Beng Ciang Hong In Lok Jilid 02

 
Ucapan Beng Teng terputus karena dia harus menangkis serangan dari si Serigala Tua Tan Piauw. Melihat Beng Teng gugup, Tan Piauw malah tertawa terbahak-bahak.

"Bertarung satu lawan satu sulit menentukan pemenangnya." kata Tan Piauw. "Kita juga tidak pernah berjanji kalau yang menang akan memiliki isi kereta itu! Kau pengawal aku yang merampok, maka kau tidak boleh menyalahkan kami tidak memakai aturan!"

"Baik. mari saudara-saudara! Kita serang mereka!" kata Ciok Cong Thian dengan bersemangat.

"Orang she Ciok, tadi kita bertarung dan tidak ada yang kalah dan yang menang. Sekarang mari kita lanjutkan." kata Tan kauw dengan sengit karena dia sangat penasaran

"Dasar orang yang tidak tahu malu!" teriak Cong Thian. Terjadilah pertarungan antara Ciok Cong Thian dan Tan Kauw. Kali ini mereka bertarung benar-benar sedang mengadu jiwa. Serangan hebat dari Cong Thian hampir saja mencelakakan si Serigala Hijau Tan Kauw. Pada saat keadaan sangat kritis bagi Tan Kauw, tiba-tiba terdengar suara keras. Sebuah palu besar meluncur ke arah Ciok Cong Thian, palu itu tepat mengarah ke dadanya. Ciok Cong Thian kaget, dia tidak sempat menghindar, maka terpaksa serangan itu dia tangkis.

"Trang!"

Lelatu api berhamburan berpijar-pijar di tengah udara terbuka. Ciok Cong Thian menoleh ke arah penyerangnya, ternyata dua si Serigala Kuning Tan Teng. anak kedua Tan Piauw. "Kanda, biar kuhabisi domba ini untuk mewakili kau!" kata Tan Teng pada Tan Kauw.

"Bagus! Sekarang aku tidak peduli apa itu serigala putih atau kuning, aku harus membeset kulit mereka!" teriak Cong Thian dengan sengit.

Mereka langsung bertarung dengan hebat. Begitu juga para piauw-su sudah bertempur melawan kawan-kawan si serigala. Tan Kauw menyaksikan perkelahian adiknya Tan Teng dengan Cong Thian. Kepandaian Tan Teng jauh lebih tinggi dari Tan Kauw. tidak heran jika Tan Teng mampu mengimbangi serangan-serangan dari Ciok Cong Thian. Malah dia mampu melakukan serangan pada lawannya. Sesudah tahu adiknya mampu menghadapi Cong Thian yang gagah. Tan Kauw mencari lawan lain di antara para piauw-su itu.

Tan Giok telah berhasil menerobos pertahanan para piauwsu yang sedang menjaga kereta mewah itu. Tetapi tiba-tiba muncul Chu Cu Kia menghadang di depan dia. Melihat Chu Cu Kia si Serigala Putih Tan Giok langsung tertawa.

"Tadi kau sudah kalah, apa kau masih mau melawanku?" kata Tan Giok.

Mendadak melayang bayangan hitam. Orang itu ternyata Tan Su si Serigala Hitam yang bersenjata sebuah cambuk istimewa. Dia melompat menyerang ke arah Chu Cu Kia, dengan ganas sambil mengayunkan cambuk ke arah lawan.

"Roboh kau!" teriak Tan Su.

Cambuk di tangan Tan Su itu sebuah senjata yang sangat istimewa, cambuk itu bisa berubah sebentar lunak sebentar keras. Chu Cu Kia sudah berpengalaman, begitu dia melihat cambuk lawan itu, dia segera tahu sampai di mana kelihayan cambuk itu. Maka itu dia tidak berani gegabah meladeni lawannya ini. Dengan cermat segera dia menggerakkan tombak peraknya. Dia gunakan jurus "Pian Hoa Cit Seng" (Bunga Tujuh Bintang). Kelihatan ujung tombak perak itu berkelebatan memancarkan cahaya putih, menusuk ke arah perut Tan Su. Jurus "Pian Hoa Cit Seng" ini jurus yang menjadi andalan Chu Cu Kia, dan sangat lihay. Tan Su tahu betapa hebatnya serangan Chu Cu Kia kali ini. Segera dia tangkis serangan itu.

"Bagus!" dia memuji.

Saat Tan Su menangkis serangan Chu Cu Kia dia menggunakan jurus "Sia Kua Tan Pian" (Cambuk Menggantung Miring). Seketika itu juga terdengar suara benturan Mng hebat dan nyaring.

"Ting! Tang! Ting! Tang!"

Tangkisan Tan Su berhasil mengatasi serangan Chu Cu kia. Sesudah berhasil mematahkan serangan lawan Tan Su membalas menyerang dengan jurus "Tiat Soh Heng Coi!" (Mengikat Perahu Yang Melintang). Kelihatan cambuk Tan Su meliuk-liuk bagaikan seekor ular yang ganas, dia berhasil membelit tombak Chu Cu Kia. Tetapi sedikit pun Chu Cu Kia tidak gugup atau keder. dia segera memutarkan tombak peraknya dan juga menggeser tubuhnya sedikit lalu menyerang lawan.

Dengan tidak terasa pertarungan ini sudah lewat beberapa puluh jurus. Sedang cambuk Tan Su masih meliuk-liuk dan mendatangkan suara keras, tombak Chu Cu Kia pun berkelebatan mencari sasaran.

Kepandaian Tan Su tidak setinggi kepandaian saudarasaudaranya, tidak heran jika pada saat itu mereka jadi  seimbang.  Sedangkan  lwee-kang  Tan  Su  masih  di bawah Chu Cu Kia. Pertarungan mereka itu tampak seru dan sengit sekali.

Saat itu Tan Giok sudah mendekati kereta mewah itu, tibatiba dia mendengar suara sebuah bentakan.

"Di sini kau jangan main gila!" kata suara itu.

Orang yang membentak Tan Giok tersebut bernama Cin Kan. salah seorang piauw-su andalan Beng Teng. Cin Kan ini bersenjata sebatang toya besi yang sangat berat, dia langsung menyerang Tan Giok dengan sengit. Tan Giok pun tertawa.

"Kawan, kau jangan menyia-nyiakan tenagamu!" bentak Tan Giok sambil tertawa sinis.

Tan Giok menangkis serangan toya besi lawannya itu dengan pedang Ceng-kang-kiam. padahal dia hanya menggunakan lima bagian tenaganya, tetapi toya besi Cin Kan yang berat bergeser terkena tangkisannya itu.

Cin Kan kaget bukan kepalang. Pada saat yang bersamaan, dia melancarkan serangan lagi dengan jurus "Hoan Cau Wan Hong" (Burung Hong Berpindah Sarang).

"Hu! Cepat juga kau mengubah serangan, tapi tidak ada gunanya." kata Tan Giok sambil tertawa dan mengejek.

Tan Giok dengan pedang Ceng-kang-kiam-nya menangkis serangan lawan dengan jurus "Eng Cang Tiang Khong" (Elang Menyerang Dari Angkasa), kemudian dia susul dengan serangan "Ie Hoan Can Ti" (Ikan Berenang Di Air Dangkal), kemudian dia susul lagi dengan jurus "Sam Hoa Hui Goat" (Berputar Tiga Kali Mengitari Bulan) dan jurus "To Tah Kini Ceng" (Memukul Lonceng Dengan Tubuh Miring). Serangan Tan Giok yang berturut-turut sebanyak tiga kali, membuat pedangnya kelihatan berkelebat bahkan mengarah ke tenggorokan Cin Kan, dan ke kedua bahu maupun lutut lawan. Sekalipun Cin Kan bisa berkelit dengan cepat, namun pedang Tan Giok jauh lebih cepat. Pada jurus yang ke tiga itu Tan Giok membentak keras.

"Kena!"

Jurus "Toh Tah Kim Ceng" (Memukul Lonceng Dengan Tubuh Miring) berhasil melukai bahu Cin Kan dan seketika itu juga darah segar mengucur keluar dari bahu Cin Kan.

Terluka bahunya membuat Cin Kan tidak sanggup melanjutkan pertarungan lagi. Tan Giok segera menghampiri kereta itu. Disusul oleh Tan Kauw yang juga mendekat ke kereta mewah itu. sebelum mereka dekat ke kereta itu, Tan Kauw sudah dihadang oleh Sun Hua, salah seorang piauw-su yang bersenjata sepasang Poan-koan-pit.

Sun Hua akhli menotok jalan darah dengan sepasang Poankoan-pit. Tetapi sayang tombak bergigi serigala milik Tan Kauw lebih panjang dari senjata Sun Hua. ditambah lagi Tan Kauw bertenaga besar sekali.

Pada saat mereka sedang bertarung. Sun Hua mendapat kesulitan untuk mendekati lawannya itu. Tan Kauw tahu kelemahan lawannya itu, yaitu dengan jarak yang berjauhan, lawan jadi sulit menyerang dia. Tak sampai tiga puluh jurus, sebatang Poan-koan-pit (senjata mirip alat tulis Tionghoa) itu terpental tertangkis oleh senjata Tan Kauw. lengan Sun Hua pun terluka sehingga dia tidak sanggup bertarung lagi.

Menyaksikan anak buahnya banyak yang telah terluka Beng Teng kaget bukan main. Sekarang dari empat piauw- su andalannya itu hanya tinggal dua orang saja. yaitu Ciok Cong Thian dan Chu Cu Kia yang masih bertarung. Bisa dibayangkan, betapa gugup dan paniknya Beng Teng saat itu. Sambil mengertakkan gigi Beng Teng berteriak.

"Saudara Tan Piauw! Aku akan adu jiwa denganmu!" kata Beng Teng dengan nyaring.

Beng Teng langsung menggunakan jurus yang mematikan, hal ini membuat si Serigala Tua Tan Piauw terpaksa melompat mundur. Kemudian Tan Piauw pun tertawa nyaring.

"Kau mau mengadu jiwa denganku, silakan aku siap meladenimu!" kata Tan Piauw.

Saat Tan Piauw sudah siap meladeni Beng Teng. justru Beng Teng malah melompat ke arah kereta mewah, maksud Beng Teng akan melindungi kereta yang dikawalnya itu dari gangguan para penjahat. Tetapi tiba-tiba terasa ada suara angin berkesiur dari belakang dia. Rupanya Tan Piauw sudah melompat menyusul ke arah Beng Teng.

Dengan tanpa menoleh lagi Beng Teng langsung menyerang ke belakang. Tetapi Tan Piauw gesit luar biasa, dia menangkis serangan pedang lawan ini dengan cangklong atau pipa panjangnya itu.

"Trang!"

Tan Piauw tertawa terbahak-bahak.

"Cong Piauw-thauw! Lebih baik kau mengaku kalah saja!" kata Tan Piauw mengejek.

Tiba-tiba Tan Piauw menghembuskan asap tembakau dari mulutnya, hembusan ini tak boleh dianggap ringan karena serangan itu dibarengi dengan lwee-kang (tenaga dalam) yang hebat sekali. Sedikitpun Beng Teng tidak mengira akan disembur dengan asap tembakau, tidak ampun lagi matanya terkena asap tembakau itu. Seketika itu juga kedua matanya terasa pedih. Beng Teng tidak mampu membuka kedua matanya. Bersamaan dengan serangan itu, dengan cepat Tan Piauw mengarahkan cangklongnya ke arah bahu lawan.

"Kena!" kata Tan Piauw.

Bahu Beng Teng terkena cangklong yang masih berapi, dan terdengar suara. "Cesss!"

Bahu Beng Teng terluka dan hangus terbakar, tetapi pada saat yang bersamaan Beng Teng pun telah menyerang dengan pedangnya. Sungguh di luar dugaan ternyata Tan Piauw gesit, dia mampu menggeser tubuhnya sehingga terhindar dari tusukan pedang Beng Teng. Kemudian Tan Piauw tertawa.

"Ah Harimau berhasil dilukai oleh Serigala. Sekarang aku tidak ingin bertarung lagi dengan Harimau Buta!" kata Tan Piauw dengan sinis.

Sambil tertawa dia tinggalkan Beng Teng dan langsung melompat ke arah kereta mewah itu.

Beng Teng merasakan matanya pedih bukan main sehingga matanya itu mengeluarkan air mata. Dia kaget sekali karena sepasang matanya kini tidak bisa dibuka.

"Jangan-jangan asap tembakau itu beracun?!" Beng Teng menduga-duga.

Beng Teng tak hentinya menggerakkan pedangnya, rupanya dia khawatir akan diserang oleh lawan. Melihat Kejadian itu piauw-su Tio Yong berlari menghampirinya.

"Cong Piauw-thauw mari kucuci matamu!" kata Tio Yong kaget saat melihat Beng Teng memejamkan matanya. Ketika Beng Teng mengenali suara anak buahnya dia berhenti memutarkan pedangnya. Tio Yong mengambil sapu tangannya yang dia basahi untuk dipakai mencuci mata atasannya itu. Perlahan-lahan rasa sakit dan pedih di mata Beng Teng hilang juga. Beng Teng menghela napas lega dia yakin malanya tidak akan buta karena asap pipa Tan Piauw tersebut.

"Bagaimana, apa sudah baikan?" tanya Tio Yong. Beng Teng mengangguk.

"Bagaimana keadaan pertarungan sekarang?" tanya Beng Teng pada anak buahnya.

"Cong Piauw-thauw jangan cemas, obati dulu matamu.

Kebetulan aku membawa obat mata!" kata Tio Yong.

Tio Yong mengeluarkan sebotol kecil obat mata dari sakunya, lalu diteteskan obat mata itu ke mata Beng Teng. Beng Teng merasakan matanya sejuk sekali.

"Obat matamu lumayan juga." kata Beng Teng.

Kini Beng Teng sudah bisa membuka kedua matanya. Rupanya asap tembakau itu tidak beracun. Pada saat yang bersamaan Beng Teng bisa melihat, dia lihat Chu Cu Kia terpental terkena senjata lawan. Beng Teng kaget bukan main.

"Celaka!" kata dia.

Kemudian disusul oleh jeritan Ciok Cong Thian. piauw- su kawakan ini pun kalah oleh Tan Teng. Ciok Cong Thian roboh dan entah pingsan atau sudah mati. Kedua piauw-su itu andalan Beng Teng. Sekarang yang ada di dekat kereta tinggal kedua lelaki tua yang mengawal nona cantik itu. Keduanya berdiri melindungi si nona. Wajah Beng Teng jadi muram, dia menarik napas panjang dan kelihatan lesu "Kali ini Houw Wie Piauw-kiok kalah total! Jika nona itu berhasil diculik, kemana aku akan menyembunyikan mukaku?" pikir Beng Teng.

Kekhawatiran Beng Teng ini masuk akal. Jika terjadi nona calon pengantin itu hilang, bagaimana dia harus bertanggungjawab kepada ayah nona Han? Ke mana mukanya akan dia sembunyikan jika hal itu terjadi? Saat itu dia putus asa sekali dan hampir bunuh diri. Tetapi ketika dia menoleh ke arah kereta, dia lihat di depan kereta kedua orang tua itu sedang menghadang majunya para perampok itu.

"Hai tua-bangka. apa kau tak mau minggir? Apa kau mau menunggu kami membunuh kalian berdua?!" kata Tan Kauw.

Kedua lelaki tua itu pelayan setia si nona calon pengantin. Keduanya tidak takut oleh ancaman Tan Kauw itu.

"Sekalipun kau akan membunuh kami. tidak akan kami izinkan kau naik ke kereta ini!" kata salah seorang dari mereka.

Tan Kauw gusar bukan main Dia ingin membunuh kedua lelaki tua itu. Tiba-tiba pada saat Tan Kauw maju semakin dekat, terdengar suara seruan keras.

"Toa-ko, jangan lukai mereka!" kata Tan Giok.

Tan Giok hanya ingin merebut si nona cantik itu dan dia tidak ingin kakaknya membunuh kedua lelaki tua itu. Tan Kauw tertawa.

"Baiklah, akan kuusir saja mereka berdua ini!" kata Tan Kauw dengan sombong. Tan Kauw menjulurkan tangannya ke arah salah seorang lelaki tua itu. Pada saat yang bersamaan Beng Teng pun sudah siap mengayunkan pedang untuk bunuh diri. tiba-tiba Tio Yong berseru-seru.

"Cong Piauw-thauw. lihat-lihat!" teriak Tio Yong.

Tio Yong menunjuk ke arah kereta mewah itu. Beng Teng pun ikut menoleh ke arah sana.

Saat itu Tan Kauw yang hendak menjambak lelaki tua ilu. malah sekarang sedang dicengkeram oleh lelaki tua kurus itu. Tubuhnya sudah diangkat ke atas. Saat itu tangan Tan Kauw bergerak mengayunkan senjata ke arah lelaki tua itu. Tetapi lelaki tua itu memutarkan tubuh Tan Kauw. Saat itu mereka seolah sebuah tontonan akrobat atau seorang akrobat sedang mempertunjukkan kebolehannya di depan penonton.

Para perampok yang lain segera menghindar, dengan demikian kereta mewah itu telah bebas dari kepungan para perampok yang kelihatan garang sekali.

Menyaksikan kejadian itu Beng Teng terkejut bercampur girang. Melihat aksi lelaki tua kurus itu Beng Teng langsung tahu. bahwa orang tua itu lihay. Setelah memutarkan tubuh Tan Kauw. lelaki tua itu tertawa terahak-bahak.

"Bagus! Tadi kau tidak bermaksud membunuhku, sekarang juga aku pun mau mengampuni nyawamu!" kata lelaki tua kurus itu.

Orang-orang yang melihat kejadian itu matanya terbelalak, tiba-tiba lelaki tua kurus itu membanting tubuh Tan Kauw sekuat tenaga ke tanah.

"Pergi!" bentak si lelaki tua kurus. Tubuh Tan Kauw terlempar sejauh tujuh depa. sedang kawan-kawan Tan Kauw yang takut tertimpah tubuh kawannya sudah langsung menyingkir jauh-jauh.

"Kedubraaak! Duuuk!"

Tan Kauw jatuh terbanting dengan keras ke tanah, dia menjerit-jerit karena kesakitan Tan Su melompat ke arah si orang tua kurus itu, sekaligus ia menyerang dengan cambuk istimewanya. Dia gunakan jurus "Ciak Coa Jau Su" (Ular Belang Melilit Pohon).

Tetapi mendadak dengan cepat lelaki tua yang gemuk melompat ke depan Tan Su.

"Biar yang ini bagianku!" kata si lelaki tua gemuk.

Pada saat cambuk Tan Su melayang ke arahnya, dia mengelak dengan mudah dan sekaligus maju selangkah sambil mengulurkan tangannya. Setelah berhasil menangkap cambuk lawannya, dia menarik dan menghentakkan cambuk itu dengan keras sekali.

"Lepaskan!" kata si gemuk.

Bukan main keras tarikan si gemuk ini, tahu-tahu cambuk itu telah berada di tangan si gemuk.

"Kau datang tanpa memberi hormat, itu berarti kau kurang ajar! Sekarang kau harus dihajar!" kata si gemuk.

Si tua gemuk itu segera mengayunkan cambuk yang tadi dia rebut dari Tan Su ke arah pemiliknya, dia juga menggunakanjurus yang sama "Ciak Coa Jau Su" (Ular Belang Melilit Pohon).

Ujung cambuk itu berhasil membelit tubuh Tan Su. kemudian cambuk itu ditarik dengan dihentakkan keras sekali hingga membuat Tan Su tidak sanggup berdiri tegak lagi. Tubuhnya terpelanting jatuh ke tanah dengan keras. "Gedebuk!" "Aduh!"

Tan Su menjerit dengan kaget dan dia tidak menyangka dengan mudah dia bisa dijatuhkan oleh si gemuk itu.

Menyaksikan kejadian itu Beng Teng girang sekali.

Tetapi pada saat yang bersamaan melompatlah Tan Giok ke arah si gemuk dan pedangnya ditusukkan mengarah ke jalan darah Pauw-khie-hiat. Si gemuk berkelit dari serangan itu. tapi Tan Giok sudah menyerang lagi. Sekarang ujung pedang Tan Giok mengarah ke perut si gemuk.

Lelaki tua gemuk itu tertawa. Segera dia lemparkan cambuk milik Tan Su itu. Saat dia merebut cambuk itu dari Tan Su. dia gunakan ilmu Kin-na-chiu (Ilmu mencengkram) yang terdiri dari  jurus, dia melemparkan cambuk itu karena dia anggap kurang leluasa jika dia memegang senjata. Sesudah itu dia tertawa.

"Tak aku sangka Serigala Putih juga bisa menggigit!" kata si gemuk. "Sekarang kau akan kucengkram agar semua orang mentertawakanmu!"

Kepandaian Tan Giok paling tinggi di antara saudarasaudaranya, sekarang si gemuk menghadapinya dengan tangan kosong. Bagi Tan Giok ini peristiwa yang memalukan dirinya, tak heran sindiran si gemuk tadi membuatnya gusar bukan main.

Pada saat Tan Giok akan menyerang lagi. muncul Tan Teng si Serigala Kuning yang langsung mengangkat godamnya menyerang ke arah si gemuk.

"Akan kuhajar kau tua bangka!" kata Tan Teng. Palu besi besar itu mengarah ke kepala si gemuk, segera si gemuk menggeser tubuhnya sedikit, lalu dia ulur sebelah tangannya secepat kilat.

"Kena!" si gemuk berseru.

Dengan sebelah tangannya itu si gemuk menangkis serangan Tan Teng, dan palu Tan Teng tertangkis gagangnya hingga palu besi itu berbalik menyerang pemiliknya.

"Duuk! Aduh!"

Terdengar suara palu besi beradu dengan jidat Tan Teng dan disusul oleh jeritan Tan Teng sendiri, dia langsung roboh dan pingsan.

Bisa dibayangkan terkejutnya Tan Piauw, ayah Tan Teng menyaksikan kejadian itu. Dia melompat ke depan si tua gemuk, tetapi lelaki kurus pun segera maju menghadangnya.

"Awas seranganku!" kata Tan Piauw.

Secara tiba-tiba lelaki tua kurus itu dia serang dengan jurus "Ngo Heng Kiam" (Pedang Lima Elemen), tangan kirinya terjulur dan kelima jarinya menyerang ke dada si kurus.

Bukan main hebatnya serangan itu, tetapi si kurus sama sekali tidak gentar. Dia melompat mundur dua langkah, lalu dia kibaskan tangannya ke arah lawan.

Tan Piauw kaget karena kibasan tangan si tua kurus itu berisi lwee-kang (tenaga dalam) yang tinggi.

"Lwee-kang orang ini tidak jauh berbeda dengan Iweekangku, pantas si Kauw dan si Teng kalah olehnya!" pikir Tan Piauw. Si lelaki tua kurus itu tertawa melihat lawannya terheranheran itu.

"Hm! Serigala Tua kau bisa menggigit orang, jangan salah aku pun mampu membeset kulitmu!" ejek si tua kurus.

Mendengar ejekan itu Tan Piauw melotot.

Tiba-tiba tubuh Tan Piauw berputar dan tahu-tahu dia sudah berada di belakang si tua kurus, dengan cepat Tan Piauw menotok jalan darah Leng-tay-hiat dari si tua kurus.

Tetapi dengan tanpa menoleh lagi si tua kurus bergeser ke samping. Kembali Tan Piauw menyerang dengan jurus "Kim Hong Si Lui" (Kumbang Emas Hinggap Di Putik Bunga). Si tua kurus tersentak kaget, dia kagum oleh kepandaian Tan Piauw ini. Dia berkelit dengan cepat menghindar dari serangan Tan Piauw yang cepat luar biasa itu.

"Si Serigala Tua sangat terkenal di Dunia Persilatan, memang ini bukan omong kosong!" pikir si tua kurus. "Senjata cangklongnya bisa dia gunakan seperti pedang, sedang ujungnya bisa dipakai menotok jalan darah lawan. Sungguh luar biasa!"

Saat pertarungan sedang berlangsung antara dua jago tua ini. para piauw-su banyak yang kaget hingga mata mereka terbelalak dan kagum menyaksikan kehebatan kedua orang itu.

Di tempat lain orang sedang mengobati luka Chu Cu Kia. Sesudah diobati Chu Cu Kia mendekati Beng Teng. Dia berbisik ke telinga bossnya.

"Cong-piauw-thauw, rasanya kita akan selamat. Tetapi aku heran pada kedua lelaki tua itu. mereka berkepandaian sangat tinggi, tetapi mengapa mereka bersedia menjadi budak nona cantik itu? Kita telah menempuh perjalanan jauhnya ribuan lie bersama mereka. Aku heran sama sekali kita tidak tahu kalau keduanya sangat pandai. Barangkali mata kita sudah lamur!" kata Chu Cu Kia.

Beng Teng menghela napas.

"Aaah! Jika hari ini kita bisa selamat, akupun sudah tidak punya muka lagi berkecimpung di bidang ini! Kita dibayar untuk melindungi orang, tetapi sebaliknya malah kita yang dilindungi oleh mereka. Aku sebagai pemimpin piauw-kiok, tetapi tak bisa dibandingkan dengan kedua budak tua itu!" kata Beng Teng mengeluhkan nasibnya.

"Cong-piauw-thauw. kau jangan putus asa!" kata Chu Cu Kia mencoba menghibur atasannya itu. "Sesuatu yang terjadi atas perusahaan ekpedisi seperti perusahaan kita ini, wajar saja. Coba kau bayangkan perusahaan mana yang tidak pernah mengalami kegagalan saat mereka mengawal barang? Ditambah lagi kau juga belum dikalahkan oleh si Serigala Tua Tan Piauw. "

Chu Cu Kia berhenti sejenak, dia menatap wajah Beng Teng. kemudian ia melanjutkan ucapannya.

"Memang benar urusan hari ini sungguh luar biasa!" kata Chu Cu Kia.

Beng Teng manggut-manggut.

"Kau benar, aku juga tidak habis pikir. Orang she Han itu punya dua pesilat tangguh seperti dua lelaki tua kurus dan gemuk itu, tetapi mengapa mereka masih bersedia mengeluarkan uang begitu banyak untuk membayar kita melindungi puterinya?" kata Beng Teng. 

Chu Cu Kia mengerutkan keningnya.

"Ketua, apa kau tahu asal-usul kedua orang tua itu?" tanya Chu Cu Kia. Beng Teng menghela napas panjang.

"Aaah! Kedua orang tua itu pandai ilmu "Kim-na Ciu Hoat" (Ilmu Mencengkeram Dengan Tangan Kosong), aku yakin mereka itu akhli Gwa-kang (Ilmu Tenaga Luar) dan ilmunya sudah sangat tinggi. Aku kenal dengan beberapa pesilat akhli gwa-kang. tetapi tidak seorang pun yang bisa menyamai mereka berdua. Sungguh aku malu sekali karena tidak tahu asal-usul mereka." kata Beng Teng.

Pada saat mereka berdua sedang berbincang, pertarungan antara Tan Piauw dan lelaki tua kurus itu masih berlangsung seru. Sedangkan pertarungan antara si tua gemuk dan Tan Giok telah terjadi perubahan. Sekarang Tan Giok sudah mulai terdesak oleh si orang tua gemuk.

Tiba-tiba nona calon pengantin yang ada di kereta menyingkapkan kain kerei jendela kereta. Dia berbangkis beberapa kali baru kemudian terdengar dia bicara.

"Chan Toa-siok (Paman Chan Tua), hari sudah bukan siang lagi. aku ingin segera istirahat sebentar!" kata si nona dari dalam kereta.

Maksud ucapan si nona jelas dia menyuruh kedua orang tua kurus dan gemuk itu segera menyelesaikan pertarungan mereka itu.

"Ya. Nona! Kami harap Nona bisa segera beristirahat! Budak tua akan segera mengusir kawanan serigala ini!" jawab si kurus.

Sesudah itu si tua kurus melancarkan serangan yang bertubi-tubi, serangan ini membuat Tan Piauw terdesak mundur beberapa langkah. Sementara si tua gemuk juga sudah mulai mendesak dengan hebat ke arah Tan Giok. Tibatiba si tua gemuk membentak.

"Lepaskan pedangmu!" Tan Giok terkejut dia merasakan pedangnya bergetar hebat, tanpa terasa pedang itu terlepas dari tangannya, sedang tangannya terasa sakit sekali. Pada saat yang bersamaan si tua gemuk sudah langsung maju selangkah dan berhasil mencengkram tangan Tan Giok.

Tan Piauw saat itu telah melihat Tan Giok dalam bahaya, segera menghindar dari sebuah serangan si tua kurus, dia langsung melompat ke arah Tan Giok untuk menolongi anaknya itu dari bahaya.

Si tua gemuk yang telah berhasil merebut pedang Tan Giok lalu mendorong tubuh lawan sehingga terpental sejauh dua depa.

Saat itulah Tan Piauw tiba di depan si orang tua gemuk, sambil tertawa terbahak-bahak si orang tua gemuk melemparkan pedang Tan Giok yang ada di tangannya ke arah dada Tan Giok. Pada saat pedang itu sedang meluncur ke arah Tan Giok. saat itu Tan Giok masih terhuyung belum bisa berdiri tegak, tentu saja datangnya serangan itu tidak akan mampu dia hindarkan lagi atau dia tangkis.

"Jangan lukai anakku!" teriak Tan Piauw.

Tan Piauw langsung menangkis pedang yang sedang meluncur ke arah Tan Giok.

"Trang!"

Pedang itu terpental, ternyata Tan Piauw berhasil menyelamatkan nyawa Tan Giok dari bahaya maut itu.

Sebelum Tan Piauw bisa berbuat lain si tua gemuk sudah langsung menyerang dia ke arah punggung. Tan Piauw segera berkelit dari serangan itu. tetapi gerakan si tua gemuk jauh lebih cepat. Dia telah berhasil mencengkram lengan kiri Tan Piauw dengan keras sekali. Tan Piauw tidak sempat berkelit lagi, sehingga tangan kirinya berhasil dicengkram oleh lawannya.

"Aku tidak akan mematahkan tanganmu, enyahlah kau dari sini!" bentak si tua gemuk.

Si tua gemuk itu mengerahkan lwee-kang dan sekaligus mendorong tubuh Tan Piauw sehingga Tan Piauw terpental sejauh tiga depa. Setelah Tan Piauw bisa berdiri tetap lagi dia langsung menundukkan kepalanya. Ternyata lengan kirinya telah bengkak merah dan ada bekas lima jari si tua gemuk, sakitnya bukan main.

"Jika tadi dia mengerahkan lwee-kangnya, tanganku pasti sudah remuk!" pikir Tan Piauw.

Dia mengaku kalah lalu berjalan dengan kepala ditundukkan. Sedangkan si tua gemuk mengawasi dengan heran juga.

"Si Tua Tan Piauw terkena cengkraman harimauku, tetapi dia bisa tetap tegar. Sungguh luar biasa! Jika tadi dia tidak sedang mencemaskan keselamatan anaknya, belum tentu aku bisa mengalahkan dia dengan mudah!" pikir si tua gemuk.

Tiba-tiba nona Hong yang sejak tadi menonton bersama kakeknya tertawa.

"Kek! Kita harus ke sana mengundang nona di kereta itu!" kata si nona.

Sebelum keduanya melangkahkan kaki mereka, si sastrawan sesat yang sejak tadi memegangi kipasnya sudah langsung melompat ke arah kereta mewah sambil tertawa cekikikan.

"Pengantin itu milikiku. uangnya boleh kalian ambil!" kata si sastrawan sesat itu. Nona Hong melotot. "Rase Liar! Kau tahu aturan Hek-to (Dunia Hitam) atau tidak?" kata nona Hong.

Dia akan melompat menghalangi si sastrawan itu. tetapi kakeknya yang ada di sampingnya, segera mencegah nona Hong bertindak begitu.

"Biarkan dia yang ke sana dulu. supaya kita tidak perlu buang tenaga! He! He! He! Percayalah tidak mudah dia memilikinya!" kata sang kakek.

An Tak si Rase Liar atau si sastrawan sesat sebenarnya segan berhadapan dengan kakek Ciu ini. Itu sebabnya dia mendahului turun tangan, dia khawatir si nona calon pengantin akan jatuh ke tangan kakek Ciu tersebut.

Gin-kang (ilmu meringankan tubuh) si sastrawan sesat ini sangat tinggi. Jika dia berhasil merebut nona cantik di kereta itu. An Tak yakin kakek Ciu tidak akan mampu mengejar dia lagi. Tak lama An Tak sudah ada di depan jendela kereta mewah itu. tetapi kedua lelaki tua gemuk dan kurus itu sudah langsung menghadang majunya si sastawan sesat itu.

"Mari!" kata lelaki tua sambil menatap ke arah An Tak dengan dingin. Orang-orang sudah menyaksikan kelihayan kedua pengawal tua si nona cantik itu. ketika An Tak maju. mereka semua langsung berpikir.

"Lima orang dari si Serigala Tua saja tidak ada yang mampu melawan kedua jago tua itu. apalagi si Rase Liar yang tergila-gila oleh sang calon pengantin ini. Aku rasa dia hanya akan mengantarkan nyawanya saja!" pikir salah seorang piauw-su yang terus mengawasi gerak gerik si sastrawan itu. Si sastrawan sesat yang ingin segera memiliki nona cantik itu dengan tanpa banyak bicara lagi dia langsung menyerang pada si tua gemuk dengan kipasnya.

Kipas An Tak ini mengarah ke jalan darah Hwa-kay-hiat, yaitu jalan darah yang mematikan. Si lelaki tua gemuk gusar bukan main, dia berkelit dari serangan itu.

"Rase Liar yang kejam! Sambut setanganku ini!" bentak si orang tua gemuk.

Saat si orang tua gemuk itu melancarkan serangannya si sastrawan sesat diam tidak bergerak, tiba-tiba dia membalas menyerang dengan ujung kipasnya yang mengarah ke Khek-tihiat. Serangan si tua gemuk gagal, kejadian ini membuat dia bertambah gusar. Saat si tua gemuk hendak menghindar dari serangan si sastrawan sesat, sebaliknya si sastrawan sesat sudah menarik kembali serangannya, malah berbalik dia serang si lelaki tua kurus.

Serangan yang tiba-tiba itu membuat si tua kurus terpaksa harus mengelak ke samping. Tetapi mendadak si sastrawan sesat itu membalikkan badannya dan menyerang ke arah si tua gemuk, dia arah jalan darah Cih-tong-hiat di punggung.

"Seer!"

Orang tua gemuk itu berhasil menghindar dari serangan si sastrawan sesat itu.

Sekalipun serangan si sastrawan sesat tidak mengenai sasaran dengan tepat dan tidak mampu melukai si orang tua gemuk, namun serangan itu berhasil melubangi jubah si tua gemuk. Hanya dengan tiga serangan dan si Rase Liar, ternyata serangannya telah membuat kedua jago tua itu kalang-kabut. Tadi yang menonton dan sedang mentertawakan si Rase Liar yang dianggap tak akan mampu melawan kedua orang tua itu. tetapi sekarang mereka menyaksikan keadaan sudah jadi terbalik. Mata mereka terbelalak dan kaget. Si Rase Liar terus melancarkan serangan-serangannya yang cepat luar biasa.

Dengan cepat si Rase Liar membuka kipasnya, dia serang si orang tua gemuk. Si orang tua gemuk gusar sekali, dia serang kipas lawan dengan hebat, tapi si Rase Liar buru- buru memiringkan kipasnya, ketika itu terdengar suara keras.

"Sreet!"

Si orang tua gemuk menjerit kesakitan, bahunya tergores ujung kipas lawan. Darah segar langsung mengucur membasahi lengan bajunya. Di luar dugaan ternyata tulang kipas milik si Rase Liar itu terbuat dari baja mumi dan ujungnya tajam sekali. Si orang tua gemuk terhuyung ke belakang, dia merasakan sakitnya bukan main. Si gemuk meringis karena kesakitan.

Menyaksikan pertarungan itu para piauw-su kaget, tiba- tiba si orang tua kurus mengulur tangannya hendak mencengkram kipas lawan. Penonton yakin si orang tua kurus akan berhasil merampas kipas itu dari tangan si sastrawan. Sungguh di luar dugaan. Tiba-tiba lelaki tua kurus itu terpental sejauh delapan langkah.

Saat si orang tua kurus mengulurkan tangannya, pada saat yang bersamaan si Rase Liar mendadak menutup kipasnya, dan langsung melancarkan pukulan keras ke arah si orang tua kurus dengan tangan kirinya. Bersamaan dengan itu dia tusuk telapak tangan si orang tua kurus dengan ujung kipasnya. Maka tidak ampun lagi tangan si orang tua kurus terluka terkena ujung kipas An Tak yang tajam itu. Si orang tua kurus tepental akibat pukulan tangan kiri si Rase Liar yang keras itu. Si lelaki gemuk hendak maju lagi.

"Hai, apa kau mau cari mati? Cepat pergi!" kata si Rase Liar sambil tertawa sinis. Dia serang si orang tua gemuk itu.

Hanya dalam beberapa jurus saja si Rase Liar berhasil menotok jalan darah Pouw Ci-hiat si lelaki gemuk, sehingga seketika itu si lelaki gemuk pun roboh di tangan si sastrawan sesat itu. Saat si Rase Liar bergerak ke arah kereta mewah itu. si lelaki tua kurus mencoba menghalanginya.

"Dasar tak tahu diri! Kau masih mau bertarung?

Enyahlah kau!" bentak si Rase Liar.

Kipas si Rase Liar berkelebat ke atas dan ke bawah menyerang si lelaki tua kurus. Si lelaki tua kurus sudah terluka.

bagaimana dia akan mampu meladeni si Rase Liar yang ganas, tapi semangat tempur si lelaki tua kurus memang luar biasa. Dia terus melawan sekalipun dia sadar tak akan mampu melawan si Rase Liar itu. Dalam beberapa jurus si lelaki tua kurus mulai terdesak. Mata Beng Teng sudah normal kembali. Dia maju selangkah demi selangkah sambil berpikir.

"Jika si nona calon pengantin berhasil dirampas oleh si Rase Liar, maka piauw-kiokku pun harus segera ditutup. Apa boleh buat aku harus membantu si lelaki tua kurus dan aku tak akan mempedulikan harga diriku lagi!" pikir Beng Teng.

Dia sebenarnya malu mengeroyok si Rase Liar yang lihay itu, karena dia akan menghancurkan nama baiknya, dia  juga  tidak  yakin  jika  dia  membantu  akan  mendapat kemenangan. Itu sebabnya dia melangkah dengan hati berdebar dan tegang. Tiba-tiba nona di atas kereta berteriak.

"Chan Toa-siok kau boleh mundur!" kata si nona. Si lelaki tua kurus menggangguk.

"Baik, Nona!" kata dia.

Dia melancarkan serangan mendadak ke arah si Rase Liar. ketika si Rase Liar mundur dia juga melompat mundur ke samping kereta mewah itu.

"Rase Liar. aku hanya mentaati perintah Nonaku, bukan karena aku takut kepadamu!" kata si lelaki tua kurus.

Mengherankan memang di saat sangat gawat itu justru nona mereka menyuruh dia mundur, jelas sudah si nona akan segera jatuh ke tangan si Rase Liar. Beng Teng belum sampai ke tempat mereka bertarung. Sedangkan si lelaki tua gemuk masih tergeletak belum bangun. Beng Teng sadar sekalipun dia sampai dia bukan tandingan si Rase Liar yang lihay itu.

"Sial, aku yang jadi pengawal hari ini harus mengalami kejadian seperti ini! Sungguh piauw-kiokku ini memang harus aku tutup!" pikir Beng Teng.

Tiba-tiba si Rase Liar tertawa terbahak-bahak. Sekarang tak ada lagi orang yang bisa menghalanginya lagi. Dengan cepat dia melangkah ke arah kereta mewah itu. Dia ulur tangannya akan menyingkap kerei jendela kereta itu sambil tertawa lagi.

"Nona. jangan takut, aku pasti sayang kepadamu! Jika kau mau istirahat, istirahatlah di tempatku!" kata si Rase Liar. Selesai bicara ia ulur tangannya ke dalam kereta. Beng Teng saat itu sudah cemas bukan main. Sedangkan nona Hong yang ada di sisi kakeknya malah tertawa cekikikan.

"Ah akan ada tontonan yang sangat menarik!" katanya.

Tiba-tiba terdengar sebuah jeritan yang sangat memilukan. Ketika si Rase Liar mengulurkan tangannya ke jendela kereta, dan wajahnya dekat sekali ke lubang jendela kereta itu. tibatiba dia menjerit keras karena matanya seolah dipagut ular berbisa. Dia merasakan sebelah matanya sakit bukan main. Nona Hong tertawa geli.

"Siapa suruh kau punya mata tetapi tidak bisa melihat dengan jelas! Syukurlah! Biar kau tahu rasa!" kata nona Hong.

Apa yang terjadi benar-benar membuat semua orang tercengang bukan main. Beng Teng mengawasi ke arah si Rase Liar dengan mata terbelalak. Dia lihat si Rase Liar sedang menutupi mukanya dengan tangannya. Beng Teng heran wajah si Rase Liar berlumuran darah segar. Kemudian dia kabur seperti dikejar setan. Dalam sekejap dia sudah tidak kelihatan lagi bayangannya. Nona Hong tertawa geli.

"Cepat sekali larinya si Rase Liar.....Padahal aku ingin mencungkil kedua matanya. Sayang sekali Kakak Han hanya menyungkil sebelah matanya saja!" kata nona Hong.

Nona calon pengantin itu menyingkap kerei jendela kereta, tangannya menggapai memanggil lelaki tua kurus. Ketika si tua kurus sudah menghampirinya, ia mengulurkan tangannya sambil berkata.

"Tusuk rambut ini sudah ternoda darah, aku tak mau lagi. Ambil olehmu dan berikan pada orang miskin!" kata si nona. -o(DewiKZ~Aditya~Aaa)~o-

Jarak antara Beng Teng dengan kereta mewah itu sangat dekat. Dengan demikian Beng Teng bisa melihat dengan jelas pada ujung tusuk rambut si nona masih terdapat biji mata si Rase Liar dan masih berlumuran darah. Peristiwa itu membuat Beng Teng sangat malu. 

"Aku punya mata tetapi tidak ada bijinya, malah tak tahu diri berani melindungi sang calon pengantin yang ternyata lebih lihay dariku?" pikir Beng Teng.

Kening Beng Teng berkerut dia sedang berpikir keras "Majikan dan kedua jago tua berilmu tinggi, mengapa

orang tua si nona bersedia membuang uang begitu besar untukku? Dia suruh aku melindungi nona yang ternyata gagah sekali. Saat genting tadi mengapa mereka tak segera turun tangan dan membiarkan kedua jago tua itu terluka?" pikir Beng Teng yang bingung bukan main.

Saat Beng Teng sedang diam termangu, dia mendengar si orang tua kurus bicara pada nona majikannya.

"Budakmu pantas mati! Dia tidak bisa melindungimu, sehingga tusuk rambut Nona ternoda oleh darah!" kata si kurus.

Nona di atas kereta itu tersenyum manis.

"Kalian berdua telah berusaha sekuat tenagamu, mana boleh aku menyalahkan kalian! Ambillah tusuk rambut ini!" kata si nona sambil tersenyum manis.

Si lelaki tua kurus manggut. "Baiklah. Nona!" kata si orang tua kurus.

Dia terima tusuk rambut itu dari tangan si nona.

"Kau bisa membebaskan totokan dari si Rase Liar?" tanya si nona pada anak buahnya itu.

"Mohon Nona memberi petunjuk pada hamba!" kata si orang tua kurus.

Si nona manggut.

"Gunakan tusuk rambut itu untuk menusuk jalan darah Pou-si-hiat perlahan-lahan. Si Rase Liar menggunakan totokan yang aneh dan luar biasa!" kata si nona lagi.

Si lelaki tua kurus membuang biji mata si Rase Liar. kemudian dia berkata dengan sengit.

"Si Rase Liar berani berbuat kurang-ajar pada Nona. tetapi Nona hanya mencungkil sebuah biji matanya saja. sungguh terlalu enak baginya!" kata si lelaki kurus mendumel.

Kemudian dia hampiri si lelaki tua gemuk yang sedang rebah itu. lalu dia menotok si lelaki tua gemuk sesuai dengan cara yang diajarkan oleh majikannya. Dengan demikian si lelaki tua gemuk yang sejak tadi tergeletak itu, sekarang sudah bisa bangun kembali. Mereka segera menghampiri majikan mereka. Keduanya mengucapkan terima kasih.

"Sudahlah! Aku yang menyebabkan kalian terluka, aku tadi tidak enak hati! Jika aku tidak sedang sakit, mana mungkin aku membiarkan si Rase Liar melukai kalian berdua!" kata si nona dengan sikap ramah sekali.

Sekarang Beng Teng baru sadar mengapa si nona tidak segera bertindak ketika keadaan sangat gawat. Ternyata karena  si  nona  sedang  sakit.  Tetapi  dalam  keadaan sakit pun ternyata dia masih mampu melukai si Rase Liar, sehingga dia kabur terbirit-birit. Bukan main kagumnya Beng Teng pada si nona.

"Nona sangat berharga di mata kami." kata si lelaki gemuk. "Tidak seharusnya Nona menghadapi penjahat rendah seperti dia! Semua karena ketidakmampuan kami berdua ini. Apakah sekarang Nona sudah merasa enakan?"

Nona itu tersenyum.

"Aku tidak apa-apa. Cepat kalian obati luka kalian!" kata si nona penuh perhatian.

”Baik. Nona." jawab kedua jago tua itu.

Saat itu nona Hong atau Siauw Hong berlari mendekat ke kereta mewah itu.

"Si Serigata dan si Rase Liar sudah kabur semuanya. Maukah Kakak Han singgah ke rumah kami?" kata Siauw Hong dengan ramah.

Nona yang ada di kereta itu tersenyum.

"Kau gadis kecil bermulut tajam, aku tidak kenal denganmu. Sebenarnya kau siapa? Dan kau tinggal di mana?" tanya si nona pada Siauw Hong.

"Namaku Ciu Hong. tinggal di lembah Pek-hoa-kok (Lembah Seratus Bunga) di gunung Hong-hoang-san!" jawab Ciu Hong. "Kakak Han tidak mengenali aku. tetapi aku sering mendengar namamu disebut-sebut oieh Kakak- misanku. Maka aku harap Kakak Han memberi muka kepadaku. Aku adik misan Kakak Ci!"

Nona di atas kereta itu jadi tercengang. Sesaat kemudian dia berkata lagi dengan ramah.

"Ooh! Jadi Ci Giok Hian itu Kakak-misanmu? Dia tinggal bersamamu, ya?" kata si nona. Ciu Hong mengangguk.

"Benar. Malah Kakak-misanku yang menyuruh aku menjemput Kakak Han." kata Ciu Hong. Nona itu tersenyum.

"Terima kasih atas kebaikan Kakak-misanmu itu, tetapi aku sedang sakit, ditambah lagi aku harus buru-buru ke Yang-cou. Aku tidak mau merepotkan Kakak misanmu " kata si nona dengan ramah.

Ciu Hong merengut.

"Kakak-misanku sudah tahu masalahmu. Dia ingin bertemu denganmu dan bercakap-cakap beberapa hari saja. Para piauw-su itu tidak berguna. Kakak-misanku bilang dia yang akan mengantarkan Kakak Han ke Yang-cou. Bukankah dengan demikian Kakak Han bisa menghemat seribu tail emas?" kata Ciu Hong.

Nona di kereta itu tersenyum.

"Tidak bisa begitu, dan aku merasa tidak enak jika Kakakmisanmu menjadi repot karena harus masak obat segala untukku. Lagipula aku tidak boleh melanggar aturan Piauwkiok!" kata si nona.

Ciu Hong kelihatan murung.

"Kakak Han tidak mau ke rumahku tidak masalah, tetapi pasti Kakak-misanku akan menyalahkan aku." kata Ciu Hong.

Nona di kereta itu menatapnya sambil tertawa.

"Apa yang aku katakan padamu, sampaikan saja kepadanya." kata si nona. "Setelah aku sembuh, pasti aku akan datang ke Pek-hoa-kok untuk mengucapkan terima kasihku kepada Kakak-misanmu itu."

Ciu Hong menghela napas, lalu berkata pada kakeknya. "Bagaimana nih. Kek? Aku tidak berhasil mengundang Kakak Han datang ke rumah kita. Kakek kok diam saja tidak membantuku?" kata Ciu Hong manja.

Si kakek Ciu menghampiri kereta mewah itu, dia memberi hormat kepada si nona di kereta itu.

"Hamba Ciu Tiong Gak menemui Nona." kata si kakek.

Ucapan orang tua itu mengagetkan semua orang, dia membahasakan diri "hamba", itu berarti kedudukan nona di kereta itu tinggi sekali. Padahal di kalangan Dunia Persilatan orang sangat mengutamakan pamornya.

Nona yang ada di dalam kereta itu membalas hormatnya. Yang mengherankan tiba-tiba kereta mewah itu mundur ke belakang beberapa langkah jauhnya, sedangkan Ciu Tiong Gak pun mundur dua tiga langkah ke belakang.

Beng Teng terkejut bukan kepalang menyaksikan kejadian itu. Dia lompat menahan kereta mewah itu agar tidak mundur terus. Tetapi sekalipun Beng Teng sudah mengeluarkan tenaga sepenuhnya, ia tidak mampu menahan mundurnya kereta itu. Malah dia sendiri ikut terdorong mundur.

Tiba-tiba nona yang ada di kereta mewah itu menekankan kakinya ke lantai kereta. Dalam sekejap kereta itu pun berhenti. Kemudian dia tersenyum ke arah Beng Teng.

"Terima kasih atas bantuanmu. Cong-piauw-thauw. Kau boleh istirahat saja! Aku ingin bicara dengan Ciu Lo-sian- seng ini!" kata si nona sambil tersenyum ramah.

Beng Teng kaget. Wajahnya berubah kemerah-merahan. Dia sadar kepandaiannya masih di bawah kepandaian mereka. Lalu dia buru-buru mengundurkan diri. Tak lama terdengar nona di kereta itu bicara manis. "Sungguh hebat kung-fu Ciu Lo-sian-seng!" kata si nona.

Ciu Tiong Cak menghela napas panjang. Wajahnya berubah kemerah-merahan

"Hamba menerima perintah majikan hamba untuk mengundang Nona datang ke tempat kami. Apa boleh buat hamba telah bersikap tidak tahu diri. Harap Nona Han tidak mentertawakan hamba." kata Ciu Tiong Gak.

Tadi kedua orang ini telah menggunakan lwee-kang mereka. Ciu Tiong Gak mendorong kereta itu. sedang si nona mendorong Ciu Tiong Gak sehingga terhuyung ke belakang. Kiranya apa yang dilakukan si nona lebih sulit dibanding yang dilakukan oleh Ciu Tiong Gak. Ditambah lagi Nona Han sedang sakit, diam-diam Ciu Tiong Gak telah menjajal kepandaian si nona. setelah tahu ternyata si nona bukan tandingannya.

Nona Han berkata.

"Tetap seperti yang telah aku katakan tadi. Harap kau sampaikan saja pada nona majikan kalian! Setiba di Yang- cou. paling lama satu atau dua bulan. pasti aku akan datang ke Pek-hoa kok." kata si nona memberi kepastian.

Ciu Tiong Gak mengangguk, karena dia sadar dia bukan tandingan nona Han

"Hamba menurut perintah Nona. Mohon kau terima kartu undangan dari Nona kami." kata Ciu Tiong Gak.

Dia mengeluarkan selembar kartu undangan berwarna merah yang dia lemparkan ke dalam kereta. Pada saat itu Ciu Tiong Gak terpisah enam sampai tujuh hasta dengan kereta mewah itu. Sedang kartu undangan itu sangat ringan, tetapi di luar dugaan kartu itu bisa meluncur dengan cepat ke dalam kereta. Jelas Ciu Tiong Gak ini kungfunya hebat. Para piauwsu kaget, namun si nona di dalam kereta sedikit pun tidak gentar atau kaget dengan datangnya sambaran kartu undangan itu.

Nona Han tersenyum dia mengulurkan tangannya untuk menerima undangan itu.

"Nonamu baik sekali. Baiklah, kalian boleh pulang sekarang!" kata nona Han.

"Hamba mohon pamit." kata Ciu Tiong Gak yang kemudian menoleh ke arah cucunya. "Siauw Hong mari kita pulang!"

Kali ini kembali Ciu Tiong Gak memberi hormat, dia tidak berani menjajal lagi kepandaian nona Han itu. Ciu Hong tertawa.

"Kakak Han ternyata aku tidak berhasil mengundangmu! Mungkin tidak sampai sebulan aku akan bertemu lagi denganmu!" kata Ciu Hong.

Ucapan Ciu Hong itu penuh arti sehingga membuat wajah Nona Han sedikit berubah.

"Sungguhkah Kakak-misanmu itu ingin buru-buru bertemu denganku. baiklah. Tunggu saja!" kata nona Han.

Sesudah Ciu Tiong Gak dan cucunya pergi, sekarang tinggal rombongan piauw-su dan kereta mewah serta dua jago tua berada di tempat itu.

Dengan tersipu-sipu Beng Teng menghampiri kereta sambil memberi hormat.

"Aku buta tak tahu kalau Nona berkepandaian tinggi sehingga kami semua selamat. Terimalah hormatku!" kata Beng Teng sambil memberi hormat.

Nona Han tersenyum membalas hormatnya itu. "Di sepanjang perjalanan Anda telah melindungiku. jika tak ada kalian mungkin sudah sejak dulu telah terjadi sesuatu yang tak kita inginkan. Malah akulah yang belum berterima kasih kepadamu." kata nona Han.

Mendengar ucapan si nona itu wajah Beng Teng berubah kemerah-merahan karena malu.

"Nona jangan mentertawakan kami. Malah muka Piauwkiok kamilah yang telah dilindungi oleh Nona!" kata Beng Teng yang kelihatan tak enak hati.

Gadis itu tersenyum lagi.

"Cong-piauw-thauw kau jangan terlalu merendah. Di sepanjang jalan kau melindungiku. jika aku tidak mengandalkan nama piauw-kiokmu. mungkin sudah terjadi sesuatu."

Wakil pimpinan piauw-kiok Chu Cu Kia datang menyela.

"Aku sudah bekerja di piauw-kiok ini hampir tiga putuh tahun lamanya dan mengawal barang sudah ratusan kali. Tetapi baru kali ini aku menemui kejadian yang sangat berbahaya seperti ini. Untung ada Nona Han. maka kami semua bisa selamat. Aku mewakili semua piauw-su untuk menghaturkan terima kasih kepada Nona." kata Chu Cu Kia.

Nona Han tersenyum.

"Kalian terlalu sungkan terhadapku. Ayahku yang mengundang kalian untuk melindungiku. Kita melakukan perjalanan bersama-sama. jelas kita harus saling tolongmenolong. Sekarang kita belum sampai ke Yang-cou.

selanjutnya aku masih membutuhkan kalian untuk melindungiku." kata si nona. Chu Cu Kia menghela napas panjang.

"Ooh. Ucapan Nona Han ini membuat aku merasa malu. Aku telah belajar kung-fu sudah puluhan tahun, tetapi kepandaianku masih jauh di bawah kepandaian Nona. Setelah kejadian tadi malam. mungkin tidak akan ada penjahat yang berani muncul lagi, akan mengganggu kita. Perjalanan ke Yang-Cou hanya akan memakan waktu kurang lebih tiga hari lagi. mungkin kita akan sampai dengan selamat di tempat tujuan!" kata Chu Cu Kia.

Nona Han mengerutkan dahinya. "Belum tentu." kata nona Han.

Beng Teng tersentak.

"Siapa Kakak-misan gadis kecil itu?" tanya Beng Teng penasaran kepada nona Han.

"Namanya Ci Giok Hian. teman akrabku." sahut nona Han sambil tersenyum manis. "Tetapi kami telah berpisah dengannya beberapa tahun yang lalu. Dia bukan kaum Rimba Persilatan. kalian pasti tidak akan tahu tentang dia."

Nada ucapan nona Han seolah tidak mau memberitahu asal-usul Ci Giok Hian pada mereka. Beng Teng yang berpengalaman tahu hal itu. maka dia pun diam dan berpikir.

"Lima Serigala dari marga Tan. Rase Liar dan orang tua she Ciu bersama cucunya, berhasil mereka usir dengan mudah. Sedangkan Ci Giok Hian tidak berhasil mengundang si nona datang ke tempatnya. Lalu kenapa ayah si nona mau mengeluarkan uang  tail uang emas untuk meminta aku melindungi nona Han?" pikir Beng Teng. Dia pandangi Chu Cu Kia kemudian keduanya saling pandang. Kiranya keduanya punya pertanyaan yang sama.

tetapi mereka merasa tak enak menanyakan hal itu pada si nona. Saat itu salah seorang jago tua itu menghampiri nona Han.

"Nona mau minum obat?" katanya. Nona Han manggut.

"Ya. memang sudah waktunya aku minum obat." kata nona Han.

Lelaki tua kurus itu segera mengeluarkan beberapa butir obat. kemudian diberikan kepada nona Han. Nona Han menerimanya lalu dia makan. Setelah itu si orang tua kurus menyerahkan semangkuk air kepada si nona.

"Terima kasih." kata nona Han yang langsung meminum obatnya itu.

Tak lama dia berbangkis beberapa kali lalu dia kembalikan mangkuk yang sudah kosong itu kepada si lelaki tua kurus.

"Kalian berdua pasti lelah. sekarang cepat istirahat.

Besok kita harus melanjutkan perjalanan lagi."

Ketika itu hari sudah menjelang subuh. Semua  orang pun sudah kelelahan sekali karena semalam mengalami saat-saat yang tegang, lalu mereka istirahat semuanya.

Kedua jago tua itu tidak langsung istirahat, mereka menyalakan api untuk menghangatkan tubuh mereka. Kebetulan waktu itu Beng Teng pun belum tidur, dia menghampiri kedua lelaki tua itu.

Si lelaki kurus menatapnya sambil tersenyum. "Cong-piauw-thauw belum tidur?" sapa si kurus. Beng Teng memberi hormat.

"Maafkan aku sekalipun aku punya mata tetapi tak bisa melihat." kata Beng Teng. "Selama ini kita seperjalanan, namun aku tidak tahu ada pesilat tangguh bersama kami."

Kedua lelaki tua itu tertawa.

"Cong-piauw-thauw jangan berkata begitu. Untung tidak ada orang lain. kalau tidak kami berdua bisa ditertawakan," kata st lelaki kurus. "Kami berdua sudah tua dan tidak berguna, bagaimana kau sebut kami ini pesilat tangguh?"

Beng Teng tertawa getir.

"Jika bukan Lo-toa-ko berdua yang turun tangan, kami sudah celaka semua di tangan lima serigala itu. Oh ya bolehkah aku mengetahui nama Toa-ko berdua?" kata Beng Teng ramah.

Selama dalam perjalanan dari Lok-yang sampai di tempat itu, rupanya Beng Teng tidak menaruh perhatian kepada kedua orang tua ini. Mereka hanya dianggap sebagai pelayan sang calon pengantin saja. Tidak heran kalau selama ini dia tidak pernah menanyakan nama kedua jago tua itu. Hal itu sekarang membuat hati Beng Teng dan perasaannya jadi tidak enak sekali, oleh sebab itu sekarang dia menanyakan nama kedua orang tua itu dengan sikap yang sangat hormat sekali.

"Namaku Chan It Hoan." jawab si kurus, "dan dia Liok Hong!"

"Cong-piauw-thauw jangan sungkan." kata si lelaki kurus Chan It Hoan sambil tertawa. "Berdasarkan kung-fumu.  kau pantas sangat terkenal. Jika berdasarkan kungfu sejati yang tidak disertai dengan akal licik, belum tentu Tan Piauw bisa mengalahkan Tuan. Tetapi jika kau bertarung melawan Ciu Tiong Gak, aku kira kau pasti kalah  olehnya. Terus terang kejadian tadi malam untung ada Nona Han yang turun tangan. Kepandaian kita semua masih jauh dibandingkan dengannya."

Chan it Hoan kaget ketika ingat pada kata-katanya "kita semua" karena itu berarti juga termasuk Beng Teng tidak akan sanggup melawan semua penjahat itu. Buru-buru dia meluruskan kata-katanya itu.

"Cong-piauw-thauw. kau jangan kecewa. malam ini kalian telah bertarung sekuat tenaga. Jika kalian tidak bertarung lebih dulu. mungkin kami berdua pun bukan tandingan mereka!" kata Chan It Hoan.

Beng Teng kembali tertawa getir.

"Terima kasih Chan Toa-ko. kau telah memberi muka kepadaku. Aku tidak bisa berbasa-basi. yang jelas aku berhutang budi kepada kalian berdua dan Nona Han. Kelak aku pasti membalas budi kalian ini. Tetapi aku masih belum mengerti pada suatu hal. maka aku mohon petunjuk dari Toako berdua. Nonamu itu berkepandaian tinggi, tetapi mengapa majikan kaiian masih bersedia membayar kami untuk melindunginya?" kata Beng Teng.

"Kebanyakan piauw-kiok di kota Lok-yang, mana ada yang seberani Houw Wie Piauw-kiok yang berani  menerima pekerjaan dari majikan kami ini. Cong-piauw- thauw jangan curiga. Sekalipun terjadi malapetaka kecil di perjalanan ini. majikan kami tidak akan menyalahkan kau. Sisa uang itu pasti akan dilunasi oleh beliau!" kata Liok Hong mewakili kawannya bicara.

Jawaban dari Liok Hong bukan jawaban yang Beng Teng harapkan. Tetapi dari jawaban itu tanpa sengaja Liok Hong "telah membocorkan" sedikit keterangan yang dia butuhkan itu. Bahwa Han Tay Hiong. ayah si nona Han menyewa mereka, tidak lain hanya ingin agar Houw Wie Piauw-kiok yang tampil, tetapi belum tentu dia menghendaki mereka melindungi puterinya. Hal ini membuat Beng Teng jadi kurang senang.

"Aku sadar aku tidak mampu menghadapi musuh yang tangguh." kata Beng Teng. "tetapi kami pun tidak bersedia menerima bayaran tanpa kami punya jasa apa-apa. Jika Lotoa-ko tidak memberi penjelasan, setelah kami kembali ke Lok-yang. papan nama perusahaan kami itu pasti akan kami turunkan. Atau mungkin juga aku akan menjual semua harta bendaku untuk mengganti kerugian seribu tail uang emas kepada majikan kalian berdua!"

Si kurus manggut-manggut. dia sangat kagum pada sikap tegas Beng Teng ini.

"Cong-piauw-thauw. kau jangan merasa tidak enak hati." kata Chan It Hoan. "Aku anggap kau telah berjasa pada kami. hingga kami sampai di tempat ini dengan selamat. Kau ingin tahu mengapa majikan kami menyewa kalian, itu akan aku beritahukan padamu."

Beng Teng buru-buru memberi hormat. "Terima kasih. Lo Toa-ko!" kata Beng Teng.

"Nona kami pergi ke kota Yang-cou karena akan menikah disana." kata Chan It Hoan memulai ceritanya. "Seorang gadis calon pengantin, mana boleh memperlihatkan diri di depan umum dengan sembarangan. Apalagi sampai berkelahi dengan para penjahat segala. Jika sampai orang mengetahui hal ini. dan orang mengatakan calon pengantin berkelahi di sepanjang perjalanannya ke Yang-cou. bukankah itu akan jadi bahan tertawaan umum? Ditambah lagi Nona kami sedang sakit keras, jelas dia tidak bersemangat untuk berkelahi." Beng Teng manggut-manggut. "Tetapi Toa-ko berdua..."

Sebelum Beng Teng menyelesaikan bicaranya sudah dipotong oleh Chan It Hoan.

"Kau benar." kata Chan It Hoan sambil tersenyum. "Tetapi tulang tua kami hanya mampu untuk menghadapi penjahatpenjahat kecil saja! Dari Lok-yang ke Yang-cou berjarak ribuan lie jauhnya. Bisa kau bayangkan, barangkali baru berjalan belum jauh. kami sudah akan bertemu dengan perampok. Lalu kami harus turun tangan mengusir mereka. Bukankah hal itu akan menarik perhatian kaum Liok-lim (Gotongan Hitam)? Dengan demikian kaum Liok-lim (Rimba Hijau) akan terusmenerus merepotkan kami. Bagaimana kami akan mampu menghadapi mereka semuanya? Majikan kami telah berpesan, kepada kami. kecuali sangat terpaksa, jangan membiarkan Nona kami turun tangan sendiri!"

Tiba-tiba Liok Hong menyambung keterangan temannya.

"Terus terang bukan hanya Nona kami yang tidak ingin menonjolkan diri di muka umum. kami berdua pun begitu. Jika tidak karena sangat terpaksa, kami pun tidak ingin orang mengetahui tentang asal-usul kami!" kata Liok Hong.

Beng Teng mengira kedua jago tua ini bukan orang sembarangan. Maka dia jadi berpikir.

"Mungkin mereka berdua tokoh terkenal di Dunia Persilatan. Entah apa sebabnya mereka berdua bersedia jadi pelayan nona Han? Maka mereka pun tidak ingin orang tahu asal-usulnya." pikir Beng Teng. Ada beberapa pantangan di Dunia Persilatan. salah satunya adalah menyelidiki pribadi orang lain. Maka itu Beng Teng pun diam.

"Houw Wie Piauw-kiokmu terkenal di Dunia Persilatan, itu sebabnya majikan kami ingin menggunakan panjimu agar di sepanjang perjalanan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Tidak kami kira para penjahat itu justru mengetahui dengan jelas tentang perjalanan kami itu. Bahkan perjalanan kami juga diketahui oleh si Iblis Wanita itu. maka dengan terpaksa Nona kami menggertak Ciu Tiong Gak sampai mundur!" kata Chan It Hoan melanjutkan.

Sekarang Beng Teng tahu siapa Wanita Iblis yang dikatakan Chan It Hoan ttu. yaitu tidak lain Ci Giok Hian yang tinggal di Pek-hoa-kok.

"Nona Han mengatakan wanita iblis itu sahabatnya, tapi dari mulut Chan It Hoan dia berubah jadi si Iblis Wanita. Aku yakin kedua keluarga ini punya masalah. Tapi masalah apa?" pikir Beng Teng.

"Baiklah, semua telah kami jelaskan kepadamu. Congpiauw-thauw. Besok kita masih harus melanjutkan perjalanan kita. Sebaiknya kau istirahat saja dulu." kata Liok Hong.

Beng Teng tahu kedua jago itu takut mereka didesak oleh pertanyaan lain yang lebih dalam. Karena tidak enak hati terus berada di tempat itu Beng Teng pun akhirnya pamit. Beng Teng tidak bisa tidur dia juga tak bisa menebak teka- teki yang sangat rumit itu.

Tak lama terdengar suara kicauan burung, itu tandanya fajar telah tiba. Matahari akan segera memancarkan sinarnya. Pagi-pagi sekali mereka langsung melanjutkan perjalanan mereka. Sejauh mata memandang yang tampak hanya hamparan padang rumput yang hijau dan luas. Seolah padang tumput itu tak ada batasnya. Tetapi dari jauh tampak ada dua titik hitam yang muncul. Beng Teng segera memberi aba-aba kepada para piauw-su agar mereka siap siaga.

Tak lama kedua titik hitam itu kelihatan semakin jelas. ternyata itu adalah dua orang penunggang kuda sedang mendatangi ke arah mereka. Keduanya wanita.

Salah sorang dari mereka mengenakan ikat kepala kain merah dia mengenakan pakaian serba merah dan sepatunya juga merah. Setelah diperhatikan kuda yang dia tunggangi pun berwarna merah juga. Gadis yang berbaju merah itu dari jauh bagaikan segumpat api yang sedang menyala, wajah gadis tersebut sangat jelita.

Para piauw-su keheranan menyaksikan nona itu. tetapi juga merasa tegang dalam hati mereka.

Gadis yang ada di belakang si baju merah itu seorang gadis kecil. Kiranya dia Ciu Hong yang tadi malam datang bersama kakeknya.

Seketika itu juga hati Beng Teng berdebar-debar dan jadi tegang, dia menoleh ke belakang. Kelihatan dua jago tua ada di samping kereta majikannya. Mereka memandang ke arah kedua nona itu dengan dahi berkerut. Kelihatan Liok Hong menghela napas panjang.

"Ah celaka! Bagaimana baiknya ini. Nona baru saja minum obat dan sedang tidur tetap. Tampaknya penyakitnya bertambah berat. Kita jangan ijinkan dia turun tangan!" kata Liok Hong pada kawannya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar