Pendekar Bloon Jilid 08 Rahasia Tengkorak

Jilid 8 Rahasia Tengkorak

"Mengapa ?" seru kakek Lo Kun ikut melonjak kaget melihat blo'on lari ketakutan.

"Tengkorak " kata Blo'on seraya menunjuk kesudut dinding guha.

"Masih hidup ?" tanya kakek Lo Kun.

"Entah, aku tak berani mendekatinya," sahut Blo'on.

Sejak menemukan mayat dari Sun kui-hui yang dianggapnya dengan penuh keyakinan sebagai bekas kekasihnya dahulu, pikiran kakek Kerbau Putih agak terang. Linglungnya banyak berkurang.

'Gila semua " ia berteriak, "masakan tengkorak masih bernyawa ? hayo, kita periksa !"

Blo'on terpaksa mengikuti kakek Kerbau Putih ke tempat kerangka tulang tengkorak itu. Demikianpua kakek Lo Kun.

"Dia diam saja !" seru Blo'on.

"Memangnya sudah mati jadi tengkorak, masakan dapat bergerak," dengus kakek Kerbau Putih. "apa engkau masih takut “'

Blo'on gelengkan kepala : "Tidak."

Mereka mulai memeriksa tengkorak itu. Pada bagian batok kepala masih melekat bebera gumpal rambut putih. Menilik ukuran tulang-tulang kaki dan tangan serta tubuhnya, dahulu tengkorak itu tentu seorang manusia yang tinggi besar. Pakaiannya sudah hancur. "Hai, apakah yang dipegangnya ini ?" tiba-tiba Blo'on berteriak ketika melihat jari-jari tangan kanan tengkorak itu masih mencengkeram sebuah kotak kecil terbuat daripada gading.

"Uh. mungkin barang berharga miliknya ya disimpan dalam kotak itu," kakek Kerbau Pu lalu ulurkan tangannya.

"Hai, mau apa engkau, setan Kerbau," tiba-tiba kakek Lo Kun mencekal lengan kakek Kerbau Putih.

"Mengambil kotak gading itu." "Akan engkau ambil sendiri ?"

"Tidak, hanya akan kubuka apa isinya. Kali memang berisi barang pusaka yang berharga, kita bagi rata," sahut kakek Kerbau Putih.

"Tidak, aku tak mau," seru Blo'on, "buat apa mengambil barang milik orang mati !'

"Ya, benar, aku juga tak sudi!" kakek Lo Kun ikut menolak. "Ho, siapa yang akan mengambil ? Akupun tak mempunyai

keinginan untuk mengambilnya. Tetapi apa jeleknya kita buka peti itu. Mungkin bukan berisi barang berharga melainkan surat wasiat pesanannya," kata kakek Kerbau Putih.

Kakek Lo Kun menarik pulang tangannya. Dan kakek Kerbau Putihpun lalu memegang kotak itu terus hendak ditariknya. Tetapi ia segera mendengus : "Uh . . . uh . . . mengapa tak mau terlepas cengkeraman jarinya ?"

Ia berusaha untuk mengorak jari si tengkorak supaya melepaskan peti tetapi jari-jari tengkorak itu mengancing  rapat sekali seolah-olah melekat dengan peti. "Jangan dipaksa," seru kakek Lo Kun, "kalau dia tak mau melepaskan, jangan engkau menggunakan paksaan. Kasihlah aku yang mengambilnya" Kakek Lo Kun terus ulurkan tangan dan menarik kotak itu. Tetapi diapun mengeluh: "Wah mengapa melekat sekali dengan jarinya ? Kalau kupaksa, persambungan tulang lengannya tentu putus tapi belum tentu jarinya dapat terlepas dari kotak."

"O, kutahu," tiba-tiba kakek Kerbau Putih berseru Kakek Lo Kun berpaling : "Tahu apa ?"

"Ya, kuingat," kata kakek Kerbau Putih, "awah orang itu tentu tak rela memberikan kotak kepada orang yang tak disukai. Dia akan melepaskan cengkeramannya apabila bertemu dengan orang yang disukai."

"Kurang ajar, kalau begitu tengkorak ini tentu tak-suka kepadaku," gerutu kakek Lo Kun.

'"Naif, engkau baru tahu rasa bahwa tengkorakpun tak suka kepada kakek semacam engkau", ejek kakek Kerbau Putih,

"Huh, diapun juga tak suka kepada wujutmu hai, kerbau bungkuk," kakek Lo Kun balas mengejek

"Sekarang cobalah engkau yang mengambil,” kakek Kerbau Putih tak mau melayani Lo Kun lalu menyuruh Blo'on.

Blo'on menurut. Pelahan-lahan ia mendekati dimuka tengkorak lalu memberi hormat : "Tengkorak, aku tak tahu siapa engkau. Tetapi aku dan kedua kakek ini tak menghendaki barangmu melainkan hendak mengetahui barangkali engkau meningga'ikari pesan. Apabila benar, lepaskanlah kotak ini agar aku dapat membuka isinya. Kalau engkau benar meninggalkan pesan, aku tentu akan melakukan sedapat mungkin ..." Habis berkata, Blo'on mendekati tangan tengkorak lalu pelahan-lahan menarik kotak itu.

Aneh !

Seolah-olah mengerti kata-kata Blo"on, tengkorak itupun lepaskan cengkeramannya dan dengan mudah kotak dapat ditarik Blo'on.

"Ho, dia suka kepadamu!" seru kakek Kerbau Putih lalu menyuruh anak itu membukanya.

Ternyata kotak gading itu hanya berisi dua kim-long atau kantong yang terbuat dari sutera lemas yang tahan hawa. Blo'on mengambil sebuah kim long lalu dibukanya Isinya sehelai kertas yang penuh tulisan.

"Ah, aku tak dapat membacanya," kata Blo'on seraya mengangsurkan surat itu, "siapa diantara kalian yang dapat membaca, harap membacakan!”

Kakek Lo Kun diam saja. Sebaliknya kakek Kerbau Putih segera menyambuti : "Dahulu aku hampir menjadi siucai (orang terpelajar) tetapi gagal coba saja kubacanya !"

Setelah memeriksa beberapa saat, ia mengangguk : "Akan kubaca, harap kalian mendengarkan"

Kepada yang menemukan mayatku dan membaca surat pesanku ini, kuanggap ia berjodoh dengan aku. Aku percaya engkau tentu akan melakukan permintaanku Dan untuk jerih payahmu itu, aku tentu akan menghadiahkan sesuatu yang sangat berharga ....

"Ho, kita lakukan saja perintahnya itu !" tiba-tiba kakek Lo Kun menyelutuk, "kalau engkau tak sanggup, serahkan semua kepadaku." Kakek Kerbau Putih menyeringai : "Setan kerdil, jangan mengganggu aku membaca " ia terus lanjutkan membaca lagi

....

Kaum persilatan menyebut aku Bu Kek lojin karena aku dianggap sebagai pencipta ilmu silat Bu-kek-sin-kun. Semasa muda aku gemar berkelana di dunia persilatan sehingga aku menderita akibat-akibat yang menyedihkan dan menyenangkan. Aku mengikat banyak persahabatan tetapipun menanam banyak permusuhan. Akhirnya karena jemu tak mendapat lawan lagi, aku menyembunyikan diri di gunung Kun-lun-san. Namun masih sering aku menerima kedatangan orang-orang yang menantang aku adu kesaktian. Untung sejak menyepikan diri itu, aku sudah memperoleh kesadaran dan penerangan batin. Aku selalu mengalah dan walaupun melayani tantangan mereka,toh tapi aku tak mau merebut kemenangan. Cukup hanya menjaga diri sampai orang-orang itu sudah menumpahkan habis seluruh kepandaiannya, barulah mereka tunduk dengan puas. Puas karena sikapku yang mengalah dan merendah.

Tetapi karena masih saja menerima kedatangan jago-jago silat, akhirnya aku pindah bersembunyi disini, guha dalam perut gunung Hoa-san.

Pada suatu hari secara tak sengaja, ketika aku keluar kebawah gunung membeli bahan makanan, tiba-tiba aku melihat serombongan prajurit Mongol menuju kebarat. Pada saat pasukan Mongol lewat, kota sepi serentak. Penduduk menutup pintu tak berani keluar rumah. Toko-Toko tutup sehingga aku tak dapat berbelanja. Setelah pasukan Mongol pergi barulah rumah-rumah buka lagi. Aku mendapat keterangan bahwa prajurit-prajurit Mongol itu kejam dan sewenang wenang terhadap rakyat; Mereka Suka memukul, menganiaya, merampas harta milik rakyat dan bahkan suka merusak kehormatan gadis dan wanita. Maklum karena kaisar mereka, Ku bilai Khan berhasil menduduki Tiong-goan dan mengangkat diri sebagai kaisar Goan.

Ketika memimpin pasukan Mongol melintasi pegunungan Kun-lun untuk menyerang Tiong goan, Kubilai Khan telah melihat seekor ki-lin. la memerintahkan prajuritnya untuk memburu ki-lin itu, tetapi tak berhasil.

Setelah menjadi kaisar Goan-si-ong, dia bermimpi melihat ki-lin itu lagi. Dan menurut ceritanya, ki-lin itu mengatakan apabila dapat menangkapnya, kerajaan Goan pasti dapat memerintah Tiong-goan untuk selama-lamanya.

Oleh karena itu kaisar Goan lalu menitahkan pasukan besar untuk berburu ki-lin di pegunungan Kun-lun.

Walaupun aku sudah bertapa tak mau campur urusan dunia, tetapi aku masih mem punyai setitik rasa cinta negeri dan bangsa. Aku tak puas negeri Tiong-goan diperintah oleh kaisar Mongol. Aku harus menggagalkan perburuan ki-lin itu agar kerajaan Go-an runtuh. 

Sewaktu masih giat berkelana di dunia persilatan aku mempunyai seorang murid yang memakai nama gelaran Bu Bun-cu. ia tinggal di gunung Hong-san dan menjadi pertapa Bu Bun lojin. Aku sayang sekali kepadanya. Dia berbakat bagus, berotak cerdas dan berkelakuan baik. Seluruh ilmu kepandaianku kuberikan semua kepadanya.

Untuk menyelamatkan ki-lin dari sergapan pasukan Mongol yang berjumlah begitu besar kuajak muridku untuk membantu usahaku. Kusuruh dia memancing dan meng goda perhatian prajurit-prajurit Mongol itu agar mereka jangan sempat memburu ki-lin. Akhirnya aku berhasil menangkap kilin itu lalu kuajak muridku membawanya lolos dari Kun-lun-san. Tetapi ditengah jalan, pasukan Mongol itu telah menyergapku. Aku heran. Jalan yang kutempuh itu jalan yang tak diketahui orang dan sangat kurahasiakan kecuali kepada Bu Bun. Jalan itu melalui sebuah terowongan yaug menembus perut gunung. Tetapi mengapa prajurit-prajurit Mongol itu tahu dan sudah siap menyergap di mulut terowongan

Aku dan muridku memberi perlawanan. Dalam pertempuran yang hebat, mereka banyak yang mati tetapi akupun kehilangan muridku. Bu Bun telah rubuh dan karena jumlah. mereka amat besar, aku terpaksa meloloskan diri dengan membawa ki-lin itu. Walaupun dengan susah payah karena menderita luka-luka, akhirnya aku berhasil menyelamatkan ke guha ini.

Beberapa bulan kemudian, aku keluar untuk melakukan penyelidikan tentang diri Bu Bun. Tersiar berita di kalangan rakyat gunung Kun-lun bahwa Bu Bun telah dijauhi hukuman mati oleh pemerintah Goan. dan mereka tetap hendak mencari aku.

Belasan tahun kemudian, setelah berita-berita tentang diriku mulai dingin, aku memberanikan keluar. Kudengar di dunia persilatan muncul seorang sakti yang menamakan dirinya sebagai Pek Lian lojin yang mendirikan perkumpulan rahasia Pek-lian-kau. Bermula tujuannya untuk menentang kekuasaan pemerintah Goan. Setelah pengaruhnya bertambah besar, perkumpulan yang berkedok agama itu mulai nyelewerg dari tujuan semula. Perkumpulan itu mulai melakukan perbuatan-perbuatan jahat Menggunakan kesempatan suasana negara sedang kacau, merekapun mengadakan perampokan, pembunuhan dan perkosaan kepada wanita- wanita. Dan kudengar bahwa Pek Lian lojin itu amat sakti sekali. Memiliki ilmu tenaga-dalam Bu-kek-sin-kang yang tinggi sehingga jago-jago silat dan partai-partai persilatan tak dapat mengalahkannya. Diam-Diam timbul keherananku Dalam dunia persilatan kecuali aku dan Bu Bun, tiada lagi tokoh silat yang memiliki ilmu Bu-kek-sin-kang. Pada hal Bu Bun sudah dihukum mati, lalu siapakah Pek Lian lojin yang menguasai ilmu Bu-kek-sin-kang itu ?

Sebenarnya aku berniat hendak menyelidiki Pek Lian lojin itu. Aku curiga jangan-jangan dia itu si Bu Bun sendiri yang berganti nama. Tetapi belum sempat aku melaksanakan rencanaku mendadak aku menderita sakit lumpuh. Terpaksa aku harus membatalkan keinginanku itu dan harus berjuang untuk menyembuhkan diriku. Hasil dari perjuangan untuk mempertahankan nyawaku dari cengkeraman Elmaut aku telah menciptakan suatu ilmu tenaga-dalam yang sakti, jauh lebih sakti dari Bu-kek-sin-kang. Walaupun aku tak dapat jalan, tetapi aku masih dapat hidup sampai beberapa tahun.

Kugunakan sisa hidupku untuk menulis ilmu pelajaran Bu- keng-sin-kang itu dalam sebuah kitab yang kuberi nama kitab Bu-ji-cin-keng atau kitab Tanpa-tulisan.

Walaupun berupa lembaran kertas kosong tanpa tulisan apa-apa, tetapi sesungguhnya kitab itu berisi ilmu pelajaran ilmu yang amat sakti. Hanya orang yang mempunyai rejeki besar dan berjodoh menjadi pewarisku, akan dapat menemukan rahasia dari kitab Bu-ji-cin-keng itu.

Aku hendak minta tolong dua buah hal kepadamu. Pertama kuburlah tulang kerangkaku didalam guha ini. Kedua, carilah Pek Lian lojin dan selidikilah apa dia itu benar Bu Bun, muridku. Kalau benar, suruh ia lekas bubarkan psrkumpulannya yang jahat itu dan bertapa diguha gunung Hong-san tempat pertapaanku dahulu. Disitu dia tentu akan mendapatkan sesuatu yang berharga.

Untuk jerih payahmu, kuhadiahkan kitab Bu ji-cin-keng ini kepadamu. Semoga engkau berjodoh menemukan rahasianya

....

Selesailah sudah kakek Kerbau Putih membaca surat wasiat dari tengkorak yang semasa hidupnya bernama Bu Kek lojin. Ternyata ki-lin emas itu memang disimpan dalam guha disitu untuk menghindari penangkapan prajurit Mongol.

Bu Kek lojin rela menderita hidup dalam perut gunung karena tak menyukai kaisar Mongol menguasai negaranya. Dan memang alamat yang dilambangkan dalam impian kaisar Mongol itu benar. Karena ia tak berhasil mendapatkan ki-lin maka kerajaan Goanpun tak dapat berkuasa selama-lamanya. Setelah Kubilai Khan meninggal, muncul lah Cu Goan-ciang seorang putera bangsa Tiong-goan yang dapat membebaskan negaranya dari kekuasaan Mongol dan mendirikan kerajaan Beng.

"Lalu dimanakah kitab Bu-ji-cin-keng itu ?' tanya kakek Kerbau Putih lalu suruh Blo'on membuka kim-long yang kedua.

Setelah Blo'on membukanya, memang didalam kim-long itu berisi sebuah kitab kecil : "Apakah bukan ini ?'

Kakek Kerbau Putih menyambuti. Pada kulit kitab itu terdapat empat buah huruf yang berbunyi : Bu Ji Pit Kip. atau, kitab pusaka Tanpa Tulisan.

'"Ya, benar, benar," seru kakek Kerbau Putih, "memang Bu ji-pit-kip ini tentu berisi ilmu pelajaran Bu-ji-sin-kang." Ia segera membuka kitab kecil itu. Sampai halaman yang terakhir, ia mengeluh : "Hah, buku apa ini ? Mengapa sama sekali tanpa tulisan?"

Blo'onpun segera mengambilnya dan membuka isinya; "Huh, kertas kosong melulu. Mana yang disebut ilmu pelajaran Bu-ji-sin-kang itu ?"

"Coba aku yang memeriksa," seru kakek Lo kun lalu menyambuti dan membuka lembaran kitab itu, "kurang ajar, Bu Kek lojin itu menipu kita. Jelas kitab ini hanya kertas kosong, bagaimana ia mengatakan berisi ilmu sakti ? Ambillah, aku tak mau !"

Blo'on menyeringai dan mengangsurkan kepada kakek Kerbau Putih. Tetapi kakek itupun juga geleng-geleng kepala : "Simpan saja, aku tak menginginkan kitab kosong seperti itu."

Blo'on tertegun : "Kalau begitu kukembalikan saja kedalam kotak dan kuselipkan di tangan tengkorak lagi."

"Jangan," cegah kakek Kerbau Putih," dia mengatakan, siapa yang menemukan kitab itu berinti berjodoh dengan dia. Engkau harus melakukan pesannya dan kitab itupun boleh engkau ambil."

"Maksudmu aku harus mengubur tulang tengkorak itu ?" tanya Blo'on.

"Ya."

"Aku harus mencari Bu Bun lojin ?" "Ya," sahut kakek Kerbau Putih pula. "Kemana ?”

"Entah," kakek Kerbau Putih gelengkan kepala "Goblok." umpat kakek Lo Kun, "sudah tentu ke dunia." "Dunia itu dimana ?" tanya Blo'on. "Yang kita tempati ini ialah dunia."

"O, luas sekali. Berapakah luasnya dunia itu" tanya Bloon.

Kakek Lo Kun mendelik. Ia hendak menjawab, tak bisa.

Hendak marah, pun tak ada alasan.

"Goblok," kakek Kerbau Putih balas mengumpat, "masakan dunia saja engkau tak tak tahu berapa luasnya ?"

"Ho, benar, aku memang tak tahu. Coba engkau katakan luas dunia itu," seru kakek Lo Kun.

"Mudah saja." sahut kakek Kerbau Putih, "asal engkau ikuti saja perjalanan matahari itu dari timur sampai kebarat, terus kebarat, terus saja mengikuti matahari itu, engkau tentu dapat mengetahui luasnya dunia."

"O. lalu bagaimana kalau malam hari. Bukankah matahari itu tak tampak lagi?" tanya Blo'on.

"Bodoh," umpat kakek Lo Kun. "kalau malam engkau berbuat apa ?"

"Tidur,' sahut Blo'on.

"Nah, begitulah. Mataharipun tentu tidur juga. Benar tidak,

Kerbau Putih?" seru kakek Lo Kun

"Benar, benar . . eh, salah," tiba-tiba kakek Kerbau Putih menyangkal, "setan tua, apakah engkau pernah melihat matahari itu tidur ?"

"Berarti," sahut kakek Lo Kun. "Kalau begitu matahari tentu belum pasti tidur” kata kakek Kerbau Putih. Kakek Lo Kun garuk-garuk kepalanya : "Benar, benar . eh, salah. Kerbau Putih, bukankah kalau malam hari engkau tidur

?"

"Sudah tentu." sahut yang ditanya.

"Celaka." seru kakek Lo Kun, "karena engkau sendiri tidur maka engkau tak dapat melihat matahari tidur. Kalau hendak melihat dia tidur, engkau jangan tidur dan terus ikuti saja dia masuk dalam laut."

Rupanya Blo'on bosan mendengar ocehan mereka yang tak keruan itu. Katanya : "Baiklah, karena tadi aku sudah berjanji kepada tengkorak, maka apapun pesannya terpaksa harus kupenuhi."

Demikianlah dengan dibantu oleh kedua kakek dengan hati- hati sekali tulang-tulang tengkorak dari Bu tek lojin itu segera dikubur dalam liang yang telah digali tadi dan hendak diperuntukkan mengubur si Blo'on.

"Sekarang bagaimana ?"

"Keluar dari tempat ini." kata kakek Lo Kun “akan kuantar engkau menghadap raja di istana."

"Jauhkah tempat itu ?" tanya Blo'on.

"Aku sudah lupa," kakek Lo Kun garuk-garuk kepalanya, "tetapi mudah. Kita nanti boleh tanya pada orang di perjalanan." Akhirnya merekapun keluar dari terowongan.

---ooo0dw0ooo---

Siau-lim-si.

Paderi ti-kek ceng atau paderi yang bertugas menyambut tetamu dari gereja Siau-lim-si, agak heran dan geli ketika menyambut kedatangan serombongan tetamu yang aneh. Dikata aneh karena rombongan tetamu itu terdiri dari seorang pemuda yang kepalanya gundul, hanya memelihara dua ikat rambut yang tumbuh di kanan kiri kepala! Dua orang kakek tua yang aneh. Yang seorang bertubuh pendek, sudah tua tetapi rambutnya masih hitam. Sedang yang seorang kakek tua berambut putih yang bungkuk.

Keanehan dari rombongan pendatang itu tambah pula dengan tiga ekor binatang yang ikut serta dengan mereka Seekor burung rajawali, seekor monyet hitam dan seekor anjing bulu kuning.

"Omitohud," seru paderi berpangkat ti-kek ceng itu, "adakah sicu sekalian hendak bersembahyang ke gereja kami?”

"Sembahyang? Buat apa sembahyang ? Apakah ada orang yang mati ?" sahut Blo'on.

Paderi itu tertegun mendengar penyahutan orang yang tak keruan itu. Namun ia masih bersabar : "O, apakah sicu belum pernah mengunjungi gereja ?"

Blo'on gelengkan kepala.

"O, biasanya orang yang berkunjung ke gereja itu tentu mengadakan sembahyang kepada para dewa, malaekat penunggunya. Demikianpun dengan gereja Siau-lim-si ini."

"Dewa dan malaekat ?" Bloon makin heran, "apakah itu ?" "Dewa dan malaekat ialah mahluk yang lebih tinggi dari

manusia.   Mereka   adalah   mahluk-mahluk   yang   suci  dan

keramat," menerangkan paderi ber-pangkat Ti-kek-ceng itu. "Hola, apakah disini juga terdapat dewa dan malaekat ? Bagus aku ingin bertemu muka." tiba-tiba kakek Lo Kun menyelutuk.

Paderi itu tercengang. Sesaat kemudian ia berkala : "Oh, lotiang ini juga manusia ?"

"Aku ? Ya, aku seorang manusia," kata kakek Lo Kun, "eh, kepala gundul, mengapa engkau menghina aku ? Masakan begini engkau anggap bukan manusia ?'

Paderi itu hendak tertawa tetapi terpaksa ditahan. Buru- Buru ia minta maaf : "Maaf, lotiang, tetapi aku heran mengapa setua lo-tiang masih belum mengerti apa yang disebut dewa dan malaekat penunggu gereja ?"

"Kepala gundul, engkau gila," teriak kakek Lo Kun, "Kalau aku tahu, masakan perlu bertanya kepadamu ?"

Walaupun berulang kali dimaki 'kepala gundul' oleh kakek Lo Kun namun paderi ti-kek-ceng itu tetap bersabar. Kemudian ia mengulangi pula pertanyaannya : "Adakah sicu dan lotiang datang kemari hendak bersembahyang atau mempunyai lain keperluan ?'

Blo'on menjawab : "Aku hendak menemui kepala Siau lim- si."

Paderi ti-kek-ceng terbeliak : "Ada keperluan apa ?" "Apakah engkau ini kepala Siau-lim-si ?" tanya Blo'on. Paderi itu gelengkan kepala : "Bukan, aku hanya paderi ti-

kek ceng yang bertugas menyambi tetamu-tetamu yang berkunjung ke gereja . . "

"O, kalau begitu antarlah kami kepada kepala gereja," kata Bloon. "Sicu," tiba-tiba paderi ti-kek-ceng itu berkata dengan nada yang keras, "gereja Siau-lim-si selalu terbuka untuk menerima kunjungan setiap tetamu yang hendak bersembahyang. Sudah dua ratus tahun lamanya gereja ini berdiri. Rakyat memandang gereja ini sebagai tempat ibadah yang suci dan kaum persilatan memuja gereja ini sebagai salah satu sumber ilmu silat vang telah mengharumkan nama dunia persilatan Tiong-goan."

"Apakah maksud kata-katamu itu ? Aku tak mengerti ?" teriak Blo'on.

"Hm,. artinya, gereja Siau-lim-si sebuah tempat ibadah yang keramat dan harus diindahkan. Tak boleh telamu-telamu sesukanya saja melanggar peraturan disini !"

"O. begitu." kata Blo'on. tetapi aku tak merasa melanggar aturan disini. Aku hanya ingin menemui kepala dari gereja ini."

"Setiap tetamu yang hendak menghadap hong tiang (ketua gereja) harus memberitahukan maksudku."

"Mengapa harus begitu ?" tanya Blo"on pula.

'Sekarang ini dunia persilatan sedang rusuh, beberapa gereja dan biara telah dihancurkan. Murid-Murid perguruan silat, diobrak-abrik . . , "

"Hai, siapakah orang itu ?" seru Blo'on. "Kim Thian-cong ..."

"Kim Thian-cong ? Siapa Kim Thian-cong itu ?" Blo'on makin heran.

"Kim Thian-cong itu dahulu dikenal sebagai ketua dari dunia persilatan Semua partai persilatan tunduk dibawah pimpinannya. Tetapi kemudian ia sudah mati ..." "Engkau edan kepala gundul !" tiba-tiba kakek Lo Kun berseru mendamprat, "masakan orang mati dapat hidup dan mengacau !"

Paderi ti-kek-ceng terbeliak. Sesaat kemudian ia berkata : "Lo-tiang, jangan terburu memutus omonganku dulu. Memang kutahu kalau orang mati tak dapat hidup dan mengacau. Tetapi memang demikianlah keadaannya. Kim Thian-cong sudah meninggal, tetapi tiba-tiba di dunia persilatan muncul pula seorang tokoh yang menyebut dirinya Kim Thian-cong. Bedanya, kalau Kim Thian-cong yang dahulu, menjadi pemimpin partai-partai persilatan. tapi Kim Thian-cong yang sekarang menjadi musuh dari partai-partai persilatan."

"O, apakah gereja Siau-lim-si juga di musuhi oleh Kim Thian-cong itu ?" tiba-tiba kakek Keri Putih yang sejak tadi diam saja, ikut buka suara.

"Benar, lo-tiang." sahut paderi ti-kek-ceng "beberapa partai persilatan telah menerima surat dari Kim Thian-cong yang maksudnya supaya membubarkan diri. Apabila tidak menurut, mereka mereka akan diobrak-abrik. Pertama-tama kudengar, partai Kong-tong-pay. Markasnya dibakar anakmuridnya banyak yang dibunuh. Setelah itu hendak mengarah pada partai Bu-tong-pay. Entah bagaimana kejadiannya. Oleh karena itu maka Siau lim-sipun berhati-hati mengadakan penjagaan."

"O, lalu dimana ketua Siau-lim-si ?" tanya kakek Kerbau Putih.

"Maaf, lo-tiang, hong-tiang sedang keluar mengembara." 'O, dia tak berada dalam gereja ?" tanya Blo'on, "benar ?

Engkau tidak bohong ?" Merah muka paderi ti-kek-ceng itu "Sicu, kami kaum agama pantang untuk berbohong. Ketua kami Hui Gong hongtiang sudah sejak setengah tahun yang lalu, meninggalkan gereja untuk . . .

Tiba-Tiba paderi itu berhenti. Rupanya ia menyadari kalau kelepasan omong. Rombongan Blo'on itu hanyalah tetamu, tak perlu mereka diberitahu urusan gereja Siau-lim-si.

"Untuk apa ?" tiba-tiba kakek Kerbau Pulih mendesak. "Mencari orang," paderi ti-kek-ceng dapat mencari jawaban. "Siapa ?" desak kakek Kerbau Putih pula.

"Entahlah, hongtiang tak memberitahu kepadaku," sahut paderi itu.

"Kepala gundul, engkau bohong," tiba-tiba kakek Lo Kun maju menyiak paderi itu. Karena terkejut melihat perbuatan kakek pendek yang begitu liar, paderi itu ayunkan tangannya hendak mendorong. Tetapi sebelum tangannya menjulur, tubuhnyapun sudah mencelat dua tiga langkah ke belakang.

Paderi ti-kek-ceng berobah wajahnya. Rupanya ia menyadari kalau berhadapan dengan rombongan orang-orang aneh yang berkepandaian tinggi. Diam-Diam ia kerahkan tenaga-dalam lalu menghantam

Buk . . .

Tiba-Tiba kakek Kerbau Putih menyambuti pukulan paderi itu dengan daging benjol dipunggungnya Uh . . paderi itu mendesuh karena merasa tinjunya seperti melekat pada benjolan daging si kakek. Ia tahu bahwa kakek itu telah gunakan ilmu tenaga dalam istimewa yang menyedot. Diam- Diam ia kerahkan tenaga-dalam dan menariknya. Uh . . . kembali ia mendesuh ketika tubuhnya terhuyung beberapa langkah kebelakang, ketika bukan saja tangannya dapat ditarik dengan mudah, pun daging benjol itupun memantulkan tenaga-dorong yang keras.

Masih paderi itu hendak merintangi. Tetapi kakek Lo Kun segera mendorongnya. Paderi itu pun terhuyung-huyung kebelakang, membentur diding dan rubuh tak ingat diri . . .

Melihat itu seorang to-thong atau paderi kecil vang berumur lebih kurang 1-1 tahun segera lari masuk. Rupanya ia hendak melaporkan peristiwa itu pada suhunya

Blo'on terus melangkah kedalam. Tetapi tiba-tiba kakek Lo Kun berseru : "Tunggu dulu . . . !"

Kakek pendek itu menyambar buah-buah yang disajikan diatas meja sembahyangan, terus dimakannya. Begitu juga beberapa biji kuwe sembahyangan segera dipindah kedalam perutnya, lihat itu kakek Kerbau Putihpun tak mau ketingalan.

"Hai, jangan dihabiskan, aku juga lapar !” teriak Blo'on yang juga terus menghampiri meja dan menyambar apa yang dapat dimakannya. Setelah dia kenyang, anjing kuning, burung rajawali dan monyet hitampun diberi juga.

"Ho," kepala gundul disini betul-betul pelit sekali, kakek Lo Kun menggerutu, "masakan yang disedihkan hanya air putih. Tidak ada arak sama sekali."

Setelah kenyang mereka lalu masuk. Dibelakang ruang sembahyang terdapat sebuah halaman luas yang menuju ke beberapa paseban dalam gereja. Tetapi begitu melangkah di halaman, tampak empat orang paderi jubah kuning menghampiri dengan diiring oleh seorang paderi kecil.

"Itulah rombongan yang mengacau ruangan sembahyang," seru paderi kecil seraya menunjuk pada rombongan Blo'on. Keempat paderi itu bertubuh kekar, berumur rata-rata empatpuluhan tahun. Semula wajah mereka tampak gelap, tetapi ketika melihat rombongan Blo'on yang aneh, merekapun tercengang.

"Apakah engkau kepala gereja ini ?" begitu berhadapan Blo'on terus mendahului menegur.

Keempat paderi itu terkesiap. Dipandangnya si Blo'on yang lucu dandanannya itu. Kemudian mereka beralih memandang kedua kakek yang aneh bentuknya.

Kakek Lo Kun yang dipandang begitu rupa, ikut celingukan kian kemari. Ia tak menyadari kalau dirinya yang dipandang. Ia mengira keempat paderi itu memandang lain orang.

"Hai, siapa yang kalian cari ?" karena tak melihat lain orang kecuali dirinya, kakek Lo Kun berseru kepada keempat paderi itu.

"Lo-tiang sendiri," sahut mereka. "Aku ? Mengapa ?"

"Aneh," gumam salah seorang paderi, "berapakah usia lotiang yang sebenarnya ? Kalau menilik potongan tubuh yang begitu pendek, lotiang tentu masih kecil, tetapi wajahnya seperti seorang kakek tua. Namun kalau kakek tua mengapa rambutnya masih begitu hitam ..."

"Ho, aku memang merasa sudah hidup lama sekali. Aku sendiripun heran mengapa rambutku masih tetap hitam saja," jawab kakek Lo Kun "Hai, kalian orang empat ini. Kulihat engkau masih muda tetapi mengapa sudah tak punya rambut”

Keempat paderi itu saling bertukar pandan dan tertawa. Mereka segera tahu kalau sedang berhadapan dengan seorang kakek yang limbung. "Lo-tiang, bukan karena kami tak punya rambut,  tetapi kami adalah paderi agama Budha yang harus gundul" kata salah seorang paderi yang bertubuh gemuk, "lalu apakah maksud sicu sekalian berkeras hendak menjumpahi hong tiang kami ?"

"Kalau engkau bukan kepala gereja, tak perlu engkau tahu!" bentak kakek Lo Kun.

Paderi yang bertubuh gemuk itu tertawa bengis : "Kami adalah paderi yang bertugas menjadi gereja ini. Lo-tiang telah melukai salah seorang sute kami dan mengacau meja sembahyangan. Masih lo-tiang bersikap keras hendak menemui hongtiang. Lo-tiang, ketahuilah, bahwa Siau-lim-si  ini bukan tempat yang boleh dibuat sembarangan oleh orang- orang yang tak tahu adat !"

"Kurang ajar !" kakek Lo Kun deliki mata “engkau tahu siapakah aku ini ? Aku adalah kepala pasukan Gi-lim-kun diistana raja Ing Lok. Jangan lagi hanya datang dan hendak menemui kepala gereja ini, sedang menangkap dia dan semua kepala gundul disini. akupun berhak !"

Keempat paderi itu terkesiap dan saling bertukar pandang. Kemudian paderi yang bertubuh gemuk tadi berkata : "Jangan ngaco ! Mana tandanya kalau engkau ini kepala Gi-lim-kun ? Dan tak mungkin raja nian memakai orang seperti engkau”

"Hai, jangan kurang ajar." tiba-tiba Blo’onpun membentak, "aku ini putera raja. Kalau engkau tak percaya tanyalah pada Somali di dalam guha!"

Keempat paderi itupun kembali melongo. Baru saja mereka mendengar si kakek pendek mengaku sebagai kepala Gi-lim- kun atau bhayangkara istana. sekarang pemuda itu lebih gila lagi. Dia mengaku sebagai putera raja. "Lekas panggil kepala gereja ini !" bentak Blo'on pula dengan marah.

Paderi gemuk membengis mukanya : "Enyahlah kalian dari sini. Kalau tetap hendak mengacau jangan salahkan kami kaum paderi kalau sampai turun tangan"

"Kepala gundul, engkau berani mengasir aku” kakek Lo Kun berteriak lalu menerjang keempat paderi itu.

Keempat paderi itu termasuk paderi tingkat ke 4 dari gereja Siau-lim-si. Mereka ialah Pek Tin Pek Jin, Pek San dan Pek Liang. Mereka bertugas menjaga keamanan gereja. Empat serangkai paderi itu memiliki kepandaian silat yang tinggi-

Mengira kalau sedang berhadapan dengan rombongan orang yang tak waras pikirannya, bermula keempat paderi itu tak sampai hati untuk menggunakan tenaga sepenuhnya. Ketika kakek Lo Kun menyerang mereka pun hanya menghindar Setelah itu lalu beramai-ramai meringkusnya. Tetapi alangkah kejut mereka ketika tiba-tiba kakek pendek itu melambung keudara lalu berjumpalitan melayang turun dibelakang mereka.

Bahwa sergapannya hanya menemukan angin kosong, keempat paderi itupun terkejut. Tetapi lebih terkejut pula Ketika merasa segelombang angin pukulan hebat melanda dibelakang mereka Terpaksa keempat paderi itu loncat kemuka untuk menghindar.

Serentak berputar tubuh, keempat paderi itu-pun terus lepaskan hantaman. Tetapi kakek Lo kun dan kakek Kerbau Putih pun dorongkan tangan untuk menyongsong. Krak, krak .

. . terdeengar letupan keras ketika angin pukulan mereka saling berbentur. Keempat paderi itu terkejut, Bukan saja tenaga pukulan telah terhapus, pun angin pukulan kedua kakek itu masih melanda kearah mereka sehingga terpaksa harus menghindar ke saming.

Kini keempat paderi itu menyadari bahwa kedua kakek yang dikiranya orang linglung itu ternyata berkepandaian tinggi. Mereka tak berani memandang ringan lagi. Tetapi belum sempat mereka mengatur tindakan, kedua kakek itupun sudah menyerang. Terpaksa Pek Ti dan Pek Jin melayani kakek Lo Kun. Pek San dan Pek Liang menghadapi kakek Kerbau Putih.

Melihat itu si Blo'on berseru: "Kakek, silahkan kalian berdua main-main dengan kedua paderi itu, aku hendak menemui kepala gereja !"

Bukan main kejut keempat paderi itu ketika mendengar ucapan Bio'on bahkan saat itu dilihatnya si Blo'on sudah ayunkan langkah masuk ke dalam paseban.

"Tahan !" teriak Pek Ti seraya hendak loncat menghindari libatan kakek Lo Kun. Tetapi sebelum ia sempat ayunkan tubuh jauh, kakek Lo Kun sudah loncat menghadang dan menyerang

Demikian pula dengan paderi Pek San yang berusaha untuk memburu si Blo'on tetapi tak dapat berkutik karena dibayangi kakek Kerbau Pu tih.

Dengan lenggang, si Blo'on ayunkan langkah menuju ke sebuah paseban besar. Ketiga binatang anjing kuning, burung rajawali dan monyet hitam pun mengiring dibelakangnya.

Tiba dibawah titian batu. sekonyong-konyong muncullah delapan paderi kecil baju biru. mereka masih anak-anak, umurnya rata-rata baru sepuluhan tahun. Masing-Masing membawa pentung kayu. Secepat tiba merekapun lalu tegak berjajar-jajar di muka titian.

"Eh, setan gundul cilik, mau apa kalian!” tegur Blo'on.

Kedelapan kacung paderi itu serempak berseru : "Menjaga paseban ini !"

"Menyisihlah kesamping. aku hendak masuk” seru Blo'on pula.

"Tidak boleh !" kedelapan paderi anak itu pun serempak berseru.

"E, kurang ajar, apa kalian berani merintangi aku ?" "Tentu !" sahut mereka beramai-ramai,

Blo'on tertawa dan terus melangkah maju Tuk, duk, bluk . . ia segera disambut dengan pukulan pentung yang tepat mengenai kepala, tubuh dan kaki Blo'on.

"Aduh, aduh ..." Blo'on menjerit kesakitan, “keparat, engkau berani memukul aku . . aduh . "

Kembali barisan paderi anak itu menggebuk Blo'on.

Punggung, kepala dan pantat Blo'on habis dihajar mereka.

Karena kesakitan Blo'on loncat mundur. Dan kedelapan paderi anak itupun berjajar pula dalam bentuk sebuah barisan.

"Hai, kamu anak gundul, lekas panggil gurumu keluar. Kalau tak mau, lekas kamu menyingkir aku hendak menemuinya sendiri," seru Blo'on.

"Kalau dapat melalui barisan kami, boleh saja engkau menemui hong-tiang," seru kawanan paderi anak-anak itu.

"O, jadi kalian ini berbaris ? Apa nama barisanmu itu ?" '"Barisan Pat-kwa-tin, delapan kiblat." "Siapa yang mengajarkan ?" "Suhu kami."

"Apa gunanya ?" tanya Blo'on.

"Mengepung musuh seperti menjaring harimau dari delapan penjuru."

"O. kalau begitu sukar untuk melaluinya ?" "Memangsukar, lebih baik engkau kembali saja "

“Apakah kalian tak mau mengajarkan kepadaku bagaimana caranya untuk melewati barisanmu itu?

"Hi, hi, hi . . ." dasar masih kanak-kanak, begitu mlengar omongan si Blo'on yang lucu itu, kedelapan paderi anak-anak itu tertawa geli.

"Hai, anak gundul, mengapa kamu menertawakan aku ?

Apakah aku ini lucu ?'

"Lucu," seru mereka, "masakan lawan minta pelajaran dari kami "

"Apa tidak boleh ?" Blo'on menegas. "Sudah tentu tidak boleh "

"O, kalau begitu terpaksa aku harus cari jalan sendiri untuk menerobos."

"Silahkan kalau mampu '

"Baik ..." blo'on merenung. Tiba-Tiba ketiga ekor pengiringnya menghampiri ke dekatnya dan menjilat jilat kakinya.

"Bagus, hayo bantu aku menghalau anak gundul itu," seru Blo'on terus melangkah maju. Barisan pat-kwa-tin dari kedelapan paderi anak-anak itu segera bergerak-gerak melingkari Blo'on Ketika Blo'on melangkah maju, seorang paderi anak segera ayunkan pentungnya hendak menggebuk kepala Blo on. Tetapi secepat itu, burung rajawali melayang turun menerkam mukanya. Paderi anak itu terkejut dan menyurut mundur seraya hendak menghantam dengan pentung. Tetapi tiba-tiba tengkuknya

dicemplak dari belakang oleh monyet.

"Aduh ..." paderi kecil itu menjerit kesakitan ketika daun telinganya digigit si monyet hitam. Ketika ia hendak menghalau simonyet, burung rajawahpun sudah memagutkan paruhnya ke ke hidung paderi anak itu.

"Aduh . . " kembali paderi anak itu menjerit, mendekap hidung dan telinganya yang

berlumuran darah dan terus lari tinggalkan barisan.

Seorang paderi anak yang berada di sebelahnya cepat hendak mengisi kedudukan kawannya yang kosong itu. Tetapi secepat ia bergerak, secepat itu pula anjing kuning sudah loncat menerkam dadanya. Paderi anak itu dengan tangkas gerakkan tongkat untuk menghalau. Tiba-Tiba tengkuknya dicekik dari belakang oleh Blo'on, terus didorong kemuka. Uh .

. . paderi itu menjorok kemuka membentur seorang kawannya. Dua orang paderi anak cepat menyerang. Tetapi yang satu, dikeroyok burung rajawali dengan monyet hitam. Yang satu diserang anjing kuning dan disepak Blo'on. Dengan cepat sekali kedua anak itu menjerit-jerit kesakitan dan melarikan diri.

Kini dari delapan orang paderi anak, hanya tinggal empat anak. Karena barisannya sudah rusak, keempat paderi anak itupun tak mau menurut gerak barisan Pat-kwa-tin lagi. Mereka terus menyerang secara membabi buta.

Ramai juga pertempuran acak-acakan itu. Ke empat paderi anak itu dengan hebat mainkan tongkatnya. Walaupun masih kecil tetapi mereka memiliki ilmu silat yang baik sekali. Permainan tongkatnya sederas hujan mencurah.

Tetapi celakanya mereka harus berhadapan dengan manusia Blo'on yang aneh serta ketiga pengiringnya yang licin. Blo'on mencak-mencak semaunya. la tak dapat bermain silat maka ia gerakkan kedua tangan meniru gerakan keempat paderi anak itu. Bedanya kalau keempat paderi anak itu memang bermain silat dengan genah, tetapi Blo'on seperti - orang gila yang menari.

Celakanya pula, keempat paderi anak itu harus menyambut serangan dari udara dan belakang. Burung rajawali beterbangan melayang pergi datang untuk menerkam dan mematuk kepala mereka. Anjing kuning berloncatan menerkam kian kemari, yang paling menjengkelkan keempat paderi anak ini ialah si monyet hitam. Apabila seorang paderi anak sedang sibuk menghadapi terjangan anjing dari sebelah muka, tiba-tiba tengkuknya dicemplak dari belakang oleh monyet kecil. Dan monyet itu kalau tak mengigit daun telinga tentu menampar gundul atau menggigit tengkuk. Apabila paderi itu menjerit kaget dan hendak menghalau si monyet, kalau bukan anjing yang maju menggigit kaki. tentu burung rajawali yang menyambar dan mematuk muka. Paling tidak, tentu si Blo'on yang memberi persen, tabokan atau sepakan.

Keempat paderi anak itu benar-benar kewalahan, tetapi mereka tetap bertahan tak mau melarikan diri. Walaupun telinga dan muka mereka sudah berlumuran darah, mereka tetap bertempur mempertahankan diri.

Tetapi bagaimanapun juga, akhirnya keempat paderi anak itu harus mundur karena mata mereka berlumuran darah. Dicakari monyet hitam dan dipagut dengan paruh burung rajawali.

Setelah barisan Pat-kwa-tin bubar. Blo'on ayunkan langkah naik kedalam paseban.

"Tunggu !" tiba-tiba terdengar suara orang berseru. Ketika Blo'on berpaling ternyata kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putihpun sudah lari menghampiri. Keempat paderi angkatan Peh, dibikin pontang panting oleh kedua kakek linglung tetapi sakti itu.

Paseban itu merupakan bagian depan dari gedung Tat-mo- wan. Gedung tempat bermusyawarah dari para paderi Siau- lim-si. Setelah melalui paseban. mereka harus melintasi sebuah halaman yang luas lagi.

Tampak di halaman itu berjajar berpuluh-pulluh paderi.

Entah sedang mengapa mereka itu.

"Berhenti !" seru seorang paderi bertubuh kurus kepada rombongan Bloon yang hendak melintas.

Blo'on dan rombongannya berhenti "Bagus, kepala gundul, tiba-tiba kakek Lo Kun mendahului menyelutuk, "ternyata kamu tahu untuk menyambut rombongan tamu agung ini." Paderi kurus itu terkesiap, serunya : "Rombongan tamu agung ?"

"Ya, kami ini kan rombongan tamu agung" seru kakek Lo Kun.

"Hah ?" paderi kurus itu tergagap, "siapakah lotiang ini ?" "Aku adalah kepala dari pasukan Gi-lim-knn istana. Dan ini,

"ia menunjuk pada Blo'on, "putera baginda raja."

"Putera raja ?" paderi kurus itu menegas, 'siapakah namanya ?"

"Namanya ? O . . . tiba-tiba kakek Lo Kun berpaling kearah Blo'on," siapakah namamu ?"

Blo'on terkejut : "Namaku ? Ah, aku lupa nanyakan pada Somali "

"Engkau tak tahu namamu ?" seorang kakek linglung Lo Kunpun heran juga.

"Benar, aku memang tak tahu, eh . . kalau nama biasa sih tahu," kata Blo on.

"Siapa namamu yang biasa ?" "Blo'on."

“Ha, ha, ha, ha . . . tiba-tiba pecahlah gelak berpuluh-puluh paderi Siau-lim si yang sedang berbaris di halaman muka Tat- mo-wan itu. Mereka terkejut karena mendengar ramai-ramai orang bertempur, dan ketika mendapat laporan dari seorang paderi anak tentang peristiwa rombongan Blo'on yang mengamuk dalam gereja, paderi kurus itu segera mengumpulkan saudara-saudara seperguruannya dan berbaris menjaga paseban Tat-mo-wan Tetapi mereka tak dapat menahan geli ketika melihat perwujudan rombongan Blo'on, lebih-lebih waktu mendengar kata-kata si Bloon tadi.

"Tuh dengarlah, untuk sementara ini namanya si Blo'on. Nanti apabila sudah mendapat keterangan dari raja. barulah akan memakai nama yang aseli" seru kakek Lo Kun.

Paderi kurus menyadari bahwa yang dihadapinya itu seorang kakek linglung. Maka ia hanya mengangguk saja. Kemudian ia hendak menanyakan nama dari kakek Lo Kun yang mengaku sebagai kepala pasukan bhayangkara istana.

"Sedang aku sendiri, biasa dipanggil Lo Kun atau jendral tua." kakek Lo Kun mendahului "tetapi karena aku mendapat tugas raja, maka sekarang ini aku sudah tak menjadi kepala Gi-lim kun."

"Dan apakah keperluan lotiang hendak menemui hongtiang kami ?" tanya paderi kurus itu.

Lo Kun tak menjawab melainkan menggamit lengan Blo-on.

Maksudnya suruh anak itu yang memberi keterangan.

"Sebenarnya kalian tak berhak menanyakan soal itu karena hal itu bukan urusanmu. Tetap sedikit saja, dapatlah kuberitahu," kata Blo’on "aku sudah berjanji pada seorang tengkorak untuk mencari perkumpulan Pek-lian-kau. Nah hanya itu yang dapat kuterangkan. Jangan bertanya lebih lanjut dan segera antar kami kepada kepala gereja ini atau beritahukan kepadanya supaya keluar.”

Paderi kurus itu kerutkan kening. Sesaat kemudian ia berseru : "Maaf, hongtiang kami sedang bepergian. Silahkan sicu kembali saja ..."

“Eh, kepala gundul, kami datang kemari bukan hendak minta makan . . . eh," tiba-tiba kakek Lo Kun berkata tetapi tiba-tiba pula ia teringat kalau tadi telah melalap hidangan di atas meja sembahyang. Maka cepat-cepat ia berhenti dan beralih nada, “kami bukan orang jahat, melainkan hendak bertanya kepada kepala gereja ini. Mengapa kalian selalu mengatakan kalau dia tak berada di dalam gereja. Terus terang aku tak percaya. Kalau memang kalian jujur, harus memperbolehkan aku untuk mencarinya dalam gereja ini."

Paderi kurus itu tahu kalau kakek Lo Kun seorang limbung namun mendengar kata-katanya begitu, iapun terkesiap juga. Gereja Siau-lim-si mempunyai peraturan keras. Bahkan anakmurid dan paderi-paderi sendiripun harus tunduk dan mentaati peraturan itu. Apalagi orang luar.

"Tidak bisa !" sahutnya.

"Eh. mengapa ? Kalau begitu jelas kalian ini berbohong” seru kakek Lo Kun.

"Kami kaum agama, pantang berbohong !"

"Aneh," gumam kakek Lo Kun, "kalau memang tak bohong mengapa tak memperbolehkan masuk

"Siau-lim-si sebuah gereja yang keramat. Tak boleh sembarangan diselundupi orang. Lotiang adalah tetamu, harap suka mentaati peraturan gereja kami."

"Kalau aku memaksa ?" seru kakek Lo Kun

"Hanya ada satu jalan," sahut paderi kurus, itu berganti nada serius, "lotiang harus mampu melintasi barisan Lo-han- kun !"

"Lo-han-kun ? Apakah Lo-han-kun itu ?" seru Blo'on serentak.

"Gereja Siau-lim-si yang dibangun oleh Tat Mo cousu itu, merupakan salah sebuah sumber utama dari ilmu silat dunia persilatan Tiong-goan. Siau-lim-si mempunyai tujuhpuluh dua ilmu silat pusaka. Salah satu diantaranya yalah barisan Lo- han-kun" kata paderi kurus.

"O, sampai dimanakah kehebatan Lo-han-kun itu ?” tanya Bloon pula.

"Lo-han-kun terdiri dari 108 jurus dan dimainkan oleh 108 orang pula. Terbagi menjadi duabelas kelompok, tiap kelompok terdiri dari sembilan orang. Coba bayangkan. Dapatkah engkau melintasi 1O8 orang yang akan bergerak dalam 108 jurus ilmu silat yang hebat ?”

"O, memang sukar," sahut Blo'on. "Tetapi apa boleh buat, kalau memang hari begitu baru dapat masuk ke dalam tempat ini, aku sanggup. Tetapi eh. apakah masuknya harus satu-satu atau boleh secara serempak ?" seru Lo Kun.

"Terserah, mau seorang demi seorang atau ramai-ramai," sahut paderi kurus.

"Tetapi barisan Lo-han-kun itu monggunakan senjata atau dengan tangan kosong ?" tanya Blo'on.

"Sebetulnya menggunakan pedang tetapi menilik sicu bertiga tidak membekal senjata, kamipun akan menggunakan tangan kosong saja." seru paderi kurus.

"Bagus, kepala gundul, engkau baik hati," seru kakek Lo Kun, "sekarang aku hendak mulai menyerbu. Hayo, siapkanlah barisanmu."

Paderi kurus itu segera mengacungkan tangan keatas dan digerak-gerakkan naik turun. Seratus delapan orang paderi segera bergerak-gerak memencar diri. Tak lama kemudian terciptalah sebuah lingkar barisan yang terdiri dari duabelas kelompok. Setiap kelompok beranggauta sembilan orang. "Tunggu !" tiba-tiba kakek Lo Kun berseru lalu menarik Blo'on dan kakek Kerbau Putih menyingkir beberapa puluh langkah dari tempat barisan itu.

"Setan kerbau," seru Lo Kun setengah berbisik kepada kakek Kerbau Putih, "engkau seorang sucay (pelajar) yang gagal. Engkau tentu sudah membaca buku tentang ilmu barisan Lo-han-kun Bagaimanakah cara untuk membobolnya”

Kakek Kerbau Putih garuk-garuk kepalanva: "Wah sukar. Aku belum pernah membaca tentang barisan Lo-han-kun. Tetapi ada juga akal kita untuk mengempur barisan itu."

"O, bagaimana ?" desak kakek Lo Kun.

"Menurut beberapa ilmu barisan yang pernah kubaca, kebanyakan barisan itu tentu bergerak-gerak untuk saling menutup dan mengisi. Misalnya ada sebuah kelompok atau anggautanya yang bobol, yang lain tentu cepat akan menggantikan tempatnya ..."

"Seperti mata rantai ?" tanya kakek Lo Kun

"Benar," jawab kakek Kerbau Putih, "memang seperti mata rantai yang tak boleh terputus. Karena kalau terputus tentu akan berlubang dan jebol lah barisan itu."

"Lalu bagaimana caranya kita membobol ' tanya Blo'on. "Begini  saja,"  kata  kakek  Kerbau  Putih,"  kita   serempak

menyerang  bersama-sama.  Blo'on menyerang dari muka, aku

dari kanan, kakek Lo Kun dari kiri, rajawali dari atas, anjing dari bawah dan monyet hitam dan segala penjuru dimana terdapat lubang terbuka."

"Bagus !" Blo'on dan kakek Lo Kun serempak berseru memuji, "mereka tentu akan sibuk tak sempat bantu membantu dengan kawannya!” "Kalau sudah setuju, mari kita mulai saja” kata Kerbau Putih seraya terus hendak berjalan.

"Nanti dulu," tiba-tiba Blo’on menarik baju kakek itu "tetapi aku tak mengerti ilmu silat. Bagaimana caranya untuk menyerang dan bagaimana caranya kalau dipukul orang ?"

"Aduh, celaka anak ini," seru kakek Lo Kun “Lalu bagaimana ya caranya ?"

Kakek Kerbau Putih merenung. Sesaat kemudian ia membuka suara: "Ya. apa boleh buat. Kita terrpaksa harus mengajarkannya ilmu silat itu."

"O,bagus, bagus." seru kakek Lo Kun, “kamu ajari saja dia ilmusilatmu"

"Hm, engkaupun harus mengajari juga, setan pendek," kata kakek Kerbau Putih.

"Aku ?"

“Ya. supaya dia lebih lengkap ilmu silatnya," ' "Dimana kita akan memberi ajaran itu ?" "Disini jugalah," jawab kakek Kerbau Putih.

Kakek Lo Kun terus menghampiri barisan lo han-tin, serunya: "Hai, kawanan kepala gundul jangan kira kami tak dapat membobolkan barisan-mu itu. Tetapi kami minta waktu sebentar untuk memberi pelajaran silat kepada putera raja itu."

Tanpa menunggu jawaban para paderi. kakek Lo Kun terus berputar tubuh dan menghampiri ke tempat rombongannya. Tetapi tiba-tiba pula ia berputar tubuh lagi dan lari kemuka barisan. "Hai, kawanan kepala gundul," serunya bengis. "selama kami mengajarkan ilmusilat kepada kawan kami, kalian tak boleh melihat. Tahu! Hayo kalian berputar tubuh menghadap kebelakang !" Paderi kurus yang bergelar Thian Gi itu kerutkan dahi. Dia termasuk paderi Siau-lim-si tingkat empat dan yang diserahi memimpin barisan Lo-han-tin.

Sebenarnya tak perlu ia menggubris rombongan tetamu gila itu. Tetapi kalau ia menolak, ia kuatir kakek itu akan berteriak- teriak dan menyiarkan peristiwa itu diluar. Mengatakan bahwa paderi Siau-lim-si mencuri lihat orang yang sedang berlatih silat. Nama baik Siau-lim-si dan barisan Lo-han-kun pasti akan dijadikan buah tertawaan kaum persilatan.

"Baiklah, silahkan kalian belajar ilmusilat apa saja. Tetapi jangan harap kalian mampu melintasi barisan Lo-han-kun ini." katanya kemudian terus hendak memberi perintah kepada anak barisan.

"Nanti dulu," tiba-tiba kakek Lo Kun berseru pula. "tetapi engkau tak boleh ingkar janji. Kalau barisanmu bobol engkau harus mengantarkan rombonganku menghadap kepala gereja ini."

"Jangan kuatir," kata paderi Thian Gi lab memberi aba-aba kepada barisannya. Barisan Lo-han tin yang terdiri dari 108 orang paderi itu, serempak berputar tubuh menghadap kebelakang.

"Bagus," kakek Lo Kun berseru terus hendak kembali ketempat rombongannya Tetapi baru dua langkah ia berhenti lagi. berputar tubuh dan berseru: "Awas, kalau ada yang berani diam-diam melirik kebelakang, tentu kugebuk kepalanya.” Barisan Lo-han-tin itu tak mengacuhkan. Mereka tahu kakek itu memang seorang limbung. Makin dilayani makin menggila.

"Nah, aman," kata kakek Lo Kun kepada kakek Kerbau Putih dan Blo'on, "sekarang kita boleh mulai mengajarnya. Engkau dulu yang memberi pelajaran."

"Baik" kakek Kerbau Putih tak mau banyak bicara. Ia terus suruh Blo'on memperhatikan dan menirukan gerakannya. Kakek itu segera bergerak gerak, cepat dan dahsyat, macam orang menerkam, meneliku. menampar-nampar.

Sebenarnya Blo'on hendak membantah. Ia tak suka belajar silat. Tetapi karena merasa sudah terlanjur berjanji kepada Bu Kek lojin, ia harus menemui kepala Siau-lim-si. Dan karena dirintangi oleh ke 108 paderi yang menghadang dengan barisan Lo-han-tin, terpaksa ia mau juga menerima pelajaran silat dari kakek Kerbau Putih.

"Nah, sekarang engkau harus menirukan," seru kakek Kerbau Putih setelah selesai memainkan seluruh jurus ilmu pukulannya.

Blo'on terpaksa menurut. Ternyata dia berotak cerdas dan memiliki bakat yang amat bagus sekali. Soalnya karena tak mau, maka ia tak dapat main silat. Tetapi setelah ia menumpahkan minat ternyata dalam waktu yang singkat ia dapat menirukan.

"Gila !" tiba-tiba kakek Kerbau Putih berseru kaget, “mengapa tamparanmu jauh lebih keras dari aku ?"

"Entahlah," sahut Blo’on ringkas. Memang ia tak menyadari bahwa setelah makan rumput Kumis naga dan minum pil darah ki-lin emas, jalan darah Seng si-hian-kwan dalam tubuhnya telah terbuka Dengan demikian ia dapat bergerak, cepat dan keras. Seperti telah diterangkan dibagian muka, Blo’on menderita sakit hilang ingatan akan masa yang lampau. Maka ia tak ingat lagi siapa dirinya, siapa namanya bahkan siapa pula ayahbundanya. Pendek kata, ia lupa akan segala yang terjadi di masa lampau. Tetapi untuk saat yang sedang di alami hari itu, ia dapat berpikir normal seperti orang biasa. Memang penyakit yang dideritanya luar biasa anehnya.

"Hayo, ulangi lagi," perintah kakek Kerbau Putih dengan bengis, "kalau salah, ..aku malu."

Entah bagaimana terhadap kedua kakek itu Blo'on memang menurut. Padahal dulu, dia selalu menentang dan membangkang semua perintah ayahnya.

"Murid yang pintar, engkau!" seru kakek Kerbau Putih setelah melihat Blo'on mengulangi lagi jurus permainannya, "ingin tahu apa nama ilmu pukulan itu ?"

Bloon tercengang : "O, apakah ilmusilat itu juga ada namanya ? Lalu apakah nama ilmusilat yang engkau ajarkan kepadaku itu ?"

"Hang-liong-sip-pat-ciang !"

"Hang-liong-sip-pat-ciang ? Apakah artinya?" tanya Blo'on. "Delapanbelas tamparan menundukkan naga. Dengan

delapanbelas kali cara menampar itu, jangan kan manusia, nagapun tentu dapat ditundukkan !"'

"O, terima kasih, terima kasih," tiba-tiba Blo'on membungkuk tubuh memberi hormat kepada kakek itu.

Kakek Kerbau Putih kesima, serunya: "Aneh, engkau mendapat apa-apa, diam saja. Tetapi mengapa mendapat ilmusilat begitu, engkau terus menyatakan terima kasih. Apa sebabnya ?" "Aku menderita penyakit aneh. Aku tak ingat lagi apa yang terjadi pada masa yang lampau Menurut keterangan seorang anak perempuan murid Hoa-san-pay yang bernama Walet- kuning, penyakitku itu hanya dapat disembuhkan kalau makan otak naga. Nah, setelah mendapat pelajaran Hang-liong-sip- pat-ciang itu, bukankah aku tentu bakal dapat menangkap naga itu ?"

'O . . ," kakek Kerbau Putih melongo, la sendiri juga tak tahu apakah otak naga itu benar-benar mempunyai khasiat untuk menyembuhkan penyakit hilang-ingatan.

"Hayo, sekarang ganti engkau yang memberi pelajaran, setan tua," seru kakek Kerbau Putih kepada Lo Kun, "tetapi harus yang istimewa. Jangan ilmusilat cakar ayam."

"Hm . . ." kakek Lo Kun diam, kerutkan dahi dan garuk- garuk kepala, "engkau sudah memberi pelajaran ilmu memukul lalu aku apa ya ? . . . eh. begini sajalah Aku akan mengajarkan ilmu berlari. Jadi kalau engkau mengajarkan gerakan tangan, sekarang aku hendak memberinya ajaran cara menggerakkan kaki."

"Hai, apakah belum selesai ?" tiba-tiba paderi kurus pemimpin barisan Lo han-tin berseru.

"Kurang ajar engkau kepala gundul," damprat kakek Lo Kun, "mengapa engkau berani mengganggu orang memberi pelajaran silat ?"

"Kakek linglung." Karena jengkelnya berulang kali dimaki 'kepala gundul' paderi kurus Goan balas memaki, "mengapa begitu lama belum selesai! Kalau suruh kami menunggu sampai berjam-jam engkau licik artinva '"

"Licik ?" seru kakek Lo Kun. "Ya, dengan berdiri berjam-jam begini, tenaga kami tentu habis dan semangatpun menurun. Dengan begitu bukankah mudah saja engkau hendak membobol barisan kami ?"

"Jangan banyak bicara, tunggu lagi sebentar Aku baru mengajarkan sebuah ilmu yang hebat. Jangan harap kalian nanti mampu mencekalnya." seru Lo Kun cepat menyuruh Blo'on memperhatikan Kakek Lo Kun yang limbung itu terus berge'rak. Ia berlari melingkar-lingkar dengan cepat sekali sehingga dalam waktu sekejab saja. orangnya sudah tak kelihatan tetapi berganti dengan sebuah lingkaran sinar hitam Kemudian kakek itu perlambat gerakannya lalu berloncatan naik turun dan terakhir lalu bergerak menubruk kekanan menerkam ke kiri.

"Hayo. sekarang engkau harus menirukan," seru kakek Lo Kun kepada Blo'on. Apa boleh buat Blo'onpun segera menurut perintah. Setelah diberi petunjuk cara menggerakkan kaki, melakukan pernapasan dan cara menubruk serta menerkam, puaslah kakek itu.

"Kurang ajar. mengapa gerakanmu lari lebih cepat dari aku?" ia bersungut-sungut ketika melihat Blo'on amat tangkas sekali.

"Entah." Blo'on melongo, "aku sendiri juga heran mengapa kakiku ringan sekali. Eh, apakah Ilmu berlari yang engkau ajarkan itu juga ada namanya ?"

"Sudah tentu ada," sahut kakek Lo Kun dengan busungkan dada," sebenarnya ilmu itu berasal dari ilmu pedang Tui-hong- kian ..."

"Tui-hong-kiam ?" tiba-tiba kakek Kerbau Putih berteriak kaget. "Ya, Tui-hong-kiam atau ilmupedang Pedang-terbang," jawab Lo Kun. "karena aku tak suka memakai pedang, lalu kuciptakan gerak tersendiri yang kuben nama Tui-hung-kan- ing atau Mengejar-angin-memburu-bayangan. Dengan ilmu ciptaanku itu aku tak pernah gagal untuk berburu harimau."

"Gila," tiba-tiba kakek Kerbau Putih berteriak,"lalu apakah sekarang engkau masih dapat memainkan ilmu Tui hong-kiam itu ?"

"Perlu apa ?" dengus kakek Lo Kun, "kan lebih sah dengan ilmu ciptaanku sendiri daripada ilmu pedang ajaran orang."

"Siapa yang mengajarkan engkau ilmu pedang Tui-hong- kiam itu ?" tanya kakek. Kerbau Putih pula.

"Cu Goan-ciang, raja pertama dari kerajaan Beng. Karena aku menjadi pengawal peribadinya dia amat sayang sekali kepadaku dan memberi ajaran ilmu pedang itu."

'O. kakek goblok," teriak kakek Kerbau Putih. "ilmupedang Tui hong-kiam itu merupakan ilmu pedang jaman dahulu yang sekarang sudah tak pernah muncul di dunia persilatan. Ilmu itu sebuah ilmu pusaka yang luar biasa saktinya. Engkau harus menurunkan kepada lain orang supaya ilmu itu jangan lenyap terkubur dengan mayatmu."

"O, benar !" tiba-tiba kakek Lo Kun melonjak dan menjerit "memang raja Cu Goan-ciang pernah berpesan begitu. Supaya mengajarkan ilmupedang itu kepada anakmuda yang jujur, pintar dan berbakat”

"Kalau begitu engkau harus mengajarkan kan pada anak ini.

Dia memeuuhi syaratnya," kata kakek Kerbau Putih.

"Apa ? Dia memenuhi syarat ? Huh, engkau memang kakek tolol," damprat Lo Kun, "apakah anak itu jujur, aku belum tahu karena baru saja kenal beberapa hari. Apakah dia pintar, huh. huh, dia begitu blo'on ! Dan apakah dia berbakat .”

"Berbakat, berbakat !" teriak kakek Kerbau Putih, "dia berbakat bagus sekali. Dulu aku memerlukan waktu berbulan- bulan untuk mempelajari ilmu tamparan Hang-liong-sip-pat ciang itu. Tetapi sekarang dia hanya dalam beberapa jam saja sudah dapat melakukan dengan baik. Hayo, lekas engkau berikan ilmu Tui-hong-kiam itu kepadanya !"

"Tidak bisa !" teriak kakek Lo Kun. "Mengapa ?"

"Pertama, dia tak memenuhi ketika syarat itu Dan kedua, karena aku sendiri sudah lupa dan tak dapat bermainkan ilmu Tui-hong-kiam itu lagi”

"Ah, kakek gila !" kakek Kerbau Putih banting-banting kaki dan memaki-maki, "masakan ilmu pusaka yang jarang terdapat di dunia persilatan, engkau telantarkan begitu saja sehingga hilang. Hayo, egkau harus mengingatnya lagi "

"Sekarang ?" kakek Lo Kun melongo, "tapi entah kapan aku baru dapat mengingat seluruhnya mungkin sampai beberapa hari mungkin berbulan-bulan."

Kakek Kerbau Putih menghela napas: "Ah....saat ini karena kita masih harus menghadapi barisan kepala gundul itu, maka tak usah engkau menyibukkan diri dulu. Tetapi nanti apabila sudah senggang, engkau harus berusaha untuk mengingat ilmupedang itu lagi."

Kakek Lo Kun mendengus.

Selama Blo'on diajari ilmu pukulan Hang liong-sip-pat-ciang oleh kakek Kerbau Putih tadi, monyet hitam dan burung rajawali tak henti-henti nya menirukan gerakan kakek Kerbau Putih. Memang ketiga binatang itu dapat dijinakkan dan di latih baik oleh Blo'on. Mereka dapat menirukan gerakan orang dengan baik.

Kemudian setelah kakek Lo Kun mengajarkan ilmu Tui-hong kan-ing, anjing kuninglah yang menirukan gerakan kakek itu. Dengan demikian anjing kuning dapat melakukan gerak Tui- hong-kan ing dan monyet hitam serta burung rajawali dapat menjalankan jurus-jurus ilmu Hang liong-sip-pat-ciang.

Kini pelajaranpun selesai dan tiba-tiba Thian Gi sipaderi kurus berteriak : "Hai, apakah sudah selesai ?'

"Sudah, tetapi kami lelah dan harus beristirahat dulu. Kalau engkau memang berani, tunggu saja. Kalau tidak berani, masuklah ke dalam dan tidurlah saja !" teriak kakek Lo Kun.

Memang saat itu hari sudah petang, Sehingga para paderi anggauta barisan Lo-han-tin itu sudah menunggu dari pagi sampai petang. Dalam hati mereka bersungut-sungut dan menyumpahi rombongan Blo'on tetapi mereka takut kepada paderi kurus Thian Gi sehingga terpaksa diam saja dan telap tegak ditempat masing-masing.

Tiba-Tiba kakek Lo Kun lari. Melihat itu Blo'on cepat menarik lengannya : "Hendak kemana ?"

"Aku lapar, hendak cari makanan," sahut kakek Lo Kun. "Kemana ?"

"Ruang sembahyangan, tentu masih ada sisa makanannya," kata kakek itu pula.

"Tak perlu engkau sendiri," kata Blo'on, "akan kusuruh ketiga binatang itu untuk mencarikan"

Kemudian Blo'on memerintah anjing kuning, monyet hitam dan burung rajawali untuk mencari makanan. Ketiga binatang itu segera pergi. Tak berapa lama, anjing kuning datang dengan menggondol kuweh, lalu monyet hitam membawa ikan dan terakhir burung rajawali. Kuweh memang dari meja sembahyang tetapi ikan diperoleh si monyet hitam dari rumah penduduk yang tinggal tak jauh dari gereja. Memang monyet itu binatang yang mbeling atau nakal. Dia pandai sekali mencuri makanan di rumah orang. Dan buah yang digondol burung rajawali itu didapatnya dari hutan.

"Hai, mengapa belum selesai ?" teriak paderi kurus Thian Gi.

"Nanti dulu, kami hendak makan. Kalau engkau lapar, silaukan masuk dan makan dulu, "teriak Lo Kun.

Paderi Thian Gi mengkal. Tetapi ia seorang paderi yang jujur dan penuh toleransi. Terpaksa ia menahan kesabarannya lagi.

Demikian Blo’on dan kedua kakek itu segera melalap makanan sementara barisan paderi tetap tegak di tempatnya, tak berani berkutik.

"Celaka, habis makan harus minum. Kalau tidak makanan itu rasanya masih berhenti dibawah kerongkonganku," teriak kakek Lo Kun pula.

"Jangan kuatir," kata Blo'on, "akan kusuruh monyet mencarikan air."

"Tidak, aku hendak cari sendiri saja. Aku tak mau minum air. Aku hendak minum arak," kata kakek Lo Kun.

"Jangan kuatir," kata Blo'on pula, monyet, itu dapat mengambilkan apa yang kita minta."

la terus berseru kepada si monyet : "Monyet hayo, carikan arak untuk kakek Lo Kun." Monyet hitampun terus pergi.

"Eh, lumayan juga mempunyai binatang peliharaan semacam itu ? Dari mana engkau memperoleh monyet itu ?" tanya kakek Lo Kun.

"Entah, aku tak ingat. Tahu-Tahu ketiga binatang itu muncul dan ikut padaku," kata Blo'on yang sudah hilang ingatannya akan masa lampau. Padahal jelas ketiga ekor binatang itu adalah binatang peliharaannya sejak kecil

Tak berapa lama muncultah si monyet hitam, dengan membawa sebuah guci. Dengan cepat kakek Lo Kun terus menyambuti dan meneguknya. “Ah...” ia menggumam dengan penuh nikmat: "Arak wangi, arak wa ..."

"Berikan juga kepadaku !" kakek Kerbau Putih cepat menyambarnya terus meneguk juga.

Bau arak yang keras dan harum segera bertebaran dibawa hembusan angin. Barisan paderi itu makin gelisah. Karena sudah sejak pagi mereka terus berdiri, mereka merasa agak lelah. Terutama mereka merasa lapar sekali. Kini hidung mereka dilanda bau arak yang keras dan harum sehingga darah mereka makin menggelora. Andaikata pemimpin mereka tak berada disitu, tentu mereka sudah Berontak dan mengusir rombongan orang gila itu.

Demikian, apabila barisan paderi itu kelabakan setengah mati, adalah difihak rombongan Blo’on, kedua kakek linglung itu tengah enak-enak menikmati arak. Entah dari mana monyet hitam memperolehnya. Tetapi arak itu memang wangi sekali.

Berselang beberapa saat kemudian, setelah kenyang makan dan puas minum, barulah kedua kakek itu bersiap. Mereka segera menghampiri ketempat barisan Lo-han-tin. Saat itu hari sudah makin gelap. "Sekarang kami hendak mulai menyerbu. Kalian boleh menghadap kemari." seru kakek Lo Kun

Karena sudah mengkal, barisan Lo-han-tin serentak berputar tubuh. Wajah para paderi itu tampak memancar kemarahan.

"Sekarang silahkan menyerbu!" seru paderi Thian Gi sambil memberi isyarat kepada anakbuahnya supaya bersiap-siap.

Tampak kakek Lo Kun, Kerbau Putih dan Blo'on kasak kusuk. Sejenak Kemudian mereka lalu berpencar diri. Blo'on tetap berada di muka barisan, kakek Lo Kun disamping kanan dan kakek Kerbau Putih disamping kiri barisan.

"Serbu!" teriak kakek Kerbau Putih yang rupanya mengangkat diri menjadi pemimpin rombongannya.

Sambil berkata ia terus maju. Demikian pula Blo'on yang bergerak dengan ilmu pukulan Hang liong-sip pat-ciang. Barisan Lo-han-tinpun mulai bergerak-gerak.

"Tunggu !" tiba-tiba kakek Lo Kun berteriak.

Kakek Kerbau Putih dan Blo'on serempak berhenti.

Demikian pula dengan barisan Lo-han-tin "Mengapa ?" teriak paderi Thian Gi.

"Aduh . . . perutku mulas. Aku ingin buang air besar . . ." teriak kakek Lo Kun dengan wajah merah dan peringisan.

Betapapun kesabaran paderi Thian Gi namun karena merasa dipermainkan oleh lombongan kakek gila itu, iapun tak dapat mengendalikan kemarahannya lagi. Tadi minta untuk mengajar ilmusilat. Lalu minta tempo beristirahat dan makan. Dan ini setelah berhadap-hadapan dan bahkan sudah mulai bergerak, tiba-tiba pula kakek pendek itu berteriak mau berak. Dan apabila diluluskan, setelah berak mungkin masih minta tempo untuk tidur. Dan setelah tidur, ah, entah minta tempo untuk apa lagi . .

"Tidak !" tiba-tiba seorang paderi anakbuah barisn Lo-han- tin memekik keras. Rupanya paderi sudah meluap kemarahannya sehingga ia tak mau menunggu keputusan pemimpinnya, terus berteriak menolak permintaan kakek Lo Kun.

"Setan gundul, kalian licik !" kakek Lo Kun berteriak nyaring, "masakan orang mau berak di ajak berkelahi !"

"Kakek p;ndek," seru Thian Gi dengan nada bengis,  "barisan Lo-han-tin adalah barisan utama dari gereja Siau-lim- si. Tak sembarangan barisan keluar apabila tidak menghadapi musuh yang tangguh. Bahwa kalian telah disambut dengan barisan Lo-han-tin ini, sebenarnya sudah suatu kehormatan. Tetapi ingatlah, barisan Lo-han-tin itu tak boleh dihina dan dipermainkan seperti barisan anak kecil."

"Tetapi, kepala gundul, perutku mulas sekali”

"Itu urusanmu!" bentak Thian Gi yang hilang kesabarannya, "sekali barisan Lo-han-tin sudah bergerak, hanya dua pilihan yang harus kalian terima. Menyerah atau hancur ..."

Melihat itu Bo’on marah juga : "Kalian memang tak kenal kasihan pada seorang kakek tua. Baik, kalau memang tak boleh berak, sekarang aku akan melanjutkan penyerangan !"

Habis berkata Blo'on terus maju menyerang Entah bagaimana, biasanya dia tak suka berkelahi. Tetapi saat itu karena kasihan pada kakek Lo Kun yang peringisan menahan perut mulas, Blo'on tak puas dengan sikap paderi Siau-lim si itu. Dia terus bergerak dengan ilmu Hang-liong-sip-pat-ciang. Kelompok depan dari barisan Lo-han-tin terkejut melihat gaya gerakan tangan Blo'on yang aneh dan dahsyat. Tamparannya menimbulkan sambaran angin keras.

Melibat Blo'on sudah bergerak, kakek Kerbau Putihpun ikut menyerang juga. Kelompok yang disamping. terpaksa harus melayani serangan kakek itu. Merekapun terkejut melihat jurus-jurus permainan kakek Kerbau Putih. Karena kakek itu bertubuh bungkuk, serangannya khusus ditujukan ke perut dan kaki lawan.

Celaka adalah kakek Lo Kun. Karena barusan sudah bergerak, iapun terus dilanda oleh kelompok yang berdiri dihadapannya. Terpaksa sambil kedua tangannya mendekap perut yang mulas, kakek itu terus berlincahan menggunakan ilmu Memburu-angin-mengejar-bayangan. Gerakannya memang tangkas dan gesit sekali. Tetapi barisan Lo-han-tin itu juga hebat. Mereka bergerak maju mundur menyilang ke kanan kiri dan melingkar-lingkar bagai mata rantai yang tengah menjerat.

Kakek LoKun hanya bergerak menurut apa yang dihadapinya, Karena kawanan paderi itu hendak menerkamnya, ia menghindar kesamping. Kalau dipukul, ia loncat kemuka, kalau diterkam ia menyusup ke bawah. Ia tak menyadari bahwa saat itu, ia sudah semakin menyusup kedalam barisan. kanan kiri, muka belakang, dia sudah dikepung rapat oleh kelompok-kelompok barisan lawan.

Blo'on baru saja mempelajari ilmu pukulan Hang-liong-sip- pat-ciang. Ia belum mengerti bagaimana Cara menggunakannya. Dan memang ia tak mempunyai pengalaman berkelahi dengan orang. Maka ia mainkan ilmu pukulan itu dari jurus pertama lalu kedua, ketiga dan seterusnya jurus-jurus berikutnya secara urut. Bluk. duk, plak . . , terdengar berulang kalangan dan kaki barisan Lo-han-tin itu menghunjam di dada, bahu, punggung, pantat dan kaki Blo'on. Bahkan kepala Blo'on yang gundul, menjadi sasaran tamparan tangan paderi-paderi itu. Anakbuah barisan Lo-han-tin terdiri dari paderi yang berilmu silat tinggi. Mereka cepat tahu arah gerakan tangan Blo'on. Bermula mereka terkejut melihat hebatnya ilmu Hang-liong-sip-pat- ciang yang dimainkan Bloon. Tetapi merekapun heran mengapa anak itu memainkan ilmu pukulannya seperti orang yang sedang berlatih. Tak peduli musuh sudah menghindar ke samping tetapi Blo'on tetap menjalankan gerak menurut jurus yang sedang dimainkan itu. Apabila dia sedang menampar kemuka, walaupun musuh sudah berada disamping. ia tetap menampar kemuka sesuai dengan urutan gerakan dalam jurus itu. Dan apabila menurut gerakan urut, dia harus berputar kesamping dan menampar, walaupun musuh berada disebelah muka. ia tetap berputar tubuh menghadap ke samping.

Cepat sekali keadaan yang ganjil dari si Blo’on itu diketahui para paderi, Dengan begitu enak Saja mereka melayani anak itu. Begitu anak itu menghadap ke muka. merekapun segera menyingkir ke samping lalu menampar kepala, punggung dan menyepak pantat Blo'on.

Demikian Blo'on menjadi bulan-bulan permainan anak buah barisan Lo-han-tin. Tetapi dalam pada itu. diam-diam para paderi itu merasa heran Berulang kali mereka telah menghujani Blo'on dengan tabokan, pukulan dan tendangan tetapi anak itu tetap tak rubuh. Bahkan meringis kesakitanpun tidak. Dan lebih terkejut pula para paderi ketika mereka merasakan sesuatu yang aneh. Setiap kali tangan dan kaki mereka menghunjam ke tubuh Blo'on, tubuh anak itu seperti memantulkan tenaga-dalam yang deras. Makin dipukul keras  makin keras pula tenaga-dalam yang memantul balik dari tubuh anak itu.

Difihak kakek Kerbau Putih, pun barisan Lo han-tin tampak kewalahan. Kakek bungkuk itu mempunyai gaya lain. Jika kakek Lo Kun- hanya berlincahan dan berlari lari, jika Blo'on hanya memainkan ilmu pukulan Hang-liong-sip-pat-ciang seperti sedang berlatih, kakek Kerbau Putih ini benar-benar melancarkan serangan Hang-liong-sip-pat-ciang dengan teratur dan sesuai.

Hang-liong-sip-pat-ciang atau Delapan-belas-tamparan- naga memang sebuah ilmupukulan yang hebat dan sudah jarang terdapat dalam dunia persilatan dewasa itu. Setiap tamparan kakek Kerbau Putih menimbulkan deru angin dan tenaga yang hebat sehingga berulang kali mata-rantai barisan lo-Han-tin tersiak pecah. Tetapi Lo-han-tin memang tak bernama kosong. Gerakannya cepat, mata rantainya rapat. Seratus kali pecah, seratus kali pula segera tertutup rapat lagi.

Sebenarnya apabila hanya menghadapi serbuan dan ketiga orang itu, apalagi orang-orang yang limbung barisan Lo-han- tin lebih dari cukup untuk menahan. Tetapi ada suatu gangguan yang menjengkelkan paderi-paderi itu. ialah serangan dari ketiga binatang peliharaan Blo'on. Burung rajawali menyerang dari udara, turun naik menyambar dan mematuk kepala dan muka para paderi. Apabila di pukul burung itu dengan tangkas segera melambung ke udara. Dan bila sipaderi sedang sibuk menghadapi serangan dari muka, burung itupun terus menukik kebawah dan menyerang lagi. Paderi itu jengkel bukan kepalang.

Kejengkelan mereka ditambah pula dengan gangguan dari anjing kuning yang sembari berlari lari memutari barisan, tak henti-hentinya menyalak dan menggeram. La!u menerkam kaki dan menyambar perut paderi. Sudah tentu anakbuah barisan Lo han-tin sibuk sekali.

Dan yang paling menjengkelkan adalah si monyet hitam. Monyet itu dengan tangkas sekali telah menyusup dari bawah, menyelundup di antara sela-sela kaki paderi, menggigit selakangan sehingga karena terkejut dan kesakitan ada beberapa paderi yang menjerit dan melonjak-lonjak Sehingga menghambat perputaran gerak barisan.

Bahkan pada suatu saat terjadi hal yang lucu. Simonyet yang nakal itu tiba-tiba loncat menubruk tengkuk seorang paderi dan terus menggigit telinganya. Seorang paderi yang berdiri dibelakangnya, karena hendak menolong kawannya itu terus memukul simonyet tetapi monyet itu dengan gesit sudah loncat turun sehingga yang terkena pukulan adalah paderi yang telinganya tergigit itu.

"Aduh ..." paderi itu menjerit kesakitan karena kepalanya terpukul kawannya sendiri.

Demikian barisan Lo-han-tin yang termasyur dan sukar dibobolkan oleh tokoh-tokoh sakti, hari itu terpaksa harus menderita kekacauan karena diserbu oleh mahluk-mahluk yang aneh.

Tengah pertempuran berlangsung seru, tiba-tiba terjadi suara hiruk pikuk yang gempar. Anakbuah barisan Lo-han-tin berteriak-teriak sambil mendekap hidung. Ada beberapa bahkan yang menguak dan muntah-muntah.

Apakah yang terjadi ?

Ternyata kakek Lo Kun sudah tak kuat lagi menahan 'lahar’ yang meledak dari dalam perutnya Sambil berlari-lari menyusup kedalam barisan, isi perutnya nerocos keluar seperti air bah. Baunya, jangan dikata lagi . . . Dia sendiri juga bingung karena celananya penuh dengan kotoran busuk. Maka dia makin gugup dan makin kalap untuk menerobos keluar. Dia tak peduli lagi, kepala, tubuh dan punggungnya di pukul kawanan paderi. Pokok, ia harus lekas- lekas dapat menyelesaikan perutnya yang mulas itu dan selekasnya mencuci celananya. Tetapi barisan Lo-han tin yang ketat dan terdiri dari 108 paderi itu, memang sukar diterobos. Dengan demikian bau kotorannya yang luar biasa busuknya itu tak dapat berhembus keluar. Suatu hal yang benar-benar membuat kawanan paderi itu kelabakan setengah mati.

Karena marah tak diberi jalan, kakek Lo Kun jadi semakin

kakap. Ia tahu bahwa karena takut membau kotorannya, kawanan paderi itu dekap hidung dan         muntah-muntah.

Cepat ia merogoh pantatnya, segenggam kotoran yang luar biasa bauknya segera ditaburkan kepada kawanan paderi. Diulangnya lagi sampai beberapa kali. Pikirnya ia mempunyai, kesempatan untuk membuang kotoran dan membersihkan

pantatnya.

Barisan Lo han-tin memang termashyur dan jadi kebanggaan Siau lim-si. Barisan itu laksana benteng baja yang kokoh sekali. Diserang dengan pukulan tenaga dalam. Diserbu dengan senjata tajam dan dihujani dengan senjata rahasia yang berbisa maupun yang dilumuri racun, tetap tak mampu membobolkan. Kemasyhuran barisan Lo han-tin sudah dikenal oleh setiap orang persilatan

Tetapi tak terduga duga, barisan yang kebal dengan senjata tajam itu, akhirnya bobol juga dengan serangan hujan kotoran si kakek Lo Kun. Dan memang kotoran kakek itu, luar biasa busuknya

"Aduh mak, baunya . . !" Blo'on sendiripun menjerit seraya hendak muntah. Buru-Buru ia mendekap hidungnya.

"Kurang ajar. setan pendek itu," kakek Kerbau Putihpun memaki-maki dan mendekap hidung. Barisan Lo-han-tin macet, kawanan paderi muntah dan mendekap hidung. Mereka yang terkena lemparan kotoran kakek Lo Kun lebih kelabakan Ada yang sibuk mengusap usap muka. pakaian dan gundul. Tetapi celaka ! Makin diusap makin menambah dan makin keras baunya. Bau busuk itu seolah olah melekat tak mau hilang. Karena tak tahan lagi, barisan Lo-han-tin itu bubar. Para paderi berlari-lari masuk kebelakang untuk mandi dan ganti pakaian.

Kakek Lo Kun masih tetap bingung. Celananya berlumuran kotoran. Dia sendiri tak tahanakan baunya. Tetapi mau mendekap hidung, tangannya sudah terlanjur berlumuran kotoran. Akhirnya ia menjerit dan terus lari mengikuti paderi- paderi itu.

Tiba-Tiba ia terkejut melihat seorang paderi tua tegak berdiri dengan mencekal sebatang tongkat. Dibelakangnya terdapat dua orang paderi kecil

"Hai, siapa engkau !" kakek Lo Kun hentikan langkah dan menegur.

"Sute dari kepala gereja Siau-lim-si !" "Oh . . ," kakek Lo Kun menyurut mundur.

---ooo0dw0ooo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar