Pendekar Bloon Cari Jodoh Jilid 38 Kutu2 busuk

Jilid 38 Kutu2 busuk

Mendengar kata2 yang terakhir dari mentri Su, hampir saja Huru Hara membuka mulut. Tetapi melihat ketenangan wajah mentri itu, dia pun bcrsangsi.

"Baik, tentu akan kupertimbangkan semasak-masaknya sebelum aku mengambil keputusan," kata mentri Su.

Kedua pemuda itupun segera mengundurkan diri. Huru Hara hendak mencari Ah Liong. Pikirnya, ia hendak suruh anak itu memata-matai gerak gerik Su Hong Liang. Sebab kalau dia sendiri yang bertindak. tentu ketahuan.

Tetapi entah kemana anak itu. Di markas tak ada.

Terpaksa dia keluar markas mencarinya.

Tiba2 ia tertarik melihat orang berkerumun di tepi jalan. Iapun menghampiri. Ternyata orang itu sedang tertarik melihat sebuah pertunjukan sulap. Rombongan sulap itu terdiri dari empat orang. Dua orang tua dan dua anakmuda. Salah seorang anakmuda memukul tambur dan yang satu menjadi pembantu dari tukang sulap. Yang menjadi tukang sulap, adalah salah seorang dari lelaki tua.

Kedua lelaki tua itu hampir sama wajahnya seperti pinang dibelah dua. Bedanya, yang main sulap, berkumis panjang tetapi tidak berjenggot. Sedang lelaki tua yang duduk di samping, berkumis dan berjenggot.

"Saudara2 sekalian." seru si tukang sulap itu "kalau air dalam gelas itu berobah menjadi ular. Masih ada yang lebih hebat lagi. Silakan lihat...

Dia memberi isyarat kepada pembantu dan pembantu itupun mengambil sebuah kantong.

"Saudara2, apa isi kantong ini ?" tukang sulap membuka kantong dan mengambil segenggam lalu di lepaskan di tanah.

"Gandum !" teriak penonton,

"Benar, memang kantong ini berisi gandu Siapa yang mau, akan kuberi segenggam," teriak tukang sulap seraya menghampiri kepada penonton, "Mau ? Nah, bukalah kantongmu .."

Demikian setiap penonton membuka kantong baju dan celananya, diisi segenggam gandum oleh si tukang sulap.

"Nah, sekarang ada lagi, "tukang sulap itu memberi isyarat kepada pembantu dan si pembantu segera mengambilkan sebuah karung.

"Karung ini berisi beras, lihatlah, "tukang sulap merogoh kedalam karung dan mengambil segenggam beras, "beras ini akan kutebarkan keatas saudara. Barang siapa yang berhasil merangkap sebutir, akan kutukar dengan sebutir emas murni .

"Ah, mana emasnya? "teriak salah seorang penonton.

Tukang sulap mengambil kantong, merogoh dan mengeluarkan segenggam lalu menebarkan, "Nih lihatlah

..... "

Penonton gemuruh. Mereka melihat yang ditebarkan dari genggam tangan tukang sulap itu memang butir2 emas sebesar beras.

'Nah, siaplah saudara2. Setiap sebutir yang dapat  saudara sambuti dalam tangan akan kutukar dengan emas sebesar beras," seru tukang sulap.

Demikian dengan gegap gempita para penonton segera menengadahkan kedua tangan untuk menerima beras yang ditebarkan si tukang sulap.

"Ha, ha, ha, ha .... hore.............. . hore ..." teriak mereka yang berhasil menyambuti beras. Ada yang mendapat sebutir, dua, tiga dan bahkan sepuluh butir beras.

Selesai menaburkan beras sampai habis, tukang sulap lalu mengambil kantong berisi butir emas tadi, "Nah, sekarang satu demi setu saudara boleh maju kemari untuk menukarkan dengan mas. Mulai dari yang ujung saja."

Cepat sekali penukaran itu dilakukan. Gelak tertawa terdengar memenuhi tempat itu. Mereka merasa puas sekali. Nonton gratis masih mendapat butir2 emas.

"Sekarang begini," kata tukang sulap pula, "dalam jaman perang, sukar orang menjual emas. Sekarang akan kubeli emas saudara itu dengan uang." "Tukang sulap mengeluarkan kantong, membukanya dan mcngeluarkan tumpukan uang. Dia minta penonton satu per satu maju.

"Nah berapa banyak emas saudara ?" tanya tukang sulap.

"Aku mempunyai tiga butir," kata seorang penonton yang dengan tertawa-tawa mengeluarkan butir2 emas yang disimpan dalam kantong bajunya.

"Aduh ..... ," tiba2 ia menjerit ketika tagannya digigit serangga. Cepat ia mengluarkan tangan dan ternyata jarinya tengah digigit tiga ekor semut besar.

"Beras emas jadi semut .... !" dia menjerit. Orang2 yang mengantongi butir emas pun segera merogoh kantong masing2. Dan mereka juga menjerit kesakitan.

"Hai .... hah. " juga terdengar jeritan disana sini.

Ternyata penonton yang mengantongi gandum tadi juga menjerit karena. celananya basah.

Penonton menjadi gempar. Ada yang mengeluh celaka tetapi ada yang tertawa terbahak-bahak karena melihat peristiwa lucu itu.

Tukang sulap tak peduli. Dia meminta sebuah lisong atau cerutu yang besar kepada pembantunya. Setelah disulut maka diapun mulai menghisap dan menghembuskan asapnya, Maka bergulung-gulung bertebaran diatas kerumun penonton.

Sekonyong-konyong gulungan asap itu berobah menjadi hujan yang tepat mencurah kepada penonton yang tengah tertawa gelak2 tadi.

"Celaka sialan , ," merekapun menjerit dan henda k menyingkir. Tetapi baru bergerak, curah hujanpun berhenti. Namun kepala dan baju mereka basah kuyup. "Ha, ha, ha .. ," kini penonton yang emasnya berobah semut dan gandumnya menjadi air tadi, berbalik terbahak- bahak menertawakan penonton yang basah kuyap itu.

"Hai, tukang sulap, engkau berani mencelakai penonton?" teriak penonton yang basah kuyup.

"Jangan kuatir, saudara2," kata tukang sulap seraya meminta guci arak dan sebuah cawan. Dia menghampiri penonton, "minumlah arak wangi ini.”

Seorang penonton yang basah kuyup menyambuti cawan. Setelah arak dituang, dia terus meneguknya habis. Kemudian penonton yang ke dua dan seterusnya.

Sekalian penonton heran. Guci arak itu kecil, paling hanya muat setengah kati arak tetapi mengapa dapat mencukupi belasan orang. Dari mana arak itu? Mengapa tak habis- habis?

"Ah .. . , " tiba2 terdengar penonton mendesuh kaget, "pakaianku sudah kering ... "

Dan serempak hampir penonton yang pakaiannya basah kuyup tadi juga berteriak heran karena pakaiannya kering lagi.

Mereka bertepuk tangan riuh memuji kehebatan ilmusulap orang itu.

Huru Hara terkejut. Dari mana tukang sulap itu?

Mengapa mereka dapat masuk kedalam kota?

"Hm; penjaga pintu tentu kena disihir mereka sehingga mereka dapat masuk kemari," pikir Huru Hara.

Sebenarnya dia hendak bertindak untuk mengusir mereka tetapi pada lain saat ia batalkan maksudnya. Dia hendak melihat lebih jauh bagaimana kelanjutannya. "Sekarang pertunjukan sulap sudah selesai," kata tukang sulap, "ada sebuah pertunjukan yang tak kalah menarik. Siapa yang ingin meramalkan nasibnya, boleh bertanya. Saudara tak perlu takut, takkan dipungut bayaran sepeserpun juga."

Tukang sulap mundur dan diganti tempatnya oleh lelaki tua yang wajahnya serupa. Bedanya yang ini memelihara kumis dan jenggot panjang.

"Siapa yang ingin mengetahui nasibnya, silakan maju," seru lelaki itu.

Seorang penonton serentak maju. Tukang ramaI melihat telapak tangan orang itu, "Sejak muda engkau sengsara. Ayahmu sudah mati, benar tidak?"

"0, tepat sekali," seru orang itu.

"Sebenarnya engkau dapat berumur panjang dan hidup enak. Tetapi tahun ini engkau akan mendapat malapetaka. Apabila engkau dapat melalui malapetaka ini, engkau pasti hidup beruntung," kata tukang ramal itu.

"Akan muncul seorang kui-jin (penolong) yang akan menolongmu. Tetapi tergantung dari dirimu sendiri. Kalau engkau mau menerima ajakan kui-jin itu, engkau selamat. Tetapi kalau engkau keliru memilih, engkau pasti binasa…..”

Kemudian ganti penonton yang kedua, ketiga, keempat dan berturut-turut para penonton itu pun antri untuk meramalkan nasibnya.

Setiap penonton yang diramal selalu mambenarkan dan mengakui apa yang dikatakan tukan ramaI itu cocok sekali. Dan setiap kali peramal itu tentu memperingatkan bahwa tahun ini mereka akan menghadapi percobaan berat. Kalau dapat melalui percobaan itu akan selamat tetapi kalau tidak tentu mati.

Karena hampir sama nasibnya maka para penonton menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan percobaan besar adalah peperang itu.

"Apakah suhu maksudkan dengan peperangan saat ini?" tanya salah seorang penonton.

"Ya," sahut tukang ramal itu, "kalau kalian salah pilih, tentu binasa. Akan muncul kui-jin yang dapat menyelamatkan kalian tetapi itu tergantung dari sikap kalian."

"Apakah tay-haksu Su tayjin itu yang d maksud dengan kui-jin?"

Tukang ramal gelengkan kepala, "Tidak. Kulihat kota Yang-ciu ini terkurung dengan hawa gelap. Asap yang menutup kota ini berwarna merah dan berbau darah. Ah . .

. . "

"Suhu, bagaimana dengan nasib kota ini,” tiba2 ada seorang penonton yang menyelutuk.

"Hawa kota ini diliputi hawa Im," tukang ramal itu gelengkan kepala, "susah ketolongan. Bumi akan tergenang dengan darah, bangkai sama bertampuk menganak bukit

...."

Hiruk pikuk pecah dikalangan penonton. Mereka percaya penuh kepada ramalan tukang kwamin (peramal) itu.

"Jika begitu percuma kita mempertahankan kota ini.” "Ya, lebih baik kita mengungsi, pindah ke lain tempat

saja." "Sedia payung sebelum hujan. Kita harus cepat2 bertindak."

Demikian di sana sini para penonton mulai memperdengarkan suara-suaranya.

"Tukang ramal, aku juga ingin melihat nasibku," tiba2 terdengar suara yang lantang. Ketika sekalian penonton berpaling, ternyata yang berseru itu adalah Huru Hara.

Tukang ramal minta Huru Hara mengulurkan tangan kirinya yang dipegangnya erat2. Sejenak memandang gurat pada tangan Huru Hara, tiba2 tukang ramal itu memijat tengah telapak, tangan Huru Hara, "Engkau mempunyai perjalanan hidup yang . ,”-- tiba2 wajah tukang ramal itu tampak tegang dan hentikan katanya.

"Yang bagaimana?" desak Huru Hara.

"Yang luar biasa," beberapa jenak kemudian baru tukang ramal itu melanjutkan kata2 -nya. Semua penonton tak dapat memperhatikan bahwa sebenarnya telah terjadi suatu adegan yang mendebarkan diantara tukang ramal dengan Huru Hara.

Ketika tukang ramal itu memijat tengah2 telapak tangan Huru Hara yaitu pada jalandarah lo-tong-kiat, Huru Hara terkejut. Rasa kejut itu diserempaki pula dengan keinginan untuk menolak maka memancarkan tenaga-sakti Ji-ih-sin- kang dalam tubuhnya. Seketika tukang sulap tersentak kaget karena tenaga yang dipancarkan untuk menghancurkan jalandarah Huru Hara itu, tiba2 membalik melancar kepadanya sendiri.

Buru2 tukang ramal mengendorkan pijitannya. Itulah sebabnya maka dia menjadi lega dan beberapa jenak baru dapat berkata lagi. "Hidup saudara seperti gelombang laut yang tak pernah tenang. Saudara selalu menghadapi bahaya maut akan tetapi selalu terhindar. Namun pada suatu kali, saudara akan tergelincir juga “

"Lalu bagaimana baiknya?" tanya Huru Hara.

"Jika ingin selamat dan umur panjang, baiknya saudara undurkan diri, menuntut kehidupan yang tenang di puncak gunung. Saudara mempunyai bakat menjadi pertapa yang sakti," kata tukang ramal.

"Bagaimana kalau aku membantu mentri untuk mempertahankan kota ini?"

"Yang- ciu tak dapat ditolong lagi. Tentu jatuh ke tangan musuh. Kalau bijaksana, memang kota ini dapat diselamatkan dari malapetaka yang ngeri. Tetapi kalau kurang bijaksana, kota ini akan dilanda banjir darah."

"Siapa yang akan menang dalam peperangan nanti ?" "Gin-beng (wahyu) pindah ke timur. Barang siapa

menguasai daerah timur, dialah yang akan menguasai seluruh negeri Tiong-goan."

"Pak-khia itu masuk daerah timur atau selatan ?" "Timur."

"Kalau begitu engkau maksudkan kerajaan Ceng yang akan menang ?"

"Kecuali kalau kerajaan Beng mampu merebut kerajaan Beng yang akan menang."

"Peramal, engkau orang Beng atau orang Ceng ?" "Aku rakyat Beng."

"Berapa harga dirimu waktu dibeli kerajaan Ceng ?" Peramal itu menyurut mundur dan mengerut dahi, "Jangan ngomong seenakmu sendiri saja !"

"Jelas engkau adalah mata-mata kerajaan Ceng yang diselundupkan kemari. Dengan menyaru sebagai tukang sulap dan tukang ramal engkau hendak menghancurkan semangat penduduk Yang-ciu!"

"Yang-ciu tinggal tunggu nasib, dengan maksud baik aku memperingatkan mereka supaya mereka dapat berjaga-jaga, jangan sampai terlanda dalam kehancuran !"

"Maksudmu supaya rakyat menyerahkan kota ini kepada orang Boan?" desak Huru Hara.

"Terserah mereka," balas tukang ramal, "aku hanya mengatakan apa yang kulibat dalam ramalan."

"Jika Yang-ciu hancur, maka engkaulah yang lebih dulu akan menjadi sesajinyal" tiba2 Huru Hara menerjang.

Tukang ramal terkejut. Cepat ia menyambut dengan sebuah hantaman, bum . . . terdengar dua buah pukulan yang beradu keras diiringi oleh sosok tubuh tukang peramal yang mencelat belakang.

"Jahanam, engkau berani mencelakai engkohku!" teriak tukang sulap seraya maju menyerang Huru Hara. Kedua anakmuda yang menjadi pembantu mereka pun ikut menyerang. Sedangkan tukang ramal tadi tampak duduk bersila, pejamkan mata.

Tiba2 tukang sulap loncat mundur. Dia merogoh ke dalam saku bajunya lalu menebarkan segenggam biji kacang hijau. Kemudian merogoh lagi dan menebarkan. Tiga kali dia merogoh kantong dan menebarkan biji kacang hijau ke arah Huru Hara. Seketika terdengar pekik jeritan dari kawanan penonton ketika di tengah gelanggang muncul seekor harimau, seekor serigala dan beberapa ekor ular. mengepung Huru Hara. Serempak penonton bubar lari pontong panting menyelamatkaa diri.

Huru Hara juga terkejut. Namun ia tenangkan diri. Ia tahu bahwa binatang2 itu hanyalah bangsa jejadian yang dicipta dengan ilmu sihir. Dia tak mengerti bagaimana untuk membasmi mereka namun tiba2 ia teringat bahwa ia membekal pedang Thiat-ci-kiam (pedang magnit). Mungkin pedang itu dapat memberantas mahluk kejadian itu, pikirnya.

Serentak Huru Hara mencabut pedang Thiat ci-kiam lalu menyerang harimau. Harimau mengaum dahsyat dan loncat menerkam, cret . tiba2 harimau itu lenyap.

Huru Hara berputar menerjang serigala dan ketika serigala menerjangnya, juga terjadi suatu keanehan,  Serigala itupun lenyap. Huru Hara berganti sasaran kcpada ular. Ular2 itupun lenyap.

Ketika hentikan serangannya, batang pedang Huru Hara penuh berlekatan biji2 kacang hijau.

Tukang sulap terkejut sekali. Cepat dia menghantam tanah, bum ... segulung asap berhamburan dan pada lain saat muncullah suatu mahluk yang menyeramkan. Menyerupai seorang raksasa, rambut terurai, mata sebesar buah appel gigi runcing dengan dua buah taring yang panjang tajam. Kuku jarinya runcing seperti cakar garuda. Dengan rentangkan kedua tangan, mahluk itu hendak menerkam Huru Hara.

Huru Hara loncat mundur. Sesaat dia memang terkejut menyaksikan perwujudan mahluk seram itu. Tetapi setelah tenangkan hati, dia maju lagi. Dengan sepenuh tenaga, dia loncat menusuk ulunati mahluk itu, uh ia menjerit kaget

ketika tusukannya mengenai angin kosong. Karena terlalu bernafsu, diapun ikut menjorok ke muka.

Duk…… kedua pembantu tukang sulap sudah menyambut dengan pentung. Yang satu mengenai kepala dan yang satu mengenai tubuh Huru Hara, Tak ampun lagi, Huru Harapun rubuh.

"Ringkus, bangsat itu !" teriak tukang sulap. Serempak kedua pemuda itupun loncat menubruk punggung Huru Hara yang jatuh di tanah

Tepat pada saat itu sesosok tubuh kecil melesat ke dalam gelanggang dan… duk duk…… ia menjotos kedua pemuda itu. Kedua pemuda itu mengaduh. Sebelum sempat melihat siapa yang memukul, sebuah tendangan telah mengantar mereka melayang sampai beberapa meter jauhnya bum

…….

"Tangkap dia !" teriak anak itu seraya menunjuk pada tukang sulap.

Anak itu tak lain adalah Ah Liong yang sedang membawa pasukannya keliling kota untuk meninjau keadaan rakyat.

Memang sejak berhasil merebut sepuluh kereta ransum, pasukan anak dibawah pimpinan Ah Liong itu menjadi terkenal dan menjadi buah hati penduduk Yan-ciu. Bahkan mentri Su Go Hwat juga merestui dan meresmikan berdiri pasukan anak itu.

Tiap hari mereka berbaris keliling kota. Apabila melihat hal yang memerlukan bantuan, mereka tak segan2 turun tangan membantu. Semangat anak2 itu mempengaruhi dan dapat membangkitkan semangat penduduk. Ketika melihat di jalan terjadi ribut2, Ah Liong dan pasukannya segera menghampiri. Alangkah kejut Ah Liong ketika melihat Huru Hara dikemplang kepalanya hingga rubuh. Ah Liong marah. Selekas loncat ke dalam gelanggang, dia terus menggenjot kedua pembantu rombongan tukang sulap dan menendang mereka.

Pasukan anak segera menyerbu tukang sulap. Tukang sulap marah. Dia taburkan segenggam kacang hijau dan seketika turunlah hujan api meryambar anak2 itu.

Anak2 kaget dan menjerit ketakutan. Ah Liong marah.

Dia nekad menerjang tukang sulap itu.

"Ho, kuncung, engkau minta mampus, ya ?” tiba-tiba tukang sulap menudingkan jari telunjuknya.

Seketika Ah Liong menjerit kaget dan cepat-cepat berjongkok. Apa yang terjadi?

Ternyata baju monyetan yang dipakainya konyong- konyong telah melorot turun sehingga dia telanjang. Sudah tentu kejut anak itu bukan main. Maka dia buru2 bcrjongkok dan mendekap anunya . . . .

"Ha, ha, ha . . . . ," tukang sulap tertawa geak2, "nah, sekarang engkau akan kutangkap, Tukang sulap mengambil jaring dan melayangkannya kearah Ah Liong.

Ah Liong gemas tetapi dia tak dapat berdiri. Malu ah kalau anunya dilihat orang. Tetapi diapun tak mau mandah dijaring. Maka dia nekat bergelundungan di tanah untuk menghindari jaring,

"Setan cilik, engkau memang bandel," tukang sulap seraya mengejar. Dia menebarkan jaringnya lagi. Tempi Ah Liong pantang menyerah. Dia juga tetap berguling-guling di tanah. Lebih baik badan babak belur daripada anunya dalihat orang, pikir anak itu. Tetapi karena terus menerus dikejar, akhirnya Ah Liong terdesak juga. Tetapi untung pada saat Ah Liong tak dapat menghindar dari tebaran jaring, sekonyong-konyong muncullah kawanan anak2 dari pasukannya.

"Serang !" teriak Ah Liong.

Beberapa anak segera menaburkan tabung kearah tukang sulap itu.-Tukang sulap terkejut. Dia tak menyangka kalau anak2 itu akan menyerangnya dengan senjata mereka yang ganjil. Dia hanya merasa muka, leher, tangan dan kakinya dihinggapi benda kecil. Dan sebelum sempat ia menghapusnya, dia sudah menjerit kaget dan kesakitan.

"Aduh aduh . ," mulailah dia kebingungan diserang oleh ratusan semut yang menyusup kedalam tubuhnya.

Celakanya lagi, saat itu terdengar gemuruh binatang kecil menyerbunya. Kepala, muka, leher dan sekujur badannya disengat tawon.

"Aduhhhh ," karena kebingungan, tukang sulap itu tak mampu menggunakan ilmu sihir. Dia terus lari dan menjerit-jerit seperti orang kalap. Dia takpeduli rombongannya lagi. Pokoknya hendak menyelamatkan diri dan siksaan yang begitu mengerikan.

Sementara itu anak2 pun melepaskan Ah Hong dari dalam jaring.

"Ambilkan pakaianku itu," teriak jenderal Kuncung. Setelah pakaiannya diantarkan, dia memberi perintah lagi, "hayo kalian menghadap ke belakang semua."

Dengan setiap kali melirik kepada kawana anak2 itu apa ada yang berani menoleh kebelakang, Ah Liong segera mengenakan pakaiannya lagi. "Sekarang kalian boleh menghadap kemari,” serunya, "kalian bereskan rombongan tukaug sulap ini."

Ah Liong sendiri lalu menolong Huru Hara yang masih belum sadar. Setelah ditolong beberapa saat, barulah Huru Hara siuman. Huru Hara memang sakti tetapi kalau kepala dan tengkuk dibantam pentung yang berat, tentu saja dia harus pingsan.

"Mana, jahanam itu," seru Huru Hara, "Sudah lari !" "Lari ? Wah, mengapa tak dapat ditangkap,” kata Huru

Hara,   "dia   tentu   mata2   musuh.   Kita   dapat mengorek

keterangan dari mereka. "

Tukang ramal tadi ternyata juga sudah melarikan diri. Dia membawa kedua pembantunya. Kawanan anak2 yang sibuk menolong Ah Liong tak sempat memperhatikan sehingga mereka dapat lolos.

Saat ini beberapa penonton yang bubar dari tadi, mendatangi lagi. Kepada mereka Huru Hara memberi keterangan.

"Jangan percaya kepada nujum peramal tadi. Dia adalah mata2 yang sengaja diselundupkan ke kota ini. Mereka hendak mengacau dan meruntuhkan semangat kita. Maka awaslah, saudara2, apa yang mereka ramalkan itu, tidak benar semua, jangan percaya !"

Demikian walaupun harus menderita kesakitan karena kepala dikemplang, tetapi Huru Hara dapat menggagalkan percobaan musuh untuk mengacau rakyat.

"Wah, tukang sulap itu memang bangsat. Masakan dia menyulap supaya celanaku melorot, idih, malu aku. ,"

Ah Liong menggeram. Setelah penonton bubar, Huru Hara mengajak Ah Liong, "Suruh pasukanmu pulang dulu, Ah Liong," katanya.

"Beri hormat kepada jenderal besar !" perintah Ah Liong. Dan pasukan bocah itu pun segera memberi hormat kepada Huru Hara. Setelah itu mereka lalu pergi.

"Huh, mengapa aku engkau sebut jenderal besar?” "Habis  kalau  aku  menjadi  jenderal  kecil,  kan  sudah

pantas kalau engkoh Hok menjadi jenderal besarnya. Dan

engkoh Cian, …….. uh, mengapa sampai sekarang dia belum muncul lagi ?" tiba2 Ah Liong teringat akan Cian-li- ji.

Huru Hara hanya geleng2 kepala, "Entahlah. dia memang manusia aneh."

Huru HAra niengajak Ah Liong beristirahat di tepi jalan, dibawah sebatang pohon.

"Ah Liong, "kata Huru Hara, "engkau tahu bahwa pemuda bernama Su Hong Liang itu datanng lagi."

"0, Su Hong Liang keponakan Su tayjin itu?'

"Ya, "jawab Huru Hara, "bagaimana kesanmu terhadap pemuda itu?"

"Aku tak suka,” kata Ah Liong, "dia sombong dan licin." "Lho, bagaimana engkau tahu?"

"Dia mengatakan kalau datang ke kota ini bersama Su siocia tetapi mana Su siocia? Dia tak dapat menjawab. Katanya Su siocia pisah di tengah jalan. Tetapi aku tak percaya!"

"Lalu kemana Su siocia?"

"Entah," jawab Ah Liong tetapi menurut perasaanku, tentu terjadi sesuatu pada siocia itu." Liong, engkau kuberi tugas. Apa engka mampu."

"Tugas apa yang tak mampu kulakukan? Katakan engkoh Hok, suruh masuk lautan apipun aku juga mampu."

"Hus, jangan sombong lu," seru Huru Hara, "kalau kusuruh sungguh, engkau tentu tak berani.”

"Engkau hendak suruh aku apa saja?"

"Su Hong Liang belum faham dengan engkau, maka kusuruh engkau memata- matai gerak-geriknya selama di Yang-ciu sini."

Huru Hara lalu menceritakan tentang Su Hong Liang yang telah membawa surat dari panglima Torgun untuk Su tayjin.

"Coba engkau pikir. Dia mengatakan kalau dia ditangkap pasukan Ceng tetapi kemudian dibawa ke markas panglima mereka. Panglima Torgun memperlakukannya baik dan menyuruhnya membawa surat kepada Su tayjin."

"0, bohong, "seru Ah Liong.

"Bagaimana engkau dapat mengatakan begitu?"

"Kalau dia memang ditangkap tentulah panglima Ceng tak mau melepaskannya."

"Mengapa tak mau. melepaskan."

"Bisa dijadikan tawanan untuk menekan agar Su tayjin menyerah."

Huru Hara gelengkan kepala, "Tidak, Ah Liong. Musuh tahu bagaimana watak Su tayjin. Sekalipun diancam kalau Su Hong Liang akan dibunuh, Su tayjin tentu tetap tak mau tunduk." "Hm, benar engkoh Hok. Su tayjin memang seorang mentri yang setya. Seluruh rakyat Yang-ciu hurmat dan taat kepadanya."

"Ah Liong, aturlah kawan-kawanmu itu supaya membayangi Su Hong Liang. Kalau dia sampai berbuat sesuatu yang mencurigakan, lekaslah lapor kepadaku."

Ah Liong mengiakan dan terus menemui anak pasukannya. Sementara Huru Harapun segera lanjutkan perjalanan. Dia hendak meninjau keadaan rakyat, terutama anak pasukan. Walaupun musuh sudah dipukul mundur, tetapi mereka tentu akan kembali lagi. Oleh karena itu penjagaan dan kesiap-siagaan tak boleh lengah.

Ketika menuju ke pintu utara, ia terkejut karena pintu kota terbuka lebar dan tampak sekelompok pasukan sedang berjalan keluar.

Cepat ia menghampiri kepala kelompok yang berpangkat sersan, "Sersan, mau kemanakah pasukan ini ?"

"Kami diperintah supaya mengadakan penjagaan di luar kota," sahut sersan itu.

"Siapa yang memberi perintah ?" "Bun ciangkun."

Hun, Hara kerutkan dahi. Memang atas anjurannya, mentri Su Go Hwat telah menyerahkan kekuasaan pasukan kepada Bun Lim, tangan kann jenderal Ko Kiat yang sebelumnya memang ditugaskan menjaga kota Yang- ciu.

"Tetapi mengapa mengadakan penjagaan luar kora ?" pikirnya.

"Sersan," katanya pula kepada kepala kelompok itu, "berapa banyak pasukan yang diperintah untuk mengadakan penjagaan di luar kota itu?”. "Banyak," jawab sersan, "kalau tak salah, pasukan kita dibagi menjadi empat bagian. Kelompok kesatu, kedua dan ketiga, dipasang di luar kota. Kelompok keempat tetap tinggal dalam kota."

Huru Hara kerutkan dahi, kemudian bertanya pula,'"Apakah ketiga kelompok yang disiapkan di luar kota itu jadi satu atau di pencar2 ?"

"Dipencar-pencar. Kami ditugaskan di sebelah timur, ada yang di tengah dan ada yang disebelah barat."

"Baiklah, silakan melanjutkan perjalanan." kata Huru Hara.

Huru Hara kembali ke markas menghadap Su tayjin.

Ternyata Su tayjin sedang menerima Su Hong Liang.

"0, kebetulan Loan Thian Te, engkau datang," kata mentri Su, "aku hendak menyerahkan surat balasan kepada Hong Liang."

Huru Hara hendak bertanya bagaimana isi balasan itu tetapi ia batalkan maksudnya. Kurang layak kalau menanyakan hal itu. Biarlah mentri itu yang memberitahukan sendiri. Apabila tidak, ia tetap percaya bahwa mentri Su Go Hwat pasti akan menolak tawaran panglima Torgun.

"Lalu siapakah yang tayjin titahkan mengantar surat balasan tayjin ?" Huru Hara berganti pertanyaan.

"Bagaimana kalau engkau ?" seru Go Hwaf.

Huru Hara terkejut tetapi sesaat kemudia dia serentak menerima, "Baik, tayjin."

"Tetapi yang membawa surat bukan engkau,” tiba2 pula Su Go Hwat menyusuli kata2," bagai mana kalau engkau saja Hong Liang ?" Hong Liang terbeliak, "Tetapi....... tetapi apakah siokhu meluluskan ?"

Mentri Su Go Hwat tertawa, "Itu rahasia. Tetapi engkau dapat menebak sendiri. Apakah ada hubungannya kalau engkau yang membawa surat balasanku ini ?"

"Ada, siokhu," jawab Su Hong Liang, "kalau siokhu meluluskan tawaran panglima Torgun, siautit tentu selamat. Tetapi kalau siokhu menolak siautit tentu tak dapat kembali."

"Dibunuh ?"

"Ya," sahut Hong Lang, "paling tidak ditawan." "Apakah engkau takut dibunuh ?"

Su Hong Liang makin gugup, "Bukan begitu siokhu. Tetapi peperangan ini masih panjang. Daripada mengorbankan jiwa dengan sia2, kita lebih baik mengumpulkan orang yang dapat membantu perjuangan siokhu."

"Hong Liang, apakah engkau takut ?" kata mentri Su dengan nada serius.

"Tidak takut, siokhu," buru2 Hong Liang menyatakan tetapi perkenankan siautit mengajukan permohonan."

"Engkau hendak minta apa?”

"Sebaiknya siautit diberi seorang kawan. Agar apabila siautit, ditangkap atau dibunuh dapat orang itu segera melapor kepada siokhu.

"Hm," mentri Su mengerut dahi, “lalu siapa yang engkau pilih sebagai kawan?”

"Bagaimana saudara Loan Thian Te?” seru Hong Liang. "Loan Thian Te ? Mengapa engkau memilih dia ?” "Karena Loan-heng berkepandaian sakti. Tentu dapat meloloskan diri apabila sampai jadi sesuatu yang tak diinginkan."

"Tetapi Loan Thian Te akan kusuruh menjaga kota ini. Aku sendiri akan ke Kimleng untuk mengatur penjagaan disana."

"Bukankah Bun siangkun sudah diserahi tugas mempertahankan kota ini ? balas Su Hong Liang."

"Hm ..... " dengus mentri Sa, "bagaimana pendapatmu, Loan Thian Te ?”

"Tak apa tayjin, biarlah hamba menemani saudara Hong Liang."

Su Go Hwatpun tak keberatan. Dia suruh pemuda itu berkemas, sejam lagi sapaya menghadap untuk mengambil surat balasannya.

Huru Hara menggunakan kesempatan itu untuk mencari Ah Liong,

"Ah Liong, aku harus menemani Su Hong Liang mengantarkan Surat Su tayjin kepada panglima Torgun."

"0, mengapa harus engkoh yang pergi ?"

"Itu permintaan Su Hong Liang, Tetapi biarlah. Aku dapat menjaga diri dan menjaganya.”

"Ih, perlu apa engkau harus menjaganya.”

"Maksudku, aku dapat mengawasinya apabila dia main mata dengan orang Ceng."

"0, baiklah. Lalu engkoh hendak pesan apa kepadaku ?" "Begini Ah Liong." kata Huru Hara, "kulihat antara Su

Hong Liang dengan Bun Lim itu seperti ada hubungan . , . .

." Baru berkata sampai disitu tiba2 muncul bocah yang kepala dan telinganya lebar. Oleh kawan2 dia digelari si Gajah.

"Lapor pada jenderal Kuncung," kata bocah itu sambil berdiri tegak di hadapan Ah Liong.

"Ada apa ?" seru Ah Liong.

"Aku melihat putera keponakan Su tayjin menemui Bun Lim ciangkun di kantornya."

“O, apa yang mereka bicarakan ?"

Bocah itu gelengkan kepala, "Soal itu sulit kudengar karena kantor Bun ciangkun dijaga ketat.

“Baik„" kata Ah Liong, "engkau jaga lagi di depan markas dan awasi terus pemuda itu."

"Ah Liong," tiba2 Huru Hara berkata, "pemuda itu adalah Su Hong Liang. Sejak lagi dia dan aku akan berangkat menuju ke daerah musuh. Lebih baik suruh adik ini mengawasi gerak gerik Bun Lim."'

"Gajah, "seru Ah Liong, "dengarkan perintah jederal besar. Su Hong Liang tak perlu engkau awasi. Sekarang ganti Bun Lim kepala pasukan di Yang-ciu itu yang harus engkau mata-matai. Jelas?"

"Jelas, siap! "si Gajah memberi hormat kepada Huru Hara dan Ah Liong lalu terus pergi."

"Ah Liong, aku memang hendak menugaskan engkau mengawasi sepak terjang Bun Lim aku curiga mengapa dia memecah pasukan menjadi empat. Yang tiga malah ditempatkan diluar kota. Sedang penjagaan dalam kota hanya seperempat bagian." "Tetapi kalau dia memang mempunyai rencana untuk menghadang musuh agar jangan sampai masuk kota?" Tanya Ah Liong.

"Kalau begitu sih tak apa, "jawab Huru ra, "tetapi kalau dia mempunyai rencana dengan Hong Liang dan sengaja melemahkan kekuatan kita, itu kan berbahaya?"

"Melemahkan bagaimana?"

"Membagi pasukan menjadi empat kelompok lalu ditempatkan secara terpisah, apakah itu tidak lemah?"

Ah Liong mengangguk, "Baiklah, engkoh Hok. Aku dan kawan2 tentu akan mengawasi gerak gerik mereka. Kalau mereka sampai berani menjual kota itu kepada, musuh aku dan kawan2 tentu akan mengantuk."

"Hus. Ah Liong, ingat, ini peperangan, bukan main2. Engkau harus hati2 bertindak. Kalau memang dalam keadaan yang sudah terpaksa sekali engkau dan kawan2mu boleh meninggalkan kota ini……”

"Tidak, engkoh, "teriak Ah Liong, "Kami tak kan meninggalkan kota ini "

"Hus, jangan kepala batu, "bentak Huru Hara, “ini perang, bukan main2. Yang penting. walau pun kalah, tetapi harus dapat menyelamatkan jiwa rakyat. Ingat pesanku ini!"

Ah Liong mengangguk.

Huru Hata kembali kemarkas. Su Hong Liang pun sudah datang. Mentri Su Go Hwat lalu menyerahkan sebuah amplop kepada Su Hong Liang.

"Inilah surat balasanku kepada panglima Ceng. Jagalah jangan sampai hilang. "kata Su Go Hwat. Su Hong Liang dan Huru Hara naik kuda menuju ke utara. Menurut keterangan Su Hong Liang panglima Torgun berada di Kangpak.

"Bukankah daerah Kangpak sudah diduduki musuh?" tanya Huru Hara.

Su Hong Liang membenarkan.

"Para jenderal di wilayah Kangpak sudah berturut-turut menyerah pada pasukan Ceng. Dimana-mana rakyat sudah gelisah karena dilanda peperangan. Kalau siokhu berkeras hendak melanjutkan peperangan, akhirnya tentu akan hancur," kata Su Hong Liang.

"Perang ini bagi kita adalah membela bumi tanah air kita. Tetapi bagi orang Ceng, adalah untuk menjajah. Seharusnya, kita harus bersungguh hati. Dan mati karena membela tanah air adalah kematian yang perwira," kata Huru Hara.

"Ah, tak perlu kita harus mengejar nama kosong pujian hampa. Kita mati ya mati sudah. Pun celakanya, walaupun kita sudah mengorbankan jiwa tetapi negara kita tetap kalah. Bukankah kematian itu sia2 belaka?" bantahnya.

"Tiada pengorbanan yang sia2," kata Huru Hara serempak, "kita mati tetapi semangat pengorbanan kita tentu akan membangkitkan semangat anak2 dan kawan2 kita setanah. Tetapi kalau kita menyerahkan negara kepada musuh, berarti kita memadamkan api semangat kawan2 dan anak cucu kita besok.

"Hm, rasanya sudah terlambat. Tubuh pemerintah kerajaan Beng sudab lapuk digerogoti kawanan mentri durna. Apa yang dapat kita harapkan dari seorang raja yang tiap hari kerjanya hanya bersenang-senang dengan wanita cantik dan bermabuk-mabukan saja?" "Su-heng," seru Huru Hara, "negara Tionggoan itu adalah milik rakyat Han, bukan raja Hok Ong saja. Buktinya, kalau sampai negara kita dicaplok orang Ceng, yang menderita kan rakyat, bukan hanya raja?"

"Ya. tetapi kerajaan Ceng tidak memusuhi rakyat Beng melainkan hendak mengganti raja Hok Ong dan membersihkan kawanan mentri durna itu," kata Su Hong Liang.

"Ah, itu kata mereka. Tetapi kenyataannya mereka hendak memperbudak bangsa Han."

"Ya, itu suara hati kita namun kenyataan berbicara lain. Buktinya daerah Kang-pak sudah diduduki dan kudengar mereka juga sudah mulai bergerak menyerang daerah selatan. Dapat dipastikan dalam waktu yang tak lama kotaraja Lam kia tentu jatuh."

"Eh, Su-heng, mengapa engkau tahu banyak tentang rencana mereka?"

"Aku keliling kemana-mana dan menangkap berita2 itu." "Dan engkau memastikan kalau mereka tentu menang?"

"Apalagi yang dapat kita harapkan dari kerajaan Beng yang mempunyai jenderal2 tak becus itu ?" balas Su Hong Liang.

"Peperangan hanya membawa dua macam akibat. Kalah atau menang. Tetapi yang penting walaupun kalah kita harus tetap memiliki pendirian sebagai purera bangsa Han. Aku lebih suka mati daripada menjadi budak orang Ceng.

"Konyol !" scru Su Hong Liang, "kalau semua orang mempunyai pendirian seperti engkau, celakalah rakyat kita, Coba bayangkan, kalau pembesar dalam kerajaan Ceng nanti terdiri dari bangsa Ceng semua, bukankah mereka akan bertindak sewenang-wenang ? Lain halnya kalau kita bangsa Han yang diangkat sebagai pembesar, sejelek- jeleknya, dia tentu masih dapat membela bangsanya dari penindasan,"

"Apakah engkau juga memiliki pendirian begitu ?" tiba2 Huru Hara mengajukan pertanyaan yang menyergap.

"Sekarang belum kupikirkan. Aku akan melihat perkembangan keadaan nanti. Andaikata terpaksa aku akan mengambil keputusan, lebih baik aku sendiri menderita hinaan menjadi pembesar kerajaan Ceng tetapi dapat menolong rakyat kita, daripada aku harus mati tetapi tak dapat meringankan penderitaan rakyat."

Memang pintar sekali Su Hong Liang mengadu lidah. Dengan menonjolkan alasan demi kepentingan menolong rakyat, apa salahnya kalau dia nanti mau bekerja-sama dengan kerajaan Ceng.

Hari itu tak terjadi suatu apa. Pada hari kedua setelah melintasi sebuah hutan mereka tiba sebuah kota kecil, di kaki gunung Bu-ih-san.

Su Hong Liang mengajak beristirahat ke sebuah kedai.

Keduanya memesan hidangan teh dan bakpau.

Tengah menikmati hidangan, tiba2 masuklah tiga orang lelaki.

"Hai, Yap-heng, engkau. ," seru Su Hong Liang

ketika melihat salah seorang tetamu baru itu.

"0, Su kongcu, kebetulan sekali," kata orang itu. Tetapi dia sekarang berobah airmukanya ketika melihat Huru Hara duduk di dekat Su Hong Liang. Huru Hara melihat yang dipanggil Yap-he itu adalah Yap Hou yang pernah diajak Su Hong Liang datang ke Yang-ciu beberapa waktu yang lalu.

Dengan Yap Hou, Huru Hara memang masih mempunyai urusan yang belum dibereskan. Yalah ketika keduanya melamar pekerjaan mengantar barang dari jenderal Ko Kiat. Huru Hara yang diterima, Yap Hou juga diterima tetapi untuk lain tugas.

"Yap-heng, silakan duduk bersama kita," seru Su Hong Liang.

Huru Hara memperhatikan bahwa kedua kawan Yap Hou itu, yang satu berumur lebih 40 tahun dan yang satu lebih muda. Dari sikap dan penampilan, jelas kedua orang itu orang persilatan juga.

Yap Hou memperkenalkan kedua kawannya itu kepada Su Hong Liang, "Inilah saudara Gui Sin jago dari perguruan Hoa-san-pay. Dan yang ini” ia menunjuk pada lelaki yang agak muda, "adalah saudara Po Bun bergelar Tok-seng-pah-ong (raja begal tunggal). Keduanya bekerja pada Jenderai Kho Ting Kok."

"0, maafkan, aku sudah ayal memberi hormat," buru2 Su Hong Liang memberi salam.

Setelah memperkenal kawannya kepada Su Hong Liang, seharusnya Yap Hou memperkenalkan juga kepada Huru Hara. Tetapi ternyata dia tidak mau. Begitu pula Su Hong Liang juga tidak memperkenalkan Huru Hara kepada kedua kawan Yap Hou itu.

"Yap-heng, hendak kemana ini ?" tanya Su Hong Liang. "Aku diajak kedua kawan ini untuk menghadap

panglima Torgun." "Lho, ada urusan apa ?" Su Hong Liang tampak terkejut.

"Kedua saudara ini disuruh jenderal Kho Ting Kok untuk mengantar surat kepada panglima Torgun. Karena belum faham letak markas panglima Torgun maka minta tolong aku supaya mengantarkan. Su kongcu. Su kongcu sendiri hendak kemana ?"

"Aku juga handak menghadap panglima Torgun." "0, apakah ada keperluan penting ?"

"Disuruh siokhu mengantar surat."

"Lho, apakah Peng-poh-siang-si Su tayjin juga akan menghubungi panglima Torgun ? Wah, kalau begitu, panglima Torgun tentu akan gembira sekali."

"Siokhu menerima surat dari panglima Torgun lalu sekarang mengirim balasan."

"Apa isi balasan dari Su tayjin ?"

Su Hong Liang gelengkan kepala, "Entah aku tak tahu." "Bukankah panglima mengundang Su tayjin supaya mau

bekerja pada kerajaan Ceng ?" tanya Yap Hou. "Bagaimana Yap-heng tahu ?"

"Kudengar panglima memang mengagumi dan ingin sekali mendapat tenaga yang berharga seperti Su tayjin. Salahkah dugaanku ?"

"Ya, mcmang panglima hendak mengajak siokhu," jawab Su Hong Liang.

"Su tayjin manerima atau tidak ?"

Su Hong Liang gelengkan kepala, "Entah. Aku tak diberitahu tentang keputusan siokhu." "Kalau Su tayjin sampai menolak itu sungguh bodoh sekali. Sedangkan jenderal Kho yang sudah lama ingin bekerja pada kerajaan Ceng, baru sekarang diterima setelah membuat jasa."

"Apa jasa jenderal Kho?" tanya Su Hong Liang. "Membunuh jenderal Ko Kiat "

"Jahanam orang she Yap, Mari kita keluar," tiba2 Huru Hara menyelutuk dan terus berbangkit dari tempat duduk, melangkah keluar.

Yap Hou tersenyum dan mengangguk kepada Su Hong Liang. Su Hong Liang menjawab dengan anggukan kepala juga.

Yap Hou mengajak Gu Seng dan Po Bun keluar. Mereka melihat Huru Hara sedang berjaIan ke utara.

"Hai, suruh keluar aku sudah keluar, mengapa engkau malah ngacir?" teriak Yap Hou.

Huru Hara tetap lanjutkan langkah. Yap Hou dan kedua kawannya segera memburu. Lebih kurang setengah li setelah tiba disebuah hutan barulah Huru Hara berhenti.

"Aku mencari tempat sepi seperti ini," kata-kepada Yap Hou yang sudah tiba.

"Mau apa engkau?"

"Sudah lama aku hendak mencarimu. Pertama, mengenai urusan dari jenderal Ko Kiat tempo hari. Kedua, waktu engkau mengacau di Yang-ciu. Dan ketiga, untuk dosamu menjadi penghianait.

"Hm, sombong benar," dengus Yap Hou, "seolah engkau ini seorang hakim yang hendak mengadili aku." "Setiap orang berhak mengadili penghianat,” seru Huru Hara.

"Tiap orang kan bebas menganut pendiriannya sendiri?" "Aku memang tak peduli engkau mau jadi anjing atau

jadi monyet. Tetapi negara dan rakyat Beng tidak mengidinkan seorang penghianat menginiakkan kakinya di bumi ini !"

"Huh, hak apa engkau mengaku sebagai wakil rakyat Beng?"

"Hakku sebagai seorang rakyat Beng. Sudahlah jangan banyak bicara. Hari ini manusia-manusia semacam engkau ini harus lenyap dari bumi!”

"Wah, wah, sombongnya," ejek Yap Hou.

"Aku tak mau membunuhmu sccara sewenang-wenang. Silakan engkau mengadakan perlawanan seperti layaknya seorang jago. Kalau mati, biarlah engkau mati secara terhormat!"

"Gu-heng, Po-heng, bagaimana pendapat kalian tentang pendekar kesiangan ini?" seru Yap Hou.

"Bekuk dan lemparkan saja ke hutan untuk makanan burung gagak!" seru Gu Seng.

"Tuh, engkau dengar tidak?" kata Yap Hou kepada Huru Hara, "daripada menderita sakit kalau kami sampai turun tangan, lebih baik engkau potong kepalamu sendiri saja!"

"Bangsat, lekas bersiap terima kematianmu!" bentak Huru Hara seraya bersiap melakukan penyerangan.

"Kalau mau menyerang, silakan saja. Tak perlu jual gertak kosong!" Huru- Hara memang muak dengan Yap Hou. Sekali loncat dia menerkam dada orang itu. Tetapi sebelum sampai pada sasarannya, dari kedua samping kanan dan kiri, dia sudah dihantam Gu Sang dan Po Bun.

Terpaksa Huru Hara hentikan gerak serangan dan menyiakkan kedua tangannya untuk menangkis pukulan kedua orang itu.

Plakkk . .. . terdengar benturan yang keras. Po Bun dan Ga Seng terkejut ketika mereka rasakan seperti dilanda oleh tenaganya yang membalik. Mau tak mau mereka harus terdorong mundur selangkah.

Hek-hou thou-sim atau Harimau-hitam mencuri-hati, demikian gerak yang dilancarkan Yap Hou pada saat Huru Hara sedang merentang tangan menangkis ke kanan kiri tadi. Serangan itu dilakukan dengan dahsyat dan cepat oleh Yap Hou.

Huru Hara terkejut. Untuk menangkis, dia tak keburu mengatupkan kedua tangannya yang sudah terlanjur direntang itu.

Namun dalam keadaan terdesak itu dia tidak gugup. Setelah menyurut mundur dia mengelak ke kanan, dukkkk .

. . . bahunya kini terlanggar tangan Yap Hou.

Huru Hara terhuyung tetapi anehnya Ya Hou sendiri juga meringis kesakitan. Tubuhnya sampai gemetar. Dia merasa tangannya yang melanggar bahu Huru Hara tadi seperti ditolak oleh arus tenaga dari tubuh Huru Hara.

"Serbu,” serempak Gu Seng dan Pa Bun menerjang, demikian juga Yap Hou. Sekaligus Huru Hara dikerubut tiga. Huru Hara hanya berlincahan kian kemari untuk menghindar. Dia tak mampu balas menyerang tetapi musuhpun tak mampu menghantamnya.

"Memang karena tak pandai jurus ilmusilat Huru Hara hanya bergerak menurut gerak tangan lawan. Hal itu lama kelamaan diketahui juga oleh Gu Seng dan Po Bun. Mereka lalu menggunakan tipu serangan. Hasilnya beberapa kali punggung dan bahu Huru Hara termakan pukulan tetapi anehnya malah yang memukul yang meringis kesakitan dan terpental mundur.

Lama kelamaan Huru Hara jengkel juga. Dia segera percepat gerakannya. Tiba2 dia enjot tubuh melayang ke udara. berjumpalitan melayang turun di belakang Gu Seng. Gu Seng terkejut dan cepat berputar tubuh tatapi saat itu juga Huru Harapun sudah loncat ke udara lagi, melalui atas kepala Gu Seng. Pada saat berada diatas kekala Gu Seng dia menyempatkan diri untuk menyambar daun kepala orang.

Uh ..... Gu Seng mendesuh kaget. Saat itu Huru Hara melayang turun di tengah2 ketiga lawannya. Mereka bertiga cepat berputar tubuh, tetapi Huru Hara sudah loncat lagi ke udara, melayang keluar dari lingkar kepungan musuh.

Kali ini dia melayang melampui kepala Po Bun. Dan sempat pula Huru Hara untuk menyambar daun telinga Po Bun.

"Aduhhhhhh ..... " Po Bun menjerit sekeras-kerasnya ketika daun telinganya ditarik keatas. Tiba2 ia rasakan lehernya seperti di guyur air. Ketika dirabah, ah …. , ternyata darah merah telah mengguyur lehernya, lalu membasahi bahunya. Sakit Po Bun bukan alang kepalang. Ia rabah daun telinganya dan ahhhhh, ternyata hanya tinggal separoh saja. Daun telinga itu berlumuran darah .......

Huru Hara benci dengan manusia yang menjadi kaki tangan musuh. Kali ini dia benar2 hendak memberi hajaran yang hebat agar mereka kapok.

Terutama Yap Hou, dia hendak memberinya sebuah tanda mata yang tak dapat dilupakan seumur hidup.

"Yap Hou, namamu Hou macan tetapi kau akan kujadikan macan ompong," seru Hu Hara lalu mulai maju menyerang. Tiba2 dia teringat akan beberapa gerakan untuk menyerang.

Memang karena sudah berpuluh kali berhadapan dengan musuh yang terdiri dari berbagai jago, mau tak mau Huru Hara mendapat pengalaman juga. Dan secara tak sadar, dia pun teringat akan gerakan bagaimana kalau orang menyerang menghindar dan menangkis.

Justeru jurus yang sedang ditiru dan dilakukan Huru Hara itu adalah jurus Hong-hong-can-ki atau Burung-Hong- merentang-sayap lalu dilanjutkan dengan Hong-hong-tiam- thou atau Burung hong-mengangguk-kepala.

Memang jurus itu sudah diketahui Yap Hong. Tetapi dimainkan oleh Huru Hara, jurus itu jadi lain. Kecuali gaya dan gerakannya yang aneh tak menurut yang umum, pun kecepatannya bukan kepalang. Belum Yap Hou sempat menarik kembali kedua tangannpa yang dibuat menangkis kedua tangan Huru Hara, atau tiba2 kepala Huru Hara sudah mengangguk dan membentur .hidung orang, duk.............. plak .....

"Aduh aduhhhh ..... ," Yap How menjerit sekeras- kerasnya dan menyurut mundur, terus melarikan diri. Ternyata benturan jidat Huru Hara itu ditujukan pada hidung Yap Hou. Ketika Yap Hou menjerit kesakitan karena tulang hidungnya pecah dan berdarah, tiba2 mulutnya ditampar sekeras-kerasnya sehingga empat buah gigi depannya putus seketika. Dengan hidung dan mulut berlumuran darah. Yap Hou berkunang-kunang matanya dan kepalanya seperti pusing tujuh keliling. Kalau dia melanjutkan pertempuran, jelas dia akan menderita siksaan yang lebih hebat lagi.

"Besok masih ada waktu untuk membalas hinaan ini. Sekarang yang penting aku harus menyelamatkan diri lebih dulu," pikirnya. Maka dia terus berputar tubuh dan lari sekencang-kencangtya.

Gu Seng dan Po Bun terkejut karena Yap Hou menderita kekalahan. Sebenarnya mereka harus sudah menyadari kalau sedang menghapi seorang pemuda yang aneh. Tidak bisa ilmusilat tetapi main konto alias silat cakar kucing. Hanya saja walaupun bermain silat cakar kucing alias asal- gerak saja, Huru Hara dapat bergerak luar biasa cepatnya. Justeru itulah yang menyebabkan lawan jadi kacau balau tak keruan. Kalau permainan Huru Hara itu menurut tata- silat yang umum, memang mudah diduga dan lawan dapat bersiap untuk menangkis atau menghindari. Tetapi tidak begitu. Permainan silat Huru Hara itu menurut sesuka hatinya sendiri. Dia kepingin menghantam terus menghantam, kepingin menampar terus menampar, kepingin menendang terus menendang, pun kalau kepingin menghindar, dia terus loncat. Segala, sesuatu, disesuaikan dengan kondisi dan situasi pada saat itu.

Itulah sebabnya Yap Hou harus menderita kekalahan sampai dua kali. Pertama ketika dia di depan jenderal Ko Kiat. Dan kedua kali, pada saat tadi. Bahkan kali ini dia harus menderita kekalahan yang hebat. Hidung penyok, gigi rompal.

Po Bun dan Gu Seng hanya melihat dari sudut bahwa permainan silat Huru Hara itu tidak karuan jurusnya. Keduanya melihat banyak sekali lubang kelemahan pada Huru Hara. Mereka yakin tentu dapat mengalahkan pendekar nyentrik itu.

"Bagus," teriak Huru Hara ketika kedua jago itu mulai menyerangnya.

Huru Hara memang hendak memberi hajaran kepada kedua manusia yang menjadi kaki tangan jenderal Kho Ting Kok, seorang jenderal yang telah membunuh rekannya hanya karena ingin mencari jasa kepada kerajaan Ceng.

Sampai sekian lama ia tetap, berlincahan menghindari terkaman kedua lawannya. Ia memang hendak mempermainkan mereka agar mereka kehabisan napas.

Kedua jago itu memang heran sekali. Jelas mereka makin yakin kalau lawan tak dapat bermain silat tetapi mengapa setiap serangan yang dilakukan dengan jurus berbahaya dan gerak yang cepat selalu saja dapat dihindari. Seolah-olah lawan sudah tahu kemana dia hendak diserang.

"Aneh, aneh," kata kedua jago itu dalam hati, "seumur hidup baru kali ini aku berhadapan dengan  seorang manusia aneh. Tidak mengerti ilmu silat tetapi dapat menghadapi serangan jurus yang hebat."

Bahkan Gu Seng yang kain kepalanya disambar tadi, diam2 mulai tergetar nyalinya.

Tiba2 saja dia loncat mundur dan mencabut pedangnya seraya berseru, "Po-heng, kalau tak dapat dihantam, mari kita cincang saja !" Po Bun segera loncat mundur dan mencabut senjatanya, sebuah gada besi yang berbentuk seperti orang-orangan. Senjata itu disebut Tok kak-thong-jin atau Orang-tembaga- berkaki-satu.

Dengan senjata itulah dia memperoleh nama sebagai seorang begal tunggal yang malang melintang di dunia persilatan. Bertahun-tahun dia belum pernah bertemu dengan musuh yang sanggup melawan senjatanya itu. Karena kelihatannya itu maka kaum piau-su atau pengantar barang (perusahaan ekspedisi barang), setiap kali lewat daerahnya tentu berkunjung ke rumahnya dan menghaturkan pungli. Setiap rombongan piau-su yang tak menghiraukan peraturan itu, di tengah jalan tentu akan mengalami kesulitan. Tidak jarang barang-barangnya dirampas dan tidak jarang pula orangnyapun dibunuh.

Kini Huru Hara harus berhadapan dengan seorang jago dari perguruan Hoa-san-pay dan orang kepala begal yang termasyhur. Keduanya menggunakan senjata.

Hong-biau-lok-yap atau Angin-meniup-daun-berguguran adalah jurus yang dimainkan oleh Gu Seng, jago Hoa-san- pay. Perguruan Hoa-san pay memang termasyhur dengan ilmupedangnya. Serentak terdengar suara menderu-deru dan berhamburanlah titik2 sinar pedang mencurah kearah kepala Huru Hara.

Serempak dengan itu Po Bunpun mengayunkan senjata Tok-kak-thong-jinnya.

"Ihhhh . . . , " Huru Hara mendesis kaget ketika Tok-kak- thong-jin yang beratnya puluban kati itu melayang -kearah kepalanya. Untung dia keburu miringkan kepala sehingga luput dari kematian. Tetapi tak urung kedua kuncirnya tersambar. Ah, rasanya kepalanya seperti dijiwit. "Kurang ajar manusia ini, hm, engkau kira aku tak dapat merampas senjatamu itu?" pikirnya. Dia segera mengempos semangatnya dan mulailah ia berlincahan mengitari kedua lawan itu.

Tenaga-sakti Ji-ih-sin kang memang luar biasa. Begitu menyalur maka Huru Hara seperti seorang jago silat yang memiliki tenaga-dalam hebat. Setiap gerakannya, baik menghantam, menampar ataupun menendang, tentu mengandung tenagadalam yang dahsyat. Pun gin-kang atau ilmu meringankan-tubuh, juga luar biasa. Dia dapat loncat sampai beberapa tombak, dapat melayang ke udara sampai beberapa meter tingginya dan dapat melesat seperti burung camar cepatnya.

Tok-kak-thong-jin Po Bun benar2 terkejut. Ia hampir tak percaya kalau yang dihadapinya seorang manusia biasa bahkan seorang pendekar nyentrik. Ber-ulang2 senjata Tok- kak-thong menghantam angin.

Kalau memukul apalagi menggerakkan senjata berat Tok-kak-thong-jin, dapat mengenai sasaran, memang puasnya bukan main. Tetapi kalau luput, wah, wah, sakitnya juga bukan kepalang. Bukan sakit tangannya tetapi sakit dalam perasaan.

Demikian yang diderita Po Bun. Karena berulang kali menghantam luput, dia makin sakit dan makin panas hatinya. Dan karena dia mulai kalap, maka lama kelamaan tenaga dan napasnyapun mulai kembang kempis.

Huru Hara tidak dapat dalam waktu yang singkat untuk merebut senjata Tok-kak-thong-jin karena diapun masih harus memperhatikan pedang Gu Seng. Jago dari Hoa-san- pay ini memang hebat sekali permainan pedangnya. Tetapi ternyata beberapa kali hampir saja pedangnya berbentur dengan Tok-kak-tong-jin Gu Seng menjadi hati2 dan tak berani menumpahkan seluruh ilmupedangnya. Apalagi setelah melihat Po Bun mengamuk dengan senjata Tok-kak- thong-jinnya, dia agak lambatkan gerakan pedangnya.

"Hm, akan kupancing agar mereka mengadu senjatanya," Huru Hara mempertimbangkan satu siasat. Dia melesat di tengah-tengah kedua lawan dan lepaskan pukulan ke kanan kiri.

"Bangsat, jangan berlagak !" Po Bun marah dan menghantam sekuat-kuatnya. Pun saat itu Gu Seng juga sedang melancarkan jurus Pah-ong-can-liong atau Raja- Pah- ong-memenggal-naga. Pedang melayang secepat kilat kearah leher Huru Hara,

Tringngng ……..

Terdengar benturan keras antara pedang dengan Tok- kak-thong-jin ketika Huru Hara tiba-tiba enjot tubuh mencelat ke udara dan kemudian melayang turun di belakang Gu Seng.

Gu Seng dan Po Bun sama2, tergetar tangannya dan sama2 menahan sakit. Benturan itu dahsyat sekali. Keduanya menyurut mundur untuk memeriksa senjata masing2.

Tetapi baru Gu Seng menunduk untuk memeriksa mata pedangnya, sebat luar biasa Huru Hara sudah melesat dibelakangnya dan terus mencengkeram bahu orang, diremasnya keras2.

"Aduh ," Gu Seng merjerit kaget. Dia tak menyangka sama sekali kalau Huru Hara dapat bergetak begitu cepat. Tulang bahu disebut pi peh-kut. Din tulang pi-peh- kut ini apabila han t, punahlah tenaga kepandaian orang.

Gu Seng menyadari hal itu. Dia menangis dalam hati. Namun apa daya karena tulang pi-peh-kutnya sudah terlanjur hancur diremas Huru Hara. Maka ketika ia rasakan tubuhnya terangkat keatas, diapun tak dapat berdaya apa2 kecuali paserah seperti anak kecil.

Po Bun terkejut ketika melihat Gu Seng di angkat keatas kepala Huru Hara. Tetapi belum sempat dia berbuat sesuatu, Huru Hara sudah langkah maju dan temparkan tubuh Gu Seng ke arahnya.

Prakkk.............. .. .

Terdengar kepala Gu Seng pecah dan benaknya berhamburan ketika Po Bun mengangkat To kak-thong-jin untuk melindungi dirinya dari timpukan tubuh Gu Seng.

"Bagus, begitulah macamnya manusia jahanam. Kawan sendiri kalau perlu juga dibunuh,” teriak Huru Hara.

Po Bun pucat. Sesaat ia tertegun dan sesaat itu pula tiba2 ia melihat sesosok bayangan menutup pandang matanya. Sedemikian cepat bayangan itu sudah tiba dihadapannya sehingga ia tak sempat menghindar ataupun menghantamkan To- kak-thong-jinnya.

"Aduhhhh , " Po Bun, begal ternama yang malang

melintang dan ditakuti di daerah utara senjata Tok-kak- thong-jinnya yang ganas itu, menjerit ngeri. Mukanya berlumuran darah dan kedua biji matanya telah pecah ditusuk Huru Hara.

"Nah, itulah upah manusia penghianat. Jangan sedih, engkau masih kubiarkan hidup,” seru Huru Hara.

"Hai, …. engkau, kelak pada suatu hari aku pasti akan mencari balas kepadamu," seru Po Bun sambil mendekap kedua matanya yang sudah buta itu...........

Tetapi tiada penyahutan karena saat itu Huru Hara sudah melesat pergi. Dia memang tak mau membunuh orang itu. Cukup dengan menghancurkan kedua matanya, tentulah orang itu sudah sadar dan akan mengundurkan diri dari dunia persilatan.

Huru Hara kembali ke kedai minum. Disitu Su Hong Liang masih duduk menikmati teh.

"Bagaimana Loan-heng?" tanya Su Hong Liang dengan santai.

"Beres!"

"Beres bagaimana? Apakah Loan-heng bertempur dengan mereka?"

"Hm."

"Lalu kemana mereka sekarang?"

"Pergi," sahut Huru Hara dengan singkat. Dia merasa enggan berbicara dengan pemuda itu.

Kemudian mereka melanjutkan perjalanan. Singkatnya, mereka telah tiba di markas besar panglima kerajaan Ceng.

Huru Hara terkesiap ketika menghadap panglima Torgun. Seorang yang tinggi, besar dan gagah. Dada bidang, wajah berwibawa. Seorang panglima yang pandai dalam siasat perang dan bijaksana.

Torgun juga terkejut ketika menerima Su Hong Liang bersama seorang pemuda yang aneh dandanannya.

"0, engkau Su Hong Liang," seru Torgun," apa engkau sudah membawa surat balasan dari Su tayjin ?"

"Sudah ciangkun," kata Su Hong Liang dengan penuh hormat.

Torgun meminta surat itu dan suruh Su Hong Liang, "Coba engkau bacakan surat dari pamanmu Su Hong Liang membuka sampul dan membaca dengan lantang. Seketika berobahlah wajahnya. Ternyata Su Go Hwat menolak tawaran Torgun supaya bekerja pada kerajaan Ceng.

"Ha, ha," Torgun tertawa, "pamanmu menolak. Apakah engkau tidak berusaha membujuknya.”

"Sudah tayjin," Su Hong Liang gopoh memberi keterangan, "sudah hamba gambarkan tentang keadaan peperangan ini, kebobrokan kerajaan Beng dan kebijaksanaan ciangkun yang tentu akan menghargai siokhu apabila suka bekerja pada kerajaan Ceng."

"Tetapi gagal ?"

"Baru saat ini hamba tahu kalau siokhu menolak."

"0, apakah sebelumnya Su tayjin tidak memberitahu kepadamu ?"

"Tidak ciangkun," jawab Su Hong Liang, “siok-hu hanya menitahkan hamba supaya menghaturkan surat balasan ini kepada ciangkun."

"Mengapa engkau yang disuruh menyerahkan surat ini ?"

"Siokhu mengatakan karena hamba yang membawa surat ciangkun maka hambapun harus yang menyerahkan surat balasan ini."

"Apakah tidak engkau katakan bagaimana berbahaya kalau surat penolakan ini engkau yang membawa ?"

Su Hong Liang menghela napas, "Sudah ciangkun. Hamba katakan kalau surat ini menyatakan siokhu menerima tawaran ciangkun, hamba tentu selamat. Tetapi kalau berisi penolakan, hamba tentu celaka. Kemungkinan ciangkun tentu akan membunuh hamba." "Tetapi Su tayjin tetap mengirim engkau supaya menyerahkan surat ini ?" Torgun menegas. Su Hong Liang mengiakan.

Torgun tertawa. "Tahukah apa maksud Su tayjin?" Su Hong Liang agak bingung,

"Tak lain agar engkau kujatuhi hukuman mati,” kata Torgun,

Su Hong Liang pucat seketika.

"Bagaimana pendapatmu tentang pamanmu Su tayjin itu

?" tanya Torgun.

"Siokhu seorang paman yang tega hati hendak mencelakai keponakannya sendiri, ciangkun.”

"Lalu engkau anggap dia seorang yang bagaimana ?" "Seorang yang jahat, ciangkun , . , . ."

"Tutup mulutmu !" tiba2 terdengar sebuah suara yang amat lantang sehingga nadanya berkumandang menggetarkan ruangan.

Su Hong Liang terkejut, demikianpun Torgun. Serentak panglima itu berpaling kearah orang yang bersuara.

"Engkau yang bicara ?" tegurnya.

"Benar." sahut orang itu yang tak lain adalah Huru Hara. Tampak pemuda itu busung dada mengangkat kepala dengan wajah yang tak gentar.

"Siapa namamu ?" "Loan Thian Te."

"Loan Thian Te ? Apa artinya? "Mengacau dunia atau Dunia kacau." "Aneh........ oh, ya. aku ingat sekarang. Bukankah yang pernah menolong Totay, dulu ?"

“Benar.”

“Totay itu masih keluargaku. Dia pernah mohon idin untuk membalas engkau. Dia memberi perintah kepada semua panglima kalau anak pasukan Ceng, agar apabila menawan atau bertempur dengan seorang pemuda yang bernama Loan Thian Te, jangan diganggu."

"0, seharusnya dia tak perlu berbuat begitu," kata Huru Hara..

"Mengapa ?" tanya Torgun.

"Karena itu urusan peribadi, bukan urusan negara. Mengapa tentara Ceng harus dilibatkan dengan urusan itu

?"

Torgun terkesiap. Dia terkejut mendengar ucapan Huru Hara. Seperti Totay, panglima Torgun itu juga menghargai seorang yang berjiwa ksatrya, walaupun orang itu seorang musuh.

"Apakah engkau juga disuruh Su tayjin untuk bersama Su Hong Liang menyerahkan surat balasan kepadaku ?"

"Ya, karena atas permintaan Su Hong Liang." Torgun mengangguk-angguk.

"Mengapa engkau marah tadi ?" tanyanya.

"Karena dia," Huru Hara menuding Su Hong Liang berani menghina Su tayjin."

"Hm, dia kan keponakannya dan engkau bukan. Mengapa malah engkau yang marah dan dia yang menghina ?"

"Karena dia seorang keponakan jahanam !" Torgun terbeliak. Dia tak sangka bahwa dihadapannya, seorang pemuda nyentrik, begitu berani bicara ceplas ceplog bahkan memaki seorang keponakan dari mentri kerajaan Beng.

"Loan-heng, harap bicara yang sopan. Kita kan dihadapan ciangkun, mengapa Loan-heng bicara begitu kasar ?" seru Su Hong Liang. Dengan cerdik dia menggunakan nama Torgun untuk memukul Huru Hara. Mudah-mudahan panglim Torgun terbakar hatinya dan mau segera menindak Huru Hara.

"Mengapa engkau mengata-ngatai Su tayjin,” balas Huru Hara "aku sudah tahu diri untuk menghormati panglima kerajaan Ceng. Andaikata tidak ditempat ini, mungkin sudah kuhajar engkau !"

"Mengapa ? Bukankah jelas kalau siokhu hendak mencelakai aku ? Siokhu sudah tahu kalau surat itu menolak ajakan Torgun ciangkun dan telah kukatakan kalau siokhu menolak, aku pasti celaka. Tetapi ternyata siokhu masih tetap menyuruh aku yang mengantar surat. Bukankah siokhu memang sengaja hendak membunuh aku

?"

Hung Hara mendengus.

"Kalau siokhu hendak membunuh aku dengan meminjam tangan ciangkun disini, apa aku tidak berhak mengatakan dia seorang yang jahat ?"

"Su tayjin bertindak tepat sekali,” Huru Hara.

"Apa? Sengaja hendak membunuh keponakannya itu engkau anggap tindakan yang tepat?" teriak Su Hong Liang.

"Kalau seorang paman membunuh seorang keponakan, itu memang jahat. Tetapi apakah engkau tak menyadari akan perbuatannya sendiri?" "Apa perbuatanku?" tanya Su Hong Liang. "Engkau memang goblok !"

"Jangan terus menghina saja. Kalau engkau ini dapat menjelaskan, akupun takkan sungkan kepadamu."

"Sebenarnya Su tayjin sudah menaroh curiga  atas dirimu. Mengapa engkau membawa surat dari panglima Ceng kepadanya "

"Aku sudah menjelaskan hal itu kepada siok-hu!" "Engkau anggap Su tayjin begitu tolol percaya saja?" seru

Huru Hara, "menurut kesanku, jelas Su tayjin curiga kepadamu. Kebetulan waktu engkau disuruh mengantar surat balasan itu, engkau minta supaya aku yang menemani. Sudah tentu Su tayjin meluluskan. Karena apa? Su tayjin tahu bahwa aku tentu dapat mengawasi gerak gerikmu selama disini."

"Apa engkau kira engkau mampu lolos dari daerah yang sudah dikuasai pasukan Ceng?" ejek Hong Liang.

"Su tayjin sudah menduga hal itu. Kalau aku sampai celaka disini, Su tayjin tentu makin yakin akan kecurigaannya bahwa engkau ini memang seorang penghianat.”

"Setan!" damprat Su Hong Liang, "tak mungkin siokhu akan menduga begitu. Itu engkau sendiri."

"Aku memang juga menduga begitu. Apakah salah? Bukankah engkau sudah bekerja pada kerajaan Ceng?" seru Huru Hara tak gentar. Torgun terkejut. Juga beberapa pengawal yang berada disitu atas keberanian Huru Hara.

"Jika engkau seorang penghianat, jangan engkau mempersalahkan Su tayjin. Jangan engkau hubung- hubungkan dengan ikatan antara paman dengan keponakan. Dalam kepentiugan negara, tidak ada lagi kepentingan bapak dengan anak, saudara, apalagi paman dengan keponakan!" Huru Hara melanjutkan.

"Bagus!" tiba2 Torgun berseru memuji.

Sudah tentu sekalian pengawal terutama Hong Liang terkejut sekali. Mereka mengira panglima tentu marah dan akan menindak Huru Hara. Siapa tahu ternyata panglima Ceng itu malah memuji Huru Hara.

"Su Hong Liang, begitulah seharusnya pendirian seorang lelaki. Maka janganlah engkau menyalahkan pamanmu Su tayjin. Dia memang pantas bertindak begitu dan engkau harus puas menerimanya," seru panglima Torgun pula.

Seketika pucat lesi wajah Su Hong Liang. Dengan ucapan itu, jelas panglima Torgun hendak membenarkan tuduhan Huru Hara, bahwa dia (Hong Liang ) memang bekerja pada kerajaan Ceng.

"Hm; rupanya Torgun hendak mendesak aku rupaya jelas2 bekerja pada kerajaan Ceng. Kalau begitu, apa boleh buat. Nasi sudah menjadi bubur," pikirnya.

Tetapi rupanya dia masih mempunyai rencana. Walaupun Torgun sudah membuka kartunya, tetapi hanya Huru Hara yang tahu. Kalau Huru Hara lenyap, tentulah pamannya, Su Go Hwat, belum tahu tentang rahasia dirinya.

"0, kemungkinan panglima Torgun memang ada rencana begitu. Dia membuka kartuku tetapi akan membunuh Huru Hara," berpikir sampai disitu, hatinya gembira.

"Loan Thian Heng, aku suka kepada peribadi dan sifatmu," kata panglima Torgun pula, apalagi Totay pernah berhutang budi kepadamu …….” "Harap soal itu jangan ciangkun sebut2," kata Huru Hara, "kalau Totay merasa berhutang budi, itu hanya urusanku peribadi dengan dia. Tetapi aku tak mau meminta hubungan itu untuk mencari keringanan. Dan salah apabila ciangkun, meluluskan permintaan Totay itu."

Torgun terkejut. Dia benar2 tak menyangka Huru Hara berani bicara selantang itu.

"Hai, pendekar liar, jangan kurang ajar terhadap tay- ciangkun," seorang pengawal dari panglima Torgun yang berada dalam ruang itu cepat membentak.

"Jangan bicara," diluar dugaan Torgun mencegah pengawalnya, kemudian kepada Huru Hara dia berkata, "engkau betul. Totay tidak seharusnya meminta demikian. Tetapi dia mengatakan bahwa dirinya saat itu, yalah waktu engkau tolong adalah sedang menjalankan tugasnya sebagai pimpinan pasukan. Jika dia sampai terbunuh maka pasukannyapun akan hancur. Jadi dalam kedudukannya saat itu, bukan sebagai peribadi Totay tetapi sebagai panglima pasukan Ceng. Dengan begitu engkau telah membantu pasukan Ceng."

"Ah," Huru Hara terkejut, "terserah apabila dianggap begitu. Tetapi dalam hatiku, yang kubantu itu adalah seorang manusia Totay yang memperlakukan aku dengan baik."

"Hebat, Loan Thian Te, ternyata engka menjunjung peri- kemanusiaan dan budi. Baiklah sekarang maksudmu bagaimana?"

"Apakah ciangkun sudah selesai dengan surat balasan dari Su tayjin tadi?" tanya Huru Hara.

"Ya" kata Torgun, "dan akupun akan memenuhi keinginan Su tayjin." "Apa yang ciangkun maksudkan?"

"Menurut Su Hong Liang. Su tayjin jelas menghendaki supaya aku menangkap atau membunuh Su Hong Liang dan engkau. Dan karena aku setuju dengan fahammu tentang peri-kemanusiaan tadi, akupun takkan menindak kepada kalian. Tetapi dengan syarat, kalian supaya bekerja kepadaku. Engkau Loan Thian Te, akan kuangkat sebagai orang kepercayaanku yang akan kuberi tugas penting. Pangkatmu kusamakan dengan seorang panglima. Engkau berbak menghukum setiap angauta pasukan yang bersalah dari prajurit biasa sampai jenderalnya."

Su Hong Liang terkejut sekali. Ia tak nyana kalau Torgun begitu menghargai sekali kepada Huru Hara. Padahal dia sendiri yang jelas bersedia bekerja pada kerajaan Ceng, hanya diberi kedudukan yang rendah.

Tetapi dia segera kaget ketika mendengar jawaban Huru Hara atas tawaran yang begitu menarik dari Torgun.

"Terima kasih, ciangkun. Hamba menghargai sekali kepercayaan ciangkun terhadap diri hamba," kata Huru Hara, "tetapi sayang sekali hamba tak dapat menerima.”

"Kenapa ?"

"Karena hamba sudah terikat janji kepada tayjin untuk membantunya."

"Ha, ha. ha," Torgun tertawa gelak, "Su tay-jin sudah ibarat seekor harimau yang berada dalam jaring. Sekali kuperintahkan menyerang mana dia mampu bertahan. Aku menghargai pendirianmu untuk membantunya. Tetapi aku sayang kepadamu. Engkau masih muda, hari depanmu masih penuh dengan harapan. Mengapa engkau harus membunuh hari depan sendiri dengan ikut kepada Su tayjin? Bukankah dalam pertempuran nanti, engkau juga pasti akan ikut hancur?"

"Seorang pejuang harus membuka bekal tekad untuk mati. Kalau tiada bekal itu, jangan dia berjuang!"

"Bagus!" seru Torgun, "kami bangsa Boan, juga berpendirian begitu maka kamipun dapat menghargai engkau dan orang yang mempunyai pendirian begitu. Tetapi Loan Thian Te, mengapa engkau harus menyia- nyiakan dirimu sendiri? Engkau mati-matian berjuang tetapi engkau berjuang untuk siapa? Bukankah engkau berjuang untuk raja Hok Ong yang tak berguna itu dan kawanan mentri dorna yang menggerogoti kekayaan kerajaan. Perlu apa, Loan Thian Te. Mengapa engkau harus begitu?"

"Ciargkun," sahut Loan Thian Te dengan tegas, "hamba berjuang untuk mempertahan bumi negara hamba. Negara itu bukan milik raja atau mentri2 dorna itu tetapi milik semua rakyat. Mengapa tayjin hendak menduduki negara kami?”

"Engkau salah Loan Thian Te," sahut Torgun, "kerajaan Ceng hendak menolong rakyatmu, membebaskan mereka dari penderitaan dan tindasan raja dan kawanan durna. Kami berjanji akan meningkatkan pemerintahan agar rakyat dapat hidup aman dan sejahtera. Lihatlah, bukankah jenderal2 dan pembesar kerajaan Beng yang mau sertia pada kami, kami perlakukan dengan baik. Kami beri kedudukan seperti semula, kami persamakan hak mereka dengan pembesar2 Ceng. Kami tak mau mengadakan perbedaan dan bertindak secara adil. Apakah sikap itu, masih dianggap sebagai penjajah?"

"Benar, ciangkun," kata Huru Hara, "tetapi kami telah kehilangan hak kami sebagai pemilik bumi tumpah darah kami." "Jangan mengatakan soal hak. Sebelum nenek moyangmu berdiam di bumi ini bukankah bumi ini tidak bertuan. Hanya karena bangsa Han pandai dan cakap memerintah maka dapatlah bumi kalian kuasai. Dengan begitu bumi itu bukan milik siapa2, kecuali mereka yang mampu menduduki dan cakap mengurus negara itu."

"Tidak, ciangkun, hamba tetap bangsa Han hamba tetap menginginkan menjadi pemilik dari negara kami."

"Jadi engkau tak mau bekerja pada kami. Cobalah engkau ajukan syarat apa, jangan buru2 menolak."

"Baiklah, kalau ciangkun menitahkan begitu hamba akan mengajukan syarat," kata Huru Hara, "hamba mau bekerja pada ciaugkun apabila ciangkun sudah memerintahkan untuk menarik mundur pasukan Ceng dari seluruh wilayah negara Beng ini."

Torgun kerutkan dahi.

"Aku tak mempunyai kekuasaan sedemikian besar. Yang berhak adalah baginda kami. Loan Thian Te, engkau boleh menolak tawaranku supaya bekerja kepada kerajaan Ceng, asal engkau dapat memenuhi syaratku ini."

"0, syarat apa, ciangkun ?" "Engkau sanggup atau tidak ?"

Tanpa banyak ragu2 lagi, segera Huru Hara menjawab, "Hamba sanggup "

-oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar