Pendekar Bloon Jilid 31 Oops 3

Jilid 31 Oops 3

Pengumuman pengacara yang berpakaian indah tentang akan dimulainya upacara sembahyang tetapi dengan terlebih dahulu para hadirin diminta untuk menusuk jarinya sampai mengucurkan darah selaku tanda masuk menjadi anggauta perkumpulan Thian-tong-kau, telah menimbulkan kegemparan besar.

Beratus-ratus jago2 silat yang berkumpul di bawah panggung hiruk memberi tanggapan.

"Para hohan yang terhormat!" kembali pengacara itu berseru untuk menindas kehingaran suasana, "Thian-tong-kau bertujuan luhur hendak mengangkat derajat kaum persilatan kearah kedamaian dan ketenangan serta persatuan. Sudah, berpuluh bahkan beratus tahun, tak pernah dunia persilatan reda dari pertempuran dan pertumpahan darah. Adakah demikian tujuan kita untuk mempela jari ilmu silat ?" "Tidak, saudara2," seru pengacara itu pula," Thian-tong-kau menolak anggapan begitu. Dunia persilatan harus diselamatkan dari bencana yang sudah melatah beratus-ratus tahun. Kuncinya, terletak pada kita semua. Mengapa kita harus saling berbunuh-bunuhan ? Mengapa kita tak mau bersatu dan hidup rukun ? Untuk mencapai cita2 itulah maka Thian-tong-kau berdiri dengan tugas yang suci"

Tiada sambutan apa2 dari para hadirin.

"Oh", teriak pengacara itu pula, "adakah sau dara2 masih kukuh pada gengsi ? atau apakah saudara2 merasa bahwa saudara memiliki kepandaian silat yang paling sakti sehingga segan untuk bernaung dibawah panji Thian-tong-kau ? Ah, mungkin demikian. Jika begitu, Thian-tong-kaupun takkan memaksa kepada saudara. Tetapi demi untuk menyelamatkan muka Thian-tong-kau, maka setiap saudara, dari golongan ataupun partai persilatan atau perseorangan, yang memiliki perasaan demikian akan diberi kebebasan pulang bahkan akan diantar dengari penuh kehormatan oleh barisan pengawal Thian-tong-kau. Syaratnya hanya mudah saja. Saudara diminta untuk bertanding dengan anak murid Thian-tong-kau. Jika menang, saudara kami persilahkan pulang dengan penuh kehormatan Jika kalah, secara jujur saudara harus rela masuk menjadi anggauta Thian-tong-kau. Bukankah syarat itu sudah lebih dari pantas bagi kaum,persilatan -Nah, kami persilahkan saudara menentukan pilihan Jangan takut, jangan ragu. Thian- tong-kau tak mengadakan paksaan . . "

Belum sirap gema suara pengacara itu mengalun di udara seorang lelaki bertubuh tinggi besar telah loncat melayang ke atas panggung. Gerakannya amat gesit sekali. Di antara pekik teriak para hadirin yang terkejut, orang itu segera mengenalkan diri. "Aku yang rendah Ko Beng Hwat, seorang kasar dan bodoh dari wilayah Hek-liong-kiang."

"Oh, ketua perkumpulan Hek-liong-pang ?" seru pengacara. "Ya," sahut orang itu.

"Apa maksud Ko pangcu naik ke panggung ? Apakah Ko pangcu hendak mempelopori bersembahyang atau . . "

"Maafkan" kata Ko Beng Hwat, "aku telah menerima undangan dari Thian-tong-kau kaucu dan dengan segenap tenaga, aku berusaha untuk memenuhi datang. Sebelumnya kami tak tahu akan maksud undangan tersebut kecuali disebutkan bahwa kami diminta untuk menghadiri upacara peresmian berdirinya partai Thian-tong-kau ?"

"Hm," pengacara mendesuh, "kemudian setelah pangcu mengetahui maksud tujuan Thian-tong kau mengundang para hohan sekalian ?"

"Hek-liong-kiang sebuah wilayah yang masih terbelakang. Tetapi justeru karena keadaannya yang terbelakang itu, wilayah Hek-liong-kiang selama ini aman tenteram. Hek-Iiong- pang berdiri untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan rakyat Hek liong-kiang dari gangguan kaum persilatan dari mana pun juga Hek-Iiong-pang tak mengandung cita2 lain kecuali hanya untuk menjaga ketenteram dan kesejahteraan wilayah Hek-liong-kiang."

"Harap pangcu suka menjelaskan bagaimana pendirian partai kaucu terhadap ajakan Thian-tong kau" seru pengacara, "agar dapat kami sampaikan kehadapan kaucu kami"

"Hek-liong pang berpendapat bahwa selama ini wilayah Hek liong-kiang selalu aman Pendirian kami, kami menghormati partai persilatan lain tetapi kamipun meminta supaya partai lain menghormati wilayah kami. Kami bersedia bersahabat dengan partai persilatan ataupun dengan tokoh silat yang manapun, atas dasar jangan mengganggu ketentraman wilayah Hek-liong-kiang".

"Harap ditegaskan, adakah Hek-Iiong-pang ber sedia masuk menjadi anggauta Thian-tong-kau atau. tidak" setu pengacara.

"Telah kami terangkan, bahwa kami ingin bersahabat tetapi ingin kebebasan. Karena dengan mengikatkan diri pada suatu partai persilatan berarti bahwa wilayah Hek-liong-kiang itu, akan kemasukan partai persilatan dari luar daerah. Itu-pun masih mempunyai akibat, bahwa partai sahabat itu tentu akan mengikat permusuhan dengan lain partai persilatan. Dengan begitu Hek-liong-pang tentu akan terseret dalam kancah permusuhan dengan lain partai persilatan. Dan sekali mengikat permusuhan, maka tak mungkin wilayah Heng-li-ong-kiang akan mengenyam Ketenangan dan ketenteraman lagi".

"Hm," desuh pengacara itu" pandangan Ko pangcu memang tepat. Tetapi Ko pangcu hanya memandang pada umumnya atau apa yang telah berlangsung dalam dunia persilatan, dan belum tahu bagaimana kekuatan Thian-tong kau. Apabila pangcu sudah memiliki pengetahuan itu. rasanya akan berobahlah pangdangan pangcu "

"Apa maksud saudara ?" Ko Beng Hwat menegas.

“Thian-tong-kau adalah sebuah wadah dari semua partai persilatan. Thian-tong-kaulah yang akan mempersatukan, memimpin dan bertanggungjawab atas setiap tindakan anggautanya. Sudah tentu pula Thian tong-kau akan menjaga kerukunan dan keselamatan setiap anggautanya. Dengan demikian kiranya kekuatiran pangcu itu tak perlu diresahkan lagi.„” K o Beng Hwat tertawa.

"Tetapi memang sudah menjadi pendirian Hek liong pang sejak beberapa puluh tahun yang lalu bahwa Hek-liong-pang akan tetap bersahabat dengan partai persilatan yang manapun dan dengan tokoh silat dari aliran manapun, atas dasar saling menghargai".

"Maksud pangcu ?”

"Hek-liong-pang suka bersahabat tetapi tak ingin bersekutu," sahut jago tinggi besar yang menjadi ketua dari Hek-liong-pang atau perkumpulan Naga Hitam.

"Thian-tong-kau hendak meningkatkan persahabatan menjadi persekutuan yang lebih erat" seru pengacara.

"Jika demikian, maafkan kami" sahut Ko Beng Hwat. Pengacara tertawa kecil.

"Harap pangcu jangan meminta maaf. Karena kami Thian- tong-kau sudah mempunyai peraturan. Bukan maaf yang dapat kami terima tetapi hanya syarat peraturan itu yang kami minta pangcu penuhi."

Dengan kata2 itu jelas pengacara maksudkan bahwa Ko Beng Hwat boleh mempertahankan pendiriannya asal bersedia diadu dengan salah seorang anakbuah Thian-tong-kau.

"Baiklah, walaupun cara itu berbau paksaan, tetapi karena tak dapat ditawar lagi, akupun terpaksa harus mentaati juga", seru ketua Hek-liong-pang.

"Seorang ksatrya harus menghormat ksatrya. Seru pengacara ini. "sekarang silahkan pangcu memilih sendiri  siapa yang pangcu kehendaki menjadi lawan pangcu." Merah muka jago dari Hek-liong-kiang itu. Kata2 pengacara itu dapat diartikan sebagai memandang rendah kepadanya. Jelasnya, murid Thian tong-kau yang manapun tentu dapat menghadapi Ko Beng Hwat.

Namun sebagai seorang tetamu, ia tak mau unjuk sikap kasar. "Aku seorang tetamu, sudah tentu akan menyerahkan persoalan itu kepada tuan rumah, siapa2 yang akan mengalahkan aku."

"Jika demikian" kata pengacara itu, "akan kutanya kepada mereka, siapakah yang bersedia me layani pangcu ber-main2".

Habis berkata pengacara itu terus berpaling ke arah rombongan anakmurid Thian-tong-kau, serunya : "Hai, kalian, siapa yang bersedia melayani Ko pangcu"

Seorang bocah lelaki kecil lari menghampiri dan, tegak berdiri di depan pengacara : "Hamba, Siau Lim senang untuk melayani pangcu".

Bocah itu tak lain adalah salah seorang dari rombongan kelompok baju Ungu.

"Eh, Siau Lim, engkau berani ?" tegur pengacara setengah bergurau, "apakah engkau tak takut kepalamu pecah nanti ?"

"Mengapa ?" tanya bocah baju Ungu itu. "Engkau tahu, ketua Hek-liong-pang itu ada Uh Ko pangcu yang bergelar Tok-gan-hong !""

"Ih." pe-kik si bocah, "Naga mata satu? Yang kanan atau yang kiri ?"

"Jangan kurang ajar, Siau Lim," seru pengacara itu, "mengapa engkau bertanyakan soal mata. Sekalipun hanya memiliki sebuah mata tetapi Ko pangcu mempunyai sepasang senjata cakar naga yang hebat sekali". Bocah itu tertawa : "O, sungguh menyenangkan sekali dapat melayani Ko pangcu agar aku bisa bertambah pengalaman "

Pertama melihat bahwa yang tampil untuk menghadapi dirinya itu hanya seorang bocah lelaki, Ko Beng Hwat sudah mendongkol. la merasa diremehkan sekali. Dan kemudian setelah mendengar dirinya dijadikan bulan2 percakapan, marahnya tak dapat ditahan lagi.

"Bocah, engkau terlalu sombong !" serunya, seraya maju menghampiri.

"Harap Ko pangcu suka berlaku murah mengingat dia hanya seorang bocah" kata pengacara.

"Hm," dengus Ko Beng Hwat, "jika demikian lebih baik suruh yang lain saja maju".

"Tidak, Ko pangcu" tiba2 bocah baju Ungu itu berteriak, "biarlah, tak perlu Ko pangcu memberi kemurahan. Bahkan kuminta Ko pangcu jangan pelit mengeluarkan kepandaian agar aku dapat menerima pelajaran. Tak apa, aku takkan menyesal andai kepalaku sampai hancur. Itu bukan salah Ko pangcu tetapi salahku sendiri"

Ko Beng Hwa mendengus.

"Ko pangcu", bocah yang disebut dengan nama Siau Lim atau Lim kecil itu, berseru, "pangcu hendak ber-main2 dengan pakai apa ? Tangan kosong atau pakai senjata ?"

Untuk yang ketiga kalinya, Ko Beng Hwat mengkal sekali mendengar tingkah laku bocah itu. Jika tak diberi hajaran, dia tentu belum tahu rasa dan orang2 Thian tong-kau tentu semakin congkak Demikian pikirnya. "Pakai tangan kosong saja karena kalau senjata itu berbahaya. Senjata tak bermata, salah sedikit tentu hilang nyawa kita," sahut Ko Beng Hwat

"Baiklah, Ko pangcu, aku hanya menurut perintah pangcu saja," seru bocah itu terus mengambil di hadapan Ko Beng Hwat.

"Silahkan Ko pangcu mulai !" serunya.

"Tidak bisa." sahut Ko Beng Hwat, "pertama aku seorang tetamu. Kedua, aku lebih tua bagaimana aku yang menyerang lebih dulu ? Bukankah aku akan ditertawai orang ?"

"Baiklah, jika begitu, "tanpa banyak sungkan lagi bocah itupun segera memasang kuda2 lalu meluncur maju menyerang.

Ko Beng Hwat hanya mendengus dingin. Ia melihat bocah itu menggunakan jurus Thui-jong-eng-gwat atau Mendorong- jendela-melihat-rembu-l.in, sebuah ilmusilat yang sederhana dan dilancarkan dengan gerak yang bersahaja sekali.

Pikir ketua Hek-liong-pangitu, ia hendak memper-main2kan bocah itu sampai napasnya habis baru nanti ia tempeleng kepalanya.

Ko Beng Hwat loncat menghindar. Tetapi tiba2 anak itu menarik pulang dorongannya setengah jalan terus secepat kilat ia gunakan jurusan Hok-hou-cau-sim atau Macan-hitam- menerkam-hati. Dengan sebuah gerak yang amat cepat,  bocah itupun loncat kebelakang Ko Beng Hwat dan menerkam punggungnya.

Ko Beng Hwat terkejut. Ia loncat maju tetapi seperti bayangan bocah itupun tetap berada di belakangnya. Setelah berloncatan empat lima kali tetap tak dapat menghindari si bocah, Ko Beng Hwat mulai heran.

"Setan, mengapa dia selalu membayangi dibelakangku ?" gumamnya dalam hati. Akhirnya ia memutuskan untuk menghalau bocah itu. Secepat loncat ke muka ia terus melenting ke udara dan berjumpalitan lalu melayang turun ke tanah. Kini ia berhadapan dengan bocah itu. Tetapi alangkah kejutnya ketika ia tak melihat bocah itu berada di depannya. Kemanakah dia ?

Belum sempat ia menemukan jawaban tiba2 punggungnya terasa disambar oleh angin. Segera ia tahu bahwa bocah itu sudah berada di belakang dan tengah menerkamnya lagi.

Diam2 ketua dari Hek-liong-pang itu terkejut. Setitikpun ia tak pernah menyangka bahwa bocah yang sekecil itu memiliki ilmu gin-kang atau meringankan-tubuh yang sedemikian lihaynya. Rasa memandang rendah, seketika hapus dari pikiran Ko Beng Hwat.

Setelah merenungkan cara untuk memecahkan serangan bocah itu, akhirnya ia menjejakkan kaki dan dengan sebuah gerak yang menyerupai naga, ia ayunkan tubuh ke udara, berjungkir balik dan melayang turun.

Bocah itu terkejut juga menyaksikan ketangkasan lawan. Serangannya menemui tempat kosong agar jangan sampai diserang musuh ia loncat kemuka baru berputar tubuh. Ternyata Ko Beng Hwat masih tetap berdiri di tempat, tak mau mengejarnya.

"Ko pangcu, terima kasih atas ilmu pelajaran ilmu gin-kang yang begitu hebat" seru si bocah. Ko Beng Hwat merah mukanya, Jika tak menggunakan siasat jungkir balik ke belakang, tentu ia masih dibayangi dari belakang oleh bocah itu.

"Bocah kecil" seru Ko Beng Hwat, "ginkang mu lihay sekali, aku mengaku kalah, Lalu apa kepandaianmu lagi selain itu ?"

"Silahkan Ko pangcu menyebutkan !" "Imu pukulan ?"' seru Ko Beng Hwat.

'"Ih, dapat juga walaupun tak sehebat Ko pangcu." sahut si bocah.

Ko Beng Hwat menawarkan suatu pertandingan adu pukulan dan bocah itupun menerimanya.

Kini keduanya mulai melancarkan pukulan, makin lama makin seru dan gencar. Bocah itu memang tangkas dan lincah sekali. Serangan KoPeng Hwat yang segencar hujan mencurah sedahsyat badai mendampar ternyata dapat dihindari semua.

Tiba2 bocah itu loncat ke samping gelanggang dan menghadap pengacara.

"Mengapa ?" tegur si pengacara heran. "Sudah selesai" sahutnya.

"Sudah selesai ?" seru pengacara lalu berpaling ke arah Ko Beng Hwat yang tampak tegak terlongong, "benarkah sudah selesai Ko pangcu?"

Ko Beng Hwat gelengkan kepala.

"Jika anak itu sudah lelah, biarlah dia mengasoh dan silahkan memanggil lagi yang lain", se runya.

Pengacara itu kerutkan dahi. "Dalam peraturan kami, setiap orang hanya dibenarkan untuk bertempur melawan seorang anak murid kami. Apabila anak murid Thian-tong-kau kalah maka orang itupun boleh berlalu. Demikian pula dengan Ko pangcu, apabila Ko pangcu merasa sudah dapat mengatasi bocah laki itu, silahkan Ko pangcu pulang."

"Ya, kurasa aku berhak untuk pulang." seru ketua Hek- liong-pang seraya hendak ayunkan langkah turun dari panggung.

"Tunggu pangcu" tiba2 bocah itu berseru seraya maju menghampiri, "maaf, aku telah menjambret sebuah kancing baju pangcu".

Bocah itu segera menghaturkan sebuah kancing baju. Seketika gemparlah seluruh tokoh2 yang berada di bawah panggung. Dengan perkataan lain bocah itu berhasil merubuhkan lawan tanpa membikinnya sakit. Andaikata mau menggunakan kekerasan, tentulah dada Ko Beng Hwat sudah terluka.

"Siau Lim, engkau benar2 kurang ajar !" seru pengacara dengan nada cerah, "hayo. lekas haturkan maaf kepada Ko pangcu"

Sementara itvi Ko Beng Hwat masih ter-longong2 seperti patung, la benar? tak mengira bahwa bocah itu berhasil mencopot sebuah kancing bajunya tanpa ia merasa apa2. Dan ia tahu apa artinya itu.

"Baiklah," serunya dengan lantang, "aku Ko Ikng Hwat, hari ini telah mengalami hari naas ka rena kalah dengan seorang anak murid kecil dari Ihian-tong-kau. Ko Beng Hwat seorang lelaki, karena kalah akupun harus menyerah. Tetapi akupun tetap hendak memegang pendirianku sebagai pimpinan Hek- iiong-pang. Hek-liong-kiang tak boleh dikotori oleh partai persilatan yang manapun. Maka Thian-tong-kau kaucu, terimalah penyerahan Ko Beng Hwat ini . . prak . . "

Sebelum tahu apa vang terjadi, tiba Ko Beng Hwat menghantam ubun2 kepalanya sendiri. Seiring dengan letupan batok kepala pecah, darahpun berhamburan dan rubuhlah Ko Beng Hwat.

Gemparlah sekalian tokoh2 dibawah panggung, Bahwa bocah baju Ungu itupun menjerit dan terus menyambar tubuh Ko Beng Hwat :"Ko pangcu mengapa engkau senekad ini . ,"

Ko Beng Hwat seorang jantan yang berhati jujur dan keras. Ia tak sudi tunduk pada Thian-tong-kau tetapi iapun tak mau ingkar janji. Maka ia menempuh jalan mati. Mati sebagai seorang ksatrya !

Tiba2 dua orang lelaki loncat melayang ke atas panggung. Keduanya mengenakan pakaian warna hitam dan mencekal tongkat berkepala naga.

"Hai, bocah berikan jenasah Ko pargcu kami atau kami akan mengobrak abrik pertemuan ini !" seru salah seorang.

Sebelum si bocah menjawab, pengacara sudah mendahului

: "Siapakah kalian ini ?"

"Kami berdua pengawal peribadi Ko pangcu

"O, orang Hek-liong-pang ?" seru pengacara "apa kedudukanmu '?"

"Pengawal pangcu !"

"Apakah engkau hendak menyerah masuk menjadi anggauta Thian-tong-kau ?" "Aku tak mengatakan begitu, aku hanya minta jenasah pangcu supaya diserahkan akan kubawa pulang ke Hek-liong- kiang"

"Boleh" seru si pengacara, "tetapi ada syaratnya" "Katakan !'

"Engkau harus mengajak anakmurid dan ang gauta2 Hek- liong-pang masuk kedalam Thian-tong-kau"

"Itu soal mereka. Aku hanya menyampaikan saja, terserah keputusan mereka"

"Siau Lim, berikan jenasah Ko pangcu kepada mereka" seru pengacara. Dan bocah baju Ungu itupun segera melakukan perintah.

Kedua pengawal baju hitam itu segera membawa jenasah pangcu mereka loncat turun ke bawah panggung.

Beberapa saat kemudian setelah hiruk pikuk suara para tokoh mempercakapkan peristiwa Ko Beng Hwat. maka pengacarapun berseru pula :

"Saudara2 sekalian, Ko Beng Hwat pangcu memang seorang gagah yang perwira Sekalipun ia khilaf menilai pendirian Thian-tong-kau, tetapi kami dapat menghargai sikapnya.'

Berhenti sejenak pengacara itu melanjutkan lagi : "Sekarang apabila masih ada saudara yang mempunyai pendapat lain silahkan naik ke panggung. Apabila tidak maka akupun akan mengundang saudara supaya naik ke panggung untuk mengadakan upacara masuk menjadi anggauta Thian- long-kau."

Ucapan itu segera disambut dengan loncatnya lima sosok tubuh ke atas panggung. "Oh, San-se Ngo-kiat" sambut pengacara dengan nada datar, "adakah saudara berlima mempunyai lain pendapat ?"

San-se Ngo kiat atau Lima-jago-gagah dari propinsi San-se terdiri dari lima saudara, Un Gi Un Siang, Un Beng, Un Tiong dan Un Tat, Kelima saudara itu dikenal sebagai pendekar yang suka menolong orang miskin dan benci pada kejahatan. Karena melihat peristiwa Ko Beng Hwat bunuh diri di atas panggung, kelima saudara itu tak dapat menahan hatinya lagi, Seremcak mereka berhamburan loncat ke atas panggung.

"Benar" sahut Un Gi, Ngo-kiat yang tertua, "peristiwa Ko pangcu dari Hek-liong-pang tadi telah memberi kesimpulan kepada kami. bahwa Jhi-an-tong-kau akan menekan partai2 dan tokoh2 persilatan supaya masuk menjadi anggautanya. Benar kah kesimpulan kami itu ?"

"Ko pangcu telah bunuh diri sendiri karena dia hendak menepati janji kepada Thian-tong-kau. Telah kusebutkan tadi, bahwa Thian tong-kau tak mau memaksa orang tetapi barangsiapa hendak tinggalkan gunung ini. asal lebih dulu bertanding dan memenangkan salah seorang murid Thian- tong kau, dia boleh bebas pergi. Ini sudah menjadi peraturan Thian-tong-kau. Barangsiapa melanggar, pasti akan menderita sendiri".

"Jika kami tetap hendak tinggalkan gunung ini ?" Un Gi menegas.

Pengacara tertawa hambar : "Untuk datang menghadiri rapat di gunung Thay-san memang jalan terbuka lebar. Tetapi untuk turun gunung tanpa perkenan kami, lebih mudah naik tangga ke langit daripada melakukan hal itu"

"Maksudmu ?" Un Si n berseru. Seluruh jalan2 turun gunung, telah dijaga ketat oleh anakbuah Thian-tong-kau. Jangankan manusia, lalatpun tak mungkin lolos dari penjagaan itu"

"Hm, aku tetap hendak mencobanya !"

"Berhenti" teriak pengacara ketika kelima Ngo-kiat itu berputar tubuh hendak loncat turun panggung. Kemudian pengacara itupun bertepuk tangan dan lima orang dara baju biru serentak berhamburan menghampiri.

"Tahanlah kelima hohan itu supaya jangan pergi " seru pengacara pula. Lalu berseru kepada San-se Ngo-kiat, "jika kalian berlima mampu lepas dari rintangan kelima dara itu silahkan kalian tinggalkan gunung ini!"

Kelima saudara dari San-se menggeram. Di wilayah San-se, mereka berlima sangat disegani dan dihormati baik oleh tokoh2 aliran putih maupun hitam. Bahwa di panggung itu mereka seperti diperlakukan macam anak kecil, meluaplah kemarahan mereka.

"Jika kami berlima tak mampu mengundurkan kelima anak perempuan itu. kami rela bunuh diri "

"Tidak !" teriak pengacara, "bukan bunuh diri yang kami inginkan tetapi kalian harus bersedia masuk menjadi anggauta Thian-tong-kau. Tujuan Thian-tong-kau bukan hendak membasmi para jago2 persilatan tetapi kebalikannya hendak menghimpun mereka dalam sebuah wadah persatuan !

Un Gi tak menghiraukan. Ia terus berpaling kepada kelima dara baju biru itu dan berseru :

"Hai, kalian berlima apakah kalian hendak menghadang kami ?"

"Kami diperintahkan begitu". “Majulah !" seru Un Gi

"Baik" seru kelima dara itu seraya terus berhamburan menyerang, Setiap dara menyerang seorang Ngo-kiat, Pertempuran itu berlangsung seru dan cepat sekali.

Tetapi beberapa saat kemudian San-se Ngo-kiat tampak lenyap ditelan bayangan warna biru. Kelima jago dari San-se itu telah dikuasai oleh ke lima lawannya.

Memang dalam ilmu pukulan, kelima saudara Un tak begitu sakti. Mereka menumpahkan latihannya pada ilmu pedang.

"Berhenti !" tiba2 pengacara berseru memberi perintah dan kelima dara itupun serentak loncat mundur melepaskan lawan yang sudah terkurung.

"San-se Ngo kiat, kudengar saudara berlima yang hebat.

Silahkan saudara memberi ilmu pedang kepada mereka !"

"Hai, kalian dara2 baju biru, layani kelima saudara Un itu bermain pedang !" seru pengacara kepada kelima dara itu.

"Baik, loya" sahut kelima dara itu. Un Gi sudah terlanjur naik panggung. Dan iapun tahu bahwa anakmurid Thian-tong- kau memang tak boleh dibuat main2. Buktinya, seorang ketua Hek Iiong-pan pun harus jatuh ditangan seorang bocah murid Thian-tong-kau. Demikian dalam adu ilmu pukulan tadi kelima saudara Un itu menyadari bahwa kelima dara itu memiliki ketangkasan dan kecepatan gerak yang luar biasa.

"Hm, berhadapan kawanan kurcaci Thian-tong-kau, tak perlu harus banyak sungkan" pikir Un Gi demikian pula keempat saudaranya.

"Silahkan, nona2," seru Un Gi yang sementara itu telah membisikkan beberapa patah kata dengan ilmu Menyusup- suara, "bentuk barisan Ngo-lieng-tin" Kelima dara itu terkejut ketika melihat susunan posisi kelima San-se Ngo-kiat. Tetapi sesaat kemudian wajah mereka tampak tenang pula.

"Sumoay, mari kita terjang barisan Ngo-heng tin" seru seorang dara yang bertubuh langsing dan mempunyai sebuah tahi lalat disisi hidungnya. Rupanya dia adalah pemimpin dari kelompok kelima dara itu.

Shan-se Ngo-kiat telah siap dengan pedang di tangan. Begitu melihat kelima dara itu mulai bergerak maka San-se Ngo-kiatpun mulai bergerak-gerak, berputar-putar.

Ngo-heng-tin atau barisan Lima Unsur alam terdiri dari Kim, Bok, Cui, Hwe dan Thoa atau Emas (logam), kayu, air, api dan tanah. Ngo-heng tin diciptakan oleh Cukat Bu-hou alias Khong Beng seorang penasehat militer yang cemerlang dijaman Sam Kok atau Tiga Negeri.

Tetapi alangkah kejut sekalian tokoh silat! yang menyaksikan bagaimana dengan gerak yang lemah gemulai dan langkah yang sedap, kelima dara itu mampu menerjang masuk kedalam barisan pertama.

Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata kelima dara itu hanya bergeliatan menghadapi gerak putaran pedang San-se Ngo-kiat. Sepintas pandang menyerupai kupu2 yang beterbangan dibawah curahan hujan.

Kelima saudara dari San-se itu benar2 terkejut sekali. Mereka telah menaburkan pedang sederas hujan dan telah menduduki posisi barisan yang tepat, tetapi ternyata kelima dara itu mampu menghindari dan mampu menerobos masuk. Pada hal mereka tak menggunakan pedang sama sekali.

Hampir terganggu ketenangan kelima saudara itu. Terutama Un Tat yang paling bungsu. Dia berangasan dan keras. Melihat kelima dara itu berhasil dapat melewati pintu pertama. Dengan meraung keras. Un Tat terus hendak tinggalkan posisinya untuk menerjang kelima gadis itu. Tetapi cepat2 Un Gi mencegahnya dengan ilmu Menyusup-suara : "Ngo-te. jangan terangsang kemarahan. Tetap tenang dan jalankan barisan seperti biasa"

Dengan kelincahan yang luar biasa, kelima dara itupun berhasil melewati lagi pintu yang kedua.

San-se Ngo-kiat benar2 tergetar hatinya, Bertahun2 mereka mengangkat nama di wilayah San-se, belum pernah mereka menderita pengalaman seperti saat itu. Betapapun mereka menyerang dan menusuk, menahas dan membabat, tetap kelima dara itu dapat menghindar.

Demikian pintu ketiga dan keempat, telah di lalui kelima dara. Sampai pada saat itu serentak timbullah gagasan dalam pikiran Un Siong, saudara nomor dua dari San-se Ngo-kiat. Menilik gerak ulang kelima dara itu, jelas mereka tentu sudah faham akan barisan itu. Jika dilanjutkan tentu akan sia2 belaka. *

"Toako, bubarkan barisan Ngo-heng-tin dan terjang saja mereka" serunya dengan ilmu Menyu-sup-suara.

Sebenarnya saudara2nya juga mempunyai pikiran begitu. Tetapi sebelum Un Gi memberi komando, Un Siong dan Un Tat sudah tak dapat menahan nafsu terus loncat menerjang keiima dara itu.

Menjeritlah kelima dara itu karena kejut. Mereka tak menyangka akan menderita serangan yang begitu mendadak dan cepat. Mereka sedang bersiap2 hendak melalui pintu kelima atau yang terakhir. Merekapun masih terkepung di tengah2 barisan. Un Siong dan Un Tat seperti harimau menerkam mangsa. Keduanya menikam dan membabat tubuh kelima gadis itu. Yang menggunakan jurus Heng-soh-cin-kun atau membabat- seribu-lasykar. Yang satu menggunakan jurus Jun-hong-Iok- yap atau Angin-musim-semi-merontok-daun. Yang satu membabat kaki, yang satu menaburkan sinar pedang menabas kepala.

Kelima dara itu benar2 terkejut sekali. Untuk menghindar jelas tak mungkin karena di sebelah kanan, kiri dan belakang dijaga oleh Un Gi, Un Beng dan Un Tiong.

Sekalian tokoh di bawah panggung pun berteriak gempar. Mereka percaya dan mengharap kelima dara itu pasti akan tercincang.

Tetapi suatu peristiwa yang luar biasa telah terjadi. Seiring dengan jerit lengking yang memekakkan telinga, berhamburan kelima dara itu melambung ke udara sampai dua tombak tingginya. Mereka saling berpegangan tangan dan merupakan sekuntum kelopak bunga yang timbul keatas kemudian dengan saling mendorong, tubuh mereka berhamburan tersebar ke lima penjuru, berjumpalitan di udara dan melayang turun di belakang kelima saudara Un.

Waktu menyaksikan kelima dara itu berhamburan loncat ke udara, San-se Ngo-kiat terlongong kesima. Mereka baru terkejut setelah kelima dara itu berhamburan meluncur turun di belakang mereka. Cepat mereka berpaling tetapi terlambat. Kini merekalah yang dikepung oleh kelima dara itu. Dari yang mengepung kini mereka dikepung.

"Silahkan tuan2 keluar dari kepungan ini !”, seru sidara bertahi lalat. Di bawah panggung terdengar teriakan gempar dari sekalian tokoh. Mereka benar2 kesima menyaksikan ilmu ginkang yang luar biasa dari kelima dara itu. Mereka masih dara remaja, mengapa sudah memiliki ilmu kepandaian yang sedemikian tingginya ?.

"Kepungan ini disebut barisan Kim-ong-hang thian atau Jaring-emas-mencurah-dari-iangit" seru dara bertahi lalat pula.

San-se Ngo-kiat merah mukanya. Diam2 mereka terkejut juga mendengar nama barisan yang seaneh itu. Sepengetahuan mereka, tak ada barisan yang bernama seperti itu.

Namun karena sudah maju di gelanggang, mereka pantang mundur. Apalagi lawan hanya sekelompok dara2 remaja. Sungguh malu kalau sampai kalah.

Terutama Un Siong dan Un Tat yang sama2 berwatak berangasan itu, hampir meledak dadanya mendengar ucapan gadis itu. Serentak tanpa komando tokaonya lagi, kedua saudara itu terus lari menerjang.

Dua dara yang hendak ditabas pedang menyiak ke samping tetapi serempak dengan itu Un Siong dan Un Tat rasakan tengkuk kepalanya tersambar angin keras. Cepat keduanya berputar tubuh seraya menabas. Tring . . .

Kedua saudara itu terkejut ketika dua buah benda yang selincah ular hendak menyambar mukanya. Mereka menabas sekuatnya. Terdengar bunyi pedang mendering karena tertampar. Un Siong dan Un Tat menyurut mundur setengah langkah untuk memeriksa pedangnya. Ketika mengangkat muka lagi, mereka terkejut karena melihat dara2 itu tengah menarik pulang kain ikat pinggangnya Dengan demikian jelas, tadi kedua saudara itu diserang dengan ikat pinggang dan yang berbentur dengan batang pedang tadi juga ikat pinggang mereka.

Sebenarnya pada waktu kedua dara menamparkan ikat pinggang ke tengkuk kepala Un Siong dan Un Tat, ketiga saudara Un yang lain terkejut dan cepat2 menyerang kedua dara itu. Tetapi yang diserang menyiak ke samping, yang menyerangpun menderita tamparan angin tajam pada tengkuk kepalanya.

Un Gi,Un Beng dan Un Tiong cepat berpaling dan sambil berputar tubuh, berputar pula pedang mereka menabas ikat pinggang tiga orang dara. Tring, tring, tring . , walaupun hanya kain ikat pinggang dari sutera tetapi ketika berbenturan dengan batang pedang, telah mengeluarkan dering suara yang menggemerincing seperti kepingan baja.

Ketiga saudara Un itu terkejut. Hampir mereka tak percaya bahwa dara2 yang masih begitu muda belia ternyata memiliki ilmu lwekang yang sedemikian tinggi, ikat pinggang dari kain yang lemas ditangan mereka telah menjadi senjata yang keras.

Ketika San-se Ngo-kiat itu terpaksa harus menghentikan longongnya ketika kelima dara itu segera menyerang dengan gencar. Mereka menggunakan kain Ikat pinggang untuk menampar dan melibat senjata lawan.

Sekalian tokoh2 dibawah panggung yang mengikuti pertandingan itu, ter-heran2 juga. Yang pertama seorang kacung atau bocah, kini lima orang dara. Pada hal mereka tentu anak murid yang rendah tingkatannya dalam Thian tong- kau. Belum lagi barisan pengawal itu. Dan ketua Thian-tong kau sendiri. Entah berapa tinggikah ilmu kesaktiannya nanti. Perasaan cemas, gentar, gelisah dan gemetar segera mencengkam hati sekalian jago2 silat. Termasuk pula Hoa Sin ketua Kay-pang. Hong Hong tojin ketua Go-bi-pay, Ceng Sian suthay ketua Kun j lun-pay dan Pang To Tik dari Hoa-san-pay.

Sekonyong-konyong diatas panggung telah terjadi suatu peristiwa yang mengejutkan dan mengherankan. Tiba2 kelima dara itu berhamburan loncat mundur. Anehnya kelima saudara Un itu hanya berdiri tegak di tempatnya, tak mau mengejar. Sebelum sekalian orang tahu apa yang terjal di tiba2 salah seorang dara berseru lantang :

"Mengapa kalian masih tegak seperti patung? Hayo, lekas, tusuk tanganmu dengan pisau, kemudian beri hormat kepada kaucu"

Entah bagaimana dengan serta merta kelima saudara Un itu segera menghampiri kemuka meja sembahyangan, mengambil pisau lalu menusuk sedikit tangannya dan mengucurkan darah ke dalam panci besar. Setelah itu merekapun berjalan menghampiri ke muka kaucu Thian-tong-kau dan memberi hormat.

"Apakah kalian sudah bersedia masuk menjadi anggauta Thian-tong-kau ?" seru Kiam Thian cong kaucu dari Thian- tong-kau itu. Mereka serempak mengiakan. "Bagus, saudara2 telah mendapat kesadaran untuk menuju ke jalan yang terang. Thian-tong kau akan menjadi penyelamat dunia persilatan dan umat manusia" seru kaucu Thian-tong-kau pula.

Kembali kelima saudara Un itu memberi hormat dan terus dipersilahkan berdiri di samping.

Sudah tentu peristiwa itu menggemparkan seluruh jago2 silat yang hadir, Timbul berbagai pertanyaan dalam hati mereka. Adakah kelima San-se Ngo-kiat itu terluka ? Ataukah terkena tutukan kelima dara itu ? Jika melihat keadaannya, mereka masih dapat berjalan dan bicara. Jelas tak menderita luka ataupun tutukan. Tetapi mengapa mereka tiba2 berobah sikapnya begitu patuh pada perintah kelima dara itu ? Apakah yang telah terjadi pada mereka.

Keheranan para jago2 silat itu tak pernah terjawab. Mereka benar2 bingung dan tak mengerti apa yang telah terjadi. Bahkan para ketua dari empat partai besar itupun ter-heran2.

"Kenapakah mereka itu ?" bisik Hong Hong tojin.

"Ada sesuatu yang telah terjadi pada mereka tetapi kita masih belum tahu" sahut Hoa Sin. Ceng Sian suthay mengernyit alis "Kemungkinan dara itu mempunyai ilmu tutuk yang luar biasa sehingga lawan tak berdaya, menurut apa saja yang diperintahkan" kata Pang ['o Tik,

"Bagaimana pendapatmu suthay ?" tegur liong Hong tojin,

Ceng Sian suthay berkata : "Kemungkinan seperti yang dikatakan Pang tayhiap memang dapat juga terjadi, Tetapi . . "

"Tetapi bagaimana ?" desak Hong Hong to-jin ketika Ceng Sian hentikan kata2nya.

"Kemungkinan lain mereka menggunakan semacam ilmu sihir aiiran Hitam untuk menundukkan pikiran orang" kata ketua Kun-lun-pay itu.

"O" desuh Hong Hong tojln. "benar, benar. Memang ada suatu ilmu yang disebnt Sip-hun-tol beng (ilmu Perangkap- nyawa-perenggut-jiwa). llmu itu dapat disalurkan melalui pukulan atau tutukan ataupun doa mantra. Sejenis Ilmu hitam yang sakti. Ceng Siansuthay dapat membenarkan. Demikian pula Pang To Tik Tetapi Hoa Sin diam saja. Ketua partai Pengemis itu bahkan pejamkan mata.

"Hoa pangcu, apakah yang sedang engkau pikirkan ?" tegur Hong Hong tojin.

"Ada sesuatu, totiang" sahut Hoa Sin, "aku sedang membayangkan pertempuran mereka tadi Bukankah kelima dara itu menggnnakan kain ikat pinggang ?"

Hong Hong tojin mengiakan.

"Adakah totiang memperhatikan kain ikat pinggang mereka

?"

Hong Hong tojin terkesiap. Sesaat kemudia ia menjawab :

"Rasanya ikat pinggang merekapun biasa seperti ikat pinggang kaum wanita yang umum dipakai"

"Tidak, totiang" bantah Hoa Sin, "setelah merenung dan membayangkan lagi, jelas kain ikat pinggang mereka, ujungnya berpatam (plisir) segombyok benda putih macam serabut perak. Tentu serabut perak itu yang mengandung sesuatu".

"Apakah pangcu hendak mengatakan bahwa untaian serabut perak itu suatu atat rahasia ?”, tanya Hong Hong tojin.

"Memang patut diduga demikian", sahut Hoa Sin, "bila ada kesempatan, akan kuselidiki hal itu".

Tiba2 pula Ceng Sian suthay berkata ; "Apa yang Hoa pangcu duga memang benar. Menilik perobahan yang mendadak dan mengherankan dari sikap San-se Ngo-kiat itu, tentulah mereka telah terkena suatu pengaruh yang berada diluar kehendak mereka. Jika tidak ilmu sihir tentulah semacam bubuk bius yang menghilangkan kesadaran pikiran orang."

Selagi keempat tokoh dari partai persilatan besar itu berbincang-bincang maka terdengarlah hadirin berteriak ketika seorang lelaki bertubuh ramping, melayang ke atas panggung dengan gaya mirip seekor kupu2 terbang.

Ringan sekali orang itu melayang turun di panggung sehingga hampir tak menimbulkan suara.

"Oh, kiranya Mo pangcu dari Ou-tiap-pang!" seru pengacara,

Orang itu tertawa mengiakan "Ah, janganlah tuan menyanjung diriku setinggi itu. Aku yang rendah memang Mo Gay Ti. kepala dari Ou-tiap-pang di Poting wilayah Hopak".

"Ah, sudah lama mendengar nama Mo pang cu yang termayhur. Baru hari ini kami dapat berhadapan muka. Atas nama Thian-tong-pay, kami ucapkan banyak terima kasih atas perhatian pang cu yang telah memerlukan datang dari tempat begitu jauh untuk menghadiri upacara peresmian Thian-tong- kau".

"Ah, sudah tentu kuperlukan datang memenuhi undangan perkumpulan Thian-tong-kau" kata Mo Gay Ti dengan nada merendah.

"Lalu apakah maksud Mo pangcu naik keatas panggung ? Adakah Mo pangcu hendak menerima tawaran Thian-tong-kau membangun sebuah dunia persilatan yang aman dan damai ? Ataukah Mo pangcu mempunyai lain pandangan ?" seru pengacara itu.

Mo Gay Ti tertawa. "Sesungguhnya tujuan Thian-tong-kau itu memang mulia. Hanya sayang cara2nya masih bersifat setengah memaksa kebebasan orang" kata M Gay Ti.

Pengacara itu tak sedikitpun mengunjukkan rasa kejut atas pernyataan ketua ;Ou-tiap-pang tau partai Kupu-kupu itu. Bahkan dia malah te tawa datar.

"Mo pangcu" serunya, "memang sudah jaman bahwa setiap pendirian itu tentu akan disambut oleh dua macam tanggapan. Yang setuju dan yang tidak setuju. Betapapun baiknya pendirian itu tetapi tentu masih ada yang menentang."

Mo Gay Ti balas tertawa.

"Baik itu menurut anggapan masing2. Tetapi yang sesungguhnya baik, tentu akan diterima oleh orang banyak, Tanpa dipaksa, tanpa dianjurkan, orang tentu akan menuju dan mencari yang baik itu"

"Aha" pengacara tertawa, "tak kira kalau Mo pangcu memiliki kata2 yang selincah gaya silat Kupu-kupu yang pangcu yakinkan itu, Sekarang kumohon pangcu suka memberi petunjuk, dalam hal apakah Thian-tong-kau itu dianggap tidak baik?"

"Penuh dengan selubung rahasia!" seru ketua Ou-tiap-pang dengan tegas.

"Selubung rahasia ?" kali ini nada sipengacara benar2 berobah kaget, "apakah rahasia yang menyelubungi partai kami ?"

Mo Gay ti tertawa.

"Ah, adakah saudara tak merasakan hal itu" "Tidak", sahut pengacara, "Thian-tong-kau sebuah perkumpulan yang terang. Tak ada rahasia apa2. Silahkan pangcu memberi petunjuk !"

"Baiklah" kata Mo Gay Ti, "tulung tanya, siapakah ketua dan Thian-tong-kau itu?”.

"Ah, sudah tentu Kim Thian Cong kaucu. Bukankah hal itu sudah jelas tertera pada undangan kami ?*'

"Justeru itulah yang menimbulkan pertanyaan", sahut Mo Gay Ti, "diri Kim Thian Cong kaucu itulah yang penuh rahasia bagi seluruh kaum persilatan. Bukankah Kim Thian Cong tayhiap itu sudah meninggal dunia di gunung Lo-hou-san beberapa tahun yang lalu ? Mengapa sekarang Kim tayhiap muncul di gunung Thay-san sebagai kaucu dari Thian-tong- kau ?"

Pertanyaan itu telah menimbulkan reaksi gempar pada seluruh tokoh2 persilatan yang hadir. Bahkan keempat ketua dari partai persilatan besar tampak tergugah semangatnya.

"Bagus, ketua Ou-tiap-pang telah mewakili kita untuk mengungkap rahasia itu" kata Hong Hong tojin.

"Memang menarik sekali pertanyaan itu dan jawabannya nanti' kata Hoa Sin ketua Kaypang.

Pengacara tidaklah gugup atau bingung menerima pertanyaan dari ketua Ou-tiap-pang. la malah tertawa.

"Mo pangcu" serunya "orang yang mati memang tak mungkin hidup lagi. Tetapi sebagai seorang tokoh persilatan apalagi seorang ketua dari sebuah perkumpulan silat seperti Ou-tian-pang. masakan pangcu tak tahu akan sebuah ilmu menutup pernapasan dalam ilmu ginkang yang disebut Pit kang? Ah, kasihan jika Mo pangcu tak tahu ilmu itu.” Merah muka Mo Gay Ti menerima sentilan dari pengacara. Tetapi cepat ia menindas kemarahannya dan berkata : "Apakah saudara hendak maksudkan bahwa Kim Thian Cong pangcu yang sekarang mengepalai Thian-tong-kau, sama dengan Kim Thian Cong tayhiap yang diangkat sebagai pemimpin dunia persilatan oleh partai2 persilatan yang lalu.?”.

"Pit-gi-kang artinya ilmu Menutup-pernapasan. Dengan ilmu itu orang dapat menghentikan pernapasannya sampai beberapa hari. Belumkah Mo pangcu dapat menangkap arti dari kata2ku itu?"

"'Katakan yang jelas !" seru Mo Gay Ti mulai keras.

"Ah," pengacara itu mendesah, "nama memang bisa kembar. Mungkin didunia ini terdapat bukan satu, dua atau tiga tetapi bahkan ber-puluh2 nama Kim Thian Cong. Tetapi adakah didunia ini terdapat orang yang serupa nama dan serupa pula ilmu kepandaiannya seperti Kim Thian Cong tayhiap dengan Kim Thian kaucu ?"

"Maksudmu, Kim kaucu dari Thian-tong-kau ini adalah Kim tayhiap yang sudah meninggal itu?

seru Mo Gay Ti.

"Jangan seperti anak kecil yang me-rengek2 minta didongengi, Mo pangcu "

"Apa buktinya !" teriak Mo Gay Ti.

"Bukti ?" ulang pengacara, "mengapa perlu dibuktikan dan buat apa harus dibuktikan?"

“Kim Thian Cong tayhiap dulu, adalah seorang pendekar besar yang budiman. Seorang peribadi yang diindahkan oleh seluruh kaum persilatan sehingga tanpa diminta dia telah diangkat oleh kaum persilatan sebagai pemimpin dunia persilatan. Tetapi . . "

"Tetapi Kim kaucu dari Thian-tong-kau ini tidak budiman, bukankah begitu maksudmu, Mo pangcu?" cepat pengacara itu menukas, "hm, dalam hal apa Kim kaucu kurang budiman. Beliau telah mendirikan perkumpulan Thian-tong-kau demi untuk menyelamatkan dunia persilatan dari bencana pertumpahan darah. Tidakkah hal itu sama dengan tindakan Kim tayhiap dulu ?"

"Serupa tetapi tak sama" sahut Mo Gay Ti, "memang sepintas pandang keduanya sama dalam pendirian, tetapi nyatanya tak sama dalam tindakan Jika Kim tayhiap tanpa menggunakan kekerasan, tanpa meminta telah diangkat oleh dunia persilatan sebagai pemimpin, adalah Kim kaucu yang sekarang ini harus membentuk partai baru dani memaksa orang untuk masuk menjadi anggautanya."

"Mo pangcu" sahut pengacara, "hidup itu tak kekal, demikian pula dengan manusia. Pikiran dan pendiriannya tak mungkin kekal. Sering mengalami perobahan. Demikian pula dengan diri Kim Thian Cong. Beliau melihat bahwa dunia persilatan masih belum bebas dari pertikaian dan pertumpahan darah. Oleh karena itu maka beliau memutuskan untuk membentuk sebuah wadah baru guna mengamankan dunia persilatan"

"Baik," seru Mo Gay Ti "dengan begitu, kesimpulannya Kim kaucu yang sekarang ini tak lain adalah Kim tayhiap yang dahulu. Jika demikian aku. Mo Gay Ti dan segenap anakbuah partai Ou tiap-pang, dengan sepenuh hati akan masuk menjadi anggauta Thian-tong-kau".

"Bagus !" seru pengacara dengan gembira, "Mo pangcu benar2 seorang tangkas bicara tangkas bertindak. Thian-tong- kau menghaturkan selamat datang kepada Mo pangcu. Dan siiahkan Mo pangcu begera melakukan upacara masuk anggauta". Mo Gay Ti tertawa datar. "Tetapi kami dari partai Ou-tiap-pang menghendaki sebuah syarat !" serunya.

"Syarat apa ?"

"Aku mohon untuk berhadapan muka dengan Kim kaucu dan mengajukan sebuah pertanyaan kepadanya."

"Oh," pengacara terbeliak. Sampai beberapa jenak ia tak melanjutkan kata2nya. "Soal itu . .

"Eh, apakah saudara ini mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Thian-tong-kau sehingga saudaralah yang seolah berhak mempertimbangkan pemintaanku itu ?”.

"Kim kaucu telah menyerahkan kepercayaan penuh kepadaku untuk melaksanakan upacara ini dan mewakilinya menerima pemasukan anggauta".

"Tetapi tentu tidak untuk memutuskan permintaan semacam yang kuajukan itu bukan?" sahut Mo GapTi.

"Hmm, baiklah" kata pengacara kemudian, "a-kan kuhaturkan permintaan Mo pangcu kehadapan kaucu kami"

Ia terus berjalan menuju kehadapan Kim Thian Cong. memberi hormat lalu mengucapkan kata2 yang tak dapat terdengar oleh sekalian orang yang berada di bawah panggung. Mo Gay Ti sendiripun tak dapat menangkap pembicaraan mereka.

Sesaat kemudian pengacara itu balik kembali ketempatnya lagi dan berkata : "Kim kaucu mengatakan bahwa permintaan Mo pangcu itu dapat diluluskan setelah nanti upacara peresmian berdirinya Thian-tong-kau dan penerimaan anggauta sudah selesai" "Mengapa ?" seru Mo Gay Ti.

"Saat ini hanya dipersilahkan memilih. Mo pangcu bersedia masuk menjadi anggauta Thian- tong-kau tahu tidak"

"Aku mau masuk setelah berhadapan empat mata dengan Kim pangcu".

"Tidak ada pengecualian bagai semua orang termasuk Mo pangcu. Kim kaucu akan merasa tersinggung kehormatannya apabila Mo pangcu berkeras hendak melaksanakan permintaanmu tadi".

"Ah, inilah yang kukatakan sebagai selubung rahasia tadi" seru Mo Gay Ti, 'Jika memang bersih dan suci, mengapa takut berhadapan dengan orang, Habis berkata ia terus ayunkan langkah menghampiri ke tempat Kim Thian Cong. Kedua belas bocah baju biru dan merah segera hendak menghadang tetapi pengacara melambaikan tangan dan merekapun menyingkir ke samping memberi jalan.

Demikian juga dengan rombongan dara baju kuning dan hijau. Merekapun serempak berjajar-jajar menghadang. Tetapi setelah pengacara memberi isyarat tangan, merekapun menyingkir.

Anehnya, rombongan pengawal baju putih dan merah, masih tetap berdiri diam di tempatnya. Mereka seperti patung atau manusia yang tak bernyawa. Maka dengan lenggang dapatlah Mo Gay Ti melanjutkan langkah kemnuka.

Lebih kurang tujuh delapan langkah dari tempat Kim Thian Cong, sekonyong-konyong pengaca ia bersuit nyaring dan serempak dengan itu kedua ekor harimau gembong segera mengaum dahsyat dan terus loncat menerkam Mo Gay Ti. Ketua Ou-tiap-pang terkejut bukan kepalang. Dua ekor harimau yang besar dan mengerikan sedang menerjang dengan gaya yang menyeramkan. Yang satu dari kanan dan yang satu dari kiri.

Tetapi Mo Gay Ti juga seorang ketua partai persilatan. Ilmu ginkangnya telah mencapai tataran yang amat tinggi. Serentak ia menjejak tanah dan tubuhnya segera melambung sampai dua tiga tombak di udara. Sambil berjumpalitan ia menukik ke bawah seraya taburkan kedua tangannya kearah kedua ekor harimau gembong itu.

Senjata rahasia yang disambitkan Mo Gay Ti itu adalah Ou- tiap-piau atau piau Kupu2. Tetapi kedua ekor harimau itu ternyata hebat sekali. Mereka cepat melihat ou-tiap-piau itu dan serentak kedua binatang itupun loncat mundur.

Dua buah peristiwa telah terjadi di panggung dan kedua peristiwa itu memang mengejutkan sekalian orang. Dua ekor harimau dapat menghindari timpukan piau dan yang kedua ou-tiap-piau it. Begitu luput mengenai sasarannya, kedua batang ou-tiap-piau itupun seperti kupu2 hidup, segera terbang ke udara dan kembali kepada tuannya lagi.

Selekas Mo Gay Ti melayang turun kepanggung, kedua ekor harimau itupun segera menyerang lagi dari muka dan belakang. Mo Gay Ti terkejut melihat gaya serangan mereka. Bukan hanya menerkam sembarang menerkam tetapi terkaman mereka bergaya ilmu silat dan mirip dengan jurus, Hok-hou-ciau-sim atau harimau-mendekam-menerkam-uluhati. Kedua kaki depan binatang itu menjulur ke muka, menerkam dada. sedang harimau di belakang menerkam kaki. Untuk menghindar terkaman maut itu, kembali Mo Gay Ti mengeluarkan ilmu ginkangnya, melambung ke udara, Tapi kali ini walaupun berjumpalitan dia tak mau menaburkan senjata rahasia lagi, melainkan terus luncur turun dibelakang salah seekor harimau.

Sebelum kaki tiba di lantai panggung, iapun sudah lepaskan sebuah hantaman ke pantat harimau.

Harimau yang dihantam itu memang hendak berputar tubuh tetapi karena tak sempat, ia terus loncat keudara berjumpalitan dan menukik kebawah menerkam kepala Mo Gay Ti. Sedang harimau yang satunya pun cepat loncat menerkam lagi.

Jika tadi Mo Gay Ti diserang dari muka dan belakang, sekarang dia diserang dari atas dan bawah. Ketua Ou-tiap- pang itu cepat2 membuang diri ke samping.

Sesungguhnya saat itu ia dapat menggunakan senjata rahasia ou-tiap-piau untuk menghajar kedua harimau itu, Tetapi ia tak mau. Ia hendak pegang gengsi sebagai seorang ketua partai persilatan sekalipun tak setenar partai Siau-lim si dan partai2 lainnya.

Apalagi dia merasa telah berani naik kepanggung untuk menentang Thian-tong-kau dan membuka kedok Kim Thian Cong. Betapa malu apabila hanya berhadapan dengan dua ekor harimau saja ia harus menderita kekalahan.

Juga timbul lain pemikiran dalam hati Mo Gay Ti, bahwa saat itu hampir seluruh tokoh2 dan partai2 persilatan berkumpul di gunung Thav-san. Apabila dapat mengobrak- abrik Thian-tong-kau, nama Ou-tiap-pang pasti akan menggemparkan dunia persilatan.

Mo Gay Ti segera mengeluarkan senjatanya sepasang khik atau trisula yang bentuknya mirip dengan sepasang kupu2, mempunyai sayap baja dan bagian mulutnya runcing. Dengan sepasang Ou-tia khik atau trisula kupu2 itu ia segera maju menyerang.

Kedua ekor harimau itu segera beringsut memencar diri ke samping Mo Gay Ti. Dengan demikian sukarlah Mo Gay Ti hendak menyerang. Jika menyerang yang di samping kanan, harimau disamping kiri tentu akan menerkam. Demikian pula jika ia menyerang harimau yang disamping kiri.

"Setan, mereka dapat berpikir juga," diam2 Mo Gay Ti mengutuk. Namun ia sudah membulatkan tekad, tak gentar menghadapi kedua lavvannya itu. Pikirnya, sebuas-buasnya harimau tentu masih kalah berbahaya dengan jago silat sakti yang pernah dihadapinya selama ini.

Serentak berpaling ke kiri, iapun terus menerjang. Memang apa yang diduganya itu tepat. Harimau di sebelah kanan, segera bergerak menerkamnya Mo Gay Ti sudah siap menghadapi ancaman itu. Dan memang ia sedang menggunakan siasat serangan pada harimau di sebelah kiri itu hanya pura2 saja. Yang ia tunggu adalah serangan harimau sebelah kanan.

Ketika menyerang ke kiri, harimau beringsut mundur. Menggunakan kesempatan itu, Mo Gay Ti pun cepat berputar tubuh menyambut terkaman harimau dari belakang dengan sebuah jurus Heng-soh-cian-kun atau Menyapu-seribu-lasykar. Sambil bergeliat kesamping untuk menghindari terkaman, ia segera membabat perut harimau itu.

Tetapi alangkah kejutnya ketika harimau itu tiba2 dapat meluncur turun kebawah lalu berputar , menerkam kaki Mo Gay Ti. Mo Gay Ti memekik kaget, la tak menyangka sama sekali bahwa harimau itu dapat melakukan gerak seperti ilmu silat. Untuk menghindari, terpaksa ia melambung ke udara lagi. Maksudnya hendak menggunakan ilmu tian-kin-tui atau Tindihan-seribu kati, meluncurkan tubuh kebawah untuk menginjak kepala harimau itu. Tetapi kembali ia terkejut lagi ketika harimau yang satunya, tiba2 mengaum dan loncat ke udara menerjangnya.

Dalam keadaan yang gawat itu, terpaksa Mo Gay Ti meginjakkan kaki kanan ke kaki kiri, dengan meminjam tenaga pijakan itu tubuhnya melambung lagi setombak tingginya. Dengan cara itu pullah ia menghindari terkaman harimau.

Diudara ia berjumpalitan lalu hendak meluncur turun.  Tetapi alangkah kejutnya ketika kedua harimau gembong itu sudah siap menunggu dibawah. Calaka, sebelum menginjak lantai, ia tentu sudah menyambar kedua binatang itu, pikirnya.

Mo Gay Ti pun cepat mengempos semangat. Ia berjumralftan lagi lalu dengan kepala dibawah dan kaki diatas, ia menukik turun seraya julurkan sepasang senjatanya untuk menusuk kedua lawannya.

Kedua harimau itu memang lihay sekali. Melihat lawan mengancamkan senjata, kedua binatang itupun menyurut mundur dua langkah tetapi tetap bersiap-siap.

Mo Gay Ti dapat memperhatian gerak gerik kedua binatang itu. Diam2 ia mengeluh. Seharusnya apabila hampir tiba di lantai, ia harus berjumpalitan, menggeliatkan tubuh agar kakinya terbalik kebawah lagi dan kepala diatas. Tetapi karena kedua binatang itu masih menunggu, apabila ia melakukan gerakan itu, tentu mereka akan menerkamnya. Namun apabila tidak melakukan gerai bergeliatan itu, dia harus turun dengan kedua tangannya mendarat di lantai. Itupun sangat berbahaya sekali. Karena kedua harimau itu dapat loncat menerkam kedua kakinya yang masih menjulang diatas. Dalam keadaan begitu, sukarlah bagi dia untuk membela diri. Untung dalam keadaan bahaya itu, Mo Gay Ti tak kehilangan kesadaran pikirannya. Cepat ia memindahkan ou- tiap-khek ditangan kanan ke tangan kiri lalu secepat kilat ia lepaskan sebuah hantaman ke lantai. Bum .... lantai bergetar keras dan dengan meminjam tenaga pukulan itu Mo Ga, Ti melambung lagi ke udara lalu berjumpalitan turun ke lantai beberapa meter jauhnya dari tempat kedua harimau.

Pukulan Mo Gay Ti telah menimbulkan getaran keras dan lantai papanpun pecah berhamburan sehingga kedua harimau itu terpaksa beringsut mundur. Itulah sebabnya Mo Gay Ti dapat meluncur turun dengan tiada mendapat gangguan.

Pertarungan antara ketua Ou-tiap pang melawan dua ekor harimau itu telah menimbulkan kegemparan dikalangan jago2 yang berada dibawah panggung. Mereka mendapat kesan bahwa kedua harimau itu ternyata telah mendapat latihan yang hebat sehingga mereka dapat berkelahi dengan gaya llmusilat. Tetapi kepandaian gin-kang dari ketua Ou-tiap-pang itupun mendapat sambutan yang meriah dari sekalian jago2 silat.

Demikan pertarungan antara manusia dengan sepasang harimau berjalan dengan seru dan dahsyat. Berkat ilmu gin- kang yang tinggi, dapatlah berulang kali ketua Ou-tiap-pang menyelamatkan diri dari maut. Tetapi kedua harimaupun beberapa kali hampir celaka karena senjata out-tap-khik.

Beberapa saat kemudian tiba2 terjadi suatu adegan yang mendebarkan. Ketika menghindari terkaman seekor harimau, tiba2 harimau yang lain menerkam dari belakang. Dalam keadaan terdesak, Mo Gay Ti taburkan trisula-kupu2 kemata harimau itu. Tetapi harimau itu cepat menampar. Terdengar, aum dahsyat dan harimau itupun berguling-guling di lantai..... Ternyata taburan trisula itu lebih cepat, telapak tangan harimau terpanggang senjata itu dan harimau itupun meraung-raung kesakitan.

Mo Gay Ti tertegun. Tiba2 ia rasakan punggungnya dilanda oleh desir angin tajam. Cepat ia berbalik tubuh hendak menaburkan trisula-kupu2 yang berada ditangan kirinya. Tetapi kalah cepat. Sebelum sempat mengayunkan tangan, harimau itu sudah menggigit lengan kirinya, kres darahpun

segera menyembur keluar mengiring separoh lengannya yang putus.

Pandang mata Mo Gay Ti serasa gelap tetapi dengan keraskan hati, ia empos semangat dan mengerahkan seluruh sisa tenaganya ke kaki, Plak, sebuah tendangan diarahkan keperut harimau itu Harimau terlempar ke belakang tetapi Mo Gay Ti pun rubuh tak sadarkan diri.

Pengawal baju putih tiba2 bergerak, menggotong Mo Gay Ti dibawa masuk kedalam.

Dalam gemuruh hiruk suara yang bergema dibawah panggung, tiba2 sesosok tubuh melayang ke atas panggung. Seorang paderi tua, tegak menghadap ke arah Kim Thian Cong.

"Kim kaucu," serunya dengan suara lantang "apa yang diminta oleh Mo pangcu tadi, sesungguhnya memang layak . . "

"Oh, kiranya Liau Liau taysu dari biara Leng hun-kwan gunung Ngo-tay-san," seru pengacara menukas kata2 paderi itu.

Namun Liau Liau taysu tak menghiraukan dan tetap menghadap ke arah Kim Thian Cong : "Memang menjadi pertanyaan dalam setiap hati para hohan yang berkumpul di bawah panggung untuk berhadapan muka dengan Kim kaucu. Hal itu untuk menambah kepercavaan mereka agar lebih mantap untuk masuk menjadi anggauta Thian-long kau".

Kim Thian Cong hanya tersenyum tetapi tak menyahut. "Taysu" kembali pengacara itu berseru, "Kim kaucu telah

menyerahkan semua pelaksanaan acara disini kepadaku. Kini

kaucu takkan menerima langsung semua laporan ataupun pembicaraan"

Liau Liau taysu tetap tak mengacuhkan dan tetap melanjutkan kata2 kepada Kim Thian Cong :

"Kiranya hal itu sudah jamak apabila sebagai pendiri dari sebuah perkumpulan baru, Kim kaucu suka tampil memperkenalkan diri".

"Jika taysu tetap tak mengacuhkan, terpaksa Akan kuambil tindakan" seru pengacara.

"Dengan tindakan kaucu untuk menghukum pangcu dari Ou-tiap-pang tadi, apakah takkan memberi kesan kepada sekalian hohan bahwa Thian-tong-kau itu bertindak se- wenang2, atau sekurang-kurangnya memberi kesan bahwa kaucu tak berani berhadapan dengan mereka ?"

"Pengawal Putih yang terdepan, majulah untuk menghajar adat pada paderi itu" tiba2 pengacara berteriak.

Serentak seorang pengawal baju putih melangkah maju kehadapan Liau Liau taysu. Tanpa berkata apa2 ia terus menghantam paderi dari biara Leng-hun-kwan.

Barisan pengawal baju putih maupun baju merah, semua memakai cadar atau kerudung muka sehingga tak kelihatan bagaimana wajah mereka. Liau Liau taysu terkejut atas serangan orang itu. Bukan saja dilancarkan dengan cepat, pun pukulannya mengandung tenaga-dalam yang bukan olah2 hebatnya. Sepanjang ingatannya, jarang sekali tokoh silat yang memiliki ilmu tenaga-dalam sedemikian hebatnya itu.

Tetapi Liau Liau tak sempat merenung lagi karena hanya sekejap saja ia terkesiap, angin pukulan itu sudah hampir melanda dadanya. Terus ia dorongkan sepasang tangannya untuk membendung.

Bum . . terdengar letupan keras dan tahu2 tubuh Liau Liau telah terdorong mundur sampai empat lima langkah dan huak

. , . ia muntah segumpal darah segar.

Kegemparan diantara para tokoh2 silat yang berada dibawah panggung, jauh lebih gempar dari yang tadi, Dalam sekali pukul saja, Liau Li telah rubuh. Pada hal paderi kepala biara Leng-hun-kwan itu juga tergolong seorang tokoh yang berilmu tinggi.

Pengawal baju putih itu terus maju lagi hendak menghantam Liau Liau taysu. Melihat itu Hoa Sin meluap kemarahannya. Tanpa berunding lagi dengan ketiga rekannya ia terus hendak loncat keatas panggung tetapi tiba2 sesosok tubuh sudah mendahului melayang keatas panggung seraya ayunkan tangannya. Sebuah gelombang angin keras segera melanda pengawal baju putih itu. Pengawal itupun tertegun berhenti.

Selekas tiba di panggung orang itupun segera berseru : "Hai, orang Thian-tong-kau, jangan sewenang-sewenang terhadap sesama kaum persilatan" "Oh, kiranya Auyong Kun ketua partai Tiang pek-pay" seru pengacara, "hai, berhentilah engkau kembali kebarisanmu lagi" serunya kepada pengawal baju putih.

Rupanya nengawal baju putih itu amat penurut sekali kepada pengacara. Dia segera kembali ke tempat barisannya.

"Apakah yang Auyong pangcu katakan bahwa kami bertindak se-wenang2 itu?" seru pengacara pula.

“Liau Liau taysu sudah terluka, mengapa pengawal baju putih itu hendak menyerang lagi ? Bukankah tujuan Thian- tong-kau hendak mencari anggota tapi mengapa melakukan pembunuhan ? Sekarang katakanlah, hendak bersekutu atau hendak membasmi kaum persilatan? Jika akan membasmi aku Auyong Kun, yang pertama akan melawan".

Pengacara itu mendecak mulut : "Ah.Auyong pangcu salah faham. Sama sekali Thian-tong-kau tak menginginkan pertumpahan, tak menginginkan permusuhan dan berniat membasmi kaum persilatan. Bahkan kebalikannya, Thian-tong- kau hendak mengajak seluruh kaum persilatan untuk bersatu padu menyelamatkan dunia persilatan",

Berhenti sejenak, pengacara itu melanjutkan :i "Bahwa Liau Liau taysu telah menderita luka itu, tak lain karena tindakannya sendiri yang tak memandang mata kepada peraturan Thian-tong kau. Sudah kuperingatkan namun dia masih tak menggubris diriku. Jika peraturan dibiarkan saja di injak2 orang, bagaimana Thian-tong-kau akan menegakkan kewibawaannya ?"

"Tetapi mengapa dia menyerang orang yang sudah terluka

?" desak Auyong Kun. Pengacara itu menghela napas, "Barisan pengawal baju putih dan merah dari Thian-tong-kau itu memang manusia2 yang luar biasa. Sekali bergerak, mereka terus akan bergerak kecuali mendapat perintah baru. Sebenarnya aku pun sudah hendak memerintahkan dia berhenti tapi Auyong pangcu keburu datang".

Ketua Tiang-pek-pay tertawa hambar. "Bagaimana dengan ketua Ou-tiap-pang dan kelima San-se Ngo-kiat itu ?"

"Ah. harap Auyong pangcu tak usah kuatir akan merawat luka mereka sampai sembuh".

Auyong Kun kerutkan alis. Beberapa saat kedengaran ia berkata pula : "Bagaimana juga, kuanggap pendirian Thian- tong-kau ini tetap rnenyangsikan".

"O," desuh pengacara, "dalam soal apa ? Apakah Auyong pangcu juga menghendaki seperti Mo pangcu dari Ou-tiap- pang tadi ?"

"Ya," sahut Auyong Kun "disamping juga menuntut supaya beberapa orang yang ditawan tadi dikeluarkan dan dipulangkan ketempat masing2. Hanya dengan tindakan itu. aku baru mau percaya pada Thian-tong-kau."

"Aha", seru pengacara, "tuntutan Auyong pangcu ternyata lebih banyak dan lebih berat untuk kami luluskan. Hak apakah Auyong pangcu mengajukan tuntutan semacam itu ?"

"Atas nama partai Tiang-pek-pay dan segenap kaum persilatan yang masih menjunjung keadilan dan kebenaran" seru ketua' Tiang-pek-pay.

"Cet, cet", pengacara men-decak2, "adakah Auyong pangcu msnganggip Tiang-pek-pay itu mampu mewwakili kaum persilatan seluruhnya ? Adakah Tiang-pek-pay itu jauh lebih berpengaruh dari ketujuh partai besar dalam dunia persilatan?" "Keadilan dan kebenaran, bukanlah milik sebuah partai persilatan ataupun beberapa tokoh persilatan tetapi milik mereka yang benar2 masih mempunyai jiwa ksatrya !"

"O, sungguh hebat engkau, Auyong pangcu!' seru pengacara memuji.”

Tiba2 wajah Auyong Kun mengerut gelap dan dengan suara keras ia berseru : "Atas dasar dan hak apakah Thian-tong-kau hendak mempersatukan dunia persilatan ?"

Serentak wajah pengacarapun mengerut serius. "Auyong pangcu menanyakan dasar dan hak partai Thian-tong-kau ?" serunya. "baik, dengarkanlah. Dasarnya yalah hendak menyelamatkan dunia persilatan dari bahaya latah yang tak pernah habis. Bahaya dari pertumpahan darah, bunuh membunuh. Agar dunia persilatan dan umat manusia dapat mengenyam ketenteraman dan hesejahteraan hidup. Apakah hak Thian tong-kau ? Thian-tong-kau cukup layak untuk mendapatkan hak itu karena dalam soal keagamaan. Thian- tong-kau mempunyai ajaran yang suci untuk mengarah kehidupan Thian-tong (Nirwana). Dalam perlengkapan ilmu kesaktian, Thian-tong-kau laksana sebuah telaga yang penuh dengan naga dan harimau. Tidakkah Auyo pangcu menyaksikan sendiri beberapa kepandai yang telah dipertunjukkan oleh beberapa murid dan pengawal Thian- tong-kau tadi ? Tidakkah Thia tong-kau berhak untuk mempersatukan dunia persilatan ?"

Auyong Kun tertawa. "Berbicara soal agama, negara kita kaya akan ilmu ajaran falsafah yang tinggi, kebatinan dan agama. Bukankah tiga aliran atau Sam-kau yang Hud-kau (Buddha), To-kau dan Khong-kau (Confucius) sudah cukup mencangkum aliran agama di negara ini ?" "Aha," pengacara berseru mencemoh. "adakah sudah digariskan oleh Thian bahwa di negara ini hanya diizinkan berkembang ketiga aliran itu ? Ah, tidak, Auyong pangcu. Orang bebas untuk memiliki suatu kepercayaan apapun, asal kepercayaan itu berdasar pada Ke-Tuhanan. Thian-tong-kau akan menyumbangkan ilmu ajarannya menuju ke arah ke- Tuhan-an, membimbing kesucian dan menciptakan ketenangan hidup".

'"Tetapi mengapa Thian-tong-kau mengadakan tindakan memaksa kepada orang untuk masuk menjadi anggautanya ? Engkau mengatakan bahwa orang bebas memilih kepercayaan masing2. tidakkah kata2mu itu hanya kosong belaka ?"

"Jangan lupa" sahut pengacara dengan tenang, "bahwa sejak tadi telah kutandaskan bahwa kami tak mengadakan paksaan apa2. Hanya telah tercantum dalam peraturan Thian- tong-kau, bahwa setiap orang yang menolak ajakan kami harus benar2 dapat membuktikan bahwa dia lebih unggul dalam segala apa dari Thian-tong-kau."

"Maksudmu harus dapat mengalahkan anak murid Thiau- tong-kau ?" Auyong Kun menegas.

"Khusus kepada kaum persilatan. Thian-tong kau memang mengadakan peraturan begitu, agar mereka dapat membuktikan bahwa Thian-tong-kau bukan sebuah pendirian yang boleh diremehkan. Peraturan itu berlaku untuk semua tetamu2 yang kami undang dalam pertemuan ini, tak terkecuali juga Auyong pangcu"

"Memang tegaknya diriku di panggung ini tak lain karena hendak mematuhi peraturan itu" jawab Auyang Kun. "O." seru pengacara, "jika demikian agar dapat menghemat waktu, sukalah Auyong pangcu bersiap untuk menghadapi salah seorang pengawal baju merah kami"

"Hai, pengawal baju merah disebelah depan majulah layani Auyong pangcu ini!" seru pengacara. Dan serentak seorang pengawal baju merah maju kehadapan Auyong Kun. Juga pengawal baju merah itu mengenakan cadar kain merah sehingga mukanya tak kelihatan.

Auyong Kun pasang kuda2. Dan pengawal baju merah itu tanpa berkata apa2, terus maju. Walaupun heran atas sikap orang itu, tetapi Auyong Kun menyadari bahwa orang itu tentu lihay, maka setelah menyalurkan tenaga-dalam ketangan, ia segera membuka serangan pertama dengan jurus Liat-biat- hoa-san atau dengan tenaga-penuh-menghantam-gunung- Hoasan. Pukulan tangan kanan diayunkan ke arah kepala orang itu.

Orang itu beringsut kesamping untuk menghindari tetapi secepat itu pula Auyong Kun sudi mengganti dengan jurus Thui-jong-ong-gwat atau mendorong-jendela-melihat- rembulan. Dengan kedua tangannya ia menghantam dada orang itu sekuat-kuatnya, bluk .

Pengawal baju merah itu hanya mengerang pelahan dan tersurut mundur setengah langkah tetapi secepat kilat ia terus menyambar kedua tangan Auyong Kun, ditarik lalu didorong lagi.

Apa yang terjadi benar2 menggemparkan sekalian tokoh2 yang berada dibawah panggung. Tubuh Auyong Kun ketua Tiang-pek-pay telah terlempar sampai beberapa belas langkah dan jatuh kebawah panggung. Untung seorang tokoh berdandan sebagai seorang sasterawan menyanggapi tubuh ketua Tiang-pek-pay itu. "Auyong pangcu, bagaimana engkau ?" tanya orang itu yang tak lain adalah Siau-bin-su-seng atau Sasterawan- berwajah tertawa Li Seng Pun.

Beberapa tokoh silat yang berada di dekat tempat itu segera menghampiri untuk memberi pertolongan. Tampak Auyong Kun pejamkan mata napasnya lemah, wajah pucat lesi.

Setelah memeriksa nadi pergelangan tangan Auyong Kun, seorang tetamu setengah tua dan dadanannya sebagai seorang saudagar, menghela napas . "Ah, Auyong pangcu telah menderita luka-dalam yang sangat parah".

Tokoh berdandan seperti saudagar itu segera merogoh kedalam saku bajunya dan mengeluarkan sebutir pil merah sebesar kacang, lalu disusupkan kemulut Auyong Kun.

"Pil Siok-beng-po-gi kim-tan ini tak dapat menyembuhkan luka Auyong pangcu yang begini parah tetapi mampu mempertahankan jiwanya sampai tujuh hari," kata orang itu.

"Jika begitu baiklah kita suruh anakbuahnya untuk membawa pulang," kata seorang lain.

"Jangan," jawab orang yang memberi pil. Dia adalah Thay goan It-kiam atau Pedang-tunggal dari Thay-goan, Leng Siang In. “Sepanjang jalan turun gunung ini, telah dijaga ketat oleh anakbuah Thian-tong-kau. Tanpa izin mereka, Auyong pan-cu tentu akan diserang. Lebih baik untuk sementara biar disini sampai pertemuan ini selesai."

"Saudara2, tulung rawatlah Auyong pangcu kata jago pedang dari Thay-goan itu lalu ayunkan tubuh loncat melayang keatas panggung. "Oh," pengacara mendesah, "adakah Thay goan It-kiam Leng Siang In tayhiap juga hendak mengemukakan pendapat

?"

'Pendapat sudah cukup banyak diutarakan tadi,"  sahut Leng Siang In, "dan hasilnya tak banyak, hanya jatuhnya beberapa korban saja."

"Lalu apa maksud Leng tayhiap naik ke panggung ? Apakah Leng tayhiap hendak meluluskan permintaan kami masuk menjadi anggauta Thian tong kau?"

"Terima kasih," sahut Leng Siang In, "memang ada keinginan itu dalam pikiranku, tetepi sayang…”

"Mengapa?" seru pengacara.

"Bahwa pedang yang mendampingi aku selama berpuluh tahun ini," ia menunjuk pada pedang yang tersanggul dibelakang punggung, "menuntut lain, ia meminta supaya diizinkan berkenalan dulu dengan pedang dari anakmurid Thian-tong-kau agar kelak dapat lebih erat hubungannya."

"Ah, ah," pengacara tertawa, "indah sekali Leng tayhiap menggunakan kata2 kiasan. Baiklah, jika menang begitu yang tayhiap kehendaki, kami-pun akan mengiringkan saja."

"Hai pengawal baju putih yang ketiga dari depan, layanilah Leng tayhiap," seru pengacara pula.

Seorang lelaki bertubuh kurus segera tampil kehadapan Leng Siang In. Dalam baju dan kain cadar putih, sukarlah untuk melihat bagaimana wajahnya dan berapa umurnya.

"Leng tayhiap hendak menggunakan pedang, harap engkau mengeluarkan pedang juga," seru pengacara. Pengawal baju putih itu tak berkata apa2, melainkan merogoh kedalam baju dan mengeluarkan sebatang pedang pendek.

"Silahkan saudara mulai" seru Leng Siang In seraya mencabut pedangnya. Sepercik sinar kemilau memancar ketika tertimpah cahaya obor yang menerangi sekeliling panggung itu. Warna sinar pedang itu kemerah-merahan, tangkainya berhias sutera merah.

Tampak mata pengawal baju putih itu berkilat sejenak ketika melihat pedang tetamunya. Namun ia tak mengucap apa2 dan terus memutar pedangnya. Gerak pembukaan itu menimbulkan lingkaran sinar pedang yang mengejutkan. Diam2 Leng Siang In terkejut juga menyaksikan gerak pedang orang yang sedemikian cepat dan dahsyat.

Serangan segera dibuka oleh pengawal baju putih itu dengan Gwat-kong-boan-thian, atau Sinar rembulan- memenuhi-langit. Sinar pedang berhamburan laksana hujan mencurah ke arah kepala Leng Siang In.

Walaupun dalam hati terkejut namun Leng Siang In dengan tenang segera memutar pedang untuk menghapus hujan sinar itu. Pedang dimainkan dalam ilmupedang Suan-hong-kiam atau angin-puyuh.

Bagaikan angin menderu-deru, lingkaran sinar pedang Leng Siang In itu telah mengurung lingkaran sinar pedang lawan, makin lama makin mengecil dan akhirnya lenyap.

Terdengar dua buah seruan tertahan dari pengawal baju putih dan Leng Siang In. Pengawal baju putih terkesiap karena melihat ilmu pedang dari jago Thay-goan itu. Leng Siang Inpun terkejut karena mengagumi ilmupedang lawan. Walaupun telah dikurung dan dijepit namun lawan dapat menyelamatkan pedangnya dari benturan. Sekali lawan berani meugadu pedang, tentulah ia dapat memapas kutung pedangnya.

Tampak pengawal baju putih pejamkan mata kemudian berdiri tegak, meluruskan pedang kemuka dada, ujungnya mengurus ke depan. Pandang matanya mencurah ke ujung pedang.

Gelar Thay-goan It-kiam atau pedang nomor satu dari Thay-goan, bukan diperoleh dengan mudah. Leng Siang In memang seorang tokoh ilmu pedang yang cemerlang. Ia faham beberapa ilmu-pedang dari beberapa partai persilatan. Dan dari berbagai ilmupedang itu ia berhasil menciptakan sendiri sebuah ilmu pedang yang diberi nama Hoan thian -to- hay-kiam atau ilmupedang membalik-langit-menjungkir-laut. Walaupun hanya terdiri dari dua jurus tetapi dua jurus itu dapat dipecah lagi menjadi berpuluh-puluh gerak perobahan yang luar biasa, dimana segala ilmu pedang dalam dunia persilatan telah tercangkum didalamnya.

Disamping itu diapun memiliki sebatang pedang Ang-liong- kiam atau pedang Naga-merah sebuah pedang pusaka yang diperolehnya dari seorang sakti. Pedang itu luar biasa tajamnya, dapat memapas logam seperti memapas tanah liat saja. Melihat pengawal baju putih itu mengambil sikap begitu rupa, diam2 Leng Siang In terkejut. Sebagai seorang tokoh ilmu pedang, cepat ia dapat mengetahui bahwa lawan sedang bersiap mengeluarkan ilmupedang yang sakti. Ujung pedang menjurus lurus ke muka dan seluruh perhatian dicurahkan pada ujung pedang itu merupakan gerak ilmu pedang yang tinggi. Seluruh tenaga-dalam telah dipancarkan ke batang pedang. Jelasnya, lawan telah menumpahkan seluruh perhatian dan tenaga-dalam ke ujung pedang. Diam2 Leng Siang Inpun bersiap. Ia juga kerahkan tenaga- dalam ke lengan. Setelah itu ia mulai membuka serangan. Ia tahu bahwa musuh akan menunggu serangannya dan serentak terus akan melancarkan suatu serangan dahsyat. Oleh karena itu Leng Siang In pun membuka serangannya dengan jurus sederhana. Ia hendak menunggu juga apa yang akan dimainkan.

Selekas Leng Siang In ayunkan pedang, tafnpa menunggu tibanya serangan, pengawal bajuputih itu segera hamburkan pedangnya dalam kecepatan yang tak pernah diduga lawan. Leng Siang In terkejut, cepat ia taburkan pedangnya untuk menghalau, tetapi terlambat.

Dalam pertarungan pedang maupun pukulan tangan kosong yang dilakukan jago2 golongan ko-jiu, sedikit lubang dari kelambatan lawan cukup sudah untuk merobah posisi pertarungan.

Demikian dengan Leng Siang In. Ia membuka serangan dengan jurus sederhana tetapi lawan telah menyerangnya dengan dahysat. Leng Siang In tak sempat lagi untuk memperkokoh pertahanannya. Saat itu dia dikurung oleh lingkaran sinar pedang lawan yang menyelubungi kaki sampai ke kepalanya. Masih untung dia mempunyai senjata pusaka seperti Ang-liong-kiam sehingga lawan tak berani beradu. Tetapi sekalipun begitu, ia tak dapat melepaskan diri dari kurungan sinar pedang yang setiap saat akan bersarang ke tubuhnya. Dan yang lebih hebat, serangan pedang pengawal baju putih itu selalu mengarah pada jalandarah berbahaya di tubuh Leng Siang In.

Leng Siang In benar2 sibuk sekali sehingga tubuhnya mandi keringat, la tak sempat lagi mengembangkan ilmupedang Hoan-thian-to-hay-kiam, yang paling diandalkan karena ia berada di fihak yang diserang habis-habisan, la hanya dapat bertahan untuk menyelamatkan jiwanya.

Tersengsamlah sekalian tokoh2 silat yang menyaksikan dibawah panggung. Mereka mengagumi ilmupedang Thay- goan It-kiam yang begitu hebat tetapi lebih mengagumi juga pada ilmu pedang pengawal baju putih yang dahsyat.

Pertarungan berjalan makin lama makin seru. Leng Siang In lebih banyak bertahan daripada menyerang. Walaupun sampai berpuluh-puluh jurus belum juga ia menderita kekalahan, tetapipun ia tak mampu meloloskan diri dari lingkaran pedang lawan. Tampak wajah jago dari Thay-goan mulai merah dan keringat seperti banjir.

"Omitohud ! Kiranya dia…..,” tiba2 Hong Hong tojin berseru tertahan dan terus ayunkan tubuh melayang ke atas panggung.

Pengemis-sakti Hoa Sin, Ceng Sian suthay dan Pang To Tik terkejut......

O^^odwo^^O
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar