Beng Ciang Hong In Lok Jilid 39

Han Tay Hiong tidak bermusuhan dengan Kiong Cauw Bun, tapi Seng Cap-si Kouw justru pernah bertarung dengannya.  Han  Tay  Hiong  pun  tidak  tahu  apa maksud kedatangan Kiong Cauw Bun dan memisahkan mereka yang sedang bertarung.

"Hek-hong To-cu, kau tidak boleh menyerang  orang yang tidak berdaya!" teriak Thay Thian yang kaget bukan kepalang.

Dia mengira kedatangan Kiong Cauw Bun untuk membantu Seng Cap-si Kouw.

"Jangan khawatir, aku datang untuk jadi juru damai!" kata Kiong Cauw Bun.

"Dendamku jika belum terbalas, tidak mungkin kau damaikan!" kata Han Tay Hiong.

"Kau akan mendamaikan kami dengan cara bagaimana?" kata Seng Cap-si Kouw sambil mengawasi Kiong Cauw Bun.

"Suruh mereka berhenti memanah," kata Kiong Cauw Bun.

Seng Cap-si Kouw menurut dan meminta hujan anak panah dihentikan. Sesudah itu Kiong Cauw Bun mengeluarkan botol obat yang dia serahkan kepada Han Tay Hiong.

"Obati dulu lukamu yang terkena panah itu dengan obat buatanku," kata Kiong Cauw Bun.

Dengan terpaksa Han Tay Hiong menerima obat itu, jika tidak dalam keadaan gawat, pasti dia menolak bantuan iblis tua itu.

Segera Han Tay Hiong mencabut anak panah di tubuhnya, sesudah darah hitam dikeluarkan dia mengobatinya dengan obat pemberian Kiong Cauw Bun. Menyaksikan ketangguhan Han Tay Hiong ini Kiong Cauw Bun  kaget  juga.  Dia  pikir  jika  Han  Tay  Hiong  tidak dibunuhnya, kelak akan jadi bahaya baginya. Tapi karena sekarang belum waktunya, dia harus menolonginya..

Selesai mengobati lukanya Han Tay Hiong berkata pada Kiong Cauw Bun.

"Kebaikanmu aku terima, tapi karena aku sangat dendam padanya, izinkan aku membunuh dia dulu. Sesudah kubunuh dia, baru aku akan bunuh diri," kata Han Tay Hiong.

"Yang mati tidak bisa hidup kembali," kata Kiong Cauw Bun."Jika kau bunuh Seng Cap-si Kouw apa isterimu bisa hidup kembali? Apalagi kau dengan dia pernah bergaul selama beberapa puluh tahun."

"Apa aku harus tinggal diam setelah tahu dia membunuh isteriku?" kata Han Tay Hiong.

"Jika benar dia pembunuh isterinya, dosanya pun pantas jika kau maafkan. Untuk apa kau bertarung mati-matian dengannya? Aku tak ada hubungan apa-apa di antara kalian. Tapi aku damaikan kalian karena kalian tokoh persilatan yang disegani. Maka itu terpaksa aku ikut campur masalah ini," kata Kiong Cauw Bun

"Lalu apa saranmu?" kata Seng cap-si Kouw.

"Aku yakin aku punya saran yang bisa diterima oleh kedua belah pihak," kata Kiong Cauw Bun. "Hanya tentu saja ada risikonya bagimu. Kau musnahkan ilmu silatmu!"

"Hm! Aku memusnahkan ilmu silatku?" kata Seng Cap-si Kouw yang saat itu bulu berdiri karena ngeri.

"Dia jahat sekali, mungkin dia tak ingin aku mati di tangan Han Tay Hiong. Dia ingin menggunakan tenagaku. Jika ilmu silatku sudah musnah, pasti dia bisa terus mengendalikan  aku.  Tapi  memang  aku  pun  tidak punya pilihan lain. Tetapi selama aku masih bernyawa, mana mau aku diperalat olehmu!" pikir Seng Cap-si Kouw.

Mendengar ucapan Kiong Cauw Bun sekalipun Han Tay Hiong tidak takut kepadanya, mau tak mau dia ngeri juga. Ucapan Kiong Cauw Bun bahwa orang mati tak bisa hidup lagi, itu benar! Jika Seng Cap-si Kouw sudah tak memiliki ilmu silat lagi, itu rasanya sudah cukup bagi Han Tay Hiong. Dengan demikian dia tak bisa berbuat semena-mena lagi di kalangan Kang-ouw. Maka itu Han Tay Hiong diam saja.

"Baik, akan kulaksanakan saranmu!" kata Seng Cap-si Kouw nekat. "Dengan demikian kau puas, Tay Hiong!"

Sesudah itu dia melaksanakan tuntutan Kiong Cauw Bun. Tak lama tedengar suara urat-urat yang putus. Seng Cap-si Kouw mandi keringat dingin, dia kelihatan menderita sekali.

Menyaksikan kejadian yang mengharukan itu mau tak mau Han Tay Hiong pun kasihan juga. Dia menoleh tak ingin menyaksikannya.

"Dia sudah menjalankan saranku, sekarang kau sudah puas Saudara Han?" kata Kiong Cauw Bun.

"Yu Ih semua ini karena perbuatanmu dulu. Aku harap kelak kau akan jadi orang baik." kata Han Tay Hiong.

"Semua sudah selesai, tapi sebelum pergi izinkan aku bicara dengan Kok Siauw-hiap," kata Kiong Cauw Bun.

"Apa yang kau inginkan dariku, Kiong Tay-hiap?" kata Kok Siauw Hong.

"Aku dengar kau kenal dengan anakku Kiong Mi Yun, sekarang ada di mana dia?" kata Kiong Cauw Bun. "Benar, aku kenal setahun yang lalu ketika bertemu dia di Lok-yang. Tetapi sekarang aku tidak tahu di mana dia?" jawab Kok Siauw Hong.

"Kalau begitu, di mana Kong-sun Po, apa kau tahu?"

Kok Siauw Hong pernah diberi tahu oleh Kong-sun Po bahwa Kiong Cauw Bun ingin mencelakai dirinya. Maka itu saat ingin memberi tahu dia jadi sangsi. Melihat Kok Siauw Hong ragu, Kiong Cauw Bun seolah mengetahui Kok Siauw Hong keberatan memberi keterangan.

"Akan kukatakan terus terang padamu, Kok Siauw-hiap, puteriku dengan Kong-sun Po sudah dituangkan sejak mereka masih anak-anak. Kau jangan mencemaskan keselamatan Kong-sun Po!" kata Kiong Cauw Bun.

Mendengar pengakuan yang tulus, Kok Siauw Hong tergerak.

"Menurutku, saat ini Kong-sun Po ada di lembah Hong- hoo. Dia berjanji akan mengobati orang-orang Hay-sah- pang!" kata Kok Siauw Hong.

"Baik, sekarang juga aku akan ke sana!" kata Cauw Bun. Sesudah itu dia menoleh ke arah Seng Cap-si Kouw, lalu berkata.

"Mari ikut aku, sodorkan tongkatmu padaku," kata Cauw Bun.

Berhubung ilmu silatnya sudah punah, dia terpaksa berjalan dengan bantuan Kiong Cauw Bun. Jika tidak mau dia tidak akan bisa turun sendiri dari atas gunung. Menyaksikan Seng Cap-si Kouw demikian, mau tak mau Beng Cit Nio dan yang lainnya terharu juga. Sampai di bawah Seng Cap-si Kouw ingin berpisah dengan Kiong Cauw Bun.

"Baiklah," kata Kiong Cauw Bun yang langsung bersuit.

Tak lama muncul sebuah kereta dari balik bukit. Di kereta itu terdapat seorang perempuan setengah umur, dia berpakaian seperti seorang pelayan. Sesudah kereta berhenti, dari dalam kereta terdengar orang bicara.

"Atas permintaan To-cu, aku sudah menunggu kedatanganmu, tamu agung!" kata perempuan itu.

"Silakan kau naik ke kereta, maaf aku tidak bisa mengantarmu!" kata Kiong Cauw Bun.

"Apa artinya semua ini?" kata Seng Cap-si Kouw kaget. Sesudah itu Kiong Cauw Bun tertawa.

"Jangan takut mereka ini suami isteri, dia akan mengantarmu ke Hek-hong-to!" katanya.

"Rumahku di Ie-hong-li, aku bisa pulang sendiri, aku tidak berani mengganggumu," kata Seng Cap-si Kouw.

"Kau sudah tak bisa silat, di tempatku kau akan dilayani dengan baik. Dengan demikian tidak akan ada orang yang berani mencarimu!" kata Kiong Cauw Bun.

Seng Cap-si Kouw sadar apa artinya itu. Jika dia tinggal di Hek-hong-to berarti dia jadi tawanan Kiong Cauw Bun. Sekarang karena tak berdaya dia menurut saja. Dia pikir jika sebagian kekuatannya sudah pulih baru dia akan memikirkan cara lain.

Namun Kiong Cauw Bun bisa membaca isi hati Seng Cap-si Kouw. Dia lalu berkata.

"Untuk memulihkan kepandaianmu itu dibutuhkan waktu  sepuluh  tahun.  Aku  bisa  membantumu,  sesudah kutemukan obatnya dalam tiga tahun kau akan pulih kembali!" kata Kiong Cauw Bun.

"Kenapa kau membantuku, padahal aku tidak pernah berbuat baik apa-apa kepadamu" tanya Seng Cap-si Kouw.

"Terus terang aku katakan, aku tahu siapa kau? Kau akhli racun terhebat di dunia persilatan. Maka itu aku mau kau tinggal di pulauku. Di sana kau hanya diminta menuliskan semua resep racun itu. Aku juga yakin kau tidak akan bisa membunuh semua orangku yang di sana. Sekalipun bisa, kau akan celaka sendiri dan tak bisa keluar dari pulau itu. Ibarat pedagang jelas aku juga tidak mau menderita rugi!" kata Kiong Cauw Bun sambil tertawa terbahak-bahak.

"Hebat! Rencanamu begitu rapih," kata Seng Cap-si Kouw tertawa.

Dia sangat benci pada Kiong Cauw Bun yang licik ini. "Soal itu aku kalah olehmu, tapi karena nasibmu sedang

sial kau jatuh ke tanganku, ha. ha, ha!" kata Kiong Cauw Bun.

Sesudah itu dia tinggalkan kereta yang membawa Seng Cap-si Kouw. Kiong Cauw Bun yakin dia bisa menemukan jejak puterinya dan Kong-sun Po. Dia akan membujuk Kong-sun Po mengajari dia ilmu racun, kalau perlu dengan kekerasan. Sesudah dia menguasai Seng Cap-si Kouw dan pengetahuannya digabung dengan ilmu racun dari keluarga Suang, maka siapa yang akan jadi lawannya di dunia persilatan?

-o~DewiKZ~Aditya~aaa~o- Dikisahkan Kong-sun Po yang sedang menem-puh perjalanan menuju ke Utara akhirnya tiba di kota Ouw-shia yang terletak di tepi sungai Hong-hoo. Dari Ouw-shia ke tempat orang Hay-sah-pang atau tempat Hong-hoo-ngo-pa (Lima Jago dari Sungai Hong-hoo) sudah tidak jauh lagi dari kota itu. Mungkin hanya butuh waktu setengah hari perjalanan saja untuk sampai ke tempat itu.

Kota Ouw-shia hanya sebuah kota kecil, tapi di tempat itu ada rumah makan yang terkenal yang pernah disinggahi Kong-sun Po dulu. Rumah makan itulah yang meninggalkan kenangan manis baginya, bahkan merupakan rumah makan yang tidak bisa dilupakan oleh Kong-sun Po. Rumah makan itu bernama "Ngi Nih Lauw". Selain masakannya yang lezat araknya pun sangat terkenal harum dan enak rasanya.

Begitu menginjakkan kakinya di kota itu, Kong-sun Po langsung ia ingat pada rumah makan itu, maka itu dia ingin singgah di sana. Dulu di rumah makan inilah pertama kali Kong-sun Po bertemu dengan Kiong Mi Yun dan Han Pwee Eng. Tapi sekarang entah ada di mana nona itu?

Dia ingat di sinilah dia bentrok dengan Pouw Yang Hian, murid See-bun Souw Ya. Sekarang dia datang lagi untuk singgah ke tempat orang-orang Hay-sah-pang, maksudnya untuk menunaikan janjinya dulu. Di sinilah dia mengalami suka-duka, ingat semua peristiwa yang dialaminya dulu itu, Kong-sun Po jadi melamun.

Dia lalu singgah di rumah makan itu. Sesudah naik ke loteng tempatnya dulu bertemu dengan Kiong Mi Yun, dia langsung  memesan  makanan  maupun  arak.  Saat  sedang mengenang masa lalunya, tiba-tiba dia merasakan perutnya sakit sekali.

"Aah, celaka ada yang tak beres nih," pikir Kong-sun Po. "Heran, tidak biasanya begini. Pasti dalam arakku ada racunnya!"

Mengingat bisa jadi ada bahaya mengancam, dia kerahkan tenaga dalamnya untuk mengusir racun yang ada dalam perut-nya. Seorang pelayan menghampirinya.

"Apa araknya mau ditambah, Tuan?" kata si pelayan. "Arakmu sungguh sedap, memang perlu kau tambah,"

kata Kong-sun Po sambil melotot.

Sesudah itu Kong-sun Po tertawa mengejek si pelayan. Tapi makin lama matanya mulai berkunang-kunang. Tiba- tiba dia melihat ada dua orang lelaki naik ke loteng dan mendekatinya. Kedua lelaki itu tertawa terbahak-bahak, dia mengenalinya. Ternyata mereka itu Pouw Yang Hian dan The Yu Po.

"Hai bocah! Kau cari mati sendiri! Kau tidak akan lolos dari tangan kami," kata Pouw Yang Hian sambil menyeringai.

Pouw Yang Hian memang benci pada Kong-sun Po karena dulu dialah yang memusnahkan ilmu racun Hua- hiat-tonya.

"Kakak, Suhu menginginkan dia ditangkap hidup- hidup," kata The Yu Po.

"Ya, tapi akan kuajar adat dulu bocah ini," kata Pouw Yang Hian gemas. "Biar akan kuhancurkan semua tulangnya, karena dia pernah mencelakaiku!"

Ketika itu Pouw Yang Hian menduga Kong-sun Po sudah keracunan berat, maka itu dia mendekatinya. Saat dia akan mencengkram bahu Kong-sun Po yang menggeletak di lantai loteng, tiba-tiba Kong-sun Po melompat bangun.

"Hm, kau kira arakmu mampu merobohkan aku?!" kata Kongsun Po dengan keras. Kemudian dia semburkan arak dari mulutnya hingga membasahi seluruh wajah Pouw Yang Hian yang gelagapan terkena arak beracun.

Tadi Kong-sun Po hanya berpura-pura pingsan agar mampu menjebak dan mengelabui murid pertama See-bun Souw Ya itu. Untuk sementara Pouw Yang Hian tidak bisa membuka matanya karena perih dan sakit sekali.

Saat itu Kong-sun Po melancarkan sebuah pukulan keras.

"Buuk!" disusul suara keras. "Aduh!"

Tubuh Pouw Yang Hian pun roboh ke lantai loteng.

The Yu Po kaget, dia cabut goloknya akan menghadang Kong-sun Po yang dia kira akan pergi.

"Silakan maju, walau aku tak mau membunuhmu, tapi aku menginginkan kedua matamu!" kata Kong-sun Po.

The Yu Po sudah tahu kelihayan Kong-sun Po. Tadi dia menghadang hanya untuk menolongi su-hengnya saja, Sebenarnya dia juga jerih pada Kong-sun Po. Dengan gugup dia menghindari tusukan jari Kong-sun Po yang ditujukan ke matanya. Sekarang Pouw Yang Hian sudah bisa melihat kembali. Saat melihat The Yu Po sedang terdesak, dia berteriak nyaring pada adik seperguruannya.

"Yu Po, jangan takut. Dia sudah keracunan berat, jadi tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi!" kata Pouw Yang Hian. Saat terpukul oleh Kong-sun Po, Pouw Yang Hian merasakan pukulan itu tidak keras, itu sebabnya dia mengira Kong-sun Po sudah keracunan berat.

"Jika aku mau membunuh kalian, itu mudah saja," kata Kong-sun Po mengancam.

Dengan menggunakan jurus "Hui-liong-cay thian" (Naga terbang ke angkasa), ujung payung Kong-sun Po mengarah ke tubuh lawan.

Buru-buru The Yu Po menangkis serangan itu. Saat goloknya beradu dengan payung Kong-sun Po, lelatu api pun berhamburan. Mata golok The Yu Po gompal dan hampir terlepas dari tangannya. Sedang ujung payung Kong-sun Po masih mengarah ke dada Yu Po.Tak lama payung itu berhasil merobek pakaian The Yu Po.

Mengetahui pukulan Kong-sun Po tidak akurat lagi, Pouw Yang Hian berkata pada su-tenya.

"Apa kataku, dia sudah mulai lemah," kata Pouw Yang Hian.

Sebenarnya apa yang dikatakan Pouw Yang Hian ada benarnya, sekarang Kong-sun Po sedang merasakan payungnya berat sekali. Sadar tenaganya telah berkurang, dia menggertak lawan dengan ancamannya.

"Coba rasakan pukulan Hua-hiat-to!" kata Kong-sun Po. Kemudian dia melemparkan payung besinya. Tapi saat

Kong-sun Po mengangkat tangannya, tampak tangan itu berubah merah. Pouw Yang Hian sadar betapa lihaynya Huahiat-to itu, menjadi kaget dan dia melompat mundur. Tapi celakanya dia terjatuh ke lantai loteng.

Melihat lawannya jatuh, Kong-sun Po berganti sasaran.. Sekarang yang dituju The Yu Po.Karena kagetnya, The Yu Po langsung menangkis serangan itu dengan goloknya, dan langsung turun ke bawah loteng. Tapi sebelum sempat berjalan turun, Kong-sun Po sudah menendangnya.

"Pergi kau!" bentak Kong-sun Po.

Melihat musuhnya ketakutan Kong-sun Po jadi malu sendiri. Berhubung tenaganya telah berkurang, dengan terpaksa dia menggertak lawannya dengan pukulan beracun yang dia pantang.

"Segera kalian pergi, aku tak ingin mengotori tanganku dengan membunuh kalian berdua!" kata Kong-sun Po.

Saat dia akan melipat payung besinya, tiba-tiba muncul seorang bertubuh gemuk menghampirinya. Dia berpakaian seperti pemilik rumah makan.

"Tunggu, kenapa kau buru-buru pergi?" kata si gemuk. "Pelayananmu bagus sekali. Dengan sengaja arakku kau

beri racun. Sekarang, berapa aku harus membayarmu?" kata

Kong-sun Po.

Si gemuk menggerakkan tangannya di atas sui-poa (alat hitung bangsa Tionghoa).

"Kau telah memukuli dua orang tamuku! Jadi sepantasnya kau harus membayar kerugian?" kata si gemuk.

"Hm! Jadi kau sekongkol dengan mereka!" kata Kong- sun Po.

Si gemuk tertawa.

"Oh! Jadi kau baru tahu sekarang?" katanya.

Tiba-tiba sui-poa itu disodokkan ke perut Kong-sun Po dengan keras.

Kong-sun Po baru sadar, See-bun Souw Ya yang mengatur siasat keji itu. Mungkin dia sudah mengira Kong- sun Po akan datang ke kota Ouw-shia dan singgah di rumah makan itui. Dia lalu merekrut seorang gemuk bekas penjahat untuk membantu kedua muridnya. Mereka merampas rumah makan itu dan mengusir maji-kannya. Sedang tukang masaknya dipertahankan agar masakannya tetap seperti sedia kala.

Si gemuk menjadikan sui-poa (alat hitung bangsa Tionghoa) itu sebagai senjata ampuhnya. Alat hitung itu selain dipakai menyerang, bisa juga dipergunakan untuk menjepit pedang lawan.

Jika tangan kosong Kong-sun Po terjepit, bisa dibayangkan tulang tangannya akan hancur dan remuk. Saat sui-poa baja itu menyodok ke arahnya, Kong-sun Po mengubah siasat bertarungnya. Dia pura-pura akan menotok dengan jarinya saat su-poa itu akan menjepit tangannya, dia menarik serangannya. Lalu dengan tangan kirinya dia menyerang dua biji mata si gemuk.

"Sungguh jahat tanganmu!" kata si gemuk. "Tapi tenagamu seolah api yang hampir padam!"

Si gemuk menghindari serangan yang di arahkan ke matanya dengan mengibaskan lengan bajunya. Tiba-tiba terdengar suara robekan baju yang terkena jari Kong-sun Po yang berhasil melubangi baju si gemuk. Saat mau diulangi serangannya, sui-poa si gemuk menyodok perut Kong-sun Po hingga terpaksa dia harus mundur.

Kong-sun Po menyesal karena tak bisa menggunakan payungnya. Dengan terpaksa dia menggunakan jurus Huahiat-to untuk menyerang lawan.

Terlihat si gemuk agak jeri juga, sekalipun dia lebih lihay dibanding Pouw Yang Hian. Tapi dengan senjatanya dia masih  mampu  bertahan  untuk  meladeni  Kong-sun  Po. Sesudah merangkak bangun Pouw Yang Hian dan The Yu Po naik lagi ke loteng.

"Hai bocah busuk! Berapa lama lagi kau bisa bertahan" kata Pouw Yang Hian mengejek.

Kong-sun Po yang panas hatinya lalu mengerahkan seluruh kemampuannya. Masih untung ketiga lawannya itu masih ngeri terhadap pukulan Hua-hiat-tonya. Saat keadaan sedang gawat-gawatnya, di bawah tangga terdengar suara bentakan dua anak buah Pouw Yang Hian.

"Pergi! Jangan masuk anak busuk! Pergi dari sini, ini bukan tempatmu!" kata anak buah Pouw Yang Hian.

Tapi tak lama terdengar suara pukulan hingga kedua anak buah Pouw Yang Hian roboh. Seorang anak muda berpakaian sederhana segera menaiki tangga loteng. Mulutnya terus ngoceh.

"Bajingan, aku punya uang dan mau makan. Kenapa kalian mengusirku?' kata suara itu.

Mendengar suara yang dikenalinya, Kong-sun Po girang. Ternyata itu suara Kiong Mi Yun, kekasihnya. Di tempat inilah pertama kali mereka saling berkenalan.

"Adik Mi Yun, ternyata kau juga datang ke tempat ini!" kata Kong-sun Po.

Melihat kedatangan bocah itu si gemuk kaget.

"Eh, bukankah kau puteri Hek-hong To-cu?" katanya. "Mengapa kau datang ke mari?"

"Aku lapar mau makan, tapi di sini sedang terjadi perkelahian, maka aku juga mau ikut!" kata Kiong Mi Yun.

Pouw Yang Hian mengenali si nona. "Serang dia dulu! Biar Kong-sun Po belakangan saja!" kata Pouw Yang Hian.

Dia tidak peduli nona itu anak siapa, dia tetap akan menangkapnya hidup-hidup. Saat orang-orang itu memperhatikan kedatangan Kiong mi Yun, kesempatan ini digunakan Kong-sun Po untuk menyerang. Pukulan itu membuat The Yu Po terjungkal ke bawah loteng.

"Senjata makan tuan," kata Kiong Mi Yun.

Ketika itu The Yu Po sudah bangun dan akan maju lagi, tapi dia kaget oleh ucapan si nona. Kata-kata "senjata makan tuan" berarti pukulan itu pukulan Hua-hiat-to. Karena tidak belajar pukulan itu, dia jadi ngeri sekali dan ingin mencari selamat. Saat itu juga dia langsung kabur untuk mencari gurunya untuk minta diobati. Si gemuk berhasil menangkis serangan Kong-sun Po dengan sui- poanya.

"Yang Hian kau hadapi bocah yang baru datang itu, aku akan membereskan bocah ini. Nanti kau kubantu!" kata si gemuk.

Pouw Yang Hian memang pernah bertarung melawan nona Kiong ini, maka dia bisa mengukur kepandaian nona itu. Maka dia yakin tidak sulit mengalahkannya.

"Pouw Yang Hian, ilmu Hua-hiat-tomu sudah musnah. Tapi sekarang kau masih jual laga di depanku!" kata Kiong Mi Yun.

"Jangan tekebur, untuk membunuhmu aku tak butuh Huahiat-to segala!" kata Pouw Yang Hian gusar sekal.

Kiong Mi Yun tertawa mengejek. "Benarkah?" kata si nona. Saat Pouw Yang Hian lengah karena marah oleh ejekan si nona. Saat itu dipegunakan oleh Kiong Mi Yun yang segera maju, pedangnya menyambar dan sasarannya perut Pouw Yang Hian.

Saat pedang menyerempet, Pouw Yang Hian tidak menyangka kepandaian nona itu maju pesat, dia kaget bukan kepalang. Sekalipun dia bisa mengliindar tak urung bajunya terkoyak juga oleh pedang si nona.

Sejak berkenalan dengan Kong-sun Po, nona Kiong memang mendapat pelajaran inti lwee-kang dari pemuda itu. Sedang ilmu bisa Pouw Yang Hian pun sudah lenyap. Maka itu Pouw Yang Hian terdesak serangan si nona ini. Sesudah berjalan cukup lama, tiba-tiba Mi Yun membentak keras.

"Kena!"

Ternyata tusukan Kiong Mi Yun mengenai bahu Yang Hian.

"Aduh!" teriak Pouw Yang Hian yang kesakitan.

"Kau melukaiku, akan kubunuh kau!" teriak Pouw Yang Hian.

Tetapi lukanya bertambah sakit. Maka itu sekalipun dia mengancam tak urung dia melompat mundur dan kabur.

"Bocah busuk! Suatu hari nanti akan kubalas sakit hatiku ini" kata Pouw Yang Hian dari bawah loteng.

Nona Kiong tertawa terkekeh.

"Sudah tak tahu malu kabur, malah berani mengancamku lagi!" kata Kiong Mi Yun.

Semetara itu si gemuk yang ditiggalkan lari jadi kaget dan  jengkel  pada  kedua  kawannya  yang  pengecut  itu. Diam-diam dia berniat kabur juga. Sebenarnya dia masih mampu meladeni Kong-sun Po.

Tapi karena ngeri pada puteri Kiong Cauw Bun yang terkenal itu, dia jadi gugup sekali.

Saat nona Kiong menyerang membantu kekasihnya, si gemuk sudah tidak ingin bertarung lebih lama lagi. Dia lalu maju dengan menggunakan sui-poanya akan menjepit pedang si nona. Ketika serangannya itu gagal, dia buang senjatanya dan membalikkan tubuhnya lalu melompat  lewat jendela ke bawah.

Nona Kiong yang melihatnya tertawa.

"Kenapa alat hitungmu kau tinggalkan? Nanti majikanmu memarahimu!" kata Kiong Mi Yun menggoda.

Semua anak buah mereka ikut kabur semua. Sekarang keadaan di loteng rumah makan itu jadi sunyi.

"Adik Mi Yun, tak kusangka kita bertemu di sini!" kata Kong-sun Po.

"Kenapa kau berkata begitu? Bukankah kau sudah berjanji bahwa hari ini akan ke mari?" kata si nona. "Ini hari yang kau janjikan pada orang-orang Hay-sah-pang, kan?"

"Ah, ya aku lupa. Kau baik sekali adik Mi Yun," kata Kong-sun Po.

"Bagaimana keadaanmu?" kata si nona.

"Jangan khawarir aku tak apa-apa. Mereka memang meracuni araklu, tapi racunnya sebagian sudah kusingkirkan dari perutku!"

"Bagus, kalau begitu mari kita makan," kata nona Kiong. "Ini kesempatan baik jangan kita sia-siakan." Tak lama dari dapur bermunculan para tukang masak.

Kepala tukang masak itu mewakili kawan-kawannya.

"Terima kasih atas bantuan kalian, apakah kalian mau makan?" kata juru masak itu.

"Ya, buatkan kami masakan yang lezat," kata nona Kiong sambil tertawa.

Tak lama masakan yang dipesan sudah dibawa dan disajikan d atas meja karena keduanya sudah lapar, tanpa sungkan-sungkan merekapun mulai makan. Saat makan Kong-sun Po menceritakan pertemuannya dengan Kok Siauw Hong dan nona Han Pwee Eng.

"Bagaimana keadaan mereka?" tanya nona Kiong. "Mereka  telah  rukun  kembali.  Sekembali  kita  ke Kim-

keeleng,  mungkin  kita  bisa  menghadiri  pesta  pernikahan

mereka!" kata Kong-sun Po sambil tertawa.

"Kau sudah ke Kang-lam, bagaimana keadaan di sana?" kata si nona lagi.

"Pemandangannya indah sekali. Souw-ciu dan Hang-ciu benar-benar kota yang indah. Saat di Hang-ciu aku juga sempat ciam-si (meramal nasib)." kata Kong-sun Po sambil tertawa.

"Hasilnya bagaimana?"

"Dapat jawaban bagus," kata Kong-sun Po. "Saat itu aku pikir kita akan bertemu lagi!"

Wajah Kiong Mi Yun berubah merah.

"Sejak kapan kau bisa berkelakar?" kata nona Kiong. "Apa yang kukatakan memang keluar dari lubuk hatiku,

apa kau sendiri tidak berpikir begitu?" kata Kong-sun Po. "Siapa bilang begitu?" kata nona Kiong. "Jika aku tak ingin, untuk apa jauh-jauh aku datang ke mari? Sudah tahu kau pura-pura lagi!"

Kong-sun Po girang.

"Makanan dan arak di sini sangat terkenal, mari kita minum lagi!" kata Kong-sun Po.

Dia meneguk secawan arak. Tetapi ketika melihat Kong- sun Po minum terus, nona Kiong cemas juga.

"Aneh, tak biasanya kau minum banyak. Sudah jangan teruskan nanti kau mabuk!" kata si nona.

"Jangan takut, aku tak akan mabuk," kata Kong-sun Po. Tak lama dari kepalanya mengepul asap, rupanya dia sedang mengeluarkan racun yang ada di tubuhnya.

"Lwee-kangmu maju pesat, Toa-ko," kata Kiong Mi Yun. "Entah kapan aku bisa selihay kau?"

"Saat aku melihat kau mengalahkan Pouw Yang Hian, kepandaianmu sudah maju juga," kata Kong-sun Po.

"Maka itu aku perlu guru sepertimu," kata si nona sambil tertawa.

"Aku belum pantas jadi gurumu. Aku juga tak berani menerimamu sebagai murid, tapi yang aku ingin. "

Walaupun Kong-sun Po tak meneruskan kata-katanya, Nona Kiong sudah tahu apa yang akan dikatakan pemuda itu.

"Sudah, jangan ngoceh terus! Aku tahu kau tak berani menerimaku sebagai muridmu, karena takut aku memukulimu, kan?" kata si nona sambil tertawa. Ketika sedang asyik berbincang, mereka mendengar pelayan berkata.

"Chu Toa-ya, angin apa yang meniupmu sampai ke mari?" kata si pelayan. "Di sini baru saja ter..."

Belum habis kata-kata si pelayan itu, Chu Tay Peng sudah muncul di tangga loteng.

"Aku sudah tahu," kata Chu Tay Peng menjawab kata- kata si pelayan. "Maka itu aku ke sini!"

Sesudah tertawa sejenak Chu Tay Peng memberi hormat pada Kong-sun Po.

"Kong-sun Siauw-hiap kau seorang yang menepati janji! Sebenarnya kami memang sedang mengharapkan kedatanganmu. Eeh, nona kau juga ikut datang!" kata Chu Tay Peng.

"Tapi aku tidak bisa membantu banyak," kata Kiong Mi Yun.

"Malah akulah yang tak bisa membantu kalian," kata Chu Tay Peng. "Tadi kau berhasil mengusir orang she Pouw itu hingga lari terbirit-birit seperti anjing buduk!"

"Jadi kau menyaksikannya?" kata si nona sambil tertawa. "Lalu kau sembunyi di mana?"

Wajah Chu Tay Peng berubah merah karena malu. "Harap nona maklum, kami tak berani memusuhi

mereka!" kata Chu Tay Peng.

"Bagaimana keadaan kawan-kawanmu?" kata Kong-sun

Po

"Masih menderita seperti dulu, hanya Ang Pang-cu agak

mendingan!" jawab Chu Tay Peng. "Jangan cemas segera akan kuobati mereka," kata Kong- sun Po memastikan.

Tiba-tiba Chu Tay Peng berkata pada nona Kiong.

"Nona, apakah kau datang bersama Ayahmu?" katanya. "Tidak, memang kenapa?" tanya si nona. "Apa kalian

tahu di mana Ayahku berada?"

"Kami tidak mengetahuinya. Tapi karena kau datang, aku kira kau datang bersama beliau. Kami sangat mengharapkan kedatangan beliau." kata Chu Tay Peng sungguh-sungguh.

"Benarkah?" kata si nona. "Ah, sayang aku tak bilang pada beliau akan ke mari. Aku datang ke mari di luar tahu Ayahku."

Wajah Chu Tay Peng kelihatan kecewa sekali.Dia diam saja.

Kong-sun Po merasa sehat, dia mengajak Chu Tay Peng menemui kawan-kawannya.

"Mari kita berangkat!" kata Kong-sun Po.

Pertanyaan Chu Tay Peng mengenai ayahnya membuat Kiong Mi Yun curiga dan penasaran. Oleh sebab itu dijalan dia bertanya pada Chu Tay Peng.

"Chu Pang-cu, apakah kau pernah mendengar sesuatu tentang Ayahku?" kata si nona.

Dengan agak ragu dan gugup Chu Tay Peng menjawab. "Benar, tapi itu cuma kabar angin saja." katanya. "Jika

aku katakan, harap nona tidak memarahiku."

"Jangan takut katakan saja, aku tidak akan marah," kata Kiong Mi Yun. "Aku dengar kabar ayahmu kurang senang pada Kong- sun Siauw-hiap, apa benar begitu?" kata Chu Tay Peng.

"Jadi masalah kami sudah menjadi rahasia umum?" pikir Mi Yun.

Sesudah itu dia berkata pada Chu Tay Peng. "Kalau ya, lalu kenapa?" "Jadi benar kabar angin itu?" kata Tay Peng. "Apa pedulimu jika Ayahku tidak senang padanya," kata

nona Kiong. "Kalau aku suka, dia mau apa?" Dengan berkata begitu Kiong Mi Yun mengakui terus

terang. Mendengar ucapan si nona Kong-sun Po jadi malu sendiri. "Kami ucapkan terima kasih, jauh-jauh Kong- sun Siauw

hiap datang menepati janjinya," kata Chu Tay Peng. Padahal hatinya cemas bukan main sesudah dia tahu Kiong Cauw Bun tidak datang. Jika See-bun Souw Ya tiba-tiba datang, maka sulit bagi Kong-sun Po menghadapi dia. Tapi tetap dia mengajak Kong-sun Po menemui kawan- kawannya. Sampai di markas Hay-sah-pang, mereka sudah menunggu kedatangannya. Ketika Ang Kin tak kelihatan, Kong-sun Po merasa heran. Saat tahu yang datang hanya kedua muda

mudi itu, semua anggota Hay-sah-pang kecewa sekali. Ie Kun, salah satu ketua Tiang-keng-pang mulai bicara. "Apa benar menurut nona ayahmu tak akan datang?" kata

Ie Kun menegaskan. "Benar," kata si nona. Orang-orang Hay-sah-pang tampak kecewa sekali. Melihat

hal itu nona Kiong kurang senang. "Yang mau mengobati kalian Kong-sun Toa-ko, bukan Ayahku. Kenapa kelihatannya kalian kecewa?" kata si nona. Dengan agak kaku Ie Kun berkata, "Ya! Ya!"

Kemudian semua diam. Dia mengawasi kawan-kawannya

yang terluka untuk mengetahui pendapat mereka. "Sekarang, siapa yang lebih dulu harus kuobati?" kata

Kong-sun Po.

Dia sadar waktu untuk mengobati hanya tinggal beberapa hari saja. Tapi dari ketujuh orang itu tidak ada yang segera maju. Mereka hanya saling dorong menyuruh yang lain lebih dulu. Tapi tidak ada yang mau maju lebih dulu. Kejadian itu mengherankan Kong-sun Po dan Kiong Mi Yun.

"Sudah kalau begitu panggil Ang Pang-cu, biar dia dulu yang kuobati!" kata Kong-sun Po.

Tapi Ang Kin tak muncul.

"Kalau begitu untuk apa kita buang waktu di sini, Kong- sun Toa-ko mari kita pergi saja!" ajak nona Kiong.

Kong-sun Po ragu, dia berkata.

"Ayo yang paling parah maju lebih dulu," kata Kong-sun Po.

Tiba-tiba Ang Kin muncul memakai tongkat. "Mari Ang pang-cu, aku kira kau yang paling parah..." kata Kong-sun Po.

"Tidak!" kata Ang Kin. "Karena keadaan sudah jadi begini, sebaiknya kalian berterus terang pada Kong-sun Siauw-hiap! Jika tak berterus-terang malah akan mencelakakan kawan sendiri!"

Sesudah itu Ang Kin meneruskan kata-katanya. "Kong-sun Siauw-hiap, jauh-jauh kau sudah datang ke mari untuk mengobati kami," kata Ang Kin. "Kami bersyukur dan berterima kasih sekali. Tapi kami tak ingin menyusahkanmu, Seperti kata nona Kiong tadi, sebaiknya kalian meninggalkan tempat ini! Jika akhirnya kami harus mati pun, kami tetap berterima kasih padamu."

"Apa kalian tak sayang pada nyawa kalian? Kenapa Ang Pang-cu berkata begitu? Coba kaujelaskan pada kami." kata Kong-sun Po penasaran.

"Akan kukatakan dengan terus-terang, karena kami sayang pada nyawa kami, maka kami tidak berani minta diobati oleh kalian!" kata Ang Kin yang kelihatan ketakutan. Ucapan itu membuat Kong-sun Po bertambah keheranan.

"Apa kalian tak yakin pada kemampuanku?" kata Kong- sun Po menegaskan.

"Bukan! Bukan itu alasannya, kami malah yakin sekali kau bisa mengobati kami, tapi terus-terang kami takut pada See-bun Souw Ya!" jawab Ang Kin.

"Jadi dia penyebabnya?" kata Kong-sun Po yang mulai menyingkap tabir misteri itu.

Kiong Mi Yun yang cerdik berkata dengan tegas.

"Jadi dia telah mengancam kalian? Seharusnya sudah kuterka sejak tadi. Aku juga heran kenapa dia mengirim Pouw Yang Hian dan anak buahnya mengganggu kami? Malah mereka merampas rumah makan segala! Dan meracuni Kong-sun Toa-ko!"

"Benar, Nona Kiong!" kata Ang Kin. "Beberapa waktu yang lalu dia mengancam kami agar tidak diobati oleh siapapun. Malah aku dengar dia sudah sampai di Ouw-shia. Tak lama lagi dia akan sampai ke tempat ini!" Kiong Mi Yun kaget, sekarang dia tahu kenapa Chu Tay Peng menanyakan kedatangan ayahnya. Rupanya mereka ingin mendapat bantuan dari ayah si nona.

"Pantas, ketika mendengar Ayahku tidak datang kalian sangat kecewa!" kata nona Kiong.

"Ya, maka itu sebaiknya kalian segera meninggalkan tempat ini," kata Ang Kin.

"Aku malah ingin menemui si Iblis Tua itu!" kata Kong- sun Po.

"Kau lain, kau tidak akan diganggunya," kata Ie Kun, "tapi kepada kami yang berkepandaian rendah dia bisa berbuat semena-mena!"

"Kau dengar, mereka takut kita akan menyulitkan mereka," kata nona Kiong.

"Harap kalian jangan salah mengerti," kata Ang Kin. "Aku tak takut mati, dan budi kalian sangat kuhormati. Sudahlah tak ada yang bisa kukatakan lagi, semoga kita. "

"Aku paham maksudmu," kata Kong-sun Po. "Semoga kelak kita bertemu lagi!"

Saat kedua muda-mudi itu akan melangkahkan kaki mereka, terdengar suara tawa yang menyeramkan. Suara itu sudah dikenali oleh kedua muda-mudi itu.

-o~DewiKZ~Aditya~aaa~o- Suara tawa itu memang suara See-bun Souw Ya yang tak asing lagi bagi telinga Kong-sun Po. Dia agak terperanjat juga mendengar tawa dingin itu. Tak lama terdengar See- bun Souw Ya berkata nyaring sekali, "Kong-sun Po, kenapa kau terburuburu mau pergi? Ingat anak muda, kau bisa datang tapi aku yakin kau tidak akan bisa pergi begitu saja!"

See-bun Souw Ya muncul diikuti kedua muridnya, Pouw Yang Hian dan The Yu Po. Dua muridnya langsung menjaga pintu keluar menghalangi Kong-sun Po dan Kiong Mi Yun.

Menyaksikan munculnya See-bun Souw Ya, tentu saja hal itu membuat kaget semua yang hadir di tempat itu. Apalagi Ie Kun, dia sangat ketakutan dan segera menepi ke sebuah sudut. Lalu dia bicara dengan suara agak gemetar.

"Bukan aku yang mengundang mereka, See-bun Sian- seng! Aku malah sedang menantikan kedatanganmu bersama anak buahku." kata Ie Kun.

Sesaat si Iblis Tua hanya melirik ke arah Ie Kun, lalu dia tatap Kong-sun Po dengan tajam.

"Bocah untuk kau menyelamatkan diri, rasanya sulit sekali! Kau berani datang hendak menolongi orang segala!" kata See-bun Souw Ya.

Kata-kata si Iblis Tua tidak dihiraukan oleh Kong-sun Po, dia hanya memegangi payungnya erat-erat sambil menatap ke arah See-bun Souw Ya dengan tajam. Saat itu dia sedang mengerahkan tenaga dalamnya, dan siap jika sewaktu-waktu lawan menyerang. Tiba-tiba Mi Yun mendapat akal bagus untuk mengulur waktu.

"Kedatanganmu sangat kebetulan, See-bun Sian-seng," kata si nona. "Ayahku ingin sekali berkenalan denganmu, terutama dia ingin tahu sampai dimana kepandaian Hua- hiattomu!"

"Heh! Apakah ayahmu juga mau datang?" kara See-bun Souw Ya agak terperanjat mendengar ucapan nona Kiong itu.

"Di mana aku berada, Ayahku ada!" jawab nona Kiong sambil tertawa. "Beliau bilang ilmu Hua-hiat-tomu sama terkenalnya dengan Cit-sat-ciang milik kami! Malah ada mulut usil yang bilang bahwa Cit-sat-ciang kami tidak mampu menandingi Hua-hiat-to keluarga Suang, maka itu Ayahku ingin mencoba kehebatannya. Tapi Ayahku bilang, mungkin kau tidak berani bentrok dengan Ayahku. Maka itu aku mengusulkan, biar kami dulu menemuimu. Jika kau sudah muncul Ayahku pun pasti akan muncul!"

Ternyata kata-kata Kiong Mi Yun itu sedikitnya mempengaruhi hati See-bun Souw Ya juga. Maka itu dia jadi ragu-ragu untuk mendahului menyerang.

Kiong Mi Yun memang sengaja berbohong, maksudnya hanya untuk mengulur waktu hingga Kong-sun Po selesai mengumpulkan kekuatannya. Untung si Iblis Tua berhasil digertak. Tapi See-bun juga Souw Ya cukup licin, maka itu bualan si nona hanya mempan sebentar kelihatan dia jadi curiga melompat dan berhasil mencengjram tubuh Ie Kun yang ketakutan setengah mati lalu menyeeretnya ke dekatnya.

"See-bun Sian-seng, ampuni hamba. Hamba tidak bersalah!" ratap Ie Kun. "Kau mau taat padaku tidak?" bentak See-bun Souw Ya.

"Sekalipun harus melompati api aku bersedia," kata Ie Kun.

"Tidak perlu begitu!" bentak See-bun Souw Ya. "Tapi aku ingin kau bicara terus-terang. Katakan, apa benar Hek- hong To-cu sudah datang ke mari?"

"Belum! Dia belum datang, nona Kiong berbohong padamu," kata Ie Kun dengan amat ketakutan.

Sesudah tertawa terbahak-bahak dia lemparkan Ie Kun sambil berkata, "Dasar bocah sial kau berani membohongiku! Kau kira aku takut pada ayahmu?"

Ucapan See-bun Souw Ya menyebabkan Kong-sun Po jadi was-was, dia takut iblis tua itu menyerang nona Kiong, maka buru-buru dia menghimpun tenaga dalamnya lalu melompat akan melindungi si nona.

"Hm! Kubunuh kau lebih dulu!" katanya sambil menyerang Kong-sun Po dengan jurus "Garuda sakti membentangkan sayap". See-bun sudah tahu bagaimana ampuhnya payung di tangan Kong-sun Po, dia kumpulkan seluruh tenaganya dan langsung menyerang.

Harus diakui tenaga Kong-sun Po memang kalah jauh, maka itu dia terdorong mundur. Buru-buru dia tutup payungnya yang runcing untuk digunakan menusuk ke tengah telapak tangan lawan. Tapi See-bun Souw Ya gesit, sesudah berhasil menghindari totokan yang ditujukan ke telapak tangannya, dia menyerang dua kali.

Hanya karena keampuhan payung besi dan kelincahan Kong-sun Po saja, dia berhasil menangkis dua serangan berbahaya itu. Tapi dia tetap berada dalam ancaman sang lawan yang lihay itu. Menyaksikan Kong-sun Po dalam bahaya, Ang Kin meneriaki kawannya supaya membantu Kong-sun Po.

"Mari kawan kita bantu Kongsun Siauw-hiap!" kata Ang Kin.

Melihat Ang Kin maju See-bun Souw Ya gusar,

"Awas sesudah kubunuh bocah ini kau juga akan kubunuh!" kata See-bun Souw Ya pada Ang Kin.

Ternyata hanya Ang Kin yang maju, sedang kawannya yang merasa jerih tak berani maju. Apa lagi mereka pikir tak ada harapan jika mereka ikut campur. Mereka sadar dalam waktu singkat pasti Kong-sun Po akan roboh di tangan si Iblis Tua. Kawan-kawan Ang Kin yang tak berani maju berteriak.

"See-bun Sian-seng dia kawan Ang Kin bukan kawan kami, harap See-bun Sian-seng jangan salah paham," kata  Ie Kun dan kawan-kawannya. Mendengar ucapan itu See- bun Souw Ya tertawa terbahak-bahak. Dia serang Kong-sun Po lebih hebat dari tadi. Bukan main marahnya Ang Kin melihat sikap kawannya yang pengecut itu.

"Sebagai laki-laki sejati aku lebih memilih mati daripada terhina!" kata Ang Kin. ”Aku tak bisa membantumu, maka biarlah aku binasa. "

Dia mencabut belati siap akan bunuh diri. Ketika itu Kong-sun Po sedang terdesak mundur, melihat Ang Kin hendak bunuh diri Kong-sun Po kaget. Dia gunakan tangan kanannya menghantam See-bun Souw Ya dari bawah payung besinya dengan keras. Melihat Kong-sun Po nekat, See-bun Souw Ya kaget.

”Mungkin pukulan hua-hiat-tonya lebih lihay dariku. Tangannya tampak merah membara," pikir See-bun Souw Ya. "Adu jiwa dengannya pun aku rasa tak ada gunanya." Maka itu si Iblis Tua segera menghindari pukulan Kong- sun Po. Saat mengelak itulah Kong-sun Po menggunakannya untuk menyambitkan uang logam ke arah belati yang hendak dipakai bunuh diri oleh Ang Kin.

"Trang!"

Belati itu jatuh ke tanah. Menyaksikan anak muda itu mampu menyelamatkan Ang Kin, Pouw Yang Hian dan The Yu Po geram. Mereka maju hendak menyerang Ang Kin yang kaget karena belatinya jatuh.

"Adik Mi Yun, selamatkan Ang Pang-cu!" teriak Kong- sun Po.

"Baik, Toa-ko!" kata Kiong Mi Yun.

Kiong Mi Yun menghunus pedangnya lalu maju menghalangi majunya Pouw Yang Hian dan The Yu Po.

"Biarkan Ang Kin, serang bocah sial itu dulu!" kata See- bun Souw Ya memberi petunjuk pada muridnya.

"Baik, Suhu!" kata Pouw Yang Hian. Pouw Yang Hian dan Yu Po maju mengeroyok Kiong Mi Yun.

"Jika berani silakan maju! Andaikan aku kalian lukai, Ayahku akan membunuh kalian!" ancam Kiong Mi Yun. See-bun Souw Ya tertawa terbahak-bahak.

"Hai bocah, jangan kau gertak kami dengan nama besar ayahmu!" kata See-bun. "Aku tahu kau bohong, jika tak kubunuh kau kira aku takut pada ayahmu! Yang Hian, jika perlu kau bunuh!" Sebenarnya ucapan itu tidak bersungguhsungguh menyuruh dia membunuh nona Kiong. Itu cuma gertakan See-bun Souw Ya agar membuat nona Kiong jerih. Maka waktu Pouw Yang Hian menyerang, dia tidak bersungguh-sungguh. Kiong Mi Yun meladeninya dengan gerakan yang lincah luar biasa. Tiba-tiba terdengar suara robekan pakaian, ternyata pakaian Pouw Yang Hian robek oleh pedang nona Kiong. Saat itu Yu Po dengan golok berbentuk sabit sedang menyerang kaki nona Kiong. Saat siku nona Kiong berada dekat ke arah Pouw Yang Hian, dia hajar siku nona Kiong.

"Lepas!" kata Pouw Yang Hian.

Jika nona Kiong tak menghindar maka tangannya akan patah terhajar pukulan Pouw Yang Hian. Pada saat genting nona Kiong melompat menghindari serangan itu. Tebasan The Yu Po ke arah kakinya bisa dia hindari, tetapi serangan Pouw Yang Hian ke arah sikunya, sulit dihindari. Tangan si nona terserang sedikit pukulan lawan dan terasa sakit. Mau tidak mau pedang di tangan si nona terlepas juga. Dua murid See-bun Souw Ya berusaha keras akan menangkap nona Kiong untuk disandera.

"Bagaimana, kau menyerah?" kata Pouw Yang Hian.

Dia maju untuk mencengkram bahu si nona. Tapi Kiong Mi Yun gesit sekali, tak lama terdengar suara keras.

"Plok!"

Pipi Pouw Yang Hian tertampar oleh tangan Kiong Mi Yun dengan keras sekali.

Wajah Pouw Yang Hian langsung berubah merah dan bengkak.

"Bocah sial!" bentak Pouw Yang Hian. "Kau berani memukulku? Kubunuh kau!"

Nona Kiong tertawa. "Jika bisa, silakan!"

"Apa kau kira kami tak berani?" kata The Yu Po. "Awas golokku!" Dia serang nona Kiong dengan gencar hingga nona Kiong seolah terkurung di tengah goloknya. Dengan ilmu cengkramnya yang lihay, Pouw Yang Hian pun maju menyerang. Tapi karena tadi tertampar dia jadi hati-hati dan agak jerih juga. Sekarang Kiong Mi Yun yang melawan dengan tangan kosong mulai kewalahan. Melihat kekasihnya dalam bahaya, Kong-sun Po berusaha akan menolong, tapi selalu dirintangi oleh See-bun Souw Ya.

"Kau sudah hampir mati, tapi kenapa kau masih berniat menolongi dia segala?" ejek See-bun Souw Ya pada Kong- sun Po.

Tadi Kong-sun Po bertarung dengan mati-matian, hingga tenaganya terkuras. Melihat Kong-sun Po sudah mandi keringat, See-bun girang sekali.

"Ayo kau keluarkan ilmu Hua-hiat-tomu!" ejek See-bun.

Saat See-bun Siuw Ya menyerang, Kong-sun Po menyambut serangan itu. Kedua tangan mereka beradu keras. Tiba-tiba Kong-sun Po tersentak mundur, wajahnya pucatpasi. Saat Kong-sun Po terdorong tenaga pukulan lawan, dia kelihatan limbung dan berjalan sempoyongan seperti orang mabuk.

"Mau lari ke mana kau?" kata See-bun Souw Ya.

Jika saat itu See-bun Souw Ya melancarkan serangan, maka tamatlah Kong-sun Po. Tapi tiba-tiba terdengar suara suitan nyaring hingga See-bun Souw Ya terperanjat dia menghentikan serangannya. Dengan demikian Kong-sun  Po mampu menghindari pukulannya. Sebelum suara suitan itu lenyap, muncul seorang tua berpakaian hijau di tengah gelanggang pertarungan. Kiong Mi Yun mengenalinya.

"Paman Wan!" teriak nona Kiong. "Tolongi kami, si Iblis Tua menyulitkan kami!" kata Kiong Mi Yun. Orang itu memang Wan Ceng Liong, ayah nona Wan Say Eng.

"Jangan takut!" kata Wan Ceng Liong. "Katakan saja harus kuapakan Iblis Tua ini?"

"Paksa agar mereka berlutut di depanku," kata nona Kiong.

"Baik, itu tidak sulit!" kata Wan Ceng Liong.

Kedua tangan Wan Ceng Liong bergerak, dalam sekejap mata Pouw Yang Hian dan The Yu Po berhasil dia cengkram dengan keras. Kemudian tubuh mereka dibanting ke depan nona Kiong. Mau tak mau tanpa sengaja mereka berlutut di depan nona Kiong sambil menahan sakit.

Melihat dua muridnya berhasil dibekuk dengan mudah, See-bun Souw Ya terperanjat.

Kiong Mi Yun menunjuk ke arahnya.

"Paman Wan, bangsat tua ini membiarkan kedua muridnya mengacau di tempat ini. Kalau bisa aku ingin agar dia berlutut di depanku!" kata Kiong Mi Yun pada Wan Ceng Liong.

"Menyuruh dia berlutut rasanya tidak mudah, mungkin lebih mudah membunuhnya," jawab Wan Ceng Liong.

"Kalau begitu bunuh saja dia!" kata nona Kiong.

"Tak perlu buru-buru, sekalipun aku sengaja datang untuk menghadapinya," kata Wan Ceng Liong.

Di tempat lain Kong-sun Po muntah darah segar. Karena tak tahan dia terjatuh dan duduk di lantai. Melihat keadaan luka Kong-sun Po tersebut, Wan Ceng Liong tertawa dingin. "Ternyata benar ilmu racun keluarga Suang ada di tanganmu!" kata Wan Ceng Liong. "Tapi sayang kau mempelajarinya belum sempurna!"

"Kita tidak bermusuhan, kenapa kau ikut campur dalam masalahku?" kata See-bun Souw Ya.

"Ucapanmu salah, siapa bilang masalah ini tidak ada hubungannya denganku? Pertama karena nona Kiong keponakanku yang baik, kedua aku telah berjanji menolong seseorang untuk mengambilkan sebuah benda darimu. Maka mau tak mau aku harus menepati janjiku!" kata Wan Ceng Liong.

"Siapa yang meminta bantuan padamu?" kata See-bun. "Dalam soal ini kau tak perlu tahu!" jawab Wan Ceng

Liong.

Jawaban itu membuat See-bun Souw Ya kurang senang. "Kau benar di kalangan Kang-ouw musuhku memang

banyak," kata See-bun Souw Ya. "Sebaiknya aku tak perlu tahu. Jika kau diminta bantuan untuk mengambil kepalaku, silakan jika bisa!" kata See-bun Souw Ya.

Dia mengira Wan Ceng Liong disuruh mengambil kepalanya.

"Yang akan kuambil darimu bukan kepalamu!" jawab Wan Ceng Liong. "Tetapi sebuah barang berharga. Jika kau tidak mau menyerahkannya, terpaksa aku membunuhmu!"

"Maksudmu barang apa?" tanya See-bun Souw Ya. "Kitab Racun milik keluarga Suang!" kata Wan Ceng

Liong.

Bukan main marahnya See-bun saat mendengar Wan Ceng Liong ingin meminta Kitab Racun itu. "Baik jika bisa, kau ambil Kitab Racun itu, kalau perlu kedua-duanya kitab dan kepalaku!" kata See-bun Souw Ya.

"Baik, dengan demikian aku bisa mengetahui berapa tinggi kepandaianmu!" kata Wan Ceng Liong.

Baru saja Wan Ceng Liong menghentikan bicaranya, See-bun Souw Ya langsung menyerang. Dia gunakan jurus "Pengpok-kiu-thian" atau "Rajawali menyambar dari langit", maka dihantamnya kepala Wan Ceng Liong dengan keras.

"Hm! Bagus!" kata Wan Ceng Liong.

Dia menunduk sambil berkelit, alu sambil memutarkan telapak tangannya dia membalas menyerang. Sedikitpun See-bun tidak menyangka kalau Wan Ceng Liong berani menyambut serangannya. Jika kedua tangan mereka berbenturan, maka celakalah keduanya. See-bun berpikir jika serangan pertamanya gagal, dia tak sanggup mengalahkan lawan, dia akan kabur.

Buru-buru dia hindari bentrokan tangannya. Kemudian dengan cara berakrobatik, dia berhasil menghindari serangan Wan Ceng Liong dengan gerakan yang indah.

Wan Ceng Liong memuji kecerdikan dan kelincahan lawannya. Dia juga bersyukurkarena lawan tidak berani menga-du tangan. Karena itu dia jadi ragu, apakah dia mampu mengalahkan See-bun? Di tempat lain Kong-sun Po sedang duduk di lantai, mulutnya mengeluarkan darah. Melihat hal itu Kiong Mi Yun menghampirinya.

"Bagaimana keadaanmu, Toa-ko?" tanya si nona

"Tak apa-apa, aku butuh sebuah kamar untuk memulihkan tenagaku," jawab Kong-sun Po.

Chu Tay Peng mendengar kata-kata anak muda itu. "Nona Kiong, ajak Kong-sun Siauwhiap ke belakang bersamaku!" kata Chu Tay Peng.

Dia baru saja mengantarkan Ang Kin ke tempat yang aman.

Melihat kedua muda-mudi itu ikut Chu Tay Peng pergi, See-bun yang melihatnya langsung melompat ke arah mereka. Tapi dengan tak kalah gesitnya, Wan Ceng Liong melompat hendak merintanginya. Wan Ceng Liong menghalangi See-bun karena takut dua muda-mudi itu dicelakai oleh See-bun.

"Hm! Masih ada aku di sini, jangan main gila!" bentak Wan Ceng Liong.

Dengan cepat Kiong Mi Yun membawa Kong-sun Po masuk ke sebuah kamar. Rupanya karena See-bun tak yakin bisa meladeni Wan Ceng Liong, dia hendak menangkap Kong-sun Po dan Mi Yun yang akan dijadikan sandera. Tapi usahanya itu gagal karena dihalangi oleh Wan Ceng Liong.

"Baik, sekarang kita adu jiwa saja!" bentak See-bun Souw Ya.

"Itu yang kumau!" jawab Wan Ceng Liong.

See-bun mementang kedua tangannya, yang kanan berwarna merah darah yang kiri hitam legam. Itu adalah jurus Hua-hiat-to dan Hu-kut-ciang yang lihay. Melihat hal itu Wan Ceng Liong tak berani menyambut serangan itu. Saat Wan Ceng Liong bersiap menyambut serangan lawan, tiba-tiba terdengar suara jeritan. Ternyata See-bun Souw Ya berhasil menerkam Ie Kun salah satu rekan Chu Tay Peng.

Ie Kun kaget, maka itu dia menjerit minta tolong. Tubuhnya terkena racun yang lihay sekali. Tiba-tiba See- bun Souw Ya yang kejam melemparkan tubuh Ie Kun ke arah Wan Ceng Liong. Tahu tubuh yang dilemparkan itu beracun, Wan Ceng Liong tak berani menyambutnya. Terpaksa dia gunakan kakinya menendang kembali tubuh Ie Kun ke arah See-bun Souw Ya. Ie Kun pun seketika itu binasa.

Memang di antara kawan-kawannya, Ie Kun sangat pengecut. Dia akhirnya binasa mengenaskan. Saat Wan Ceng Liong sibuk menendang tubuh Ie Kun, See-bun Souw Ya menggunakan kesempatan itu untuk kabur sambil tertawa terbahak-bahak.

"Hai, bangsat! Tak mudah kau lari begitu saja dari tanganku!" bentak Wan Ceng Liong yang segera mengejarnya.

Kejar-mengejar pun terjadi mereka menggunakan gin- kang yang tinggi. Dalam sejejap belasan li sudah mereka lalui. Ketika itu See-bun yang sudah sampai di sebuah hutan, langsung masuk ke dalam hutan.

"Ceng Liong, kejar aku kalau berani!" teriak See-bun.

Sebenarnya ada pantangan yang sangat keras untuk seorang jago persilatan memasuki hutan yang tak dikenalnya. Maka itu Wan Ceng Liong ragu untuk terus mengejar lawannya. Tapi dia pikir jika tidak dikejar, kapan lagi dia bisa bertemu dengan si Iblis Tua yang ganas itu? Dia pikir bagaimana dia bisa segera memenuhi permintaan Kiong Cauw Bun untuk mengambil Kitab Racun itu? Maka itu tanpa pikir panjang Wan Ceng Liong masuk meneruskan pengejarannya.

"Mana Kok-su itu, katanya dia akan datang? Jika dia tak segera tiba, aku bisa celaka di tangan Wan Ceng Liong yang ternyata lihay sekali!" pikir See-bun Souw Ya. Saat itu sayup-sayup See-bun mendengar teriakan seseorang.

"Benarkah kau saudara Wan? Siapa yang sedang kau kejar?" kata suara itu.

"Bukankah kau Saudara Kiong? Aku sedang mengejar "Penggali dan pencuri kuburan"!" jawab Wan Ceng Liong yang terus berlari mengejar lawannya.

Sungguh malang dan sial See-bun saat itu, "sudah jatuh tertimpa tangga pula". Belum selesai urusan dengan Wan Ceng Liong, kini muncul Kiong Cauw Bun.  Dalam keadaan ketakutan See-bun yang cerdik sudah berhasil memecahkan teka-teki itu, "Kenapa Wan Ceng Liong meminta kitab itu?"

Jelas dia diminta bantuannya oleh Kiong Cauw Bun! Begitu yang ada di benak See-bun saat itu. Diam-diam dia mencoba mengadu siasat dengan lawan. Orang she Wan menuduhnya sebagai 'penggali kubur', memang Kitab Racun" itu. Karena See-bun mendapatkannya dengan menggali kuburan Kong-sun Khie almarhum.

"Kebetulan," kata Kiong Cauw Bun. ”See-bun Souw Ya, ternyata kita bertemu di sini! Kau curi kitab itu dari  kuburan sahabat baikku. Aku dengar kau sudah lihay, mari kita coba bertarung!"

Bukan main kagetnya See-bun, sebab melawan Wan Ceng Liong saja dia sudah kewalahan, sekarang dia ketemu dengan Kiong Cauw Bun. Dari belakang dia dikejar Wan Ceng Liong, dari depan dihadang oleh Kiong Cauw Bun.

"See-bun, berhenti dan serahkan kitab itu padaku!" kata Kiong Cauw Bun.

See-bun Souw Ya ketakutan sekali. Tiba-tiba dia punya ide dan berteriak nyaring. "Saudara Wan, apalagi yang kau inginkan? Kitab Racun sudah kuserahkan padamu!" kata See-bun. "Kenapa kau masih terus mengejarku? Saudara Kiong, kita tidak bermusuhan, buat apa kau menghadangku?"

Kiong Cauw Bun mengetahui kalau See-bun bersekongkol dengan orang-orang Mongol, Chu Kiu Sek dan Hak-su Mongol. Jika dia membunuh See-bun pun cuma akan mendatangkan kesulitan. Dalam keadaan ragu dia mendengar ucapan licik See-bun Souw Ya.

Maka itu dia sedikit curiga.

"Apa benar begitu Saudara Wan?" kata Kiong Cauw Bun.

Dengan sangat marah Wan Ceng Liong membantah. "Bohong! Jangan dengarkan ocehan busuknya! Dia ingin

mengadu  domba  antara  aku  dan  kau!"  kata  Wan  Ceng

Liong. "Kau jangan percaya padanya!"

"Jika kau tidak percaya padaku, maka kitab itu akan menjadi milik dia!" kata See-bun dengan licik.

Kiong Cauw Bun dan Ceng Liong memang bukan sahabat sejati. Tapi karena masih ragu dia tidak berani menuduh Wan Ceng Liong curang.

"Saudara Kiong, jika persoalannya ingin jekas kita bekuk dulu dia. Nanti semuanya akan jadi jelas sekali!" kata Wan Ceng Liong.

Karena Kiong Cauw Bun berpikir ucapan Wan Ceng Liong masuk akal, dia berseru pada kawannya itu.

"Baik, kita tangkap dulu dia! Sesudah itu geledah tubuhnya, maka persoalannya akan jelas!" kata Kiong Cauw Bun. Siasat See-bun hanya mempan sebentar, sekarang kedua jago itu mengejarnya lagi.

See-bun berhasil lari ke lain arah, maka itu Wan Ceng Liong dan Kiong Cauw Bun terus mengejarnya bersama- sama. Di suatu tempat See-bun melihat dan mendengar ada seorang paderi Budda yang berseru.

"Omi-to-hud! Buddha Maha Pengasih!" katanya.

Bukan main girangnya See-bun sesudah mengenali paderi Buddha itu. Paderi itu memberi tanda pada See-bun.

"Toa hwee-shio tolongi aku, mereka ingin membunuhku!" kata See-bun Souw Ya.

"Omi-to-hud! Buddha Maha Penyayang!" katanya lagi. "Buddha Melarang orang saling membunuh! Kau pergi, biar akan kumintakan ampun bagimu!" kata hwee-shio itu.

Sesudah See-bun pergi, kedua pengejarnya tiba. Namun, mereka tak bisa terus mengejar karena terhalang jalannya oleh hwee-shio itu.

"Hwee-shio, lekas menepi! Beri kami jalan!" bentak Kiong Cauw Bun.

"Omi-to-dud! Selama ini pin-ceng (hamba) selalu bertindak adil dan welas asih. Pertemuan kita ini sudah takdir. Jika si-cu bersedia mengampuninya, sungguh berkat besar. Hapuslah permusuhan kalian!" kata si hwee-shio.

Dia tetap berusaha menghalangi kedua pengejar itu. "Gila, minggir!" bentak Kiong Cauw Bun gusar.

Dari tingkah-lakunya Kiong Cauw Bun mengerti hweeshio ini bukan sembarangan. "Omi-to-hud!" puji hweeshio itu. "Sabar, kenapa kau kurang sabar? Nafsu membunuhmu sungguh besar”.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar