Beng Ciang Hong In Lok Jilid 23

 
Sesudah keempat pesilat Mongol itu berunding sebentar, salah seorang dari mereka berseru lagi.

"Siang-koan Hok, aku tahu kau gagah. Kami sudah menemukanmu di sini, mengapa kau masih bersembunyi? Apa ini tidak merendahkan martabatmu?" kata orang itu. Han Pwee Eng mendekati Kok Siauw Hong lalu berbisik. "Bagaimana kalau kita terjang mereka?" kata si nona. Karena tidak ada sahutan dari dalam rumah, pesilat Mongol itu lalu berkata pada rekannya.

"Aku mendengar suara napas ada di dalam kamar. Aku yakin mereka bersembunyi di kamar itu. Mari kita periksa!" kata orang Mongol itu.

Bukan main kagetnya Kok Siauw H ong, kini dia sadar pesilat Mongol itu berilmu tinggi.

"Kepandaian orang ini luar biasa," pikir Kok Siauw Hong. "Padahal sudah kucoba menahan napasku, tetapi orang itu masih mendengarnya!"

Mereka cuma berempat, jika Kok Siauw Hong bergabung dengan Han Pwee Eng, dia yakin mereka belum tentu kalah. Dari pada diam dan tertangkap lebih baik dia akan menerjang keluar. Dia genggam tangan Han Pwee Eng lalu berkata perlahan.

"Aku akan menerjang mereka, kau ikuti aku dari belakang!" bisik Kok Siauw Hong.

Kok Siauw Hong mendorong daun jendela dengan tiba- tiba. Dia melompat menerjang ke luar dengan menggunakan jurus Yeh-can-pat-hong (Malam menyerang ke delapan penjuru).

Salah seorang pesilat Mongol yang berdiri di dekat jendela terkejut, matanya silau oleh cahaya pedang Siauw Hong yang berkelebat ke mukanya. Dia segera melompat ke belakang sambil mengayunkan goloknya.

"Tang!" Terdengar suara benturan sangat keras, itu suara pedang Kok Siauw Hong yang membentur golok pesilat Mongol itu.

Pedang Kok Siauw Hong tertangkis hingga miring, hal itu membuat pemuda ini kaget.

"Hm! Kepandaian orang ini cukup tinggi, tetapi kenapa dia malah mundur?" pikir Kok Siauw Hong.

Pesilat itu bukan takut pada Siauw Hong, tetapi dia mengira yang lompat ke luar itu Siang-koan Hok. Hal itu tidak disadari oleh Kok Siauw Hong. Pesilat Mongol itu sadar jika yang keluar Siang-koan Hok, itu berbahaya baginya. Dia tahu kepandaian Siang-koan Hok sama dengan kepandaian Cun Seng Huat Ong.

Tidak heran kalau pesilat Mongol itu agak jerih pada Siangkoan Hok.

Sesudah mundur dan beradu senjata pesilat Mongol itu haru bisa melihat jelas, bahwa lawannya bukan Siang-koan Hok. Maki itu dia langsung membentak.

"Beraninya kau bocah keparat, mengapa kau bersembunyi di situ?" kata dia.

"Mundur! Biarkan aku yang menangkap dia!" kata kawan pesilat Mongol itu.

Orang itu langsung menyerang Kok Siauw Hong. Gerakannya gesit bagaikan seekor burung elang menyambar mangsanya. Saat diserang Kok Siauw Hong langsung menggerakkan pedangnya, dengan jurus Ki-hwee-soh-thian (Mengangkat obor membakar langit) dia serang pesilat Mongol itu dengan dahsyat.

Pesilat Mongol itu gesit sekali. Dia berkelit sekaligus mengulurkan   tangan   untuk   mencengkram   jalan   darah Thianleng-kay Kok Siauw Hong. Pengalaman Siauw Hong sangat luas, saat dia melihat serangan pesilat Mongol itu bergerak ke arahnya, dia langsung tahu itu jurus cengkraman burung elang yang sangat berbahaya. Buru- buru Kok Siauw Hong memiringkan kepalanya, lalu dia angkat pedangnya untuk membabat bahu pesilat Mongol itu.

Melihat Siauw Hong lolos dari cengkramannya, pesilat itu melompat tinggi, salah satu kakinya menendang pedang di tangan Siauw Hong. Pedang itu berhasil ditendang hingga miring. Pada saat yang bersamaan, pesilat Mongol itu turun, lalu membentangkan kedua tangannya akan mencengkram lawannya.

Pada sepatu pesilat Mongol itu dipasangi taji terbuat dari besi yang tajam. Mengetahui sepatu lawan sangat berbahaya, Kok Siauw Hong tidak berani bertarung dalam jarak dekat. Kok Siauw Hong mundur selangkah, lalu menusukkan pedangnya ke arah jalan darah pesilat Mongol itu.

Serangan pedang Cit-siu-kiam-hoat bisa bergerak cepat ke tujuh jalan darah lawan dengan satu kali serang. Karena pesilat Mongol itu belum pernah melihat jurus yang begitu aneh dia terperanjat bukan kepalang.

"Aku kira para pesilat Mongol sudah sangat lihay-lihay, tetapi ternyata di Tiong-goan terdapat pesilat berilmu tinggi. Dia masih muda, tetapi ilmu silatnya luar biasa!" pikir pesilat Mongol itu.

Sesudah tahu bagaimana lihaynya Kok Siauw Hong sekarang pesilat itu tidak berani meremehkan lawannya. Sepasang tangannya segera melindungi setiap jalan darah yang akan diserang oleh lawan. Saat merasa pedangnya tertangkis oleh pesilat Mongol, Kok Siauw Hong merasakan pedangnya seolah-olah membentur tembok yang tidak kelihatan. Tak lama Kok Siauw Hong merasa telapak tangannya mulai sakit.

Kok Siauw Hong kaget. Dia tidak mengira lwee-kang pesilat Mongol itu berada di atasnya. Sekarang pesilat itu maju dan menyerang dia. Tetapi pesilat ini belum mampu mengalahkan Kok Siauw Hong. Kawan pesilat Mongol yang bersenjata golok kelihatan tidak sabaran melihat kawannya belum mampu membekuk lawan. Tanpa menghiraukan harga diri dia maju akan mengeroyok Kok Siauw Hong.

Saat itu Han Pwee Eng yang menyusul Siauw Hong sudah berada di luar kamar. Begitu melihat Siauw Hong dikeroyok, nona Han langsung menyerang orang yang menggunakan jurus cengkraman burung elang itu. Gerakan Han Pwee Eng sungguh indah, baik saat melompat, maupun ketika dia bersilat dengan jurus pedangnya, sungguh indah sekali. Tenyata jurus-jurus itu jurus maut.

"Niauw Mong, hati-hati!" kawan pesilat Mongol yang belum terjun ke arena memperingatkan kawannya.

Kawannya yang lain saat menyaksikan Han Pwee Eng bersilat dengan jurus yang demikian indah, tanpa terasa dia memuji.

"Sungguh indah gerakan nona ini!" katanya.

Kepandaian Niauw Mong berada di atas kepandaian Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng. Tetapi karena  mereka bergabung dan menyerang bersama, tidak heran Niauw Mong terdesak dan harus mundur. Orang yang tadi memuji keindahan ilmu silat Han Pwee Eng langsung berteriak. "Toa Su-heng, mundur! Serahkan mereka kepadaku!" kata pesilat itu.

Niauw Mong tahu berapa tinggi kepandaian adik seperguruannya dia pun segera mundur sambil berseru.

"Hua Kip, apa kau tertarik pada gadis itu?" kata Niauw Mong.

Tentu saja Niauw Mong kurang puas karena dia diminta mundur oleh adik seperguruannya itu. Apalagi tadi sang su- tee memuji kepandaian nona Han itu.

Dari keempat pesilat tangguh Mongol itu, dua orang murid Cun Seng Hoat Ong. Sedang yang dipanggil Hua Kip nama lengkapnya Tee-mu Hua Kip, sekalipun dia menjadi adik ketiga, namun kepandaiannya lebih tinggi di antara keempat pesilat itu.

Cun Seng Hoat Ong mengirim mereka berempat ke Tionggoan untuk menangkap Siang-koan Hok. Sedang pesilat Mongol bersenjata golok itu pengawal berbaju emas bernama Lu Khi. Seorang lagi bernama Jenan.

Mendengar olokan Niauw Mong, Tee-mu Hua Kip tertawa terbahak-bahak.

"Mana berani Siauw-tee tertarik pada nona itu!" kata Tee-mu Hua Kip. "Tetapi dia memang cantik. Jika kita berhasil menangkapnya, akan aku serahkan kepada Khan Besar. Pasti kita mendapat hadiah yang luar biasa. Tetapi orang paling penting yang harus kita tangkap ialah Siang- koan Hok! Kita jangan sampai terpancing siasat Siang-koan Hok, misalnya dengan tipu "Memancing harimau turun gunungl"

"Walau kau mewakiliku, tapi kau juga ingin agar kami memeriksa ke dalam rumah itu!" kata Niauw Mong yang baru sadar pada tugas utamanya. "Ya," kata Tee-mu Hua Kip. "Aku yakin mereka ini anak buah Siang-koan Hok. Jika kamar itu tidak segera kalian geledah, siapa tahu Siang-koan Hok malah kabur!"

Kata-kata itu membuat Niauw Mong berpikir.

"Hm! Liciknya kau ini. Pekerjaan yang sulit kau serahkan pada kami! Sungguh cerdik kau ini!" pikir Niauw Mong sambil mencibirkan mulutnya. Tetapi dia berpikir lagi. "Jika kami bertiga melawan Siang-koan Hok, sekalipun tidak bisa mengalahkannya, namun masih mampu menangkis serangannya sampai seratus jurus. Jadi saat dia sudah bisa mengalahkan kedua lawannya itu, pasti dia akan membantu kami!"

Tanpa banyak bicara lagi Niauw Mong mengajak kedua temannya akan menggeledah kamar. Dengan demikian Kok Siauw Hong dan Pwee Eng hanya menghadapi seorang lawan.

Rupanya Tee-mu Hua Kip terlalu meremehkan kedua muda-mudi ini. Begitu dia maju langsung mencengkram ke arah Han Pwee Eng tanpa senjata. Karena tadi Niauw Mong mengatakan pesilat ini menginginkan dirinya, Han Pwee Eng sangat membencinya Saat dia melihat Tee-mu Hua Kip maj u hendak mencengkramnya, nona Han langsung menusukkan pedangnya. Ilmu pedang nona Han sangat lihay, dia menggunakan jurus Keng-sin-kiam- hoatyang termasuk ilmu pedang kelas satu. Dulu Chu Kiu Sek pernah terluka oleh jurus nona ini. Bisa dibayangkan betapa lihaynya serangan Han Pwee Eng ini. Serangan itu membuat Tee-mu Hua Kip terperanjat. Dia sadar bahwa nona ini bukan lawan yang sembarangan. Buru-buru dia membungkukkan tubuhnya untuk menghindari tusukan pedang Han Pwee Eng, tapi ujung pedang Han Pwee Eng tetap berhasil merobek pakaiannya. Dengan gesit dan  cepat sekali Tee-mu Hua Kip menyentil pedang si nona dengan keras.

"Tang!"

Pedang Han Pwee Eng yang tersentil oleh jari Tee-mu Hua Kip sampai miring, dan ini mengakibatkan tangan Han Pwee Eng yang memegang pedang itu sakit, Han Pwee Eng kaget bukan kepalang. Saat nona Han tertegun untung serangan pedang Kok Siauw Hong datang menyusul ke arah Tee-mu Hua Kip.

Sekalipun ilmu pedang Cit-siu-kiam-hoat tidak berada di atai ilmu pedang Keng-sin-kiam-hoat, tetapi karena lwee- kang Kok Siauw Hong lebih tinggi dari lwee-kang Han Pwee Eng, serangan Kok Siauw Hong cukup dahsyat!

Tadi Tee-mu Hua Kip baru terhindar dari serangan Han Pwee Eng dan dia baru melancarkan serangan balik dengan sentilan pada pedang nona Han. Sekarang tiba-tiba dia harus menghadapi serangan dari Kok Siauw Hong yang begitu cepat. Pedang Kok Siauw Hong tampak berkelebat membentuk tujuh bayangan dalam satujurus dan mengarah ke tujuh jalan darahnya.

Tentu saja Tee-mu Hua Kip tidak berani sembarangan menangkis serangan Kok Siauw Hong ini, apalagi hanya dengan tangan kosong. Buru-buru Tee-mu Hua Kip menjatuhkan diri, sekaligus dia gunakan taji sepatunya menggaet kaki Han Pwee Eng. Sudah tentu Han Pwee Eng tidak akan membiarkan kakinya tergaet lawan. Tiba-tiba saat kaki lawan menyambar ke kakinya, nona Han melompat, lalu menusuk Tee-mu Hua Kip dengan pedangnya Melihat bahaya kakinya akan ditebas kutung oleh nona itu, Tee-mu Hua Kip bergerak cepat. Dia gunakan jurus Lai-lu-tah-juan  (Keledai malas bergulingan). Tubuh Tee-mu Hua Kip bergulingan beberapa depa menghindari serangan gadis itu.

Tee-mu Hua Kip berhasil lolos dari serangan Han Pwee Eng, tetapi jurus itu jurus yang paling jarang digunakan pesilat tinggi, dengan demikian tanpa disadarinya dia sudah mempermalukan diri sendiri.

Bukan saja Han Pwee Eng tidak berhasil melukai Tee- mu Hua Ki, tetapi dia juga menghalangi gerakan Kok Siauw Hong yang akan menyerang orang itu. Dengan cepat dan terpaksa Kok Siauw Hong harus segera menarik pedangnya agar tidak melukai Han Pwee Eng. Dan dia memberi kesermpatan pada nona itu untuk menyerang lawannya

"Phui!" Han Pwee Eng meludah. "Sungguh tidak tahu malu kau bertarung dengan cara begitu!"

Tadi gara-gara dia terlalu meremehkan lawan maka Tee- mu Hua Kip mengalami kejadian yang memalukan itu. Ini membuat dia gusar bukan kepalang. Mendadak dia melompat sambil membentak keras.

"Akan kuperlihatkan kepandaianku!" katanya.

Dia langsung melancarkan beberapa pukulan beruntun yang dahsyat. Pada saat yang bersamaan, Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng juga maju. Tetapi mereka merasakan dorongan tenaga lawan menerjang mereka. Saat itu Kok Siauw Hong segera melancarkan serangan, hingga bentrok dengan pukulan lawan.

"Buum!"

Suara benturan keras terdengar nyaring sekali. Kok Siauw Hong terhuyung ke belakang tiga langkah. Seketika dia merasakan darahnya bergolak hebat. Untung Han Pwee Eng berhasil menghindari serangan itu. Tee-mu Hua Kip memiliki ilmu Kun-goan-it-niat-kang (Tenaga sakti sejagat). Ilmu dari aliran sesat yang setingkat dengan ilmu pukulan Kim-kong-ciang aliran Buddha. Karena jaraknya dekat, Tee-mu Hua Kip tidak bisa mengerahkan seluruh kekuatan pukulannya itu. Selain itu dia juga ingin menangkap Han Pwee Eng hidup-hidup. Dia kira dengan ilmu cengkramannya dia mampu merobohkan mereka berdua. Tetapi karena memandang remeh lawan, dia tidak menggunakan jurus Kun-goan-it-niak-kang itu.

Sekarang Tee-mu Hua Kip sadar bahwa kedua muda- mudi itu lihay. Maka itu dia harus bertarung dengan sungguhsungguh, dan mengeluarkan seluruh kemampuannya.

Sekalipun lwee-kang Kok Siauw Hong lebih rendah dari lwee-kang Tee-mu Hua Kip, namun karena Kok Siauw Hong berlatih Siauw-yang-sin-kang dari aliran lurus, dia sanggup menahan pukulan lawan yang dahsyat. Sekalipun terhuyung terkena pukulan lawan, namun Tee-mu Hua Kip tidak bisa melukainya. Tentu saja ketika menyaksikan lawannya tidak roboh oleh pukulannya, Tee-mu Hua Kip kaget bukan kepalang. Dia segera mengeluarkan senjatanya sambil membentak.

"Sekarang, mari kta bertarung memakai senjata!" katanya.

Senjata Tee-mu Hua Kip adalah Jit-goat-lun (Roda matahari dan bulan). Senjata ini mirip senjata Kim-lun Hoat Ong dalam kisah Sin Tiauw Hiap Lu. Senjata ini mampu menjepit senjata lawan, baik golok maupun  pedang. Sesudah mengeluarkan senjatanya Tee-mu Hua Kip berpikir. "Sebelum Niauw Mong kembali, aku sudah harus merobohkan mereka berdua. Jika tidak aku  akan kehilangan muka!" pikir Tee-mu Hua Kip.

Itu sebabnya karena ingin buru-buru mengalahkan kedua muda-mudi itu, dia langsung menyerang secara bertubi-tubi menggunakan Jit-goat-lun nya. Saat itu roda Jit-goat-lun itu tampak berputar-putar memancarkan cahaya berkeredepan. Suara senjata itu pun cukup nyaring. Saat itu baik Kok Siauw Hong maupun Han Pwee Eng dalam keadaan terkurung. Namun, ilmu pedang merekajuga lihay. Sekalipun serangan lawan bertubi-tubi, namun kedua muda- mudi ini mampu bertiihan. Tampaknya sedikitpun Kok Siauw Hong tidak gentar menghadapi senjata lawan itu. Dia tangkis serangan senjata itu denganjunis Siauw-yang- sin-kang. Sedang Han Pwee Eng menggunakan gin- kangnya, dia bergerak cepat hingga yang tampak hanya bayangannya yang bergerak-gerak kian-kemari berkelebat- kelebat mengitari Tee-mu Hua Kip. Setiap ada kesempatan nona ini menusukkan pedangnya ke tubuh lawan.

Sesudah bertarung beberapa saat Tee-mu Hua Kip mulai mengeluh. Dia tidak mengira kedua lawannya lihay. Sedang serangan-serangan Kok Siauw Hong semakin gencar. Jika mau bisa saja dia meloloskan diri dari lawannya itu. Maka itu Kok Siauw Hong langsung memberi isyarat pada nona Han. Dia minta agar Han Pwee Eng jangan meladeni terus orang itu, tapi mereka harus segera kabur dari situ.

Tetapi sial saat mereka akan kabur Niauw Mong muncul bersama kedua kawannya. Niauw Mong tertegun menyaksikan pertarungan itu. Ternyata Tee-mu Hua Kip tidak mudah mengalahkan lawannya.

"Kami sudah menggeledah rumah bagian depan dan belakang, tetapi tidak menemukan Siang-koan Hok! Tetapi kenapa kau masih belum menangkap kedua orang ini?" kata Niauw Mong.

Tee-mu Hua Kip mendengus.

"Sebenarnya mudah saja aku mengalahkan mereka, tetapi aku ingin tahu apa hubungan gadis ini dengan Siang- koan Hok. Jika dia tidak ada hubungannya, pasti dia puteri Han Tay Hiong!" kata Tee-mu Hua Kip.

Ternyata dugaan Hua Kip benar, Han Pwee Eng puteri Han Tay Hong. Sebenarnya Niauw Mong sedikit kesal karena Tee-mu Hua Kip tinggi hati. Tapi walau demikian Niauw Mong menjadi geli juga.

"Jika sedang senggang tidak apa-apa bermain-main dengan mereka," kata Niauw Mong, "tetapi tugas kita masih harus menangkap Siang-koan Hok. Maka lebih baik kita hajar mereka dulu agar kita tidak melalaikan tugas kita yang lebih penting!"

Maka tanpa banyak bicara Niauw Mong langsung menyerang Han Pwee Eng dengan pukulan dahsyatnya.

Kepandaian Niauw Mong di bawah kepandaian adikseperguruannya, tetapi tentu saja ada di atas kepandaian Han Pwee Eng. Ketika Han Pwee Eng diserang secara bertubi-tubi, dia kelihatan mulai tidak tahan. Sedang Tee-mu Hua Klip menghadapi Kok Siauw Hong, dia kelihatan mulai mengungguli pemuda ini. Sedangkan Lu Khi dan Jenan ketika itu sudah mengeluarkan golok, mereka bersiap untuk mencegah Kok Siauw Hong dan nona itu melarikan diri.

Melihat dua kawannya berjaga-jaga dengan serius, Tee- mu Hua Kip kurang puas.

"Hai kenapa kalian berjaga begitu serius? Dengar! Kedua bocah  ini  tidak  akan  lolos  dari  tanganku!  Cepat  keluar, periksa! Siapa tahu Siang-koan Hok muncul!" kata Tee-mu Hua Kip rupanya dia mengkhawatirkan Siang-koan Hok akan muncul secara tiba-tiba.

Dugaan Tee-mu Hua Kip ternyata benar. Tiba-tiba terdengar suara siulan panjang.

"Sudah lama Siang-koan Hong di sin! Kalian tidak perlu susah-payah mencariku!" kata sebuah suara.

Tak lama terlihat Siang-koan Hok melompat turun dari atas tembok pekarangan ke halaman. Para pesilat Mongol itu terkejut bukan kepalang. Buru-buru Tee-mu Hua Kip mendesak Kok Siauw Hong hingga mundur. Tee-mu Hua Kip buru-buru mundur menempelkan punggungnya ke tembok. Dia takut Siang-koan Hok menyerang mereka secara gelap.

Niauw Mong pun menghentikan serangannya pada Han Pwee Eng, dia melintangkan tangannya di depan dada untuk berjaga-jaga dan mengawasi lawan, kalau-kalau dia diserang oleh Siang-koan Hok.

Melihat Siang-koan Hok muncul Han Pwee Eng girang. "Paman Siang-koan, Ayahku ingin bertemu denganmu!

Ada yang dia ingin bicarakan dengan Paman!" kata Han

Pwee Eng.

"Aku juga ingin menemui Ayahmu, tapi sekarang jangan banyak bicara dulu. Kita bereskan dulu mereka ini!" kata Siang-koan Hok.

Sesudah itu Siang-koan Hok menghadapi keempat  pesilat Mongol itu.

"Kalian mengejarku sampai di sini! Sekarang aku sudah ada di sini, kau tidak perlu bersusah payah lagi. Katakan apa yang kalian inginkan?" kata Siang-koan Hok. Sesudah menarik napas panjang Tee-mu Hua Kip, mulai bicara.

"Siang-koan Sian-seng, Kok-su meminta kau kembali. Kami mohon Sian-seng bersedia ikut kami secara baik- baik!" kata Tee-mu Hua Kip.

"Bagaimana jika aku tidak mau?" kata Siang-koan Hok. Wajah Tee-mu Hua Kip berubah jadi pucat-pasi. Dia diam saja.

Tadinya Tee-mu Hua Kip sudah mengambil antisipasi. Dia membawa tiga orang kawannya dengan tujuan untuk menghadapi Siang-koan Hok satu lawan empat. Sedikitpun Tee-mu Hua Kip tidak mengira kalau sekarang mereka bertemu dengan Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng. Dengan demikian mereka jadi empat lawan tiga orang.

Namun Tee-mu Hua Kip yakin pertarungan hebat tidak akan bisa dihindarkan lagi, maka itu dia siaga.

"Kami mendapat tugas dari Kok-su untuk mengajak Sianseng pulang. Jika Sian-seng tidak bersedia, terpaksa kami. "

"Hm! Maksudmu kau ingin memaksaku?" kata Siang- koan Hok sambil tertawa.

"Tidak! Kami tidak berani. " kata Tee-mu Hua Kip.

Maksud Hua Kip akan mengatakan mereka "terpaksa tidak akan sungkan-sungkan terhadap Siang-koan Hok".

"Baik, kalian berdua murid istimewa dari Cun Seng Hoat Ong. Jika kalian bisa menahan seranganku dalam sepuluh jurus, aku akan ikut pulang bersama kalian!" kata Siang- koan Hok.

Kelihatan Tee-mu Hua Kip girang mendengar jawaban dari Siang-koan Hok itu. 'Hm! Dasar Tua Bangka tidak tahu diri," pikir Tee-mu Hua Kip. "Sekalipun kami berdua bukan tandinganmu, tetapi kalau hanya dalam sepuluh jurus kami pasti tahan!"

"Seorang jagoan kata-katanya bisa dipercaya!" kata Tee- mu Hua Kip. "Kuda jempolan cukup hanya sekali cambuk! Siang-koan Sian-seng, kau yang menghendaki begitu, maka kami pun menurut saja!"

Siang-koan Hong terkenal sebagai salah seorang jago pada masa itu, begitu yang diketahui Han Pwee Eng. Walau demikian nona ini tetap mencemaskan orang tua ini.

'Paman hanya membatasi sampai sepuluh jurus, apakah itu tidak menyulitkan dia sendiri," pikir Han Pwee Eng. "Seandainya Paman Siang-koan tak mampu mengalahkan mereka dalam sepuluh jurus, lalu harus bagaimana?"

Tetapi karena Siang-koan Hok sudah berkata begitu, sudah tentu kata-kata itu tidak mungkin ditarik kembali. Maka itu Han Pwee Eng mengajak Kok Siauw Hong supaya mundur memberi kesempatan pada Siang-koan Hok untuk menghadapi pesilat Mongol itu.

Sementara itu Siang-koan Hok memasukkan tangannya ke dalam saku, lalu dia berjalan dengan santai menghadapi lawannya.

"Apa yang sudah aku katakan pasti akan kutepati!" kata Siang-koan Hok. "Silakan kalian maju!"

Kelihatan Tee-mu Hua Kip yang sudah menahan kegusarannya yang telah memuncak, langsung siap sedia.

"Hm! Kau terlalu meremehkan kami!" pikir Tee-mu Hua Kip. Dia langsung maju lalu menyerang dengan senjata Jit- goatlun-nya. Jurus yang digunakan Lui-pung-thian-sian (Kilat menyambar halilintar menggelegar).

Pada saat yang bersamaan Niauw Mong pun melancarkan pukulan ke arah Siang-koan Hok. Tangannya membentuk sebuah lingkaran, dia menyambar tulang punggung Siangkoan Hok.

Serangan Niauw Mong datang dari arah belakang, sedang Siang-koan Hok segera mengibaskan tangannya ke belakang dan dia putar ke bagian depan. Tak ampun lagi tubuh Niauw Mong terseret ke depan, sedang tubuh Siang- koan Hok bergeser ke samping.

Saat itu juga roda Lun-goat-lun menyambar ke arah Niauw Mong. Ternyata serangan Tee-mu Hua Kip bukan tertuju pada Siang-koan Hok, tapi menyerang ke arah Niauw Mong. Bukan main kagetnya Niauw Mong hingga dia berteriak nyaring.

"Su-tee, hentikan!" kata Niauw Mong.

Untung Tee-mu Hua Kip cukup gesit dan lihay, dia mampu mengendalikan roda Jit-goat-lun-nya. Pada saat amat kritis dan senjatanya akan melukai Niauw Mong, dia berhasil menarik kembali serangannya dengan cepat luar biasa. Dengan demikian Niauw Mong selamat dari hajaran roda itu.

"Jurus pertama!" teriak Han Pwee Eng dengan nyaring.

Tidak percuma Tee-mu Hua Kip disebut sebagai pesilat tinggi, dia mampu menarik serangan maupun menyerang dengan cepat. Dia melangkah dengan jurus Cui-pat-sian (Delapan dewa mabuk). Kelihatan tubuhnya sempoyongan seperti sedang mabuk arak, dia menyerang ke arah Siangkoan Hok. Niauw Mong yang mendapat pengalaman pertama yang mengejutkan tadi, yaitu ketika dia hampir terhajar roda Tee- mu Hua Kip, sekarang jadi berhati-hati dan tidak berani sembarangan menyerang. Sekarang yang dia lakukan hanya menunggu kesempatan baik, baru akan menyerang.

Dengan demikian mereka tidak saling serang sesama kawan seperti tadi. Namun, lawannya Siang-koan Hok pun tidak kalah cerdik. Sebagai jago silat tingkat tinggi, Siang- koan Hok pun mengandalkan kegesitan tubuhnya untuk bergerak mengimbangi kegesitan kedua lawannya itu.

Tiba-tiba terdengar suara benturan keras. "Tang!"

Suara itu muncul karena kibasan atau tangkisan Siang- koan Hok dengan ujung bajunya. Dia berhasil menangkis roda Tee-mu Hua Kip, hingga membuat sepasang roda itu berbalik hampir saja melukai pemiliknya

"Jurus kedua!" teriak Han Pwee Eng.

Pada saat yang bersamaan Siang-koan Hok berbalik dengan cepat, tahu-tahu Siang-koan Hok sudah ada di belakang Niauw Mong, dan dia serang punggung Niauw Mong yang agak terbuka itu. Pukulan itu membuat Niauw Mong tersentak dan terjerumus ke depan beberapa langkah. Sedangkan Siang-koan Hok berteriak ke arah Han Pwee Eng.

"Nona Han, hitunganmu terlalu cepat! Ini baru jurus yang kedua!" kata Siang-koan Hok.

"Ya, aku terlalu cepat! Tapi cepat Paman selesaikan pertarungan ini!" kata Han Pwee Eng sambil tertawa. Han Pwee Eng girang menyaksikan Siang-koan Hok dengan mudah mematahkan serangan dua pesilat tinggi Mongol itu.

"Pantas Ayah memuji Paman Siang-koan. Namanya bukan nama kosong belaka! Sungguh menggelikan tadi aku mengkhawatirkan dirinya. Tampaknya tidak sampai sepuluh jurus Paman akan memenangkan pertarungan ini. Dua jago silat itu pasti akan kalah oleh Paman Siang-koan!" pikir Han Pwee Eng.

Di mata Han Pwee Eng gerakan Siang-koan Hok itu sederhana tetapi sebenarnya itu gerakan yang sulit sekali, dan telah menguras tenaga maupun pikiran Siang-koan Hok. Dulu Siang-koan Hok sudah sadar, bahwa suatu saat dia akan berhadapan dengan Cun Seng Hoat Ong. Sekarang terbukti dia harus bertarung dengan kedua muridnya yang lihay. Untuk mengantisipasi dugaannya itu selama belasan tahun Siangkoan Hok telah berlatih untuk menghadapi lawan yang tangguh itu. Tidak heran dia mampu menciptakan beberapa gerakan istimewa untuk menghadapi lawannya itu.Di luar dugaan kedua murid Cun Seng Hoat Ong ini pun tidak rendah, terutama kepandaian Tee-mu Hua Kip.

"Untung aku sudah siap sejak dulu," pikir Siang-koan Hok, "jika tidak aku bisa celaka! Dulu mungkin harus menghadapi mereka dalam tigapluh jurus, sekarang pun tidak mudah aku bisa mengalahkan mereka dalam sepuluh jurus?"

Tee-mu Hua Kip seorang pesilat selain ilmu silatnya tinggi, dia juga cerdas. Dia sudah memikirkan sebuah siasat untuk menghadapi Siang-koan Hok. Oleh karena itu dia meneriaki Niauw Mong. "Su-heng, kita dari tingkatan yang lebih muda, lebih baik kita mohon petunjuk dari Siang-koan Sian-seng saja!" kata Tee-mu Hua Kip.

Niauw Mong pun cerdas. Dia langsung tahu maksud ucapan su-tee-nya. Segera Niauw Mong melompat ke arah Tee-mu Hua Kip. Dengan saling mengadu punggung dan bersikap hormat mereka menghadapi lawannya.

Saat itu jelas maksud Tee-mu Hua Kip tidak untuk bertarung sampai mengalahkan Siang-koan Hok, tetapi dengan "licik" akan bertahan sampai sepuluh jurus yang Siang-koan Hok janjikan itu. Jika mereka mampu bertahan sampai sepuluh jurus, merekalah yang keluar sebagai pemenang.

Mereka sengaja tidak melancarkan serangan, mereka hanya bersikap menunggu diserang. Mereka tahu sesuai perjanjian yang tersisa tinggal delapan jurus lagi. Berdasarkan kepandaian keduanya, mereka yakin mereka akan sanggup menangkis serangan Siang-koan Hok sampai sepuluh jurus seperti yang dijanjikannya

Siang-koan Hok pun cerdik, dia tahu apa yang ada dalam otak kedua lawannya Sebagai jago silat utama, Siang-koan Hok mampu melakukan serangan yang sangat dahsyat. Saat dia menyerang dengan pukulan yang hebat, Tee-mu Hua Kip tampak bagai kodok yang akan melompat siap menghindari pukulan itu.

"Jurus ketiga!" teriak Han Pwee Eng seolah wasit pertarungan yang mencoba mengingatkan lawannya.

Pukulan secepat kilat yang dilancarkan Siang-koan Hok sungguh berbahaya. Pukulan itu ditujukan kepada Niauw Mong yang dia anggap paling lemah di antara mereka berdua. Terpaksa Niauw Mong harus menangkis serangan itu.

Tak lama kemudian terdengar suara keras. "Bum!"

Niauw Mong terpental sejauh tiga langkah dari tempatnya tetapi dia tetap berdiri tidak sampai roboh.

Menyaksikan lawannya tidak roboh Siang-koan Hok pun terperanjat juga.

"Ternyata lwee-kangnya tinggi! Tetapi aku ingin tahu apakah dia mampu menyambut beberapa pukulanku lagi?" pikir Siang-koan Hok.

Segera Siang-koan Hok menggunakan siasat. Mula-mula kelihatannya dia hendak menghajar Tee-mu Hua Kip, namun tiba-tiba yang dia serang Niauw Mong. Kali ini Siang-koan Hok hampir mengerahkan seluruh tenaganya Tidak heran kalau pukulannya itu menyebabkan Niauw Mong terpental cukup jauh dan merasa darahnya bergolak. Tak lama dia menambah serangannya ke arah Niauw Mong, sehingga lagi-lagi Niauw Mong terpental, dari mulutnya menyembur darah segar!

Siang-koan Hok tertawa dingin.

"Hm! Apa kalian masih akan melanjutkan pertarungan ini?" kata Siang-koan Hok dengan dingin.

Tiba-tiba Tee-mu Hua Kip bersiul, tak lama Siang-koan Hok merasakan ada sambaran angin dingin dari arah belakang. Rupanya Jenan dan Lu Khi melancarkan serangan gelap setelah Tee-mu Hua Kip bersiul tadi.

Sejak tadi Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng menyaksikan pertarungan yang hebat itu, dan tidak menyangka kalau Jenan dan Lu Khi akan melancarkan serangan gelap. "Eeh!" seru Siang-koan Hok.

Secara reflek Siang-koan Hok mengibaskan lengan bajunya ke belakang untuk menangkis senjata yang menyambar ke arahnya. Tetapi karena Siang-koan Hok bergerak agak lambat, ditambah gerakannya tanpa lwee- kang, tak urung pakaiannya robek oleh golok. Ketika itu Tee-mu Hua Kip sudah melancarkan serangan baru dengan sepasang rodanya.

"Manusia tidak tahu malu dan tidak tahu diri!" bentak Siang-koan Hok.

Kaki Siang-koan Hok terayun menendang Jit-goat-lun dari Tee-mu Hua Kip.

"Tang!"

Sebuah roda besinya jatuh ke tanah.

Saat itu juga Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng telah maju, Mereka berdua langsung menyerang Lu Khi dan Jenan. Tidak lama terjadi pertarungan yang sengit antara Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng melawan dua pesilat Mongol itu.

Sementara itu Tee-mu Hua Kip yang telah kehilangan sebuah roda besinya, sudah tidak berani melanjutkan pertarungan dan langsung kabur dengan tidak menghiraukan kawan-kawannya.

Niauw Mong yang terluka dalam cukup parah, tidak mampu melarikan diri. Saking ketakutan dia langsung memohon ampun pada Siang-koan Hok.

"Siang-koan Sian-seng," kata Niauw Mong. "Ampuni aku, aku cuma seorang yang menerima perintah  dari  Suhu. " Lu Khi dan Jenan yang mulai terdesak oleh kedua mudamudi itu, dia sudah mulai ketakutan. Apalagi tadi mereka menyerang secara gelap dan gagal. Saat mereka lihat Tee-mu Hua Kip sudah kabur ketakutan, mereka segera melarikan diri. Saat kabur mereka tidak berani melewati Siang-koan Hok, tapi mereka kabur secara berpencar dan melompati tembok yang runtuh.

Kok Siauw Hong tertawa dingin.

"Hm! Kalian masih ingin kabur" bentak Kok Siauw Hong sambil mengejar Lu Khi. Saat pedangnya hendak menusuk ke arah lawan, Siang-koan Hok mencegahnya.

"Biarkan mereka pergi!" kata Siang-koan Hok. Kok Siauw Hong menarik serangannya. "Kenapa?" tanya Kok Siauw Hong.

"Aku lama tinggal di Mongol, dan punya hubungan baik dengan guru mereka!" jawab Siang-koan Hok. "Biarkan mereka pergi!"

Tentu saja kata-kata ini membuat Niauw Mong, Lu Khi dan Jenan girang bukan kepalang. Mereka bertiga langsung memberi hormat pada Siang-koan Hok, lalu kabur terbirit- birit.

Han Pwee Eng menertawakan mereka.

"Paman Siang-koan, kau hebat! Tadi aku cuma menghitung sampai enam jurus saja!" kata Han Pwee Eng. "Untung Paman datang, kalau tidak kami bisa celaka di tangan mereka!"

'Aku juga beruntung mendapat bantuan dari kalian," kata Siang-koan Hok. "Jika tidak ada kalian mungkin aku juga kalah di tangan mereka!"

"Jangan bergurau, Paman!" kata Han Pwee Eng. "Aku tidak bergurau," kata Siang-koan Hok sambil tersenyum. "Aku tahu berapa tinggi kepandaian Tee-mu Hua Kip dan Niauw Mong, aku yakin bisa mengalahkan mereka. Tetapi jika mereka dibantu oleh Lu Khi dan Jenan, belum tentu aku sanggup menghadapi mereka berempat! Ya, sudahlah, kita tidak perlu membicarakannya lagi. Di mana ayahmu sekarang?"

"Panjang ceritanya, Paman. Mari kita duduk di ruang baca," kata Han Pwee Eng pada Siang-koan Hok.

Ruang baca ikut terbakar tetapi hanya sedikit. Dengan demikian ruang baca itu masih utuh.

"Baik," kata Siang-koan Hok.

Dia menoleh ke arah Siauw Hong.

"Kau yang bernama Kok Siauw Hong?" kata Siang-koan Hok.

"Benar, Paman." kata Siauw Hong. Siang-koan Hok tertawa.

"Ternyata kalian sudah menikah!" kata Siang-koan Hok. "Menyesal aku tidak bisa menghadiri pernikahanmu. Maafkan Paman, aku tidak membawa sesuatu untuk kalian! Siauw Hong, sekalipun kau belum pernah bertemu denganku, aku ini kawan baik mertuamu. Mungkin Pwee Eng sudah menceritakannya padamu!"

Kiranya Siang-koan Hok tidak tahu mengenai banyak kejadian yang telah terjadi. Apa yang diketahuinya puteri Han Tay Hiong sudah bertunangan dengan pemuda bernama Kok Siauw Hong. Malam ini dia melihat sendiri Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng keluar bersama dari kamar si nona. Tentu saja Siang-koan Hok mengira mereka sudah menikah. Mendengar ucapan Siang-koan Hok tentu saja kedua muda-mudi itu berubah wajahnya Dengan wajah kemerah-merahan dan sangat gugup Han Pwee Eng menjawab.

"Paman, ini ...ini. "

"Lho, sudah jadi suami isteri kok masih malu-malu?" kata Siang-koan Hok sambil tersenyum.

Mendengar gurauan Siang-koan Hok, wajah Han Pwee Eng jadi bertambah merah.

"Paman, kami.. kami belum menikah, Paman!" kata Kok Siauw Hong agak gugup.

Tentu saja mereka jadi tidak enak hati jika memberi penjelasan pada Siang-koan Hok. Kata "belum menikah" itu diucapkan Kok Siauw Hong dengan tidak sengaja. Tetapi bagi Han Pwee Eng yang mendengar kata-kata itu tidak mengira sama sekali. Maka itu hati nona Han jadi berdebar- debar tidak karuan.

Mendengar jawaban Kok Siauw Hong tersebut Siang- koan Hok tertegun.

"Kiranya mereka belum menikah? Tetapi tadi mereka sudah berduaan di kamar nona Han?" pikir Siang-koan Hok. Siangkoan Hok tertawa.

"Cepat atau lambat kalian pasti menikah," kata Siang- koan Hok. "Barusan aku salah mengira, maafkan!"

Siauw Hong langsung sadar, tadi dia kelepasan bicara, wajahnya segera memerah.

Saat itu hari sudah terang tanah...

Han Pwee Eng mengajak Siang-koan Hok ke kamar baca. Saat masuk dan melihat keadaan ruang baca Siang- koan Hok kelihatan kaget. "Aku ingat di kamar ini entah berapa buah lukisan kesayangan Ayahmu, Nona Han. Sekarang semua sudah tidak ada di sini. Ke mana?" kata Siang-koan Hok.

Siang-koan Hok pun tahu Cun Seng Hoat Ong telah mengutus orang untuk merampok harta miliknya yang dia titipkan pada Han

Tay Hiong. Maka itu dia jadi bingung dan berpikir keras.

"Akh, rupanya mereka bukan hanya merampok hartaku, tetapi juga menjarah semua lukisan dan syair kesayangan Han Tay Hiong! Rumah ini jadi hancur begini, karena aku menitipkan hartaku itu? Oh, kiranya aku telah menyusahkan Han Toa-ko. Bahkan telah membuat dia kehilangan barang kesayangannya itu!" pikir Siang-koan Hok.

Melihat Siang-koan Hok begitu cemas Han Pwee Eng segera berkata pada Siang-koan Hok.

"Paman jangan cemas, semua lukisan milik Ayah tidak hilang, juga harta Paman yang dititipkan pada Ayah!" kata Han Pwee Eng.

Kok Siauw Hong dan Pwee Eng menceritakan apa yang mereka ketahui, Siang-koan Hok tertegun mendengarnya.

"Sekarang Ayahku tinggal di tempat Seng Cap-si Kouw," Han Pwee Eng mengakhiri ceritanya.

"Jadi sekarang ayahmu ada di tempat Seng Cap-si Kouw untuk mengobati lukanya?" kata Siang-koan Hok.

"Benar, Paman," kata Pwee Eng. "Aku tidak mengira kalau Ayahku sahabat baik Seng Cap-si Kouw. Sebelumnya aku belum mengetahui hal itu. Seng Cap-si Kouw-lah yang mengambil dan menyelamatkan semua lukisan Ayahku. Sekarang  semua  lukisan  dan  syair  itu  ada  di rumahnya. Semula Ayahku ada di tempat Beng Cit Nio. Bahkan Seng Capsi Kouw mengatakan terus-terang, semula dia tidak berani menentang Beng Cit Nio, karena Seng Cap-si Kouw tidak sanggup melawan dua Iblis Tua yang ada di tempat Beng Cit Nio. Ketika Ayahku ditimpa musibah dan rumahnya terbakar, maka itu dia tidak berani turun tangan membantu Ayahku. Dia hanya mengambil semua lukisan milik Ayahku saja. Mengenai harta Paman Siang-koan, sekarang harta itu sudah ada di Seelian-san di tangan Tam Tay-hiap! Aku pernah bertemu dengan Tam Tay-hiap. Untuk jelasnya silakan Paman tanya saja dia!"

Ketika Han Pwee Eng mengisahkan tentang Seng Cap-si Kouw dan Beng Cit Nio, wajah Siang-koan Hok berubah. Khusus ketika mendengar Han Tay Hiong tinggal di tempat Seng Cap-si Kouw. Dia kelihatan terkejut bukan kepalang.

Perubahan pada wajah Siang-koan Hok itu tidak lepas dari perhatian Kok Siauw Hong. Tidak heran hati pemuda itu jadi gelisah.

"Paman ini luas pengalamannya, pasti dia tahu banyak tentang kedua wanita itu?" pikir Kok Siauw Hong.

Sesudah berpikir Kok Siauw Hong langsung bertanya. "Paman, apa kau tahu tentang mereka berdua?" kata Kok

Siauw Hong.

"Ya, aku tahu banyak tentang mereka," kata Siang-koan Hok. "Mereka muncul di kalangan Kang-ouw tidak terlalu lama. Sesudah itu tidak terdengar lagi mengenai khabar mereka! Kemuculan mereka telah menggemparkan Dunia Persilatan. Mereka menggemparkan terutama di kalangan pendekar muda. Tigapuluh tahun yang lalu, saat kedua wanita itu berkelana, orang mengetahui ilmu silat mereka tinggi. Mereka pun sangat cantik. Karena kecantikannya itu mereka  menarik  perhatian  para  pendekar  muda.  Banyak pendekar yang kalah oleh mereka. Tetapi yang tidak dikira mereka berdua sangat kejam! Malah mereka bergelar dua Wanita Iblis. Barang-siapa yang mendekati hendak menggodanya pasti mereka dilukai atau dibunuh!"

Mendengar cerita itu Han Pwee Eng tertawa.

"Aku kira yang mereka bunuh pasti pendekar hidung belang!" kata nona Han. "Mereka memang pantas dihukum!"

"Kau benar, memang banyak pesilat aliran sesat yang celaka di tangan mereka!" kata Siang-koan Hok. "Tetapi ada juga dari pesilat golongan lurus melamar mereka. Karena gusar, kedua Iblis itu langsung melukai mereka! Di antara keduanya yang sangat kejam adalah Seng Cap-si Kouw. Jika ada yang melamar dia, Seng Cap-si Kouw akan mencungkil mata orang itu! Di antaranya ada juga yang dipotong lidahnya!"

Mendengar keterangan itu Han Pwee Eng merinding ngeri.

"Sungguh keterlaluan dan kejam sekali," kata nona Han. 'Tapi aneh mereka berdua baik pada Ayahku. Mereka yang menghalangi dua Iblis Tua mencelakai Ayahku! Paman tahu kenapa?"

Siang-koan Hok menggelengkan kepala.

"Aku tidak tahu mengapa bisa begitu," kata Siang-koan Hok. "Tadi kata Kok Siauw Hong, kedua wanita itu tinggal tidak jauh dari rumahmu. Mungkin mereka tinggal di sana lebih dari sepuluh tahun lamanya. Selama itu aku dengar dari ayahmu mereka tidak pernah berhubungan dengan keluargamu. Aku heran, kenapa kau bilang sekarang mereka berdua sangat baik kepada ayahmu. Ini mengherankan sekali? Setahuku dulu mereka sangat benci pada kaum pria, mengapa sekarang mereka begitu baik kepada ayahmu?"

Kok Siauw Hong tahu ada bagian-bagian yang tidak dijelaskan oleh Siang-koan Hok kepada mereka. Tetapi pemuda ini sadar, bahwa Siang-koan Hok menginginkan agar nona Han tidak terlalu mempercayai kedua wanita itu.

"Paman, setahu Paman apakah mereka berdua hidup rukun?" tanya Han Pwee Eng.

"Dulu memang mereka rukun," kata Siang-koan Hok. "Tetapi beberapa tahun terakhir aku dengar mereka agak renggang!"

"Ah, barangkali mereka berdua jatuh cinta pada Ayahku, ini membuat mereka j adi tidak akur. Mereka cemburu kepada Ibuku, itu sebabnya mereka meracun Ibuku. Tetapi aku tidak tahu apakah itu dilakukan Beng Cit Nio atau Seng Cap-si Kouw?" pikir Han Pwee Eng. 

Tak lama Han Pwee Eng kembali bicara.

"Rumah mereka ada di balik gunung tidak jauh dari sini," kata Han Pwee Eng. "Apa Paman mau ke sana menemui Ayahku?"

"Kedatanganku kali ini untuk menemui ayahmu, tentu saja aku ingin menemui ayahmu!" kata Siang-koan Hok.

"Baiklah," kata Han Pwee Eng.

"Aku tahu See-bun Souw Ya ingin menjadi jago Dunia Persilatan. Karena dia menyegani ayahmu, maka dia bersekongkol dengan Cun Seng Hoat Ong, Kok-su Mongol itu. Ketika itu See-bun Souw Ya diperintahkan berhadapan dengan ayahmu. Itu terjadi di luar tahuku, saat itu aku berada di Mongol. Untung aku memperoleh keterangan tentang  itu.  Aku  tidak  yakin  Cun  Seng  Hoat  Ong ingin mencelakakan ayahmu, kalau dia tidak mendengar tentang harta yang kutitipkan pada ayahmu. Karena aku khawatir akan menyusahkan ayahmu, aku berusaha melarikan diri dari Ho-lim. Tetapi kedatanganku terlambat. See-bun Souw Ya sangat lihay. Selain mampu mengajak Chu Kiu Sek, dia pun bisa mengajak Beng Cit Nio untuk bergabung dengan mereka!" kata Siang-koan Hok menambahkan.

"Di luar dugaan Beng Cit Nio dan Seng Cap-si Kouw bentrok juga dengan kedua Iblis Tua itu," kata Han Pwee Eng. "Memang Ayah mendapat luka, tetapi sekarang dia sedang berobat di rumah Seng Cap-si Kouw!"

Sesudah itu Han Pwee Eng menarik napas lega, lalu melanjutkan ceritanya

"Walau Beng Cit Nio pernah bergabung dengan dua Iblis Tua itu, tetapi Seng Cap-si Kouw tidak! Mula-mula dia tidak ikut campur, tetapi akhirnya dia menyelamatkan kami berdua Aku kira dia bukan yang mencelakai Ayahku!" lanjut Han Pwee Eng.

Siang-koan Hok menghela napas mendengar penuturan itu.

"Mudah-mudahan saja dugaanmu tentang Seng Cap-si Kouw begitu! Tetapi yang aku khawatir Seng Cap-si Kouw tidak mau menemuiku. Jika begitu terpaksa akan kuterjang agar aku bisa menemui ayahmu!" kata Siang-koan Hok.

"Mengapa Paman takut Seng Cap-si Kouw tidak mau menemuimu?" kata Han Pwee eng.

"Sifat dia sangat aneh!" kata Siang-koan Hok. Bagaimana pun dia sangat membenci kaum pria!"

"Di depan Ayahku dia menyuruhku mencari Kok Siauw Hong, dan tidak melarangku!" kata Han Pwee Eng. "Siauw Hong calon suamimu, pasti itu berbeda denganku!" kata Siang-koan Hok.

Wajah Han Pwee Eng merah.

"Dulu semasa masih muda mereka diberi gelar Wanita Iblis," kata Han Pwee Eng. "Siapa tahu sekarang mereka sudah berubah. Namun, jika bertemu dengannya, aku akan bicara lebih dulu, supaya tidak terjadi salah paham!"

Ketika Han Pwee Eng memandang keluar lewat jendela, hari sudah terang tanah, maka itu dia berkata.

"Baik, aku akan ke dapur.Siapa tahu masih ada makanan yang bisa kita santap. Maaf aku belum menyuguhkan apa- apa pada Paman." kata Han Pwee Eng tersipu-sipu.

"Jangan repot-repot, bukankah kalian juga baru sampai ke sini?" kata Siang-koan Hok.

"Semalam aku baru sampai, Siauw Hong yang lebih dulu tiba di sini. Baru kami bicara sebentar datang pesilat Mongol itu," kata Han Pwee Eng memberi penjelasan.

"Kiranya begitu? Pantas kalian belum sempat masak air!" kata Siang-koan Hok.

Kini barulah Siang-koan Hok tahu kalau kedua muda- mudi itu belum lama tiba di tempat itu.

"Siauw Hong, tolong kau ceritakan tentng harta itu pada Paman, aku akan ke dapur untuk menyiapkan makanan. Aku juga sudah lapar!" kata Han Pwee Eng sambil tertawa.

Sesudah Pwee Eng pergi ke dapur Siauw Hong mengisahkan tentang See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek yang memimpin pasukan Mongol melakukan perampokan. Siauw Hong juga mengisahkan tentang dia terjatuh ke lembah hingga akhirnya dia bertemu dengan Cong Siauw Hu dan isterinya, lalu bersama Tam Yu Cong merebut kembali harta itu.

"Jadi kau bertemu dengan Tam Tay-hiap, puteriku dan menantuku!" kata Siang-koan Hok.

"Sekarang mereka sedang mengangkut harta ke Ciak- losan," kata Siauw Hong.

"Syukurlah hatiku lega," kata Siang-koan Hok. 'sesudah aku bertemu dengan mertuamu aku juga akan ke See-lian- san. Apa kalian berdua mau ikut aku ke sana?" kata Siang- koan Hok.

"Sesudah bertemu Paman Han dan bicara dengannya, mungkin aku ke Kim-kee-leng menemui Hong-lay-mo-li dulu." Sesudah itu dia berpikir "Aku telah menyebabkan kejadian tidak enak, jadi mana mungkin aku berjalan bersamanya? Jika aku bertemu dengan Paman Han, aku jadi tidak enak."

"Hong-lay-mo-li itu Bu-llim-beng-cu daerah utara. Baik, kalian ke sana lebih dulu. Sesudah kau bertemu dengan mertuamu baru kita berunding!" kata Siang-koan Hong yang tidak mengetahui pergolakan di hati pemuda itu.

Cukup lama Han Pwee Eng ke dapur, sampai saat itu dia belum juga muncul.

"Eh, lama sekali dia ke dapur? Sedang apa dia? Aku harus melihatnya!" pikir Kok Siauw Hong.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Han Pwee Eng memang sudah lama ada di dapur. Dia kaget saat melihat anglo di dapur masih menyala Di atas tungku terlihat sebua teko yang airnya sedang mendidih. Nona Han tercengang, dan berpikir apakah ketika baru datang  Kok  Siauw  Hong  memasak air? Kalau bukan  dia, siapa yang masak air? Seingatnya semua pelayannya telah tewas.

" Aaah, siapa tahu ada orang yang bersembunyi di dapur?" pikir Han Pwee Eng.

Dia mengawasi seluruh ruang dapur itu. Saat membuka lemari dia terperanjat. Di lemari terdapat ayam panggang dan makanan lain. Hal itu membuat dia bertambah heran.

"Mungkin ada maling bersembunyi, atau salah seorang musuh Ayahku bersembunyi di sini? Jika aku bersuara pasti orang itu akan kabur. Lebih baik diam-diam aku mencarinya!" pikir Pwee Eng.

Rumah Han Tay Hiong besar sekali. Sekalipun telah terbakar lebih dari separuhnya, tetap masih tersisa bagian yang tidak terbakar. Tempat yang tidak terbakar itu memungkinkan orang bersembunyi. Dengan cermat dan hatihati Han Pwee Eng memeriksa seluruh dapur, dan ruang lainnya, tetapi dia tidak menemukan apa-apa. Saat mau memeriksa ke suatu tempat, mendadak dia lihat sesosok bayangan hitam berkelebat melompati tembok yang telah separuh gugur itu.

Melihat bayangan sekilas, Han Pwee Eng seperti mengenali bayangan itu, gerakan bayangan itu sangat gesit sehingga Han Pwee Eng tidak bisa melihat jelas wajah orang itu. Han Pwee Eng mencoba mengingat-ingat di mana pernah dia bertemu dengan orang itu, tapi tetap tidak ingat. Seketika itu Han Pwee Eng mengerahkan gin-kang- nya mengejar bayangan itu. Tiba-tiba orang yang dikejarnya itu berteriak ke arah nona Han.

"Nona Han, aku ke mari hanya untuk mencari sisa uang perakmu, kenapa kau mengejarku?" kata orang itu. Sesudah orang itu bicara Han Pwee Eng baru ingat, dia lmeihatnya pada saat baru pulang dan menemukan rumahnya sudah terbakar. Dia bertemu di belakang halaman rumahnya saat orang itu terkubur di tanah. Dia adalah Pauw Leng, si Maling Sakti.

Gin-kang Pauw Leng jauh lebih tinggi dibanding gin- kang nona Han. Saat dia bicara kakinya tidak berhenti berlari. Dalam sekejap orang itu sudah jauh sekali.

"Sial!" keluh Han Pwee Eng yang tidak mampu mengejar orang itu.

"Ah, mungkin saat tahu aku menghadiahkan harta Paman Siang-koan, dia pikir masih ada yang tersisa. Maka itu dia datang menyatroni rumahku untuk mencari sisanya itu?" pikir Han Pwee Eng. "Tapi, di rumahku sudah tidak ada apa-apa, untuk apa aku mengejarnya?" pikir Han Pwee Eng. Maka itu dia menghentikan pengejarannya lalu buru- buru kembali ke dapur. Dia panaskan panggang ayam dan makanan yang ditemukan di lemari. Kemudian dia bawa makanan itu ke ruang baca. Kebetulan dia berpapasan dengan Kok Siauw Hong yang akan menyusulnya ke dapur. Melihat

Han Pwee Eng membawa makanan akan ke ruang baca, Kok Siauw Hong tertawa.

"Aku kira kau sedang masak, karena pergi ke dapur begitu lama," kata pemuda itu.

"Saat ini jika bisa mendapatkan sedikit makanan saja kita harus bersyukur," kata Han Pwee Eng.

Kok Siauw Hong tertawa.

"Aah, aku hanya bergurau, terus-terang aku mengkhawatirkan  keadaanmu  kalau  terjadi  sesuatu.  Jika kau tidak segera muncul pasti aku akan mencarimu!" kata Siauw Hong.

Ini untuk pertama kalinya Kok Siauw Hong bergurau dengan nona Han, hal ini membuat wajah Han Pwee Eng merah.

"Aku memang bertemu seseorang yang bersembunyi di dapur!" kata Han Pwee Eng.

""Siapa dia?" tanya Kok Siauw Hong.

"Si Maling Sakti, Pauw Leng!" kata Pwee Eng. "Orang yang kita temukan dulu dalam keadaan terkubur di halaman belakang rumah ini!"

Kok Siauw Hong terkejut.

"Kata Liok Pang-cu dia Maling Sakti yang sangat terkenal," kata Siauw Hong. "Hari itu dia dibawa ke markas cabang bersamaku. Kenapa sekarang dia kembali lagi ke sini? Malah bersembunyi di rumahmu ini?"

"Ketika tahu dia Pauw Leng, aku tidak mengejarnya. Aku pikir untuk apa mengejar dia, sedang di rumah ini tinggal puing saja!" kata Han Pwee Eng. "Apa yang bisa dia curi?"

Siang-koan Hok tiba-tiba ikut bicara melihat Siauw Hong akan menyantap makanan yang dibawa oleh Han Pwee Eng.

"Tunggu! Jangan kau makan dulu makanan itu!" kata Siang-koan Hok.

Siang-koan Hok mengambil tanduk sapi dari sakunya, lalu dia celupkan ke dalam makanan dan air di teko. Rupanya tanduk sapi itu alat untuk menguji makanan, beracun atau tidak? Kebiasaan ini dilakukan oleh bangsa Mongol.  Jika  makanan  itu  beracun,  maka  warna tanduk sapi itu akan berubah. Sesudah melihat tanduk sapi itu tidak berubah warna, Siang-koan Hok merasa lega.

"Aku pernah mendengar nama maling itu ketika di Mongol. Sekalipun belum pernah datang ke Mongol, namun aku tahu dia sering memberi khabar pada Kok-su Mongol dengan diamdiam," kata Siang-koan Hok.

Han Pwee Eng kaget mendengar keterangan itu.

"Kalau begitu Liok Pang-cu tertipu olehnya?" kata Kok Siauw Hong. "Aaah, aku tahu sekarang!"

"Kau tahu tentang apa?" tanya Han Pwee Eng pada Siauw Hong. -o-DewiKZ^~^aaa-o- Sesudah manggut-manggut sebentar, Kok Siauw Hong berpikir sejenak, dia lalumenjawab pertanyaan Han Pwee Eng dengan masih keheranan.

"Dulu ada yang membuatku sangat heran dan tidak masuk akal," kata Kok Siauw Hong. "Kenapa Pauw Leng mengarang cerita bohong tentang ayahmu. Tetapi sekarang aku sudah mengerti semuanya!"

Mendengar keterangan itu Han Pwee Eng terkejut bukan kepalang.

"Oh, begitu! Dia mengarang cerita bohong apa?" tanya Han Pwee Eng tidak sabar.

"Masih ingatkah kau, ketika kita mendapatkan secarik kulit kambing dari tangan Lu Toa-siok, pegawaimu yang sudah mati itu?" kata Kok Siauw Hong.

"Ya, aku masih ingat!" "Surat itu bertulisan bahasa Mongol, sampai saat ini aku nasuh menyimpannya." kata Kok Siauw Hong.

"Benar," kata nona Han.

Lu Toa-siok pegawai setia keluarga Han. Pelayan tua itu mendapat perintah dari Han Tay Hiong untuk mengantarkan surat ke Ho-lim untuk Siang-koan Hok.

"Apa yang telah terjadi atas Lu Toa-siok?" tanya Siang- koan Hok.

"Kalau begitu dia binasa di tangan See-bun Souw Ya," kata Kok Siauw Hong. "Ketika kami menemukan mayatnya, di tangan Lu Toa-siok tergenggam surat dari kulit kambing. Dia memegangnya erat-erat!"

"Maaf, Paman, aku ingin bertanya pada Paman. Apakah benar Paman yang menulis surat itu?" kata Han Pwee Eng.

"Benar, aku membalas surat ayahmu, tetapi surat itu kutulis dengan menggunakan bahasa Han," jawab Siang- koan Hok.

"Ketika surat itu di bawa ke markas cabang Kay-pang, aku dengar dari orang Kay-pang yang katanya mengerti bahasa Mongol, surat itu dari Kok-su Mongol untuk ayahmu," kata Kok Siauw Hong menyela.

"Kurangajar, mana mungkin Ayahku punya hubungan dengan Kok-su Mongol?" kata Han Pwee Eng.

"Jelas itu perbuatan Pauw Leng dan See-bun Sou Ya atas suruhan Kok-su Mongol itu, mereka ingin mencelakakan ayahmu!" kata Kok Siauw Hong.

"Apa isi surat itu?" kata Siang-koan Hok.

"Dalam surat itu dikatakan bahwa Paman Han akan menyambut kedatangan tentara Mongol; setelah berhasil Khan Besar Mongol akan mengangkat Paman Han menjadi salah seorang raja-muda di sebuah daerah," kata Kok Siauw Hong.

"Keterlaluan! Tetapi apa Liok Pang-cu percaya pada isi surat itu?" tanya Han Pwee Eng yang kelihatan sangat penasaran.

"Pauw Leng sangat pandai mengarang cerita bohong," kata Kok Siauw Hong. "Dia bilang sebelum meninggal Lu Toa-siok menasihati ayahmu, tapi katanya ayahmu marah, lalu membunuh Lu Toa-siok. Karena Pauw Leng melihat kejadian itu dengan matanya sendiri, tentu saja Liok Pang- cu percaya. Maka itu Liok Pang-cu mengira, kebakaran yang terjadi di rumahmu perbuatan ayahmu!"

Nona Han gusar dan kesal.

"Ayahku seorang yang jujur, tetapi kenapa difitnah, sampai Liong Pang-cu tidak mempercayainya. Sungguh licik dan jahatnya Pauw Leng. Jika aku tahu dia begitu jahat, tadi tidak kubiarkan dia kabur!" kata Han Pwee Eng gusar bukan kepalang.

"Biarlah, kita cari dia!" kata Kok Siauw Hong. "Sekarang lebih baik kita temui dulu ayahmu."

Kemudian berangkatlah mereka bertiga.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Setelah mereka pergi, dari balik puing muncul sesosok tubuh. Orang itu Jen Thian Ngo adanya. Siang-koan Hok dan kedua anak muda itu tidak mengira, bahwa yang bersembunyi di rumah itu bukan hanya Pauw Leng, tetapi juga Jen Thian Ngo.

Jen Thian Ngo dan Pauw Leng sudah ada di rumah Han Tay Hiong beberapa hari yang lalu. Makanan yang dimakan oleh Siang-koan Hok,  Han  Pwee Eng dan  Siauw Hong pun makanan yang akan dimakan Jen Thian Ngo bersama Pauw Leng.

Jen Thian Ngo berada di situ untuk menunggu kedatangan Ih Hua Liong, murid tertuanya. Di rumah Han Tay Hiong yang besar itu memang terdapat ruang bawah tanah yang bisa dipakai sebagai tempat persembunyian. Di tempat ini pun tersimpan bermacam-macam makanan kering. Jen Thian Ngo yang pernah menyelidiki rumah itu menemukan ruang bawah tanah itu.

Si Maling Sakti Pauw Leng memang kawan bekerja Jen Thian Ngo. Mereka sudah berjanji, jika harta Han Tay Hiong berhasil mereka rampok, Pauw Leng akan mendapat bagian dari Jen Thian Ngo. Sesudah harta itu berhasil dirampok, Ih Hua Liong diperintahkan meminta bagiannya. Jika berhasil Ih Hua Liong akan datang ke rumah Han Tay Hiong menemuinya. Maka itu Pauw Leng dan Jen Thian Ngo menunggu kembalinya Ih Hua Liong.

Sungguh di luar dugaan, ternyata Kok Siauw Hong disusul Nona Han Pwee Eng dan Siang-koan Hok muncul di rumah itu. Ditambah lagi munculnya empat pesilat Mongol hingga mereka bertarung hebat.

Setelah keempat pesilat Mongol itu berhasil dikalahkan oleh Siang-koan Hok cs, Han Pwee Eng pergi ke  dapur akan mencari makanan. Hal itu membuat Jen Thian Ngo sedikit khawatir. Mereka takut persembunyiannya diketahui Han Pwee Eng dan kawan-kawannya. Maka itu pada saat Han Pwee Eng ada di dapur, Jen Thian Ngo menyuruh Pauw Leng memancing nona itu keluar dari dapur yang tidak jauh dengan ruang bawah tanah itu. Dengan demikian Han Pwee Eng terjebak oleh akal Jen Thian Ngo yang licik itu. Pauw Leng yang sangat gesit tidak mudah dikejar oleh nona Han. Sesudah Pauw Leng kabur, Han Pwee Eng tidak mecarinya. Karena mulut ruang bawah tanah itu terletak tidak jauh dari kamar baca, sudah tentu pembicaraan Siang- koan Hok dan Kok Siauw Hong maupun Han Pwee Eng terdengar jelas oleh Jen Thian Ngo.

Sesudah Siang-koan Hok dan kedua muda-mudi itu pergi, Jen Thian Ngo muncul dari ruang bawah tanah. Dia menyeka keringat yang membasahi sekujur tubuh dan keningnya. Saat itu dia tidak menyangka kalau Siang-koan Hok, Kok Siauw Hong juga Han Pwee Eng akan muncul di tempat itu. Tetapi dia juga girang karena sekarang dia telah memperoleh keterangan yang berharga.

"Tidak kusangka semua harta itu telah direbut kembali oleh Bu-lim Thian-kiauw," pikir Jen Thian Ngo yang dongkol bukan main. "Ternyata sia-sialah usahaku kali ini! Tetapi masih untung, mereka belum tahu, kalau aku bersekongkol dengan bangsa Mongol. Ci Giok Hian pergi bersama Seng Liong Sen, jika aku tidak bertemu dengan Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng, rahasiaku tidak akan ada orang yang bisa mengungkapnya!"

Jen Thian Ngo tertawa beberapa kali. Kemudian dia tinggalkan rumah Han Tay Hiong dengan maksud mencari Pauw Leng yang akan diajak berunding melakukan rencana busuk lain.

Saat Siang-koan Hok dan kedua muda-mudi itu mendekati air terjun, hati kedua muda-mudi itu merasa tidak tenang dan berdebar-debar terus.

Setiba di mulut goa yang terhalang air terjun, Han Pwee Eng mengajak Kok Siauw Hong dan Siang-koan Hok menerjang melewati air terjun tersebut. Sesudah berada di dalam terowongan, baru Han Pwee Eng bicara. "Lihat di sana! Rumah batu itu tempat tinggal Beng Cit Nio! Di balik puncak gunung itu terdapat hutan bambu, di sanalah tempat tinggal Seng Cap-si Kouw. Kita ke rumah Seng Cap-si Kouw dulu, baru cari Beng Cit Nio!" kata Han Pwee Eng.

"Benar, kita harus menemui ayahmu dulu," kata Siang- koan Hok.

"Aah, aku tak tahu. Sudah bilangkah Pwee Eng pada ayahnya atau belum?" pikir Kok Siauw Hong. "Entah bagaimana aku menjawabnya jika Paman Han bertanya padaku?"

Semula kedatangan Kok Siauw Hong ke Lok-yang hendak membatalkan pertunangannya. Ketika itu dengan hati teguh siap menerima hukuman apa pun dari Han Tay Hiong. Sekarang menjadi lain, terutama setelah dia tahu Ci Giok Hian mempunyai kekasih baru. Apalagi sekarang dia tahu, Han Pwee Eng lebih jauh lebih baik dari dugaannya semula. Ini membuat dia semakin merasa bersalah kepada nona ini. Dengan demikian keberaniannya agak berkurang. Itu sebabnya hati Kok Siauw Hong semakin tidak tenang. Tibatiba dia terkejut saat Han Pwee Eng bicara dengan perlahan.

"Sudah sampai!" kata Han Pwee Eng.

Tempat itu kelihatan indah sekali, pohon bambu bergoyang-goyang tertiup angin. Saat menyaksikan panorama yang indah itu Siang-koan Hok menghela napas.

"Tempat ini nyaman dan indah sekali!" Siang-koan Hok memuji. "Cap-si Kouw pandai memilih tempat seindah ini!"

"Dia pandai bermain catur, memainkan alat musik, bisa melukis  dan  mahir  ilmu  sastra.  Tidak  heran  kalau  dia memilih tempat ini sebagai tempat tinggalnya," kata Han Pwee Eng.

"Gelar dia Ciak-ciu-sian-cu (Dewi Bertangan Maut). Orang yang tidak mengenal sifatnya, akan menganggap dia sebagai Dewi Welas Asih," kata Siang-koan Hok.

Maksud ucapan Siang-koan Hok ditujukan juga kepada Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng. Maka itu Han Pwee Eng langsung berpikir.

"Apa benar dia wanita iblis yang sangat kejam?" pikir nona Han.

Saat itu hati Kok Siauw Hong semakin kacau.

"Jika aku bertemu dengan Paman Han, apa yang harus aku katakan?" pikir Kok Siauw Hong.

Begitu sampai di depan rumah bambu itu, keadaan di sana sepi-sepi saja. Pintu rumah tertutup rapat seakan tidak terdengar ada orang di dalam rumah itu. Menyaksikan keadaan rumah itu Siang-koan Hok tercengang.

"Di rumah ini seolah tidak ada orangnya," kata Siang- koan Hok.

Han Pwee Eng segera mengetuk pintu rumah itu, tetapi tidak ada jawaban.

"Kak Tik Bwee, aku Pwee Eng tolong buka pintunya!" kata Han Pwee Eng.

Dari dalam rumah tetap sepi, karena itu Han Pwee Eng tertegun.

"Pelayannya juga tidak ada, mungkin tidak ada orang!" kata Han Pwee Eng. "Kita sudah telanjur sampai di sini, maka itu kita harus menyelidikinya," kata Siang-koan Hok. Sesudah itu Siang- koan Hok berteriak.

"Seng Li-hiap, maafkan aku bertindak kurang sopan. Jika tidak ada yang mau membukakan pintu, terpaksa aku akan menerjang ke dalam!" kata Siang-koan Hok.

Siang-koan Hok merasa segan kepada Seng Cap-si Kouw. Sekalipun yakin di dalam tidak ada orang, dia masih berkata begitu.

Sementara Siang-koan Hok mendorong pintu bambu, Han Pwee Eng agak cemas, Dia masuk ke dalam rumah dan langsung memanggil ayahnya

"Ayah! Ayah!" kata Han Pwee Eng.

Han Pwee Eng yang penasaran lalu memeriksa semua kamar di rumah itu. Ternyata semua kosong. Jangankan orang, lukisan ayahnya pun sudah tidak ada semuanya. Sambil berdiri dengan termangu-manggu nona Han berkata perlahan.

"Dia bilang Ayahku tidak boleh banyak bergerak," kata Han Pwee Eng. "Maka itu dia bilang Ayah harus dirawat di rumahnya!"

"Pasti dia membohongimu. Sekarang apa kau masih percaya pada omongannya?" kata Siang-koan Hok.

"Kita harus tahu ke mana Ayahku dibawa? Sekarang mari kita ke tempat Beng Cit Nio!" kata Han Pwee Eng.

"Baik, aku kira Beng Cit Nio lebih terbuka! Jika ada yang diketahuinya, pasti dia memberi tahu kita!" kata Siang-koan Hok.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar