Pendekar Bloon Jilid 23 Petualang

Jilid 23 Petualang

Sejak menggantikan ayahandanya baginda Hung Wu dari kerajaan Beng, maka baginda lng-Lok memindahkan ibu kota ke utara lagi yalah di kota Pakkhia (Peking).

Dahulu kota Pakkhia itu dibangun sebagai kota raja oleh Kubilai Khan, raja Mongol yang menguasai Tiongkok dan mendirikan kerajaan Goan. Kota raja Pakkhia itu dinamakan Kambaluk.

Kemudian setelah kerajaan Goan atau Mongol runtuh maka berdirilah kerajaan Beng. Baginda Hung Wu memindahkan kotaraja ke Lamkia atau Nanking.

Dan setelah Ing Lok naik tahta, ia memindahkan lagi kotaraja ke Pakkhia atau Kambaluk. Baginda Ing Lok mendirikan kota kerajaannya atas dasar yang telah diletakkan oleh Kubilai Khan dahulu, diperbaiki dan dibangun lagi.

Baginda Ing Lok yang mendirikan tembok besar kota itu. Tembok itu tingginya sampai lima belas meter dan lebarnya sama dengan sebuah jalan besar.

Di pusat kota besar itu didirikan lagi sebuah kota lain yang dinamakan kota Kerajaan. Kota ini mempunyai tembok kota dan gapura sendiri. Merupakan sebuah kota dalam kota dan dalam kota kerajaan itu diamlah para menteri, jendral serta pegawai2 tinggi lainnya.

Lebih istimewa lagi, dalam kota kerajaan atau Kota Dalam itu dibangun lagi sebuah bangunan yang juga dikelilingi tembok kokoh. Kota ini sebut Kota Terlarang. Dengan demikian terdapat tiga lapis kota dalam ibukota Pakkhia itu. Dalam Kota Terlarang itulah didirikan istana dengan ruangan dan halaman yang luas. Disitulah yang menamakan dirinya sebagai Thian Cu atau "Putera Tuhan" bersemayam.

Kerajaan Beng berusaha keras untuk mengembangkan lagi peradaban kuna. Karena sejak kerajaan Goan (Mongol) hal itu diabaikan.

Dalam rangka menghidupkan dan mengembangkan peradaban lama maka setiap tahun diadakan ujian ilmu sastera. Di tiap kota dan desa dititahkan untuk mendirikan sekolah dan perpustakaan.

Kaum sasterawan dan kaum terpelajar mendapat penghargaan yang tinggi dari kerajaan. Adakalanya mereka diundang ke istana. Demikian pula pada masa itu telah dibangun sebuah sekolah tinggi yang disebut Han Lin.

Pada masa kerajaan Beng itu. Bangunan2 banyak didirikan: Antara lain makam dengan kuil, tembok2 tinggi dan lebar, gapura2 kuat untuk kota2 yang penting. Begitu pula tiap kota dan bahkan desa dibangun dengan dikelilingi tembok. Jalan2 dibuat untuk melancarkan hubungan. Jembatan2 yang indah bangunannya, kadang2 bentuknya seperti setengah lingkaran sehingga jembatan dan bayangannya yang menumpah pada permukaan air, nampak indah sekali.

Dan sejak agama Buddha masuk di Tiong-kok, maka banyaklah didirikan pagoda2. Karena bentuk pagoda itu berasal dari India maka pagoda2 itu selalu mempunyai tingkat yang ganjil, lima tingkat sampai tigabelas. Menurut kepercayaan, bilangan ganjil itu merupakan lambang Yang dan bilangan genap ialah Im.

Ditiap tingkat dari pagoda, di ujung bubungan yang meruncing keatas, digantungkan genta2 yang bergemerincing jika tertiup angin. Dan jika pada hari2 perayaan maka digantungkanlah lentera2. Pagoda adalah pembawa bahagia. Didirikan sebuah pagoda disebuah kota adalah bertujuan supaya rakyat selamat. Karena menurut kepercayaan, pagoda itu dapat mengundang datangnya jin2 dan malaekat yang baik.

Juga jaman Kerajaan Beng itu mempunyai banyak pelukis2. Banyak cara baru untuk menghiasi barang2 keramik diketemukan. Kesenian berkembang maju.

Dibagian utara kota Pakkhia, diantara Kerajaan dengan tembok luar, terdapat dua menara besar yaitu Menara Gendang dan Menara Genta yang didirikan oleh Kubilai Khan dulu.

Baginda Ing Lok menyuruh memperbaiki menara itu dan menempatkan sebuah gendang (bedug) besar yang suaranya dapat terdengar di seluruh kota. Pada hal luas keliling kota Pakkhia empat belas mil. Gendang itu berbunyi  untuk memberi pertandaan jam2 pada siang sampai malam hari.

Kemudian pada Menara Genta, baginda Lok menginginkan supaya dihias dengan sebuah genta raksasa yang suaranya dapat terdengar sampai jauh.

Mengenai pembuatan genta raksasa itu mempunyai cerita yang menarik.

Genta raksasa seperti yang diinginkan memang belum pernah dibuat orang. Maka baginda menitahkan salah seorang pegawai yang bernama Kwan Yu untuk membuatnya.

Cerita tentang pembuatan genta itu memang tak terdapat dalam catatan buku sejarah yang manapun tetapi setiap rakyat kota raja tentu tahu hal itu. Setelah mendapat titah baginda, Kwan Yu lalu mengumpulkan seluruh ahli pembual perunggu dari seluruh negeri. Kepada ahli2 itu diceritakan tentang titah baginda supaya membuat sebuah genta raksasa.

"Genta itu harus merupakan genta yang terbesar di dunia. Sedang emas dan perak harus di campurkan kedalam perunggunya supaya dapat melantangkan bunyi yang besar dan berkumandang nyaring." demikian Kwan Yu memberi petunjuk kepada para ahli itu.

Maka mulailah beratus-ratus ahli itu melebur dan mencampur bahan2 logam itu lalu dituangkan ke dalam cetakan yang dibuat daripada tanah liat.

Baginda sendiri datang untuk menyaksikan pembuatan genta. Baginda dan para mentri serta Kwan Yu berdiri di atas serambi, melihat ke bawah tempat penuangan logam putih yang mendidih dan mendesis desis mengeluarkan  percikan api. Dengan upacara yang disertai doa2 mantra, maka dituangkanlah bahan logam itu kedalam cetakan tanah tadi.

Selesai penuangan itu maka Kwan Yu lalu memberi laporan kepada baginda. Baginda memuji dan mengucapkan kata2 penghargaan terhadapnya karena pekerjaan itu diselesaikan. Dan apabila pekerjaan itu sudah selesai, Kwan Yu supaya menghadap ke istana.

Tetapi malang benar. Ketika logam itu sudah dingin dan diambil dari cetakannya, ternyata hasilnya tidak memuaskan. Gentanya berlubang kecil2. Tak perlu dicoba, tentulah genta itu berbunyi jelek atau tidak berkumandang nyaring.

Ketika menerima laporan, murkalah baginda Ing Lok. Kwan Yu diperintahkan supaya mencoba sekali lagi. Para ahli menumpahkan seluruh kepandaiannya untuk mencetak lagi sebuah genta. Tetapi hasilnya tetap buruk juga.

Kwan Yu gemetar karena kecewa dan takut akan mendapat hukuman raja. Ketika menghadap ke istana, baginda dengan murka memberi titah Genta harus jadi, jika tidak Kwan Yu akan dihukum potong kepala.

Dengan amat sedih dan lunglai pulanglah Kwan Yu. Di halaman ia disambut oleh puteri yang bernama Ko Ay. Puteri itu amat disayanginya. Umurnya baru enambelas tahun. Ibarat bunga sedang dalam masa kemekaran yang se-indah2nya. Memang Ko Ay seorang dara yang cantik rupawan, halus budi bahasa dan ramah tutur katanya. Ia pandai membuat syair dan menyulam. Ko Ay merupakan puteri tunggal dari Kwan  Yu. Betapa kesayangan Kwan Yu, dapatlah dibayangkan.

Rupanya sikap dan wajah ayahnya yang murung itu cepat menarik perhatian Ko Ay.

"Mengapa ayah bermuram durja,” tanya dara itu.

Kwan Yu lalu menuturkan tentang genta dan titah baginda. "Oh, ayah, aku ingin menjadi anak laki2 supaya dapat

menolong ayah. Tetapi karena saya hanya seorang anak perempuan maka saya akan berdoa siang dan malam untuk ayah, Doa anak kecil untuk orangtuanya selalu dapat terkabul."

Ketika keesokan harinya Kwan Yu menuju ke tempat pembuatan genta, diam2 Ko Ay dengan bujangnya keluar dari rumah mencari seorang ahli nujum. Ia menanyakan tentang genta yang dibuat ayahnya kepada ahli nujum itu.

"Genta itu takkan jadi." kata nujum, "jika logamnya tidak dicampur dengan darah seorang gadis". Ko Ay terkejut.

"Darah seorang gadis harus dicampurkan dalam logamnya

?" sampai di rumah Ko Ay masih merenungkan ucapan ahlinujum itu.

Menggigillah tubuh Ko Ay memikirkan hal itu, tahu betapa panas logam yang dilebur itu. iapun tahu bahwa yang dimaksudkan darah seorang gadis itu adalah darahnya sendiri.

Ah, apakah yang harus ia lakukan ?

Maka tibalah saatnya genta itu akan dicetak lagi. Dan kali ini genta itu harus jadi atau kepala Kwan Yu akan dipenggal.

Ko Ay meminta kepada ayahnya supaya ia diperbolehkan ikut melihat pembuatan genta itu. Karena Ko Ay meminta dengan sungguh2, akhirnya Kwan Yu pun meluluskan sang puteri pergi ke tempat pemasakan logam bersama dengan bujangnya.

Mereka berdiri di serambi tempat raja berdiri tempo hari. Kwan Yu amat tegang dan Ko Ay berdebar-debar hatinya ketika melongok ke bawah, ke tempat logam yang sedang mendidih itu.

"Siap !" teriak pemimpin pekerjaan, "tuangkan sekarang .....

!"

Dan para pekerjapun segera mengisar tabung tempat

logam mendidih itu supaya miring dan mencurah kedalam cetakan.

"Ayah, aku akan membantumu supaya genta berhasil . , " tiba2 terdengar lengking seorang anak perempuan.

Dan sebelum pekerja2 itu tahu apa yang terjadi, sesosok tubuh telah melayang dari atas serambi, terjun ke dalam tempat peleburan logam yang sedang mendidih itu. Bum ....

"Ko Ay . , " terdengar jerit ayahnya.

Seluruh pekerjapun berteriak ngeri, mereka tak dapat berbuat apa2 untuk menolong.

Bujang yang berusaha hendak menahan Ko Ay tak berhasil kecuali hanya dapat menarik sebuah sepatunya saja.

"Ko Ay ..... " Kwan Yu menjerit kalap!. Ia hendak terjun juga menyusul puterinya. Tetapi dapat dicegah oleh para pekerja.

Kwan Yu meraung-raung bagai orang gila, dan sejak itu ia menderita sakit ingatan.

Baginda diberitahukan bahwa pembuatan genta telah selesai. Begitu pula tentang peristiwa Ko Ay. Baginda memerlukan datang untuk menyaksikan genta itu.

Cetakannya diambil dan jadilah sebuah genta raksasa yang tingginya tiga kali orang. Tak sedikitpun bekas2 Ko-Ay. Panas logam yang luar biasa tingginya telah melebur tubuh dara itu sama sekali.

Kali ini genta itu sempurna buatannya. Tak ada sebuah lubang atau bintik pada genta. Genta amat indah dan halus seperti sutera. Baginda titahkan supaya genta itu digantungkan pada sebuah tiang besar yang telah disediakan. Ketika dipukul dengan sepotong kayu, bukan main merdu suaranya…...

Kumandangnya memenuhi rumah2, jalan2, bahkan jauh sampai ke seluruh kota. Rakyat mendengarkan bunyi genta itu dengan rasa kagum. Be-pernah mereka mendengar bunyi genta yang demikian indah kumandangnya. Hanya suatu hal yang menggemparkan telah terjadi. Setelah kumandang bunyi genta mengendur rendah, terdengarlah lengking tinggi seolah -anak menangis. Dan suara itu seperti membentuk teriakan kata2 : "Sepatu ... sepatu..”

"O", kata orang2 itu. itulah Ko Ay. Ya, suara Ko Ay yang meminta kembali sepatunya.! Sebab ketika ia terjun kedalam bejana peleburan Iogam, sepatunya tertangkap oleh bujangnya.

Sekarang genta itu masih dipasang di atas menara di sebelah utara Kota Kerajaan. Tiap malam bunyi genta itu terdengar ditiap pelosok kota. Dan juga orang mendengar suara itu segera mereka harus mengunci pintu rumah dan gapura kota sampai esok hari.

Pun apabila anak kecil menangis, maka orang tuanya segera membujuknya ; "Diam, diam lah, dengarkanlah suara Ko Ay."

Demikian sepintas keadaan dalam Kambuha seperti yang dikatakan oleh Kubilai Khan, kemudian dirobah menjadi Pakkhia oleh kaisar keraan Beng.

Dan Blo'on mendengarkan dengan penuh perhatian atas cerita seorang penduduk yang dengan ramah tamah menerimanya bermalam.

Ketika masuk ke kotaraja, haripun sudah malam. Karena belum tahu keadaan kota, Bio’on dan Sian-li agak bingung. Untunglah seorang penduduk dengan ramah menolong mereka dan memberi penginapan.

Bukan saja memberi makan, pun orang itupun menceritakan juga tentang sejarah kotaraja. Untuk menghindari ganguan2 yang tak diinginkan maka Sian li menyaru pula sebagal pemuda. Dan pesan supaya Blo'on menyebutnya sute, jangan sumoay.

Dalam kesempatan itu Sian-li pun menanyakan keterangan tentang diri Buyung Kiong yang bergelar Cian-.bin-long-kun atau Manusia-seribu muka.

"Ah. tuan Buyung Kiong itu seorang kaya yang baik budi. Suka memberi derma dan menolong orang", kata tuan rumah, "seluruh kota raja kenal dengan dia".

"Dimanakah tinggalnya ?"

"Tinggal di sebelah timur kota. sebuah gedung yang besar dan mewah. Dia membuat sebuah tempat yang khusus disediakan untuk tetamu2"

"Tetamu2 siapa ?"

"Tuan Buyung Kiong luas sekali pergaulannya. Tiap hari penuhlah tempat penginapan itu dengan orang2 persilatan. Bahkan ada yang tinggal disitu sampai berbulan-bulan, makan dan minum secara cuma2"

"Mengapa dia digelari sebagai Cian-bin-long ?" tanya Sian-li pula.

Tuan rumah mengangkat bahu. 'Entahlah aku sendiri tak tahu"

"Paman, dimanakah sepatu milik Ko Ay itu?”, Blo'on bertanya.

Tuan rumah terkejut heran mendengar pertanyaan itu : "Mengapa ?"

"Mengapa engkau tanyakan sepatu itu ?" tanya tuan rumah dengan nada heran. "Aku kasihan dengan gadis itu. „Dia sudah rela mengorbankan diri demi kepentingan raja, mengapa raja tak menyuruh orang untuk mengantarkan sepatu itu ?"

Tuan rumah terlongong.

"Bagaimana caranya untuk mengantarkan sepatu itu ?

Bukankah Ko Ay sudah jadi satu dengan genta?”

"Sudah tentu genta itu harus dimasak lagi lalu sepatu Ko Ay dimasukkan kedalam leburan logam. Kan beres." seru Blo'on seenaknya.

Tuan rumah menyalangkan mata memandangi Blo'on dengan pandang bertanya: "Apakah engkau ini ... "

Sian-li tahu apa yang hendak dikatakan tuan rumah. Kuatir kalau timbul percekcokan, buru2 menukas.

"Sudahlah suko " katanya, "genta itu baginda yang menitahkan. Kalau tak ada perintah raja bagaimana orang berani hendak melebur lagi genta yang sudah jadi itu ?"

"Raja yang tidak adil" Blo'on bersungut-sungut. "kalau aku ketemu raja itu tentu akan minta supaya sepatu Ko Ay dikirimkan"

Sian li cepat2 tertawa karena ia melihat tuanrumah melongo. Ia kuwatir tuan rumah itu mengatakan  bahwa Blo'on itu kurang waras!, Dengan tertawa geli itu mudah2an akan mendapat kesan bahwa Blo'on hanya sekedar bergurau saja.

“Tetapi tidak su ... te " kata Blo'on "aku memang berminat sungguh2 untuk mencari sepatu itu. Akan kukembalikan kepada gadis Ko Ay. Aku kasihan sekali kepadanya"

"Sudahlah, suko" seru Sian-li, "besok kita jalan2 di kota ini." Setelah menginap semalam, keesokan harinya Blo'on dan Sian-li minta diri lalu mulai ayunkan langkah berjalan jalan melihat-lihat kotaraja.

Memang kotaraja luar, padat dengan penduduk. Perdaganganpun ramai, toko2, rumah makan, pasar tumpah ruah dengan barang2 dagangan. Karena selama ini berdiam di gunung, Sian heran juga melihat kota yang begitu ramai. Untunglah ia menyaru sebagai seorang pemuda, Kalau tidak tentulah ia akan menarik perhatian orang.

Apalagi Blo’on. Dia sering menghampiri ke sebuah toko melihat-lihat barang yang diperdagangkan disitu bahkan ada kalanya ia memegang memeriksanya.

"Mau beli kain, tuan ?" tegur seorang pelayan toko kain, "bagus sekali kain itu. Terbuat dari sutera keluaran Hangciu yang termasyhur, Dan harganya murah, tuan"

"Berapa ?" tanya Blo'on. "Semeternya hanya lima tail perak".

"Huh, begitu mahal," dengus Blo'on. Letakkan kain ia terus berputar diri hendak pergi.

"Tuan tawar berapa ?. Nanti kami beri murah harganya" kata pelayan itu.

"Tidak punya uang"

"Tidak punya uang?" pelayan toko itu mengulang, "mengapa engkau berani pegang2 kain dagangan ini ?"

"Apa tidak boleh ?" tanya Blo'on,

"Kain ini barang dagangan yang dijual, bukan untuk dibuat pegang2 saja. Tahu!" pelayan toko itu deliki mata. "Habis kalau tak punya uang, apakah harus membeli ?" balas Blo’on

"Kalau tak punya uang jangan pegang2 kain. Hm. dasar pemuda desa ... "

"Eh, engkau menghina aku ?" teriak Blo’on.

"Ya. engkau mau apa?" tantang pelayan toko itu dengan marah.

"Tidak mau apa2. Tidak sudi beli tidak sudi berada di toko ini"

"Keluar !" bentak pelayan itu makin marah seraya maju mendorong bahu Blo'on.

Karena tak bersedia, Blo'on terhuyung dua langkah keluar Pelayan toko i:u masih muda dan rupanya dia belajar silat

juga.

Blo on melangkah masuk lagi, serunya: “Gila, aku tak mau keluar dari sini dengan cara diusir begitu kurang ajar!"

Pelayan itu makin marah. Dia cepat mendorong tubuh Blo'on lagi. Tetapi saat itu Blo'on sudah kencangkan tubuh untuk bertahan.

"Huh ... " pelayan mendesuh kejut ketika tak mampu mendorong tubuh Blo'on, Tubuh Blo’on seperti segunduk batu karang yang kokoh.

Sebenarnya pelayan itu diam2 terkejut. Tetapi karena  sudah terlanjur jual garang, diapun tak mau mundur. Melangkah maju ia menghantam muka Blo’on.

Plak ... , Karena hendak bertahan diri maka Blo'on asongkan kepalanya untuk menyambut. Akibatnya pelayan itu menjerit keras. Tulang tinjunya seakan pecah ketika membentur batok kepala Blo'on. Jeritan mengaduh dari pelayan itu  menimbulkan kegaduhan. Beberapa pelayan kain terus maju menghantam Blo'on. Seketika kacaulah keadaan dalam toko kain itu.

Saat itu Sian-li sedang melihat-lihat di lain toko. Walaupun dia seorang gadis pendekar, tetapi sebagai seorang anak perempuan, diapun terpikat juga hatinya akan kain2 pada toko sebelah. Mendengar ribut2 ia keluar dan melihat Blo’on ribut2 dengan pelayan toko. Cepat ia lari menghampiri hendak mencegah.

"Berhenti !" sekonyong-konyong terdengar seseorang menghardik keras.

Nada bentakan itu kuat dan berwibawa, sehingga pelayan2 yang mengerubuti Blo'on berhenti serentak. Mereka segera berpaling searah suara orang.

Ah, ternyata yang membentak keras itu hanya seorang pengemis setengah tua. Walaupun bersih tetapi pakaian pengemis itu sudah banyak dihiasi tambalan.

"Tuan. mengapa ribut mulut dengan pelayan disini ?" tegur pengemis itu,

"Siapa engkau !" hampir serempak Blo’on dan pelayan itu menegur.

"Seorang pengemis yang kebetulan berjalan disini" sahut pengemis itu, "dan menyaksikan kalian perang mulut. Apa sebabnya ?"

Pelayan menuturkan apa yang telah terjadi. “O hanya soal sepele itu" kata pengemis.

"Sepele engkau anggap ?" teriak Blo’on. "masakan dia hendak memaksa aku membeli sutera itu."

"Berapa harganya yang benar ?" tanya pengemis. "Lima tail perak "

"Lima tail, ah bilang yang benar, sahabat, lima tail perak itu amat mahal, masakan engkau hendak menggorok leher orang saja."

"Lalu berapa ? Cobalah tawar ?"

'"Satu tail perak saja. Aku akan mengambil banyak.

"Ya, memang kalau ambil banyak harganya bisa kurang". "Sudah, boleh atau tidak !" sahut si pengemis seorang lelaki

setengah tua.

Karena jera dengan pengalaman terhadap Blo'on pelayan itupun sangsi terhadap si pengemis.

“Apakah engkau membawa uang?" tanyanya.

"Untuk membeli semua kain dalam toko ini, tak perlu memakai uang" sahut si pengemis.

"Apa ?"

"Asal engkau tunjukkan tongkatku Bak-kau yang ini kepada tuan majikanmu, urusan tentu beres.”

'Tidak." teriak pelayan, "aku hanya menjual kain dengan pembayaran uang, bukan tongkat!, kau tentu serupa dengan pemuda desa itu"

"Eh.garang benar engkau" seru si pengemis. "Memang," sahut pelayan, "terhadap kaum pengemis dan orang2 yang kantongnya kosong, aku harus tegas. Lekas engkau keluar !"

Habis berkata, pelayan itu bahkan terus maju hendak mendorong si pengemis. Tetapi tiba2  tengkuknya dicengkeram Blo'on,

"Engkau sendiri yang keluar sana" sekali dorongkan tangan, Blo'on membuat pelayan itu terlempar ke jalanan dan rubuh mencium tanah.

Seketika gemparlah toko itu. Beberapa pelayan marah karena kawannya dilempar Blo'on. Mereka terus menyerbu Blo'on. Tetapi mereka harus mengalami nasib seperti kawannya yang pertama tadi. Mencium tanah dan babak belur.

"Hai, apakah ribut2 ini, berhenti !" tiba2 terdengar suara orang berseru keras dan tajam. Memiliki perbawa sehingga semua orang berhenti berkelahi.

'Toaya, ada pengacau membikin rusuh kita." seorang pelayan buru2 menghampiri seorang lelaki setengah tua yang keluar dari dalam."

Seorang lelaki berwajah bersih, mengenakan kopiah warna hitam, baju putih, celana sutra hitam. Tangannya memegang sebuah pipa huncwe.

Dia adalah pemilik toko kain yang terkenal di kota raja. Namanya Siang Ki Hin. menerima laporan dari pegawainya, ia terus melangkah maju menghampiri ke tempat Blo'onl

Serempak dengan itu. Sian-li pun muncul ternyata gadis itu tengah masuk ke sebuah toko, tahu2 Blo'on menghilang dan tahu2 pula masuk ke toko kain yang paling besar di jalan itu timbul perkelahian. Ketika ia menghampiri ternyata suhengnya berkelahi dengan pelayan2 toko itu.

"Maaf, Siang loya." buru2 pengemis tadi menyongsong kedatangan pemilik toko seraya memberi hormat.

"Ah. Ong thincu, kiranya engkau berkunjung kemari." kata pemilik toko dengan ramah, "mengapa thiancu minta maaf kepadaku ?"

"Ah, kongcu inilah yang menimbulkan sedikit ribut2 .dengan para pelayan disini, "pengemis yang disebut Ong thancu itu menunjuk pada Blo'on.

"O, mengapa mereka tak tahu kalau Ong thancu datang ?'* pemilik toko yang bernama Siang Ki Hin segera mendamprat para pelayan tokonya.

"Ah, sebenarnya hanya sedikit salah paham saja tetapi pelayan tadi telah turun tangan memukul kongcu, sehingga sampai terjadi keributan. Sekali lagi harap Siang loya suka memberi maaf."

"Ah, janganlah Ong thancu begitu merendah kita kan bersahabat masakan soal sekecil itu siancu harus minta maaf."

Siang Ki Hin diam2 merasa aneh mengapa pengemis Ong itu tak mau memperkenalkan kongcu atau tuan muda (Blo’on) kepadanya. la hendak menanyakan diri pemuda itu kepada si pengemis.

"Maaf Siang loya" tiba2 pengemis itu berkata, "karena masih ada urusan penting, terpaksa aku mohon diri"

"Ai, Ong thancu. sudah lama kita tak berjumpa. Mengapa Ong thancu tak mau singgah dulu minum teh ?"

Tetapi pengemis Ong tetap hendak pamit. "Lain hari. aku tentu akan datang menghadap Siang loya untuk omong2 sampai puas, lalu pengemis Ong menyeret tangan Blo’on, "kongcu. mari kita pulang"

Blo’on terbeliak. Ia tak kenal siapa pengemis itu dan mengapa menyebut dirinya dengar sebutan 'kongcu*.

Blo'on hendak membantah tetapi tangan pengemis itu sedemikian kuatnya sehingga ia tak bisa untuk membangkang. Terpaksa ia ikut.

Sian-li heran juga melihat gerak gerik pengemis itu. Tetapi ia diam saja dan terus mengikuti dari belakang.

Mereka keluar dari pintu kota sebelah barat. Dan setelah berjalan di tempat yang sepi Blo’on bertanya :

"Hai, siapakah engkau ini ?" "Pengemis Ong."

"Mengapa engkau menarik aku? Hendak kau bawa kemanakah aku ini ?"

"Pulang "

"Pulang ke rumah siapa ?" "Rumahku."

"Dimana ?"

"Sebentar kongcu tentu akan tahu sendiri.”

Tiba2 Blo'on hentikan langkah, tegurnya. "Tak mau ah, aku tak kenal padamu, mengapa engkau membawa aku kerumahmu ?"

"Tidak apa2, nanti dirumab kita bicara sejelas2nya".

"Huh, apakah engkau hendak menjadikan aku seorang pengemis ?" seru Blo'on. Ong thancu, pengemis setengah tua itu tertawa ringan: "Hm, engkau kira mudah menjadi pengemis di kotaraja ini ?"

"Apa sukarnya ?" seru Blo'on.

"Tidak mudah, kongcu. Mari ke rumah kanalanku nanti kuceritakan tentang hal itu"

"Eh, paman apakah engkau kenal dengan orang yang bernama si Muka-seribu Buyung Kiong, buru2 Blo'on bertanya.

"Mengapa tidak ?" sahut Ong thancu. "nanti akan kuberikan keterangan tentang orang itu."

"Kalau begitu, maulah aku," kata Blo'on.

Kedua orang itu segera melanjutkan perjalan lagi. Sedangkan Sian-li tetap tak mau unjuk diri melainkan mengikuti secara diam2. Dara itupun diam2 mendongkol mengapa Blo'on seperti tak ingat lagi kepadanya.

Rumah kediaman Ong thancu itu terletak di ujung kota, sedikit di luar pintu kota. Dari luar gedung tampak seperti sebuah kuil tetapi dibagian dalam merupakan sebuah gedung yang luas. Tempat itu menjadi markas dari partai Kay-pang cabang kotaraja. Pengemis tua Ong itu menjabat sebagai thancu atau ketua cabang dari Kaypang.

Blo'on dibawa masuk kesebuah ruangan yang bersih dan sedap dipandang.

"Aneh, mengapa kaum pengemis memiliki rumah yang begini bagus ?" Blo'on heran.

Ong thancu tertawa: "Rumah ini diperuntukkan markas dari partai Pengemis cabang kotaraja.

"O kaum pengemis juga mempunyai partai. "Ya, itulah sebabnya maka tadi kukatakan tidak mudah menjadi pengemis. Anggauta pengemis harus tunduk pada peraturan partai Kaypang. Tidak sembarang orang dapat diterima masuk menjadi anggauta"

Seorang pengemis muda muncul dengan membawa hidangan minuman dan makanan, thancu mempersilahkan Blo’on makan.

"Wah, enak juga jadt pengemis. Masakan makanannya begini enak" kata Blo’on pula sambil menyuap hidangan. Memang sejak pagi dia belum makan. Sungguh kebetulan sekali seperti mendapat durian runtuh atau rejeki yang tak terduga-duga.

Ong thancupun menemani makan. Tetapi enak2 melahap kuah ikan kakap, tiba2 B!o’on menjerit, tinggalkan meja dan terus berlari keluar.

Sudah tentu Ong thancu terkejut. "Hai, kongcu hendak kemana ?" Cepat ketua cabang partai Kay-pang itu loncat menghadang.

"Sumoayku. eh. su ... teku !" Blo'on tanggap seraya menunjuk keluar, "dia tentu sibuk cari aku."

"Dimana ?* tanya Ong thancu. "Di dalam kota !"

"Ah ... " baru Ong thancu menghela napas. Tiba2 Blo'on sudah menyiaknya supaya minggir. Karena tak menduga, tubuh Ong thancu kena terdorong.

Ong thancu terlongong-longong. Ia tak mengira bahwa pemuda yang tampaknya blo'on itu ternyata memiliki tenaga dalam yang sakti. Untuk mendorong seorang ketua cabang Kay pang sampai dua langkah kesamping, bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan oleh sembarang tokoh silat.

Adalah karena Ong thancu atau lengkapnya bernama Ong Cun, memiliki kepandaian silat yang tinggi maka dia diangkat sebagal thancu.

Pada saat Ong thiocu terlongong-longong itu-Blo’on segera menyelinap keluar. Ketika Ong thiocu sadar. Blo’onpun sudah berlari-lari sepanjang jalan yang menuju kepintu kota.

Tiba2 Ong Cun bersuit nyaring dan seketika dari tepi jalan, muncullah empat orang pengemis menghadang Blo'on.

"Hai, minggirlah" teriak Blo'on.

Tetapi keempat orang itu tak menyahut melainkan berjajar- jajar menghadang di tengah jalan.

"Ho, pengemis2. mau apa engkau ?" tanya Blo’on terpaksa berhenti, "mau minta uang ?. Sayang aku tak punya uang".

Tetap keempat pengemis itu diam saja. "Eh, mengapa diam saja? Jangan kecewa, besok pagi aku tentu kembali kesini dan membawakan uang untuk kalian", seru Blo'on

Tetapi karena keempat pengemis itu terdiam, Blo'on menyuruh mereka menyingkir : “Ayo, beri jalan kepadaku ..."

Tetap tiada penyahutan apa2.

Karena mengkal, Blo'on melangkah maju hendak memegang bahu salah seorang pengemis. Tetapi cepat mereka menghindar ke samping dan merapat lagi memenuhi jalan.

"Eh, kalian memang pengemis bandel. Kalau tidak mau menyingkir, aku terpaksa akan bertindak!" Blo'on mengancam. Tetapi ancaman itu tetap tak digubris.

"Baik, rupanya kalian memang minta bogem mentahku. Nih, terimalah ... " habis berkata Blo’on terus menjotos pengemis yang berdiri ditengah.

„Uh ... “

Blo'on hampir menyusur kemuka karena tinjunya luput. Dan ketika ia berdiri tegak, keempat pengemis itu menghadang jalan.

"Kurang ajar, kalian memang sengaja hendak mempersulit aku !" dengan sebuah loncatan, Blo’on menerkam pengemis di tengah.

Tetapi kembali ia mengeluh kaget karena hanya menubruk angin kosong. Dan tahu2 keempat pengemis itu masih mengepungnya rapat2.

Blo'on tertegun. Pikirnya, percuma berkaok-kaok menyuruh mereka menyingkir. Percuma pula ia ngotot menyerbu mereka. Lebih baik ia berjalan terus dan biarkan mereka akan berbuat apa saja.'

Kini giliran keempat pengemis itu yang bingung ketika melihat Blo'on berjalan seenaknya menghampiri kearah mereka.

"Berhenti!" salah seorang pengemis songsongkan kedua telapak tangannya kemuka. Dan songsongan tangan itu disaluri dengan tenaga dalam yang kuat.

"Uh ... " bukan saja Blo'on tetap berjalan maju bahkan tenaga dorongan pengemis itu mental kembali sehingga pengemis itu tergetar kedua tangannya.

"Serempak !" seru pengemis itu seraya mengajak ketiga temannya untuk mendorong Blo'on. Blo'on seperti dilanda setiup angin dahsyat hingga tubuhnya tersurut mundur sampai tiga empat langkah. Untuk menjaga jangan sampai ia jatuh maka ia segera kencangkan kaki tangan untuk bertahan.

"Uh, uh, uh ... " terdengar keempat pengemis menjerit tertahan ketika tubuh mereka terlempar setombak jauhnya dan terbanting ke tanah .......

Karena mengerahkan tenaga untuk bertahan jangan sampai jatuh, tenaga sakti Ji-ih-cin-kan dalam tubuh Blo'onpun memancar. Akibatnya empat pengemis harus menelan tenaga- dalamnya yang didorongkan kepada Blo'on, ditambah pula dengan tenaga sakti Ji-ih-cin-kang,

"Hai, kenapa kalian tidur ?" seru Blo’on seraya menghampiri keempat pengemis yang tak dapat baugun itu.

"Kongcu ... " tiba2 terdengar orang berseru tertahan. Dan ketika Blo'on berpaling, ternyata Ong thancu tegak berdiri terlongong-longong.

"Apakah kongcu yang merubuhkan mereka?” seru kepala cabang Kay-pang itu dengan penuh keheranan.

"Tidak" bantah Blo'on. "entah mereka'itu kenapa mereka serempak mendorong aku dan tiba2 mencelat jatuh sendiri."

Memang Ong Cun menyaksikan hal itu dengan mata kepala sendiri. Ia hendak berseru cegah keempat anak buahnya supaya jangan lukai Blo'on tetapi terlambat. Dan apa yang dilihatnya benar2 hampir ia tak percaya sendiri.

"Engkau menggunakan tenaga apa untuk rubuhkan mereka

?" tanya Ong thancu pula.

"Entah" Blo’on gelengkan kepala, "tanyai sendiri kepada mereka" "Kongcu" kata Ong thancu pula. "tahukah engkau siapa keempat pengemis itu ?'

"Mana aku tahu ? Kenalpun tidak dan baru sekarang saja melihat mereka."

"Mereka adalah keempat wakil thancu dari Kay pang kota Pak-khia ini. Bukankah mereka mengenakan ikat pinggan sutera kuning ? Nah itulah tanda kedudukan mereka dalam partai Kay-pang.

“O " desuh Blo’on, "mengapa mereka menghadang perjalananku ?”

"Memang aku yang menyuruh dengan tanda suitan tadi" kata Ong thancu, "maksudku bukan hendak mengganggu kongcu melainkan hendak cegah kongcu kembali masuk kedalam kota.

“Nanti sute kongcu itu, akan kuperintahkan anak buah Kaypang untuk menjemputnya"

"Apa mereka tahu bagaimana tampang muka suteku?”. "Justeru itulah yang hendak kutanyakan. Apa kongcu suka

memberi gambaran tentang wajah dan perawakannya tentu

akan dapat diketemukan. Pengaruh Kay-pang di kotaraja ini besar dan asal saja sute kongcu itu tidak menuju ke arah  utara kota".

"Kenapa ?"

"Kami telah membagi daerah kotaraja menjadi dua, yang sebelah barat dan selatan daerah anakbuah Kay-pang. Sedang daerah utara dan timur kekuasaan partai Jembel.

“Partai Jembel ? Apakah itu ? "Sebenarnya juga partai Kay pang, tetapi telah terjadi perpecahan antara Kay pang selatan dan Kay pang utara maka Kay-pang utara menamakan diri sebagai partai Jiong-pang."

"Aku tak peduli Kay-pang atau Jiong-pang pokoknya aku hendak masuk kedalam kota mencari suteku" kata Blo'on terus akan ayunkan Iangkah lagi".

"Kongcu, kuminta janganlah kongcu lanjutkan niat kongcu itu." .

"Apa ? Engkau hendak melarang ? Aku bebas mau pergi kemana saja"

"Ah," Ong thancu menghela napas, "apakah kongcu tetap hendak ke dalam kota ?"

"Apakah engkau tetap akan merintangi?” Blo'on balas bertanya.

"Apa boleh buat" kata Ong thancu. "aku bermaksud baik kepada kongcu, karena kongcu tak mau mendengar kataku, terpaksa aku rintangi"

"Bagus," seru Blo'on. "hayo, pukullah aku”. Blo’on busungkan dadanya, lalu berjalan.

"Maaf, kongcu," tiba2 Ong thancu songsongkan sebelah tangannya untuk menahan.

Blo'on tersurut dua tiga langkah lalu maju lagi.

Sampai dua tiga kali Ong Cun mendorongkan tangannya tetapi Blo'on membandel. Setiap tersurut mundur, dia maju lagi.

Lama kelamaan habislah kesabaran Ong Cun. Terakhir dia dorongkan kedua tangannya dengan tenaga delapan bagian. Dan Blo'on terpental sampai tiga empat langkah kebelakang. "Coba sekali lagi" seru Blo’on seraya kerahkan tenaga untuk bertahan.

Dan ketika Ong Cun mendorong, ia segera berteriak kaget karena tubuhnya mencelat sampai beberapa langkah. Setelah terhuyung lagi beberapa langkah barulah dia dapat berdiri tegak.

"Aneh ... " ketua cabang Kay pang itu bergumam diri. "mengapa tubuhnya dapat memancarkan tenaga yang luar biasa sehingga tenaga doronganku terpental balik mendorong tubuhku ?"

Belum sempat ia menimang-nimang, tampak Blo'on melangkah maju lagi.

"Kongcu ... " Ong thancu berseru keras seraya mengangkat tangannya keatas. Terpaksa ia hendak menghantam pemuda itu.

"Hi, hi, hi ... " tiba2 terdengar suara orang tawa mengikik.

Blo'on terkejut dan berpaling. "Engkau sute !" teriak Blo'on ketika melibat Sian-li muncul dari balik gerumbul pohon.

"Ah," Ong thancu menghela napas longgar dan menurunkan pula tangannya.

"Adakah kongcu ini sute dari kongcu ini ?" tanya Ong thancu seraya menunjuk Blo'on.

"Ya". Sian-li mengangguk.

"Su ... te, kemana saja engkau ini ? tanya Blo'on agak mengkal.

"Kemana ? Aku selalu mengikuti engkau ko". "Mengikuti ?" "Ya, teiapi secara diam2. Kutahu engkau masuk kedalam kuil tetapi tak lama kemudian engkau berlari-lari keluar ..."

"Karena hendak mencari engkau!” tukas Blo’on. Sian li tertawa.

"Memang karena curiga engkau dibawa orang jahat maka aku tak mau menampakkan diri. Apabila terjadi sesuatu pada dirimu, sudah tentu segera turun tangan"

"Engkau tahu aku dicegat empat pengemis itu?" "Tahu".

"Engkau tahu aku didorong oleh Ong thoncu ini?" "Tahu."

"Kurang ajar, mengapa engkau tak muncul. Bukankah aku tak usah ribut2 dengan keempat pengemis itu ?"

"Hi, hi. hi" Sian-li tertawa, "aku senang kalau melihat engkau berkelahi dengan orang.'

"Celaka !" Blo'on mengeluh "bukankah kau tahu kalau aku tak mengerti ilmusilat, kalau berhadapan dengan jago silat, aku tentu babak belur !"

"Agar engkau mau belajar' silat".

"Tidak mau," teriak Blo'on, "aku tak mau belajar silat". "Selama engkau berkata begitu, tentu engkau akan

menderita kemungkinan babak belur"

''Kalau begitu, orang2 yang belajar silat itu jahat. Mengapa mereka belajar silat untuk membuat orang babak belur"

'Telah kukatakan" kata Sian-li "kalau mereka tahu engkau mengerti ilmusilat mereka tentu takkan mengganggumu lagi". "Ah, sudahlah." kata Blo'on lalu berpaling pada Ong thancu, melirik sejenak lalu tiba2 ia kembali ke arah kuil.

"Hai. hendak kemana engkau kongcu ?" teriak Ong thancu yang tak mengerti akan tingkah laku Blo'on.

"Menghabiskan makananku yang kutinggal. Jangan2 sudah dilalap oleh anak buahmu"

Ong thancu terlongong tetapi sesaat kemudian ia geleng2 kepala dan tertawa, Terpaksa ia ajak Sian-li untuk menuju kemarkas Kay-pang.

Ketika masuk ke dalam ruangan tampak Blo’on sudah  duduk menghadapi meja dan tengah melahap hidangan.

Sian-li diajak makan oleh Ong thancu. Dalam kesempatan sambil makan sambil bercakap-cakap, Ong thancu mengajukan pertanyaan tentang diri kedua pemuda itu.

"Sukoku bernama Blo'on ... " baru Sian-li menerangkan nama sukonya, Ong thancu berteriak kaget.

"Blo'on ? Apakah sejak kecil begitu namanya?" tanyanya.

Sian li hanya mengangguk. "Aku dan suko berkelana kemana-mana untuk cari pengalaman. Dan pengalaman kami memang aneh. Mungkin orang tentu tak percaya”

"Biarkan saja orang tak percaya, pokoknya memang sungguh2 mengalami" tukas Blo'on.

Ketika menceiitakan tentang pertemuan dengan orangtua penungu keraton di bawah laut Sian-li mengatakan : "Kedatangan kami dikota ini mempunyai tiga tujuan. Pertama, ingin melihat keindahan kotaraja yang termasyhur ini. Kedua melaksanakan pesan kakek penunggu keraraton bawah laut, mencari kitab pusaka peninggalan raja Beng yang katanya diangkut oleh kaisar dan disimpan dikota raja ini. Dan ketiga hendak menyelidiki tentang seseorang.”

"O, siapakah orang yang kongcu hendak selidiki itu  ?" tanya Ong thancu.

"Cian-hin-long-kun Buyung Kiong."

“Oa" Ong thancu mendesuh kejut, hendak menyelidiki orang itu ?"

Sian-li menuturkan pengalamannya di pulau karang.

"Oh, Algojo-hati-dingin Hun Tiongmo telah mati di tangan kongcu ?" teriak Ong Cun.

"Mengapa ?" tanya Blo'on.

"Dia adalah tokoh yang paling ditakuti penduduk kota raja. Dia pembantu Cian-bin-long-kun Buyung-Kiong yang paling diandalkan. Jika Bu-yung Kiong mendengar berita itu, dia-pasti marah,” kata Ong Cun.

"Bagus!" tiba2 Blo'on berseru gembira.

Thancu dari cabang Kay-pang itu terlongong. “Mengapa kongcu gembira sekali ?"

"Betapa tidak ?" jawab Blo’on, "bukankah Buyung Kiong akan marah ? Dia tentu akan muncul, dengan begitu mudahlah aku mendapatkannya"

"Lalu apa maksud kongcu hendak menemuinya?”.

"Akan kutanya dari mana dia memperoleh harta kekayaan sebanyak itu. Kalau dengan cara halal, akan kutunjukkan tempat penyimpan hartanya. Tetapi kalau dia mendapatkan dengan cara tidak halal, tentu semua harta benda di  rumahnya akan kuambil". Ong Cun melongo.

"Ah, janganlah kongcu bergurau." Katanya kemudian. "Buyung Kiong seorang yang kaya raya. Pengaruhnya besar, mempunyai anakbuah banyak jumlahnya. Bahkan mentri2 kerajaan sungkan kepadanya".

"Biarlah." kata Blo'on. "tetapi aku tetap mencari dan menanyainya".

Ong Cun geleng2 kepala dan menghela napas panjang. Ia tahu Blo’on itu keras kepala sekali disamping memang aneh tingkah lakunya.

"Ong thancu" tiba2 Sian li menyela, "Bagaimana mungkin Buyung Kiong tahu akan peristiwa terbunuhnya Hun Tiong-mo dan rombongannya itu?”.

"Tentu saja akan tahu" jawab Ong thancu, "lambat atau cepat dia tentu heran menyusul rombongan Hun Tong-mo yang disuruhnya itu tak kunjung pulang. Kemungkinan dia tentu akan suruh orang lagi untuk meninjau ke pulau itu"

"Ya, benar" Sian-li mengangguk. "tetapi Buyung Kiong tentu hanya tahu kalau Hun Tong mo dan rombongannya terbunuh. Dan siapa yang membunuhnya dia tentu tak tahu."

"Jangan lupa" kata Ong Cun, "bahwa Budha tangan seribu Kam Hok si gemuk itu kemungkinan masih hidup dan dapat menceritakan peristiwa yang telah dialaminya".

Kembali Sian-li membenarkan. "Sudahlah, sute, jangan ribut2 soal itu,” tukas Blo'on. "bukankah engkau mengemban dari kakek kerajaan Beng dibawah laut itu untuk membasmi orang jahat" "Apa?" teriak Ong Cun seperti mendengar halilintar berbunyi disiang hari. "kongcu juga pernah mengunjungi sebuah kerajaan dibawah laut?”

"Sudah tentu," tahut Blo'on bangga, "tapi jangan coba2 engkau kesana. Kerajaan Beng itu mempunyai lima jenderal perang yang hebat sekali. Engkau tahu siapakah jenderal2 perang mereka?”.

Lagi2 thancu Kay pang itu melongo.

"Jenderal Buaya. Jenderal Ular, Jenderal Kura2. Jenderal Gurita dan Jenderal Ikan. Uh, seram benar ... " kata Blo’on pula tanpa menghiraukan orang terlongong-longong heran.

Setelah mendengar pembicaraan dan tingkah laku Blo'on diam2 ketua Kay pang cabang kotaraja itu mempunyai kesan bahwa Blo’on itu tidak seperti orang yang waras pikirannya. Benar2 seorang anak Blo’on.

"Liok Kongcu." kata Ong Can kepada Sian li yang dikiranya seorang pemuda, "benarkah kenangan dan kongcu itu ?"

Sian-li terpaksa mengiakan. Atas permintaan tuan rumah. Sian-lipun menceritakan pengalaman-selama kesasar masuk ke dasar laut.

"Kongcu, engkau benar2 mempunyai rejeki yang luar biasa", seru Ong Cun setelah mendengar cerita Sian li. "Didunia rasanya tiada seorang pun yang pernah mengalami pengalaman yang begitu luar biasa seperti engkau.”

"Aku sendiri juga heran", kata Blo'on tak suka mendapat kesulitan tetapi malah dikejar kesulitan. Aku tak senang mengalami peristiwa aneh, malah diburu oleh peristiwa yang aneh. Aku tak suka bergaul dengan manusia jahat, tapi dikejar-kejar manusia jahat. Ong Cun menghela napas.

"Ya, memang demikianlah jalan kehidupan itu. Kesukaran, penderitaan, kesakitan dan yang tak kita senangi itu, bagaikan bayangan. Kalau kita lari, dia mengejar. Tetapi kalau kita kejar, dia akan lari. Oleh karena itu janganlah kongcu lari untuk menghindari kenyataan. Kalau kongcu menghindari, kenyataan itu akan mengejar tapi kalau kongcu berani menghadapinya, dia lari".

"Bagus, bagus, paman pengemis," teriak Blo’on gembira sekali, "justeru karena itu aku menurut petunjukmu. Kalau aku lari, Buyung Kiong si manusia berwajah seribu itu tentu akan mengejar. Tetapi kalau aku mengejarnya, dia akan lari terbirit- birit ! Ya, aku akan mencari supaya dia lari".

Ong Cun melongo. Apa yang dikatakan sebenarnya merupakan suatu falsafah hidup bernilai agar manusia jangan lari dari tanggung-jawab hidupnya dan dari kenyataan yang ada dalam kehidupan itu. Siapa tahu telah diartikan Blo'on sebagai anjuran mencari Buyung Kiong, Ah, runyam ...

“Ong thancu" tiba2 Sian-li membuka suara, “ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepadamu.”

"Silahkan, kongcu" sahut Ong Cun.

"Mengapa Ong thancu tiba2 saja menaruh perhatian besar kepada sukoku ? Dan mengapa pula Ong thancu memanggil sukoku dengan sebutan kongcu ?" tanya dara itu.

"Ah. engkau cerdik benar, kongcu" seru Ong Cun. "ya, memang ada sebabnya mengapa aku berlaku demikian".

"Kay-pang cabang kota Pakkhia telah menerima perintah dan ketua Kaypang pusat yakni Hek ci-sin-kay Hoa Sin, agar apabila bertemu dengan seorang pemuda yang sikapnya aneh dan kelana, supaya diajak kemarkas besar. Pemuda itu baru berumur 16 -17 tahun, berwajah cakap, nakal dan agak blo’on

...

"O, engkau anggap aku ini pemuda itu?" Blo'on menegur. "Maaf  kongcu"  kata  Ong  Cun  "memang  kongcu    mirip

dengan ciri2 pemuda yang ditunjuk ketua Hoa itu. Namun aku

tak berani memastikan sebelum mendapat keterangan yang pasti mengenai di kongcu"

"Keterangan apakah itu. Ong thancu ?" tanya Sian-li. "Menurut keterangan yang kami terima dari Hoa pangcu,

pemuda itu adalah putera dari Thian cong bengcu. Kim bengcu

telah meninggal dunia tetapi puteranya menghilang entah kemana. Menurut persepakatan para ketua partai persilatan maka diputuskan untuk mencari putera Kim bengcu itu".

Sian li hanya mengangguk-angguk saja.? Karena iapun sudah mempunyai dugaan begitu.

"Kongcu, apakah engkau ini benar putra Kim bengcu ?" Ong Cun beralih tanya kepada Blo'on.

“Entah" Blo'on gelengkan kepala, "aku tahu2 merasa sudah begini"

Ong Cun melongo.

"Tetapi bukankah kongcu tahu ayah kongcu?”, tanyanya. "Siapa bilang aku tahu ?" Blo'on balas tanya, "aku merata

tak pernah melihat wajah ayah bundaku".

"Aneh" Ong Cun terpaksa garuk2 kepala "masakan sejak dulu. kongcu tak pernah melihat orangtua kongcu ?"

"Aku tak ingat lagi !" Rupanya Ong Cun sudah mempunyai pengalaman berhadapan dengan Blo’on. Cepat ia alihkan pertanyaan kepada Sian li.

"Liok-kongcu " katanya, "engkau adala sute dari Blo'on kongcu, dengan demikian engkau tahu siapakah ayah dari Blo'on kongcu itu"

Slan-li pun sudah menduga akan menerima bertanyaan itu, Maka sebelumnya ia sudah bersiap "Memang aku adalah muiid dari Kim Thian cong suhu. Demikian pula suhengku itu. Tetapi siapa ayahnya, aku tak tahu" kata Sian-li.

Sian li cukup berhati-hati untuk tidak segera memberitahukan diri Blo’on, Ia tahu bahwa murid2 suhunya itu banyak sekali dan masih menendam untuk melakukan pembalasan sakit hati. Karena suhunya sudah meninggal,tentulah musuh2 nya akan mencari balas kepada puteranya atau Blo’on.

Tetapi alangkah kejutnya ketika tiba2 Blo'on jerit : "Engkau bohong, sute . , ! Bukankah kau mengatakan bahwa ayahku itu bernama Thian cong ? Mengapa sekarang engkau mengatakan tidak tahu ?"

Sian-li melongo. Untunglah pada lain saat ia mendapat pikiran. Cepat ia berpaling ke arah Ong cun dan memberi kedipan mata.

"Ong thancu, akupun mempunyai tugas yang sama dengan engkau. Aku masih harus terus menerus menyelidiki supaya aku yakin bahwa dugaan kepadanya itu benar" kata Sian-li, Kedipan mata Sian-li ditafsirkan oleh Ong sebagai isyarat agar thancu itu tak usah memikirkan omongan Blo'on. “Ong thancu" kata Sian-li pula, "kurasa tiadalah beda murid Kim Thian cong dengan putra Kim Thian-cong. Lalu apakah maksud thancu sekarang?”.

"Aku akan mengirim orang ke markas Kay pang pusat membeiitahukan tentang penemuan ini. Akan kuminta supaya Hoa pangcu datang sendiri untuk mengenalnya" kata Ong Cun.

"Tidak mau !" Blo'on menjerit "aku ini manusia, bukan benda yang akan diteliti palsu atau tulen. Masakan ada manusia palsu"

Mau tak mau Ong Cun tertawa juga.

"Ong thancu, lalu bagaimana dengan kita berdua '!" tanya Sian-li.

"Apabila kongcu berdua tak menampik kalau kongcu tinggal disini. Semua anakbuah Kay-pang telah kuperintahkan untuk melayani kalian berdua sebaik baiknya. Kongcu hendak ingin apa bilang dan suruh mereka saja"

"Minta makanan yang enak juga sanggup menyediakan ?" tanya Blo’on

"Kongcu" kata Ong Cun, "walaupun kaum pengemis tetapi kami dapat menyediakan segala apa yang kongcu inginkan".

"O, bagus, bagus" seru Blo'on. "tetapi aku ingin jalan2 melihat keadaan kota"

"Silahkan kongcu" kata Ong Cun dengan ramah "bahkan apabila kongcu membutuhkan, kusuruh salah seorang anggauta Kay-pang akan menjadi penunjuk jalan.

Sian-li menyatakan terima kasih. Malam itu mereka menginap di markas Kay-pang cabang Pakhia. Keesokan harinya Blo'on dan Sian-li telah disediakan seperangkat pakaian baru. Setelah makan-pagi maka keluarlah Blo'on dan Sian-li untuk jalan-jalan melihat keindahan kota raja. Seorang pengemis bernama To Jin-sik dan bergelar si Wajah tertawa diperintah Ong Cun untuk menjadi penunjuk jalan.

"Aku ingin melihat genta raksasa itu" kata Blo’on.

To Jin-sik terkejut, serunya : "Lebih baik jangan kongcu". "Mengapa ?"

"Karena Menara Gendang dan Menara Genta terletak dibagian utara kotaraja. Thancu telah memberi pesan agar kita jangan masuk kesana"

"Kenapa ?" masih Blo'on bertanya. Rupanya ia lupa akan keterangan Ong thancu semalam.

"Ah, apakah Ong thancu tak menceritakan itu kepada kongcu ?"*

"Kalau menceritakan masakan aku harus bertanya lagi ?" Blo'on menggeram. Pada hal dia sendiri yang lupa.

"Kotaraja ini terbagi menjadi dua. Yang bagian yakni selatan dan barat menjadi daerah Kay pang. Bagian utara dan timur, bagian orang-orang Jiong pang. Masing2 tak boleh melanggar daerah yang telah ditetapkan itu"

"Kalau sampai melanggar ?"

"Berarti orang itu telah melanggar perjanjian. Dia dianggap merampas daerah pencaharian nafkah lain orang. Orang yang melanggar itu akan ditangkap dan dihukum potong kaki"

"Kejam " teriak Blo’on, "mengapa sekeji itu mereka membuat perjanjian ?" "Kecuali golongan dari orang itu berani memberi tebusan uang yang banyak, barulah akan dibebaskan" kata To Jin-sik.

"Kalau begitu, engkau tak perlu ikut"! Blo'on.

"Tidak bisa. kongcu" teriak To Jin-sik gugup, "Ong thancu telah memberi perintah kepadaku supaya menunjukkan tempat2 yang indah, dan menjaga keselamatan kongcu berdua. Kalau Ong thancu tahu kongcu berdua pergi sendiri, aku akan mendapat hukuman"

"Tetapi ... “

"Begini kongcu , mari kutunjukkan pasar yang ramai. Engkau tentu senang melihat rupa2 barang yang indah2. Kemungkinan disana juga ada sandiwara rakyat. " cepat To Jin-sik mengerat kata2 Blo'on.

"Apakah sandiwara itu ?" tanya Blo'on.

"Sandiwara adalah sebuah pertunjukan kissah raja2 pahlawan2 dan orang2 ternama jaman dahulu.”

"O, lalu apakah dalam sandiwara itu akan terdapat raja?” tanya Blo'on.

"Ya, tetapi hanya para pemain sandiwara yang menyaru  jadi raja"

"Bagus." seru Blo'on, "mari kita lihat ke sana. Aku ingin tahu bagaimana sebenarnya wajah raja itu".

Mereka tiba di pasar bagian barat kota. Ramai benar orang berjual beli. Segala jenis dagangan, dari alat2 rumah, perhiasan, keramik dan barang kebutuhan sehari-hari dijual dalam pasar itu.

"Mana sandiwara itu ?" tanya Blo'on. "Mari kita ke ujung jalan sana, Biasanya sandiwara itu membuka pertunjukan disitu. Mudah-dahan hari ini juga main"

Setelah meloloskan diri dari kerumunan manusia yang berjejal-jejal datang pergi ke pasar akhirnya mereka tiba di ujung jalan disamping pasar.

"Hola, hari ini sandiwaranya main" teriak Jim-sik seraya memimpin tangan Blo'on diajak menuju ke sebuah bangunan perlengkapan.

Sebuah panggung, kanan kiri panggung ditutup dengan kain merah yang bertuliskan huruf2 indah. Di muka panggung, dijajar rapi kursi dan dingklik panjang untuk tempat penonton.

Setelah membeli karcis, ketiga orang itu duduk. Tak lama kemudian karsi dan dingklik panjang itupun penuh dengan penonton. Suara harpa dan khim segera mengalun nyaring dan suasana panggung itupun mulai tampak meriah.

Layar terbuka dan tampak seorang lelaki tegak diatas panggung. Orang itu membungkukkan tubuh memberi hormat kepada seluruh penonton lalu mengumumkan lakon sandiwara yang akan mainkan hari itu. Bidadari yang bernasib malang Demikian judul lakonnya.

"O. Ong Ciau-kun ... " seru To Jin-sik. "Apakah Ong Cian-kun itu ?" tanya Blo'on.

"Ong Cian-kun itu seorang puteri yang amat cantik sekali. Tetapi nasibnya malang sekali. Nanti kongcu tentu akan tahu setelah pertunjukan berlangsung".

Genderang berbunyi riuh. Genderang berhenti, maka muncullah seorang pemain yang berpakaian indah dari pintu kanan. Ia seorang prajurit. Dua batang bulu burung menghias kopiahnya. Ia diiring oleh beberapa prajurit yang membawa bendera2.

"Sst, pertunjukan sudah dimulai, kongcu”, bisik To Jin-sik kepada Blo'on.

Blo’onpun memandang keatas panggung.

Orang berpakaian indah tadi maju ke depan dan memperkenalkan diri kepada penonton: Ia bernama Han Sin- yu, penduduk tua dari gunung pasir. Pekerjaan saya memburu binatang liar dan berperang mengalahkan musuh. Aku keturunan aseli dari kerajaan Han sebab dulu raja Han telah memberikan seorang puterinya kepada nenek moyangku untuk menjadi permaisuri. Dan sekarang aku datang kemari untuk meminta seorang Menteri dari kaisar untuk permaisuriku "

Habis berkata orang itu masuk dan dari pintu kanan keluar pula seorang pemain yang berperan sebagai seorang menteri. Memakai topi bundar, janggut palsu dan mukanya dipupuri tebal.

"Aku bernama Mo Gin-siu. Aku seorang menteri kaisar Han. Aku telah menipu, membujuk dan menyanjung-nyanjung kaisar, pandai menjilat karena itu kaisar amat percaya kepadaku. Semua orang di istana takut kepadaku. Pekerjaanku yang utama ialah menjauhkan kaisar dari mentri2 yang bijaksana dan memabukkan kaisar dengan segala macam kesenangan ….."

Habis berkata ia mundur dan berlutut. Seorang pemain yang mengenakan pakaian indah dan disulam dengan gambar naga. Mengenakan mahkota yang tinggi.

"Aku adalah raja Goan Te, keturunan bangsa Han …" Baru pemain itu memperkenalkan diri sekoyong-konyong seorang penonton yang duduk di deretan tengah, berdiri dan berteriak : "Astaga ! begitukah wujutnya raja ?"

Sekalian penonton terkejut dan berpaling memandang Blo’on. Bahkan orang yang memerankan sebagai raja itu juga memandang kebawab.

Ah ... seorang pemuda yang potongannya aneh. Kepalanya gundul tetapi pada sebelah kann kepalanya tumbuh seikat rambut. Siapa lagi kalau bukan Blo’on.

"Hai, raja, mana keratonmu ?" seru Blo’on pula tanpa mengacuhkan mata sekalian orang memandangnya dengan penuh keheranan.

"Kongcu" seru To Jin-sik terkejut "itu bukan raja sesungguhnya melainkan hanya pemain sandiwara".

"Aku bukan raja sesungguhnya. Aku hanya sedang menjalankan peranan sebagai raja Goan Te" seru pemain sandiwara itu,

"Tak peduli engkau raja sungguh atau bukan, tetapi engkau harus punya istana ... "

"lstana ?" pemain sandiwara itu melongo.

Tiba2 pecahlah gelak tertawa sekalian penonton. Mereka segera tahu bahwa pemuda ini memang tak normal.

"Diam !" tiba2 Blo'on membentak keras.

Sekalian penonton terkejut sekali. Bentakan pemuda itu teramat dahsyat, sama dengan harimau mengaum.

Rupanya pemain sandwara itu juga cerdas. Ia cepat dapat mengetahui bahwa pemuda yang ber-kaok2 itu agak blo'on. Maka cepat ia menjawab: "Istanaku berada di kota Terlarang. Aku sekarang sedang bermain-main disini" serunya.

"Sudahlah, suko, jangan mengganggu orang main sandiwara" akhirnya Sian-li menarik tangan Blo'on suruh duduk.

Setelah suasana tenang kembali, maka pemain peran raja itu melanjutkan pula kata2nya ; "Selama sepuluh ketuiunan, kakek moyangku memerintah di Tiong-goan dan kerajaan Han makmur-jaya. Tetapi ketika aku jadi raja sampai saat ini istanaku masih kosong. Aku belum mempunyai permaisuri. Ho, bagaimana baiknya ?"

Pemain yang jadi mentri tadi segera tampil berkata : "Mohon baginda suka memerintahkan supaya semua gadis2 cantik berumur limabelas sampai duapuluh tahun menghadap ke istana".

Raja menyetujui usul mentri itu.

Pemain mentri masuk dan tak lama ke luar lagi menyatakan kepada sidang penonton bahwa ia telah mencari keseluruh kerajaan dan telah membawa sembilanpuluh sembilan gadis2 yang cantik untuk dipilih raja. Yang disetujui akan dijadi permaisuri, yang lain2 akan tinggal di istana sebagai selir dan dayang.

"Kurang ajar, masakan seorang begitu tamak mempunyai sembilar puluh sembilan isteri" Blo’on bersungut-sungut seorang diri.

To Jin-sik kuatir kalau pemuda itu akan mengganggu pertunjukan tapi untunglah hanya mengomel saja.

Pemain mentri itu berkata lebih lanjut : “Diantaranya adalah seorang gadis yang sungguh2 sempurna kecantikannya. Aku mengatakan kepadanya bahwa ia tentu akan dipilih sebagai permaisuri asal dia mau membayar uang sogok kepadaku. Sayang orangtuanya miskin dan tidak dapat memberi uang kepadaku. Hm, kalau begitu lebih baik gambarnya kubikin buruk saja supaya baginda tidak tertarik"

"Mentri jahat engkau!" teriak Blo'on seraya berdiri dan acungkan tinjunya.

Tetapi pemain itu tak menghiraukan dan terus masuk ke dalam. Para penontonpun tak mengacuhkan Blo'on. Mereka anggap Blo’on seorang pemuda sinting.

Sesaat kemudian di atas panggung muncul seorang pemain baru, seorang gadis yang cantik tampil kemuka dan berseru kepada penonton: "Namaku Ciau-kun aku dilahirkan di desa Seng-to, ayahku seorarg petani …. "

Lalu ia menceritakan tentang kejahatan mentri Mo Gin-siu tadi yang telah memfitnahnya. Kemudian ia menangis lalu mengambil harpa dan menyanyi menumpahkan kesedihan hatinya.

Seorang pekerja panggung muncul dengan membawa lentera, maksudnya saat itu suasana pada malam hari.

Lalu raja tadi muncul lagi. Melihat gadis itu, rajapun tertarik akan kecantikannya. Gadis itu segera diambil sebagai permaisuri dan raja memerintahkan supaya mentri jahat tadi dihukum.

Tetapi menteri itu dapat melarikan diri dan kemudian menuju ketempat raja orang Tartar yang ternama Han Sin-yu tadi. Mentri jahat itu segera memperlihatkan gambar Ciau Kun yang sebenarnya. Melihat itu, raja Tartar segera jatuh cinta. Segera ia mengirim utusan untuk meminta permaisuri baginda raja Han. Apabila tidak diberikan maka kerajaan Han akan diratakan dengan bumi.

Raja Han terkejut menerima permintaan itu. Namun ia tak berdaya karena negerinya lemah. Puteri Ciau-kun menawarkan diri untuk membalas budi raja. Ia rela diperisteri raja Tartar.

Perpisahan antara raja Han dan Ong Ciau-kun amat memilukan. Kemudian para pemain itu masuk. Tak lama kemudian Ciau Kun keluar diiring oleh prajurit2 Tartar.

Dalam menjalankan peranan itu para pemain-pun berjalan berputar-putar di atas panggung. Tiba2 seorang pekerja panggung itu muncul dan membawa sebuah bendera bergambar ikan.

Pemain puteri Ong Ciau-kun segera bertanya, “sampai dimanakah kita sekarang ?”

Jawab para prajurit Tartar itu : "Ini adalah sungai Naga Hitam, tapal batas daerah Tartar".

Pemain Ong Ciau-kun berdiri menghadap ke arah penonton sembari mengangkat sebuah gelas anggur. Tampak ia amat cantik sekali dalam pakaian seorang mempelai agung.

"O, raja agung, anggur ini kutuang sebagai korbanku kepada para dewa selatan. Inilah hormat Ong Ciau-kun yang terakhir kepada rajaku kaisar kerajaan Han yang kupuja dengan seluruh jiwaku. Baginda, hamba akan menanti paduka di alam baka ... "

Ia terus loncat ke bawah panggung. Beberapa pekerja sandiwara sudah siap disitu untuk menyambuti tubuh gadis itu. Dengan begitu berani Ong Ciau-kun terjun ke dalam sungai, bunuh diri. Raja Tartar lari menuju ke tepi panggung melongok ke tempat Ong Ciau-kun buang diri.

"Aduhai, Ong Ciau-kun yang cantik telah membunuh diri ... " baru pemain raja Tartar mengucapkan kata2 penyesalan, sekonyong- konyong Blo'on menyelinap dari tempat duduk para pononton terus lari menghampiri ke tepi panggung. Sekali loncat, ia naik ke atas panggung lalu menjambak rambut raja Tartar itu.

"Raja jahat" teriaknya, "engkaulah yang menyebabkan gadis cantik tadi sampai bunuh diri.”

"Aduh ... " karena kesakitan, pemain yang memerankan sebagai raja Tartar itu menjerit-jerit kesakitan, "ampun … aku tak bersalah.”

"Kurang ajar, engkau masih bilang tak bersalah, “plak ... " Blo’on menampar pipi raja itu sehingga sampai mulutnya berdarah. Melihat itu gemparlah sekalian pemain sandiwara. Beberapa pemain yang menjadi peran raja Tartar tadi, keluar untuk melerai tetapi malah dihajar Blo'on.

"Hai, engkau menteri jahat, engkau juga harus dihukum!" Blo'on menjambak pula pemain yang menjalankan peranan sebagai menteri Mo Gan siu tadi.

"Aduh ... aduh . , aku hanya bermain sandiwara, bukan sungguh2 ... " orang itu menjerit kesakitan.

"Tidak !" bentak Blo'on, "engkau memang manusia jahat sehingga puteri cantik tadi sampai bunuh diri. Hutang jiwa, bayar jiwa. Engkau harus mengganti jiwa puteri itu atau jiwamu yang kuambil." "Aduh ... " karena sambil berkata Blo'on cengkeram lebih keras, orang itupun mengaduh kesakitan. "ya, aku sanggup ... "

"Sanggup apa ?"

"Sanggup mengganti jiwa puteri itu ... " “Benar ?"

“Ya."

"Kalau berani

membohong, lehermu tentu kupatahkan"

"Ya, ya. jangan ... kuatir

... " Rupanya orang itu sudah tahu akan tingkah laku si Blo'on. Percuma saja ia berkeras mengatakan bahwa apa yang terjadi itu hanya sebuah sandiwara, bukan sesungguhnya. Lebih baik ia cari akal untuk memuaskan     hati   Blo'on.

Setelah dilepas, orang itupun segera berseru kepada salah seorang kawannya supaya memanggil Sin Ay.

Sin Ay adalah gadis yang memerankan sebagai Ong Ciau- kun. Dalam pakaian dan hiasan masih sebagai Ong Ciau-kun. Sin Ay pun keluar.

"Nah. itu dia hidup kembali" seru orang tadi pada Blo'on "lepaskanlah kawanku yang masih kau cengkeram rambutnya itu"

Blo'on lepas si raja panggung tadi lalu menghampiri Sin Ay. "Mengapa engkau hidup lagi?" tanya Blo'on.

"Siapa bilang aku mati ? Aku memang mati hanya dalam lakon sandiwara saja. Tidak sesungguhnya".

"Kalau begitu, sandiwara ini bohong-bohongan" teriak Blo'on.

Pecahlah gelak tawa para pemain dan penonton yang masih berada disitu. Mereka anggap itu seorang pemuda sinting. Blo'onpun ikut tertawa.

Sian-li dan Tio Bn-eik cepat menghampiri panggung dan mengajak Blo'on lanjutkan perjalanan. Sian-li diarn2 malu karena sukonya dianggap sinting oleh orang banyak. Sedang Tio Jin-sik kutir kalau Blo'on akan membuat onar di tempat pertunjukan itu.

Sekeluarnya dari tempat pertunjukan sandiwara, mereka lalu berjalan sepanjang jalan yang amat ramai.

Ada sesuatu yang luar biasa. Diantara sekian banyak orang, tampak berpuluh orang berpakaian indah dan membawa doos atau bungkusan bergegas-gegas jalan.

Karena tak sengaja, Blo’on telah menabrak seorang lelaki setengah tua yang membawa sebuah buntalan besar. Orang itu jatuh dan buntalannya pun jatuh.

Karena merasa salah, Blo on hendak menolong tetapi orang itupun sudah cepat meloncat bangun. Tidak sempat menolong orang, Blo'on bermaksud hendak mengambilkan bungkusan yang jatuh di tanah.

Tetapi tepat dikala tangan Blo’on hendak menyentuh bungkusan itu, tiba2 orang setengah tua dengan gerak yang tangkas loncat lalu menendang tangan Blo'on… “plak ...” "Bangsat, engkau berani merampas barangku!" bentak orang itu dengan bengis.

Karena tak menduga akan menerima tendangan, tangan Blo'on termakan kaki orang itu dan Blo’on sendiri juga terdorong jatuh.

Belum sempat Blo’on bangun, orang itupun sundah ayunkan tangannya untuk memukul kepala Blo’on, dukkkk. aduh ... gundul Blo'on terlimpah tinju tetapi orang itupun menjerit kesakitan seraya menarik pulang tangannya. Bukan gundul manusia melainkan sebuah bola besi yang dipukulnya itu. Hal itu dikarenakan rasa kejut yang diderita Blo’on menyebabkan tenaga-sakti Ji ih-cin-kang dalam tubuhnya memancar dan berobahlah gundul kepalanya sekeras baja.”

"Kurang ajar, mengapa engkau memukul kepalaku ?" Blo'on mendamprat orang itu,

"Bangsat, engkau hendak merampas bingkisan yaog hendak kupersembahkan kepada Cian-bing-kun Buyung Kiong ?"

"Apa katamu ?" Blo'on deliki mata "aku tidak merampas barangmu ? Jangan sembarang omong! Karena merasa telah membentur engkau sampai jatuh aku hendak menolong engkau ambilkan barangmu itu"

To Jin-sik tampil menghampiri orang itu. "Tuan Sim kenalkah tuan kepadaku?" tanyanya.

"O, engkau Siau-bin-git-kay To Jin-sik! Mana berani aku lupa" seru orang itu,

"Kongcu ini." To Jin-sik menunjuk kepada Blo'on "adalah tetamu kami, Harap Tan sian-sel maafkan kesalahannya". "Ah, tak apa hanya urusan kecil. Masakan aku tak memandang muka kepada saudara" kata orang yang disebut tuan Tan itu.

"Terimakasih, Tan sianseng" kata To Jin-sik, "tampaknya tuan amat bergegas-gegas sekali. Hendak kemanakah tuan ini

?"

"O, apakah engkau tak tahu bahwa hari ini Cian-bun-long- kun Buyung Kiong sedang mengadakan perjamuan besar untuk merayakan hari-ulang tahunnya yang ke lima puluh ?"

"Aku sendiri tak dengar, mungkin Ong thocu kami mendengar berita itu"

"Tentu" sahut orang she Tan itu, "Cian long-kun Buyung Kiong amat luas pergaulan dan besar pengaruhnya. Dikalangan pembesar, mentri kerajaan dia kenal baik. Pun di kalangan persilatan, dia mempunyai banyak kenalan, tak heran kalau perayaan ulang-tabunnya itu pasti akan ramai dikunjungi tetamu-tetamu."

"O, bingkisan itu hendak Tan sianseng sumbangkan sebagai tanda-mata kepada Cian-bin-kun?„ tanya To Jm-si.

Orang itu mengiakan. Dia bernama Tan bergelar Kipas-besi.

Seorang tokoh persilatan yang tinggal di luar kota.

Hari itu ia perlukan datang ke kotaraja

"O, jika demikian, akupun akan berkunjung untuk menghaturkan selamat kepada tuan Buyung- ih" kata To Jin sik.

Setelah Tan Gun melanjutkan perjalanan, berkatalah Blo'on

: "Bagus, kita akan bertemu dengan Cian-bin-long kun Buyung Kiong." To Jin sik cepat dapat menyadari apa yang terkandung dalam hati Blo'on, pikirnya : "Celaka, bisa dia membuat gara2 di rumah Cian bin-long , tentu akan menimbulkan peristiwa besar".

To Jin-sik mencari akal bagaimana dapat menghindarkan diri dari kesulitan dengan Blo'on.

"Hayo, kita ke rumah Cian-bin-long-kun" tiba2 Blo'on berseru.

"Ah, kita jalan2 dulu" kata To Jin-sik. "mengingat tuan Buyung Kiong seorang yang bernama maka banyak sekali tetamunya yang berkunjung datang. Kita agak malam saja agar suasana sudah sepi. Tak usah menyiksa diri menunggu giliran orang banyak memberi selamat"

"Dan kita harus membeli barang bingkisan seru Sian-li, "Mengapa harus memberi barang bingkisan segala?” kata

Blo'on.

To Jin-sik menghela napas. “Itu memang sudah naluri adat kebiasaan masyarakat kita. Setiap menerima undangan baik perjamuan pernikahan, ulangtahun, melahirkan atau kematian, kita harus memberi sesuatu sebagai tanda menghargai tuan rumah."

"Kalau tak membawa apa2, apakah tidak akan diterima tuan rumah ?" tanya Blo'on.

"Sudah tentu diterima" sahut To Jin-sik, "hanya kita sendiri yang tak enak hati alias malu".

"O. dengan begitu hidup kira ini hanya diperbudak oleh rasa malu terhadap orang"

"Bukan begitu" jawab To Jin si k "tetapi adat hidup masyarakat kita memang begitu."  "Siapakah yang mengajari adat hidup itu pada kita ?" "Orangtua kita tentunya."

“Siapa yang mengajari orangtuamu ?"

"Kakek, nenek dan moyang".

"Kalau begitu kita ini hanya menerima warisan saja. Hidup kita ini sudah diisi dengan bermacam warisan ajaran orangtua, ajaran kakek moyang."

"Sudahlah, suko, kalau engkau tak mau memberi bingkisan, ya sudahlah. Tiada seorang pun akan menghina engkau terserah pada hatimu sendiri" sela Sian-li,

"Memang benar, sute" sahut Blo'on, "aku memang tak mau memberi bingkisan apa2 kepada an-bin-long kun itu. Jika lain orang mungkin akan sih pikir2. Tetapi terhadap manusia seperti Cian-bin-Iong kun, aku tak sudi memberi apa2. Dialah yang harus memberikan harta bendanya bagi menolong orang miskin.”

"Kongcu, harap jangan keras2 kalau membicarakan diri Cian-bin long-kun. Dia mempunyai kenalan, kawan baik dan kaki tangan" buru2 To-Jin sik mencegah.

"Tidak peduli !" seru Blo'on. "namanya saja Cian- bin-long- kun si muka seribu, orangnya tentu licin."

Tiba di sebuah tempat sepi To Jin-sik menyatakan hendak buang air kecil. Dia menuju ke sebuah gerumbul. Tak lama kemudian ia kembali lagi.

"Hai, mengapa engkau berganti pakaian ?", tegur Blo'on. "Ya, kupikir kalau mengenakan pakaian anakbuah Kay-

pang. tentu mudah dikenal orang, lebih nyaman kalau berpakaian seperti orang biasa begini. Sepanjang jalan mereka masih melihat tak hentinya orang menuju ke arah barat. Arah menjadi tempat tinggal Cian-bin- long-kun. Hari itu sudah siang dan To Jin sik mengajak Blo'on berdua untuk minum di sebuah rumah makan.

Rumah makan itu walaupun kecil tetapi penuh dengan para pengunjung. To Jin-sik pesan makanan dan minuman.

"Wah, menilik gelagat, ulang tahun Cian-bin long-kun tentu akan berlangsung sangat meriah. Sejak beberapa hari yang lalu, sudah banyak tokoh2 persilatan yang datang ke kota raja." kata seorang tetamu yang duduk di sebelah kanan rneja Blo'on.

"Sudah jamak" sahut kawannya. "dimana terdapat gula tentu semut2 akan merubungnya. Orang ternama, kaya dan berpengaruh seperti Cian-long kun tentu akan dikerumuni oleh para tetamu.”

"Ah jangan ewah, bung," kata orang yang pertama tadi. "Siapa ewah" bantah orang yang kedua, “Bukankah para

tetamu itu juga takkan datang dengan sia2 ?” "Apa maksudmu ?"

"Apalagi kalau bukan keinginan" jawab orang itu, "dengan datang memberi selamat menghaturkan bingkisan, mereka tentu mengharap akan mendapat perhatian Cian bin-long- kun"

"Apa gunanya perhatian saja ?"

"Banyak" sahut orang itu pula. "pokoknya mereka tentu mengharap bantuan dari Cian bin kun apabila mereka membutuhkan. Misalnya bila mereka tersangkut perkara hukum, untuk minta bantuan Cian-bin-long-kun. Atau mereka hendak menginginkan kedudukan pemerintahan, Cian-bin- long-kun tentu dapat bantu. Kalau mereka itu orang dagang, mengharapkan perlindungan dari Cian-bin kun apabila sewaktu-waktu mereka mendapat kesukaran. Dan lain2 menurut kepentingan masing2.

"Wah, wah, kalau tetamu2 itu mendengar omonganmu, mereka bisa marah, " kata orang pertama.

"Memang benar" sahut orang kedua seenaknya saja "karena malu orang memang bisa marah"

Saat itu Blo’on merasa haus. Dan pelayan sudah muncul dengan membawa hidangan dan minuman yang dipesan To Jin-sik. Blo'on pun sudah tertawa-tawa dan menggosok-gosok kedua telapak tangannya.

Tiba2 dari luar masuklah tiga orang tetamu, rang berwajah putih halus, berumur lebih kurang duapuluh lima tahun. Mengenakan pakaian biru muda dan kopiah hitam. Yang seorang bertubuh tinggi besar, gagah perkasa. Dan ketiga seorang bertubuh padat, muka brewok dan lengannya penuh ditumbuhi bulu rambut, lebat.

Begitu masuk, si brewok terus menyambar si pelayan tadi dan ditarik ke sebuah meja kosong.

"Letakkan disini" katanya seraya mengambil guci arak lalu semua basi yang berisi masakan.

"Tetapi loya ... hidangan ini pesanan dari tamu di meja ujung sana ... "

"Jangan banyak mulut " bentak si brewok. "Tetapi …."

"Setan engkau !* si brewok serentak bangkit lalu mencengkeram leher baju pelayanl. “Pilih yang mana, kepalamu pecah, matamu buta, hidungmu penyek atau gigimu rompal ?" seru brewok seraya mengangkat tinjunya.

"Ampun, loya ... " pelayan itu merintih minta ampun.

Beberapa tetamu segera melerai untuk menyabarkan si brewok. Tiba2 muncul pemilik rumah makan.

"Ai, kiranya Shin loya. ai, Kho kengcu, maaf, karena berlaku tak menghormat," pemilik rumah makan itu segera memberi hormat kepada laki2 yang berpakaian biru muda tadi.

Lelaki berwajah putih baju biru muda seorang tinggi besar segera berbangkit dan balas memberi hormat. Keduanya bahkan tinggalkan tempat duduk untuk melerai kawannya, si brewok.

"Sudahlah, Shin lote, lepaskan jongos itu,” seru  orang tinggi besar.

"Ya, mengapakah Shin loya marah kepada pelayan ini ?" tanya pemilik rumah makan.

"Kusuruh dia menaruh hidangan di meja sini terus mengomel saja" kata si brewok yang bernama Shin Kong-tat seraya lepaskan pelayan itu.

"Mengapa engkau sekurang ajar itu ?, pemilik rumah makan mendamprat pelayannya.

"Hidangan itu telah dipesan lain tetamu.”

"Sudahlah, jangan ribut, lekas ganti hidangan yang dipesan tetamu itu!" bentak pemilik rumah makan demi melihat Shin Kong- tat sudah deliki mata.

Pelayan itu ter-sipu2 masuk. "Ai. Kho kongcu. mengapa kongcu duduk diruang ini, mari silahkan masuk kedalam." Dengan ramah sekali pemilik rumah makan itu mempersilahkan ketiga orang itu.

"Ah, tak usahlah saudara Giam." kata Kho pangcu, "kami hanya singgah sebentar saja, terus hendak menuju kegedung kediaman Buyung-heng”.

"O, kalau begitu silahkan Kho kongcu menikmati minuman arak wangi saja" kata pemilik rumah makan lalu memberi perintah kepada pelayan supaya mengambilkan arak wangi yang paling enak dan jangan sekali-kali menerima pembayaran Kho kongcu.

Setelah memberi pesan, pemilik rumah makanpun masuk lagi ke dalam. Kho kongcu dan si brewok serta orang tinggi besar kembali ke mejanya.

"Astaga ... !" si brewok Shin Kong-tat menjadi kaget, "kemanakah hidangan di meja ini?."

Beberapa tetamu yang duduk di dekat situ diam saja. Mereka tak berani memberi keterangan karena kuatir akan terlibat dalam urusan.

Shin Kong-tat celingukan memandang kian kemari, mencari siapakah yang berani mengambil makanan dan minuman di mejanya tadi.

Tiba2 matanya berkilat-kilat ketika tertumbuk pada tiga orang tetamu yang duduk di meja paling ujung. Teringat seketika bahwa pelayan tadi mengatakan kalau hidangan itu memang pesanan meja diujung itu. Karena sudah ditaruh di atas meja Shin Kong- tat, tentu mereka belum terima pesanannya. Tetapi mengapa saat itu mereka tengah melahap hidangan yang tersedi mejanya ? "Kurang ajar, tentu dia yang mengambil hidanganku." serentak Shin Kong-tat ayunkan langkah. Giginya berkemerutukan karena menahan marah. Tangannya mengepal-ngepal tinju.

Meja yang hendak dihampiri si brewok adalah tempat Blo’on, Sian-li dan To Jim-sik.

Blo'on enak2 menggerogoti paha ayam.

-ooo0dw0ooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar