Badai Di Siauw Lim Sie Jilid 07

JILID VII

BIANLU SYAMAR menggeleng perlahan, kemudian menyahuti: “Sudah Lolap katakan, itu masih belum bisa dipastikan Sebelum bertemu dengan Tat Mo Cauwsu, dan melihat siapa adanya dia, belum bisa lolap katakan disini apakah dia memang sahabat atau bukan dari lolap. Namun yang menarik, menurut Thio Siecu, Tat Mo Cauwsu adalah seorang pendeta asal India, sama halnya dengan lolap.”

“Baiklah, jika kau memang hendak pergi menemuinya, akupun tidak keberatan untuk mengantarkan kau pergi ke Siauw Lim Sie, sebab memang telah cukup lama juga aku sendiri ingin mencari Tat Mo Cauwsu untuk membuktikan apakah benar2 seorang yang memiliki ilmu silat paling sempurna.”

“Thio Siecu, ada satu hal yang harus Siecu ingat baik- baik, jangan sekali-sekali Thio Siecu hendak menguji kepandaian dengan maksud tertentu, jika hanya sekedar untuk mengetahui sampai berapa tinggi kepandaian Tat Mo Cauwsu untuk menambah pengalaman, hal itu memang masih tidak menjadi persoalan, namun jika hanya menghendaki untuk menguji kepandaian lalu menanam permusuhan bukanlah hal yang terpuji. Karena itu Thio Siecu harus mengerti, bahwa keberangkatan kita ke Siauw Lim Sie hanya untuk bertemu dengan Tat Mo Cauwsu dan nanti memupuk persahabatan, bukan permusuhan!”

Sabar, waktu Bianlu Syamar berkata seperti itu, sedangkan Thio Yang Lin telah tertawa tawar, dia menyahut: “Kukira tidak perlu dijelaskan lagi soal itu, jika memang Tat Mo Cauwsu melayani secara baik, tidak terlalu kepala besar dan angkuh sebagai Guru Besar, tentu tidak akan timbul kerusuhan apa-apa. Tetapi jika memang dia memandang rendah dan meremehkan diriku, apakah aku harus menerima begitu saja?”

Bianlu Syamar telah tersenyum katanya: “Ya, kukira jika kita bersikap baik padanya, tentu Tat Mo Cauwsu tidak akan memperlakukan kita tidak baik. Apakah Thio Siecu bersedia untuk melakukan perjalanan bersama-sama dengan Lolap?':

Thio Yang Lin mengangguk. “Aku harus membereskan barang2 yang akan kubawa. Tunggulah sebentar, aku akan segera kembali!”

Bianlu Syamar mengangguk.

Begitulah Thio Yang Lin telah pergi ke tempat kediamannya yang tidak jauh dari tempat tersebut, di  dekat

2 puncak Hoasan, dan kemudian waktu dia kembali dengan membawa buntalan yang berisi perbekalannya yang akan dibawanya dalam perjalanan.

Keduanya telah melakukan perjalanan menuju ke Siauw Sit San, di puncak gunung tersebut berdiri kuil Siauw Lim Sie dan berdiamnya seorang Guru Besar, Tat Mo Cauwsu.

-oodwoo-

BEBERAPA ekor kuda tengah berlari dengan cepat sekali, seperti juga tengah dikejar hantu saja. Penunggangnya, yang semuanya terdiri dari orang2 yang berpakaian agak aneh, tidak seperti penduduk daratan Tionggoan umumnya, telah melarikan kuda2 tunggangan mereka dengan cepat sekali, sehingga debu jadi menggolak mengepul tinggi ber-gulung2 di belakang mereka.

Semuanya berjumlah delapan orang, dan terdiri dari pria-pria yang berhidung mancung dengan mata yang berwarna biru kehitam-hitaman. Mereka memakai topi penutup kepala yang berbentuk aneh sekali, agak bulat dengan di tengah-tengah terdapat sehelai bulu yang beraneka warna, mungkin bulu dari seekor burung. Semuanya pun memakai jubah berwarna yang sama, yaitu hijau dengan celana biru. Mereka tampaknya tergesa-gesa dan ingin segera mencapai tempat tujuan, sehingga kuda2 tunggangan mereka dilarikan begitu cepat, dimana jubah mereka beterbangan terkena tiupan angin.

Waktu tiba di sebuah tanah datar yang di penuhi oleh rumput2 hijau, salah seorang yang berada paling depan telah menahan lari kudanya, diapun mengangkat tangan kirinya, memberi isyarat kepada kawan-kawannya agar merekapun berhenti. Kawan2nya itupun telah menahan lari kuda tunggangannya. Orang yang mengangkat tangan kirinya dan berada paling depan itu rupanya penimpin dari ketujuh orang kawannya, dia seorang laki2 berusia hampir lima puluh tahun, dengan kumis yang tipis dan hidung yang mancung sekali. Bibirnya yang tipis memperlihatkan garis2 kekerasan hatinya. Mata yang birupun memancarkan sinar yang sangat tajam sekali. Dia bukan orang Han, melainkan tampaknya orang dari Persia atau juga Nepal.

“Melewati padang rumput ini, kita akan tiba di Hoawciu, dari sana kita melakukan perjalanan dua hari lagi maka kita tiba di tempat tujuan kita. Tetapi apakah Buddha Hidup berada ditempatnya? Berita yang kita terima paling akhir justru Buddha Hidup berdiam di Tionggoan mendirikan pintu perguruan sambil menyiarkan agama”

“Mudah-mudahan saja berita yang kita terima itu benar dan Budha Hidup memang berada di Siauw Sit San” menyahut salah seorang kawannya.

Laki-laki yang menjadi pemimpin itu telah menghela napas. “Belasan tahun kita telah mencari Budha Hidup, yang telah meninggalkan kita sekian lama. Aneh sekali, mengapa Buddha Hidup lebih seriang berdiam di Tionggoan?

“Ya, kita yang telah ditinggalkan belasan tahun tanpa kabar dan berita membuat kita selalu mencarinya kesana kemari tanpa hasil” kata yang seorang lagi.

“Tetapi, berita terakhir mengenai Buddha Hidup kali ini kukira tidak meleset. Mudah-mudahan saja kita bisa ketemu dengannya!”

Pemimpin itu mengangguk. Dia berdiam diri memandang jauh ke lapangan rumput tersebut. Sampai akhirnya dia berseru “Mari kita lanjutkan pula perjalanan kita”. Sambil berseru begitu, dia telah menghentak tali kendali kudanya, binatang tunggangan tersebut mencongklang dengan cepat, dia lari di lapangan rumput tersebut.

Kawan2nya telah mengikutinya, merekapun melarikan kuda tersebut dengan cepat. Begitulah, kedelapan penunggang kuda yang terdiri dari orang2 asing tersebut, telah melarikan kuda tersebut, telah melarikan kuda tunggangan mereka dengan pesat. Kedelapan orang asing tersebut seperti juga tengah berlomba dengan waktu.

Setengah harian mereka melarikan kuda tunggangan masing2 dengan pesat, dan akhirnya mereka berhasil melintasi lapangan rumput yang luas. Dan memang dikejauhan mereka melihat sebuah kota, yaitu Houwciu.

Tanpa beristirahat, mereka segera menghampiri kota tersebut, melewati belasan lie, tibalah mereka dikota itu.

Houwciu merupakan kota yang cukup ramai. Dan kota ini merupakan kota persinggahan orang2 yang ingin melakukan perjalanan ke selatan.

Kedelapan orang tersebut mencari rumah penginapan mereka mengambil empat kamar.

Cara berpakaian dan keadaan kedelapan orang tersebut menarik perhatian penduduk Houwciu. Karena mereka selain orang asing pun mata mereka yang biru, hidung mancung bibir yang tipis dan tidak ada tanda2 sebagai penduduk bangsa Han, telah membuat penduduk Houwciu memandang dengan heran. Mereka berdelapan berpakaian dengan jubah dan celana berwarna sama. Tampaknya mereka merupakan anggota dari sebuah perkumpulan atau dari sebuah pintu perguruan. Dengan demikian, banyak yang menduga-duga, entah apa yang ingin dilakukan kedelapan orang asing itu didaratan Tionggoan. Setelah berada dirumah penginapan, kedelapan orang asing itu beristirahat sejenak. Dan menjelang sore, barulah mereka berkumpul diruang makan rumah penginapan tersebut. Mereka tetap dengan cara berpakaiannya yaitu dengan jubah hijau dan celana yang berwarna biru.

Banyak tamu-tamu diruang makan tersebut yang telah memperhatikan mereka dan diantara mereka ada yang ber- bisik2. Bahkan dua orang tua yang bertubuh kurus dan berpakaian sangat sederhana sekali, telah bercakap-cakap membicarakan perihal kedelapan orang asing tersebut. Salah seorang diantara keduanya itu telah berkata dengan suara yang perlahan sekali, berbisik “Tampaknya mereka seperti anggota-anggota dari Istana Awan yang terkenal sekali”

“Istana Awan?” tanya kawannya heran.

“Ya” mengangguk orang tua itu. “Aku memang pernah mendengar cerita mengenai Istana Awan, sebuah perkumpulan yang luar biasa sekali di Persia. Tetapi aneh, kedelapan orang ini mengapa bisa berada di Tionggoan? Biasanya anggota-anggota Istana Awan tidak pernah meninggalkan negeri mereka dan umumnya mereka memiliki kepandaian yang luar biasa, jarang ada orang yang bisa menandingi kepandaian mereka, sebab selain memiliki kepandaian berkelahi yang sangat lihay, juga mereka memiliki berbagai macam kesaktian ilmu sihir”

Kawannya melirik kearah kedelapan orang berjubah hijau dan bercelana biru.

“Cara berpakaian mereka pun aneh” dia mengguman. “Ya” mengangguk kawannya. “Memang anggota-

anggota dari Istana Awan selalu mengenakan jubah warna hijau dan celana biru!” Baru saja kawannya ingin berjanya lagi, salah seorang dari kedelapan orang asing itu telah bangkit, dia menghampiri kedua orang tua itu

“Paman, ternyata kau memiliki pengetahuan yang luas sekali!” katanya dalam bahasa Han yang kaku, tidak lancar dan juga penggunaan bahasa itu terbalik-balik, walaupun dia dapat bicara dengan cukup jelas dan dimengerti maksudnya.

Kedua orang tua itu terkejut. Semula mereka menduga kedelapan orang asing itu tidak mengerti bahasa Han, sehingga mereka bisa bercakap-cakap tanpa kedelapan orang itu mengerti percakapan mereka. Siapa tahu justru mereka mengerti bahasa Han, bahkan sekarang salah seorang diantara mereka telah menegur seperti itu, cepat- cepat orang tua yang satunya, yang duduk sebelah kanan, telah berdiri sambil merangkapkan kedua tangannya memberi hormat: “Aku hanya mendengar dari cerita cerita kawanku yang pernah pergi ke Persia. Soal Istana Awan merupakan cerita yang tidak begitu jelas kuketahui”

Orang asing itu tersenyum. “Kami memang mengetahui banyak orang orang diluar Persia, mengetahui perihal Istana Awan dengan demikian tidak terlalu mengherankan jika kalianpun mengetahui perihal Istana Awan itu. Tetapi ada sesuatu yang ingin kami tanyakan, yaitu mengenai diri seseorang”

“Katakanlah, jika memang Lohu mengetahui, tentu Lohu akan menjelaskannya!” kata orang tua itu.

“Kami mencari Buddha Hidup yang ke delapan” menyahuti orang asing itu.

“Buddha Hidup yang kedelapan? Siapakah itu? Kami baru pertama kali ini mendengarnya?” tanya orang tua itu. Orang asing itu tidak segera menyahuti, dia melirik kepada ketujuh kawannya, baru kemudian dia berkata lagi ”Sesungguhnya, kami memang tengah mencari Buddha Hidup yang kedelapan, dan berita terakhir yang kami  terima bahwa Buddha Hidup kedelapan itu telah datang ke Tionggoan dan berdiam disini untuk beberapa saat lamanya. Karena itu kami telah datang Kemari untuk menjemputnya agar Buddha Hidup kedelapan barsedia kembali ke tempat kami!”

“Tetapi kami baru kali ini mendengar perihal Buddha Hidup kedelapan itu.” orang tua itu memperlihatkan sikap yang agak bingung.

“Kabar yang terakhir kami dapat terima menyatakan bahwa Buddha Hidup kedelapan telah berdiam digunung Siauw Sit San atau yang lebih terkenal dengan sebutan gunung Siong San!” menjelaskan orang asing itu lebih jauh. “Dan Buddha Hidup kedelapan pun telah mendirikan sebuah kuil, dimana selain menyiarkan agama Buddha, juga telah menerima murid untuk dididik ilmu silat .”

“Siauw Sit San? Siong San?” menggumam orang tua itu perlahan sekali, sepasang alisnya mengkerut dalam-dalam, tampaknya dia tengah berpikir keras, sampai akhirnya dia menepuk pahanya dan berseru: “Akh, aku tahu. Aku tahu!”

Muka orang asing itu berseri-seri, dia pun bertanya dengan segera: “Benarkah paman mengetahuinya? Dan benarkah Buddha Hidup yang kedelapan berdiam di Siauw Sit San?”

Orang tua itu menggelengkan kepalanya “Bukan, bukan soal Buddha Hidup kedelapan!” kata orang tua itu. “Tetapi memang benar, belum lama yang lalu dia di Siauw Sit San telah dibangun sebuah kuil, yang kini sangat terkenal sekali. Kuil itu bernama Siauw Lim Sie. Sedangkan pendiri kuil itu adalah Tat Mo Cauwsu, seorang Guru Besar yang su dah tidak ada duanya di Tionggoan ini, baik perihal kepandaian ilmu silatnya maupun untuk pelajaran agama Buddha-nya!”

“Ohhhh, mungkin pula yang paman maksudkan dengan Tat Mo Cauwsu di Siauw Lim sie itu adalah Baddha Hidup kedelapan yang tengah kami cari itu” orang asing itupun tampaknya girang sekali, sedangkan ketujuh kawannya juga sudah mendekatkan mereka “Baiklah, terima kasih atas keterangan paman. Tetapi dapatkah paman menjelaskan, masih berapa jauhkah dari Houwciu sini untuk mencapai Siauw Sit San?”

“O, tidak jauh lagi, hanya memakan waktu perjalanan dengan menunggang kuda selama dua hari! Itupun jika memang melakukan perjalanan dengan perlahan sambil menikmati keindahan alam, tetapi jika melakukan perjalanan cepat, maka dalam satu hari akan tiba disana!”

Orang asing itu merangkapkan sepasang tangannya, dia memberi hormat sambil mengucapkan terima kasih.

Orang tua itu mengawasi kedelapan orang berjubah hijau dan bercelana biru tersebut, tanyanya dengan perasaan ingin tahu: “Sesungguhnya, siapakah tuan-tuan ini dan mengapa ingin mencari Tat Mo Cauwsu?”

Orang asing itu telah tersenyum, katanya dengan suara yang sabar: “Kami adalah pengikut-pengikut Buddha Hidup!” jawabnya sambil merangkapkan kedua tangannya, dia memberi hormat lagi, lalu berkata kepada kawan kawannya: “Jika demikian, kukira kita tidak perlu beristirahat disini, jika kita melakukan perjalanan dengan cepat, dalam satu hari kita sudah sampai di Siauw Sit San. Lebih baik kita melanjutkan perjalanan saja untuk tiba disana. Semakin cepat semakin baik!”

Ketujuh orang kawannya mengangguk. Begitulah mereka segera makan, dan selesai bersantap mereka berdelapan telah melanjutkan perjalanan lagi. Dengan mengikuti petunjuk dari orang tua itu, yaitu mengambil arah selatan-tenggara, maka mereka membedal kuda tunggangannya masing-masing, dimana kuda-kuda itu berlari dengan cepat sekali. Selama di Houwciu binatang- binatang tunggangan itu telah beristirahat, dengan sendirinya tenaga dan semangat mereka telah terkumpul kembali. Dan sekarang, mereka dapat berlari dengan cepat.

Kedelapan orang asing itupun tampaknya benar-benar sangat kesusu sekali, mereka ingin cepat-cepat untuk tiba di Siauw Sit San. Karena itu tanpa pernah beristirahat mereka telah membedal terus kuda mereka, melarikan binatang tunggangan tersebut dengan cepat, debu mengepul naik tinggi.

Perjalanan yang mereka lalui adalah jalanan yang berbatu dan tanah kering sekali, sehingga debu bergolak naik keangkasa. Dan waktu itu, kedelapan orang asing tersebut juga terus membeda! kuda mereka tanpa memperdulikan bahwa jalanan yang mereka lalui itu merupakan jalanan yang buruk. Dan batu batu memenuhi jalanan, merupakan rintangan yang tidak kecil buat kuda mereka yang berlari dengan pesat, sehingga menjengkelkan ke delapan orang asing itu. Namun mereka setiap ada kesempatan, begitu berada dijalan bertanah datar, segera membeda! kudanya lebih cepat lagi.

Satu harian kedelapan orang penunggang kuda itu telah melarikan kuda masing-masing dengan cepat dan tidak beristirahat sama sekali, muka merekapun telah kotor daa tampaknya selain kuda mereka amat letih, merekapun telah lelah bukan main. Apalagi melakukan perjalanan diwaktu malam hari seperti itu, membuat merekapun terkena embun dan dinginnya udara malam. Namun kedelapan orang asing tersebut tidak memperdulikan semua itu, dan telah melarikan kuda mereka dengan pesat sekali.

Menjelang fajar, disaat matahari mulai muncul di ufuk timur, dengan warnanya yang memerah, tibalah mereka di kaki gunung Siauw Sit San.

Kedelapan orang asing itu telah menahan lari kuda mereka, semuanya telah memandang kepuncak gunung itu. Menjulang tinggi dan mungkin untuk mencapai puncak gunung itu memerlukan waktu setengah harian lagi.

“Tidak mudah untuk mendaki gunung ini.” kata salah seorang diantara mereka. “Terlebih lagi jika memang kita mempergunakan kuda tunggangan kita ini”

Kawan-kawannya mengiyakan, “Lebih baik kita tinggalkan kuda-kuda kita disini saja, kita mendaki dengan berjalan kaki saja!” usul salah seorang diantara mereka.

Usul itu dengan segera disetujui, dan mereka berdelapan telah melompat turun dari kuda masing-masing, kemudian menghampiri sebatang pohon, dimana kuda-kuda mereka telah diikat disitu.

Baru saja kedelapan orang asing itu ingin mendaki ke gunung Siauw Sit San atau lebih terkenal dengan sebutan Siong San itu, tiba-tiba berkelebat sesosok tubuh, yang gerakannya sangat gesit sekali, dan telah menghadang di hadapan kedelapan orang asing tersebut.

“Berhenti!” sosok bayangan itu telah membentak  dengan suara yang bengis.

Kedelapan orang asing tersebut menahan langkah kaki mereka, mengawasi orang yang menghadang dihadapannya. Orang itu, diantara sinar matahari pagi yang memerah warnanya itu, merupakan seorang yang bertubuh bungkuk, pada punggungnya tampak sebuah bulatan menonjol, rupanya dia memang merupakan manusia bungkuk. Usianya telah enam puluh tahun lebih, mukanya perot dengan kulitnya yang kendor, di samping itu matanya yang sipit seperti mata tikus itu memancarkan sinarnya yang sangat tajam sekali.

Salah seorang dari kedelapan orang asing itu, yang menjadi pemimpin rombongan tersebut, telah melangkah kedepan dan merangkapkan kedua tangannya pada orang bungkuk dengan mata yang memancarkan sinar tajam sekali: “Maaf, apakah tuan salah seorang penghuni digunung Situw Sit San ini'.?” Hormat sekali waktu dia bertanya seperti itu.

Orang bertubuh bungkuk itu menggelengkan kepalanya dua kali, matanya mencilak memain tidak hentinya. Dilihat dari keadaanhya, tampaknya dia seorang yang licik sekali.

“Bukan! Akupun baru saja tiba digunung ini kemarin malam!” sahutnya. “Apakah kalian berdelapan adalah orang-orangnya Tat Mo Cauwsu?”

Kedelapan orang itu jadi heran. Mereka saling pandang. Karena memang mereka merupakan orang asing, dan semula mereka menduga orang bertubuh bungkuk ini adalah salah seorang penghuni Siauw Sit San. Tetapi siapa sangka, justru orang bertubuh bungkuk itupuh malah menduga kedelapan orang itu adalah orang-orangnya Tat Mo Cauwsu. pendiri kuil Siauw Lim Sie itu, yang mereka duga adalah Buddhi Hidup yang kedelapan.

Tapi yang menjadi pemimpin rombongan orang asing tersebut sangat cerdik, segera juga dia tersenyum: “Jika demikian,   kita   berarti   mempunyai   tujuan   yang  sama,

2 dimana kita bermaksud mendaki gunung ini. bukan? Dan Siecu tampaknya ingin mendaki gunung ini pula“

Orang bertubuh bungkuk itu memperhatikan seorang demi seorang dari kedelapan orang asing itu, matanya mencilak-cilak sejenak, kemudian akhirnya dia berkata: “Ya.... memang benar! Aku ingin pergi mencari Tat Mo Cauwsu.!”

“Kamipun ingin menghadap kekuil Siauw Lim Sie, untuk menanyakan sesuatu” menyahuti orang asing itu.

“Apa yang ingin kalian tanyakan?” tanya orang bungkuk

itu.

Melihat dari lagak gerakan orang bertubuh bungkuk ini,

kedelapan orang asing ter sebut mengetahui bahwa biarpun tubuh orang itu bungkuk, namun dialah bukan orang sembarangan dan sedikitnya memiliki kepandaian yang cukup tinggi. Karena dari itu, kedelapan orang asing tersebut tidak berani bersikap ceroboh, dan yang menjadi pemimpin dari rombongan itu telah berkata dengan suara yang hati-hati: “Kami tengah mencari Buddha Hidup yang kedelapan, karena kami ingin menjemput pulang kenegeri kami! Kami telah memperoleh kabar, bahwa Buddha Hidup kedelapan yang selama ini berdiam di  Tionggoan mengganti dan mempergunakan gelaran sebagai Tat Mo Cauwsu”

Muka orang bertubuh bungkuk itu jadi berobah, dia telah memperdengarkan suara tertawa dingin. “Hemmmm, memang tidak meleset dugaan ku bahwa kalian sesungguhnya anak buah Tat Mo Cauwsu, sipendeta tengik itu!” Suara orang bertubuh bungkuk itu bengis sekali, matanya yang seperti mata tikus itu, telah memancar lebih tajam lagi dan juga sangat bengis mengandung hawa pembunuhan Kedelapan orang asing itu jadi memandang dengan sikap yang ragu. Yang menjadi pemimpin mereka telah berkata dengan suara yang megandung keraguan: “Sesungguhnya, siapakah Siecu.....?” Dia bertanya begitu juga sambil siap sedia, karena kalau-kalau orang bertubuh bungkuk itu mendadak menerjang dan menyerangnya.

Sedangkan orang bertubuh bungkuk itu setengah tombak lebih melangkah menghampiri kedelapan orang asing tersebut dengan sikap yang bermusuhan dan bengis sekali, dia pun menggumam dengan suara mengancam penuh kebencian: “Tat Mo Cauwsu sipendeta tengik itu orang asing, dari India, dan kalian, kaki tangannya, juga merupakan orang asing! Aku tahu semakin lama kalian akan mengumpulkan kawan2mu, untuk menjagoi daratan Tionggoan ini!”

“Siecu salah paham.!” cepat2 pemimpin rombongan itu menyahuti,

“Salah paham?” Dan setelah bertanya begitu, orang bertubuh bungkuk itu tertawa dengan keras, dan dalam nada suara tertawanya itu mengandung kekuatan lwekang yang sangat hebat sekali, karena suara tertawanya itu sebentar terdengar dekat dan sebentar tedengar jauh dimana dalam suara tertawanya itu mengandung kekuatan tenaga dalam yang sempurna. Setelah puas tertawa, barulah orang bertubuh bungkuk itu berkata lagi: “Sesungguhnya aku Tiat Tauw Kie paling tidak usil terhadap siapapun juga, tapi kudengar Tat Mo Cauwsu terlalu mengandalkan kepandaiannya untuk menjual lagak di Tionggoan ini, sehingga aku ingin melihat, sesungguhnya berapa tinggi kepandaian dari orang yang menamakan dirinya sebagai Guru Besar itu!”

Kedelapan orang asing itu telah saling pandang satu dengan    yang    lainnya,    dan    yang    menjadi pemimpin rombongan tersebut telah berkata: “Baiklah, jika memang Siecu ingin menemui Tat Mo Cauwsu tidak ada salahnya jika kita bersama-sama pergi mendaki gunung ini!. Kamipun memang ingin pergi menemui Tat Mo Cauwsu, siapa tahu bahwa Tat Mo Cauwsu itu adalah Buddha Hidup yang sedang kami cari!”

Tiat Tauw Kie memperlihatkan sikap heran, dia mementang matanya lebar-lebar. “Jadi..... kalian memang belum pernah bertemu dengan Tat Mo Cauwsu?”

Pemimpin rombongan orang asing itu menggeleng. “Belum, kami baru saja tiba di Tionggoan dan kami ingin menemui Tat Mo Cauwsu karena kabar terakhir yang kami terima mengatakan bahwa Tat Mo Cauwsu sesungguhnya adalah Buddha Hidup yang tengah kami cari itu”

Bola mata Tiat Tauw Kie telah mencilak-cilak memain tidak hentinya, tetapi dia tertawa dingin. “Lalu, jika memang Tat Mo Cauwsu itu adalah Buddha Hidup kedelapan yang sedang kalian cari, apa yang ingin kalian lakukan?”

“Memohonnya Buddha Hidup agar bersedia untuk pulang kembali kenegeri kami!” menyahuti pemimpin rombongan orang asing itu.

“Hemm, sesungguhnya siapakah kalian?” tanya Tiat Tauw Kie lagi,

“Kita oraug2 dari istana awan Kami datang dari Persia!” menyahuti pemimpin rombongan orang asing itu, dia memberikan keterangan tanpa bimbang sedikitpun juga.

“Hemm, kalian orang2 Persia, dan kalian menyatakan bahwa kemungkinan Tat Mo Cauwsu adalah Buddha Hidup Kedelapan yang tengah kalian cari. Sesungguhnya, tahukah kalian, siapa sebenarnya Tat Mo Cauwsu? Dia seorang India!”

Pemimpin rombongan orang asing itu mengangguk. “Ya, memang Buddha Hidup kedelapan adalah orang India.” menyahuti pemimpin rombongan orang asing itu. “Dan memang Buddha Hidup kedelapan itu telah diminta untuk memimpin kami di Persia, dan telah diangkat sebagai Buddha Hidup kedelapan di Nepal dua Puluh tahun lebih yang lalu. Jika memang Tat Mo Cauwsu seorang India, maka lebih besar lagi kemungkinan bahwa Tat Mo Cauwsu adalah Buddha Hidup kedelapan yang sedang kami cari!'.

“Hemm. jika begitu, kedatangan Tat Mo Cauwsu bukan sekedar untuk menyiarkan pelajaran agama Buddha dan juga bukan untuk mendirikan pintu perguruan mendidik murid-muridnya ilmu silat, tentu didalam hal ini dia mengandung maksud2 tidak baik pada negeri kami ini...!”

Muka kedelapan orang Persia yang mengakui dirinya sebagai anggota Istana Awan telah berobah. Pemimpin dari rombongan orang tersebut berkata dengan memperlihatkan sikap tidak senang: “Janganlah Siecu terlalu cepat menduga buruk terhadap kami dari negeri asing, sesungguhnya yang kami ketahui tidak ada terkandung maksud buruk apapun pada Buddha Hidup kedelapan. Waktu beliau ingin berangkat ke Tionggoan, beliau hanya mempunyai satu cita2 saja, yaitu ingin menyiarkan agama Buddha secara meluas, agar dikenal oleh penduduk Tionggoan, disamping itu juga, demi kebaikan amal manusia umumnya.”

“Tentu saja, kami belum dapat memberikan tanggapan sesuatu apapun juga, karena kami belum lagi yakin dan merasa pasti bahwa Tat Mo Cauwsu yang sekarang merupakan Guru Besar dan cikal bakal di Siauw Lim Sie, adalah Buddha Hidup kedelapan yang tengah kami cari-cari itu” Tiat Tauw Kie tertawa mengejek. “Kalianpun datang berdelapan, tentunya kalian beranggapan buruk terhadap orang2 Tionggoan. Jika melakukan perjalanan seorang diri atau berdua, kalian kuatir nanti diganggu oleh orang2 Tionggoan, bukan? Itulah sebabnya mengapa kalian telah melakukan perjalanan berdelapan seperti ini?”

Muka pemimpin rombongan orang Persia itu berobah lagi, dia berkata dengan suara yang tidak senang, mukanya guram: “Kami adalah Delapan Pelaksana, yang selalu harus mengurus kepentingan Buddha Hidup. Karera dari itu, kami harus mendambakan diri untuk kepentingan Baddha Hidup. Setiap tindakan kami lakukan bersama, setiap kali kami berdelapan harus menyelesaikan, persoalan bersama2 Dan juga, di dalam Istana Awan terdapat peraturan, bahwa Delapan Pelaksana tidak diharuskan menjadi pendeta, karena Delapan Pelaksana itu dapat berfungsi diluar dari perkumpulan maupun didalam perkumpulan. Didalam perkumpulan dapat mengurusi kepentingan Buddha Hidup, sedangkan diluar perkumpulan didalam masyarakat, Delapan Pelaksana dapat berfungsi sebagai manusia umumnya, untuk melakukan segala kebaikan!”

“Hemmm, aku tidak percaya bahwa kalian adalah orang2 dari Buddha Hidup kedelapan! Harus kalian ketahui, bahwa Buddha Hidup adalah seorang manusia yang agung, yang tak mungkin sembarangan meninggalkan tempatnya Sedangkan Tat Mo Cauwsu, pendeta India itu, justru telah meninggalkan negeri asalnya, meninggalkan seluruh pengikut dinegerinya, dan telah berkeliaran di Tionggoan. Malah kini telah mendirikan Siauw Lim Sie. Dengan demikian, dimana letak tanggung jawabnya sebagai seorang Buddha Hidup dinegerinya, bagaimana pala tanggung  jawabnya  terhadap  pengikut2  dinegerinya, yang telah mengangkatnya dengan penuh kehormatan dan penghormatan padanya sebagai Buddha Hidup kedelapan?”

Pemimpin rombongan orang Persia itu telah melirik kepada kawan2nya, lalu dengan sabar dia menyahuti: “Sesungguhnya, kami sendiri belum bisa melayani percakapan yang terlalu meluas dengan Siecu. Inilah disebabkan kami belum lagi mengetahui apakah benar Tat Mo Cauwsu itu adalah Budda Hidup kedelapan yang tengah kami cari! Tetapi jika memang Siecu bersedia, mari kita mendaki Siauw Sit San ini bersama-sama, dan jika telah bertemu dengan Tat Mo Cauwsu, disaat itulah kita baru bisa mengetahui jelas apakah belrau itu adalah Buddha Hidup kedelapan yang sedang kami cari”

Perkataan pemimpin orang Persia tersebut merupakan cara mengelak yang halus untuk berdebat dengan Tiat Tauw Kie. Memang diapun mengemukakan alasan yang pantas, bahwa mereka belum lagi mengetahui dengan pasti bahwa Tat Mo Cauwsu itu adalah Buddha Hidup kedelapan yang sedang mereka cari. Dengan sendirinya, tidak dapat mereka bergusar atau mendongkol atas serangan kata-kata Tiat Tauw Kie terhadap Tat Mo Cauwsu.

Tiat Tauw Kie telah berdiri ragu sejenak, namun akhirnya dia menggeleng. “Kalian manusia-manusia dari luar negeriku ini, berarti aku tidak bisa mempercayai begitu saja terhadap kalian berdelapan! Baiklah, karena kita telah bertemu, bagaimana jika aku meminta petunjukmu satu dua jurus?”

Orang2 Persia yang melihat sikap Tiat Tauw Kie seperti itu, akhirnya habis sabar. Malah diantara mereka yang paling muda usianya yaitu baru berusia dua puluh delapan atau tiga puluh tahun, habis sabar. Ia melompat maju kedepan Tiat Tauw Kie, kemudian membentak. Hanya saja dia mempergunakan bahasa Persia, dia bisa memaki, tetapi Tiat Tauw Kie tidak mengerti. Karenanya Tiat Tauw Kie menyeringai tertawa mengejek. “Kau jangan seperti anjing menggonggong dengan muka yang nyureng dibengiskan seperti itu! Aku hanya mengatakan jika kalian mau, aku ingin main-main beberapa jurus.” kata Tiat Tauw Kie,

Orang Persia yang usianya paling muda tadi telah mengeluarkan bentakan. Dia memang kurang dapat menguasai bahasa Han, karenanya dia tidak bisa mengucapkannya dengan baik, itulah sebabnya ia telah memaki dengan mempergunakan bahasa Persia, bahasanya. Sedangkan untuk mendengarkan orang bicara dengan mempergunakan bahasa Han dia bisa sedikit-sedikit menangkap maksudnya. Dan berbareng dengan bentakannya itu, tangan kanannya telah dilonjorkan, dia bermaksud akan mencengkeram lengan Tiat Tauw Kie.

“Heh, seperti anak kecil yang ingin main cakar2an saja!” mengejek Tiat Tauw Kie, ia menggeser kedua kakinya, dan melompat ke samping.

Sama sekali dia tidak memandang sebelah mata terhadap serangan lawannya, dia menduga bahwa itulah cengkeraman biasa saja. Sedangkan dia seorang jago di daratan Tionggoan yang memiliki nama tidak kecil, dia seorang pendekar yang namanya terkenal sekali dan di segani, itulah sebabnya dia digelari sebagai Tiat Tauw Kie (Pendekar Kepala Besi), dan gelarannya itu dipergunakan akhirnya sebagai namanya. Dan memang dia tangguh dengan kepalanya yang kuat melebihi besi.

Tetapi untuk kagetnya Tiat Tauw Kie, justru begitu dia mengelak, dia merasakan lengannya sakit sekali dan telah kena dicengkeram oleh orang Persia tersebut. Ternyata, waktu Tiat Tauw Kie berkelit, Orang Persia itu tidak kehilangan sasaran, dia tampaknya memiliki kepandaian yang tinggi sekali, karena begitu lawannya bergerak, dia tidak jadi meneruskan cengkeramannya ke arah sasaran semula, melainkan seperti juga bisa menerka ke arah mana Tiat Tauw Kie akan berkelit, tangannya mendahului menyambar kearah samping, sehingga begitu Tiat Tauw Kie menggeser kedudukan kedua kakinya, lengaannya itu seperti menghampiri tangan orang Persia tersebut yang segera mencengkeramnya.

Bukan main terkejutnya Tiat Tauw Kie, dia mengeluarkan seruan marah, karena beranggapan musuhnya licik sekali, dan cepat bukan main ia mengempos semangat dan hawa murni didalam tubuhnya, yang disalurkan kepada lengannya, maka lengannya itu seperti besi kerasnya, waktu orang Persia itu meremasnya, mencengkeram dengan kuat, dia seperti mencengkeram lempengan besi, sehingga dia tidak berhasil meremukkan tulang lengan lawannya. Orang Persia tersebut mengeluarkan seruan kaget, dia melompat mundur dua langkah mukanya memperlihatkan keheranan yang sangat, matanya terpentang lebar2, dan dia bertanya dengan mempergunakan bahasa Persia.

Tiat Tauw Kie tidak mengerti apa yang diucapkan lawannya, dia tertawa mengejek. “Apa yang kau ocehkan?” tegurnya.

Pemimpin rombongan orang Persia itu mewakili kawannya menyahuti: “Tuan, kau memang lihay! Tetapi dengan kepandaian seperti itu belum berarti tuan dapat merintangi kami! Baiklah, kawanku tadi mengatakan, dia ingin menemanimu main2 beberapa jurus dan rupanya memang tidak ada halangannya melayani seorang yang lihay seperti kau ini, masih ada harganya!” Muka Tiat Tauw Kie berobah merah, karena dia gusar dan mendongkol. Katanya ”Hm kalau begitu, tentunya kalian tadi tidak memandang sebelah mata padaku. Baiklah! Baiklah! Nah, sekarang ini aku juga akan memperlihatkan kepada kalian, bahwa orang-orang Tionggoan tidak bisa diremehkan!”

Dan berbareng dengan perkataannya itu, tampak Tiat Tauw Kie dengan cepat telah menerjahg maju, dia telah melompat sambil meng gerakkan kedua tangannya. Dia bermaksud untuk balas mencengkeram. Jika tadi lawannya, orang persia yang berusia muda itu menyerang dengan cara mencengkeram, sekarang diapun ingin memperlihatkan bahwa ilmu cengkeram dari jago Tionggoan tidak kalah liehaynya dengan kepandaian orang Persia. Gerakan yang dilakukan Tiat Tauw Kie cepat sekali, tenaga Lwekang yang dipergunakannya itu sangat cepat dan kuat sama sekali menyambar kepada lawannya, orang Persia berusia tiga puluhan tahun itu. Dan kedua tangan itu, dengan kesepuluh jari jemari yang terpentang seperti juga kuku kuku garuda telah melancar akan mencengkeram kedua pundak dari orang Persia tersebut.

Orang Persia itu berani sekali, dia memang tengah mendongkol dan jadi penasaran karena cengkeramannya tadi tidak memberikan hasil. Dia teleh melompat maju memapak. Bukannya berkelit, dia malah menyambut kedua tangan Tiat Tauw Kie, di mana dia ingin membarengi dan mendahului untuk mencengkeram pergelangan tangan Tiat Tauw Kie. Gerakannya itu juga tidak kalah cepatnya dibandingkan dengan gerakan yang dilakukan Tiat Tauw Kie.

Tetapi Tiat Tauw Kie yang memang memiliki kepandaian yang tinggi, tentu saja tidak mau membiarkan pergelangan     tangannya     dicengkeram     lawannya,  Dia mengetahui bahaya apa yang aka dihadapinya jika saja kedua pergelangan tangannya itu kena dicengkeram. Disamping itu, dia juga kagum atas kecepatan dan  kegesitan lawannya yang usianya masih muda itu. Sambil mengeluarkan suara bentakan nyaring, dia batal untuk mencengkeram, berbalik kedua tangan itu telah mendorong dengan kesepuluh jari tangan terbuka, dari telapak tangannya menerjang angin yang kuat sekali menerjang pada lawannya.

Orang Persia itu menyampok. Tenaga sampokannya itu juga mengandung Iwekang yang kuat sekali. Dengan demikian, terjadi benturan yang sangat hebat.

Namun tubuh orang Persia itu mundur tergoncang tiga kali tindak, sedangkan Tiat Taiiw Kie tetap berdiri diam ditempatnya sama sekali tidak bergeming.

Orang2! Persia lainnya yang menyaksikan hal itu mengeluarkan seruan tertahan. Mereka adalah orang2 yang memiliki kepandaian tinggi, sekali lihat saja segera mereka mengetahui kawan mereka itu bukan menjadi tandingan Tiat Tauw Kie, karenanya mereka bersiap siap kalau memang kawan mereka itu mengalami ancaman bencana yang tidak kecil, mereka akan melompat maju untuk memberikan bantuannya.

Waktu itu Tiat Tauw Kie tidak bertindak sampai disitu saja, karena sambil diiringi dengan suara tertawanya yang nyaring, kedua tangannya bergerak lagi.

Kali ini dia menyerang bukan sekaligus mempergunakan kedua telapak tangannya. Ia menyerang dengan mempergunakan telapak tangan kanannya, disusul dengan gerakan tangan kirinya. Dan tenaga dari Iwekang yang dipergunakannya semakin lama semakin kuat.

2 Orang Persia itu juga tidak mau tinggal diam. Dia tengah penasaran, karena dua kali dia gagal menghadapi Tiat Tauw Kie, sambil berkelit, dia juga telah balas menyerang dengan tendangan kakinya.

Tiat Tauw Kie tidak berkelit, kali ini dia membungkukkan tubuhnya seperti orang yang hendak jatuh terjerunuk, dan kepalanya itu telah meayambuti tendangan kaki dari orang Persia itu.

“Takkkk!” kuat sekali kaki orang Persia itu menendang kepada Tiat Tauw Kie, tendangan mana merupakan tendangan maut buat orang lain, namun bagi Tiat Tauw  Kie tidak membawa bencana apapun, karena kepalanya itu sangat keras dan kuat sekali, bahkan orang Persia itu yang telah menendangnya, dia sendiri yang kesakitan dan kakinya diangkat untuk diurutnya.

Waktu itu Tiat Tauw Kie melihat cara menangkis dengan mempergunakan kepalanya itu berhasil dengan baik, waktu orang Persia itu tengah kesakitan kakinya dan mengurut-urutnya, dia telah membarenginya tanpa membu- ang-buang waktu lagi untuk menyerang. Tubuhnya berkelebat sambil meluncurkan pukulan dengan mengerahkan tenang lwekangnya sebanyak delapan bagian, angin yang berkesiur an menyebabkan daun-daun kering maupun debu beterbangan.

Dengan mengeluarkan suara bentakan marah,  pemimpin rombongan orang Persia itu menerjang maju. Dia mewakili kawannya menangkis serangan yang dilakukan oleh Tiat Tauw Kie.

Tenaga lwekang mereka telah saling bentur dan tampak mereka saling mengerahkan kekuatannya masing-nasing.

Dengan demikian, mereka telah mengadu kekuatan tenaga dalam dengan cara keras di hadapi dengan keras dan juga tidak ada salah seorang diantara mereka yang mau mengalah.

Tiat Tauw Kie telah mengempos semangatnya, menggempur sehebat mungkin. Sedangkan pemimpin rombongan orang Persia itu juga telah mengempos seluruh semangat dan kekuatannya, dia berusaha untuk menangkis dengan hebat, agar pergelangan tangan Tiat Tauw Kie menjadi patah karenanya.

Keduanya berdiam ditempat masing2 waktu tangan mereka saling bentur, disaat itulah, dengan gerakan yang sangat gesit sekali, terlihat Tiat Tauw Kie telah menyerang lagi dengan serangan kedua kakinya, menendang dengan berantai mengincar jalan darah yang terpenting di tubuh lawannya.

Pemimpin rombongan orang Persia tefse but tidak  berani berlaku ayal, cepat2 dia pun mengeluarkan suara seruan dan telah memutar kedua tangannya, dimana dia mengulurkan tangan kirinya untuk mencengkeram kaki kanan Tiat Tauw Kie, sedangkan dengan tangan yang satunya dia bermaksud akan menghantam pundak Tiat Tauw Kie. Gerakan pemimpin orang Persia tersebut benar2 merupakan gerakan yang aneh, tangannya yang satu menjurus ke bawah sedangkan yang satunya lagi menuju lurus ke depan. Diapun melakukan gerakannya itu dengan cepat sekali.

Tiat Tauw Kie terkejut juga dan menghadapi serangan aneh seperti ini, cepat2 dia menarik pulang kedua tangannya, dan berusaha menghindar dulu. Waktu serangan lawannya itu belum lagi tiba pada sasarannya, justru Tiat Tauw Kie telah merasakan sambaran angin serangan lawannya. Dengan demikian terlihat bahwa pemimpin  orang  Persia  tersebut  merupakan  orang   yang memiliki kepandaian sangat tinggi sekali dan tidak boleh dipandang ringan

Sedangkan orang yang menjadi pemimpin rombongan oring Persia tersebut juga tidak mau sudah sampai disitu saja. Dia mengetahuinya bahwa Tiat Tauw Kie merupakan seorang jago Tionggoan yang memiliki kepandaian sangat tinggi sekali, dengan demikian dia juga ingin merebut waktu. Karena kalah dalam merebut waktu, walaupun hanya beberapa detik saja, tentu akan membuat dirinya yang berada dalam pihak terdesak.

Disaat itu, dengan cepat dia menerjang! Baru saja Tiat Tauw Kie bergerak untuk menghindarkan diri, dia telah menerjang dengan kedua tangannya. Diapun menerjang dengan mempergunakan kekuatan yang sangat hebat sekali. Tenaga dalam yang dipergunakan aneh sekali sebentar keras, sebentar lunak, dan juga tenaga dalam itu seperti dapat dilenyapkan, dan mendadak, menerjang lagi.

Hal itu disebabkan sempurnanya tenaga dalam dari pemimpin rombongan orang Persia tersebut.

Tiat Tauw Kie sendiri sekarang tidak berani memandang rendah pada pemimpin rombongan orang Persia tersebut. Dia mengetahuinya jika dia berlaku ceroboh, tentu dirinya yang akan bercelaka. Karenanya dia telah membawa sikap yang berwaspada dan hati2 sekali.

Setiap gerakan lawannya diperhatikan dengan sebaik mungkin, disamping diapun telah mengempos seluruh kekuatan yang ada padanya, untuk dapat balas mendesak pada lawannya.

Mereka berdua telah terlibat dalam suatu pertempuran yang seru sekali, semakin lama gerakan tubuh mereka jadi semakin cepat dan gesit sekali, mereka juga bergerak kesana kemari dengan tubuh yang ringan, bagaikan se pasang kaki mereka tidak menginjak bumi.

Angin yang berkesiur disekeliling tubuh meresa berdua pun bergulung-gulung dahsyat sekali, membuat ketujuh orang Persia lainnya telah memandang dengan sepasang mata yang terpentang lebar-lebar menyaksikan jalannya pertempuran itu.

Ketujuh orang Persia itu mengetahui dengan baik, bahwa kepandaian pemimpin mereka merupakan kepandaian yang jauh lebih tinggi dari kepandaian mereka, karena itu, semula mereka yakin jika memang pemimpin mereka turun tangan, Tiat Tauw Kie dengan segera dapat dirubuhkan. Tetapi siapa sangka, justru saat itu tampaknya pemimpin mereka pun tak dapat berbuat banyak terhadap Tiat Tauw Kie.

Pemimpin rombongan orang Persia itu rupanya sudah tidak sabar lagi melihat pertempuran sudah berlangsung sekian lama, ternyata belum dapat merobohkan lawannya. Dengan cepat ia merobah cara bertempurnya.

Sekarang kedua kakinya berdiri tetap di satu tempat, tidak pernah bergeser, bagaikan pada kedua kakinya itu telah disalurkan kekuatan tenaga lwekang yang hebat sekali, seperti juga gunung yang tegak dan tidak mungkin tergempur oleh suatu kekuatan apapun juga.

Sedangkan kedua tangannya telah diputar dengan bentuk segi tiga, sebentar ke bawah sebentar menyamping datar dan sebentar lagi miring ke arah atas.

Gerakannya dilakukan bergantian, segera disusul dengan gerakan tangan yang lainnya jika memang tangan yang satunya telah bergerak2 dalam bentuk segi tiga seperti itu. Dengan demikian, memang hasil yang diperoleh pemimpin   rombongan   orang   Persia   tersebut   luar biasa sekali, dia bisa membendung seluruh serangan yang dilakukan Tiat Tauw Kie.

Angin serangan Tiat Tauw Kie makin lama makin kuat, dia berusaha mendobrak pertahanan pemimpin rombongan orang Psrsia tersebut, dia. melihat cara membela diri dari orang Persia itu dan dia bermaksud akan mempjrgunakan seluruh kekuatan lwekangnya untuk mendobraknya agar pertahanan orang Persia tersebut gugur dan dia tidak dapat berdiri tegak terus seperti itu.

Tetapi usaha Tiat Tauw Kie selalu gagal.

Beberapa kali dia telah mengempos seluruh kekuatan tenaga dalamnya. Namun selalu pula tenaga gempurannya itu seperti lenyap terlibat olea gerakan kedua tangan pemimpin rombongan orang Persia tersebut yang selalu menggerakkan kedua tangannya dalam bentuk segi tiga itu, dan diapun selalu berdiri tegak bagaikan tegaknya gunung yang tidak bergeming oleh terjangan apapun juga.

Disaat itu terlihat, orang Persia itu merasa telah cukup dalam merobah cara bertempurnya. Dia terus juga menggerakkan sepasang tangannya dalam bentuk segi tiga itu, hanya mulutnya bergerak perlahan, seperti tengah membaca mantera.

Menyaksikan itu, Tiat Tauw Kie mengeluarkan suara tertawa mengejek. “Hemm, kau ingin mempergunakan Kongtauw (guna-guna) untuk mencelakaiku dengan mempergunakan ilmu siluman?” ejeknya dengan sengit, diapun segera mengempos seluruh semangatnya, berusaha untuk menyerang lebih hebat.

Namun kesudahannya benar-benar Tiat Tauw Kie jadi terkejut dan heran. Karena dia merasakan pelupuk matanya jadi berat dan seperti juga dia mengantuk sekali. Tiat Tauw Kie mengerahkan seluruh Iwekangnya, dia berusaha mengusir hawa yang aneh pada dirinya, yang membuat dia mengantuk.

Namun pelupuk matanya itu semakin berat juga, dan kantuknya itu semakin hebat. Dia seakan juga ingin tidur disaat itu juga, dan menyudahi pertempurannya.

Sedangkan orang Persia yang jadi lawannya itu terus juga lelah membaca manteranya. “Tidur.... sekarang kau perlu beristirahat. Tidur.... dan beristirahatlah yang tenang.... tidak ada sesuatu yang perlu kau pikirkan....

semuanya tenang hentikan gerakan kedua tanganmu itu. kau tidur di sebuah taman yang indah dan nyaman sekali!” gumam orang Persia itu dengan suara yang samar sekali.

Dan memang benar-benar Tiat Tauw Kie merasakan seluruh tenaganya lenyap, tubuhnya juga rasakan begitu tidak berdaya, dia mengantuk sekali.

Sampai akhirnya dia berhenti bersilat, kedua tangannya telah dilonjorkan turun ke bawah, dimana tubuhnya lunglai lemas tidak bertenaga, dia telah terjatuh duduk, kemudian rebah di tanah, dia pun mengeros tidak sadarkan diri lagi.

Orang Persia yang melihat ilmu sihirnya itu berhasil dengan baik, lawan yang tangguh itu telah bisa dikuasainya dan tertidur, menghela napas. Diapun menoleh pada tujuh orang kawannya, katanya: “Mari kita meneruskan perjalanan kita.” ajaknya.

Ketujuh orang kawannya mengiyakan, hanya yang berusia paling muda itu, yang rupanya masih mendongkol pada Tiat Tauw Kie telah bertanya dalam bahasa Persia: “Apakah dia tidak dihabisi saja?”

Pemimpinnya menggeleng. “Kita dengan dia tidak tersangkut urusan apapun juga!” katanya. “Biarkan saja satu hari dia akan tertidur, dan jika dia tersadar, kita tentunya telah berada di Siauw Lim Sie”

Orang Persia yang usianya paling muda itu telah mengiyakan, dia tidak membantah keputusan pemimpinnya.

Begitulah, kedelapan orang Persia tersebut telah berlari- lari mendaki Siauw Sit San.

Gerakan tubuh dan cara berlari mereka benar-benar luar biasa, karena tubuh mereka begitu ringan dan seperti juga terbang saja tidak menginjak bumi, dalam waktu yang singkat sekali mereka telah mencapai pertengahan perut gunung tersebut.

Siauw Sit San merupakan gunung yang memiliki pemandangan sangat indah, udara disana pun nyaman sekali. Namun kedelapan orang Persia itu sama sekali tidak tertarik dengan pemandangan yang indah itu, mereka telah berlari terus dengan cepat sekali.

Setelah ber-lari2 lagi sekian lama, akhirnya mereka tiba juga di depan kuil Siauw Lim Sie.

Kuil itu dihubungi dengan jalan bertingkat, dimana merupakan anak-anak tangga yang bersusun panjang sekali. Samar-samar terdengar suara air terjun, dan juga pemandangan disekitar tempat itu indah luar biasa, membuat kedelapan orang Persia itu yang semula memang tidak memperhatikan keindahan tempat itu, akhirnya toh telah berdiam sejenak untuk melihat keindahan disekitar Siauw Lim Sie.

“Sebuah tempat yang indah luar biasa seperti disorga!” mengguman pemimpin mereka.

“Ya. !” mengangguk yang seorang. “Benar. indah sekali!”

“Inilah tempat yang tenang dan nyaman sekali untuk hidup yang tenteram bagi Buddha Hidup!” kata yang lainnya. “Tetapi, apakah Tat Mo Cauwsu memang Buddha Hidup kedelapan yang sedang kita cari itu?”

“Sebentar lagi, kita akan memperoleh jawabannya!” sahut pemimpin dari orang2 Persia itu.

Mereka mendaki undakan anak2 tangga, yang jumlah seluruhnya tiga ratus dua puluh delapan itu, tibalah mereka di depan pintu kuil Siauw Lim Sie.

Kuil yang megah dan tampak begitu kokoh angker sekali, juga memiliki pancaran keagungan agama Buddha dari kuil tersebut. Harumnya hio, dupa bakar dan juga kayu cendana, tersiar disekitar tempat itu, tercampur dengan harumnya bunga yang terdapat disekitarnya.

Keadaan ditempat itu sunyi dan tenang sekali, pintu gerbang dari kuil tersebut tampak tertutup rapat.

Kedelapan orang Persia itu telah saling pandang, akhirnya yang menjadi pemimpin mereka telah menghampiri pintu kuil, dia memegang gelang bulat yang berbentuk besar di pintu tersebut, dia membenturkannya gelang pada pintu.

Terdengar suara yang nyaring bergema. Sekali lagi dia mengulanginya. Dan ketika dia telah membenturkan gelang itu tiga kali pada pintu kuil, dari dalam segera terdengar suara orang berseru: “Siancai! Siancai! Sabar! Sabar!”

Tidak lama kemudian pintu kuil telah terbuka. Dari dalam tersembul kepala yang botak dari seorang pendeta. Dia memandang heran waktu memperoleh kenyataan tamu2  yang  berdiri  didepan  pintu  kuil  itu  adalah orang2 asing yang memiliki hidung sangat mancung, mata yang biru, merupakan orang asing, bukan bangsa Han.

Tetapi tertegunnya pendeta itu hanya sejenak setelah mengawasi kedelapan tamunya, dia segera membuka daun pintu gerbang kuil lebih lebar, dia merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat. “Siapakah Siecu sekalian dan kedatangan Siecu ke Siauw Lim Sie tentunya ada urusan yang cukup penting, bukan?” tanya pendeta itu dengan ramah.

Pemimpin rombongan orang Persia itu membalas hormat pendeta tersebut, dia menyahuti dengan segera: “Kami orang2 Istana Awan, kami berasal dari Persia. Maksud kedatangan «kami kemari ingin bertemu dengan Tat Mo Cauwsu, Guru Besar itu”

Muka pendeta itu, pendeta penyambut tamu, jadi berobah, dia berkata ragu-ragu:  “Tetapi....  didalam  hal ini. ”

“Kenapa?” tanya pemimpin rombongan orang Persia

itu.

“Menurut Siauwceng (pendeta kecil), tentunya

permintaan Siecu sekalian merupakan yang cukup berat... tidak pernah ada seorang tamupun yang diijinkan lagi bertemu dengan Cauwsuya kami!”

“Kenapa?”

“Sejak setahun yang lalu Cauwsuya telah menutup diri dan tidak menerima kunjungan siapapun juga, sahabat dekat maupun kerabat! Maafkanlah, kedatangan Siecu sekalian terlambat, karena Cauwsuya kami telah menutup diri untuk selamanya!”

Muka kedelapan orang Persia itu berobah pemimpin mereka  telah  berkata  dengan  cepat.  “Kami   datang   dari tempat yang jauh, dari Persia. Maksud kami hanya ingin bertemu dengan Tat Mo Cauwsu guna menanyakan sesuatu. Bukan untuk urusan lainnya. Kami tengah mencari Buddha Hidup kedelapan yang telah belasan tahun belum kembali ke negeri kami, dan kami memperoleh kabar belakangan ini bahwa Tat Mo Cauwsu yang menjadi cikal bakal Siauw Lim Sie ini adalah Buddha Hidup kedelapan yang tengah kami cari itu, karenanya, dengan melakoni perjalanan yang jauh sekali, dari Persia, kami telah datang kemari. Sangat mengecewakan kami sekali jika memang Tat Mo Cauwsu tidak bersedia untuk bertemu dengan kami sejenak saja, untuk memberikan keterangan kepada kami, dimana sesungguhnya Buddha Hidup kedelapan yang tengah kami cari, karena sama seperti Buddha Hidup kedelapan, seorang India, kami dengar Tat Mo Cauwsu juga seorang India pula!”

Mendengar urusan bukan soal sembarangan, bukan pula urusan biasa, pendeta itu terkejut. Dia merangkapkan kedua tangannya, katanya dengan sikap yang menghormat: “Maaf, maaf! Jika dalam urusan ini Siauwceng tidak berhak untuk mewakili menerimanya Siecu sekalian, silahkan masuk, nanti Siecu sekalian bisa bicara langsung dengan Toa-suheng kami!”

“Ya, kami kira itulah yang terbaik!” kata pemimpin rombongan orang Persia tersebut “Mungkin kami bisa memperoleh keterangan yang kami inginkan.”

Pendeta itu telah mengangguk, segera juga pintu kuil dibuka lebih lebar. Dia mempersilahkan para tamu- tamunya itu untuk masuk kemudian memimpinnya untuk diantar ke ruang tamu di beranda depan kuil.

Ruang tamu diberanda depan merupakan ruangan yang bersih sekali, dan juga disekeiilingnya terdapat pohon- pohon bunga yang sangat indah sekali, tengah bermekaran.

2 Disisi kanannya, tampak sebuah jalanan kecil batu-batu putih, yang menuju kedalam. Indah sekali keadaan kuil Siauw Lim Sie ini. Disamping itu, dupa bakar dan juga harumnya cendana yang dibakar, tercium oleh kedelapan orang Persia itu mengingatkan pada mereka kuil di Persia, tempat mereka berdiam, yang sama indahnya.

Hanya saja kedelapan orang Persia itu me lihatnya bahwa kuil Siauw Lim Sie ini berbeda sekali dengan kuil- kuil di India maupun di Persia.

Kuil Siauw Lim Sie dibangun dengan bentuk yang tersendiri, mengandung seni yang sangat tinggi. Pada dinding dan juga pada bingkai langkan, terdapat lukisan2 bentuk huruf air emas, yang merupakan ujar-ujar Sang Buddha yang sangat berharga sekali. Juga disekeliling ruangan, terdapat lukisan2 maupun patung-patung pahatan yang halus dan indah sekali, melukiskan akan keagungan dan kebesaran Sang Buddha.

Seseorang jika berada didalam kuil Siauw Lim Sie, tentu akan merasakan dirinya seperti juga berada di Kerajaan Langit, dimana mereka bisa berada ditempat yang kekal abadi. Walaupun kenyataan yang ada Siauw Lim Sie hanya merupakan kuil biasa seperti juga kuil lainnya yang terdapat di daratan Tionggoan.

Saat itu sipendeta penyambut tamu telah pamitan kepada kedelapan tamunya itu, untuk memberitahukan perihal kunjungan kedelapan tamu itu kepada Toasuhengnya. Dan kedelapan orang Persia tersebut mempergunakan waktu mereka untuk menikmati bangunan kuil Siauw Lim Sie, dengan segala isinya yang benar-benar melambangkan keagungan Sang Buddha.

“Heeem!” mengguman perlahan pemimpin dari rombongan orang Persia itu. “Dilihat demikian, kuil  Siauw Lim Sie tidak berada ditingkat sebelah bawah mata dan juga kreasi pembuatan patung-patung Sang Buddha, dibandingkan dengan kuil-kuil di negeri kita”

“Ya, memang istana Buddha Hidup di Ihasa pun belum tentu bisa menandingi ke angkeran Siauw Lim Sie, walaupun kuil ini tak terlalu besar dan tidak semegah kuil Buddha Hidup di lhasa, Nepal!”

“Ya, Siauw Lim Sie benar2 kuil Baddha yang sangat baik pembuatannya, terutama sekali didaratan Tionggoan ini memang terdapat banyak sekali ahli pahat dan lukis yang ternama, tentunya waktu kuil ini dibangun, Tat Mo Cauwsu telah mempergunakan tidak sedikit tenaga pemahat dan pelukis, untuk melengkapi kuilnya.!”

“Benar!” tiba-tiba terdengar seseorang telah menyahuti dari ruangan dalam sambil tertawa sabar. “Omitohud! Rupanya kami menerima kunjungan tamu-tamu terhormat dari tempat yang jauh! Siancai! Siancai! Menyesal sekali kami tidak bisa menyambutnya dari jauh. ”

Dari dalam melangkah keluar seorang pendeta berpotongan tubuh sedang, dengan jubahnya yang panjang berwarna abu-abu, dan lang kah yang tenang, wajah yang bersih berseri seri, sehat sekali, tengah menhampiri tamu- tamu itu dengan merangkapkan kedua tangannya.

Kedelapan orang Persia itu cepat-cepat merangkapkan tangan mereka membalas hormat si pendeta.

“Maaf, kami mengganggu ketenangan di Siauw Lim Sie ini, karena kami terpaksa untuk menanyakan sesuatu hal yang menyangkut dengan keselamatan Buddha Hidup yang kedelapan!” kata pemimpin rombongan orang-orang Persia itu. Pendeta Siauw Lim Sie yang menyambut keluar itu, yang merupakan pendeta yang selalu bersikap tenang, berwajah ber-seri2 tidak lain dari pada Sam Liu Taisu, murid pertama Tat Mo Gauwsu. Dia memang seorang pendeta yang telah memperdalam pelajaran agamanya, dan juga ilmu silatnya.

Tadi Sam Liu Taisu mendengar dari pendeta penjemput tamu perihal kedatangan kedelapan orang Persia yang bermaksud untuk bertemu dengan Guru Besar Siauw Lim Sie, yaitu Cauwsuya mereka, dengan menyatakan untuk menanyakan perihal Buddha Hidup, dengan sendirinya, disamping terkejut, Sam Liu Taisupun tidak berani ayal, Persoalan Buddha Hidup bukanlah urusan sembarangan yang boleh disembarangkan.

Itulah sebabnya Sam Liu Taisu bergegas telah keluar untuk menyambut dan melayani kedelapan tamu-tamunya ini, yang terdiri dari kedelapan orang asing. Beruntung mereka, orang-orang Persia itu, pandai bicara bahasa Han, walaupun dengan terbata-bata, dengan letak susunan huruf terkadang terbalik, toh maksud dan tujuannya masih bisa dimengerti.

“Jika memang Siecu sekalian ingin menanyakan sesuatu yaitu urusan yang paling penting mengenai keselamatan Buddha Hidup, Siauwceng (aku pendeta kecil) tentu tidak berani untuk berayal. Jika memang Siauwceng mengetahuinya tentu Siauwceng akan memberitahukannya dengan sebenarnya!”

“Tetapi....!” pemimpin orang Persia itu memandang ragu-ragu pada Sam Liu Taisu.

“Adakah sesuatu yang memberatkan Siecu!” tanya Sam Liu Taisu sabar. “Kami semula ingin bertemu langsung dengan Tat Mo Cauwsu, kami mendengar kabar terakhir mengenai Buddha Hidup kedelapan justru menyatakan bahwa Tat Mo Cauwsu adalah Buddha Hidup kedelapan yang telah berkelana di Tionggoan dan mengganti sebutan dengan Tat Mo Cauwsu”

Sam Liu Taisu terkejut. Dia mengerutkan alisnya seperti berpikir keras. Karena urusan yang demikian penting, tentu saja dia tidak bisa bicarakan dengan sembarangan pada orang-orang yang baru pertama kali ditemukannya.

Disaat itu, pemimpin orang2 Persia tersebut telah berkata lagi: “Jika memang Losuhu tidak keberatan, dapatkah Losuhu memberitahukan perihal maksud kami ini kepada Tat Mo Cauwsuya, bahwa kami ingin sekali bertemu hanya untuk sepuluh menit saja, guna memperoleh kepastian apakah memang benar2 Tat Mo Cauwsuya adalah Buddha Hidup kedelapan yang tengah kami cari untuk menjemputnya kembali kenegeri kami, dimana kami telah bersusah payah selama belasan tahun mencarinya”

Sam Liu Taisu masih bimbang, tapi akhirnya dia menganggguk. “Baiklah! Silahkan Siecu sekalian duduk2 dulu dengan tenang, urusan itu kita bicarakan per-lahan2” kata Sam Liu Taisu dengan sabar.

Diapun telah merangkapkan kedua tangannya dan mengucapkan kebesaran Sang Buddha beberapa kali. Baru kemudian dia bertanya lagi kepada tamu2nya itu: “Jika memang Siecu sekalian tidak keberatan, Siauwceng ingin mengetahui, siapakah adanya Siecu berdelapan, dan juga, dengan maksud apakah Siecu berdelapan ingin mencari Buddha Hidup kedelapan? Masih ada hubungan dan sangkutan apakah antara Siecu berdelapan dengan Buddha Hidup kedelapan?” Sebenarnya pemimpin orang-orang Persia itu merasa keberatan untuk menjelaskan segala sesuatunya sebelum bertemu dengan Tat Mo Cauwsu, orang yang mereka cari, untuk memperoleh kepastian berita terakhir yang mereka terima mengenai Buddha Hidup. Namun, mengetahui Sam Liu Taisu juga merupakan orang terpenting di Siauw Lim Sie, merupakan Toa suheng atau kakak seperguruan tertua dari para pendeta Siauw Lim Sie, yang jelas merupakan murid pertama dari Tat Mo Cauwsu, dengan sendirinya kedelapan orang Persia itu tidak berani bertindak ceroboh, mereka juga sangat menghormati Sim Liu Taisu yang merupakan seorang pendeta alim, yang tampaknya bijaksana dan juga memiliki kesaktian yang terpancar dari wajahnya yang begitu bersih ber-seri2 dan sehat.

-oodwoo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar