Pendekar Bloon Cari Jodoh Jilid 31 Kucing - kucingan

Jilid 31 Kucing - kucingan

Ih Jiang, terkejut menyaksikan kesaktian Huru Hara.

Padahal padri Gong Gon itu terkenal memiliki tenaga gwa- kang (luar) yang luar masa.

Lik-biat-ngo-gak naerupakan sebuah ilmu pukulan yang perbawanya sedahsyat ilmu pukulan Kim-kong-ciang dari perguruan Siau-lim si. Dan Gong Goan telah mencapai tataran dimana pukulannya Lik-biat-ngo-gak itu mampu menghancurkan gunduk karang sebesar anak kerbau.

Tetapi Ih Jiang tak sempat melihat keadaan Gong karena saat rtu Huru Hara sudah menghampiri ketempatnya.

"Wah, engkau hebat sekali," tiba2 Ih Jiang malah berseru memuji. Dia memang cerdik dan licik, cepat dapat mengetahui gelagat.

“Sayang aku talc butuh pujianmu," sahut Huru Hara. "Lalu engkau menginginkan apa ?"

"Aku menginginktan supaya engkau bertobat." "Bertobat ? Apakah dosaku ?"

"Setumpuk gunung," sahut .Huru Hara, "engkau telah mencontreng muka bangsa Han. Engkau ikut mencelakakan bangsa Han. Apa perlunya ?"

"Aku tak tahu maksudmu."

"Hm, bukankah engkau seorang kaki tangan orang Boan Ceng ?" Ih Jiang tertegun, kemudian menjawab, "Setiap orang mempunyai keadaan dan keyakinan sendiri2."

"Bagaimana keadaan dan keyakinanmu ?"

Aku seorang lelaki. Bertahun-tahun aku menuntut ilmusilat agar kelak dapat menjadi seorang yang terkenal. Sekarang kesempatan itu telah terbuka luas. Dengan membantu kerajaan Ceng, aku mempunyai kesempatan kelak akan menjadi pembesar negeri."

"Hm, ketahuilah," dengus Huru Hara, "bela jar ilmusilat bukanlah suatu tujuan untuk manjidi orang terkenal dan mendapat pangkat. Tetapi untuk kesehatan diri, menjaga diri dan mengembangkan ilmu pusaka dari leluhur kita.

Kalau mau mengawalkan, amalkanlah ilmusilat itu untuk membantu yang lemah memberantas yang jahat."

"Hm, simpanlah nasehatmu," kata Ih Jiang, "jangan terlalu muluk2 dengan impian. Yang penting adalah kenyataan. Orang yang memiliki kepandaian sakti seperti engkau, pada waktu ini, besar sekali kesempatannya untuk mendapat pangkat tinggi. Kalau engkau mau, aku dapat membantu-mu. Hidupmu pasti bahagia kelak."

"Cis," Huru Hara meludah, "lebih baik menjadi cacing yang bebas di tanah, daripada menjadi anjing peliharaan orang Boan. Silakan engkau nikmati sendiri falsafah ke- anjinganmu, jangan coba cari pengikut."

"Sudahlah, aku akan berurusan dengan pengemis itu sendiri, jangan ikut campur," akhirnya Ih Jiang mengalihkan pembicaraan.

"Soal benda yang diambilnya?" masih Huru Hara menyelutuk.

"Hm."

"Mengingat tadi engkau mau membayar orang yang sedang mendapat kesukaran, kali ini engkau kubebaskan. Pergilah!" habis berkata Huru Hara terus menghampiri ke kolam. "Ah Liong, mana pengemis tadi?" tanyanya kepada Ah Liong yang masih duduk beristirahat di tepi kolam bersama Cian-li-ji.

“Oh, ya, benar, mengapa pengemis itu tak muncul sejak dia kecebur dalam kolam," seru Ah Liong.

"Carilah !" Huru Hara menyuruhnya.

Ah Liong segera loncat kedalam kolam. Ko lam itu cukup luas dan dalam sehingga menyerupai sebuah telaga kecil. Di1ihatnya sesosok tubuh sedang menggeletak di dasar kolam, Ah Liong segera menyeretnya keatas dan dibawa naik ke darat.

"Hai, apakah ini bukan Gong Goan taysu?" seru Huru Hara.

Memang korban itu adalah Gong Goan taysu. Tetapi paderi itu hanya mengenakan celana dalam saja. Jubahnya sudah hilang. Ah Liong memijak perut paderi itu. Karena perut dipijak, mulut paderi itu mengalirkan air. Setelah ditolong Ah Liong yang rupanya faham menolong orang yang tenggelam dalam air, paderi itupun siuman.

"Kemana pengemis itu ?" tanya Huru Hara. "Hilang," sahut Ah Liong.

"Hilang ?"

"Ya, sudah kucari didasar kolam tetapi tak dapat kuketemukan, Apa itu tidak hilang namanya ?"

"Aneh benar," seru Hum Hara, "masakan orang bisa menghilang.

"Ya, pengemis lumpuh itu memang luar biasa anehnya.

Dia lumpuh tapi dapat mencopet barang orang. Dia kecebur dalam telaga, tetapi ia bisa meng hilang "

"Bohong !" Huru Hara terus loncat kedalam air. Dia meluncur ke dasar telaga. Waktu kecil, diapun suka mandi di sungai sehingga pandai be renang. Dia tak percaya pengemis lumpuh dapat menghilang.

Setelah mencari-cari beberapa saat dan talc melihat pengemis itu, tiba2 dia nellhat sekabing papan besi menutup di tengah dasar telaga. Timbul kccurigaannya. Dia hampirinya papan besi itu lalu diangkatnya.

"Ah," ia terkejut ketika papan besi itu terbuka dan tampak sebuah lubang. Segera ia meluncur masuk dan papan besi itupun menutup lagi.

Dia terus berenang menyusur sebuah terowongan air sampai pada akhirnya dia melihat diatas terowongan itu terdapat sebuah lubang besar. Cepat dia naik keatas lubang itu dan ah ternyata dia berada didalam sebuah gua.

"0, kebetulan sekali, mari siauhiap, kita minum anak," tiba2 ia terkejut mendengar suara orang berkata-kata.

Ketika berpaling, dilihatnya disebelah samping gua itu terdapat sebuah ruangan. Dalam ruangan itu tampak seorang tua duduk bersila menghadapi-sebuah meja 'batu. Diatas meja batu itu terdapat sebuah poci dan cawan arak. Dan seoiring bermacam-macam buah.

'Siapa engkau?" tegur Huru Hara sera ya menghampiri. "Ai, apakah siauhiap lupa kepadaku?" orang itu tertawa. "Apakah engkau pengemis lumpuh itu?"

"Ya, benar, akulah pengemis lumpuh itu."

"Mau apa engkau?" tegur Huru Hara dengan bengis. "Apakah engkau pengemis lumpuh itu?" "Ya, benar,

akulah pengemis lumpuh itu."

"Mau apa engkau?" tegur Huru Hara dengan bengis. "Ai, duduklah siauhiap. Jangan tegang. Aku seorang

sahabat sendiri," kata pengemis tua nu.

Kini dia sudah berganti pakaian, tidak lagi menge nakan pakaian compang camping.

Huru Hara tak takut. Diapun duduk. "Siauhiap, silakan minum arak simpananku,” kata pengemis itu seraya mengangsurkan ca-wan yang sudah diisi arak.

"Huru Hara menyambuti dan terus meneguk. "Terima kasih," katanya, "siapa engkau ini?" "Sudah lama aku tak memakai namaku yang aseli. Orang hanya menyebutku sebagai Ui-tiok-sin-jiu si-Copet-bambu- kuning."

"0," desuh Huru Hara, "apakah gua ini tempat tinggalmu?"

Ui-tiok-sin jiu mengiakan, "Siauhiap adalah orang yang pertama dapat mengunjungi tempatku ini. Selama ini belum pernah orang tahu dan datang kemari."

"Mengapa engkau suka mencopet ?" tegur Huru Hara langsung.

"Siauhiap," kata pengemis tua itu, "apa engkau kira copet itu suatu pekerjaan hina?

"Tentu saja !"

"Ya, itu kalau copet kecil, copet di pasar. Tetapi aku adalah raja copet. Seorang raja, tentu tak mau sembarangan mencopet barang sepele."

"0, apakah yang engkau copet itu barang pilihan ?" "Tentu, tentu," sahut raja copet itu, "aku tentu memilih

orang dan barang yang bernilai seperti ini. ," dia

terus berbangkit dan merogoh kedalam sebuah lubang. "Hai, kurang ajar, engkau tidak lumpuh ?" teriak Huru

Hara terkejut ketika melihat pengemis itu dapat berdiri dan berjatan.

"Lho, engkau ini bagaimana siauhiap ?" seru raja copet itu," masakan engkau senang melihat orang yang lumpuh. Seharusnya engkau gembira melihat aku tidak lumpuh."

"Ah, engkau memang aneh. Engkau seorang pengemis lumpuh tetapi ternyata engkau dapat berjalan. Engkau seorang pencopet tetapi tidak mencopet barang dan orang sembarangan.”

Raja copet itu tertawa, memang begitulah dunia ini penuh dengan manusia2 yang aneh.

Seperti dirimu sendiri. Kalau melihat wajahmu, aku terkenang pada seseorang. Tetapi kalau melihat engkau begitu aneh, akupun heran."

“Ah, aku juga heran kepadamu. Sekarang engkau juga heran kepadaku. Sekarang satu-satu dulu. Engkau atau aku yang mendapat jawaban dulu.”

"Engkau saja siauhiap. Aku orang tua .,,harus mengalah. Silahkan tanya apa yang menjadi keherananmu," kata raja copet.

"Aku ingin tahu bagaimana dan siapakah sebenarnya dirimu. Mengapa engkau melakukan pekerjaan copet? Apakah di dunia ini tak ada pekerjaan yang lebih baik dari mencopet?" Huru Hara mulai mengajukan pertanyaan.

Pengemis lumpuh itu ini menghela napas, "Dulu aku berasal dari keluarga she Bin. Kemudian aku merantau dan bertemu dengan seorang copet yang mengajarkan aku ilmu copet. Sejak itu aku menjadi pencopet. Karena banyak yang mengagumi kepandaianku maka aku digelari sebagai raja copet. Ada peristiwa yang menggelikan. Setiap aku datang ke sebuah kota, apabila orang tahu aku, entah bagaimana tahu2 ada orang datang membawa ang- pau ( bungkusan hadiah uang ) kepadaku dan minta supaya aku jangan melakukan operasi di kota itu. Karena setiap kali begitu, akhirnya aku nganggur tetapi mendapat pensiun dari orang."

"Siapa yang memberi ang-pau itu?"

"Kukira kalau pembesar negeri tetapi ternyata bukan. "Tentu para pedagang yang ketakutan kalau barangnya

engkau gasak," seru Huru Hara. "Juga bukan."

"Lalu siapa?"

"Perhimpunan kaum copet di kota itu. Mereka takut kalau aku mengoperasi habis-habisan kota itu sehingga mereka kehabisan rejeki. Maka mereka rela memberi ang- pau agar aku jangan melakukan praktek di kotanya."

"Hm, aneh juga," kata Huru Hara. "Lama2 aku bosan juga hidup nganggur tetapi terima hadiah buta. Aku lalu beroperasi lagi. Tetapi aku memilih calon korbanku. Pembesar rakus, hartawan kejam, pmghianat dan manusia yang kuanggap busuk, tentu kugasak. Nah, lihatlah ini .....

Huru Hara terkejut ketika melihat pengemis itu menuang sebuah kantong dan isinya ternyata benda2 emas.

"Apakah itu?" tanyanya.

"Ini adalah kim-pay ( lencana emas ), bin-tang jasa yang diberikan kerajaan Ceng kepada orang2 Han yang bekerja dan berjasa kepada mereka. Kugasak semua lencana dan bintang jasa mereka. Mereka benar2 kerupukan sekali."

"Lalu buat apa benda2 itu?" "Nanti sauhiap akan tahu sendiri."

"Hm kalau begitu engkau anggap aku ini juga seorang manusia busuk !" seru Huru Hara.

"Ah, tidak," pengemis lumpuh itu tertawa, "aku kan hanya main2 saja dengan sauhiap_ Nih, uang sauhiap kukembalikan, Sepeserpun tak hilang," ia serahkan sebuah bungkusan kepada Huru Hara.

"Lalu perlu apa engkau mengambilnya ?"

"Pertama, untuk memberi peringatan kepada sauhiap supaya sauhiap lebih berhati-hati. Dalam dunia persilatan itu, penuh dengan orang sakti dan aneh. Kedua kalinya, supaya sauhiap kenal dengan aku."

"Mengapa engkau kepingin kenal dengan aku?; tanya Huru Hara.

"Wajah sauhiap membuat aku terkenang pada seseorang.

Akupun tertarik akan peribadi sauhiap yang nyentrik. Tanbul keinginanku untuk mengenal siapa sauhiap ini. Dan aku juga senang melihat kemurahan hati sauttiap terhadap diriku sebagai seorang pangemis lumpuh."

"0 " desuh Huru Hata yang mulai mendapat kesan baik terhadap orang itu, "jadi engkau ini sebenarnya tidak lumpuh ?"

"Melihat keperluan," sahut pengemis itu, "kalau perlu aku bisa menjadi orang lumpuh kalau perlu aku dapat berjalan seperti orang sehat."

Huru Hara mengangguk-angguk,

"Sauhiap," kata Ui-tiok-sin-jiu," ada sebuah benda lagi yang engkau tentu akan terkejut sekali !"

"Apa itu ?" Huru Hama tertegun ketika pengemis lumpuh menyerahkan sebuah bungkusan kulit kepadanya. Diapun segera menyambuti dan membukanya. Ternyata sepucuk surat dinas yang ditutup dengan lak merah.

"Buka sajalah !" seru Ui-tiok-sin-jiu. "Tapi segel merahnya tentu rusak." "Nanti aku yang memperbaiki lagi."

Huru Hara menurut. Setelah segelnya dibuka pun membaca surat itu. Wajahnya amat tegang.

"Mengapa?" seru Ui tiok-sin- jiu.

"Surat dari mentri Su Go Hwat kepada tay hak-su Ma Su Ing di kotaraja.

"Ya, kuduga memang begitu," kata Ui-tiok- sin-jiu, “tetapi bagaimana bunyiuya ?"

Huru Hara membacakan:

Ancaman tentara Ceng dari utara lebih berbahaya. Harus segera di badapi maka mohon bala bantuan un tuk mempertahankan daerah Kangpak.

Su Go Hwat.

"Ini surat panting sekali," seru Huru Hara, "mengapa engkau curi ?"

Panama lumpuh tersenyum.

“Engau ingat akan seorang tetamu yang datang seorang diri ke dalam rumah makan itu ?" tanyanya.

“O, apakah bukan orang yang kehilangan uangnya itu?” "Mungkin juga, karena uangnyapun ikut terambil dengan

surat ini." "Jadi orang itukah yang membawa surat ini ?" Huru Hara menegas.

“Ya.”

"Mengapa engkau ambil ?" "Untuk mengamankannya."

Huru Hara tertegun, "Bagaimana maksudmu?"

"Aku menyangsikan kejujuran orang itu," kata Ui tiok- sin-jiu.

"Apa engkau sudah kenal ?"

"Belum," sahut Ui- tiok- sin- jiu, "tetapi engkau tentu sempat memperhatikan lain tetamu yang mengunjungi rumahmakan itu."

"Maksudmu paderi dan kawannya itu ?" "Bukan."

"0, kedua lelaki tinggi besar itu ?"

"Ya," kata Ui-tiok-sin-jiu," dia adalah jago dari istana kerajaan Beng."

"Lho, kalau begitu dia kan kawan sendiri."

"Bukan," sahut Ui-tiok-sin-jiu," dia orangnya Ma Su Ing." "Bagaimana engkau tahu ?" Huru Hara terkejut.

"Dalam perjalanan mereka bercakap - cakap cara bagaimana untuk bertemu-dengan orang yang diutus mentri Su Go Hwat. Mereka terkejut ketika melihat aku duduk ditepi jalan - Hai, apa engkau mendengar pembicaraanku tadi ? - salah seorang menegur aku. Kukatakan tidak. Dan mereka pun lalu memberi uang kepadaku "

“Bagaimana engkau dapat memastikan kalau kedua lelaki tinggi besar itu ponggawa istana raja Beng ?"

"Lagi2 karena ilmu copetku," ia menyerahkan kepada Huru Hara dua buah lencana. Dan ketika Huru Hara memeriksa ternyata lencana itu bertulis huruf Wi.

"Apa artinya ?" tanyanya.

"Wi artinya melindungi atau jaga. Tanda dari seorang wi- su atau bhayangkara yang menjaga istana," Ui-tiok-sin-jiu menerangkan.

"Hm, apakah dia hendak menemui utusan dari mentri Su Go Hwat ?"

"Kurasa belum saling kenal maka kedua orang itupun mencari kesempatan untuk mengawasi orang yang sekiranya diduga sebagai utusan."

Huru Hara merenung. Dia hendak mencari pikiran bagaimana menghadapi persoalan itu. "Bagaimana pendapatmu ?" tanyanya.

Ui-tiok-sin-jiu juga garuk2 kepala, "Paling2 kita selamatkan surat mentri Su tayjin dan serahkan pada Ma Su Ing."

“Mengapa tidak diserahkan saja kepada kedua wi-su itu

?"

"Aku kuatir kedua wi-su itu tidak bermaksud baik.

Kemungkinan dia disuruh orang untuk merampas surat itu agar jangan sampai pada Ma Su Ing"

"Tetapi mengapa begitu ? Bukankah ini urusan pertahanan negara yang amat penting ?"

"Ah, dalam negara yang sudah kacau seperti saat ini, banyak orang mengail di air keruh. Mereka mencari keuntungan sebanyak-banyaknya."

Huru Hara mengangguk dan merenung, lagi. Beberapa saat kemudian tiba2 dia berseru, "Aku ada akal tatapi sanggupkah engkau melakukannya?"

"Tentu," sahut Ui-tiok-sin-jiu dengan tegas.

"Begini," kata Huru Hara, "kita lakukan siasat, engkau pura2 kutangkap dan surat itu akan kuserahkan kepada utusan mentri Su Go Hwat.

"Bagaimana kalau dia benar bersekongkol dengan kedua wi- su itu ?"

"Jangan kuatir. Kita buat lagi surat yang palsu. Yang aseli kita bawa. Tetapi sanggupkah engkau memalsu surat itu ?" "Memalsu tulisan termasuk dalam mata pelajaran ilmu copet yang kupelajari," kata Ui-tiok sin-jiu, "baik, akan kusiapkan surat palsu itu."

Ui-tiok-sin-jiu terus mengambil peralatan tulis dan membuat sebuah surat. Dia memang ahli dalam meniru tulisan.

"Tunnggu," seru Huru Hara, "tambahkan sedikit perkataan di akhir tulisan. Katakan, kalau Ma Su Ing tak mau mengirim bala bantuan, mentri Su akan menarik mundur pasukannya dari utara."

"Tepat," seru Ui-tiok-sin-jiu. Dalam beberapa saat kemudian selesailah surat itu dan diberikan kepada Huru Hara.

"Engkau akan kuhawa untuk mencari utusan mentri Su  Go Hwat. Surat palsu itu akan kuserahkan kepadanya. Dan aku terus akan menuju ke Lam-kia menghadap Ma Su Ing. Sedang engkau harus memata-matai utusan mentri Su itu."

Demikian keduanya segera keluar dari gua. Huru Hara hendak kembali mengambil jalan dari terowongan yang tembus di dasar telaga tetapi dicegah Ui-tiok-sin-jiu.

"Tak perlu," kata pencopet itu, "kita ambil jalan dari gunung itu dan menuju ke air-terjun." Ketika mereka tiba di air- terjun ternyata

Ah Liong dan Cian-li ji tak berada disitu lagi. "Hai, kemanakah mereka," seru Huru Hara. Setelah mencari ke sekeliling tempat tetap tak menjumpai kedua orang itu.

"Wah, mereka tentu juga bingung dan mencari engkau," kata Ui-tiok-sin-jiu.

"Hm."

"Lalu bagaimana kita sekarang?"

"Tetapi mengejar jejak utusan mentri Su tayjin," kata Huru Hara. Pikirnya, Cian- li ji pernah bilang karena ditawan pasukan Suka Rela tetapi akhirnya dapat lolos. Tentulah sekarang kedua orang itu akan dapat menjaga diri. "Lalu bagaimana dengan kedua kawanmu itu?" "Urusan negara lebih penting. Aku harus cepat2

menghadap Ma Su Ing agar segera dapat mengirim bala bantuan ke utara," kata Huru-Hara.

Keduanya segera melanjutkan perjalanan ke selatan.

Diam2 Huru Hara heran atas keihayan ilmu lari cepat dari Ui-tiok-sin- jiu.

Beberapa saat kemudian mereka sudah mencapai sepuluhan li dan saat itu tiba di sebuah tempat yang sepi di lereag gunung. Mereka tetkejut ketika di sebelah muka tampak debu mengepul dan terdengar suara bentakan orang. Cepat mereka menghampiri ke tempat itu.

Ternyata hiruk pikuk berasal dari orang yang sedang berkelahi. Huru Hara terkejut karena mengenali salah seorang yang sedang berhadapan dengan tiga orang lawan itu bukan lain adalah lelaki yang menjadi utusan mentri Su Go Hwat.

"Hai, berhenti," seru Huru Hara. Orang yang menjadi utusan mentri Su hendak menurut tetapi tiba2 dia diringkus oleh salah seorang dari kctiga nengeroyoknya.

Huru Hara marah. Dia loncat dan menyambar orang yang meringkus utusan mentri Su lalu dihentakkan ke belakang, uhhhh. orang itu terpelanting mencelat

sampai baberapa langkah. Dan pertempuran itupun berhenti.

"Mengapa saudara berkelahi dengan ketika orang itu ?' tegur Huru Hara,.

"Aku tak kenal dengan mereka. Tahu2 mereka muncul dan memaksa aku harus menyerahkan surat. Pada hal aku tidak membawa surat apa2," kata urusan mentri Su.

"Mengapa kalian hendak maminta surat kepadanya ?

Surat apa yang kalian inginkan?” tegur Huru Hara kepada kedua pengeroyok itu.

"Dia adalah utusan dari mentri Su Go Hwat. Akan kami minta surat itu.

Huru Hara tidak terkejut. Diam2 dia hanya mengakui bahwa keterangan Ui-tiok-sin-jiu ternyata benar.

"Setan alas," damprat Huru Hara,. "mentri Su adalah mentri besar dari kerajaan Beng. Mengapa kalian hendak merampas suratnya?"

"Itu bukan urusanmu!" bentak kedua orang itu.

"Hm, kalian kalau belum dihajar tentu belum kapok," Huru Hara terus maju memukul. Tetapi kedua orang itu cepat menghunus senjata dan memapas tangan Huru Hara.

Huru Hara loncat ke udara dan berjumpalitan tiba di belakang mereka. Sebelum mereka sempat berbalik tubuh, dengan gerak secepat kilat, Huru Hara sudah mencengkeram tengkuk mereka dan terus dilempar ke muka, blunt, blum kedua orang itu jatuh ke dalam

semak2 berduri.

"Apakah engkau benar utusan dari mentri Su tayjin?" katanya kepada orang itu.

Karena sudah ketahuan dan apalagi mendapat pertolongan dari Huru Hara maka orang itu-pun mengaku siapa dia sebenarnya.

"Mana surat itu?" tegur Huru Hara

Entah bagaimana tiba2 orang itu pucat wajahnya. "Mengapa tak mau menjawab?" ulang Huru Hara. Diam2

Huru Hara curiga atas sikap orang. Dia tak mau menerangkan soal surat yang dicopet Ui-tiok- sin-jiu.

"Hilang dicuri orang " akhirnya orang itu menjawab.

Huru Hara tak keget karena dia sudah menduga begitu, Ia mengeluarkan sampul yang dilak (tutup) cikeng merah dan diberikan kepada orang itu, "Apakah bukan ini ?"

Orang itu tersenyum, "Ya, itulah Dari mana engkau memperolehnya ?"

"Orang inilah yang mencopetnya," kata Huru Hara sembari menunjuk pada Ui-tiok-sin-jiu. "0, terima kasih tuan," kata utusan itu.

"Surat itu jelas dari mentri Su Go Hwat tayjin, lekaslah serahkan kepada tay-haksu Ma Su Ing. Mengapa engkau tak hati2 menjaganya ?" tegur Huru Hara.

"Sebenarnya sudah kusimpan dengan rapat tetapi entah bagaimana, tahu2 surat itu hilang." Demikian setelah mengucapkan terima kasih utusan itupun segera melanjutkan perjalanan.

"Ah, ternyata dia memang bekerja dengan setia," kata Huru Hara kepada Ui- tiok-sin-jiu. Raja copet itu hanya garuk2 kepalanya. "Bagaimana kalau aku ikut kepada sauhiap. Apakah sauhiap meluluskan ?" tanya Raja copet.

"Perlu apa engkau mau ikut aku ?"

"Aku juga tak punya sanak kadang dan gemar mengembara," kata Raja copet. "dan aku seperti mendapat firasat bahwa surat So Go Hwat tay-jin yang dibawa orang itu akan berbuntut panjang.”

"Apa maksudmu ?"

"Bukankah ketiga orang tadi telah mencepat perjalanan utusan itu ? Mengapa soal mentri Su Go Hwat mengirim surat kepada Ma Su Ing telah menimbulkan perhatian orang

? Tidakkah ada fthak tertentu yang menginginkan agar surat itu jangan sampai tiba di tangan Ma Su Ing ?"

"Hm, peristiwa itu tentu ada orang yang sengaja membocorkan," kata Huru Hara.

"Benar sauhiap." kata Ui-tiok-sin-jiu, oleh karena itu akupun kuatir bahwa perjalanan utusan itu tentu akan mengalami beberapa kesulitan. Dan lagi sauhiap, jelas kudengar kedua wi-su istana itu juga akan mencari utusan mentri Su tayjin, Aku tertarik dengan peristiwa ini. Maka apabila sauhiap tak keberatan, aku hendak ikut pada sauhiap. "

Setelah berpikir sebentar, Huru Hara menyatakan tak keberatan. Ia pikir, orang itu mempunyai ilmu kepandaian mencopet yang istimewa. Siapa tahu nanti akan ada gunanya.

Demikian keduanya lalu melanjutkan perjalanan. Huru Hara menyatakan dia hendak mengikuti perjalanan utusan pembawa surat itu secara diam2.

Pada. hari itu mereka tiba disebuah kota dan menginap disebuah rumah penginapan. Sengaja Huru Hara dan Ui- tiok-sin-jiu mengambil kamar yang tak jauh dari kamar utusan mentri Su.

Malam hari ketika suasana sudah sepi, Huru Hara. dan Ui-tiok-sin-jiu duduk bersemedhi. Lewat tengah malam, mereka mendengar suara seperti daun kering berhamburan jatuh ke tanah.

"St, ada orang lihay datang ke rumah penginapan ini," bisik Ui-tiok-sin-jiu.

Huru Hara hanya meugangguk. Dia memang menangkap juga suara halus itu. Dia lanjutkan semedhinya dan bahkan mempertajam indera pen dengarannya.

Krit, krit terdengar daun jendela di gurit dengan

ujung pisau yang tajam dan tak berapa lama terdengar sebuah benda yang loncat masuk kedalam kamar.

Huru Hara terkejut dan saat Itu Ui-tiok-sin-jittpun menggamit kaki Huru Hara, Keduanya dengan pelahan- lahan membuka pintu dan terus menuju ke arah kamar yang dimasuki penjahat itu.

Apa yang diduga keduanya memang tepat. Ternyata penjahat malam itu masuk ke kamar urusan mentri Su.

Huru Hara dengan tenaga-saktinya Ji-ih-sin kang dapat melakukan gin-kang yang hebat. Gerak tubuhnya Iaksana daun kering yang gugur ke tanah. Pun Ui-tiok-sin-jiu si Raja-copet juga. memiliki ilmu gin-kang yang luar biasa. Keduanya dengan berindap-indap menghampiri ke kamar utusan mentri Su. Diluar bawah jendela keduanya berhenti untuk mendengarkan apa yang terjadi dalam ruang. Lampu dalam kamar yang sudah padam ternyata menyala kembali. Diam2 Huru para membatin, penjahat itu memang bernyali besar sekali berani menyatakan lampu.

"Ah, setan alas , ," tiba2 terdengar suara oraug mendesuh kaget, "ini surat palsu. Tanda tangan mentri Su bukan begini."

Huru Hara dan Ui-tiok-sin-jiu terkejut. Ternyata penjahat itu telah menggeratak surat penting dari mentri Su Go Hwat. Huru Hara hendak menerobos masuk untuk membekuk penjahat itu tetapi cepat dihalangi Ui-tiok-sin-jiu yang memberi isyarat supaya dia suka bersabar dulu,

Tak lama terdengar suara orang mengulang dan napas yang memburu keras, "Hai, mana surat yang aseli itu !"

"Surat yang mana ?"

"Surat dari mentri Su Go Hwat kepada Ma Su Ing." "Siapa eng .. ; . engkau!"

"Jangan banyak mulut. Lekas bilang, dimana surat itu atau kuhancurkan urat jantungmu,” kata si penjahat.

"Apa yang harus_kukatakan?" kata utusan mentri Su.

"Dimana surat yang aseli itu!"

"Suratnya ya itu. Aku tak bawa surat lain lagi."

Penjahat itu tertawa scram, Hm, jangan engkau coba2 untuk berbohong. Engkau dapat mengelabuhi orang lain tetapi jangan harap mampu menyelomoti aku. Aku kenal baik dengan tulisan mentri Su."

"Tetapi aku tak punya "

"Hm, kalau belum merasakan tanganku, engkau memang masih bandel," dengus si penjahat. Tak berapa lama terdengar suara merintih-rintih yang ngeri dari utusan mentri Su. Rupanya dia tak tahan menderita siksaan penjahat itu. Kembali Huru Hara hendak bertindak tetapi Ui-tiok-sin-jiu masih menahannya dan minta supaya dia bersabar sebentar waktu lagi. "Ya, ya, aku mau .. . mengatakan jangan

menyiksa begini " akhirnya utusan mentri Su itu

menyerah.

"Dimana surat yang aseli itu?" kembali si penjahat mengulang pertanyaannya.

“Surat itu....... surat itu "

"I.ekas katakan !" bentak si penjahat.

"Surat itu telah di ... ambil............ . ambil "

"Cepat !" bentak si penjahat yang makin gemas. "Dua orang . ,. wisu istana ."

"Wi-su istana raja Beng ?" "Ya "

"Mengapa engkau berikan ?"

"Mereka telah memaksa aku harus menyerahkan surat itu."

"Siapakah yang memerintah kedua wi-su untuk merampas surat itu ?"

"Entah, aku tak tahu."

"Tetapi mengapa engkau menyimpan surat palsu ini ?" "Aku memang sengaja membuat dua surat. Yang satu

aseli dan yang lain palsu. Hal itu dikarenakan aku harus menjaga segala kemungkinan yang tidak diharapkan dalam perjalanan. Di tengah jaIan aku telah kecopetan dan yang dicopet kebetulan surat yang palsu itu "

"Ngaco !" bentak penjahat itu, "bagaimana mungkin surat yang sudah dicopet, dapat kembali lagi kepadamu ?"

"Ada seorang pemuda yang membawa seorang pengemis tua kepadaku. Dia mengatakan bahwa yang mencopet surat itu adalah pengemis tua itu dan kebetulan dia dapat menangkapnya. Surat itu dikembalikan lagi kepadaku."

"Hm, dapatkah omonganmu itu kupercaya ?"

"Hohan, aku bersumpah, kalau sampai keteranganku. ini ada sepatah saja yang bohong, biarlah aku mati disambar geledeg ............. aduh. "tiba2 terderigar utusan mentri Su itu menjerit dan tak terdengar bersuara lagi.

Huru Hara serentak berbangkit. Dia tak dapat menahan kesabarannya lebih lama lagi. Tetapi sebelum dia sempat bergerak, tahu2 dari dalam ruangan telah melesat keluar penjahat itu menerobos jendela. Gerak penjahat itu memang hebat sekali.

"Hai, mau lari kemana engkau bangsat !" sebelum Huru Hara bertindak, Ui-tiok-sin-jiu sudah loncat hendak menerkam.'

"Huh, siapa engkau ! cepat sekali penjahat yang

mukanya ditutup dengan topeng hitam ayunkan tangannya menghantam.

"Uhhhhh " Ui-tiok-sin-jiu menlompat beberapa

langkah ke belakang dan berdiri tegak. Hantaman penjahat itu menggunakan tenaga-dalam yang sakti sehingga Ui-tiok- sin-jiu sesak napasnya dan terpaksa harus berhenti untuk menenangkan diri. Dia menyadari kalau dirinya menderita luka.

"Besar sekali nyalimu, penjahat !" Huru Hara pun mengejarnya.

Penjahat itu Iari keluar kota. Ketika tiba di sebuah hutan, dia berhenti.

"Hm, mau apa engkau mengejar aku?" tegurnya nya dengan nada bengis.

"Menangkapmu," enak saja Huru Hara menjawab.

Penjahat bertopeng itupun tertawa mengukuk. Nadanya bagai burung hantu menangis di tengah kuburan.

"Engkau menangkap aku? Sebelumnya, jawablah," seru penjahat bertopeng itu dengan congkak, "mampukah engkau menangkap angin? Nah, kalau engkau sudah mampu menangkap angin barulah engkau boleh bicara hendak menangkap aku!'

"Mengapa tidak mampu?" seru Huru Hara, "mau lihat buktinya kalau aku dapat menangial angin, nib, tuuuuuttttt . . . . "

Dengan menahan napas dan kerahkan tenaga-dalam maka Huru Hara berkentut sekeras-kerasnya.

Sudah tentu penjahat bertopeng itu merasa terhina, "Bangsat, engkau menghina aku?"

"Kalau kusuruh engkau makan kentut itu sih masih ringan. Seharusnya engkau kusuruh makan ampas kentutku!"

"Bangsat, mampus engkau!" tiba2 penjahat bertopeng itu melontarkan sebuah hantaman yang dahsyat. Hantaman itu disebut Biat- gong- ciang atau ilmu pukulan Membelah- angkasa. Suatu ilmu pukulan tenaga--dalam yang dahsyat.

Huru Hara songsongkan tangannya kemuka untuk menyambut. Dia terdorong selangkah kebelakang tetapi penjahat bertopeng itupun gemetar tubuhnya. Keringat bercucuran membasahi kepalanya.

Dia.terkejut sekali ketika mendapatkan bahwa tenaga- dalam yang dipancarkan dalam pukulan Biat-gang-ciang itu telah tertolak balik dan menggempur dirinya sendiri. Dia pun berjuang sekuat tenaga untuk bertahan diri. Itulah sebabnya dia sampai gemetar dan bercucuran keringat.

"Aneh sekali," katanya- dalam hati, "siapakah orang ini ?

Kalau melihat wajahnya dia seperti si Bloon dulu. Tetapi masakan Blo'on memiliki Ilmu tenaga-sakti yang aneh seperti itu."

"Bagaimana, bung ?" suru Huru Hara, "apa masih ingin adu pukulan lagi ?"

"Siapa engkau !" seru penjahat bertopeng. "Aku Huru Hara !"

"Bohong !" teriak penjahat bertopeng, "siapa namamu yang sesungguhnya ?"

"Apa perlunya engkau bertanya namaku ?" "Karena aku teringat akan scseorang." "Siapa ?" "Blo`on anak dari Kim Thian Cong "

Huru Hara terkejut, "Siapa engkau !" bentak Huru Hara. "Ha, jelas engkau tentu si Blo’on," seru penjahat

bertopeng." "Ngaco!"

"Kalau bukan Bloon mengapa engkau gugup dan kaget?" "Aku tak kenal siapa Blo’on. Yang didepanmu dan akan

menangkapmu adalah si Huru Hara. Hayo kita bertempur lagi!"

Penjahat bertopeag tertawa seram. Pelahan-lahan ia merogoh ke dalam saku bajunya dan berseru, "Huru Hara, aku sudah mencoba tenaga pukulanmu. Sekarang aku ingin mengetahui sampai dimana kepandaianmu menyambuti senjata-rahasia ku ini! Bersiaplah "

"Balk!"

Penjahat bertopeng melontarkan sebuah benda berbentuk seperu burung walet kertas. Senjata rahasia itu disebut Yan- cu-wi mau ekor burung sriti.

Serentak di udara terdengar bunyi mendesing keras dan seperti burung hidup maka senjata Ya cu-wi itupun terbang berputar-putar di udara.

Penjahat bertopeng menyusuli lagi dengan sebuah Yan- cu-wi.. Yan-cu-wi kedua itu tepat membentur Yan-cu-wi kesatu lalu keduanya beriring terbang mengitari tempat itu.

Kembali penjahat bertopeng melepaskan Ya cu-wi lagi.

Yan- cu-wi membentur ekor Yan-cu-wi yang kedua dan melekat. Dengan demikian ketiga Yan-cu-wi itu saling melekat berurut- urutan. Dengan datangnya Yan-cu-wi ketiga maka Yancu-wi kesatu dan kedua mulai tambah tenaga lagi. Ketiga benda itu terbang melayang-layang mengelilingi diatas kepala Huru Hara.

Tak berapa lama waktu ketiga Yan-cu-wi agak lambat layangnya, penjahat bertopeng melepaskan Yan-cu-wi keempat. Yan-cu- wi itupun melekat pada ekor Yan-cu-wi yang ketiga dan keempat Yan-cu-wi itupun terbang deras lagi.

Huru Hara melihat kesemuanya itu dengan terkejut.

Namun ia tak berani lengah.

Beberapa saat kemudian penjahat bertopeng melepaskan Yan-cu-wi yang kelima. Tetapi kali ini Yan-cu-wi , itu tidak melekat pada ekor Yancu-wi yang keempat melainkan membentur di tengah keempat Yan- cu-wi, tringng .....

Terdengar benturan logam yang nyaring dan benar2 menakjubkan sekali. Keempat Yan-cu-wi itu, yang dua melayang ke kanan dan yang dua melayang ke kini. Mereka melayang berlawanan arah. Sedang Yan- cu- wi yang kelima itu sehabis membentur terus melambung keatas.

Sepasang Yan- cu- wi yang berlawanan arah itu saling bertemu, setelah berbentur mereka lalu berjajar empat dan melayang ke tengah, tepat diatas kepala Huru Hara.

Tiba2 Yan-cu-wi kelima yang melambung keudara tadi, meluncur turun dan membentut keempat Yan-cu-wi.

Tringng lima Yan-cu-wi serempak berhamburan

menyerang Huru Hara.

Cepatnya seperti angin, dahsyatnya bukan kepalang.

Huru Hara terkejut. Tak mungkin dia menghindar dan serangan kelima Yan-cu-wi yang menabur dari lima arab. Dalam detik2 yang berbahaya itu tiba2 dia teringat akan pedang Thatcek-kiam yang berada dalam kerangka tanduk kerbau putih. Cepat dia mencabut dan memutarnya . . . . .

Cret, cret, cret . , terdengar suara benda saling

melekat beberapa kali dan tahu2 kelima Yang- cu- wi itu hilang.

"Gila !" penjahat bertopeng bukan main kagetnya

ketika mehhat kelima senjata rahasia Yan- cu-wi melekat pada batang pedang Huru Hata. Pada hal begitu yan-ca-wi itu membentur tubuh orang, tentu akan meletus dan menghambutkan cairan lima jenis racun. Tetapt ternyata pada waktu melekat pada pedang Huru Hara. Yan-cu-wi itu tak sempat meletus.

"Engkau setan atau manusia !" teriak penjabat bertopeng dengan mata terbelalak.

"Setan kek, manusia kek, apa bedanya? Beda manusia dengan setan adalah kerena sifat manusia itu baik dan setan itu jabat. Kalau manusia juga jahat seperti engkau, bukankah sama dengan setan?" sahut Huru Hara dengan sinis.

"Balk, karena engkau mampu menghadapi taburan senjata rahasia tadi, maka engkau congkak setengah mati. Tetapi jangan anggap engkau sudah menang, bung!"

"Aku mengejar engkau bukan untuk mencari kemenangan tetapi hendak menangkapmu untuk mempertanggung jawabkan perbuatanmu menganiaya utusan dari mentri Su Go Hwat tadi."

"Uh, itu kan urusanku sendiri. Apa engkau orang bawahan mentri Su Go Hwat?"

"Aku rakyat kerajaan Beng maka aku harus mengakui dia sebagai mentri kerajaan Beng yang saat ini sedang menghadapi tugas berat melawan pasukan Ceng. Aku wajib membela dan melindungi kepentingan mentri Su tayjin!"

"Wah, wah, besar sekali omonganmu, seolah engkau sudah berhak mengatur semua orang. Mari kita lanjutkau pertempuran lagi dengan tangan kosong. Kalau engkau mampu mengalahkan aku, aku akan enyah dari sini."

Enak saja," sahut Huru Hara, "siapa yang mau membebaskan engkau?"

"Engkau mau menangkap aku? Apa salahku. "Engkau membunuh utusan mentri Su."

"Tidak! Dia hanya kututuk jalandarabnya sehingga tak dapat berkutik. Beberapa waktu lagi dia akan sembuh sendiri."

"Engkau hendak merampas Surat mentri Su. "Surat itu telah dipalsu orang. Yang asli telah diserahkan kepada dua wi-su istana Beng."

"Hm, benarkah itu?"

"Mengapa aku harus berbohong? Cobala engkau periksa orang itu. Mungkin saat ini dia sudah siuman."

Huru Hara tertegun.

"Engkau masih mau melanjutkan hendak menangkap aku atau tidak?" kembali penjahat bertopang itu berseru.

"Hal itu tergantung pada omonganmu. Kalau engkau tak bohong, akupun takkan menangkapmu. Tetapi kalau engkau bohong, tentu akan kutangkap."

"Lalu maksudmu sekarang?"

"Untuk sementara engkau kubebaskan dulu. Kalau engkau bohong, kelak apabila bertemu lagi, tentu akan kutangkap," habis berkata Huru Hara terus berputar tubuh dan lari.

"Hai, bung, mengapa engkau tak mau tanya namaku?" teriak penjahat bertopeng.

"Perlu apa . . . , " sahut Huru Hara yang lanjutkan larinya.

"Aku adalah Bu Te sin-kun ”

Huru Hara menghentikan larinya dengan mendadak.

Lalu berputar "Apa? Engkau Bu Te sin-kun?" serunya keras.

Tetapi tak ada jawaban. Huru Hara lari balik ketempat Bu Te sin-kun tetapi penjahat bertopeng yang mengaku Bu Te sin-kun itu sudah tak tampak bayangannya lagi.

"Ah, bodoh sekali aku," gumam Huru Hara, "mengapa tak kutanya namanya? Kalau tahu dia itu Bu Te sin-kun, tentu tak kulepaskan. nanti yang merampas Giok-say dari jenderal Ko Kiat. Pada hal Giok-say ( singa kutnala ) itu berisi peta simpanan harta karun raja Beng yang pertama."

Apa boleh buat karena Bu Te sin-kun sudah lenyap, diapun hendak kembali ke rumah penginapan lagi.

Dia terkejut karena tak mendapatkan Ui-tiok-sin-jiu berada di kamarnya. Diatas meja dia melihat secarik kertas yang bertuliskan beberapa huruf, berbunyi

Aku hendak mengejar kedua wi-su itu. Urusan mentri Su tayjin memang bersekongkol dengan mereka.

Huru Hara mencari utusan mentri di kamarnya tetapi orang itupun sudah pergi. Saat itu sudah menjelang pagi. Dia meninggalkan uang meja kamarnya sebagai pembayaran sewa kamar lalu berangkat menyusul Ui-tiok- sin-jiu atau Pengemis Bambu Kuning.

Tetapi dia tak berhasil bertemu, baik dengan si Bambu Kuning maupun dengan kedua wi-su. Terpaksa dia lanjutkan perjalanan menuju ke kotaraja Lam-kia untuk menghadap mentri tay-haksu Ma Su Ing.

Utusan mentri Su Go Hwat itu ternyata memang. Sebelumnya dia sudah mempersiapkan duplikat atau salinan dari surat mentri yang aseli. Kebetulan yang dicomot pengemis copet Bambu Kuning adalah salinan surat itu. Kemudian raja copet membuatkan turunan yang palsu dan diberi kan kepada utusan mentri lagi. Dengan demikian, raja copet Bambu Kuning memalsu surat yang palsu. Surat mentri yang aseli telah diberikan kepada kedua wi-su istana. Entah apa maksudnya.

Sebenarnya Huru Hara hendak membuang Surat palsu yang dibawanya itu. Tetapi akhirnya ia memutuskan.

Daripada menghadap tanpa membawa apa2, biarlah surat yang dibuat oleh Ui-tiok-sin-jiu itu yang akan dihaturkan kepada mentri Ma Su Ing.

Ma Su Ing yang berpangkat tay-haksu, merupakan mentri yang paling berkuasa dalam pemerintahan kerajaan Beng.

Baginda Hok Ong hampir tak pernah mengurus urusan negara. Tiap hari dia hanya dihibur dengan wanita2 cantik dan minuman. Segala surat2 dan keputusan penting yang menyangkut negara, berada di tangan Ma Su Ing semua. Paling-paling apabila perlu, mentri Ma Su Ing meminta tanda tangan baginda.

Ma Su Ing tahu bahwa dalam kerajaan Beng hanya tinggal seorang saingan yang paling berat yani mentri Su Go Hwat yang menjabat sebagai mentri pertahanan.

Su Go Hwat seorang mentri yang setya dan jujur. Ma Su lag dengan akalnya yang cerdik dapat mempengaruhi baginda Hok Ong agar menugaskan mentri Su Go Hwat keluar untuk mengatur dan menyusun pasukan dalam menghadapi serangan pasukan Ceng. Pasukan kerajaan, berada dibawah pimpinan para jenderal yang terbesar di wilayah kekuasaan kerajaan Beng.

Dengan tiadanya Su Go Hwat di kotaraja, maka kekuasaan Ma Su Ing makin kuat. Dia seorang mentri yang licik dan hianat. Dia menyadari bahwa kerajaan Ceng' mempunyai pasukan yang kuat dan dipimpin oleh jenderal jenderal yang setya dan pandai. Sebaliknya jenderal- jenderal kerajaan Beng, banyak yang tidak becus. Mereka haus kekuasaan, rakus dan kcrup. Mereka saling berebut daerah kekuasaan dan saling cakar cakaran sendiri.

Jelas bahwa kerajaan Beng tak dapat diharapkan lagi, pikir Ma Su Ing. Diam2 ia sudah merencanakan untuk mengadakan hubungan dengan fihak Ceng. Sudah tentu dia harus merahasiakan rencana itu dan harus berhati-hati melaksanakannya.

Tiba di kota raja, Huru Hara terkejut. Mengapa kota raja itu tidak menunjukkan suasana kesiap-siagaan? Bukankah kerajaan Beng sudah lari pindah ke Lam-kia dan saat itu pasukan Ceng sudah mulai melancarkan serangan lagi?

Berada di kotaraja Lam- kia, Huru Hara seperti merasakan suasana yang lain. Kehidupan di kota itu sama sekali tak mengunjukkan sedang perang. Toko2, rumah makan, pasar dan rakyat masih hidup dalam suasana biasa. "Gila, apakah maksudnya ini?" tanya Huru Hara dalam hati, "mengapa kerajaan tidak tampak mengadakan persiapin suatu apa? Mengapa tak ada gerakan untuk menambah pembentukan pasukan lagi?"

Karena hari masih pagi. Huru Hara singgah di sebuah rumahmakan. Selain untuk benstirahat, sekalian dia hendak mencari keterangan dimana tempat tinggal Ma Su Ing.

Diantara tetamu yang berkunjung di rumahmakan itu, terdapat beberapa orang yang sedang bercakap-cakap.

"Wah, kalau terus menerus begini, mana kita tahan?" kata seorang lelaki yang berpakaian seperti seorang dagang.

"Apanya yang tak tahan?" tanya seorang tetamu yang duduk berhadapan dengan pedagang itu.

"Apanya lagi kalau bukan soal pajak," keluh pedagang itu, "bukankah baru2 ini tay haksu Ma Su Ing telah mengeluarkan pengumuman menaikkan pajak? Celaka, kawan, masakan pajak bagi kaum pedagang begitu tinggi?"

"Berapa sih yang engkau anggap tinggi itu?" "Duapuluh lima persen. Apa tidak mencekik Ieher?

Bayangkan saja, berapa keuntungan kita? Taruh kata sekitar 25 sampai 31 persen. apakah kita tidak mengeluarkan ongkos2 untuk membayar pegawai dan lain2? Lalu apakah kita bisa untung lagi?"

"Mengapa pajak dagang sampai begitu tinggi?" tanya kawannya.

"Katanya diminta kerelaan dan kesadaran dari para pedagang untuk membantu pembiayaan pasukan perang yang sedang berperang melawan pasukan Ceng."

"Hm, memang rakyat wajib membantu negara yang sedang perang," kata kawannya.

"Membantu sih membantu," gumam si padagang, "tetapi kalau membantu diluar kekuatan bukankah akhirnya kita akan ambruk sendiri. Aku sudah pikir2 untuk menutup tokoku dan beralih pada lain bidang saja." "Bidang apa yang engkau inginkan?"

"Tani, beternak atau perusahaan industri apa saja, masih banyak yang menguntungkan. Pajaknya tentu tIdak sebesar kaum dagang."

Kawannya geleng2 kepala.

"Siapa bilang pajaknya ringan?" tiba2 terdengar suara lain tamu yang duduk di sebelah meja lain, "aku membuka perusahaan sepatu. Pajaknya juga berat hampir setaraf dengan orang dagang. Aku pikir juga akan beralih menjadi orang tani saja. Tenteram dan tidak besar pajaknya."

"Salah," seru seorang tetamu lain, "kalia kira tenang2 saja kehidupan orang tani sekarang. Huh, memang pajaknya tidak sebesar pedagang tetapi kami diharuskan menjual pada pemerintah dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah.l Sama dalihnya bahwa kaum petani juga diminta kesadaran dan kerelaannya untuk membantu negara dalam peperangan ini. Padi dan gandum akan diperuntukkan rangsum para prajurit kerajaan Ben yang berjuang di medan perang. Yaah, itu memang alasan tepat asal memang benar2 digunakan

"Lho, apa engkau kira tidak digunakan dengan tepat?" tanya seorang tetamu.

"Engkau tidak tahu, akupun tidak tahu, dia dan mereka, kita semua tak tahu. Hanya Thian yang maha tahu kemana gerangan padi yang diserahkan para petani itu larinya."

"Tetapi kawan," kata tetamu yang lain tadi, "fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Dari mana engkau mengatakan kalau persediaan beras itu tidak digunakan dengan tepat?"

"Kawan," jawab orang yang ditanya, "cobalah engkau menjawab pertanyaanku ini. Apakah engkau merasa bahwa keadaan di kotaraja ini menyerupai suasana negara yang sedang berperang."

Orang itu terbelalak, "Aku juga baru datang dari lain daerah. Memang kurasakan kehidupan di kotaraja ini tetap seperti biasa. Tiada tanda2 kearah suasana negara dalam perang."

"Nah, dari situ saja kiranya cukup sudah untuk menarik kesimpulan bagaimana keadaan pemerintahan kerajaan Beng saat ini. "

"Betul kawan," seru si pedagang, "pajak dagang dinaikkan begitu tinggi. Tetapi nyatanya jenderal2 yang memimpin pasukan di berbagai wilayah negara kita, tidak mendapat dana bantuan. Mereka diharuskan berdikari memenuhi kebutuhannya sendiri."

"Lho, dari mana mereka akan memperoleh dana untuk mencukupi kebutuhannya?"

"Dari mana lagi kalau bukan dari rakyat setempat, rakyat dari daerah yang mereka kuasa harus memberi dana dan menyerahkan bahan makanan untuk ransum prajurit "

Tiba2 pembicaraan mereka terhenti seketik manakala saat itu beberapa prajurit kerajaan melangkah masuk kedalam rumahmakan itu.

"Huh, mengapa kalian ini!" bentak salah seorang prajurit yang bertubuh kekar, berkumis lebat. Rupanya dia merasa kalau mata beberapa tetamu sama mencurah kepada rombongannya.

"Ah, maaf, loya. Kami tak apa2," kata seopedagang tadi. "Mengapa kalian memandang rombongank begitu lekat!" "Tidak apa2, loya, kami hanya terkejut." "Apa terkejut?" "Karena biasanya prajurit itu jarang sekali yang masuk ke

rumahmakan "

"Apa? Engkau berani menghina aku tak punya uang?" teriak prajurit berkumis lebat dengan mata melotot.

"Ah, tidak loya. Harap jangan salah faham," kata si pedagang, "kami maksudkan para prajurit itu sudah mendapat jaminan gajih dan bahan makanan yang baik."

"Hai, mengapa engkau tahu?" "Aku seorang pedagang. Baru2 ini pajak dagang dinaikkan lagi dengan dalih untuk menjamin dana prajurit - yang membela negara."

"Siapa bilang jaminan prajurit dinaikkan?" seru prajurit berkumis lebat dengan gemas, "gaji dan jaminan bahan makanan yang kita terima tetap sama saja. Paling2 kami hanya mendapat kelonggaran."

"Kelonggaran apa?" desak si pedagang.

"Eh, jangan ceriwis saja, ya? Mangapa engkau bertanya begitu melilit? Hm, rupanya engkau tintu seorang mata- mata ”

"Tidak loya, tidak," seru si pedagang kaget, "aku bukan mata-mata. Aku seorang pedagang dari luar kota.

Tetapi prajurit berkumis lebat itu tetap menghampiri dan menggertak, "Bohong, engkau tentu mata-mata. Lekas serahkan dirimu atau terpaksa kau kutangkap dengan kekerasan," prajurit itu

tarus menghunus pedangnya.

Si pedagang gemetar, "Ampun loya, aku benar-benar rakyat baik, bukan mata-mata."

"Ah, nonsens. Lekas serahkan dirimu!"

Rupanya pedagang itu sudah berpengalaman. Segera dia mengeluarkan sebuah pundi2 uang dan diserahkan kepada prajurit yang berkumis lebat, "Inilah loya, tanda bakti kami kepada prajurit2 yang membela negara dan melindungi rakyat "

Sinar mata prajurit itu berobah seketika waktu melihat pundi2 yang berisi uang perak. Cepat ia menyambuti dan berkata, "Ya, baiklah, tetapi apakah engkau benar2 rela dan ikhlas?"

"Tentu saja rela, loya."

"Apa engkau hendak menyuap aku?"

"Ah, tidak loya. Itu bukan uang snap melainkan suatu tanda penghargaan aku sebagai rakyat yang merasa telah mendapat perlindungan kepada loya."

"Hm, kalau begitu terpaksa kuterima. Hanya kunasehati.

Jangan kami sembarangan bicara d tempat umum. Itu berbahaya. Untung engkau berjumpa dengan prajurit yang sadar seperti aku. Coba dengan prajurit yang bengis, engkau tentu sudah ditangkap dan dihukum."

Pedagang itu kembali menghaturkan terima kasih.

Rombongan prajurit itu terdiri dari lima orang. Mereka mengambil duduk tak jauh dari tempat Huru Hara. Pelayan bergegas menghampiri dan memberi hormat, "Loya sekalian mau pesan hidangan dan minuman apa?"

Prajurit berkumis lebat berkata, "Kasih arak. yang baik dan 'hidangan yang- paling 1ezat.

Tak lama kemudian pelayanpun membawa pesanan mereka. Mereka makan dengan gembira-ria macam orang berpesta pora,

Tak berapaa lama, entah dari mana maka masuklah seorang lelaki tua yang berjalan dengan membawa tongkat bambu. Rupanya diapun hendak makan di rumahmakan itu.

Ketika lewat disamping meja rombongan prajurit, entah bagaimana tiba2 orang tua itu terjatuh tepat di kaki prajurit berkumis lebat tadi.

"Hai, apa-apaan itu!" tanpa disadari prajuit berkumis lebat itupun membungkukkan tubuh untuk mengangkat orangtua itu.

"Ah, terima kasih loya," kata orangtua itu sambil memberi hormat, "aku si orangtua agak pusing dan lemas kakiku sehingga terjatuh."

"Hm," prajurit berkumis lebat hanya mendengus dan tak menghiraukan orang. Dia melanjukan makan dan minum sampai puas.

"Terima kasih loya," rupanya orangtua itu tak tadi duduk. Dia keluar lagi. Waktu lewat di meja rombongan prajurit, kembali dia menghaturkan terima kasih kepada prajurit berkumis. Namun prajurit berkumis itu acuh tak acuh.

Selesai makan dengan sikap seperti tuan besar prajurit berkumis itu segera memanggil pelayan, 'berapa rekeningnya?"

Pelayan terkejut. Biasanya prajurit2 kerajaan yang makan di rumahmakan tentu tak mau membayar.

"Baik, loya, harap tunggu sebentar akan kumintakan rekeningnya kepada ciangkui," pelayan itu gopoh menuju ke tempat kassir. Tak berapa lama dia kembali dengan membawa bon, "Lo semua sepuluh tail tetapi ciangkui hanya menu separoh saja."

"Mengapa?"

"Karena ciangkui menghargai loya sekali yang membela negara dari serbuan musuh," k pelayan.

"0, bagus, bagus," prajurit berkumis lebat segera mengambil pundi2 dari dalam sakunya. Tetapi seketika itu juga dia menjerit, "Hai . . . !

"Kenapa?" tanya kawannya.

"Pundi2 uang tadi lenyap!" teriak prajurit berkumis seraya sibuk merogoh-rogoh kantong celana dan bajunya.

"Mungkin jatuh," kata kawannya. Dan merekapun sibuk mencari kian kemari dibawah kolong meja. Tetapi tak menemukan suatu apa.

"Jelas kumasukkan dalam kantong celana dan pada hal aku tak pernah beranjak dari tempat duduk, mengapa pundi-pundi itu lenyap. Prajurit berkumis itu berteriak- teriak seperti orang kebakaran jenggot.

"Aku jelas tak pergi kemana-mana mengapa pundi2 itu bisa lenyap?" masih ia berkaok-kaok penasaran.”

"Tetapi tadi engkau kan menolong seorang tua yang jatuh di kakimu?" tiba2 salah seorang kawannya memperingatkan. Prajurit berkumis lebat itu tertegun. Ia seperti mengingat- ingat peristiwa tadi. Kemudian berkata, "Ya, benar. Tetapi aku hanya mengangkatnya bangun. Masakan dia yang mencomot pundi-pundi itu?"

"Ya, ya, benar," kata prajurit yang lain. "jalan saja sudah geluyuran jatuh masakan dapat merogoh pundi2 yang berada dalam saku celanamu. Tak mungkin orangtua itu yang mengambil."

"Lalu kemana pundi2 itu?" seru prajurit ben kumis lebat. Kawan-kawannyapun bingung tak dapat menjawab.

Sekalian tetamupun heran. Mereka menyaksikan peristiwa prajurit berkumis lebat memeras si pedagang. Merekapun tahu kalau pedagang yang ketakutan itu terpaksa menyerahkan pundi2 uangnya. Tetapi mereka tak tahu benar2, kemana le-. nyapnya pundi2 itu.

"Hai, hendak kemana engkau? Tunggu dulu tiba2 seorang prajurit berbangkit dan berteriak seraya menuding seorang tetamu yang hendak meninggalkan ruang. Ternyata tetamu itu adalah si pedagang yang sial tadi.

Prajurit berkumis lebat terkejut juga, tanya "Mengapa engkau tahan dia?"

"Banyak orang dagang memelihara setan. Setan itu disuruh mengambil uang yang dibayarkai kepada orang. Aku pernah tahu sendiri penistiwa itu. Seorang yang baru menjual barangnya kepada seorang pedagang, waktu pulang ke rumahnya, uangnya hilang. Itu tetanggaku sendiri jadi aku tahu jelas."

"Hm, benar juga," prajurit berkumis lebat itu segera menghampiri si pedagang.

"Kurang ajar engkau!" ia menuding muka pedagang itu, "mengapa engkau suruh setan piaraanmu mengambil lagi pundi2 uang yang engkau berikan kepadaku tadi?"

"Tidak, loya, aku tak memelihara setan," seru pedagang itu terkejut sekali. "Ah, tidak," bentak prajurit berkumis lebat, engkaulah yang suruh setanmu itu mengambil kembali pundi2 uang dalam saku celanaku.”

"Sungguh mati, loya, aku talc piara setan dan tak mengambil pundi2 itu."

"Diam!" bentak prajurit berkumis lebat dengan bengis, "angkat kedua tanganmu keatas dan jangan bergerak!"

Pedagang itu dengan ketakutan melakukan perintah. Prajurit berkumis ternyata menggeledah badan pedagang itu.

"Ha, apa ini?" tiba2 dia mengeluarkan segenggam kepingan perak dari baju pedagang itu.

"Itu sisa uangku, loya," kata si pedagang, untuk bekal pulang."

"Tidak, tentu ini uang dalam pundi2 tadi. jumlahnya masih 20 tail perak. Awas, jangan suruh setan piaraanmu mengambilnya lagi," tanpa berkata lebih lanjut, uang itu terus dimasukkan ledalam kantongnya dan lalu menghampirt si pelayan.

"Loya, itu uangku yang masih tersisa," kata prdagang itu," uang dalam pundi2 tadi sedianya akan kubelikan emas di kota ini tetapi sudah kuhaturkan kepada loya."

"Apa?" prajurit berkumis lebat itu deliki mata, "tidak kutangkap saja engkau sudah untung. Apa engkau minta kutangkap."

"Tetapi apa salahku loya?"

"Engkau seorang mata2. Dan berani mempermainkan prajurit kerajaan. Memberi uang tetapi engkau suruh setan mengambilnya lagil"

"Tidak loyal"

Plak tiba-tiba prajurit berkumis lebat itu menampar

muka si pedagang. Pedagang mengaduh kesakitan dan mendekap pipinya yang bengap.

Rupanya prajurit itu masih belum puas. Dengan garang dia ayunkan tangannya lagi.

"Jangan sewenang-wenang terhadap rakyat bung," tiba2 terdengar sebuah suara dan tahu prajurit berkumis lebat itu terlempar sampai beberapa langkah ke belakang.

Bukan kepalang kejut prajurit berkumis lebit. Ketika berdiri tegak, diiihatnya Huru Hara yang berada dihadapannya.

"Engkau berani melempar aku?" seru prajurit berkumis lebat seraya maju dan terus menjotos.

Huru Hara hanya mengangkat tangan untuk menerima jotosan si prajurit, plak tahu2 prajurit berkumis itu

terlempar ke belakang dan membentur kawan-kawannya. Kelima prajurit serempak maju menyerbu Huru Hara.

Tetapi mereka menjerit kaget dan kesakitan ketika beradu dengan tangan Huru Hara.

"Pemberontak!" teriak prajurit berkumis lebat seraya menghunus pedang.

"Siapa pemberontak?"

"Engkau berani melawan prajurit kerajaan.” "Tidak."

"Tidak? Mengapa engkau melempar tubuh kami?" "Aku hanya melindungi diriku dari bantaman kalian?

Salahkah aku?"

"Tentu! Siapa yang berani melawan prajurit kerajaan harus ditangkap!"

"Aku tidak berani melawan kepada prajurit kerajaan tetapi terhadap perbuatan kalian yang sewenang-wenang itu. Masa pedagang itu sudah engkau porot uangnya, masih engkau tuduh yang bukan2 dan sisa uangnya engkau rampas lagi. Apakah itu bukan sewenang-wenang namanya?"

"Tutup mulutmu, bangsat!" prajurit berkumis rus membacok.

Brakkkk Huru Hara menghindar dan meja makanpun terbelah oleh pedang prajurit berkumis itu. Keempat kawannya segera hendak menerjang tapi dengan sigap Huru Hara sudah mencengrram tengkuk

prajurit berkumis yang masih berkutetan hendak mencabut pedangnya yang menancap pada meja, terus didorong kearah keempat ajurit itu, brukkkk keempat prajurit itu-

pun jatuh sungsang sumbal karena dilanda tubuh si prajunt berkumis.

Walaupun sudah mendapat latihan sebagai prajurit namun mereka tetap harus meringis kesakitan karena kepalanya memar dan tulang pungungnya patah. Dengan terseok-seok mereka segera lari keluar.

"Terima kasih hohan," kata si pedagang. "Harap lekas pergi. Kotaraja bukan tempat yang aman," Huru Hara memberi pesan. Dan dia terus memanggil cangkui, "Ciangkui, berapa kerusakan disini, aku yang ganti semua."

Ciangkui menghaturkan terima kasih.

Setelah membereskan semua maka Huru Harapun minta keterangan dimana tempat kediama tay-haksu Ma Su Ing. Setelah itu maka Hu Harapun melangkah keluar.

Memang suasana kotaraja baru itu tidak menunjukkan suatu keperihatinan dari scbuah negeri yang sedang berperang. Diam2 Huru Hara mulai menilai siapakah sesungguhnya peribadi tay-haksu Ma Su Ing itu. Adakah dia benar2 seorang mentri setya ataukah mentri yang tidak becus.

Menilik tingkah laku kawanan prajurit di rumahnaakan tadi, timbullah kesan Huru Hara bahwa dikalangan tentara kerajaan Beng, disiplin sudah tak dipatuhi lagi. Atau mungkin pucuk pimpinan yang tidak becus memegang peraturan sehingga tentara bertingkah sewenang-wenang terhadap rakyat.

Tengah dia menyusur jalan besar yang akan menuju ke tempat kediaman mentri Ma Su In tiba2 ia melihat sepasukan kecil prajurit kerajaan sedang berjalan menuju ke arahnya.

"Mungkin saja ada undang2 perang yang berlaku di kotaraja ini sehingga tentara mempunyai kekuasaan besar," pikirnya,

"Itulah orangnya!" teriak sebuah suara dari rombongan prajurit itu.

Huru. Hara terkejut. Ia seperti sudah pernah mendengar nada suara orang itu. Sebelum ia sempat meneliti siapa orapg itu, tahu2 rombongan prajurit itu sudah mengepungnya.

"Pemberontak, lekas menyerah, teriak seorang prajurit yang berpangkat sersan,

"Siapa yang engkau katakan pemberontak Itu?" sahut Huru Hera.

"Engkau!" sersan itu menuding.

"Gila!" bentak Huru Hara " aku orang Han yang memusuhi musuh, mengapa enak saja engkau menuduh aku seorang pemberontak?"

"Jangan banyak mulut" sersan itu balas membentak, "mau menyerah atau tidak.'

"Hm, beginikah tingkah laku prajurit keraja:m kita? 0, kalau menghadapi musuh tidak berdaya, tetapi kalau terhadap rakyat sendiri bertingkah sewenang --wenang."

"Tangkap !” Perintah sersan itu, serentak duapuluh prajuritpun menyerbu.

Huru Hara sebenarnya tak ingin cari perkara, Tetapi ternyata perkara, yang mencari dirinya. Apa boleh buat. Diapun segera menerjang mereka.

Dalam beberapa kejap saja sudah ada beberapa prajurit yang menjerit dan rubuh Bahkan, si sersan yang ikut maju juga meringis kesakitan karena hidung dan mulutnya keluar kecap.

Rombongan prajurit itu benar2 heran dan penasaran. Mengapa seorang pemuda yang kepalanya memelihara dua buah kuncir dan pakaiannya serba nyentrik, dapat melawan puluhan prajurit. Ada beberapa prajurit yang sedikit2 mengerti ilmusilat, heran melihat gerak gerik Huru Hara waktu bertempur. Pemuda nyentrik itu tidak main silat menurut jurus silat yang benar tetapi Iebih banyak ngawur asal menggerakkan tangan saja. Namun anehnya, setiap kali tangan Huru Hara bergerak tentu prajurit itu menjerit kesakitan.

Karena kewalahan, beberapa prajurit yan merasa ngeri, segera lari tunggang lauggang. Melihat itu kawan- kawannyapun juga ikut lari…..

"Hm, kawanan prajurit kerajaan memang menjemukan sekali," dengus Huru Hara.

Huru Hara terus hendak melanjutkan perjalanan tetapi dari arah depan kembali muncul sekelompok prajurit yang dipimpin oleh seorang paderi. Waktu dekat ternyata paderi itu bukan paderi Tiong-goan tetapi menilik wajah dan pakaiannya adalah paderi dari Tibet.

"Hwat-su, itulah pemberontaknya." seru salah seorang prajurit yang bukan lain adalah si sersan yang hidungnya bonyok tadi.

"Hm," dengus paderi Hoan-ceng ( asing ) itu dengan muak. Matanya memandang berkilat-kilat kearah Huru Hara.

"Hai, setan, engkau minta hidup atau minta mati?” serunya dengan garang.

Huru Hara geram sekali, "Hai, binatang, engkau ini manusia atau binatang?" balasnya dengan kata dan sikap seperti paderi itu.

"Kurcaci! Berani engkau menghina aku!"

"Siapa yang suruh tidak berani?" sahut Huru Hara yang rupanya mulai kambuh ke-blo`onan-nya.

"Siapa engkau kurcaci?" tegur paderi hoan-ceng itu. Hoan-ceng artiaya paderi dari tauah asing atau bukan dari Tiong-goan.

"Engkau sendiri siapa sih?" balas Huru Hara mengejek. "Bangsat! Jangan kurang ajar terhadap Sam-ceng loyal"

teriak si sersan.

"Apa sih itu Sam-ceng loya?"

"Sam-ceng toya adalah 'tiga serangkai padri suci dari istana kerajaan Beng."

"Ha, ha, ha " tiba Huru Hara tertawa keras.

“Diam !” bentak si sersan," mengapa engkau tertawa ?” "Aku tertawa karena geli. Masakan mahluk seperti iblis

itu Iayak di kata suci?" seru Huru Hara.

Mendengar itu tak kuasa lagi si imam yang disebut sebagai Sam-ceng, menahan kesabarann.

Darrrrr . .. .

Seketika ia lepaskan pukulan yang menggelegar. Sekalian prajurit terkejut, demikian juga Huru Hara. Untung Huru Hara sudah silap sehingga dia masih sempat untuk mengangkat tangan melindungi diri.

Uh Huru Hara tersurut setengah langkah. Tetapi

paderi itu terdorong mundur dua langkah. Dia benar2 terkejut. Pukulan yang dilepaskan itu disebut Sip-lut-ciang atau Pukulan Sepuluh-geledek. Dahsyatnya setara dengan Biat-gong-ciang dari perguruan Siau-lim atau Pik giok-ciang (pukulan Mambelah-kumala) dari perguruan Bu-tong-pay.

Memang dia hanya menggunakan lima bagian tenaga- dalamnya. Tetapi itupun sudah jang orang kuat menghadapi. Bahwa Huru Hara bukan saja sanggup bertahan, pun bahkan dapat memancarkan tenaga-sakti yang aneh yang mendorong balik tubuh paderi itu, benar2 membuat paderi terkejut bukan kepalang.

"Siapa engkau?" seru paderi hoan-ceng

"Engkau harus memberitahukan namamu lebih dulu, aku mau kasih tahu namaku," sahut Huru Hara. "Aku adalah paderi Sakya dari istana," sahut paderi hoan-ceng itu.

"Lho, aneh, namanya saja Sakya, tentu bulan paderi Tiong-goan, mengapa bisa berada di istana? Siapa yang suruh?"

"Sam-ceng merupakan penasehat dari tay-haksu Ma Su Ing. Disamping itu tay-haksu masih memiliki Sam-sukia ( Tiga Duta ) dan Sam-wisu ( Tiga Pengawal )."

"0, engkau bekerja pada tay-haksu?" "Hm."

"Mana tay-haksu?"

"Hm, jangan terlalu kurang ajar! Siapa engkau'!" "Namaku Huru Hara, aku ingin menghadap tay-haksu." "Gila! Masakan nama orang begitu gila-gilaan.” "Namaku yang lengkap adalah Loan Thian. Biasa cukup

disebut si Huru Hara."

"Perlu apa engkau hendak menghadap tay-haksu?"

"Itu bukan urusanmu. Nanti kalau aku sudah berhadapan dengan tay-haksu baru akan kukatakan maksud kedatanganku."

"Tetapi aku adalah orang kepercayaan tay-haksu." seru Sakya hwatsu.

“Aku tidak menginginkan orang kepercayaan.” tetapi tay- haksu sendiri. Karena urusan ini penting dan harus kusampaikan kepada tay-haksu sendiri."

"Hm, siapakah yang suruh mengtiadap haksu itu?" "Pokoknya, rahasia. Bawalah aku kepada tay-haksu." "Hm, dalam jeman seperti ini, banyak orang mengaku-

aku menjadi orang kepercayaan atau keluarga mentri anu, pembesar anu. Perlunya, akan menyelundup untuk memata-matai keadaan bahkan kalau dapat akan membunuh mentri yang akan ditemuinya itu.”

'0, engkau mencurigai aku?."

"Aku sudah mendapat wewenang penuh. tay- haksu untuk memeriksa dulu setiap orang yang akan menghadap tay-haksu."

"Wah. sayarg, aku justeru tak mau kau menyampaikan tugasku itu bukan kepada thaksu sendiri. Lalu bagaimana? Apakah engkau tetap merintangi aku?"

"Tidak perlu, kecuali engkau tak mau menyerahkan urusan yang hendak engkau sampaikan kepada tay-haksu itu kepadaku!"

"Terang aku tidak man!"

"Hm, Kalau begitu terpaksa engkau akan kuhajar "

Sikya hwatsu terus menyerang Huru Hara, Dan keduanya segera terlibat dalam pertempuran yang dahsyat.

Karena yang bertempur itu salah seorang dari Sam-ceng istana maka kawanan prajurit itupun tak berani ikut campur. Mereka tegak berjajar di kehling gelanggang pertempuran.

Juga Sakya hwatsu tak terhindar dari rasa aneh yang besar. Dia jelas memperhatikan bahwa gerak permainan Huru Hara itu tidak menurut jurus tata- silat yang umum tetapi semaunya sendiri, bahkan kadang pemuda menyentrik itu hanya menirukan saja gerak serangan Sakya hwat-su.

Pernah karena penasaran dan khe-ki, Sakya-hwatsu mengajak adu pukulan dan waktu kedua pukulan saling berbentur, dia terkejut. Dia merasa dari tangan pemuda itu seperti memancarkan arus tenaga-dalam yang memantul balik. Misalnya ketika ia melontarkan pukulan Sepuluh- petir dengan diisi enampuluh bagian tenaga-dalam, ketika berbentur dengan tangan Huru Hara, ternyata tenaga- dalamnya itu tertolak balik dan melanda dirinya lagi.

Sakya hwatsu benar2 tak habis herannya, apakah yang dimiliki pemuda nyentrik itu? Selama berpuluh tahun ia meyakinkan ilmu silat dan tenaga-dalam dari aliran Tibet, belum pernah dia berhadapan dengan ilmu semacam yang dimiliki pemuda nyentrik itu.

Namun Sakya hwatsu juga seorang dedengkot persilatan yang berpengalaman. Dia tahu pemuda lawannya itu memiliki suatu ilmu ajaib, tetapi diapun tahu kalau cara Huru Hara berkelahi itu tidak menurut garis rel yang benar tetapi hanya secara acak-acakan saja. Dia harus kuhadapi dengan ilmusilat yang tinggi, katanya dalam hati.

Tetapi diapun kecele lagi. Karena walaupun kelabakan tetapi Huru Hara masih dapat menghindari semua serangan Sakya hwatsu. Geraka pemuda nyentrik itu benar2 luar biasa cepatnya.

Namun Sakya hwatsu tak berani mengendorkan serangannya. Diserangnya dengan bermacam-macam jurus ilmusilat yang aneh sehingga Huru Hara harus bekerja mati- matian untuk menghindar.

Tiba2 muncul sebuah tandu yang dipikul oleh empat orang lelaki dan diiring oleh sepasang gadis berpakaian indah.

Tandu itu berhenti dan dari dalam terdengar suara orang berseru, "Hai, siapa yang berkelahi itu? Mengapa hwatsu juga terlibat dalam perkelahian?"

Kawanan prajurit terkejut. Sersan segera maju menghampiri, "Maaf, siocia, Sakya hwatsu sedang menangkap seorang pemuda nyentrik."

"Siapa pemuda itu?" tanya suara dari dalam tandu. "Dia mengatakan bernama Huru Hara dia hendak

menghadap tay-haksu tayjin."

"0, kalau memang benar2 hendak menghadap' ayah, mengapa harus dihalangi?" tegur suara dari dalam tandu yang jelas adalah suara seorang gadis. Dan kalau menilik dia menyebut ayah kepada tay-haksu, Ma Su Ing, tentulah dia itu puterinya.

Memang benar, yang berada dalam tandu adalah puteri tay-haksu yang bungsu bernama Giok Hoa, adik dari Ma Giok Ing.

"Tetapi siocia, dia telah melukai beberapa prajurit kita," kata si sersan pula.

"Mungkin karena hendak kalian tangkap, kan?" tanya Ma Giok Hoa.

"Ya," sahut si sersan, "karena dia tak mau mengatakan apa keperluannya hendak ntenghadap haksu tayjin. Juga kepada Sakya hwatsu dia tetap berkeras kepala sehingga hwatsu marah."

"Ah, jangan mencurigai orang. Curiga itu tidak baik," kata Ma Giok Hoa lalu keluar dari tandu dan maju menghampiri.

Puteri Ma Su Ing yang bungsu itu baru berumur I8 tahun. Seorang dara remaja yang cantik dan berwajah cerah. Tay- haksu Ma Su Ing mempunyai tiga orang anak. Yang besar anak laki bernama Ma Sun, nomor dua perempuan yaitu Ma Giok Cu dan yang kecil juga perempuan yalah Ma Giok Hoa itu.

Ma Sun berwatak congkak karena mengandalkan kekuasaan ayahnya. Ma Giok Cu juga angkuh dan manja. Tetapi Ma Giok Hoa beda sendiri. Dara itu berhati welas asih dan jujur.

Saat itu dia habis berkunjung ke sebuah vihara untuk bersembahyang. memanjatkan doa agar kerajaan Beng tetap dilindungi. Dan kembali pulang, di tengah jalan ia melihat ramai-ramai. Huru Hara sedang dikepung oleh kawanan prajurit.

"Hwat-su, jika pemuda ini hendak menghadap ayah, kuminta hwatsu suka meluluskan,” kata Ma Giok Hoa kepada Sakya hwatsu.

Sebenarnya Sakya hwatsu memang gelisah karena tak dapat mengalahkan Huru Hara. Apalagi kalau dia sampai kalah, tentulah dia akan kehilangan muka. Maka kedatangan puteri bungsu tay-haksu itu sungguh kebetulan sekali.

"Sebenarnya orang itu harus ditangkap dan diperiksa .. ..

"

"Biarlah aku yang menanggung apabila sampai berbuat

apa2, hwatsu," tukas Ma Giok Boa.

Sudah tentu sekalian orang termasuk Huru Hara sendiri tak habis herannya mengapa puteri Ma Su Ing itu mau mengucapkan begitu.

"Nona, engkau belum kenal aku, mengapa nona berani menanggung diriku?" tanya Huru Hara.

"Aku percaya pada semua orang," sahut Ma Giok Hoa, "karena setiap kejahatan tentu akan berbalas sendiri."

Huru Hara terkejut. Dara yang masih semuda itu mengapa dapat memiliki pikiran yang begitu tinggi.

Begitulah karena pengaruh Ma Giok Hoa maka Huru Harapun dibebaskan. Diam2 dia mengikuti perjalanan rombongan tandu Ma Giok Boa yang menuju ke tempat kediaman tay-haksu Ma Su Ing.

Gedung kediaman tay-haksu itu besar dan megah sekali. Penjaga segera menghadang Huru Hara yang hendak ikut masuk bersama tandu Ma Giok Hoa, Tetapi nona itu memberi isyarat agar Huru Hara diidinkan masuk.

Huru Hara benar2 tak mengerti atas sikap si dara terhadapnya. Namun diapun terus mengikuti saja.

"Tunggu dulu di sini, akan kuberitahukan kcpada ayah," kata dara itu seraya terus masuk ke dalam ruangan. Tak berapa lama dara itu keluar lagi. "Ah, ayah sedang tidur.

Harap tunggu."

Dara itu mengajak Huru Hara ke taman. Di situ terdapat sebuah pagoda tempat peranginan, "Silakan tunggu di sini, aku hendak ganti pakaian."

Huru Hara kagum atas keindahan taman gedung kediaman mentri tay-haksu. Tamannya saja begitu indah permai, penuh berhias beraneka bunga dan terdapat kolam dengan air pancuran yang mengasyikkan.

"Hm, rakyat di mana2 sedang sengsara tetapi mentri tay- haksu ini menikmati kehidupan yang begini nikmat , "

pikir Huru Hara.

"Hai, mahluk apa disitu itu!" tiba2 terdengar seorang gadis menjerit kaget.

Huru Hara juga melonjak kaget. Dia sedang melamun sehingga tak tahu kalau di belakangnya telah muncul seorang gadis. Lebih kaget lagi ketika ia melihat bahwa yang muncul itu adalah gadis yang pernah dijumpainya beberapa waktu yang lalu.

"Nona Ma ," tanpa disadari ia berseru.

"Hai, bulus, engkau kiranya!" teriak gadis itu. Dia bukan lain adalah Ma Giok Cu, puteri pertama dari tay-haksu Ma Su Ing.

-oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar