Beng Ciang Hong In Lok Jilid 24

 
Mereka langsung berjalan menuju ke rumah Beng Cit Nio. Tapi begitu sampai di sana, mata mereka terbelalak. Ternyata rumah batu itu telah menjadi puing. Bau balok yang terbakar pun masih tercium. Itu tanda kebakaran itu belum lama terjadi. Melihat keadaan rumah Beng Cit Nio, Han Pwee Eng kaget bukan kepalang.

"Berdasarkan kepandaiannya, siapa yang telah berani membakar rumah ini?" Apa Seng Cap-si Kouw?" begitu Han Pwee Eng berpikir.

Tiba-tiba terlihat ada bayangan orang yang muncul di antara puing-puing. Melihat orang itu Han Pwee Eng gembira sekali.

"Kak Tik Bwee!" teriak nona Han.

Gadis itu juga kelihatan girang melihat datangnya nona Han.

"Nona Han, kau sudah kembali?" kata Tik Bwee.

Gadis itu Tik Bwee pelayan Seng Cap-si Kouw. Wajah pelayan itu kelihatan lesu.

"Kak Tik Bwee, kau sakit? Di mana majikanmu? Kenapa kau ada di sini?" begitu Han Pwee Eng memberondong gadis itu dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.

"Ceritanya panjang sekali," jawab Tik Bwee. "Siapa kedua orang ini...?"

"Ini Paman Siang-koan Hok, sahabat Ayahku. Sedang yang ini Saudara Kok adalah..."

Sebelum ucapan nona Han selesai Tik Bwee telah tertawa kecil.

"Oh, ternyata kau Kok Siauw-hiap! Han Lo Eng-hiong sangat berharap kedatanganmu! Beliau hanya tinggal beberapa hari di rumah majikanku. Dan selalu membicarakan  tentang  Anda.   Nona  Han,  aku   ucapkan selamat padamu. Ayahmu sangat mencemaskan kau tidak bisa mencari dia!" kata Tik Bwee.

Wajah Han Pwee Eng berubah merah.

"Mereka semua sahabatku, coba kau ceritakan semuanya..." kata Han Pwee Eng.

"Baik. Mari kita ke hutan bambu. Sambil berjalan aku akan menceritakannya padamu."

Saat berjalan tenaga Tik Bwee kelihatan lemah, maka itu Han Pwee Eng memapahnya. Kebetulan nona Han menyentuh nadi nona ini, hingga mengetahui nadi Tik Bwee lemah dan tidak teratur. Nona Han kaget bukan kepalang.

"Kak Tik Bwee, apa kau terluka dalam?" kata nona Han. "Tidak! Selang beberapa hari aku akan sembuh," kata Tik

Bwee.

"Karena sakit apa?"

"Bukan karena sakit, tetapi aku ditotok oleh Majikanku, hari ini totokan itu belum bebas!" kata Tik Bwee.

"Mengapa majikanmu menotokmu?"

"Karena aku tidak mau mendengar kata-katanya. Sekarang Majikanku sudah pergi, dia tidak menginginkan aku menjadi pelayannya lagi. Ketika akan pergi, dia menotokku!"kata Tik Bwee sambil mengelah napas.

"Bukankah majikanmu sayang padamu? Jika kau bersalah tidak seharusnya dia begitu kejam sampai meninggalkan kau di sini!" kata Han Pwee Eng.

"Kau tidak mengetahui sifat Majikanku," kata Tik Bwee sambil mengelah napas panjang. "Menghukum dengan cara ini pun sudah termasuk ringan!" "Apa salahmu?"

"Semua ini karena nona Ci!" kata Tik Bwee. Mendengar nama Ci Giok Hian disebut-sebut oleh Tik Bwee, Kok Siauw Hong ikut bicara.

"Apa yang kau maksud Ci Giok Hian?" kata Kok Siauw Hong.

"Benar, kau kenal dengannya?" kata Tik Bwee.

"Kenapa karena dia, kau yang dihukum?" kata Siauw Hong.

"Begini ceritanya," kata Tik Bwee. "Hari itu ketika nona Ci datang ke tempat kami, Majikanku menyusun sebuah rencana untuk membebaskan ayah nona Han. Nona Ci diminta menyamar saat datang ke tempat Beng Cit Nio dan aku ikut mengantarnya ke sana!"

"Masalah itu aku sudah tahu," kata Siauw Hong. "Kau menemaninya atas perintah majikanmu, tapi kenapa kau sampai dihukum?'

"Itu karena keponakan Majikanku. Siauw-ya jatuh hati pada nona Ci!" kata Tik Bwee.

Sesudah mendengar keterangan itu Kok Siauw Hong mengelah napas.

"Jadi yang dikatakan Tu Hok bukan khabar bohong," pikir Kok Siauw Hong dengan wajah biasa-biasa saja.

Sesudah diam sejenak Kok Siauw Hong bertanya lagi. "Kalau siauw-yamu jatuh cinta pada nona Ci, apa

hubungannya denganmu?" kata Siauw Hong.

"Baik, akan aku ceritakan," kata Tik Bwee. "Majikanku menyuruh nona Ci menyamar ke tempat Beng Cit Nio untuk  mencuri  arak  Kiu-than-sun-yang  Pek-hoa-ciu. Arak itu untuk menolong Han Lo Eng-hiong. Tetapi hal ini tidak diketahui oleh Siauw-ya. Malam itu Majikanku menyuruh aku membakar dupa mengandung obat tidur, maksudnya supaya Siauw-ya tertidur lelap saat nona Ci pergi. Tetapi aku melanggar perintah Majikanku, dengan mengurangi obat biusnya. Aku juga memberi tahu maksud kepergian nona Ci pada Siauw-ya. Esoknya Siauw-ya ikut mengantarkan nona Ci. Saat itulah Siauw-yaku memberinya cincin tanda pertunangan dengan nona Ci!"

"Kau menyaksikan sendiri kejadian itu?" kata Siauw Hong. "Apa nona Ci menerima lamaran itu?"

"Ketika itu Siauw-ya menotok jalan darahku dan menaruhku di bawah sebuah pohon. Sesudah itu Siauw-ya mengajak nona Ci menjauhi tempat aku diletakkan. Sekalipun aku tidak mendengar pembicaraan mereka, tetapi aku lihat Siauw-ya memberi cincin pertunangan pemberian Beng Cit Nio. Aku tahu, jika Siauw-ya bertemu seorang gadis yang disukainya, dia boleh memberikan cincin itu pada gadis itu. Pelayan Beng Cit Nio memberitahu aku, saat penyamaran nona Ci ketahuan, dan ingin membunuh nona Ci. Tetapi dia batal membunuh nona Ci saat dia melihat cincin itu!" kata Tik Bwee.

Kebetulan mengenai kejadian ini Han Pwee Eng sudah mengetahuinya langsung. Sedang Kok Siauw Hong baru tahu saat itu

"Ah, kalau begitu masalah ini benar," pikir Kok Siauw Hong. “Aku tidak mengira Ci Giok Hian bisa berubah demikian cepat!"

Berhubung Kok Siauw Hong terus bertanya tentang Ci Giok Hian, tentu saja pelayan ini jadi curiga dan heran.

"Ketika aku pulang setelah mengantarkan Ci Giok Hian ke tempat Beng Cit Nio," melanjutkan Tik Bwee. "Aku lihat wajah Majikanku kehijauan. Tetapi aneh dia tidak memarahiku. Kemarin malam, saat Majikan akan pergi baru dia menotokku!"

"Mungkin Majikanmu tidak suka pada nona Ci, padahal Siauw-yamu dengan nona Ci pasangan yang serasi," kata Kok Siauw Hong.

"Benar, mereka pasangan yang sangat serasi!" kata Tik Bwee. "Majikanku bukan marah karena itu, dia marah karena Siauw-ya bertunangan secara diam-diam. Dia juga marah kepadaku karena aku tidak mau mendengar kata- katanya!" kata Tik Bwee yang agak kesal dan cemburu karena Kok Siauw Hong mengatakan nona Ci sangat serasi dengan Siauwyanya. Padahal ucapan Kok Siauw Hong itu diucapkan tanpa sengaja.

"Sudah! Kau jangan terus membicarakan Nona Ci, aku ke mari untuk mencari Ayahku. Majikanmu tidak ada, lalu ke mana Ayahku dibawanya?" kata Han Pwee Eng.

"Pasti ayahmu pergi dengan Majikanku!" kata pelayan itu.

"Memang Ayahku sudah bisa berjalan?"

"Majikanku membawa ayahmu dengan naik kereta. Di balik gunung ada jalan hingga Majikanku tidak perlu lewat jalan air terjun!" kata Tik Bwee.

"Lalu siapa yang membakar rumah Beng Cit Nio?"

"Aku tidak tahu! Semalam aku lihat api berkobar di rumah Beng Cit Nio. Tetapi karena totokanku belum bebas, aku tidak datang ke sana!" kata Tik Bwee.

"Menurutku Seng Cap-si Kouw yang membakar rumah Beng Cit Nio. Mungkin dia juga yang mengusir Beng Cit Nio pergi!" kata Siang-koan Hok. Han Pwee Eng sependapat dengan Siang-koan Hok.

"Nona Han, apa kau tahu ke mana kira-kira nona Ci dan Siauw-yaku pergi? Apakah kau mengetahuinya?" kata Tik Bwee mencoba mencari keterangan.

"Yang aku dengar Siauw-yamu pergi ke Kang-lam!" kata nona Han.

"Apakah nona Ci ikut bersamanya?"

"Barangkali ya, tetapi aku tidak tahu pasti!" kata nona Han.

"Hm! Nona Han, kau tidak perlu menutup-nutupi kepergian mereka! Pasti mereka pergi bersama-sama!" kata Tik Bwee.

Saat itu Tik Bwee tertegun sejenak. Dia  memandang jauh ke depan dengan mata kosong.

"Kang-lam itu jauh, kan?" kata Tik Bwee.

Han Pwee Eng mengangguk perlahan, tiba-tiba dia teringat sesuatu.

"Kak Tik Bwee, ini kantung sulammu yang kau titipkan untuk Seng Kong-cu. Aku khawatir aku tidak akan bertemu dengannya. Lebih baik kukembalikan saja, bagaimana?"

Dengan sangat berduka Tik Bwee menerima kantung sulam itu sambil menghela napas panjang.

"Benar, sekarang kantung itu tidak perlu kau berikan kepadanya!"

"Kak, selanjutnya kau mau ke mana? Apa tidak lebih baik kau ikut kami saja?" kata Han Pwee Eng.

"Terima-kasih," kata Tik Bwee. "Tetapi walau tidak tahu apakah Majikanku akan kembali atau tidak, sebagai pelayan aku harus menjaga rumah Majikanku!" Tak lama mereka telah sampai di hutan bambu.

"Nona Han, apa kau mau singgah dulu?" kata Tik Bwee. "Tidak. Hari mulai gelap, kami harus buru-buru pergi!"

kata Han Pwee Eng.

Namun, Han Pwee Eng berpikir.

"Dia pandai sastra dan silat juga cantik. Tetapi nasibnya sangat buruk. Sekarang dia tidak punya tempat untuk berteduh!" pikir Han Pwee Eng.

Dia awasi Tik Bwee yang berjalan ke arah hutan bambu. Diam-diam nona Han mengelah napas panjang. Mereka langsung meninggalkan hutan bambu. Di tengah jalan Kok Siauw Hong mengeluh.

"Kedatangan kita sia-sia saja, kita hanya mendengar sedikit keterangan dari nona itu," kata Kok Siauw Hong.

Kok Siauw Hong sangat mencemaskan keselamatan Han Tay Hiong. Tetapi dia sedikit lega, semula dia mengira akan menghadapi masalah yang menegangkan di depan orang tua itu, ternyata tidak terjadi karena orang tua itu tidak ada.

"Aku akan langsung ke See-lian-san," kata Siang-koan Hok. "Dalam perjalanan aku akan mencari keterangan tentang Ayahmu. Nona Han, sebaiknya kalian bersama- sama ke Kimkee-leng?"

Sekilas Han Pwee Eng melirik ke arah Kok Siauw Hong. "Aku dengar ada beberapa sahabat Ayahku datang ke

sana, pasti aku harus ke sana!" kata Han Pwee Eng.

Siang-koan Hok mengangguk.

"Liu Li-hiap banyak anak buahnya, aku rasa dia akan lebih cepat mendapat khabar tentang ayahmu!" kata Siang- koan Hok. "Mudah-mudahan begitu!" kata nona Han.

"Jika kau bertemu dengan beliau, tolong sampaikan terimakasihku terutama mengenai urusan puteriku," kata Siang-koan Hok pada nona Han. "Jika aku sudah tahu tentang ayahmu, akan kuutus orang memberi khabar padamu. Dari See-lian-san dan memang sering ada yang berkunjung ke Kim-kee-leng dan sebaliknya ada yang pergi ke See-lian-san!"

"Ya," kata Han Pwee Eng.

Maka berangkatlah Siang-koan Hok seorang diri ke Seelian-san. Setelah tinggal berduaan Han Pwee Eng berkata pada Kok Siauw Hong.

"Siauw Hong, apakah kau mau pulang ke Yang-cou? Kalau begitu kita pun harus segera berpisah!" kata Han Pwee Eng.

"Siapa bilang aku mau pulang?" kata Siauw Hong tersentak kaget. "Apa kau tidak dengar tadi Siang-koan Cian-pwee menyuruhku ke mana? Bukankah tadi kau sudah mewakili aku untuk mengabulkan permintaannya untuk bersama-sama ke Kim-kee-leng? Kenapa kau berkata begitu?"

Han Pwee Eng menatap ke arah Kok Siauw Hong.

"Tadi aku hanya bilang aku yang akan ke Kim-kee-leng, itu tidak termasuk kau!" kata Han Pwee Eng.

"Tadi Siang-koan Cian-pwee mengatakan "kalian", berarti kita berdua. Bukan cuma kau sendiri!" kata Kok Siauw Hong.

Wajah Han Pwee Eng berubah merah.

"Apa kau ingin aku memberitahukan...memberitahukan Ayahku, ah jika mengetahui masalah kita, pasti dia akan bertanya panjang lebar. Lalu bagaimana aku harus menjelaskannya?" kata Han Pwee Eng gugup.

Seolah memberi hormat Kok Siauw Hong membungkukkan tubuhnya ke depan nona Han.

"Pwee Eng, maafkan aku. Dulu aku terlalu ceroboh. Aku. aku berbuat salah, aku minta kau memaafkan aku!"

kata Kok Siauw Hong.

Ini untuk pertama kali Kok Siauw Hong meminta maaf kepada Han Pwee Eng. Tentu saja nona Han puas sekali. Perasaan kesalnya perlahan-lahan mulai sirna, walau wajahnya tetap dingin.

"Aku harap kaujangan mengungkit-ungkit lagi masa lalu kita," kata nona Han. "Mengenai masalah pribadi yang menyangkut masalah seumur hidup, memang sudah seharusnya diputuskan oleh masing-masing pribadi. Kau tidak bersalah kepadaku, maka itu tidak perlu minta maaf."

"Walaupun hatimu sangat lapang, aku tetap merasa bersalah kepadamu," kata Kok Siauw Hong.

"Jika tidak mau pulang, kau mau ke mana?" kata Han Pwee Eng dengan wajah memerah.

"Tentu saja aku akan pergi bersamamu ke Kim-kee-leng, malah kau masih bertanya?" kata Kok Siauw Hong sambil tersenyum.

Sebenarnya pertanyaan Han Pwee Eng tadi hanya ingin menguji isi hati pemuda itu, karena rumah pemuda itu tidak begitu jauh lagi dari situ. Jika Kok Siauw Hong masih merindukan nona Ci, pasti dia akan pergi ke Pek-hoa-kok untuk mencari tahu tentang gadis itu. Nona Han tahu, jika mereka akan ke Kang-lam pun, mereka harus lewat Yang- cou (Yang-ciu). Mungkin Ci Giok Phang sudah  pulang. Jika pemuda ini pulang dia akan melewati Pek-hoa-kok dan mereka akan bertemu. Dengan demikian dia akan tahu tentang Ci Giok Hian dari kakaknya itu.

"Pwee Eng," kata Siauw Hong. "Izinkan aku menemanimu. Semua yang telah kita alami, anggap saja telah kita lupakan. Bukankah kita. kita bisa memulai dari

awal lagi?"

"Apa maksudmu?" tanya nona Han dengan dingin.

Kok Siauw Hong mengawasi nona Han yang wajahnya kelihatan dingin. Hal ini membuat pemuda ini tertegun.

"Aku cuma ingin menemanimu ke Kim-kee-leng. Aku kira berjalan berdua lebih baik dari pada berjalan sendirian saja. " kata Kok Siauw Hong.

"Di Kim-kee-leng pasti ada Kim-to Lui Piauw, Ong Koan Kun dan yang lainnya," kata Han Pwee Eng. "Apakah kau tidak takut bertemu dengan mereka?"

Nama orang-orang yang disebutkan nona Han adalah orang yang tempo hari menyerbu ke Pek-hoa-kok. Malah di antaranya pernah bertarung dengan Kok Siauw Hong. Khususnya Kim-to Lui Piauw, sahabat Han Tay Hiong. Jadi jelas karena di sana ada dua pelayan tua keluarga Han, pasti Lui Piauw sudah tahu tentang masalah mereka berdua. Kok Siauw Hong telah dianggap mencampakkan nona Han karena akan menikahi gadis lain. Lui Piauw marah dia datang ke Pekhoa-kok dan bentrok dengan Kok Siauw Hong. Jika saat itu tidak muncul utusan Hong-lay- mo-li pasti pertarungan akan menjadi hebat bahkan akan terjadi pertumpahan darah. Sekarang orang yang pernah bertarung dengan Kok Siauw Hong itu ada di Kim-kee-leng.

Kok Siauw Hong sadar dia akan bertemu dengan mereka. Namun demi nona Han yang hatinya mulai beku terhadapnya, dia tidak peduli lagi akan bertemu dengan siapa pun. Dia langsung tertawa.

"Aku bertarung dengan Lui-lo-eng-hiong karena dia membelamu! Jika dia melihat kita datang bersama-sama, pasti dia girang, bahkan tak akan memusuhiku lagi. Mana mungkin dia akan menyusahkan aku, karena tahu kita telah "rujuk" lagi!" kata Kok Siauw Hong.

Mendengar kata-kata pemuda itu mata Han Pwee Eng langsung melotot.

"Siapa yang sudah rujuk lagi?" kata si nona.

Melihat nona itu sedikit marah. Kok Siauw Hong kelihatan gugup.

"Pwee Eng, tadi aku sudah minta maaf padamu," kata Siauw Hong. "Apa kau tidak bisa memaafkan aku? Bukankah kita bisa mulai lagi dari awal?"

"Tadi sudah kubilang, bahwa aku tidak menganggapmu bersalah," kata nona Han. "Maka itu kau tidak perlu minta maaf Jika kau mau ikut, silakan saja! Tapi aku harus menjelaskan padamu tentang hubungan kita. Aku minta kau tahu dengan jelas!"

"Maksudmu?" kata Kok Siauw Hong.

"Di antara kita sejak saat ini sudah tidak ada apa-apa lagi!" jawab nona Han.

"Pwee Eng, dulu kita telah dijodohkan untuk menjadi suami-isteri oleh orang tua kita. Tetapi sekarang aku sendiri yang akan. " kata-kata Kok Siauw Hong terhenti sebelum

dia mengucapkan kata "melamarmu".....

Itu karena nona Han memotong kata-kata pemuda itu. "Siauw  Hong,  aku  bukan  gadis  yang  bisa diremehkan

begitu   saja!   Mengenai   soal   jodoh   sejak   saat   ini   dan selanjutnya, jangan kau ungkit-ungkit lagi!" kata Han Pwee Eng tegas.

Sekalipun dia telah memaafkan pemuda itu, namun sakit hatinya masih membekas. Ditambah lagi perubahan atas diri Kok Siauw Hong terjadi saat pemuda ini sudah mengetahui Ci Giok Hian pergi ke Kang-lam bersama Seng Liong Sen, baru pemuda itu buka mulut akan melamar dirinya.

"Hm! Setelah Kak Giok Hian meninggalkanmu, baru kau berbalik padaku!" pikir Han Pwee Eng.

Dia jengkel sekalipun senang karena pemuda itu ternyata mencintainya Tetapi dia pun tidak semudah itu mau menerima kembali pemuda itu.

"Aah, memang aku yang salah," pikir Kok Siauw Hong. "Aku telah membuat hatinya terluka! Tidak heran dia belum mau menerimaku..."

Maka itu Kok Siauw Hong tidak berani memaksa lagi. "Pwee Eng, aku salut padamu," kata Siauw Hong.

"Baiklah, aku setuju pada apa yang kau katakan. Tapi hubungan ayah kita bagai saudara saja, benar kan?"

"Lalu kenapa?" kata nona Han.

"Di antara kita sudah tidak ada ikatan apa-apa, tetapi  jika sebagai kakak beradik masih bisa, dong?" kata Kok Siauw Hong.

Melihat pemuda itu bersungguh-sungguh nona Han jadi terharu.

"Dalam dua bulan ini kau banyak membantuku, Kok Toako," kata nona Han, "aku sangat berterima kasih padamu. Sudah jangan bicara soal pribadi lagi. Kau seorang pendekar sejati, tentu saja aku bangga menjadi adikmu!" Bukan main girangnya Kok Siauw Hong, dia langsung mengajak Han Pwee Eng untuk bersumpah di depan Tuhan menyatakan sebagai kakak-beradik.

Ketika itu angkatan perang Mongol sudah bergerak ke arah barat, oleh karena itu kota Lok-yang tidak dijaga ketat. Mereka hanya melihat tentara Mongol yang menjaga pintu kota.

Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng menyamar sebagai suami-isteri petani. Sesudah jauh dari kota mereka menyeberangi sungai Huang-hoo. Di sepanjang jalan mereka tidak mendapat gangguan apa-apa.

Selama dua hari perjalanan mereka masih kelihatan canggung. Namun, lambat-laun hilang juga perasaan canggung itu. Mereka saling hormat-menghormati juga saling memperhatikan. Bahkan mereka mulai berani bercanda di sepanjang jalan. Mereka mirip seperti kakak- beradik saja.

Suatu hari mereka tiba di perbatasan Ho-lam dan San- tung (Shan-dong). Wilayah ini masuk dalam kekuasaan Kerajaan Kim.

Pada tengah hari mereka sampai di sebuah warung teh yang ada di tepi jalan.

"Kita sudah lelah," kata Siauw Hong pada nona Han. "Bagaimana kalau kita beristirahat dulu? Di sana ada

warung teh barangkali saja ada makanan yang bisa kita makan, bagaimana menurutmu?'

Rata-rata warung-warung teh di wilayah utara menyediakan makanan dan arak. Kok Siauw Hong dan nona Han masuk ke dalam warung. Begitu masuk mereka lihat ada dua orang tamu sedang duduk di warung itu. Salah  seorang  berumur    tahun,  sedangkan  yang  lain seorang hwee-shio berumur  tahun lebih. Tubuh hwee- shio itu kekar, tongkat besinya tersandar di meja tak jauh dari tempat duduk mereka.

Setelah diperhatikan Kok Siauw Hong mengenali lelaki muda itu Ih Hua Liong. Melihat Ih Hua Liong yang pernah memfitnahnya Kok Siauw Hong terkejut dan juga girang.

Melihat kedatangan Kok Siauw Hong bukan main kagetnya Ih Hua Liong. Dia tertegun beberapa saat, tidak jadi bicara dengan hwee-shio itu.

Kok Siauw Hong melompat ke arah meja mereka. Tidak lama Kok Siauw Hong sudah ada di hadapan Ih Hua Liong. Melihat Kok Siauw Hong bergerak, Han Pwee Eng pun buruburu berdiri di depan pintu warung. Dia siap membantu Kok Siauw Hong dan bersiaga kalau-kalau pemuda itu melarikan diri.

Melihat kedua tamu yang baru datang itu langsung akan bentrok, pemilik warung teh terkejut sekali. Dia maju dan langsung bicara.

"Oh, rupanya kalian sudah saling mengenal, bagaimana jika kalian duduk bersama. Barangkali nona yang di pintu pun saling mengenal juga. Silakan duduk bersama!" kata pemilik warung.

"Jangan repot-repot!" kata Kok Siauw Hong."Aku mau bicara dulu dengannya, baru pesan makanan!"

Pemilik warung yang sudah berpengalaman itu sudah langsung sadar, bahwa tak lama lagi akan terjadi keributan.

"Baik, karena kalian sudah saling mengenal, silakan bicara baik-baik, jangan mengacau di warungku!" kata pemilik warung. "Jangan khawatir, jika dia baik-baik saja aku tidak akan mengadakan keributan di tempat ini. Jika terpaksa harus bertarungpun, barangmu yang rusak pasti akan aku ganti!" kata Kok Siauw Hong.

Sesudah itu Kok Siauw Hong membentak. "Ih Hua Liong! Kau tidak menduga bisa kebetulan bertemu lagi denganku, bukan? Ternyata dunia ini sempit, ya? Di mana pun kita bisa bertemu lagi!" kata Kok Siauw Hong.

Saat itu Ih Hua Liong sedang berpikir keras. "Benarkah hwee-shio ini orang yang dikatakan Pauw Leng lari dari Siauwlim-si? Jika benar, aku tidak perlu takut pada Kok Siauw Hong!" pikir Ih Hua Liong.

Saat Ih Hua Liong menoleh ke arah hwee-shio itu, dia sedang menunduk sambil minum arak, seolah tidak memperhatikan kedatangan Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng.

Melihat sikap hwee-shio itu Ih Hua Liong jadi ragu-ragu, benarkah orang itu yang dimaksud Pauw Leng. Tidak heran kalau dia jadi cemas bukan kepalang. Terpaksa dia tersenyum ke arah Kok Siauw Hong.

"Ya, memang aku tidak menyangka kita akan bertemu lagi," kata Ih Hua Liong. "Apa saudara Kok sudah mendapat khabar tentang Pamanmu? Sekarang aku sedang mencari Suhu!"

"Benar, tapi kenapa hari itu kau bilang aku bersama angkatan perang Mongol, hari itu kau bisa meloloskan diri. Tapi hari ini kau bertemu lagi denganku!" kata Kok Siauw Hong.

"Aku mohon kau jangan salah paham, hal itu karena aku sangat ditekan oleh pihak Mongol," kata Ih Hua Liong. "Kau bilang kau ditekan, apa bukan sebaliknya, kau malah sangat akrab dengan Iblis Tua dan orang Mongol itu?" kata Kok Siauw Hong.

"Tidak! Aku malah sangat penasaran pada dua Iblis Tua itu!" kata Ih Hua Liong. "Karena Dilis Tua itu tahu aku murid pamanmu, malah banyak bertanya padaku. Aku minta kau jangan salah sangka"

Dengan marah Kok Siauw Hong memukul meja.

"Hm! Kau jangan macam-macam di depanku!" bentak Kok Siauw Hong. "Jika kau tidak bicara jujur jangan kau salahkan aku kasar!"

Wajah Ih Hua Liong jadi muram.

"Kau ingin aku bicarajujur tentang apa?" kata Ih Hua Liong.

"Kenapa kau memfitnah dan ingin mencelakakan aku?" bentak Kok Siauw Hong.

"Aku tidak bermaksud memfitnahmu, cuma mendengar khabar angin saja," kata Ih Hua Liong.

"Dari siapa kau dengar khabar itu?" kata Siauw Hong. "Dari... .dari seorang anggota Kay-pang!" kata Ih Hua

Liong.

"Apa kau kenal dengan anggota Kay-pang itu?" kata Kok Siauw Hong.

"Aku tidak kenal!" kata Ih Hua Liong.

"Hm! Omong kosong!" bentak Kok Siauw Hong. "Kaulah yang memfitnahku, lebih baik kau terus-terang! Pertama, kenapa kau memfitnahku? Kedua, kau bersekongkol dengan musuh, apakah Pamanku mengetahui soal ini?" "Kau boleh tidak percaya padaku," kata Ih Hua Liong, "tetapi guruku Jen Thian Ngo, yang juga pamanmu seorang pendekar sejati!"

Sebenarnya ucapan Ih Hua Liong saat menyebutkan nama Jen Thian Ngo karena dia maksud lain. Jika hwee- shio itu teman guruhnya, pasti dia akan membantu Ih Hua Liong. Ternyata ini membawa hasil. Setelah mendengar nama Jen Thian Ngo disebut, hwee-shio itu mendadak bicara.

"Omi To-hud! Berbagai persoalan bisa diurus secara damai. Aku orang beribadah jadi tidak ingin melihat keributan di tempat ini!" kata hwee-shio itu.

"Tay-su, Anda tidak tahu orang ini bersekongkol dengan

"Omitohud! Kalau begitu aku tidak mau ikut campur urusan kalian! Terserah kalian saja, mau ribut atau mau berkelahi! Aku masa bodoh terserah kalian saja!" kata hwee- shio itu.

Mendengar ucapan hwee-shio itu Ih Hua Liong kelihatan kecewa sekali.

"Jika benar hwee-shio ini yang dimaksud Pauw Leng, pasti dan tidak akan takut pada siapa pun. Apa aku salah lihat?" pikir Ih Hua Liong. "Jika tidak salah mata, kenapa dia bicara begitu?"

"Ih Hua Liong, kau sedang memikirkan siasat busuk apa lagi? Cepat katakan sejujurnya!" kata Kok Siauw Hong.

"Kurang leluasa bicara di sini, bagaimana kalau kita bicara di luar saja?" kata Ih Hua Liong sambil bangkit akan keluar. Tiba-tiba dia dorong meja di hadapannya sambil menghunus pedang. Kok Siauw Hong pernah bertarung dengan Ih Hua Liong. Dia yakin Ih Hua Liong tidak akan lolos dari tangannya. Saat Ih Hua Liong mengajaknya bicara di luar, Kok Siauw Hong mengangguk. Tidak dia duga kalau Ih Hua Liong menghunus pedangnya. Karena tak siap hampir saja Kok Siauw Hong tertimpa meja makan. Sedang pakaian Siauw Hong basah tersiram kuah yang tumpah ke arahnya.

"Binatang, kau mau kabur ke mana?" bentak Kok Siauw Hong.

Kok Siauw Hong mendorong meja itu ke samping  hingga air teh tumpah mengenai jubah hwee-shio itu.

"Hm! Sungguh keterlaluan! Mau berkelahi terserah kalian, kenapa kau sampai memukul tubuhku?" bentak hwee-shio itu.

Hwee-shio itu memukul ke arah meja. "Braak!" meja itu langsung hancur berantakan.

"Heran, aku hanya menumpahkan air teh ke jubahnya, kenapa dia bilang aku memukulnya?" pikir Kok Siauw Hong.

Sesaat Kok Siauw Hong sadar, hwee-shio itu sengaja berpihak pada Ih Hua Liong. Tetapi karena merasa bersalah telah menumpahkan air ke pakaiannya, Kok Siauw Hong segera memberi hormat.

"Maaf! Aku telah membasahi pakaian Tay-su!" kata Siauw Hong.

Sedang Ih Hua Liong yang mau kabur ternyata dihadang oleh Han Pwee Eng. Ih Hua Liong langsung menyerang nona Han dengan jurus Cit-siu-kiam-hoat. Sebenarnya Ih Hua Liong pun belum yakin benar apakah hwee-shio itu memihak kepadanya atau tidak. Jika hwee-shio itu benar hwee-shio yang dimaksud si Maling Kecil Pauw Leng, pasti dia akan menghalangi Kok Siauw Hong yang akan mengejarnya. Jika bukan dia berusaha akan menangkap nona Han yang akan dijadikan sandera.

Di luar dugaan kepandaian nona Han lebih tinggi dibanding kepandaian Ih Hua Liong. Tetapi karena serangan Ih Hua Liong dilakukan secara bertubi-tubi, nona Han kewalahan juga. Tetapi mengalahkan dan menangkap nona itu tidak mudah. Saat serangan Ih Hua Liong yang membuat nona Han mundur. Tetapi nona Han berhasil merobek pakaian Ih Hua Liong dengan pedangnya Untung Ih Hua Liong berhasil kabur, jika tidak tangannya pasti terpotong oleh pedang nona Han. Saat Kok Siauw Hong hendak mengejar, dia terhalang oleh hwee-shio itu. Kok Siauw Hong tidak ingin meladeni hwee-shio itu. Dia kerahkan gin-kangnya untuk mengejar Ih Hua Liong. Dengan demikian Kok Siauw Hong berhasil mengejar Ih Hua Liong.

Ih Hua Liong langsung menyerang Kok Siauw Hong dengan jurus Cit-seng-cip-hwee (Tujuh Bintang Berkumpu).

"Kok Siauw Hong, jangan keterlaluan mendesakku. Sekalipun kau gagah tapi ada lagi orang lain yang lebih gagah!" kata Ih Hua Liong.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Melihat Ih Hua Liong nekat mengadakan perlawanan, Kok Siauw Hong tertawa dingin. Dia segera maju dan menyerang ke arah Ih Hua Liong sambil membentak dengan suara keras. "Ilmu Cit-siu-kiam-hoatmu harus kau latih lagi selama sepuluh tahun," kata Kok Siauw Hong.

Kok Siauw Hong juga menggunakan jurus yang sama, yaitu jurus Cit-seng-cip-hwee (Tujuh bintang bersatu). Saat menerima serangan dari Kok Siauw Hong, mata Ih Hua Liong jadi silau. Buru-buru Ih Hua Liong melompat mundur.

"Lihat! Ada apa di pakaianmu!" kata Kok Siauw Hong. Saat Ih Hua Liong menunduk memeriksa pakaiannya, dia lihat di pakaiannya terdapat bekas tujuh buah lubang tusukan pedang Kok Siauw Hong. Melihat pakaiannya itu Ih Hua Liong langsung ciut hatinya

"Luar biasa," pikir Ih Hua Liong. "Ilmu silatnya lihay sekali! Kepandaian bocah ini jauh lebih lihay dibanding dengan Guruku! Jika tadi dia ingin membunuhku, aku sudah tidak bernyawa lagi. Oh, mudah-mudahan hwee-shio itu mau menolongku!"

"Jika kau masih sayang pada nyawamu, lekas katakan!" bentak Kok Siauw Hong.

Ih Hua Liong diam saja.

"Tadi dia bilang di antara orang gagah masih ada orang gagah yang lain, apa maksud kata-kata hwee-shio itu? Ih Hua Liong membangkang mungkin karena dia mengandalkan hwee-shio itu?" pikir Kok Siauw Hong.

Kok Siauw Hong sudah sejak awal mengetahui bahwa hwee-shio itu berilmu tinggi, tetapi dia yakin Ih Hua Liong tidak akan mampu lolos dari tikamannya. Kok Siauw Hong tidak gentar sekalipun hwee-shio itu lihay, apalagi ada Han Pwee Eng yang pasti membantu dia.

"Cepat katakan!" bentak Kok Siauw Hong. Sekali lagi pedang Kok Siauw Hong bergerak cepat luar biasa, saat itu seolah sukma Ih Hua Liong sudah terbang ke angkasa

"Ba.. .baik.. .akan aku.. .aku katakan!" kata Ih Hua Liong dengan suara terbata-bata.

Saat itu pedang Kok Siauw Hong sudah tertuju ke tenggorokan Ih Hua Liong. Namun, tiba-tiba terlihat sinar berkelebat bagaikan pelangi ke tempat mereka. Ternyata bayangan hwee-shio yang telah melepas jubahnya dan menangkis pedang Kok Siauw Hong.

Pedang Kok Siauw Hong terhajar dan bentrok keras, seolah pedang itu mengenai tembok saja. Namun, jubah hwee-shio itu telah ditembus sehingga meninggalkan bekas tujuh buah lubang pedang Kok Siauw Hong.

Hwee-shio itu tertawa dingin.

"Hm! Kau bisa ilmu pedang Cit-siu-kiam-hoat. Dengan ilmu itu kau ingin menindas orang! Aku ingin mencoba ilmu silatmu itu, mari!" kata si hwee-shio menantang.

Melihat hwee-shio itu menolongi dirinya, Ih Hua Liong girang bukan kepalang. Ternyata dugaannya tidak salah, bahwa hwee-shio itu hwee-shio yang dimaksud oleh Pauw Leng.

"Tay-su benar!" kata Ih Hua Liong. "Bocah ini perlu dihajar!"

"Ya karena bocah ini berani melawanku, aku harus memberinya pelajaran! Pasti aku akan menghajarnya! Jika kau tidak ada urusan lain di sini, lebih baik kau segera menepi saja!" kata si hwee-shio. Ih Hua Liong segera mundur. Dari tempat yang agak jauh dia mengawasi hwee-shio yang akan menghajar Kok Siauw Hong.

Hwee-shio ini bernama Sah Seng Liu, dia murid Siauw- lim. Berhubung sifatnya tamak dan buruk, dia terjerumus ke jalan yang sesat dan banyak melakukan kejahatan.

Duapuluh tahun yang lalu, Sah Seng Liu pernah bersama Kong-sun Khie menimbulkan badai besar di kalangan Kangouw. Dia sering melakukan berbagai kejahatan.  Ketika orang-orang gagah menyerbu ke dusun Suang-kee- po, ketika itu Sah Seng Liu tertangkap oleh su-peknya. Dia dihukum selama sepuluh tahun menghadap ke tembok. Saat itu dia seolah sudah tobat dan selama sepuluh tahun itu, ilmu silatnya jadi bertambah tinggi. Melihat Sah Seng Liu seolah sudah tobat, ketua Siauw-lim-pay menempatkan dia di dalam kelenteng. Selama itu Sah Seng Liu pun bersikap alim. Karena sikapnya itu ketua kelenteng jadi tidak waspada dan tidak menjaganya dengan ketat.

Setengah tahun yang lalu Sah Seng Liu berhasil kabur dari kelenteng Siauw-lim. Dia langsung menemui si Maling Kecil Pauw Leng yang memang sahabatnya.

Begitu sampai Sah Seng Liu diminta bergabung dengan pihak Mongol. Dia setuju bergabung karenajika pihak Siauwlim-si akan menangkapnya, dia akan ditolong oleh Cun Seng Hoat Ong yang ilmu silatnya lihay sekali.

Begitulah, ketika Jen Thian Ngo dan Pauw Leng telah meninggalkan rumah Han Tay Hiong karena mereka hampir dipergoki Han Pwee Eng, Pauw Leng kabur berpisah dengan Jen Thian Ngo.

Di tengah jalan Pauw Leng bertemu dengan Ih Hua Liong yang sedang mencari gurunya, setelah gagal mendapatkan  bagian  harta  dari  kedua  iblis  tua  itu. Dari Pauw Leng inilah Ih Hua Liong tahu tentang hwee-shio itu. Malah Pauw Leng menjelaskan, bahwa Sah Seng Liu pun kenal dengan Jen Thian Ngo. Kebetulan Ih Hua Liong bertemu dengan Sah Seng Liu, tetapi keburu datang Kok Siauw Hong.

Saat Kok Siauw Hong ditegur bahwa dia telah menindas orang yang lemah, pemuda itu balik bertanya.

"Tay-su tidak bertanya dulu, mengapa aku memaksa orang itu! Kau bilang aku berani melawanmu, padahal tanpa sengaja aku membasahi pakaianmu. Maka itu aku minta maaf!'' kata Kok Siauw Hong.

Sah Seng Liu tertawa.

"Jubahku jubah pusaka, apa cukup hanya dengan minta maaf lalu urusan jadi beres?" kata Sah Seng Liu.

"Lalu aku harus bagaimana?" kata Siauw Hong. "Kau harus mengganti jubahku!" kata Sah Seng Liu. "Baik, aku akan membuatkan jubah baru untukmu!"

"Hm! Gampang saja kau bicara! Mana mungkin kau mengganti jubah pusaka denganjubah baru yang kau buat?" kata Sah Seng Liu.

Mendengar ucapan Sah Seng Liu itu, bukan main kesalnya hati Kok Siauw Hong. Namun, dia mencoba menahan marah.

"Kalau begitu aku harus bagaimana?" kata Kok Siauw Hong.

"Aku ingin kau serahkan pedangmu, dan kau juga harus sujud di kakiku!" kata Sah Seng Liu.

Dihina demikian Kok Siauw Hong tidak tahan sabar lagi. "Hm! Tay-su, rupanya kau sedang mencari gara-gara!

Baik, aku akan meladenimu!" kata Kok Siauw Hong.

Sah Seng Liu tertawa dingin.

"Baik, jika kau mampu menahan toyaku ini, maka aku tidak akan minta ganti apa-apa padamu!" kata Sah Seng Liu.

Ketika itu Han Pwee Eng sudah berada di dekat Kok Siauw Hong, maka itu pemuda itu berbisik pada Han Pwee Eng.

"Pwee Eng, kau awasi Ih Hua Liong, biar aku yang menghadapi Tay-su ini!" kata Kok Siauw Hong.

Melihat Han Pwee Eng mendekati Ih Hua Liong, Sah Seng Liu langsung bicara.

"Aku larang kalian menyentuhnya walau hanya rambutnya saja!" kata Sah Seng Liu.

"Huuuh!"

Tak lama terlihat toya hwee-shio itu diputar lalu menyerang ke arah Kok Siauw Hong. Tak lama toya itu juga menyambar ke arah Han Pwee Eng. Satu kali bergerak Sah Seng Liu menyerang kedua lawannya sekaligus.

Han Pwee Eng mencelat menghindari serangan Sah Seng Liu, karena toya itu lewat di bawah kakinya. Pada  saat yang bersamaan Kok Siauw Hong pun sudah langsung menyerang Sah Seng Liu dengan jurus Cit-seng-cip-hwee (Tujuh bintang bersatu). Sinar pedangnya berkelebat ke tujuh jalan darah lawan dengan cepat luar biasa.

"Hm, ternyata mutiara di dalam beras juga ingin memancarkan cahayanya!" kata Sah Seng Liu.

Sekalipun Sah Seng Liu berkata begitu, dia tidak berani meremehkan      lawannya.      Maka      itu      dia  langsung melancarkan serangan maut dengan toyanya. Ketika itu Sah Seng Liu menggunakan jurus Tok-coa-sui-wak (Ular berbisa mencari lubang). Sekalipun jurus ini tidak bisa menyerang ke tujuh jurusan seperti Cit-siu-kiam-hoat, tetapi toya Sah Seng Liu lebih berat. Tak heran jika jalan darah lawan yang tertotok oleh toyanya itu akan binasa. Ujung toya Sah Seng Liu bergerak kian-kemari dan terus mengincar jalan darah Kok Siauw Hong.

Tentu saja Kok Siauw Hong terkejut bukan kepalang.

Terpaksa Kok Siauw Hong mengubah serangannya. Dia gunakan jurus Hian-ciau-hua-sah (Burung mengaduk pasir). Ujung pedang Kok Siauw Hong menusuk ke jalan darah Hong-hu-hiat lawan. Sah Seng Liu kaget dia langsung menggerakkan toyanya.

”Tang!"

Ujung toya Sah Seng Liu berhasil menangkis ujung pedang Kok Siauw Hong, hingga miring ke samping. Kok Siauw Hong kaget tangannya yang memegang pedang terasa sakit sekali.

Saat melihat Ih Hua Liong akan kabur, Han Pwee Eng segera melompat meninggalkan pertarungan, lalu dia gunakan gin-kangnya untuk merngejar Ih Hua Liong.

Sekalipun Ih Hua Liong belum mahir benar menggunakan jurus Cit-siu-kiam-hoat seperti Kok Siauw Hong, namun untuk menghadapi Han Pwee Eng ilmu silatnya itu sudah cukup memadai. Tak lama kedua orang ini sudah terlibat dalam pertarungan yang seru. Walau serangan Han Pwee Eng dilakukan secara bertubi-tubi namun Han Pwee Eng belum mampu mengalahkan Ih Hua Liong. Melihat Ih Hua Liong diserang begitu hebat oleh Han Pwee Eng, bukan main gusarnya Sah Seng Liu.

"Bocah keparat, kau ingin tahu kelihayanku!" bentak Sah Seng Liu.

Toya Sah Seng Liu menyerang ke arah Kok Siauw Hong. Toya itu berputar bagaikan angin puyuh. Saat itu Han Pwee Eng berada tidak jauh dari tempat pertarungan Kok Siauw Hong dan Sah Seng Liu. Dia lDiat pedang Kok Siauw Hong selalu tertangkis oleh toya Sah Seng Liu yang lihay. Diam-diam Han Pwee Eng cemas juga. Nona Han menjadi bingung, apakah dia harus membantu Kok Siauw Hong atau membekuk Ih Hua Liong.

Sekarang Sah Seng Liu berada di atas angin, maka itu Ih Hua Liong kelihatan girang sekali.

"Gadis liar!" kata Sah Seng Liu. "Dengar, jika kau melukai Ih Hua Liong, aku akan mencabut nyawa bocah ini agar kau jadi janda seumur hidup!"

Sah Seng Liu mengetahui Han Pwee Eng calon isteri Kok Siauw Hong dari Pauw Leng. Saat itu juga wajah Han Pwee Eng merah, tapi Kok Siauw Hong berteriak pada nona itu.

"Adik Eng, jangan hiraukan kata-katanya, cepat tangkap Ih Hua Liong!" kata Kok Siauw Hong.

"Baik, siapa yang lebih lihay aku atau kalian?" bentak Sah Seng Liu.

Sah Seng Liu pernah dihukum menghadap tembok selama sepuluh tahun di Siauw-lim-si. Selama sepuluh tahun itu dia telah melatih ilmu silatnya hingga mencapai tingkat  tinggi.  Tidak  heran  kalau  Sah  Seng  Liu memiliki gin-kang yang lebih lihay dibanding gin-kang Kok Siauw Hong.

Serangan Sah Seng Liu terus berlangsung, angin serangannya terdengar menderu-deru bagaikan badai. Jika Sah Seng Liu menghadapi lawan biasa saja, sejak tadi dia sudah mampu mengalahkan lawannya. Tetapi Kok Siauw Hong masih tetap bisa bertahan dari serangannya itu.

Sekarang Han Pwee Eng sudah berhasil menghadapi Ih Hua Liong. Mereka sudah langsung bertarung dengan hebat.

Nona Han menggunakan jurus Keng-sin-kiam-hoat, dan ini membuat Ih Hua Liong terus terdesak.

Melihat Ih Hua Liong terdesak Sah Seng Liu jengkel. "Dasar bodoh! Lekas ke mari!" kata Sah Seng Liu pada

Ih Hua Liong.

Ih Hua Liong yang terkurung oleh pedang Han Pwee Eng tidak mampu membebaskan diri. Mungkin jika bisa bebas dari kurungan pedang nona Han, dia mampu kabur. Melihat Sah Seng Liu akan membantu Ih Hua Liong, Kok Siauw Hong menyerang dengan jurus Liok-cut-can-san (Keluar enam kali membabat gunung). Jurus ini agak aneh, sebab dia memiliki tujuh gerakan, enam gerakan menyerang, satu gerakan untuk menjaga diri. Sekalipun jurus ini sangat hebat, tetapi menghadapi Sah Seng Liu serangan ini jadi kurang istimewa.

"Hm! Bagus!" kata Sah Seng Liu.

Sah Seng Liu menggunakan jurus Tiat-soh-heng-kang (Rantai besi mengunci melintang di sungai). Jurus ini kelihatan sangat sederhana, namun daya serangnya sangat dasyat. "Tang!"

Terdengar suara bentrokan keras. Suara itu membuat kaget Han Pwee Eng. Dia langsung melirik ke arah Kok Siauw Hong. Saat itu Kok Siauw Hong terlihat terdesak mundur, malah terkurung oleh bayangan toya Sah Seng Liu, sehingga tidak mudah Kok Siauw Hong bisa bebas dari kurungan toya lawan.

Melihat Kok Siauw Hong dalam bahaya, hal itu membuat Han Pwee Eng tidak tinggal diam. Han Pwee Eng langsung menyerang Sah Seng Liu. Sinar pedangnya menyambar ke arah Sah Seng Liu. Dengan jurus Eng-pek- thiang-khong (Elang menyambar dari angkasa) Han Pwee Eng menyerang ke jalan darah Thian-leng-kay.

Tapi serangan ini bisa dihindari oleh Sah Seng Liu, tapi akan membahayakan Han Pwee Eng.

"Bagus! Gadis liar, apa kau datang untuk mengantar nyawamu?" kata Sah Seng Liu.

Dugaan itu benar Sah Seng Liu langsung menggerakkan toyanya dengan jurus Hok-mo Ciang-hoat (Ilmu toya penakluk iblis). Ketika itu dia gunakan jurus Ki-hwee-soh- thian (Mengangkat obor membakar langit).

Ujung toya Sah Seng Liu menyodok ke arah perut Han Pwee Eng ke arah jalan darah Hiat-hai-hiat. Saat menyerang tubuh Han Pwee Eng berada di udara, tampaknya Han Pwee Eng sudah tidak mungkin mengelak dari serangan Sah Seng Liu ini.

Saat itu Kok Siauw Hong pun sedang terdesak hingga tidak mungkin akan menolong nona Han. Dengan wajah pucat-pasi Kok Siauw Hong berseru kaget.

Tetapi pada saat yang bersamaan Han Pwee Eng yang berada   dalam   bahaya,   mengerahkan   gin-kangnya.  Dia serang toya Sah Seng Liu Nona Han menggunakan tenaga pukulan toya lawan untuk berakrobat ke belakang. Sesudah jauh dari lawan Han Pwee Eng pun turun ke bawah.

Menyaksikan lawan yang dia yakini akan tewas di tangannya, bisa terhindar, hal ini membuat mata Sah Seng Liu terbelalak kaget. Sedikitpun Sah Seng Liu tidak menduga, kalau Han Pwee Eng mampu menggunakan gerakan itu untuk menyelamatkan diri.

Begitu kaki nona Han menginjak tanah, dia langsung menyerang Sah Seng Liu, begitu juga Kok Siauw Hong yang mulai bisa menyerang ke arah Sah Seng Liu.

"Aaah, tidak aku kira adik Eng memiliki gin-kang yang tinggi!" pikir Kok Siauw Hong yang kelihatan cemas sekali.

Setelah muda-mudi ini bergabung, baru nona Han pun mengerti bahwa Kok Siauw Hong ternyata lihay.

"Ah, Kok Toa-ko luar biasa, jika aku yang menghadapi Sah Seng Liu aku bisa celaka!" pikir nona Han.

Mereka lalu bahu-membahu menyerang Sah Seng Liu secara bergantian. Dengan demikian sekarang pertarungan mereka seimbang. Namun, Ih Hua Liong bebas dari bahaya.

Jika tadi Han Pwee Eng tidak mencemaskan keadaan Kok Siauw Hong, dan membantu Kok Siauw Hong pasti dia akan berhasil menangkap Ih Hua Liong. Tetapi ini tidak dilakukannya sehingga Ih Hua Liong lolos.

"Celaka, Ih Hua Liong kali ini lolos lagi!" pikir Kok Siauw Hong.

Sekalipun demikian Kok Siauw Hong puas juga karena dia tahu gadis ini sangat memperhatikan dirinya Ih Hua Liong yang telah bebas dari ancaman Han Pwee Eng, girang bukan kepalang. Tetapi dia tidak langsung kabur, malah tetap tinggal di tempat yang agak jauh dari pertarungan Sah Seng Liu dan dua muda-mudi itu.

Sekarang Ih Hua Liong sudah tahu hwee-shio itu memihak kepadanya. Dia girang menyaksikan Sah Seng Liu mampu menghadapi Han Pwee Eng dan Kok Siauw Hong. Malah Sah Seng Liu masih berada di atas angin.

"Pauw Leng bilang kepandaian Sah Seng Liu hampir sama dengan kepandaian ketua Siauw-lim. Mulanya aku tidak percaya, sekarang ucapan Pauw Leng itu benar sekali! Biar aku menonton dulu dari jauh. Jika terlihat Sah Seng Liu terdesak, aku akan segera kabur. Aku kira itu pun belum terlambat." pikir Ih Hua Liong.

Ih Hua Liong yang menyaksikan Sah Seng Liu di atas angin, dia yakin Sah Seng Liu akan keluar sebagai pemenangnya. Tetapi dia tidak menyadari kalau Sah Seng Liu justru sedang mengeluh menghadapi dua muda-mudi yang lihay itu. Jangankan membunuh dua lawannya itu, memenangkan pertarungan pun tidak mudah. Gin-kang kedua muda-mudi itu lihay sekali, belum lagi ilmu pedang mereka pun cukup tinggi. Jika Sah Seng Liu lengah bisa j adi dia yang akan terluka oleh kedua muda-mudi itu. Miika itu dia langsung melancarkan serangan hebat dengan maksud agar kedua muda-mudi itu tidak mampu menyerang dirinya

Menghadapi Sah Seng Liu yang lihay, lama-kelamaan Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng kelelahan juga. Melihat lawannya mulai kelelahan, Sah Seng Liu girang sekali. Tetapi Sah Seng Liu tidak berani berbuat ceroboh. Tiba-tiba terdengar suara seseorang. "Kung-fu yang hebat, sepuluh tahun lamanya aku tidak ke Tiong-goan, ternyata di sini sudah muncul jago-jago silat muda belia!" kata orang itu.

Sah Seng Liu kaget bukan kepalang. Dia menoleh ke arah suara orang itu. Dari sana tampak seorang tua berjubah hijau berdiri tidak jauh dari mereka. Kedua tangan orang tua itu berada di belakang. Dia sedang asyik menonton pertarungan dan mulutnya tidak hentinya memuji.

Mula-mula Sah Seng Liu kaget. Tetapi melihat orang berjubah hijau itu tidak memihak pada siapa pun, Sah Seng Liu girang juga. Saat itu Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng sedang berkonsentrasi pada pertempuran mereka. Maka itu mereka tidak melihat dan mendengar suara orang itu. Tak lama orang tua itu berkata nyaring.

"Ilmu Hok-mo-ciang-hoat hwee-shio ini lihay sekali. Paling sedikit dia telah berlatih selama sepuluh tahun, terutama jurus Ih-kin-keng (Ilmu menggeser urat)." kata orang berjubah hijau itu.

Mendengar ucapan orang tua itu Sah Seng Liu bertambah kaget. Memang benar dia melatih Ih-kin-keng selama sepuluh tahun. Ih-kin-keng itu ilmu simpanan Siauw-lim-pay yang tidak pernah diwariskan kepada orang luar. Tetapi orang tua berjubah hijau sekali lihat dia tahu Sah Seng Liu menguasai ilmu itu. Maka tidak heran Sah Seng Liu begitu terperanjat. Tak lama orang tua itu bicara lagi.

"Ilmu silat kedua muda-mudi ini pun hebat!" kata dia. "Yang perempuan menggunakan Keng-sin-kiam-hoat, tetapi aku tidak tahu ilmu pedang apa yang digunakan anak muda itu? Aku belum pernah menyaksikan ilmu itu. Anak muda ilmu pedang apa itu?" Kok Siauw Hong sedang bertarung dia tidak memperhatikan pertanyaan orang tua itu. Tiba-tiba orang tua itu berkata lagi.

"Di kolong langit ini mana ada orang yang berani mengabaikan aku? Ah aneh sekali!" kata orang tua itu. Mendadak orang tua itu maju selangkah. 'Oh! Sekarang aku mengerti kau sedang terdesak oleh hwee-shio ini hingga sulit bernapas! Baik, silakan kau istirahat dulu. Aku akan mewakilimu melawan hwee-shio ini!" kata orang berjubah hijau itu.

Saat itu baik Kok Siauw Hong mau pun Han Pwee Eng merasakan ada sambaran angin halus ke arah mereka. Tetapi serangan ini tidak membuat mereka kesakitan, namun mereka terdorong ke belakang sejauh beberapa depa. Mereka pun tidak mampu mengerahkan lwee-kang mereka untuk melawan.

Melihat dua muda-mudi itu mundur Sah Seng Liu kaget bukan kepalang.

"Orang tua, siapa kau? Aku dan kau tidak saling mengenal, kenapa kau ikut campur?" kata Sah Seng Liu. Orang tua itu tertawa.

"Tahukah kau, aku melakukan sesuatu tidak atas dasar salah atau benar! Aku juga tidak menggunakan alasan apa pun. Hm! Kau tidak mengenalku, maka kau harus merasakan pukulanku!" kata orang berjubah hijau itu.

Mendengar ucapan orang berjubah hijau itu, amarah Sah Seng Liu memuncak.

"Baik. Memang baru kali ini aku bertemu dengan orang yang tidak tahu aturan sepertimu! Aku ingin tahu apa tangan kosongmu yang lihay atau toya besiku?" kata Sah Seng Liu. Tiba-tiba bayangan hijau berkelebat cepat luar biasa. Tahutahu orang tua itu sudah di depan Sah Seng Liu, lalu menyerang Sah Seng Liu.

Ilmu Hok-mo-ciang-hoat sangat lihay jika dalam pertarungan jarak jauh. Tetapi itu akan kurang efektif jika bertarung dari jarak dekat. Tidak heran jika Sah Seng Liu yang diserang lawannya dari jarak dekat jadi kewalahan. Buru-buru dia melompat mundur. Tetapi tiba-tiba terdengar suara nyaring.

"Sreeet!"

Ternyata jubah Sah Seng Liu robek. Dia kaget langsung menyerang dengan jurus Ouw-liong-pa-bwee (Naga hitam mengibaskan ekor). Kebetulan orang tua itu sedang maju ke arahnya. Diduga orang tua itu tidak akan mampu menghindari serangan Sah Seng Liu. Sungguh mengherankan, ternyata orang tua itu bisa berkelit, dan telapak tangannya menepis toya Sah Seng Liu dengan perlahan.

'Tang!"

Ilmu Hok-mo-ciang-hoat jurus ilmu silat keras dari Siauwlim. Tapi orang tua itu berani membentur toya Sah Seng Liu dengan telapak tangannya Sah Seng Liu yang melihatnya membelalakkan mata.

Saat toya Sah Seng Liu membentur tangan orang tua itu, dia merasakan tangannya sakit bukan kepalang. Buru-buru Sah Seng Liu mencelat mundur, sedang orang tua itu tertawa dingin.

"Bagaimana, toyamu atau telapak tanganku yang lihay?" kata orang tua itu. Sah Seng Liu langsung sadar bahwa orang tua itu sangat lihay. Sah Seng Liu semakin kaget bahkan tangan yang memegang toya terasa semakin sakit.

"Ah, apa orang ini menggunakan ilmu Pek-ok-coan-kang (Memukul benda mengerahkan tenaganya)? Orang tua ini menggunakan ilmu pukulan beracun supaya aku keracunan." pikir Sah Seng Liu.

Duapuluh tahun yang lalu Sah Seng Liu pernah mengenal ilmu silat Pek-ok-coan-kang milik Kong-sun Khie. Sesudah menyaksikan ilmu silat orang tua ini, dia langsung ingat kejadian itu. Dia pun kaget bukan kepalang.

Orang tua itu tertawa dingin.

"Hm! Kau masih belum mau menyerah?" kata orang tua itu. "Kalau begitu rasakan pukulanku sekali lagi!"

Tiba-tiba dia putar tangannya dan langsung menyerang. Sah Seng Liu segera mencium bau amis dari pukulan itu. Sah Seng Liu lalu memperhatikan telapak tangan orang tua berjubah hijau itu. Saat melihat telapak tangan orang itu mengkilap, langsung dia berseru.

"Jangan memukul lagi! Air bah menerjang kelenteng Raja Naga! Kita orang sendiri!" kata Sah Seng Liu.

"Siapa kau? Kau berani bilang aku sahabatmu?" kata orang tua itu.

"Aku bernama Sah Seng Liu. Duapuluh tahun yang lalu aku dan Kong-sun Khie bersahabat baik," kata Sah Seng Liu.

Melihat jurus yang digunakan orang itu jurus andalan Kong-sun Khie, maka dia berpikir pasti orang tua itu ada hubungannya dengan Kong-sun Khie. Mendengar keterangan Sah Seng Liu orang tua itu tertegun sejenak.

"Namamu Sah Seng Liu, rasanya pernah kudengar nama itu!" kata orang tua itu. "Tetapi dia bukan seorang hwee- shio!"

"Aku murid Siauw-lim-pay yang tidak menjadi pendeta," kata Sah Seng Liu memberi penjelasan. "Duapuluh tahun lalu aku terlibat dalam peristiwa di dusun Suang-kee-po. Oleh karena itu aku tertangkap oleh Su-pehku. Setelah dihukum selama sepukuh tahun menghadap tembok, aku mencukur rambutku menjadi hwee-shio!"

"Hm! Jadi selama sepuluh tahun kau berada di kelenteng Siauw-lim-si?" kata orang tua itu.

"Benar!" jawab Sah Seng Liu.

Orang itu menatap Sah Seng Liu dalam-dalam "Jadi masalah keluarga Suang selama sepuluh tahun li rnkhlr kau tidak mengetahuinya?" kata orang tua itu.

"Benar, aku baru saja kabur dari Siauw-lim-si, tidak heran masalah sepuluh tahun terakhir, aku tidak mengetahuinya," kata Sah Seng Liu dengan jujur.

"Hm, apa pun tidak kau ketahui, tapi kenapa kau bilang kita orang sendiri? Ayo enyah kau dari sini!" bentak orang tua itu.

Tadi orang tua itu bicara baik sekali, tetapi setelah dia mengetahui Sah Seng Liu tidak tahu apa-apa atas kejadian sepuluh tahun terakhir, dia mengusir Sah Seng Liu dengan kasar.

Tentu saja bentakan orang tua itu membuat Sah Seng  Liu terperanjat. Saat Sah Seng Liu mau membuka mulut, orang tua itu sudah mengibaskan tangannya "Lekas pergi jangan ganggu urusanku!" kata orang tua berjubah hijau. "Karena aku memandang muka Kong-sun Khie, hari ini kau aku bebaskan! Jika kau tidak pergi dan tidak tahu diri, aku tidak akan sungkan-sungkan lagi!"

Kibasan ujung jubah hijaunya itu membuat Sah Seng Liu agak terdorong ke belakang. Padahal orang tua itu mengibas dengan tenaga lunak sekali. Tadi saat dia mengibas ke arah Kok Siauw Hong dan nona Han, kibasan itu membuat kedua muda-mudi itu terdorong jauh. Karena Sah Seng Liu lweekangnya cukup tinggi hal itu tidak terjadi atas dirinya. Tentu saja akibat dorongan tenaga lunak orang tua itu, Sah Seng Liu pun mundur tiga langkah. Hal itu membuat Sah Seng Liu terperanjat bukan kepalang. Dia mundur dan kabur dengan terbirit-birit.

Sementara itu Ih Hua Liong yang berdiri tidak jauh dari mereka, ketika mendengar bahwa Sah Seng Liu punya hubungan dengan orang tua berjubah hijau, dia girang bukan kepalang. Namun, begitu melihat orang tua itu sifatnya tidak karuan alias angot-angotan, tiba-tiba Ih Hua Liong ingat omongan gurunya. Dia ingat siapa orang tua itu. Maka sebelum Sah Seng Liu kabur dia sudah lebih dulu kabur.

Melihat Ih Hua Liong akan kabur, Kok Siauw Hong melompat mengejarnya.

"Tunggu! Jangan tergesa-gesa mengurus orang itu karena aku ingin bertanya kepadamu!" kata orang tua itu.

Sesudah itu dia menyentil sebuah uang logam ke arah Ih Hua Liong.

'Tring!"

Uang logam itu menyambar kea rah jalan darah Hong- huhiat Ih Hua Liong. "Aduuh!" Eh Hua Liong menjerit.

Tubuhnya kemudian lunglai, seketika itu juga Ih Hua Liong langsung roboh.

Saat terkena uang logam Ih Hua Liong sedang lari, jaraknya sekitar seratus langkah lebih dari orang berjubah hijau itu. Tetapi orang tua itu mampu menyambit Ih Hua Liong dengan jitu, kejadian itu membuat Kok Siauw Hong kaget.

Dia jadi tidak enak hati karena orang tua itu ingin bicara dengannya. Tetapi setelah tahu orang tua itu membantu menangkap Ih Hua Liong, Kok Siauw Hong langsung berpikir.

"Orang tua ini aneh sekali. Tapi karena dia telah membantuku lebih baik kuturuti perintahnya," pikir Kok Siauw Hong.

"Nona benarkah kau puteri Han Tay Hiong di Lok- yang?"

Han Pwee Eng kaget karena orang tua itu tahu siapa dirinya. Atau mungkin dia asal menebak dari ilmu silat yang dia gunakan saat bertarung dengan Ih Hua Liong, yaitu ilmu silat Keng-sin-kiam-hoatnya.

"Barangkali orang tua ini sahabat Ayahku?" pikir nona Han.

Han Pwee Eng buru-buru mengangguk mengiakan. "Sudah lama kudengar nama besar ayahmu, yang

bergelar Kiam-ciang-siang-coat. Aku yakin ayahmu tidak akan bisa mengalahkan aku, tetapi untuk mengalahkan ayahmu pun tidak gampang!" kata orang tua itu.

Mendengar ucapan orang tua itu Han Pwee Eng tercengang. "Kalau begitu orang tua itu bukan sahabat Ayahku. Tetapi dari nada bicaranya dia juga tidak bermusuhan dengan Ayahku. Mungkin karena Ayahku terkenal, maka dia ingin menjajal kepandaian Ayahku. Ah, aku tidak peduli siapa dia, yang penting aku harus hormat kepadanya!" pikir Han Pwee Eng.

Orang tua itu mengawasi ke arah Kok Siauw Hong. "Kau anak siapa?" kata orang tua itu. "Apa ilmu

pedangmu itu warisan dari keluargamu?"

"Ayahku almarhum bernama Kok Ju Sih dari Hang-cou. Ilmu silat pedang ini diajarkan oleh Ibuku!" jawab Kok Siauw Hong.

Orang tua itu manggut-manggut.

"Aku ingat sekarang," kata dia tiba-tiba. "Duapuluh tahun yang lalu aku pernah bertemu dengan ayahmu. Ketika itu dia baru menikah. Ayahmu itu menantu keluarga Jen. Apakah tadi jurus pedang Cit-siu-kiam-hoatT''

"Benar, Lo-cian-pwee. Tetapi ilmu silatku itu masih rendah," kata Kok Siauw Hong.

Orang tua itu tertawa sejenak.

"Tidak, ilmu pedangmu itu hebat!" kata orang tua itu. "Itu sungguh di luar dugaanku. Yang aku heran karena ilmu pedang keluarga Jen tidak pernah diturunkan kepada orang lain. Tahun itu aku menemui Jen Thian Ngo, pasti dia pamanmu. Aku desak agar dia mau bertarung denganku. Tetapi ilmu pedang yang dia gunakan berbeda dengan ilmu pedangmu. Apakah dia menggunakan ilmu pedang palsu untuk membohongiku atau memang dia tidak mahir ilmu Citsiu-kiam-hoat? Apa benar Cit-siu-kiam-hiat hanya diturunkan pada menantu, bukan kepada anak lelaki keluarga Jen?" Kejadiannya memang begitu. Menurut ibu Kok Siauw Hong, karena kakek Kok Siauw Hong mengetahui Jen Thian Ngo tidak berguna, kitab ilmu pedang Cit-siu-kiam- hoat diserahkan kepada puterinya, atau ibu Kok Siauw Hong sebagai hadiah pernikahannya. Kok Siauw Hong tidak mengetahui asal-usul kakek dari ibunya itu, maka dia tidak ingin memberitahu orang lain mengenai asal-usul keluarganya.

"Mengenai urusan keluargaku, aku tidak tahu sama sekali. Ketika aku dilahirkan Kakek dari Ibuku sudah meninggal." kata Kok Siauw Hong.

Kelihatan orang tua itu kecewa.

"Aku terlalu banyak bicara soal ilmu silat kalian, hingga aku melupakan urusan yang sangat penting!" kata orang tua itu. "Ada satu urusan yang ingin aku tanyakan kepada kalian!"

"Silakan tanya, jika kami tahu pasti kami akan memberi tahu Lo Cian-pwee. Mohon maaf siapa nama Lo Cian- pwee?" kata Kok Siauw Hong.

Orang tua itu tersenyum. Dia tidak menjawab pertanyaan Kok Siauw Hong, tapi dia langsung bertanya pada Han Pwee Eng.

"Nona Han, apa benar kau punya teman bernama Kiong Mi Yun?" kata orang tua itu.

Han Pwee Eng tertegun.

"Benar! Apakah Lo Cian-pwee. "

"Ya," memotong orang tua itu. "Aku ayah Kiong Mi Yun. Aku pemilik pulau Hek-hong-to. Namaku Kiong Cauw Bun!" Han Pwee Eng kaget, karena orang tua itu paling ditakuti di kalangan Kang-ouw.

"Bulan lalu aku bertemu dengan Ang Kin, ketua Lima Perkumpulan Besar daerah Huang-hoo," kata Kiong Cauw Bun. "Dia bilang puteriku pernah ada di Ngi Nih Lauw di kota Ouwshia. Kalian bertarung dengan Pouw Yang Hian murid See-bun Souw Ya. Apa benar begitu?"

"Mungkin karena masalah itu Kiong Cauw Bun mencariku?" pikir Han Pwee Eng.

"Puteriku sangat nakal, dia kabur. Sekarang aku sedang mencarinya. Nona Han, apakah kau tahu sekarang dia ada di mana?" kata Kiong Cauw Bun.

"Aku dengan puterimu berpisah di kota Ouw-shia, sampai sekarang aku belum pernah bertemu lagi dengannya. Aku kira Kok Toa-ko mengetahui di mana puteri Lo Cian-pwee itu berada!" kata Han Pwee Eng.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar