Badai Di Siauw Lim Sie Jilid 16 (Tamat)

JILID XVI

SUARA Tat Mo Cauwsu tetap sabar dan tenang sekali, sama sekali tidak memperlihatkan perasaan gusar.

Sedangkan Sin Ceng Taysu atau sekarang dengan gelaran sebagai Sin Kong Siansu, telah keluar sampai ke pekarangan kuil, diikuti oleh Sam Liu Taysu dan beberapa murid Siauw Lim Sie dari tingkat Tian dan Kian.

Semuanya telah memandang ke atas genting.

Ternyata di atas genting telah berdiri beberapa sosok tubuh. Mereka semuanya berjumlah tujuh atau delapan orang.

Sedangkan waktu itu diantara tamu-tamu yang tidak diundang itu, telah berkata dengan. kasar dan bengis:”Bagus Rupanya sekarang Tat Mo si gundul pelontos tidak bermaksud untuk menyembunyikan ekor dan mau menerima pula kedatapgan kami semua” Dan menyusul dengan perkataan orang tersebut, sosok bayangan di atas genting itu secara beruntun telah melompat turun, seorang demi seorang.

Setelah melihat jelas, ternyata orang2 itu berjumlah tujuh orang dengan wajah yang sangat menyeramkan. Mereka mengenakan baju yang ber-beda2 warnanya. Yang satu memakai baju warna hijau dengan celana yang berwarna hijau juga. Sedangkan yang turun kedua kalinya adalah seorang berbaju dan bercelana merah, yang turun ketiga adalah orang yang memakai baju kuning dengan celana kuning, Begitu seterusnya, setiap baju dengan celana memiliki warna yang sama. Dengan melihat baju mereka yang ber-beda2 warnanya satu dengan yang lainnya, ternyata memang jelas mereka dapat dibeda-bedakan. Dan ada satu persamaan diantara mereka, bahwa wajah mereka semuanya bengis dan kejam sekali.

Disaat itu terlihat betapa orang yang memakai baju warna hijau dengan celana juga warna hijau, telah melangkah dua tindak, sambil berkata dengan suara yang bengis sekali: “Tat Mo sigundul pelontos, sekarang kau ber- siap2lah untuk menerima kematian ditangan kami”

Walaupun orang itu ber-kata2 dengan kasar akan tetapi Tat Mo Cauwsu tetap bersikap tenang dan sabar sekali, diapun telah berkata dengan sikap yang lembut. “Maaf, siapakah tuan-tuan?” kata Tat Mo Cauwsu dengan suara tetap sabar. “Dapatkah tuan-tuan memberitahukan nama kalian ?”

“Hemmmm, kau masih ingin mengetahui siapa adanya kami?” tanya orang yang memakai baju dan celana hijau itu. “Baiklah, baiklah. Dengarkanlah baik-baik. Kami adalah Thian San Cit Kiam. Kau telah dengar bukan? Kami adalah Thian San Cit Kiam (Tujuh Pedang dari Thian San)” “Oh, kiranya Thian San Cit Tiam” kata Tat Mo Cauwsu sambil merangkapkan tangannya, lalu berkata dengan sutera yang lebih lembut, dan sabar: “Dan apa maksud kedatangan tuan-tuan yang mengunjungi kami secara tiba2 seperti ini? Maafkan, dengan demikian Loceng tidak bisa mempersiapkan penyambutan sebaik-baiknya”

“Tidak perlu kau memakai basa-basi yang tidak ada gunanya dan palsu itu. Kami telah mengetahui, Siauw Lim Sie hanya pandai menghina orang2 Tionggoan yang memiliki kepandaian lemah. Karena itu, kami datang kemari ingin membuktikan, apakah memang benar pendeta2 Siauw Lim Sie memiliki kepandaian yang tinggi dan patut dibanggakan?”

Dan setelah berkata begitu, segera juga ia tertawa bergelak-gelak menyeramkan.

Tat Mo Cauwsu tetap memandang dengan sikap yang sabar, dia malah telah merangkapkan sepasang tangannya. “Jadi apa maksud kedatangan tuan-tuan bertujuh?” tanyanya tetap lembut.

“Kami ingin meminta pengajaran dari kau Tat Mo gundul” menyahuti orang yang memakai baju dan celana hijau tersebut.

“Oh begitu Baik, baik. Jika memang demikian halnya baiklah Karni-juga tidak akan mengecewakan kalian” menyelak Sin Ceng Taisu atau Sin Kong Siansu dengan sikap tidak sabar.

Tidak senang hatinya menyaksikan betapa suhunya diperlakukan begitu kasar oleh ke tujuh orang tersebut, yang sikapnya sama sekali tidak memperlihatkan rasa hormatnya, sedangkan Tat Mo Cauwsu merupakan Guru Besar Siauw Lim Sie yang sangat terkenal dan disegani oleh orang-orang rimba persilatan. Disaat itu terlihat jelas, betapapun Tat MoCauwsu tak menginginkan keributan dengan tangan kanannya dikibaskan, Tat Mo Cauwsu memberi isyarat pada Sin Kong Siansu agar berdiam diri dan tidak mencampuri urusannya itu.

“Dan sekarang, apa yang diinginkan oleh tuan2, pengajaran bagaimana bentuknya yang dikehendaki oleh kalian?” tanya Tat Mo Cauwsu dengan sikap yang tetap sabar,

“Kami ingin mengadu ilmu” menyahuti orang yang memakai baju merah dan celana merah.

“Jika begitu, baiklah Loceng akan memberanikan diri buat main-main beberapa jurus” Dan setelah berkata begitu, segera juga Tat Mo Cauwsu tersenyum sambil melangkah tenang ke-tengah2 pekarangan tersebut.

Sedangkan orang yang mengenakan baju dan celana hijau itu rupanya sudah tidak bisa menahan diri lagi, cepat bukan main tangan kanannya telah mencabut pedangnya. Dengan mengeluarkan suara bentakan dan tanpa mernperdulikan bahwa Tat Mo Cauwsu belum lagi bersiap sedia, dia telah menikam dengan tusukan secepat kilat.

Sama dengan arti gelarannya, yaitu Thian San Cit Kiam, tentunya ketujuh orang ini merupakan jago jago pedang yang memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali. Sekarang orang yang menyerang Tat Mo Cauwsu telah mempergunakan kekuatan tenaga yang disertai sinkang yang terlatih baik, pedang yang dipergunakannya itu juga rupanya merupakan pedang pusaka yang sangat tajam sekali. Disaat mana Tat Mo Cauwsu merasakan betapa angin menyambar sangat kuat sekali.

Sejak melihat ketujuh orang tersebut, Tat Mo Canwsu telah,   mengetahui   bahwa   ketujuh   orang   tersebut, yang masing masing telah berusia hampir enam puluh tahun, tentunya merupakan akhali akhli pedang yang tangguh sekali. Sekarang diserang seperti itu, Tat Mo Cauwsu-telah mengelakkannya dengan mudah.

Gerakan yang dilakukan oleh Tat Mo Cauwsu sangat sebat, sama sekali tidak terlihat gerakan kakinya, tahu-tahu kakinya telah melesat kesamping dan tikaman lawannya itu jatuh ke tempat kosong.

Enam orang Thian San Cit Kiam lainnya jadi penasaran melihat kawan mereka gagal dengan serangannya.

Disertai suara bentakan yang nyaring mereka telah melompat mengepung si pendeta itu rapat-rapat.

Melihat duduknya kaki-kaki dari ketujuh orang tersebut, segera juga Tat Mo Cauwsu menyadari bahwa Thian Cit Kiam ini, tentunya mempergunakan barisan Cit-tauw-tin, dari kedudukan tujuh bintang, yang mirip dengan Pat-tauw- tin atau barisan 'delapan bintang dari utara'.

Namun sebagai seorang guru besar, jelas pendeta ini tidak mau membuka serangan terlebih dahulu. Waktu melihat lawan-lawannya itu hanya mengurung dan tidak menyerang, Tat Mo Cauwsu telah berkata dengan sabar disertai dengan membungkukkan tubuhnya dan merangkapkan kedua tangannya: “Maaf, maaf, janganlah tuan-tuan terlalu mengumbar nafsu aamarah karena hanya akan mencelakai kalian juga. Alangkah lebih bijaksananya jika kita merundingkan ilmu silat tanpa mempergunakan kekerasan atau senjata tajam”

Akan tetapi ketujuh Thian San Cit Kiam tidak mau melayani perkataan atau nasehat Tat Mo Cauwsu, malah mereka telah mulai bergerak, dimana mereka telah ber- putar2 mengelilingi Tat Mo Cauwsu. Dilihat dari gerakkan mereka, tampaknya memang mereka menggunakan taktik menantikan serangan, yaitu Tat Mo Cauwsu yang akan dipaksa membuka serangan.

Akan tetapi Tat Mo Cauwsu mempunyai kepandaian yang tinggi sekali, dengan demikian dia hanya berdiri tenang-tenang di tempatnya, sama sekali tidak berkisar dan mengawasi ketujuh orang yang tengah mengelilinginya dengan seulas senyuman welas asih.

Sedangkan orang yang memakai baju dan celana hijau, sudah tidak sabar, dengan mengeluarkan suara bentakan yang nyaring sekali, dia telah melompat dan pedangnya di gerakkan buat menikam dua jalan darah di tubuh Tat Mo Cauwsu.

Pendeta Siauw Lim Sie ini sangat tenang dan sabar sekali, dia telah menyingkir dan tikaman dari lawannya jatuh ditempat kosong:

Lawannya menjadi heran juga Dia telah menyerang dengan tenaga yang kuat dan cepat sekali, akan tetapi ternyata justru tikamannya itu masih gagal dan menemui tempat kosong,

Dalam keadaan seperti itu, disaat di hatinya diliputi kemarahan dan penasaran, kembali ia beruntun menikam lagi dengan sekaligus tiga tikaman.

Begitu pula keenam orang kawannya, yang telah membuka serangan dengan pedang mereka masing-masing. Mereka telah mengincar bagian-bagian yang mematikan ditubuh Tat Mo Cauwsu.

Menghadapi serangan dan ancaman pedang lawan- lawannya itu, Tat Mo Cauwsu sama sekali tidak berusaha bergerak dengan tergesa-gesa. Akan tetapi perlahan-lahan dia    melangkah    ke    depan,    waktu    lengan    jubahnya digerakkan sedikit, pedang lawannya yang menyambar arah depan telah mencong arah, hampir saja menikam kepada kawannya yang mengenakan baju dan celana biru.

Di waktu itulah Tat Mo Cauwsu telah menggerakkan kedua tangannya lagi, dia telah mengibaskan pula.

Gerakan Tat Mo Cauwsu kali ini membuat tiga orang lawannya terdorong mundur terhuyung ke belakang.

Jika memang Tat Mo Cauwsu menghendakinya, niscaya dia bisa saja merubuhkan lawannya dan pergunakan kesempatan tersebut buat mencelakai lawannya. Akan tetapi selama tidak terlalu terdesak dan masih memungkinkan Tat Mo Cauwsu tidak ingin turun tangan, ia hanya ingin menasehati ketujuh orang tersebut agar tersadar, tanpa menimbulkan korban jiwa.

Akan tetapi ketujuh orang lawannya, Thian San Cit Kiam, rupanya jadi semakin penasaran, dimana mereka telah mengeluarkan suara bentakan yang berbareng, dan tubuh mereka telah melompat dengan gesit sekali, berlari lari mengelilingi Tat Mo Cauwsu.

Akan tetapi Tat Mo Cauwsu tidak mau terpancing oleh sikap dan kelakuan orang orang tersebut, dia telah berdiam diri di tempatnya tanpa bergerak sama sekali. Hanya saja Guru Besar Siauw Lim Sie tersebut berulang kali telah mengucapkan pujian-pujiannya terhadap kebesaran Sang Buddha.

Diwaktu itu, orang yang mengenakan baju dan celana warna merah telah melompat dan menggerakkan pedangnya itu buat menabas dan menikam secara bergantian, gerakan yang dilakukannya itu benar benar sangat hebat sebagai seorang akhli kiam-hoat atau ilmu pedang, dia tentu saja memang memiliki kepandaian yang benar-benar    tinggi    dan    juga    dia    telah    melakukan penyerangan dengan nekad, itulah sebabnya tikaman dan tabasannya jadi hebat sekali.

Akan tetapi Tat Mo Cauwsu tetap berlaku tenang sekali di tempatnya.

Waktu melihat pedang lawannya menyambar ke arah dadanya, Tat Mo Cauwsu mengangkat tangan kanannya, dengan mempergunakan jari telunjuknya dia telah menyentil pedang lawannya.

“Tringgggg!” pedang lawannya kena disentil dengan tenaga sinkang yang kuat.

Lawan Tat Mo Cauwsu yang seorang tadi mengeluarkan suara seruan tertahan, karena dia merasakan telapak tangannya pedih dan sakit bukan main, malah pedangnya telah mencong dan tergetar sangat keras, bagaikan ingin terlepas dari cekalannya.

Waktu itulah terlihat betapa orang yang mengenakan baja warna biru itupun telah menyerang. Pedangnya menyambar dengan cepat sekali.

Diantara berkesiuran angin tikaman dan tabasan, Tat Mo Cauwsu tetap tidak berkisar dari tempatnya berada. Dia hanya menggerakkan pundaknya, dimana tubuhnya ber- goyang2, sehingga tikaman dan tabasan lawannya yang seorang itupun berhasil dielakkannya.

Dengan demikian justeru membuat lawannya bertambah penasaran. Dia membentak bengis dan telah menyerang lagi.

Begitulah secara bergantian lawan2nya Tat Mo Cauwsu telah menyerang silih berganti. Dan setiap serangan yang telah dilakukan oleh merekapun merupakan serangan yang sangat kuat dan mematikan, terlebih lagi memang mereka merupakan akhli2 pedang yang sangat terkenal di kalangan Kangouw.

Thian San Cit Kiam atau tujuh jago pedang dari Thian San merupakan jago2 yang tidak pernah terkalahkan. Justru mereka telah mendengar perihal Tat Mo Cauwsu, yang me- nurut keterangan dari sahabat-sahabat mereka pendeta Siauw Lim Sie tersebut, merupakan Guru Besar Siauw Lim Sie yang tidak mungkin terkalahkan oleh siapapun juga.

Karena terdorong oleh rasa ingin tahu serta penasaran, mereka telah turun gunung meninggalkan gunung Thian- san mencari Tat Mo Cauwsu di Siauw Lim Sie. Maksud mereka ingin mengadu kepandaian dengan si pendeta yang menjadi cikal bakalnya Siauw Lim Sie tersebut:

Akan tetapi apa lacur, disepanjang perjalanan mereka, telah mendengar banyak sekali orang yang membicarakan tentang Tat Mo Cauwsu dan mereka umumnya memuji dengan sangat berlebih2an, bahkan menganggap pendeta sebagai seorang dewa yang menjelma sebagai manusia dan pendeta.

Sehingga menimbulkan rasa jelus mereka dan akhirnya mereka bertekad hendak mengadakan pertempuran yang menentukan dengan Tat Mo Cauwsu, guna mengetahui, siapakah sebenarnya yang memiliki kepandaian tinggi. Apakah benar-benar Tat Mo Cauwsu seorang Guru Besar atau memang Thian San Cit Kiam yang lebih tangguh.

Dalam keadaan seperti ini, merekapun jadi bertekad, walaupun bagaimana akan menempur sehebat-hebatnya Tat Mo Cauwsu. Jika perlu mereka akan mempertaruhkan jiwa dengan pendeta Siauw Lim Sie tersebut.

Tat Mo Cauwsu sendiri melihat bahwa lawan-lawannya itu bertempur seperti juga mau mengadu jiwa dan selalu menyerang  dengan  tikaman  maupun  tabasan  yang nekad sekali. Dengan demikian telah membuat Tat Mo Cauwsu tidak bisa berdiam diri terlalu lama.

Sebagai seorang guru besar, tentu saja Tat Mo Cauwsu dapat merubuhkan lawan2nya itu dalam waktu yang sangat singkat sekali, dia bisa saja sekali mengibaskan tangannya, maka ketujuh lawannya itu dibuat terpental. „

Akan tetapi Tat Mo Cauwsu selalu mengurungkan keinginannya itu. “Hemmm, dilihat dari keadaannya, tampaknya ketujuh orang ini bukan sebingsa manusia2  yang tidak memiliki pengertian, maka dari itu, lebih baik aku membiarkan dia menyerang terus menerus sampai mereka letih sendirinya” pikir Tat Mo Cauwsu.

Karena berpikir seperti itu, Tat Mo Cauwsu belum juga turun tangan merubuhkan ketujuh orang lawannya.

Sedangkan Thian San Cit Kiam sendiri telah menyerang semakin lama jadi semakin gencar, setiap serangan yang dilakukannya memiliki kekuatan yang kian hebat, disamping pedang mereka yang bergulung-gulung sangat dasyat sekali, seperti juga ingin menggulung Tat Mo Cauwsu dalam gulungan sinar pedang mereka.

Akan tetapi Tat Mo Cauwsu memang benar2 sangat tangguh, karena setiap kali dia menggerakkan tangannya, maka tidak ada pedang lawannya yang berhasil mengenainya, membuat mereka tidak bisa mendesak terlalu dekat terhadap Guru Besar Siauw Lim Sie tersebut.

Perlahan-lahan memang Thian San Cit Kiam jadi letih sendirinya. Merekapun semakin bernafsu dalam melancarkan serangan.

Akan tetapi mereka ternyata menyerang semakin membabi buta dengan bernafsu seperti itu, membuat setiap serangan  mereka  seperti  tidak  diperhitungkan  lagi,  dan akhirnya membuat setiap tikaman dan pedang mereka itu mencong tidak keruan sasarannya.

Tat Mo Cauwsu sendiri yang melihat ketujuh lawannya semakin lemah seperti itu, telah berseru dengan suara yang sabar: “Harap tuan-tuan berhenti dulu, marilah kita beristirahat”

Tat Mo Cauwsu bermaksud baik hati hati, dimana dia membiarkan dan memberikan kesempatan kepada ketujuh orang lawannya itu beristirahat, agar kesegaran tubuh mereka masing-masing pulih kembali.

Akan tetapi ternyata lawannya itu telah salah menafsirkan kebaikan hati Tat Mo Cauwsu, malah mereka beranggapan Tat Mo Cauwsu sudah terlalu lelah dan meminta agar dia diijinkan beristirahat.

Bukannya menghentikan serangan mereka, malah ketujuh orang Thian San Cit Kiam itu telah memperhebat serangan dan tikaman-tikaman pedang mereka.

Tat Mo Cauwsu melihat sikap dan keadaan ketujuh orang Thian San Cit Kiam itu, akhirnya berpikir: “Mereka tidak bisa dibiarkan dengan begitu saja, karena mereka tetap tidak akan mau mengerti. Biarlah Loceng terpaksa harus menunjukkan sedikit kekerasan kepada mereka”

Dan sambil berpikir begitu, tampak Tat Mo Cauwsu telah mengibaskan tangan kanannya.

Sesungguhnya kibasan tangan Tat Mo Cauwsu sangat perlahan, namun kesudahannya sangat hebat.

Tiga orang Thian San Cit Kiam yang berada didepan si pendeta yang menjadi Guru Besar Siauw Lim Sie tersebut, terpental sejauh lima tombak, tubuh mereka bergulingan, namun cepat sekali mereka telah bergulingan dan melompat bangun,  sebab  mereka  tidak  ada  yang  terluka.  Hal  ini disebabkan Tat Mo Cauwsu dalam mempergunakan kekuatan tenaga Sinkangnya telah memperhitungkan sebaik-baiknya sehingga tidak sampai melukai lawan- lawannya itu.

Sedangkan sisanya, keempat orang Thian San Cit Kiam yang lainnya memandang terkejut ketika mengetahui ketiga orang kawan mereka dibuat terpental seperti itu oleh Tat Mo Cauwsu.

Dan mereka tersadar dengan murka, mereka telah mempergunakan pedangnya masing-masing buat menerjang nekad menikam Tat Mo Cauwsu.

Sedangkan Tal Mo Cauwsu tetap membawa siikap yang sangat tenang dan sabar, waktu pedang dari lawan- lawannya menyambar kepada dirinya, Tat Mo Cauwsu telah mengibaskan lagi tangan kanannya.

Luar biasa keempat orang yang terpental dengan serentak, karena tubuh mereka seperti juga diterjang oleh angin badai yang luar biasa hebatnya.

Dalam keadaan seperti ini, Tat Mo Cauwsu cepat2 merangkapkan kedua tangannya, ia juga berseru: “Siancai.... Siancai.... Omitohud. Maafkanlah Loceng. Sama sekali Loceng tidak bermaksud untuk mencelakai kalian”

Sedangkan keempat orang Thian San Cit Kiam telah melompat bangun pula. Mereka pun tidak ada yang terluka.

Diwaktu itu, walaupun mereka telah menyadari bahwa Tat Mo Cauwsu telah terlalu murah hati kepada mereka, dimana Guru Besar Siauw Lim Sie tersebut memang tidak bermaksud menurunkan tangan kejam dan keras kepala mereka, toh mereka bukannya berterima kasih, justru malah bertambah   murka.   Dengan   cepat   sekali   mereka   telah mengeluarkan suara bentakan yang sangat bengis dan telah melompat menyerang lagi.

Serangan yang kali ini mereka lancarkan memang sangat hebat, karena mereka menikam dengan nekad sekali.

Pedang mereka masing-masing telah diliputi oleh Sinkang mereka sepenuhnya,

karena dari itu pedang mereka telah mengeluarkan suara mendengung yang nyaring sekali, menunjukkan tenaga menikam yang mereka lakukan itu sangat kuat sekali.

Sedangkan Tat Mo Cauwsu yang melihat kenekadan dari ketujuh orang lawannya, telah menghela napas berulang kali.

Akan tetapi pendeta yang menjadi guru besar Siauw Lim Sie tersebut tetap berdiri tenang-tenang di tempatnya, dia tidak berkisar dari tempat berdirinya.

Waktu senjata dari ketujuh orang lawannya hampir mengenai sasarannya, barulah Tat Mo Cauwsu menggerakkan kedua tangannya. Dan luar biasa sekali gerakan yang dilakukan oleh Tat Mo Cauwsu, karena kedua tangannya itu bergerak dengan cepat sekali dan juga tidak bisa diikuti oleh pandangan mata biasa, tahu-tahu ketujuh senjata lawannya telah berhasil direbutnya

Ketujuh orang Thian San Cit Kiam sampai mengeluarkan seruan kaget dan kaget ketika mereka memperoleh kenyataan pedang mereka berpindah tangan.

Cepat sekali mereka melompat mundur buat menjauhi diri dari Tat Mo Cauwsu, karena memang mereka kuatir kalau-kalau pendeta itu akan menyerang lebih jauh.

Di waktu itu Tat Mo Cauwsu dengan sikap yang manis telah  mengangsurkan  kedua  tangannya,  dia menyerahkan kembali ketujuh batang pedang itu kepada ketujuh lawannya.

Semula Thian San Cit Kiam ragu2, namun akhirnya mereka telah menerimanya juga.

Masing-masing telah memasukkan pedang mereka ke dalam serangkanya. Kemudian merangkapkan sepasang tangan mereka memberi hormat. “Benar2 kami kagum atas kepandaian yang dimiliki Taisu, karena memang sebenarnya Taisu berhak menerima gelar sebagai seorang Guru Besar dalam rimba persilatan”

Dan setelah berkata begitu, Thian San Cit Kiam memberi hormat <lengan ^membungkukkan tubuhnya beberapa kali secar dalam-dalam.

Tat Mo Cauwsu cepat-cepat membalas hormat Thian San Cit Kiam dengan bungkukkan tubuhnya juga dalam- dalam dan pendeta itu telah berkata: “Jangan banyak peradatan. jangan banyak peradatan”

Setelah selesai pemberian hormat dari Thian San Cit Kiam, Tat Mo Cauwsu telah berkata dengan ramah dan manis mengundang ketujuh orang Thian San Cit Kiam itu untuk masuk ke ruang tengah kuil Siauw Lim Sie, namun Thian San Cit Kiam menampiknya.

“Kami malu, kami ternyata memiliki pandangan yang keliru terhadap Siauw Lim Sie. Seperti juga banyak sebagian terbesar dari jago-jago di daratan Tionggoan ini, mereka semuanya merasa jelus dan juga merasa tidak senang milihat seorang India berhasil mendirikan sebuah pintu perguruan yang sangat tangguh dan diakui sebagai pintu perguruan nomor satu di daratan Tionggoan ini, bahkan pendirinya dianggap sebagai Guru Besar rimba persilatan. Dengan demikian, kami harus mengakui kenyataan yang ada, bahwa Tat Mo Taisu memang pantas memperoleh gelar sebagai Guru Besar. Jika palsu bermaksud buruk terhadap kami, satu jurus saja tentu kami telah dapat dicelakai oleh Taisu. Terima kasih atas kemurahan hati Taisu terhadap kami”

Setelah berkata begitu, Thian San Cit Kiam memberi hormat lagi. “Dan kami ingin meminta diri saja”

-oodwoo-

BARU SAJA Tat Mo Cauwsu ingin menyahuti, tiba2 terdengar suara tertawa yang aneh sekali, dimana suara tertawa tersebut seperti juga bunyinya kelenengan pecah.

Mendengar suara tertawa yang aneh seperti itu muka Thian San Cit Kiam berobah hebat,

Tat Mo Cauwsu memandang heran kepada Thian San Cit Kiam, pendeta yang menjadi cikal bakal Siauw Lim Sie tersebut tidak mengerti mengapa muka Thian San Cit Kiam bisa borobah seperti itu dan siapakah orang yang mengeluarkan suara tertawa seperti bunyi kelenengan pecah tersebut.

Sedang Tat Mo Cauwsu mengawasi ke arah datangnya suara tertawa aneh itu, yang berasal dari luar kuil. Salah seorang Thian San Cit Kiam telahh berkata: “Hemmm, tampaknya kita sulit meloloskan diri dari tangan iblis itu”

Tat Mo Cauwsu sendiri diam2 didalam hati tengah diliputi perasaan heran, karena suara tertawa tersebut terdengarnya sebentar jauh, terkadang dekat sekali, dan tibanya semakin dekat dalam waktu singkat sekali.

Dengan demikian memperlihatkan bahwa orang yang mengeluarkan   suara   tersebut   tidak   lain   seorang   yang memiliki ginkang (ilmu me ringankan tubuh) yang sangat sempurna, juga ginkang yang terlatih sangat baik sekali.

Suara tertawa yang seperti suara kelenengan pecah tersebut telah semakin dekat, malah kemudian disusul dengan suara orang berkata yang menyeramkan sekali: “Tat Mo Cauwsu keluarlah buat menyambut tamu”

“Benar iblis itu yang datang” mengeluh dua orang diantara Thian San Cit Kiam.

Sedangkan Tat Mo Cauwsu sudah memandang kepada Thian San Cit Kiam, sambil tersenyum ramah dia bertanya: “Siapakah orang yang tengah mendatangi itu? Apakahkah tuan-tuan bertujuh mengenalinya?”

Thian San Cit Kiam ragu ragu, tapi akhirnya orang yang memakai baju dan celana hijau, telah mengangguk. “Ya, dialah Tok Ong Sin Kiam (Pedang Sakti Raja Racun) Kwee Kwek Kweng” menjelaskan Thian San Cit Kiam yang seorang tersebut.

Tat Mo Cauwsu belum pernah mendengar perihalnya Tok Ong Sin Kiam Kwee Kwek Kweng tersebut, karenanya pendeta ini telah bertanya lagi: “Apakah dia seorang yang memiliki kepandaian tinggi dan merupakan salah seorang tokoh sakti rimba persilatan di daratan Tionggoan?”

Thian San Cit Kiam mengangguk serempak. “Ya, bukan saja ia merupakan tokoh yang memiliki kepandaian tinggi, juga dia merupakan seorang iblis yang tinggi kepandaiannya, boleh dibilang dialah raja iblis di dalam rimba persilatan”

Tat Mo Cuwsu tersenyum dingin. “Entah apa maksud kedatangannya ke Siauw Lim Sie” mengumam pendeta tersebut. Sedangkan Thian San Cit Kiam berdiam diri sebab waktu itu Tok Ong Sin Kiam Kwee Kwee Kweng berseru lagi dari luar kuil dengan suara yang sangat bengis sekali: “Tat Mo Cauwsu, keluarlah buat menemui aku, Kwee Kwek Kweng”

Tat Mo Cauwsu menghela napas dalam-dalam, katanya dengan sikap yang agak muram: “Ah, tampaknya orang ini memang benar2 bermaksud untuk menimbulkan kerusuhan lagi di Siauw Lim Sie”

Biru saja Tat Mo Cauwsu menggumam seperti itu, telah terlihat sesosok bayangan melompat masuk melewati tembok kuil tersebut.

Rupanya Kwee Kwek Kweng sudah tidak sabar lagi menantikan Tat Mo Cauwsu keluar dari kuil tersebut, karenanya dia telah melompat masuk.

Sedangkan Tat Mo Cauwsu telah menyambut ketadangan 'tamu' istimewa tersebut dengan menjura dalim- dalam. “Tuan datang kemari tentu ingin memberikan petunjuk kepada kami dari Siauw Lim Sie. Bolehkah Loceng mengetahui siapa adanya lu an?” sabar sekali sikap dan suara si pendenta.

Orang yang disebut oleh Thian San Cit Kiam dengan nama Kwee Kwek Kweng telah mencilak matanya., dialah seorang lelaki yang bertubuh sangat tinggi dan tegap sekali, kedua tangannya tampak dipenuhi otot-otot yang sangat besar, membuktikan bahwa dia memiliki tenaga yang kuat sekali.

“Aku Kwee Kwek Kweng datang kemari bukan mau banyak rewel dengan segala pendeta busuk seperti kau. Cepat panggil keluar Tat Mo Cauwsu, ada sesuatu yang ingin kukatakan kepadanya” Tat Mo Cauwsu tersenyum, dia kembali merangkapkan kedua tangannya, katanya sabar: “Loceng lah yang dimaksudkan olehmu, tuan” katanya disertai dengan tubuh yang membungkuk dalam dalam.

Muka Kwee Kwek Kweng berobah tidak sedap dipandang, bola matanya memancarkan sinar tajam sekali mengawasi Tat Mo Cauwsu, kemudian katanya: “Hemm, jadi kau yang disebut Guru Besar dan bergelar sebagai Tat Mo Cauwsu?”

Tat Mo Cauwsu kembali merangkapkan kedua tangannya, ia mengambil sikap merendah, “Maafkan, tidak berani Loceng menggunakan gelaran sebagai Guru Besar. Itu hanya sebutan dari beberapa orang sahabat dalam rimba persilatan yang senang berkelakar dengan Loceng”

“Hemmm, berkelakar?” mendengus Kwee Kwek Kweng. “Baiklah, dengan alasan apakah sehingga engkau berani mempergunakan gelaran sebagai Guru Besar?”

“Sudah Loceng kemukakan tadi bahwa Loceng sama sekali tidak bermaksud memakai gelaran apapun juga, itu dari para sahabat Kangouw”

“Sekarang justeru aku ingin membuktikan apakah engkau pantas memakai gelaran sebagai seorang Guru Besar. Jika memang aku gagal merubuhkan kau dan kau bisa merubuhkan diriku, disaat itulah baru aku mengakuinya bahwa kau benar2 seorang Guru Besar”

Tat Mo Cauwsu tersenyum sabar. “Dengan cara bagaimana tuan ingin menguji Loceng?” tanya Tat Mo Cauwsu sabar. “Jika tuan bermaksud untuk merundingkan pelajaran agama, tentu loceng bersedia. Dengan senang hati Loceng akan melayani keinginan tuan” “Hemm” mendengus orang she Kwee itu dengan sikap yang bengis. “Aku justru ingin mengadu kekuatan ilmu silat denganmu”

Tat Mo Cauwsu menggeleng perlahan. “Maaf, jika memang tuan bermaksud mengadu ilmu silat, itulah yang tidak sanggup Loceng penuhi” kata Tat Mo Cauwsu cepat.

“Kenapa?”

“Karena Loceng memiliki kepandaian tak berarti dan akan menjadi tertawaan belaka jika dipergunakan”

Tat Mo Cauwsu berkata seperti itu dengan maksud meredakan keinginan dari orang she Kwee tersebut untuk mengadu ilmu serta kepandaian.

Akan tetapi walaupun si pendeta telah mengalah, Kwee Kwek Kweng malah semakin congkak, dia tertawa dingin dan dengan bengis berkata: ”Hemmm, engkau sendiri yang mengatakan, bahwa engkau tidak memiliki kepandaian yang tidak berarti, mengapa engkau begitu tembereng ingin memakai gelaran sebagai Guru Besar?”

Tat Mo Cauwsu tersenyum. “Tentu saja Loceng tidak bisa mencegah sebutan itu daripada sahabat di dalam rimba persilatan, itulah menjadi hak mereka. Yang terpenting, Loceng belum pernah mengucapkan dan mengemukakan bahwa Loceng adalah seorang Guru Besar. ”

Mendengar bantahan Tat Mo Cauwsu. walaupun diucapkan oleh si pendeta dengan sikap yang sabar sekali, toh Kwee Kwek Kweng telah muka bukan main. “Hemmm, jadi dengan demikian tetap saja engkau ingin menyatakan bahwa engkau pantas menerima sebutan sebagai Guru Besar dalam rimba persilatan di daratan Tionggoan?”

Saat bertanya begitu, sinar mata Kwee Kwek Kweng sangat tajam sekali. Tat Mo Cauwsu tersenyum, katanya: “Tuan, sesungguhnya didalam dunia ini tidak ada yang sempurna. Dan karena pengertian seperti itu, sebenarnya Loceng memang tidak berani mampergunakan kata2 dengan sebutan sebagai Guru Besar Jika memang tuan merasa keberatan, baikah. Memang Loceng pun tidak lama lagi akan meninggalkan daratan Tionggoan ini, buat kembali ke India. Dengan demikian, jelas rasa keberatan tuan akan selesai dengan sendirinya”

Akan tetapi Kwee Kwek Kweng menggeleng. ”Tidak bisa, Tidak bisa. Mana boleh begitu enak kau berlalu? Kau telah berani mempergunakan gelaran sebagai seorang Guru Besar, karena dari itu, engkau harus melayani diriku dulu”

Dan setelah berkata begitu, tanpa sungkan-sungkan lagi, dan tanpa menanti akan jawaban dari Tat Mo Cauwsu, Kwee Kwek Kweng telah melompat dengan gerakan yang sangat ringan.

Dia bukan melompat maju, tanpa memberitahukan dulu dengan peringatan bahwa dia akan menyerang, orang she Kwee tersebut telah menggerakkan tangan kanannya, dia menjambak pundak Tat Mo Cauwsu, dibarengi dengan tangan kirinya yang menghantam dada si pendeta yang menjadi cikai bakal Siau Lim Sie tersebut.

Akan tatapi Tat Mo Cauwsu bersikap tenang sekati, dia telah berdiam diri ditempatnya tanpa berkelit, sambil mengeropos tenaga dalamnya pada pundaknya.

Waktu itu, jari-jari tangan dari Kwee Kwek Kweng mancengkeram kulit yang keras dan licin sekali, sehingga cengkeramannya itu meleset.

Dengan begitu, seketika si orang she Kwee menyadari Tat Mo Cauwsu memang bukan lawan sembarangan. Kwee Kwek Kweng telah menyalurkan tenaga Lwekangnya pada tangan kirinya yang telah meluncur ke dada Tat Mo Cauwsu.

“Bukkkkkk” tenaga serangan dari Kwee Kwek Kweng telah mengenai sasarannya.

Dada Tat Mo Cauwsu seperti diterjang dengan martil baja dan diwaktu si pendeta tersebut merasakan sejenak napasnya agak sesak, akan tetapi toh dia masih tidak mengalami kekurangan apapun juga hanya tubuhnya bergoyang sedikit saja.

Sedangkan Kwee Kwek Kweng telah mengeluarkan seruan tertahan dan telah melompat mundur. Kemudian dia mengempos semangatnya lagi, dan telah menyerang berun- tun beberapa kali.

Si pendeta sendiri mengerutkan alisnya, ia melihat cara memukul dari lawannya, baik tenaga dalamnya, baik tenaga dalamnya, semuanya berbau sesat, disamping itu, juga kelihatan sangat telengas sekali.

“Hemmm, dia disebut oleh Thian San Cit Kiam sebagai datuk iblis didalam rimba persilatan. Dilihat dari kepandaian yang dimilikinya memang dia pantas memperoleh keduduk an seperti itu. Akan tetapi orang seperti dia jika dibiarkan tentu bisa membahayakan orang banyak. Karena dari itu, orang seperti dia harus dipunahkan kesesatannya”

Setelah berpikir seperti itu, Tat Mo Cauwsu Jalu berkata: “Jika memang tuan ingin mencoba kepandaian Loceng, baiklah, dengan terpaksa Loceng menerima ajakan tuan untuk main2 beberapa jurus”

Kwee Kwek Kweng tidak banyak bicara lagi, dia telah berkata dengan suara yang keras mengandung kemurkaan, dimana tubuhnya juga mencelat gesit sekali. “Baik, terimalah ini”

Berbareng dengan bentakannya itu, segera juga tangan Kwee Kwek Kweng telah bergerak menghantam.

Gerakan yang dilakukannya bukan serangan biasa, karena kedua tangannya yang digerakkan secara lambat itu, mengandung kekuatan tenaga dalam yang sangat dahsyat.

Diarrtara berkesiur-in angin serangan tersa bac, terlihat betapa Tat Mo Cauwsu disekeli-tingnya terkurung angin serangan dari Kwee Kwek Kwen^ karena sepasang tangan dari Orang sbe Kwee tersebut bagaikan telah bero t»h meujadi sepuluh pasang.

Akan tetapi Tat Mo Cauwsu tetap bersikap tenang ditempatnya, dia sama sekali tidak bergerak.

Hanya saja sejak tadi memang dia telah mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, dengan mana dia telah menyalurkan kepada kedua telapak tangannya. Diantara berkesiuran angin seringan lawannya, dia telah mengeluarkan ucapan memuji akan kebesaran Sang Buddha, kemudian tangannya dipentang.

Luar biasa sekali. Semula tenaga serangan dari orang she Kwee itu bagaikan mengurung diri Tat Mo Cauwsu. akan tetapi waktu pendeta itu mementang sepasang tangannya, maka tenaga serangan dari orang she Kwee tersebut telah dapat dihalaunya.

Malah tanpa membuang kesempatan tersebut, Tat Mo Cauwsu merangkapkan sepasang tangannya seperti tengah memberi hormat.

Memang dasarnya dia seorang Guru Besar yang memiliki  kepandaian  telah  sempurna,  dengan  sendirinya walaupun menyerang dari jarak jauh, akan tetapi tenaga serangannya hebat sangat luar biasa.

Kwee Kwek Kweng sebenarnya waktu itu tengah bermaksud menerjang lagi dan melihat Tat Mo Cauwsu merangkapkan sepasang tangannya seperti tengah memberi hormat, dia menduga si pendeta ingin meminta padanya supaya menghentikan pertempuran tersebut. Namun justru yang membuat Kwee Kwek Kweng jadi terkejut dan hatinya terkesiap, dia merasakan terjangan tenaga yang  kuat sekali, membuatnya kaget tak terkira, karena diluar dugaannya dia terkena desakan yang begitu hebat.

Beruntung baginya telah memiliki kepandaian yang sangat tinggi, cepat sekali ia bisa mengerahkan tenaga dalamnya pada kedua kakinya, memasang kuda2 yang kuat dan memapak tenaga desakan tangan Tat Mo Cauwsu.

“Omitohud” berseru Tat Mo Cauwsu memuji kebesaran Sang Buddha, lalu tangannya telah dikibaskan, dari kedua telapak tangannya mengalirlah lagi suatu kekuatan tenaga dalam yang membuat Kwee Kwek Kweng tidak bisa mempertahankan dirinya lagi, karena tenaga serangan tersebut lebih kuat beberapa kali lipat dari sebelumnya.

Tak ampun lagi tubuh Kwee Kwek Kweag terpental melayang ke tengah udara.

Dan dalam kesempatan itulah Tat Mo Gi uwsu menjejakkan sepasang kakinya, dia melompat akan mencekal pergelangan tangan orang she Kwee, sebab dia bermaksud akan rnsncekal jalan darah Mie-tiang-hiatnya orang she Kwee tersebut.

Perlu diketahui, jika jalan darah Mie-tiang-hiat seseorang terkena cekalan yang kuat niscaya seluruh tenaga dalam yang telah dilatihnya banyak tahun, akan punah sendirinya. Memang menjadi maksud Tat Mo Cauwsu yang ingin memunahkan tenaga dalam dari lawannya tersebut, yang dilihatnya orang she Kwee tersebut selain memiliki ilmu yang sesat, juga dia sangat telengas sekali.

Akan tetapi siapa sangka, Kwee Kwek Kweng walaupun tengah dalam keadaan terpental seperti itu, dia tetap berlaku sangat waspada. Ia mengetahui bahwa Tat Mo Cauwsu bermaksud mencekal pergelangan tangannya dengan tujuan memijit jalan darah Mie-tiang-hiatnya, karena dari itu, tidak menanti sampai tangan Tat Mo Cauwsu tiba, Kwee Kwek Kweng mendahului menyerang dengan kedua telapak tangannya

Waktu itu tubuh Kwee Kwek Kweng masih berada di tengah udara, akan tetapi karena terjangan tenaga pukulannya, tubuhnya meluncur lebih jauh terpisah dari Tat Mo Cauwsu.

Sedangkan Tat Mo Cauwsu sendiri telah terkejut, karena tiba2 sekali lawannya menyerang seperti itu. Namun sebagai seorang yang telah memiliki kepandaian sempurna, Tat Mo Cauwsu tidak mengelak sama sekali, dia mernbiarkan pukulan lawannya jatuh di dadanya. 

“Dukkk” kuat sekali tenaga pukulan dari orang she Kwee tersebut.

Murid-murid Siauw Lim Sie yang menyaksikan hal itu, terutama sekali Sam Liu Taisu dan Sin Ceng Taisu atau sekarang yang lebih dikenal dengan sebutan Sin Kong Siansu, mengeluarkan seruan tertahan dan melompat mendekati Tat Mo Cauwsu,

Waktu melihat Guru Besar tersebut tidak kurang suatu apapun, barulah mereka tenang kembali. Sedangkan Tat Mo Cauwsu mengibaskan tangan kanannya, memberi isyarat kepada murid-muridnya agar segera mundur kembali tidak perlu mencampuri urusannya itu.

Diantara berkesiuran angin serangan dan Kwee Kwek Kweng tadi, sebenarnya Tat Mo Cauwsu telah mengerahkan tenaga dalamnya yang disalurkan kepada dadanya.

Dengan begitu, walaupun tubuhnya tergempur hebat, toh dadanya sepenti dilapisi besi.

Kwee Kwek Kweng sendiri telah berhasil berdiri diatas kedua kakinya, rupanya dia sangat penasaran sekali. Dengan mengeluarkan suara seman yang sangat bengis, tubuhnya telah menerjang lagi dengan pukulan yang bisa mematikan.

Sebagai datuk dari golongan sesat, tentu saja Kwee Kwek Kweng memiliki kepandaian yang tidak rendah. Sekarang dia pun memang tengah penasaran sekali, karenanya dia telah menyerang dengan pukulan yang tidak tanggung-tanggung

Hebat sekali serangan Kwee Kwek Kweng sekali ini, dia seperti juga ingin mengadu jiwa.

Sedangkan Tat Mo Cauwsu sendi yang menyaksikan sikap nekad musuhnya, telah tersenyum sabar. “Janganlah berlaku nekad seperti itu, karena akan membawa kerugian buat Siecu sendiri” kata Tat Mo Cauwsu dengan suara yang sabar sekali.

Diwaktu itu, antara desiran angin serangan Kwee Kwek Kweng, Tat Mo Cauwsu menyambuti pula pukulan musuhnya dengan dadanya, yang mengenai telak sekali. “Buukk” tenaga pukulan tersebut jauh lebih kuat dari pada serangan yang dilakukan oleh Kwee Kwek Kweng tadi, akan tetapi Tat Mo Cauwsu tetap saja berhasil menerima serangan itu dengan bibir tersenyum lebar. Rupanya Tat Mo Cauwsu memasang dadanya untuk dijadikan sasaran dari pukulan Kwee Kwek Kweng dengan maksud tertentu. Begitu tangan Kwee Kwek Kweng mengenai dadanya, gesit dan sebat sekali Tat Mo Cauwsu mengulurkan tangan kanannya, tahu2 pendeta sakti Siauw Lim Sie itu telah mengulurkan tangan kanannya dan dia berhasil mencekal pergelangan tangan lawannya.

Kwee Kwek Kweng terkejut bukan main, karena justeru jalan darah Mie-tiang-hiat-nya yang telah kena ditangkap.

Dia segera mengerahkan tenaganya, guna memberikan perlawanan.

Akan tetapi ternyata sudah terlambat. Karena diwaktu itu Tat Mo Cauwsu telah lebih dulu memijitnya, seketika tubuh Kwee Kwek Kweng telah lenyap dan tubuhnya lemas lunglai tidak bertenaga lagi rubuh ditanah. Sedangkan Tat Mo Cauwsu telah melepaskan cekalannya, sambil cepat2 merangkapkan sepasang tangannya, dia bilang: “Maaf Maaf terpaksa Loceng mengambil tindakan seperti ini. Maaf sekali lagi Loceng minta maaf”

Ternyata seluruh kekuatan sinkang yang dimiliki Kwee Kwek Kweng telah dipunahkan oleh pendeta Siauw Lim Sie ini

-oodwoo- PENUTUP

Muka Kwee Kwek Kweng tampak pucat pias, karena ia menyadari apa yang telah terjadi pada dirinya. Disamping tenaga dalamnya telah dipunahkan, seumur hidupnya akan menjadi manusia lemah dan tak berguna.

Ilmu silatnya yang tinggi, akan tetapi tanpa disertai kekuatan sinkang buat mengimbanginya, tentu tidak memiliki arti apa2 lagi, dengan begitu akan sia2 belaka she Kweng itu memiliki kepandaian yang tinggi, dimana tak mungkin dia bisa menghadapi musuh tangguh.

Sedang murid2 Siauw Lim Sie yang melihat Cauwsuya mereka berhasil merubuhkan orang she Kwee dan telah memunahkan seluruh kekuatan tenaga dalam lawannya itu, diam2 mereka telah menghela napas lega.

Thian San Cit Kiam bertujuh telah memandang tertegun dengan sinar mata kagum.

Sedangkan disaat itu, salah seorang Thian San Cit Kiam yang mengenakan baju warna hijau telah berseru: ”Luar biasa. Luar biasa hebat!”

Tat Mo Cauwsu sendiri telah menghela napas dalam2, katanya: “Maafkan Loceng mengambil tindakan yang agak keras seperti ini demi kebaikan Siecu juga. Jika memang sekarang Siecu sudah tak ada urusan, silahkan siecu meninggalkan tempat ini, kami sama sekali bermaksud hendak mempersulit tuan”

Waktu berkata begitu, suara Tat Mo Cauwsu angat sabar sekali, sikapnya juga sangat tenang dan ramah sekali, lemah lembut

Muka Kwee Kwek Kweng berobah merah padam kemudian beralih menjadi pucat. “Hemmm, terima kasih atas   petunjukmu.   Akan   tetapi   aku   tentu   tidak   akan melupakan budi kebaikanmu ini. Suatu saat kelak aku tentu akan datang buat meminta pengajaran pula dari kau. Jika memang nasibku tidak sebagus itu dan aku gagal buat melatih diri, biarlah kelak muridku yang akan mencari kemari. Dengarlah baik2, untuk selanjutnya, murid maupun cucu muridku, tentu akan memiliki permusuhan yang mendalam dengan Siauw Lim Sie”

Setelah berkata begitu dengan diliputi kegusaran yang sangat, Kwee Kwek Kweng memutar tubuhnya, dengan langkah kaki gontai ia telah berlalu meninggalkan Siauw Lim Sie.

Sedangkan Thian San Cit Kiam sendiri juga cepat2 membungkuk memberi hormat kepada Tat Mo Cauwsu buat minta diri, karena merekapun bermaksud berlalu.

Tat Mo Cauwsu tidak coba menahan mereka

“Benar2 kami kagum sekali, beru kali ini kami menyaksikan pertunjukan yang demikian baik, dimana seseorang bisa memiliki kepandaian yang demikian sempurna” memuji beberapa orang diantara mereka.

Sedangkan Thian San Cit Kiam telah memutar tubuh mereka. Si pendeta memberi isyarat kepada Sam Liu Taisu agar pergi mengantarkan tamu.

Cepat sekali Sam Liu Taisu mengiringi ketujuh tamu tidak diundang yang telah jadi pecundang keluar dari pintu kuil, dimana Sam Liu Taisu mengantarkan keberangkatan mereka

Setelah semuanya berlalu, Tat Mo Cauwsu menghela napasnya dalam-dalam.

Memang selama tahun2 belakangan ini, Siauw Lim Sie selalu dilanda badai dan gangguan dari jago-jago daratan Tionggoan. Beruntung saja memang Tat Mo Cauwsu memiliki kepandaian yang benar2 sangat tinggi, dengan begitu pula dia bisa menghadapi semua gangguan tersebut.

Dan Tat Mo Cauwsu pun yakin, badai2 yang akan melanda Siauw Lim Sie jelas tidak, hanya habis sampai disitu saja, sedikitnya gangguan itu tetap ada. Akan tetapi Tat Mo Cauwsu pun yakin bahwa Sam Liu Taisu maupun Sin Kong Siansu tentu akan dapat menguasai semuanya itu.

Kembali Tat Mo Cauwsu telah menghela napas, lalu masuk ke ruangan dalam, untuk segera memberikan petunjuk kepada murid2nya sebelum keberangkatannya ke India.

-oodwoo-

SEBULAN tepat sejak diangkatnya Sin Kong Siansu menjadi Ciangbunjin Siauw Lim Sie Tat Mo Cauwsu telah berpisah dengan murid2 meninggalkan kuil Siauw Lim Sie.

Banyak murid2 Siauw Lim Sie yang merengek minta agar mereka diijinkan mengantarkan Guru Besar mereka sampai di perbatasan daratan Tionggoan dengan Sinkiang. akan tetapi permintaan itu telah ditolak oleh Tat Mo- Cauwsu.

Dan setelah murid2 itu, menjalankan penghormatan besar untuk perpisahan guru besar mereka, Tat Mo Cauwsu pun berangkat dengan hanya membawa beberapa perangkat pakaian kependetaannya.

Sin Kong Siansu lelah dipesannya berulang kali oleh Tat Mo Cauwsu, agar benar2 memajukan pintu perguruan yang telah dibangun oleh Guru Besar tersebut. Sedang Sin Kong Siansu sendiri telah bersumpah, mati hidupnya akan dipertaruhkan untuk nama baik Siauw Lim Sie.

Sedangkan Sam Liu Taisu sendiri sambil menitikan air mata telah berkata kepada Guru Besar itu: ”Jika memang Suhu masih memiliki kesempatan, sudilah kiranya Suhu ba- rang sejenak sudi menengok kami”

“Ya, semoga saja kita masih sempat bertemu”

Dan setelah berkata begitu, si pendeta telah menjejakkan kakinya ke tanah. Tubuhnya .seperti gumpalan asap, telah mencelat ringan sekali, dia telah berlalu dari depan kuil Siauw Lim Sie

Dalam waktu yang singkat, murid2nya su. dah tak bisa melihat bayangannya.

Sedangkan Sam Liu Taisu dan Sin Kong Siansu maupun murid2 Siauw Lim Sie lainnya terah menyusut air mata.

Perpisahan mereka dengan guru besar tersebut benar2 terasa berat buat mereka semua.

Sedangkan Sin Kong Siansu sendiri telah bersumpah didalam hatinya tidak akan mengecewakan harapan gurunya, dimana dia benar2 akan berusaha memajukan pintu perguruannya

Dalam sejarah rimba persilatan yang pernah ada di daratan Tionggoan, justeru kelak Sin Kong Taisu merupakan tokoh cemerlang yang berhasil menciptakan “Cap-peh-lo-han-kun” yang diciptakannya lewat patung2 arhad

Walaupun memang intisari ilmu tersebut hasil ciptaan dari Tat Mo Cauwsu, akan tetapi toh Sin Kong Taisu telah berhasil    menyempurnakan    ilmu    tersebut    lebih   baik, sehingga dikenal oleh semua jago rimba persilatan di daratan Tionggoan sebagai satu2nya ilmu silat yang paling tangguh.

Sampai disinilah kisah “Badai Di Siauw Lim Sie”

TAMAT

-oodwoo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar