Beng Ciang Hong In Lok Jilid 05

 
Lui Piauw tertegun. "Memang kenapa?" tanyanya.

"Terus terang, kedatangan kami bukan untuk mengurus masalah ini." kata orang she Yo itu. "Kedatangan kami ini atas perintah Beng-cu (Ketua) untuk mengundangmu. Lihat ini Liok-tim-ciam (Panah Rimba Persilatan)!"

Yo si-ko menyerahkan sebatang anak panah pada Lui. Kedua lelaki itu anak buah Hong Lai Mo Li. yaitu Liok-

lim Beng-cu (Ketua Rimba Hijau) bagian Utara. Orang she Yo itu bernama Kuang. Sedangkan orang she Tu bernama Tu Hok. Ketika masih muda Lui Piauw bersahabat baik dengan mereka berdua.

Mereka datang ke tempat itu untuk memberi tahu tentang khabar buruk, yaitu mengenai keadaan di Tiong- goan (Tiongkok). Kedudukan Beng-cu kedua lelaki itu jelasnya demikian:

Kota Yang-cou sangat berdekatan dengan kota Hu-cou. dulu di sini Han Sie Tiong pernah mengalahkan pasukan Kim (Tartar). Yang-cou termasuk wilayah Kang-lam. namun kota tersebut terletak di Utara sungai Tiang-kang. Tetapi kaum Rimba Persilatan tetap menganggap kota itu sebagai daerah Utara di bawah perintah Pak Hong Bu Lim Beng Cu (Ketua Rimba Persilatan Bagian Utara), yaitu Hong Lai Mo Li.

Liok-tim-ciam Hong Lai Mo Li menyebar sampai ke kota Yang-cou. hal ini dulu belum pernah terjadi.tni tentu saja sangat mengejutkan Lui Piauw. Dia menerima anak panah itu dengan sikap hormat sekali.

"Ada perintah apa dari Liu Beng-cu?" tanya Lui Piauw. "Liu Beng-cu mengundang Toa-ko agar kau datang ke

Kimkee-teng. di sana akan dibicarakan masalah besar." kata

Yo Kuang. "Selain kau dia juga mengundang Koan Kun Oh dan Lu serta Ong Han Cu. Kebetulan semua ada di sini!"

Keterangan itu menarik perhatian semua orang. kelihatan Toan Cin. Koan Kun Oh. Lu Tay Ceng dan Bong Sian segera menghampiri mereka.

"Rencana besar bagaimana?" tanya mereka. "Sebenarnya ada apa?" tanya yang lain.

Setelah batuk Yo Kuang mulai menjelaskan. "Pasukan besar bangsa Mongol sudah mulai memasuki wilayah Tiong-goan (Tiongkok). oleh karena itu Liu Beng- cu mengundang kalian untuk diajak berunding mengenai masalah ini." kata Yo Kuang.

Mengenai akan datangnya serbuan dari pasukan Mongol memang sudah diduga sebelumnya oleh para orang gagah. Setelah mendengar khabar tersebut, seketika itu juga para orang gagah jadi emosi, darah mereka bergejolak.

"Pasukan Mongol sangat kuat." melanjutkan Yo Kuang. "tampaknya suku Kim (Tartar) pasti akan kalah dalam peperangan kali ini. Kita bangsa Han akan apa yang akan kita lakukan? Ini bukan masalah sederhana. Oleh sebab itu Liu Beng-cu ingin mengambil langkah, pertama ia ingin menahan serbuan pasukan Mongol. sekaligus menggulingkan pemerintahan bangsa Kim!"

"Karena kita tak ingin dijajah oleh bangsa asing, ide itu sungguh bagus sekali!" kata orang-orang gagah itu.

"Tetapi masih banyak yang harus kita rundingkan dulu." kata Yo Kuang. "Misalnya. pada saat pasukan Kim dan Mongol sedang bertempur, haruskah kita menyerang kedua pasukan asing itu atau bergabung dulu untuk sementara dengan salah satu pasukan asing itu? Atau mungkin, kita diam saja menonton mereka bertarung dulu. Tunggu sampai kedua pasukan asing itu hancur-lebur. baru kita serang mereka. Atau pilihan lain. kita tunggu sampai salah satu dari mereka menang perang, kemudian baru kita  serang yang menang itu! Nah. itulah yang akan kita bicarakan di sana dan melihat situasi di lapangan dulu."

"Ketika kami ke mari." kata Tu Hok. "kami sudah mendapat khabar, bahwa pasukan Mongol sudah mulai memasuki daerah Ho-lam. Tampaknya tentara Mongol ingin menguasai daerah Tong-ceng dulu. baru menyerang bagian utara. Kami juga sudah mengutus orang untuk menghubungi Han Tay Hiong.

Mungkin sekarang kota Lok-yang sudah jadi ajang pertempuran. Jadi Lui Toa-ko tak perlu ke sana lagi."

"Musuh sudah ada di depan mata kita. urusan pribadi harus kita kesampingkan." kata Lui Piauw. "Aku patuh pada perintah Beng-cu!"

"Bagi semua orang gagah yang belum diundang segera ke tempatnya masing-masing dulu. untuk bersiap menghadapi musuh yang tangguh." kata Tu Hok.

Saat semua orang gagah sedang berunding terdengar derap kaki kuda yang dilarikan dengan kencang meninggalkan kerumunan orang banyak. Ternyata penunggang kuda itu adalah Kok Siauw Hong

Ketika sedang bertarung dengan Lui Piauw. dia menjadi peranan penting dan perhatian orang. Saat muncul utusan dari Hong Lai Mo Li membawa khabar penting itu. seluruh perhatian tertuju ke masalah itu. sehingga dia terabaikan. Tak heran kalau dia jadi tersinggung dan langsung menunggang kuda pergi meninggalkan mereka. Hal ini baru diketahui setelah orang mendengar langkah kaki kuda yang dipacunya.

"Kok Siauw-hipp (Pendekar muda Kok), kau mau ke mana?" teriak Yo Kuang.

Tapi pemuda itu sudah jauh dan mungkin tak mendengar seruan itu.

"Seorang lelaki sejati jika sudah bicara kata-katanya harus dilaksanakan. Tak peduli kalah atau menang, aku akan ke Lokyang untuk menjelaskan pada Han Lo-cian- pwee. Sekalipun belum kalah, aku tak ingin merepotkan Lui Piauw untuk membawaku ke sana!" kata Siauw Hong. Kuda yang dilarikan oleh Kok Siauw Hong cepat sekali tak lama ia sudah tak kelihatan lagi. Tetapi suara jawaban Siauw Hong karena menggunakan ilmu Coan-im-jip-pek (Ilmu menyampaikan suara) tetap bisa didengar. Itu tandanya lweekang Siauw Hong sudah sempurna. Hal itu membuat semua orang kagum kepadanya. Tadi mereka mengira Siauw Hong mampu mengatasi Lui Piauw dengan mengandalkan ilmu pedangnya saja. setelah tahu ia bisa ilmu itu mereka jadi kaget. Usia Siauw Hong masih muda. tetapi tenaga dalamnya sudah tinggi. Kelak pasti dia punya harapan besar di masa yang akan datang.

"Bicara soal lwee-kang pasti lwe-kangku lebih tinggi. Tetapi mengenai kemurnian lwee-kangnya aku kalah darinya. Jika penarungan diteruskan, belum tentu aku bisa tahan lebih lama seperti dia." kata Lui Piauw sambil menghela napas. "Sungguh aku tak tahu diri. berani mencampuri urusan orang lain!"

Yo Kuang menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Dia angkuh dan keras kepala." kata Yo Kuang. "Pada saat segenting ini dia akan pergi ke Lok-yang. Sebenarnya aku ingin bicara dengannya, sekarang ya. sudahlah."

Lui Piauw menghampiri nona Han.

"Keponakanku, tadinya aku ingin melampiaskan rasa penasaranmu itu. Tetapi keadaan sudah jadi begini. Aku harus segera pergi menemui Beng-cu. Mengenai perjodohan itu. lebih baik kau bereskan saja sendiri, tak perlu kau membuat Siok-siokmu cemas. Sampai jumpa!" kata Lui Piauw.

Rupanya ia kurang senang nona Han bergaul dengan Giok Phang. maka saat bicara ia sedikit menegur nona itu. "Terima kasih atas perhatianmu. Siok-siok!" kata nona Han Pwee Eng lesu.

"Ternyata Nona adalah puteri kesayangan Han Tay Hiong." kata Tu Hok. "Pantas kau berilmu tinggi. Liu Beng- cu memang sangat suka pada wanita gagah. Dia juga pernah mendengar namamu disebut-sebut. belum lama ini ia membicarakan masalah ini denganku. Mungkin sekarang kau sudah tak bisa pulang ke Lok-yang. Jika kau mau, mari ikut kami ke Kim-keeteng!'

"Terima kasih." sahut nona Han Setelah berpikir sejenak. "Aku memang ingin menemui Liu Beng-cu. tetapi sekarang aku masih banyak urusan. Lain kali saja. aku pasti akan mengunjunginya."

Ketika itu ia lihat Ci Giok Hian berjalan keluar. dia berdiri tampaknya sedang menunggui dia. Sekalipun ia tak menyalahkan Ci Giok Hian dalam masalah merebut tunangannya, tetapi batinnya tetap terpukul. melihat Ci Giok Hian keluar menyambutnya, ia teringat hubungannya dulu. dan nona ini lah yang mengobati penyakitnya hingga sembuh.

"Walau sebentar aku harus menemuinya." pikir nona Han. "Aku yakin dia tak akan memaksaku untuk tinggal di rumahnya?"

Semua orang sudah mulai bubar. Yo Kuang menghampiri nona Han. "Jika Nona masih ada urusan lain. kami mau segera berangkat. Kapan saja Nona ke Kim-kee- teng pasti kami akan menyambutmu dengan gembira." kata Yo Kuang.

Sesudah mereka semua pergi, dua pelayan tua nona Han muncul menemui majikannya. "Kami berdua sangat ceroboh." kata Chan It Hoan. "Kami telah membuat masalah jadi begini, kami jadi tak enak pada Nona."

Han Pwee Eng menghela napas. "Aku tak menyalahkan kalian. masalah sudah lewat kau jangan ungkit kembali!" kata nona Han.

"Baik. Nona."

Setelah nona Han menatap mereka baru ia bicara lagi. "Aku lihat kau ingin bicara denganku?"

"Nona...Nona mau ke mana?" tanya Liok Hong.

Kedua pelayan itu mendapat tugas dari ayah nona Han. mereka diminta melindungi nona Han yang akan menikah di Yang-cou. Tetapi sekarang sudah jadi berantakan begini, sungguh itu di luar dugaan mereka. Rumah keluarga Kok apalagi rumah keluarga Ci sudah bukan tempat yang nyaman bagi nona Han. Jika mau kembali ke Lok-yang pun. mungkin di tengah jalan akan menghadapi peperangan hebat. Sudah jelas kedua lelaki tua itu mencemaskan keadaan nona majikannya.

Nona Han sudah mengambil keputusan. hanya ia tak ingin membicarakannya dengan mereka berdua. Saat ia akan pamit. Ci Giok Hian menghampirinya sambil tersenyum.

"Nona Han kau sudah ada di sini. kalian adalah tamu kami. Sekalipun tempatku ini tak begitu bagus, tapi kalian bisa tinggal bersama kami di sini. Jika kalian tak keberatan, silakan." kata Ci Giok Hian ramah sekali.

Jelas nona Han tidak akan bersedia tinggal di situ. Lalu ia bertanya pada Chan It Hoan. "Apa kalian punya tempat yang lebih baik?" tanya nona Han Pwee Eng.

"Justru kami ingin mendapat petunjuk dari Nona." kata Chan It Hoan.

Nona Han memang cerdas, ketika ia mendengar jawaban itu. ia langsung tahu maksudnya.

"Padahal mereka harus melapor pada Ayahku, tetapi dia bilang begitu, seolah tak ingin pulang." pikir nona Han. "Ditambah lagi peperangan sudah berkobar pasti sangat berbahaya dibanding ketika mereka datang ke sini."

Setelah Han Pwee Eng berpikir sejenak baru ia bicara lagi pada kedua pelayannya itu.

"Ayahku tidak menganggap kalian sebagai budak atau pelayan. kalian telah mengawalku dengan baik. tugasmu sudah selesai. Selanjutnya akulah yang akan menjelaskan kepada Ayah. sekarang terserah pada kalian mau ke mana kalian? Seandainya aku akan pulang pun kalian tak perlu mengawalku lagi." kata nona Han dengan terharu.

"Terima kasih atas kebaikan Nona Han." kata Liok Hong. "Sebenarnya kami bukan tidak mau melayani Lo-ya (Tuan Besar) dan Nona Han. tetapi kawan-kawan kami di Cengtiong-kang sangat mengharapkan bantuan kami berdua. Theng Si Ya. pemimpin mereka sangat baik pada kami. Kami pun pernah berhutang budi kepadanya. Ceng- tiong-kang berada dekat Lu-tam dan Lu-pak. itu adalah daerah keluarga Gak yang diperebutkan. Mereka khawatir mereka tidak dapat membendung serangan musuh, itu sebabnya mereka mohon kita datang membantunya."

Han Pwee Eng manggut. "Kiranya mereka tak mau pulang." pikir nona Han "Tadinya aku kira mereka takut bahaya perang, kalau  begitu aku salah menilai mereka?"

Nona Han tersenyum.

"Kalian mau ke sana untuk membantu Theng Han Cu di Ceng-liong-kang untuk membela negara dan rakyat, itu perbuatan yang mulia. Silakan kalian berangkat!" kata nona Han

Chan It Hoan dan Liok Hong memberi hormat.

"Kalau begitu, kami harap Nona bisa menjaga diri baik- baik, hamba berdua mohon diri." kata Chan lt Hoan.

Namun nona Han tahu keduanya ragu-ragu meninggalkan dia. mungkin mereka takut dia akan tinggal bersama keluarga Ci. Tetapi karena keadaan sangat gawat mereka terpaksa berangkat juga.

Ci Giok Hian tersenyum.

"Kedua orangmu itu sangat setia kepadamu." kata nona Ci Giok Hian sambil tersenyum.

Ketika itu nona Ci memegang tangan Han Pwee Eng dan menggandengnya untuk diajak ke rumah. Kali ini perasaan nona Han agak lapang, Ia ingat saat pertama kali ia datang. Nona Ci begitu baik kepadanya. Tetapi setelah ada ganjalan, mereka jadi agak kikuk juga. Kali ini mereka telah kembali seperti dulu bersahabat. Tetapi itu tidak semurni dulu. Setelah ada badai di hati mereka masing-masing, pasti masih ada yang retak. Tentu tidak mudah untuk normal kembali.

Begitu memasuki halaman rumah itu nona Han melihat kereta  yang  ia  naiki  dulu.  ketika  datang  ke  tempat  itu. Malah kereta itu kelihatan sudah disiapkan, sudah diisi bekal untuk suatu perjalanan jauh.

"Mereka mau ke mana? Mengapa mereka menggunakan keretaku?" pikir nona Han bingung.

Nona Ci tahu apa yang sedang dipikirkan nona itu karena nona Han sedang memperhatikan kereta itu. Tetapi dia belum menjelaskannya. Padahal nona Han ingin tahu apa maksud mereka. Untuk tak lama-lama membuat nona Han penasaran nona Ci mulai bicara.

"Adik Eng. maafkan aku karena telah membuatmu tersinggung, aku jadi tak enak sekali." kata Ci Giok Hian.

Wajah nona Han berubah kemerah-merahan.

"Semua sudah berlalu. jangan diungkit lagi! Kau telah mengobaliku. malah belum kuucapkan terima kasih kepada kalian. Kau jangan resah kita tetap kakak beradik seperti dulu." kata Han Pwee Eng.

Ci Giok Hian tersenyum.

"Semoga kau dan aku bisa berkumpul selamanya dan hubungan kita akan jadi lebih erat " kata Ci Giok Hian.

Ucapan nona Ci yang sangat berarti, ini membuat wajah nona Han berubah merah, ia khawatir nona Ci akan bicara sesuatu yang tak berkenan di hatinya, maka itu ia pun segera bicara mendahuluinya.

"Di kolong langit tak ada pertemuan yang tanpa perpisahan." kata nona Han.. "Pek-hoa-kok sudah aman kembali. Rasanya sudah saatnya aku pergi!"

Ci Giok Hian tersenyum

"Aku tak bisa menahanmu terus di sini. lalu kau mau ke mana?" tanya nona Ci. Pertanyaan itu pernah diajukan oleh Chan It Hoan dan Liok Hong tadi. kepada kedua pelayannya itu ia bisa tak menjawab pertanyaan itu. tetapi kepada nona Ci justru tak boleh tidak ia harus menjawabnya.

"Jika aku jawab dengan jujur, pasti dia akan curiga padaku?" pikir nona Han.

Rupanya nona Han ingin buru-buru pulang ke Lok-yang.

Ia dan ayahnya siap untuk menghadapi bahaya peperangan. Ia sadar sekalipun ayahnya pandai ilmu sitat. Setelah terluka ia jadi agak lumpuh. gerakannya kurang leluasa. Nona Han juga sadar pasukan besar Mongol akan menyerang ke Lok-yang. hal itu mencemaskan hatinya. Jika ia terus terang mengatakan akan pulang. ia risau dan takut nona Ci akan curiga dan menyangka ia akan menyusul Kok Siauw Hong. Sedangkan Kok Siauw Hong sudah lebih dulu ke rumahnya akan memberi penjelasan kepada ayahnya. Sekalipun tadi Kok Siauw Hong tak bicara soal membatalkan pernikahan mereka, nona Han pun tetap  tidak ingin menikah dengannya.

"Bagaimanapun aku harus pulang, aku khawatir pada keadaan Ayah." pikir nona Han.

Ia tak ingin orang tahu mengenai kerisauan hatinya itu. juga keputusannya. Terutama pada nona Ci agar tak mengira, ia pulang karena akan mengejar Kok Siauw Hong.

Lama nona Han termenung, baru ia bicara lagi. "Apa kalian ingin berpergian jauh?" kata nona Han. "Kalian mau pergi ke mana?"

Sengaja nona Han tidak menjawab pertanyaan nona Ci. tapi ia malah balik bertanya kepada mereka, karena ia ingin tahu ke mana tujuan mereka. Baru sesudah itu ia akan menjawab ke mana ia mau pergi.

Nona Ci tertawa.

"Justru kami ingin ke rumahmu di Lok-yang!" kata Ci Giok Hian.

Jawaban itu sedikit mengejutkan nona Han Pwee Eng. Tapi segera dijelaskan oleh nona Ci maksud kepergian mereka ke Lok-yang itu.

"Begini." kata nona Ci. "Sebenarnya kami ingin minta Kok Siauw Hong agar mengantarkan arak obat ini ke rumah ayahmu. Tetapi tidak kami duga. ia telah pergi dengan sangat terburu-buru. oleh karena itu terpaksa kami yang harus pergi ke sana mengantarkan obat ini. Mungkin tadi ia lupa?"

Tak lama kelihatan Ciu Tiong Gak membawa seguci arak obat yang ia naikkan ke atas kereta.

"Kau datang dengan kereta ini. bagaimana kalau kau pun pulang dengan kereta ini juga?" kata nona Ci sambil tersenyum.

Recana nona Ci lebih matang. Dia telah mengatur akan mengantar nona Han pulang sambil membawa obat untuk ayahnya. Mungkin dengan arak obat ini mereka bisa meredakan kejengkelan ayah nona Han. Jika mereka datang bersama nona Han. dan ayah nona Han gusar, pasti nona Han bisa meredakan kemarahan ayahnya. Di balik itu nona Ci ingin memanfaatkan perjalanan yang ribuan lie itu agar kakaknya bisa semakin dekat dengan nona Han.

Rencana itu memang sangat baik. tetapi nona Han bukan gadis yang bodoh. Jelas ia tidak mau pulang bersama mereka. Hal itu bukan karena ia benci kepada Ci Giok Phang.  tapi  sesudah  'kejadian'  itu.  ia  ingin menenangkan hatinya. Sebelum luka hatinya sembuh mana mungkin mereka bisa berjalan bersama-sama.

"Kakak Ci bolehkah aku meminjam salah seekor kudamu?" kata nona Han Setelah berpikir agak lama.

Ci Giok Hian tertegun.

"Bukankah kau mau pulang bersama kami? Mengapa tidak pulang bersama kami saja naik kereta?" kata nona Ci.

"Aku memang mau pulang. tapi karena punya sedikit urusan aku akan mengambil jalan agak memutar ke kota lain dulu." jawab nona Han.

Nona Ci tersenyum ia tak banyak bertanya lagi.

"Baik. akan kupinjami kau kuda jempolan!" kata nona Ci Giok Hian.

"Terima kasih Kak!" kata nona Han.

"Memang pantas." kata nona Ci. "seekor kuda ditukar dengan sebuah kereta bagus, tapi kalau dihitung-hitung aku masih untung. Tapi aku kira kau masih butuh semacam barang lain."

Nona Han tertegun. "Barang apa?" tanya dia.

"Seperangkat pakaian pria!" kata nona Ci sambil tersenyum.

Saat itu nona Han masih mengenakan pakaian pengantin yang dikenakan saat baru tiba di situ.

"Ah. rupanya nona Ci sangat teliti, aku seorang nona  dan berkelana di kalangan Kang-ouw. mana boleh aku berpakaian seperti ini?" pikir nona Han. "Jangan cemas, aku sudah menyiapkan beberapa pakaian lelaki untukmu, mari ikut denganku."

Ci Giok Hian mengajak nona Han Pwee Eng ke kamar yang pernah ditempati oleh nona Han tempo hari. Di atas tempat tidur itu telah tersedia pakaian pria yang dikatakan oleh nona Ci Giok Hian.

"Telah aku siapkan tiga perangkat pakaian pria. dengan demikian di tengah jalan kau bisa ganti pakaian. Kau boleh mencobanya, apa pas atau tidak di tubuhmu!" kata nona Ci.

Nona Han tersenyum ia puas sekali.

"Jika kau berangkat bersama kami. kau tidak perlu memakai pakaian pria." kata nona Ci. "Tetapi sudah aku duga. belum tentu kau bersedia berangkat bersama-sama dengan kami. Maka itu aku telah menyiapkan semuanya untukmu. Baik. kau boleh berganti pakaian dulu. aku akan keluar sebentar! Akan kukatakan ini pada Kakakku."

Nona Ci tahu nona Han tidak bersedia berangkat bersama mereka, tapi ia masih bicara soal kakaknya, ia berharap nona Han mengubah niatnya.

Sekalipun nona Han sangat berterima kasih pada nona Ci. tapi ia tak senang pada rencana nona itu. Ternyata pakaian itu memang pas di tubuhnya, seolah tubuh nona Han itu sudah diukur sebelumnya. Selesai berpakaian, ia keluar dari kamar sambil menenteng sebuah buntalan berisi pakaian yang lain. Saat nona Ci melihat ia keluar. nona ini langsung tertawa.

"Wah kau mirip seorang pria yang tampan!" kata nona Ci. "Jika kau berdandan seperti ini di tengah jalan tak akan ada yang berani mengganggumu!"

Wajah nona Han berubah merah. "Huss! Kau bicara sembarangan saja! Aku tak mau adu mutut denganmu." kata nona Han.

Nona Han sudah melihat seekor kuda jempolan ada di halaman rumah itu. Ia berjalan menghampirinya, tiba-tiba ia melompat ke atas kuda itu. lalu dipegangnya tali kendalinya. Dia lambaikan tangannya ke arah Ci Giok Hian. lalu kuda itu sudah lari meninggalkan halaman rumah itu dengan cepat.

Ci Giok Phang berdiri termangu saja di depan pagar rumahnya, wajahnya muram sekali. melihat kakaknya muram, nona Ci tertawa.

"Sudah jauh. dia sudah tak kelihatan lagi. Aku jamin setiba di Lok-yang. pasti kau akan bertemu  lagi dengannya!" kata Ci Giok Hian menggoda.

Ci Giok Phang menghela napas panjang. "Bukankah dia bilang dia akan ke kota lain?"

"Itu cuma alasan dia saja! Jangan percaya. Coba kau pikir peperangan sedang berkecamuk dan akan melanda kota Lokyang. bagaimana ia tak segera pulang menemui ayahnya?" kata nona Ci.

Ci Giok Phang diam.

"Bisa bertemu lagi. lalu apa yang bisa kulakukan? Sikapnya tadi kelihatan ia masih kesal kepada adikku, di benaknya juga ia masih memikirkan Kok Siauw Hong." pikir Giok Phang.

"Aku tahu kau gelisah. Baik. mari kita berangkat!" kata nona Ci.

"Bukan aku saja. kau pun tak tenang!" kata sang kakak sambil tersenyum. "Kau mgin segera bertemu dengan Siauw Hong!" Wajah nona Ci jadi merah.

Sementara itu Han Pwee Eng sedang melarikan kudanya dengan cepat, ia kelihatan tidak tenang karena memikirkan Kok Siauw Hong. Hanya bedanya nona Ci ingin menemuinya, sedang nona Han justru ingin menghindarinya.

Han Pwee Eng bisa memaafkan nona Ci. tetapi ia tak bisa memaafkan Kok Siauw Hong. Ia merasa sangat terhina habishabisan oleh pria itu. Ia jadi merasa kehilangan muka dan malu sekali.

"Kau mencintai Kakak Ci. aku tak menyalahkanmu. Tetapi di matamu tak seharusnya sama sekali tak ada aku?" pikir nona Han.

Tanpa sepengetahuan nona Han. sebenarnya Kok Siauw Hong pun merasa tak enak hati terhadapnya. malah dia sangat bersimpati. Ia juga tahu. seorang nona yang sudah siap akan menikah, bahkan datang dari jarak ribuan lie jauhnya, tapi setelah sampai di tempat calon suaminya, ia baru tahu pria yang bakal jadi suaminya itu mencintai gadis lain. Mana mungkin dia tak berduka dan marah? Jika bukan Han Pwee Eng orangnya, barangkah nona itu sudah bunuh diri? Begitu Kok Siauw Hong berpikir di sepanjang jalan.

"Dia tabah dan tak menghiraukan cemoohan orang, aku bersalah besar kepadanya." begitu Kok Siauw Hong berpikir. ”Dia pun masih berani datang ke Pek-hoa-kok untuk menenangkan kekacauan di sana. Aku tak bisa membalas budinya itu!"

Tetapi Kok Siauw Hong tak menyesal atas pilihannya. karena perjodohannya dengan nona Han atas prakarsa atau kehendak kedua orang tua mereka, bukan berdasarkan cinta sejati pilihan mereka sendiri. Sayang Kok Siauw Hong mengenai  sifat  nona  Han  setelah  ada  gejolak itu. Sedang dengan Ci Giok Hian ia sudah kenal lama. malah saling mencintai satu sama lain.

"Hubungan cintaku dengan Ci Giok Hian sulit dipisahkan lagi." pikir Kok Siauw Hong. "apalagi kecantikan nona Ci tak kalah oleh kecantikan nona Han. Sekalipun nona Han lebih cantik, aku tak bisa melanggar janji kami untuk hidup bersama. Di dunia banyak wanita yang cantik dan baik. apa setelah bertemu satu aku harus mencintai yang lain satu persatu? Kali ini aku berdosa dan telah membuat dia sangat terhina dan menderita. Aku sangat bersalah kepadanya. Aku tak mampu menebus dosaku itu. hanya berharap ia mau memaafkan aku. Tapi...Aaah. harapanku sangat tipis!"

Saat Kok Siauw Hong sedang melamun. mendadak terdengar derap kaki kuda mengejarnya.

"Apa yang berada di depan itu Kok Siauw Hong!" teriak penunggang kuda yang sedang mengejarnya.....

-o(DewiKZ~Aditya~Aaa)~o-

Kok Siauw Hong menoleh ke belakang. Ia melihat seorang lelaki tua menunggang kuda sedang mendatangi ke arahnya, Ia lihat lelaki tua itu berumur sekitar  tahun, ia kelihatan sangat berwibawa dan masih gagah. Anehnya Kok Siauw Hong tidak kenal pria yang memanggil-manggil namanya itu. Segera Kok Siauw Hong menghentikan kudanya.

"Benar, akulah Kok Siauw Hong. maaf Lo-cian-pwee. aku tak kenal denganmu. Ada apa Anda mencariku?" "Jika mau diceritakan kisahnya panjang sekali." kata orang tua itu. "Bagaimana kalau kita bercakap-cakap sebentar di sana. Di tempat ini banyak orang yang lalu- lalang. kurang leluasa!"

Lelaki tua itu menunjuk ke suatu tempat yang agak sepi. "Baiklah." kata Kok Siauw Hong yang ingin tahu apa

yang akan dibicarakannya itu.

Dia turun dari kudanya diikuti oleh orang tua itu. lalu mereka berjalan ke bawah sebuah pohon.

"Di sini lebih tenang." kata lelaki tua itu. "Mari kita bicara di sini!"

Kok Siauw Hong memberi hormat. "Mohon bertanya, siapa nama besar Lo-cian-pwee? Ada petunjuk apa untukku?" kata Kok Siauw Hong. Sebelum bicara lelaki tua itu tertawa.

"Namaku Jen Thian Ngo." katanya. "Ibumu itu adik kandungku. Jadi kau keponakanku."

Kok Siauw Hong tertegun sejenak, ia kaget karena menurut ibunya bilang semua saudara ibunya sudah meninggal. Tapi mengapa sekarang ada yang mengaku sebagai pamannya. melihat anak muda itu agak kebingungan. Jen Thian Ngo mulai bicara.

"Sifat Ibumu sangat keras." kata Jen Thian Ngo. "kami dengan ibumu pernah ribut kecil. Ibumu sangat marah padaku, dia kabur dari rumah. Sejak saat itu dia tak pernah pulang lagi. Pasti dia tak cerita padamu tentang aku. Tetapi sekarang kesalah pahaman itu sudah kami selesaikan berdua. Tadi aku baru saja dari rumahmu!"

Kok Siauw Hong setengah percaya setengah curiga. "Kelihatan dia tak berdusta." pikir Kok Siauw Hong. "tetapi menilai orang tak bisa dilihat hanya dari wajahnya saja. Di Dunia Persilatan banyak orang berwajah penuh kasih, justru dia orang jahat. Bagaimana aku bisa percaya pada orang ini? Aku baru pertama kali bertemu dengannya, jika aku salah mengakuinya apa tak akan ditertawakan orang? Sayang aku harus segera ke Lok-yang. aku tak bisa bertanya pada Ibuku." Saat sedang bicara orang itu mematahkan cabang pohon.

"Bagaimana ilmu pedang Cit-siu-kiam-hoatmu (Ilmu Pedang Tujuh Langkah), apa kau sudah mahir?" kata lelaki tua she Jen itu.

Kok Siauw Hong kaget. Ia melompat mundur saat itu ujung ranting pohon sudah menusuk ke arahnya.

"Kau tak segera menghunus pedangmu?" kata Jen Thian Ngo sambil tersenyum.

Sekalipun ranting pohon itu lunak tetapi di tangan lelaki tua itu menjadi senjata ampuh. Saat serangan itu dilakukan terdengar deru suara ranting itu. ia telah mengeluarkan jurus Cit-siu-kiam-hoat yang lihay.

Semula ia akan merebut senjata lawan yang aneh itu dengan tangan kosong, namun menyaksikan serangannya yang hebat itu. terpaksa ia menghunus pedangnya. Tubuh Siauw Hong berkelebat sedang kakinya melangkah sesuai jurus dari Cit-seng-pouw (Langkah Tujuh Bintang). Kemudian ia balas menyerang lelaki tua itu. Saat menghunus pedang maupun saat bergerak, ia lakukan dengan cepat dan indah sekali tak heran kalau lawannya jadi kagum.

"Bagus!" kata Jen Thian Ngo. Jen Thian Ngo menggerakkan ranting di tangannya menyerang lagi ke arah pedang Kok Siauw» Hong. Cabang pohon itu berhasil menepis serangan pedang Kok Siauw Hong. Hati Kok Siauw Hong tersentak kaget. Tubuhnya berputar ia memutarkan pedangnya membentuk lingkaran untuk menjaga totokan dari lawan. Ia gunakan jurus menjaga diri.

"Hm! Jurus Menjaga Dirimu itu jika kau sedang menghadapi musuh tangguh, tidak menguntungkanmu. Menggunakan jurus itu harus dengan tenaga lunak, sekaligus berbalik menyerang dengan cepat. Itu baru benar!" kata Jen Thian Ngo.

Yang dikatakan oleh Jen Thian Ngo adalah Kouw-koat (Teori ilmu silat) Cit-siu-kiam-hoat. Ini membuat Kok Siauw Hong mulai percaya kalau lelaki tua itu mungkin pamannya. Tapi Kok Siauw Hong seorang pemarah, ia tak mudah menyerah begitu saja. Ditambah lagi ia belum mengeluarkan seluruh kemampuannya. Tetapi ia sadar orang tua ini lihay. Maka sekarang ia tak segan-segan lagi. Ia serang lelaki tua itu dengan jurus "Hun-hoa-soh-liu" (Memisahkan Bunga Menyapu Pohon Liu). jurus kebanggaannya.

Saat Kok Siauw Hong bertarung melawan Lui Piauw. ia menggunakan jurus ini untuk menandingi serangan Lui Piauw. Sekarang serangan yang ia lakukan lebih dasyat dari yang ia lakukan kemarin.

Orang tua itu tertawa sambil menggerakkan ranting pohon, tubuhnya berkelebat di empat penjuru. Ia kenal jurus yang digunakan lawannya itu. yaitu jurus Cit-siu- kiam-hoat keluarga ibunya yang paling Iihay. Jurus ini bisa menusuk ke tujuh jalan darah dengan bersamaan. Kok Siauw Hong mempelajari jurus tersebut sudah beberapa tahun, tapi belum mahir-mahir. Maka ia pun jadi mengeluh. "Celaka, aku pasti kalah!" keluhnya. Bersamaan dengan itu terdengar suara. "Krak!" dan suara "Trang!"

Ujung ranting patah tetebas pedang Kok Siauw Hong. tapi ia sendiri merasakan telapak tangannya sakit bukan main. tanpa terasa pedangnya terpental dan terlepas.

Jen Thian Ngo tertawa.

"Kau berhasil memotong ujung ranting ini. berarti kau sudah cukup terlatih!" kata Jen Thian Ngo sambil tertawa girang.

Ilmu silat itu milik keluarga Jen, jika seseorang mahir menggunakannya, itu berarti ia masih punya hubungan famili dengan keluarga Jen. Ilmu itu merupakan rahasia keluarga Jen dan tidak pernah diturunkan pada keluarga lain marga.

Kok Siauw Hong lalu memungut pedangnya dan ia masukkan ke dalam sarangnya. Kemudian ia memberi hormat.

"Maafkan kecerobohan keponakanmu. Paman." kata Kok Siauw Hong.

Jen Thian Ngo tertawa.

"Sekarang baru kau percaya aku ini Pamanmu, kan?" katanya.

"Terima kasih atas petunjuk Paman tadi." kata Kok Siauw Hong.

"Masa lalu kami jangan kau ungkit lagi. kau kaum muda tak perlu mengetahuinya." kata Jen Thian Ngo.

Orang tua ini tak mau cerita ia putus hubungan karena melarang  ibu  Siauw  Hong  menikah  dengan  Kok  Ju Sih. Malah hal ini membuat Kok Siauw Hong jadi sedikit curiga.

"Jika cuma masalah kecil, kenapa Ibu tak mau mengakui Pamanku ini? Mungkin dia bukan orang baik? Aku ingin tahu apa yang akan dikatakannya padaku." pikir Kok Siauw Hong yang tetap waspada.

"Apa kau mau ke Lok-yang?" tanya pamannya. "Benar. Paman, kau punya petunjuk apa?"

"Aku ingin melarangmu ke sana. maka aku mencarimu. Masalahmu dengan keluarga Han sudah kuketahui." kata Jen Thian Ngo.

Mendengar kata-kata ini Kok Siauw Hong tak enak hati. tapi ia menahan marah di depan pamannya ini.

"Paman bilang Paman telah menemui Ibuku, apa ini kehendak Ibuku?"

"Bukan, ini kehendakku sendiri." kata Jen Thian Ngo "Kenapa?" tanya Siauw Hong sambil mengerutkan

dahinya. Ia heran mendengar cegahan itu. Lalu ia pun berpikir.

"Sekalipun kau Pamanku aku tak mau menurut. Sedang Ibuku pun tak ikut campur dalam masalahku itu." pikir Kok Siauw Hong.

Jen Thian Ngo seperti tahu apa yang ada dalam benak keponakannya itu.

"Kau jangan salah paham, aku tak ingin mencampuri urusanmu. Terus terang ibumu malah tak setuju kau batalkan pernikahanmu dengan nona Han. tapi aku yang menasihati Ibumu." kata Jen Thian Ngo. "Oh kalau begitu aku harus berterima kasih pada Paman." kata Kok Siauw Hong.

"Walau aku dengan ayahmu tak pernah berhubungan, namun Ibumu itu adik kandungku satu-satunya, jadi aku menaruh perhatian pada kalian. Sejujurnya ketika Ayahmu yang menjodohkan kau dengan nona Han. malah aku yang tak setuju. Jika aku disuruh memilih antara keluarga Han dan Ci. aku memilih Ci Giok Hian!" kata Jen Thian Ngo lagi.

"Ini urusan masa depanku, mau setuju atau tidak, itu urusanku." pikir Kok Siauw Hong.

"Kalau begitu mengapa Paman melarang aku ke Lok- yang?" tanya Siauw Hong.

"Kau sudah memutuskan tidak akan menikah dengan nona Han. untuk apa kau menemui ayahnya?" kata Jen Thian Ngo.

"Seorang pria sejati harus jujur. Sekalipun aku tak setuju perjodohan itu. tapi aku harus ke sana menjelaskannya. Aku tak boleh memutuskan seenakku." kata Kok Siauw Hong.

Jen Thian Ngo menatap keponakannya. "Kau sudah tahu sifat Han Tay Hiong?" "Yang aku tahu apa yang harus aku lakukan, aku tak peduli

masalah lainnya," kata Kok Siauw Hong.

"Hm! Sifat bocah ini seperti sifat ayah dan ibunya." pikir Jen Thian Ngo.

"Aku tak peduli kau akan menemui Han Tay Hiong. tapi aku

ingin tanya satu hal." "Katakan saja!" "Aku dengar Ibumu telah mengajarimu Siauw-yang-sin kang. apa kitab pusaka itu ada padamu atau tidak?"

"Kalau ada bagaimana dan kalau tak ada bagaimana?" kata Kok Siauw Hong.

"Jika kitab itu ada padamu, aku larang kau pergi ke Lok yang!" kata Jen Titian Ngo.

Kok Siauw Hong tercengang. "Kenapa?" ia tanya.

"Apa kau belum tahu ilmu itu bukan warisan keluarga Kok.

tapi milik keluarga Jen. Jadi aku tak ingin kitab itu jatuh ke tangan Han Tay Hiong!" kata Jen Thian Ngo.

Mendengar ucapan itu timbul kemarahan Siauw Hong. "Belum tentu Han Tay Hiong menginginkan kitab

keluarga Jen itu," kata Siauw Hong.

"Itu menurut dugaanmu! Baik mau atau tidak dia pada kitab itu. aku hanya bertanya, apa kitab itu ada padamu atau tidak?" kata Jen Thian Ngo mulai sengit.

"Tidak ada!" kata Siauw Hong singkat.

Ia membalikkan tubuhnya akan segera naik ke atas kudanya.

"Tunggu! Aku masih mau bicara denganmu!" kata Jen Thian Ngo.

"Paman masih mau bicara apa lagi?"

"Sekalipun kitab itu tidak ada padamu, tapi kau sudah paham isinya, kan?" "Jadi Paman tidak percaya padaku, kau khawatir aku mengajari Han Tay Hiong. Baik aku akan bersumpah di hadapanmu. Tetapi jika Paman masih tak percaya aku tak tahu harus bagaimana lagi?" kata Kok Siauw Hong.

"Kau tidak perlu bersumpah!" kata Jen Thian Ngo sambil tersenyum. "Aku hanya ingin kau bicara jujur!"

"Selama ini aku tidak pernah berbohong. Baik. Paman ingin aku bilang apa cepat katakan!" kata Siauw Hong.

"Han Tay Hiong terkena pukulan Siu-lo-im-sat-kang dari Chu Kiu Sek. Apa kau sudah tahu hal itu?"

"Aku tahu." kata Siauw Hong.:

"Kau ke Lok-yang akan mengobati Han Tay Hiong dengan jurus pusaka itu?" kata Jen Thian Ngo.

"Kalau ya kenapa dan kalau tidak kenapa?" tanya Siauw Hong.

"Aku akan melarang kau mengobatinya dengan ilmu itu!" kata Jen Thian Ngo.

Kok Siauw Hong memang tak berniat mengobati Han Tay Hiong dengan ilmu Siauw-yang-sin-kang. Lwee-kang Han Tay Hiong tinggi, karena itu ia akan mampu bertahan. Dengan minum arak obat milik Ci Giok Hian. ia pasti sembuh. Tapi karena hati Kok Siauw Hong keras, maka ia bertanya begitu.

"Sungguh aneh. kenapa di dunia ini masih ada orang seperti Pamanku ini? Sekalipun kau Pamanku, aku tak akan menuruti keinginannya itu!" pikir Kok Siauw Hong.

"Paman, aku kira kau tak akan ikut campur sampai sejauh itu, kan?" kata Kok Siauw Hong.

Mata Jen Thian Ngo melotot. "Jadi kau anggap aku ini usil?" katanya.

"Aku tak berani menuduh, tapi jika kata-kata Paman itu benar, aku tak berani tidak menurut!" kata Siauw Hong.

"Mengapa kau tak mencaci aku orang tidak benar?" Kok Siauw Hong diam saja.

"Apa sebabnya kau ingin mengobati Han Tay Hiong? Aku ingin dengar alasanmu!" kata Jen Thian Ngo sambil menatapnya tajam.

Kok Siauw Hong mengira Jen Thian Ngo akan marah sekali, sebaliknya ia malah bertanya begitu.

"Aku ke sana untuk menjelaskan pembatalan perjodohan kami. mengobati dia itu masalah lain. Paman Han itu Bu- lim Cian-pwee (Tokoh Dunia Persilatan) yang sangat dihormati. Sekarang dia terluka oleh si Iblis golongan sesat. Kami kaum muda wajib menolong dan mengobatinya. Apalagi dia sahabat Ayahku." kata Siauw Hong.

"Jadi kau tidak bermaksud bermuka-muka agar perjodohanmu dengan nona Ci jadi lancar? Bukan begitu?" kata Jen Thian Ngo.

"Paman jangan mencampur-adukan masalah itu!" kata Kok Siauw Hong.

Tapi ia berpikir.

"Hm! Hatimu benar-benar picik!'' pikir Siauw Hong.

"Oh kalau begitu jadi gampang diatur." kata Jen Thian Ngo sambil tertawa terbahak-bahak. Kok Siauw Hong terengang.

"Maksud Paman?"

"Kau tak perlu mengobati dia!" kata Jen Thian Ngo sambil tersenyum. Kok Siauw Hong jadi bingung karena pada dasarnya Jen Thian Ngo tak setuju dia pergi ke Lok-yang.

"Kenapa?" kata Siauw Hong yang mulai marah.

"Seperti alasanmu tadi. kau mengobatinya karena kau hormat kepadanya, iya kan?"

"Ya karena ia orang baik."

"Bagaimana kalau ternyata ia orang jahat?"

"Apa Paman punya bukti kalau ia itu orang jahat?" "Memang aku tidak punya bukti, tapi aku tahu dia bukan

orang baik seperti yang kau bayangkan. Memang benar dia itu orang jahat!" kata Jen Thian Ngo.

Kok Siauw Hong tidak yakin pada ucapan pamanya itu.

Dia tertawa dingin.

"Sekalipun Paman tak punya bukti, tuduhan Paman itu ada dasarnya kan? Aku tak bisa hanya percaya pada kata- kata Paman, maafkan aku!" kata Siauw Hong.

Jen Thian Ngo diam.

"Semula aku akan menjelaskannya, tapi aku yakin kau tak akan mempercayai kata-kataku. Kau boleh pulang tanyakan saja pada Ibumu! Sekalipun Ibumu itu tidak pernah akur denganku, tetapi ia akan mengakui bahwa aku orang jujur. Ia tak akan sembarangan menjelekkan aku." kata Jen Thian Ngo.

"Memang aku harus menanyakannya pada Ibuku." kata Siauw Hong. "tapi tidak sekarang. Sekarang aku harus mengejar waktu, lain kali saja. Aku tak bisa ayal karena pasukan Mongol sudah maju. Aku harus ke Lok-yang secepatnya!"

Jen Thian Ngo menghadang di depan kuda Siauw Hong Kok Siauw Hong gusar bukan main.

"Mengobati Paman Han atau tidak, itu urusanku. Bagaimanapun aku harus berangkat ke Lok-yang!" kata Siauw Hong.

Jen Thian Ngo kurang senang lalu ia awasi Siauw Hong dengan tajam. Tak lama lagi mereka akan segera bertarung.

Namun, tiba-tiba dari jauh terlihat mendatangi seorang penunggang kuda dengan cepat. Begitu dekat penunggang kuda itu berteriak dengan nyaring.

"Anak Hong dia Pamanmu! Apa yang kalian ributkan?" teriak penunggang kuda itu ternyata ibu Siauw Hong.

"Oh syukurlah Ibu datang. Paman melarangku ke Lokyang!" kata Siauw Hong.

Tak lama Kok Hu-jin sudah sampai di depan mereka, ia tatap anaknya.

"Kau sangat keterlaluan anak Hong," kata sang ibu.  "Kau mengambil putusan sendiri hingga keadaan jadi kacau-balau, hal itu hampir saja kau membuat Ibumu pingsan! Tapi semua sudah terjadi, sudahlah. Kau mau ke Lok-yang. aku setuju dan berangkatlah. Kau harus berani mengakui kesalahan di depan Paman Han!"

Semula Kok Siauw Hong takut ibunya tak setuju atas keputusannya itu dan memarahinya, tak tahunya malah sang ibu mufakat sekali. Ia girang bukan main.

"Jika tahu Ibu sangat pengertian, aku tak perlu kabur dari rumah." pikir Kok Siauw Hong..

Sementara itu Jen Thian Ngo kelihatan bingung, ia jadi salah tingkah dan tak enak hati.

"Sam-moay. kau...kau tak mengetahui sesuatu. " Tetapi sebelum Jen Thian Ngo bicara habis sudah dipotong oleh Kok Hu-jin. ia mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya. Ternyata itu sebuah kitab tipis dan langsung kitab itu dilemparkan ke arah Jen Thian Ngo yang sedikit kaget.

"Terima ini!" kata Kok Hu-jin.

Jen Thian Ngo langsung tahu itu benda apa.

"Sam-moay. apa maksudmu?" kata Jen Thian Ngo purapura heran dan kaget.

Kok Hu-jin menyahut dengan dingin.

"Seorang lelaki sebaiknya tidak menginginkan sawah dan ladang milik orang tuanya, seorang wanita sebaiknya tidak mengharapkan hadiah pernikahan dari orang tuanya. Ayah memberikan kitab itu kepadaku sebagai hadiah pernikahanku. Sekarang aku kembalikan kepadamu agar hatimu lega. dan jangan terus-menerus menekan keponakanmu ini!" kata Kok Hu-jin dengan dingin sekali.

Wajah Jen Thian Ngo berubah merah. Sebenarnya ia malu sekali untuk menerima kitab itu. tetapi kitab itu justru telah menjadi impiannya sejak dia masih muda. Maka dengan terpaksa ia menebalkan mukanya menerima juga kitab itu.

Rupanya Jen Thian Ngo pernah belajar ilmu Siauw- yangsin-kang itu. tetapi sebelum ia berhasil ayahnya telah menghadiahkan kitab itu kepada adiknya, la ingin memiliki dan menguasai ilmu itu. tetapi ilmu itu sulit dipelajari. Saat masih muda dia pernah belajar, tapi setelah sekian lama ia jadi lupa lagi.

Jen Thian Ngo orang yang lebih menghargai kehormatannya, sekalipun adiknya mengembalikan kitab itu dengan baik-baik. tapi ia tetap berkata begini. "Sam-moay. aku harap kau tidak salah mengerti." kata Jen Thian Ngo. "Aku tidak meminta kitab Ini. tetapi aku khawatir kitab ini jatuh ke tangan Han Tay Hiong. "

"Sudah jangan banyak bicara!" kata Kok Hu-jin. "Baik supaya hatimu lega aku akan berpesan pada anakku."

Dia tatap anaknya.

"Anakku, dengar pesanku. Kau tak boleh menggunakan Siauw-yang-sin-kang untuk mengobati Han lay Hiong. jika kau melanggar pesanku, kau jangan mengaku lagi sebagai anakku!" kata Kok Hu-jin tegas.

"Baik, Bu. Aku berjanji tidak akan menggunakan ilmu itu." jawab Kok Siauw Hong. Kok Hu-jin tertawa.

"Sekarang Toa-ko bisa berlega hati! Sebenarnya mengobati Han Tay Hiong tidak perlu ilmu itu!" kata Kok Hu-jin dengan tetap dingin.

Jen Thian Ngo menghela napas panjang.

"Sebenarnya aku ingin bicara lebih jauh pada kalian, tetapi kalian terlampau banyak curiga dan salah paham pada diriku." kata Jen Thian Ngo. "Aku ingin bilang, mengapa aku melarang Siauw Hong mengobati Han Tay Hiong. itu bukan karena aku takut ilmu kalian diketahui olehnya. "

Kok Hu-jin mengerutkan dahinya. "Lalu karena apa?" tanya Kok Hu-jin.

Kok Siauw Hong tak sabaran ia menyela.

"Paman bilang Paman Han Tay Hiong itu orang jahat." kata Kok Siauw Hong. Mendengar ucapan anaknya Kok Hu-jin menatap ke arah Jen Thian Ngo dengan penuh kecurigaan. Jen Thian Ngo sedikit gelagapan.

"Sam-moay. tak heran jika kau tidak percaya kepadaku." kata Jen Thian Ngo. "Han Tay Hiong itu orangnya sangat licik. Jika aku tidak tahu tentang dia. bagaimana aku bisa bilang dia orang jahat?"

Kok Hu-jin menatap kakaknya dengan tajam. "Kau tahu jelas mengenai apa?" tanya Kok Hu-jin.

"Aku tahu dia bersekongkol dengan bangsa Mongol!" kata Jen Thian Ngo.

Mendengar jawaban kakaknya itu Kok Hu-jin terperanjat sekali.

"Kau punya buktinya?" kata Nyonya Kok.

Bukan menjawab tapi Jen Thian Ngo balik bertanya. "Kau kenal pada orang yang bernama Siang-koan Hok?"

kata Jen Thian Ngo.

Kok Hu-jin berpikir sejenak.

"Bukankah dia Lo-cian-pwee yang sudah mengasingkan diri sudah lama sekali? Aku masih ingat Ayah kita pernah cerita tentang dia. Dia dan Ceng Leng Su-thay pernah menjalin hubungan cinta, sehingga ia pergi ke seberang lautan. Itu sudah terjadi puluhan tahun yang lalu. kenapa kau ungkitungkit lagi?" kata Kok Hu-jin.

"Sekarang orang itu telah menjadi wakil Hoat Ong (Kepala Paderi) Mongol. malah ia sangat dipercaya oleh raja Mongol," kata Jen Thian Ngo.

"Lalu apa hubungannya dengan Han Tay Hiong?" tanya Kok Hu-jin penasaran. "Tentu saja ada hubungannya, mereka itu sudah lama bersahabat dan berhubungan." kata Jen Thian Ngo.

"Apa kau lupa. Ayah kita pun punya hubungan dengan Siang-koan Hok?" kata Kok Hu-jin.

Jen Thian Ngo manggut-manggut.

"Benar. Tetapi pada waktu itu Siang-koan Hok belum bergabung dengan bangsa Mongol. Sedangkan Han Tay Hiong berhubungan dengan dia, justru saat dia sudah menjadi wakil Kok-su (Guru Kerajaan) Mongol." kata kakaknya.

Kening Kok Hu-jin berkerut.

"Bagaimana kau bisa mengetahui soal itu?"

"Ketika itu aku pergi ke Lok-yang. tetapi Han Tay Hiong tidak berani mengundangku ke rumahnya. Tahukah kau apa sebabnya? Kiranya di rumah dia sedang kedatangan seorang tamu agung." kata Jen Thian Ngo.

"Apakah tamu agung itu Siang-koan Hok?" tanya adiknya.

Jen Thian Ngo tertawa dingin.

"Jika bukan dia mengapa aku memberitahu kalian?" kata Jen Thian Ngo. "Pepatah tua mengatakan, "Jika tak ingin orang tahu. jangan berbuat". Han Tay Hiong tidak bisa menutupi rahasia itu untuk semua penduduk Lok-yang. sekalipun ia sudah berhati-hati sekali!"

"Kau tahu dari siapa?" tanya Kok Hu-jin. "Siapa yang memberitahumu?"

"Salah seorang Hiang-cu (Pemimpin-cabang) perkumpulan Kay-pang (Partai Pengemis) di Lok-yang." kata Jen Thian Ngo. "Apa dia yang bernama Lauw Kun?" "Ya, benar." kata Jen Thian Ngo.

"Hm! Kay-pang memang sangat cepat mendapatkan informasi. Ditambah lagi Lauw Hiang-cu itu seorang yang jujur. Aku juga tidak pernah mendengar dia bentrok dengan Han Tay Hiong. Jadi informasi itu bisa dipercaya, karena tak mungkin pihak Kay-pang ingin membuat kekacauan antara mereka dengan Han Tay Hiong?" pikir Kok Hu-jin.

Tetapi dalam keheningan itu Kok Siauw Hong berkata. "Paman,  pepatah  mengatakan  "Omongan  orang belum

tentu  benar,  tetapi  melihat  sendiri  itu  baru  benar!"  Apa

Paman menyaksikan keluarga Han bersekongkol dengan Siang-koan Hok?" kata Siauw Hong.

"Tentu aku menyaksikannya sendiri, baik akan kuberitahu kau." kata Jen Thian Ngo.

Setelah menatap ke arah Kok Hu-jin baru Jen Thian Ngo mulai bercerita.

"Pada malam Lauw Kun memberi tahu aku tentang rahasia itu." kata Jen Thian Ngo memulai ceritanya, "seketika itu aku gusar sekali. Lalu aku bersama Lauw Kun pergi ke rumah Han Tay Hiong. Maksud kami untuk membuka kedoknya. Sayang rupanya mereka sudah tahu niat kami itu. Ternyata Siangkoan Hok sudah pergi dari rumah Han Tay Hiong. Sebelum kami tiba di rumah Han Tay Hiong, justru di tengah jalan kami bertemu dengan Siang-koan Hok yang baru keluar dari rumah Han Tay Hiong. Kami bertengkar dan aku terhajar oleh pukulannya, sedangkan Lauw Kun tak berhasil mengejar orang itu. "

Sebelum pamannya selesai bicara Kok Siauw Hong memotong. "Bagaimana Paman bisa tahu dia baru keluar dari rumah Paman Han Tay Hiong?" kata Siauw Hong.

"Rumah Han Tay Hiong ada di jalan Po-kee. aku dan Lauw Kun bertemu dengan Siang-koan Hok dijalan itu." jawab Jen Thian Ngo. "Di sekitar jalan itu tidak ada rumah kaum Rimba Persilatan. Jika dia bukan dari rumah Han Tay Hiong. apa dia keluar dari rumah orang lain?"

Jen Thian Ngo menghela napas panjang, baru kemudian ia melanjutkan ceritanya.

"Pertanyaanmu sangat beralasan, ketika itu memang aku tidak berpikir sampai ke situ." kata Jen Thian Ngo memulai lagi ceritanya. "Sekalipun aku yakin Siang-koan Hok keluar dari rumah Han Tay Hiong. tetapi kami tak bisa menangkap basah mereka. Sudah pasti Han Tay Hiong tidak akan mau mengakui dosanya!"

Saat itu Kok Hu-jin pun bingung.

"Semula aku kira Kakakku kurang puas terhadap Han Tay Hiong karena ia tak diundang, kiranya ada masalah pengkhianatan ini?" pikir Kok Hu-jin.

"Sekalipun pengkhianatanya belum terungkap." kata Jen. "tetapi berhubung kedudukannya di Dunia  Persilatan, untuk sementara ini lebih baik kita jangan bentrok dulu dengannya. Maka tadi aku bilang belum waktunya kubentahu kalian tapi aku ingin agar keponakanku ini mengetahuinya. Ini terpaksa saja kuberitahukan pada kalian karena kalian mendesakku. Selanjutnya hal ini kalian rahasiakan saja dulu. jika sampai bocor kalian bisa celaka di tangan Han Tay Hiong. Maka menurut pendapatku kau batalkan saja pergi ke Lok-yang!"

Setelah mendengar hal itu Kok Siauw Hong makin bingung, ia awasi ibunya. "Toa-ko. terima kasih atas perhatianmu." kata Kok Hu- jin kepada kakaknya. "Masalah ini akan kupikirkan dengan seksama, tetapi untuk anakku ini aku sudah mengambil keputusan yang pasti."

Jen Thian Ngo tertawa dingin.

"Dia anakmu, aku tidak berhak ikut campur urusanmu." kata Jen Thian Ngo. "Aku mencegah dia pergi mengobati Han Tay Hiong bukan karena aku egois. Sudahlah, aku mau pergi!"

Sesudah kakaknya pergi Kok Siauw Hong berkata pada ibunya.

"Apa Ibu percaya pada kata-kata Paman Jen Thian Ngo tadi?" kata Kok Siauw Hong.

Kok Hu-jin diam tak menjawab, keningnya berkerut- kerut. Kok Siauw Hong terus mengawasinya.

"Kenapa dulu Ibu dan Paman bisa putus hubungan?" kata Siauw Hong mulai tak sabar.

"Pamanmu itu tidak setuju Ibu menikah dengan Ayahmu...." kata Kok Hu-jin sambil tersenyum. "Jika kau ingin tahu masalah itu. baik akan Ibu beritahukan. Perjodohan kami atas kemauan kami berdua. Oleh karena itu Ibu juga tak ingin ikut campur masalah perjodohanmu berdua, aku ingin agar kelak kau tidak membenci pada Ibumu, seperti Ibu membenci pada Pamanmu itu. Tetapi Ibu yakin Han Pwee Eng itu gadis yang baik."

Wajah Siauw Hong jadi cerah.

"Ibu sangat baik dan penuh pengertian. Terus-terang  saja. wajah Paman Jen Thian Ngo itu sungguh tidak sedap dipandang." kata Kok Siauw Hong. Kok Hu-jin tertawa geli mendengar kata-kata anaknya yang polos itu.

"Kau keponakannya kau tidak boleh mencemoohkan Pamanmu itu." kata sang ibu.

"Ada masalah apa antara Paman Jen dan Paman Han itu? Aku yakin tadi Paman Jen menyembunyikan sesuatu." kata Kok Siauw Hong.

"Ceritanya begini," kata Kok Hu-j in. "Tahun itu Pamanmu pergi ke Lok-yang. kebetulan kaum Rimba Persilatan dari tiga Kabupaten akan berkumpul untuk mengangkat Han Tay Hiong menjadi pemimpin mereka. Tetapi Han Tay Hiong tidak mengundang Paman Jen  Thian Ngo ke tempatnya."

"Kapan terjadinya itu. Bu?" tanya Kok Siauw Hong. Kok Hu-jin tersenyum.

"Setahun setelah Ayahmu menjodohkan kau dengan Han Pwee Eng. Ibu kira mengapa Han Tay Hiong tidak mengundang Pamanmu itu karena Han Tay Hiong tahu Ibu tidak cocok dengan Paman Jen. Tak tahunya kata Pamanmu tadi, Han Tay Hiong punya rahasia seperti itu?!"

"Ibu percaya pada keterangan Paman Jen? Apa Ibu tak berpikir, barangkali Paman Jen sangat benci kepada Paman Han. lalu memfitnahnya? Dia jengkel karena tidak diundang ke pertemuan para pendekar itu di rumah Paman Han?"

Kok Hu-jin menggelengkan kepalanya.

"Tidak! Pamanmu itu bukan orang seperti itu! Sekalipun Ibu tidak cocok dengan dia. tetapi Ibu tahu sifatnya."

Kok Siauw Hong mengerutkan dahinya. "Kalau begitu Paman Han itu orang jahat?” Kok Hu-jin menggelengkan kepalanya.

"Paman Han sahabat Ayahmu dia bisa memilih kawankawannya. Jika Paman Han itu orang jahat. Ayahmu tidak akan menjodohkan kau dengan puteri Paman Han itu. Jika Ayahmu masih hidup, pasti kau akan dicegah memutuskan jodoh dengan nona Han."

"Kalau begitu Ibu lebih percaya kepada Ayah atau kepada Paman Jen?"

"Sudah tentu Ibu lebih percaya kepada Ayahmu!" kata Kok Hu-jin. "Tapi Ibu yakin Pamanmu itu tidak berdusta, barangkali ada masalah lain. Sekalipun Paman Han dan Siangkoan Hok punya hubungan, belum tentu Paman Han bergabung dengan bangsa Mongol. Ayahmu sangat percaya kepada Paman Han. Ibu dan Ayah banyak menerima bantuannya. Tapi heran jika ia tahu kedudukan Siang-koan Hok sekarang, mengapa ia masih berhubungan dengannya?"

Kok Siauw Hong menarik napas panjang.

"Menurut Ibu. masih haruskah aku ke Lok-yang atau jangan?"

Kok Hu-jin berpikir sejenak.

"Ucapan Pamanmu tadi hanya sebuah kecurigaan, sedang hubungan kita dengan keluarga Han sudah puluhan tahun. Kali ini kau membuat kesalahan pada keluarga Han. Jika kau tak ke sana untuk minta maaf pada Paman Han. tentu tak enak sekali." kata Kok Hu-jin.

"Ibu benar, aku juga berpikir begitu." kata Siauw Hong "Tetapi ucapan Pamanmu pun tak boleh kau abaikan juga. dan kau harus hati-hati kalau perlu kau selidiki sampai tuntas." kata Kok Hu-jin.

"Baik. aku akan ingat pesan Ibu. Harap Ibu berlega hati." kata Kok Siauw Hong.

Kok Hu-jin tersenyum.

"Kalau begitu Ibu tukar kuda denganmu, kau pakai saja Siauw-pek-liong (Si Naga Kecil Putih) ini!" kata ibunya.

Kuda itu diperoleh ayah Siauw Hong di Ceng-hay.

Siauw Hong mengucapkan terima kasih pada ibunya.

"Maafkan, aku telah membuat Ibu resah." kata Siauw Hong sambil menangis."

Kok Hu-jin tersenyum lembut.

"Ibu hanya berharap agar kau bahagia Ibu juga pernah melihat nona Ci. dia memang sangat cantik, tak heran kau suka padanya."

Kok Siauw Hong tertegun.

"Ibu pernah bertemu dengannya? Dia tahu siapa Ibu?" Kok Hu-jin menggelengkan kepalanya.

"Dia tidak kenal pada Ibu. Ditambah lagi Ibu pun tak ingin ia merasa canggung maka Ibu tidak menemuinya. Dia bersama kakaknya dalam sebuah kereta. Menurut keterangan yang Ibu peroleh, di dalam kereta itu ada seguci arak obat yang akan dibawa ke Lok-yang untuk Paman Han!"

Kok Siauw Hong tersentak sadar.

"Ah, pantas saja tadi Ibu bilang pada Paman Jen, bahwa aku tidak akan menggunakan ilmu keluarga Jen untuk mengobati Paman Han. Rupanya Ibu sudah tahu Ci Giok Hian berangkat membawa arak obat untuk Paman Han!" pikir Siauw Hong.

"Kuda Siauw-pek-liong larinya lebih cepat dari kereta itu." kata ibunya, "maka kuda itu aku berikan kepadamu, agar kau bisa sampai lebih awal dua hari dari mereka. Kau paham maksud Ibu? Kau batalkan perjodohanmu dengan nona Han. pasti Han Tay Hiong kurang senang pada kita. Jika kau menemuinya bersama nona Ci aku yakin dia akan tambah tidak senang. Maka itu aku pikir kau jangan datang bersama nona Ci."

Wajah Siauw Hong kemerah-merahan. "Aku mengerti. Bu. Eh aku lupa. apakah Ibu juga bertemu dengan Nona Han?" kata Kok Siauw Hong. Kok Hu-jin tersenyum.

"Pernah, dia juga cantik sekali dan kepandaian silatnya tinggi."

Kok Siauw Hong tertegun. "Dari mana Ibu tahu?" Kok Hujin tertawa.

"Dia pernah datang ke rumah kita, lho!" Kok Hu-jin menceritakan tentang kejadian malam itu. lalu ia menambahkan.

"Ibu dan Pamanmu sedang bercakap-cakap di kamar, dia bersembunyi di belakang gunung-gunungan. Semua yang Ibu bicarakan dengan Pamanmu, entah ia mendengarnya atau tidak Ibu kurang tahu. Saat Ibu tahu di luar ada orang dan Ibu hendak melihatnya, ia sudah melompat dan pergi. Ibu lihat gin-kangnya tidak rendah. Ibu dengar dia juga pernah mengusir Lima Serigala marga Tan. malah berhasil mencungkil mata si Rase Liar bernama An Tak. Itu suatu bukti bahwa ilmu silatnya lihay." "Hm! Pasti malam itu dia menyelidiki aku. setelah tahu jelas apa yang terjadi, maka ia pergi. Aaah. saat itu aku  tahu bagaimana berdukanya dia?" pikir Siauw Hong.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar