Pendekar Bloon Jilid 03 Siapa diriku ?

Jilid 3 Siapa diriku ? 

Pemuda yang kehilangan pikirannya itu memang kasihan sekali. Ia tidur, bangun dan mendapatkan dirinya dalam keadaan yang serba aneh. Berada dalam sebuah guha yang tak diketahui namanya, mencekal kerangka pedang dan berteman dengan seorang mayat yang berlumuran darah dan punggungnya berhias pedang Lalu muncul dua o-rang muda mudi. Si pemudi menubruk tubuh mayat itu dan si pemuda terus loncat menyerang dia . . .

Pemuda blo'on itu masih terlongong-longong-Tetapi ketika sinar ujung pedang memancar menyilaukan matanya, tiba-tiba ia menyadari kalau dirinya terancam maut. Walaupun pikirannya hampa, tetapi ia masih mempunyai naluri. Naluri sebagai manusia yang akan berusaha menyelamatkan diri apabila terancam bahaya.

Cepat ia gerakkan kerangka pedang untuk menangkis seraya loncat menghindar kesamping. Tring, ujung pedang si Rajawali-mata-biru tersiak dan pemuda yang hendak dibunuhnya itupun dapat meloloskan diri.

"Ho, kiranya engkau hebat juga !" seru si Rajawali-mata- biru seraya berputar tubuh menghadaJ kearah pemuda blo'on itu.

"Aku tidak membunuh orang itu!" teriak pemuda blo'on itu.

Karena tangkisan kerangka pedang tadi dapat menyiakkan ujung pedangnya, si Rajawali-mata-biru terkejut. Diam-Diam ia menduga kalau pemuda itu tentu hebat ilmu silatnya. Maka ia hentikan serangannya dan hendak menyelidiki dulu  siapakah pemuda pembunuh suhunya itu.

"Siapa engkau !" bentaknya

"Aku ? Entah, aku sendiri tak tahu . . . " "jangan gila-gilaan, katakan namamu!" bentak si Rajawali- mata-biru makin geram.

"Nama? Aku sendiri tak tahu siapa namaku” "Apa engkau gila ?"

"Tidak, eh, ya . .eh, apakah maksudnya gila ?”

Walaupun mendongkol tetapi si Rajawali mata-biru terpaksa menerangkan : "Gila ialah pikirannva tidak waras."

"O . . ," desus pemuda blo'on, "apakah kalau orang tak tahu namanya sendiri itu juga orang gila ?”

""Ya, gila yang paling gila ”

'"O, kalau begitu aku ini tentu gila," teriak pemuda blo'on itu."

"Hm, kalau engkau tetap hendak mempermainkan aku, tentu kupotong lehermu!" si Rajawali-mata-biru deliki mata.

"Idih . . . , " pemuda blo'on itu mendesis seram, "jangan memandang aku begitu rupa i"

"Engkau takut ? Mengapa ?" "Matamu biru, seperti ..." "Seperti apa ?

"Seperti . . . seperti, eh. mengapa aku tak ingat ? seperti apa, aku sendiri tak tahu."

"Tutup mulutmu !" bentak si Rajawali-mata-biru, "siapa nama suhumu ?-"

"Suhu ? Apa suhu itu ?" kembali pemuda blo'on itu mengerut dahi.

"Suhu ialah guru yang mengajarkan engkau ilmu silat." "O" desus pemuda blo'on,, "eh, ilmusilat? Tetapi aku tak mengerti ilmusilat. Apakah ilmusilat?”

Hampir meledak perut si Rajawali-mata-biru karena mendengar ocehan si blo'on yang kegila-gilaan itu. Namun karena ia perlu mengetahui nama perguruannya agar kelak dapat meminta pertanggungan jawab kepada ketua perguruannya itu, terpaksa ia tahankan kemarahannya.

"Tadi aku menusukmu dan engkau dapat menangkis lalu menghindar. Gerakanmu itu disebut ilmu silat, ilmu untuk bela diri, pun untuk berkelahi. Bukankah engkau pandai ilmusilat ?"

"Ha, ha, ha, ha ... " tiba-tiba blo'on tertawa gelak-gelak, "kalau gerakan begitu disebut ilmusilat, aku memang bisa. Tetapi gerakanku tadi hanya untuk menyingkir dari ujung pedangmu. Aku tak mengert kalau gerakan itu disebut ilmusilat".

"Jangan ngoceh, lekas katakan siapa suhumu?” "Entah, aku tak punya suhu."

"Eh, bung, engkau ini orang atau setan!" tiba-tiba si dara Walet-kuning menghampiri dan mendamprat!

"Entahlah. Aku sendiri juga bingung. Sungguh mati, aku memang tak tahuapa-apa. Pikiranku kosong melompong ..."

"Mengapa engkau membunuh suhuku?" tukas si Walet- kuning pula.

"Aduh, ampun nona," si blo'on mengelus dada, "aku benar- benar tak membunuh suhumu. Aku sendiri tak mengerti mengapa aku berada disini."

"Dari mana engkau sebelumnya." "Eh . . , " si blo'on garuk-garuk kepala, "ya, benar dari mana saja aku sebelum berada disini Ah, celaka, mengapa aku tak ingat apa-apa lagi . .”

"Kalau bukan engkau yang membunuh, mengapa kerangka pedang itu berada dalam tangan dan pedangnya tertancap dipunggung suhuku” desak Walet-kuning

"Hai, sekarang aku tahu namaku" bukan jawab pertanyaan tetapi blo'on itu malah berteriak semaunya sendiri.

"Siapa ?" seru dara itu yang tanpa disadari ikut terhanyut dalam gelombang ke-blo'onan.

"Wan-ong-kiam !"

Walet-kuning terkejut, hampir tertawa tetapi cepat menyengir : "Jangan gila-gilaan ! Engkau tahu apa artinya Wan-ong-kiam itu ?"

Pemuda blo'on gelengkan kepala.

"Wan-ong itu artinya penasaran dan kiam Itu pedang.

Apakah maksudmu memakai nama itu?"

"Entahlah aku tak tahu. Aku menemukan Wan-ong-kiam dan nama itu terus kupakai. Aku tak peduli apa arti nya. Pedang Penasaran atau Pedang Huntung, itu bu'an soal. Engkau boleh panggil begitu atau kalau keberatan, panggil saja Wan-ong atau Ong-kiam atau apa saja yang engkau senangi ..."

Si dara tak mau melayani ocehan pemuda blo'on yang makin tak keruan itu. la menuding dan membentaknya dengan marah: "Engkau pembunuh suhu..."

Belum nona itu menyelesaikan kata-kata, pemuda bloon sudah menukas : "Tidak . . . !" "Bangsat, serahkan jiwamu !" tiba-tiba Si Rajawali mata- biru loncat menyerangnya lagi. Selama su-moaynya sedang bicara dengan pemuda blo'on, dia menghampiri dan memeriksa mayat suhunya. Ktlika memeriksa tanaman  mustika Liong-si-jau telah lenyap, ia makin terkejut Tepat pada, saat itu ia mendengar pemuda blo'on mengatakan bernama Wan-ong-kiam. Pada hal iapun membaca tulisan pada pedang yang menancap dipunggung suhunya itu berbunyi Wan-ong-kiam. Ya, jelaslah kalau pemuda blo'on itu yang membunuh suhunya Maka cepat ia loncat menyerangnya.

Karena ketakutan pemuda blo'on itu loncat kesamping, maksudnya hendak menghindar. Tetapi entah bagaimana gerak loncatannya itu sedemikian pesat sehingga ia tak dapat menguasai diri dan membentur karang, duk . . .

„Aduh . . ," ia jatuh terduduk, menjerit kesakitan seraya

mendekap dahinya yang berdarah. Ia heran mengapa tubuhnya terasa ringan sekali la hendak lompat kesamping selangkah dua langkah, mengapa tahu-tahu tubuhnya melayang empat lima langkah sehingga membentur dinding guha.

Tengah dia masih terlongong keheranan, tiba-tiba Rajawali- mata-biru kembali

menyerangnya "Bangsat, engkau membunuh suhuku karena hendak mencuri rumput mustika Liong-si-jau !" Saat itu pemuda blo'on masih berjongkok duduk Ketika ujung pedang Rajawali-mata-biru menyerang, ia tak sempat menghindar lagi. Cepat ia mengangkat kerangka pedang untuk menangkis. Kreek, uh . . karena kali ini Rajawali-mata-biru menyerang dengan sekuat tenaga, kerangka pedang pemuda blo'on terdampar kebelakang dan orangnya pun jatuh terjerembab kebelakang juga.

Apabila seorang sedang duduk berjongkok lalu tiba-tiba didorong kebelakang, dia tentu jatuh terjerembab. Jatuh dengan kepala rubuh kebawah tetapi kaki menjulang keatas. Demikian pula dengan pemuda blo'on itu. Karena dihantam pedang sekuat-kuatnya oleh Rajawali-mata-biru, pemuda blo'on itupun terpelanting, kepalanya rubuh kebelakang tetapi kedua kakinya menjulang keatas. Plak . . secara tak disengaja, kedua kakinya tepat menghantam perut Rajawali-mata-biru itu terlemparlah tubuh Rajawali-mata-biru dan sampai beberapa meter jauhnya. Duk, kepalanya terbentur dinding karang dan terus terkulai jatuh tak sadarkan diri ....

"Suko' si dara Walet-kuning menjerit kaget dan loncat menghampiri. Ternyata belakang kepala sukonya berdarah  dan tulang punggungnya patah Sukonya pingsan.

Walet-kuning diam-diam terkejut. Sukonya memiliki ilmu lwekang yang tinggi. Serangan yang dilancarkan tadipun menggunakan jurus istimewa dari perguruannya. Tetapi hanya dalam satu gebrak saja, sukonya dapat ditendang mencelat begitu rupa sehingga tak ingat diri. Ah, pemuda pembunuh iti tentu seorang yang hebat ilmu kepandaiannya.

Tetapi pada lain kejab, si dara Walet-kuning mengertek gigi. Suhunya telah dibunuh, kini sukonyapun dirubuhkan. Tak peduli musuh bagaimana saktinya, ia harus melakukan pembalasan. Serentak dara itu melonjak bangun, mencabut pedang dan menghampiri ketempat pemuda blo'on yang masih duduk numprah ditanah. Wajah dara Walet-kuning yang cerah, saat itu tampak memberingas seperti macan betina yang kehilangan anak . . .

Pemuda blo'on itu terbeliak, serunya : "Hai, nona, engkau .

. . engkau hendak, mengapa ?"

"Mencincang tubuhmu, bangsat !" teriak nona itu dengan mata berapi-api, "engkau membunuh suhuku. melukai sukoku dan mencuri bunga rumput Liong-si-jau yang berumur seribu tahun !"

"Berhenti !" pemuda blo'on itu memekik keras ketika melihat si dara hendak menyerangnya, "nanti dulu. Kalau engkau hendak membunuh aku. tunggu dulu aku bicara. Jika memang aku bersalah, bunuh sajalah. Tetapi kalau tidak, engkau tak boleh main bunuh. Apalagi engkau seorang anak perempuan ..."

"Ngaco !" bentak Walet-kuning, "lekas bilang " ”Mengapa engkau menuduh aku membunuh suhumu ?"

"Tanganmu berlumuran darah, engkau mencekal kerangka pedang yang sudah kosong, pedangnya tertancap dipunggung suhu. Anak kecilpun tentu akan mengatakan kalau engkau yang membunuhnya. Kalau bukan engkau, habis siapa ? bukankah disini tiada lain orang lagi kecuali engkau ?”

"Benar, benar, apa yang engkau katakan itu memang benar," seru pemuda blo'on, "tetapi akupun benar-benar tak membunuh, tak mencuri rumput Itu. Coha pikirkan. Mengapa aku harus membunuh suhumu, aku tak kenal siapa dia. Dan akupun tak mencuri rumput itu. Bahkan melihat bagaimansl macamnya rumput itupun aku belum tahu. Bagaimana engkau menuduh aku mencurinya !" "Blo'on yang pintar bersilat lidah atau tukang bersilat lidah yang blo'on, engkau ini hai !” si dara deliki mata, "seribu kata- kata ....

"Eh, tunggu dulu nona," tiba-tiba anakmuda itu berseru, "engkau bilang Blo'on, apakah blo'on itu ?"

"Blo'on ialah manusia seperti engkau Tolol, tidak tolol sesungguhnya. Bodoh, tidak bodoh sesungguhnya. Gila, tidak, waraspun buka Jelasnya manusia yang serba setengah. Setengah tolol, setengah goblok, setengah gila, setengah waras !"

"O, kalau begitu aku ini manusia setengah” kata pemuda itu, "hai, benar, benar. Aku memang blo'on ini. Kalau tidak, masakan punya kepala tapi tak berisi otak. Punya otak tetapi macet. Punya diri tetapi tak kenal. Ya, aku memang manusia yang kehilangan diri. Tidak tahu siapa diriku ini ,"

"Jangan ngoceh !" tiba-tiba dara itu terus menusukkan pedangnya. Tetapi karena ketakutan pemuda blo'on itu menjerit keras dan menghindar samping.

Diluar dugaan, jeritan pemuda blo'on itu menghamburkan tenaga yang hebat dan kumandangnyapun lebih dahsyat dari harimau mengaum. Si dara Walet-kuning terkejut sekali sehingga tusukannyapun sampai mencong kesamping. Tetapi pemuda itu sendiripun kaget. Ia terlongong-longong heran mengapa tiba-tiba ia memiliki nada suara yang sedemikian dahsyatnya.

"Tunggu !" teriaknya pula ketika melihat si Walet-kuning hendak menyerang lagi, "aku belum habis bicara, mengapa engkau sudah hendak membunuh aku ?"

Si dara Walet-kuning tertegun. Diam-Diam ia makin menyadari bahwa pemuda yang tampaknya blo'on itu sesungguhnya memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Bukti yang jelas sukonya dapat ditendang rubuh. Dan suara gemborannya tadi, benar-benar hampir membuat jantungnya copot. Baiklah, ia hendak menunggu penjelasan pemuda itu baru nanti mengambil tindakan.

"Lekas !" bentaknya.

”Ya, ya, aku bilang," katanya, "nona, aku ingin tanya kepadamu, boleh ?"

"Hm," dengus si dara.

"Apakah engkau ingat semua perjalanan hidup mu selama ini. sejak kecil sampai sekarang ?"

Walet-kuning kerutkan dahi. Ada hubungan apa pertanyaan itu diajukan kepalanya. Namun ia ingin tahu juga : "Ya," sahutnya ringkas.

"Apakah engkau percaya bahwa seorang itu dapat kehilangan ingatannya sama sekali ?"

"Itu orang gila !"

"Nona, apakah engkau anggap aku ini orang gila ?" "Hm, bukan gila tetapi menggila atau pura-pura gila !"

"Terima kasih," kata pemuda blo'on, "tetapi aku sebenarnya tidak pura-pura gila, hanya otakku kosong. Aku tak ingat apa- apa lagi. Bahkan diriku, namakupun aku tak tahu. Benar, nona, hendaknya engkau mau percaya omonganku ini . . . "

Walet-kuning menatap pemuda itu. Seorang pemuda yang berwajah cakap sekali. Bukan memiliki tampang pembunuh dan pembohong. Tetap gerak geriknya memang seperti anak blo'on. '"Nona, tolonglah engkau memberitahu kepadaku.

Bagaimana cara atau obatnya untuk memulihkan otakku ?" "Mudah."

"Apa ?"

"Makan otak naga !"

"Hai. benarkah ? Dimana aku dapat memperoleh otak naga itu ?"'

"Engkau tahu apa naga itu?" tanya Walet-kuning "Tidak."

"Naga itu ular besar yang tinggal dalam laut Suka makan orang."

"idih . , " pemuda blo'on mengungkap kedua bahu karena merasa ngeri, "lalu bukankah aku juga akan dimakannya kalau hendak mengambil otaknya?

"Tentu," sahut sinona, "kalau engkau dapat mengalahkan naga itu, barulah engkau dapat mengambil otaknya "

"Bagaimana cara membunuh naga itu ?" "Terserah engkau sendiri."

Jejaka blo'on itu garuk-garuk kepala, tiba-tiba ia bertanya pula : "Tetapi benarkah otak naga itu dapat menyembuhkan otakku yang hilang ?'

"Ya."

"Di mana tempat naga itu ?" "Laut Hitam "

"Letaknya ?" "Jauh sekali dari sini. Engkau terus berjalan ketimur saja.

Tanya pada orang, nanti tentu sampai," kata Walet-kuning.

Sebenarnya nona itu hanya omong sekenanya saja..la sendiri tak tahu apakah otak naga itu dapat menyembuhkan penyakit si blo'on itu atau tidak. Pun ia tak tahu apakah ada laut yang bernama Laut Hitam. Dan kalau ada, iapun tak tahu apakah dilaut itu ada naganya. Sebenarnya ia hanya hendak mempermainkan jejaka itu saja.

"Terima kasih, nona," tiba-tiba Walet-kuning terkejut ketika pemuda Wo'on itu terus berputar tubuh hendak angkat kaki.

"Hai, hendak kemana engkau !" cepat Walet-kuning lintangkan pedang menghadang si Wo'on.

"Ke Laut Hitam."

"Ngaco !" bentak Walet-kuning, "engkau belum membereskan persoalan disini. Belum mempertanggungjawabkan perbuatanmu membunuh suhu, melukai suko dan mencuri rumput mustika !"

"Akan kupertanggung-jawabkan semuanya itu Tetapi aku minta tempo."

"Minta tempo ?"

"Ya, aku hendak mencari otak naga. Setelah otakku sembuh, baru aku akan kemari untuk memberi pertanggungan-jawab kepadamu."

"Bohong !" bentak Walet-kuning, "apa engkau kira aku ini anak kecil yang mudah engkau kelabuhi. Begitu engkau pergi dari sini, tak mungkin engkau akan kembali lagi."

"Nona, aku seorang lelaki," katanya sambil tegapkan tubuh busungkan dada dan mengangkat kepala, "apa yang kukatakan tentu akan kutepati. Berani berbuat tentu berani bertanggung jawab”

"Tidak !" bentak Walet-kuning lalu menusukkan pedangnya keperut pemuda blo'on itu.

"Ih ... " si blo'on mengerutkan perut dan ujung pedang Waiet-kuning mengenai dinding karang.

Walet-kuning   benar-benar   terkejut. Jarak ujung pedangnya dengan perut si blo'on dekat sekali Tetapi ia heran mengapa sedemikian gesit anak blo'on itu menggerakkan perutnya. Dan karena ia menggunakan sekuat tenaga untuk menusuk, ujung pedangnya sampai masuk kedalam dinding hingga sampai setengah bagian.

Walet-kuning berusaha hendak mencabutnya. Melihat itu si blo'on hendak membantu. Ia ulurkan tangannya. Tetapi gerakan blo'on telah salah ditafsirkan oleh Walet-kuning. Ia mengira pemuda iiu hendak menutuk lengannya. Cepat ia lepaskan pedang dan loncat kebelakang.

"Eh, mengapa engkau?" si blo'on terlongong heran memandang nona itu.

"Tutup mulutmu !" bentak Walet-kuning seraya memukulnya. Kini karena tak membawa pedang, ia gunakan tangan kosong untuk menyerang.

"Tahan " teriak blo'on seraya menyingkir ke samping, "mengapa engkau hendak memukul aku?"

"Tanpa pedang akupun sanggup untuk menghancurkan kepalamu !"

"Nanti dulu, nona," blo'on berseru gopoh, 'aku toh sudah mengatakan bahwa saat ini otakku hilang. Aku tak ingat apa- apa lagi. Biar kucari otak saja dulu. Setelah otakku kembali, baru aku datang kesini lagi. Percaialah, nona, aku tentu pegang janji !"

"Tidak ! Engkau tentu menipu aku ."

"Oh, nona manis . . , " tiba-tiba si blo'on berlutut. "mengapa engkau tak mau percaya kepada keteranganku. Aku benar- benar menderita penyakit yang aneh Pikiranku serasa kosong, otakku hampa. Ini sungguh, kalau engkau tak percaya . . hu, hu, hu. . . , " tiba-tiba blo'on menangis. Ia jengkel sekali karena sinona tak mau percaya omongannya kalau dia sakit otak. Karena tak dapat melampiaskan kejengkelannya, iapun menangis.

Betapapun halnya, Walet-kuning itu seorang anak perempuan. Walaupun ia marah dan benci sekali kepada pemuda yang dianggap membunuh suhunya, namun perasaannya sebagai seorang dara tetap terketuk. Untuk sementara terpaksa ia tahan kemarahannya.

"Hai, engkau anak laki atau anak perempuan ?" tegurnya. "Laki-Laki."

"Mengapa menangis seperti anak perempuan? "

”Jengkel, ya karena hatiku jengkel sekali tetapi tak tahu kepada siapa aku harus menumpah kan kejengkelanku. Daripada jengkel terhadap orang biarlah kutumpahkan dengan jalan menangis saja.”

"O, ada gunanya jugakah tangis itu ?"

"Tentu, tentu," sahut si blo'on, "menangis itu dapat melonggarkan dada yang sesak karena sedih jengkel, marah dan dendam ..."

"Kurang ajar !" tiba-tiba nona itu mendamprat terus ayunkan tangan menampar muka blo'on,"ternyata engkau pandai memberi penjelasan kepada orang. Mengapa bilang kalau ingatanmu sudah hilang ?”

Plak, karena tak menyangka, pipi si blo'on kena tertampar. Hidungnyapun mengucur darah. Tiba-Tiba ia songsongkan pipinya yang sebelah: "Nih, tamparlah yang kanan juga."

"Mengapa?" mau tak mau si dara tertegun. "Supaya imbang, jangan begap sebelah "

"Baik," kata Walet-kuning lalu ayunkan tangannya lagi. Plak

. . .

Pipi kiri pemuda itu membegap merah. Dia hanya menyeringai, tidak mengaduh kesakitan. Lalu bertanya : "Sudah puaskah engkau sekarang ?"

"Bagaimana bisa puas kalau engkau belum mengganti jiwa suhuku yang engkau bunuh itu !" lengking si Walet-kuning.

"O, sayang, aku tak dapat memuaskan keinginanmu. Karena aku tak merasa membunuhnya. Andaikata membunuhnya, pun bukan atas kesadaran pikiranku. Soal ini kuminta waktu. Setelah otakku yang lumpuh ini sembuh, barulah nanti kita bicara lagi, "habis berkata pemuda blo'on itupun terus lanjutkan langkah lagi.

"Jangan main gila," bentak si Walet-kuning seraya menyerang dengan THay-san-gui-ting atau Gunung Thay-san menindih puncak. Kedua tangannva menghantam ubun-ubun kepala pemuda itu.

Pemuda blo'on terpaksa menghindar dan si Walet- kuningpun makin menyerang gencar. Demikian keduanya segera terlibat perkelahian yang seru. Namun betapapun Walet-kuning berkeras hendak merubuhkan lawan tetapi si blo'on tetap dapat menghindar. Nona itu diam-diam terkejut melihat kesaktian pemuda blo'on. Tetapi pemuda itupun juga heran sendiri. Ia merasa gerakkan tubuhnya amat ringan sekali, seolah tumbuh sayap.

Beberapa jurus telah berlangsung, tiba-tiba Walet-kuning gencarkan serangannya. Ia benar-benar penasaran kalau tak dapat merubuhkan lawan. Bahkan dalam suatu kesempatan, ia menyapu kaki si blo'on dan rubuhlah pemuda itu terbanting ketanah. Kerangka pedang yang berada ditangan kirinnya terbentur dinding karang dan mencelat. Saat itu si Walet- kuning terus mengangkat tangan hendak menyusuli menghantam kepala si blo'on. Crek.. tiba-tiba kerangka pedang yang mencelat itu mengenai jalan darah jiok-ti-hiat siku lengannya. Seketika tinju sinona yang tengah mengacung diatas itu berhenti. Dan terjadilah suatu pemandangan yang lucu.

Walet-kuning berdiri tegak seperti patung tangan kanannya diangkat keatas kepala seperti hendak menghantam. Tetapi nona itu tak dapat bergerak lagi. Seperti sebuah patung.

Pemuda blo'on meringis kesakitan. Pantatnya menghantam karang yang keras. Sejenak kemudian ia berbangkit dan menghampiri sinona : "Hm, galak ya engkau ini ! Masakan anak perempuan berani menjegal anak laki. Hayo, jegallah aku sekali lagi ... "

la sosongkan tubuh kehadapan dara itu. Tetapi sampai beberapa jenak tak juga nona itu menggerakkan kakinya

"Ho, mengapa tak mau ?" si blo'on mengangkat muka, "O, engkau hendak memukul ? Bukankah tadi engkau sudah dua kali memberi tamparan kepadaku ? Apa masih belum puas ? Baik, baik, pukullah kepala !" Ia songsongkan kepalanya kemuka menunggu pukulan tetapi sampai beberapa jenak, belum juga si dara memukul. Cepat ia memandangnya : "Lho, mengapa engkau diam saja?"

Bukan kepalang geram si Walet-kuning. Wajahnya merah padam : "Bedebah, jangan keliwat menghina si Walet-kuning. Kalau mau bunuh, bunuhlah aku !"

Pemuda blo'on membelalakkan matanya lebar-lebar : "Apa? Bukankah engkau hendak memukul aku? Mengapa engkau minta aku membunuhmu?"

Karena jalan darah lengannya tertutuk kerangka pedang, si Walet-kuning tak dapat berkutik. Sekalipun karena jatuh, kerangka pedang itu mencelat dan secara tak sengaja kebetulan mengenai jalan darah sinona, namun nona itu mengira kalau gerakan itu memang sengaja dilakukan oleh pemuda blo'on. Ia anggap pemuda blo'on itu memang hendak mempermainkannya.

"Hm, jangan gila-giiaan. Bunuh saja aku daripada engkau bikin malu begini !"

"Bikin malu ? Mengapa aku membikin malu kepadamu ?" makin heranlah pemuda blo'on itu.

"Jahanam, engkau menutuk jalandarah siku lenganku sehingga aku tak dapat bergerak, mengapa masih berlagak pilon ?" damprat si dara.

"Heh, heh, heh," tiba-tiba pemuda blo'on tertawa geli, "lucu, lucu sekali engkau ini. Menjamahpun tidak, mengapa engkau bilang aku menutuk siku lenganmu !"

"Engkau timpuk dengan kerangka pedang, tolol!"karena geramnya nona itu sampai hampir muntah "O, ya, ya sudah," kata pemuda blo'on. Sebenarnya ia tak tahu apa sebab kerangka pedang yang mencelat dari tangannya itu dapat menyebabkan sinona tak dapat berkutik. Tapi karena kuatir dara itu marah, terpaksa ia mengiakan saja "lalu bagaimana sekarang ?" 

"Bunuhlah aku !" teriak Walet-kuning.

"Bunuh? Huh, ngeri dong, "si blo'on mengerenyut dahi, "aku tak pernah membunuh. Jangarkan membunuh orang, ayampun aku ngeri. Suruh apa saja aku mau asal jangan engkau suruh bonuh.”

"Kalau engkau tak mau membunuh, mengapa tak engkau buka jalandarahku yang engkau tutuk ini?” seru si dara.

"Membuka jalandarahmu? Ya, baiklah," kata blo'on tetapi pada lain saat ia cepat berteriak! "hai. bagaimana caranya ? Dimana jalandarahmu itu ?"

"Jangan berlagak pilon. jalandarah jiok-ti-hiat dilenganku ini." teriak dara yang mengira pemuda blo'on itu memang sengaja hendak memperolok dirinya.

Sudah beberapa kali ia berusaha menyalurkan tenaga- dalam membuka jalandarahnya yang tertuuk itu. Tetapi walaupun ia telah berusaha sekuat tenaga namun tetap gagal. Jalandarahnya yang tertutuk itu seolah-olah macet. Diam- Diam ia makin terkejut dan makin percaya bahwa pemuda yang umpaknya blo'on itu ternyata memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.

Bahwa beberapa kali pemuda itu berlagak tak tahu, tentulah sengaja hendak mempermainkan dirinya. Maka karena geram, marah, jengkel, dan putus asa bercampur aduk dalam hati, nona itu menangis . . . "Hai," pemuda blo'on melonjak kaget, "mengapa engkau menangis ?"

Tetapi nona itu tak mau mempedulikan. Ia pejamkan mata tak sudi melihatnya.

Si blo'on makin bingung dan kelabakan. Ia tak tahu apa sebab nona itu tiba-tiba menangis. Dan diperhatikannya pula nona itu masih tetap mengacungkan tangannya kanan keatas seperti hendak memukul. Dan yang lebih aneh pula, nona itu diam saja tak bergerak

"Nona, mengapa engkau ? Engkau mengatakan aku menutuk jalandarahmu, tetapi aku sungguh tak merasa melakukan hal itu. Sudahlah jangan menangis, katakanlah apa yang engkau hendak suruh aku melakukan ?"

Tetapi si Walet-kuning sudah keliwat jengkel. Ia tak mau menggubrisnya lagi dan tetap menangis terus.

"Nona, kalau engkau tak mau berhenti menangis, aku hendak pergi saja mencari otak naga. Engkau jangan pergi kemana-mana dulu, setelah mendapatkan obat itu, aku tentu segera datang kesini lagi ..."

Serentak nona itu terus membuka mata dan berteriak : "Hai, tolol, tunggu ! Hendak kemana engkau ?"

"Cari otak naga. Bukankah engkau katakan hanya otak naga yang dapat menyembuhkan otakku yang hilang itu ?"

Dada Walet-kuning benar-benar mau meledak, ia hanya berolok-olok tetapi ternyata pemuda tolol itu benar-benar percaya. Dan celakanya kalau dia pergi siapa yang akan menolong membuka jalandarahnya yang tertutuk itu ? Pergi  ke Laut Hitam bukan sejam dua jam sehari dua hari atau sebulan duu bulan, tetapi mungkin sampai beberapa tahun. "Engkau gila!" teriaknya, "Laut hitam itu jauh sekali, kalau engkau kesana mungkin sampai setahun dua tahun baru datang kesini. Dan aku bagaimana . . .”

"Silahkan engkau pulang dan tiap hari datanglah kemari untuk menengok apakah aku sudah kembali," kata si blo’on seenaknya saja.

”Hai, tolol, apakah engkau sungguh-sungguh tak tahu?" teriaknya.

"Tahu apa ?"

"Karena siku lenganku tertutuk, aku tak dapat menggerakkan tubuhku?"

Blo'on melonjak seperti terpagut ular : "Hai, jadi engkau tak dapat bergerak ? Apakah engkau mau jadi patung ?"

Walet-kuning benar-benar mau muntah darah karena marahnya mendengar ocehan si blo'on yang tak keruan itu : "Ya, sudahlah, pergilah engkau biar aku jadi patung disini."

Akhirnya karena jengkel sinona menjerit.

Blo'on melongo, garuk-garuk kepala dan berseru : "Ai, ai serba salah. Kuminta engkau suruh aku melakukan apa, engkau diam saja. Aku pergi, engkau marah-marah. Habis bagaimana ?"

Tetapi nona itu diam saja. Ia pejamkan mata tak sudi melihat cecongor si blo'on.

"Nona, beritahu kepadaku, bagaimana cara untuk membuka jalan darahmu itu r"

Walet-kuning tetap membisu.

"Nona, engkau salah faham," bujuk si blo'on, "aku benar- benar tak mencelakai mu, pun sungguh tak mengerti tentang ilmu menutuk jalandarah engkau lurus percaya seperti engkau harus percaya pula bahwa aku bukan pembunuh suhumu . . .

Si dara tetap diam.

"Hai, mengapa diajak bicara diam saja?" si blo'on garuk- garuk kepala, "apakah dia benar sudah jadi patung yang tak dapat bicara?"

Diam-Diam diawasinya nona itu. Dari atas kepala sampai ke ujung kaki. Diam-Diam ia mendapat kesan bahwa dara itu cantik. Tetapi ia heran mengapa tangannya mengacung  keatas seperti hendak meninju. Lalu timbul pertanyaan lagi dalam hatinya, apakah yang menyebabkan tangannya terus saja mengacung keatas itu ?

"Ah, biarlah kuperiksanya," akhirnya ia memutuskan lalu berkisar maju. Didapatinya lengan dara itu tak terluka sama sekali. Aneh, mengapa tak mau menurunkan saja. Ia memberanikan diri untuk memegang lengan si dara, dicobanya untuk menurunkan. Uh. uh . . ia mendesus. Mengapa tangan itu kaku sekali ?

la lepaskan cekalannya lalu mengangkat tangannya sendiri keatas menirukan gaya nona itu Digerak-gerakkannya tangannya sendiri turun naik beberapa kali, katanya : "Ah, begini mudah sekali, mengapa dia tak mampu ? Asal sikunya digerakkan, tangan tentu akan turun ..."

Dengan mendapat pikiran semacam itu, dipegangnya siku lengan dara itu lalu dipijatnya dan...

"Hai, dapat bergerak . . . !"

Tetapi belum habis ia berseru, tiba-tiba tangan si dara bergerak mendorong dadanya. Uh . . bluk , si blo'on terdorong jatuh ketanah, Ternyata pada waktu pergelangan siku lengan nona itu dipijat si blo'on serentak terbukalah jalandarahnya yang tertutuk. Dan serentak itu juga ia menghantam si blo'on sehingga terpelanting jatuh.

"Hai, aku sudah menolongmu, mengapa engkau malah memukul aku?" si blo'on menegur. Tetapi Walet-kuning tak peduli. Dengan gemas ia menendang pemuda itu dan menghajarnya. Untuk menghindarkan diri, blo'onpun terpaksa berguling-guling ditanah. Tetapi nona itu tak mau memberi ampun lagi. Ia merasa telah dipermainkan maka saat itu ia hendak membalas sepuas-puasnya.

Karena berguling-guling di tanah, pakaian pemuda blo'on kotor semua, begitu pula kulit mukanya bergurat-gurat lantai batu yang tak rata. Karena sakit lama kelamaan timbul pikiran si blo'on untuk menghentikan amukan dara itu. Pada saat tinju Walet-kuning melayang, si blo'onpun cepat menyambar. Nona itu terkejut, bahkan si blo'on sendiri juga. Ia tak kira kalau gerak tangannya begitu cepat sekali diluar kehendaknya. Cret, tangan sinona dapat dicengkeramnya dan menjeritlah dara itu kesakitan : "Ih . . .”

Walet-kuning hendak meronta tetapi ia rasakan tenaganya merana. Cengkeiaman si blo'on telah melunglaikan sendi-sendi uratnya.

"Mengapa engkau menghajar aku?" tegur pemuda blo'on itu.

Walet-kuning tahu bahwa ia berhadapan dergan seorang anakmuda yang aneh. Tolol tetapi sakti. Apabila ia berkeras kepala, kemungkinan pemuda itu marah, tentulah akan meremas tangannya. Mati ia tak takut tetapi kematian itu berarti kematian yang sia-sia. Ia tak dapat membalaskan sakit hati suhunya yang dibunuh pemuda itu. Maka lebih baik untuk sementara ia menggunakan siasat lunak, membawanya ke markas agar diadili oleh para tetua partai perkumpulannya.

"Engkau hendak menghancurkan tanganku ?" lengking si dara menantang.

"Tidak," sahut si blo'on, "mana aku mampu?"

"Kalau tidak mengapa engkau memegang tanganku? Cis, tak malu. anak laki pegang-pegang tangan anak perempuan, hayo lepaskan!" bentak Walet-kuj ning.

"Ya, akan kulepas tetapi bagaimana kalau engkau memukul aku lagi ?"

"Hm ..."

"Maukah engkau berjanji takkan memukul aku” tanya si blo'on.

"Tergantung pada engkau. Kalau engkau memberi keterangan yang jujur, aku tentu tak marah.”

"Ya, ya, baiklah, "si blo'on girang dan segera lepaskan cekalannya. Lalu bertanya : "Nah sekarang tanialah."

"Engkau membunuh suhuku ?" "Tidak !"

"Sungguh ?"

"Sungguh mati, nona. Aku berani disumpah.”

"Tetapi yang ada disini hanya engkau. Punggung suhu tertikam pedang dan kerangka pedang itu berada ditangahmu. Tanganmupun berlumuran darah. Bagaimana engkau masih berani menyangkal?”

"Mengapa tak berani? Kalau aku membunuh tentu aku mengaku membunuh. Tetapi aku tak merasa melakukan hal itu. Aku berada disini, memegang kerangka pedang dan tanganku berlumuran darah, itu tak kuketahui semua. Aku sendiri juga heran tetapi aku tak dapat mengingat apa yang telah terjadi pada diriku. Bahkan namaku dan siapa diriku, akupun tak tahu. Otakku seperti hilang."

"Bohong !"

Serta merta pemuda blo'on itu berlutut di-hadapan Walet- kuning. Dengan mata berlinang-linang dan suara terharu ia berkata: "Nona manis, kalau engkau kasihan padaku, berilah aku obat agar otakku sembuh. Tetapi kalau engkau tak kasihan, tak apa. Tetapi kuminta engkau mau percaya pada keteranganku. Setidak-tidaknya untuk sementara waktu ini sampai aku sudah sembuh, sudah dapat mengingat segala apa. Maukah ?"

Melihat wajah si blo'on yang cakap dan bersih, timbullah kesan Walet-kuning bahwa pemuda itu seorang yang jujur. Adakah pemuda itu benar kehilangan daya ingatannya ? Sejenak merenung, akhirnya ia memutuskan untuk mengajaknya ke markas perguruannya dan menghadapkan kepada beberapa tokoh yang berwewenang.

"Baik, tetapi engkau harus mau kubawa ke markas perguruanku. Disana ada beberapa cianpwe yang akan memeriksamu. Kalau engkau memang tak bersalah engkau tentu dibebaskan dan akupun bersedia mengantar engkau mencari otak naga itu."

"Benar?"

"Ya."

"Baik, baik," teriak pemuda blo'on itu tetapi tiba-tiba ia kerutkan dahi, apakah 'cianpwe' itu? Dia manusia atau binatang?" Si dara mau marah karena merasa hendak dipermainkan tetapi demi melihat kesungguhan wajah pemuda itu, diam- diam ia kasihan juga. Dari marah ia menjadi geli.

"Cianpwe itu adalah orang tua, dalam kalangan persilatan ialah orangtua yang tinggi ilmu kepandaiannya," menerangkan si dara.

"O." desuh si blo'on "mari kita pergi."

"Tunggu," seru si dara ketika melihat begitu omong, terus saja si blo'on ayunkan langkah," bagaimana dengan mayat suhuku ?"

"Ah, kurasa biar disini, jangan dipindah-pindah agar memudahkan cianpwe-cianpwe itu memeriksa keadaannya."

"Dan suko ?"

"Apa itu suko ?" tanya si blo'on.

"Eh, engkau ini bagaimana, sudah hampir satu setengah hari aku berteriak menyebut suko, mengapa engkau belum tahu juga? Itu," ia menuding ke arah Rajawali-mata-biru yang masih menggeletak pingsan, "suko-ku ialah engkoh seperguruanku, mengerti ?"

"Ya, ya," kata si blo'on, maksudmu bagaimana?” "Dia terluka dan pingsan, harus kita bawa pulang."- "Ya, benar."

"Lalu siapa yang membawa ?" tanya si dara.

"Lha siapa ya?" blo'on balas bertanya, "bagaimana kalau engkau ?" "Gila" desuh Walet-kuning, "aku seorang gadis bagaimana disuruh memanggul seorang anak laki Dan lagi aku tentu tak mampu membawanya melompati jurang karang ?"

"Mengapa tak dapat ?" "Ih, apa engkau mampu”

Blo'on belum melihat betapa keadaan jurang karang yang memisahkan puncak disitu dengan puncak diseberang. Demi untuk menyenangkan hati si dara ia membusungkan dada : "Anak laki-laki harus mampu dan tentu bisa melompati jurang."

"Bagus " seru Walet-kuning, "sekaiang engkau panggul sukoku itu dan marilah kita keluar."

Kali ini si blo'on sangat mendengar kata. Ia mengangkat tubuh Rajawah-mata-biru lalu dipanggulnya. Ia heran mengapa tubuh pemuda yang masih pingsan itu terasa ringan sekali.

Tak berapa lama setelah melalui beberapa gunduk karang mereka tiba disebuah tepi karang yang buntung. Si dara berhenti.

"Nah, kita harus melompati jurang pemisah ini untuk mencapai tepi karang diseberang," katanya seraya menunjuk kekarang seberang, "kemudian» kita menuruni karang itu, melintasi sebuah hutan dan baru tiba di markas perguruanku."

Si blo'on memandang kebawah. Demi melihat betapa dalam jurang itu. hingga dasarnya sampai tak kelihatan, blo'on mendesis kaget : "Aduh . . ngeri aku !"

"Ngeri ? Kenapa ?" tanya Walet-kuning. "Jurang ini ternyata dalam sekali. Kalau jatuh bukankah tubuhku hancur lebur ?" "Benar," sahut si dara, "tetapi engkau memmiliki ilmu meringankan tubuh yang hebat. Tak mungkin akan terjatuh."

"Benar . . eh, apa katamu? Ilmu meringakan tubuh? Apakah ilmu meringankan tubuh itu?”

"Dalam istilah persilatan ilmu meringankan tubuh itu disebut ginkang. Seorang yang ginkangnya tinggi dapat melayang di udara sampai beberapa meter tingginya. Engkau tentu bisa, bukan?”

"O, begitu," kata si blo'on, "tetapi aku tak bisa !"

Walet-kuning sudah muak mendengar kegilaan si blo'on. Ia anggap pemuda itu memang suka berolok-berolok saja tetapi sebenarnya memiliki ilmu kepadaian yang sakti. Maka ia tak mempedulikannya lagi.

"Sekarang engkau atau aku yang lompat ke sana lebih dulu?" tanya Walet-kuning.

"Tetapi aku tak dapat. Ih . . ngeri," kembali ia mengeluh ketika melongok kebawah.

"Kutunggu diseberang sana," Walet-kuning terus enjot tubuhnya melambung keudara. Dan pada lain kejab, dara itupun sudah berdiri ditepi puncak yang terpisah tiga empat tombak dari puncak tempat blo'on berdiri.

"Hayo, lekas engkau. Dan jangan lupa panggullah suko-ku

!" seru si dara

Si blo'on terlongong-longong. Bagaimana mungkin ia dapat melintasi jurang yang lebarnya tiga empat tombak. Apalagi disuruh memanggul seorang yang terluka.

"Aku tidak bisa, nona! Sungguh mati sampai tujuh kali akupun bersedia kalau aKu bohong. Aku memang tak mampu

!" teriak si blo'on. ”Lekas . . . !" teriak Walet-kuning pula yang sudah tak mau mempedulikan ocehannya. Ia anggap pemuda blo'on itu tentu dapat.

"Tidak " balas blo'on tak kalah kerasnya, "apakah engkau hendak suruh aku mati dibawah dasar jurangini? O, betapa kejam engkau ini, nona."

Walet-kuning termenung. Kalau ia memaki, sia-sia saja- Pemuda blo'on itu sudah kebal dimaki. Lebih baik ia cari siasat agar pemuda itu bangkit semangatnya.

"Hai, blo'on, kalau engkau takut, letakkan suko-ku ditanah dan pergilah engkau. Walaupun aku seorang anak perempuan tetapi tak sudi kalah dengan anak lelaki semacam engkau. Mentang-Mentang berani buka bacot, menepuk dada sebagai

anak laki-laki, tetapi nyatanya, cis . . melompati sebuah  jurang begini saja tak berani. Berani berjanji tetapi tak malu menjilat ludah !"

"Ludah siapa yang kujilat ?" teriak blo'on.

"Ludahmu sendiri! Bukankah engkau tadi berjanji mau menggendong suko pulang ke markas? Mengapa sekarang nyalimu mengkeret ?"

"Hai, anak perempuan,jangan engkau terlalu menghina padaku. Engkau kira aku tak berani melompati jurang ini ? Lihatlah saja nanti !" tiba-tiba blo'on berteriak lalu pasang kuda-kuda. Setelah menahan napas ia terus enjot kakinya mengantar tubuhnya melayang keudara, melintasi mulut jurang yag menganga beberapa meter itu.

Blo'on hanya dirangsang panasnya hati mendengar ejekan Walet-kuning. Ia tak menyadari bahwa loncatan itu adalah loncatan maut. Apabila gagal, pasti ia akan melayang turun kedasar jurang yang dalamnya beberapa ratus meter.

"Uh, ternyata mudah saja," pikirnya ketika melayang diatas mulut jurang. Dan ia tak merasakan suatu beban apa-apa walaupun menggendong tubuh Rajawali mata-biru yang masih pingsan.

Tetapi ketika hampir mencapai tepi karang, tiba-tiba ia menunduk kepala dan : "Hai, tolongng...!" ia menjerit sekuat- kuatnya dan tubuhnyapun segera meluncur kebawah jurang. Rasa kejut dan takut yang hebat telah menghentikan darah dalam tubuh anak itu sehingga tubuhnya berat dan meluncur kebawah.

"Hai, awas, tubuhmu tentu hancur lebur" teriak Walet- kuning.

Teriakan si dara itu membuat blo'on gelagapan.

Seketika ia kencangkan urat-urat, mengempos semangat dan bergeliatan meronta-ronta. Tubuhnya yang sudah meluncur turun itu melambung keatas lagi. Dan sekali blo'on ayunkan tubuh makaiapun melayang ketepi karang, tak berapa jauh dari tempat Walet-kuning.

"Ah . . . ," Walet-kuning menghela napas longgar, "mengapa engkau tiba-tiba menjerit lagi ?"

"Ai, ngeri sekali melihat jurang yang begitu dalam." kata blo'on, "eh, apakah aku masih hidup ?"

"Ya." "Aneh," kata blo'on garuk-garuk kepala, "mengapa aku dapat melompati jurang yang begitu lebar dengan menggendong orang ?"

"Ginkangmu hebat sekali," seru Walet-kuning

"O, begitu ?" tanya blo'on, "mengapa aku tak merasa ?"

Walet-kuning tahu makin digubris, pemuda itu maikin menjadi-jadi blo'onnya. Maka cepat ia mengajaknya berangkat menuju ke markas perguruan-

"Berapa jauhnya ?" tanya blo'on.

"Lebih kurang dua tigapuluh li," sahut si dara. "Apakah nama perguruanmu ?"

"Hea-san-pay "

"Siapakah nama gurumu itu?" tanya blo'on pula "Kam Sian-hong."

"Bagus sekali nama itu, sayang orangnya sudah... ?” "Engkau bunuh!" Walet-kuning menukas geram

"Ah, engkau rupanya tak percaya kalau aku merasa membunuh suhumu."

"Hm, nanti didepan keempat tiang-lo Hoa-san-pay baru dapat kita ketahui engkau bohong atau tidak."

”Siapakah empat tiang-lo itu ? Manusia atau bukan ?" tanya blo'on.

Walet-kuning deliki mata dan membentak: ”Jangan kurang ajar ! Keempat tiang-lo itu adalah empat orang tetua atau tokoh angkatan tua dari Hoa-san-pay. Walaupun mereka bukan ketua, tapi kedudukan mereka amat tinggi. Setiap ada persoalan, suhu tentu minta pendapat mereka." "O, kalau begitu tentu sudah tua renta sekali ?"

"Yang paling muda sendiri sudah berumur delpanpuluh tahun. Yang tua hampir seratus tahun."

"Siapa nama mereka ?" tanya blo'on.

"Tertua bernama Naga-besi Pui Kian. Kedua Garuda-emas Lim Cong, ketiga ialah Beruang-sakti Han Tiong dan keempat, Naga-besi Pui Kiat".

"Uh, seram benar," kata blo'on, "lalu siapa lagi?" "Masih banyak. Tak perlu kusebutkan narma-narmanya "Dan engkau sendiri?”

"Walet-kuning Ui Hong-ing." "Sukomu?"

"Beruang-mata-biru Ong Gwan." "Lalu ..."

"Engkau ?" tukas si dara Hong-ing. "Wan-ong-kiam."

Mau tak mau Hong-ing tertawa juga. Jelai nama itu adalah tulisan pada pedang yang tertancap dipunggung suhunya.

"Wan-ong-kiam itu nama pedang, bukan nama orang", serunya.

"Habis, aku tak ingat namaku lagi." "Mau kuberi nama?" tanya Hong-ing. "Ya, mau."

"Bagaimana kalau Blo'on?" "Apa artinya blo'on?" "Bego."

"Apa artinya bego itu ?" desak si blo'on. "Goblok, tolol, kocluk seperti engkau!"

"O, bagus, bagus. Ya, namaku si Bloon sajalah," seru pemuda itu gembira.

Hong-ing benar-benar seperti dikili-kili hatinya Muak-Muak geli. Masakan diberi nama blo'on malah begtu gembira sekali.

"Engkau tak malu dipanggil Blo'on'" tanyanya

"Malu? Mengapa harus malu? Nama itu hanya untuk mengenal dan membedakan. Kalau orang menertawakan nama itu, bukanlah salahku. Tetapi salah orang yang memberi."

"Aku?" tanya si dara Hong-ing.

"Ya, tetapi jangan kuatir. Blo'on itu bukan nama yang jahat, bukan pula nama yang jelek. A-ku berterima kasih kepadamu untuk pemberian nama itu. Bukankah didunia ini hanya aku seorang yang mempunyai nama Blo'on ?"

Saat itu mereka sudah menuruni tanjakan karang dan tengah menjelang melintasi sebuah hutan pohon siong. Sekonyong-konyong muncul tiga jenis binatang. Seekor anjing kuning sebesar anak kerbau, seekor monyet hitam dan seekor burung rajawali. Ketiga binatang itu menyongsong Blo'on. Anjing kuning terus menjilat-jilat kaki Blo'on. Monyet hitam loncat duduk diatas bahu dan burung rajawali hinggap dikepala si Blo'on Karena sedang mendukung Rajawali-mata- biru Ong Gwan yang pingsan, terpaksa si Blo'on memegangi tubuh Ong Gwan supaya tidak jatuh hingga ia tak dapat berbuat apa-apa ketika ketiga binatang itu menyerbunya. Mata Blo'on berkicup-kicup. Rasanya ia pernah melihat ketiga binatang itu tetapi ia lupa sama sekali dimana dan kapan pernah berjumpa.

”Hai, apakah binatang peliharaanmu ?" tanya Hong-ing. "Bukan, aku tak kenal mereka !"

"Kalau begitu, biar kuhalaunya agar jangan mengganggumu," seru Hong-ing.

Dara itu kuatir si Blo'on tak tahan diganggu monyet dan burung la lu lepaskan pegangan tangannya. Sukonya tentu kan terlepas jatuh."

"Jangan, biarkan saja . . ," cepat-cepat si Blo'on mencegah tetapi terlambat. Hong-ing sudah lebih dulu menghantam simonyet hitam Duk . . .

"Aduh . . '" Blo'on menjerit karena bahunya dihantam Hong- ing. Memang ketika tinju sida berayun, monyet hitam itu sudah loncat ke udar lalu duduk lagi di bahu si Blo'on. Tinju Hong-in mendapat bahu si Blo'on.

Hong-ing terkejut. Ia heran mengapa monyet itu sedemikian gesit gerakannya. Kali ini ia hendak memukul burung rajawali yang hinggap di kepala si Blo'on.

”Plak . . . aduh !" kembali si Blo'on menjerit "budak perempuan setan, mengapa engkau memukul kepalaku !"

Hong-ing tertegun sekali. Ia seorang dara yang tinggi ilmusilatnya. Pukulannya itupun dilancarkan cepat sekali. Tetapi ternyata burung rajawali itupun amat tangkas. Begitu tinju si dara melayang, burung itu segera terbang ke udara dan hinggap pula di atas kepala Blo'on.

"Hai, budak perempuan, jangan gila-gilaan Kalau memukuli kepalaku, sukomu tentu kulepaskan !" Si dara hanya menyeringai. Tanpa berkata apa-pa ia menendang anjing kuning yang selalu melibat kaki si Blo'on hingga mengganggu jalannya. Plak....

"Aduh . . " si Bloon menjerit dan rubuh. Anjing kuning lompat kesamping, lutut si Blo'on termakan tendang Hong-ing dan rubuhlah pemuda itu.

"Anak perempuan," Blo'on geleng-geleng kepala, "tak jadi saja !"

Hong-ing tercengang : "Apa yang tak jadi?"

„Nama itu, ya nama Blo'on yang engkau berikan kepadaku. kukembalikan kepadamu saja. Pakailah sendiri karena ternyata engkau ini seorang gadis yang blo"on "

Hong-ing tahu apa yang dimaksudkan pemuda itu. Merahlah mukanya. Tiga kali ia menyerang tiga binatang, tetapi selalu luput. Diam-Diam ia heran. Sesaat kemudian penasaran. Masakan dia kalah dengan binatang saja !

"Uh, siapa yang blo'on? Aku hendak mengusir binatang yang mengganggumu itu, mengapa engkau marah?"

"Apakah begitu caranya mengusir. Binatang tidak pergi, aku yang menjadi korbanmu !"

"Jangan ngoceh ! Lihat kuusirnya !" Walet-kuning mulai lagi untuk menyerang. Tetapi sejak si Blo'on jatuh, rajawali, kera dan anjing kuning sudah bersatu tegak disamping pemuda itu. Monyet menunggang punggung anjing, burung rajawali hinggap di kepala si monyet.

Waktu Hong-ing menyerang, ketiga binatang itupun serempak menyongsong. Anjing menggigit kaki si dara, monyet loncat ke bahu dan rajawali menyambar kepala. ”Ih . . ," Hong-ing terkejut dan loncat menghindar ke samping. Namun ketika binatang itupun kembali lagi berdiri di samping si Blo'on.

Hong-ing heran, serunya : "Hai, Blo'on, binatang itu tentu peliharaanmu. Kalau tidak masakan selalu melekat engkau saja. Dan merekapun tahu juga berkelahi."

"Aku sendiri juga heran," seru Blo'on, "aku tak kenal dengan mereka tetapi mengapa mereka menjaga aku ?" tiba- tiba ia berpaling kepada binatang itu, tegurnya: "Hai, engkau, aku tak kenal kepada kamu, hayo, enyahlah !"

Tetapi ketiga binatang itu malah ribut. Anjing menyalak, monyet bercuit-cuit dan rajawali-pun bersuit nyaring. Seolah- olah tertawa-tawa mendengar si Blo'on bicara.

"Pergi . . . !" si Blo'on bangkit dan berteriak keras mengusir. Tetapi tetap ketiga binatang itu diam saja. Karena jengkel, si Blo'on menendang-Ketiga binatang itu hanya menyingkir beberapa langkah saja, tetap tak mau pergi. Demikian tiap kali si Blo'on memburu, memburu, mereka nyingkir tetapi berhenti lagi.

"Kubantu engkau mengusir mereka !" teriak Hong-ing terus lari hendak menyerang. Tetapi ketiga binatang itupun serempak menyerang si dara.

Kalau si Blo'on yang menghalau, mereka hanya menyingkir. Tetapi kalau Hong-ing yang mengusir mereka serempak menyerang.

Akhirnya karena kewalahan, Hong-ing berseru: "Sudahlah, jangan hiraukan ketiga binatang itu. Mari kita lanjutkan perjalanan lagi !" Tak berapa lama merekapun tiba disebuah lembah. Sebuah bangunan yang luasnya hampir menduduki seluruh lembah, dipagari dengan dinding batu. Sepintas pandang menyerupai sebuah markas tentara.

Begitu Walet-kuning Hong-ing masuk bersama seorang pemuda yang memanggul seorang yang terluka, beberapa anakmurid Hoa-san-pay segera mengerumuninya. Mereka adalah murid-murid tingkat kedua dan ketiga. Murid tingkat kesatu hanya lima orang. Ialah Ang Hin-liong, kedua Ko Seng- tik, ketiga Tian Hui-beng, keempat si Rajawali-mata-biru Ong Gwan dan kelima Walet-kuning Ui Hong-

"Mengapa Ong suko ?” tanya mereka.

"Lekas bawa suko kedalam " seru Hong-ing. berapa murid Hoa-san-pay segera menghampiri ketempat Blo'on dan mengangkutnya kedalam.

Seorang pemuda baju biru menjurahdihadapan Ulo'on; "Terima kasih atas pertolongan saudara membawa suko kami yang terluka ..."

"Hai, Gui sute, engkau salah ! Dialah yang melukai suko!" teriak Walet-kuning Hong-ing ketika melihat Gui Tik, murid tingkat kedua dari Hoa -san-pay menghaturkan terima kasih kepada Blo'on.

"Hai ?" Gui Tik yang sedang membungkukkan tubuh berhenti setengah jalan dan cepat-cepat menegakkan diri lagi, "dia yang melukai suko ?"

"Jagalah baik-baik, jangan sampai dia lolos ! Aku hendak memberi laporan kepada keempat Tiang-lo!” kata Hong-ing terus melesat masuk kedalam gedung Mendengar keterangan Hong-ing, beberapa murid Hoa-san- paypun segera maju mengepun Blo'on. Blo'on diam saja.

"Hm, besar sekali nyalimu, bung, berani melukai suko kami

!"' dengus Gui Tik.

Blo'on hanya kicup-kicupkan mata tetapi tak menjawab. "Siapa namamu !" bentak Gui Tik.

Blo'on tak mau menjawab, la mengusap peluh yang membasahi mukanya. Tiba-Tiba jarinya membentur lubang hidung dan seketika iapun berbangkis "Hajingngng . . . !"

"Bangsat'" Gui Tik tiba-tiba menjerit dan memaki Karena hanya terpisah dua tiga langkah dengan-Blo'on, Gui Tik tertabur cairan ingus dari hidung si Blo'on. Rupanya  kuat sekali semburan hidung Blo'on itu sehingga mata Gui Tik terasa sakit seperti ditabur butir-butir pasir.

Gui Tik mencabut pedang dan maju menghampiri lalu mengangkat pedang: "Bilang, siapa nama mu?”

Blo'on mengangkat muka. Saat itu ia menghadap ke barat dan justeru matahari sudah berada disebelah barat. Karena muka menengadah, lubang hidungnyapun terlimpah sinar matahari. Seketika pula ia berbangkis lagi, hajingngng ....

Gui Tik menjerit dan menyurut mundur dua tiga angkah sambil mendekap mukanya. Melihat itu beberapa murid yang mengepung serentak hendak menyerbu. Tetapi melihat si Blo'on berdiri tegak sambil menyikapkan kedua tangannya kedada, murid-murid Hoa-san-pay itu berhenti. Sebagai murid perguruan silat merekapun pernah mendengar petuah suhunya bahwa orang yang memiliki kepandaian tinggi tentu tenang sekali sikapnya. Blo'on bersikap tenang karena sudah paserah asib. Tetapi sikap itu diartikan oleh murid-murid Hoa-san-pay sebagai sikap seorang yang berisi. Apalagi jelas mereka mendengar keterangan dari Hong-ig, bahwa Blo'onlah yang melukai Rajawali-mata-biru tetapi tetap berani datang ke markas situ. Kalau tidak mempunyai kepandaian sakti masakan dia berani bertindak begitu ? Bukankah Hoa-san-pay itu sebuah perguruan silat yang cukup ditakuti dan di indahkan kaum persilatan ?

"Bayar jiwa suko kami !" teriak Gui Tik seraya maju hendak menusuk.

"Jangan sute," tiba-tiba seorang pemuda bertul buh tinggi kurus berseru mencegah, "ingat pesan Hong-ing su-ci. Kita disuruh menjaga, bukan disuruh menyerangnya !"

"Tetapi dia ..."

"Dia tidak melarikan diri," tukas pemuda tinggi kurus pula. "maka kitapun harus mengindahkan pesan Hong-ing suci. Tunggu saja nanti keempat Tiang-lo yang membereskannya. Kalau kita bertindak sendiri tentu akan menerima hukuman karena dianggap lancang !"

Yang berkata itu Li Cong-bun, juga murid Hoa-san-pay tingkat kedua, suheng atau kakak seperguruan dari Gui Tik.

Gui Tik terpaksa menahan diri. Ia tak berani melanggar peringatan sukonya yang memang tepat.

"Saudara," kata Cong-bun dengan nada ramah kepada Blo'on, "mengapa saudara melukai suko kami ? Apakah urusannya?"

Blo'on tetap membisu. "Apakah saudara tak tahu kalau Hoa-san-pay itu sumber pencetak jago-jago silat yang Iihay ?"

Blo'on masih diam.

"Apakah kedatangan saudara ke markas Hol san-pay ini hendak menyerahkan diri atau hendak menantang kami?" masih Cong-bun bertanya sabaj

Blo'on diam.

"Mengapa saudara tak menjawab? Apakah benar-benar saudara memandang rendah kepada murid-murid Hoa-san- pay ?" nada Cong-bun mulai kurang puas.

Blo'on tak mau bicara.

”Hm, rupanya saudara memang bermaksud begitu. Baik, hayo, cabutlah senjatamu dan mari kita main-main barang beberapa jurus saja ! „ tantang Cong-bUn yang sudah hilang sabarnya.

Namun Blo'on tetap diam. Paling-Paling hanya hidungnya yang menyeringai.

"Apakah engkau bisu, bung !" teriak Cong-bun makin sengit.

Blo'on tetap diam.

"Hai, engkau memang bisu ! Celaka, mengapa seorang bisu seperti engkau berani melukai murid Hoa-san-pay !" seru Cong-bun seraya maju menghampiri dan siap hendak memukul. Tetapi sekonyong-konyong dari dalam gedung muncul berpuluh-puluh orang. Cong-bun hentikan tangannya.

Empat orang kakek tua berjalan dengan langkah goyang gontai, diiring oleh tiga orang pemuda. Dibelakang pemuda itu diiring oleh beberapa puluh murid-murid Hoa-san-pay. Rombongan anakmurid Hoa-san-pay yang mengepung segera memberi jalan kepada rombongan kakek tua itu.

Keempat kakek tua itu ialah yang disebut empat Tiang-lo dari Hoa-san-pay. Sedang ketiga pemuda tegap dibelakangnya itu ialah Ang Hin-liong, fci Seng dan Tian Hui-beng, murid tingkat pertama dari Hoa-san-pay dan suheng dari Rajawali- mata- biru serta Walet-kuning.

Sedangkan keempat kakek tua itu ialah keempat Tiang-lo. Yang paling tua sendiri Naga-besi Pui Ki, lalu Beruang-sakti Han Tiong, Kilin-emas Lim-Ping dan Serigala- bergigi-perak Bok Jiang. Mereka berhenti di hadapan si Blo'on.

"Anakmuda, siapakah engkau ?" Naga-besi Pui Kian yang paling tua mulai menegur.

"Lo-cianpwe menanyakan diriku atau namaku ?" Blo'on balas bertanya dengan menyebut locianpwe atau orangtua yang terhormat.

"Dirimu."

"Diriku ? Diriku ya aku ini," sahut Blo'on seraya menepuk- nepuk dadanya.

Jawaban itu membuat sekalian murid Hoal san-pay gempar. Dihadapan keempat Tiang-lo, masakan pemuda itu berani bersikap sekurangajar begitu

"Jangan kurang ajar!"bentak salah seorang dari kakek itu ialah Serigala-bergigi-perak Bok Jiangl "engkau tahu siapa yang engkau hadapi ini ?'

"Tahu," jawab Blo'on.

"Siapa ?" Seru Serigala-gigi-perak pula. "Empat orang kakek tua renta !" Jawaban Blo'on itu disambut dengan suara rang menggeram penuh kemarahan dari murid-murid Hoa san-pay Apabila keempat Tiang-lo itu mengizinkan, ingin sekali mereka meremuk pemuda kurang ajar

"Tahu nama kami?" masih Serigala-gigi-perak melanjutkan pertanyaan. Belum ada tanda-tanda ia marah. Mungkin dia hendak menjaga gengsi sebagai seorang cianpwe, tak boleh merendahkan diri berbantah dengan seorang anakmuda.

"Belum," sahut Blo'on, "tahu saja baru sekarang masakan sudah kenal namanya." Keempat Tiang-lo terkesiap.

"Ketahuilah, kami berempat ini adalah Tiang-lo dari Hoa- san-pay ..."

"O," sambut Blo'on tenang-tenang "Dan yang bertanya kepadamu tadi ialah Tiang-lo yang peitama ialah Naga-besi Pui Kian. "

"O," kembali Blo'on mendesuh kaget. Lalu berseru girang, "bagus, sungguh kebetulan sekali. Aku tak pergi jauh-jauh ke Laut Hitam. Ternyata disini juga terdapat naga !"

Sudah tentu keempat Tiang-lo dan murid-murid Hoa-san- pay terlongong-longong heran. Mereka tak tahu apa sebab anakmuda itu tiba-tiba saja begitu girang.

"Apa katamu ?" tegur Serigala-gigi-perak.

"Lo-cianpwe, aku menderita sakit yang aneh. hakku hilang sehingga aku tak ingat apa-apa lagi. Menurut keterangan anak perempuan yang membawa aku kemari tadi, penyakitku itu hanya dapat disembuhkan dengan makan otak naga. Kalau di- sini ada Naga-besi, bukankah aku dapat meminta otaknya untuk mengobati otakku itu ?" "Jahanam! Berani sekali engkau menghina Tianglo kami !" tiba-tiba seorang pemuda berteriak terus ! loncat kemuka hendak menyerang Blo'on.

"Hin-liong. jangan !" serigala-gigi-perak cepat mencegah tindakan Hin-liong murid pertama dari Hoa-san-pay. Dan pemuda itupun hentikan langkahnya.

"Otakmu hilang? Bagaimana engkau tahu kalau otakmu hilang?" tanya Serigala-gigi-perak.

"Aku tak ingat apa-apa, tak dapat berpikir. Bukankah karena otakku hilang ?"

Serigala-gigi-perak mendapat kesan bahwa pemuda itu memang tak waras pikirannya. Namun untuk lebih mendapat kepastian, ia harus mengajukan beberapa pertanyaan lagi.

"Siapa namamu ?"

"Nama dulu atau nama sekarang ?"

"Eh, apakah engkau mempunyai dua nama?". "Tentulah begitu."

"Siapa namamu yang dulu dan sekarang," masih Serigala- gigi-perak bersikap sabar.

"Namaku yang dulu, aku tak ingat lagi. Namaku yang sekarang ialah Blo'on."

"Blo'on ? Siapa yang memberi nama itu ?"

"Anak perempuan yang membawaku kemari itul”

"Oh," dengus Serigala-gigi-perak, "engkau merima mendapat nama itu ?"

"Ya, nama itu bagus sekali." Rupanya Serigala-gigi-perak menyadari bahwa dia terlalu banyak yang mengajukan pertanyaan. maka diapun segera berkata: "Blo'on, sekarang Pui suheng hendak bertanya kepadamu. Engkau harus menjawab yang benar."

"Ya," sahut Blo'on.

Setelah dipersilahkan Serigala-gigi-perak, maka Naga-besi Pui kian mulai mengajukan pertanyaan lagi: "Hai, anakmuda, engkau dari perguruan mana”

"Justeru itulah yang hendak kutanyakan kepada cianpwe sekalian." jawab Blo'on.

"Bertanya bagaimana?" Naga-besi kerutkan kening.

"Seperti yang telah kukatakan tadi, aku menderita suatu penyakit yang aneh otakku hilang, aku tak ingat apa-apa lagi. Bahkan siapa diriku, namaku asal usulku, aku tak mengerti. Maka aku hendak minta tulung kepada cianpwe dan sekalian saudara-saudara disini untuk memberitahu siapa diriku ini."

"Aneh," gumam Naga-besi Pui Kian, "kalau engkau tak  kenal dirimu sendiri bagaimana orang lain dapat mengenalmu?"

"Bukan begitu," sahut Blo'on, "kemungkinan diantara cianpwe dan saudara-saudara disini pernah melihat aku dan tahu siapakah diriku ini ?"

"Hm," dengus Naga-sakti Pui Kian lalu mengeliarkan pandang mata kearah murid-murid Hoa-san-pay: "Siapakah diantara kamu yang pernah melihat anak ini?

Murid-Murid Hoa-san-pay mencurahkan pandang maka kepada Blo'on lalu saling berpandangan dan telengkan kepala kemudian menyatakan tak kenal. "Nah, tidak ada murid Hoa-san-pay yang kenal padamu. Sekarang engkau harus berusaha untuk mengenal dirimu sendiri !" seru Naga-besi Pu kian.

"Tidak bisa !" bantah Blo'on, "sebelum otak ku kembali, mana aku bisa mengingat semua peristiwa yang lampau ?"

"Ngaco !" bentak Naga-besi Pui Kian.

"Eh, engkau tak percaya ? Begini saja, aku membutuhkan bantuanmu. Kalau engkau meluluskan, aku tentu dapat memberi keterangan yang jelas."

"Bantuan apa ?"

"Tadi cianpwe yang itu," Blo'on menunjuk kepada Serigala- gigi-perak, "mengatakan kalau engkau bergelar Naga-besi. Aku membutuhkan otak naga untuk menyembuhkan penyakitku itu. Boleh kah aku meminta otak itu dari engkau. Ya, sedikit sajalah sudah cukup ..."

"Bangsat, jangan kurang ajar!" Hin-liong cepat hendak maju menghajar. Tetapi dicegah oleh Naga-besi Pui Kian.

"Ya, akan kuberi. Tetapi lebih dulu engkau harus menerangkan mengapa engkau membunul Kam Sian-hong kaucu, ketua Hoa-san-pay?" Naga-besi.

"Aku tak membunuhnya !"

"Bohong ! Coba engkau ingat-ingat lagi !" Naga-besi Pui Kian.

"Tidak bisa, aku tidak ingat apa-apa lagi otakku macet.

Mungkin aku membunuhnya, mungkin tidak ..."

"Bukan mungkin lagi tetapi memang engkau telah membunuhnya. Sarung pedang dan darah di tanganmu itu, bukti yang jelas !" "Eh, bagaimana engkau tahu ? Apakah engkau melihatnya sendiri? Apakah engkau sudah menyaksikan mayat itu ?"

"Hong-ing telah memberi laporan kepadaku," kata Naga- besi Pui Kian. Tetapi pada lain saat ia pun menyadari bahwa sebelum memeriksa mayat Kam Sian-hong, ia memang belum mendapat gam baran jelas dan belum dapat menarik kesimpulan yang tepat.

"Gui Tik, Cong-bun, pergi ke guha dan ambillah jenazah suhumu kemari," Naga-besi segera memberi perintah kepada kedua murid tingkat kedua itu.

Gui Tik dan Cong-bun bergegas melakukan perintah.

"Hm, walaupun kusuruh mengangkut jenazah itu kemari tetapi bukan berarti bahwa engkau bebas dari tuduhan. Karena bagaimanapun juga, tetap engkau yang membunuhnya!" kata Naga-besi pada Blo'on.

"Aneh, aku tak kenal padanya, mengapa aku hurus membunuhnya ?" seru Blo'on.

"Sudah jelas, engkau tentu hendak merebut rumput Liong- si-jau yang berumur seribu tahun itu. Rumput yang jarang terdapat di dunia !”

"Tidak! Aku tak tahu rumput apa itu, bagai mana aku hendak merebutnya. Buat apa?" bantah Blo'on.

Naga-besi Pui Kian tertawa mengejek : "Memang pencuri tentu tak mau mengaku kalau tidak digebuk ..."

"Tetapi aku bukan pencuri ! Waktu aku bangun kulihat sesosok mayat. Aku sendiri heran mengapa tahu-tahu aku berada di guha itu."

"Baik," kata Naga-besi Pui Kian, "akan kubuktikan engkau benar mencuri rumput mustika itu atau tidak." "O, bagus, bagus, enkau bijaksana !" teriak Blo'on girang "Jangan terburu bergirang dulu," seru Naga besi, "engkau

dengarkan dulu cara yang hendak kulakukan untuk menguji engkau. Ialah begini, kalau engkau dapat menahan seranganku sampai tiga jurus, berarti engkau mencuri rumput mustika itu."

"Kalau tidak dapat menahan seranganmu” tanya Blo'on "Engkau harus mati !"

"O, bagus sekali cara itu . . eh, tidak, tidak Aku rugi, bisa menahan, dianggap pencuri. Kalau tidak bisa, harus mati.  Cara apa itu?" teriak Blo'on tak puas.

"Cara untuk menebus kematian seorang ketua seorang ketua perguruan silat yang terbunuh secara licik !"

"Tidak adil !" teriak Blo'on.

"Memang seorang pembunuh selalu menuduh hakim tidak adil," Naga-besi Pui Kian mendengus, "tetapi hutang jiwa harus bayar jiwa. Jika engkau dibunuh, engkau masih untung karena jiwa seorang ketua perguruan silat sebesar Hoa-san- pay hanya ditukari dengan jiwa seorang pemuda kerucuk."

"Kalau aku memang yang membunuh, tentu dengan rela kuserahkan jiwaku untuk dibunuh. Te tapi aku tak tahu dan tak ingat apa-apa lagi. Biarlah aku menemukan diriku yang hilang ini lebih dahulu, baru nanti aku akan datang kemari untuk membuat penyelesaian."

"Hm, enak saja engkau omong," dengus Naga-besi pula", seolah-olah engkau dapat berbuat sekehendak hatimu."

"Aku merasa tak bersalah, kalaupun bersalah juga aku tak ingat apa-apa lagi. Aku datang kemari bukan hendak menyerahkan diri tetapi hendak mencari pengenal diriku. Karena kamu tak ada yang kenal padaku, percuma aku berada disini. Aku segera angkat kaki saja ..." habis berkata Blo'on terus ayunkan langkah.

"Hm . . hayo, maju biar kutabas tubuhmu!" seru anak-anak murid Hoa-san-pay yang menghadang jaan, seraya lintangkan senjata.

Tiba-Tiba serangkum angin tajam bergelombang mendampar punggung si Blo'on sehingga karena gugup anak itupun hentakkan kaki dan melayangkan tubuhnya ke udara.

Beberapa anakmurid Hoa-san-pay yang hendak menghadang itu, terkejut sekali ketika Blo'on melayang melampau atas kepala mereka. Tetapi Blo'on sendiri juga heran mengapa ia rasakan tubuhnya amat ringan sekali.

Begitu melayang turun ketanah, Blo'on terus hendak melarikan diri tetapi alangkah kejutnya ketika seorang kakek sudah menghadang dihadapan. Dan ketika memandang kemuka ternyata kakek itu adalah Beruang-sakti Han Tiong, tianglo kedua dari Hoa-san-pay. Kakek itu digelari Beruang- sakti karena waktu mudanya seorang yang bertubuh tinggi besar, sekujur tubuhnya penuh bulu lebat. Dan yang istimewa, kedua tangannya lebih panjang dari tangan orang biasa, hingga mencapai lutut. Dengan ciri-ciri itulah maka orang persilatan memberinya gelaran si Beruang-sakti.

"Hm, monyet, jangan ngimpi engkau dapat melarikan diri " dengus kakek Beruang-sakti Han Tiong.

"Siapa yang engkau sebut monyet itu? Aku? Uh, apakah aku mirip dengan monyet ?" sahut Blo'on.

"Ya, engkau bukan mirip tetapi memang serupa dengan monyet yang kurang ajar dan harus disembelih.” "Aduh ! Apakah lo-cianpwe ini suka makan daging monyet ?

Enakkah daging monyet itu ?"

Sejak mendengarkan percakapan si Blo'on dengan "Naga- besi Pui Kian dan Serigala-gigi-perak tadi, Beruang-sakti Lim Ping sudah mempunyai kesan bahwa pemuda itu memang seorang blo'on dan suka bicara yang tak keruan. Maka ia tak mau tarik urat dengan pemuda itu.

"Jangan banyak mulut !" sekonyong-konyong Beruang-sakti ulurkan tangannya yang panjang untuk mengcengkeram dada si Blo'on.

"Ah, Io-cianrwe . . . ," karena ketakutan si Blo'on menyurut mundur selangkah dan luputlah cengkeraman tianglo Hoa-san- pay itu.

Gerak penghindaran yang dilakukan Blo'on itu sebenarnya karena rasa takut. Tetapi bagi Beruang-sakti, gerakan anak itu dianggapnya suatu gerak yang luar biasa. Dan memang diam- diam ia terkejut karena anak itu mampu meloloskan diri dari cengkeramannya yang disebut jurus Beruang-merogoh-hati. Suatu ilmu cengkeraman yang hebat dan jaang dapat dihindari oleh tokoh-tokoh persilatan yang pernah bertempur dengan dia.

"Hm, hebat benar kepandaianmu !" dengus Beruang-saKti seraya memburu maju dan mencengkeram bahu Blo'on.

Gerakan itu disebut jurus Beruang-menyambar ikan-lele. Menggambarkan seekor beruang yang sesedang berburu ikan dalam sungai. Setiap tampak ikan unjuk diri dalam air, dengan gerak yang cepat, beruang itu tentu menyambarnya.

'Uh . . ," Blo’on terkejut dan condongkan tubuhnya kebawah untuk menghindar. Tetapi cengkeraman Beruang-sakti lebih cepat. Apalagi tangannya yang panjang, banyak membantunya. Bahu Blo'on tercengkeraman dan anak itu meringis kesakitan.

Sebelum ajal berpantang maut. Demikian pula Blo'on. Karena ingin melepaskan diri dari cengkeraman besi, tanpa disadari ia gerakkan tangan kanannya untuk menghantam tangan orang yang mencengkeram bahu kirinya. Plak . . . Beruang! sakti terkejut,,, ketika tangannya serasa terhantam sebuah paluiv-besi. Lengannya gemetar dan cengkeramannyapun terlepas. Sebelum melepaskan cengkeramannya, ia mendorong bahu pemuda itu.

"Uh .... uh....." mulut Blo'on mendesuh dan tubuhnya terhuyung-huyung lima enam langkah dan jatuhlah ia terduduk di tanah. Ketika memandang bahu kirinya ternyata; bajunya telah robek, berlubang sebesar cengkeram tangan orang.

Beberapa murid Hoa-san-pay tingkat dua, begitu mengetahui Blo'on jatuh, cepat mereka loncat hendak meringkusnya. Tetapi timbullah naluri Blo'on sebagai seorang manusia yang hendak mempertahankan hidup, tiba-tiba merangkum segenggam pasir lalu ditaburkan.

"Aduh . . aduh . . " terdengar jerit pekikan dari murid-murid Hoa-san-pay yang hendak meringkus-nya ketika muka dan mata mereka tertabur pasir, entah bagaimana, butir-butir pasir yang ditaburkan Blo'on seperti berobah menjadi percikan besi baja sehingga biji mata mereka seperti pecah dan wajah mereka seperti ditusuki jarum-jarum yang tajam. Sakitnya bukan alang kepalang.

Sambil mendekap muka, murid-murid Hoa-san-pay itu serempak mundur beberapa langkah. "Jahanam, jangan terlalu menghina murid Hoa-san-pay." Ang Hin-liong, murid pertama dari mendiang ketua Hoa-san- pay, apungkan tubuh melayang ke hadapan Blo'on dan membentaknya, "hayo, keluarkanlah senjatamu dan mari kita bertanding !"

Blo'on bangun segan-segan dan segan-segan pula ia menjawab : "Kedatanganku kemari untuk mencari orang yang dapat mengenal diriku. Bukan untuk berkelahi. Kalau engkau mau berkelahi, berkelahi-lah sendiri. Aku tak dapat berkelahi !"

"Lekas cabut senjatamu !" bentak Ang Hin- "Buat apa ?"

"Kita bertempur sampai mati !" "Tidak !"

”Aku tak mau bertempur dan tak mau mati, sebelum tahu diriku ini siapa !"

Ang Hin-liong mendengus: "Engkau mau bertempur atau tidak, tetap harus bertempur. Engkau mau mati atau tidak, tetap harus mati !"

'"Eh, bung, mengapa engkau main paksa begitu ? Apakah engkau anggap aku ini musuhmu?"

"Ya, musuh besar karena engkau berani membunuh suhuku

!"

Dengan wajah ngotot, Blo'on menjawab: "Tanialah pada

suhumu, kalau benar aku yang membunuhnya, engkau boleh menebas kepalaku. Tetapi kalau tidak, engkau harus minta maaf kepadaku .. "

"Ngaco!" bentak Ang Hin-liong, "orang yang sudah mati, bagaimana dapat bicara !" "Mengapa tidak bisa ? Gampang saja kalau engkau mau bicara dengan suhumu !"

"Hm, jangan gila-gilaan engkau !"

"Siapa yang gila-gilaan? Kalau engkau sampai tak dapat bicara dengan suhumu, penggallah kepalaku ini," kata Blo'on seraya menjulurkan lehernya kemuka."

"Tutup bacotmu!" bentak Ang Hin-liong marah "Engkau mengatakan tak bisa, tetapi aku bilang bisa. Mengapa engkau suruh aku tutup mulut ?"

"Coba katakan bagaimana caranya '." akhirnya An Hin-liong kewalahan juga.

"Mudah," Blo'on menengadahkan muka, "tetapi ada syaratnya."

"Bagaimana syaratnya ?"

"Engkau harus hentikan seranganmu dan jangan menyerang aku lagi !"

Sejenak merenung akhirnya Ang Hin-liong mau juga menerimanya. Pikirnya, tak mungkin orang hidup dapat mengajak bicara orang mati. "Baik, katakanlah !" seru Hin- liong.

"Dengarkanlah. Kalau engkau tak dapat mengajak suhumu bicara, itu karena engkau tak menggunakan bahasa orang mati."

"Bahasa orang mati ?”

"Ya, orang mati lain bahasanya dengan orang hidup." "Bagaimana aku dapat berbahasa orang mati?" "Mudah saja bung," kata Blo'on dengan bangga, "engkau harus menyusul mati !"

"Bangsat, engkau menipu aku !" teriak Hin-liong seraya hendak menyerang dengan pedang.

"Nanti dulu !" teriak Blo'on seraya julurkan kedua telapak tangan kemuka untuk mencegah, "aku tidak menipu. Memang begitulah caranya. Bukankah engkau belum mencoba, mengapa bilang kalau aku menipu ?"

"Engkau gila ! Dengan begitu engkau suruh aku mati, bukan

?" Hin-liong deliki mata.

'"Terserah, bung," sahut Blo'on, "tetapi aku sudah memberitahukan caranya dan engkaupun sudah menerima syaratnya. Mengapa sekarang engkau hendak ingkar janji ?"

Hin-liong merah mukanya. Ia benar-benar malu karena dapat ditipu melek-melek oleh seorang pemuda blo'on. la malu, marah tetapi tak dapat berbuat apa-apa kecuali tegak terlongong-longong seperti patung.

Beruang-sakti Lim Ping, tianglo kedua dari Hoa-san-pay dibikin kejut. Sekarang Ang Hin-liong murid pertama dari perguruan itupun dibikin mati kutu. Serentak hiruk pikuklah murid-murid Hoa-san-pay yang menyaksikan peristiwa itu. Belum pernah markas Hoa-san-pay segempar saat itu.

'"Bangsat, makanlah pedangku ini !" pemuda Ko Seng-tik, murid kedua dari Hoa-san-pay serentak loncat menerjang Blo'on.

Cret, cret . . . dua buah gerak tabasan yang diarahkan ke kepala Blo’on, karena Blo'on kaget dan miringkan kepala, hanya berhasil memapas segenggam rambut pada bagian atas jidat dan bagian belakang kepala yang gondrong. Karena kehilangan rambut itu, wajah si Blo'on tampak lucu Mau tak mau Ko Seng-tik geli juga Apalagi dasarnya dia memang senang bergurau. Sebelum membunuh, ia hendak menjadikan si Blo'on bulan-bulan tertawa. Cret. cret, cret ....

rambut bagian atas kepala, kedua alis Blo'on terpapas habis

Memang diantara murid-murid Hoa-san-pay, Seng-tiklah yang paling hebat memapas alis orang tanpa orang itu terpapas kulitnya.

Karena merasa silir, Blo'on merabah kepalanya dan astaga .

. rambut bagian ubun-ubun kepalanya hilang. Merabah alis, pun hilang . . .

"Ha. ha. ha . . " terdengar gelak tertawa murid Hoa-san-pay menyaksikan perwujutan Blo'on itu. Kaiena rambut bagian atas

hilang maka pala Blo'on itu seperti memakai  kopiah hitam dan atasnya berlubang. Dan karena sepasang alisnya hilang, wajah Blo'on benar- benar seperti setan  kesiangan . . . .

"Ha. ha, ha . . ," tiba-tiba Blo'on ikut tertawa gelak- gelak sehingga murid-murid Hoa-san-pay itu berhenti tertawa karena heran. Mereka ingin tahu mengapa Blo'on juga tertawa.

Bukankah dia yang dijadikan bahan tertawaan ? Sampaipun  Ko Seng-tik juga hentikan pedangnya dan memandang Blo'on. "Mengapa engkau tertawa !" tegur Seng-tik. "Entah aku tak tahu, aku hanya ikut tertawa pada kawan- kawanmu itu saja !" sahut Blo'on.

"Kita tertawa karena melihat wajahmu bukan seperti manusia tetapi seperti setan kesiangan !"

"Terima kasih, bung."

"Terima kasih ? Mengapa ?" Seng-tik heran.

"Rambutku kotor dan banyak kutunya. Ingin cukur tak ada yang mencukur. Sekarang engkau tolongi aku mencukurnya. Bukankah aku harus terima kasih kepadamu ?"

Ko seng-tik terbelalak.

"Kalau suka, jangan kepalang tanggung, cukurlah semua rambutku biar gundul !"

"Hm, akan kujadikan engkau setan gundul!" seru Ko Seng- tik seraya kiblatkan pedang dan tahu-tahu kepala Bio'on sudah klirnis, "dan sekarang engkau harus mampus !"

"Hai, jangan . . . !" Blo'on berteriak kaget ketika leher bajunya dicengkeraman tangan kiri Seng-tik lalu hendak ditusuk dengan pedang. Karena kaget, kaki Blo'on menendang, uh . . . tendangan itu tepat mengenai perut Seng-tik sehingga terlempar beberapa belas meter jauhnya dan rubuh tak sadarkan diri lagi.

"Bunuh ? Bunuh bangsat gundu! !" terdengar hiruk pikuk berpuluh-puluh murid Hoa-san-pay seraya menghunus senjata dan mengepung Blo'on. Keempat Tiang-lo Hoa-san-paypun melangkah maju menghampiri Blo'on. Wajah mereka membesi, matanya berkilat-kilat memancar sinar merah. Sinar yang mengandung darah pembunuhan . . . .

-oooo0dw0ooo- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar