Beng Ciang Hong In Lok Jilid 18

Golok dan pedang beradu dengan keras. Nona Ci merasakan telapak tangannya sakit sekali. Buru-buru nona Ci menarik pedangnya tetapi sekaligus menyerang lagi dengan jurus "Eng-cui-pou-ceng " (Bunga terapung di permukaan air). Itu adalah salah satu jurus Pek-hoa-kiam- hoat yang sangat lihay. Pedang nona Ci berkelebat cepat luar biasa.

Cok Tay Ju tidak berani menangkis serangan pedang nona Ci itu, ia buru-buru mundur selangkah ke belakang. Ternyata gerakan ilmu pedang Pek-hoa-kiam-hoat sangat cepat. Melihat hebatnya serangan nona Ci mata Cok Tay Cu dan kawannya membelalak keheranan. Bahkan teman Cok Tay Ju berseru.

"Ilmu pedang yang lihay! Orangnya pun cantik sekali! Saudara Cok aku harap kau jangan bunuh dia, tangkap saja dia hidup-hidup!" kata kawan Cok Tay Ju. Cok Tay Ju tertawa sambil terus bertarung dengan hebat. Lama-lama nona Ci mulai kehabisan tenaga karena tadi tenaganya telah terkuras saat dia bertarung melawan beberapa orang musuh.

"Jangan khawatir saudara Gan, tidak sulit untuk menangkap nona ini dalam keadaan hidup!" kata Cok Tay Ju sambil tertawa.

Cok Tay Ju mulai menyerang ke arah Ci Giok Hian secara bertubi-tubi, serangan ini membuat Ci Giok Hiajadi terdesak dan harus mundur terus. Cok Tay Ju saat menyerang menggunakan jurus Cap-pwee-lu-to-hoat (Ilmu golok delapan belas arhat). Ilmu golok ini sangat terkenal di kalangan kangouw.

Serangan-serangan Cok Tay Ju membuat Ci Giok Hian harus mundur, tanpa terasa punggung nona Ci membentur sebuah pohon besar. Sedangkan lawannya terus mendesaknya. Saat itu kelihatan Ci Giok Hian sudah tidak mampu melakukan perlawanan lagi. Melihat lawannya mulai gugup Cok Tay Ju tertawa terbahak-bahak.

"Nona, apa kau tidak mau menyerah. Lebih baik kau menyerah sebelum aku melukaimu, nona!" kata Cok Tay Ju.

Pada saat itu tanpa disadari Cok Tay Ju menginjak sesuatu hingga kakinya terpeleset dan dia nyaris jatuh. Rupanya yang terinjak oleh Cok Tay Ju buah pohon itu. Cok Tay Ju kaget bukan kepalang karena tubuhnya seolah- olah akan ngusruk ke depan. Hal ini membuat Cok Tay Ju jadi ragu-ragu dan dia tidak berani maju lagi ke arah Ci Giok Hian. Tentu saja kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Ci Giok Hian. Dengan cepat Ci Giok Hian menusukkan pedangnya ke arah Cok Tay Ju.

"Aaah!" terdengar teriakan Cok Tay Ju. Teriakan kaget Cok Tay Ju itu disusul dengan teriakan lain.

"Aduh!"

Ternyata bahu Cok Tay Ju tertusuk oleh pedang Ci Giok Hian, darah mengucur deras dari bahunya. Kawan Cok Tay Ju ketika menyaksikan kejadian itu jadi terkejut bukan main. Buru-buru dia maju akan menolongi kawannya. Kawan Cok Tay Ju yang bernama Gan Ceng Kou ini menggunakan rantai yang pada ujungnya terdapat bola besi. Dia segera menyerang nona Ci dan rantai berujung bola besi itu meluncur deras sekali. Tetapi nona Ci segera berkelit dan dia juga langsung menyerang dan menangkis rantai itu dengan pedangnya.

"Tang!"

Pedang yang ada di tangan Ci Giok Hian somplak sedikit, karena tenaga Gan Ceng Kou ini sangat besar, tangkisan Ci Giok Hian membuat pedangnya berbenturan dengan keras. Saat itu Cok Tay Ju membentak dengan keras.

"Nona busuk, kau sungguh kejam! Aku tak tega mencabut nyawamu kau malah melukaiku! Baiklah, terpaksa aku akan membunuhmu!" kata Cok Tay Ju.

Setelah membalut lukanya dengan kain, dia siap akan maju lagi. Sekarang serangan Cok Tay Ju jadi semakin ganas, tetapi karena salah satu bahunya telah terluka, gerakan Cok Tay Ju jadi agak terganggu, sehingga gerakan Cok Tay Ju ini kurang gesit dibanding tadi.

Sambil menangkis dua serangan dari Cok Tay Ju dan serangan bola besi dari Gan Ceng Kou, nona Ci mundur tiga langkah ke belakang. Tiba-tiba Ci Giok Hian menyerang ke arah Cok Tay Ju dengan cepat. Serangan yang mendadak dari Ci Giok Hian ini membuat Cok Tay Ju yang tidak mengira akan diserang demikian jadi kewalahan. Saat itu perut Cok Tay Ju terancam akan tertusuk oleh pedang Ci Giok Hian. Gan Ceng Kou menyerang punggung Ci Giok Hian dengan hebat. Saat ada desiran angin di bagian bahunya, Ci Giok Hian terkejut bukan kepalang.

Jika dia meneruskan serangannya pada Cok Tay Ju, dia yakin orang she Cok itu akan terluka parah oleh pedangnya. Tetapi punggung nona Ci pun akan menjadi korban bola besi dari Gan Ceng Kou. Ini berbahaya dan dia pasti akan terluka parah.

Terpaksa Ci Giok Hian membatalkan serangan kepada Cok Tay Ju, ini dia lakukan untuk menyelamatkan diri dari serangan Gan Ceng Kou. Ci Giok Hian pun buru-buru berkelit ke samping. Tadi Gan Ceng Kou mengira Cok Tay Ju terluka oleh srangan Ci Giok Hian karena kehebatan nona itu. Sedikitpun dia tidak mengira kalau Cok Tay Ju sedang dipermainkan. Maka itu dia berpikir.

"Jika aku tidak bisa menangkapnya hidup-hidup, aku harus membunuhnya." pikir Gan Ceng Kou.

Setelah berpikir begitu Gan Ceng Kou bergabung dengan Cok Tay Ju, mereka sudah bertekad bulat akan membunuh Ci Giok Hian. Maka tidak heran serangan kedua lelaki ini demikian dasyatnya. Ini membuat Ci Giok Hian jadi terdesak sekali.

Melawan seorang saja Ci Giok Hian sudah agak kewalahan, apalagi sekarang harus melawan kedua orang itu. Tentu saja dia jadi sangat kewalahan. Makin lama Ci Giok Hian semakin terdesak saja, tangkisan dan serangan nona Ci semakin tidak karuan. Ini membuat Cok Tay Ju kegirangan dan dia tertawa terbahak-bahak. "Kita harus menangkap dia hidup-hidup, aku belum puas jika belum membeset kulitnya!" kata Cok Tay Ju.

"Aku tidak boleh jatuh ke tangan mereka," pikir Ci Giok Hian, "jika aku tidak dapat melukai mereka, lebih baik aku bunuh diri saja!"

Pada saat itu tiba-tiba bertiup angin kencang, hal ini membuat buah-buah di atas pohon besar berjatuhan ke tanah. Sungguh kebetulan dari sekian puluh buah yang jatuh itu, ada buah yang menimpa tepat pada jalan darah Thian-eng-hiat di kepala Gan Ceng Kou. Seketika itu juga kepala Gan Ceng Kou seolah tertimpa sebuah batu besar dan sakitnya bukan kepalang.

Menyaksikan Gan Ceng Kou sedang kesakitan, betapa girangnya Ci Giok Hian, tanpa pikir panjang lagi dia menyerang dengan pedangnya. Saat serangannya dihindarkan, tapi tidak urung ujung pedang Ci Giok Hian mengarah ke lengan lelaki itu. Gan Ceng Kou kaget, buru- buru dia menarik lengannya, tapi celaka jari tangannya terbabat oleh pedang Ci Giok Hian hingga kutung, dan senjatanya terlepas!

Melihat kegesitan nona Ci yang berhasil melukai kawannya, Cok Tay Ju khawatir nona itu akan kembali menyerang Gan Ceng Kou, sehingga nyawa sang kawan ada dalam bahaya. Oleh karena itu buru-buru Cok Tay Ju melancarkan serangan hebat ke arah nona Ci dengan tujuan untuk melindungi kawannya itu.

Untung salah satu bahu Cok Tay Ju sudah terluka, oleh karena itu gerakannya j adi agak lambat, jika tidak demikian Ci Giok Hian pasti akan terluka oleh serangannya itu. Sebenarnya saat Cok Tay Ju melancarkan serangannya, dia juga berpikir. "Aah, gadis busuk ini bukan tandinganku! Aku heran bagaimana dia bisa menusuk bahuku? Entah kenapa Gan Ceng Kou, pada saat dia hampir berhasil melukai nona itu, mendadak dia tersentak menahan sakit. Celakanya dua jarinya terpapas kutung oleh gadis busuk itu. Kami berdua mengeroyok gadis busuk itu. Jika khabar ini sampai terdengar di luaran, apa kami masih punya muka saat bertemu sahabatsahabat kami di Dunia Persilatan?" pikir Cok Tay Ju.

Saat itu pikiran Cok Tay Ju benar-benar sedang kacau. Dia ingin meninggalkan gelanggang sendirian, tetapi dia merasa tidak enak hati pada Gan Ceng Kou. Dia juga merasa tidak tega meninggalkan kawannya yang terluka itu. Pada saat Cok Tay Ju tidak tahu harus berbuat apa, terdengar suara bentakan keras.

"Nona busuk, kau berani mempermainkan aku! Aku akan membeset kulitmu, dan terimalah seranganku!" kata orang itu.

Tidak lama terdengar pukulan dan bau amis menyebar. Orang yang baru muncul itu adalah The Yu Po, murid kedua See-bun Souw Ya. Dia telah berusaha keras menghabiskan tenaga, baru berhasil menggeser batu besar yang menutupi lubang goa itu. Ketika dia menemukan jalan di dalam lorong, dia yakin Ci Giok Hian lari lewat lorong itu. Gusarnya bukan kepalang saat dia melihat Ci Giok Hian sedang berhadapan dengan Cok Tay Ju dan Gan Ceng Kou.

Tidak heran dia langsung menyerang ke arah Ci Giok Hian dengan ilmu Hua-hiat-to. Kepandaian The Yu Po lebih tinggi dibandingkan dengan Pouw Yang Hian.

Serangan bau amis dan berbahaya ini hanya mampu ditangkis oleh Ci Giok Hian sebentar, tetapi lama-kelamaan dia pun jadi tidak tahan oleh bau amis itu. Bau amis itu membuat mata Ci Giok Hian berkunang-kunang, dan kepalanya pening, Tidak heran jika ilmu pedangnya pun jadi kacau sekali. Gan Ceng Kou sibuk mengobati luka pada jarinya. Sambil mengobati lukanya Gan Ceng Kou berpikir. Dia tidak habis pikir dan semakin dipikirkan jadi semakin aneh, maka itu dia berseru pada The Yu Po.

"The Toa-ko, nona busuk ini aneh, kau harus waspada terhadap serangan gelapnya!" begitu Gan Ceng Kou memperingatkan temannya.

"Nona ini masih berbau susu ibunya, mana mampu dia lolos dari telapak tanganku? Mana mungkin dia mampu melakukan serangan gelap?. Aduh!"

Mendadak The Yu Po menjerit karena kesakitan. Kiranya dia terompah buah yang tiba-tiba jatuh dan tepat mengenai kepalanya, Seperti kebetulan buah itu mengenai jalan darah Thian-leng-kay. Sekalipun lwee-kangnya tinggi, tetapi The Yu Po tetap merasa sakit sekali dan kepalanya pun benjol. Mata Gan Ceng Kou terbelalak. Tiba-tiba dia sadar pada satu hal. Maka itu dia segera membentak ke arah pohon besar.

"Melancarkan serangan gelap untuk melukai orang, itu sudah terhitung orang gagah macam apa? Ayo, jika kau punya nyali cepat keluar!" kata Gan Ceng Ko dengan suara nyaring.

Saat itu terdengar suara tawa terbahak-bahak, dan seseorang lompat turun dari atas pohon besar. Orang itu adalah Seng Liong Sen, keponakan Seng Cap-si Kouw.

-o-DewiKZ^~^aaa-o- Melihat Seng Liong Sen muncul, Ci Giok Hian langsung mengangguk. Dia girang ternyata orang yang selama ini melindunginya adalah pemuda itu. "Hm! Ternyata dia orangnya!" pikir nona Ci girang. Memang sejak semula Ci Giok Hian sudah mencurigai orang yang membantu dia diam-diam, pasti itu Seng Liong Sen. Dia pun bersyukur karena setiap kali dia ada dalam bahaya, pemuda itu muncul menolonginya. Sudah tentu munculnya pemuda itu agak membuat Ci Giok Hian kaget dan girang sekali.

Menyaksikan seorang pemuda tampan muncul di hadapan mereka dan gerakannya lincah luar biasa, The Yu Po dan kawan-kawannya sangat terkejut. Seng Liong Sen tertawa menyaksikan orang keheranan itu.

"Aku ada di tempat ini sudah cukup lama, kalian baru tahu sekarang. He, he, he!" kata Seng Liong Sen sambil tertawa. "Kalian yang buta, malah kalian menyalahkan aku? Akulah yang menggunakan beberapa buah pohon ini untuk mempermainkan kalian! Tetapi sebaliknya kalian katakan aku melakukan serangan gelap dan melukai kalian. Bukan menyalahkan kebodohan kalian malah kau menyalahkan aku! Itu jika ketahuan umum akan jadi bahan tertawaan orang hingga giginya rontok?"

Semua orang itu bengong, dan Seng Liong Sen melanjutkan kata-kata pedasnya itu.

"Kalian cuma bisa menyalahkan orang lain, bukan sebaliknya, salahkan saja kepandaian kalian yang masih rendah? Kalian bilang aku bukan ksatria sejati dan bukan orang gagah, kalian benar aku memang bukan orang gagah! Tetapi aku ingin bertanya kepada kalian bertiga, apa kalian bertiga terhitung orang-orang gagah? Padahal kalian bertiga mengeroyok seorang wanita, itukah yang dinamakan orang gagah?" kata Seng Liong Sen pedas bukan main.

Mendengar ejekan dan hinaan itu The Yu Po langsung membentak dengan nyaring.

"Aku tidak ingin adu bicara denganmu, terimalah pukulanku!" kata The Yu Po.

Ucapan dan serangan The Yu Po itu hanya ditanggapi oleh Seng Liong Sen sambil tertawa.

"Baiklah, aku sudah menyaksikan kehebatan pukulanmu!" kata Seng Liong Sen.

Saat The Yu Po menyerang Seng Liong Sen mengulurkan jari tangannya ke arah jalan darah Lau-kiong- hiat di telapak tangan The Yu Po. Bagi orang yang mempelajari ilmu pukulan telapak tangan beracun, sungguh paling pantangan jika jalan darah itu tertotok oleh lawan, karena jika tertotok orang itu akan celaka dan terluka parah.

Bisa kita bayangkan betapa kagetnya The Yu Po saat mengetahui Seng Liong Sen mengarahkan ujung jarinya ke jalan darah Lau-kiong-hiat tersebut. Buru-buru Yu Po menarik telapak tangannya agar tidak terserang oleh lawan, dia juga langsung mundur beberapa langkah ke belakang.

Melihat musuh membatalkan serangannya, bahkan musuhnya itu mundur, Seng Liong Sen tertawa mengejek.

"Eh, bukankah kau ingin mengadu kepandaian denganku. Tapi kenapa malah kau mundur? Apa kau hanya berani kepada kaum wanita saja sedang kepadaku kau tidak bersedia bertarung? He, he, he!" Begitu Seng Liong Sen menyindir.

Mendengar ejekan itu bukan main gusarnya The Yu Po saat  itu.  Kembali  dia  maju  untuk  menyerang. Sedikitpun Seng Liong Sen tidak bergerak di tempatnya. Tetapi setelah lawannya dekat kepadanya, kembali Seng Liong Sen mengulurkan jari tangannya menotok ke jalan darah Hu- kenghiat The Yu Po, tepat di bahu lawannya itu.

Jika totokan itu mengenai The Yu Po, maka pemuda itu akan cacat seumur hidup. Keringat dingin membasahi dahinya, buru-buru Yu Po mundur selangkah, dia mencoba menghindar dari serangan yang berbahaya itu.

Menyaksikan adegan perkelahian kedua pemuda itu Ci Giok Hian terkejut dan girang.

"Dia murid kesayangan Bun Tay-hiap, Bu-lim-beng-cu dari daerah Kang-lam. Gurunya akhli totok jalan darah dan bergelar Tiat-pit Su-seng. Menyaksikan gerak-geriknya memang benar nama Tiat-pit Su-seng bukan hanya omong kosong!" pikir Ci Giok Hian.

Melihat lawan kembali membatalkan serangannya Seng Liong Sen tertawa.

"Jika kau selalu mundur setelah kau menyerang, bagaimana kau bisa menjajal kepandaianku?" kata Seng Liong Sen tersenyum sindir.

Tiba-tiba saking kesal The Yu Po berteriak nyaring. "Sudah! Sudah!" kata Yu Po dengan keras.

Tiba-tiba tubuhnya bergerak dan melesat pergi tanpa menoleh lagi. Sedang kawannya Cok Tay Ju dan Gan Ceng Kou sudah terluka tidak berdaya. Ditambah lagi tadi mereka sudah menyaksikan betapa lihaynya Seng Liong Sen sehingga dengan mudah dia bisa mempermainkan mereka. Sudah jelas mereka tidak berani maju untuk melawan Seng Liong Sen. Begitu mereka lihat The Yu Po sudah kabur, mereka berdua pun ikut kabur juga. "Hm! Baik, kalian boleh pergi!" kata Seng Liong Sen.

Sambil berkata begitu Seng Liong Sen melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke arah lawan-lawannya.

"Bum!"

Pukulan itu sengaja dilakukan oleh Seng Liong Sen untuk mempertunjukkan kelihayannya pada Ci Giok Hian. Celakanya Gan Ceng Kou yang lari paling belakang terkena hajaran pukulan Seng Liong Sen ini.

Gan Ceng Kou tersambar angin pukulan Seng Liong Sen, dia terdorong ke depan, dan tubuhnya terasa sakit, sedang matanya langsung kabur dan berkunang-kunang. Tiba-tiba Gan Ceng Kou roboh ke tanah sambil bergulingan.

Melihat kawannya terhajar oleh pukulan lawan dari jarakjauh, The Yu Po berhenti dan kembali lagi. Dia  sambar tubuh Gan Ceng Kou untuk dibawa kabur. Sedangkan Cok Tay Ju yang ingin segera kabur jauh dari tempat itu, malah sial! Dia tersandung batu hingga dia tidak bisa menahan diri dan jatuh terguling-guling di tanah. Buru- buru Cok Tay Ju bangun, lalu lari dengan cepat seperti sedang dikejar setan.

Menyaksikan kejadian itu Seng Liong Sen tertawa terbahakbahak.

Melihat musuhnya sudah kabur Seng Liong Sen tidak mengejar mereka. Dia menoleh ke arah Ci Giok Hian, lalu memberi hormat pada Ci Giok Hian.

"Maaf, aku datang terlambat sehingga kau mendapat kaget!" kata Seng Liong Sen.

Wajah Ci Giok Hian tiba-tiba saja berubah jadi merah. "Terima kasih atas pertolonganmu, Seng Kong-cu!" kata Ci Giok Hian dengan agak tersipu-sipu

Setelah mengucapkan terima kasih dia lepaskan cincin pemberian Seng Liong Sen dari jari tangannya, kemudian dia kembalikan pada Seng Liong Sen dengan wajah merah.

Seng Liong Sen tersenyum.

"Nona Ci, sebaiknya kau simpan saja cincin itu!" kata Liong Sen.

"Maaf, aku tidak bisa menerima pemberian cincin ini," kata nona Ci tegas, "karena cincin ini hadiah dari Beng Cit Nio untukmu. Lebih baik kau yang menyimpannya, kelak kau boleh memberikannya pada gadis yang lebih baik dariku!" Mata Seng Liong Sen terbelalak.

"Eh, apa Beng Cit Nio memberitahumu tentang asal-usul cincin ini?" kata Seng Liong Sen.

Ci Giok Hian menganggukkan kepalanya.

"Benar, oleh karena itu aku tidak bisa menerima cincin ini. Lagipula kau jangan sembarangan memberikan cincin ini kepadaku!" kata Ci Giok Hian.

Wajah Seng Liong Sen mendadak berubah merah kemudian dia tertawa.

"Aku harap kau jangan menyalahkan aku. Aku. aku

khawatir kau mendapat bahaya, karena aku tahu sikap Beng Cit Nio yang sangat aneh, maka aku... .aku. "

Tetapi sebelum kata-kata pemuda itu yang kelihatan gugup selesai, Ci Giok Hian sudah langsung memotong kata-katanya.

"Aku paham," kata Ci Giok Hian, "cincin ini ternyata bisa menyelamatkan nyawaku. Sekarang sudah tidak ada gunanya bagiku. Ditambah pula aku tidak pantas menerima cincin pusaka ini. Aku harap kau mau menerimanya kembali!"

Dengan sangat kecewa terpaksa Seng Liong Sen menerima kembali cincin itu. Kelihatan dia sangat kecewa. Tetapi kemudian dia berpikir.

"Bagaimanapun dia telah terkesan baik terhadapku," pikir Liong Sen, "sekalipun dia sudah punya pria idaman itu tidak masalah!"

"Terima kasih atas pengertianmu, Nona Ci," kata Seng Liong Sen, "kau tidak menyalahkan aku pun, itu sudah membuat hatiku lega. Tetapi kita tidak boleh lama-lama di tempat ini, lebih baik segera kita tinggalkan tempat ini!"

Otak nona Ci berpikir. Pemuda itu telah menyelamatkan nyawanya dari maut, ditambah lagi banyak masalah yang ingin ditanyakan nona Ci pada pemuda itu, maka itu dia bersedia berjalan bersama-sama dengan Seng Liong Sen.

Seolah Seng Liong Sen mengetahui apa yang ada di otak nona ini, maka itu dia langsung berkata pada Ci Giok Hian.

"Mengenai masalah yang kau hadapi sekarang ini, pasti kau merasa aneh, bukan?" kata pemuda itu.

"Kau benar. Kedatanganku ke tempat ini justru ingin menyelamatkan Han Tay Hong, tidak aku duga malah aku mencelakainya," kata Ci Giok Hian dengan lesu.

"Kejadian itu sudah aku duga sejak awal," kata Seng Liong Sen. "Han Tay Hiong orangnya keras kepala dan kukuh. Aku tahu dia tidak akan tunduk kepada Piauw- kouwku, tidak heran jika piauw-kouw membunuhnya! Harus kau ketahui Han Tay Hiong ini tokoh terkenal dalam Dunia Persilatan masa ini. Sungguh menyesal aku tidak punya kesempatan untuk menyelamatkannya!" "Tidak! Beng Cit Nio tidak membunuhnya" kata Ci Giok Hian. "Dia mati karena Han Tay Hiong meminum arak Kiuthian-sun-yang Pek-hoa-ciu yang aku bawa dari rumahku. Tetapi aku tidak menyangka kalau arak itu sudah dicampur racun!"

Seng Liong Sen mengangguk.

"Oh! Jadi kau kira Han Tay Hiong belum mati?" kata Liong Sen. "Kau mengira dia hanya keracunan? Kalau begitu piauwkouwku belum membunuhnya. Aku juga tidak tahu entah dengan cara apa lagi dia akan menyiksanya? Aku tahu pasti mereka berdua sama-sama keras kepala! Mungkin saja nyawa Han Tay Hiong akan melayang di tangan Beng Cit Nio?"

Semula Ci Giok Hian mengira Seng Liong Sen sudah mengetahui, kalau yang menaruh racun ke dalam arak Kiuthian-sun-yang Pek-hoa-ciu itu Cap-si Kouw, bibi- misannya yang satu lagi. Maka itu Ci Giok Hian berharap Seng Liong Sen akan mengatakan hal yang sebenarnya kepadanya. Tetapi tidak diduga oleh Ci Giok Hian, Seng Liong Sen tetap menganggap yang berbuat jahat dan ingin membunuh Han Tay Hiong itu ialah Beng Cit Nio.

Hal itu membuat Ci Giok Hian jadi tidak sabaran. "Bukan Beng Cit Nio yang menaruh racun ke dalam arak

itu," kata Ci Giok Hian, "tetapi orang lain!" Mendengar keterangan itu Seng Liong Sen tertegun.

"Bagaimana kau bisa mengetahui bukan Beng Cit Nio yang menaruh racun itu ke dalam arak? Bukankah dia yang memberimu arak itu dan dia pula yang menyuruhmu mengantarkannya ke kamar tahanan Han Tay Hiong dan puterinya?" kata Seng Liong Sen. Sekarang Ci Giok Hian mulai berpikir, memang sudah lama arak Kiu-thian-sun-yang Pek-hoa-ciu itu ada di tempat Beng Cit Nio. Jika dikatakan Beng Cit Nio yang menaruh racun, itu masuk akal sekali! Akan tetapi sudah selama tiga hari tiga malam Ci Giok Hian ada di tempat Beng Cit Nio. Dengan demikian dia tahu jelas sekali kalau Beng Cit Nio ingin menyelamatkan Han Tay Hiong. Ketika Han Tay Hiong keracunan, dia kelihatan begitu berduka dan sangat penasaran, tidak mungkin dia berpura-pura. Setelah berpikir begitu Ci Giok Hian menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Aku tidak yakin Beng Cit Nio yang melakukannya!" kata Ci Giok Hian. "Jika kau bertanya apa sebabnya? Aku juga tidak bisa menjelaskannya kepadamu..."

"Kalau begitu, siapa yang kau curigai melakukannya?" tanya Seng Liong Sen.

"Sebelum aku datang ke tempat Beng Cit Nio, Kouwkouwmu Seng Cap-si Kouw memberiku sebungkus obat bubuk, kata dia itu obat bubuk pemunah racun Hua- hiat-to. Dialah yang menyuruh aku mencampur arak obat Kiu-thiansun-yang Pek-hoa-ciu yang akan aku berikan kepada Paman Han. Kata dia lagi, arak yang sudah dicampur obat bubuk pemunah racun pemberiannya itu, katanya bisa segera memulihkan kesehatan Han Tay Hiong!" kata Ci Giok Hian menjelaskan.

Mata Seng Liong Sen terbelalak.

"Oh, begitu ceritanya! Jadi kau mencurigai Seng Cap-si Kouw pelaku utamanya?" kata Seng Liong Sen.

"Terus-terang semula aku tidak mencurigai kouw- kouwmu itu," kata Ci Giok Hian. "Namun, setelah mendengar kata-kata Beng Cit Nio, sudah jelas aku jadi mencurigai Seng Cap-si Kouw! Seng Kong-cu, apa kau tidak menyalahkan aku berkata begitu?" Seng Liong Sen yang mulai yakin kalau Seng Cap-si Kouwlah pelaku utama yang meracun Han Tay Hiong, wajahnyajadi berubah.

"Jika demikian, aku kira tidak salah kau mencurigai Kouwkouwku itu!" kata Seng Liong Sen. "Tetapi aku belum yakin benar Kouw-kouwku yang turun tangan, sebab aku sering mendengar cerita Kouw-kouwku, dia sangat menghormati Han Tay Hiong dan dia kawan akrabnya! Coba kau pikir! Siapa tahu Kouw-kouwku benar memberi obat bubuk pemunah racun, sedang Beng Cit Nio sudah lebih dulu menaruh racun yang tidak berwarna maupun berbau. Apa kau pikir tidak bisa jadi begitu?"

Ci Giok Hian menghela napas panjang.

"Yaah, masalah ini membuatku jadi bingung sendiri. Tetapi yang jelas Han Tay Hiong sudah tidak bisa bertalian hidup lebih lama lagi. Kalau begitu kita tidak perlu menyelidiki siapa pelaku pembunuhan itu?" kata Ci Giok Hian.

Ci Giok Hian berkata begitu tetapi dari nada ucapannya seolah dia tetap menuduh Seng Cap-si Kouwlah pelaku kejahatan itu. Hal ini membuat Seng Liong Sen jadi berpikir dan ikut mencurigai bibi-misannya seperti Ci Giok Hian.

"Tidak mungkin Han Tay Hiong akan mati tanpa meninggalkan bekas!" kata Seng Liong Sen.

"Saat aku menerjang keluar, See-bun Souw Ya sudah bertarung dengan Beng Cit Nio. Aku lihat Chu Kiu Sek pun datang dan pergi ke sana! Sekalipun ilmu silat Beng Cit Nio tinggi, aku yakin sulit baginya menghadapi kedua Iblis Tua itu!

Aku tidak yakin dia akan mampu melindungi Han Tay Hiong?!" kata Ci Giok Hian. Dari ucapan Ci Giok Hian jelas dia yakin Beng Cit Nio pasti akan melindungi Han Tay Hiong. Tetapi jika bukan Seng Capsi Kouw maupun Beng Cit Nio yang turun tangan jahat terhadap Han Tay Hiong, lalu siapa?

Mendengar ucapan Ci Giok Hian ini Seng Liong Sen tertawa.

"Kau cuma mengerti sedikit saja masalah ini," kata Seng Liong Sen. "Ingat kedua Iblis Tua itu sangat lihay, tetapi kepandaian piauw-kouwku pun tidak rendah. Ditambah lagi ada kemungkian kedua piauw-kouwku akan saling membantu. Kau tidak bersama Beng Cit Nio bertarung melawan kedua Iblis Tua itu, kenapa kau harus merasa takut pada kedua Iblis Tua itu?"

Mendengar kata-kata itu Ci Giok Hian kaget.

"Apa? Kou-kouwmu Seng Cap-si Kouw juga ke sana?" kata Ci Giok Hian.

"Kau benar! Karena Kouw-kouw Seng Cap-si Kouw ke sana, maka aku jadi tidak berani muncul dan datang ke sana!" kata Seng Liong Sen.

"Kenapa?" tanya Ci Giok Hian.

"Aku sudah bilang kali ini aku pulang aku tidak akan ke rumah Bibi-misan Beng Cit Nio, maka itu aku tidak ingin dia memergokiku!" kata Seng Liong Sen.

Tampak Seng Liong Sen berat untuk berterus terang  pada Ci Giok Hian, ditambah lagi Ci Giok Hian tidak ingin menanyakan masalah pribadi pemuda itu, maka dia pun tidak banyak bertanya lagi.

"Jika aku bisa menyelamatkan Han Tay Hiong dan Han Pwee Eng, lega hatiku! Apa Kouw-kouwmu akan membantu Beng Cit Nio?" tanya Ci Giok Hian. "Beng Cit Nio sahabat baik Han Tay Hiong. Aku yakin dia akan menyelamatkan Han Tay Hiong. Tetapi aku khawarir, setelah dia berhasil menolong Han Tay Hiong, lalu dia tidak akan melepaskannya!" kata Seng Liong Sen.

"Jadi Beng Cit Nio akan tetap membunuh Han Tay Hiong atau tidak, aku tidak bisa memastikannya," kata Ci Giok Hian. "Malah sebaiknya kitajangan memikirkannya! Tetapi sekarang Han Tay Hiong telah keracunan!"

"Kouw-kouwku dan piauw-kouwku akhli-akhli racun," kata Seng Liong Sen. "Jika Piauw-kouwku yang memberinya racun, maka Kouw-kouwku bisa mengobatinya, asal piauw-kouwku tidak menghalangi dan mencegahnya!"

Ci Giok Hian menatap ke arah Seng Liong Sen.

"Kenapa kau mencurigai Beng Cit Nio yang meracun Han Tay Hiong?" kata Ci Giok Hian.

Mendengar pertanyaan itu Seng Liong Sen menghela napas panjang.

"Ini soal cinta! Karena Han Tay Hiong dan Beng Cit Nio merupakan sepasang kekasih, tetapi entah mengapa, Han Tay Hiong malah menikahi gadis lain! Oleh sebab itu Beng Cit Nio benci kepada Han Tay Hiong, malah dia bersumpah akan menuntut balas pada Han Tay Hiong, Isteri Han Tay Hiong meninggal karena diracun olehnya!" kata Seng Liong Sen.

Mengenai kisah cinta antara Han Tay Hiong ini Ci Giok Hian pernah mendengar kisahnya dari Seng Cap-si Kouw. Tetapi tentang Beng Cit Nio meracuni isteri Han Tay Hiong, tentu saja Ci Giok Hian baru mendengarnya sekarang dari Seng Liong Sen. "Bagaimana kau bisa mengetahui masalah ini begitu jelas? Apakah Kouw-kouwmu yang memberitahumu?" kata Giok Hian.

"Ya, aku yakin Kouw-kouw tidak akan membohongiku!" kata Seng Liong Sen sambil mengangguk.

Seketika itu bulu kuduk Ci Giok Hian merinding karena ngeri.

"Hm! Jadi Seng Cap-si Kouw tega membohongi keponakannya ini, malah membohonginya sampai sang keponakan begitu percaya padanya. Wanita itu sungguh berbahaya sekali dan sangat menakutkan!" pikir Ci Giok Hian.

Dalam hal ini Ci Giok Hian salah terka, mulut Seng Liong Sen berkata begitu, tapi sebenarnya hatinya malah mencurigai Seng Cap-si Kouw. Kecurigaan Seng Liong Sen muncul, saat dia mengantarkan Ci Giok Hian yang akan pergi ke tempat Beng Cit Nio. Ketika dia pulang, Seng Liong Sen sebenarnya sudah siap menerima teguran dari bibinya. Tetapi aneh sekali Seng Cap-si Kouw malah diam saja dan tidak menegur Seng Liong Sen. Bahkan berturut- turut selama dua hari setelah kejadian itu, Seng Liong Sen selalu melihat wajah Seng Cap-si Kouw selalu murung dan tidak tampak berseri-seri. Malah bisa dikatakan wajah Seng Cap-si Kouw sangat menakutkan sekali.

Saat Tik Bwee mendapat perintah dari Seng Cap-si Kouw untuk mengantarkan Ci Giok Hian ke tempat Beng Cit Nio, pelayan itu telah dipesan agar Seng Liong Sen tidak mengetahui saat nona Ci berangkat. Ketika ketahuan Seng Liong Sen malah tahu dan mengantarkan nona Ci saat akan pergi, Seng Cap-si Kouw tidak menegur Tik Bwee. Namun, hati Tik Bwee jadi tidak tenang dan berdebar-debar terus. Malamnya tanpa sengaja Tik Bwee menjatuhkan sebuah cawan yang terbuat dari batu giok, akibatnya cawan batu giok itu sedikit cacat. Hal itu membuat Tik Bwee jadi sangat ketakutan.

Seng Liong Sen mengetahui betapa takutnya Tik Bwee saat itu, maka itu dia mencoba menghibur pelayan itu.

"Jangan cemas, hanya rusak sedikit suruh orang memperbaikinya pasti tidak akan ketahuan," bisik Seng Liong Sen pada Tik Bwee.

Saat itu tanpa mereka sadari Seng Cap-si Kouw muncul,dia langsung merampas cawan batu giok itu dari tangan Tik Bwee dan langsung membantingnya ke lantai hingga hancur berantakan.

Bukan main kagetnya Tik Bwee melihat cawan batu giok itu hancur berantakan di lantai. Dia langsung menjatuhkan diri dan berlutut di hadapan Seng Cap-si Kouw dengan tubuh gemetaran.

Melihat pelayannya mandi keringat dingin dan tubuhnya gemetar karena ketakutan, Seng Cap-si Kouw berkata dingin.

"Sudah, jangan takut! Aku yang menghancurkan cawan itu tidak ada urusannya denganmu!" kata Seng Cap-si Kouw.

"Kouw-kouw, cawan arak itu masih bisa dipergunakan, kenapa kau menghancurkannya?" tanya Seng Liong Sen.

Mendengar ucapan keponakannya itu Seng Cap-si Kouw tertawa dingin.

"Cawan arak itu sudah cacat, mengapa harus terus dipakai? Sifatku ini sama dengan Piauw-kouwmu!" kata Seng Cap-si Kouw. Ingat kejadian itu Seng Liong Sen tersentak sejenak.

"Mengapa Kouw-kouw tidak ingin aku tahu tentang misi Nona Ci Giok Hian? Semalam dia gunakan obat bius untuk membiusku, apakah ini karena dia khawatir aku akan merusak semua rencananya untuk menyelamatkan Han Tay Hiong dan puterinya itu? Atau malah ada sebab lain? Lalu apa maksud dia mengatakan bahwa cawan arak dari batu giok itu sudah cacat, dan untuk apa dipakai terus? Apa barangkali kata-kata Kouw-kouw ini bukan ditujukan pada cawan arak itu, tetapi untuk perumpamaan lain?" begitu Seng Liong Sen berpikir keras.

"Kouw-kouwku itu cantik jelita, kenapa dia tidak mau menikah? Apa dia juga mengalami nasib seperti Piauw- kouwku Beng Cit Nio? Ah, barangkali dia juga sangat mencintai Han Tay Hiong, karena tadi dia bilang dia seperti Kouw-kouw Beng Cit Nio? Apa kata-katanya itu dia tujukan pada Han Tay Hiong? Ci Giok Hian mencurigai Seng Cap-si Kouw yang menaruh racun ke dalam arak yang akan diberikan kepada Han Tay Hiong. Aku yakin dia menuduh begitu tidak mungkin tanpa ada sebabnya?" pikir Seng Liong Sen yang tiba-tiba saja jadi merinding bulu kuduknya.

Sebaliknya Ci Giok Hian, dia sedang memikirkan kejadian yang menimpa nasib Han Tay Hiong dan dia tidak berdaya menolonginya. Selain itu Ci Giok Hian teringat pada Ci Giok Phang yang sekarang berada dalam bahaya, maka dia ingin segera pergi dari tempat itu untuk menolongi sang kakak.

Kedua muda-mudi itu tercekam oleh masalah mereka masing-masing dan tanpa sadar mereka saling menatap. Wajah Ci Giok Hian berubah kemerah-merahan.

"Nona Ci, sekarang kau mau ke mana?" kata Liong Sen. Bukan menjawab Ci Giok Hian malah balik bertanya. "Oh ya, aku ingin bertanya kepadamu, apa kau masih akan ke markas Kay-pang dHok-yang atau tidak?" kata Ci Giok Hian. Seng Liong Sen mengangguk.

"Ya, aku masih ada urusan di sana!" jawab pemuda itu. "Aku dengar sekarang Kay-pang punya harta yang tidak

ternilai   jumlahnya,"   kata   Ci   Giok   Hian,   "aku   juga

mendengar harta itu akan diantarkan untuk biaya para pejuang melawan musuh, kau sudah mendengar soal itu?"

Seng Liong Sen tertegun.

"Nona Ci, kau cepat sekali kau mendapat berita itu!" kata Seng Liong Sen.

"Begitulah, tetapi kau tidak perlu tahu dari mana aku memperoleh khabar itu, tetapi masalah ini sangat penting! Dari nada kata-katamu, masalah ini memang serius, iya kan?" kata Giok Hian.

Seng Liong Sen mengangguk mengiakan.

"Kau benar, Liok Pang-cu pernah menceritakan masalah ini kepadaku," kata Seng Liong Sen secara jujur. "Aku dengar yang melindungi harta itu dalam perjalanan menuju ke tempat para pejuang ialah Jen Thian Ngo. Aku dengar Jen Thian Ngo ini seorang jago persilatan yang berilmu tinggi. Oleh karena itu aku yakin tidak akan terjadi apa-apa pada harta itu!"

Mendengar keterangan Seng Liong Sen itu Ci Giok Hian berseru tak tertahan.

"Celaka! Celaka!" kata Ci Giok Hian.

"Eh, kenapa kau bicara begitu?" kata Seng Liong Sen. "Kau  tidak  tahu  masalahnya,  justru  karena  dia  yang

mengawal harta itu, maka di tengah perjalanan akan  terjadi malapetaka yang sudah mereka rencanakan!" jawab Ci Giok Hian.

Mendengar jawaban nona Ci itu bukan kepalang kagetnya Seng Liong Sen, matanya terbelalak karena herannya.

"Aku dengar Jen Thian Ngo memiliki jurus pedang Cit- siukiam-hoat yang sangat lihay, aku dengar dia juga sangat cerdik dan lihay sekali!" kata Seng Liong Sen.

"Itu benar," kata Ci Giok Hian sambil mengangguk, "tetapi justru dia bersekongkol dengan orang-orang Mongol!" kata Ci Giok Hian.

Bukan main terkejutnya Seng Liong Sen.

"Apa? Kau tahu dari mana soal ini? Benarkah begitu?" demikian Seng Liong Sen bertanya secara bertubi-tubi pada nona Ci karena sangat penasaran.

"Tadi pagi Jen Thian Ngo sengaj a mengutus seorang muridnya yang bernama Ih Hoa Liong datang ke tempat kouw-kouwmu. Murid Jen Thian Ngo datang untuk menemui kedua Iblis Tua itu, namun See-bun Souw Ya belum pulang dari suatu perjalanan. Dia hanya bertemu dengan salah satu Iblis Tua, yaitu Chu Kiu Sek! Saat mereka sedang merundingkan masalah akan menghadang kiriman harta itu, semua telah kudengar sendiri. Ketika itu aku bersama Pik Po yang mendengarnya langsung!" kata Ci Giok Hian.

Mendengar keterangan ini Seng Liong Sen jadi bertambah kaget.

"Apa saja yang mereka bicarakan?" kata Liong Sen semakin penasaran ingin tahu. Ci Giok Hian membeberkan semua rencana Jen Thian Ngo yang dia sampaikan lewat muridnya pada Chu Kiu Sek, sesudah selesai bercerita Ci Giok Hian menambahkan.

"Coba kau bayangkan, betapa liciknya Jen Thian Ngo itu. Dia menyuruh kedua Iblis Tua itu menjadi perampok harta karun itu. Mereka merencanakan merampas harta itu di tengah perjalanan. Sedangkan Jen Thian Ngo yang menjadi pengawal akan berpura-pura bertarung mati-matian untuk mempertahankan harta itu. Kemudian Jen Thian Ngo akan berpura-pura tidak sanggup melawan kedua perampok yang lihay itu, bahkan dia bersedia dilukai untuk mengelabui orang Kay-pang agar tidak mencurigainya! Dengan demikian sekalipun dia gagal melindungi harta itu, siapa yang akan mencurigainya. Malah dia akan merasa bangga sekalipun dia gagal melindungi harta itu, karena namanya tetap harum sebagai pahlawan sejati. Padahal pengatur perampokan keji itu dia!" kata Ci Giok Hian.

Seng Liong Sen benar-benar terkejut.

"Tidak kusangka Jen Thian Ngo demikian liciknya," kata Seng Liong Sen. "Aku dengar selain Jen Thian Ngo yang mengawal harta itu ada lagi dua Hiang-cu Kay-pang, aku yakin mereka berdua akan celaka!"

"Benar, dalam rencana itu mereka akan menghabisi semua orang yang terlibat dalam pengantaran harta itu. Dengan demikian jejak mereka tidak akan terlacak oleh siapa pun! Dari seluruh pengawal harta yang selamat hanya Jen Thian Ngo. Tahukah kau, di antara para pengawal harta itu terdapat Kakakku, Ci Giok Phang. Secara pribadi aku harus ikut terlibat dalam masalah ini." kata Ci Giok Hian.

"Lalu. " "Aku harus ke markas Kay-pang menemui para ketua Kay-pang untuk menjelaskan masalah ini kepada mereka. Maka aku ingin tahu, bersediakah kau mengantarkan aku ke sana atau tidak?" kata Ci Giok Hian. "Maksudku ke sana untuk menyampaikan informasi ini kepada Liok Pang-cu!"

Seng Liong Sen tertegun sejenak.

"Aku dengar sekarang kota Lok-yang sedang dikepung oleh pasukan Mongol. Tetapi mungkin saja kita bisa menyelinap masuk ke dalam kota untuk menyampaikan kabar! Aku kira tidak gampang kita bisa masuk ke dalam kota. Malah aku tidak yakin Liok Pang-cu percaya begitu saja pada keterangan kita. " kata Seng Liong Sen.

"Lalu apa akal kita sekarang?" tanya Ci Giok Hian. "Menurut pendapatku, alangkah baiknya jika kita kejar

rombongan Jen Thian Ngo yang mengawal harta karun itu.

Untung kedua Iblis Tua itu masih ada di sini. Walau mereka berdua berhasil mengalahkan Beng Cit Nio, tetapi tetap makan waktu tidak sedikit! Jika kita bisa menyusul rombongan Jen Thian Ngo, maka tidak Sulit untuk membereskan masalah ini!" kata Seng Liong Sen.

Sebenarnya yang ada di otak Ci Giok Hian pun sama seperti yang dipikirkan oleh Seng Liong Sen, tetapi tadi Ci Giok Hian merasa tidak enak untuk menyampaikan niatnya itu. Ketika Ci Giok Hian mendengar ajakan Seng Liong Sen akan menyusul rombongan pengantar harta itu, bukan main girangnya Ci Giok Hian.

"Ah, kalau begitu mari kita berangkat!" kata Ci Giok Hian. "Tetapi, apakah ini tidak mengganggu tugasmu?"

"Urusanku di Lok-yang telah selesai," jawab Seng Liong Sen, "tugasku cuma tinggal melapor kepada Guruku. Tetapi demi    masalah    ini    dan    urusanmu,    biar    aku  tunda keberangkatanku menemui Guruku. Setelah masalah ini selesai baru aku pulang ke Kang-lam!"

Ci Giok Hian mengangguk. Tak lama Seng Liong Sen bicara lagi.

"Sekarang kau sudah bebas dari bahaya," kata pemuda itu, "sedangkan aku tidak perlu buru-buru menemui Guruku. Jangankan hanya untuk dua tiga hari, sepuluh hari pun aku tidak pulang ke Kang-lam pun, tidak masalah!"

Kata-kata Seng Liong Sen mirip seorang pria sedang mencurahkan isi hatinya kepada seorang kekasih, maka itu tidak heran kalau wajah Ci Giok Hian tiba-tiba berubah jadi merah. Ci Giok Hian jadi bingung, dia tidak tahu harus bilang apa.

Sedang pemuda itu tertawa riang.

"Nona Ci, kau jangan anggap aku memanfaatkan masalah ini untuk menekanmu. Kau suka atau tidak kepadaku itu masalah lain. Sekarang jika aku bisa melakukan perjalanan bersama-sama denganmu saja, hatiku sudah senang bukan main." kata Seng Liong Sen.

Mendengar ucapan pemuda itu Ci Giok Hian diam saja.Karena hatinya sudah menjadi milik orang lain, diajadi tidak tertarik kepada pemuda itu. Namun, dia berpikir.

"Seng Liong Sen murid jago silat aliran lurus, aku yakin dia bisa menjaga kesopanan selama dalam perjalanan. Jika aku

berjalan bersamanya beberapa hari, aku kira aku tidak bersalah kepada Kok Siauw Hong!" pikir Ci Giok Hian.

-o-DewiKZ^~^aaa-o- Sementara itu di tempat lain..... Beng Cit Nio sedang bertarung dengan sengit melawan See-bun Souw Ya. Iblis Tua itu menggunakan jurus Hua- hiatto tingkat delapan, sedang semua pukulan yang dia lancarkan selain berbahaya juga berbau amis.

Menghadapi serangan ilmu Hua-hiat-to yang ganas Beng Cit Nio menggunakan hawa mumi untuk menghadapinya. Beng Cit Nio menangkis semua serangan berbahaya dari See-bun Souw Ya dengan cara mengibaskan lengan bajunya yang panjang. Yang mengherankan wajah Beng Cit Nio tidak berubah saat diserang oleh See-bun Souw Ya, bahkan tampak biasa saja. Sedikitpun Beng Cit Nio tidak kelihatan keracunan atau pusing oleh bau amis karena serangan musuh.

Tidak heran ketika See-bun Souw Ya menyaksikan lawannya tidak terpengaruh oleh serangannya, dia jadi berpikir keras.

"Nenek ini lihay dan hebat sekali, jika aku jatuh di tangannya, pasti Chu Kiu Sek akan mentertawakan aku!" pikir See-bun Souw Ya saat itu.

Oleh karena See-bun Souw Ya khawatir akan kehilangan muka di depan sahabatnya, See-bun Souw Ya terpaksa mempercepat serangannya. Sebaliknya Beng Cit Nio, pada saat bertarung yang dia khawatirkan ialah jika See-bun Souw Ya bergabung dengan Chu Kiu Sek dan mereka mengeroyoknya. Jika dia dikeroyok pasti akan kalah.

Saat serangan See-bun Souw Ya semakin hebat, Beng Cit Nio terpaksa mengerahkan hawa murninya untuk melindungi jantungnya, tetapi karena itu tenaga serangannya jadi tidak sedahsyat tadi. Selain harus berhati- hati Beng Cit Nio pun harus tetap waspada terhadap serangan   gelap   dari   Chu   Kiu   Sek.   Sesudah   mereka bertarung puluhan jurus, sekarang mulai kelihatan Beng Cit Nio terdesak oleh lawannya.

"Seerr! Week!"

Tanpa ampun ujung pakaian Beng Cit Nio robek terkena serangan lawan. Melihat dia berhasil merobek pakaian lawan, See-bun Souw Ya tertawa terbahak-bahak.

"Cit Nio, demi Han Tay Hiong kenapa kau harus bertarung mati-matian melawanku?" kata See-bun Souw Ya.

Pada saat yang bersamaan terdengar suara tawa beberapa orang. Kiranya saat itu murid-murid See-bun Souw Ya sudah berkumpul di tempat itu. Mula-mula semua murid See-bun Souw Ya diam karena merasa segan kepada Beng Cit Nio. Saat melihat See-bun Souw Ya sudah berhasil menekan lawan dan See-bun Souw Ya sudah ada di atas angin, timbul keberanian mereka sehingga mereka berani mentertawakan lawan See-bun Souw Ya.

Salah seorang dari mereka menyindir sambil tertawa. "Nenek ini selalu memikirkan Han Tay Hiong,

sedangkan Han Tay Hiong sekarang sudah menjadi orang cacat! Aku yakin Han Tay Hiong tidak akan mau menerima budi dan pertolongannya!" kata orang itu.

Yang seorang lagi ikut bicara.

"Dia sudah berumur limapuluh tahun, mana mungkin dia masih disukai. Lihat saja pipinya pun sudah keriput lho!" kata orang itu. Orang yang lain lagi ikut bicara.

"Semakin tua semakin jadi, banyak gadis cantik yang tidak bisa dibandingkan dengannya, lho!" kata orang itu.

"Han Tay Hiong memang beruntung, lebih baik See-bun Sian-seng mengampuni nenek ini..." kata orang lain lagi. Tiba-tiba See-bun Souw Ya berteriak. "Hati-hati, kalian cepat menyingkir!"

Tak lama terdengar suara teriakan orang-orang yang disuruh menyingkir oleh See-bun Souw Ya itu.

"Aduuh!"

"Aaahk!"

"Aduuh!"

"Oh, celaka, aduh!"

Demikian terdengar berbagai teriakan kesakitan di manamana dan saling susul.

"Siapa yang masih banyak mulut dia harus mampus!" kata Beng Cit Nio dengan suara dingin.

Empat orang anak buah See-bun Souw Ya yang tadi mengejek Beng Cit Nio, sekarang sudah tergeletak di tanah, tubuhnya berlumuran darah. Kelihatannya nyawa mereka telah putus. Pada kepala mereka kelihatan darah mengucur, itu berarti batok kepala mereka semua tertembus oleh senjata rahasia milik Beng Cit Nio. Senjata rahasia Beng Cit Nio berupa jarum yang sangat halus. Jarum itu dinamakan jarum Bunga Bwee yang telah direndam di dalam racun. Beruntung See-bun Souw Ya lihay, dia berhasil menangkis beberapa jarum beracun yang lihay itu, jika tidak dia juga pasti sudah akan tergeletak di tanah tidak bernyawa.

Setelah serangan gelap Beng Cit Nio berhasil membunuh empat orang itu, beberapa orang yang tadi ikut menyaksikan pertarungan See-bun Souw Ya melawan Beng Cit Nio, sekarang sudah menyingkir semua. Mereka khawatir akan terkena jarum Bunga Bwee yang sangat lihay itu. Sekarang di tempat yang agak jauh dari tempat pertarungan   mereka   mengawasi   ke   arena  pertarungan, tetapi mulut mereka bungkam tidak ada yang berani bersuara lagi.

"Baik," kata See-bun Souw Ya, "mari kita lanjutkan lagi pertarungan kita agar bisa ditentukan siapa yang lebih unggul!"

Tiba-tiba See-bun Souw Ya melancarkan serangan dahsyat dengan jurus Hua-hiat-tonysL, seketika itu tercium bau amis yang menyesakkan. Jurus yang dia pergunakan adalah jurus dari tingkat yang ke delapan.

Serangan See-bun Souw Ya ini sangat berbahaya, tidak heran kalau Beng Cit Nio jadi agak kewalahan juga diserang secara demikian, Tidak heran jika sekarang kembali Beng Cit Nio berada di bawah angin.

Menyaksikan keadaan di arena pertarungan dimenangkan oleh See-bun Souw Ya, nyali para anak buah See-bun Souw Ya yang tadi mulai ciut hatinya, sekarang kembali bangkit keberaniannya. Mereka sekarang saling berbisik di antara kawan-kawannya, namun mereka tidak ada yang berani bersuara.

Tiba-tiba mereka terkejut karena mendengar sebuah teriakan.

"Minggir!" kata suara itu.

Ternyata itu suara dua pelayan yang segera mendorong orang-orang itu. Dua pelayan itu Pik Khi dan Pik Po. Di antara orang-orang itu ada Pouw Yang Hian, dia pernah merasakan kelihayan Pik Po, oleh karena itu Pouw Yang Hian tidak berani bergerak.

Di arena pertempuran Beng Cit Nio sedang sibuk menangkis setiap serangan See-bun Souw Ya yang sangat berbahaya Kelihatan jelas Beng Cit Nio sudah sangat terdesak. Orang-orang yang didorong oleh Pik Po dan Pik Khi, salah seorangnya mahir ilmu Tiat-pu-san. Saat kedua pelayan itu mendorong mereka, orang itu berpikir.

"Saat ini Beng Cit Nio sedang terdesak, jarak dari sini ke arena pertarungan cukup jauh. Jika Beng Cit Nio menyerang dengan jarum Bunga Bwee pun, jarum itu tidak akan bisa mengenaiku. Kenapa aku harus takut kepada dua pelayan ini? Di sini banyak orang, jika aku tidak mampu mengalahkan dua pelayan ini, aku akan jadi bahan tertawaan," begitu pikir orang ini.

"Minggir! Cepat minggir!" teriak Pik Po.

"Kau menyuruh kami minggir? Hm! Itu tidak mudah aku ingin melihat sampai di mana kepandaianmu?" kata orang itu.

Dia segera menyerang ke arah Pik Po dan hendak mencengkramnya. Sasaran yang dia tuju bahu Pik Po, tapi sayang gerakan Pik Po lebih cepat dari orang itu.

"Plak!"

"Aduuh!" teriak orang itu.

Ternyata tangan Pik Po melayang ke pipi orang itu, tamparan ini keras sekali, mata orang itu tiba-tiba jadi berkunang-kunang.

"Hm! Kau bertanya bagaimana kepandaianku?" kata Pik Po.

Orang itu marah bukan main. Saat dia akan melancarkan serangan lagi, tampak sebuah tangan kembali melayang ke arah pipinya

"Plak!"

Kali ini yang menampar pipi orang itu Pik Khi. "Hm! Kau ingin mencoba kepandaian kami, maka aku tampar mulutmu!" kata Pik Khi.

Sejak kecil dua pelayan ini sudah ikut dengan Beng Cit Nio, tidak heran jika mereka berdua sudah sangat mahir ilmu silat yang tinggi. Jika kedua pelayan ini hanya melayani jago silat biasa, mereka tidak akan bisa mengalahkan kedua pelayan ini.

Orang itu penasaran bukan main, dia menyerang lagi dengan hebat.

Pik Khi tertawa dingin.

"Jangan salahkan kami, kau yang mencari mampus!" kata Pik Khi.

Serangan orang itu ditangkis oleh Pik Khi, lalu balas menyerang orang itu dengan cepat. Serangan Pik Khi sangat cepat tak heran orang itu terlambat berkelit.

"Plok! Plaak!"

"Aduuuh! Tolong!" teriak orang itu.

Dia langsung roboh bergulingan di tanah dengan sangat kesakitan. Dia menjerit-jerit bagaikan seokor babi yang baru dipotong.

Dua kawan lelaki itu kaget bukan kepalang. Mereka berdua menghunus pedang mereka lalu maju mendekati kawannya yang tergeletak sambil menjerit-jerit. Maksud mereka akan menolongi kawannya itu.

Pik Po tertawa cekikikan.

Melihat dua lelaki itu menghunus pedang Pik Po berkata pada Pik Khi.

"Kak Pik Khi, biar aku yang menghadapi dua anjing ini!" kata Pik Po. Tanpa banyak mulut Pik Po menghunus sepasang pedangnya dan langsung menyerang kedua laki-laki yang hendak menolongi kawannya itu. Serangan Pik Po yang bertubi-tubi membuat kedua lelaki itu kaget bukan main.

"Aaah! Aduh!"

"Aduh!"

Kedua lelaki itu telah tertusuk oleh pedang Pik Po. Mereka roboh dengan tubuh mandi darah. Kejadian ini membuat orang-orang di tempat itu kaget. Mereka buru- buru menghindar dari tempat itu. Sekarang tidak ada yang berani menghalangi majunya Pik Po dan Pik Khi. Sesampai di arena pertarungan Pik Khi menerjang masuk, dia melemparkan sebuah tongkat ke arah Beng Cit Nio sambil berseru nyaring.

"Majikan! Pukul Iblis Tua itu dengan tongkat ini!" kata Pik Khi.

See-bun Souw Ya kaget melihat dua pelayan itu maju. Saat tongkat dilemparkan oleh Pik Khi, See-bun Souw Ya berniat merebut tongkat itu. Tetapi lemparan Pik Khi itu sebuah lemparan yang istimewa. Saat tangan See-bun Souw Ya terjulur ingin menyambar tongkat itu, mendadak tongkat itu berputar ke arah lain. Dengan demikian tangan See-bun Souw Ya menyambar ke tempat kosong. Sedang tongkat itu tepat jatuh ke tangan Beng Cit Nio.

Sesudah berhasil memegang tombak berkepala naga itu semangat Beng Cit Nio bangkit lagi. Tiba-tiba tongkat berkepala naga itu berkelebat cepat luar biasa, tongkat itu mengarah ke See-bun Souw Ya. Pengalaman See-bun Souw Ya sangat luas, tetapi gerakan tongkat Beng Cit Nio belum diketahuinya. Dia mencoba menangkis serangan dahsyat dari Beng Cit Nio dengan sekuat tenaganya. Tak lama terdengar suara benturan sangat keras. "Tang!"

Setelah menangkis serangan Beng Cit Nio yang hebat itu See-bun Souw Ya merasakan darahnya bergolak tidak karuan, sedangkan tangannya terasa sakit bukan main. Sebaliknya Beng Cit Nio pun terhuyung ke belakang dua langkah. Tetapi kelihatan luka Beng Cit Nio tidak separah luka yang diderita oleh See-bun Souw Ya. Iblis Tua itu terkejut bukan kepalang.

"Nenek ini benar-benar hebat!" pikir See-bun Souw Ya. "Kepandaiannya tidak di bawah kepandaianku!"

Sesudah mengetahui Beng Cit Nio memiliki ilmu tongkat yang lihay, See-bun Souw Ya sadar. Dia harus mengubah taktik saat menghadapinya. Sekarang dia kembali melakukan serangan hebat. Tetapi jika tidak sangat terpaksa dia tidak menangkis langsung serangan Beng Cit Nio yang dahsyat itu.

"Pik Khi, Pik Po! Kalian jaga ruang tahanan, jangan biarkan orang masuk ke sana!" teriak Beng Cit Nio.

"Baik Majikan!" kata kedua pelayan itu sambil mengangguk.

Mereka berdua langsung menuju ke kamar tahanan dan melakukan penjagaan sesuai perintah dari Beng Cit Nio. Rupanya dua pelayan ini ditugaskan untuk melindungi Han Tay Hiong dan Han Pwee Eng.

Menyaksikan perubahan yang terjadi di arena pertarungan, Pouw Yang Hian khawatir gurunya akan kalah. Maka itu Pouw Yang Hian segera berteriak-teriak pada anak buahnya.

"Cepat! Cepat panggil Chu Lo Sian-seng dan Khong-tong Sam-eng (Tiga Elang Khong-tong) ke mari! Cepaaat!" teriak Pouw Yang Hian panik bukan main. Khong-tong Sam-eng murid tingkat dua dari Khong- tongpay Mereka bertiga berilmu tinggi, sekarang mereka bergabung dengan See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek.

Mendengar teriakan murid See-bun Souw Ya ini Beng Cit Nio sadar, tidak lama lagi akan bermunculan lawan- lawan yang sangat tangguh. Dia memutuskan untuk mengakhiri pertarungan itu dengan cepat melawan See-bun Souw Ya. Beng Cit Nio mengeluarkan ilmu tongkat Loan- po Hong (Ilmu Tongkat Angin dan Badai).

Memang luar biasa ilmu tongkat ini, ternyata dia berhasil menekan See-bun Souw Ya. Kelihatan See-bun Souw Ya tidak bisa melakukan serangan lagi, dia hanya mampu menangkis dan mundur teratur. Dengan ilmu Hua-hiat- tonya dia mampu bertahan. Sedang Beng Cit Nio harus terus melindungi jantungnya, tidak heran jika pertarungan itu jadi seimbang.

Tiba-tiba terdengar Pouw Yang Hian berteriak girang, dari jauh tampak mendatangi Chu Kiu Sek. Sambil tertawa Chu Kiu Sek berkata nyaring.

"Ternyata nenek in lihay juga, saudara See-bun jangan takut aku akan membantumu!" kata Chu Kiu Sek.

See-bun Souw Ya mendengus dingin.

"Hm! Sekalipun dia lihay belum tentu aku akan kalah olehnya, lebih baik kau lihat saja Han Tay Hiong sedang apa!" kata See-bun Souw Ya.

Mendengar kata-kata See-bun Souw Ya tentu saja Beng Cit Nio terperanjat bukan kepalang.

"Han Tay Hiong sedang sekarat, jika si Iblis Tua ke sana mana mungkin mereka selamat?" pikir Beng Cit Nio. "Sekarang Pik Po dan Pik Khi ada di sana, tapi aku tidak yakin mereka akan mampu menghadapi Chu Kiu Sek!" Tiba-tiba Beng Cit Nio meludah dan membentak dengan sengit.

"Dasar manusia tidak tahu malu!" kata Beng Cit Nio.

Tiba-tiba tongkatnya berkelebat, dia langsung menyerang ke arah Chu Kiu Sek.

Setelah berkelit dari serangan berbahaya itu Chu Kiu Sek tertawa terbahak-bahak.

"Saudara See-bun, Han Tay Hiong telah kau totok jalan darahnya hingga tidak berdaya, masakan dia bisa kabur.?" kata Chu Kiu Sek. "Sekarang lebih baik kita bereskan dulu nenek busuk ini!"

Chu Kiu Sek paham ilmu Siu-lo-im-sat-kang sampai tingkat delapan. Tiba-tiba dia melancarkan sebuah pukulan, saat itu terasa ada hawa dingin menyerang. Sekalipun lwee- kang Beng Cit Nio tinggi tidak urung dia merasakan hawa dingin itu. Tetapi ilmu tongkat Beng Cit Nio tetap masih mampu mengimbangi pukulan Chu Kiu Sek itu.

Beng Cit Nio merangsek maju. Tetapi Chu Kiu Sek sambil tertawa berkata nyaring.

"Cit Nio, sebenarnya kita sehaluan! Kaulah yang mengundang kami ke mari untuk menangkap Han Tay Hiong, tetapi aneh sekali sekarang kau ingin melindunginya dan berganti haluan! Kau jangan salahkan kami jika kami mengeroyokmu!" kata Chu Kiu Sek.

"Sungguh sial! Karena mataku buta hingga aku mengundang srigala masuk ke dalam rumahku! Aku sungguh menyesal, sekarang mari kita adu jiwa, paling sial aku mati di tangan kalian!" kata Beng Cit Nio sengit bukan main. Dengan ilmu tongkatnya yang lihay Beng Cit Nio langsung menyerang See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek. Serangan Beng Cit Nio sangat berbahaya dan mematikan, dari sikapnya kelihatan Beng Cit Nio siap mati bersama- sama dengan kedua lawannya.

Tiba-tiba terdengar suara seruan dari orang-orang yang sedang menyaksikan pertarungan itu.

"Oh, Khong-tong Sam-eng sudah datang!" kata suara itu.

Khong-tong Sam-eng jago dari Khong-tong-pay. Anggota mereka bertiga masih saudara kandung. Kelompok ini terdiri yang tertua bernama Cie Tian, yang kedua bernama Cie Ceng sedang yang paling muda bernama Cie Liak. Ayah mereka salah satu dari Khong-tong-ji-khi (Dua orang Aneh dari partai Khong-tong).

Ketiga jago Khong-tong-pay ini musuh besar Hong Lay Mo Lie dan Siauw Auw Kan Kun. Pada waktu Khong-tong Sam-eng turun gunung, maksud mereka akan pergi ke Kim- kee-leng untuk mengadakan perhitungan dengan Hong Lay Mo Lie dan Siauw Auw Kan Kun. Di tengah perjalanan mereka malah bertemu dengan Cong Siauw Hu dan Siang- koan Po Cu suami isteri, yaitu bawahan Hong Lay Mo Lie. Dengan demikian perkelahian tidak terhindarkan. Sayang Khong-tong Sam-eng kalah oleh suami isteri tersebut. Menghadapi anak buah Hong Lay Mo Lie saja sudah kalah, bagaimana mereka mampu menghadapi Hong Lay Mo Lie sendiri. Saat itu mereka baru sadar kalau kepandaian mereka masih rendah.

Kebetulan Khong-tong Sam-eng bertemu dengan See- bun Souw Ya, si Iblis Tua ini tahu bahwa Khong-tong Sam- eng ingin balas dendam pada Hong Lay Mo Lie dan Siauw Auw Kan Kun, maka itu See-bun Souw Ya mengajak mereka bergabung dengannya Mengetahui See-bun Souw Ya inHihay ditambah mereka juga mengaguminya, maka mereka bertiga akhirnya bersedia bergabung dengan See-bun Souw Ya.

Sebenarnya Beng Cit Nio tidak gentar terhadap Khong- tong Sam-eng, namun sekarang saat dalam bahaya Beng Cit Nio mau tidak mau cemas juga Dia sangat khawatir jika Khongtong Sam-eng ke kamar tahanan Han Tay Hiong dan puterinya, mereka akan mencelakai Han Tay Hiong dan puterinya. Sedangkan saat itu dia tidak bisa meninggalkan gelanggang pertarungan, karena sedang menghadapi dua Iblis Tua yang lihay.

Dugaan Beng Cit Nio ternyata benar, begitu Khong-tong Sam-eng tiba di tempat pertarungan, dia melihat Beng Cit Nio sedang dalam keadaan terdesak oleh Chu Kiu Sek maupun See-bun Souw Ya. Mereka pikir tidak ada gunanya mereka membantu mengeroyok Beng Cit Nio. Namun, tiba- tiba mata mereka memandang ke arah kamar tahanan. Sekalipun mereka tahu di depan kamar tahanan ada dua orang pelayan Beng Cit Nio yang cukup tangguh. Mereka sudah mendengar dua pelayan itu berhasil melukai kawan- kawan mereka. Tetapi mereka tidak gentar.

Mereka siap masuk ke kamar tahanan Han Tay Hiong.

Khong-tong Sam-eng orang yang tinggi hati dan mempertahankan gengsi mereka. Itu sebabnya mereka akan masuk ke kamar tahanan tidak bersama-sama untuk menghadapi dua pelayan Beng Cit Nio itu. Orang yang akan masuk hanya Lo-sam (Saudara ketiga) untuk menjajal kepandaian kedua pelayan itu.

Menurut tingkatan di Dunia Persilatan, Khong-tong Sameng ini tergolong pesilat kelas dua. Jelas kepandaian mereka berada di atas kedua pelayan Beng Cit Nio. Saat salah satu dari Khong-tong Sam-eng muncul, Pik Po dan Pik Khi langsung menerjangnya. Mereka tidak mengetahui berapa tinggi kepandaian anggota dari Khong-tong Sam-eng itu.

Cie Liak yang diserang secara beruntun oleh dua pelayan Beng Cit Nio inHangsung menangkis serangan itu dengan senjata sepasang gelangnya.

"Trang!"

Pedang Pik Po yang ditangkis dengan keras ternyata buntung. Pada saat yang bersamaan Pik Khi menyerang Cie Liak dengan pedangnya. Sebenarnya kepandaian Pik Khi lebih tinggi dari Pik Po, namun dia tetap bukan tandingan Cie Liak yang lihay.

Setelah bertarung belasan jurus kedua pelayan itu benarbenar mulai terdesak oleh Cie Liak. Jika sedikit lengah kedua pelayan itu akan celaka di tangan Cie Liak. Saat dalam keadaan kritis tiba-tiba terdengar suara tawa nyaring.

"Hm! Tak tahu malu menghina gadis kecil, ternyata cuma seperti itu kalian berani mengaku Sam Eng?"

Saat suara itu belum sirna tak lama tampak sesosok bayangan berkelebat. Ketika itu Cie Liak merasakan ada serangan angin yang dasyat menerjang punggungnya.

Cie Liak terkejut bukan main. Dia tidak melihat jelas siapa orang itu, tapi tahu-tahu bahunya terasa sangat sakit. Kiranya tulang pipenya tercengkram orang itu, tak lama tubuhnya terasa melayang karena dilemparkan oleh orang itu.

Orang itu kiranya Seng Cap-si Kouw. Betapa kagetnya Lo Toa Cie Tian.

"Siapa kau, beraninya kau melukai adikku?" kata Cie Tian. Cie Tian yang juga bersenjata gelang baja langsung menyerang pada Seng Cap-si Kouw. Gelang baja Cie Tian berkelebat menyambar-nyambar ke arah lawan. Menyaksikan serangan itu Seng Cap-si Kouw tertawa dingin.

"Kau buta tidak mengenaliku, tapi kau berani buang lagak di tempat ini!" bentak Seng Cap-si Kouw. Cap-si Kouw mencoba merebut gelang baja di tangan Cie Tian, tetapi usahanya ini gagal karena Cie Tian cukup lihay. Dengan cepat Cie Tian menarik serangannya, lalu balas menyerang ke arah tangan Seng Cap-si Kouw.

Pada saat yang bersamaan Seng Cap-si Kouw pun membalikkan tangan dan dengan lengan bajunya dia mengibas dengan hebat.

"Trang!"

Ujung lengan baju Seng Cap-si Kouw menghantam gelang baja di tangan Cie Tian. Seketika itu juga Cie Tian merasakan telapak tangannya sakit dan ngilu sekali, hampir saja gelang baja di tangannya terlepas dari cekalannya. Segera Cie Tian mundur tiga langkah, matanya menatap ke arah Seng Cap-si Kouw dengan tajam dan sedikit terbelalak karena terkejut oleh kekuatan pukulan wanita tua itu.

Melihat lawannya itu Seng Cap-si Kouw tertawa menghina.

"Hm! Kau berhasil menghindar dari seranganku, itu tandanya kau cukup lihay, sekarang enyah kau dari sini" bentak Seng Cap-si Kouw bengis.

"Perempuan siluman aku akan mengadu jiwa denganmu!" kata Cie Tian gusar sekali. Tiba-tiba dia menyerang kembali. Pada saat yang bersamaan, Cie Ceng, saudara kedua dari Khong-tong Sameng datang bantu menyerang.

Melihat lawannya bertambah seorang Seng Cap-si Kouw tertawa dingin.

"Aku ingin mengampuni kalian, tetapi sebaliknya kalian mencari mampus sendiri!" kata Seng Cap-si Kouw.

Tiba-tiba tampak sinar hijau berkelebat, itulah pedang bambu Cui-giok-tek (Bambu Giok Hijau) yang digunakan Capsi Kouw untuk menangkis serangan kedua lawannya. Pedang seperti itu biasanya pedang-pedangan mainan anak- anak, sedangkan senjata gelang yang digunakan oleh kelompok Khong-tong Sam-eng terbuat dari baja. Pedang terbuat dari baja pun pasti buntung jadi dua jika terkena gelang baja mereka, apalagi pedang bambu.

Tetapi sungguh mengherankan, ternyata gelang baja itu tak mampu mematahkan pedang bambu milik Cap-si Kouw yang lihay, malah sebaliknya Cie Tian dan Cie Ceng jadi kewalahan dan terdesak oleh serangan balasan dari Cap-si Kouw, bahkan sibuk untuk menangkis berbagai serangan pedang bambu hijau itu.

"Tang! Tang!"

Suara benturan senjata tajam dengan pedang bambu terdengar nyaring. Tiba-tiba Seng Cap-si Kouw membentak dengan nyaring.

"Kena!"

Kelihatan cahaya hijau berkelebat kian-ke mari, kelihatan Cie Tian dan Cie Ceng sibuk menangkis dan melompat kian ke mari dan gerakannya mulai kacau-balau. Tiba-tiba Cie Tian merasakan tangannya sakit bukan kepalang, sedangkan Cie Ceng berdiri termangu di tempat. Kiranya pakaian mereka telah terkoyak-koyak, ini membuat Cie Ceng jadi setengah telanjang. Untung yang digunakan oleh Seng Cap-si Kouw hanya sebuah pedang bambu, jika pedang yang terbuat dari baja murni yang tajam, saat itu Cie Ceng pasti sudah mandi darah dan tidak bernyawa lagi.

Seng Cap-si Kouw tertawa dingin.

"Hm! Apa kalian masih berani mengadu jiwa  denganku?" kata Seng Cap-si Kouw sambil tersenyum dingin. "Baik, kau kuberi kesempatan untuk istirahat sejenak, sesudah itu mari kita lanjutkan lagi pertarungan ini!"

Cie Tian sebenarnya sudah tertotok jalan darahnya, hal ini membuat Seng Cap-si Kouw pun sedikit kaget, mengapa Cie Tian tidak roboh oleh totokannya?

Cie Tian membentak dengan suara keras.

"Kau telah membunuh adik ketiga kami, maka kau harus aku bunuh agar aku bisa membalaskan sakit hati saudara kami!" kata Cie Tian.

Melihat Cie Tian akan berbuat nekat, Cie Ceng meneriaki saudaranya itu.

"Toa-ko, sabar! Sam-tee (adik ketiga) belum mati, dia hanya tertotok jalan darahnya oleh perempuan siluman ini!" kata Cie Ceng.

Saat Cie Liak diserang oleh Seng Cap-si Kouw dan dilemparkan hingga roboh terlentang di tanah, Cie Ceng segera menghampiri saudara ketiganya dan memapahnya, lalu memeriksa lukanya. Tetapi saat itu Cie Tian langsung menyerang ke arah Cap-si Kouw, dengan demikian dia tidak mengetahui kalau Cie Liak masih hidup. Seng Cap-si Kouw tertawa dingin.

"Kau boleh membebaskan totokanku di tubuh Cie Liak! Jika kalian masih ingin bertarung aku bersedia meladeni kalian!" kata Seng Cap-si Kouw dengan dingin.

Sesudah berkata begitu dengan tidak mempedulikan mereka Seng Cap-si Kouw berjalan dengan tenang ke arah kamar tahanan.

Begitu sampai Seng Cap-si Kouw langsung bicara.

"Aku datang terlambat hingga kalian jadi kaget," kata Seng Cap-si Kouw sambil tertawa.

Melihat Seng Cap-si Kouw tiba Pik Khi girang bukan main."Syukur Cian-pwee telah datang!" kata Pik Khi.

"Bagaimana keadaan Han Tay Hiong?" tanya Seng Cap- si Kouw.

"Tampaknya beliau seperti keracunan, sekarang beliau masih pingsan," jawab Pik Khi.

Pik Khi ini pelayan pribadi Beng Cit Nio, tak heran jika dia mengerti mengenai racun. Dia tahu Han Tay Hiong keracunan namun Pik Khi tidak mengetahui kalau yang menaruh racun itu Seng Cap-si Kouw.

Seng Cap-si Kouw manggut-manggut.

"Baik, akan aku periksa keadaannya!" kata Cap-si Kouw.

"Cian-pwee, sebaiknya kau membantu dulu majikan kami yang sedang bertarung melawan kedua Iblis Tua itu!" kata Pik Po.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar