong-sun Po diajak masuk ke dalam gedung dan disilakan duduk.

"Jangan see-ji (segan) Kong-sun Siauw-hiap, minum dulu, aku sudah memerintahkan orangku mengundang gurumu," kata Hie Sun.

Sesudah Kong-sun Po duduk tak lama pegawai Han Hie Sun menghadap. Orang itu melaporkan bahwa guru Kong- sun Po dan perdana menteri belum pulang mereka sedang menghadap pada kaisar.

"Sayang sekali," kata Han Hie Sun seolah menyesal. "Karena keadaannya sedang gawat disebabkan akan datangnya serangan bangsa Mongol ke selata, aku rasa ayah dan gurumu baru akan pulang malam nanti. Maka untuk mengisi waktu luang, bagaimanakalau kita temui kawankawan dari kaum Kang-ouw?"

Kong-sun Po tidak bisa menolak ajakan itu, dia pikir siapa tahu dia akan bertemu dengan orang she Pek. Maka itu dia setuju pada tawaran Han Hie Sun. Ketika dia menunggu maka berdatanganlah orang-orang Kang-ouw itu, tapi orang she Pek tidak ada bersama mereka. Dari sekian   banyak   "kawan"   itu   Kong-sun   Po   hanya kenal dengan Su Hong yang dulu pernah mengawal Han Hie Sun ketika bentrok di tepi Telaga See-ouw.

"Oh ternyata kau datang ke mari Kong-sun Siauw-hiap," kata Su Hong menyambut. "Mungkin itu sebabnya Han Kongcu meminta kami datang!"

Kong-sun Po memberi hormat. Kemudian Su Hong melanjutkan ucapannya.

"Saudara-saudara, inilah Kong-sun Siauw-hiap.Maka itu kesempatan bertemu dengannya jangan kalian sia-siakan! Kalian bisa ,emberi petunjuk padanya!" kata Su Hong.

Kong-sun Po jadi curiga, siapa tahu Han Hie Sun punya maksud jahat padanya. Kong-sun Po lalu memberi hormat.

"Saudara Su, kau jangan terlalu memujiku begitu tinggi, ilmu silatmulah yang lebih baik dariku!" kata Kong-sun Po.

"Harap kau jangan salah paham," kata Han Hie Sun. "Kalau kau bersedia kita saling menunjukkan keahlian masingmasing. Kita hanya ingin belajar kenal dengan kepandaianmu!"

"Mana berani aku menunjukkan kepandaianku yang rendah,” kata Kong-sun Po. "Malah akulah yang minta petunjuk dari kalian!"

"Baik, akan kuperkenalkan mereka padamu," kata Hie Sun.

Dia langsung memperkenalkan semua kawannya. Sesudah semua diperkenalkan, Kong-sun Po menanyakan orang she Pek.

"Ke mana Pek Lo-cian-pwee, kenapa tidak hadir? Ke mana beliau?" kata Kong-sun Po.

"Kebetulan beliau sedang ke kota, jadi tak bisa hadir," kata Su Hong. Keterangan Su Hong membuat Kong-sun Po sedikit curiga. Dia juga jadi cemas kenapa Han Hie Sun ingin kawankawannya memamerkan kepandaian mereka di depan dia.

Sesudah dipersilahkan minum, tak lama Han Hie Sunberkata, "Harap bersabar akan datang seseorang dari tempat yang jauh, dia akan hadir bersama kita di sini!"

"Apa yang kong-cu maksud. "

Tapi ucapan Su Hong segera dipotong.

"Sst, itu dia Yan Kong-cu datang!" kata Han Hie Sun.

Tak lama seorang pemuda berjalan menuju ke ruangan itu. Dia mengenakan jubah berbulu putih, datang dengan dua orang pengikutnya. Han Hie Sun segera menyambut kedatangannya.

Kong-sun Po tidak kenal siapa Yan Kong-cu ini, dia heran kenapa Han Hie Sun begitu hormat kepadanya. Kong-sun Po mengira Yan Kong-cu ini lebih terhormat kedudukannya dibanding Han Hie Sun. Kong-sun Po yang bingung tak ikut menyambut. Tapi Yan Kong-cu mengawasinya.

"Jadi ini orangnya Kong-sun Siauw-hiap itu?" kata Yan Kong-cun. "Aku dengar kau lihay sekali!"

"Mana berani aku menerima pujian Kong-cu," kata Kong-sun Po. "Jika boleh aku ingin tahu, Kong-cu asal mana?"

"Harap Anda tak sungkan, aku she Yan, namaku Hoo, aku berasal dari Tay-to. Aku dengar Kang-lam indah, maka itu aku datang untuk menyaksikannya." kata Yan Hoo.

"Pantas saja kata-katanya lain, bukan dialek selatan. Ternyata dia orang yang datang dari Kerajaan Kim. Entah apa pangkatnya? Aku heran padahal antara Kim dan Song masih berperang, kenapa dia berani datang ke daerah Song, malah dia tinggal di rumah Perdana Menteri Han?" pikir Kong-sun Po bingung.

"Atas kedatangan Yan Kong-cu dan Kong-sun Siauw- hiap, aku berharap kalian akan menunjukkan kepandaian kalian di depan kami," kata Han Hie Sun. "Aku mohon petunjuk pada kedua tamu kita ini!"

"Maaf, maaf, mana bisa aku menunjukkan ilmuku yang rendah, jika hanya menonton ya boleh-boleh saja," kata Yan Hoo tersipu-sipu. "Tapi dalam hal ilmu silat, kedua pengawalku ini malah lumayan. Aku bisa minta dia yang memperagakannya."

Su Hong kelihatan kecewa mendengar kata-kata sombong Yan Hoo di depannya.

"Jika pengawal Kong-cu mau, kami senang sekali!" kata Su Hong merendah.

"Mana berani kami memberi petunjuk, apalagi di sini ada Kong-sun Siauw-hiap sekalipun hanya bertukar pengalaman saja!" kata pengawal Yan Hoo yang jangkung.

"Maaf, jangan memujiku," kata Kong-sun Po, ”aku senang jika kalian mau menunjukkan barang sejurus pada kami. Itu hitung-hitung pengalaman bagi kami," kata Kong- sun Po.

"Kami ini hanya seorang pengawal," kata orang Yan Hoo yang bertubuh pendek kurus. "Mana berani kami melakukannya di depan Kong-sun Siauw-hap. Ngomongngomong cuaca begini cerah, kenapa kau membawa-bawa payung?"

"Itu bukan payung biasa tapi senjata andalannya, Tok- koh Toa-ko," kata Han Hie Sun menjelaskan. "Jadi itu senjata andalannya?" kata orang yang dipanggil Tok-koh itu. "Hebat, bolehkah aku melihatnya?"

"Maaf, senjata ini hanya akan membuat orang tertawa saja, tidak ada keistimewanya," kata Kong-sun Po.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar