Beng Ciang Hong In Lok Jilid 17

Semula Ih Hoa Liong kurang senang dan mengira Chu Kiu Sek akan berbuat curang tentang harta itu. Tetapi setelah mendengar penjelasan yang rinci dari Chu Kiu Sek, hatinya berubah juga.

"Benar, angkatan perang Mongol sangat kuat. Tidak lama lagi mereka akan menguasai Tiong-goan. Masa depanku masih panjang, mengapa aku mempermasalahkan soal kecil ini?" pikir Ih Hoa Liong.

Sesudah itu tertawalah Ih Hoa Liong.

"Baik, kita telah sepakat dalam masalah ini. Sekarang aku akan pulang untuk memberitahu guruku," kata Ih Hoa Liong.

"Tunggu!" kata Chu Kiu Sek. "Heran sekali hari sudah sore begini, tetapi See-bun Souw Ya belum juga kembali? Padahal dia bilang hari ini pasti dia akan pulang, apa kau tidak akan menunggu dia sampai dia kembali?"

"Tidak! Jika aku terlalu lama di luar, pihak Kay-pang pasti     mencurigai     kami.     Cian-pwee     saja  berunding dengannya, aku harus buru-buru pulang!" kata Di Hoa Liong.

"Baik, aku akan menunggu sampai See-bun Souw Ya kembali. Baiklah, masalah ini akan aku bicarakan dengannya," kata Chu Kiu Sek.

Sebelum berangkat Ih Hoa Liong bicara lagi.

"Lo-cian-pwee, orang-orang Kay-pang yang mengantar harta itu setiap harinya hanya mampu menempuh jarak sekitar  li saja. Jika besok See-bun Souw Ya sudah pulang dan Locian-pwee berdua mengejar rombongan itu, aku yakin kalian bisa menyusul mereka!" kata Ih Hoa Liong.

"Ya, baiklah," kata Chu Kiu Sek. "Lega sudah hatiku, tapi katakan pada gurumu agar dia bisa mengulur waktu di tengah perjalanan."

"Baik, kalau begitu aku mohon diri!" kata Ih Hoa Liong. Mendengar pembicaraan sampai di situ hati Ci Giok Hian jadi kacau.

"Kakak dalam bahaya, aku harus ke sana memberitahu dia," pikir nona Ci.

Rumah batu itu dijaga ketat tidak mudah Ci Giok Hian bisa pergi dari situ. Ditambah lagi jika dia pergi, siapa yang akan menolongi Han Tay Hiong dan puterinya yang juga dalam bahaya. Kurang hati-hati sedikit saja nyawa mereka akan melayang.

Tak lama terdengar langkah kaki, itu pasti langkah Chu Kiu Sek yang mengantarkan Ih Hoa Liong pergi.

Tak lama Pik Po berbisik pada Ci Giok Hian. "Mari kita kembali," kata Pik Po.

"Tunggu sebentar," bisik nona Ci. Ci Giok Hian ingin mendengar pembicaraan Chu Kiu Sek lagi. Maka itu dia minta agar Pik Po bersabar sedikit. Tapi tiba-tiba terdengar suara gemerincing. Ternyata saat itu Chu Kiu Sek telah mengibaskan tangannya untuk melontarkan segenggam senjata rahasia ke arah persembunyian Ci Giok Hian dan Pik Po. Rupanya suara Ci Giok Hian terdengar oleh Chu Kiu Sek, maka dia langsung menyerang ke arah suara itu.

Saat itu tempat persembunyian mereka agak gelap sehingga Chu Kiu Sek tidak bisa melihat mereka dengan jelas. Tak heran saat itu Chu Kiu Sek pun jadi agak ragu- ragu.

"Hm! Barangkali suara tikus atau ada orang yang bersembunyi di sana?" pikir Chu Kiu Sek.

Belasan senjata rahasia itu menyambar dengan cepat dan ada tiga buah yang menerobos masuk ke dalam goa. Goa itu sangat sempit hingga nona Ci tidak bisa berkelit, terpaksa dia sambut serangan itu dengan ilmu Tan-ci-sin- thong. Dua senjata rahasia itu dapat ditangkis dengan jitu, tapi yang sebuah terus meluncur.

Saat itu Pik Po sudah tiarap di tanah, tetapi punggungnya tak urung tergores oleh senjata rahasia itu. Sedangkan senjata itu terus meluncur dan membentur dinding goa, baru senjata jatuh ke tanah.

Dengan menahan rasa sakit Pik Po menekan tombol untuk menutup pintu goa Ketika Chu Kiu Sek mengejar mereka ke tempat gelap itu, pintu lorong sudah tertutup rapat. Jika bukan seorang ahli dan sangat teliti, pintu goa itu tidak akan ketahuan. Pada saat Chu Kiu Sek menyerang dengan senjata rahasia, dia berpikir.

"Seandainya di tempat itu ada orang, dan orang itu tidak terkena senjatanya, pasti orang itu akan ketakutan setengah mati!" pikir Chu Kiu Sek. Chu Kiu Sek maju lagi beberapa langkah ke tempat gelap itu, tapi dia tidak melihat apa-apa. Dia jadi bingung sendiri.

"Eh, apakah tadi aku salah dengar?" kata Chu Kiu Sek. Ih Hoa Liong yang tidak mendengar apa-apa jadi heran.

"Apa Lo-cian-pwee mengira di sini ada penyusup?" kata Ih Hoa Liong.

Chu Kiu Sek mengangguk.

"Benar, aku mendengar ada suara lirih. " kata Chu Kiu

Sek.

"Apa benar dia begitu berani menyusup ke mari?" kata Ih Hoa Liong penasaran.

Chu Kiu Sek tidak menyahut, selang beberapa saat baru dia bicara.

"Tidak ada salahnya jika kita siaga, pembicaraan kita tadi jika didengar orang lain, rencana kita bisa berantakan! Sekarang kau boleh pulang, dan beritahu gurumu agar arah perjalanan itu diubah sedikit! Aku harus hati-hati di tempat ini, dalam beberapa hari ini akan kujaga ketat orang-orang Beng Cit Nio agar tidak ada yang bisa keluar dari sini!" kata Chu Kiu Sek.

Rupanya Chu Kiu Sek curiga kalau di tempat itu ada jalan rahasia, dan Beng Cit Nio mengirim anak buahnya untuk mencari keterangan.

"Dia majikan di tempat ini, jika kau tidak berhasil menghalangi mereka bagaimana?" kata Ih Hoa Liong.

"Jika tidak bisa kuhalangi, paling tidak mereka kuawasi! Dia majikan tempat ini, mana mungkin dia akan meninggalkan sarangnya?" kata Chu Kiu Sek. "Ah, lega hatiku, jika Beng Cit Nio tidak turun sendiri dan hanya anak buahnya yang dia utus, hal itu tidak akan menimbulkan badai," kata Ih Hoa Liong.

Sementara itu Ci Giok Hian dan Pik Po sudah keluar dari dalam lorong. Mereka bernapas lega. Pik Po meraba punggungnya lalu dia meleletkan lidahnya

"Sungguh berbahaya! Jika aku tidak tengkurup, pasti tenggorokanku akan tertembus senjata itu. Untung aku hanya tergores sedikit dan tidak berdarah!" kata Pik Po.

Tapi Pik Po tiba-tiba ingat sesuatu.

"Tik Khim, tadi aku dengar ada tiga buah senjata rahasia menyambar ke arah kita, tapi heran kenapa kau tidak terluka?" kata Pik Po.

Ci Giok Hian terkejut.

"Benar-benar setan kecil ini cerdas sekali” pikir Ci Giok Hian yang sedikit kagum.

"Memang kedua senjata itu menyambar ke kepalaku, untung bentrok dengan tusuk rambutku sehingga senjata itu berjatuhan," kata Ci Giok Hian

"Ooh, begitu? Aku kira kau tangkis semua senjata itu!" kata Pik Po. ”Cuma aku yang terkena oleh senjata itu!"

"Oh, ya, kalau begitu jangan bergerak!" kata nona Ci. "Biar aku periksa lukamu itu!"

"Tidak apa-apa hanya tergores sedikit!" kata Pik Po.

Tiba-tiba terdengar suara orang bicara

"Hai kalian sedang apa di sini? Pik Po, siapa yang melukaimu?" kata Beng Cit Nio yang tiba-tiba melihat Beng Cit Nio sedang berjalan ke arah mereka. "Majikan, aku akan melapor kepadamu, ternyata kaudatang! Tadi aku dan Tik Khim ke terowongan, kami berhasil mendengar pembicaraan Chu Kiu Sek dengan orang she Ih, murid Jen Thian Ngo itu!" kata Pik Po.

"Hm! Pik Po kau terlalu berani dan ceroboh!" kata Beng Cit Nio menegur Pik Po.

"Aku juga ikut bersalah. Majikan," kata nona Ci. "Akulah yang punya ide mengajak Pik Po mencuri dengar pembicaraan mereka. Aku curiga mereka bermaksud tidak baik pada Majikan."

"Hm! Jadi kalian ketahuan?" kata Beng Cit Nio.

"Tidak! Iblis Tua itu menyerang kami dengan senjata rahasia, dan salah satu mengenai punggungku," kata Pik Po. "Kami lalu buru-buru kabur lewat terowongan bawah tanah. Dia tidak menemukan jalan itu!"

Beng Cit Nio menarik napas lega.

"Apa yang mereka bicarakan?" kata Beng Cit Nio.

Pik Po melaporkan semua yang disengarnya. Beng Cit Nio mendengus setelah mendengar keterangan itu.

"Hm! Jadi mereka merencanakan perampokan harta itu, tapi semua itu tidak ada urusannya denganku. Maka lain kali kalian jangan usil!" kata Beng Cit Nio.

Ci Giok Hian yang mendengar ucapan itu agak kecewa, tapi ia mengangguk.

"Tik Khim aku mencarimu karena ada urusan, mari ikut aku! Pik Po, lekas kau obati lukamu, lain kali kau jangan usil lagi!" kata Beng Cit Nio.

"Baik, Majikan!" sahut Pik Po. Ci Giok Hian mengira dia akan diajak main catur, tapi malah diajak ke kamar Beng Cit Nio. Begitu masuk ke kamar maj ikan itu nona Ci agak gugup dan cemas.

"Ada apa sampai Pik Po tidak boleh ikut? Apa yang akan dibicarakannya?" pikir nona Ci.

Begitu sudah duduk nona Ci terperanjat dan girang karena di atas meja dia lihat guci arak obat miliknya. Tiba- tiba nona Ci agak kaget juga.

"Apakah dia mulai mencurigaiku? Kenapa dia keluarkan arak itu, seolah agar aku melihtanya?" pikir nona Ci.

"Tik Khim duduklah, aku mau bicara padamu," kata Beng Cit Nio lembut.

"Baik, Majikan, hamba menunggu perintah Majikan," kata nona Ci.

"Rupanya kau memang berjodoh denganku," kata Beng Cit Nio. "Sekalipun kau baru tiga hari bersamaku di sini, tapi aku sangat menyukaimu. Aku tidak punya anak perempuan, kau kuanggap sebagai puteriku." kata Beng Cit Nio.

Setelah mengerutkan keningnya dia tersenyum.

"Kau puteri seorang sastrawan, mahir seni lukis, dan pandai bermain catur. Punya puteri angkat sepertimu, sungguh aku sangat beruntung. Tetapi barangkali aku tidak punya keberuntungan seperti itu. Tapi mulai hari ini dan selanjutnya kau tidak usah tidur bersama para pelayan lagi! Kau boleh memanggilku Ibu!"

Tik Khim alias nona Ci segera berlutut.

"Terima kasih atas kasih-sayangmu, Ibu angkat," kata nona Ci. "Tik Khim menurut nasihat Ibu!" Beng Cit Nio tampak gembira sekali, dia rangkul Ci  Giok Hian dengan mesra.

"Nah, itu baru anak ibu yang baik. Kau baik dan menyenangkan, tahukah kau, di sini masih ada orang yang berjodoh denganmu!"

Ci Giok Hian tertegun jantungnya berdebar-debar.

"Eh, apa yang dia maksud itu Seng Liong Sen?" pikir Ci Giok Hian dengan agak keheranan.

"Tik Khim, apa kau masih ingat pada nona Han itu? Aku kira saat kau baru tiba di tempat ini, kau pernah melihatnya," kata BengCitNio.

Nona Ci sedikit terkejut. Dia agak khawatir Beng Cit Nio sedang menyelidiki apa maksud kedatangan dia ke tempat itu, maka itu dia menjawab dengan hati-hati sekali.

"Ya, aku masih ingat saat Pik Po mengajaknya keluar dari kamarnya dan tanpa sengaja aku melihat dia! Ibu, apa aku telah melanggar peraturan di sini?" kata nona Ci.

Beng Cit Nio tersenyum.

"Aku tidak menyalahkan kau, malah aku ingin minta bantuanmu," kata Beng Cit Nio.

"Ibu tidak perlu berkata begitu, apa yang ingin aku laksanaka untuk Ibu, katakan saja!" kata nona Ci.

"Kelihatanya nona Han terkesan baik terhadapmu, dia juga ingat padamu," kata Beng Cit Nio.

"Aku memang melihatnya, tetapi aku tidak sempat bicara dengannya," kata Ci Giok Hian. Beng Cit Nio mengangguk.

"Aku tahu maka itu aku katakan kalian berjodoh. Terusterang   nona   Han   salah   paham   terhadapku,   dan terhadap semua orang di tempat ini. Dia acuh kepada kami! Tetapi sejak dia melihatmu, sudah dua kali dia bertanya pada Pik Giok dan Pik Cak tentang kau," kata Beng Cit Nio.

Pik Giok dan Pik Cak dua pelayan yang menjadi pengantar makanan ke kamar Han Tay Hiong dan Han Pwee Eng.

Ci Giok Hian kaget.

"Aah, Pwee Eng sangat ceroboh, kenapa dia menanyakan tentang diriku pada kedua pelayan itu? Bukankah itu malah akan membuka rahasiaku? Malah aku bisa celaka!" pikir Ci Giok Hian.

"Dia menanyakan, apakah kau pelayan baru di tempat ini? Dia juga memuji kecantikanmu. Pik Giok bilang kau mahir main kecapi, catur dan tahu seni lukis juga sastra. Mendengar keterangan Pik Giok dia senang sekali. Dia juga menanyakan tentang asal-usulmu, Pik Giok mengatakan bahwa kau puteri seorang sastrawan miskin. Mendengar keterangan itu dia merasa iba padamu!" kata Beng Cit Nio.

"Aah, Pik Giok terlalu banyak mulut" kata nona Ci seolah kurang senang.

Beng Cit Nio tersenyum dan berkata lagi.

"Sekalipun dia tidak mengatakannya, aku tahu dia ingin menemuimu," kata Beng Cit Nio. "Aku suka pada nona Han, maka itu aku izinkan kau menemuinya. Hari ini kau boleh menggantikan Pik Giok mengantarkan makanan untuk mereka!"

"Aah, itu pekerjaan yang sangat mudah, mengapa Ibu begitu sungkan untuk menyuruhku?" kata nona Ci.

Beng Cit Nio tersenyum. "Selain membawa makanan, kau bawa juga arak ini. Usahakan agar Han Lo-sian-seng mau minum arak ini. Jika kau ditanya arak apa ini, katakan saja ini arak Kiu-thian- sunyang-pek-hoa-ciu” kata Beng Cit Nio sambil tersenyum.

Bukan main girangnya nona Ci ketika mendengar perintah itu. Karenamemang saat diamaumenjadi pelayan, tujuan utamanya adalah untuk mencuri arak obat itu. Sekarang dengan tidak usah mencurinya, malah Beng Cit Nio menyuruhnya mengantarkan arak obat itu pada Han Tay Hiong. Sekalipun dia girang namun dia masih merasa was-was, dia tidak tahu isi hati Beng Cit Nio, apakah dia memang tidak mengetahui rahasia dirinya? Atau malah sedang menyelidiki dirinya?

Tidak heran jika nona Ci Giok Hianjadi ragu-ragu, tetapi j ika dia menolak, dia merasa sayang. Maka itu dia segera berpura-pura dan berkata demikkian.

"Aah, apa aku bisa melakukannya? Bukankah Han Lo- sianseng itu telah ditotok jalan darahnya oleh See-bun Souw Ya? Aku belum tahu apakah dia masih bisa minum arak atau tidak? Jika dia tidak bisa membuka mulutnya, bukankah percuma saja aku menemuinya?" kata nona Ci Giok Hian sambil mengawasi ingin tahu reaksi dari Beng Cit Nio.

"Hari ini adalah hari yang ketiga setelah Han Tay Hiong ditotok jalan darahnya," kata Beng Cit Nio. "Jalan darahnya yang tertotok pasti saat ini belum bebas, tetapi untuk minum aku kira dia bisa! Tetapi itupun harus atas kesediaan dia. Jika dia menolak maka kau pun tidak akan mampu memaksanya. Oleh karena itu kusuruh kau menasihatinya. Aku lihat nona Han terkesan baik kepadamu, aku yakin dia akan membantumu!" "Tapi....aku tidak tahu bagaimana caranya aku menasihatinya?" kata nona Ci tetap pura-pura bodoh.

Sebenarnya saat itu juga dia sudah ingin segera membawa arak obat itu, tetapi karena Ci Giok Hian khawatir Beng Cit Nio sedang mencurigainya, maka dia berpura-pura tidak tahu, apa khasiat arak itu.

Beng Cit Nio manggut-manggut, sambil mengawasi ke arah nona Ci lalu dia berkata.

"Baiklah, kau kuberitahu," kata Beng Cit Noio. "Arak ini sangat bermanfaat bagi Han Tay Hiong, jadi kau jangan curiga, arak ini tidak beracun! Percaya padaku, jika arak ini beracun mana mungkin aku mau menyuruhmu menasihatinya!"

Awalnya nona Ci kaget saat Beng Cit Nio mengatakan agar dia "jangan banyak curiga" tetapi setelah ia melanjutkan katakatanya maka legalah hati niona Ci.

"Aah, mana berani hamba mencurigaimu...." kata Ci Giok Hian dengan agak tersipu-sipu.

Tetapi sebelum nona Ci bicara habis Beng Cit Nio segera memotong pembicaraannya.

"Hm! Mulai sekarang kau jangan menyebut dirimu hamba," kata Beng Cit Nio. "Apa kau sudah lupa?"

"Oh, ya, maafkan aku. Bu!" kata nona Ci. Beng Cit Nio tersenyum.

"Baik, sekarang kau boleh pergi ke sana! Katakan kepada mereka, bahwa gunung hijau masih ada, jangan khawatirtidak akan punya kayu bakar, dengan kata-kata itu aku yakin mereka pasti paham!" kata Beng Cit Nio.

Kebetulan saat itu seorang pelayan masuk, pelayan itu sedang menjinjing guci arak Kiu-thian-sun-yang-pek-hoa- ciu, lalu arak itu dituang ke sebuah guci kecil hingga penuh, sesudah itu guci arak kecil itu diserahkan kepada Ci Giok Hian

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Di kamar tahanan Han Tay Hiong dan Han Pwee Eng... Sejak Han Pwee Eng bertemu dengan Beng Cit Nio,

sejak itu otaknya terus bekerja.

"Dari nada bicara Beng Cit Nio yang aku dengar, orang yang mencelakai Ibuku itu orang lain. Tetapi siapa orang itu? Mungkin saja Beng Cit Nio sengaja membohongiku? Untung Ayah sudah mau bicara, lebih baik aku tanyakan padanya saja!" pikir Han Pwee Eng.

Ketika dia baru masuk ke ruang batu nona Han langsung memanggil-manggil ayahnya, tetapi tidak ada sahutan. Ruang agak suram, dia tidak melihat ketika itu Han Tay Hiong sedang terbaring di atas tempat tidur. Melihat hal itu Nona Han Pwee Eng kaget bukan kepalang. Segera dia hampiri ayahnya yang sedang terbaring itu. Kemudian dia ulurkan tangannya ke hidung ayahnya. Segera nona Han jadi lega, ternyata ayahnya masih bernapas.

Buru-buru nona Han membangunkan ayahnya, dia memeriksanya dengan teliti. Nona Han girang, ternyata tidak ada tanda-tanda ayahnya itu keracunan, tetapi dia merasakan denyut nadi ayahnya agak aneh. Setelah diperiksa lagi lebih teliti, segera nona Han mengerti, rupanya dua jalan darah penting ayahnya telah ditotok oleh orang jahat. Saat itu ayahnya sedang mengerahkan hawa- murni untuk membebaskan totokan atas dirinya. Tidak heran jika kondisi dan keadaan ayahnya jadi sangat lemah. Han Pwee Eng segera mengerahkan lwee-kangnya untuk membantu ayahnya membebaskan diri dari totokan musuh. Setelah secara berturut-turut selama tiga hari Han Pwee Eng membantu ayahnya dengan lwee-kangnya, kecuali saat makan. Pada hari yang ketiga, tampak Han Tay Hiong terdengar menarik napas dalam. Kemudian membuka matanya dan mengawasi ke arah puteri tunggalnya itu.

"Anak Eng, oh ayah telah menyusahkanmu, nak," kata Han Tay Hiong.

Han Pwee Eng tersenyum, tapi karena tahu kondisi ayahnya masih lemah, dia tidak ingin membuat emosi ayahnya meluap. Padahal nona Han ingin bertanya mengenai siapa yang meracuni ibu kandungnya, dan pertanyaan itu terpaksa dia simpan dulu sampai kondoisi ayahnya sehat benar-benar.

Tiba-tiba Han Tay Hiong bertanya pada puterinya. "Anak Eng, apa yang dikatakan Beng Cit Nio padamu?" kata Han Tay Hiong.

"Sebenarnya ada khabar gembira yang akan aku katakan kepada Ayah," kata nona Han.

Han Tay Hiong mengawasi ke arah puterinya. "Apa Beng Cit Nio akan membebaskanmu, nak?" Nona Han mengangguk.

"Benar! Dia bilang begitu, diaakan berusaha melepaskan aku, namun masih ada khabar gembira yang lain, Ayah!" kata Han Pwee Eng menerangkan.

Mendengar ucapan puterinya Han Tay Hiong tertegun tampaknya dia keheranan.

"Kau bilang ada khabar gembira yang lain?" kata Han Tay Hiong.

Nona Han mengangguk. "Benar Ayah aku melihat seorang pelayan Beng Cit Nio yang membuat aku heran pelayan itu mirip dengan Ci Giok Hian!" kata Han Pwee Eng.

Mendengar keterangan itu mata Han Tay Hiong terbelalak.

"Ci Giok Hian katamu? Bagaimana dia bisa ke mari? Yang mengherankan aku, mengapa dia mau jadi pelayan Beng Cit Nio''" tanya Han Tay Hiong secara beruntun.

"Aku juga berpikir seperti Ayah juga," jawab Han Pwee Eng. "Aku yakin benar bahwa pelayan itu mirip sekali dengan Ci Giok Hian. Dilihat dari bentuk tubuhnya juga suaranya, malah dia juga memberi isyarat dengan suara batuknya Kemarin aku bertanya pada pelayan yang membawakan makanan ke mari. Dia bilang pelayan itu berasal dari Kanglam, dia datang kemari baru beberapa hari saja Maka aku mengambil kesimpulan bahwa pelayan itu pasti Ci Giok Hian. Dia sangat cerdas dan banyak akalnya. Entah dengan cara bagaimana dia bisa menyusup ke mari? Jelas pelayan itu pasti dia, dan tidak mungkin gadis lain akan sama batuknya dengan Ci Giok Hian!"

"Jadi kau pikir Ci Giok Hian datang ke mari untuk menyelamatkan kita?" kata Han Tay Hiong.

"Ayah, jangan lupa hubunganku dengannya bagaikan kakak beradik," kata nona Han. "Jika dia tidak bermaksud menyelamatkan kita, untuk apa dia menempuh bahaya dan mau datang ke mari?"

Han Pwee Eng agak heran mengapa ayahnya bertanya begitu. "Eng, ada sebuah masalah dan Ayah lupa menanyakannya kepadamu," kata Han Tay Hiong.

"Katakan Ayah tentang apa itu?' tanya nona Han. "Ketika kau menikah, apakah Kakak Ci-mu itu datang dan ikut minum arak kegirangan di rumah suamimu atau tidak?" kata Han Tay Hiong.

Ketika baru bertemu dengan ayahnya, yaitu sepulang dari Yang-cou, Han Pwee Eng telah membohongi ayahnya. Dia sengaja mengaku bahwa dia telah menikah dengan Kok Siauw Hong. Tak heran ketika ayahnya bertanya begitu, Han Pwee Eng jadi malu dan hatinya pedih sekali. Untung di ruang batu itu agak gelap sehingga Han Tay Hiong tidak bisa melihat dengan jelas perubahan wajah puterinya.

Sekalipun Han Pwee Eng sangat berduka namun dia berusaha agar tetap bisa tersenyum di depan ayahnya. Dengan suara perlahan dia lalu menj awab pertanyaan ayahnya.

"Aah, apakah Ayah lupa, ketika aku menikah di kota Yangcou, aku sama sekali tidak mengundang siapapun. Bagaimana dia bisa ke sana?" kata Han Pwee Eng.

"Letak kota Yang-cou tidak terlalu jauh dari Lembah Pekhoa-kok. Ayah kira dia ke sana? Apakah dari pihak pengantin lelakipun tidak mengundang mereka?" kata Han Tay Hiong.

Nona Han tersenyum. "Tidak Ayah!" jawab nona Han tegas. Tetapi Han Pwee Eng agak heran mengapa ayahnya bertanya begitu? Dia menduga-duga, barangkali ayahnya sudah mendengar peristiwa yang dialaminya? Dengan tajam ayahnya menatap ke arah Han Pwee Eng.

"Hm! Kalau begitu Kok Siauw Hong tidak kenal dengannya dan keluarganya! Benar begitu?" kata Han Tay Hiong.

Pertanyaan Han Tay Hiong membuat jantung nona Han jadi berdebar-debar. "Maaf Ayah, aku tidak menanyakan hal pada Siauw Hong, tetapi mereka itu orang Yang-cou, jika mereka saling mengenal pun itu tidak mengherankan! Mengapa Ayah bertanya begitu?" kata nona Han.

"Dulu di antara keluarga Ci dan keluarga Kok terjadi sedikit kesalahpahaman," kata Han Tay Hiong memberi penjelasan, "tapi kau tidak perlu tahu mengenai masalah apa hingga mereka jadi bertikai. Mungkin saja Kok Siauw Hong mengetahuinya, atau barangkali juga tidak tahu! Jika dia tidak memberitahumu kau tidak perlu menanyakan padanya!"

Han Pwee Eng menarik napas lega.

"Hm, itu urusan masa lalu orang tua mereka!" pikir nona Han. "Aku kira Siauw Hong dan Ci Giok Hian tidak mengetahui tentang pertikaian di antara keluarganya. Jika mereka tahu aku yakin mereka tidak akan begitu akrab, bahkan mereka bisa jadi saling jatuh cinta?"

Nona Han seorang yang bersahaja dan tidak terlalu ingin tahu masalah orang lain, tak heran sekalipun dia ingin tahu masalah itu, tetapi dia diam saja dan tidak banyak bertanya.

"Mengapa Ayah membicarakan soal dua keluarga itu, Ayah?" kata Han Pwee Eng.

"Karena aku ingin kau waspada terhadap keluarga Ci, sekalipun kau berhubungan baik sekali dengan mereka," kata Han Tay Hiong.

"Baik, Ayah," kata nona Han. "Kesehatan Ayah belum pulih, sebaiknya Ayah istirahat saja sejenak!" kata nona Han.

"Apa yang dikatakan Beng Cit Nio padamu, kau belum menceritakannya pada Ayah," kata Han Tay Hiong, "aku kira itu masalah penting. Jika kau belum mengatakannya pada Ayah bagaimana Ayah bisa tenang?"

"Dia meminta agar aku mau menjadi pengikutnya, tetapi telah kutolak!" kata nona Han.

"Jadi dengan cara itu dia hendak membebaskanmu?" kata Han Tay Hiong.

"Dia memang bilang begitu, tapi aku tidak percaya kepadanya," kata Han Pwee Eng.

Han Tay Hiong menghela napas panjang.

"Kau jangan terlalu curiga, Ayah kira kata-katanya boleh dipercaya. Tapi kau tidak bersedia jadi pelayan dia, aku kira itu karena keangkuhanmu, Ayah tidak menyalahkanmu. Dia masih bilang apa lagi?" kata Han Tay Hiong.

"Dia mengatakan dia sangat terkesan pada Ibu, dan dia bilang kasihan pada Ibu. Aku tidak percaya. Ayah sebenarnya dia atau bukan orang ang meracuni Ibu?" kata nona Han Pwee Eng kelihatan sangat penasaran.

Mendengar kata-kata puterinya itu Han Tay Hiong terperanjat.

"Kau tanyakan masalah itu kepadanya?" kata Han Tay Hiong. Han Pwee Eng mengangguk.

"Benar, Ayah. Tapi dia tidak mau mengaku!" kata Han Pwee Eng.

Kelihatan wajah Han Tay Hiong jadi tegang. "Lalu dia bilang apa?"

"Dia bilang bukan dia tapi orang lain yang meracuni Ibu. Aku tanyakan padanya, siapa orang itu? Tapi dia tidak mau memberitahuku. Ayah! Katakan padaku, sebenarnya siapa yang meracuni Ibu?" kata Han Pwee Eng. Setelah diam sejenak Han Tay Hiong baru bicara.

"Dengan sesungguhnya Ayah memang mencurigai seseorang," kata Han Tay Hiong, ”namun setelah aku pikirpikir dengan cemat, sekarang justru muncul sebuah teka-teki, sehingga Ayah tidak berani memastikan siapa yang meracuni Ibumu itu?"

"Katakan Ayah, siapa yang Ayah curigai itu?" kata Han Pwee Eng.

"Baik, tapi ceritanya panjang sekali," kata Han Tay Hiong.

Tetapi saat Han Tay Hiong baru akan menceritakan sesuatu pada puterinya, mendadak terdengar suara langkah kaki, menyusul suara seorang gadis bicara pada penjaga ruang batu.

"Huss! Orang Beng Cit Nio datang ke mari," bisik Han Tay Hiong. "Kepandaian gadis itu sangat tinggi mungkin tidak di bawahmu. Kita harus hati-hati, masalah yang akan Ayah ceritakan, pasti akan Ayah ceritakan setelah dia pergi!"

Sekalipun dia sedang tidak berdaya namun Han Tay Hiong masih tetap cekatan. Begitu dia dengar langkah kaki gadis itu dia langsung bisa menebak, bahwa gadis itu berkepandaian tinggi.

Gadis itu Ci Giok Hian yang menerima perintah dari Beng Cit Nio untuk mengantarkan makanan pada Han Tay Hiong dan puterinya. Selain makanan dia juga membawa seguci kecil arak. Ci Giok Hian seorang gadis yang cerdas dan sikapnya selalu berhati-hati. Sekalipun dia sangat girang bisa bertemu dengan Han Pwee Eng, namun sikapnya    biasa-biasa    saja    dan    tidak    dia  perlihatkan kegirangannya itu. Ini dilakukannya agar orang tidak mencurigai dia

"Kata Beng Cit Nio ini bukan arak beracun, namun aku tidak bisa menjamin kalau dia tidak berbohong. Maka lebih baik aku memeriksanya dulu," pikir Ci Giok Hian.

Saat dia masih berada di sebuah koridor, kebetulan di tempat itu tidak ada orang lain. Dia segera mengeluarkan sebatang jarum perak dan membuka tutup guci arak itu. Dia langsung mencelupkan jarum-perak itu ke dalam guci. Ini untuk menyelidiki apakah arak itu beracun atau tidak?

Sesaat kemudian jarum-perak itu dia angkat dari dalam guci dan dia periksa Ternyata jarum-perak itu tetap putih bersih, itu tandanya arak itu tidak beracun.

Sesudah itu dia keluarkan obat bubuk pemberian Seng Capsie Kouw, katanya obat bubuk itu bisa memunahkan racun Hua-hiat-to. Karena sikap Seng Cap-si Kouw sangat lembut kepadanya, malah dia yang mencarikan akal untuk menyelamatkan Han Tay Hiong dan Han Pwee Eng, Ci Giok Hian tidak mencurigainya. Malah dia mencurigai BengCitNio.

Hari itu yang menjaga kamar batu Pouw Yang Hian, murid See-bun Souw Ya yang pernah bertemu dengannya.

Pouw Yang Hian tidak ingat kejadian itu, yang dia tahu Ci Giok Hian ini pelayan baru Beng Cit Nio. Pada saat Ci Giok Hian baru sampai di tempat itu, dia diantar oleh Tik Bwee. Pouw Yang Hian dikalahkan oleh Tik Bwee.

Hari ini Ci Giok Hian mengantarkan makanan untuk para tahanan itu. Begitu melihat Ci Giok Hian timbul kemarahan Pouw Yang Hian. Namun, dia tidak tahu berapa tinggi kepandaian silat Ci Giok Hian ini. "Pasti kepandaian gadis ini masih rendah," begitu Pouw Yang Hian berpikir. "Ditambah lagi dia sangat cantik, kebetulan dia datang sendirian saja tidak ditemani. Lebih baik aku goda dia!"

Begitu Ci Giok Hian sampai Pouw Yang Hian langsung menghadang gadis itu.

"Kau membawa apa?" kata Pouw Yang Hian dengan sikap ceriwis.

"Aku membawakan makanan untuk tahanan, karena Kakak Pik Cak tidak sempat ke mari, majikan menyuruh aku menggantikan makanan ini. Cepat buka pintunya!" kata Ci Giok Hian dengan angkuh.

Pouw Yang Hian nyengir.

"Tunggu! Kau mengantar makanan atas perintah Beng Cit Nio, kenapa kau membawa arak ke mari?" kata Pouw Yang Hian.

"Arak ini aku bawa atas perintah majikanku, memang kenapa?" tanya nona Ci agak terkejut saat dia ditegur begitu.

Memang Pouw Yang Hian berniat menyulitkan gadis ini, maka dia menggodanya.

"Tak apa-apa, tapi aku merasa heran biasanya pelayanpelayan hanya mengantarkan makanan dan tidak membawakan arak!" kata Pouw Yang Hian.

"Mana aku tahu? Kalau kau ingin tahu sebabnya, tanyakan saja pada majikanku!" kata Ci Giok Hian sedikit menggertak.

Pouw Yang Hian tertawa dingin.

"Hm! Kau gunakan nama Cit Nio untuk menggertakku, ya? Kau mau masuk ke ruang batu ini, tetapi kau masih harus memohon agar dibukakan pintu olehku, kan? Atas perintah guruku aku menjaga tempat ini. Aku berhak memeriksa makanan dan arak yang kau bawa itu! He! He! He! Karena ada tambahan seguci arak ini, maka kau tidak kuizinkan langsung masuk!" kata Pouw Yang Hian.

Tiba-tiba dia buka tutup guci arak itu dan berteriak.

"Oh, harumnya! Harum sekali!" kata Pouw Yang Hian. "Dengar nona pelayan, Han Tay Hiong tidak bisa minum arak apalagi puterinya. Lebih baik arak ini aku yang minum saja!"

Dia ambil guci arak itu, dia kelihatan hendak langsung meneguknya. Melihat kelakuan Pouw Yang Hian tentu saja Ci Giok Hian jadi kaget Nona Ci langsung membentak.

"Cepat letakan guci arak itu!" kata Ci Giok Hian.

Dia sambar sepasang sumpit di atas nampan makanan, lalu dia siap akan menotok jalan darah Pouw Yang Hian dengan sumpit tersebut. Tapi tiba-tiba dia mengubah niatnya itu.

"Aah, tidak! Aku tidak boleh menunjukkan kepandaianku, jika kutinjukan pasti dia akan mencurigaiku! Ini bisa merusak semua rencanaku!" pikir nona Ci.

Maka itu dia batalkan menotok jalan darah Pouw Yang Hian, dia hanya memukul tangan Pouw Yang Hian dengan sepasang sumpit itu. Sebenarnya sikap Pouw Yang Hian tadi hanya ingin menggoda nona Ci saja, sebenarnya dia segan juga kepada Beng Cit Nio, majikan rumah batu itu.

Saat nona Ci menggerakan tangan, Pouw Yang Hian sedikit agak curiga. Wajah Ci Giok Hian cantik sekali, dia tidak mirip dengan orang yang pandai silat Pouw Yang Hian juga tahu yang menyuruh nona Ci datang ke tempat itu Seng Cap-si Kouwjuga bukan karena gadis itu lihay ilmu silatnya melainkan karena nona ini pandai menyanyi dan main musik, catur dan ahli sastra. Dia menjadi pelayan di tempat itu khusus untuk menemani Beng Cit Nio main catur dan sebagainya. Ketika Pouw Yang Hian terjungkal di tangan Tik Bwee, tapi sekarang dia masih berani mempermainkan Ci Giok Hian. Semua itu karena dia yakin Ci Giok Hian tidak pandai silat.

Sumpit di tangan nona Ci berhasil memukul tangan Pouw Yang Hian, tapi pukulan itu tidak membuat Pouw Yang Hian merasa sakit, hingga dia jadi keheranan.

"Tadi sepasang sumpit itu bergerak seolah hendak menotok jalan darahku," pikir Pouw Yang Hian. "Eh, apa aku tadi salah lihat? Tapi pukulannya biasa saja tidak punya lwee-kang. Apa dia bisa silat atau tidak? Mengapa kelihatan dia begitu tegang saat arak ini akan aku minum?"

Sekalipun berpikir begitu Pouw Yang Hian sadar gurunya tidak ada di tempat, maka dia tidak berani banyak tingkah lagi, lalu dia berkata pada nona Ci.

"Aku hanya bergurau, kau tampak begitu tegang! Baik, jika kau tidak bersedia memberi penjelasan akan kutanyakan sendiri pada Beng Cit Nio. Baru sesudah itu aku izinkan kau masuk!" kata Pouw Yang Hian.

Ci Giok Hian agak kaget dia tidak ingin buang waktu. "Majikanku bilang ruang batu ini sangat pengap," kata

nona Ci. "Dia takut ayah dan anak itu sakit. Lalu majikan menyuruhku mengantarkan seguci kecil arak ini untuk mereka minum!"

"Hm! Mengapa kau tidak bilang dari tadi?" kata Pouw Yang Hian. "Ini cuma masalah kecil, kau malah mempersulit aku, maka aku sengaja tidak mau memberitahumu!" kata nona Ci.

Pouw Yang Hian manggut-manggut. "Baik, kalau begitu aku minta maaf," kata Pouw Yang Hian. ”Biar aku wakili kau mengantarkan makanan dan arak ini pada mereka. Ini kulakukan agar aku bisa menebus dosa dan kesalahanku tadi."

Pouw Yang Hian mengulurkan tangan akan mengambil tempat makanan itu dari tangan Ci Giok Hian.

-o(DewiKZ~Aditya~Aaa)~o- 

Melihat tangan Pouw Yang Hian terjulur akan mengambil tempat makanan dan arak obat itu, tentu saja Ci Giok Hian jadi kaget bukan kepalang. Segera dia maju mencoba untuk mencegah tindakan murid See-bun Souw Ya ini.

"Jangan! Aku tidak perlu merepotkan Toa-siok (Paman)!" kata Ci Giok Hian.

Melihat sikap Ci Giok Hian itu, Pouw Yang Hian pura- pura kurang senang.

"Aku yang harus mengantarkan makanan ini, udara di ruang batu itu sangat pengap," kata Pouw Yang Hian. "Aku pikir tidak pantas kau yang masuk ke ruangan pengap itu! Biar aku saja yang mengantarkan makanan dan arak ini!"

Tangan Pouw Yang Hian tetap bergerak untuk meraih tempat makanan dan guci arak obat itu dari tangan nona  Ci. Dalam keadaan yang sangat terdesak, mau tidak mau Ci Giok Hian harus memperlihatkan kepandaiannya Tangan nona Ci langsung bergerak dengan cepat, dia totok jalan darah Pouw Yang Hian. Tetapi pada saat yang bersamaan, Pouw Yang Hian pun sedang menepuk tangan nona Ci yang sedang menjinjing keranjang makanan itu. Akibatnya keranjang itu tersampok hingga jatuh ke lantai.

Saat itu Ci Giok Hian dan Pouw Yang Hian sedang bertarung. Sebenarnya lwee-kang Pouw Yang Hian jauh lebih tinggi dibanding dengan lwee-kang nona Ci, namun saat Pouw Yang Hian berhadapan dengan Kong-sun Po, pemuda itu berhasil memecah lwee-kang Pouw Yang Hian, akibatnya ilmu Hoa-hiat-to Pouw Yang Hian jadi berantakan. Ketika itu lweekang Pouw Yang Hian belum pulih  benar,  tidak  heran  kalau  tangkisan  Ci  Giok  Hian membuat Pouw Yang Hian terhuyunghuyung beberapa langkah ke belakang.

Saat itu Pouw Yang Hian baru sadar bahwa nona Ci ini berkepandaian tinggi, ketika Pouw Yang Hian hendak berteriak minta bantuan. Ci Giok Hian langsung menotok jalan darahnya. Gerakan nona Ci sangat cepat, Pouw Yang Hian tidak mampu berkelit dari totokan nona Ci. Dengan demikian jalan darahnya kena tertotok tepat oleh Ci Giok Hian.

Saat itu Ci Giok Hian melihat keranjang makanannya tergeletak di lantai, tutup guci arak sudah terbuka, tapi untung araknya tidak tumpah. Ci Giok Hian segera menutup guci arak itu, baru dia menghampiri Pouw Yang Hian dan mengambil kunci ruang tahanan dari tangannya. Tubuh Pouw Yang Hian diseret dan disandarkan ke dinding batu. Sekarang kelihatan Pouw Yang Hian seperti orang yang sedang tidur bersandar di dinding.

Ci Giok Hian berdoa dalam hati, dia berharap dalam waktu singkat tidak akan ada orang yang datang ke tempat itu.

"Asalkan tidak ada yang datang, aku punya harapan bisa menyelamatkan mereka dari tempat ini!" pikir Ci Giok Hian.

Nona Ci yakin benar khasiat arak Kiu-thian-sun-yang Pekhoa-ciu buatannya itu, ditambah lagi dia tahu Han Tay Hiong memilik lwee-kang yang tinggi. Arak obat itu sekarang telah dicampur dengan obat bubuk yang katanya pemunah racun Hua-hiat-to pemberian Seng Cap-si Kouw. Ci Giok Hian yakin dalam waktu singkat Han Tay Hiong akan pulih kembali kesehatannya, sekalipun hanya empat sampai enam bagian saja, yakni setelah dia minum arak obat itu. Jika Chu Kiu Sek datang nona Ci pun yakin, dia bersama Han Pwee Eng akan mampu melawan Chu Kiu Sek maupun See-bun Souw Ya. Jika berhasil inilah kesempatan emas yang paling berharga bagi mereka.

Han Tay Hiong dan Han Pwee Eng telah mendengar suara I perkelahian diluar kamar tahanan mereka. Sesudah pintu kamar tahanan itu terbuka, tampak Ci Giok Hian berjalan ke dalam kamar tahanan dengan langkah tegap. Melihat kedatangan Ci Giok Hian mata Han Pwee Eng terbelalak.

"Kalau dia pelayan Beng Cit Nio, kenapa dia berkelahi dengan Pouw Yang Hian?" pikir Han Pwee Eng.

Nona Han jadi curiga lalu bertanya pada Ci Giok Hian yang sedang menyamar jadi pelayan itu.

"Siapa kau sebenarnya?" kata Han Pwee Eng.

Ci Giok Hian meletakkan keranjang yang dibawanya di atas meja, lalu dia buka jendela kamar tahanan itu supaya cahaya bisa masuk ke dalam kamar tahanan. Sesudah itu baru Ci Giok Hian membersihkan mukanya yang memakai bedak untuk penyamaran dirinya.

"Eh, Pwee Eng, apakah kau sudah tidak mengenaliku lagi?" kata Ci Giok Hian.

Mendengar suara yang sangat dikenalnya dan melihat wajah Ci Giok Hian yang asli, tentu saja Han Pwee Eng jadi kaget bukan kepalang. Dia juga girang bukan main.

"Kakak Hian rupanya kau, bagaimana kau bisa datang  ke mari?" kata Han Pwee Eng.

"Jika kisahnya aku ceritakan sekarang akan panjang sekali," kata Ci Giok Hian. "Nanti setelah kita keluar dari sini, semua akan aku ceritakan kepadamu. Paman Han, apa jalan darahmu yang ditotok See-bun Souw Ya sudah terbuka!"

"Sudah, lalu kenapa?" tanya Han Tay Hiong. Mendengar jawaban itu nona Ci tampak senang sekali.

"Syukurlah kalau begitu, cepat Paman Han minum arak ini. Dalam waktu singkat Paman Han akan pulih kesehatannu!" kata Ci Giok Hian.

Han Tay Hiong mengerutkan alisnya. "Arak apa ini?" tanya Han Tay Hiong.

"Arak buatan keluarga kami itu diberi nama Kiu-thian- sunyang pek hoa-ciu” kata Ci Giok Hian.

Han Pwee Eng girang dia langsung berkata pada ayahnya. "Ayah jangan curiga, arak itu mampu mengobati luka yang terkena pukulan Siu-lo-im-sat-kang” kata nona Han.

Han Tay Hiong sedikit tercengang. "Bagaimana kau bisa mengetahui hal itu?'' kata Han Tay Hiong.

"Aku sembuh oleh arak itu, Ayah!" kata Han Pwee Eng.

Han Tay Hiong bertambah curiga, dia tidak mau segera meminum arak obat itu. Kecurigaan ini terjadi karena Han Pwee Eng telah membohongi ayahnya. Ketika baru  bertemu dengan ayahnya di kamar tahanan, Han Pwee Eng mengatakan dia telah menikah dengan Kok Siauw Hong. Dengan demikian Han Tay Hiong mengira luka Han Pwee Eng sudah sembuh karena pertolongan Kok Siauw Hong yang mengobatinya dengan jurus Siauw-yang-sin-kang. Jelas Han Tay Hiong tidak mengetahui kalau Han Pwee Eng di tengah perjalanan ketika akan ke Yang-cou telah diculik oleh Ci Giok Hian. Akhirnya Ci Giok Hian mengobati  puteri  Han  Tay  Hiong  dengan  arak  obat   itu hingga sembuh dari lukanya. Han Pwee Eng sadar ayahnya mulai curiga. "Memang sulit untuk mengelabui Ayah, tetapi saat ini aku harus membujuk Ayah supaya mau meminum arak obat itu!" begitu nona Han berpikir.

"Ayah, jika aku menceritakan pengalamanku itu akan panjang sekali ceritanya. Cepat Ayah minum arak obat itu. Aku tidak berbohong, aku pun pernah merasakan khasiat arak obat itu!" kata Han Pwee Eng.

Melihat ayahnya tidak segera meminum arak itu nona Han jadi gugup sekali. Sebaliknya Han Tay Hiong malah bertanya pada Ci Giok Hian.

"Nona Ci, bukankah Beng Cit Nio yang menyuruhmu mengantarkan arak ini?" kata Han Tay Hiong dengan suara tajam.

"Benar, Paman Han," jawab Ci Giok Hian terus terang. "Kalau begitu dia juga yang mengutusmu untuk

menyelamatkan kami?" kata Han Tay Hiong. "Benar, Paman," kata nona Ci.

Mendengar jawaban yang jujur dari Ci Giok Hian, wajah Han Tay Hiong tiba-tiba berubah.

"Tidak! Aku tidak mau minum arak itu, lebih baik aku mati saja daripada aku menerima budinya!" kata Han Tay Hiong.

"Paman Han jangan salah mengerti," kata Ci Giok Hian. "Aku salah mengerti bagaimana?" kata Han Tay Hiong

ketus.

"Ceritanya begini, Paman! Beng Cit Nio tidak mengetahui siapa aku ini. Dia juga tidak mengetahui arak obat ini sangat berkhasiat dari keluargaku!" kata Ci Giok Hian memberi penjelasan. "Hm! Kalau begitu, jika aku meminum arak ini aku menerima budimu dan bukan budi Beng Cit Nio? Dengan demikian aku jadi hutang budi kepadamu?" kata Han Tay Hiong dengan suara hambar.

Mendengar jawaban ini nona Ci jadi gugup bukan main. "Kenapa  Paman  Han  memandang  diriku  seburuk  itu?

Dalam keadaan sangat berbahaya ini kenapa dia tidak mau

minum arak obat ini. Apakah ini karena Pwee Eng telah memberitahu ayahnya bahwa aku telah merebut calon suaminya?" begitu Ci Giok Hian berpikir.

Tanpa terasa wajah nona Ci berubah jadi merah-padam. "Ucapan Paman Han sungguh keras sekali. Padahal

hubunganku dengan Pwee Eng sudah seperti kakak beradik. Tetapi mengapa Paman berkata bahwa pemberian arak ini membuat Paman menerima budiku?" kata Ci Giok Hian dengan pilu.

Perubahan wajah Ci Giok Hian sekilas terlihat oleh Han Tay Hiong, sehingga orang tua ini jadi curiga sekali. Sedang Han Pwee Eng yang tidak melihatnya, segera membujuk ayahnya.

"Ayah, aku tahu Ayah tidak mudah menerima budi seseorang," kata nona Han. "Tetapi Kak Ci ini seperti keluarga kita sendiri, minumlah arak ini, Ayah! Ayah jangan terlalu keras hati!"

Setelah mendengar bujukan puterinya Han Tay Hiong berpikir.

"Keluarga Kok dan keluarga Ci tidak bermusuhan dengan keluargaku; sedangkan anakku Pwee Eng menantu keluarga Kok. Tidak mungkin dia ingin menuntut balas kepadaku.  Ditambah  lagi  Pwee  Eng  pun  diobatinya, dia tidak menuntut balas pada Pwee Eng. Aku yakin dia juga tidak berniat jahat ingin meracuniku!" pikir Han Tay Hiong.

Ketika Han Pwee Eng melihat ayahnya diam saja sedang berpikir, Han Pwee Eng kembali membujuknya.

"Ayah, kau jangan hanya memikirkan diri Ayah sendiri. Apakah Ayah tidak memikirkan aku juga? Jika lwee-kang Ayah sudah pulih kembali, maka aku dan Ayah punya harapan untuk bisa meloloskan diri dari sini!" kata Han Pwee Eng.

Tampak Han Tay Hiong kaget, dia berpikir lagi. "Memang benar, demi kepentingan Pwee Eng aku harus menempuh bahaya untuk mencobanya," pikir Han Tay Hiong.

Setelah manggut-manggut dia tatap wajah Ci Giok Hian sambil berkata.

"Baiklah, Nona Ci. Demi menyelamatkan kami sekeluarga kau berani menempuh bahaya," kata Han Tay Hiong sambil mengambil guci arak itu dan langsung diteguknya tanpa berpikir panjang lagi. Tetapi baru saja dia minum arak itu beberapa teguk, wajah Han Tay Hiong tiba- tiba berubah. Sepasang matanya melotot dan membara sambil menatap ke arah Ci Giok Hian. Bisa dibayangkan betapa terkejutnya Ci Giok Hian saat itu. Tiba-tiba tangan Han Tay Hiong bergerak dengan cepat, dia cengkram urat nadi Ci Giok Hian. Tidak heran gadis ini pun jadi tidak bisa bergerak, sekujur tubuhnya lemas. Pada saat yang bersamaan Han Tay Hiong telah mengangkat tangannya hendak menghajar batok kepala Ci Giok Hian. Pemandangan ini hebat sekali! Menyaksikan ayahnya akan menyerang Ci Giok Hian, bukan main kagetnya Han Pwee Eng.

"Ayah, jangan!" teriak Han Pwee Eng dengan kaget. "Ci Giok Hian kau manusia kejam! Beng Cit Nio yang menyuruhmu atau kau sendiri yang menaruh racun ke dalam arak ini?" kata Han Tay Hiong.

Ucapan Han Tay Hiong membuat Han Pwee Eng kaget bukan main.

"Apa? Arak itu beracun?" kata Han Pwee Eng.

Pada saat yang bersamaan nona Ci pun merasakan tangan Han Tay Hiong dingin, tidak lama kemudian tubuh Han Tay Hiong pun roboh ke lantai tidak berdaya. Sesudah Han Tay Hiong roboh nona Ci baru sadar kalau bubuk yang diberikan oleh Beng Cit Nio itu bubuk racun.

Dengan gugup dan tergesa-gesa Han Pwee Eng memeriksa nadi ayahnya, ternyata denyut nadi Han Tay Hiong masih bergerak-gerak, itu tandanya Han Tay Hiong belum binasa, tapi tubuh Han Tay Hiong sudah dingin. Mendadak Han Pwee Eng melompat bangun.

"Ci Giok Hian! Kau ingin mendapatkan Kok Siauw Hong, aku bersedia mengalah kepadamu! Tetapi mengapa kau mencelakai Ayahku?" kata Han Pwee Eng.

Semula Han Pwee Eng percaya sekali pada Ci Giok Hian bahwa gadis itu akan menolongi mereka dengan tulus, tetapi sekarang telah terbukti di depan matanya, bahwa Ci Giok Hian telah mencelakai ayahnya.

Sebaliknya Ci Giok Hian berani menempuh bahaya demi menyelamatkan Han Tay Hiong dan Han Pwee Eng, tetapi tidak diduganya justru sekarang dia telah mencelakakan Han Tay Hiong. Dengan demikian Han Pwee Eng sekarang jadi salah paham dan menuduh dia mencelakai ayahnya. Ci Giok Hian kaget dan berduka sekali. Dengan suara dingin Han Pwee Eng berkata pada nona Ci. "Mengenal orang tetapi aku tidak bisa menjajaki isi hatinya! Baik, Ci Giok Hian sekarang aku baru tahu sifatmu! Hm! Kau sudah tidak bisa bicara apa-apa lagi, kan? Kepandaianmu lebih tinggi dari kepandaianku, tetapi sekarang kau boleh maju! Kau telah membunuh Ayahku, sekarang kau juga boleh membunuhku!" kata Han Pwee Eng dengan sengit.

Nona Ci tersentak dan sadar dari mimpi buruk yang dialaminya itu.

"Bukan! Bukan aku yang mencelakakan ayahmu!" kata Ci Giok Hian gugup sekali.

"Kalau begitu, siapa yang mencelakai Ayahku?" kata Han Pwee Eng.

Mendadak terdengar suara sahutan.

"Aku sudah tahu siapa dia?" kata suara sahutan itu.

Tak lama tampak seseorang berjalan ke dalam kamar itu. Orang itu Beng Cit Nio adanya. Ketika dia melihat Han Tay Hiong tergeletak di lantai tidak bergerak, Beng Cit Nio menghela napas seraya berkata.

"Aaah! Sayang aku datang terlambat selangkah!" kata Beng Cit Nio.

Usai berkata begitu Beng Cit Nio menoleh dan menatap ke arah Ci Giok Hian, lalu berkata dengan suara dingin sambil melancarkan sebuah serangan pukulan yang hebat luar biasa.

"Sekalipun kau bukan pelaku utamanya, tetapi kau tetap membantu pelaku utama itu!" kata Beng Cit Nio. "Maka aku tidak akan mengampunimu!"

Ucapan Beng Cit Nio membuat nona Han mulai mempercayai Beng Cit Nio, bahwa ada orang yang berniat membunuh ayahnya dengan racun, tetapi dia yakin di balik peristiwa itu pasti ada sesuatu sebab lain. Maka itu dia jadi tidak tega menyaksikan Ci Giok Hian mati di tangan Beng Cit Nio.

Saat itu Ci Giok Hian diserang oleh Beng Cit Nio. Karena dia harus menyelamatkan diri, secara reflek dia tangkis serangan Beng Cit Nio itu.

"Buk!"

Tubuh Ci Giok Hian terpental hingga membentur dinding kamar batu. Untung serangan itu tidak melukai Ci Giok Hian, sekalipun nona Ci roboh dan tubuhnya membentur dinding. Melihat Ci Giok Hian roboh dan tidak terluka, Beng Cit Nio semakin gusar. Beng Cit Nio semakin yakin bahwa Ci Giok Hian seorang mata-mata yang diutus Seng Cap-si Kouw ke tempatnya.

Saat Beng Cit Nio akan mengulangi serangannya, nona Han berteriak.

"Tunggu Cit Nio!" kata nona Han.

"Aku sudah tahu siapa pelaku utama semuanya ini, kau jangan banyak bertanya lagi!” kata Beng Cit Nio.

Beng Cit Nio langsung menyerang ke arah Ci Giok Hian. Saat itu keadaan sangat kritis, entah bagaimana Ci Giok Hian harus menghindar dari serangan maut itu. Ternyata Beng Cit Nio hendak menotok jalan darah Beng-khie-hiat nona Ci. Tibatiba terdengar Beng Cit Nio membentak keras.

"Mengingat kau pernah menemaniku main catur, maka aku akan membunuhmu dengan tubuh tetap utuh!" kata Beng Cit Nio.

Ci Giok Hian sadar bahwa dia sudah tidak mungkin bisa menghindari serangan Beng Cit Nio itu. Nona Ci juga sadar sasaran jalan darah yang dituju oleh Beng Cit Nio sangat penting, jika tertotok maka dia akan binasa. Dalam keadaan sudah tidak berdaya yang bisa dilakukan oleh Ci Giok Hian adalah memejamkan matanya dan pasrah diserang oleh Beng Cit Nio. Saat jari Beng Cit Nio menempel ke tubuh nona Ci, Ci Giok Hian jadi heran dia hanya merasakan bagian yang tertotok itu sedikit kesemutan, dia tidak terluka dan itu berarti dia tidak akan binasa.

Rupanya saat jari Beng Cit Nio menyentuh tubuh nona Ci, kebetulan jari Beng Cit Nio mengenai benda keras di saku nona Ci. Karena heran dan penasaran Beng Cit Nio mengambil benda itu dari saku Ci Giok Hian. Benda itu ternyata sebuah cincin. Saat melihat benda yang ada di tangan Beng Cit Nio, Ci Giok Hian baru ingat. Malam itu Seng Liong Sen memberi dia sebuah cincin. Ketika pulang dan sampai ke kamarnya, cincin itu dia simpan di dalam sakunya.

Sesudah Beng Cit Nio memperhatikan cincin itu, dia m megenali cincin itu milik Seng Liong Sen. Maka itu dia langsung berkata.

"Jadi kau dan Liong Sen sudah berjanji akan sehidupsemati sampai tua. Karena memandang muka keponakanku, hari ini kau kuampuni! Cepat kau pergi dari sini! Selanjutnya jika aku bertemu lagi denganmu, pasti nyawamu akan kucabut!" kata Beng Cit Nio.

Sekalipun Beng Cit Nio tidak sepaham dengan Seng Cap-si Kouw, tetapi dia juga sangat sayang kepada Seng Liong Sen. Cincin itu rupanya hadiah dari Beng Cit Nio pada Seng Liong Sen untuk pertunangannya.

Ci Giok Hian tertegun dan termangu-mangu di tempatnya. Dia tahu saat itu telah terjadi kesalah pahaman lagi. Ci Giok Hian ingin memberi penjelasan, tetapi Beng Cit Nio dalam keadaan gusar telah mengusir dia dengan kasar, sehingga mana mungkin Beng Cit Nio mau mendengarkan penjelasan dari Ci Giok Hian.

Ci Giok Hian terkejut bukan main, saat mendengar sebuah suara lirih dan samar-samar masuk ke telinganya.

"Cepat! Cepat pergi! Jika terlambat kau akan celaka!" kata suara lirih itu.

Ci Giok Hian kaget bukan main. Dia menoleh ke kiri dan kanan. Saat dia memandang ke satu arah, dia lihat Pouw Yang Hian masih duduk tersandar ke dinding ruang batu.

"Suara siapa itu?" pikir Ci Giok Hian.

Tiba-tiba Ci Giok Hian mendengar suara tawa terbahakbahak. Sekarang dia melihat seorang lelaki tua di ujung lorong sedang berjalan mendatangi ke arahnya. Orang itu tidak lain See-bun Souw Ya adanya. Pada saat See-bun Souw Ya sedang tertawa terbahak-bahak, Ci Giok Hian mendengar lagi suara lirih itu.

"Cepat pergi, kau harus pergi ke arah Timur!" bisik orang itu.

Ci Giok Hian seolah mengenali suara lirih itu, tetapi tidak ada waktu baginya untuk berpkir lagi, karena See-bun Souw Ya sudah terdengar berkata dengan suara lantang.

"Nona Tik Khim, kau memang seorang yang berkepandaian tinggi, tetapi kenapa kau menyulitkan muridku?" kata See-bun Souw Ya.

Untung See-bun Souw Ya tidak mendengar suara bisikan lirih yang terdengar ke telinga nona. Ci Giok Hian. Rupanya ilmu yang digunakan orang yang membisikinya adalah   ilmu   Thian-tun-coan-im   (Ilmu   Getaran   Langit Untuk Menyampaikan Suara). Ilmu Thian-tun-coan-im lebih hebat darHimu Coan-imjip-pek, dengan ilmu Thian- tun-coan-im orang yang bersangkutan bisa khusus mengirim suara kepada orang yang bersangkutan, sedangkan Coan- im-jip-pek tidak bisa. Oleh karena itu ilmu Thian-tun-coan- im lebih sulit dipelajari dibanding dengan ilmu Coan-im-jip- pek. Orang yang menggunakannya juga pasti memiliki lwee-kang yang tinggi.

Dari ayahnya Ci Giok Hian pernah mendengar ilmu itu, tetapi tidak pernah menyaksikan orang mempelajarinya. Sekarang dia mendengar suara orang yang menggunakan ilmu itu. Sekarang dia sadar ada orang berilmu tinggi sedang melindungi dirinya. Orang itu sayang sekali tidak memperlihatkan diri, mungkin ilmu silatnya masih kalah jauh dari See-bun Souw Ya.

Ci Giok Hian dengan tak banyak bicara langsung melesat pergi ke arah Timur. Tapi See-bun Souw Ya membentaknya.

"Hai! Kau mau lari ke mana?" bentak See-bun Souw Ya.

See-bun Souw Ya menyambit dengan dua buah senjata rahasia ke arah Ci Giok Hian. Yang sebuah diarahkan ke arah Ci Giok Hian sedang yang sebuah lagi ke arah Pouw Yang Hian, muridnya

Saat itu Ci Giok Hian sedang melesat di udara, jelas dia tidak akan mampu mengelak serangan See-bun Souw Ya itu. Sedang senjata yang satunya mengenai Pouw Yang Hian, hingga orang ini berteriak.

"Aaah!"

Pouw Yang Hian berteriak bukan karena kesakitan terkena senjata itu, tetapi totokannya kini telah dibebaskan oleh gurunya. Sedangkan senjata rahasia yang ditujukan ke arah Ci Giok Hian meluncur cepat, namun tiba-tiba dari ruang tahanan pun meluncurlah guci arak ke arah senjata itu.

"Tang!"

Senjata rahasia yang mengarah ke tubuh Ci Giok Hian beradu dengan guci arak, dan langsung jatuh ke lantai. Celakanya guci arak yang berbenturan dengan senjata rahasia See-bun Souw Ya itu, justru jatuh dan menimpa ke kepala Pouw Yang Hian.

"Duk! Prang!"

Guci arak beradu dengan kepala Pouw Yang Hian sehingga dalam seketika kepala Pouw Yang Hian terluka parah, darah mengucur dari kepalanya dan membasahi wajahnya Pada saat yang bersamaan Beng Cit Nio muncul dari kamar tahanan sambil berkata dengan suara dingin.

"Bagus, kau ingin melampiaskan kedongkolan muridmu, ya?' kata Beng Cit Nio.

"Oh, maaf aku tidak berani!" kata See-bun Souw Ya. "Hm!   Terima   kasih   karena   See-bun   Sian-seng tidak

banyak bertanya, kalau begitu, silakan!" kata Beng Cit Nio.

Ucapan itu sama seolah Beng Cit Nio telah mengusir See-bun Souw Ya agar segera meninggalkan tempat itu. Bukan pergi tetapi See-bun Souw Ya malah melangkahkan kakinya dua langkah sambil berkata dengan dingin.

"Ini masalah kecil tidak perlu diungkit lagi," kata See-bun Souw Ya.

Kening Beng Cit Nio berkerut.

"Oh! Kalau begitu masih ada urusan besar yang lain?" kata Beng Cit Nio. See-bun Souw Ya mendengus.

"Hm! Aku hanya mau bertanya, mau apa kau ke mari?" kata See-bun Souw Ya.

Beng Cit Nio tertawa dingin.

"Ini tempat tinggalku, aku bebas mau ke mana aku suka!"

"Kau sudah mengatakan bahwa penjagaan terhadap Han Tay Hiong menjadi tugasku, tetapi mengapa kau ikut campur lagi dalam masalah ini?" kata See-bun Souw Ya.

Beng Cit Nio mengeluarkan suara dingin dari hidungnya "Hm! Aku akui aku memang wanita berhati sempit, juga

aku sebal melihat kalian bertingkah di tempatku ini! Jika aku ikut campur lalu kau mau apa?" kata Beng Cit Nio.

See-bun Souw Ya tertawa dengan tawa liciknya.

"Aku tidak bisa mencegahmu, jika Cit Nio mau ikut campur aku mohon petunjuk darimu!" kata See-bun Souw Ya.

Beng Cit Nio tertawa dingin.

"Oh! Jadi kau ingin menjajal ilmu silatku?"

Saat keduanya sedang adu bicara, Ci Giok Hian sudah melompat ke pagar tembok dan sudah pergi jauh. Saat dia berlari ke arah timur, terlihat Chu Kiu Sek muncul dari arah barat. Chu Kiu Sek muncul karena mendengar suara tawa See-bun Souw Ya. Sekalipun dia melihat Ci Giok Hian melewatinya, tapi dia tidak mengejarnya

Tapi saat di ruang tahanan, pewarna yang menyamarkan wajah nona Ci telah dihapus, ini membuat Chu Kiu Sek jadi mengenalinya. Melihat hal itu dia tidak rela Ci Giok Hian   lolos   dari   tangannya.   Tiba-tiba   Chu   Kiu   Sek mengayunkan tangan, maka meluncurlah senjata rahasia ke arah Ci Giok Hian.

"Seeer! Seer!"

Namun suara itu disusul oleh suara. "Tang!Ting!"

Chu Kiu Sek tidak mengira senjata rahasianya terpukul oleh batu kerikil sehingga senjata rahasia itu berjatuhan ke lantai dengan sia-sia. Chu Kiu Sek kaget bukan kepalang.

"Hm! Rupanya Beng Cit Nio menyembunyikan pesilat tinggi di tempat ini?!" pikir Chu Kiu Sek.

Baru saja Chu Kiu Sek berpikir begitu dia mendengar suara pertarungan di ruang tahanan. Oleh sebab itu buru- buru Chu Kiu Sek melompat ke arah ruang tahanan sambil berteriak.

"Tangkap gadis itu!" teriak Chu Kiu Sek.

Begitu teriakan Chu Kiu Sek sirna, tampak dua orang melesat ke arah Ci Giok Hian. Yang seorang membawa sebilah pedang sedang yang seorang lagi bertangan kosong. Selain kedua orang itu tampak ada tiga orang lagi yang baru muncul. Mereka langsung menghadang dan mengepung nona Ci. Maka apa boleh buat Ci Giok Hian harus menerjang para penghadangnya itu.

Melihat nona Ci maju dengan nekat ke arah mereka, para penghadang itu kaget bukan kepalang. Mereka tahu nona Ci anak buah Beng Cit Nio. Bagi orang yang tidak tahu tentang Beng Cit Nio, mereka menganggap Beng Cit Nio ini Iblis Wanita yang sering membunuh orang tanpa belas kasihan. Malah See-bun Souw Ya mau pun Chu Kiu Sek sangat hormat kepada wanita ini. Sedang kedua orang yang menghadang Ci Giok Hian, mereka bawahan See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek. Sudah jelas mereka berdua tidak berani melakukan kesalahan terhadap Beng Cit Nio.

Tadi mereka telah mendapat perintah dari Chu Kiu Sek untuk menangkap nona Ci, mau tidak mau mereka harus ikut membantu menghadang Ci Giok Hian. Ketika mereka menyaksikan Ci Giok Hian dengan ganas menerjang ke arah mereka, kedua orang itu jadi serba salah. Jika mereka turun tangan dengan kejam mereka khawatir akan melukai nona Ci.

Jika mereka tidak turun tangan, malah merekalah yang akan celaka oleh Ci Giok Hian.

Berhubung kedua orang itu ragu-ragu, ketika serangan dari Ci Giok Hian mendadak sampai, terpaksa mereka menangkis serangan nona Ci itu. Tetapi sesudah tangan mereka bentrok, tanpa terasa mereka terhuyung ke belakang.

Ini sebuah kesempatan yang baik. Ci Giok Hian segera mempergunakan kesempatan baik itu. Dia segera melakukan serangan yang kedua. Ternyata kepandaian nona Ci lebih tinggi dari kedua anak buah See-bun Souw  Ya itu. Tidak heran tak lama kedua orang itu roboh di tangan Ci Giok Hian.

Tidak berapa lama kelihatan ada enam orang bermunculan dari suatu tempat. Begitu mereka melihat nona Ci berhasil melukai rekan-rekannya, salah seorang dari ketujuh orang itu berteriak.

"See-bun Sian-seng sedang bertarung dengan Beng Cit Nio kita jangan sungkan-sungkan terhadap pelayannya ini!" kata orang itu.

Salah seorang yang bersenjata pedang langsung menyerang ke arah Ci Giok Hian. Nona Ci segera berkelit, dia ulurkan tangannya akan merebut pedang di tangan penyerangnya itu.

Dengan gesit luar biasa Ci Giok Hian berhasil merebut pedang dari tangan musuhnya. Nona Ci lalu menggunakan jurus Pek-hoa-kiam-hoat untuk menyerang lawan- lawannya. Pedang di tangan nona Ci berkelebat.

"Aduuh!"

"Aaah!" ". Aaah"

Dalam waktu singkat Ci Giok Hian berhasil merobohkan mereka. Saat Ci Giok Hian akan melompat pergi dari tempat itu, mendadak terdengar sebuah bentakan.

"Jangan lari gadis liar!" teriak orang itu.

Dua bayangan melesat ke arah Ci Giok Hian. Melihat gerakan dua sosok bayangan itu Ci Giok Hian terperanjat. Ci Giok Hian mengenali salah seorang dari kedua sosok bayangan itu, orang itu tidak lain dari The Yu Po, murid kedua See-bun Souw Ya. Sedangkan yang seorang lagi tidak dikenalinya. Tapi orang yang tidak dikenalnya itu yang membentak ke arah nona Ci. Suara bentakan orang itu membuat telinga Ci Giok Hian terasa sakit. Itu pertanda lweekang orang itu cukup tinggi dan mungkin lebih tinggi dari lwee-kang The Yu Po.

Dari pelayan-pelayan lain Ci Giok Hian pernah mendapat keterangan, bahwa kepandaian The Yu Po lebih tinggi dibandingkan dengan kepandaian Pouw Yang Hian. Ketika Ci Giok Hian melihat The Yu Po muncul, malah bersama orang yang ilmu silatnya tinggi, diam-diam hati Ci Giok Hian cemas juga. Dia yakin akan sulit mengatasi kedua orang itu. Sungguh sulit bagi Ci Giok Hian bisa melarikan diri dari tempat itu. Selain kedua orang tangguh, masih ada enam orang lain yang harus dihadapi oleh nona Ci. Mereka semuanya membawa senjata tajam yang cahayanya gemerlapan.

Tiba-tiba Ci Giok Hian mendengar ada suara benda jatuh.

"Buk!"

Ketika diperhatikan ternyata benda yang jatuh itu sebuah batu yang jatuh tepat di sebelah kanan Ci Giok Hian. Orang yang mengejar Ci Giok Hian mengira serangan dengan batu itu ulah temannya, dengan demikian dia jadi tidak begitu curiga.

Sebaliknya Ci Giok Hian, dia jadi keheranan sekali. "Mungkin    ini    perbuatan    orang    yang membantuku

dengan  diam-diam!  Mungkin  dia  menginginkan  agar aku

lari ke arah yang ditunjukkannya?'' pikir Ci Giok Hian.

Maka dengan tidak berpikir panjang lagi Ci Giok Hian lalu berlari ke arah kanan. Saat Ci Giok Hian sudah lari cukup jauh dan dia sampai di sebuah gunung-gunungan, dia mendengar ada orang yang memberinya peringatan.

"Cepat masuk ke dalam!" kata suara itu.

Di depan nona Ci sudah tidak ada jalan, sedangkan dari belakang nona Ci kelihatan para pengejarnya sedang mengejar dia. Dengan demikian sudah tidak ada jalan lain untuk nona Ci meloloskan diri, selain dia menuruti nasihat itu. Maka masuklah Ci Giok Hian ke dalam goa di balik gununggunungan. Baru saja Ci Giok Hian melintas masuk ke pintu goa, tiba-tiba dia mendengar batu besar bergeser dan menutupi lubang goa itu.

"Bum!" Ketika The Yu Po sampai ke tempat Ci Giok Hian melarikan diri, The Yu Po sudah tidak melihat nona Ci lagi. Malah bayangannya pun tidak ada! Dia heran dan bingung, dia sadar kalau dia sedang dipermainkan oleh seseorang.

Sedang Ci Giok Hian yang sudah di dalam goa, matanya terbelalak kaget. Ternyata goa itu buntu selain jalan yang tertutup batu besar itu. Tetapi di situ terdapat sebuah batu yang terletak di sudut kiri. Lalu Ci Giok Hian mendorong batu itu dan dia berhasil menggeser batu itu ke samping. Dari situ ada sebuah lubang. Ci Giok Hian masuk ke dalam lubang itu,

Dia berjalan sampai di ujung lorong goa itu. Tahu-tahu sekarang nona Ci ada di sebuah halaman. Dari dalam goa Ci Giok Hian masih mendengar suara teriakan dan seruan anak buah See-bun Souw Ya. Mereka terdengar sedang berusaha mendorong batu besar untuk membuka pintu goa itu.

"Sudah! Sudah, jangan buang tenaga percuma. Mari kita asapi saja lubang goa itu sebanyak-banyaknya. Aku yakin dia akan kepengapan dan pingsan atau dia keluar. Sesudah itu jika dia tidak keluar baru kita coba membuka lubang goa itu dan kita bawa dia!" kata salah seorang dari mereka.

"Jangan! Cara begitu sangat berbahaya, bagaimana kalau nona itu sampai mati karena pengap? Chu Sian-seng menginginkan agar kita membawa dia dalam keadaan hidup. Jika nona itu tertangkap hidup kita bisa mengorek rahasia darinya!" kata yang lain.

Ternyata orang yang datang bersama-sama dengan The Yu Po itu bernama Cok Tay Ju, majikan muda perkampungan Cok-kee-cung. Keluarga Cok sangat terkenal ilmu goloknya. Cok Tay Ju seorang kepala piauw-su yang terkenal, dia ditarik oleh See-bun Souw Ya untuk bergabung dengan si Iblis Tua ini. Orang ini sangat berpengalaman, saat dia melihat batu besar dia tahu batu itu pasti penutup lubang goa.

"Tidak masuk akal kalau saat gadis itu masuk ke dalam goa lalu batu besar itu justru menggelinding dan menutupi lubang goa itu?" pikir Cok Tay Ju. "Aah, jangan-jangan di dalam goa itu ada jalan rahasianya?"

"Saudara The, kalian bersama anak buahmu tetap di sini, sedang aku dan saudara Gan akan menyelidiki keadaan di luar goa. Siapa tahu nona busuk itu sudah ada dHuar, kami akan berusaha menangkap dia!" kata Co Tay Ju.

"Baik," jawab The Yu Po.

Memang dugaan Cok Tay Ju benar. Saat itu Ci Giok Hian sudah ada dHuar goa sedang masuk ke hutan. Setelah berada dHuar goa dan ada di tengah hutan, hati Ci Giok Hian merasa lega.

"Sebenarnya siapa yang telah membantuku?" pikir nona Ci. "Tampaknya dia mendapat kesulitan, dengan demikian dia tidak berani memperlihatkan diri. Ditambah lagi dia sangat faham keadaan tempat ini. Jika dia tidak tahu keadaan di sini, bagaimana dia bisa tahu di dalam goa itu terdapat jalan keluar?"

Setelah berpikir agak lama Ci Giok Hian berkata sendiri. "Tidak salah, pasti dia orangnya!" begitu pikir nona Ci.

Saat dia ingat orang itu tiba-tiba wajahnya berubah merah.

Orang yang diingat oleh nona Ci itu Seng Liong Sen. Sedangkan Beng Cit Nio piauw-kouwnya, tidak heran jika dia mengenal keadaan di tempat itu. Ci Giok Hian memperhatikan cincin pemberian pemuda itu, dan Beng Cit Nio yang memakaikan cincin itu ke jari tangannya. Ternyata cincin itulah yang telah menyelamatkan nyawanya. Tetapi tiba-tiba nona Ci jadi jengah bukan main.

"Mungkin Seng Liong Sen bermaksud baik, tetapi Beng Cit Nio malah salah faham, dan menganggap Liong Sen mencintaiku. Aaah! Kejadian ini membuat aku jadi malu sekali! Hm! Apakah Seng Liong Sen memang bermaksud begitu? Dengan memberi cincin dia ingin menunjukkan isi hatinya?" pikir nona Ci.

Hati nona Ci kacau bukan main. Tapi tiba-tiba dia mendengar suara langkah kaki orang dan dia tahu orang itu pasti sedang mengejar dia. Malah Ci Giok Hian yakin bahwa langkah kaki itu langkah Seng Liong Sen.

"Walau bagaimana aku harus berterima kasih kepadanya," begitu pikir nona Ci. "Tetapi haruskah aku menyalahkan dia? Dia menyelamatkan aku, maka sudah seharusnya aku berterima kasih kepadanya, bukan menyalahkan dia! Tetapi cincin ini... .Cincin ini... Aaah! Sudah saatnya aku berterusterang kepadanya, bahwa aku sudah mempunyai seorang pria idaman agar dia tidak memikirkan aku!"

Diam-diam nona Ci melepas cincin itu, dia bermaksud mengembalikannya

Tetapi tiba-tiba dia mendengar suara bentakan nyaring. "Gadis busuk kau mau kabur ke mana?" kata suara

bentakan itu dari belakang si nona.

Saat nona Ci menoleh dilihatnya dua orang sedang mendatangi ke arahnya, salah seorang dari kedua orang itu aalah Cok Tay Ju, sedang kawannya bukan Seng Liong Sen.

Buru-buru nona Ci menyimpan cincin itu, lalu menghunus pedangnya. Sedangkan Cok Tay Ju berbisik pada kawannya.

"Saudara Gan kau harus waspada, siapa tahu gadis busuk ini masih punya kawan!" kata Cok Tay Ju.

"Baik," kata kawan Cok.

Cok Tay Ju langsung menyerang ke arah Ci Giok Hian dengan goloknya Mendapat serangan itu, nona Ci tidak berkelit, melainkan menangkis golok itu dengan jurus "Giok Li Toh Cun " (Gadis cantik menunjuk jalan).

"Trang!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar