Pendekar Bloon Jilid 39 Rasa Takut

Jilid 39 Rasa Takut

Melihat Blo'on terancam oleh tujuh batang pedang terbang yang dilepas oleh pengawal Baju Merah, menjeritlah Sian Li.

"Hai, hati-hati!" tiba2 Pek I lojin ikut menjerit seraya mengangkat kedua tangannya seperti orang yang bersikap kaget.

Hoa Sin, Ong Sian dan Hong Hong juga terkejut tetapi mereka tak keburu menolong.

Tiba2 suatu peristiwa aneh terjadi. Pedang bengkok terakhir yang dilepas pengawal Baju Merah itu entah bagaimana, tahu2 menjadi lambat jalannya. Dan tahu kalau dirinya akan diganyang dengan pedang, Blo'on bergeliatan sembari menendang.

Plak.....

Pedang bengkok yang ketujuh itupun tertendang dan mencelat ke udara. Dalam pada itu keenam batang pedang bengkok yang lain pun silih berganti menyambar tubuh Blo'on.

Rasa takut yang membangkitkan rasa kejut kemudian meningkat menjadi rasa marah atas perbuatan orang yang telah menghujamnya dengan tujuh batang pedang, membuat Blo'on ingin untuk menangkis serangan pedang itu. Maka iapun segera berjumpalitan di udara sembari menyapu setiap pedang yang menyambarnya.

Tring, tring, tring ..... Enam batang pedang bengkok itu sesungguhnya luar biasa sekali. Dengan dikendalikan oleh tenaga-dalam dari pengawal Baju Merah itu, ketujuh pedang bengkok itu dapat menghindar dan menyambar. Seperti halnya waktu Blo’on masih berada di tanah tadi. Berulang kali dia hendak mengangkat tubuh untuk menghindar selalu pedang bengkok itu mengejarnya.

Tetapi anehnya, ketika melayang di udara Blo'on dapat berjumpalitan dapat pula membabat serangan pedang bengkok. Dengan pedang Pek-liong-kiam yang luar biasa tajamnya, keenam pedang bengkok itu terbabat putus semua. Kemudian dengan gaya mirip burung belibis melayang ke tanah, Blo'onpun segera meluncur turun.

Tempik sorak yang gegap gempita segera, berhamburan dari tokoh2 ketua persilatan yang menyaksikan permainan Blo'on itu. Bahkan kakek Lo Kun segera lari merghampiri dan ngok ia mengecup pipi Blo’on dengan keras.

“ Aduh ..... ! " Blo'on menjerit seraya mendorong tubuh kakek itu, “mengapa engkau menggigit pipiku?"

Kakek itu tercengang, serunya: " Siapa yang menggigit?

Aku mencium pipimu."

“Masakan mencium pakai gigi?" Blo'on bersungut-sungut. “O, anak goblok," seru kakek Lo Kun, “ciuman itu berbagai

macam.   Mencium   dengan   hidung   tanda   kasih, mencium

dengan mulut tanda cinta, mencium dengan gigi tanda mesra. Eh apakah engkau sakit?"

Sambil mengusap pipinya yang membekas gigi kakek Lo Kun, Blo'on menggeram: “Kalau tidak sakit masakan aku menjerit? Untung cepat2 kudorong, kalau tidak, mungkin pipiku tentu terluka!" “Jika begitu, apakah aku dulu salah " kakek Lo Kun terlongong-longong.

“Apakah muksudmu?” tegur Blo'on.

“Dahulu ketika mencium calon pengantinku, memang kugigit dengan gigi, diapun menjerit dan menampar pipiku. Aku tertawa girang karena kalau seorang nona cantik itu menampar pipi, itu tanda cinta. Karena gadis tak mungkin  mau mencium seperti orang laki.“

"Sudah tentu nona itu marah," desuh Blo'on "siapa yang mau dicium mulutnya dengan digigit pakai gigi. Bisa putus atau paling tidak berdarah bibirnya."

Mendengar ocehan kakek limbung dan pemuda blo'on itu, para ketua partai persilatanpun tertawa. Bahkan Hoa Sin, ketua Kay-pang yang suka bergurau, tertawa geli.

"Kalau dekat dengan kakek itu, umur bisa panjang karena orang terus tertawa saja," serunya.

Tetapi kakek Lo Kun itu tak menghiraukan mereka. Ia melanjutkan pertanyaan kepada Blo'on: "Eh. Blo'on, jangan coba mengajari orang tua. Lalu bagaimana cara engkau mencium kekasihmu atau pun calon pengantinmu kelak?"

Blo'on terlongong.

"Soal itu aku belum tahu karena aku belum pernah mencium anak perempuan dan belum punya pengantin. Tetapi yang jelas, kalau mencium ya hanya pakai hidung atau mulut tidak pakai menggigit segala."

"Kurang mesra !" teriak kakek Lo Kun, "kalau dalam soal bercinta dengan wanita, kakekmu ini seorang jagoan. Sudah berapa banyak wanita2 yang sekali kucium tentu ketagihan dan selalu minta kucium lagi. Karena terlalu mengobral ciuman, nih, lihatlah gigiku sampai ompong.”

Pecah gelak tertawa pula ketika para tokoh2 persilatan mendengar uraian kakek Lo Kun.

“Kakek, sekarang baru ketahuan mengapa pengantinmu dulu dilarikan orang. Dia bukan dilarikan tetapi memang ikut lari dengan orang lain karena dia tentu tak suka kepadamu. Dia tentu kuatir bibir, hidung dan pipi habis engkau makan, hi, hi, hi ” tiba2 Sian Li menyelutuk dan tertawa mengikik.

“Hus, anak perempuan," teriak Lo Kun, “jangan engkau tertawa-tawa dulu. Kelak kalau suamimu menggigit bibir dan hidungmu, baru engkau tahu rasa. Kasih tahu kalau engkau sudah mendapat kekasih, nanti biar kuajarkan dia bagaimana mencium."

Sian Li merah wajahnya tetapi beberapa tokoh persilatan itu tertawa.

Tiba2 pengawal Baju Merah atau pendekar dari Biau itu, maju menghampiri Blo'on lalu menyerangnya dengan pedang. Pedang itu tipis sekali dan permainan orang itupun luar biasa cepatnya.

Blo'on terkejut dan loncat mundur. Kakek Lo Kun maju menyongsong dengan pukulan.

“Gila, mundurlah!" Hoa Sin cepat membertak dan menarik bahu kakek itu ke belakang. Terlambat sedikit saja, tangan Lo Kun tentu kutung.

Sebenarnya sehabis menarik bahu kakek Lo Kun, Hoa Sin terus hendak menyerang dengan tongkat Bak-kau-pang tetapi ternyata kakek Lo Kun itu salah mengerti. Dia marah. Begitu Hoa Sin hendak maju, dia terus menarik ujung pinggang baju Hoa Sin: "Mundur serunya.

Saat itu pengawal Baju Merah sedang mengayunkan pedangnya yang tajam, tetapi karena Hoa Sin ditarik mundur kakek Lo Kun, tabasan itupun luput.

Setelah menarik mundur Hoa Sin, kakek Lo Kun terus nyelonong maju dan menghantam, “duk…”, kali ini karena pengawal Baju Merah sedang menjulurkan tangan kanan mengantarkan pedangnya ke muka, bahunya tak terlindung dan termakan pukulan kakek Lo Kun. Pengawal Baju Merah itu terhuyung-huyung beberapa langkah.

“Tuh, lihat, bukankah aku mampu memukulnya ?" kakek Lo Kun berpaling kepada Hoa Sin dan berkata dengan bangga.

Pada saat itu pengawal Baju Merahpun sudah menerjang pula dengan ayunkan pedangnya. Melihat kakek Lo Kun masih berpaling memandang kepadanya, Hoa Sin kuatir. Jelas kakek itu tentu akan termakan pedang lawan. Cepat ia mencengkeram baju Lo Kun terus ditariknya kebelakang.

"Uh…” kakek Lo Kun terseret mundur dan tepat pada saat itu pedang pengawal Baju Merah melayang sehingga tak mengenai.

"Gila !” Lo Kun menjerit, "apakah engkau mengajak tarik- tarikan baju ?"

Tetapi Hoa Sin tak mengubris. Ia terus maju hendak menggebuk pengawal Baju Merah. Tetapi kakek Lo Kun tak puas. Ia menubruk pinggang Hoa Sin lalu diseretnya mundur.

Tepat pada saat itu sebenarnya pengawal Baju Merah sedang merobah jurus permainannya dengan membabatkan pedang ke pinggang Hoa Sin tetapi karena Hoa Sin diseret mundur oleh kakek Lo Kun, babatan pedang itupun hanya mengenai angin saja.

Dua tiga kali serangan pedang pengawal Baju Merah itu luput karena terjadinya tarik menarik antara kedua orang itu. Rupanya pengawal Baju Merah itupun makin marah.

Sekarang dia loncat maju untuk menggunakan kesempatan pada saat Hoa Sin masih dipeluk kakek Lo Kun. Dengan beringas, pengawal Baju Merah itu membabatkan pedangnya ke pinggang kedua orang itu.

“Bluk ....” Hoa Sin terkejut ketika melihat serangan maut dari pengawal Baju Merah itu. la pun tahu kalau kekek Lo Kun itu seorang kakek limbung, untuk memberi penjelasan jelas tak keburu lagi. Maka dengan menggunakan sebuah jurus Lok- gan-bhe atau Kuda-jatuh, ia menyapu kaki kakek Lo Kun sehingga jatuh dan karena kakek itu masih belum melepaskan dekapannya, Hoa Sinpun ikut jatuh bergelundungan dilantai.

Tepat pada saat itu pedang pengawal Baju Merahpun melayang tiba. Karena kedua orang itu jatuh maka sambaran pedangnya pun kembali hanya membabat angin.

Pengawal itu makin marah. Segera ia memburu dan ayunkan pedangnya pula. Saat itu kakek Lo Kun dan Hoa Sin masih bergelundungan di lantai. Melihat itu dengan sekuat tenaga Hoa Sin meronta dan membawa tubuh Lo Kun bergelundungan ke tanah. Kembali bacokan pengawal itu luput. Dia mengejar lagi dan kali ini karena merasa dirinya dibanting dan diguling-gulingkan, kakek Lo kun pun marah. Dengan sekuat tenaga diapun balas menggulingkan tubuh Hoa Sin kekiri sehingga bacokan pengawal itu luput. Tetapi betapapun mereka bergelundungan akhirnya kalah tangkas juga dengan pengawal Baju Merah sudah berhasil mengejar lagi dan membacok.

Kali ini baik Hoa Sin maupun kakek Lo Kun memang tak dapat berkutik lagi. Kedua tokoh itu terancam dengan tabasan pedang. Tetapi pada saat bahaya dengan tiba2 pengawal Buju Merah itu mengaum keras lengannya telah dipeluk dari belakang oleh seseorang.

Karena terkejut dia meronta sekuat-kuatnya tetapi akibatnya malah runyam. Dia merasa tubuhnya seperti dijepit papan baja yang luar biasa kuatnya sehingga tulang-tulangnya terasa akan patah. Sedemikian besar sakit yang dideritanya sehingga dia sampai meraung-raung dan peluh bercucuran membasahi dahi.

Kembali ia menghimpun tenaga-dalam, sesaat kemudian dengan sekuat tenaga, dia berontak lagi disertai dengan gerakkan kaki. Tetapi kembali dia harus meringis kesakitan karena tangan yang mendekapnya itu terasa makin mengencang keras sekali sehingga hampir saja ia tak dapat bernapas.

Dalam pada itu Hoa Sin dan kakek Lo Kun pun sudah saling lepaskan dekapannya dan loncat bangun.

"Hai, pangcu Pengemis," tegur Lo Kun marah2, mengapa engkau menarik bajuku sampai rompal begini?"

Hoa Sin tahu bahwa kakek itu memang limbung maka diapun tak marah melainkan tertawa.

"Eh, mengapa tertawa ? Apakah engkau memang hendak menelanjangi aku ?" teriak kakek itu dengan marah. "Harap jangan salah mengerti, lojin," kata Hoa Sin, "adalah karena kuatir tanganmu terbacok pedang pengawal Baju Merah yang tentu luar biasa tajamnya, maka kutarik engkau kebelakang."

"Tidak bisa," teriak Lo Kuu, "engkau tentu hendak merobek bajuku !"

Sebenarnya Hoa Sin tak mau melayani kakek sinting itu. Dia terus menghampiri ke tempat Blo'on yang masih mendekap pengawal Baju Merah.

"Hai, mau kemana engkau!" teriak kakek Lo Kun seraya menyambar ujung baju ketua Kay Pang tetapi ketua Kay Pang itu menghindari ke muka. Lo Kun tetap ngotot hendak menyambar baju sehingga terjadi kejar mengejar antara kedua orang itu.

Ketika tiba didekat Blo'on, pemuda itu marah. Ia mendorong tubuh pengawal Baju Merah kearah kakek Lo Kun seraya membentak: "Jangan gila-gilaan, kau kakek l"

Bukan kepalang kejut Lo Kun ketika tiba2 tubuh pengawal Baju Merah itu didorong kearahnya. Serentak ia menghantamnya, duk .... pukulan tepat mendarat di dada pengawal Baju Merah dan orang itupun segera rubuh ke lantai.

Sebenarnya setelah dia meronta tetapi bukan saja gagal pun kebalikannya tubuhnya malah seperti dijepit besi, pengawal Baju Merah lemas lunglai apalagi setelah didorong Blo'on, disambut dengan pukulan kakek Lo Kun, sudah tentu dia terkapar tak mampu berkutik lagi.

Tanpa menghiraukan pengawal itu entah mati entah hidup, Blo'on terus menghampiri kakek Lo Kun dan menegur: "Kakek, mengapa engkau mengejar Hoa pangcu ?" "Karena dia hendak membuat aku malu. Masa bajuku dirobek begini?'' ia menunjukkan punggung bajunya yang robek karena ditarik Hoa Sin.

"Bukan," seru Blo'on, "kulihat sendiri Hoa pangcu hendak menolong engkau supaya jangan kena tabasan pedang, masakan dia hendak merobek bajumu. Yang salah adalah bajumu sendiri mengapa ditarik saja sudah robek.”

"O, ya, ya, benar," kata kakek Lo Kun. Kakek itu memang aneh. Kalau terhadap lain orang dia tak mau mengalah tetapi kalau kepada Blo'on dia selalu menurut kata.

"Tak usah kuatir," kata Blo'on, "nanti kalau kita ke kota, kubelikan baju baru untukmu."

"Benar," teriak kakek Lo Kun tertawa girang.

"Aku tak pernah bohong," sahut Blo'on. "engkau boleh pilih sendiri nanti, yang sutera atau blaucu atau apa aja."

"Kalau begitu aku tadi salah," kata kakek Lo Kun serta menghampiri Hoa Sia, "Hoa pang-cu maafkan kelakuanku."

Hoa Sin tertawa: "Aku yang bersalah merobekkan baju lojin.

Biar besok aku yarg mengganti baju baru untukmu." "Tidak mau," seru kakek Lo Kun.

Hoa Sin terbeliak : "Mengapa ?"

“Semua anggauta Kay pang itu bajunya robek dan tambalan. Aku tak mau pakai baju tambalan," seru kakek Lu Kun.

Hoa Sin tertawa,

Tiba2 dua orang pengawal Baju Merah maju menghampiri. Kali ini agak aneh perawakan kedua pengawal itu. Keduanya bertubuh pendek, masing2 membekal golok gergaji, golok yang matanya tidak tajam tetapi bergigi seperti gergaji.

Begitu tiba, mereka terus menyerang Hoa Sin karena ketua Kay pang itu berada paling dekat sendiri. Pengawal2 dari Thian- tong-kau itu memang tak memilih lawan. Siapa yang dekat, dialah yang diserang.

Hoa Sin loncat menghindar lalu mengirim sebuah pukulan keras. Pengawal yang berada disebelah kiri cepat loncat ke udara, berjumpalitan dan meluncur hinggap diatas bahu kawannya. Kini keduanya segera menyerang lagi.

Karena yang satu hinggap di bahu yang lain, maka persambungan itu menjadikan mereka seorang yang tinggi, lebih tinggi dari seorang biasa. Dan jurus permainan golok merekapun mengejutkan. Kalau yang satu menabas ke kiri, yang diatas bahu tentu membacok ke kanan. Dengan  demikian lawan tertutup jalannya untuk menangkis maupun menghindar.

Hoa Sin terkejut menghadapi serangan aneh itu. Kalau dia menghindar ke kiri tentu disambut tabasan, kalau menyingkir ke kanan tentu disambut bacokan. Cara menghindarnya hanya loucat mundur. Tetapi kedua orang yang bertumpuk itu loncat mengejar. Walaupun mendukung kawannya tetapi gerakan pengawal Baju Merah yang di bawah itu tetap lincah dan gesit sekali. Ternyata waktu loncat memburu, pengawal yang naik di atas bahu kawannya itupun ikut membantu gerakan loncat kawannya dengan mengayunkan tubuh kemuka. Pokoknya, kedua orang itu dapat bergerak dengan seragam.

Lebih gila lagi, dengan saling bertumpuk itu, tenaga-dalam mereka saling menyalur. Kalau melihat kawannya yang dibawah menangkis serangan lawan, pengawal yang diatas ikut menyalurkan tenaga-dalamnya kepada kawannya. Demikian kalau yang di atas terancam bahaya, yang di bawahpun menyalurkan tenaga-dalamnya ke atas.

Berulang kali Hoa Sin harus terkejut ketika menangkis dengan tongkat Bak-kau-pangnya. Sebagai ketua Kay-pang sudah tentu dia memiliki tenaga-dalam yang hebat tetapi ia tetap tergetar tangannya apabila beradu senjata.

Tak berapa lama, ketua partai Kay pang itu mandi keringat karena harus melayani serangan lawan yang gencar.

Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin, melihat juga kesibukan ketua Kay-pang, tetapi mereka tak leluasa untuk membantu.

"Lo cianpwe," kata Sian Li kepada Pek I lojin, "siapakah kedua pengawal yang aneh itu?”

"Hm, kalau tak salah, dulu di Sujwan itu muncul sepasang saudara kembar yang pandai silat. Tak tahu siapa guru mereka. Hanya dunia persilatan gempar karena kemunculan kedua saudara kembar itu. Cara mereka bertempur selalu begitu, yang satu naik ke bahu yang lain sehingga mereka, berobah menjadi seorang manusia tinggi. Banyak jago2 persilatan yang tak berani cari perkara dengan kedua saudara kembar itu. Mereka terkenal dengan sebutan Sujwan-song ay, sepasang Kembar Pendek dari propinsi Sujwan."

"Adakah Hoa pangcu mampu melayani mereka ?" tanya gadis itu pula.

"Hoa pangcu memiliki kepandaian yang sakti, tak mudah kedua orang pendek itu untuk mengalahkannya tetapi Hoa pangcupun sukar untuk merebut kemenangan," kata Pek I lojin.

"Jika begitu, baiklah aku maju," seru Siau Li. "Jangan," Pek l lojin mencegah. Ia tak melanjutkan kata- katanya karena saat itu, melihat suatu peristiwa yang menggelikan.

Tiba2 Blo'on menghampiri kakek Lo Kun, ia tanya: "Kakek, mari kita tirukan kedua orang itu. Engkau yang memanggul aku atau aku yang memanggul engkau ?"

"Maksudmu kita juga saling memanggul seperti mereka?" seru Lo Kun.

"Ya," kata Blo'on, "mereka menggunakan cara selicik itu, kitapun juga harus mengimbangi permainan mereka."

"Baiklah," kata Lo Kun, "aku saja yang memanggul engkau dulu, Nanti giliran. Kalau aku lelah, engkau yang harus memanggul aku."

"Huh....." kakek Lo Kun mendesuh tertahan ketika tahu2 Blo'on loncat dan mencempak bahu kakek Lo Kun. Karena tak siap, Lo Kun terhuyung-huyung dan jatuh.

"Blo'on, engkau gila !" teriak kakek Lo Kun, "kalau mau naik harus bilang dulu, mengapa tahu2 terus mencemplak saja !"

Memang Blo'on tak menyadari bahwa karena loncat mencemplak itu ia telah menggunakan tenaga dan bergeraklah tenaga-dalam Ji-ih-sin kaugnya. Sudah tentu kakek Lo Kun tak kuat menahan cemplakan itu.

"Maaf", kakek," seru Blo'on," sekarang bersiaplah, aku hendak naik ke bahumu."

Lo Kun pasang kuda2 dan dengan pelahan Blo'onpun segera memanjat tubuh kakek itu. Tetapi baru kedua tangannya mencekal punggung Lo Kun, kakek itu tertawa keras dan meronta-ronta.

Blo'on melongo, serunya: “Mengapa engkau ini?” “Engkau gila, masakan ketiakku engkau pegang, uh. geli sekali," kakek Lo Kun tertawa.

“ Kalau begitu, engkau saja yang kupanggul," kata Blo'on seraya bersiap. Lo Kun segera loncat mencekal kedua bahu Blo'on, lalu dengan meminjam tenaga tekanan itu ia hendak melayang keatas dan hinggap pada bahu Blo'on.

Tetapi karena gerakan kakek Lo Kun itu dilakukan dengan keras, Blo'on terkejut. Setiap kali terkejut ia tentu mengeluarkan reaksi berupa pancaran tenaga-dalam Ji-ih sin- kang. Sekali tenaga-sakti itu memancar maka tubuh kakek Lo Kunpun segera terlempar sampai dua tombak dan brak .. ia jatuh terbanting di lantai panggung.

“ Aduh, bedebah engkau Blo'on," kakek itu merangkak bangun seraya memaki, “mengapa engkau lemparkan aku sedemikian keras?"

Bloon melongo.

“Melemparkan engkau?" serunya heran, “siapa yang melemparkan? Aku tak merasa melemparkan engkau."

“Setan!" kakek Lo Kun makin geram. “kalau tak engkau lemparkan masakan aku terlempar sendiri? Perlu apa aku harus melempar diriku sendiri sampai jatuh di lantai ?"

Blo'on bingung memikirkan. Ia merasa tak melempar tetapi mengapa kakek itu terlempar sampai sejauh itu.

"Maafkan, kakek," katanya seraya menghampiri "marilah engkau naik ke bahuku, tetapi pelahan-lahan saja."

Dengan wajah masih penasaran kakek Lo Kun berseru : "Jongkoklah, lekas!"

Blo'onpun menurut perintah. Setelah ia jongkok, barulah kakek Lo Kun naik dan duduk pada kedua bahunya. "Hayo, berdiri," perintahnya pula.

Kini dapatlah Bloon memanggul kakek Lo Kun diatas bahunya. Kakek Lo Kun memberi perintah lagi supaya Blo'on maju menerjang kedua orang pendek itu.

Tetapi. Blo'on membantah : "Nanti dulu, mereka bersenjata golok dan kita tidak, tentu kalah."

"Jangan kualir, aku punja ular thiat-bi coa" seru Lo Kun seraya melolos ular itu.

"Tetapi aku bagaimana?" tanya Blo'on.

"Kalau engkau tak punya senjata, tak apa. Ular ini dapat melindungi kita berdua," kata kakek itu seraya melanjutkan mengorak ular thiat-bi-coa yang melilit pinggangnya.

Hiiiihhhh. ! " tiba2 Blo'on memekik dan melonjak sehingga

melambung sampai setombak tingginya.

"Hai, mengapa engkau ini!" teriak kakek Lo Kun, "awas, kalau aku sampai jatuh, engkau tentu kugebuk dengan ular ini."

Sambil berkata, kakek itu mengacungkan ular thiat bi-coa keatas, maksudnya hendak memberi gambaran kepada Blo'on tetapi tanpa disengaja, ekor dari ular itu meluncur, melingkar2 menusuk hidung Blo'on, haaasing Blo'on berbangkis.

"Aduh ...!" teriak Blo'on, Karena berbangkis, tubuh bergetar keras sehingga hampir saja kakek Lo Kun terlempar jatuh ke belakang. Karena gugup, ia mencengkeram kedua telinga Blo'on dan menariknya sehingga Blo'on menjerit kesakitan.

"Kakek, mengapa engkau menjiwir telingaku?" teriak Blo'on. "Mengapa engkau berbangkis sehingga aku sampai hampir

jatuh ?" balas Lo Kun. "Mengapa kakek menjulur ekor ular itu masuk ke hidungku?" bantah Blo'on pula.

Kakek Lo Kun tertawa mengekeh, kemudian berseru : "Sudahlah, mari kita serbu orang itu."

Tepat pada saat itu Hoa Sin sudah payah. Sebenarnya ketua Kay-pang sudah nekad hendak melancarkan serangan maut. Melontarkan tongkat lalu menerjang. Tetapi untunglah sebelum ia bergerak, Blo'on sudah lari menghampiri dan berseru: "Hoa pangcu, silahkan mundur !"

Melihat Blo'on memanggul kakek Lo Kun dan kakek itu memegang ular thiat bi-coa. Hoa Sin mengeluh: "Celaka, kedua orang itu memang limbung benar," Hoa Sin mengeluh dan diam2 ia menyesal mengapa ia mau menurut permintaan Blo’on tinggalkan gelanggang.

"Hayo, kamu orang pendek," seru Lo Kun, “sekarang siapa yang lebih tinggi ?"

Namun kedua pengawal Baju Merah yang bertubuh pendek itu tak mau menggubris. Mereka terus menyerang.

"Celaka!' teriak kakek Lo Kun, "loncatlah. Blo'on !"

Ternyata kedua pengawal Baju Merah itu, yang satu menyerang atas dan yang lain menyerang bawah. Serangan yang atas dapat ditahan oleh ular thiat-bicoa tetapi serangan yang bawah, harus ditahan Blo’on. Pada hal blo'on tak membawa senjata apalagi kedua tangannya tengah memegang sepasang kaki kakek Lo Kun yang menggelantung pada kedua bahunya. Itulah sebabnya mengapa Lo Kun buru2 meneriaki supaya Blo'on loncat menghindar. "Bagus!" seru kakek Lo Kun ketika tubuhnya melayang sampai satu tombak karena dibawa Blo'on yang menurut perintahnya, loncat menghindari tabasan pedang lawan.

Dan ketika melayang turun, kakek itu segera menjulurkan ular thiat-bi coa kearah kepala lawan yang berada diatas punggung saudaranya.

Serangan yang tak terduga-duga itu menyebabkan sepasang orang pendek itu loncat mundur.

"Ha, ha, ha," kakek Lo Kun tertawa gembira, "mengapa mundur ? Takut ?"

Secepat mundur kedua orang pendek itupun segera menerjang pula. Mereka memainkan pedang gergajinya dengan deras.

"Awas, Blo'on, berloncatanlah untuk menghindar serangan dibawah, nanti yang diatas serahkan kepadaku," kata kakek Lo Kun.

Blo'on menurut. Berulang kali babatan dan tebasan pedang dari orang pendek yang dibawah, selalu luput karena Blo'on dengan gerak yang tangkas dan lincah dapat menghindarinya. Dia hanya menurutkan gerak serangan pedang lawan untuk menghindar. Sama sekali tak menurut jurus ilmusilat. Tetapi betapa gencar lawan menyerang, tetap dia dapat menghindar. Walaupun memanggul kakek Lo Kun tetapi tak mengurangi kegesitan Blo'on menghindar.

Beberapa tokoh persilatan yang menyaksikan hal itu diam2 kagum disamping geli. Tetapi sepasang orang pendek itu tak henti-hentinya meraung dan mendesis karena marah dan geram. Tiba2 kedua orang pendek itu merobah gaya serangannya. Orang yang diatas bahu, sekonyong-konyong menjatuhkan diri kebelakang. Dengan begitu tubuhnya berada dipunggung saudaranya, dengan Kepala dibawah dan kaki tetap menggelantung pada leher saudaranya. Kemudian mereka mulai bergerak, berputar putar maju, makin lama makin cepat sehingga menyerupai sepasang baling2.

'"Mundur !" teriak kakek Lo Kun memberi perintah kepada Blo'on, “mereka menggunakan siasat baru, kita juga."

Habis berkata kakek itupun terus jatuhkan diri kebelakang punggung Blo'on, kedua kakinya masih tetap menjepit leher Blo'on, sedang kepalanya menjulai kebawah tepat dibelakang pantat Blo'on.

Blo'on rupanya mengerti akan maksud kakek itu. Diapun terus berputar-putar deras, menirukan gerakan lawan.

"Suko, jangan!” teriak Sian Li yang melihat gerak-gerik Blo'on menirukan lawan. la pikir, tindakan sukonya itu berbahaya karena sukonya tak bersenjata sedang lawan menggunakan sepasang pedang gergaji.

Tetapi terlambat. Sepasang orang yang saling bertumpuk itu sudah maju merapat. Dan rupanya Blo'on juga tak mendengarkan teriakan Sian Li.

Hoa Sin, Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin dan Pek I lojin terkejut juga. Jelas Blo'on tentu menderita. Namun mereka tak dapat berbuat apa2 kecuali cemas.

Tetapi suatu peristiwa aneh telah timbul sehingga membuat para tokoh persilatan itu tercengang. Entah bagaimana ketika kedua tubuh bertumpuk itu saling merapat, tiba2 gerakan tubuh sepasang orang pendek agak lambat, sedang gerakan Blo'on yang bertumpuk dengan kakek Lo Kun tetap gencar. Sepasang pedang gergaji itupun bahkan tersiak ketika ular thiat bi coa menyambar-nyambar.

Walaupun tak dapat bicara tetapi kedua pengawal bertubuh pendek itu merasa aneh. Ketika Blo'on berputar-putar makin lama makin dekat, mereka seperti dilanda oleh angin yang kuat sekali. Mereka tak tahu angin apakah itu tetapi yang jelas angin itu mengandung tenaga tamparan yang hebat sehingga mereka harus kerahkan tenaga-dalam untuk menjaga keseimbangan diri agar jangan sampai terpental mundur.

Ternyata angin itu adalah berasal dari tenaga-dalam Ji- ih- sin kang yang memancar dari gerakan Blo'on. Blo'on sendiri tak menyadari bahwa karena harus mengeluarkan tenaga untuk memanggul kakek Lo Kun seraya berputar-putar seperti gangsingan, tenaga-dalam Ji -ih-sin-kangnyapun berhamburan keluar. Itulah sebabnya mengapa pedang kedua pengawal itu seolah lamban gerakannya.

Terkejut kedua pengawal itu ketika menghadapi kejadian aneh itu. Tiba2 pengawal yang menggelantung dibelakang punggung saudaranya itu menggeliat keatas lagi dan kembali duduk pada bahunya.

Melihat itu kakek Lo Kun pun cepat menggeliat keatas juga. Memang tak enak terus menerus kepala menjungkir kebawah itu. Karena buru2 hendak melonggarkan kepalanya yang sudah pusing maka kakek Lo Kun pun bergerak dengan cepat dan keras keatas. Dalam mengayun tubuh menggeliat keatas itu, tanpa disadari kedua kakinyapun menjepit leher Blo'on kencang2.

"Heh .... heh....." karena lehernya dijepit keras oleh kedua kaki Lo Kun. Blo'on hampir tak dapat bernapas. Seketika ia hendak melepaskan jepitan itu. Terdorong oleh keinginan, maka memancarlah tenaga dalam Ji ih-sin kang sehingga kakek Lo Kun terlempar ke depan. Tetapi karena kakinya masih menjepit leher Blo'on, pemuda itupun ikut terseret jatuh ke muka. Dan tepat sekali keduanya jatuh merubuhi lawanya yang saat itu tepat sedang membentuk diri dengan bersusun.

Duk ... duk.....

Memang aneh2 saja tingkah laku kedua manusia itu, Blo'on dan kakek Lo Kun. Seperti misalnya dulu ketika mereka berhadapan dengan barisan Lo han kun dari kaum paderi Siau- Iim si. Barisan Lo-han kun yang termasyhur itupun bobol juga karena ‘gas beracun' dari pantat kakek Lo Kun yang terberak- berak,

Dan sekarang terjadi pula keanehan yang lucu. Blo'on dan kakek Lo Kun terhuyung menjorok ke muka dan membentur kedua orang pendek itu. Duk, duk, dada kedua pengawal pendek itu masing2 terbentur kepala Blo’on dan kakek Lo Kun. Serentak sepasang saudara kembar yang saling terpanggul itu segera berantakan jatuh ke lantai. Dada mereka remuk.

Juga Blo’on dan kakek Lo Kun ikut jatuh bergelendungan tetapi mereka tak kurang suatu.

Terdengar gelak tertawa yang nyaring dari para tokoh persilatan. Benar2 baru pertama kali itu mereka menyaksikan pertempuran yang aneh dan lucu seperti itu.

Baru Blo'on dan Lo Kun tengel2 bangun, sepuluh pengawal Baju Merah segera maju. Mereka segera mengurung kedua orang dan menggerung-gerung seperti harimau.

"Cap hou tin !" seru Pek I lojin.

“Sepuluh barisan macan ?" tanya Sian Li. PeK I lojin mengangguk.

“Siapakah mereka?” San Li menegas. "Mereka adalah sepuluh saudara Kwan dari gunung Tay pa san yang pernah menggegerkan dunia persilatan beberapa tahun yang lalu. Mereka pernah menantang barisan Lo han- kun dari Siau lim-si."

“Oh," seru Sian Li, "bukankah barisan Lo-han- kun itu sangat termasyhur kelihayannya ?"

"Ya," sahut Pek I lojin, "tetapi ternyata kesepuluh harimau itu dapat mengimbangi juga. Walau pun tak menang tetapi merekapun tak sampai menderita kekalahan yang memalukan."

"Siapa nama mereka, lo-cianpwe ?" tanya pu la Sian Li yang rupanya memang senang mengetahui segala apa.

"Mereka orang she Kwan dan memakai nama Hou, diurutkan menurut dari yang kesatu. Yang pertama Kwan It Hou, lalu Kwan Ji Hou, Kwan Sam Hou, Kwan Si Ngo Hou, Kwan Liok Hou, Kwan Jit Hou. Kwan Pik Hou, Kwan Kiu Hou dan Kwan Sip Hou," kata Pek I lojin.

Sian Li tak dapat melanjutkan pertanyaannya karena saat itu Blo'on dan kakek Lo Kun sudah mulai diserang oleh kesepuluh macan dari gunung Tay-pa-san itu. Mereka masing2 menggunakan toya atau pentung besi. Mereka mengepung kedua orang itu ditengah lalu serempak menyerang.

Blo'on terkejut. Dia hanya bertangan kosong. Karena gugup, ia menginjak tanah hendak loncat menghindar dan ternyata tubuhnya melambung sampai dua tombak tingginya.

Kakek Lo Kunpun dapat menangkis serangan tongkat dengan ular thiat-pi-coanya. Kesepuluh pengawal Baju Merah itupun serempak mundur lalu menyerang lagi. Gerakan mereka selalu dilakukan dengan serempak. Cepat dahsyatnya bukan kepalang. Dua kali serangan mereka tetap dapat dihindari Blo'on dan kakek Lo Kun dengan cara yang sama.

Tiba2 mereka merubah jurus dan serangannya. Yang lima menyerang maju, ketika Blo'on loncat ke udara dan kakek Lo Kun menangkis denga ular thiat-bi-coa, yang lima pun serempak maju menyerang.

Saat itu Blo'on hendak meluncur turun tetapi ketika melihatnya sudah disambut dengan tongkat lagi, diapun bergeliatan meronta naik ke udars lagi. Sedang kekek Lo Kun berputar tubuh menyabatkan ular thiat-bi-coanya. Terpaksa kedua pengawal Baju Merah yang menyerangnya itu harus menyurut mundur sambil menggeram.

Setelah dua kali serangannya gagal, kesepuluh pengawal Baju Merah itu merobah lagi gaya serangannya. Kini yang tiga maju, kemudian disusul tiga dan terakhir empat orang maju pula. Tiga lapis serangan itu memang membingungkan kakek Lo Kun. Dua gelombang serangan ia masih dapat menangkis, tetapi gelombang yang ketiga, ia terlambat. Untunglah ia masih mampu berkelit sehingga hanya bajunya yang tersambar tongkat sehingga robek.

Marah kakek Lo Kun bukan kepalang; “Bangsat, engkau hendak menelanjangi aku?” teriaknya lalu mengamuk. Ular Thiat-bi-coa diayun-ayunkan secepat angin sehingga untuk beberapa saat barisan kesepuluh macam dari gunung Tay-pa- san itu terdesak mundur.

Dalam pada itu Blo'onpun sempat meluncur turun. Melihat kesepuluh pengawal Baju Merah itu menyerang kakek Lo Kun, Blo'on berteriak-teriak: “Hai, jangan mengganggu orang tua, hayo lawanlah aku!" serunya. Betapapun sakitnya, namun karena dikeroyok oleh sepuluh jago2 kuat yang memiliki barisan sakti, akhirnya kakek Lo Kun terkena juga kakinya. Ia jatuh di lantai tetapi tetap melawan dengan ular thiat-bi-coanya.

Melihat kakek Lo Kun terluka dan kesepuluh pengawal Baju Merah itu tak menggubrisnya, marah sekali Blo'on. Sekali loncat ia terus menerkam tengkuk salah seorang pengawal, diangkatnya ke atas kepala lalu diputarnya untuk menyerang..

Gegerlah kesembilan pengawal Baju Merah itu. Mereka terkejut ketika menyaksikan Blo'on mampu membekuk salah seorang saudara mereka, justeru yang dibekuk itu adalah Kwan It Hou atau yang tertua dari kesepuluh saudara Kwan itu. Lebih terkejut ketika mereka melihat Blo’on membolang- balingkan tubuh Kwan It Hou sebagai senjata. Apabila mereka menangkis atau menyerang dengan tongkat, jelas Kwan It Hou tentu akan mampus.

Sebagai tanda untuk menumpahkan kemarahannya, salah seorang pengawal Baju Merah itu tiba2 memukul kepala kakek Lo Kun dari belakang Lo Kun menjerit dan rubuh.

Melihat itu kemarahan Blo'on makin berkobar. Kwan It Hou serentak dilontarkan kearah mereka dan dengan gerak yang luar biasa cepatnya, ia menyambar seorang pengawal lagi terus dilontarkan kepada kawan kawannya. Demikian cara Blo'on mengamuk. Setiap orang yang terkena lemparan tubuh kawannya tentu akan rubuh.

Terkejut sekalian tokoh2 persilatan menyaksikan Bio'on mengamuk. Walaupun bukan menurut jurus ilmu-silat tetapi cara Blo'on menerkam dan melontarkan tubuh lawan itu, cepatnya bukan alang kepalang. Diam2 tokoh2 itu kagum dan merasa bahwa dirinya tak mungkin mampu melakukan seperti perbuatan Blo'on itu. Dalam waktu yang singkat, Blo'on telah mengamuk habis kesepuluh pengawal Baju Merah itu. Keadaan mereka sungguh mengenaskan sekali. Ada yang kepalanya pecah, dadanya rompal, leher putus, tangan hilang, muka hancur dan lain2. Tak seorangpun yang hidup.

"Kakek, bagaimana engkau," buru2 Blo'on menghampiri kakek itu dan mengangkat tubuhnya.

Tiba2 kakek itu membuka mata : "Aku tak mati, hanya merasa pusing ketika kepalanya dihantam tongkat."

Sian Lipun menghampiri: “Kakek Lo Kun, makanlah buah som ini," katanya seraya memberinya dua butir Cian-tan hay- te som.

"Aku tadi sudah makan, kalau terus menerus makan, bukan saja badanku panas, pun persediaanmu buah som itu tentu habis. Gunakanlah untuk menolong lain orang," kata kakek Lo Kun.

"Tetapi kakimu?" tanya Sian Li.

"Ah, tak apa2, hanya terkilir, setelah kuurut-urut, nanti tentu sembuh," kata Lo Kun seraya berusaha bangkit lalu berjalan. Ternyata jalannya pincang.

"Hoa pangcu, suthay, Hong Hong totiang, tiba2 Blo'on berseru, "dengan bertempur cara ini, kita hanya menghabiskan waktu saja. Hari sudah makin gelap. Lebih baik kita bekuk saja sisa dari kawanan pengawal itu. Setelah itu baru menangkap ketuanya."

Setelah kesepuluh pengawal Baju Merah itu hancur, telah duapuluh satu pengawal yang kalah, sisanya hanya tinggal sembilan belas orang. Bloon, Ceng Sian, Hoa Sin, Hong Hong, Sian Li dan Hong Ing hanya berjumlah enam. Kakek Lo Kun masih terluka sedang Pek I lojin tak bisa ilmu silat.

Diam2 Sian Li memperhitungkan kekuatan fihaknya dengan kekuatan lawan. Ia segera berpaling kearah Pek I lojin.

"Lo-cianpwe, dapatkah lo-cianpwe membantu kami untuk ikut menyerbu mereka ?" tanyanya.

"Tetapi aku tak dapat bersilat, nona," kata Pek I lojin.

Sian Li kerutkan dahi. Rupanya Hoa Sin tahu apa yang diresahkan nona itu. Tentulah nona itu mencemaskan kekuatan musuh. Kalau menyerbu saat itu, berarti seorang harus menghadapi tiga pengawal Baju Merah. Kalau menilik mereka itu rata2 berilmu tinggi, sukarlah untuk mengalahkan mereka.

"Sebaiknya, jangan terburu nafsu dulu," kata Pek I lojin, "lebih baik tunggu setelah mereka berkurang jumlahnya baru kita serang dengan serempak. Mungkin pada saat itu lojin yang bernama Lo Kun itu tentu sudah sembuh lukanya dan dapat membantu."

"Ya, benar suko, kata Sian Li," tunggulah beberapa saat lagi setelah mereka tinggal sedikit jumlahnya, baru kita serbu."

Tiba2 seorang pengawal Baju Merah maju lagi dengan membawa senjata sebuah pikulan besi. Begitu berhadapan dengan Blo'on dia terus menyerang, bluk .....

Tahu2 Blo'on disengkelit jatuh. Cepat ia berdiri tetapi sekali menggerakkan pikulannya, kembali Blo'on jatuh mencium lantai.

Blo'on terlongong-longong. Ia bangun lagi tetapi segera disambut dengan pikulan dan bluk ia terpelanting jatuh. Melihat itu Hong Ing maju hendak menolong Segera ia mencabut pedang dan menyerang pengawal Baju Merah itu. Tetapi sekali gerakkan pikulan besinya. Hong Ingpun terpelanting jatuh juga.

"Lo cianpwe, siapakah tokoh yang aneh itu”, tanya Siau Li. "Kalau tak salah, pernah kudengar tertang seorang tokoh

aneh yang digelari orang sebagai Lu san-jau-bu atau Penebang-kayu dari gunung Lusan. Dia bukan tergolong tokoh jahat, bukan juga tokoh baik. Pokok, dia tak mau menyalahi orang. Tak mau menghina juga tak mau dihina. Senjatanya sebuah pikulan besi, memiliki ilmu pikulan yang aneh sekali. Setiap kali bergerak orang tentu tersengkelit jatuh," jawab Pek I lojin.

"Aku mau mencobanya," kata Sian Li terus maju menghampiri pengawal Baju Merah itu dan menyerangnya,  uh. tahu2 tubuhnya terangkat dan terbanting ke lantai.

Dengan penasaran, ia bangun lagi. Pada saat itu Hong Ing pun bangun. Keduanya serempak menyerang, bluk, bluk ....

kembali keduanya harus menahan kesakitan karena pantatnya beradu dengan lantai.

Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin dan Hoa Sin terkejut menyaksikan ilmu permainan aneh dari pengawal Baju Merah itu. Namun mereka mendapat kesan bahwa setiap kali sudah berhasil menyengkelit orang, pengawal itu tak mau  menyerang lagi.

Ketiga ketua partai persilatan itu segan untuk maju. Apabila sampai disengkelit jatuh, walaupun tak terluka, tetapi cukup memalukan. Maka mereka pun tak mau tergesa-gesa. Setelah mencari akal, akhirnya Hoa Sin menghampiri Blo'on. "Kongcu," serunya seraya mengangsurkan tongkat Penggebuk- anjing, "pakailah tongkatku ini untuk melayani orang itu."

"Tidak, pangcu," Blo'on gelengkan kepala. "Mengapa ?"

"Aku jeri kepadanya. Karena setiap kali menggerakkan pikulannya, aku tentu terpelanting. Kalau terus menerus dibanting kelantai, pantatku bisa remuk," kata Blo'on.

Tiba2 kakek Lo Kun bangkit dan terus maju kemuka pengawal itu. Blo'on terkejut, teriaknya : "Kakek, jangan, engkau masih belum sembuh."

"Siapa bilang?" sahut Lo Kun.

"Engkau tentu terbanting oleh orang itu !”

"Lihat saja sendiri !" jawab kakek itu. Dia memang tak puas melihat Blo'on dan kedua nona itu disengkelit jatuh beberapa kali. Ia terus memukul tetapi sekali gerakkan pikulannya, pengawal itu dapat menyengkelit jatuh kakek Lo Kun.

Aduh! " teriak kakek Lo Kun lalu bangkit lagi, “engkau berani menyengkelit aku?"

Bluk ..... baru kakek itu berdiri, pikulan pengawal Baja Merah sudah bergerak menyengkelitnya lagi.

“Hai, ini bagaimana? Ilmu apakah yang engkau miliki itu?" teriak kakek Lo Kun seraya bangun. Tetapi sebagai jawaban, pikulan bergerak dan kakek itupun kembali terbanting ke lantai.

“Bangsat, kalau engkau terus menerus membanting aku ke lantai, kakiku tentu kumat lagi." walaupun berseru begitu tetapi kakek Lo Kun tak berani berdiri lagi, takut kalau disengkelit.

Memang aneh sekali gerakan dari pengawal Baju Merah itu. Ceng Sian, Hong Houg dan Hoa Sin juga terlongong-longong heran.

“Bagaimana kalau aku tetap disengkelitnya?” tanya Blo'on yang masih bersangsi menerima tongkat ketua Kay-pang itu.

“Coba saja," kata Hoa Sin, “tetapi kupercaya hanya kongcu yaug mampu menandingi orang itu."

Blo'on masih jera tetapi setelah mendapat peringatan dan Hoa Sin bahwa kalau dia tak mau maju maka Thian-tong kau tak dapat dihancurkan, terpaksa pemuda itu maju juga.

Tiba2 pengawal Baju Merah itu maju, gerakkan pikulan dan bluk, kembali Blo'on terkapar di lantai. Cepat ia loncat bangun tetapi belum sempat berdiri tegak, bluk, kembali ia sudah terbanting lagi di lantai.

Tiga kali berturut-turut dibanting ke lantai, marahlah Blo'on. Serentak ia loncat bangun. Ketika pengawal Baju Merah itu menyerempaki dengan pikulannya, ternyata Blo'on sudah mengapung diudara, meluncur turun dan mengemplang kepala pengawal itu. Pengawal itu terpaksa menyurut mundur beberapa langkah. Dalam kesempatan itu Blo'onpun sudah dapat berdiri tegak, siap menunggu serangan.

Kali ini Blo'on marah dan penasaran. Darahnya panas dan mulailah tenaga-sakti Ji-ih-sin-kang bergerak menurut kehendaknya. Dan sekali tenaga-sakti Ji-ih-sin kang bergerak maka ilmu Latah yang telah menyusup kedalam tubuhnya itupun mulai mengembang. Begitu melihat pengawal itu menggerakkan pikulannya, Blo'onpun segera menirukan juga. Lawan mengungkit, diapun mengungkit dan akibatnya, bluk, bluk, keduanya saling terbanting ke lantai.

Mereka bangun lagi dan sama2 gerakkan senjatanya. Pengawal Baju Merah dengan pikulannya dan Blo'on dengan tongkat Penggebuk-anjing.

Bluk, bluk, keduanya jatuh lagi. Jatuh pengawal Baju Merah dengan jatuh Blo'on berbeda. Kalau Blo'on hanya merasa sakit pantatnya dan meringis tetapi pengawal itu jatuh dan mengerang-erang karena tulang2 pantatnya serasa remuk. Karena dia telah dibanting dengan tenaga-sakti Ji-ih-sin-kang.

Setelah tiga kali berturut-turun sama2 jatuh maka pengawal Baju Merah itu tak dapat bangun. Tulang pantatnya memang patah.

Melihat itu kakek Lo Kun terus menghampiri dan menampar kepalanya : "Nih. upahmu "

“Jangan kakek." teriak Blo'on tetapi sudah terlambar. Tamparan kakek Lo Kun sudah mendarat di kepala pengawal itu sehingga pingsan seketika.

"Mengapa engkau melarang ?" seru kakek Lo Kun.

"Dia tidak jahat hanya mehyengkelit kita tetapi tak mau melukai. Mengapa kakek hendak membunuhnya ?"

"Siapa yang membunuh?" balas kakek Lo Kun," hanya kutempeleng kepalanya. Dia tidak mati."

"Aku senang dengan ilmunya yang aneh itu. Cukup menyengkelit jatuh lawan tetapi tak sampai melukai," kata Blo'on. "Coba sekarang sengkelitlah aku," kakek Lo Kun hendak menguji.

"Aku ? Tidak bisa!"

"Gila engkau!" seru kakek itu, "bukankah tadi engkau juga dapat menyengkelitnya jatuh? Mengapa sekarang tidak bisa?"

“Aku hanya menirukan gerakannya saja," sahut Blo'on, “kalau suruh main sendiri, mana bisa? "

“Ah, jangan pura2," kakek Lo Kun masih tetap mendesak. “Kakek Lo Kun, " akhirnya Sian Li melerai, “memang suko-

ku ini mengandung suatu keanehan. Kalau menghadapi musuh, dia dapat menirukan segala macam jurus serangan lawan. Tetapi kalau dia suruh melakukan, tak dapat. Dia hanya dapat menirukan saja."

Lo Kun geleng2 kepala. Diam2 Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin, Hoa Sin dan Pek I lojin juga merasa aneh dalam hati.

Dalam pada itu maju lagi seorang pengawal Baju Merah. Kali ini bertubuh kurus dan mencekal sepasang tek-bi atau trisula pandak. Begitu tiba terus menyerang kakek Lo Kun. Sudah tentu kakek itu marah dan balas menyerang.

Cukup seru dan ramai pertempuran itu. Lo Kun terpaksa menggunakan ular thiat-hi coa untuk melayani tetapi pengawal itu dengan sepasang tek-bi dapat menghalau setiap serangan Thiat-bi-coa. Bahkan tampaknya ular itu jeri terhadap senjata tek bi tersebut.

Tiba2 ular itu terkait ujung tek-bi dan Lo Kun berusaha untuk menariknya. Belum berhasil ia menarik ularnya, tek-bi di tangan kiri lawan sudah menyambar lambung Lo Kun. Tiba2 pengawal Baju Merah bersenjata pikulan yang pingsan tadi loncat bangun, gerakkan pikulannya dan bluk ....

tahu2 pengawal yang bersenjata tek-bi itu terpelanting jatuh. Untung sebelum kakek Lo Kun menerkamnya, dia sudah dapat berdiri bangun. Tetapi baru saja kakinya tegak di lantai, kembali  pikulan  kawannya  berayun  dan   bluk         Kembali

pengawal bersenjata tek-bi itu terpelanting jatuh.

Kali ini kakek Lo Kun terus menubruknya tetapi orang itu dengan sekuat tenaga melenting bangun sehingga kakek Lo Kun ikut terseret keatas, bluk .... tiba2 pikulan bergerak dan kedua orang itu, pengawal beserta kakek Lo Kun, terpelanting lagi kelantai.

"Gila. mengapa engkau juga menyengkelit aku?" teriak Lo Kun sambil menuding pengawal yang menggunakan pikulan. Tiba2 ia menjerit kaget karena tubuhnya didekap oleh pengawal bersenjata tek-bi dan terus diangkat berdiri.

Tetapi pikulan kembali berayun dan bluk.... kedua orang itu terbanting ke lantai pula.

"Engkau benar2 edan!" teriak Lo Kun seraya deliki mata kepada pengawal bersenjata pikulan, “eh, ya, engkau ini juga pengawal Baju Merah dan dia juga Baju Merah. Tentu engkau membantu kawanmu itu, tetapi eh, mengapa engkau juga menyengkelitnya ?”

Ia terus bangun tetapi pengawal bersenjata pikulan itu tak mau menyengkelitnya. Sedang pengawal bersenjata tek-bi itu tetap terkapar telentang di lantai.

"Hai. hayo bangun engkau !" teriak Lo Kun. Tetapi orang itu sudah tak dapat bangun lagi. Kiranya waktu disengkelit jatuh yang terakhir tadi, orang itu jatuh lebih dulu baru kemudian kakek Lo Kun. Kepala kakek itu tepat membentur dada pengawal itu. Kepala kakek Lo Kun memang luar biasa kerasnya. Tertimpa kepala kakek itu dada pengawal Baju Merah seperti ditimpa palu besi. Seketika dia tak dapat berkutik lagi.

"Eh, mengapa engkau tak menyengkelit aku?" tiba2 Lo Kun menegur pengawal bersenjata pikulan itu.

Orang itu gelengkan kepala .

"Hai, engkau dapat menerima kata-kataku ? Aneh, tadi engkau seperti orang tuli dan bisu, mengapa sekarang engkau dapat mendengar pertanyaanku ?” seru Lo Kun tak habis herannya.

Orang itu gelengkan kepala tanda tak tahu apa sebabnya. "Apa engkau tak dapat bicara?* tegur Lo Kun.

Orang itu gelengkan kepala. "Apa engkau gagu ?"

Orang itu kembali gelengkan kepala.

Lo Kun tercengang. Ditanya, mengatakan tidak gagu tetapi disuruh bicara tak bisa. Lalu bagaimana dia itu?

Rupanya Hoa Sin tahu juga akan peristiwa aneh itu. la menghampiri pengawal Baju Merah itu dan menegur: "Saudara, adakah sesuatu kesulitan pada diri saudara?"

Pengawal Baju Merah itu mengangguk seraya menunjukkan kerongkongannya. Hoa Sin segera memeriksa dan dapatkan bahwa jalandarah pada kerongkongan orang itu memang telah dirusak sehingga dia tak dapat bicara.

"Hoa pangcu, kita harus melindunginya," seru Ceng Sian suthay, "kelak kita usahakan supaya dia sembuh." Baru rahib ketua dari Kuo-lun pay berkata, seorang pengawal Baju Merah terus maju dan taburkan sebuah benda warna hitam, sebesar buah kelengkeng kearah pengawal Baju Merah yang bersenjata pikulan itu.

Bum....

Hoa Sin Cepat menghantam dengan tongkatnya dan benda hitam itupun meletus mengeluarkan gulungan asap hitam.

"Awas, asap beracun !” seru Pek I lojin seraya mendekap hidungnya. Perbuatan itu segera ditiru oleh tokoh2 yang berada disitu.

Tetapi pengawal Baju Merah itu taburkan pula sebuah benda hitam. Kembali Hoa Sin menamparnya dan benda itupun pecah menghamburkan gulungan asap hitam.

Ceng Siau suthay marah. Jika keadaan itu terus berlangsung begitu, tentu membahayakan keselamatan mereka. Cepat suthay itu loncat kemuka dan menyerang pengawal itu. Dengan serangan itu tak sempat lagi pengawal Baju Merah itu untuk menaburkan senjatanya yang beracun.

Ceng Sian marah terhadap manusia yang begitu liar. Walaupun ia tahu bahwa pengawal2 Thian-tong-kau itu sudah kehilangan kesadaran pikirannya, tetapi cara yang dilakukan oleh pengawal yang seorang itu, tak dapat diterimanya.

Pengawal itupun segera mengeluarkan senjatanya yang aneh, semacam ruyung yang mempunyai ruas sebanyak duabelas. Ceng Sian suthay tak tahu apa yang terkandung dalam senjata ruyung duabelas ruas itu. Diserangnya pengawal itu dengan seru.

Rupanya mengawal itu kewalahan juga menghadapi ketua Kun lun pay yang menggunakan senjata hud tim. Tiba2 ia merobah serangannya, sengaja ia memperlambat sabatan ruyungnya agar di tangkis oleh lawan.

Tar .... ruas yang paling ujung dari ruyung itu karena tersabet hud tim telah pecah dan menghamburkan asap hitam. Untung Ceng Sian sudah bersiap, la loncat kesamping sembari menutup pernapasan lalu menyerang lagi.

Pengawal Baju Merah itu menggerung. Rupanya dia geram sekali melihat lawan masih belum rubuh. Mengisar ke samping ia sabatkan lagi ruyungnya, tar ..... ujung kedua dari ruyun itu hancur ketika tersampar hud-tim dari Ceng Sian suthay.

Tring, tring, tring.... dari ruas yang kedua itu segera memuntahkan beratus paku2 kecil. Untung Ceng Sian sudah waspada dan dapat menyapu dengan hud-tim.

Pengawal Baju Merah itu memang sengaja hendak adu senjata. Sebenarnya Ceng Sian sudah curiga tetapi diam2 ia marah sekali kepada pengawal yang memiliki senjata begitu ganas. Dia tetap hendak mengetahui apa isi daripada kedua belas ruyung lawan.

Tar ....

Kembali terjadi benturan antara hud tim dengan ruas ruyung yang ketiga. Beratus jarum yang halus segera  menabur muka Ceng Sian. Ceng Sian loncat mundur seraya memutar hud-tim untuk melindungi diri. Memang dalam hal senjata rahib dari Kun-lun-pay itu memiliki kepandaian yang istimewa.

Cepat ia maju menyerang lagi. Dan trang ..... ruas keempat dan ruyung lawan ditamparnya. Yang muncrat dari ruas itu kali ini adalah semacam bubuk halus tetapi yang mengandung racun ganas untuk menghilangkan kesadaran pikiran orang. Cara Ceng Sian untuk melindungi diri yalah loncat mundur sembari memutar hud-tim. Setelah bubuk beracun itu lenyap barulah ia loncat maju menyerang lagi.

Ruas kelima berisi tumpahan air hitam yang sangat ganas sekali. Apabila menciprat mengenai kulit, kulit tentu akan melonyoh dan dagingnya rusak.

Cret, hanya sepercik kecil jari tangan kiri rahib dari Kun-lun- pay itu terciprat, seketika ia rasakan kulitnya panas sekali seperti dibakar api. Rasa panas itu makin lama makin hebat dan ketika sempat memeriksa ternyata jari tengah tangan kirinya telah melonyoh.

Buru2 ia kerahkan tenaga-dalam untuk menahan jangan sampai racun menjalar lebih luas. Dan karena ia sudah makan buah som Cian-han-hay-te-som, luka itupun tak sampai menghebat.

Namun ketua Kun-lun-pay itu marah sekali kepada manusia yang memiliki senjata seganas itu.

Diam2 ia siapkan segenggam jarum ditangan kiri lalu maju menyerang lagi. Kali ini dia tak mau mengadu senjata. Begitu pengawal Baju Merah itu ayunkan ruyungnya, dengan sebuah gerak tipuan, Ceng Sian berhasil menghindar dan maju merapat ke muka lawan. Tiba2 ia taburkan jarum dalam tangan kiri. Rupanya pengawal Baju Merah terkejut, cepat ia tundukkan kepala kebawah, seraya mengendap, hendak menggerakkan ruyung menusuk perut lawan. Tetapi saat itu Ceng Sian sudah siap. Dengan jurus Hoan-thian-to-hay atau Membalik-langit-menjungkir-Iaut, hud timnya segera ditamparkan kemuka lawan. Hud-tim yang terbuat daripada bulu kuda lemas, saat itu telah disaluri dengan tenaga-dalam yang tinggi dari Ceng Sian sehingga bulu2 itu meregang tegak seperti sikat baja yang runcing. Bukan melainkan itu saja, pun karena gemas, Ceng Sian telah mengerahkan seluruh tenaga- dalam sehingga berpuluh lembar bulu hud-tim itu muncrat menyerang muka pengawal Baju Merah.

Terdengar suara raung dahsyat mirip singa kelaparan ketika tubuh pengawal Baju Merah itu terpelanting jatuh kebelakang!. Seluruh mukanya berdarah, kedua biji mata pecah sehingga menimbulkan suatu pemandangan yang mengerikan sekali.

Tetapi Ceng Sian sendiripun sehabis menyelesaikan lawan, terhuyung-huyung ke belakang lalu jatuh terduduk. Karena mengerahkan seluruh tenaga-dalam untuk menyerang, racun pada jari kirinyapun mulai bekerja lagi. Rasa sakit yang hebat membuat mata ketua Kun-lun pay itu berkunang-kunang gelap sehingga ia terhuyung jatuh.

Sian Li terkejut dan cepat memburu.

"Suthay, jarimu terkena racun," seru Sian cemas lalu berpaling kearah kakek Lo Kun, "kakek pinjam mustika kumala naga merah yang engkau simpan itu."

"Buat apa?" seru kakek Lo Kun.

"Suthay terluka kena racun jarinya. Kumala naga merah itu dapat menghisap racun," kata Sian Li.

Lo Kun gopoh mengeluarkan kumala Naga-merah yang sedianya akan diberikan kepada Blo'on. Sian Li pun terus menyambutinya dan melekatkan pada jari Ceng Sian. Tetapi sampai beberapa waktu belum juga terjadi perobahan pada luka itu.

Sian Li kerutkan dahi, kemudian menyerahkan kembali kepada kakek Lo Kun: "Celaka, kumala merah itu tak punya khasiat apa2." Sian Li bingung dan cemas. Tiba2 kakek Lo Kun berteriak : "Masih ada kumala burung hong hijau yang berada ditangan budak perempuan itu," katanya seraya terus menghampiri Hong Ing, "berikan kumala hijau itu untuk menolong rahib yang terkena racun."

Hong Ing sebenarnya segan memberikan tetapi karena beberapa tokoh itu mencurah pandang kepalanya, terpaksa ia menyerahkan.

Ketika Sian Li melekatkan kumala batu hijau itu pada jari Ceng Sian suthay, tak berapa lama mulai air warna hitam mengalir keluar dari luka

====

Hal 49-52 tdk ada

====

berdiri tegak. Rupanya dia tahu bahwa pedang si-nona itu sebuah pedang pusaka yang luar biasa.

Sian Li tak mau memikir apa2 lagi. Melihat lawan mundur, ia terus memburu maju hendak menyerangnya. Tetapi pengawal itu segera menarik tali busur,, tung. gayanya

seperti orang memanah tetapi tiada anakpanah yang dilepas. Anehnya, Sian Li menjerit dan rubuh terjungkal ke belakang seperti Hong lng.

"Gila!" teriak kakek Lo Kun yang terus lari maju. Pengawal Baju Merah itu bergerak hendak menyerang tetapi tiba2 kakek Lo Kun berhenti.

"Tunggu !" serunya seraya melolos ular thiat bi-coa yang melilit pada pinggangnya, "kalau engkau memakai senjata, aku pun terpaksa memakai ular." Tetapi pengawal Baju Merah itu tak menghiraukan. Dia terus maju menyerang. Tring, hantaman busurpun disambut dengan sabatan ular sehingga terhenti.

Pengawal Baju Merah tertegun. Kesempatan itu digunakan kakek Lo Kun untuk menyabat kaki lawan. Tetapi pengawal Baju merah itu loncat ke udara dan menarik tali busurnya, tung ....

"Aduh Lo Kun menjerit dan terus rubuh ke lantai.

Melihat itu Blo'on marah. Ia sayang kepada kakek itu. Tetapi belum ia sempat bergerak, Hoa Sin sudah mendahului loncat ke muka. Dan pengawal Baju Merah itupun segera menyerangnya.

Tring, tring, Hoa Sin menggunakan tongkat Penggebuk anjing untuk menangkis. Seru sekali pertempuran itu. Lebih seru dari yang ketiga orang tadi.

Pelahan lahan tampak pengawal Baju Merah itu terdesak oleh tongkat Hoa Sin. Dia hanya mampu bertahan tak sempat balas menyerang.

Pelahan-lahan tampak pengawal Baju Merah itu terdesak oleh tongkat Hoa Sin. Dia hanya mampu bertahan tak sempat balas menyerang. Memang Hoa Sin bermasud hendak cepat2 merobohkannya dan tak mau memberi kesempatan orang itu dapat menarik tali busurnya.

Wut .... tiba2 Hoa Sin menyapu kebawah dan pengawal Baju Merah itu meraung lalu roboh ke belakang. Melihat itu Hoa Sin maju hendak menggebuknya lagi.

"Jangan tiba2 Pek I lojin berseru mencegah tetapi terlambat. Ketika Hoa Sin mengangkat tongkatnya, tiba2 pengawal itu menarik tali busurnya, tung .... Hoa Sin sama sekali tak mengira bahwa jatuhnya pengawal itu ketanah hanya sebagai suatu siasat untuk menipu. Karena itu Hoa Sin tinggi mengangkat tongkatnya, la terhuyung- huyung ke belakang ketika lawan menarik tali busur. Pengawal Baju Merah itu menggeliat badan seraya menarik tali busurnya, tung ....

Kali ini Hoa Sin tak mampu lapi mempertahankan diri. Ia rubuh terjerembab ke belakang.

Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin terkejut. Keduanya hendak serempak maju tetapi Pek I lojin mencegahnya.

"Harap jiwi pangcu jangan terburu nafsu," kata Pek I lojin, "ada suatu keanehan dalam busur orang itu. Entah busur itu mengandung tenaga gaib, entah orang itu memiliki ilmu Tan- ci-sin-kang yang sakti."

"Tan-ci-sin-kang ?" ulang Hong Hong tojin. Tan-ci sin-kang artinya ilmu Jentikan jari yang sakti.

Beda sedikit itu It ci sin-kang yang hanya menggunakan sebuah jari untuk melepaskan tutukan dari jauh, Tan-ci-sin- kang itu yalah menjentikkan tenaga dalam melalui sentikan tali atau benda apa saja.

Saat itu pengawal Baju Merah sudah maju. Blo'on segera hendak menyongsong tetapi bajunya ditarik Pek I lojin.

" Kali ini biarlah aku yang menghadapi," katanya.

“ Tetapi lo-cianpwe tak mengerti ilmusilat. " seru Blo'on. "Justeru karena aku tak dapat silat, dia tentu sukar

mengalahkan. Bukankah engkau juga demikian ? "

Blo'on mtngangguk. Karena pengawal Baju Merah makin dekat, Pek I lojinpun segera menyongsong. Agaknya ragu-ragu pengawal itu ketika melihat yang dihadapinya itu seorang tua berwajah terang. Tetapi pada lain kejab, dia terus ayunkan busurnya menghantam.

“Awas, lo-cianpwe," teriak Bloon melihat Pek I lojin masih diam saja. Bahkan ketika mendengar teriakan Blo'on, dia berpaling: " Ada apa?"

Wut, busur menyambar. Tampaknya tentu mengenai kepala Pek I lojin tetapi entah bagaimana ternyata hanya lewat di sisinya, hanya terpaut seujung rambut saja dari kepalanya.

"Itu, dia menyerang dengan busur," seru Blo'on.

“Mana," Pek I lojin berpaling lagi kemuka. Sudah tentu busur sudah lenyap, “tidak ada apa2, mengapa engkau bingung?"

" Lo-cianpwe! " kembali Blo'on menjerit karena pengawal itu ayunkan busur untuk menghantam dada Pek I lojin.

" Eh, engkau ini memang anak nakal," kata Pek I lojin seraya berputar tubuh menghadap kearah Blo'on, " mengapa engkau terus ribut2 memanggil aku saja? "

Tepat pada saat Pek I lojin berputar, busur itu lewat hanya terpisah seujung rambut dari punggung Pek I lojin.

" Dibelakang lo-cianpwe," seru Blo'on. Dan Pek I lojin memutar tubuh menghadap kearah pengawal itu pula, "eh, tidak ada apa2. Siapa yang menyerang? Dia masih berdiri disitu."

Blo'on benar2 heran dan mendongkol. Jelas ia melihat pengawal Baju Merah itu beberapa kali menyerang dengan senjata busur, tetapi setiap kali sambil berpaling dan bertanya kepada Blo'on selalu busur itu luput mengenainya.

"Lo-cianpwe, aku takkan menganggumu lagi, asal engkau memperhatikan gerak orang itu," seru Blo'on.

"Terima kasih, engkoh kecil. Ternyata baik sekali hati budimu," kata Pek l lojin. "jangan kuatir, orang itu tentu tak membahayakan diriku. Lihatlah, dia membawa busur kosong, tanpa anak-panah. Bukankah dia takkan melukai aku?"

Diam2 Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin yang menyaksikan gerak gerik Pek I lojin itu merasa heran. Menurut keterangannya, orang tua baju putih itu tak mengerti ilmusilat tetapi mengapa sampai dua tiga kali pengawal Baju Merah itu menyerang, tetap tak dapat mengenai tubuh orangtua itu ? Ceng Sian suthay, ketua partai Kun-lun-pay dan Hong Hong tojin ketua Go-bi-pay. Sudah tentu kepandaian mereka amat tinggi. Tetapi keduanya tetap belum mengerti dengan gerak apakah Pek I lojin menghindari serangan pengawal itu.  Adakah lojin itu juga memiliki ilmu aneh seperti Blo'on. Tetapi jelas mereka melihat orangtua itu tak bergerak menirukan gerak serangan lawan. Dengan begitu jelas tidak sama dengan Blo'on.

Pengawal Baju Merah itu sendiripun rupanya heran. Oleh karena wajahnya tertutup kain cadar merah, maka tak tampak bagaimana perubahan air-mukanya.

Kini dia mulai menyerang lagi. Busur diayunkan kian kemari seperti orang memotong rumput tetapi Pek I lojin sembari ayunkan tubuh kian ke mari seperti orang yang ketakutan, berteriak: “Hai, jangan, jangan menyerang aku! Aku seorang tua yang lemah !" Aneh benar. Gerakan busur yang makin lama makin deras itu, tetap tak mampu mengenai tubuh Pek I lojin. Bahkan menyentuh ujung bajunya saja pun tidak.

"Hebat, lo-cianpwe!" teriak Blo'on bersorak memuji. "Apanya yang hebat, engkoh gundul?" Pek I Lojin berpaling

dan menegur Blo'on.

"Gerakan locianpwe itu!" teriak Blo'on "dia tak mampu menghantam lo-cianpwe. Ilmu apakah yang lo-cianpwe gunakan itu ?”

Dalam pada itu pengawal Baju Merahpun hentikan serangannya. Lalu berganti jurus. Kali ini dia tusukkan ujung busur ke tubuh lawan.

"Kalau engkau bertanya ilmuku itu apa, bertanyalah kepada dirimu sendiri. Jika engkau dapat menjawab, ilmu apa yang engkau miliki, nah, jawabanku juga sama dengan itu." seru Pek I lojin.

"Aku tak punya .... hai, Cianpwe, awas dia menyerang punggungmu !" tariak Blo'on.

"Mana?" kata Pek I lojin seraya berputar tubuh dengan tenang dan tepat sekali ujung busur itu lewat disisi tubuhnya, "O, engkau hendak memberikan busur ini kepadaku ? Ah. tidak, tidak, aku sudah tua dan tak pernah membunuh jiwa manusia atau binatang. Silahkan simpan sendiri."

Kata Pek I lojin itu disertai dengan gerak tangannya seperti orang menyorong tahu2 pengawal Baju Merah itu tersurut mundur dua langkah.

Pek I lojin berpaling lagi kearah Blo'on : "Apakah engkau mau busur itu ? Kalau engkau mau, biar kuterimanya dan kuberikan kepadamu." "Buat apa? seru Blo'on.

"Bagus, engkoh gundul," PeK I lojin tertawa gembira, "hatimu seperti hatiku, pendirian hidupmu sama seperti aku. Tak suka belajar silat tak suka mengganggu orang, tak suka membunuh jiwa. Bukankah begitu, engkoh gundul ?"

“Ya, hai.... dia hendak memanahmu, lo-cianpwe," tiba2 Blo'on berteriak lagi ketika dilihatnya pengawal Baju merah itu sedang merentang tali busur diarahkan kepada Pek I lojin.

Pek I lojin berputar tubuh dengan suatu gerakan yang cepat, kemudian berkata: "Ah, dia hanya main2 dengan tali busur. Mana dia sampai hati hendak memanah ?"

Ternyata walaupun jari tangan sudah memegang tali busur, namun pengawal Baju Merah itu tetap tak menariknya.

"Ho, benar tidak, engkoh gundul ?" seru Pek I lojin seraya berputar tubuh lagi “jangan engkau ribut2 menguatirkan diriku."

Blo'on mendelik. Dilihatnya pengawal Baju Merah itu mulai pelahan-lahan menarik tali busur. Aneh, tampaknya dia sukar sekali untuk menarik tali itu. Tetapi makin lama. tali itu dapat juga direntang lebar.

"Ya, tetapi kalau mataku melihat orang itu sedang menarik tali busur seperti saat ini, apakah aku harus tutup mulut ?" seru Blo'on.

"Apakah dia sedang menarik tali busur ?" tanya Pek I lojin. "Coba saja lo-cianpwe berputar tubuh," kata Blo'on agak

scjan.

"Baik." kata Pek lojin seraya berputar tubuh. Saat itu pengawal Baju Merahpun sudah melepaskan tali busur, tung..... Tetapi Pek I lojin segera julurkan kedua tangannya ke muka seraya berseru: "Ah, jangan bergurau. Masakan busur kosong hendak engkau panahkan kepadaku? "

Ceng Sian dan Hong Hong tojin tercengang ketika melihat Pek I Lojin tak kurang suatu apa, Pada hal tadi jelas, setiap kali pengawal Baju Merah itu melepaskan tali busur, tentu lawannya rubuh. Hong Ing, Sian Li dan kakek Lo Kun serta Hoa Sinpun menderita dari busur tanpa panah itu. Mengapa Pek I lojin tidak apa2?

Pengawal Baju Merah itu berusaha untuk merentang tali busur Iagi. Dan tung .... kemudian dilepaskannya tetapi Pek I lojin tetap tak kurang suatu apa.

Tiba2 Pek I lojin berpaling kearah Blo'on: “Engkoh pundul," serunya “masakan dia hendak bergurau dengan aku seorang tua begini. Walaupun tidak punya anakpanah tetapi dia tetap melepaskan busur. Lucu bukan?"

“Apakah lo-cianpwe tak merasa apa2?" tanya Blo'on,

" Sama sekali tidak, " sahut Pek I lojin. "Boleh aku mencobanya ?" tanya Blo'on. Pek I lojin merenung sejenak lalu berkata: "Boleh saja."

Blo'on segera menghampiri ke hadapan pengawal Baju Merah yang tengah merentang tali busur nya. Tung ....

"Hai” tiba2 Blo’on menjerit ketika tubuhnya melayang sampai dua tombak ke belakang.

Bluk. ia terbanting jatuh ke lantai.

Pek I lojin tertawa gelak2, serunya: "Kenapa engkau menjatuhkan dirimu sendiri, engkoh gundul ? Dia hanya melepaskan angin, bukan anakpanah. Jangan takut, hayo bangun dan cobalah sekali lagi." Blo'on melenting bangun, marah2: "Jangan gila-gilaan kakek. Ternyata busur kosong itu memancarkan tenaga yang dahsyat sekali.”

"Siapa bilang ? Coba lihatlah, dia bukan memanah lagi, aku yang menghadapi," kata Pek I lojin seraya julurkan kedua tangannya dan berseru: "Hai, jangan main gila masakan orangtua hendak engkau ajak bergurau."

Aneh, talibusur telah dilepas oleh Pengawal itu tetapi tak terjadi suatu pada diri Pek I lojin.

"Nah, lihat sendiri, apakah aku jatuh ?" tanya Pek I lojin kepada Blo'on, "hayo, sekarang engkau."

Blo'on maju dan siap. Pengawal Baju Merah itupun merentang lalu melepaskan tali busurnya, tung uh. mulut

menjerit ketika tubuhnya melayang dan terbanting ke lantai lagi.

"Ha, ha, ha," Pek I lojin tertawa gelak2.

Melihat Blo'on dua kau menderita kesakitan karena ditipu Pek I lojin, Ceng Sian mendongkol. Serentak ia menghampiri.

"Lojin, mengapa engkau mempedayai anak itu ? Jelas jepretan busur itu mengandung tenaga yang hebat," kata Ceng Sian suthay.

Pek I lojin maju merapat dan mengucapkan kata2 pelahan: "Harap suthay, jangan kuatir. Anak itu kalau tak dibikin sakit tentu tak dapat memancarkan tenaganya yang sakti."

Habis berkata Pek I lojin terus berseru "Hai, engkoh gundul, jangan mau kalau didorong, engkau harus kencangkan urat uratmu dan kerahkan tenagamu. Tanggung tentu tidak akan jatuh. Kalau jatuh boleh pukul kepalaku." Blo'on menurut, Ia segera maju kehadapan pengawal Baju Merah dan pengawal itupun segera merentang tali busur lalu, tung.....

Hebat sekali akibatnya. Beda dengan Pek I lojin yang hanya dapat bertahan diri, adalah ketika tali busur dilepas oleh pengawal Baju Merah, bukan saja Blo'on tegak seperti batu karangpun pengawal itu sendiri segera terpelanting kebelakang terbanting kelantai.

Ha, ha, ha, "Pek I lojin tertawa gembira, "engkoh gundul, ternyata engkau lebih jempol dan aku.”

Tiba2 terdengar suitan keras, seolah halilintar yang meledak ke dalam telinga. Sisa pengawal Baju Merah yang masih berjumlah tiga sampai empat be!as orang itu serempak lari menyerbu semua. Pengawal2 Baju Merah itu bersenjata semua dan mereka terdiri dari tokoh2 persilatan yang sakti. Sudah tentu pihak Blo'on dan Pek I lojin terkejut. Hoa Sin, Hong Ing, Sian Li. Lo Kun masih duduk menyalurkan pernapasan. Yang masih segar adalah Blo'on, Pek I lojin, Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin. Apa boleh buat, keempat orang itu terpaksa maju.

Tiba2 Blo'on terkejut ketika sebatang besi parjang menghadang dihadapannya. Ternyata pengawal Baju Merah yang bersenjata pikulan besi tadi memberikan pikulannya kepada Blo'on. Blo'on pun menerimanya.

Pertempuran segera pecah. Blo'on berempat melawan empatbelas pengawal Baju Merah ....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar