Pendekar Bloon Jilid 20 Cap kerajaan

Jilid 20 Cap kerajaan

Blo'on berpaling dan alangkah kejutnya, ketika ia melihat yang meneriakinya itu sinona pengantin alias pemuda Liok.

Dua macam rasa kejut yang menghinggapi hati Blo'on. Pertama. karena melihat si nona pengantin muncul di tempat itu. Dan kedua karena kemunculan nona itu dalam keadaan yang luar biasa anehnya.

Si Liok dengan masih mengenakan pakaian sebagai seorang nona, tengah meluncur dipermukaan air dengan berdiri di atas punggung seekor buaya .....

"Hai, nona pengantin, mengapa engkau disini?" teriak Blo'on.

"Entahlah, aku sendiri juga tak tahu." sahut si Liok. "dan engkau engkoh Blo'on mengapa engkau berada disini ? Hendak kemanakah engkau?"

Blo'on menyeringai.

"Aku bertanya mengapa engkau balas bertanya ia bersungut-sungut, "aku sendiri tak tahu dan tak merasa mengapa aku begini".

Si Liok hendak menyahut tetapi tiba2 Blo'on berseru pula : "Hai, mengapa engkau dapat berjalan dialas air ? Eh, benda apa yang engkau na naiki itu ?

"Buaya , . "

”Hai !" Blo'on melorjak kaget, "engkau naik buaya ? Eh, apakah buaya itu ?" Liok mengkal tetapi tiba2 ia ingat bahwa otak Blo'on itu memang tidak sehat. Dia kehilangan ingatan. Terpaksa ia menerangkan apakah buaya itu.

"Jika harimau itu disebut raja hutan maka buaya adalah raja sungai" katanya menambah keterangan.

"Bagaimana engkau dapat menguasai binatang itu ?"' tanya Blo'on.

Dalam pada bercakap-cakap itu, Liok sudah meluncur tiba dibelakang Bio’on. Jaraknya amat dekat sehingga mereka dapat bertukar cakap.

"Ketika perahu tenggelam, aku berusaha untuk berenang. Tetapi air Sungai Kuning begitu kotor dan kuning sehingga aku kehilangan arah dan akhirnya aku pingsan" Liok menutur, "eh. ketika membuka mata, tahu2 aku berada dalam sebuah tempat yang aneh sekali"

"Dimana ?" tanya Blo'on'

"Bermula kurasa aku berada dalam sebuah guha berdinding merah. Penuh dengan benda2 yang aneh bentuknya. Tetapi guha itu sedemikian sempit sekali sehingga hampir menghimpit tubuhku. Aku tak dapat bergerak. Untunglah dinding guha itu lunak sehingga walaupun terhimpit tetapi tak melukai tubuhku"

'O." desah Bloon.

"Tiba2 terjadi getaran keras dalam guha itu. Kurasa ada sebuah benda lagi yang masuk. Aku berusaha untuk merabah- rabah benda itu. Engkau tahu. apa yang kupegang itu ?"

"Hah masakan aku tahu ?" sahut Bloon.

"Muka seorang manusia" seru Liok. "ya. terang seorang manusia. Tanganku merabah gundul kepalanya lalu telinganya. Kutarik kedua telinga orang itu supaya dia berteriak Tetapi celaka, orang itu menjambak rambutku keras2.

"Kurang ajar engkau !" teriak Blo'on seraya deliki mata. "Mengapa ?" Liok terkejut.

"Jadi yang menarik telingaku sampai hampir putus itu engkau ?" teriak Blo'on.

"Siapakah orang itu ?” Liok makin kaget. "Aku !"

"Engkau ?"

"Bukankah setelah lepaskan telinga, engkau terus mencengkeram cuping hidungku?" seru Blo'on.

"Astaga! Benar" sabut Liok.

"Setan, bukankah ergkau juga meremas mukaku ?" "Aduh. benar lagi"

"Kurang ajar, mengapa engkau tusukkan jarimu kedalam lubang hidungku sehlngga aku sampai berbangkis ?" teriak Bloon marah2.

"Oh, jadi engkaukah yang masuk ke dalam guha itu ?" seru Liok. "mengapa engkau tak tahu aku juga berada disini ?"

"Bagaimana bisa tahu ?" dengus Blo'on. "tubuhku terhimpit dengan dinding merah, sedikitpun aku tak dapat bergeiak. Tahu2 engkau menjiwir telinga sampai hampir putus ... "

"Maaf engkoh Blo'on" kata Liok, "akupun juga serupa  seperii engkau, tak tahu berada di nana. Lalu siapakah yang menyebabkan goncangan luar biasa itu sehingga tubuhku terlempar ke udara ?" "Bagaimana aku tahu. Aku sendiri juga terlempar ke udara

?" sahut Blo’on.

"Apakah selama dalam guha merah itu engkau tak melakukan apa2 ?," tanya Liok.

“Aku sudah tak berdaya lagi" sahut Bloon “aku merasa haus sekali waktu itu. Kebetulan dilihat ada sebuan benda merah seperti ….

Hal 9-16 tdk ada

============

Bermula Liok segan tetapi Blo'on terus menyambar tangan Liok, suruh menggerakkan tangannya : "Hayo, pukulkanlah !"

Terpaksa Liok menurut. Plak....aa gerakkan tangan B'o'on kemuka tetapi tahu2 tangan itu melayang kearah kepala Blo'on. Blo'on menyeringai, menahan sakit.

Liok ulangi lagi gerakannya. Tetapi kembali kepala B'o'on yang menjadi sasaran. Liok makin heran. Dua, tiga, empat sampai lima kali ia gerakkan tangan Blo'on tetapi kepala Blo'onlah yang harus menderita pukulan.

"Gila, jangan diteruskan I" teriak Blo'on seraya menarik tangannya kuat2, "lama2 gundulku bisa pecah.”

Liok tertegun. Ia memang, mulai heran atas peristiwa aneh itu. Jelas ia yang menggerakkan tangan Blo'on ke muka tetapi mengapa terus menerus berbalik memukul kepala Blo'on sendiri.

Rasa heran berganti penasaran, Liok memandang sosok tubuh yang punggungnya tertutup rambut putih itu. Lalu diayunkannyalah tangan kanannya. Karena tak mau melukai orang itu, ia tak meninju melainkan menampar. Plak.....

"Aduh..... kurang ajar engkau !" Blo'on menjerit karena pipinya ditampar Liok.

Liok terkejut. Jelas ia menampar orang itu tapi mengapa tiba2 menyasar ke pipi Blo'on. Dan anehnya, ia tak merasakan suatu tenaga apapun yang mendorong tangannya.

Memang dalam dunia persilatan terdapat sebuah ilmu tenaga dalam yang dapat mementalkan balik tenaga pukulan orang atau yang disebut meminjam-tenaga. Dari suhunya, Liokpun pernah mendengar keterangan itu. Tetapi apa yang dialaminya saat itu, tidaklah demikian. Ia tak merasa didorong oleh suatu apa.

Untuk membuktikan dugaannya itu, ia ulangi lagi menampar, plak .....

"Aduh....." teriak B'o'on. Ia deliki mata kepada Liok. "hai, nona gila, kalau engkau terusan menampar pipiku, terpaksa akan kugigit pipi-mu juga."

Merah wajah Liok. la malu karena tamparannya menyasar lagi dan malu juga mendengar ucapan Blo'on itu.

"Baik, engkau menyingkir agak jauhlah," kata Liok yang saat itupun mulai penasaran. Setelah bersiap, ia terus layangkan tangannya. Plak....

"Ha, ha, ha .... ," tiba2 Blo'on tertawa gembira karena melihat Liok menampar kepalanya sendiri, "hayo sekali lagi kalau engkau masih tak percaya "

Liok tersipu-sipu merah wajahnya. Namun ia cepat dapat menyadari bahwa yang dihadapinya itu seorang manusia yang sakti. Ia hanya gelengkan kepala saja. "Dia manusia atau mahluk aneh?" tanya Blo'on. Tetapi Liok hanya diam saja.

"Hai, engkau, berpalinglah kemari," seru Blo'on pula. Tetapi orang itu diam saja.

Karena jengkel, Blo'on terus melangkah maju, berjalan di samping orang itu dan terus hendak berdiri dihadapannya. Maksudnya ia hendak melihat tampang muka orang itu.

Tetapi baru selangkah ia ayunkan kaki, ia terdorong  mundur lagi.

"Huh, apa apaan ini," ia gerakkan kakinya maju, lagi. Tetapi untuk kedua kalinya ia terdorong mundur lagi.

"Kurang ajar, masakan orang berjalan dihalangi-halangi," karena penasaran Blo’on terus loncat saja.

Bum .....

Seperti dibanting kebelakang, Blo'on terlempar balik dan jatuh ke tanah. la segera bangun dan mengelus-elus kepalanya.

"Bagaimana ini ? Apakah tangan dan kakiku sudah macet ? Mengapa tangan dibuat menampar malah menampar kepalaku sendiri. Kaki digerakkan jalan, terdorong mundur. Lompat pun malah dibanting begini rupa."

Liok makin sadar bahwa orang aneh itu memang seorang sakti yang luar biasa.

"Sudahlah, engkoh Blo'on, jangan menggangu orang," katanya mencegah. Kemudian dengan nada menghormat ia berkata : "Locianpwe kami telah kesalahan masuk kemari, harap lo cianpwa suka maafkan.”

Namun orang aneh itu tetap diam saja. Diulangi pula oleh Liok untuk meminta maaf, tetap orang itu tak menghiraukan.

"Sudahlah, Liok," akhirnya Blo'on jengkel juga, "perlu apa harus minta maaf kepada orang yang tuli. Ah, jangan2 dia memang bukan manula."

Mata Blo'on beralih memandang kearah anak lelaki yang duduk di kursi. Segera ia berseru : 'Hai, anak kecil, hayo bangunlah !"

Tetapi anak lelaki itu tetap pejamkan matanya.

"Hai. anak lelaki, engkau dengar tidak!” teriak Blo'on makin keras.

Karena teriakannya tak digubris,, Blo'on marah. Ia menjemput sekeping batu karang kecil dan dilontarkan.

Liok hendak mencegah tetapi sudah tak keburu lagi.

"Aduh....., "Blo'on menjerit dan mendekap dahinya. Batu itu balik menimpali dahinya, hingga benjul.

Mau tak mau Liok tertawa juga melihat

tingkah laku Blo'on. Tetapi dalam pada itu diam-diam pun ia heran. Mengapa disekeliling orang rambut putih dengan anak lelaki itu seolah dipagari dengan tenaga aneh yang tak kelihatan.

"Liok, hayo, engkau timpuk bocah itu!" teriak Blo'on Bermula Liok tak mau tetapi sesaat kemudian timbul

pikirannya untuk mencoba. la ingin membuktikan benarkah akan terjadi seperti yang dialami Blo'on.

Menjemput sebutir batu kecil ia terus menimpuk dan habis menimpuk iapun terus loncat ke samping. la kuatir batu itu akan mental baik dan mengenai dirinya.

Tinggg ....

"Aduh ... " kembali Blo'on menjerit ketika gundulnya ditimpah batu lontaran Liok. "gila, setan engkau ! Mengapa engkau menimpuk aku ?"

Kini jelasiah Liok bahwa memang sekeliling ruang tempat anak lelaki itu terselubung oleh suatu tenaga gaib yang tak kelihatan mata.

Tiba2 ada suatu perasaan yang mencengkam pikiran Liok.

Seketika tegaklah buluromanya.

"Setan " serunya terus berputar tubuh dan lari keluar.

"Hai, hendak kemana engkau Liok ?" seru Blo'on seraya mengejarnya.

Pikir Liok, ia hendak menuju ke tepi sungai naik buaya lagi pergi ke lain tempat. Tetapi alangkah kejutnya ketika buaya itu lenyap Demikian pula kura2 raksasa.

"Hai, Liok, mengapa engkau lari seperti dikejar setan ?" tegur Blo’on waktu tiba. "Ya. memang," sahut Liok, "kurasa ruangan karang itu memang menyeramkan. Orang berambut putih dan anak lelaki itu, bukan manusia tetapi setan"

"Setan ? Bagaimanakah rupa setan itu ?" tanya Bloon "Menyeramkan sekali."

"Huh," Blo'on mendesuh, "apakah engkau pernah melihat setan ?"

"Be ... lum" Liok tergugu, "tetapi menurut kata orang memang begitu"

"Ha. ha. ha" tiba Blo'on tertawa, "jangan mudah percaya cerita orang. Aku tak percaya setan karena aku belum pernah melihat"

Liok merah mukanya. Ia merasa malu sendiri Memang kata2 Blo'on itu benar. Orang2 tua mengatakan setan padahal mereka sendiripun belum pernah melihat setan. Turun menurun cerita tentang setan itu diwariskan kepada anak cucu sehingga sampai sekarang orang percaya akan setan walaupun dia belum pernah melihat.

"Liok, mau kemana kita ini?" tanya Blo'on.

Liok menghela napas : "Sebenarnya lebih baik kita pergi ke lain tempat saja. Tetapi buaya dan kura2 itu tak berada disini lagi, Kita tak dapat tinggalkan tempat ini"

"Biarkan" seru Blo'on, "kita tak perlu pergi. Aku tak percaya setan. Hayo, kita masuk ke dalam ruang dan menggebuk orang itu."

Habis berkata Blo'on terus kembali kedalam rumah karang, Karena tak dapat berbuat lain terpaksa Liokpun mengikuti. Tiba2 Blo'on berteriak-teriak : "Hai, mengapa badanku terasa panas sekali. Aduh, panas sekali."

la melonjak-lonjak dan melompat kian ke mari, lari masuk keluar rumah karang itu. Namun masih menjerit-jerit : "Aduh, panas seperti dibakar rasanya!"

"Engkau kenapa engkoh Blo'on ?" Liok terkejut.

"Jangan tanya !" bentak Blo'on, "aduh, aduh tubuhku ini ... tubuhku panas auh ...

'Coba kulihat," Liok buru2 menghampiri dan memegang lengan Bio’on tetapi secepat itu Blo'on menyiak dan Liokpun mencelat sampai beberapa langkah ke belakang.

Diam2 pemuda Liok itu terkejut. Mengapa tiba2 saja Blo'on memiliki tenaga yang begitu dahsyat.

Tiba2 Blo’on lari keluar.

"Hai, engkoh Blo’on ... " Liok yang mengejar keluar segera berteriak kaget karena melihat Blo'on loncat ke dalam sungai.

Ketika Liok tiba di tepi sungai, ia makin terkejut sekali. Saat itu dari dasar sungai muncul keluar buaya yang membawa  Liok tadi. Bermula Liok girang dan hendak meneriaki Blo'on tetapi secepat kilat ia menjerit kaget ketika melihat buaya itu ngangakan mulutnya hendak mencaplok Blo’on.

"Awas, engkoh Blo'on, buaya itu hendak memakan engkau

!" teriak Liok.

Blo'on ngeri juga melihat mulut buaya yang sedemikian lebarnya, la cepat bergeliatan berenang ketepi. Buaya itu tetap mengejar.

"Aduh ... tiba2 Blo'on menjerit karena kakinya terantuk segunduk batu karang yang berada di dasar air. Buaya dengan deras meluncur ke arahnya seraya membuka mulutnya. Dan Liok menjerit ngeri. Cepat ia menutup muka dengan tangannya, la tak sampai hati melihat Blo'on dimakan buaya.

Tetapi sampai sekian saat ia tak mendengar jeritan Bloon.

Apakah buaya itu sekaligus telah menelan Blo'on ?

Karena ingin tahu, Liok membuka mata dan serentak ia menjerit kaget : "Hui , . !"

Ternyata saat itu Blo'on telah mengangkat gundukan batu tadi lalu dilontarkan kedalam mulut buaya. Batu masuk kedalam mulut dan buaya itupun tak dapal mengatupkan mulutnya lagi.

Karena bingung, buaya itu menggelepar-gelepar sehingga menimbulkan gelombang air yang dahsyat.

"Enak, enak, sejuk sekali. Hayo, teruslah engkau menyemprot air ke badanku," bukannya takut, Blo'on malah tertawa gembira sekali.

"Engkoh Blo'on. engkau ini bagaimana ?” teriak Liok kejut2 heran, "berbahaya sekali kalau ekor buaya itu sampai menyabat tubuhmu."

Tetapi Blo'on tak menggubris. Ia membiarkan dirinya didampar oleh hamburan air yang timbul dari amukan buaya.

Beberapa waktu lamanya akhirnya buaya itu berhenti. Rupanya dia lelah juga. Percuma dia ngamuk tak keruan karena batu itu tetap mengganjel didalam mulutnya.

"Hai, mengapa engkau berhenti ?" teriak Blo’on seraya berenang menghampiri ke tempat buaya. Karena buaya itu diam saja, Blo'on marah. Segera ia menyambar ekor buaya itu terus ditariknya naik kedarat. Rupanya buaya itu sudah menyerah. Dia diam saja. Kalau melawan ia kuatir orang itu akan menyiksanya. Mulut terus menganga tak dapat ditutup sudah merupakan siksaan berat baginya.

Naik di darat, Blo'on menyeret buaya itu beberapa puluh langkah lalu membalikkan badan buaya itu.

"Nah, sekarang cobalah engkau bertingkah," serunya.

Selama itu Liok hanya terlongong-longong melihat tingkah polah Blo'on. Ia benar2 heran mengapa secara tiba2 Blo'on seperti orang kerangsokan setan. Memiliki tenaga yang luar biasa kuatnya dan menjerit - jerit kepanasan badannya.

"Engkoh Blo'on” Liok cepat menghampiri tetapi ia hentikan langkah ketika Blo'on memandang kepadanya.

"Ih, mengapa matamu berwarna semerah itu?" teriak Liok ketika memperhatikan bagaimana merah kedua bulu mata Blo'on.

Blo'on tidak menjawab melainkan terus lari,. dan loncat lagi ke dalam sungai.

"Aduh .... panas sekali .... tubuhku  seperti  dipanggang  api. " ia berteriak-teriak.

"Engkoh Blo'on, kenapa engkau ini ?" Liok menghampiri ke tepi, "dalam sungai itu banyak buayanya."

"Lebih baik berkelahi dengan buaya tetap badanku dingin daripada kalau di darat aku seperti dibakar api" sabut Blo'on.

'Engkau ini kenapa?"

"Siapa tahu !”, sahut Blo'on," aku merasa badanku tiba2 panas seperti dibakar api " "Ih, aneh," gumam Liok. "engkau makan apa?"

“'Makan ?" Bio’on mengkal, "sejak kecemplung di sungai, sampai saat ini aku belum makan apa2”.

"Lalu apakah engkau terus menerus hendak membenam diri dalam sungai ?"

"Habis bagaimana ?”, balas Blo'on.

Tiba2 segunduk benda hitam mengapung di permukaan air dan makin lama makin menghampiri ke tempat Bloon.

"Engkoh Blo'on. apakah itu ?" teriak Liok seraya menunjuk benda hitam itu.

“Ular !" teriak Blo'on ketika melihat benda hitam itu menjulurkan kepalanya.

"Bukan" seru Liok, "itu kura2 raksasa. Ya, kura2 yang engkau naiki itu, engkoh Blo’on"

"Hai. mengapa dia memandang aku begitu buas ? Tuh lihai, mulutnya merah. Hui. kurang ajar, dia hendak menggigit aku

... " teriak Bio’on terus berenang silam ke dalam air.

Kuak ... kuak .....

Kura raksasa itu berbunyi keras sekali. Rupanya ia marah karena Blo'on menghilang, segera la berputar tubuh lalu menyelam ke dalam air untuk mencari Blo'on.

Liok terkejut. Namun hendak menolong Blo'on ia tak dapat karena ia tak dapat berenang.

Karena bingung. Liok segera jatuhkan diri berlutut dan pejamkan mata. Ia berdoa semoga Tuhan melindungi jiwa Blo'on. Cepat ia membuka mata ketika mendengar suara air tersibak keras dan bukan main kejutnya ketika menyaksikan pemandangan yang di depan mata.

"Hai. engkoh Blo'on…. " teriaknya seraya lari menghampiri.

Ternyata saat itu Blo'on tengah mengangkat kura2 raksasa itu diatas kepalanya. Ia gunakan kedua tangannya. Sambil mengangkat ia naik ke daratan, berlari-lari lalu meletakkan kura2 itu di atas tanah.

Kura2 raksasa itu meronta-ronta keras tetapi tak berdaya menelungkupkan tubuhnya yang telentang.

Hampir Liok tak percaya bahwa Blo'on memiliki tenaga yang sedemikian luar biasa.

"Engkoh ... "

"Siapa engkau !" cepat Blo'on membentak pemuda Liok yang hendak bicara padanya. "Aku Liok"

Tiba2 Bloon loncat menerkam Liok. Untunglah Liok cukup tangkas untuk menghindar ke samping.

"Engkoh Bloon, kenapa engkau?" teriaknya.

"Akan kulempar engkau kedalam laut !" teriak Blo’on terus loncat menyergapnya lagi.

Liok sempat memperhatikan bahwa bola mata Blo'on telah membalik dan berwarna merah. Liok duga pikirannya telah dihantui oleh bayangan sesuatu, cepat menduga bahwa Blo'on tentu diganggu.

Iapun menyadari bahwa apabila ia sampai tertangkap oleh Bloon, tentu akan celaka. Jelas Blo'on saat itu memiliki kekuatan yang luar biasa. Untunglah gerak tubrukan Blo'on itu secara ngawur tak teratur. Maka dengan mudah dapatlah Liok menghindarinya. Tetapi makin lama Blo'on makin ganas sedang Liok merasa lelah. Akhirnya Liok lari kedalam rumah karang. Blo'on tetap memburunya.

Di dalam ruang tengah, tampaklah orang aneh itu masih duduk menghadap anak lelaki berpaian indah.

"Lo cianpwe, tolonglah aku ... " teriak Liok ketika lari menghampiri. Tetapi orang itu diam saja.

Liok makin gugup. Akhirnya ia mendapat akal. Cepat ia membalik tubuh dan berdiri membelakangi orang aneh itu. Jaraknya hanya lima enam langkah dari orang itu.

Secepat tiba, Blo'on terus loncat menerkam Tetapi Liok yang sudah siap pun cepat menghindar ke samping.

Blo'on memang benar2 seperti orang gila. Luput menerkam Liok, karena melihat sesosok tubuh orang, iapun terus menubruknya.

"Huh , . " Blo'on terpental mundur beberapa langkah. Tetapi orang itupun tergetar tubuhnya.

Blo'on maju lagi. Kali ini dengan gerak Ioncatan menerkam yang keras, la tersurut mundur dua tiga langkah tetapi orang itupun mulai terayun ayun tubuhnya.

Ketika yang ketiga kalinya Blo'on menubruk orang itupun dalam keadaan masih tetap duduk, melayang ke muka anak lelaki dan secepat itu ia berputar untuk melindungi di muka anak lelaki itu.

"Hah ?" Blo'on terkesiap melihat wajah orang itu. Seorang tua berwajah merah, kumis dan jenggotnya sudah putih semua. Blo'on tak mau menegur ataupun menanyakan siapa orang tua itu. la maju menghampiri. Tiba2 matanya tertumbuk pada piring berisi benda2 putih sebesar buah kelengkeng. Seketika timbullah nafsunya. Cepat ia menyambar piring itu dan terus menghabiskan isinya,

Wut .....

Tiba2 orangtua itu tamparkan tangannya. Segelombang arus tenaga pukulan yang tak bersuara melanda dan piring itupun terlempar ke udara. Sisa biji2 putih, berhamburan jatuh.

Blo'on terkejut. Tetapi dia diam saja. Beberapa saat kemudian tiba2 ia rubuh.

Liok terkejut dan terus hendak menolong tetapi orangtua berwajah merah itu berseru : "Jangan menjamah tubuhnya"

Liok tertegun.

"Lo cianpwe, apakah saudaraku mati ?" seru Liok cemas Orang tua itu gelengkan kepala. Kemudian ia bertanyakan

diri Liok dan Blo'on. Liokpun menuturkun semua pengalamannya.

"Ah …”orangtua itu menghela napas, "jodoh memang sukar ditolak"

Liok terkejut serunya : "Apa maksud lo-cianpwe?”

"Ya, ya. dia tentu telah makan hati Ceng Liong ciangkue," kata orangtua itu.

"Apa ?” teriak Liok makin terkejut, "apakah yang lo-cianpwe maksudkan ?"

"Tahukah engkau berada dimana engkau ini tanya orangtua itu. "Sukalah lo-cianpwe memberi penerangan kepadaku" sahut Liok.

"Engkau saat ini berada dalam istana Hay-sim-kiong"

"Hay sim kiong ?" Liok mengulang kaget. Hay sim-kiong artinya Istana-dipusar laut.

"Ya," jawab orangtua itu. "memang tak mungkin manusia didunia kenal akan Hay sim-kiong. Dan kalian orang pertama yang dapat masuk kemari,

Liok tertegun pula.

"Dan dia adalah orang pertama yang dapat menikmati kegaiban2 dalam istana ini," kata orangtua itu pula seraya menunjuk kepada Blo'on.

"Kegaiban ?" ulang Liok.

"Ya," sahut orangtua itu, "kalian telah masuk kedalam perut Ceng Liong ciangkun "

"Siapakah Ceng Liong ciangku itu ?" seru Liok. Ceng Liong artinya Naga Hijau dan ciangkun jenderal. Jenderal Naga Hijau.

"Istana Haysim-kiong mempunyai lima jenderal yalah jenderal Naga Hijau, jenderal Buaya, jenderal Kura2. jenderal Ikan, jenderal Udang dan jenderal Gurita. Mereka membawahi pasukannya masing2, untuk menjaga keamanan istana ini."

"Pasukan istana ? Dimanakah mereka ?" tanya Liok. "Mereka menjaga di tempat masing2 dan bergiliran

menjaga istana ini. Apabila dikerahkan datang semua, pulau ini tak cukup menampung mereka."

"Huh, manusia tentu akan mati apabila masuk kemari." kata Liok leletkan lidah. "Masuk ? Hmm, sebelum masuk tentu sudah jadi tahi udang.”

"Tetapi mengapa kami tak mati ?" tanya Liok dengan penuh keheranan.

Orang tua itu menghela napas.

"Ah, jin swi put ji Thian ting. Perhitungan manusia tak  dapat mengalahkan ketentuan Tuhan. Seperti yang telah terjadi pada thay-sweeya. "

"Thayswe-ya ?" ulang Liok terkejut, "bukankah locianpwe hendak maksudkan putera mahkota?"

Orangtua itu mengangguk.

"Ya, yang duduk di kursi batu mutiara itu ialah pangeran kecil putera baginda Tay Sung dari kerajaan Song. Karena tak kuat menghadapi serangan Kubilai Khan, akhirnya menteri dan panglima kerajaan Sung selatan segera membawa putera mahkota melarikan diri naik perahu. Tetapi angkatan laut Mongol tetap mengejar dan menyerang habis habisan ”.

"Demi menyelamatkan putera mahkota, mentri Wei telah membawa putera mahkota loncat kedalam laut. "

"Oh," Liok mendesuh kejut. Sesaat kemudian ia teringat, serunya "tetapi peristiwa itu bukankah sudah berselang seratusan tahun ? Mengapa putera mahkota Sung masih berada disini?"

“Keajaiban Thian telah menyelamatkan jenazah putera mahkota dari kehancuran "

"O, jadi putera mahkota itu sudah meninggal?”, seru Liok makin heran. "Apakah engkau kira beliau masih hidup?", balas orangtua itu.

"Mengapa wajah dan tubuh pangeran mahkota masih utuh seperti orang hidup ?"

"Keajaiban Tuhan, kesaktian pusaka." "Apa maksud locianpwe ?" tanya Liok.

"Jenazah pangeran mahkota secara ajaib telah dibawa oleh ikan masuk kedalam gunung Hay-sim-san ini."

"Apa ? Apakah tempat ini sebuah gunung di pusar laut ? - "Mengapa setiap kali engkau terkejut?”,  kata  orangtua itu,

“ketahuilah,  dunia  ini  penuh  dengan  keajaiban  yang  sukar

dipercaya orang. Karena selama ini manusia belum pernah mengetahui rahasia alam semesta. Tahukah engkau apakah bintang2 di langit itu ? Dan apakah langit itu? Engkau dan manusia2 di dunia hanya dapat memandang setiap malam tetapi belum tahu apakah sesungguhnya keadaan di langit itu. bukan'"

Liok mengiakan.

"Demikian pula dengan keadaan di dasar laut. Orang tentu mengira bahwa hanya di darat saja yang terdapat gunung dan kehidupan alam. Tetapi mereka tak menyangka bahwa dalam laut pun terdapat juga gunung dan kehidupan. Seaneh isi jagad, seaneh itu pula isi samudera itu."

"Benar, lo-cianpwe."

"Baiklah karena engkau sudah mengalami sendiri maka engkau tentu percaya bahwa tempat ini sebuah gunung di pusar laut. Di gunung ini. penuh dengan alam kehidupan seperti diatas daratan." Liok mengangguk-angguk penuh kekaguman.

"Akupun diseret oleh ikan dan secara kebetulan atau memang belum ditakdirkan, aku tak mati. Rupanya aku dititahkan untuk. "

"Nanti dulu." Cepat2 Liok rnenyelutuk," siapakah lo cianpwe ini ?

"Aku?" orangtua itu mengulang lalu merenung. Sesaat kemudian ia menghela napas," aku adalah salah seorang dari rombongan mentri istana ketajaan Sung yang ikut lari menyelamatkan pangeran mahkota. Ketika pangeran mahkota dibawa terjun kedalam laut, aku dan beberapa mentri serta panglima2 Sung yang setia, segera berhamburan ikut terjun kedalam laut."

"Oh," desah Liok, "siapakah nama mulia dari lo cianpwe ?" "Sudahlah, tak perlu engkau tahu namaku. Nama itu sudah

tak penting lagi karena aku toh takkan muncul di dunia lagi.

Cukup engkau mengetahui tentang asal usulku diriku itu saja. "Baiklah, locianpwe."

'Entah bagaimana, cukup kukatakan saja bahwa hal itu memang suatu keajaiban dari kekuasaan Tuhan, bahwa aku masih hidup. Tetapi waktu kuketemukan pangeran mahkota, ternyata pangeran sudah meninggal. Karena tiada tanah kubur maka kubaringkan jenazah pangeran di guha karang. Aneh, sampai bertahun - tahun jenazah pangeran mahkota itu tetap utuh, sedikitpun tak mengunjuk tanda2 busuk atau rusak"

"Ya, mengapa begitu aneh" seru Liok pula.

"Aku segera menyelidiki sebabnya. Akhirnya kuketemukan hal itu. Ternyata pada tubuh pangeran mahkota terdapat cap kerajaan Sung. Cap kerajaan itulah yang mengawetkan jenazah pangeran dari kerusakan"

"Oh," seru Liok "terbuat dari apakah cap kerajaan itu sehingga mempunyai khasiat sedemikian hebat ?"

"Tio Kong in, cikal bakal kerajaan Sung atau Song thaycou semasa mudanya banyak berkelana untuk memperluas pengalaman dan mencari kepandaian. Ketika berkelana kedaerah suku Hua didaerah barat, ia telah berjumpa dengan seorang pertapa. Pertapa itu mengajarkan dia supaya bertapa memohon restu kepada Thian agar kelak dapat menjadi manusia yang termasyhur. Tio Kong in bermimpi didatangi seekor binatang yang aneh. Mirip dengan kepala naga tetapi kecil dan berkaki dilipat. Tiba2 binatang aneh itu menyemburkan sebuah benda bulat kearah Tio Kong-in. Tio Kong-in terkejut dan terjaga. Alangkah kejutnya ketika dipangkuannya terdapat sebilah benda keras yang berwarna putih kehijau-hijauan. Ditanyakannya benda itu kepada sang pertapa.

Serta rnerta pertapa itu segera berlutut memberi hormat kepada Tio Kong in.

“Bansweya, hamba menghaturkan hormat" pertapa itu. Banswe ya berarti sebutan terhadap raja. Sudah tentu Tio

Kong-in terkejut : “Aku bukan raja!”

Pertapa itu dengan hormat segera menerangkan: "Benda yang tuan peroleh dari mimpi itu adalah cu atau mustika dari binatang kilin (wadali). Yang mendapat mustika ki-lin tentu akan menjadi raja"

Liok tertarik benar akan cerita itu. Kemudian ia bertanya lebih lanjut : "Lalu bagaimana dengan mustika kilin itu ?”. "Mustika kilin itu oleh baginda Song thay-ong dijadikan cap kerajaan"

"Oh. dengan demikian cap kerajaan yang ada pada putera mahkota itu juga mustika kilin?" seru Liok terkejut.

"Ya," sahut orangtua itu. "kegaiban mustika kilin itu mampu mengawetkan jenazah putera mahkota sampai berpuluh tahun takkan rusak"

Liok tertegun.

"Dan mengapa lo-cianpwe juga tetap awet hidup dan awet muda ?" tiba2 Liok bertanya pula.

"Telah kukatakan bahwa dalam laut ini terdapat kehidupan yang tak kalah anehnya dengan diatas daratan" kata orangtua itu, "bertahun-tahun kubangun istana ini dan kubuat juga sebuah kursi mahligai untuk tempat duduk putera mahkota,"

Liok mengangguk-angguk.

"Suatu keajaiban pula terjadi di istana ini. Entah bagaimana penghuni laut serta merta tunduk pada putera mahkota. Oleh karena itu maka kubentuk dan kuangkat lima jenderal tadi untuk pasukan istana Hay-sim-kiong berpuluh-puluh tahun aku tinggal disini, dapatlah aku mengenal bahasa mereka. Aku dapat langsung memberi perintah kepada mereka."

"Oh," untuk kesekian kalinya Liok mendesuh pula. "Kehidupan di pulau karang ini tenteram damai. Akupun

mempunyai kesempatan untuk menjelajah perut gunung ini. Ah.. terdapat banyak sekali jenis tanaman laut yarig aneh" dan berkhasiat. Jamur laut yang umurnya entah berapa ribu tahun telah memberikan aku kekuatan dan kesehatan yang luar biasa sehingga aku dapat hidup panjang umur sampai saat ini." "Tetapi lo-ciaupwe," tiba2 Liok bertanya, "bukankah manusia hidup itu memerlukan hawa udara ? Bagaimana mungkin lo-cianpwe hidup dalam perut gunung dipusar laut ini

?"

"Engkau bertanya baik sekali, anak perempuan." kata orang tua itu, "sudah seratusan tahun aku tak pernah bicara dengan manusia sehingga banyak kata2 yang lupa. Saat ini aku gembira sekali dapat bertemu dengan manusia dari darat. Akan kuceriterakan semua keadaan dalam kerajaan kecil dipusar laut ini dan akan kujawab semua pertanyaanmu."

“Terima kasih, lo-cianpwe"

"Mustika kilin itu mempunyai daya khasiat yang luar biasa sekali. Merupakan salah sebuah mustika yang tiada keduanya didunia. Bukan saja dapat mengawetkan jenazah orang sampai beratus tahun, dapat pula menundukkan semua penghuni laut pun juga memberi hidup dalam air. Berkat mustika itu maka air laut itu tak dapat masuk kedalam kerajaan ini. Lalu kubuat sebuah saluran agar air laut itu dapat masuk kemari dan membentuk diri yang mengitari istana ini. Hanya saja air laut itu dengan khasiat mustika kilin, telah berobah menjadi air bening seperti yang engkau dapatkan ketika engkau melalui terowongan itu, bukan?.”

"Benar, locianpwe”, kata Liok.

"Ada pula suatu keajaiban dari perut gunung di pusat laut ini. Pada sebuah guha terdapat kebuah lubang yang tembus ke daratan, Pernah kumasuki terowongan itu dan akhirnya tiba disebuah puncak bukit di sebuah tempat di daratan. Dari situlah hawa udara itu dapat mengalir masuk. Dan andai kata tidak, pun aku tidak kuatir. Karena dengan menemukan sejenis rumput laut yang ribuan tahun umurnya. Dengan memakan rumput itu dapatlah aku bernapas dalam air seperti ikan"

"Ah. keajaiban dunia" kembali Liok mendecak-decak mulut keheranan.

"Demikian keadaan dalam istana Hay-sim ki ong ini " kata orangtua itu mengakhiri penuturannya. "maka kukatakan kalian berdua ini adalah manusia pertama yang masuk kemari dengan masih bernyawa. Kunamakan hal itu suatu jodoh. Tanpa berjodoh atau mempunyai rejeki. tak mungkin kalian dapat datang kemari "

"Lo-cianpwe, tiadakah obat untuk menghidupkan kembali pangeran mahkota itu ?" tanya Liok"

Orang tua menghela napas : "Ah, memang manusia telah menemukan banyak sekali obat2an yang berkhasiat luar biasa. Bermacam penyakit yang aneh2 telah dapat disembuhkan berkat kepandaian manusia. Tetapi hanya satu yang tak dapat terjangkau otak manusia yaitu menentang maut. Putera mahkota sudah meninggal tak mungkin dapat kuhidupkan lagi."

"Mengapa lo-cianpwe tak mau keluar dari tempat ini dan hidup sebagai manusia selayaknya di daratan ?"

"Aku seorang mentri kerajaan. Kerajaan Sung hancur, menteripun binasa. Dan pula aku sudah tua, apa perlunya aku muncul di dunia lagi ?"

“Aku sudah senang hidup disini Istana ini pun mempunyai rakyat yang berjenis-jenis tetapi yang setya pada kami.”

Liok diam2 mengakui ucapan orangtua itu memang benar. Tinggal di istana Hay sim-kiong itu memang terasa tenang. Lain halnya dengan hidup di dunia daratan. Penuh dengan manusia2 yang sukar diduga hatinya. Manusia2 yang penuh dengan nafsu dan keinginan sehingga menyebabkan dunia ruwet dan penuh derita.

"Lo-cianpwe" tiba2 ia teringat akan Blo'on yang sampai saat itu belum juga sadar dari pingsannya, "bagaimanakah dengan saudaraku itu ?

"Dia?" kata orangtua itu, "memang harus pingsan selama sehari semalam. Tetapi jangan kuatir, dia tentu akan terjaga juga"

"Mengapa tadi dia mendadak seperti orang kemasukan setan ? Pada hal biasanya dia tak suka mengamuk dan tak punya tenaga yang sedemikian kuatnya? tanya Liok pula,

"Menurut ceritamu tadi, engkau telah masuk kedalam sebuah guha berdinding lunak yang berwarna merah. Bukankah begitu ?"

Liok mengiakan.

"Demikian juga anak itu ?" orangtua menunjuk Blo’on "Benar" ?ahut Liok pula.

"Tahukah engkau, tempat apa yang kalian masuki itu ?” "Entahlah"

"Kalian berdua telah masuk kedalam perut jenderal Naga Hijau ... "

"Locianpwe ... " Liok menjerit kaget. "Memang begitulah," kata orangtua itu.

"Bagaimana locianpwe dapat memastikan hal itu ?" "Aku telah mendapat laporan dari anakbuah jenderal Naga Hijau itu bahwa Ceng liong ciangkun atau jenderal ini telah mati ... "

"Hai !" teriak Liok terkejut mati "mati? Siapa yang membunuhnya ?"

"Anak itu !" orangtua menunjuk Blo’on.

Liok tergetar. Seketika berobahlah wajahnya. Menurut kata orangtua itu, Ceng Liong ciangkun atau jenderal Naga Hijau adalah salah seorang panglima istana Haysim-kiong. Kalau jenderal itu terbunuh, tentulah orangtua itu akan marah.

"Ah, tak mungkin, lo-cianpwe." bantahnya. "kutahu saudaraku itu seorang anak yang baik hati tak pernah berkelahi"

Orangtua itu menghela napas : "Ya, segala apa itu memang sudah takdir. Engkau tahu siapakah Geng Liong ciangkun itu

?"

"Tidak lo cianpwe"

"Dia adalah seekor ular naga yang sudah ratusan mungkin seribu tahun umurnya. Sejak istana Hay sim kiong berdiri, dia setya menunggu di dasar laut. Tak mau lagi berkeliaran muncul ke permukaan air"

"Ah. bagaimana aku dapat masuk kedalam perut jenderal ular itu ?” tanya Liok dengan perasaan ngeri.

"Menurut laporan yang kuterima, peristiwa itu berlangsung begini " kata orangtua itu "di dekat muara masuknya sungai Kuning ke Laut Kuning, terdapat sebuah kisaran air yang berbahaya. Orang ataupun perahu takut untuk melalui kisaran itu. Sebenarnya kisaran itu memang atas perintahku yang telah dilaksanakan dengan baik sekali oleh Ceng Liong ciangkun. Jenderal itu telah memerintahkan kepada anakbuahnya para ular2 besar supaya tiap hari menyedot air laut. Pekerjaan itu dilakukan secara gilir. Pada hari itu yang mendapat giliran untuk menyedot air yalah regu kuda laut. Ketika tubuh kalian hanyut dibawa arus sungai dan tiba di kisaran itu kalian silam dan tersedot kedalam pusar air. Anak itu” ia menunjuk pada Blo'on "telah tersedot masuk kedalam perut seekor kuda laut ... "

"Ih" Liok mendesuh ngeri "apakah aku juga masuk kedalam perut kuda laut itu ?"

"Tidak" kata orangtua, "engkau terputar-putar dalam kisaran air dan saat itu Ceng Liong ciangkunpun tengah ngangakan mulutnya membantu pekerjaan membuat kisaran air. Entah bagaimana biasanya dia memang senang tidur bertapa. Tetapi saat itu rupanya dia mempunyai selera untuk menyedot air. Engkau telah tersedot masuk kedalam perutnya.”

"Ih. " Liok mendesah seram.

"Rupanya memang sudah ditakdirkan oleh perjalanan hidupnya. Ceng Liong ciangkun biasanya tidak pernah melakukan hal itu. Sepanjang tahun dia hanya melingkar tidur bertapa."

"Lalu bagaimana saudaraku itu dapat tersedot masuk kedalam perut ular itu” tanya Liok pula.

"Setelah berada dalam perut kuda laut, rupanya anak itu tersadar dari pingsannya lalu meronta ronta, menarik2 jantung dan usus kuda laut. Karena kesakitan, kuda laut muntahkan tubuh anak itu keluar. Karena kerasnya kuda laut itu muntah, anak itu melayang ke udara dan kebetulan telah tersedot kedalam perut Ceng Liong ciangkun." "O, kemungkinan memang begitu." kata Liok setelah teringat kembali peristiwa itu.

"Ya, memang begitu, karena aku sudah mendapat laporan," kata orangtua itu, "begitu berada dalam perut Ceng Liong ciangkun, anak itu main gila lagi. Dia merabah dan menarik- narik usus, meremas-remas jantung dan paru"

"Ya, memang saudaraku itu agak blo'on, lo-cianpwe." kata Liok. "rambutku juga dijambak."

"Yang terakhir anak itu bahkan membetot hati Ceng Liong ciangkun, terus dimakanya.”

"Ihhhh… ”

"Sudah tentu Ceng Liong ciangkun kesakitan. Dia menggelepar-gelepar sekuat-kuatnya dan meregang-regang dahsyat sekali sehingga gua tempat tinggalnya itu hancur lebur. Dan terakhir ia semburkan tubuh kalian keluar "

"Benar, benar, !o-cianpwe," Liok menyelutuk, "memang saat itu aku seperti dilajangkan ke udara dan tahu2 jatuh kedalam sebuah guha karang. Aku tak ingat apa yang terjadi karena saat itu aku pingsan. Hanya ketika aku  membuka mata, ternyata aku sedang berada diatas punggung seekor buaya yang tengah mengarungi sungai. ”.

"Tahukah engkau siapa buaya itu?" tanya siorang tua. "Entahlah.”

"Dia adalah Gok ciangkun atau jenderal Buaya."

"Dan siapakah kura2 raksasa yang dinaiki saudaraku itu ?'" "Kui ciangkun atau jenderal Kura2," kata siorangtua,

"seekor kura2 raksasa yang umurnya sudah ribuan tahun." "O.." desuh Liok, “apakah jenderal Buaya itu juga sudah berumur ratusan tahun ?”,

Orangtua itu mengiakan : "Kelima jenderal istana Huy-siin kiong ini, rata2 berumur seribu tahun, bahkan ada yang lebih. He ciangkun merupakan seekor udang raksasa, raja udang, besarnya sama dengan seekor kerbau. He ciangkun. juga raja ikan, besarnya sama dengan sebuah perahu. Dan jenderal Gurita itu, besarnya sama dengan sebuah rumah."

''Ihhh. " kembali Liok mendesis ngeri.

“Tetapi jangan takut," kata orangtua itu, "walaupun mereka merupakan raja2 dari jenis kaumnya, tetapi mereka adalah binatang2 yang sudah jinak dan memiliki kesadaran. Mereka lebih banyak memendam diri dalam tempatnya masing2 untuk bertapa. Mereka tak mau mengganggu manusia."

"Oh!" Liok bernapas longgar, "apakah mereka, tak dapat mati ?"

"Sudah tentu akan mati. Oleh karena itu mereka tekun sekali mencari Jalan Kematian itu agar kelak mereka dapat menitis menjadi mahluk yang lebih tinggi derajatnya."

"Lo-cianpwe, bukankah karena makan hati Ceng Liong ciangkun, tenaga saudaraku itu menjadi bertambah luar biasa kuatnya ?"

"Benar," orangtua itu mengiakan, "hati seekor ular naga yang sudah ribuan tahun umurnya merupakan obat yang berkhasiat luar biasa. Saudaramu akan kebal terhadap hawa yang dingin dan akan memiliki tenaga yang luar biasa dahsyatnya." "Tetapi dia tak dapat ilmu silat dan memang tak mau belajar ilmu silat. Pada hal ayahnya seorang tokoh silat nomor satu didunia," kata Liok.

"Itu lebih bagus," kata orangtua itu, “cobalah engkau tunjukkan, orang gagah, jago silat manakah dalam dunia ini yang takkan mengalami hari2 kematiannya secara menyedihkan? Bukankah mereka pada masa hidupnya selalu diincar oleh musuh2 yang tak terhitung banyaknya? Kalau memang dia tak mau mengikuti jejak ayahnya sebagai jago silat, biarlah. Dia akan menempuh jalan hidupnya menurut cara yang dikehendakinya sendiri. Tetapi apabila dia mau belajar silat, setelah makan hati ular naga Ceng Liong ciangkun itu, dia pasti akan menjadi jago silat yang tiada lawannya di dunia. Yang penting harus dijaga, baik dia belajar silat maupun tidak, sekali-kali jangan sampai dia terjerumus dalam dunia kejahatan. Sekali dia menjadi orang jahat, dia pasti akan menjadi momok durjana yang paling ganas.”

"Baiklah, locianpwe," Liok mengangguk. Sesaat kemudian ia bertanya, “Locianpwe, apakah lo-cianpwe takkan menghukum saudaraku karena telah membunuh jenderal Naga Hijau?*

"Menghukum anak itu ?" seru orangtua aneh itu, "tidak, anak perempuan tidak ! Aku tak kan menghukumnya bahkan kebalikannya malah akan memberi hadiah kepada anak itu"

"Memberi hadiah ?" Liok berseru kaget.

"Ya," sahut orangtua itu "seperti telah aku katakan tadi  para jenderal2 istana Ban sim kiong itu merupakan raja2 dari jenis kaumnya yang sedang bertapa untuk mencari jalannya Kematian. Berkat umur dan pertapaannya yang sudah beratus-ratus tahun itu, mereka telah memperoleh penerangan. Bahwa hanya dengan jalan bertapa. barulah mereka kelak akan mendapat kematian yang baik sehingga kelak akan menitis menjadi makhluk yang lebih tinggi derajatnya."

"Dapatkah mereka kelak menjelma menjadi manusia ?" tanya Liok.

"Entahlah," sahut orangtua itu, "tetapi mereka percaya dan memiliki kepercayaan yang teguh bahwa kelak mereka tentu akan menjelma menjadi mahluk yang tinggi derajat. Itu suatu keyakinan mereka. Orang boleh percaya, boleh tidak percaya."

"Dengan terbunuhnya Ceng Liong ciangkun oleh saudaramu,” orangtua itu melanjutkan pula, “terbebaslah ular naga itu dari karma hidupnya. Dari penderitaannya menjelma sebagai seekor binatang ular. Dengan begitu saudaramu telah menolong Ceng Liong ciangkun. Dia telah membantu melepaskan jiwa jenderal itu lepas dari badannya. Akupun girang karena salah seorang jenderal istana Ban sim-kiong telah bebas dari karma hidupnya. Oleh karena itu layaklah kalau aku akan memberi hadiah kepada saudaramu itu."

'Tetapi lo cianpwe" kata Liok "bukankah dengan begitu saudaraku itu berhutang jiwa? Bukankah kata orang, hutang jiwa itu harus membayar dengan jiwa ?"

"Ah. jangan risau, anak perempuan" kata orangtua itu, "bukankah engkau mengatakan bahwa saudaramu itu seorang anak yang blo'on pikirannya ? Tak mungkin dia sengaja mengandung pikiran hendak membunuh, bukan ? Dan kedua, dia tentu tak tahu berada diruang saat itu, Dan diapun tak tahu benda apa yang ditarik dan dimakannya itu. Kalau tahu tentu dia takkan melakukannya. Dengan begitu jelas, dia memang tak sengaja dan tak tahu. Maka dapatlah kita simpulkan bahwa saudaramu itu memang hanya sebagai alat atau jalan yang diberikan oleh Thian untuk membebaskan jiwa Ceng Liong ciangkun" "Tetapi bukankah saudaraku itu tetap berdosa? Dan bukankah kelak dia akan menerima pembalasan ?" masih Liok membantah.

“Sudahlah, anak perempuan " kata orangtua itu" jangan risaukan hal itu. Karma atau hutang jiwa, tak perlu engkau pikir. Peristiwa itu telah terjadi dan biarlah terjadi. Yang penting engkau harus dapat menyadarkan saudaramu itu agar dia menuntut penghidupan yang baik Dengan begitu dia takkan menyianyiakan pemberian Ceng Liong ciangkun. ya. Ceng Liong ciangkun telah memberikan hatinya kepada saudaramu itu hingga saudaramu akan memiliki tenaga sebesar ular naga. Ceng Liong ciangkun tentu akan puas mati asal pemberiannya itu dapat dimanfaatkan saudaramu untuk tujuan hidup yang baik dan berguna kepada umat manusia"

Seketika sadarlah pikiran Liok akan peristiwa yang telah dialami bersama Bloon. Diam2 ia berjanji akan memberi penjelasan hal itu kepada Blo'on.

"Terima kasih, lo-cianpwe. Sekarang aku sudah jelas" katanya,

"Tetapi lo-cianpwe, " tiba2 Liok berseru puIa "saudaraku telah mencelakai jendral Buaya, mulut jenderal Buaya telah disumbat dengan batu karang sehingga tak dapat menutup lagi. Pun saudaraku juga telah menterbalikkan badan jenderal kura2. Kedua jenderal itu sekarang masih terlentang di tepi pulau ini"

"Itu hanya kesalahan paham saja " kata orangtua aneh itu. "karena melihat engkau dan saudaramu lari keluar dari istana ini lalu saudaramu terjun ke dalam sungai, kedua jenderal itu mengira kalau saudaramu hendak melarikan diri. Atau mungkin menerka kalau saudaramu telah mengacau istana ini maka mereka lalu menyerangnya. Nanti setelah saudaramu sadar, kita ajak dia supaya meminta maaf. Kedua jenderal itu, binatang yang sudah bertapa ratusan tahun. Mereka tentu mau memaafkan saudaramu."

"Terima kasih, lo-cianpwe," kata Liok, "lalu apakah yang dimakan oleh saudaraku tadi sehingga ia jatuh pingsan sampai begitu lama ?"

"Itulah yang disebut Cian lian-hay-te-som atau buah som dari dasar laut yang umurnya ribuan tahun. Makan sebutir buah som itu akan menambah kesehatan. Dua butir akan menambah umur panjang. Tiga butir akan menambah kuat tenaga dalam. Empat sampai lima butir, akan membuat tenaga-dalamnya sama dengan jago silat yang berlatih ilmu Iwekang selama dua tigapuluh tahun. Makan enam sampai delapan butir, seluruh jalandarahnya akan tembus dengan tenaga dalam, bahkan jalan-darah Seng si-hian-kwan yang merupakan jalan darah yang sukar ditembus, sukar ditembus oleh setiap orang yang melatih ilmu lwekang, juga akan terbuka. Dengan begitu saudaramu pasti akan memiliki tenaga-dalam yang luar biasa hebatnya."

Diam2 Liok girang dalam hati. Ia tahu bahwa Blo'on itu sebenarnya adalah putra dari suhunya yang telah lenyap sejak beberapa tahun. Waktu suhunya menutup mata, Blo’on tak sempat diketemukan. Mudah mudahan anak itu kelak akan mengikuti jejak ayahnya, menjadi seorang pendekar budiman.

"Lo-cianpwe," katanya, "berapa butirkah saudaraku telah memakan buah som ?” tanyanya.

"Entahlah." sahut orangtua itu, "mungkin lebih dari sepuluh butir. Untung segera kutampar. Bila tidak dia tentu akan memakannya semua dan entah bagaimana akibat kalau  makan keliwat ukuran itu." Dari girang kini Liok berbalik cemas. Blo'on makan lebih dari sepuluh biji. Bagaimanakah akibatnya nanti ?

"Lo-cianpwe, bagaimana kalau saudaraku "

"Tenanglah, anak perempuan," kata orang tua itu, "segala apa tergantung pada rejekinya. Baiklah kita nanti saja."

"Anak perempuan, ambillah biji buah som yang berceceran di tanah itu." katanya pula.

Setelah mengumpulkan biji2 som itu maka Liokpun menyerahkan kepada oreng tua itu.

"Makanlah" seru si orangtua, "agar engkau memiliki kekuatan yang hebat"

"Tidak lo-cianpwe." diluar dugaan Liok menolak. "Engkau tak mau ? Mengapa ?"

"Cian-lian-hay te som itu merupakan buah yang jarang terdapat di dunia. Karena tak tahu maka saudaraku telah memakannya. Bahwa lo-ci-anpwe tidak marah saja, aku sudah bersyukur. Masakan aku masih berani menerima pemberian dan lo-cianpwe lagi ?”

Orangtua itu tertawa : "Engkau terlalu polos, anak perempuan. Di dunia daratan memang manusia membelenggu diri dalam adat istiadat dan naluri tata susila. Tetapi di Istana Hay sim-kiong sini kita tiada mengenal soal itu. Anak perempuan, kuberikan kepadamu lima butir buah som sebagai tanda perkenalan kita"

"Terima kasih, locianpwe" sahut Liok. "tetapi maaf aku tak dapat menerima pemberian itu"

"Hah ?' orangtua itu menyalangkan mata. "mengapa ?" "Bukankah maksud locianpwe agar aku memiliki tenaga- dalam yang hebat ? Tidak, locianpwe. aku memang menginginkan agar dapat memiliki ilmu lwekang yang tinggi. Tetapi hal itu akan kucapai dengan jerih payah latihan2 yang keras dan tekun. Aku tidak menyukai sesuatu yang datangnya secara tiba2 dan ajaib”

Orangtua itu terkesiap.

"Bagus, anak perempuan" serunya sesaat ke mudian, "mungkin engkaulah orang satu2nya di dunia yang telah menghapus prasangkaku terhadap manusia didaratan. Pada hal umumnya orang persilatan tentu saling berebut untuk mendapatkan buah mujijat semacam ini. Bahkan kalau perlu mereka saling bunuh membunuh. Tetapi engkau, anak perempuan dengan alasan yang mengesankan hatiku telah menolak pemberian itu"

"Harap lo cianpwe memakainya sendiri agar lo cianpwe dapat tambah panjang umur " kata Liok pula.

"Ah, engkau menyindir aku, anak perempuan. "Menyindir ? Apakah maksud lo-cianpwe ?"

"Setelah kematian dari Ceng Liong ciangkun, aku memperoleh penerangan batin. Mengapa aku harus berusaha untuk memperpanjang umur? Bukankah aku sudah bosan hidup ratusan tahun? Mengapa aku masih temaha hidup sampai seribu tahun ? Tidak, anak perempuan, aku ingin mengikuti jejak Ceng Liong ciangkun itu. Aku sudah bosan hidup ..."

“Locianpwe,” katanya, “mengapa lo-cianpwe tidak mau tinggalkan tempat ini dan kembali hidup di masyarakat ramai ? Locianpwe, akupun sudah sebatang kara apabila lo cianpwe suka kembali ke daratan, aku sungguh bahagia sekali mempunyai seorang kakek seperti locianpwe”.

Orangtua itu tertawa kering. "Anak perempuan, dapatkah engkau menghidupkan bangkai ?" tanya orangtua aneh itu.

Liok kerutkan dahi: "Apakah maksud lo-cianpwe ?"

"Dahulu akupun mempunyai keluarga, anak dan isteri. Tetapi sejak aku ikut mencebur ke dalam lautan, aku sudah hidup seratusan tahun disini. Mereka tentu sudah meninggal. Maka kutanamlah wajah2 dan kenangan2 mereka dalam taman hatiku. Jika engkau menghendaki aku kembali ke dunia ramai lagi,. berarti engkau hendak menghidupkan kembali kenang2 yang sudah membangkai didalam hatiku itu. Tidak, anak perempuan, aku ingin mati disini sebagai seorang menteri yang setya terhadap raja keturunan baginda Sung yang terakhir."

"Locinpwe, engkau benar2 seorang yang berhati emas," seru Liok penuh kekaguman.

Demikian dalam waktu yang amat singkat orangtua dan Liok telah terikat dalam perasaan yang menyukai peribadi masing2. Liok menaruh hormat atas kesetiaan orangtua itu sebagai seorang menteri kerajaan. Dan orang tua itupun menyukai sifat Liok yang polos dan tak temaha.

"Baiklah, anak perempuan," kata orangtua itu, "aku masih takkan masih tak kan mundur dari keinginanku untuk memberikan sesuatu kepadamu”.

"Ah, harap lo-cianpwe jangan sibuk2 memikirkan soal itu. Asal kami berdua dapat keluar dari istana ini dan kembali lagi ke daratan dengan selamat, kamipun amat bersyukur hati.” Orangtua itu tak bicara lagi melainkan terus berlutut dihadapan jenazah putera mhkota Sung dan mulutnya berkemak kemik berdoa. Entah apa yang diucapkan. Beberapa saat kemudian ia mengeluarkan dua keping batu datar, mirip sepasang kepingan jeruk.

Kedua benda itu dilontarkan keatas.

"Terima kasih, shayswe ya," seru orangtua itu seraya memberi hormat dengan membungkuk tubuh sampai ke tanah. Kemudian ia menghampiri ke tempat pangeran mahkota itu lalu mencabut pedang yang terselip di pinggang pangeran mahkota. Setelah memberi hormat pula, dia lalu menghampiri Liok.

"Anak perempuan, thayiweya telah meluluskan permohonanku untuk menghadiahkan pedang pusaka kerajaan Song ini kepadamu," serunya.

"Lo cianpwe," teriak Liok." bagaimana hal itu dapat kuterima ? Tidak lo cianpwe, aku tak ingin mendapat apa2."

"Anak perempuan," tiba2 orangtua itu berkata dengan nada sarat." jika demikian berarti engkau menolak permintaan dari pangeran kerajaan Song."

"Apakah maksud lo-cianpwe?" tanya Liok.

"Pedang pusaka kerajaan Song yang akan diberikan kepadamu itu mengandung makna bahwa engkau diminta untuk menggunakannya membantu cita2 pangeran mahkota."

"Apukah cita2 pangeran mahkota itu ?" "Walaupun kerajaan Song sudah lenyap tetapi cita2 kerajaan itu harus tetap terpancar ke dunia. Cita2 itu tak lain tak bukan hanyalah untuk menentramkan negara dan menjaga kepentingan rakyat. Menegakkan keadilan, membela kebenaran, membasmi kejahatan, menumpas kelaliman, menjunjung perikemanusiaan berdasarkan cinta kasih."

"Oh." desus Liok.

"Demikian cita2 yang terkandung dalam hati pangeran mahkota," kata orangtua itu.

"Tetapi lo-cianpwe, apakah tidak ada kekurangan dalam keterangan lo-cianpwe itu ?"

"Apakah yang kurang ?" balas bertanya orang tua itu. "Bukankah kerajaan Song dihancurkan oleh Kubilai Khan

yang kemudian mengangkat diri sebagai raja Goan?. Tidakkah pangeran mahkota bercita-citakan untuk membalas sakit hati kepada pemerintah Goan ?"

"Oh," orangtua itu mendesah napas, “ketahuilah anak perempuan: Bahwa raja dan kerajaan itu memang sudah digariskan oleh Takdir Yang Kuasa. Dahulu ketika Tio Kong cu akan menjadi pendiri kerajaan Song, maka muncullah seekor kilin. Kubilai Khan bahkan pernah memerintahkan kepada prajuritnya untuk menangkap binatang itu. Tetapi gagal karena ki-lin itu lenyap.”

"Dengan munculnya kilin itu jelas sudah, bahwa Kubilai Khan memang telah direstui oleh Thian untuk menjadi raja. Dengan demikian keruntuhan kerajaan Song itu memang sudah digariskan dalam ketentuan kodrat. Adakah kita akan menentang kodrat ? Tidak, anak perempuan, pangeran mahkota telah merelakan kerajaan warisannya itu lenyap. Namun pangeran tetap meginginkan agar cita2 kerajaannya itu terpancar didunia."

"Suatu cita2 yang luhur, lo-cianpwe," seru Liok. "Dan karenanya engkau tentu bersedia membantu bukan ?” sambut orangtua itu.

"Baiklah, lo cianpwe," sahut Liok, "aku akan berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan cita2 pangeran mahkota itu karena cita2 itupun senapas dengan cita2 kaum pendekar budiman."

"Pedang pusaka ini disebut Pek liong Kiam atau pedang Naga Putih. Dahulu ketika baginda Tio Kang in berkelana didaerah hutan yang didiami suku Biau, dia telah membantu suku itu membunuh sepasang ular besar. Setelah terbunuh, ternyata dalam sarang ular itu terdapat sepasang pedang yang aneh. Yang satu batangnya memancarkan sinar putih cemerlang dan yang satu berwarna hitam. Ternyata sepasang pedang itu merupakan pedang pusaka yang luar biasa tajamnya …”

"Oleh karena berasal dalam sarang ular yang besarnya menyerupai seekor naga, maka baginda lalu menamakan sepasang pedang itu Pek-Liong - kiam dan Hlek liong -kiam. Dengan pedang pusaka Naga Putih dan Naga Hitam itu mulailah baginda membentuk anakbuah dan pengikut2 lalu mulai menggerakkan pasukan untuk mempersatukan raja2 kecil dan pemberontakan2 yang berlangsung selama limapuluh tahun sejak setelah raja kerajaan Tong yang terakhir mati terbunuh".

"Setelah menjadi raja maka turun temurun sepasang pedang pusaka ini menjadi pusaka kerajaan. Pada waktu melarikan diri dalam perahu. tak lupa pangeran mahkota pun membawa juga pedang pusaka itu. Tetapi tiba di istana Hay sim-kiong sini ternyata yang masih terbawa oleh pangeran mahkota hanya pedang Pek Iiong kiam saja. Pedang Hek liong kiam entah tenggelam dimana. Dan sungguh kebetulan sekali Pek liong kiam itu berada di bawah dekaman ular betina dan Hek-liong kiam itu di bawah tubuh ular jantan. Maka tepatlah kalau Pek-liong kiam ini engkau yang memakainya".

Tak pernah disangkanya bahwa Liok bakal menghadapi peristiwa aneh semacam itu. Namun karena sudah berjanji maka iapun menerima juga pedang pusaka itu.

Orangtua itu meminta Liok supaya memberikan janjinya di hadapan jenazah pangeran mahkota bahwa ia akan melaksanakan pesan pangeran mahkota itu dengan sungguh2.

Setelah selesai maka kedua orang itupun duduk pula. Dalam kesempatan itu. Liok mendapat penjelasan pula dari orangtua itu.

"Ada pula sebuah hal yang perlu kuberitahu kepadamu," kata orangtua itu. "dahulu baginda Kong in itu gemar sekali menuntut ilmusilat dari seorang sakti, beliau telah mendapat sebuah kitab pelajaran ilmu pedang To liong-kiam-sut. Ilmu pedang membunuh naga. Naga disitu diartikan sebagai durjana yang ganas dan sakti. Tetapi sayang ketika pasukan Mongol menyerbu istana, kitab itu tak sempat dibawa dan terjatuh ditangan Kubilai Khan. Pada waktu itu kudengar bahwa Kubilai telah menyimpan banyak sekali ilmu pelajaran silat dan pedang dari tanah Tiong-goan. Katanya, simpanan kitab2 pusaka itu ditaruh di Kuil Kuning istana raja Goan di Pakkhia. Berusahalah untuk merebut kembali kitab2 pusaka peninggalan kerajaan Beng itu. Dengan memiliki kitab2 pusaka itu engkau akan memperoleh ilmu silat dan llmupedang yang tiada taranya. Berarti akan membantu usahamu untuk melaksanakan pesan pangeran mahkota itu"

"Baik lo-cianpwe, mudah-mudahan semua pesan dan petunjuk lo-cianpwe itu dapat kulaksanakan dengan sebaik- baiknya" kata Liok. Kemudian Liokpun menanyakan apakah masih ada lain pesan dari menteri tua itu yang akan diberikan kepadanya.

"Tidak ada lagi" kata orangtua itu, "sekarang silahkan engkau beristirahat. Mudah-mudahan besok saudaramu itu sudah terjaga."

Liok tahu apakah saat itu siang atau malam Tetapi karena  ia merasa letih dan ngantuk maka dalam beberapa saat kemudian, iapun tidur pulas.

Entah berapa lama. ketika Liok membuka mata ia dapatkan Bloon duduk melengong lengong. Memandang kian kemari seperti orang keheranan.

Cepat Liok menggeliat bangun dan berseru girang : "Engkoh Blo’on, engkau sudah terjaga?”.

Blo'on berpaling memandang Liok, menyalangkan mata memandangnya dengan dahi berkerut.

"Engkoh Blo'on " Liok menegurnya pula

"Siapa yang engkau panggil ?" tiba2 Blo'on balas bertanya. "Engkau !"

"Aku ?"

"Ya, bukankah engkau ini engkoh Blo'on ?" seru Liok. "O. apakah namaku Blo'on ?"

"Eh. engkau ini bagaimana. Punya nama masakan lupa ?" gumam Liok.

"O, namaku Blo'on" pemuda itu mengulangi pula, "lalu siapakah namamu ?"

"Ha ?” Liok mendesah kaget, "engkau tak ingat namaku?.” "Siapa yang tahu ? Ketemupun baru sekarang, masakan aku sudah tahu”, balas Bloon.

Liok terkejut. Mengapa tiba2 Blo'on berobah begitu bloon.

Apakah yang menyebabkan dia begitu ?

"Hai ... apakah karena dia minum buah som itu?'" tiba Liok teringat.

"Engkoh Bloon, aku bernama Liok, sumoaymu. Ya, adik seperguruanmu. Mengerti ?"

"Mengerti" sahut Blo'on. "lalu siapakah guruku?" "Gurumu bernama Kim Thian-cong".

“O. baiklah."

Mendengar itu timbullah kesan pada Liok, Blo'on mengalami perobahan yang aneh. Dia lupa semua peristiwa yang lampau. Tetapi dia dapat mengingat dan mau menerima semua keterangan yang diberikan kepadanya. Beda dengan yang lalu dimana Blo'on itu seperti orang yang kehilangan ingatan, sekarang pikirannya terang.

"Celaka, aku harus selalu memberi keterangan kepadanya "diam2 Liok mengeluh. Tetapi dia pun bergirang karena Blo'on mengalami perobahan yang menggembirakan.

"Engkoh Blo'on, tahukah siapa nama orang tuamu?'* tanya Liok memancing-mancing.

"Tidak".

"Bagaimana perasaan pikiranmu?" tanya Liok "Aku seperti manusia baru. Tak tahu apa2"

"Engkau percaya kepadaku ? Engkau percaya semua keterangan yang kuberikan kepadamu?" "Sudah tentu percaya karena engkau adalah sumoayku" kata Bloon.

Liok tertawa gembira. Sepercik rasa bahagia menyentuh sanubarinya.

"Baiklah, engkoh Bloon. Akan kututurkan semua riwayatmu" kata Liok.

“Dengan panjang lebar Liok segera menuturkan asal usul Blo'on, siapa ayahnya dan bagaimana peristiwa aneh yang menimpali diri ayahnya itu. Pengalaman2 yang dialaminya Blo’on selama berkelana ini, sampai menjadi penganten untuk menolong kesulitan kepala desa Hong ke cung, kecebur dalam muara Sungai Kuning, masuk kedalam istana Hay-sim-kiong hingga sampai Blo'on disedot ke dalam perut ular lalu makan buah som.

"Apakah engkau dapat mengingat semua yang kuceritakan itu ?" tanya Liok mengakhiri ceritanya.

"Mengapa tidak ?" balas Blo'on. "lalu dimana orangtua disini itu ?"

"Tadi dia berada di sini menunggu putera mahkota Song tetapi entah kemana mereka sekarang ?" kata Liok.

Ternyata saat itu orang tua dan pangeran mahkota sudah tak berada diruang itu entah kemana.

"Hayo. kita mencarinya" kata Liok seraya menghampiri kemuka, tetapi ternyata ruangan itu buntu. Tiada pintu dan jalan.

"Aneh, kemanakah orangtua itu ?" kata Liok lalu mengajak Blo'on keluar.

Tiba dipintu istana karang, mereka terkejut. Halaman istana yang merupakan dataran karang luas yang mencapai tepi sungai, tidaklah berupa kurang melainkan penuh dengan barisan buaya dan kura2. Mereka tengah merayap2 hendak menghampiri ketempat Blo'on.

"Ih " Liok mendesih ngeri "mereka tentu akan menyerang kita"

"Kita hajar saja binatang itu" seru Bloon. Tetapi dicegah Liok : "Jangan mereka tentu hendak menuntut balas karena raja mereka telah engkau terbalikkan di daratan"

"O…. kalau begitu, biarlah kukembalikan letak tubuh raja mereka" kata Blo'on terus hendak melangkah keluar.

"Jangan" kembali Liok mencegah, "lapangan penuh dengan buaya dan kura2 yang marah. Bagaimana engkau bendak mencapai tempat itu ?"

Beberapa ekor buaya dengan nekad merayap naik ketitian batu. Dengan menggelepar-gelepar binatang2 itu berusaha untuk naik dan menghampiri ke tempat Blo'on.

Liok ngeri melihatnya. Cepat ia menyurut masuk kedalam ruangan lagi.

Tidak demikian dengan Blo'on. Ia tenang2 saja melihat tingkah laku buaya2 yang marah itu. Bahkan ketika sudah tinggal dua tiga langkah di hadapannya, Blo'on tetap diam saja.

Seekor buaya yang panjang dan besar cepat tiba di dekat Blo'on, tiba2 binatang itu menyambar kaki Blo'on.

"Hm..” Blo'on berkisar menghindar mundur. Buaya itu masih memburu dengan mulutnya.

"Huh." Bloon mendengus seraya loncat keatas kepala buaya itu. Serentak mulut buaya itupun terkatup kencang, seperti tertindih oleh benda berat. Binatang itu coba menggeleparkan ekornya namun sia2 saja. Dia tak dapat terlepas dari injakan kaki Bloon.

Buaya yang seekor segera merayap maju. merentang mulut lebar dan terus melonjak menyambar kaki Bioon.

"Huh," kembali BIo un mendengus seraya loncat keatas kepala buaya itu. Seperti kawannya buaya itupun tak dapat berkutik lagi.

Buaya yang ketigapun demikian. Begitu dia hendak menyambar, Bloon terus loncat menginjak mulutnya,

Blo'on tak menyadari bahwa kakinya itu dapat memijak hebat sekali, jauh lebih hebat dari ilmu Cia kin tui atau Injakan-seribu-kati. Sebuah ilmu injakan kaki yang dilambari dengan tenaga dalam.

Bloon berlincahan loncat dari atas mulut seekor buaya ke lain mulut buaya. la tak menyadari mengapa buaya itu menjadi tak berkutik apabila diinjaknya.

Setelah beberapa ekor buaya, kini ia berhadapan dengan beberapa ekor kura2. Pun caranya sama. Ia berloncatan dari satu ke lain punggung kura2. sambil menuruni titian batu.

Karena sudah terlanjur turun di lapangan, Blo'on tak mau kepalang tanggung. la lanjutkan perjalanan melintasi lautan buaya dan kura2.

la hendak mencari si raja buaya dan raja kura2 atau Gok ciangkun dan Kui ciangkun ...

-ooo0dw0ooo- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar