Pendekar Bloon Jilid 28 Tabib blo'on

Jilid 28 Tabib blo'on

Setelah termangu sesaat, Thiat Bok tojinpun segera menyadari siapa yang dimaksud sebagai prajurit Gi-lim-kun palsu itu, tentulah pemuda Blo’on yang berada dalam ruang kuil itu.

Ia heran mengapa pemuda itu seorang prajurit Gi-lim-kun palsu. Bukankah tadi dia mengatakan kalau diutus oleh Gui thaykam?

"Wisu* kata kepala kuil Kuning itu" pinto percaya bahwa sicu sekalian sebagai prajurit Gi-lim-kun tahu akan peraturan dalam keraton.”

"Uh, mengenai soal apa ?" tanya kepala kelompok Gi lim kun itu.

"Bahwa Kuil Kuning ini merupakan tempat suci penyimpan kitab2 pusaka jaman dahulu. Oleh karena itu, baginda telah mengeluarkan firman tak boleh setiap orang datang kemari tanpa membawa surat jalan dan baginda."

"Tetapi kami diperintah oleh Gui thaykam !”, seru prajurit Gi-lim kun itu.

"Mana surat perintahnya?" tanya Thiat Bok tojin. Kembali prajurit Gi-Hm-kun itu termangu2.

"Kami hanya mendapat perintah dari Hong ciangkun bahwa atas perintah Gui thaykam, kami disuruh menangkap seorang prajurit Gi-lim-kun palsu yang menuju ke Kuil Kuning," katanya sesaat kemudian.

"Disini tak ada prajurit Gi-lim-kun palsu,"! jawab kepala Kuil Kuning itu. Prajurit Gi lim kun kerutkan kening, bersangsi.

"Ah, tak mungkin Gui thaykam keliru memberi perintah" katanya.

"Apa kata Gui thaykam ?" tanya Thiat Bok

"Gui thaykam mengatakan bahwa dialah yang menyuruh prajurit palsu itu ke Kuil Kuning untuk mengambil kitab pusaka".

Tiba2 Thiat Bok tojin tertawa:

"Aneh. aneh," serunya, "jika Gui thaykam sendiri yang menyuruh, mengapa sekarang dia hendak menangkapnya ?"

"Karena tahu bahwa prajurit itu palsu !"

"Kalau tahu prajurit itu palsu, mengapa masih diperintah mengambil kitab pusaka ke Kuil Kuning ?" Thiat Bok tojin balas bertanya.

“Akh, prajurit itu mendesuh, "sebelumnya tentulah Gui thaykam tak tahu kalau prajurit itu palsu."

"Itu urusan Gui thaykam," Thiat Bok tojin mengangkat bahu.

Prajurit Gi-lim-kun itu heran. Mengapa kepala Kuil Kuning sedemikian getas sikapnya. Pada hal yang memerintahkan kelompok Gi-lim-kun mencari ke Kuil Kuning itu adalah Hong ciangkun yang menerima perintah dari Gui thaykam.

"Thiat totiang" kata kepala kelompok prajurit Gi-lim-kun itu pula. Rupanya ia paksakan diri untuk berlaku sabar, "kami hanya diperintah oleh Gui thaykam dan Hong ciangkun. Sudah tentu perintah itu harus kami laksanakan sebaik-baiknya. Jika totiang tak keberatan kami mohon izin untuk memeriksa kedalam kuil." Thiat Bok tojin tertawa dingin.

"Itu sama saja engkau hendak menghina aku". "Tidak totiang."

"Sudah kukatakan prajurit palsu itu tak berada di kuil Kuning ini, untuk apa engkau masih hendak menggeledah kuil

? Apakah itu bukan berarti tak percaya kepada omonganku ?"

"Tetapi jika totiang berkata dengan sejujurnya, apakah keberatan totiang untuk mengizinkan kami memeriksa ke dalam kuil ?" prajurit itu mengembalikan pertanyaan.

Thiat Bok tojin kerutkan alis.

"Sudah kukatakan bahwa Kuil Kuning itu langsung di bawah penilikan baginda. Setiap orang yang hendak masuk ke kuil ini harus membawa surat dari baginda. Tetapi engkau tak memenuhi syarat itu terpaksa kutolak. Lalu engkau hendak mohon memeriksa kuil. Eh, aturan macam apakah ini ?”

"Tugas yang mewajibkan begitu" balas prajurit Gi-lim-kun "jika totiang menolak, maaf, terpaksa kamipun hendak melanjutkan pemeriksaan”.

"Baik, cobalah kalau kalian mampu"

Setiap anggota prajurit Gi lim-kun tentu terpilih dari jago2 silat yang memiliki kepandaian tinggi. Demikian juga dengan kepala kelompok Gi-lim-kun itu. Dia bernama Ui Pok bergelar Tombak angin. Dahulu seorang penyamun yang termasyhur dari daerah Kwan-gwa atau perbatasan.

"Baik, totiang aku terpaksa akan berlaku kurang hormat" kata Ui Pok seraya melangkah maju. Tombak tetap dipegang dalam tangan kanan. "Berhenti" tiba2 Thiat Bok tojin songsongkan tangan kanannya kemuka.

Ui Pok terkejut ketika rasakan tubuhnya dilanda oleh segulung angin tenaga yang kuat hingga ia berhenti.

Untunglah sebelumnya ia sudah kerahkan tenaga-dalam untuk melindungi tubuhnya. Namun tak urung gemetarlah badannya, ketika terlanda gerakan tangan kepala Kuil Kuning itu.

"Maaf totiang," tiba2 Ui Pok mengangkat tombak lalu dengan gerak secepat kilat menusuk tangan tojin itu.

Dan ketika Thiat Bok tojin menarik pulang tangannya, Ui Pokpun sudan menyusuli pula dengan tutukan ke kaki orang tua Itu.

Betapapun ia tak mau melakukan serangan maut. Maksudnya cukup untuk melukai sedikit anggauta tubuh tojin itu.

Tetapi diluar dugaan tusukan tombak Ui Pok itu hanya mengenai lantai dan sebelum ia sempat menarik pulang tombak, tiba2 Thiat Bok tojin meluncur turun, menginjak ujung tombak itu.

Krak .....

Putuslah ujung tombak Ui Pok. Seketika kepala kelompok prajurit Gi-lim-kun itu pucat wajahnya. Sudah berpuluh tahun ia mengangkat nama dengan tombak sakti itu tetapi kini  dalam sekall dua kali gebrak saja, tombak itu sudah dipatahkan oleh Thiat Bok tojin.

"Serang " serentak ia berteriak memberi perintah kepada anakbuahnya. Bagaikan tawon keluar dari sarangnya, beberapa prajuril Gi lim-kun segera berhamburan menyerang Thiat Bok tojin. Tapi kepala Kuil Kuning itu tak gentar. la menghadapi mereka dengan tenang.

Namun sesungguhnya Thiat Bok tojin mempunyai pertimbangan tersendiri. Pertama, ia memang merasa telah mempersulit tugas kelompok Gi-lim-kun. Ia mengatakan prajurit palsu itu tak berada dalam kuil, pada hal ada. Tetapi ia tak mau menyerahkan pemuda itu karena percaya bahwa pemuda itu adalah puteranya yang hilang dahulu.

Maka Thiat Bok tojin mengambil pertimbangan, tetap melindungi Bloon tetapipun tidak mau melukai para prajurit Gi

-lim-kun itu. Dengan demikian walaupun ia sebenarnya dapat mengalahkan tetapi terpaksa ia tak mau melancarkan serangan sungguh2.

Setelah beberapa waktu pertempuran itu tak memberi hasil suatu apa, tiba2 Thiat Bok tojin berseru :

"Berhenti "

Rupanya prajurit2 Gi-lim-kun itu masih mengindahkan juga kepada kepala Kuil Kuning. Apalagi dalam pertempuran itu, mereka menyadari bahwa Thiat Bok itu memang seorang imam yang berilmu tinggi. Serempak mereka hentikan serangannya.

"Aku hendak bertanya" seru Thiat Bok. "Silahkan totiang"

"Mengapa prajurit palsu itu hendak ditangkap?" seru Thiat Bok tojin.

"Menurut keterangan Hong ciangkun, prajurit palsu itu telah mencekik Gui thay , ... "

"Hai !" Thiat Bok tojin menukas kaget, "ia berani mencekik Gui thaykam ? Apakah Gui thaykam mati ?" "Tidak." sahut kepala dari kelompok Gi-lim-kun itu. "hanya pingsan lalu diikatlah tubuh Gui thaykam dengan tali".

"Mengapa dia melakukan hal itu ?" seru ke pala Kuil Kuning sambil kerutkan dahi.

“Entahlah, totiang." sahut prajurit itu.

"Goblok !" tiba2 terdengar sebuah seruan yang memaki prajurit itu.

Thiat Bok tojin dan sekalian prajurit Gi lim kun tersentak kaget dan serempak berpaling kebelakang.

"Wahai ! Dari pintu Kuil Kuning muncul keluar seorang prajurit Gi lim kun yang gundul. Pakaiannya seperti Gi Iim kun tetapi tak mengenakan topi. Sedang kepalanyapun gundul, memelihara sebatang kuncir di atas kepala samping kanan.

"Engkau ... !" teriak Thiat Bok tojin seperti disambar petir kejutnya.

"Hai itu dia yang kita cari !" teriak kepala prajurit Gi lim kun seraya lari menghampiri.

"Hai.... mengapa totiang ?" tiba2 Ui Pok kepala kelompok Gi-lim-kun itu memekik kaget ketika Thiat Bok tojin menghadang jalannya.

"Selama dia masih berada dalam kuil, aku tak mangizinkan engkau menangkapnya. Kecuali engkau membawa surat firman dari baginda" kata Thiat Bok tojin dengan wajah sarat.

Ui Pok meeyeringai. "Hm, rupanya tojin memang hendak melindungi orang itu.”

"Siapa bilang ?" tiba2 prajurit Gi-lim-kun yang aneh atau bukan lain Blo'on itu berseru seraya melangkah menghampiri ke tempat mereka, "mau apa kalian ?" Thiat Bok tojin makin kelabakan. Dia telah berusaha setengah mati untuk melindung tetapi anak itu malah nongol dan cari gara2.

"Kami diperintankan Hong ciangkun untuk menangkapmu." seru Ui Pok.

"Mengapa ?” tanya Blo’on.

"Karena engkau telah menganiaya Gui thay kam !" "Menganiaya ?" Blo'on menegas, "engkau memang prajurit

gila. Justeru aku malah membantu baginda untuk menangkap

seorang hianat, mengapa malah hendak ditangkap ?"

Ui Pot terkejut : "Panghianat ? Siapa yang engkau sebut penghianat itu ?"

"Gui tkaykam !” seru Blo'on.

Ui Pok terkejut sampai menyurut mundur setengah langkah.

Demikian pula Thiat Bok tojin. Dia terlongong-longong.

"Jangan banyak mulut !" sesaat kemudian prajurit Gi-lim kun itu membentak keras dan terus maju.

"Jangan !" kembali Thiat Bok tojin lintangkan tangannya mencegah.

Ui Pak kerutkan dahi : Ei, mengapa totiang masih menghalangi pekerjaanku ? Adakah totiang tak takut akan terlibat dalam perkara ini?

“Terlibat bagaimana ?”

"Totiang mengatakan kalau tak ada seorang prajurit palsu yang datang ke kuil iini. Tetapi ternyata memang ada. Itupun masih ditambah pula totiang hendak menghalangi tugas yang kami terima dari Gui thaykam untuk menangkap dia !” "Telah kukatakan", sahut Thiat Bok tojin, bahwa Kuil Kuning ini langsung dibawah perintah baginda. Tak peduli siapapun juga, jika tak membawa surat firman dari baginda, tak dibenarkan masuk ke kuil."

"Hmm, terlalu keras kepala benar totiang ini", dengus Ui Pok. Namun ia tak berani bertindak sembarangan karena tahu bahwa imam kepala Kuil Kuning itu sakti sekali.

Tiba2 ia menghampiri anakbuahnya dan memberi perintah dangan bisik2. Merekapun segera berpencar diri untuk mengepung kuil itu.

"Baiklah totiang," kata Ui Pok kepada kepala Kuil Kuning, silahkan totiang masuk".

"Hm, kalian hendak mengepung Kuil Kuning ini? Apa maksudmu ?" tanya Thiat Bok tojin.

"Totiang, kita adalah sama2 mengabdi kepada kerajaan. Wajiblah kalau kita saling menghormati hak dan kewajiban masing2", kata Ui Pok, "totiang berkeras meminta surat perintah dari baginda, baiklah, karena Hong ciangkun memang tak memberi, kamipun tak dapat mengunjukkan surat perintah itu. Oleh karena itu kamipun menghormati kewajiban totiang dan takkan masuk kedalam kuil."

"Tetapi mengapa kalian mengepung kuil ini?” tanya Thiat Bok tojin pula.

"Kami akan menunggu di luar kuil. Apabila prajurit palsu itu keluar dari kuil. maka akan kami tangkap. Dan hal itu sudah bukan menjadi hak kekuasaan totiang lagi untuk melarang," kata Ui Pok. Thiat Bok tojin kerutkan dahi. Apa yang dikatakan prajurit Gi-lim-kun itu memang tepat. Tetapi bagaimanapun halnya, ia tetap akan melindungi 'puteranya’ itu.

Sebelum Thiat Bok tojin sempat mengambil keputusan, tiba2 Blo’on melangkah keluar di pintu kuil dan berseru :

"Inilah, aku sudah berada di luar kuil, kalau mau menangkap, silahkan saja,” ia berseru.

Kembali Thiat Bok tojin terkejut, serunya: “Ang Bok ... !" Kepala kelompok prajurit itu terkesiap. Cepat ia bertanya :

“Totiang, siapakah yang totiang maksudkan Ang Bok itu ?"

Sebelum Thiat Bok menyabut, Blo'on sudah melengking : "Aku bukan Ang Bok !"

Ui Pok kepala kelompok Gi lim-kun itu bingung. Dipandangnya Thiat Bok tojin dengan heran. Juga kepala Kuil Kuning itupun tertegun. Ia tak tahu bagaimana harus mcncairkan keadaan saat itu.

Ui Pok segera menghampiri kemuka Thian Bok tojin dan berkata dengan berbisik :

“Totiang siapakah yang totiang sebut dengan nama Ang Bok itu ?"

Thiat Bok tojin menghela napas. "Apakah prajurit itu ?" Ui Pok mendesak.

Thiat Bok tojin mengangguk. "O, dia mungkin mempunyai hubungan dengan totiang ?" tanya pula Ui Pok,

Kembali Thiat Bok tojin mengangguk. "O." Ui Pok tertegun, "tetapi perintah Gui thaykam terpaksa harus kulaksanakan. Dalam hal ini kurasa totiang tak perlu kuatir. Mengingat dia masih mempunyai hubungan sama totiang tentulah Gui thaykam takkan menarik panjang urusan ini.

Thiat Bok tojin merenung.

"Hai, mengapa kailan kasak kusuk seperti orang perempuan

?" seru Blo’on.

Thiat Bok tojin dan Ui Pok terbeliak,

"Aku sedang berunding dengan Thiat Bok tojin untuk meringankan kesalahanmu,” seru Ui Pok.

"Buat apa ?* seru Blo'on sambil mengangkat kepalanya keatas. "kalau mau tangkap silahkan tangkap. Tetapi dengan begitu sudah jelas kalian ini komplotan dari Gui thaykam yang berhianat itu."

"Sicu." bisik Thiat Bok tojin kepada Ui Pok "Jangan engkau masukkan dalam hati bicara anak Itu. Dia memang agak aneh seperti orang yang kurang waras pikirannya."

Ui Pok mengangguk.

"Engkau setuju ? Bagus ... eh, engkau setuju bagaimana? Hendak menangkap aku atau membantu aku menangkap Gui thaykam ?" Blo'on lanjutkan ocehannya.

"Sicu," kata Thiat Bok tojin pula, "apabila engkau mau membantu aku, kuminta engkau membawanya menghadap kepada baginda. Apabila baginda mengetahui bahwa dia puteraku, tentulah baginda akan memberi ampun."

Ui Pok mengiakan dengan mengangguk-anggukkan kepala. "Hal, mengapa engkau hanya mengangguk-angguk kepala

saja  ?  Apakah  engkau  tak  dapat  bicara?”  Blo'on  berteriak

makin keras. Bahkan ia menghampiri ke dekat kepala prajurit Gi-lim-kun itu. "Ang Bok" seru Thiat Bok tojin, "jangan engkau bersikap keras terhadap si-wi sicu ini. Dia hendak mengantarkan engkau menghadap baginda. Baginda tentu berkenan  memberi ampun kepadamu".

"Aneh ?" gumam Bloon, "mengapa baginda memberi ampun kepadaku ?"

"Eh, engkau ..." tiba2 Thiat Bok tojin teringat bahwa 'puteranya’ itu memang agak ling-lung maka ia segera alihkan nadanya, "ya, dengan memandang mukaku, mudah-mudahan baginda suka mengampuni segala kesalahanmu."

"Ha, ha, ha ... " tiba2 Blo'on tertawa gelak2 sehingga Thiat Bok tojin, Ui Pok dan prajurit2 itu melongo.

"Mengapa engkau tertawa ?" tegur Thiat Bok tojin. Sedang Ui Pokpun diam2 geli karena makin jelas kesannya bahwa Blo'on itu memang agak sinting.

"Bagaimana baginda dapat memandang mukamu kalau engkau berada disini ? Dan mengapa setelah memandang mukamu, baginda lalu memberi ampun kepadaku ?"

Thiat Bok tojin terlongong kemudian geleng2 kepala, serunya:

"Memandang mukaku bukan berarti melihat wajahku tetapi maksudnya mengingat aku ini hamba raja yang ditugaskan menjaga Kuil Kuning, tentulah baginda mau melimpahkan ampun kepadamu."

"Aneh !" Blo'on berseru pula.

"Aneh ? Apakah engkau kira baginda tak mau mengingat jasaku selama menjaga Kuil Kuning ini?" seru Thiat Bok tojin.

"Bukan," sahut Blo'on, "soal itu aku tak tahu". "Lalu apa yang aneh ?"

"Mengapa baginda harus memberi ampun kepadaku ?

Apakah salahku ?"

"Engkau telah mempersakiti Gui thaykam”

"Karena dia seorang penghianat!" serentak Blo'on menjawab.

"Ah, Ang Bok", Thiat Bok tojin menghela napas, "janganlah engkau bicara yang tak keruan. Ketahuilah, Gui thaykam itu seorang thaykam yang paling berpengaruh dalam istana.”

"Aku tak takut kepadanya. Jelas ia hendak bersekongkol hendak mengangkuti harta kekayaan keraton dengan Cian bin long- kun, mengapa aku dianggap salah kalau menangkapnya".

Thiat Bok tojin dan Ui Pok terbelalak mendengar kata2 pemuda itu.

"Bagaimana engkau tahu kalau Gui thaykam bersekongkol dengan Cian-bin long kun?"

"Sudah tentu tahu" sahut Blo'on. "dia sendiri bilang kepadaku tentang rencananya untuk mengangkuti harta kekayaan kerajaan. Itulah sebabnya dia kubekuk dan kuikat".

"Lalu apa maksudmu berbuat begitu ?” tanya Thiat Bok tojin.

"Akan kubawa kepada baginda supaya diadili.”

Thiat Bok tojin dan Ui Pok terkejut. Tetapi Thiat Bok tojin segera gunakan ilmu Menyusup suara berkata kepada kepala prajurit itu :

"Sicu, harap jangan dengarkan omongannya Dan lekas ajaklah dia menghadap baginda". Ui Pok memang mempunyai kesan begitu juga. Bagaimana mungkin Gui thaykam mau membicarakan soal begitu kepada prajurit palsu itu. Dia hendak melaksanakan permintaan Thiat Bok tojin tetapi pada lain kilas ia teringat akan tugas. Bahwa dia diperintahkan Hong ciangkun untuk menangkap dan membawa prajurit palsu itu kehadapannya. Bukan ke hadapan raja. Kalau langsung membawanya ke hadapan baginda, apakah Hong ciangkun tak marah. Bukankah yang berhak membawa ke dalam keraton itu Hong ciangkun?

"Thiat Bok tojin," katanya dengan suara berbisik, "baiklah kubawa puteramu itu kepada Hong ciangkun dulu, nanti akan kusampaikan permintaanmu kepada ciangkun agar puteramu dapat dihadapkan baginda."

Thiat Bok tojin merenung. Ia kuatlr anak muda yang dikiranya Ang Bok, akan ngoceh tak keruan sehingga membikin marah Hong ciangkun dan akhirnya tak dibawa ke hadapan baginda.

"Baiklah sicu" sesaat kemudian ia berkata, "tetapi engkau harus memberi jaminan kepadaku. Apabila Hong ciangkun tak mau membawanya ke hadapan baginda, janganlah Hong ciangkun menyiksa anak itu. Tetapi harap tunggu sampai ada keputusan dari baginda. Maukah engkau memberi janji kepadaku ?"

Ui Pok menimang, kalau terus menerus berdebat dengan imam kepala Kuil Kuning, tentu takkan habis-habisnya. Lebih baik ia segera membawa Blo'on kepada Hong ciangkun. Terserah bagai mana jendral bhayangkara itu akan bertindak.

"Baik, totiang. Aku berjanji akan melaksanakan perintah totiang," kata Ui Pok, "akan kuhaturkan keterangan kepada Hong ciangkun, apa hubungan anak itu dengan totiang. Kurasa Hong ciangkun pasti akan meluluskan permintaan totiang."

Demikian satelah tercapai sepakat maka Ui Pok lalu membujuk Blo'on supaya ikut masuk kedalam keraton untuk menghadap baginda.

Blo'on menurut.

Karena tak tahu, Blo’on telah dibawa kehadapan Hong ciangkun di markas pasukan Gi-lim-kun.

"Inikah orang yang berani menyaru sebagai prajurit palsu dan menganiaya Gui thaykam ?" tegur Hong ciangkun.

Satelah mendapat jawaban dari Ui Pok maka Hong ciangkun lalu membentak: Hai bangsat, besar sekali nyalimu berani menyaru sebagai prajurit Gi-lim-kun dan menganiaya Gui thaykam !"

"Lho, mengapa engkau memaki aku baginda ?' seru Blo’on.

Mendengar dirinya disebut baginda, Hong ciangkun tercengang.

"Apakah aku bersalah ? Kalau salah, cobalah baginda tunjukkan kesalahanku," kata Blo'on

"Baginda ?" gumam Hong ciangkun, "apa engkau gila ?" "Eh, bukankah engkau ini baginda ?" balas Blo'on.

"Gila !" teriak Hong ciangkun, "siapa bilang aku baginda ?" "Dia," Blo-on menuding Ui Pok yang mem bawanya tadi.

Merah muka Hong ciangkun. Sebagai seorang Kepala pasukan Gi-lim-kun, Hong ciangkun itu tinggi kedudukannja. Kekuasaannya sama dengan menteri. Bahwa dirinya dipanggil baginda timbullah kesan bahwa dirinya hendak dipermainkan oleh prajurit palsu atau mungkin Ui Pok.

“Ui Pok,. kemari !" teriaknya dengan wajah merah padam.

Kepala kelompok Gi lim kun itu segera tampil ke muka.

"Engkau hendak mengolok-olok diriku, bukan?" hardik Hong ciangkun.

"Tidak, ciangkun " Ui Pok terbata-bata memberi  keterangan, "sama sakali, hamba tak berani memperolok ciangkun".

"Mengapa dia menyebut aku baginda kalau bukan engkau yang memberitahu?"

"Hamba ..."

"Jangan bohong !" tiba- Blo'on Ikut membentak, "engkau mengatakan kepadaku supaya menghadap baginda raja. Ei, apakah engkau bukan raja ? Mengapa engkau marah2 ?" Blo'on malah tanya kepada Hong ciangkun.

"Tutup mulutmu, bangsat !" karena marah jenderal Gi lim kun itu memaki.

"Siapa yang bangsat ?" Blo'on balas menghardik, "apakah begitu tingkah seorang raja ? Apakah raja itu suka memaki- maki orang ?*

"Prajurit " teriak Hong ciangkun, "tangkap penjahat itu dan hukum limapuluh rangketan!”.

Empat orang prajurit segera maju hendak meringkus Blo’on tetapi begitu mencekal tangan anak itu tetapi tiba2 Blo'on meronta.. Keempat prajurit itu mencelat sampai beberapa langkah. Hong ciangkun terkejut. Sebelum ia sempat memberi perintah, Ui Pok pun sudah loncat menerkam Blo'on. ?

“Ua ... " kepala kelompok Gi-lim-kun itu mengerang dan tubuhnya terhuyung huyung kebelakang seperti didorong tenaga kuat. Huaak ... ia muntah darah.

Untuk menebus kesalahannya, Ui Pok memang telah menggunakan seluruh tenaganya untuk menerkam Blo'on, Maksudnya sekail terkam ia dapat menguasai anak itu.

Tetapi diluar dugaan, tenaga sakti Ji-ih cia-kang dalam tubuh Bloon pun memancar. Makin besar Ui Pok menggunakan tenaga, makin besar pula tenaga-membal dari Ji ih- cin- kang itu membuatnya terpental dan muntah darah.

Hong ciangkun makin terkejut. Tetapi ketika memandang Blo'on ternyata pemuda itu hanya terlongong-longong seperti orang terkejut. Sedikitpun tak mengunjukkan suatu tanda bahwa dia habis menumpahkan kemarahan.

Tetapi sebagai seorang pimpinan pasukan Gi-lim-kun sudah tentu ia tak mau kehilangan gengsi dimata anakbuahnya.

"Tangkap !" teriaknya.

Berpuluh-puluh prajurit Gi-lim-kun serempak berhamburan menyerbu.

Blo'on memang marah. Dia berhasil merubuhkan belasan prajurit tetapi akhirnya ia dapat juga diringkus dengan tali rantai.

"Rangket limapuluh kali !" perintah Hong ciangkun.

Seorang prajurit tinggi besar segera maju dengan membawa tongkat rotan sebesar lengan orang.

Tar .... Prajurit itu terkejut ketika ujung rotan seperti membentur gumpalan karet sehingga mental.

Tar ...

Untuk yang kedua kalinya ia mencekal tongkat rotan dengan kedua tangannya agar jangan sampai tergetar hampir jatuh seperti tadi. Tetapi akibatnyapun sama. Ujung tongkat mental lagi sehingga tubuhnya terbawa berkisar ke samping.

Tar ....

"Uh . - , " prajurit itu menjerit tertahan ketika ujung tongkat putus. Ia terlongong-longong heran. Belum pernah sepanjang pengalamannya sebagai algojo tukang merangket orang, alat pemukulnya sampai putus seperti saat itu.

Ia gelagapan ketika seorang prajurit mengantarkan sebatang tongkat rotan yang baru kepadanya. Segera ia menyambarnya.

Tar . , . walaupun tangannya tergetar karena hajarannya itu membentur sekeping karet tebal tetapi prajurit itu tak mau berhenti. Ia terus menghajar. Tetapi empat lima kali hajaran, kembali ujung rotan putus lagi.

Belum mencapai sepuluh rangketan, dua batang tongkat rotan sudah patah. Seorang prajurit kembali memberinya tongkat rotan baru. Tetapi akibatnya juga begitu.

Ketika mencapai hajaran yang ketiga puluh kali, tujuh batang tongkat telah putus. Dan pada waktu pukulan yang keempatpuluh, sepuluh batang tongkat rotan telah habis. Dan habislah persediaan tongkat rotan itu Gi-lim-kun hanya menyediakan sepuluh batang tongkat rotan untuk alat menghajar orang yang bersalah. Rotan itu khusus didatangkan dari daerah Biau (Tibet) yang terkenal dengan hasil rotan yang panjang, besar dan kuat.

Memang selama ini, belum pernah satupun tongkat rotan itu putus. Biasanya tulang orang yang dihajar itu yang putus. Peristiwa seperti kali ini benar2 belum pernah terjadi.

Hong ciangkun dan segenap pasukan Gi-lim kun terlongong-longong heran.

"Hai, raja jahat, hayo selesaikan hukumanku. Bukankah baru sampai empat puluh kali ? Mengapa dihentikan ?" teriak Blo'on.

Merah wajah Hong ciangkun.Tiba2 seorang prajurit yang ikut dalam kelompok yang dipimpin Ui Pok ke Kuil Kuning tadi, maju ke hadapan Hong ciangkun.

"Ciangkun, pemuda itu sebenarnya putera dari Thiat Bok tojin kepala Kuil Kuning, "katanya seraya memberi hormat.

"Oh," Hong ciangkun terbeliak, "mengapa sejak tadi Ui Pok tak memberi laporan ?"

Diam2 pemimpin Gi lim kun itu menimang bahwa pemuda itu tentu memiliki ilmu kepandaian yang sakti karena Thiat Bok tojin itu juga seorang yang sakti. Diam2 pula ia tak enak terhadap Thiat Bok tojin karena telah memerintahkan merangket puteranya.

"Lepaskan" seru Hong ciangkun.

Beberapa prajurit segera menghampiri Blo'on untuk membuka rantai yang melilit tubuhnya.

"Enyah !' sesaat tangannya bebas, Blo'on menghardik seraya menampar prajurit itu. Prajurit mencelat, menjerit keras dan rubuh di lantai. Hong ciangkun terkejut. Lebih terperanjat lagi ketika ia melihat Bio'on memasang lagi rantai pada tangannya.

"Hai, hukumanmu kupotong dan engkau bebas", seru Hong ciangkun.

"Tidak mau !" teriak Blo'on, "engkau seorang raja yang ingkar janji ! Raja hina !"

"Ingkar janji “ Hina ? Mengapa ? Hong ciangkun melongo. "Engkau  sudah  memberi  perintah  untuk  merangket  aku

sampai  limapuluh  kali,  mengapa  sekarang  baru empatpuluh

kali saja sudah berhenti ? Mengapa engkau hendak membebaskan aku ? Bukankah engkau ingkar janji?"

Merah padam muka Hong ciangkun. Dia hendak memberi keringanan, bukan saja ditolak, bahkan malah anak itu marah2 kepadanya. Masakan di dunia terdapat seorang manusia yang segila itu. Biasanya kalau diberi hukuman rangket, orang tentu minta ampun dan mohon keringanan. Tetapi Blo’on malah minta dipenuhi hukumannya.

"Aku mengingat ayahmu maka dapatlah kubebaskan engkau dari sisa hukumanmu."

"Eh!, engkau tahu ayahku ? Siapakah dia?* seru Bloon pula. "Thiat Bok tojin." karena didesak terpaksa Hong cangkun

memberi tahu juga.

"Gila engkau !’ teriak Blo'on, "imam dari kuil itu bukan ayahku"

Hong ciangkun kerutkan alis dan memandang kepada prajurit yang memberi keterangan tadi. "Tayjin”, tersipu-sipu prajurit itu memberi hormat,  "memang dalam pembicaraan dengan Thiat Bok tojin tadi, kini telah diberi keterangan bahwa anak itu memang agak sinting."

Hong ciangkun tertegun. Tetapi diam2 ia memang sempat memperhatikan tingkah dan kata2 Blo'on dan mendapat kesimpulan bahwa anak itu memang aneh. Lain dari orang normal pikirannya. Tiba2 ia mendapat akal, katanya : "Baiklah, karena persediaan rotan sudah habis, maka sisanya yang sepuluh gebukan itu akan dilanjutkan besok pagi".

"Tidak bisa !" teriak Bloon, "hukuman tak boleh ditunda- tunda. Aturan macam apa itu? Kalau rotan habis, boleh pakai benda yang lain."

Mengkal sekali hati Hong ciangkun karena anak itu tetap berkeras menantang. Tetapi diam2 pun ia geli. Baru pertama kali itu ia berhadapan dengan seorang yang aneh.

"Pendek kata, kalau hukuman itu tak dipenuhi, aku yang akan balas menghukummu !" teriak Blo'on pula.

Hong ciangkun geleng2 kepala karena kewalahan. Akhirnya ia mendapat akal. Untuk memenuhi permintaan Blo'on dan agar jangan sampai meretakkan hubungannya dengan Thiat Bok tojin, maka ia berseiu :

"Baiklah, kalau engkau berkeras menghendaki begitu, akan kusuruh orangku untuk memukulimu dengan tinju sampai sepuluh kali lagi.”

Kemudian kepala pasukan Gi-lim-kun segera memerintahkan algojo tinggi besar untuk menghajar Blo'on dengan rotan tadi, melanjutkan hukuman.

"Pakai tinju saja," seru Hong ciangkun. Algojo itupun maju ke muka Blo'on. Diam2 ia ingin membalas juga kepada Blo'on.

"Hm, engkau", serunya kepada Bloon. ”pintu di sorga terbuka engkau tak mau masuk, pintu di neraka yang tertutup engkau malah hendak memasuki ..."

"Jangan banyak mulut !" bentak Blo'on. "ayo engkau sudah pernah kesurga atau ke neraka Kalau belum mengapa engkau tahu pintunya ada yang terbuka ada yang tertutup !"

Terdengar beberapa tertawa tertahan dari prajurit2 ketika mendengar kata2 Blo'on yang membuat algojo itu terbeliak.

"Hm, segera akan kukirim engkau ke neraka !" kata algojo itu seraya ayunkan tinjunya. Ia bertubuh tinggi besar, tenaganyapun kuat, namanya Kong Sian. Gelarnya waktu dia masih aktif dalam dunia persilatan yalah Say- Bu-siorg atau duplikat dari Bu Siong. Bu Siong terkenal dalam perserikatan pendekar Liangsan sebagai seorang yang tenaganya kuat sekali.

Karena badannya diikat maka Blo'on tak dapat bergerak. Dan dia memang tak mau menghindar. Untuk menahan sakit maka dia mengerahkan tenaga, mengencangkan urat2. Di luar kesadarannya, gerakan itu telah membangkitkan tenaga sakti Ji ih sin kang dalam tubuhnya.

Dukkkk ..... serentak dengan tibanya tinju ke dada Bloon, maka prajurit itupun mengerang kaget dan terpental sampai beberapa langkah ke belakang. Ia merasa tinjunya seperti membentur segumpal karet yang memancarkan tenaga- membal kuat sekali.

Sesungguhnya ia mengeluh dalam hati tetapi karena Hong ciangkun hadir disitu, dia takut dan malu. Dengan sebuah loncatan, ia hantamkan kedua tinjunya ke dada Blo'on lagi. Melihat gaya serangan algojo yang begitu buas, Blo'on ngeri. Ia pejamkan mata sambil kerahkan tenaganya. Duk .....

Prajurit itu menjerit ketika kedua tangannya didorong sekuat-kuatnya oleh tenaga membal dari Ji ih-cin-kang. Sedemikian keras sehingga ia jatuh terjerembab ke belakang, kepalanya membentur lantai.

Hong ciangkun benar2 terkejut. Cepat ia dapat menduga bahwa anakmuda itu tentu memiliki tenaga-dalam yang sakti.

Kesannya makin keras karena teringat bahwa pemuda itu adalah putera dari imam Thiat Bok tojin yang sakti. Tetapi ia heran mengapa anak itu tampaknya seperti orarg blo’on.

Beberapa prajurit segera maju menghampiri Blo’on dan hendak memukul tetapi Hong ciangkun cepat berseru mencegah.

"Jangan" katanya, "biarlah aku sendiri yang mengujinya."

Kepala pasukan Gi-lim-kun segera berbangkit dari tempat duduk dan ayunkan langkah ke tempat Blo’on.

"Ciangkun," tiba seorang prajurit yang bertubuh kurus maju kehadapan jenderal bhayangkara itu, "memotong ayam mengapa harus menggunakan golok pembantai kerbau.  Untuk memitas nyamuk kecil itu, kiranya tak perlu ciangkun turun tangan sendiri. Serahkanlah kepada hamba"

Hong ciangkun melihat yang menghadap di hadapannya itu Lutung-tangan baja Ban Siang. Dia seorang jago silat yang termasyhur memiliki pukulan baja yang dapat menghancurkan batu karang.

"Hm, baiklah tetapi harus hati2" pesan Hong ciangkun. Ban Siang segera menghampiri kemuka Blo'on "Hm. rupanya engkau memiliki ilmu kebal Thiat-poh-san, ya

?" tegurnya.

"Apa itu Thiat poh-san?" Blo'on balas bertanya.

"Apa? Engkau tak mengerti Thiat-poh-san? Ban Siang terkejut.

"Orang kurus, jangan ngoceh seenakmu. Kalau mengerti masakan aku bertanya. Sudahlah jangan banyak bicara, hayo pukullah aku !"

Ban Siang tercengang, sesaat kemudian ia ayunkan tangannya untuk mencengkeram leher Blo'on. Dan sengaja ia tak mau menggunakan tenaga penuh dulu melainkan hendak menguji tenaga apa yang tersembunyi dalam tubuh pemuda itu.

Selama tidak merasa sakit, tenaga-sakti Ji ih-cin-kang tidak memancar. Blo'on baru menghamburkan napasnya ketika lehernya dicekik Ba Siang. Hamburan napas itu disusul dengan hamburan tenaga-sakti yang melanda seperti air bah.

"Uh ..." Ban Siang mendesah ketika tangannya tertolak oleh tenaga kuat dari leher Blo’on. Sedemikian kuat tenaga itu sehingga ia tertolak sampai tiga empat langkah ke belakang.

Diam2 prajurit itu terkejut. Jelas terdapat suatu keanehan dalam tubuh Blo'on. Dia bingung memikirkan rahasia tubuh pemuda itu.

"Ah, tetapi aku belum menggunakan seluruh tenagaku," pikir Ban Siang. Setelah mengerahkan tenaga dalam ke arah kedua lengan, Ban Siang segera menghantam dengan kedua tangannya. Duk .... Blo'on gelagapan tetapi Ban Siangpun. terpental seperti layang2 putus tali. Bluk, ia jatuh terjerembab ke lantai setelah terhuyung2 deras sampai tujuh delapan langkah.

Karena melihat kawannya rubuh lagi dan kuatir Blo'on akan mengamuk, prajurit2 Gi-lim-kun yang berada di ruang itu segera berhamburan menyerbu Blo'on. Berpuluh puluh tinju dan tendangan segera mencurah menghujani tubuh Blo'on. Tetapi segera terdengar jerit teriak kesakitan dari mereka. Ada yang mendumprah di lantai sambil memegang kakinya, ada yang me-lolong2 memegang tangannya. Ada pula terdorong ke belakang dan berbenturan dengan kawannya sendiri.

Hong ciangkun pucat dan termangu-mangu kehilangan faham. Satu-satunya jalan untuk menghajar Blo'on harus memakai senjata tajam. Tetapi apabila ia menitahkan demikian, ia kuatir akan menyebabkan akibat yang parah sehingga Thiat Bok tojin marah.

“Hai, raja, engkau curang!" teriak Blo'on marah, “hukumanku hanya kurang sepuluh kali tetapi mengapa anak buatmu memukuli aku sampai berpuluh-puluh kali?"

Hong cangkun terkesiap.

“Sekarang engkaulah yang hutang hukuman kepadaku. Engkau harus membayar!" masih Blo'on berteriak-teriak tak keruan.

Hong ciangkun hendak berkata tetapi tiba2 Blo'on tertawa gelak2.

“Mengapa ergkau tertawa ?" seru Hong ciangkun penuh keheranan.

“Ha, ha, aku bangga sekali karena dapat memberi pinjaman kepada raja " Hong ciangkun melongo. Tiba2 ia memperhatikan bahwa prajurit2 Gi lim kun tadi sudah berdiri tegak dengan sikap menghormat. Di hadapan mereka tampak seorang thaykam berpakaian kuning emas Dan ketika mata Hong ciangkun tertumbuk pada thaykam itu, ia segera gelagapan.

“Oh, Sun thaykam, maafkanlah karena tak lekas menyambut," seru Hong ciangkun seraya berbangkit dari tempat duduk dan memberi hormat kepada thaykam baju kuning emas itu.

Memang yang muncul di ruang itu adalah Sun thaykam, seorang thaykam kepercayaan dari baginda. Thaykam itu kesima ketika melihat Blo'on dalam pakaian prajurit Gi li-kun dan tengah diikat dengan rantai, tengah berteriak-teriak menuding Hong ciangkun seraya menyebutnya sebagai raja.

Lebih terkejut lagi ketika melihat tiba-tiba Blo'on tertawa gelak2 dan mengatakan kalau raja berhutang kepadanya. Sun thaykam melongo.

“ Ciangkun," kata thaykam itu setelah tersadar dari longongnya, “ apakah prajurit itu prajurit yang palsu?"

“ Benar, tayjin," kata Hong ciangkun, “ dia-lah yang diperintahkan Gui thaykam supaya ditangkap."

“ Mengapa? "

“Karena berani menganiaya Gui thaykam."

“Oh." desuh Sun thaykam. Tiba2 ia teringat sesuatu, “tetapi mengapa dia menyebut ciangkun sebagai raja?"

Hong ciangkun tersipu-sipu merah mukanya: “Entahlah, tayjin. Menurut keterangan salah seorang prajurit Gi lim-kun, dia adalah putera dari Thiat Bok tojin, kepala Kuil Kuning."

““Benar, ciangkun." Hong ciangkun terbeliak: “Tayjin sudah tahu akan hal itu?" “Sebelumnya tidak tahu," kata Sun thaykam, “tetapi Thiat

Bok tojin telah menghadap baginda dan baginda kini menitahkan aku untuk membawa anak itu ke hadapan baginda.”

“O, baiklah tayjin," kata Hong ciangkun lalu memerintahkan prajurit untuk membuka rantai ikatan tubuh Blo'on.

Tetapi prajurit2 itu cemas dan takut2 ketika menghampiri Blo'on. Bahkan sebelumnya, salah seorang prajurit berseru: “ Hai, bung, jangan marah, aku hendak membuka ikatan rantai pada tubuhmu."

“ Ya, siapa yang marah? Mengapa engkau begitu ketakutan kepadaku Mau buka, cepatlah buka. Mau pukul, lekaslah pukul. Makin raja berhutang kepadaku, makin senang hatiku."

Setelah rantai dibuka, Blo'on segera menghampiri Hong ciangkun, serunya:

“ Raja, kapan engkau hendak membayar hutangmu kepadaku? "

Hong ciangkun makin jelas merangkai kesimpulan bahwa anak itu memang kurang waras pikirannya.

“ Sudahlah, besok kita bicarakan lagi. Sekarang silahkan engkau ikut pada San thaykam masuk ke dalam istana," kata kepala pasukan Gi lim-kun itu.

“ Apa? Thaykam lagi?" seru Blo'on.

“Jangan berlaku kurang adat kepada Sun thaykam!" bentak Hong ciangkun. Blo'on berpaling kepada thaykam itu lalu menegurnya: “ Engkau seorang thaykam, apakah teman dari Gui thaykam yang berhianat itu?

Sun thaykam terbeliak. Hong ciangkun buru2 memberi kedipan mata kepada thaykam itu seraya menunjuk dahinya sendiri dengan jari.

Sun thaykam cepat dapat menangkap arti isyarat itu yang menyatakan bahwa hendaknya dia jangan menggubris ocehan anakmuda yang kurang waras pikirannya itu.

“Ya,, semua thaykam saling kenal. Akupun kenal dengan Gui thaykam."

“Kenal baik?"

“Tidak begitu," sahut Sun thaykam, “silahkan ikut aku ke dalam istana." ,

“Mengapa ?"

“Ada urusan penting sekali."

“Apakah engkau diperintah Gui thaykam?" “Tidak ?"

“Apakah Gui thaykam hendak menghukum aku?" “Tidak I"

“Lalu bagaimana? Apa maksudmu?"

“Cobalah engkau katakan sendiri. Kalau salah, aku mengatakan tidak. Kalau benar, baru aku mengiakan,” kata Sun thaykam yang ternyata pandai bermain silat lidah.

“Apa raja hendak membayar hutang ?" “Entah." “Apa Gui thaykam tertangkap?"

Sun thaykam agak terkesiap. Untung pada saat itu dilihatnya Hong ciangkun memberi isyarat menganggukkan kepala.

“O, ya, benar," serentak Sun thaykam menyahut. “Kalau begitu, aku mau ikut engkau."

Blo'on dibawa masuk kedalam sebuah ruang yang indah sekali. Dindingnya terbuat daripada batu pualam yang bertabur ratna. Tiang2nya bercat merah dan diberi ukiran naga emas. Sebuah permadani warna merah merentang dari pintu sampai ke ujung ruang. Sebuah kursi yang beralaskan permadani benang emas, diduduki seorang pria yang mengenakan pakaian mewah. Bagian dada baju pria itu bersulam lukisan naga. Mengenakan topi yang belum pernah Blo'on melihat dipakai orang. Pada bagian muka dari topi itu, berhias sebuah permata yang memancarkan senar gilang- gemilang.

Pria itu berwajah bersih dan bersinar kewibawaan agung. Di kanan kiri pria itu tegak dua orang penjaga dengan senjata lengkap.

Sun thaykam membungkukkan tubuh sampai hampir mencapai lantai ke arah pria itu. "Bansweya, "seru Sun thaykam, "hamba telah membawa pemuda itu."

"Suruh dia menghadap ke mari, "kata pria itu yang bukan lain adalah baginda sendiri.

Sun thaykam segera melakukan perintah. Ia suruh Blo'on berlutut menghaturkan hormat:

"Berilah hormat kepada bansweya, "seru thaykam itu. "Apa bansweya itu?" "Paduka yang mulia raja kita".

"Ha,! "tiba2 Blo’on berteriak, "apakah dia juga raja? Kalau begitu raja itu banyak juga jumlahnya. Tadi juga raja, sekarang juga raja."

Baginda Ing Lok terkesiap. Melihat itu Sun thaykam buru2 menjurah: “Bansweya, harap bansweya sudi melimpahkan ampun kepada budak itu. Dia memang agak kurang waras pikirannya."

“Apakah dia tadi berjumpa dengan raja?. Raja yang mana?" tanya baginda.

Sun thaykam segera menuturkan peristiwa yang dilihatnya di ruang Gi-Iim kun. Mendengar itu baginda tertawa.

“Siapakah namamu ? Apakah engkau betul putera dari Thiat Bok tojin ?"

“Namaku. Blo'on, bansweya."

“Blo'on?" baginda mengulang, “aneh sekali. Apakah artinya Blo'on ? Baru sekarang ini aku mendengar nama semacam itu:"

“Entah bansweya," jawab Blo'on, “aku sendiri juga tak tahu.

Orang-oranglah yang memberi nama itu kepadaku."

Tiba-tiba Sun thaykam menggamit lengan Blo'on, bisiknya: “Kalau bicara dengan baginda, engkau harus menyebut dirimu dengan kata 'hamba', jangan aku."

Entah bagaimana Blo'on mendapat kesan bahwa yang dihadapinya itu seorang yang berwibawa besar. Bukan semacam raja yang tadi atau Hong ciangkun. Dia menurut kata anjuran Sun thaykam.

“Engkau suka nama itu ?” tanya baginda pula! “Suka, bansweya," sahut Blo'on, “karena hamba anggap nama itu hanya sebagai tanda pengenal saja."

“Lalu siapakah namamu yang sebenarnya?” “Hamba lupa, bansweya."

“Lupa?" baginda tertawa, “ayahmu mengatakan bahwa engkau bernama Ang Bok."

“Ayah hamba? Siapakah ayah hamba itu bansweya ?"

Baginda mengerut dahi: “Engkau tak tahu siapa ayahmu sendiri?"

“Hamba tak ingat lagi, bansweya."

Baginda tertawa. Dan Sun thaykam termangu mangu. Diam2 thaykam itu heran mengapa baginda begitu ramah dan baik sekali kepada prajuri palsu itu. Pada hal dari menteri sampai para jenderal, baginda tak pernah mengunjuk senyum apalagi tertawa begitu ramah.

“Apakah engkau menderita sakit lupa ingatan?"

“Benar, bansweya. Kata sumoay hamba, otak hamba telah hilang maka harus diobati."

Entah bagaimana malam itu rupanya baginda amat berkenan sekali seleranya. Walaupun sudah tahu bahwa pemuda itu agak sinting tetapi baginda berkenan juga melayani.

“Apa obatnya? " tanya baginda. “Otak naga, bansweya. "

“ Uh, hebat benar ilmu pengobatanmu. Engkau pasti dapat mengobati segala macam penyakit, bukan? " “Tidak bisa, bansweya," bantah Blo'on, “ hamba hanya diberi tahu sumoay bahwa untuk mengobati otak yang hilang harus dicarikan otak naga. "

“Bagaimana kalau orang yang sakit demam dan sering bicara tak keruan seperti orang yang kemasukan setan?"

Tanpa ragu2 Blo'on menjawab: “Setannya harus diusir pergi, bansweya."

Wajah baginda serentak bercahaya terang: “Bagus! " serunya. Serentak iapun teringat akan kata2 Lo kai-hui yang telah dijumpai dalam mimpi bahwa satu-satunya orang yang dapat menyembuhkan penyakit Ing Ing kiongcu yalah seorang pemuda yang tampak blo'on atau ketolol-tololan seperti orang sinting.

Waktu Thiat Bok tojin menghadap dan menceritakan tentang puteranya yang telah kesalahan menyaru jadi prajurit Gi-lim-kun dan menganiaya Gui thaykam, baginda terkejut. Tetapi setelah mendengar tentang uraian dan keterangan Thiat Bok tojin memang wajah dan tingkah laku puteranya, diam2 bagindapun gembira. Kalau wajah pemuda itu seperti yang dilukiskan Thiat Bok tojin, itulah pemuda yang dimaksud oleh kui-hui dalam mimpi baginda.

Serentak bagindapun menitahkan Sun thaykam untuk mengambil Blo'on. Bagindapun menyanggupi permohonan ampun dari Thiat Bok tojin dan suruh imam itu kembali ke Kuil Kuning lagi.

Pertama kali baginda melihat wajah dan perwujudan Blo'on, baginda sudah gembira. Namun beliau masih ingin menguji dahulu bagaimana bicara dan tingkah laku pemuda itu. Dan hasilnya, benai2 sangat berkenan dalam hati bagnda. “Blo'on." seru baginda sesaat kemudian, “aku hendak menitahkan engkau supaya mengobati puteriku yang sedang menderita penyakit aneh."

“Hamba?" teriak Blo'on terkejut, “hamba tak dapat mengobati orang, bansweya "

“Bukankah tadi engkau mengatakan bahwa orang yang kemasukan setan hanya dapat disembuhkan apabila setannya sudah diusir ?"

“Benar, bansweya," kata Blo'on, “tetapi hamba tak dapat mengusir setan. Bagaimana rupa setan itu pun hamba belum pernah melihat. Bagaimana bansweya hendak memerintahkan hamba mengusirnya ?"

Baginda merenung sejenak, kemudian tertawa kecil: “Tak apa. Engkau boleh gunakan cara apa saja asal puteriku sembuh."

“Tetapi bansweya."

“Segala kesalahanmu kuampuni dan engkau akan kuberi ganjaran besar. Boleh minta apa saja yang engkau kehendaki. Bahkan kalau benar2 puteriku sembuh, akan kuberikan kepadamu sebagai isteri."

“Hamba akan dijodohkan dengan puteri bansweya?" teriak Blo'on terkejut.

“Kalau engkau mampu mengobatinya !"

“Ah, terima kasih bansweya, tetapi hamba tak sanggup." “Jangan membangkang perintahku, Blo'on!" Sun thaykam

segera menghampiri Blo on.

“Dihadapan baginda, jangan engkau berani bermain main. Apapun yang dititahkan baginda, engkau harus menurut atau apabila baginda murka kepalamu tentu akan diperintahkan supaya dipenggal algojo, tahu I"

“Bansweya," seru Blo'on, “hamba mohon supaya kepala hamba dipenggal saja."

“Mengapa?"

“Karena hamba benar2 tak mampu mengobati penyakit puteri bansweya itu."

“Jangan banyak bicara lagi !" seru baginda seraya memberi isyarat kepada kedua pengawal.

Kedua pengawal itu serempak menghampiri Blo'on lalu menyeretnya dibawa pergi.

Tiba di pintu, tiba2 Blo'on meronta sehingga terlepas dari cekalan kedua pengawal raja. Cepat ia berpaling dan berseru :

“Bansweya masih berhutang kepada hamba. Kapankah bansweya hendak membayarnya ? "

“Hutang ? " baginda tercengang heran, aku hutang apa kepadamu ? "

“Eh, mengapa bansweya pelupa sekali ? Bukankah tadi bansweya memerintahkan supaya hamba dihukum rangket sampai limapuiuh kali? Tetapi prajurit2 telah merangket hamba lebih dari limapuluh kali. Dengan begitu, bukankah bansweya berhutang pada hamba? "

“Cepat seret dia keluar? " tiba2 Sun thaykam berseru memberi perintah. Kedua pengawal raja itupun segera menyeret Blo'on keluar.

“Mohon bansweya berkenan melimpahkan ampun kepada diri hamba karena telah lancang memberi perintah kepada kedua si-wi tadi," kata Sun thaykam seraya berlutut, “apa yang diocehkan pemuda itu tentulah peristiwa yang dialaminya ketika berhadapan dengan Hong ciangkun. Dia mengira kalau Hong ciangkun itu raja maka dia membuat perhitungan dan mengatakan bahwa raja telah berhutang pukulan kepadanya. Sekali-kali bukan dimaksudkan kepada bansweya."

“ O " desuh baginda, “kalau begitu engkau tak bersalah.

Bangunlah!"

Blo’on dibawa ke istana Ing jun kiong tempat kediaman puteri Ing Ing.

Salah seorang prajurit pengawal segera masuk dan suruh kawannya menjaga Blo'on di luar istana Ing-jun-kiong atau istana Musim-semi-abadi.

Beberapa saat kemudian, tampak pengawal itu keluar dan memberi isyarat agar Blo'on dibawa masuk.

Pertama-tama masuk, hidung Blo'on sudah menyeringai karena terbaur hawa yang harum. Kedua kali, matanya menyalang lebar2 ketika melihat pemandangan dalam ruang itu. Beberapa gadis2 cantik berjajar-jajar di kanan kiri dengan pakaian yang indah.

Pada ujung kedua jajaran gadis cantik itu tampak sebuah ranjang yang bercat merah. Ruang itu tak kalah indahnya dengan ruang tempat baginda tadi. Dan suasanapun lebih syahdu.

Seorang nona cantik yang paling tua di antara rombongannya, tampil menyongsong.

“Inilah pemuda yang dititahkan baginda untuk mengobati kiongcu," kata pengawal. “Baiklah," sahut nona cantik itu. Setelah menyerahkan Blo'on maka kedua pengawal itupun tinggalkan istana Ing-jun- kiong.

“Ih, mengapa muncul seorang prajurit Gi lim-kun lagi?" terdengar salah seorang gadis berkata kepada gadis di sebelahnya.

“Ya, mengapa bansweya selalu menitahkan prajurit untuk mengobati kiongcu nio-nio ? Jangan-jangan nanti seperti prajurit kemarin itu, mengobati malah mencelakai kiongcu," sahut gadis kawannya.

“Ih, mengapa tampangnya begitu aneh? Kepala gundul tetapi memelihara kuncir hanya sebelah kanan. Potongan macam apa itu ?" seru gadis yang lain.

“Tampangnya sih cakap tetapi sayang seperti blo'on," sambut kawannya yang lain lagi.

“Hi, hi, hi, tuh lihat, dia melongo memandang kita" seorang gadis di ujung sebelah muka tertawa.

“Kalian diamlah, aku hendak menanyai orang ini," tiba2 nona yang tertua dari gadis2 itu berseru menenangkan, kawan-kawannya yang bicara uplek itu.

“Silahkan, taci Giok. Lebih baik taci mengujinya lebih dulu agar jangan sampai peristiwa seperti kemarin itu terulang," seru salah seorang gadis.

“Kalau dia tidak becus, kita gebuk saja," seru gadis lainnya. “Sudahlah kalian diam !” agak keras gadis yang tertua itu

membentak kawan-kawannya.

“Apakah engkau yang dititahkan baginda mengobati penyakit kiongcu kami?" tegur gadis yang tertua itu kepada Blo'on. Blo'on tetap kesima.

“ Hai, apa engkau tak mendengar pertanyaanku ?" tegur gadis itu pula.

“Engkau bertanya kepadaku?" Blo'on gelagapan...

“Siapa lagi kalau bukan engkau? Apakah masih ada lain orang di sini kecuali engkau?" gadis yang dipanggil taci Giok atau lengkapnya bernama Ceng Giok itu melengking.

“ Mengapa tidak ada? Bukankah itu, itu, itu, " kata Blo'on seraya menuding ke rombongan gadis2 cantik, “ orang juga? "

“ Hi, hi, hi, hi ......., " terdengar tertawa mengikik dari rombongan gadis2 cantik itu melihat kerut wajah Blo'on dan gerak geriknya ketika bicara.

Ceng Giok terbeliak lalu menyeringai.

“ Mereka bukan tetamu tetapi para dayang istana Ing-jun- kiong sini yang melayani Ing Ing kiongcu. Hanya engkaulah satu-satunya tetamu di sini. "

“ O, begitu .... eh, mengapa engkau begitu galak sekali?" tiba2 Bloon mengeluh.

Kembali para dayang itu tertawa cekikikan, sedang Ceng Giok tersipu-sipu jengah.

“ Sudahlah, jangan berolok-olok, " akhirnya Ceng Giok berseru dengan nada bengis, “apakah engkau yang dititahkan baginda untuk mengobati Ing Ing kiongcu nio-nio?"

“Ya," sahut Blo'on. “tetapi sayang ....

“Sayang bagaimana ?" Ceng Giok terbeliak.

“Sayang aku tak dapat mengobati puteri baginda, eh, siapa namanya ?" “Ing Ing kiongcu," jawab Ceng Giok, “kalau tak dapat mengobati, mengapa engkau menyanggupi titah baginda?"

“Siapa bilang menyanggupi ? Aku tidak sanggup tetapi bansweya memaksa harus aku mengobati. Runyam, bukan ?" kata Blo'on sambil merentang kedua tangan dan kerutkan dahi seperti orang putus asa.

“Kurang ajar, engkau berani menyalahki hu-ong (ayahanda baginda)!" tiba2 terdengar lengking suara yang merdu dari arah ranjang.

Sekalian dayang tersentak kaget dan diamlah mereka seketika. Ternyata yang berseru itu adalah Ing Ing kiongcu sendiri. Dan puteri itupun lalu bangun terus turun dari peraduannya.

“Kalau hu-ong menitahkan, tentu hu-ong tahu bahwa engkau pasti dapat memberi obat. Hayo, cepat kemari, akan kulihat tampangmu gaimana bentuknya!"

Blo'on terbelalak lalu meringis ketika mendengar perintah puteri raja itu.

“Hai, mengapa engkau tetap berdiri seperti patung?" seru puteri Ing Ing pula.

Blo'on benar2 bingung. Ia tak tahu bagaimana harus bertindak.

“Seret kemari!" teriak Ing Ing kiongcu. Serentak kedua belas dayang2 cantik itu berhamburan menyerbu Blo'on. Ada yang mencekal lengannya kanan- kiri, ada yang memegang bahu, ada yang mencengkeram tengkuk, ada pula yang mendorong, bahkan ada yang menyiwir telinganya...

Blo'on gemetar. Jika berhadapan dengan jago2 yang buas dan bertenaga kuat, tentu dia akan marah karena direncak seperti itu. Dan sekali ia marah, tenaga sakti Ji-ih-cinkang tentu akan memancar.

Tetapi karena dikerubuhi gadis2 cantik yang halus tangannya dan harum baunya, dia benar2 mati kutu. Sedikitpun ia tak merasa sakit bahkan malah nyaman.

“Aduh tiba2 ia menjerit ketika lengannya seperti digigit semut. Pada hal dia dicubit oleh salah seorang dayang.

“Beri hormat kepada kiongcu!" seru dayang itu seraya memperkeras cubitannya sehingga Blo'on meringis.

“Bagaimana aku dapat memberi hormat kalau tanganku sakit sekali seperti digigit semut begini?" bantah Blo'on.

“Hai, tabib setan, apa engkau dapat mengobati penyakitku

?" tiba-tiba Ing Ing kiongcu

“Tidak dapat, kiongcu," kata Blo'on.

“Tidak dapat?" teriak Ing Ing kiongcu, “lalu mengapa engkau berani datang ke istana ini?"

“Entah," kata Blo'on, “hamba hanya menuruti titah bansweya saja."

“Ah, jangan main2 engkau!" bentak Ing Ing kiongcu, “engkau harus dapat mengobati penyakit-ku."

“Penyakit apakah yang kiongcu derita?" akhirnya Blo'on terpikat dalam pembicaraan.

“Kalau tahu, tentu sudah dapat diobati."

“O, kiongcu tak tahu penyakit yang kiongcu derita?"

“Ya," sahut Ing Ing kiongcu, “karena penyakit itu datangnya secara mendadak sekali. Tubuh demam, kepala pusing dan aku tak ingat apa2 lagi kecuali ingin bicara dan mengamuk." Baru berkata sampai disitu, tiba2 kiongcu memegang kepalanya dan tubuh mulai gemetar. Melihat itu Ceng Giok  dan beberapa dayang segera memayang kiongcu naik ke atas pembaringan.

Setelah puteri berbaring, Ceng Giok menghampiri Blo'on dan menuding mukanya :

“Jangan main2 engkau !" serunya, “apabila tak dapat mengobati kiongcu, kepalamu tentu akan dipenggal."

“Tetapi aku memang ttdak bisa mengobati penyakit, bagaimana aku harus mengobati kiongcu," seru Blo'on dengan putus asa.

“Bohong! Bohong!" teriak dayang2 itu.

Blo'on melongo, serunya tergagap: “ Tidak, aku tidak bohong. Memang benar2 aku tak dapat mengobati penyakit. Jangankan mengobati lain orang, mengobati diriku  sendiri, pun aku tak dapat …..”

“Hi, hi, hi....." tiba2 dari arah peraduan Ing Ing kiongcu terdengar puteri itu tertawa mengikik. Dan sesaat kemudian puteripun berbangkit lalu turun dari peraduan.

“Hihhhh, setan itu ..... ngeri sekali mukanya, " ia menuding kepada Blo'on, “ huh, aku takut.... aku takut.... tolong dia

hendak menggigit aku "

“Setan, jangan menakuti kiongcu kami, " serempak dayang2 itu memukul, menampar dan menabok kepala Blo'on.

“Jangan takut, kiongcu, setan itu sudah hamba suruh menghajar, " kata Ceng Giok.

“Apa? Siapa bilang dia setan!" tiba2 Ing Ing kiongcu deliki mata membentak Ceng Giok, .. ah, kasihan, dia seorang gadis yang cantik. Mengapa orang2 menyiksanya. Tolonglah dia, beri pakaian yang indah dan bedakilah mukanya agar dia lebih cantik. Biar dia bekerja sebagai dayang di sini "

“ Baik, kiongcu, " kata Ceng Giok. Memang walaupun tahu bahwa puteri itu sedang mengoceh tak keruan, tetapi setiap perintahnya memang selalu dikerjakannya. Kalau tidak, puteri tentu marah ataupun menangis.

“Dandani tabib itu secantik-cantiknya," seru Ceng Giok kepada para dayang.

Berhamburanlah para dayang2 cantik itu menyerbu Blo'on. ”Hai,  gila,  mengapa  kalian  hendak  melepas! pakaianku?"

teriak   Blo'on   ketika   beberapa   dayang   membuka pakaian

prajurit Gi-lim-kun yang dipakainya.

Blo'on di 'rejeng' oleh dayang2 itu. Seorang dayang menjiwir telinga kanannya, seorang lagi menjiwir telinga kirinya. Kedua lengannya masing2 dipegang oleh dua orang dayang. Seorang dayang membuka bajunya dan seorang lagi mencopot celananya.

Entah bagaimana, sebenarnya Blo'on malu dan hendak berontak tetapi hatinya tak tegah apabila melihat gadis2 cantik itu akan terlempar jatuh. Dan entah bagaimana, sepercik kesadaran telah melintas dalam benaknva. Bahwa para  dayang itu hanya melakukan perintah saja. Kalau sampai ia memberontak dan mereka jatuh terlukai berlumuran darah, ah, kasihan ....

“Kalian ini mau mengapakan aku ?" teriaknya pula.

“Engkau harus menurut titah kiongcu. Kiongcu kasihan kepadamu dan akan memberimu pakaian supaya engkau menjadi tambah cantik." “Aku?" teriak Blo'on, “aku ini anak lelaki, masakan mau dihias menjadi wanita cantik."

“Perintah kiongcu tak boleh dibantah!" seru para dayang seraya melanjutkan pekerjaannya melucuti pakaian prajurit Gi- lim-kun dari tubuh Blo'on.

Beberapa saat kemudian seorang dayang muncul dengan membawa seperangkat pakaian dayang.

“Mati aku .....!" Blo'on mengeluh tetapi ia tak mau berontak karena kuatir akan melukai gadis2 cantik itu.

“Ci Hun, mengapa pakaiannya tak dilepas sama sekali?" seru dayang yang membawa pakaian wanita itu.

“ Jangan! " teriak Blo'on gemetar dan bercucuran keringat. Dayang yang dipanggil taci Hun itu tersenyum: “Ah, malu

.... biarlah dia mengenakan pakaiannya itu."

Karena dipegangi oleh beberapa dayang, Blo'on tak dapat berbuat apa2 ketika seorang dayang memakaikan pakaian dayang kepadanya.

“ Wah, pas juga," seru dayang itu.

“Bedaki mukanya dan kasih gincu pipi dan bibirnya," perintah Ceng Giok.

Seorang dayang sudah siap dengan sebuah penampan berisi bedak dan gincu. Seorang dayang lain segera tampil dan terus melumuri muka Blo'on dengan pupur wangi lalu memberi sedikit gin-cu pada kedua belah pipinya dan terakhir, bibirnyapun dimerah dengan gincu.

“Cantik sekali!" seru para dayang.

“Tetapi sayang rambutnya gundul!" seru salah seorang dayang. “St," Ceng Giok mengatupkan jari ke mulutnya, memberi isyarat agar dayang itu jangan ngoceh tak keruan, “kiongcu tak menyuruh memberi rambut pada tabib itu. Sudahlah, jangan engkau mengusik hal itu. Kalau kiongcu mendengar dan menitahkan begitu, kita yang berabe, bisiknya."

“Kiongcu, dia sudah menjadi seorang dayang yang cantik," Ceng Giok menghadap Ing Ing kiongcu.

“Ya, ya, cantik juga," seru puteri itu seraya tertawa memandang Blo'on, “tetapi siapa namanya? Harus diberi nama."

“Benar, kiongcu," sahut Ceng Giok, “bagaimana kalau diberi nama Jiu Sian saja?"

“Jiu Sian? Apa artinya nama itu?" tanya Ing Ing kiongcu. “Jiu artinya musim rontok. Sian artinya bidadari. Jiu Sian

berarti ' bidadari di musim rontok'."

“Bagus, nama yang bagus sekali!" seru Ing Ing kiongcu sembari tepuk2 tangan dan tertawa “kasih tahu kepadanya."

Ceng Giok menghampiri ke muka Blo'on dan berseru : “Atas kemurahan hati kiongcu nionio mulai

hari ini engkau dikurniai nama baru Jit Sian."

Tertawalah para dayang mendengar nama itu. Salah seorang diantaranya menyelutuk: “Sesuai sekali dengan rambutnya yang rontok maka dia diberi nama Bidadari musim rontok "

Blo'on menyengir, hendak marah tetapi tak dapat. Merasa malu, pun tak ada tempat. Dia memang paling tak berkutik apabila dikeroyok gadis2 cantik.

“Jiu Sian, menghadaplah kepada Ing Ing kiongcu untuk menghaturkan terima kasih atas karunia kiongcu kepadamu," perintah Ceng Giok.

Beberapa dayang segera mendorong dan menyeret Blo'on ke hadapan Ing Ing kiongcu.

Seperti kerbau tercocok hidung, Blo'on menurut saja apa yang diperintah oleh dayang2 cantik itu.

“Hamba Jiu Sian menghadap kehadapan kiongcu nionio untuk menghaturkan terima kasihl kata Blo'on.

,.Hai, engkau Jiu Sian dayang yang baru tetapi mengapa suaramu besar seperti orang lelaki Ceng Giok, gantilah lehernya!"

Ceng Giok melongo. Demikianpun Blo'on.

“Ganti lehernya, kiongcu?" Ceng Giok menegas.,

Juga Blo'on tercengang-cengang. Tetapi se-konyong2 dia berteriak girang:

“Bagus, bagus! Apakah engkau dapat mengganti leher ?"

Ceng Giok benar2 sebal mendengar olok2 itu. Tetapi sebelum ia sempat mendamprat, Blo'on sudah berteriak pula:

“Kalau dapat mengganti leher, tolong engkau ganti sekali kepalaku ini "

“Hi, hi, hi," Ing Ing kiongcu tertawa geli, “benar, benar, ganti sekali kepalanya "

Ceng Giok makin pucat. Walaupun ia tahu bahwa saat im puteri Ing Ing sedang angot penyakitnya sehingga pikirannya tak sadar tetapi apa yang diperintahkan puteri itu tentu harus diturut. Kalau tidak, puteri Ing Ing akan menjerit-jerit atau menangis-nangis. Tetapi bagaimana mungkin ia dapat mengganti kepala dan leher Blo’on?

Tengah ia gelisah, tampillah si Teratai, dayang tangkas bicara, ke hadapan puteri :

“Kiongcu, dia dititahkan bansweya untuk mengobati Hiong- cu. Kalau kita ganti kepalanya, nanti dia tentu bodoh tak dapat memberi obat."

Ing Ing kiongcu berdiam diri. Tiba2 wajah puteri itu mengerut gelap dan pada lain saat tiba2 ia membentak marah:

“Hai. Jiu-sian, mengapa engkau minta ganti kepala ?

Kurang ajar, engkau hendak menipu aku!"

“ Tidak, kiongcu! Hamba tidak menipu, memang hamba ingin berganti kepala!" seru Blo'on.

“ Gila! Mengapa? "

“ Karena otak hamba hilang."

“O, kasihan," seru Ing Ing kiongcu yang mendadak sikapnya berobah tenang dan ramah,” Ceng Giok, bawalah dia naik ke pembaringan. Kasihlah obat supaya dia sembuh! "

Ceng Giok dan para dayang melongo. Tetapi mereka tak berani membantah perintah puteri. Beramai-ramai Blo'on digotong ke atas peraduan Ing Ing kiongcu.

Bloon benar2 kelabakan tetapi diapun benar2 seperti bermimpi. Tidur di peraduan seorang puteri, rasanya seperti berada di nirwana. Baunya harum, kasurnya empuk, spreinya halus, bantal dan gulingnya dari kain sutera yang di sulam dengan gambar bunga. “Kipasi!" perintah Ing Ing kiongcu. Seorang dayang segera mengipasi Blo'on. Sesaat kemudian Ing Ing kiongcu kembali memberi perintah, “ pijati kakinya! "

Blo'on benar2 merana melek ketika dikipasi dan dipijati oleh dayang2 yang cantik.

“ Apakah aku bermimpi?" serunya dalam hati.

“ Ambilkan arak wangi nomor satu dan buah segar," kembali Ing Ing kiongcu memberi perintah. Walaupun geleng2 kepala, tetapi Ceng Giok melakukan juga.

“Pertunjukkan nyanyian dan tari-tarian," perintah Ing Ing kiongcu pula.

Tak berapa lama siaplah dayang2 itu dengan alat tetabuhan khim lalu salah seorang dayangpun menyanyi. Di tengah nyanyian yang mengalun merdu itu, beberapa dayang segera mulai melenggang-lenggok menari.

“Aduh mak, begini senangnya menjadi puteri raja. Tiap hari makan minum yang lezat, kalau lelah dipijati, kalau tidur dikipasi dan kalau bersantai, dihibur dengan nyanyian dan tarian," kata Blo'on dalam hati. Dan iapun menikmati kesenangan itu dengan mata meram melek.

Beberapa waktu kemudian, selagi pikiran Blo'on melayang- layang di nirwana, tiba2 Ing Ing kiongcu menjerit: “ Hai, setan

..."

Puteri raja itu melonjak dan lari menjerit-jerit. Ceng Giok terkejut dan buru2 menolong: “Kiongcu, mengapa kiongcu berteriak-teriak?"

“Apa engkau tak melihati" tanya Ing Ing kiongcu. “ Melihat apa, kiongcu'" “Itu," Ing Ing kiongcu menunjuk ke arah peraduannya, “setan gundul tidur di tempat peraduanku, huh, usirlah dia .....

aku takut!"

Mimpipun tidak bahwa kalau dalam beberapa kejap yang lalu dipijati dan dikipasi seperti seorang raja, tiba2 saat itu Blo'on diseret dari tempat tidur, bluk ....

“Aduh....." Blo'on gelagapan ketika tubuhnya dibanting jatuh di lantai, “bagaimana ini?”

“Setan gundul, engkau harus dihajar!" teriak beberapa dayang. Mereka mengkal karena tadi harus mengipasi dan mijiti Blo'on. Maka mereka segera menumpahkan kemarahan. Ada yang mengambil sapu, ada yang mengambil tebah (pembersih pembaringan), ada yang mengambil kemocing (sulak ). Terus saja mereka menghajar Blo'on.

“Aduh, aduh, gila ..... gila!" Blo'on melindungi tubuh dan muka dengan tangannya. Tetap beberapa dayang malah mengeroyoknya lagi. Ada yang mencubit, ada yang menampar dan ada yang menjiwir telinganya. Blo'on benar2 kewalahan.

“Tolongngng ..... !" akhirnya karena sebal Blo'on berteriak keras2.

Entah bagaimana ketika mendengar teriak Blo'on yang keras itu, seketika puteri Ing Ing seperti sadar.

“Hai, siapa yang kalian hajar itu? Berhentilah !" segera ia berseru memberi perintah.

Para dayang itupun hentikan hajarannya.

“Siapa itu ?" tanya Ing Ing kiongcu seperti orang yang baru terjaga dari tidur.

“Dia setan yang kiongcu perintahkan hamba mengusirnya." Ing Ing kiongcu deliki mata: ”Siapa suruh mengusirnya? Dia bukan setan tetapi manusia."

“Benar, kiongcu," terpaksa Ceng Giok mengikuti ke mana sang angin meniup. Ia tahu bahwa memang pada saat penyakit puteri itu kambuh, bicaranya sering ngalor ngidul alias tak keruan, “dia memang orang yang dititahkan bansweya untuk mengobati penyakit kiongcu."

“O, apakah aku sakit?" seru Ing Ing kiongcu ya, ya, sering kepalaku pening sekali dan sering lupa apa yang kukatakan pada waktu aku menjerit2."

“Bansweya sangat menaruh perhatian sekali akan penyakit kiongcu maka dia mengirim orang ini kemari," kata Ceng Giok pula.

“O, jika begitu, suruhlah dia lekas mengobati," kata Ing Ing kiongcu seraya suruh dayang itu memanggil Blo'on ke hadapannya.

“Eh, aneh," puteri Ing Ing mendesis heran ketika melihat Blo'on menghadap, “engkau lelaki atau perempuan ?"

Blo’on menyeringai. Ketawa bukan ketawa, meringis bukan meringis. Lebih tepat menyerupai monyet makan terasi.

Beberapa dayang tertawa geli. Mereka tahu bahwa puteri itu tentu lupa apa yang diperintahkan tadi. Karena yang menitahkan supaya Blo’on dimake-up menjadi perempuan juga puteri itu sendiri.

“Eh, mengapa diam saja?" tegur Ing Ing kiongcu pula sehingga Blo'on gelagapan dan menyahut sekenanya: “Hamba sendiri juga bingung memikirkan diri hamba ini laki atau perempuan."

“Lalu bagaimana pendapatmu ?" “Hamba tak merisaukan hal itu. Laki atau perempuan, biarlah. Yang pokok, hamba ini seorang manusia."

Ing Ing kiongcu tertawa. Para dayangpun mengikik geli mendengar jawaban itu.

“Jika begitu, lebih baik menjadi banci saja,' seru puteri pula.

Blo'on kerutkan alis: “Yah, apa boleh buat kalau begini ini disebut banci, hambapun terima saja."

“Siapa namamu?"

“Nama aseli atau nama pemberian orang ?'

lng Ing kongcu terbeliak : “Sudah tentu nama aseli. Eh, apakah engkau mempunyai nama pemberian orang"

“Benar, kiongcu," sahut Blo'on, “jika kiongcu menanyakan nama aseli hamba, hamba tidak tahu. Tetapi kalau orang memberi nama hamba sebagai Blo’on."

Serentak Ing Ing kiongcu tertawa geli. Para dayang itupun mengikik berkepanjangan. Sejak dua tahun menderita penyakit, baru saja itu untuk yang pertama kali Ing Ing kiongcu tertawa dengan gembira sekali.

Takut kalau dikata tidak menghormat terhadap puteri raja maka Blo'onpun ikut tertawa. Seketika ruang peraduan Ing Ing kiongcu bergemuruh dengan, suara ketawa. Melihat  Blo'on ikut tertawa dayang2 cantik itu makin tertawa terpingkal- pingkal. Apalagi nada tawa Blo'on seperti orang yang menderita sakit demam.

Puas tertawa maka Ing Ing kiongcu lalu berkata: “ Ya, tak apalah, kalau engkau memang menerima nama begitu. Sekarang mulai sajalah engkau memeriksa penyakitku dan memberi obat." “Tetapi hamba tak dapat mengobati penyakit, kiongcu," Blo'on melengking.

“Sudahlah, karena hu-ong yang menitahkan tentulah hu- ong tahu bahwa engkau dapat menyembuhkan penyakitku."

“Hamba sungguh2 tak dapat mengobati penyakit, kiongcu!" teriak Blo'on.

“Periksalah denyut nadi tanganku!" Ing Ing kiongcu terus menyodorkan tangan kirinya ke muka Blo'on, “Hayo, peganglah!"

Blo'on terpaksa memegang telapak tangan kiongcu itu. Ia tak tahu bagaimana memeriksa pergelangan tangan orang tetapi ia takut kalau ia melanggar perintah puteri. Rasa tegang yang besar, tanpa disadari Blo'on, telah memancarkan tenaga sakti Ji-ih-cin-kang. Tenaga itu melalui telapak tangannya menyalur ke telapak tangan puteri Ing Ing. Puteri itu merasa tubuh dan perasaannya nyaman sekali.

“Pintar benar engkau," seru puteri sesaat kemudian, “sekarang berilah obatnya."

“Hamba tak dapat, kiongcu "

“Ah, jangan main2. Atau engkau memang tak mau menyembuhkan penyakitku "

“Tidak, kiongcu, hamba ingin sekali mengobati kiongcu tetapi hamba tak mampu "

Karena dibujuk halus tidak mempan, diancam pun kebal, akhirnya Ing Ing kiongcu murka.

“Dayang2, bukalah pakaian sinse Blo'on ini dan hajarlah dia sampai nanti mau memberi obat,” teriak Ing Ing kiongcu. Seperti lebah dionggok dari sarangnya, kedua belas dayang2, cantik itu segera berhamburan menyerbu Blo'on.

Mereka beramai-ramai meringkus Blo’on dan melucuti pakaiannya........

<oodwoo>
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar