Beng Ciang Hong In Lok Jilid 29

 
Wan Say Eng kaget karena dia tahu bagaimana orang yang dikurung di goa pulau itu akan menderita.

"Paman Kiong, aku sudah berjanji akan memberi keterangan dengan jujur, asal kau tidak menyiksa dia!" kata nona Wan.

"Oh, jadi kau ingin berunding dan tawar-menawar denganku?" kata Kiong Cauw Bun. "Baiklah, aku akan sedikit menurunkan tawaranku!"

Merasa terdesak Wan Ceng Liong langsung bicara. "Saudara Kiong, kalau begitu apa maumu, lekas

katakan!" kata Wan Ceng Liong.

"Katakan dulu, kenapa kau mati-matian ingin membela bocah ini?" kata Kiong Cauw Bun.

"Dia calon menantuku, bukankah tadi sudah kukatakan padamu?"

"Benarkah begitu?"

"Kenapa aku harus berbohong?" kata Wan Ceng Liong. "Bukankah orang ini yang menggunakan nama palsu Ciu

Chu Kang, padahal dia bernama Kong-sun Po?" kata Cauw Bun. Dulu dia bersama Kong-sun Po saat bertemu dengan Kiong Cauw Bun, supaya bebas dari gangguan Kiong Cauw Bun, nona Wan memang pernah mengaku bertunangan dengan Kong-sun Po yang menggunakan nama palsu Ciu Chu Kang. Sekarang Wan Say Eng terkejut ketika ingat hal itu, dia berpikir kini saatnya dia harus berterus-terang.

"Mungkin dia sudah tahu aku berniat merebut calon menantunya," pikir Wan Ceng Liong yang kaget bukan main. "Untung pemuda yang dicintai anakku bukan calon menantunya, tapi pemuda she Ci ini! Dengan demikian aku jadi enak bicara dengannya. Aku bisa menyangkal jika dia menuduhku!"

"Saudara Kiong kau jangan bicara sembarangan, puteriku sudah mengikat janji dengannya dan tak lama lagi mereka akan menikah!" kata Wan Ceng Liong.

"Benarkah begitu? Baik, tapi aku harus mendengar sendiri dari Ci Kong-cu baru aku percaya!" kata Kiong Cauw Bun.

Kemudian dia membuka totokan di tubuh Ci Giok Phang. Sesudah pemuda itu sadar dia langsung bertanya.

"Saudara Ci, apa hubunganmu dengan Wan Ceng Liong?" kata Kiong Cauw Bun.

Sebenarnya sudah sejak tadi Ci Giok Phang bisa membebaskan totokan orang tua itu, tapi ini tak diketahui oleh Kong Cauw Bun. Tidak heran kalau dia sudah tahu apa yang sedang mereka bicarakan.

"Ayah nona Wan sudah kelelahan karena lama bertarung," pikir Ci Giok Phang. "Maka tidak mungkin ayah nona Wan akan sanggup melawan Kiong Cauw Bun. Sedang Kiong Cauw Bun salah sangka, aku dikira menantunya. Lebih baik aku mengakuinya saja!" Begitu bangun Ci Giok Phang langsung lari ke arah Wan Ceng Liong sambil berseru.

”Gak-hu (Mertua), tolong aku!" kata Ci Giok Phang. Ucapan itu membuat wajah nona Wan berubah merah, namun hatinya girang bukan kepalang.

"Nah, apa aku bohong?" kata Wan Ceng Liong. "Baiklah, tapi apakah kau sanggup mengerjakan

urusanku?" kata Kiong Cauw Bun.

"Katakan saja," kata Wan Ceng Liong. "Tunggu, aku akan bertanya dulu pada puterimu," kata dia. "Nona Wan, benarkah pemuda yang bersamamu dulu itu Kong-sun Po?"

"Benar, jika Paman Kiong sudah tahu kenapa bertanya lagi?"

"Kenapa waktu itu kau membohongiku?"

"Aku berbohong demi kebaikan Paman," kata nona Wan.

"Maksudmu?"

"Ketahuilah oleh Paman, Enci Kiong sudah bertemu dengan Kong-sun Po, mereka sudah saling mengaku sebagai calon suami isteri," kata nona Wan. "Malah mengenai Paman akan menyusahkan menantumu itu, hal itu pun sudah diketahui oleh Enci Kiong! Maka itu kusarankan pada Paman, sebaiknya Paman mengurus kepentingan puterimu itu."

"Hm! Kau jangan ikut campur urusanku," kata Kiong Cauw Bun. "Sekarang katakan, ke mana mereka?"

"Mereka pergi ke Kim-kee-leng!" kata nona Wan. "Kiranya benar mereka bergabung dengan musuhku!"

pikir Kiong Cauw Bun. Sesudah Kiong Cauw Bun mengetahui pemuda itu Kong-sun Po, maka dia berharap agar bisa mengambil Kong-sun Po sebagai menantunya.

"Apa Paman ada pertanyaan lain?" kata nona Wan. "Sekarang kitab racun keluarga Suang ada di tangan siapa?" kata Kiong Cauw Bun.

"Di tangan See-bun Souw Ya," kata nona Wan.

"Kenapa kitab itu tidak diwariskan pada Kong-sun Po?" kata

Kiong Cauw Bun.

"Maaf Paman soal ini aku tidak tahu!" jawan nona Wan. "Dari mana kau tahu kitab itu ada di tangan See-bun?" "Luka yang diderita olehnya." kata nona Wan sambil

menunjuk ke arah Ci Giok Phang, "terkena pukulan Hua-hiatto. Saat dia terluka oleh Paman, lukanya hampir sembuh. Tapi dia dilukai lagi oleh The Yu Po, murid See- bun Souw Ya!"

"Benarkah begitu?" kata Kiong Cauw Bun yang langsung melompat dan mencengkram Ci Giok Phang.

"Lepaskan dia!" bentak Wan Ceng Liong.

Sambil membentak Wan Ceng Liong menyerang, tapi serangan itu ditangkis oleh Kiong Cauw Bun, hingga dia mundur dua langkah. Keduanya sadar sama-sama kuat. Maka itu Wan Ceng Liong berkata.

"Hm! Kau hendak membawa menantuku yang sedang terluka parah? Baik aku akan adu jiwa denganmu!" kata Wan Ceng Liong. Ucapan Wan Ceng Liong bukan hanya gertakan, jika dia bertarung mati-matian dan nekat, jiwa Kiong Cauw Bun pun bisa terancam bahaya. Kiong Cauw Bun lalu berkata manis.

"Saudara Wan kau salah sangka!" kata dia yang langsung memeriksa nadi Ci Giok Phang. Dia merasakan ada hawa panas berbalik ke arahnya.

"Benar, dia terluka oleh Hua-hiat-to" kata Kiong Cauw Bun sambil melepaskan tubuh Ci Giok Phang.

"Nah, dia kukembalikan padamu. Tapi kau tetap harus memegang janjimu tadi!" kata Kiong Cauw Bun.

"Tentu, sejak kapan orang she Wan menjilat ludahnya kembali?" kata Wan Ceng Liong. "Kau ingin aku berbuat apa, aku siap melaksanakannya."

"Bagus! Tapi batas waktunya harus ditentukan!" kata Kiong Cauw Bun.

"Katakan saja, masalah apa?"

"Dalam waktu yang aku tentukan, kau harus bisa merebut kitab racun itu dari tangan See-bun Souw Ya," kata Cauw Bun.

Mendengar keterangan itu Wan Ceng Liong berpikir. "See-bun Souw Ya lihay, apalagi dia bergabung dengan

Chu  Kiu  Sek.  Aku  benar-benar  harus  menghadapi lawan

berat! Tapi aku sudah berjanji menyanggupi tugas itu, jika tidak aku akan kehilangan pamor!" pikir Wan Ceng Liong.

Melihat Wan Ceng Liong agak ragu, Kiong Cauw Bun langsung berkata lagi.

"Ilmu silatmu lihay, masakan kau takut pada mereka?" kata Kiong Cauw Bun. "Jangan kau panas-panasi aku, pasti akan aku laksanakan. Hanya jika waktunya cuma setahun, aku keberatan!" kata Ceng Liong.

"Baik, kutetapkan dua tahun, bagaimana?" kata Kiong Cauw Bun. "Nah, dua tahun kemudian aku akan datang lagi ke tempat ini. Sekarang aku mohon diri!"

Sesudah Kiong Cauw Bun pergi nona Wan berkata pada ayahnya.

"Tugas Ayah sangat berat. See-bun Souw Ya sekarang kepercayaan Khan Agung dari Mongol!" kata nona Wan.

"Tapi apa yang sudah kujanjikan harus aku selesaikan, asal aku tetap sehat saja." kata Wan Ceng Liong.

"Sekarang Ayah harus mengobati Ci Toa-ko," kata nona Wan.

Wan Ceng Liong memeriksa nadi Ci Giok Phang. Sejak masih muda pemuda ini berlatih Siauw-yang-sin-kang, jadi keadaannya tidak mengkhawatirkan.

"Dia kuat dan mudah kuobati, paling lama sebulan dia akan pulih!" kata Wan Ceng Liong.

"Terima kasih To-cu," kata Giok Phang. "Kalian berdua sangat baik padaku, entah bagaimana aku harus berterima kasih pada kalian?"

"Kita telah menjadi keluarga, kau jangan sungkan lagi," kata Wan Ceng Liong. "Sekarang juga kau akan kuobati, kelak mungkin aku akan minta bantuanmu!"

"Bila To ... Eh Gak-hu (Ayah Mertua) memerlukan bantuan, aku siap sekalipun harus terjun ke lautan api!" kata Ci Giok Phang.

"Bagus, ini baru namanya orang sendiri," kata Wan Ceng Liong. Wan Ceng Liong berpikir, "Jika aku bisa diajari Iwee- kang aliran lurus, maka bahaya terserang Cauw-hwee-jip- mo tidak akan terjadi."

Tidak lama muncullah semua anak buah Wan Ceng Liong dari persembunyiannya. Mereka langsung mengangkat tubuh Ci Giok Phang untuk dibawa ke dalam rumah.

"Sudah jangan ganggu dia, biar aku yang merawatnya," kata nona Wan.

"Benar, siapkan kamar untuknya," kata Wan Ceng Liong pada pegawainya itu.

Sekarang Ci Giok Phang dipapah oleh nona Wan. Jarak dari lapangan itu ke rumah Wan Ceng Liong cukup jauh. Saat berjalan nona Wan berkata perlahan pada Ci Giok Phang.

"Ci Toa-ko, kau tidak marah padaku, kan?" kata nona Wan.

"Aku harus berterima kasih padamu, kenapa aku harus marah?" kata pemuda ini.

"Tadi Ayahku salah sangka... Dia mengira kita sudah... Aah aku terpaksa mengakuinya. Aku kira perbuatanku itu tidak pantas, apa kau tidak marah padaku?" menjelaskan nona Wan.

"Oh, itu yang kau maksudkan. Dalam hal itu akulah yang mungkin kurang pantas, entah bagaimana pendapatmu?" kata Ci Giok Phang yang mukanya langsung merah.

"Ci Toa-ko, kau jangan tertawakan aku tidak tahu malu. Ini kulakukan demi kau, jika Ayahku tahu kita tidak ada hubungan    dan    membohonginya,    mungkin    dia   akan mencelakaimu dan mengusirmu. Maka untuk sementara kita harus pura-pura sebagai calon suami isteri." kata Wan Say Eng.

Saat Ci Giok Phang melirik, dia lihat mata nona Wan basah oleh air mata. Tapi nona ini sangat cantik di matanya. Ternyata nona Wan pun sedang melirik ke arah Ci Giok Phang. Dia sedang menunggu jawaban pemuda itu. Melihat hal itu Ci giok Phang yang jujur dan berperasaan halus jadi terharu.

"Nona Wan, kau begitu baik kepadaku. Mungkin seumur hidupku pun aku sulit membalas kebaikanmu itu. Jika kau tidak....ah tidak....kita..."

"Kita kenapa?" tanya nona Wan perlahan.

"Biarlah kita...aah.... kita menjadi suami-isteri!" kata Giok Phang dengan suara perlahan.

"Oh, apakah kau tidak akan menyesal, Ci toa-ko?" kata nona Wan dengan wajah merah.

"Tidak! Malah aku yang khawatir aku tidak cocok menjadi suamimu." kata Giok Phang yang langsung merangkul tubuh nona itu tanpa sadar.

"Jangan," bisik nona Wan. "Nanti kita ditertawakan oleh para pelayan, nanti malam aku akan menemuimu!" kata nona Wan.

Ci Giok Phang sudah dibawa masuk tak lama mereka sudah menuju ke sebuah kamar. Kepada para pelayan nona Wan meminta agar merawat Ci giok Phang. Sesudah itu nona Wan meninggalkannya.

Sepeninggal Wan Say Eng yang pergi ke kamarnya. Ci Giok Phang melamun. "Mimpi pun aku tidak pernah bisa mengalami kejadian seperti hari ini," pikir pemuda ini. "Sungguh aku tidak menyesal."

Tiba-tiba bayangan Han Pwee Eng terbayang di depan matanya.

"Aah, Pwee Eng sekarang sudah rukun lagi dengan Kok Siauw Hong, mereka sejak kecil sudah bertunangan. Tidak pantas aku memikirkan dia!" pikir Ci Giok Phang. "Tapi entah bagaimana dengan nasib adikku. Aku kira Say Eng tidak membohongiku, dia pergi bersama Seng Liong Sen ke Kanglam. Ini di luar dugaanku, semoga dia tidak tertipu!"

Bukan hanya Ci Giok Phang yang mengkhawatirkan keselamatan Ci Giok Hian, tapi di Kim-kee-leng pun Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng juga sedang memikirkan nasib Ci Giok Hian ini.

Kedua muda-mudi ini tampak agak kikuk setiba mereka di Kim-kee-leng ini. Di sini sudah berkumpul para jago kalangan Kang-ouw. Di antara mereka pun ada beberapa orang yang pernah menyerbu ke Pek-hoa-kok. Di tempat ini pun ada dua pelayan tua Han Pwee Eng yaitu Liok Hong dan Lui Piauw, si Golok Emas yang pernah bertarung dengan Kok Siauw Hong. Mula-mula mereka heran melihat kedatangan kedua anak muda itu, tapi kemudian mereka gembira juga. Sambil tertawa riang Lui Piauw berkata.

"Ah, kalian sudah rukun lagi. Aku senang, apa yang terjadi dulu anggap saja tidak ada!" kata Lui Piauw.

"Paman Lui, kau jangan salah paham," kata Han Pwee Eng.

"Salah paham bagaimana?" kata Lui Piauw. "Bisa insaf pada kesalahan sendiri, itu sikap terpuji! Kok Siauw-hiap bersedia kembali, itu sangat bijaksana sekali, salah paham bagaimana?"

"Bukan itu maksudku, Paman Lui!" "Lalu apa maksudmu?"

Kok Siauw Hong telah menyenggol nona Han, dengan demikian Pwee Eng tidak langsung menjawab. Nona Han pun berpikir jika saat itu masalah itu dibicarakan, dia khawatir akan menyinggung perasaan Kok Siauw Hong. Sesudah berpikir sejenak Han Pwee Eng mulai bicara.

"Paman Lui, masalah dulu jangan kita ungkat-ungkat lagi. Sedang nasib Ayahku entah bagaimana belum kita ketahui? Kedatangan kami ini untuk minta bantuan pada Liu Li-hiap." kata Han Pwee Eng.

"Apa, aah! Kepandaian ayahmu sangat tinggi. Bagaimana dia bisa mengalami hal yang tidak terduga?" kata Lui Piauw.

"Ceritanya panjang, akan kujelaskan nanti sesudah kami bertemu dengan Liu Li-hiap," kata nona Han.

Kedatangan Han Pwee Eng sangat menyenangkan hati Hong-lay-mo-li Liu Ceng Yauw. Dia juga sudah mendengar tentang kegagahan Kok Siauw Hong yang dia dengar bakal jadi suami nona Han. Maka dia berjanji pada nona Han akan membantu mencari kabar tentang ayah nona Han.

Suami Liu Li-hiap sedang pergi ke Ki-lian-san bersama Bulim-thian-kiauw, maka dia mengajak Pwee Eng tidur sekamar dengannya. Dari Liu Li-hiap nona Han banyak mendapat berbagai petunjuk.

Suatu hari setelah berlatih silat Hong-lay-mo-li bertanya pada nona Han. "Aku dengar ilmu silat Seng Cap-si Kouw sangat aneh dan luar biasa lihaynya, kau pernah menyaksikan sendiri. Apa benar begitu?" kata Hong-lay-mo-li.

"Mana bisa sungai dibanding dengan lautan, dan bukit dengan sebuah gunung," kata nona Han sambil tersenyum.

"Aku memang pernah kaget menyaksikan kepandaiannya itu, tetapi sekarang tidak lagi!"

Dia berkata begitu membandingkan Seng Cap-si Kouw sebagai sungai dan bukit, sedang Hong-lay-mo-li dia samakan dengan lautan. Mendengar pujian itu Hong-lay- mo-li agak tersipu.

"Aah, kau terlalu memujiku," kata Hong-lay-mo-li

"Aku dengar dia punya keponakan dan pernah ke sini?" kata Han Pwee Eng.

"Maksudmu Seng Liong Sen? Aku sedang memikirkan tentang dia, apa kau pernah bertemu dengannya?"

"Tidak. Aku dengar dia murid Bun Yat Hoan di Kang- lam." Kata nona Han.

"Benar, dia datang atas perintah gurunya untuk berunding menghadapi bangsa Mongol. Sedang Seng Cap-si Kouw aku tidak tahu jelas, apakah dia itu orang baik atau orang jahat? Tapi Seng Liong Sen murid aliran lurus. Yang aku tidak tahu, apakah dia terpengaruh oleh bibinya atau tidak? Maka itu aku tidak terlalu mempercayainya." Kata Liu Ceng Yauw.

"Jika Bun Tay-hiap menjadikan dia muridnya, pasti bisa dipercaya," kata nona Han.

Nona Han teringat pada Ci Giok Hian, dia pikir pilihan nona Ci itu tepat. "Baru-baru ini aku dengar tentara Mongol yang menyerang Kerajaan Kim telah menghentikan serangannya. Tapi aku dengar pasukan istimewa Mongol malah menyerang ke Siamsay dan Su-coan yang termasuk wlayah Song. Thio Soan, panglima kota Kay-ciu tewas. Sedang bajak di sungai Tiangkang bernama Su Thian Tek, malah bergabung dengan pihak Mongol. Dengan demikian keadaan Kang-lam jadi gawat. Maka itu aku berpikir akan mengirim utusan ke Kang-lam mengadakan kontak dengan Bun Tay-hiap!" kata Liu Ceng Yauw.

"Apa sudah dipilih orang yang akan ke sana?"kata nona Han.

"Belum. Karena aku belum mendapatkan calon yang cocok untuk tugas itu," kata Liu Ceng Yauw.

Sesudah itu pembicaraan tidak dilanjutkan, padahal Pwee Eng ingin mengajukan sebuah usul.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Di luar, Kok Siauw Hong sedang berjalan hilir-mudik. Dia kelihatan sedang kesepian. Dia duduk di bawah sebuah pohon sambil melamun.

Kok Siauw Hong seorang pemuda yang tidak cepat bisa melupakan Ci Giok Hian, karena mereka pernah akrab. Sekalipun dia tahu nona Ci sudah terpikat oleh pemuda lain, namun cintanya pada nona Ci tidak mudah dilupakan.

Sedang hubungannya dengan Han Pwee Eng penuh dengan pengalaman pahit. Saat dia sudah bergaul dekat baru dia menghormati dan jatuh cinta pada nona ini. Maka dia berpikir akan melanjutkan perjodohannya itu. Ide ini muncul karena dia ingin "menebus dosa" karena dia pernah menyianyiakannya. Apakah dia sudah beralih cinta dari Ci Giok  Hian  ke  Han  Pwee  Eng,  dia  tidak  bisa menjawab pertanyaan itu. Apalagi saat dia merasakan sikap nona Han yang panas dingin, terkadang mesra tiba-tiba berubah jadi dingin sekali. Hal itulah yang membuat dia murung.

Saat dia sedang melamun dan bingung, tiba-tiba dia mendengar ada orang memanggilnya. Saat dia menoleh ternyata yang memanggilnya itu Han Pwee Eng.

"Kok Toa-ko, kau sedang melamun, ya? Apa yang sedang kau pikirkan?" kata nona Han.

Wajah Kok Siauw Hong berubah merah.

"Tidak! Tidak ada yang aku sedang aku pikirkan," kata Kok Siauw Hong.

"Kau tidak sedang memikirkan apa-apa, tapi aku malah sedang memikirkan sesuatu," kata nona Han.

"Memikirkan soal apa?" tanya pemuda itu.

"Aku sedang memikirkan keadaan Ci Giok Hian," kata si nona.

"Aneh, tanpa sebab kau memikirkan dia?"

"Jujur saja, Kok Toa-ko apa kau tak ingin bertemu dengannya?" kata Han Pwee Eng.

Sambil mengelah napas Kok Siauw Hong menjawab. "Semua telah lewat dan telah berubah! Untuk apa ku ingatingat lagi? Dia kira aku sudah mati, jika kucari dan bertemu dengannya, malah akan menyulitkan dia!" kata Kok Siauw Hong.

"Khabar dari orang lain belum tentu benar, Kok Toa-ko," kata nona Han dengan tulus. "Sebelum kau bertemu dengannya, mana bisa jelas masalahnya?"

Kok Siauw Hong heran, dia tidak tahu maksud nona Han. "Sebenarnya aku ingin bertemu dengannya, tapi sekarang belum saatnya!" kata pemuda itu dengan jujur.

"Aku kira malah sekarang sangat tepat," kata Han Pwee Eng. "Justru karena dia mengira kau telah meninggal, maka kau harus selekasnya menemuinya. Jika... Aah kau seorang yang cerdas, tidak perlu aku yang mengatakannya pasti kau sudah paham."

Kok Siauw Hong mengerti maksud Han Pwee Eng. Jika Giok Hian masih mencintainya, kedatangan Siauw Hong menemuinya akan menjelaskan misteri yang selama ini meliputi masalah rumit itu. Sebaliknya, jika Ci Giok Hian sudah tidak mencintainya, setelah dia bertemu nanti, semuanya akan jadi jelas sekali! Sedangkan Kok Siauw Hong pun berpikir, mengenai usul nona Han ini, dia tak tahu apa maksudnya. Misalnya jika semua telah jelas, dan Ci Giok Hian sudah tidak mencintainya, apakah gadis itu akan mau menikah dengannya?

Saat itu jantung Kok Siauw Hong berdebar-debar. Dia berpaling ke arah nona Han.

"Kau berpikir begitu, namun..." sebelum kata-kata Kok Siauw Hong selesai nona Han sudah langsung memotong.

"Maksudmu, karena urusan pribadi, kau tidak boleh meninggalkan urusan negara, begitu?" kata Han Pwee Eng. "Baiklah, akan aku jelaskan padamu. Justru urusan ini menyangkut urusan negara!"

"Bagaimana kau katakan ini urusan negara?" kata Siauw Hong.

"Saat ini Liu Beng-cu sedang mencari orang yang akan dia utus ke Kang-lam," kata Han Pwee Eng. Sesudah itu nona Han menerangkan apa yang dia bicarakan dengan Liu Ceng Yauw tadi saat mereka selesai berlatih silat.

"Karena masalahnya sangat penting, aku kira kau orang yang paling tepat menjadi utusan beliau," menambahkan Han Pwee Eng. "Sebaliknya, jika kau tidak mau ke Kang- lam karena tidak berani bertemu dengan Ci Giok Hian, aku kira kau hanya mementingkan urusan pribadi saja!"

"Jangan kau panas-panasi hatiku, usulmu itu akan kupikirkan dulu!" kata Kok Siauw Hong.

"Pikirkan olehmu, jika kau ke Kang-lam, maka kau akan bertemu dengan Enci Giok Hian, kau jangan ragu-ragu, kau terima saja tugas itu!" kata nona Han.

"Benar, kau anggap aku orang yang tepat jadi utusan, tapi entah Liu Li-hiap. Apakah dia sependapat denganmu atau tidak?" kata Siauw Hong.

"Jika kau bersedia, aku akan membicarakan dengan beliau, jika sudah setuju besok kau tinggal berangkat!" kata nona Han.

Semula Liu Ceng Yauw pun berniat mengutus Kok Siauw Hong, tetapi karena dia anggap Kok Siauw Hong tamu barunya, dia tidak berani mengajukan usulnya itu. Ketika mendengar dari si nona. Kok Siauw Hong bersedia menjadi utusan, dia girang sekali.

Esok harinya...

Kok Siauw Hong berangkat ke Kang-lam sebagai utusan dari wilayah utara. Ketika itu Kerajaan Kim sedang sibuk menghadapi serbuan tentara Mongol, pengawasan terhadap orang yang lalu-lintas agak longgar. Di sepanjang jalan Kok Siauw Hong tidak mendapat gangguan. Pada suatu hari Kok Siauw Hong tiba di Pek-hoa-kok. Dengan agak bimbang mengenang kisah cintanya dengan nona Ci, dia berjalan menuju ke rumah keluarga Ci.

Begitu sampai Kok Siauw Hong disambut oleh pelayan tua keluarga Ci yang keheranan karena Siauw Hong pulang tanpa nona Ci. Malah Kok Siauw Hong menanyakan apakah nona Ci sudah pulang atau belum.

Pelayan keluarga Ci lalu mengisahkan apa yang telah terjadi di rumah itu, sampai Ci Giok Phang dibawa pergi oleh seorang nona untuk diobati.

"Siapa nama nona itu?"

"Menurut nona itu dia teman Siauw-ya kami, nama nona itu Wan Say Eng," kata pelayan itu. "Dia baik sekali pada Siauwya, maka aku pikir dia bukan orang jahat!"

"Di mana tempat tinggal nona itu?"

"Kami tidak tahu. dia tidak mengatakan di mana dia tinggal, aku juga lupa menanyakannya," kata pelayan tua itu. "Tapi dia bilang sesudah Siauw-ya sembuh dia akan mengantarkannya lagi!"

Kok Siauw Hong heran mendengar keterangan itu, maka dia lalu mohon diri dan langsung berangkat.

Menjelang lohor dia tiba di tepi sungai Tiang-kang. Sungai ini juga dikenal sebagai sungai Yang-cee-kiang. Di tempat itu tidak ada perahu yang bisa dia tumpangi. Kok Siauw Hong lalu menyusuri sepanjang tepi sungai itu. Akhirnya dia melihat di semak-semak ada orang tua sedang tertidur, mungkin dia pemilik perahu itu.

"Kakek, tolong seberangkan aku!" kata Kok Siauw Hong.

Setelah menggeliat tukang perahu itu bangun. Dengan malas-malasan orang tua itu bertanya. "Tuan mau ke seberang?" kata orang tua itu.

”Ya, tolong seberangkan aku," kata Kok Siauw Hong. "Tapi, aah aku tidak bisa menyeberangkan Tuan," kata si

tukang perahu.

"Tolong. Biar nanti kubayar agak mahalan," kata Siauw Hong.

"Oh, bukan masalah ongkosnya, tapi baru-baru ini keamanan di tempat ini sangat rawan. Bajak-bajak mulai berontak dan mengganggu keamanan di sungai Jika bertemu mereka tidak masalah bagiku karena aku sudah tua. Tetapi Tuan bisa celaka!" katanya.

"Aku tidak takut bajak atau perompak, jika terjadi apa- apa aku yang tanggung-jawab sendiri," kata Siauw Hong.

Tukang perahu itu mengawasi ke arah Siauw Hong. "Jika Tuan tidak takut, baiklah akan kuseberangkan,"

kata tukang perahu itu.

"Terima kasih. Kakek," kata Kok Siauw Hong. Dia melompat ke atas perahu.

Orang tua itu segera mendayung dengan galah bambunya, saat dilihat begitu Kok Siauw Hong jadi cemas. Dia khawatir orang tua itu tidak mampu menyeberangkannya ke seberang. Ombak cukup besar dan perahu sekarang sudah berada di tengah sungai. Tetapi  tidak disangka sekalipun sudah tua, tukang perahu itu masih sigap mengemudikan perahunya, perahu meluncur cepat sekali mengikuti arus sungai, bahkan turun naik mengikuti gelombang sungai.

Kok Siauw Hong berdiri di haluan perahu dengan perasaan girang. Tiba-tiba Kok Siauw Hong mendengar seruan si tukang perahu. "Celaka!" kata tukang perahu. "Ada apa?"

"Lihat di sana!"

Mula-mula dari jauh kelihatan sebuah titik hitam, tapi dalam sekejap muncullah sebuah perahu layar dekat perahu mereka. Benderanya terlihat jelas bendera tengkorak manusia.

"Apa itu kapal bajak?" kata Kok Siauw Hong.

"Benar! Mereka bukan sembarangan bajak!" kata si tukang perahu.

"Apa mereka anak buah Su Thian Tek?"

"Bukan! Bajak itu datang dari wilayah Timur, pemimpinnya bernama Kiauw Sek Kiang. Dulu aku melihatnya di wilayah timur, ternyata sekarang sudah menyusup ke Tiang-kang!" kata si tukang perahu.

"Aku dengar bajak tidak sembarangan membajak, apalagi perahu kita sekecil ini," kata Siauw Hong.

"Aku dengar bajak ini kejam, setiap yang bertemu denganya pasti celaka!" kata tukang perahu.

"Sudah jangan takut, tidak akan terjadi apa-apa," kata Siauw Hong.

"Tuan membawa pedang pasti bisa silat," kata tukang perahu itu. "Jangan anggap ringan, mereka lihay!"

Tukang perahu mencoba mempercepat perahunya, tapi kapal layar itu sudah semakin dekat.

"Hai, siapa yang ada di perahu, berhenti!" teriak anak buah bajak itu.

"Kaum nelayan," kata tukang perahu. Bajak itu sudah melihat Kok Siauw Hongyang berpakaian bagus serta membawa pedang.

"Hm! Mana ada nelayan yang berdandan sebagus itu? Aku tidak peduli siapa kalian, tapi berhenti! Kami akan memeriksa dulu!" kata bajak itu.

"Siapa kau ini berani memerintah seenakmu?" kata Kok Siauw Hong.

"Hai bocah! Apa kau sudah bosan hidup?" kata bajak itu.

Tiba-tiba bajak yang bertubuh kekar mengankat jangkar yang dia lontarkan ke arah perahu yang ditumpangi Kok Siauw Hong.

Jangkar itu berat sekitar seratus kati, diikat oleh seutas rantai panjang. Tapi diangkat dan dilemparkan oleh orang itu dengan mudah. Melihat hal itu Siauw Hong kaget.

"Brak!”

Jangkar itu nyangkut di perahu kecil itu. Langsung perahu kecil itu diseret ke dekat kapal layar itu.

Betapa kecilnya perahu yang dinaiki Kok Siauw Hong, menariknya butuh tenaga besar. Orang yang menarik perahu itu anak buah Kiauw Sek Kiang yang bernama Ciong Bu Pa.

Sesudah dikalahkan oleh Kiong Cauw Bun di Beng-shia- to, Kiauw Sek Kiang akan bergabung dengan Su Thian Tek. Saat itu sedikitpun Kok Siauw Hong tidak gentar. Dia menghunus pedangnya dan siap menyerang bajak-bajak itu.

"Keparat, kalian ingin mencoba kelihayanku?" kata Kok Siauw Hong membentak.

"Hm, anak muda! Kau sombong sekali?" kata Ciong Bu Pa. Dia meladeni Kok Siauw Hong tanpa senjata andalannya. Tapi Cit-siu-kiam-hoat Kok Siauw Hong sulit ditebak. Gerakannya sederhana, namun sangat lihay. Sekali serang bisa mengarah ketujuh sasaran.

"Awas!" kata Kiauw Sek Kiang memperingati Ciong Bu Pa.

"Sreet!"

Tak ampun lagi sebagian pakaian Ciong Bu Pa terbabat oleh pedang Kok Siauw Hong. Untung ada peringatan dari Kiauw Sek Kiang, jika tidak tangannya akan buntung oleh pedang lawan.

Sebelum Siauw Hong menarik pedangnya , dua anak buah bajak sudah menyerangnya. Karena tidak sempat menangkis, Kok Siauw Hong berjongkok dan menendang ke arah golok bajak itu. Golok salah seorang anak buah bajak itu terpental. Tangan Kok Siauw Hong menyikut dan anak buah yang satunya terpental kena sikutan anak muda itu dan jatuh tercebur ke sungai.

"Semua mundur!" teriak Kiauw Sek Kiang. "Hm! Anak muda, ilmu Cit-siu-kiam-hoatmu boleh juga. Pernah apa kau dengan Jen Thian Ngo?"

Kok Siauw Hong kaget, saat dia mengetahui Kiauw Sek Kiang mengenali ilmu silatnya itu. Mendengar nama pamannya disebut-sebut. Kok Siauw Hong gusar. Sekarang dia sudah tahu siapa pamannya itu. Jelas Kiauw Sek Kiang pun bukan orang baik-baik.

"Jika kau sudah tahu kelihayan Cit-siu-kiam-hoatku, sudah jangan banyak bicara. Segera kau ganti kerusakan perahu kami, jika tidak kau tahu sendiri!" kata Kok Siauw Hong. Kiauw Sek Kiang tertawa terbahak-bahak. "Hm! Kau bocah yang tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi!" kata Kiauw Sek Kiang. "Apa kau kira ilmu silatmu itu sudah hebat sekali? Aku bertanya karena aku ingin tahu apa hubunganmu dengan Jen Thian Ngo? Ternyata kau bocah yang tidak tahu diri!"

"Justru aku hendak mengadakan perhitungan dengan tua bangka Jen Thian Ngo itu!" kata Kok Siauw Hong.

"Bagus, terimalah ajalmu!" kata Kiauw Sek Kiang yang langsung hendak menyerang.

"Baik, kau rasakan ilmu silatku ini!" kata Kok Siauw Hong. Kok Siauw Hong sudah langsung menyerang ke arah perut dan tangan serta bagian lain lawannya. Kiauw Sek Kiang kaget sejenak. Tapi tak lama dia mampu menguasai diri. Sekalipun bertangan kosong dia bisa menyerang Kok Siauw Hong dengan hebat. Saat itu pemuda she Kok ini seolah terkurung oleh lawannya. Setiap serangan Kok Siauw Hong bisa ditepis dengan mudah.

Ketika Kok Siauw Hong agak lengah, tak ampun lagi bahunya tercengkram oleh tangan Kiauw Sek Kiang, hingga pakaiannya robek. Untung dia tidak sampai terluka. Sekarang Kok Siauw Hong mulai melancarkan serangan baru. Tubuhnya bergerak dengan lincah, menyelinap ke setiap bagian yang lowong dari lawannya. Maka mau tidak mau Kiauw Sek Kiang pun terkejut bukan kepalang.

Seolah Kiauw Sek Kiang tidak percaya kalau anak muda itu bisa menghindar dari cengkraman mautnya. Sekarang dia tahu Kok Siauw Hong lebih lihay dibanding dengan Jen Thian Ngo, maka itu dia tidak berani memandang enteng lagi musuhnya ini.

Mereka bertarung di atas geladak kapal layar Kiauw Sek Kiang.   Tentu   saja   mereka   berkelahi   tidak   sebebas  di daratan. Ini membuat Kok Siauw Hong agak terdesak, dan saat lengah bahunya terserang pukulan lawan hingga dia kesakitan.

"Tangkap orang itu!" bentak Kiauw Sek Kiang pada anak buahnya.

Dua anak buah bajak maju dan menyerang ke arah Kok Siauw Hong. Pedang salah seorang bajak ditusukkan ke bahu Kok Siauw Hong. Pada saat sangat gawat mendadak terdengar suara bentakan.

"Jangan bergerak!" kata suara itu.

Entah sejak kapan tukang perahu tua itu sudah melompat ke perahu bajak itu. Galah bambunya langsung menangkis pedang bajak yang mengarah ke bahu Kok Siauw Hong.

"Trang!"

Pukulan galah itu berhasil menyampokdua pedang bajak yang menyerang Siauw Hong.

"Siapa kau?" bentak Kiauw Sek Kiang.

"Aku Han Kong Sui dari telaga Tong-teng! Aku menyampaikan salam dari Ong Toa-ko, aku harap kau  tidak mengganggu tamu kami!" kata orang tua itu.

Kiauw Sek Kiang dan anak buahnya terkejut.

"Oh anda ternyata Han Lo-ya-cu, maafkan kami telah mengganggu tamumu!" kata Kiauw Sek Kiang.

Han Kong Sui tertawa terbahak-bahak.

"Ya, tak apa Kiang To-cu, asalkan kau ijinkan kami menyeberang kami sangat berterima kasih," kata Han Kong Sui dengan hormat. Kok Siauw Hong kaget. Dia sadar ternyata tukang perahu itu seorang jago tua yang telah menyelamatkannya. Rupanya di Tong-teng-ouw terdapat  kepala bajak, pemimpin utamanya bernama Ong Uh Teng, wakilnya yaitu Han Kong Sui.

Ong Uh Teng termasuk orang kedua di Dunia Persilatan daerah Kang-lam. Dia berada di bawah Bu-lim  Beng-cu Bun Yat Hoan. Karena dia mewakili  kelompok, bisa dikatakan dia sebagai orang yang terkuat dibanding Bun Yat Hoan.

Sebenarnya kedudukannya lebih tinggi dari Ong Uh Teng, namun Han Kong Sui bersedia mengalah hanya menjadi wakilnya saja.

Kedatangan Kiauw Sek Kiang ke daerah itu untuk menemui Su Thian Tek. Namun, melihat pengaruh  perkumpulan bajak ini tidak bisa dipandang enteng, maka Kiauw Sek Kiang langsung memberi hormat pada Han Kong Sui.

"Jangan begitu Han Lo-ya-cu," kata Kiauw Sek Kiang. "Karena Anda ada di sini, mari minum dulu satu dua cawan!"

"Maaf, aku tidak bisa menerima kehormatan Anda, berhubung aku sedang terburu-buru ijinkan kami pergi!" kata Han Kong Sui.

"Jila demikian kami tidak bisa memaksa," kata Kiauw Sek Kiang. "Apa Han Lo-ya-cu tidak bisa menunggu sampai perahu Anda kami perbaiki dulu?"

Mendengar tawaran itu, Han Kong Sui terpaksa menyetujui usul itu. Mereka menunggu perahu itu diperbaiki sambil minum arak. Ditambah lagi Han Kong Sui ingin tahu tujuan orang she Kiang itu. "Mohon bertanya, padahal Kiang To-cu sudah hidup bebas di laut lepas, kenapa Anda datang ke mari?" kata Han Kong Sui.

Berterus-terang sudah tentu tidak mungkin. Sesudah tertawa Kiauw Sek Kiang lalu menjawab pertanyaan Han Kong Sui.

"Sudah lama aku dengar pemandangan di Kang-lam sangat indah," kata Kiauw Sek Kiang. "Itu sebabnya kami pesiar ke mari. Mungkin dalam waktu dekat kami akan berkunjung ke tempat Ong To-cu!"

"Tapi sayang, kedatangan Anda saatnya tidak tepat," kata Han Kong Sui.

"Kenapa?"

"Saat ini Kang-lam sedang dalam keadaan kacau, jadi jika akan menikmati keindahannya jelas tidak tepat saatnya," kata Han Kong Sui sambil tersenyum.

"Aku kira para jagoan dari Kang-lam cukup banyak dan mereka sangat kukagumi," kata Kiauw Sek Kiang dengan sikap menyelidik. "Anda bersama  ketua aku yakin akan mampu mengatasi masalah itu. Seperti kata pribahasa : Dalam kekacauan akan muncul seorang pahlawan!"

"Kami semua hanya orang-orang kecil yang mencari sesuap nasi, dibanding Kiang To-cu, jelas kami berbeda jauh. Anda seorang yang bercita-cita tinggi dan mulia!" kata Han Kong Sui dengan suara dingin.

"Harap Han Lo-ya-cu jangan bergurau!" kata Kiauw Sek Kiang yang merasa disindir itu. "Justru kedatanganku ini sangat berharap bantuan dari kalian!" "Hm! Kedatanganmu untuk mencari kawan. Menurutmu siapa yang terpandang di antara kami ini?" kata Han Kong Sui.

"Tentu saja Ong To-cu dan Anda sendiri," kata Kiauw Sek Kiang. "Kalian pantas kujadikan kawan."

"Mengenai kami berdua kau kesampingkan saja, tapi aku ingin bertanya. Siapa sebenarnya Su Thian Tek itu?" kata Han Kong Sui secara terang-terangan.

Pertanyaan itu terpaksa dijawab oleh Kiauw Sek Kiang. "Terus-terang aku belum kenal dia," kata Kiauw Sek

Kiang. "Jika aku tidak salah duga, bukankah dia seorang pahlawan yang muncul karena suasana saat ini. Benar bukan? Lalu bagaimana pendapat Anda sendiri?"

"Hm! Pahlawan apa? Dia malah seekor anjing...." kata Kok Siauw Hong.

Tapi pemuda itu tidak melanjutkan caciannya karena dia dikedipi oleh Han Kong Sui.

"Memang dia muncul saat keadaan sedang kacau, dan memang tidak pantas disebut pahlawan. Tetapi saudara muda ini memakinya sebagai anjing, rasanya. " Kiauw Sek

Kiang belum habis bicara sudah langsung dipotong.

"Kenapa? Apa salahku memakinya?" kata Kok Siauw Hong.

Berhubung suasana mulai memanas dan Han Kong Sui tidak ingin terjadi bentrokan di antara mereka, lalu menengahi pertengkaran itu.

"Sudah jangan berdebat, setiap orang akan menilai seseorang sesuai pendapatnya sendiri!" kata Han Kong Sui. Kok Siauw Hong sadar dia salah. Mereka ada di kapal bajak jika terjadi pertarungan, sulit bagi mereka untuk melawan bajak yang sudah terbiasa hidup di air itu.

"Maafkan kekasaran kami, mohon tanya siapa nama Anda?" kata Kiauw Sek Kiang pada Kok Siauw Hong.

"Tidak masalah, seperti pribahasa mengatakan : Tidak berkelahi tidak akan saling mengenal. Namaku Kok Siauw Hong!"

Kiauw Sek Kiang mendekati Siauw Hong dan menuang arak. Saat itu Kok Siauw Hong ingin bertanya sesuatu pada bajak ini.

"Kiauw To-cu sudah biasa hidup di laut lepas, apakah Anda kenal dengan Hek-hong To-cu?" kata Siauw Hong.

Mendengar pertanyaan itu Kiauw Sek Kiang kaget. "Aah, apa maksud pertanyaannya itu? Dia kawan atau

lawan Kiong Cauw Bun?" pikir Kiauw Sek Kiang. Maka itu dia asal menjawab.

"Ya, aku kenal. Kenapa Anda menanyakan tentang dia?" kata Kiauw Sek Kiang.

"Dia ayah temanku," kata Kok Siauw Hong.

"Oh pantas, aku tahu tentang mereka!" kata Kiauw Sek Kiang.

"Mengenai masalah apa?" tanya Siauw Hong.

"Baru-baru ini aku dengar khabar Kiong Cauw Bun dan Beng-siaTo-cu ribut berebut menantu," kata Kiauw Sek Kiang. "Akibatnya seorang pemuda tewas menjadi korban Kiong Cauw Bun!"

"Siapa pemuda yang tewas itu?" "Aku dengar dia pemuda berasal dari Pek-hoa-kok!" kata Kiauw Sek Kiang. "Kalau tidak salah namanya Ci Giok Phang!"

Sebenarnya keterangan Kiauw Sek Kiang ini bohong belaka. Dia tidak kenal Kong-sun Po, tapi dia menduga kalau Kiong Cauw Bun dan Wan Ceng Liong bertarung karena berebut menantu. Dia tahu hubungan antara keluarga Kok dengan Ci baik. Maka sengaja dia menjelekkan Kiong Cauw Bun, agar semua jago silat di Kalangan Kang-ouw dendam karena orang she Kiong itu membunuh Ci Giok Phang. Jika hasutannya itu tersiar lewat Kok Siauw Hong, paling tidak dia sudah bisa balas dendam atas kekalahannya oleh Kiong Cauw Bun di Beng- shia-to.

Keterangan itu tentu saja mengejutkan Kok Siauw Hong. "Apa benar begitu?" kata Siauw Hong kurang yakin. "Untuk   apa   aku   membohongimu?"   kata   Kiauw Sek

Kiang. "Khabar itu aku dengar dari seorang kawan yang

menyaksikan sendiri kejadian itu!"

"Menurut cerita Beng Teng, Ci Giok Phang terluka di tangan Kiong Cauw Bun. Kenapa dia menginginkan Ci Giok Phang menjadi menantunya? Apa mungkin karena Ci Giok Phang menolak jadi menantunya, lalu dia akan membunuhnya?" pikir Kok Siauw Hong.

Sekalipun masih ragu, tapi Kok Siauw Hongjadi cemas juga. Sedang perahu sudah selesai diperbaiki. Oleh karena itu Han Kong Sui dan Kok Siauw Hong pamit pada Kiauw Sek Kiang dan kawan-kawannya.

-o-DewiKZ^~^aaa-o- Ketika Kiauw Sek Kiang mengantarkan keberangkatan Han Kong Sui dan Kok Siauw Hong, dia bersikap seolah- olah sangat menyesal. Dia berkata dengan perasaan haru begini.

"Sayang Han Lo-ya-cu tidak bisa lama-lama di perahu kami, hingga aku tidak bisa menerima petunjuk lebih banyak dari Anda! Kelak jika aku sampai ke tempat Ong To-cu, aku mohon Anda bersedia memberi petunjuk padaku." kata Kiauw Sek Kiang.

"Pasti!" kata Han Kong Sui. "Selamat berpisah, sampai jumpa lagi!"

Tak lama perahu kecil itu sudah dikayuh oleh Han Kong Sui. Sesudah jauh dari kapal bajak, Han Kong Sui tertawa terbahak-bahak.

"Syukur kita terbebas dari mereka!" kata Han Kong Sui. "Dari mana Han Lo-ya-cu mengetahui kedatanganku?"

kata Kok Siauw Hong.

"Aku mendapat perintah atasanku agar aku menyamar menjadi seorang nelayan dan menunggu di tepi sungai," kata Han Kong Sui. "Maksudnya kami dianjurkan untuk menyambut kawan-kawan yang datang dari Utara. Saat aku melihatmu bukan penduduk Kang-lam, aku yakin kau datang dari Utara dan terkaanku ternyata benar!"

Kok Siauw Hong mengangguk.

Sesudah tertawa lagi Han Kok Sui langsung bicara. "Seperti  ombak  sungai  Tiang-kang  yang  tidak   pernah

berhenti bergelombang, gelombang yang satu disusul oleh gelombang yang lainnya! Ternyata golongan tua sudah tak ada,   muncul   golongan   muda   menggantikannya.  Terus begitu. Bagaimana aku tidak gembira, setua aku ini masih bisa bertemu denganmu, Kok Siauw-hiap. Akhir-akhir ini namamu terkenal di kalangan Kang-ouw."

"Kau terlalu memujiku, Lo Cian-pwee," kata Siauw Hong. "Tadi jika aku tidak kau bantu, pasti celaka!"

"Kau mampu melawan Kiauw Sek Kiang sampai  jurus, itu termasuk luar biasa," kata Han Kong Sui.

Tak lama perahu mereka sudah sampai di seberang, kemudian mereka melompat turun dari perahu.

"Saudara Kok, kau mau ke mana? Sebelum ada tempat tujuan sebaiknya sementara kau tinggal saja di tempat kami," kata Han Kong Sui.

"Aku mendapat tugas dari Liu Beng-cu untuk menghubungi Bun Tay-hiap, jika urusanku sudah selesai pasti aku akan singgah di tempatmu," kata Kok Siauw Hong.

"Oh, begitu, baik kau kuantar. Mungkin kau belum tahu tempat di sekitar lembah Tiang-kang ini. Tempat-tempat itu sudah banyak yang diduduki oleh Su Thian Tek, jika tidak kuantar mungkin kau akan tersesat!"

"Cian-pwee aku ingin bertanya tentang seseorang padamu, barangkali kau tahu!"

"Katakan saja siapa yang kau tanyakan itu?"

"Namanya Seng Liong Sen, dia murid Bun Tay-hiap, benar begitu?"

"Benar. Apa kau kenal dengannya?"

"Belum," jawab Kok Siauw Hong. "Bulan lalu dia pernah datang ke Kim-kee-leng." "Dia seorang pemuda gagah di Kang-lam, ilmu silatnya tinggi. Dia cekatan dan cerdik sekali. Semua masalah gurunya diserahkan kepadanya. Kau dengannya setimpal sebagai pendekar muda. Kau dari Utara sedang dia dari Selatan."

"Mana boleh aku dibandingkan dengan dia?" kata Siauw Hong. "Aku dengar ketika Seng Liong Sen baru pulang dari daerah Utara, dia pulang bersama seorang nona. Apakah kau juga tahu soal itu?"

"Ya, jika kau tidak mengatakannya aku juga lupa. Nona itu adik Ci Giok Phang dari Pek-hoa-kok!" kata Han Kong Sui. "Apa kau kenal dengannya?"

"Benar. Aku dengan Ci Giok Phang pernah bertarung bersama-sama melawan bangsa Mongol. Kami berpisah di tengah pertempuran. Ci Giok Phang pernah bilang agar aku mencari jejak adiknya itu. Tidak kusangka malah Giok Phang telah meninggal, hal ini harus kuberitahukan pada adiknya, Giok Hian." kata Kok Siauw Hong.

"Jangan terburu-buru percaya pada ucapan Kiauw Sek Kiang, kata-katanya belum tentu benar!" kata Han Kong Sui. "Tapi khabar ini sepantasnya kau beritahukan pada nona Ci!"

"Apakah nona Ci masih ada di tempat Bun Tay-hiap atau tidak?"

"Aku rasa masih di sana," kata Han Kong Sui. "Masih ada satu masalah, mungkin kau belum mengetahuinya?"

"Mengenai masalah apa?"

"Ini khabar baik," kata Han Kong Sui. "Aku kira khabar ini sudah kau duga. Seng Liong Sen dan nona Ci akan bertunangan!" "Benarkah itu?" kata Kok Siauw Hong kaget.

"Aku dengar begitu! Sesudah mereka bertemu lalu keduanya saling jatuh cinta," kata Han Kong Sui lagi. "Karena itu nona Ci langsung ikut ke Kang-lam. Tapi keadaan sekarang sedang kacau, maka pertunangan mereka itu terpaksa ditangguhkan dulu. Malah aku pikir kau juga bisa menghadiri pesta pertunangan mereka itu!"

"Tidak kusangka kedatanganku malah untuk menghadiri pesta kebahagiaan Giok Hian," pikir Kok Siauw Hong.

Han Kong Sui tidak menduga isi hati pemuda ini. Dia malah melanjutkan kata-katanya.

"Keluarga perempuan di sini tidak ada. Kebetulan kau datang dan aku dengar kalian sahabat turun-temurun, alangkah baiknya pesta itu dihadiri olehmu!" kata Han Kong Sui.

"Mudah-mudahan aku bisa hadir di pesta itu," kata Kok Siauw Hong. "Tapi Han Lo Cian-pwee masih ada yang akan kutanyakan padamu."

"Katakan saja," kata orang she Han itu.

"Beng-shia To-cu yang dikatakan oleh Kiauw Sek Kiang itu bukankah she Wan dan dia bernama Ceng Liong?" kata Siauw Hong.

"Benar, kenapa?"

"Katanya dia berdiri di antara pihak yang benar dan jahat, apa itu benar?"

"Benar! Begitu yang aku dengar!" kata Han Kong Sui. "Apakah kau pernah ke pulaunya? Jika aku mau ke sana,

jalan mana yang harus kutempuh?" "Kau mau ke sana akan mencari tahu tentang orang she Ci itu?" kata Han Kong Sui.

"Benar!" jawab Kok Siauw Hong. "Aku dengan dia seperti saudara kandung, aku mendengar tentang nasibnya yang buruk. Mau tak mau aku harus mencari tahu tentang dia!"

"Sebaiknya kau jangan berangkat sendirian!" kata orang she Han itu.

"Apa ilmu silat Beng-shia To-cu tinggi?"

"Aku belum pernah bertemu dengannya, tapi kawankawanku pernah ke sana. Untung kawanku cuma diusir olehnya. Tapi jika dia sedang gusar maka orang yang berani datang ke pulaunya, dia akan dibunuh. Ketika itu kawanku itu jagoan semua. Tapi Beng-shia To-cu hanya menunjukkan satu jurus ilmu silatnya, dan itu sudah cukup membuat kawankawanku lari. Jelas betapa tinggi ilmu silatnya!" kata Han Kong Sui.

Kelihatan Kok Siauw Hong tidak jerih, hal itu dilihat oleh Han Kong Sui.

"Peta yang menuju ke pulau itu akan kuantarkan padamu. Tapi sebaiknya hal itu kau rundingkan dulu dengan Bun Tayhiap. Ci Giok Hian adik Ci Giok Phang, mustahil Bun Tay-hiap akan tinggal diam?" kata Han Kong Sui.

"Baik, masalah ini akan kubicarakan dulu dengan beliau dan adiknya, nona Ci. Di mana tempat tinggal Bun Tay- hiap?" kata Kok Siauw Hong.

"Dia tinggal di kaki Ki-liu-hong di pegunungan Thian- tiok Tengah. Gunung itu ada di luar kota Hang-ciu. Pemandangan di sana sangat indah. Belum lama dia pindah ke  sana.  Sedangkan  kota  Hang-ciu  kini  sudah  berganti nama menjadi kota Lim-an. Kau pasti tahu Hang-ciu terkenal dengan danau See-ouwnya."

"Aku sudah lama mendengar nama danau itu, hanya aku belum berkesempatan mengunjunginya," kata Kok Siauw Hong.

"Sekarang kau berkesempatan ke sana," kata orang she Han itu. "Dari bagian selatan See-ouw ada jalan menuju ke Kiliu-hong, sampai di sana kau bisa bertanya pada penduduk di mana rumah Bun Tay-hiap. Pasti kau tidak akan tersesat!"

"Terima kasih, Lo Cian-pwee," kata Kok Siauw Hong.

Dengan hati bimbang Kok Siauw Hong melanjutkan perjalanan sedirian. Dia ingat pada nona Ci, saat mereka berdua bersumpah akan sehidup-semati. Tanpa terasa air mata pemuda ini mengalir. Tetapi perlahan-lahan bayangan nona Ci mulai hilang. Timbul bayangan wajah Han Pwee Eng.

"Jika benar dia sudah punya pilihan hatinya, itu pun baik. Dengan demikian jelas sudah satu masalah!"  pikir Kok Siauw Hong.

Di sepanjang jalan Kok Siauw Hong tidak mendapat rintangan.

Tak lama pemuda ini sudah sampai di kota Hang-ciu atau kota Lim-an, Ibukota Kerajaan Song Selatan.

Menjelang sore pemuda ini sampai di sebuah penginapan yan terletak di tepi telaga See-ouw. Dia ingat pada seorang penyair bernama Su Tung-po yang menggambarkan danau ini di bawah sinar bulan purnama. Timbul keinginan pemuda ini akan menikmati pemandangan indah danau ini di waktu malam. Esok harinya baru melanjutkan perjalanan. Selesai makan malam Kok Siauw Hong keluar dari kamarnya. Dia berjalan ke tepi danau. Saat itu rembulan sudah menampakkan diri di langit yang biru.

Di tepi danau banyak perahu sewaan untuk para pelancong. Siauw Hong dilahirkan di lembah sungai Tiangkang, dia mahir mendayung perahu. Dia lalu menyewa sebuah perahu, tapi tukang perahunya tidak ikut, karena dia akan mendayung sendiri. Perahu itu dia sewa semalam suntuk.

Ternyata kedatangan pemuda ini terlalu sore dan hari pun belum larut benar. Banyak perahu yang hilir-mudik sedang penumpangnya terdengar bersyair dan menyanyi maupun tertawa riang.

Kok Siauw Hong sedang kesal. Dia menganggap orang- orang itu tidak tahu diri. Negara sedang dalam bahaya mereka malah bersenang-senang. Karena muak Kok Siauw Hong mendayung perahunya sejauh mungkin dari perahu mereka. Tanpa terasa perahunya berada di tempat yang sunyi.

Ketika itu tanpa terasa juga hari sudah tengah malam. Saat pemuda ini sedang menikmati keindahan alam, tiba- tiba dia melihat sebuah sampan meluncur dari suatu arah. Pendayung perahu itu juga seorang pemuda.

Dia heran ternyata ada pemuda lain yang kegemaranya sama dengan dia. Sesudah perahu itu lewat, disusul dengan munculnya perahu lain. Pendayung perahu itu seorang kakek berbaju putih.

Sesudah dua perahu itu berdekatan, keduanya bertepuk tangan dua kali. Tak lama terdengar mereka tertawa.

"Seng Kong-cu," kata si kakek, ”kau seorang yang selalu tepati janji!" Kok Siauw Hong tertarik, dia bermakud bergabung dengan penumpang kedua perahu itu. Tetapi tiba-tiba suara tawa kedua orang itu terhenti. Pemuda itu melompat ke perahu yang dinaiki kakek itu. Dia mengeluarkan suara tertahan.

"Rupanya mereka mengadakan pertemuan di tempat ini?" pikir Kok Siauw Hong. "Karena mereka melihat aku ada di sini, mereka jadi heran?"

Karena itu pemuda ini jadi ragu-ragu akan menyapa mereka. Dia mengerti jika itu pertemuan rahasia, jelas dia tidak boleh menganggu mereka. Telinga Siauw Hong sudah terlatih. Dia mendengar suara orang bicara.

"Kecuali mengusirnya tidak ada cara lain!"

"Baik, kau turun tangan dulu, nanti dia  kubereskan!" kata si kakek.

Kok Siauw Hong kaget saat dia baru memutar perahunya, pemuda itu sudah melompat ke atas perahunya.

"Siapa kau? Mau apa kau datang ke mari malam-malam begini! Lekas pergi!" kata si pemuda.

Tangan pemuda itu langsung menotok ke tubuh Siauw Hong.

Melihat sikap garang pemuda itu, simpatik Kok Siauw Hong terhadap pemuda itu langsung lenyap.

"Hm! Apa cuma kau yang boleh ke mari! Kau datang ke mari, kenapa aku tdak boleh?" kata Siauw Hong.

Siauw Hong sadar totokan pemuda itu lihay. Dia tangkis serangan itu dengan tangan kirinya. Sedang tangan kanannya dia mencengkram pemuda itu dengan ilmu Kin- na-chiu-hoat. Di atas perahu yang sempit kedua pemuda itu jadi tidak leluasa untuk bergerak.. "Bagus!" kata si pemuda.

Ketika itu totokan jarinya berubah terbuka, telapak tangannya menyerang ke arah Kok Siauw Hong. Maksudnya untuk menangkis cengkraman Kok Siauw Hong. Kembali dia menotok jalan darah Kok Siauw Hong di lambungnya.

Sekali bergebrak Kok Siauw Hong langsung tahu, berapa tinggi ilmu silat pemuda ini. Memang dia lebih unggul dalam ilmu totoknya.

"Nah, rasakan totokanku!" kata Kok Siauw Hong.

Jari tangannya menyerang dengan cepat bagaikan sebilah pedang. Jurus ini lain dengan Cit-siu-kiam-hoat yang biasa dia gunakan. Hal ini membuat kaget pemuda itu.

"Seer! Week!"

Pakaian pemuda itu tersobek oleh totokan Kok Siauw Hong. Kelihatan pemuda itu kaget.

"Seng Kong-cu, jangan lukai dia!" kata si kakek.

"Ilmu silatnya lihay, dia juga she Seng, apakah dia. "

pikir Kok Siauw Hong mengira-ngira.

Dia duga pemuda itu Seng Liong Sen, Kok Siauw Hong langsung membentak.

"Siapa kau?"

"Kau mengikuti kami, pasti kau tahu siapa kami? Seorang pria sejati tidak takut namanya dikenali. Aku Seng Liong Sen!" kata pemuda itu.

Benar dia bernama Seng Liong Sen. Kok Siauw Hong tidak menduga dia akan bertemu dengan pemuda ini di tempat tersebut. Saat Kok Siauw Hong tertegun, tahu-tahu Seng Liong Sen telah menotok jalan darahnya. Tak heran Kok Siauw Hong pun pingsan dan tercebur ke dalam sungai.

Ketika Kok Siauw Hong siuman dia tidak tahu berapa lama dia pingsan, dan siapa yang menolong dia mengangkatnya dari dalam sungai? Dia tidak tahu karena keadaan di sekelilingnya gelap-gulita. Saat dia meraba-raba dia merasakan ada dinding yang licin. Dia sadar dia ditahan di sebuah kamar tahanan. Tapi dia merasakan tubuhnya tidak basah. Itu berarti pakaiannya sudah ada yang menggantinya.

Kamar itu dikelilingi tembok batu yang kokoh. Di atas kamar hanya terlihat sebuah lubang angin. Dari situ Kok Siauw Hong mencoba mengamatinya. Pintu kamar itu sangat kokoh ditambah lagi pedangnya sudah tak ada di tanganmya.

"Ini tempat apa? Apa ini tempat tinggal Bun Tay-hiap? Apa kakek itu guru Seng Liong Sen? Aah, tidak mungkin, aku dengar kakek itu memanggilnya kong-cu. Pasti mereka hanya kenalan biasa!" pikir Kok Siauw Hong. "Lalu ini tempat apa?"

"Entah sudah siuman atau belum bocah itu?" tiba-tiba terdengar orang bicara.

Siauw Hong langsung tahu di luar ada penjaga.

"Totokan murid Bun Tay-hiap pasti lihay, aku kira dia baru akan sadar sesudah  jam." kata kawannya.

"Ah, kau hanya tahu satu masalah, tapi tidak tahu masalah lainnya. Aku dengar bocah ini lumayan juga. Aku dengar Seng Liong Sen hampir tak sanggup melawannya. Lwee-kangnya tinggi tidak sampai  jam dia akan bebas sendiri." kata yang satunya. "Tapi Pek Lo-ya-cu berpesan padaku, supaya dia dibiarkan istirahat, kata yang satunya. "Sebentar lagi baru kita tengok supaya dia tidak kaget!"

"Dari pembicaraan kedua orang ini, aku kira orang she Pek itu tidak berniat jahat! Siapa dia? Tapi lebih baik aku memulihkan kesehatanku dulu!" pikir Kok Siauw Hong.

Dia lalu duduk bersemedi mengumpulkan seluruh kekuatannya. Dia terus mengerahkan hawa murninya hingga dia merasa nyaman bukan main. Baru dia akan melanjutkan latihannya, dia dengar dua orang itu bicara lagi. Pembicaraan mereka membuat hati Kok Siauw Hong berdebar-debar.

"Dia dikurung di sini, tapi aku tidak tahu apakah Han Siangya mengetahuinya atau tidak?" kata orang itu.

Kata Han Siang-ya (Perdana Menteri Han) itulah yang membuat Kok Siauw Hong kaget.

Perdana menteri kerajaan Song saat itu bernama Han To Yu.

Dia terkenal sangat korup sering menyalah-gunakan kekuasaan, Juga bodoh hingga kerajaan Song jadi lemah dan kacau.

"Jadi itu maksudnya Han To Yu si dorna jahat itu! Kalau begitu orang she Pek itu bukan orang baik? Karena salah paham aku ditangkap. Kalau begitu orang she Pek itu pengawal Han To Yu. Tetapi jika dia kaki tangan dorna, kenapa Seng Liong Sen berhubungan dengan dia?" pikir Kok Siauw Hong.

Saat Kok Siauw Hong sedang bingung, terdengar orang bertanya.

"Siapa orang yang ditahan di sini?" "Hamba tidak tahu, kami jaga di sini atas perintah Pek Loya-cu!" kata penjaga itu dengan sikap hormat.

"Hm! Kalian hanya taat pada Pek Lo-ya-cu saja. Tetapi padaku kalian tidak memandang sebelah mata!" kata orang itu.

"Hamba tidak berani, hamba benar-benar tidak tahu!" "Kalau begitu katakan padaku, siapa yang ditemui oleh

Pek Lo-ya di telaga See-ouw?" kata orang itu lagi.

"Su Tay-jin, jika kau sendiri tidak tahu, bagaimana kami mengetahuinya?" kata penjaga itu. "Apakah Han Siang-ya juga tidak memberitahumu, Su Tay-jin?"

"Sejak tua bangka itu datang, semua masalah selalu dibicarakan antara dia dan Han Siang-ya saja. Aku tidak diajaknya berunding. Tetapi jika dia ingin mendapat kedudukan lebih tinggi lagi, itu pun tidak mungkin!" kata  Su Tay-jin itu.

"Coba buka pintunya, aku ingin melihatnya!" kata Su Tayjin.

"Tapi...tapi..." dua penjaga itu ragu-ragu.

"Jangan banyak bicara, lekas buka!" kata Su Tay-jin. "Jika Siang-ya marah aku yang tanggung-jawab!"

Karena takut dua penjaga itu tidak berani membantah lagi.

"Silakan, silakan Su Tay-jin masuk. Barangkali bocah itu belum siuman!" kata si penjaga.

Sesudah memutar kunci pintu pun dibuka. Su Tay-jin melangkah masuk. "Hm! Aku ingin mengorek keterangan dari bocah ini, apa yang bisa Pek Lo-ya-cu berbuat padaku?" gerutu orang she Su itu.

Kok Siauw Hong pura-pura belum siuman. Dia tunggu sampai orang she Su memeriksa totokan pada tubuhnya, saat itu akan dia serang. Benar saja, saat orang itu memeriksa dirinya, Kok Siauw Hong melompat bangun sambil menotok jalan darahnya. Tapi orang itu pun gesit, dia langsung memukul bahu Kok Siauw Hong.

"Plak!"

Bahu Kok Siauw Hong terpukul. Tapi begitu terkena pukulan Siauw Hong kaget, dan merasa sakit. Namun, tangan orang itu pun langsung terkulai kena totokannya. Sesudah terhuyung sebentar dia menyerang lagi.

"Penjaga! Lekas ke mari!" dia berteriak memanggil penjaga. Dia seorang jago Iwee-kang hanya karena tidak mengira akan diserang, maka dia terserang oleh Kok Siauw Hong. Tapi tak lama orang itupun roboh. Dengan menggunakan kesempatan pintu belum dikunci kembali, Kok Siauw Hong menerobos keluar. Saat penjaga akan masuk membantu orang she Su itu, mereka langsung roboh oleh totokan Kok Siauw Hong.

Segera Kok Siauw Hong melompati tembok dan sekarang dia ada di sebuah pekarangan, di situ terlihat terdapat semaksemak yang tidak terurus, tidak mirip dari bayangan Kok Siauw Hong, bahwa pekarangan rumah perdana menteri itu pasti indah..

"Kau bisa meloloskan diri, bagaimana dengan kedua penjaga pintu?" kata orang yang mendadak muncul dari sebuah sudut. Orang itu ternyata si kakek yang ditemui Kok Siauw Hong di perahu tadi malam.

"Mereka telah kubunuh!" kata Siauw Hong.

Sambil membentak Siauw Hong menyerang orang tua yang diperkirakan berilmu tinggi itu. Kakek itu kaget dia mengibaskan ujung bajunya menangkis serangan Siauw Hong.

"Kau bohong! Mungkin kau hanya menotoknya!" kata kakek itu.

Kebutan itu membuat Kok Siauw Hong kaget. Dia tahu kakek itu pasti lihay. Tiba-tiba Kok Siauw Hong merasakan sebuah dorongan hebat, dia terhuyung ke belakang. Kakek itu menggunakan ilmu meminjam tenaga lawan untuk memukul. Dia bergerak menghindar dan langsung menotok ong-hu-hiat lawan.

Kali ini si kakek tidak menghindar seolah dia ingin mencoba kepandaian Kok Siauw Hong. Malah dia juga tidak membalas menyerang Kok Siauw Hong. Saat tangan Kok Siauw Hong mengenai punggung kakek itu, dia merasakan dorongan tenaga yang membuat dia terpental. Ternyata kakek ini paham ilmu Couw-te-sin-kang (Jurus sakti melindungi tubuh), jurus yang jarang kelihatan di kalangan Kang-ouw.

Setahu Kok Siauw Hong hanya Han Tay Hiong yang menguasai ilmu ini, itu pun dia hanya mendengar cerita ayahnya. Sekarang dia menyaksikan dan merasakan sendiri. Dia kaget dan yakin bahwa dia tidak akan sanggup melawan kakek itu. Dia memutar tubuh akan kabur. Tapi sudah dihadang oleh kakek itu. "Kau sudah di sini, kenapa kau mau terburu-buru pergi?" kata si kakek. Aku kembalikan pedangmu, jika kau penasaran kau boleh mencoba lagi!"

Dengan wajah berubah merah anak muda itu menerima kembali pedangnya.

"Kepandaian Lo Cian-pwee lebih tinggi dariku. Tapi sayang kau maujadi budak kaum dorna! Sekalipun aku bukan tandinganmu, aku akan adu jiwa denganmu!" kata Kok Siauw Hong.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar