Beng Ciang Hong In Lok Jilid 14

Jen Thian Ngo benar-benar satu manusia licik dan banyak akalnya. Dia berkata begitu tidak lain maksudnya ingin "mengatakan bahwa Kok Siauw Hong" itu tidak setia! Jika Kok Siauw Hong kelak tahu dia berkata begitu, dia yakin keponakannya tidak akan menyalahkan dia, karena dia tidak bilang dia melihat perbuatan keponakannya itu dengan mata kepalanya sendiri. Dengan demikian bisa dibayangkan betapa liciknya Jen Thian Ngo ini.

Sekalipun kedua muda mudi itu tidak punya bukti bahwa Kok Siauw Hong mengadakan pertemuan gelap, tapi hati Ci Giok Han tetap terguncang dan sakit.

"Pantas kami tidak bertemu dengan mereka, rupanya mereka kepergok oleh pamannya ini saat sedang berduaan, dan merasa tidak enak hati lalu mereka pergi entah ke mana?" pikir nona Ci. "Tidak kusangka ternyata sifat Kok Siauw Hong itu begitu? Dia berjanji padaku tetapi diam- diam dia menemui Han Pwee Eng."

Ci Giok Phang termangu dia sangat bersimpati kepada adiknya yang malang itu. Tetapi di hatinya dia tidak menyalahkan pertemuan itu.

"Nona Han calon isterinya, wajar mereka bertemu sekalipun di kamar nona Han," pikir Ci Giok Phang. "Malah jika mereka sampai menikah, seharusnya Giok Hian mengucapkan selamat. Dia juga sahabat baik nona Han!" Tapi Ci Giok Hian jauh lebih cermat dibanding dengan kakaknya. Tiba-tiba dia ingat sesuatu.

"Mengapa Jen Thian Ngo tidak setuju Kok Siauw Hong menikah dengan nona Han? Sekalipun dia bukan sahabat Han Tay Hiong, tapi setidaknya dia punya hubungan. Sedang dengan kami dia tidak punya hubungan. Lalu mana mungkin dia membohongi aku?" pikir nona Ci.

Saat itu seolah-olah Jen Thian Ngo sudah bisa membaca isi hati nona Ci.

"Sebenarnya aku tidak punya masalah dengan nona Han," kata Jen Thian Ngo. "Aku tidak setuju keponakanku menikah dengan nona Han hanya karena Han Tay Hiong saja!"

"Oh begitu!" kata nona Ci. "Aku minta petunjuk sebenarnya apa yang terjadi di tempat ini?"

"Aku beritahu pada kalian, Han Tay Hiong itu bukan orang baik-baik!" kata Jen Thian Ngo/

Kedua muda-mudi itu kaget.

"Apa? Kau bilang Han Tay Hiong bukan orang baik, maksud Lo-cian-pwee, bagaimana?"

"Nah, ini yang dikatakan orang tahu wajahnya, tetapi tidak tahu isi hatinya!" kata Jen Thian Ngo. "Hari ini baru aku ketahui bahwa Han Tay Hiong itu bersekongkol dengan bangsa Mongol!"

Mendengar keterangan itu mata kedua anak muda itu terbelalak saking herannya.

"Lo-cian-pwee bilang dia bersekongkol dengan bangsa Mongol, mana mungkin begitu?" kata mereka.

"Semua yang terjadi di tempat ini, itu semua rencana dia!"  kata  Jen  Thian  Ngo  memberi  penjelasan.  "Dengan cara membakar rumah sendiri orang akan mengira, bahwa dia bertemu dengan musuh yang tangguh. Liok Kun Lun, ketua Kay-pang cabang Lok-yang pun telah menemukan bukti yang kuat mengenai keterlibatan Han Tay Hiong dengan bangsa Mongol itu!"

Keterangan Jen Thian Ngo ini sengaja dia perkuat dengan mengatakan, bahwa ketua cabang Kay-pang di Lok- yang solah bisa menjadi saksi Jen Thian Ngo. Dengan demikian keterangan itu seolah bisa dipercaya.

Setelah beberapa saat tertegun Ci Giok Phang mulai bicara.

"Semua ini terjadi di luar dugaan, tetapi. "

Jen Thian Ngo tahu apa yang akan dikatakan oleh Ci Giok Phang, maka itu dia buru-buru memotongnya.

"Memang aku juga tidak tahu apakah nona Han bersekongkol dengan ayahnya atau tidak?" kata Jen Thian Ngo. "Aku tidak berani sembarangan menuduh dia! Yang jelas Han Tay Hiong seorang pengkhianat. Maka itu aku sebagai paman Kok Siauw Hong tentu tidak setuju dia menikah dengan Nona Han! Padahal dia bilang dia akan membatalkan pertunangannya dengan nona Han. Tetapi entah mengapa setelah bertemu dengan Nona Han dia jadi ragu-tagu. Dia tidak mau mendengar nasihatku sehingga aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Tetapi aku nasihatkan

pada kalian...

"Nasihat apa?" tanya nona Ci.

"Aku dengar kalian mau memberi arak obat untuk Han Tay Hiong, menurutku pendapatku lebih baik jangan..

.."kata Jen Thian Ngo.

Ci Giok Hian tersenyum getir. "Mau memberi arak itu pun sekarang sudah tidak mungkin!" kata si nona.

"Mengapa?" tanya Jen Thian Ngo.

"Arak obat itu telah dicuri orang!" jawab nona Ci. Mendengar jawaban nona Ci tersebut kelihatan Jen

Thian Ngo agak kaget.

"Siapa yang mengambil arak obat kalian itu?" kata dia.

Jen Thian Ngo yakin kedua muda-mudi ini pasti berilmu silat tinggi. Jika arak obat itu sampai jatuh ke tangan orang itu, pasti orang itu tangguh sekali.

"Dua orang muda-mudi yang usianya sebaya dengan kami," kata Ci Giok Phang. "Sungguh memalukan sekali. Sampai saat ini kami tidak tahu asal-usul mereka itu!"

Mendengar keterangan itu Jen Thian Ngo melongo keheranan.

"Kalau begitu kalian tidak perlu lama-lama di tempat ini!" kata Jen Thian Ngo.

Ci Giok Phang berpikir.

"Dia tidak mungkin membohongi kami. Sekarang Kok Siauw Hong sudah berbaikan lagi dengan nona Han. Jika dia bertemu dengan nona Han pun apa gunanya?" pikir Ci Giok Phang. "Tapi jika sampai bertemu, aku akan memberi selamat kepada mereka! Tapi aku khawatir adikku akan berduka sekali!"

"Adik apa yang dikatakan Lo-cian-pwee ini benar!" kata Giok Phang, "mari kita pergi saja!" Ci Giok Hian diam saja.

"Apa kalian punya urusan lain?" tanya Jen Thian Ngo. "Tidak!  Tapi  sudah  lama  kami  meninggalkan   rumah,

kami berniat pulang!" kataCi Giok Phang. "Jika kalian tidak punya urusan penting sebaiknya kalian jangan pulang dulu," kata Jen Thian Ngo.

"Apa Cian-pwee ingin kami membantumu?" kata Giok Phang.

"Itu bukan urusanku tapi urusan Kay-pang. Aku hanya mewakili Liok Pang-cu untuk menahan kalian, karena dia butuh bantuan kalian!" kata Jen Thian Ngo.

"Jika mereka membutuhkan tenaga kami, aku siap membantu. Tetapi aku tidak tahu apakah aku mampu membantu mereka?" kata Ci Giok Phang.

"Kay-pang akan mengantar barang untuk para pejuang," kata Jen Thian Ngo menjelaskan. "Mereka pasti membutuhkan bantuan para pesilat tinggi. Saat ini pasukan Mongol sudah mendekati kota Lok-yang. Aku kira mereka butuh orang untuk menjaga kota Lok-yang. Dua masalah ini jelas menyangkut nyawa, siapa pun tidak ada yang berani bilang akan berhasil. Kalian mau membantu atau tidak aku juga tidak berani memaksa kalian berdua!"

Ucapan Jen Thian Ngo separuh memanasi hati Ci Giok Phang. Maka darah pemuda ini langsung bergolak.

"Sekalipun kepandaianku masih rendah, aku siap membantu mereka! Ini demi negara dan bangsa. Jika benar Liok Pang-cu miembutuhkan tenaga kami, aku siap membantu. Aku tidak akan mundur sekalipun aku harus melintasi lautan api!" kata Ci Giok Phang.

"Kak, kau boleh membantu Liok Pang-cu. tetapi aku mau pulang saja!" kata Ci Giok Hian.

Mendengar adiknya tidak mau ikut ke tempat Kay-pang, Ci Giok Phang kaget. "Biasanya adikk ini seorang pemberani, kenapa dia tidak mau ikut denganku untuk membantu Liok Pang-cu? Apa karena hatinya terpukul ketika mendengar Kok Siauw Hong sudah kembali kepada Nona Han?" pikir kakaknya.

"Sekalipun Ciu Ji dan Ciu Hong ada di rumah kita, sekarang perang sudah mulai berkecamuk. Sekalipun belum sampai ke kampung kita, tetapi semua orang sudah cemas sekali. Setiap saat perang akan menjalar ke wilayah Kang- Iam dan ke tempat kita. Belum lama ini di tempat kilatimbul masalah untung bisadiselesaikan oleh Nona Han. Tetapi masalah itu tidak sampai tuntas sama sekali. Siapa tahu di antara mereka ada yang datang menyantroni rumah kita? Malah setelah kau pergi dengan orang Kay-pang, entah kapan kau akan kembali? Aku kira di rumah kita harus ada orang. Lebih baik aku pulang saja!" kata Ci Giok Hian menjelaskan.

Ucapan adiknya itu memang masuk akal.

"Kau benar kepergianku ini entah kapan aku bisa kembali," kata Ci Giok Phang. "Memang di rumah harus ada orang, baiklah kalau begitu, kau pulang saja!"

"Ya, Kak," kata si nona.

Mendengar kesepakatan kakak beradik itu kelihatan Jen Thian Ngo agak kecewa. Sebenarnya dia telah memasang jaring atau perangkap untuk menjebak mereka. Tetapi  jaring itu hanya berhasil mengenai seorang saja.

"Perempuan Di dunia ini tidak seorang perempuan pun yang tidak akan merasa cemburu, jika kekasihnya kembali lagi kepada Kok Siauw Hong. Nona Ci akan membenci gadis busuk itu. Sekarang sudah tidak ada orang yang bisa meng-halangi urusan besarku!" pikir Jen Thian Ngo senang bukan main. Jen Thian Ngo sangat licik tapi dia tidak berani menahan kepulangan nona Ci Giok Hian. Kemudian Ci Giok Phang mengucapkan selamat jalan kepada adiknya. Ci Giok Phang dan Jen Thian Ngo pergi ke markas cabang Kay- pang. Sedang Ci Giok Hian tetap berdiri terpaku di tempatnya.

Sesudah Jen Thian Ngo dan kakaknya sudah tidak kelihatan bayangannya lagi, nona Ci berkata seorang diri.

"Kak, aku bukan sengaja membohongimu, tapi di depan lelaki tua itu aku tidak bisa bicara sejujurnya kepadamu. Demi Siauw Hong terpaksa aku berbuat begitu, kau jangan salahkan aku!" kata nona Ci.

Rupanya nona Ci tidak benar-benar berniat pulang. Sifat kakak beradik ini memang berbeda. Giok Phang jujur tapi agak lugu. Sebaliknya Giok Hian cerdas juga banyak akalnya. Dia sangat cermat saat menghadapi sesuatu. Dia tidak percaya pada ucapan Jen Thian Ngo. Dia ingat Kok Siauw Hong bertarung mati-matian di rumahnya karena pemuda itu membela drinya. Di depan Liu Piauw dia bilang mau ke rumah Han Tay Hiong untuk membatalkan pertunangannya dengan Han Pwee Eng.

"Tidak mungkin dia masih mau berhubungan dengan Han Pwee Eng di kamarnya. Pasti ini ada sebabnya dan tidak seperti yang dikatakan oleh si tua bangka itu. Jauh- jauh aku datang ke Lok-yang di sini malah aku tidak bertemu dengan Kok Siauw Hong. Mana bisa aku pulang begitu saja. Tidak! Aku harus menyelidiki masalah ini sampai tuntas, supaya aku tidak menyesal seumur hidup di kemudia hari!" pikir nona Ci.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Ketika itu di depan air terjun Kok Siauw Hong dan Kiong Mi Yun yang mencari Kong-sun Po sedang kebingungan karena kehilangan jejaknya. Mereka tidak  tahu ke mana pemuda itu pergi, sedang jalan itu buntu dan terhalang oleh air terjun. Ditambah lagi ketika itu hari pun mulai senja.

"Di depan kita jalan buntu!" kata Kok Siauw Hong. "Lebih baik kita kembali ke rumah Paman Han dan tunggu dia di sana! Jika dia tidak berhasil mengejar nenek itu, pasti dia akan kembali mencarimu!"

Kok Siauw Hong berpikir lain.

"Barangkali sekarang Ci Giok Hian dan kakaknya sudah sampai ke rumah Paman Han?" pikir Kok Siauw Hong.

Kiong Mi Yun pun tidak berdaya Terpaksa dia terima saran dari Siauw Hong dan ikut kembali ke rumah Han Tay Hiong. Tapi di sepanjang jalan Mi Yun terus masih memanggilmanggil.

"Kong-sun Toa-ko! Kau di mana?"

Sebaliknya Kong-sun Po yang ada di balik air terjun, ketika itu masih bertarung melawan See-bun Souw Ya. Suara air terjun cukup berisik, hal itu membuat teriakan nona Kiong tidak terdengar ke dalam goa. Karena panggilannya tidak mendapat jawaban nona Kiong jadi putus asa.

"Aku rasa kepandaian kawanmu itu tinggi, aku yakin tak akan terjadi apa-apa atas dirinya. Barangkali dia sudah turun gunung, ditambah hari pun sudah mulai gelap," kata Kok Siauw Hong. "Mari kita kembali ke rumah Paman Han saja!"

Tapi nona Kiong diam mematung tidak bergeming di tempatnya. "Kau benar, hari mulai gelap dan kau sedang memikirkan Nona Ci. Mungkin dia sudah ada di sana!" kata Kiong Mi Yun.

Ucapan nona Kiong mengena hingga Kok Siauw Hong tertegun. Saat dia akan menyahut nona Kiong sudah bicara lagi.

"Aku tahu kau rindu pada buah hatimu itu, jika kau mau segera pergi, pergilah!" kata Kiong Mi Yun.

Ucapan nona Kiong membuat Kok Siauw Hong tertegun dan malu.

"Hm! Pasti pemuda yang dicarinya itu kekasihnya. Pantas sebelum bertemu dia jadi gelisah sekali?" pikir Kok Siauw Hong.

Melihat Kok Siauw Hong diam dan tidak segera pergi, Kiong Mi Yun jadi tidak enak hati.

"Sifatku memang jelek, aku tidak bisa menyimpan rahasia, apa yang ada dalam hatiku aku keluarkan semua! Maafkan aku!" kata nona Kiong.

Kok Siauw Hong diam dan ini membuat nona Kiong  jadi semakin gugup.

"Kau marah padaku?" tanya nona Kiong. "Ah kau sedang memikirkan sesuatu. Kau sedang memikirkan apa?"

Kok Siauw Hong menengadah dan menyahut.

"Benar, memang aku sedang berpikir. Mari ikut aku, kita cari Kong-sun Toa-komu!" kata Kok Siauw Hong.

Kiong Mi Yun kaget tapi dia girang bukan main. "Kau memikirkan apa sih?" tanya si nona. "Jika aku tak salah menduga kita bisa menemukan kawanmu itu!" sahut Kok Siauw Hong. "Nanti saja kita bicara sesudah menemukan dia!"

Sesudah itu Kok Siauw Hong mengerahkan gin-kangnya. Kiong Mi Yun tidak mengetahui ada apa di benak pemuda itu, tapi dia tidak sempat bertanya. Dia langsung ikut pemuda itu. Dia kembali ke depan air terjun dan berhenti tepat di depan air terjun itu.

Tadi Kok Siauw Hong ingat pengalaman ketika dia masih kecil, yaitu saat dia terjatuh ke dalam sungai. Dia berteriak minta tolong, dan mendadak muncul seorang wanita cantik yang menolonginya. Kejadian itu sudah  lama, sudah belasan tahun yang lalu. Dia kira wanita tua yang dikatakan oleh nona Kiong itu. mungkin saja wanita yang dulu menolonginya. Sekarang dia baru tahu, air  sungai tempat dia terjatuh dulu itu bersumber dari air terjun tersebut. Di tempat itu tidak ada rumah, tapi wanita itu bi sa mendengar teriakannya. Dia yakin bahwa rumah itu ada di balik air terjun itu. Jika bukan di balik air terjun, lalu di mana wanita itu bertempat tinggal?

Nona Kiong menatap pemuda itu dengan mata terbelalak heran. Lama dia mengawasinya baru dia bertanya.

"Mengapa kau kembali ke tempat ini?" tanya nona Kiong. "Apa kau sedang bergurau denganku?"

"Nama temanmu?" kata Kok Siauw Hong. "Kong Sun Po! Kenapa?" kata si nona.

Dia tidak menyahut karena langsung mengerahkan lweekangnya. Kemudian dia berteriak kuat-kuat.

"Kong-sun Po! Keluarlah temanmu Nona Kiong sedang menungguimu di luar air terjun!" teriak Kok Siauw Hong. Ketika itu Kong-sun Po sedang bertarung hebat dengan See-bun Souw Ya. Untung tubuh pemuda itu sudah kebal racun hingga tidak mudah dirobohlan oleh lawannya. Dia bertarung mati-matian. Tapi Iwee-kang See-bun Souw Ya lebih tinggi dari Kong-sun Po, tidak heran saat dia diserang secara bertubi-tubi akhirnya pemuda ini agak kewalahan juga. See-bun Souw Ya tertawa dingin.

"Kau masih muda tapi kau sudah lihay sekali, pasti kau masih turunan Kong-sun Khie? Karena kau anak Kong-sun Khie aku tidak akan mengampunimu!" kata See-bun Souw Ya dengan bengis.

Sambil bicara dia menyerang dengan cepat. "Sreeet! Week"

Pakaian Kong-sun Po terobek. Tadi See-bun Souw Ya berhasil mencengkram punggung Kong-sun Po. Maksud See-bun Souw Ya dia ingin menghancurkan tulang punggung Kong-sun Po, tetapi serangannya itu gagal. Ternyata di punggung pemuda itu terdapat payung yang menghalangi serangannya. See-bun Souw Yakesal bukan main, dia ingin merobek payung itu, tetapi dia hanya bisa merobek baju pemuda itu.

Sebenarnya jari See-bun Souw Ya biasanya mampu mencengkram papan yang tebal hingga hancur, tapi aneh dia tidak mampu merobek kain payung milik Kong-sun Po. Ini di luar dugaannya. Pada saat yang bersamaan pemuda itu memutar tubuhnya, dan langsung mengambil payung itu untuk menyerang ke arah wajah See-bun Souw Ya sambil membentak.

"Kau benar, Ayahku memang jahat! Tapi kau sendiri adalah maling tua yang telah mencuri miliknya! Malah kau berani mencaci Ayahku! Kau sebenarnya lebih rendah dan tidak tahu malu dibanding dengan dia!" kata Kong-sun Po. Payung pemuda itu bisa berubah menjadi pedang. Dia serang See-bun Souw Ya dengan jurus "Tay-mok-hu-eng" (Asap Rase Gurun Pasir). Seorang anak berani mengaku bahwa ayahnya itu orang jahat dan bukan orang baik. memang hal itu jarang terjadi. Mendengar jawaban Kong- sun Po, Se-bunSouw Ya pun tertawa terkekeh.

"Kau bandingkan aku dengan ayahmu, hm baiklah! Kalau begitu segera kau bersujud di depanku, aku juga bersedia menjadi ayah angkatmu! He, he, he. Sungguh keterlaluan kau anak durhaka yang berani memukul ayahnya!" kata See-bun Souw Ya mengejek.

Serangan Kong-sun Po ditangkis oleh See-bun Souw Ya dengan telapak tanganya. Tiba-tiba Kong-sun Po menghantam lengan See-bun Souw Ya dengan ujung payungnya.

See-bun Souw Ya tidak sempat menarik tangannya, maka tidak apun lagi tangan orang tua itu terhantam oleh payung pemuda itu. Masih untung dia sudah berlatih ilmu keras, sehingga lukanya tidak parah. Namun, lengannya terasa sakit bukan main dan ngilu bahkan hampir tidak bisa dia gerakan. Payung pemuda itu sebuah senjata aneh dan lihay sekali. Itu bukan payung biasa, karena tulang payung itu terbuat dari besi baja istimewa. Kainnya mirip kain sutera, terbuat dari serat ular sutera istimewa. Warna payung itu abu-abu seolah kain biasa saja. Tapi kekuatannya sangat luar biasa sekali. Tak mudah robek oleh senjata tajam, seperti misalnya pedang, pisau atau golok. Tangan See-bun Souw Ya yang terlatihpun tidak mampu merobek kain payung itu.

Dulu payung itu senjata andalan dari Kong-sun Kip, kakek Kong-sun Po. Karena Kong-sun Khie sangat jahat, ayahnya tidak mewariskan payung itu kepada Kong-sun Khie.  Tapi  payung  itu  malah  diberikan  pada  cucunya, Kong-sun Po. Payung itu bisa berubah fungsi bisa menjadi pedang atau tameng untuk menangkis senjata rahasia atau jarum musuh. Semula See-bun Souw Ya menganggap remeh payung itu, tidak dia kira ternyata itu sebuah senjata sangat ampuh. Tidak heran jika dia jadi terperanjat.

See-bun Souw Ya memiliki kung-fu tinggi yang telah dia latih puluhan tahun. Sekalipun lengannya terluka oleh payung itu, tapi tulangnya tidak terluka. Sakitnya hanya terasa sesaat tidak lama sudah normal kembali.

Kong-sun Po segera menyerang lagi dengan hebat. "Dasar tua bangka jahat, kau masih berani bicara yang

bukan-bukan!" bentak Kong-sun Po.

Kembali dia serang See-bun Souw Ya dengan jurus "Liekuang-sia-ciok" (Li Kuang Melempar Batu). Kong-sun Po menotok ke arah tujuh jalan darah. Tapi See-bun Souw Ya mampu menghindari serangan maut itu, yaitu dengan mengibaskan lengan bajunya yang panjang.

"Seert! Sreet!"

Kedua lengan baju See-bun Souw Ya telah berlubang, tapi payung di tangan Kong-sun Po pun terpukul agak miring. Sayang serangan maut pemuda itu tak mampu melukai See-bun Souw Ya. Dia jadi heran dan berpikir, "Sayang! Tapi memang lwee-kang si Iblis Tua ini sangat lihay dan jauh lebih tinggi dariku. Hanya dengan jurus-jurus maut saja mungkin aku masih mampu meladeni dia?"

Sesudah itu kembali Kong-sun Po melakukan serangan dasyat ke arah lawaa See-bun Souw Ya pun sadar, bahwa pemuda ini lihay menggunakan payung atau senjatanya. Karena itu See-bun Souw Ya tak berani menyambut langsung payung lawan tersebut, dia menangkis serangan itu    dengan    cara    mengibaskan    lengan    bajunya  saja. Sebaliknya Kong-sun Po, hanya dalam sekejap dia mampu melancarkan serangan hebat bertubi-tubi belasan kali. Tak heran See-bun Souw Ya harus menghindar dengan berkelit ke kiri maupun ke kanan, bahkan terkadang terpaksa dia harus munduir!

Saat itu Pouw Yang Hian, murid tertua See-bun Souw Ya sangat tegang menyaksikan pertarungan hebat itu. Hanya dalam sekejap lengan baju gurunya sudah jadi compangcamping terkena serangan payung Kong-sun Po yang lihay. Kain bekas lengan baju itu berterbangan bagaikan kupu-kupu yang sedang bermain-main di antara bunga-bunga di taman. Sekarang lengan See-bun Souw Ya sudah tak terbungkus baju lagi. Menyaksikan hal itu Pouw Yang Hian kaget, dia berteriak pada gurunya.

"Suhu....Aku akan memanggil Chu Kiu Sek ke mari supaya dia bisa membantumu! Bagaimana Suhu?" kata Pouw Yang Hian minta persetujuan dari gurunya

Pouw Yang Hian menyangka gurunya akan segera dikalahkan oleh pemuda itu, sebenarnya dia hanya hanya membuat alasan agar dia bisa kabur dari gelanggang pertemmpuran yang mengerikan itu. Bukan main gusarnya See-bun Souw Ya ketika sia mendengar teriakan muridnya yang pengecut itu.

"Kau kira aku tidak sanggup menghadapi bocah ini? Hm! Kau telah membuat malu gurumu! Kau pengecut dan kau takut mati! Ayo pergi dari sini!" kata See-bun Souw Ya dengan sengit bukan main.

Pouw Yang Hian kaget bukan kepalang mendengar katakata gurunya itu. Dia bahkan salah menafsirkan hardikan gurunya itu. Dia mengira gurunya setuju dia memanggil Chu Kiu Sek. Maka itu dia segera menyahut. "Baik, Suhu! Tee-cu (murid) menerima perintah Suhu!" kata Pouw Yang Hian.

Saat Pouw Yang Hian bergerak akan meninggalkan tempat itu, See-bun Souw Ya membentak dengan suara keras.

"Keparat! Kaumaupergikemana! Cepat ke mari!" teriak See-bun Souw Ya.

"Bukankah Suhu menyuruhku pergi' kata Pouw Yang Hian.

"Cepat ke mari!" teriak gurunya.

Pouw Yang Hian tidak berani menghampiri gurunya. Tapi saat dia menoleh, sekarang di tengah gelanggang sudah ada perubahan besar. Kong-sun Po yang tadi menyerang sekarang hanya bisa menangkis dan menghindar dari serangan gurunya. Menyaksikan kejadian itu Pouw Yang Hian jadi girang bukan main.

"Suhu memang tidak ada tandingannya!" kata Pouw Yang Hian sambil mengacungkan jempol tangannya. "Baik aku akan tetap di sini memberi semangat pada Suhu!"

Sebenarnya kata-kata Pouw Yang Hian ini kata-kata untuk "menjilat" pantat gurunya Kemudian dia duduk di atas sebuah batu besar, mulutnya tidak hentinya bersorak dan berteriakteriak memberi semangat kepada gurunya.

Diam-diam Kong-sun Po mulai mengeluh. Dia salah menduga, tadi dia ingin merebut kemenangan dengan  cepat; dengan demikian dia menyerang lawannya secara bertubi-tubi. Tapi justru hal itu yang dikehendaki oleh lawannya. Jika dia terus bertahan dengan cara itu dan dia hanya mengandalkan payung saja, dia bisa celaka. Tapi jika dia tidak menyerang dan hanya menangkis setiap serangan See-bun Souw Ya dengan payungnya, maka dia yakin See- bun Souw Ya ini tidak kebal racun sama sekali, pasti bisa dia lukai!

Napas Kong-sun Po mulai tersengal-sengal, jika dia tidak segera mengubah taktik, dia bisa celaka. Sebenarnya See- bun Souw Ya bukan tidak cemas atau tidak mendapat kesulitan. Dia mulai merasa tidak nyaman, daya tahannya terhadap racun tidak sekuat Kong-sun Po. Sekarang See- bun Souw Ya mulai merasa mual. Jika dia tidak segera menghentikan pertarungan dengan Kong-sun Po, sekalipun dia menang, dia akan terluka parah juga.

See-bun Souw Ya berambisi ingin menjadi Bu-lim Beng- cu (Ketua Dunia Persilatan). Saat itu dia sedang menghadapi serangan dari si pemuda. Sekalipun dia menang tapi dia harus bertarung dengan mati-matian dalam seratus jurus lebih. Hal itu membuat See-bun Souw Ya mau tidak mau jadi kehilangan muka.

"Untung di tempat ini tidak ada Chu Kiu Sek, jika dia melihatnya, pasti dia akan memandang rendah padaku. Tapi jika pertarungan ini tidak segera selesai, dia pun pasti akan muncul. Sebelum dia muncul aku harus segera merobohkan bocah ini!" pikir See-bun Souw Ya.

Pantas dia melarang Pouw Yang Hian memanggil Chu Kiu Sek, karena dia takut diejek oleh sahabatnya itu. Oleh karena dia ingin segera mengalahkan Kong-sun Po, maka dia langsung mengerahkan jurus Hua-hiat-to dan Hua-kut- ciang secara berbareng. Tampak tangan kanannya merah. Bau amis segera menyengat ke hidung lawan.

Tubuh Kong-sun Po yang sejak kecil sudah terkena racun hebat oleh ayahnya, sekarang dia mampu menghadapi serangan ilmu racun itu. Tapi dia juga harus mengerahkan lwee-kang dan hawa murninya untuk menghadapi serangan hebat itu. Tiba-tiba Kong-sun Po mendengar suara panggilan dari luar goa.

"Kong-sun Po, keluarlah! Kiong Mi Yun temanmu sedang menunggumu di luar air terjun!" teriak Kok Siauw Hong.

Begitu mendengar suara panggilan itu, Kong-sun Po girang bukan main.

"Eh, siapa orang yang memiliki lwee-kang tinggi itu?" pikir pemuda ini. "Sekalipun masih kalah dari si Iblis Tua ini, tapi dia bisa membantuku! Tapi bagaimana caranya aku bisa menjauhi si Iblis Tua ini? Jika jaraknya agak renggang sedikit saja, aku bisa langsung melompat keluar goa."

Seruan itu pun didengar oleh See-bun Souw Ya, dia kaget dan berpikir.

"Kemarin Chu Kiu Sek mengatakan dia bertemu dengan menantu Han Tay Hiong yang tidak takut terhadap pukulan Siu-lo-im-sat-kang. Jangan-jangan itu suara dia? Aku dengar dia bernama Kok Siauw Hong?" pikir See-bun Souw Ya. "Dia datang, jika dia bergabung dengan bocah ini, mana mungkin aku bisa melawan mereka?"

Oleh karena itu dia menggunakan serangan maut agar bisa segera merobohkan Kong-sun Po. Pemuda itu benar- benar kewalahan. Pada saat itu muncul seorang tua berjubah hitam sedang berjalan mendatangi dari atas gunung. Melihat lelaki tua itu bukan main senangnya Pouw Yang Hian. Dia langsung memanggil-manggil orang hu.

"Chu Lo-cian-pwee kau datang!" kata Pouw Yang Hian. Sedikit pun Pouw Yang Hian tidak mendengar suara dari luar goa, karena lwee-kangnya masih rendah sekali. Orang yang baru muncul itu memang benar Chu Kiu Sek. Dia tatap Kong-sun Po dengan tajam, lalu dia mendengus. "Hm! Hai bocah sialan!" kata Chu Kiu Sek.

Sesudah mengawasi ke arah See-bun Souw Ya, baru dia berkata pada sahabatnya itu.

"Saudara See-bun, bocah ini memang sedikit luar biasa Kau istirahat saja dulu, biar aku yang menghadapinya!" kata Chu Kiu Sek.

Maksud Chu Kiu Sek ini sebenarnya baik, tapi mendapat tanggapan dari See-bun Souw Ya lain. Ucapan itu malah dinilai oleh See-bun Souw Ya sebagai sindiran. Maka itu See-bun Souw Ya pun tertawa terbahak-bahak.

"Saudara Chu, kau tonton saja aku bertarung dengannya. Aku katakan padamu bocah ini tidak akan lolos dari telapak tanganku!" kata See-bun Souw Ya dengan angkuh.

Kong-sun Po tertawa dingin.

"Kalian ingin bergiliran melawanku, aku tidak takut!" kata pemuda ini dengan gagah.

Saat See-bun Souw Ya melancarkan serangannya, pemuda ini memutar payung untuk menangkis semua serangan See-bun Souw Ya. Pemuda ini berhasil mematahkan semua serangan maut See-bun Souw Ya dengan mudah. Sekalipun Kong-sun Po kelihatan sudah kelelahan, tapi aneh semangatnya tinggi sekali. Tangkisannya pun luar biasa hebatnya Hal ini tentu saja membuat See-bun Souw Ya jadi heran dan curiga Dia mengira-ngira lawannya itu, apakah bocah itu benar-benar sudah kelelahan atau hanya berpurapura kelelahan saja? Dengan demikian See-bun Souw Ya jadi ragu untuk mendekati pemuda ini.

Dulu pada saat Chu Kiu Sek bertarung dengan Kong-sun Po, dia pernah dikejutkan oleh jurus Keng-sin-ci-hoat milik Kong-sun    Po.    Dengan    demikian    dia    tidak  mampu mengukur berapa tinggi kepandaian bocah ini sebenarnya? Tapi Chu Kiu Sek tahu pemuda itu sudah lama bertarung dengan See-bun Souw Ya, maka jika dia ikut membantu, dia yakin akan bisa mengalahkan pemuda itu.

Dua jago tua ini sudah sangat terkenal sebagai Iblis tua luar biasa. Tetapi jika mereka sampai bergabung hanya untuk melawan pemuda itu, mereka akan malu karena namanya akan tercemar di kalangan Kang-ouw. Itu sebabnya Chu Kiu Sek tadi meminta agar See-bun Souw Ya mau mundur dan dia yang akan maju melawan pemuda itu. Jawaban See-bun Souw Ya itu jelas, seolah dia tidak mau mundur, ini membuat Chu Kiu Sek jadi tidak enak hati.

"See-bun tidak mengerti maksud baikku, baik akan kulihat dulu sampai dia terdesak. Memang dengan nama besarku aku tidak boleh mengeroyok bocah itu!" pikir Chu Kiu Sek.

Chu Kiu Sek lalu berdiri diam menonton pertarungan See-bun Souw Ya melawan Kong-sun Po. See-bun Souw Ya sudah melancarkan belasan serangan maut, tapi payung Kong-sun Po selalu berhasil menggagalkan setiap serangan See-bun Souw Ya yang ganas itu. Dengan demikian hal ini membuat See-bun Souw Ya jadi cemas dan dia khawatir akan kehilangan muka di depan Chu Kiu Sek dan muridnya. Bagi pesilat tinggi mengabaikan konsentrasi, sungguh sangat berbahaya sekali. Apalagi sekarang hati See-bun Souw Ya sedang kurang tenang.

Mendadak Kong-sun Po membentak. Payungnya berkelebat menyerang ke arah See-bun Souw Ya yang agak lengah. See-bun terkejut sekali. Dia mundur selangkah. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Kong-sun Po yang segera melesat ke arah pintu goa di balik air terjun. "Oh celaka, dia kabur!" teriak Chu Kiu Sek tanpa sengaja.

Tadi dengan angkuh See-bun Souw Ya bilang, bahwa bocah itu tidak akan lolos dari telapak tangannya Sekarang justru Kong-sun Po telah lolos. Hal ini membuat See-bun Souw Ya tertegun dan wajahnya berubah merah karena malu. Saat See-bun Souw Ya mendengar teriakan Chu Kiu Sek dia tersentak dan gusar bukan kepalang.

"Kau mau kabur ke mana? Ke ujung langitpun akan kukejar!" kata See-bun Souw Ya yang panas hatinya.

Kong-sun Po sudah menerjang keluar lewat air terjun, kemudian disusul oleh See-bun Souw Ya yang mengejarnya dari belakang. Dia langsung menyerang dari arah belakang.

Diserang demikian diperkirakan sudah tidak mungkin Kong-sun Po bisa berkelit, terpaksa dia menggunakan payung untuk menangkis serangan itu ke belakang, ke arah See-bun Souw Ya. Sekarang Kong-sun Po sudah berada di luar goa dan telah melintasi air terjun itu. Sedang air terjun itu pun telah membantu mengurangi atau menghalangi serangan dari See-bun Souw Ya yang dasyat dan ganas itu.

Namun, tidak urung punggung Kong-sun Po terkenaserangan angin dari pukulan See-bun Souw Ya dengan demikian dia merasa ngilu. Untung dia sudah langsung berada di luar.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Sebenarnya Kok Siauw Hong memanggil-manggil Kong- sun Po sudah tiga kali, tapi tidak ada jawaban. Saat Kok Siauw Hong sedang bingung dan putus asa, dan dia tidak tahu lagi harus bagaimana membantu nona Kiong. Tiba- tiba dari balik air terjun menerobos seseorang. Bersamaan dengan itu air terjun pun berhamburan memercik ke segala penjuru. Sedang nona Kiong pun berteriak girang.

"Dia sudah keluar! Kong-sun Toa-ko kami di sini!" teriak Kiong Mi Yun dengan kegirangan.

Nona Kiong yang kegirangan akan segera menyambut kedatangan pemuda itu, tapi Kong-sun Po berteriak mencegahnya.

"Jangan ke mari! Di belakangku ada orang yang mengejarku!" teriak Kong-sun Po.

Benar saja tak lama kemudian See-bun Souw Ya pun muncul dari balik air terjun. Begitu Kok Siauw Hong melihat ada orang yang sedang mengejar Kong-sun Po, dia langsung menyerang dengan pedangnya. Saat itu See-bun Souw Ya belum membuka matanya sehabis melompati air terjun. Tapi telinganya tajam dia mendengar desingan suara senjata tajam. Dengan cepat dia menangkis serangan itu dengan sebuah pukulan yang dasyat, tangkisan ini membuat pedang Kok Siauw Hong miring ke samping.

"Sreet!"

Jubah See-bun Souw Ya terkena pedang Kok Siauw Hong hingga robek. Betapa terkejutnya See-bun Souw Ya saat mengetahui lihaynya tusukan pedang pemuda she Kok itu.

"Eh, apa bocah ini lebih lihay dari anak Kong-sun Khie? Dia mampu menahan pukulanku dan merobek jubahku dengan pedangnya?" begjtiu See-bun Souw Ya berpikir.

Kepandaian Kok Siauw Hong dibanding dengan Kong- sun Po sebenarnya tidak berbeda jauh, tapi karena tenaga See-bun Souw Ya sudah terkuras oleh Kong-sun Po, yaitu saat mereka bertarung tadi, sehingga tenaga pukulan yang dia gunakan untuk menyerang Kok Siauw Hong jadi agak lemah.

Melihat serangannya gagal, Kok Siauw Hong tidak mau mengerti, dia menyerang lagi. Dia gunakan jurus "Pek- hungKoan-jit" (Pelangi putih menutupi matahari). Pedang Kok Siauw Hong berkelebat ke arah dada See-bun Souw Ya. Saat itu See-bun Souw Ya sudah membuka kedua matanya. Melihat serangan datang dia segera berkelit ke samping. Tapi dia juga membalas menyerang ke arah Kok Siauw Hong dengan jurus "Kim-tiau-can-peng" (Rajawali mas mengembangkan sayap). Dia mencoba mencengkam urat nadi Kok Siauw Hong.

Cengkraman See-bun Souw Ya ini lihay dan ganas. Jika Kok Siauw Hong tidak segera menghindar, maka pedang yang ada di tangannya pasti akan terlepas, bahkan bisa direbut oleh See-bun Souw Ya. Pada saat yang bersamaan Kiong Mi Yun pun melompat dan menyerang punggung See-bun Souw Ya secara mendadak sekali. Tapi See-bun Souw Ya matanya awas, tadi dia sudah mengawasi ke sekeliling tempat itu. Jadi pada saat Kiong Mi Yun menyerang, dia sudah melihat serangan nona itu, dia kaget bukan main. Segera dia batalkan serangannya dan bersiap menjaga diri dari serangan nona Kiong.

"Hm! Gadis liar, apa hubunganmu dengan majikan pulau Hek-hong-to?" bentak See-bun Souw Ya.

Nona Kiong menyerang See-bun Souw Ya dengan jurus Citsal-ciang andalan keluarganya, sehingga See-bun Souw Ya mengenali jurus itu. Serangan itu hebat luar biasa dan mengarah ke tujuh jalan darah lawan dengan cepat luar biasa.

-o-DewiKZ^~^aaa-o- Nona Kiong tersenyum mendengar teguran si Iblis Tua itu. Dia langsung menjawab pertanyaan itu dengan sinis bukan main.

"Ayahku sebal pada omong besarmu!" kata nona Kiong. "Dia menyuruhku ke mari untuk melampiaskan kedongkolannya padamu!"

Begitu See-bun Souw Ya tahu bahwa gadis itu puteri Kiong Cauw Bun dari Hek-hong-to, hati si iblis tua pun jadi tersentak kaget.

"Hoang-hoo-ngo-pa (Lima perkumpulan jago dari Sungai Huang-hoo) bawahan dari Kiong Cauw Bun. Mungkin Pouw Yang Hian menggunakan namaku secara sembarangan untuk menindas mereka! Mungkin hal itu telah membuat Kiong Cauw Bun marah, lalu dia memerintahkan puterinya ke mari?" begitu pikir See-bun Souw Ya saat itu.

Mendadak Kiong Mi Yun kembali melancarkan serangan berbahaya dengan jurus Cit-sat-ciangnya. Karena serangan itu See-bun marah bukan main, lalu dia membentak dengan nyaring.

"Sekalipun Kiong Cauw Bun yang datang, tetap dia harus memanggilku Lo-toa (Saudara tua)! Hm! Sedangkan kau gadis liar, kau berani kurang ajar kepadaku!" kata See- bun Souw Ya.

Buru-buru dia memutar sepasang tangannya untuk melindungi seluruh jalan darah yang diserang oleh nona Kiong, lalu dia angkat kaki kanannya menendang nona Kiong. Kok Siauw Hong yang telah lolos dari serangan lawan, segera dia menerjang ke arah See-bun Souw Ya sambil membentak. 'Tua bangka, kau jangan sok jadi jagoan!" bentak Kok Siauw Hong.

Kok Siauw Hong menyerang perut See-bun Souw Yadengan pedangnya. Dia gunakan salah satu jurus Cit-siu- kiam-hoat yang lihay. Ini merupakan sebuah jurus maut miliknya

Ketika itu See-bun Souw Ya sedang berhadapan dengan Kiong Mi Yun, sehingga pemuda she Kok ini berpeluang menyerangnya dengan hebat. Tapi sayang See-bun Souw Ya sudah menduga adanya serangan dari anak muda ini. Tendangan yang dia lakukan pada nona Kiong itu hanya sebuah tipuan saja. Ditambah lagi ilmu beracun milikinya satu sumber dengan jurus Cit-sat-ciang milik nona Kiong, hingga dia agak segan menghadapi ilmu pukulan Cit-sat- ciang itu. Maka itu dia pura-pura menyerang nona Kiong, dan dia yakin tipu-muslihatnya tidak akan gagal. Jika dia mau bersungguhsungguh menendang nona itu, dia yakin dia akan berhasil. Dia tahu sekalipun nona Kiong memiliki jurus Cit-sat-ciang, namun ilmu itu belum sempurna dipelajari oleh nona itu, sehingga dia tidak takut dilukai oleh nona itu.

Saat dia menendang, justru dia lakukan untuk menghadapi serangan dari Kok Siauw Hong. Begitu serangan Kok Siauw Hong tiba, langsung tendangan itu dipakai menangkis serangan Kok Siauw Hong.

"Tang!"

Terdengar suara keras.

Pedang Kok Siauw Hong tertendang dan terlepas dari cekalannya. Untung tendangan itu tidak mengenai tubuh pemuda itu. Mengetahui pedangnya telah terlepas, Kok Siauw Hong menggunakan telapak tangannya menyabet ke bawah. Dan sabetan Kok Siauw Hong ini tepat mengenai lutut See-bun Souw Ya. Beruntung bagi See-bun Souw Ya, karena lweekangnya sangat tinggi, pukulan Kok Siauw Hong itu tidak sampai menghancurkan lututnya. Tapi serangan itu cukup membuat See-bun Souw Ya kesakitan bukan main. Sambil terhuyung-huyung dia menggeram. Menyaksikan orang kesakitan Kiong Mi Yun malah menter-tawakannya.

"Hm! Kau ingin berhadapan dengan Ayahku, menghadapi aku saja kau sudah meringis ketakutan!" kata nona Kiong mengejek.

Tiba-tiba dari balik air terjun kelihatan berkelebat tubuh seseorang yang menerjang keluar. Orang itu adalah Chu Kiu Sek.

"Baik, aku yang melawanmu!" bentak Chu Kiu Sek.

Chu Kiu Sek langsung menyerang nona Kiong dengan jurus Siu-lo-im-sat-kang, pukulan andalannya itu. Tak heran angin pukulan itu terdengar menderu-deru.

Saat hu Kok Siauw Hong sedang merasakan kesakitan tangan kanannya yang tadi memegang pedang, dan tertendang pedangnya itu. Sekarang tangan itu ngilu bukan main. Sekarang dia jugamerasa sulit untuk menggerakan tangannya itu. Buru-buru dia jemput pedangnya yang tergeletak di tanah, lalu dia kerahkan hawa murni nya untuk melancarkan peredaran darahnya. Saat itu dia ingat pada Kiong Mi Yun yang sedang diserang oleh Chu Kiu Sek. Dia berniat menolong nona Kiong, tapi sudah terlambat...

Untung saat itu Kong-sun Po yang tadi kesakitan, sekarang tenaganya sudah pulih kembali. Saat dia lihat Kiong Mi Yun diserang oleh Chu Kiu Sek, Kong-sun Po buru-buru   membentangkan payungnya  untuk  menangkis serangan Chu Kiu Sek yang diarahkan pada nona Kiong itu.

Payung itu bergoyang-goyang seolah diterjang badai, Kong-sun Po berusaha menggenggam gagang payung dengan sekuat tenaganya. Tak heran sebagian besar hawa dingin dari pukulan Siu-lo-im-sat-kang jadi sedikit terhalang. Saat itu tenaga Kongsun Po memang belum  pulih seluruhnya saat dia menghadapi See-bun Souw Ya di dalam goa. Tiba-tiba dia tutup payungnya dengan jurus "Hian-cian-hua-sah" (Burung sakti mengaduk pasir), dia serang Chu Kiu Sek dengan ujung payung, dia arah jalan darah lawannya ini.

Melihat serangan dasyat itu sedikitpun Chu Kiu Sek tidak gentar, segera dia ulur jari tangannya dengan maksud mencengkram payung itu dan menghancurkannya Sungguh dia tidak mengira kalau payung itu sangat kebal terhadap senjata apapun. Tak ada senjata yang mampu merobek kain payung itu. Jadi mana mungkin jari tangan Chu Kiu Sek bisa menghancurkannya?

Gerakan Chu Kiu Sek gesit luar biasa begitu juga gerakan Kong-sun Po. Saat payung Kong-sun Po tercengkram oleh jari tangan Chu Kiu Sek, Chu Kiu Sek kaget bukan kepalang. Tangannya seolah mencengkram bola yang lincin sekali. Malah jari tangan Chu Kiu Sek seolah terpental dan berbalik.

"Hm! Pantas See-bun tidak berdaya terhadap bocah ini?" pikir Chu Kiu Sek. "Ternyata payungnya itu luar biasa sekali!"

Tiba-tiba terdengar suara keras. "Seeer! Weeek!" Ternyata jubah Chu Kiu Sek berhasil diserang oleh payung itu dan robek. Masih untung saat dia mencengkram, tubuhnya sedang ada pada posisi miring, jika tidak dia akan terluka parah oleh payung lawan. Chu Kiu Sek kaget bukan kepalang. Buru-buru dia mundur beberapa langkah ke belakang. Tapi Kok Siauw Hong yang sudah memegang pedang, langsung menyambut kedatangan Chu Kiu Sek dengan sebuah serangan yang dasyat.

"Mau lari kemana maling tua, rasakan pedangku ini!" bentak Kok Siauw Hong.

Chu Kiu Sek sadar Kok Siauw Hong tidak gentar pada pukulan Siu-lo-im-sat-kang-nya. Satu lawan satu mungkin Chu Kiu Sek masih mampu menghadapi pemuda she Kok ini. Tari yang dia khawatirkan Kok Siauw Hong akan bergabung dengan Kongsun Po. Dia yakin sekali bahwa dia tidak akan mampu melawan dua anak muda itu dan dia pasti akan kalah. Maka dengan tebal muka lalu dia berkata.

"Hm! Kau bocah yang masih bau kencur! Kau kira Lo-hu takut kepadamu?" kata Chu Kiu Sek.

Sambil berkata begitu Chu Kiu Sek mundur tiga langkah ke belakang.

"Kok Toa-ko, mereka sudah tua bangka semua, kau jangan menyulitkan mereka!" kata Kong-sun Po sambil tertawa.

"Baik, kali ini kita ampuni jiwa mereka!" kata Kok Siauw Hong sambil tersenyum.

Sebenarnya Kok Siauw Hong pun sudah kelelahan, dia berkata begitu hanya untuk berpura-pura dan untuk menakutnakuti Chu Kiu Sek dan See-bun Souw Ya saja.

Mendengar seruan Kok Siauw Hong itu, See-bun Souw Ya  tahu,  kalau  Kok  Siauw  Hong  hanya  berpura-pura bersemangat. Tapi dia tidak bisa mengejar mereka karena sekarang dia sedang merasakan lututnya yang sakit bukan main. Mata See-bun Souw Ya terbelalak pada saat menyaksikan ketiga anak muda itu meningalkannya. Baik See-bun Souw Ya maupun Chu Kiu Sek tidak mengejar mereka.

Sesudah tahu dua iblis tua itu tidak mengejar mereka, hati anak muda itu lega juga. Tiba-tiba tubuh Kok Siauw Hong terasa panas. Sekalipun dia tidak terkena pukulan Hui-hiat-to, namun dia mencium bau amis pukulan itu. Saat dia awasi Kong-sun Po dia lihat pemuda itu tidak terluka sedikitpun.

"Ilmu pukulan beracun iblis tua yang berwarana merah itu sangat lihay! Jika tadi tidak bertarung dulu denganmu, pasti aku bisa celaka olehnya," kata Kok Siauw Hong mengakui kehebatan anak muda yang belum dikenalnya itu.

"Dia bernama See-bun Souw Ya," kata Kong-sun Po. "Nama ilmu pukulannya itu Hua-hiat-to, ilmu beracun milik keluarga Suang."

Kok Siauw Hong manggut-manggut. "Oh begitu!" kata Kok Siauw Hong. "Sekarang aku jadi tak heran lagi!"

"Apa yang membuatmu tidak heran?" tanya nona Kiong.

"Semula aku tidak habis pikir, siapa pembunuh kejam di rumah Paman Han itu?" kata Kok Siauw Hong. "Sekarang aku tahu, dia adalah See-bun Souw Ya!"

Kok Siauw Hong mengisahkan penemuan mayat di rumah keluarga Han, juga tentang darah beku pada salah satu mayat dan ternyata darah itu beracun sekali. Mendengar cerita itu nona Kiong melelerkan lidahnya. Kong-sun Po tersenyum. "Terima kasih atas bantuanmu, mohon tanya siapa nama Anda?" kata Kong-sun Po.

Kiong Mi Yun tertawa geli.

"Dia Kok Siauw Hong Toa-ko, dia juga calon menantu Paman Han. Tapi dia malah ingin menjadi menantu keluarga Ci. Aku sedang membantu Han Toa-ko mencari keadilan!" kata nona Kiong.

Ucapan nona Kiong yang polos dan terbuka itu membuat wajah Kok Siauw Hongjadi kemerah-merahan.

"Nona Kiong kau jangan mentertawakan aku!" kata Kok Siauw Hong. "Oh, saudara Kong-sun, apa kau sudah tahu jejak Nona Han?"

Kong-sun Po tertegun.

"Kenapa dia menyebut-nyebut Nona Han?" pikir Kong- sun Po agak heran.

Kiong Mi Yun tertawa lagi.

"Han Toa-ko itu puteri keluarga Han, namanya Han Pwee Eng, bukan Han Eng! Aku baru tahu hal itu dari Kok Toa-ko. Nah, kau paham?" kata nona Kiong..

Kong-sun Po tertawa geli.

"Sungguh bodoh aku ini!" pikir Kong Sun Po. "Dua anak dara menyamar jadi pria saja aku sampai tidak tahu?"

Sesudah agak lama Kong-sun Po yang memang tidak senang ikut campur urusan orang lain lalu berkata.

"Jadi begitu! Kok Toa-ko apa dadamu masih terasa mual?"

"Ya. Karena lwee-kangku masih dangkal, aku jadi tidak tahan bau amis itu! Sungguh memalukan sekali!" kata Kok Siauw Hong. "Itu bukan karena lwee-kangmu masih dangkal, tapi karena kau belum pernah bertarung dengan orang berilmu racun seperti mereka," kata Kong-sun Po.

"Tapi kau lebih tahan dariku," kata Siauw Hong. "Karena aku sejak kecil sudah terkena racun itu!" jawab

Kong-sun Po. "Kebetulan aku membawa obat pemunah racun, makanlah aku yakin kau akan segera pulih!"

"Terima kasih, oh ya bagaimana mengenai jejak nona Han?" kata Kok Siauw Hong.

"Aku sedang mengejar nenek tua itu ke balik air terjun, di sana terdapat sebuah goa dan jalan menuju ke sebuah bukit. Samar-samar aku juga melihat di sana ada sebuah rumah batu. Aku kira nona Han ada di rumah batu itu?!" sahut Kong-sun Po.

"Hm! Nenek tua itu dulu pernah menyelamatkan aku dari bahaya maut. Tapi sekarang aku tidak tahu apakah dia kawan atau musuh kami?" pikir Kok Siauw Hong. "Tapi belasan tahun yang lalu, tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan Paman Han dan Bibi Han. Aku duga mereka bermusuhan. Sekalipun dia bukan musuh tapi dia lebih kuat dariku!"

"Mereka lihay semua, jika kita hanya bertiga, kita bukan tandingan mereka!" kata Kok Siauw Hong setelah berpikir. "Lebih baik kita kembali dulu ke rumah Paman Han, di sanakita tunggu sampainya kakak beradik Ci. Sesudah mereka datang kita baru berunding dengan mereka!"

Kiong Mi Yun takut bertemu dengan kakak beradik Ci itu, ketika dia mendengar gagasan Kok Siauw Hong, wajah Kiong Mi Yun berubah jadi merah.

"Sebenarnya kalian datang ke Lok-yang ada urusan apa?" tanya Kok Siauw Hong. "Kami ingin menemui Han Toa-ko.. .Eh Nona Han, dan kami tidak punya urusan lain," jawab nona Kiong.

"Karena kalian sahabat nona Han, maka aku memberanikan diri untuk minta bantuan pada kalian," kata Kok Siauw Hong. "Tapi aku tidak berani memaksa, hari ini kalian telah membantuku. Aku tidak tahu lalian mau membantu atau tidak, tapi kuucapkan terima kasih!"

Kong-sun Po sifatnya jujur.

"Hm! Dia tidak mau bilang terus terang, pasti dia anggap aku takut pada kedua iblis tua itu." pikir Kong-sun Po. Maka itu dia langsung bicara.

"Kami tidak takut pada mereka, hanya kami merasa tidak enak bertemu dengan Nona Ci!" kata Kong-sun Po.

"Kenapa?" tanya Kok Siauw Hong.

"Kami punya sedikit masalah dengan mereka. Terus- terang kami telah mencuri arak Kiu-tkian-sun-yang-pek- hoa-ciu milik mereka! Tapi tidak kami kira arak obat itu berhasil direbut oleh nenek tua itu!" kata Kong-sun Po.

Sekalipun yang mencuri arak obat itu Kiong Mi Yun dan tidak ada hubungannya dengan Kong-sun Po. Tapi pemuda ini mengatakan "kami", dengan demikian dia ikut bertanggungjawab atas pencurian arak obat itu.

Mendengar keterangan itu Kok Siauw Hong tertawa terbahak-bahak.

"Sudah, aku paham!" kata Kok Siauw Hong. "Kalian mencuri arak itu pasti untuk Nona Han, bukan? Karena kalian tidak tahu kalau sebenarnya Ci Giok Hian dan nona Han itu bersahabat sangat akrab. Itu aku kira cuma salah paham saja, jika sudah aku jelaskan semua kan beres! Ingat, seandainya arak obat itu ada di tanganku, arak itu pun akan direbut oleh nenek itu. Sudah soal itu jangan kalian pikirkan lagi, mari kita ke rumah Paman Han!"

Saat mereka tiba di rumah Han Tay Hiong, malam pun telah larut. Tapi mereka tidak menemukan kakak beradik keluarga Ci itu. Tak heran kalau Kok Siauw Hong jadi tidak tenang.

"Apa di tengah jalan mereka mendapat bahaya, selarut ini mereka belum tiba juga di sini?" pikir Kok Siauw Hong.

Nona Kiong yang kelihatan ceroboh ini malah dia jadi lebih cermat. Begitu masuk ke kamar nona Han dia langsung menyalakan lampu, dia perhatikan kamar itu. Tiba-tiba dia tertawa.

"Kok Toa-ko, mereka sudah sampai di sini," kata nona Kiong. "Malah pamanmu yang mencurigakan dan tukang bohong itu pun datang lagi ke mari!"

Kok Siauw Hong memperhatikan lantai kamar yang basah oleh air bekas dipakai menyiram nona Kiong tadi siang. Di lantai itu sekarang kelihatan banyak bekas jejak kaki orang. Jika diperhatikan dengan teliti, jejak itu jelas bisa dibedabedakan. Di lantai ada tiga jejak kaki lelaki dan dua jejak kaki wanita. Yang satu jejak kaki Kok Siauw Hong, dua lagi jejak kaki Jen Thian Ngo dan kaki Ci Giok Phang. Jejak kaki perempuan yang satunya pasti jejak nona Kiong, sedangkan jejak kaki yang lainnya pasti jejak kaki Ci Giok Hian. Sesudah termangu sejenak Kok Siauw Hong mulai bicara.

"Benar, mereka sudah sampai kemari. Mungkin karena tidak bertemu denganku mereka ikut dengan Paman Jen ke markas cabang Kay-pang. Kebetulan ketua Kay-pang ada di sana. Bagaimana kalau kita pun pergi ke sana?" kata Kok Siauw Hong mengajukan saran. "Sudah lama aku mendengar nama besar Liok Pang-cu, memang seharusnya kita ke sana," kata Kong-sun Po. "Jika kita memperoleh bantuan dari orang-orang Kay-pang, kita tidak perlu gentar pada kedua iblis tua itu!"

Heran Kok Siauw Hong yang memberi saran tapi dia tidak langsung berjalan. Dia bengong saja. Nona Kiong keheranan. "Kok Toa-ko apa yang kau pikirkan? Bukankah kau ingin segera bertemu dengan Nona Ci?" kata Kiong Mi Yun.

"Tunggu sebentar," kata Kok Siauw Hong.

Kiong Mi Yun mengikuti arah pandangan Kok Siauw Hong. Ternyata pemuda itu sedang memperhatikan sebuah peti kayu.

Peti kayu itu sebuah peti kayu yang berisi lukisan dan sempat berantakan diacak-acak oleh Jen Thian Ngo. Kemudian lukisan-lukisan itu dibereskan dan dimasukan lagi ke dalam peti oleh Kok Siauw Hong. Melihat pemuda itu diam saja sambil mengawasi peti kayu itu nona Kiong langsung bicara.

"Kok Toa-ko, apa kau merasa sayang meninggalkan lukisan-lukisan itu?" kata nonaKiong.

"Apa kau yang menutup peti kayu itu kemarin, Nona Kiong?" Kok Siauw Hong balik bertanya.

"Apa? Oh, sedikit pun aku tidak menyentuhnya," jawab nona Kiong.

Dahi Kok Siauw Hong berkerut.

"Heran, aku juga tidak menutup peti kayu itu!" kata Kok Siauw Hong agak bingung.

"Jangan heran, saat Nona Ci datang ke mari dan melihat peti kayu itu terbuka, dia pikir mungkin takut ada maling ke mari, lalu dia tutup peti kayu itu!" kata nona Kiong melegakan hati pemuda itu dengan memberi keterangan begitu. Kok Siauw Hong manggut-manggut

"Ya, mungkin saja! Tapi jika di rumah ini tidak ada yang menjaga, jika ada maling datang sekalipun peti kayu itu dikunci, pasti akan dicurinya juga!"kata Kok Siauw Hong.

Mata nona Kiong terbelalak.

"Jadi kau mau membawanya, ya ampun!" kata nona Kiong. "Keadaan sekarang sedang kacau, jangankan membawa peti kayu berisi lukisan, barang berharga pun sulit untuk diselamatkan. Kau ingin menyusahkan diri sendiri, peti kayu sebesar itu akan kau bawa ke mana?"

"Lukisan itu berseni tinggi" jawab Kok Siauw Hong, "sekalipun isinya tidak bisa dibawa semuanya, akan kubawa sebahagian saja! Paman Han sangat menyukai lukisan ini, ada baiknya aku membawa sedikit untuk kenang- kenangan."

Kok Siauw Hong membuka peti kayu itu, kemudian dia mengambil beberapa lukisan yang ada di tumpukan paling atas. Dia masih ingat dari kumpulan lukisan itu di antaranya ada lukisan kuda dan sebagainya. Sedang di situ sekarang tinggal lukisan pemandangan biasa saja.

"Aku ingat, aku pemah melihat lukisan kuda karya Han Kan, mengapa lukisan itu sekarang tidak ada dan keadaan isi peti kayu itu pun sudah berubah semua?" pikir pemuda she Kok itu.

Tiba-tiba Kong-sun Po memberi peringatkan pada kawannya dengan sebuah seruan.

"Letakan lukisan-lukisan itu, pasti lukisan itu beracun!" kata Kong-sun Po. Kok Siauw Hong kaget.

"Apa lukisan ini beracun?" katanya.

Pada saat yang bersamaan tangan Kok Siauw Hong terasa ngilu sekali, buru-buru dia lemparkan lukisan-lukisan itu ke dalam peti kayu. Kong-sun Po buru-buru mengeluarkan sebatang jarum perak, kemudian jarum perak itu dia gunakan untuk menusuk jari tangan Kok Siauw Hong. Sesudah dia tusuk lalu jari tangan Kok Siauw Hong dia pijit dan keluarlah darah berwarna hitam dari bekas tusukan jarum itu.

"Untung segera ketahuan sehingga kau tidak sampai keracunan," kata Kong-sun Po.

Kemudian Kong-sun Po menaburkan obat bubuk ke luka sahabat barunya itu. Kelihatan Kok Siauw Hong kaget dan tidak habis pikir

"Siapa yang menukar lukisan dengan lukisan beracun, dia ingin mencelakai orang!" kata Kok Siauw Hong.

Kong-sun Po menggelengkan kepala, lalu dia bungkus tangannya walaupun dia tak takut racun. Baru dia memeriksa semua lukisan itu dengan seksama. Mengherankan di dalam peti itu ternyata bukan semua lukisan, tapi kertas putih namun semuanya sudah diberi racun.

"Orang itu sungguh keji!" kata Kong-sun Po sambil menghela napas. "Siapa orang itu?"

"Yang paling mencurigakan ini pasti perbuatan See-bun Souw Ya, tapi tadi dia bertarung dengan kita. Tak mungkin dia bisa sempat kemari tanpa kita ketahui!" kata Kok Siauw Hong. "Tidak mudah menerka perbuatan siapa ini, sebaiknya kita segera menemui Liok Pang-cu saja!" kata Kong-sun Po.

Mereka segera meninggalkan rumah Han Tay Hiong, menjelang pagi mereka sampai di depan pintu kota Lok- yang. Di tempat itu kelihatan ratusan pengungsi sedang berkumpul menunggu sampai pintu kota dibuka. Kok Siauw Hong mencoba menyelidik pada para pengungsi, dia menanyakan situasi medan perang. Kok Siauw Hong mendapat jawaban bahwa pasukan Mongol sudah memasuki kota Hoan-sui-koan. Kota itu berjarak hanya  mil dari kota Lok-yang. Jika tentara Mongol itu tidak istirahat lagi, maka hari itu juga mereka sudah akan tiba di kota Lok-yang.

Biasanya pagi-pagi sekali pintu kota sudah dibuka, tapi hari itu sampai siang pintu kota belum juga dibuka. Padahal pengungsi kian bertambah banyak jumlahnya, saat itu diperkirakan sudah hampir mencapai seribu orang.

Ketika mereka menatap ke atas tembok kota, mereka menyaksikan para prajurit sudah siap dengan busur dan anak panah mereka. Tak lama komandan tentara di atas kota muncul.

"Atas perintah pimpinan kami, para pengungsi dilarang memasuki kota! Kalian harus pergi ke kota lain! Jika ada yang berani membuat keributan di tempat ini, maka kami anggap kalian sebagai pengacau!" kata komandan kota.

Bukan main geramnya para pengungsi saat mereka mendengar pengumuman itu Mereka jadi ribut dan memprotes tindakan penjaga kota itu. Kok Siauw Hong mengerahkan tenaga dalamnya lalu berteriak ke atas tembok kota.

"Apa para pejabat tahunya hanya memungut pajak? Sedang    ada    peperangan    kalian    malah    tidak    mau bertanggungjawab! Mana tanggungjawab kalian?" kata Kok Siauw Hong

"Benar! Benar, jika mereka tidak mau membuka pintu kota, biar kami yang membukanya sendiri!" teriak para pengungsi.

"Orang yang berani berkata begitu berarti dia mata-mata musuh!" kata perwira penjaga kota itu. "Jika kalian berani mengacau akan kuperintahkan prajurit memanah kalian!" teriak perwira itu dengan lantang.

"Kau keterlaluan! Siapa mata-mata Mongol itu?" kata Ko Siauw Hong.

Saat Kok Siauw Hong akan maju memprotes, Kong-sun Po menarik tangannya.

"Sabar," kata Kong-sun Po membujuk kawannya.

Tak lama di atas kota muncul atasan perwira tadi bersama seorang pengemis. Kok Siauw Hong mengenali pengemis itu adalah wakil Hiang-cu bernama See Ban Tauw, dia sahabat Lauw Kan Lu. Kelihatan pengemis itu berbisik kepada perwira tinggi itu. Sayang karena jauh di bawah benteng kota Kok Siauw Hong tidak mendengar apa yang dibisikan pengemis itu pada si perwira penjaga kota. Kemudian perwira itu membisiki komandan kota bawahannya.

"Atas perintah atasanku, kalian diperbolehkan masuk kota! Bagi yang punya famili di Lok-yang, boleh menemui famili kalian. Tapi yang tidak punya familik harus berkumpul di tempat yang telah ditentukan!" kata penjaga kota itu.

"Hm! Ini karena tampilnya anggota Kay-pang maka perwira itu mau mengalah," gerutu para pengungsi. Saat pintu kota dibuka, bagaikan air bah para pengungsi berebutan masuk ke dalam kota. Kong-sun Po dan kawankawannya pun ikut masuk. Kemudian Kok Siauw Hong mengcabang Kok Siauw Hong minta bertemu dengan Liok Pang-cu dan Lauw Kan Lu.

Saat itu para pengemis sedang sibuk maka tidak heran kalau mereka harus lama menunggu. Tak lama datang seorang pengemis yang menyilakan mereka masuk. Kemudian mereka dipersilakan menunggu di ruang tamu Lama baru muncul Lauw Kan Lu tanpa Liok Pang-cu.

"Maaf Kok-heng (Saudara Kok), tidak kusangka akan ada perubahan, sehingga kami jadi sibuk luar biasa!" kata Lauw Kan Lu. "Sekali lagi maafkan kami!"

"Tak apa," kata Kok Siauw Hong. "Aku dengar pasukan Mongol sudah dekat, kalian diminta menjaga kota oleh panglima kota, bukan?"

"Benar sekali! Jika aku katakan sungguh menggelikan sekali," kata Lauw Kan Lu. "Dan juga menyebalkan! Biasanya kami para pengemis dipandang rendah oleh mereka. Begitu bahaya datang, tanpa malu-malu mereka minta bantuan pada kami! Baik, kataku pada mereka asal kalian mau berlutut dan mengangguk  kali, tapi mereka hanya manggut  kali saja. "

"Mereka memang menyebalkan, jika bukan karena nasib rakyat jelata, maka Kay-pang tidak akan ikut campur dalam masalah ini, kan?" kata Kok Siauw Hong.

Lauw Kan Lu menganguk.

"Itu sebabnya aku katakan pada mereka, kami bukan membantu kalian tapi kami menolong rakyat jelata!" kata Lauw Kan Lu. "Jika mereka ingin dibantu, pintu kota harus dibuka  untuk  rakyat.  Mereka  tidak  berdaya  dan  mereka menurut saja. Sekarang anggota Kay-pang sedang sibuk mencari orang kaya untuk dimintai bantuan menyediakan makanan bagi para pengungsi itu. Ha, ha, ha, kali ini mereka akan jatuh miskin!"

"Sungguh menyenangkan," kata Kok Siauw Hong sambil tertawa. "Apa Liok Pang-cu masih ada di dalam kota?"

"Pang-cu bersama Pamanmu dan Ci Giok Phang tadi malam sudah berangkat mengawal harta ke luar kota," kata Lauw Kan Lu. "Di sana terdapat sekelompok pejuang dan mereka bertahan di Ciak-lo-san, kira-kira seratus li dari sini! Liok Pangcu akan menyerahkan harta itu kepada pemimpin mereka di sana. Biar mereka yang mengatur harta itu dan menemui Liu Lie Hiap (maksudnya Hong Lai Mo Li) di Utara......Saat mereka berangkat, mereka tidak mengetahui kalau di sini ada perubahan situasi yang sangat mendadak. Jika mereka tahu hal ini, pasti keberangkatan mereka itu akan dibatalkan. Tapi ada baiknya juga mereka berangkat, aku kira kota Lok-yang ini sulit untuk dipertahankan lagi! Pada saat keadaan semakin gawat, kami akan membawa para pengungsi menerjang musuh, lalu bergabung dengan para pejuang di gunung Ciaklo. Jika Liok Pang-cu mengetahui rencana ini, pasti dia akan berunding dengan para pejuang! Ah, aku baru ingat aku dengar kau telah menyelidiki jejak Han Tay Hiong, bagaimana hasilnya?"

"Kami sudah menemukan titik terang, justru kedatangan kami ini kami ingin minta petunjuk darimu, apa yang harus kami lakukan?" kata Kok Siauw Hong.

Sesudah Kok Siauw Hong memperkenalkan Kong-sun Po dan Kiong Mi Yun, dia menceritakan pengalamannya bertemu dengan See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek. Lauw Kan Lu terdiam lama sekali. Baru dia bicara. "Mengenai Han Tay Hiong lawan atau bukan, belum jelas! Aku juga tidak memikirkannya lagi! Tapi bagai mana jika kalian tinggal di sini untuk membantu kami, apa kalian setuju?" kata Lauw Kan Lu.

Terpaksa mereka mengabulkan permintaan itu karena mereka tahu keadaan memang sangat gawat. Dari cerita Lauw Kan Lu sudah jelas Ci Giok Hian tidak bersama- sama dengan kakaknya ke markas Kay-pang. Lalu ke mana dia? Itu yang membuat Kok Siauw Hong bingung sekali.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Sesudah Ci Giok Hian ditinggalkan oleh Ci Giok Phang dan Jen Thian Ngo, dia tidak langsung pulang seperti yang dia katakan kepada kakaknya. Malah sesudah itu dia berkeliling di rumah Han Tay Hiong untuk mencari jejak Kok Siauw Hong. Tapi usahanya itu sia-sia saja. Saat cuaca mulai gelap hati nona Ci mulai tidak tenang.

"Siauw Hong berangkat lebih dulu dari kami dan dia sudah sampai di sini," pikir nona Ci. "Dia juga tahu aku mencari Han Pwee Eng, mengapa dia tidak menungguku di suri? Aah, benarkah telah terjadi "sesuatu" atas dirinya?" pikir nona Ci.

Yang ada dalam benak Ci Giok Hian waktu itu, ada dua kemungkinan. Kemungkinan yang pertama, Kok Siauw Hong bertemu dengan musuh besar Han Tay Hiong? Dia sadar saat itu status Kok Siauw Hong masih menantu Han Tay Hiong. Bukan tidak mungkin musuh calon mertuanya itu mencelakakan dia! Kemungkinan yang kedua, yaitu seperti yang dikatakan oleh Jen Thian Ngo kepadanya, bahwa Kok Siauw Hong telah bertemu dengan Han Pwee Eng, dan mereka memadu cinta kembali, karena pertunangan  mereka  pun  belum  putus.  Kemudian karena mereka tahu dia akan datang, maka mereka lalu pergi bersama-sama entah ke mana?

Sebenarnya Ci Giok Hian tidak percaya sepenuhnya pada keterangan Jen Thian Ngo itu, tapi sebagai seorang gadis pasti dia juga memiliki rasa cemburu. Dia yakin Han Pwee Eng bukan orang seperti itu. Sesudah dia tahu calon suaminya mencintai gadis lain, dan malah membatalkan pertunangan mereka, tidak mungkin nona Han mau menikah dengan Kok Siauw Hong yang dianggap mengkhianatinya. Sekalipun begitu tapi hati nona Ci tetap bingung dan gugup. Dia khawatir Kok Siauw Hong akan diambil kembali oleh nona Han.

Setelah mencari kian-kemari dan tidak ada hasilnya, nona Ci pergi ke belakang rumah Han Tay Hiong. Dia menuju ke atas gunung dan dia sudah pernah bertamu di rumah itu dan dia juga pernah tinggal di situ. Bahkan bersama nona Han mereka sering berjalan-jalan menyaksikan pemandangan yang indah di gunung yang ada di belakang rumah nona Han tersebut.

"Apa mereka berdua pergi ke sana?" pikir nona Ci. Karena memikirkan hal itu dia jadi bertambah gugup.

Dia mengira Han Pwee Eng dan Kok Siauw Hong sedang berduaduaan memadu cinta di gunung tersebut. Saat nona Ci sedang berjalan menuju ke gunung itu, dia teringat saat dia berjalanjalan bersama Han Pwee Eng dengan mesra pada waktu itu.

"Aaah! Jika dia berduka karena kehilangan Kok Siauw Hong, biarlah aku yang harus mengalah," pikir nona Ci.

Dia juga mencintai pemuda iti mana mungkin dia bisa merelakan pemuda itu diambil kembali oleh nona Han? Saat pikiran nona Ci sedang kacau, dia mendengar suara desiran    angin    pada    dedaunan    Nona    Ci    kaget, dia mendongak dan tampak ada dua orang gadis melesat turun di hadapannya. Saat itu rembulan terang sehingga nona Ci bisa melihat dua gadis itu dengan jelas. Tetapi dia tidak melihat nona Han bersama kedua gadis itu.

"Kepandaian mereka cukup tinggi," pikir nona Ci. "Usianya baru sekitar  tahun, mereka mengenakan pakaian berwarna hijau, mereka seperti pelayan dari daerah Utara. Mungkin mereka berdua pelayan baru Han Pwee Eng?"

Saat Ci Giok Hian akan menyapa kedua gadis itu, dia sudah didahului oleh salah seorang dari mereka.

"Maafkan kelancangan kami, apakah Anda yang bernama Ci Giok Hian dari lembah Pek-hoa-kok?" kata salah seorang nona itu pada Giok Hian.

Mendengar pertanyaan itu nona Ci tertegun sejenak. "Benar!" kata Ci Giok Hian. "Siapa kalian berdua ini?" Nona yang lebih tua menyahut.

"Nama hamba Tik Bwee, ini adikku Tik Kek. Kami menerima perintah dari majikan kami untuk mengundang Nona!" kata Tik Bwee sambil tersenyum.

"Siapa majikan kalian itu?" tanya nona Ci.

"Setelah Anda bertemu dengannya, majikan kami akan menjelaskan kepada Anda. Jika kami katakan juga nama majikan kami, sekarang. Anda tidak akan mengenalnya!"

"Hm! Siapa dia? Jika Kok Siauw Hong tidak mungkin dia berbuat semisterius ini?" pikir nona Ci.

"Aku tidak kenal dengan majikan kalian, bagaimana dia bisa tahu hari ini aku akan sampai di sini? Dan apa yang dia akan katakan sesudah aku bertemu dengannya?" kata nona Ci. "Majikan kami pun sudah menduga Anda akan bertanya begitu pada kami," kata Tik Bwee. "Bahkan majikan kami pun tahu, Anda sangat merindukan seseorang. Maka itu majikan kami mewakili dia untuk mengundang Anda datang menemuinya!"

Nona Ci kaget dan girang, dia kira orang itu pasti yang dimaksud itu Kok Siauw Hong.

"Siapa orang itu?" kata nona Ci.

"Nona Han Pwee Eng," jawab Tik Bwee.

Mendengar jawaban itu nona Ci kelihatan kecewa. Tapi juga dia merasa girang karena sekarang dia tahu di mana nona Han Pwee Eng berada.

"Nona Han ada di tempat kalian, apa dia hanya seorang diri?" tanya nona Ci.

"Kami tidak tahu, kami hanya pelayan. Ditambah lagi kami juga belum pernah melihat nona Han!" jawab Tik Bwee.

Ci Giok Hian jadi curiga.

"Aku tidak kenal dengan mereka, apakah ini bukan sebuah jebakan?" pikir nona Ci.

Tik Bwee seolah tahu apa yang ada di benak nona Ci. "Kami membawa lukisan majikan kami, beliau bilang

jika Nona sudah melihatnya, maka Nona tidak akan ragu- ragu, bahwa kami tidak bohong!" kata Tik Bwee.

Sesudah itu Tik Bwee menyerahkan selembar kertas, ketika diperiksa oleh nona Ci, ternyata itu sebuah lukisan pemandangan yang indah. Sesudah melihat lukisan itu, nona Ci tertegun sejenak. Dia ingat empat tahun yang lalu pada saat dia tinggal di rumah nona Han, ketika itu Han Pwee Eng pun menunjukkan lukisan itu kepadanya. Saat itulah dia tahu bahwa nona Han tunangan Kok Siauw Hong.

Lukisan yang ditunjukkan oleh nona Han itu katanya hadiah dari Kok Ju Sih kepada Han Tay Hiong. Tentu saja nona Ci kaget bukan kepalang. Dia bertanya pada nona Han.

"Apakah Kok Sian-seng ini bernama Kok Ju Sih Tay- hiap yang tinggal di Yang-cou, bukan?" kata nona Ci waktu itu.

Wajah Han Pwee Eng berubah merah.

"Aku tidak tahu," jawab Han Pwee Eng. "Lukisan ini indah, tapi masih ada lukisan lain yang lebih indah lagi!"

Han Pwee Eng menunjukan lukisan lain, barangkali agar nona Ci tidak banyak bertanya kepadanya. Ci Giok Hian sangat cerdas pada saat menyaksikan sikap nona Han. dia langsung sadar dan tidak banyak bertanya lagi.

Empat tahun yang lalu antara Kok Siauw Hong dan Ci Giok Hian telah saling jatuh cinta, tetapi letika itu nona Ci tidak mengetahui kalau Han Pwee Fng tunangan Kok Siauw Hong. Setelah bertemu dengan Kok Siauw Hong dia menanyakannya pada pemuda itu. Kok Siauw Hong dengan jujur mengaku, bahwa Han Pwe Eng memang tunangannya sejak kecil. Hal itu membuat nona Ci jadi bingung. Ditambah lagi nona Han pun tidak mau berterus- terang. Nona Ci tidak mengetahui kalau nona Han dilarang berterus-terang oleh ayahnya. Ketika itu Han Tay Hiong menganggap tidak perlu, karena dia tahu ibu Kok Siauw Hong kekasih ayah Ci Giok Hian. Han Tay Hiong tidak mengira kalau kejadian itu akan terulang lagi pada putera keluarga Kok ini. Sesudah melihat lukisan itu nona Ci tidak bisa berpikir lama-lama. Dia harus mengambil keputusan ikut atau tidak dengan kedua nona itu? Dia kenal lukisan itu kesukaan nona Han, jadi dia yakin kedua nona itu tidak berbohong Sekalipun ada bahaya tapi karena nona Ci memang ingin mengetahui keberadaan nona Han itu, maka dia segera mengambil keputusan. Sesudah dia kembalikan lukisan itu lalu dia berkata dengan manis.

"Malam-malam begini kalian mengundangku, jika aku tolak aku jadi tidak enak!" kata nona Ci.

Kelihatan kedua nona itu girang.

"Terima kasih atas kebaikanAnda. Mari ikut kami! Jika di tengah jalan ada yang bertanya, biar kami yang mewakili Anda menjawabnya!" kata Tik Bwee.

Kedua nona itu mengajak nona Ci naik ke atas gunung. Dia tertegun sejenak. Dia tahu mungkin ada bahaya, tapi dia sudah mengambil keputusan.

"Tempat tinggal kalian itu ada di mana? Masih jauhkan dari sini?" tanya Ci Giok Hian

"Tidak! Di atas gunung ini!" jawab Tik Bwee.

Dulu pada saat Ci Giok Hian bertamu dan dia tinggal di rumah nona Han, mereka sering naik ke atas gunung, tapi mereka tidak melihat ada rumah di sana. Sekarang nona itu bilang rumah mereka ada di atas sana, mengherankan sekali?

"Oh, kalian baru pindah ke tempat ini?" kata nona Ci. "Ketika aku lahir  tahun yang lalu, majikanku sudah

tinggal di tempat ini” jawab Tik Bwee.

Nona Ci keheranan, tapi dia tidak banyak berpikir lagi. Akhirnya mereka tiba di depan air terjun. Sekarang sudah tidak ada jalan lagi, nona Ci termangu di tempatnya sejenak. Saat itu Tik Bwee memberinya sebuah topi rumput Nona Ci tercengang.

"Untuk apa topi rumput ini?" tanya nona Ci.

"Kita akan menerobos ke dalam air terjun itu," jawab Tik Bwe. "Jika memakai topi ini, pakaianmu tidak akan basah!"

Mata nona Ci terbelalak, tapi dia tidak mau banyak bertanya karena kedua nona itu sudah mengenakan topi mereka. Dia juga mengikutinya. Dengan memakai jurus Yancu-coan-lian (Burung walet menembus tirai), Tik Bwee menerjang ke arah air terjun. Tik Kek segera menyusul dengan gerakan yang sama.

Nona Ci berpikir, "Biar aku juga ikut!"

Dia menerjang ke arah air terjun itu dan di balik air terjun itu terdapat pintu goa. Tik Kek membuka topi rumputnya dan meletakannya di suatu tempat, dia tersenyum ke arah nona Ci.

"Gin-kangmu tinggi dan pakaianmu tidak basah, kami kagum pada Anda!" kata Tik Kek.

Nona Ci tersenyum diajuga membuka topi rumputnya dan meletakannya seperti kedua nona itu. Saat dia menoleh samar-sama dia melihat sebuah bangunan rumah jauh di atas sana

"Ayo cepat, kita harus segera pergi. Jangan sampai terlihat oleh orang di rumah batu itu!" kata Tik Bwee.

Semula nona Ci mengira itu rumah yang akan mereka tuju. Tapi setelah mendengar ucapan Tik Bwee, rupanya di rumah itu ada orang lain, bukan rumah yang dimaksud. "Mengapa dulu Han Pwee Eng tidak pernah bilang di sini ada rumah? Apa dia juga tidak mengetahuinya?" pikir nonaCi.

Saat kedua nona itu melesat ke tempat lain, nona Ci pun mengikutinya. Tak lama mereka sudah sampai di suatu tempat.

"Aaah! Untung orang-orang di rumah batu itu tidak keluar," kata Tik Bwee sambil menghela napas.

"Siapa yang ada di rumah batu itu? Apakah mereka musuh majikanmu?" tanya nona Ci.

"Belum lama ini telah datang dua orang yang sudah tua bangka, yang satu bernama See-bun Souw Ya, dan yang satunya bernama Chu Kiu Sek! Mereka berdua memiliki ilmu racun dan keduanya sangat kejam! Aku takut pada mereka, tapi adikku ini malah tidak!" kata Tik Bwee.

Nona Ci kaget bukan kepalang ketika dua nama itu disebutsebut oleh Tik Bwee.

"Kiranya musuh keluarga Han ada di tempat ini! Chu Kiu Sek pernah bertarung denganku, jadi aku tidak boleh terlihat olehnya," pikir nona Ci.

Alis nona Ci berkerut.

"Kenapa kau takut pada mereka?" tanya nona Ci. "Sekalipun mereka itu garang, tapi mereka takut pada

majikan kami," kata Tik Kek mewakili kakaknya.

"Sebenarnya aku tidak begitu takut, tapi aku tidak ingin membuat masalah saja," kata Tik Bwee menimpali.

Kemudian kedua nona itu mengajak Ci Giok Hian menuju ke sebuah sungai. Di tepi sungai itu tampak sebuah perahu kecil, dua nona itu lalu naik ke atas perahu itu. "Ayo Nona Ci, kami akan mengantarkanmu ke sana!" kata Tik Bwee sambil menunjukkan jarinya.

NonaCi melompat ke perahu kecil itu. Sesudah itu Tik Bwee segera mengayuhnya, tidak lama kemudian perahu itu sudah meluncur di atas sungai. Ci Giok Hian  mengawasi panorama yang indah. Dia kagum pada Tik Bwee, karenaperahu itu dikayuh dengan melawan arus. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di suatu tempat.

"Pelayannya saja begini hebat, apalagi majikannya? Pasti dia seorang dari Bu-lim Cian-pwee” pikir nona Han.

Kemudian mereka turun dari perahu itu dan nona Ci mengikuti kedua nona itu turun dari perahu. Mereka berjalan menuju ke sebuah rumah bambu. Melihat rumah bambu itu mata Ci Giok Hian terbelalak. Semula dia mengira majikan kedua nona itu orang kaya-raya. Ternyata dia tinggal di sebuah rumah bambu yang sangat sederhana. Saat masuk nona Ci kaget lagi, karena isi rumah itu  ternyata indah dan menyenangkan. Apalagi saat itu terdengar suara kecapi yang merdu sekali. Dari balik tirai bambu tampak sesosok tubuh wanita. Dan wanita itulahyang sedang menabuh kecapi itu... .

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Setelah suara Kim (kecapi Tionghoa) yang merdu mendayu itu berhenti ditabuh, saat itu Ci Giok Hian mencium aroma harum dupa wangi. Dia tersentak dan mengawasi ke arah orang yang sedang main kecapi itu.

"Pada malam yang dihiasi bulan purnama serta terciumnya aroma harum dupa, ditambah dengan alunan suara  kecapi  yang  merdu,  semua  itu  merupakan suasana yang damai dan tentram. Tidak kusangka lo-cian-pwee ini seorang peminat kesenian yang tinggi?" pikir nona Ci.

"Majikan kami sedang bermain kecapi, aku tidak berani mengganggu beliau, harap Nona menunggu di sini sebentar," kata Tik Bwee suaranya perlahan.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar