Pendekar Bloon Cari Jodoh Jilid 29 Amuk, amuk

Jilid 29 Amuk, amuk

Peristiwa yang terjadi pada diri imam kurus telah menyebabkan lelaki berambut putih dan imam yang lain berobah wajahnya.

Imam kurus itu bernama It Bin cinjin dari kuil Ong-ya- bio di Mongol. Dia memiliki tenaga-dalam Thiat-sin-kang yang sakti. Mampu menghancurkan batu yang keras.

Dan lelaki berambut putih itu juga hebat, ia tahu kalau imam kurus menderita luka-dalam yang parah. Maka diapun segera maju kemuka pendekar Huru Hara.

"Hm, engkau tahu siapa yang engkau lukai ?" tegurnya. “Mengapa aku perlu tahu?" balas Huru Hara.

"Hm, ketahuilah, dia adalah imam It Bin dari kuil Ong- ya-bio di Mongolia. Engkau telah melukainya berarti engkau menantang pada para imam di Ong-ya-bio," seru lelaki berambut putih itu.

"Jika karena melukai dia lalu harus mengikat permusuhan dengan para imam kuil Ong-ya bio, ya apa boleh buat," sahut Huru Hara, tapi apakah menurut maksudmu aku tak seharusnya melukai imam kawanmu itu dan seharusnya aku tak perlu mengurus adikku yang dilukai iman itu ? Begitukah kehendakmu ?"

"Aku hanya berurusan dengan keponakan mentri Su Go Hwat, mengapa engkau turut campur ?" seru orang itu.

"Bok kongcu adalah sahabatku. Mengganggu dia sama dengan mengganggu aku," sahut Huru Hara," tidak puas ? Silahkan maju menangkap aku.”

Tantangan Huru Hara itu membuat merah muka si imam yang satunya. Dia terus enjot tubuhnya melayang ke udara lalu menukik turun seraya merentang kedua tangannya. Kuku2 pada jari tangannya tampak meregang tegak seperti cakar tajam.

Huru Hara menghindar dan balas menyerang. Sebelum imam itu sempat berbalik tubuh, tengkuknya sudah dicengkeram Huru Hara, terus di lempar kearah lelaki rambut putih tadi.

"Serbu," setelah menghindar, lelaki berambut putih memberi komando kepada anak-buahnya.

Bok Kian serentak maju menyongsong mereka.

"Bok- Heng, bereskan mereka, aku yang akan membekuk benggolannya," seru Huru Hara.

Lelaki berambut putih dan imam yang satu itupun segera turun tangan menghadapi Huru Hara. Bahkan keduanya langsung menggunakan senjata. Lelaki berambut putih menggunakan pedang dan si iman memakai kebut berduri, yalah kebut yang terbuat daripada kwat baju yang ujungnya runcing seperti jarum.

"Hm, kedua manusia ini memang sadis sekali," pikir Huru Hara, "biar kuberinya pelajaran yang pahit." Dia terus melolos pedang dari kerangka tanduk kerbau putih. Tatkala kedua lawan dengan permainan yang dahsyat menaburkan "senjatanya, mereka menjerit kaget ketika senjata mereka terasa berat dan melekat pada pedang Huru Hara.

"Uh, uh. " kedua orang itu mendengus panjang pendek

dan berusaha untuk menarik senjatanya. Tetapi sebelum sempat menarik lebih lanjut mereka menjerit sekeras kerasnya, "Hai, celaka. "

Senjata dilepas dan kedua orang itu cepat mdekap pinggang celananya. Apa yang terjadi ?

Teinyata Ah Liong mulai beraksi. Dia segerra sembuh dari lukanya setelah makan som dari bawah laut pemberian Huru Hara. Dia ingin melakukan pembalasan dengan sepuas-puasnya. Maka pada saat kedua orang itu sedang menarik senjatanya yang melekat pada pedang Huru Hara, secepat kilat Ah Liongpun sudah turun tangan mengerjain mereka......

Pada saat kedua orang itu mendekap pinggang celana, Ah Liong menarik baju mereka sekuat-kuatnya, bratttt......kini lelaki berambut putih dan imam itu robek bajunya sehingga tampak celananya. Sudah tentu kedua orang itu makin bingung. Tangan kiri masih mendekap. pinggang celana, tangan kanan mendekap bajunya yang robek agar jangan terlepas ....

Ah Liong masih belum puas. Ia menampar dan menabok kepala kedua orang itu sekeras-kerasnya sehingga mereka menjerit-jerit kesakitan. Masih Ah Liong belum puas. Dia mencabut pisau belati dari pinggang lelaki berambut putih itu terus menggunduli kedua orang itu.

Memang sepintas agak berlebihan cerita ini, tetapi harus diingat bahwa Ah Liong mengerti ilmusilat dan dia memiliki gerakan yang cepat, misalnya, dengan supit dia dapat menangkap nyamuk. Maka dalam menggunduli rambut kedua orang itu, gerakannya dilakukan dengan teramat cepatnya, Apalagi pisau itu memang amat tajam. Sebelum kedua orang itu sempat berbuat apa2, mereka sudah menjadi paderi kepala gundul.

Kedua lelaki berambut putih dan imam itu termangu- mangu heran. Mereka memiliki kepandaian silat yang tinggi tetapi mengapa berhadapan dengan seorang pemuda nyentrik dan seorang bocah kuncung mereka tak dapat berbuat suatu apa dan bahkan dijadikan bulan-bulan permainan oleh bocah kuncung itu ?

Sementara kawanan anakbuah yang berhadapan dengan Bok Kian pun pontang panting dihajar pemuda itu. Akhirnya dalam keadaan menderita kekalahan yang amat memalukan dan menjengkelkan kawanan penghadang itupun segera melarikan diri.

"Engkoh Hok. bagaimana dengan imam kurus itu ?" seru Ah Liong.

"Sudahlah, biarkan saja. Dia cukup menderi luka parah," kata Huru Hara. Dia segera mengajak Bok Kian dan An Liong melanjutkan perlanan lagi.

"Loan-heng, benarkah mereka itu orang2 dari jenderal Ui Tek Kong ?" tanya Bok Kian.

"Mungkin saja," sahut Huru Hara.

"Wah kalau begitu berbahaya apabila kita menghadap jenderal itu."

"Aku hanya menduga, belum tentu pasti begitu. Kita harus tetap menghadap jenderal itu. Demikian mereka tertiga melanjutkan perjalanan. Pada hari itu mereka telah memasuki daerah Shoa-tang dan langsung mereka menuju ibukota tempat markas jenderal Ui Tek Kong.

Tetapi baru beberapa saat menginjak wilayah Shoa-tang, mereka sudah dikepung oleh sekelompok barisan Ceng  yang dipimpin oleh seorang perwira.

"Hai siapa kalian, kunyuk2hutan ini ?" teriak perwira Ceng itu dengan garang.

"Babi engkau," balas Ah Liong yang dimaki sebagai kunyuk hutan.

"Eh, bangsat cilik, engkau berani menghina seorang perwira Ceng ?"

"Tak peduli engkau ini perwira Ceng atau Beng atau setan alas, pokoknya barangsiapa yang menghina aku, tentu akan kumaki-maki sepuas hatiku," seru Ah Liong.

"Siapa kalian ini ?" perwira itu beralih perhatian kepada Bok Kian yang dianggap paling genah diantara ketiga orang itu.

"Aku hendak kedalam kota," sahut Bok Kian yang jujur. "Ho, apa engkau tak tahu bahwa kota telah kami kepung

?"

"Oh. Jadi kota sudah jatuh ketangan pasukan Ceng?"

Bok Kian terkejut.

"Jatuh itu hanya soal wiktu saja. Esok entah lusa tentu jatuh ketangan kami," kata perwira Ceng itu dengan bangga.

"Hm,” dengus Huru Hara. "Maka lebih baik kalian jangan masuk kedalam kota dan ikut kami saja," kata perwira Ceng lebih lanjut.

Sebelum Bok Kian menyahut, Huru Hara sudah mendahului, "Siapa pemimpin pasukan kerajaan Ceng yang menyerang Shoa-tang ?"

"Pangeran Barbak," sahut perwira itu. "O, si Barbak !" tiba2 Ah Liong berseru.

Perwira itu terkejut dan membentak, "Hus bangsat cilik, apa engkau kenal dengan pangeran barbak ?"

"Barbak ?" seru Ah Liong. "Ya."

"Barbak kan pimpinanmu ?" "Ya, Apa engkau kenal ?" "Siapa bilang kenal?"

"Mengapa engkau menyebut namanya begitu saja.?" "Habis, siapa sih namanya kalau bukan si barbak ?"

Sudah tentu perwira itu amat marah. Diayunkan cambuknya kearah kepala Ah Liong, tetapi dengan lincah Ah Liong menghindar. Perwira makin penasaran. Dia menghajar lebih ngotot.

Setelah berloncatan menghindar, tiba2 Ah Liong menyambar ujung cambuk si perwira dan terus menariknya. Perwira itu naik kuda. Dia mengira enak saja menghajar seorang anak laki kurus. Siapa tahu sampai beberapa saat dia tak mampu mengenai tubuh anak itu. Dan ketika ia makin penasaran, ujung cambuknya telah disambar dan ditarik anak itu. "Uhhhhh," ia menjerit kaget ketika ia merasa tenaga bocah kuncung itu sekuat kerbau. Dia hendak bertahan tetapi sudah terlambat, blukk……… jatuhlah dia ke tanah. Dan sebelum dia sempat berbangkit, tangannya sebelah kanan sudah ditelikung ke belakang oleh Ah Liong, "Auhhhl ……… perwira itu menjerit tertahan.

Melihat itu kawanan prajurit Ceng terus hendak menyerbu tetapi Ah Liong berteriak, "Berhenti! Kalau berani maju pemimpinmu ini tentu kubunuh," cepat Ah Liong mencabut pedang perwira itu dan dilekatkan ke lehernya.

Kelompok barisan prajurit Ceng itu terdiri dari lima puluh orang. Sebenarnya mereka sedang bertugas untuk meronda sekeliling kota. Agar jangan sampai orang masuk kedalam kota dan menangkap orang yang hendak meloloskan diri dari dalam kota.

Berpuluh prajurit Ceng itu kesima menyaksikan peristiwa yang tak dinyana-nyana. Hampir mereka tak percaya bahwa perwira mereka yang termasyhur gagah berani dalam peperangan, dengan mudah dapat diringkus oleh seorang bocah yang rambutnya kuncung.

Dan lebih terkejut pula ketika mereka hendak maju menyerang ternyata dengan ketangkasan yang luar biasa, bocah itu sudah mencabut dan melekatkan pedang si perwira ke lehernya. Kawan prajurit itu benar2 mati kutu.

Seorang prajurit yang penasaran masih melanjutkan langkahnya maju tetapi pada saat itu terdengar si perwira menjerit, "aduh. " lehernyapun mengalirkan darah.

"Berhenti,” teriak perwira itu dengan tegang.

Prajurit itu terpaksa berhenti. Namun dia heran mengapa ditelikung oleh seorang bocah kuncung, perwira itu tak mampu berkutik. Memang prajurit itu tak tahu bahwa Ah Liong memiliki tenaga sebesar kerbau.

"Hayo, lemparkan senjata kalian semua !" riak Ah Liong dengan garang.

Berpuluh prajurit Ceng terbeliak dan saling tukar pandang.

"Eh, tidak mau ya ?" seru Ah Liong dan “Aduhhhh………,” tiba2 perwira iiu berteriak kesakitan karena ujung pedang Ah Liong menyusup ke lehernya.

"Lemparkan senjata kalian !" teriak perwira itu.

Prajurit2 Ceng itu meragu. Apakah dengan begitu mereka harus menyerah kepada seorang bocah kuncung saja ? Mengapa perwira mereka begitu tak becus ?

"Lekas !" kembali perwira itu berteriak karena Ah Liong menekankan pedang lebih dalam ke lehernya.

Dalam keadaan seperti itu terpaksa kawanan prajurit itu melemparkan senjata mereka.

"Engkoh Bok, tolong ikat mereka semua," kembali Ah Liong berteriak memberi komando.

Entah bagaimana Bok Kianpun menurut saja, Ah Liongpun minta agar perwira itu juga diikat tangannya.

"Engkoh Bok lucuti pakaian mereka," kembali Ah Liong berseru dan dia sendiripun terus melucuti pakaian si perwira. Setelah itu mencukur rambutnya. Demikian dalam waktu yang singkat kelimapuluh prajurit yang semula  begitu garang, kini menjadi seperti seorang paderi yang berkepala gundul dan hanya pakai celana dalam.

"Pergilah !" seru Ah Liong. Perwira dan kelimapuluh anakbuahnya itupun segera ngeloyor pergi. Tangan mereka masih terikat. Mereka berhenti disebuah hutan dan saling membuka tali ikatannya.

"Celaka," seru si perwira, "dalam keadaan begini, kalau kita kembali ke markas, panglima Barbak tentu marah dan tak mau memberi ampun kepada kita lagi."

"Lalu bagaimana ?" tanya prajurit2.

"Untuk sementara waktu lebih baik kita sembunyi di hutan saja. Tunggu sampai nanti keadaan sudah berobah baru kita pertimbangkan lagi cara untuk bergabung diri dengan induk pasukan." kata siperwira.

Sedangkan saat itu Ah Liong dan Huru Hara pun sedang berunding.

"Ah Liong, wah. lagakmu seperti seorang jenderal saja, ya, ya ?" tegur Huru Hara.

"Habis, bukankah dulu sudah pernah kukatakan kalau engkoh jadi panglima akupun akan menjadi jenderal kecil. Sekarang engkoh dapat membuktikan apakah aku layak menjadi jenderal kecil atau tidak?"

"Hm, jangan bermulut besar dulu," seru Huru Hara," masih banyak peristiwa2 yang jauh lebih besar dan hebat dari ini. Bukankah saat ini kita sedang hidup dalam jaman haru hura dan perang ?"

"Benar, Loan-heng," Bok Kian ikut buka mulut, "memang dalam suasana yang tak menentu ini segala kemungkinan dapat terjadi."

"Hai, Liong, mengapa engkau suruh melucuti pakaian kawanan prajurit Ceng itu ?" seru Huru Hara pula.

"Ada gunanya, engkoh Hok," sahut Ah Liong, "kita nanti suruh anakbuah kita menyaru jadi prajurit Ceng untuk menipu mereka." "Hm, boleh juga engkau," seru Huru Hara tetapi jangan lupa, panglima Barbak itu juga pandai. Masakan dapat ditipu oleh seorang bocah yang masih kuncung."

"Eh, jangan menghina bocah kuncung, engkoh Hok," sahut Ah Liong, "lihat saja nanti."

'Loan-heng," kata Bok Kiang, "rasanya kota sudah dikepung musuh. Untuk menemui jenderal Ui tentu sukar. Bagaimana tindakan kita ?"

"Aku memang sedang memikirkan hal itu Bok-heng," jawab Huru Hara, "dan rasanya memang sulit. Pintu kota tentu tertutup rapat dan pasukan jenderal Ui tentu menjaga pintu kota dengan ketat. Kemungkinan diatas pintu kota tentu disiapkan barisan pemanah untuk menghalau apabila musuh berani mendekati pintu."

'Ya, kemungkinan begitu, Bok Kian menyetujui.

"Ada sebuah jalan." kata Huru Hara, "tetapi cara itu memang sukar dan kemungkinan dapat berhasil atau tidak, tergantung dari keadaan.

“O, harap Loan-heng suka mengatakan apa yang menjadi rencana Loan-heng itu,” Bok Kian meminta.

Tidak memberi keterangan kepada Bok Kian, kebalikannya Huru Hara malah bertanya kepada Ah Liong, "Ah Liong, pernahkah engkau menangkap ular?"

"Ular ? Ya, pernah."

"Kalau menangkap ular bagaimana cara yang terbaik?" "Tangkap kepalanya dan pijat angsang dibawah leher,

ular itu tentu kehilangan tenaga,"

"Bagus," seru Huru Hara, "menangkap ular harus menangkap kepalanya dulu, bukan ? Nah, rencanaku untuk melepaskan kota ini dari kepungan pasukan kerajaan Ceng yalah juga begitu. Kita harus membekuk kapalanya, panglima Barbak."

Bok Kian terbeliak. "Tetapi untuk mendekati markas mereka saja sukar, apalagi hendak menangkap panglima itu."

"Itulah Bok-heng," seru Huru Hara, "justeru kesukaran itulah letak seninya. Setiap hal yang sukar tentu mengandung seni. Tetapi kalau mudah, itu bukan seni namanya. Demikian dengan keadaan yang sedang kita hadapi saat ini. Kalau kita mampu membekuk Barbak, itu seni besar.

"Tetapi Loan-heng," kata Bok Kian, "ini bukan main- main, kalau tertangkap kita tentu akan dihukum."

"Ya," kata Huru Hara. "sekarang kita terpaksa beristirahat dulu. Tunggu setelah malam hari, baru kita nanti bekerja."

Propinsi Shoa-tang terletak di pesisir timur. Daerah yang menjurus ke laut berbentuk sebuah jaz'rah yang memisahkan laut Pok-hay dengan laut Hong-hay.

Shoa-tang terletak disebelah selatan dari pro pinsi Hopak. Disebelah barat dari Shoa-tang adalah propinsi San- se, Dan disebelah selatan dari Shoa-tang adalah propinsi Kiangsu.

Kotaraja Pak-kin yang sekarang sudah diduduki pasukan Ceng dan telah diproklamirkan sebagai kotaraja kerajaan Ceng, terletak di propinsi Hopak. Dan kota Lam-kia yang sekarang dijadikan kotaraja dari kerajaan Beng terletak di propinsi Kiangsu. Dengan demikian apabila pasukan Ceng hendak menyerang kotaraja Lam-kia, terlebih dulu harus melalui Shoatang.

Dengan begitu Shoa-tang dan Sanse, terutama Shoa- tang, merupakan pintu masuk ke Lam-kia apabila pasukan kerajaan Ceng hendak melanjutkan serangannya untuk menghancurkan kerajaan Beng.

Itulah sebabnya maka mentri pertahanan Su Go Hwat menempatkan jenderal Ui Tek Kong di Shoa-tang. Mentri itu tahu bahwa jenderal Ui Tek Kong setya dan berani. Sedangkan yang ditaruh di propinsi Sanse adalah jenderal Co Liang Ciok. Justeru jenderal inilah yang marah karena muak melihat tingkah laku para mentri terutama mentri tay- haksu Ma Su Ing yang tidak becus, korup dan sewenang- wenang.

Co Liang Cok hendak membawa pasukannya untuk melakukan pembersihan ke kotaraja Lam-kia. Tetapi oleh Ma Su Ing, tindakan jenderal itu dianggap sebagai memberontak maka dia minta kepada mentri pertahan Su Go Hwat untuk menindak jenderal itu.

Bermula mentri penahanan Su Go Hwat hendak mengajak pasukan jenderal Ui Tek Kong bersama membereskan jenderal Lau. 'Tetapi karena pasukan Ceng mulai bergerak keselatan menyerang Soa-tang maka mentri pertahanan Su membatalkan rencananya.

Bermula mentri Su mengirim Bok Kian untuk menyampaikan perintahnya agar jenderal Ui siapkan pasukannya untuk diajak menghukum jenderal Lau. Tetapi ketika mendengar kabar bahwa pasukan Ceng menyerang Shoa-tang, mentri pertahanan Su bergegas membatalkan perintah yang pertama. Dia menyuruh puterinva, Su Tiau Ing, untuk menyusuli surat agar jenderal Ui kerahkan pasukannya untuk mempertahankan Shoa tang. Soal ajakannya kepada jenderal Ui untuk menghukum jenderal Lau, dibatalkan.

Itulah sebabnya maka Bok Kian yang baru pulang mengantar surat kepada jenderal Ui, ditengah jalan telah berpapasan dengan Su Tiau Ing yang sedang menuju ke Shoa-tang untuk menyampaikan surat kepada jenderal Ui. Sayang karena mendengar kata Su Hong Liang yang pintar bicara, Su Tiau Ing tak mau mengantar surat kepada jenderal Ui. Untung Bok Kian mau mewakili untuk mengantarkan surat itu lagi kepada jenderal Ui.

Demikian peristiwa yang terjadi selama ini. Dan kini bersama pendekar Huru Hara dan Ah Liong maka Bok Kianpun menuju ke Shoa-tang.

Agar lebih jelas bagaimana jalan cerita perjuangan pendekar Huru Hara, Ah Liong dan Bok Kian dalam membantu jenderal Ui menghadapi serangan pasukan Ceng yang besar, baiklah kami hidangkan dulu tentang keadaan propinsi Shoa-tang.

Peperangan antara kerajaan Boan Ceng atau Boan-ciu melawan kerajaan Beng, memakan waktu yang lama. Setelah pasukan Ceng berhasil menduduki kotaraja Pak-kia (Peking) dan kerajaan Beng hijrah ke selatan di kota Lam- kia (Nanking), pasukan Ceng masih mengejar terus dan berhasil menghalau sisa2 kerajaan Beng dari kota Lam kia. Setelah Lam-kia. jatuh, kerajaan Beng lari lagi dan pindah makin keselatan di propinsi Hok ciu.

Dalam peperangan yang panjang itu banyak sekali terjadi peristiwa2 besar dan aneh dan timbul tenggelamnya pahlawan2 pendekar yang berjuang membela negara, disamping munculnya penghianat2 bangsa yang membantu musuh. Dalam kancah peperangan yang lama dan dahsyat itulah pendekar Huru Hara yang sebenarnya adalah si Blo'on Kim Yu Yong putera pendekar besar Kim Thian Cong, muncul. Dia bersama-sama dengan manusia2 aneh dan lucu, akan tampil di percaturan peperangan. Huru Hara selalu menyibukkan diri dalam peperangan. Walaupun secara resmi dia tak mau menjabat pangkat di pemerintahan sipil maupun militer, tetapi peranannya amat besar dalam membantu kerajaan Beng menghadapi musuh. Adalah karena kesibukan2 itu maka rencana para tokoh ketua persilatan untuk mencarikan jodoh kepada Blo'on hampir tak ada kedapatan lagi. Namun bagaimanapun juga, pencarian gadis yang tepat sebagai jodoh Blo'on terus berjalan.

Untuk lebih dapat menikmati cerita ini dengan jelas maka akan kami tuturkan tentang keadaan propinsi Shoa- tang agar dapat mengikuti jalannya peperangan lebih berkesan.

Ibukota propinsi Shoa-tang banyak potensi kekayaan alam dan tempat2 yang indah, antara lain telaga Po-to, telaga Tay-beng dan gunung Cian-hud-san yang terkenal. Cian-hud-san artinya gunung Seribu-dewa. Juga dipesisir selatan yang berbatas dengan laut Pak-hay. banyak sekali pemandangan yang indah dan kaya akan hasil ikan,

Ada lagi sebuah gunung termasyhur yalah gunung Thay- san, salah satu dari lima buah gunung terbesar di negara Tiong-goan. Sedangkan dijazirah Ceng-hay, bagian selatan dari Shoa-tan terdapat gunung Lo-san.

Serangan pasukan Ceng dilakukan dengan rapih dan cepat sehingga dalam waktu singkat dapat memasuki wilayah Shoa-tang dan saat itu ibukota Ce-lam sedang dikepung oleh pasukan Ceng yang dipimpin oleh Barbak, seorang pangeran yang masih dekat (keluarga) dengan panglima besar Torgun.

Malampun tiba dan Huru Hara berunding dengan Bok Kian cara bagaimana untuk bertindak malam itu.

"Kita harus menyerbu markas besar tentara Ceng," kata Huru Hara, ''kalau dapat, kita culik panglima Barbak dan memaksanya supaya memerintahkan pasukannya ditarik mundur dari Ce-lam.

Bok Kian mengangguk, "Tetapi apakah tidak berbahaya memasuki markas mereka ?

"Bok-heng," kata Huru Hara, "saat ini kita memang sedang berada dalam bahaya. Kita bergerak atau tidak, sama saja. Bahaya itu tetap akan mengancam kita."

"Ah Liong, dimana pakaian seragam prajurit Ceng itu ?" tanyanya kepada Ah Liong.

"Ada, kubungkus jadi satu," kata Ah Liong.

"Berikan satu saja kepadaku," kata Huru Hara. Tak berapa lama Ah Liongpun menyerahkan seperangkat pakaian seragam prajurit Ceng kepada Huru Hara.

"Ah Liong, engkau jadi setan malam ini !" Sudah tentu Ah Liong terkejut mendengar kata Huru Hara itu, "Jidi setan?" ia menegas.

"Ya. jadilah setan," kata Huru Hara, "engkau harus melumuri mukamu dengan arang hitam.”

"Wah, susah. Dimana aku dapat mencari orang hitam ?" "Carilah ke rumah penduduk, lekas!" seru Huru Hara.

Ah Liong terus berangkat.

"Dan Bok-heng supaya menyaru sebagai seorang prajurit Ceng," kata Huru Hara. Bok Kian pun melakukan perintah. Tak lama kemudian muncullah Ah-Liong. Melihat anak itu Huru Hara dan Bok Kian tertawa geli. Muka Ah Liong berobah hitam, demikian pakaiannya.

"Hai, Ah Liong, dari mana engkau memperoleh pakaian hitam itu ?" tegur Huru Hara.

"Aku masuk kedalam rumah seorang penduduk yang kosong. Selain orang akupun menemukan pakaian kain hitam yang sudah compang-camping. Orangnya sih tidak ada maka kuambil dan kupakailah pakaian itu. Engkoh Hok, apakah aku sudah mirip dengan setan ?"

"Ya,"

"Lalu bagaimana aku harus bertindak?”

"Engkau harus menggoda prajurit yang menjaga pintu markas musuh. Kalau mereka tidak menggubris barulah Bok-heng muncul dan mengatakan supaya penjaga itu mau diajak untuk menolong kawan-kawannya yang diserang oleh musuh dan banyak yang menderita luka parah atau mati. Nah, apabila prajurit penjaga itu sudah pergi, bereskanlah dia. Sedang aku hendak menyelundup masuk kedalam markas , untuk mencari Barbak.”

"Wah, genting sekali pekerjaan ini," seru Ah Liong, "aku harus jadi setan yang menggoda prajurit2 penjaga supaya mengejar aku. Tetapi engkoh Hok, bagaimana ya, tingkah laku setan itu supaya menarik perhatian orang ?

"Apa saja sih," Huru Hara berkata, "engkau boleh bercuwat-cuwit, boleh jumpalitan, boleh berlari-lari. Dan kalau perlu boleh juga engkau seret mereka. "

"U, bagus, bagus," teriak Ah Liong. Tiba2 saja dia ingat akan kegemarannya. "Loan-heng, setelah pekerjaan selesai, lalu dimana kita akan berkumpul ?" tanya Bok Kian.

"Waktu kita menuju ke kota ini, kita melalui sebuah telaga. Telaga apa itu namanya ?" Huru Hara balas bertanya.

"Telaga Po-to," sahut Bok Kian.

"Nah, disitulah kita nanti berkumpul,” kata Huru Hara. "Lalu aku kemana engkoh Hok ?" sela Ah Liong. "Ikutlah pada Bok-heng."

"Ah. aku ikut engkau saja, engkoh Hok."

"Hus, berbahaya. Masuk kedalam markas besar seorang panglima pasukan, seperti masuk dalam sarang harimau, tahu ?"

"Tetapi aku kan sudah jadi setan ?"

Mau tak mau Huru Hara tertawa, "Ya, setan gadungan. Engkau tentu akan ditangkap oleh kawanan penjaga. Sudahlah, Ah Liong, turutlah perintahku," kata Huru Hara, "bukankah engkau hendak merjadi jenderal kecil? Uh. tidak mudah jadi jenderal itu. Harus berani menderita gemblengan yang keras. Kalau perlu harus tahan di siksa. Apalagi hanya jadi setan gadungan, itu sih mending."

"Wah, apakah jadi jenderal itu syaratnya harus mau menjadi setan gadungan?" tanya Ah-Liong polos.

"Tidak," kata Huru Hara, "hal itu tergantung dari keadaan. Pokoknya, seorang jenderal itu benar2 seorang yang sudah penuh mengalani gemblengan yang matang dan pengalaman yang luas. Sudahlah, lekas engkau berangkat !"

Terhadap Huru Hara. Ah Liong memang taat. Dia terus berangkat. "Bok-heng, mari kita ikuti anak itu, kata Huru Hara.

Keduanya segera mengikuti perjalanan Ah Liong.

Sebenarnya siangnya Ah Liong sudah diajar Bok Kian dan Huru Hara melihat markas pasukan Ceng. Tetapi karena markas itu dijaga ketat, mereka hanya melihat dari kejauhan saja. Bagaimana keadaan dan letak yang sebenarnya dari markas itu, Ah Liong belum tahu jelas. Namun karena taat kepada perintah Huru Hara, Ah Liong pun nekad.

Dengan berjalan berindap - indap diantara bayang2 yang gelap, perlahan-lahan Ah Liong menghampiri kesebuah pesanggrahan yang besar. Sekeliling pesanggrahan itu dipagari dengan kawat berduri. Pintu besar pesanggrahan itu dijaga oleh enam orang prajurit bersenjata yang berjalan mundar-mandir kian kemari.

"Wah, bagaimana ya cara untuk menggoda mereka ?" Ah Liong menimang dalam hati, "kalau langsung muncul saja, tentu mereka akan kaget dan akan tetap menjaga di pintu. Lebih baik kupancingnya supaya mereka bingung.

Habis berpikir, Ah Liong terus bersuit. Tetapi tepat pada saat itu dari lain arah terdengar suara orang tertawa mengguguk seperti setan merintih. Ah Liong terkejut, “Celaka, aku jadi setan, nyata ada setan sesungguhnya. "

“Suara apa itu ?" seru salah seorang prajurit jaga kepada kawan-kawannya.

"Seperti orang bersuit tetapi mengapa seperti juga orang merintih-rintih ?” sahut kawannya.

"Awas, mungkin ada musuh yang hendak menyerang markas ini," kata kawannya yang lain.

Sementara Ah Liong mendapat pikiran, "Setan itu tentu tidak bersuit tetapi harus menangis, buktinya, setan yang sesungguhnya itu juga merintih-rintih. Kalau begitu aku harus menangis

"Hi, hi, hi….hi, hi, hilikkkk…..-," Ah Liong mulai menangis.

Tepat pada saat itu terdengar suara orang tertawa meloroh, "Ho, ho, ho, hooooo. "

“Celaka," teriak kawanan prajurit penjaga itu, "ini orang atau setan ?"

Jika kawanan penjaga itu terkejut, Ah Liong sendiri juga kaget, "Ah, celaka setan itu. Aku menirukan menangis, dia tertawa. Nah, awas lu, aku mau tertawa juga !"

"Hu, hu, hu, ha, ha, ha, hl, hi, hikkkk . .. Ah Liong  lantas tertawa.

Serempak terdengar suara orang menirukan lolong serigala, "Auuuuu.... auuuuu. "

Kawanan penjaga terkejut, "Ah, rupanya ada orang yang sengaja menggoda kita," kata salah seorang.

"Engkau dan dia ke sana dan aku dengan Lo Sun ke gerumbul itu," kata seorang penjagal Dari enam penjaga, yang empat menghampiri kearah suara itu. Yang dua menuju ke timur, yang dua menghampiri ke gerumbul barat tempat Ah Liong bersembunyi.

Kedua prajurit yang menghampiri ketempat Ah Liong bersembunyi, sambil menghunus senjata menuju kearah gerumbul, "Hai, siapa yang bersuaraterus? Setan atau manusia ?"

"Setan ....!" karena gugup Ah Liong menjerit. Kalau mengaku manusia tentu akan diserbu maka ia harus mengaku sebagai setan, pikirnya. Kedua prajurit itu terkejut dan saling berpandangan. Salah seorang kembali berseru untuk menegas, "Hai, kamu. manusia atau setan ?"

"Setan-!" teriak Ah Liong. "Setan atau manusia ?" "Manusia !"

"Manusia atau setan ?"

"Setan !" teriak Ah Liong yang tanpa sadar kontan menjawab menurut pertanyaan yang terakhir. Kalau yang terakhir setan, dia menjawab setan. Kalau yang terakhir manusia, ia menjawab manusia.

"Kurang ajar, engkau manusia, ya !" teriak rajurit. "Bukan, aku setan !" jawab Ah Liong,

"Coba kalau setan, engkau unjukkan diri," tiba2 prajurit itu mendapat akal untuk memancing orang.

Ah Liong terhanyut oleh permintaan orang. Dia harus membuktikan diri kalau benar2 seorang setan. Maka tanpa banyak pikir lagi, dia terus loncat keluar dari gerumbul dan menarik sudut mulutnya dengan kedua tangan agar terentang lebar dan deliki mata kearah kedua prajurit itu.

Memang kedua prajurit itu terkejut ketika melihat sesosok tubuh manusia kecil yang bermuka hitam dan berpakaian compang camping warna hitam . .

" Setan. " seru salah seorang prajurit terus hendak lari

tetapi kawannya cepat menarik! lengan orang itu," jangan takut, dia bukan setan. Mari kita serang !" — prajurit itu terus menerjang

Ah Liong terkejut, "Hai, mengapa engkau tidak takut ?" serunya. Dan karena diserang di terus lari. Kedua prajurit itu penasaran. Dikejarnya Ah Liong. Keduanya marah karena merasa dipermainkan sehingga lupalah mereka akan perintah atasannya bahwa apapun yang terjadi penjaga pintu pesanggrahan tak boleh meninggalkan pos penjagaannya.

Setelah sampai ditempat yang sepi dan jauh dari pesanggrahan, Ah Liong berhenti dan bercekak pinggang, "Hai mau apa kalian mengejar aku. Aku kan setan, mengapa kalian berani melawan aku ?"

Kedua prajurit itu tak mau meladeni ocehan Ah Liong. Mereka terus menyerang. Tetapi Ah Liong berlari-lari mengelilingi mereka dengan gerak yang secepat setan.

"Celaka," pikir kedua prajurit itu, "kalau manusia tak begini pesat gerakannya. Apakah benar2 setan?"

Tetapi keraguan mereka sudah terlambat. Ketika mereka hendak menghentikan serangannya, tiba2 mereka menjerit kaget. “Uuhhhh......" cepat2 keduanya mendekap pinggang celananya.

"Ha, ha. prajurit Ceng, prajurit bayaran. Pakai celana saja kedodoran

Tali celana putus gelagapan

Prajurit macam apa begituan Tahunya makan dan minta bayaran . .

sambil menari-nari, Ah Liong bernyanyi mengejek kedua prajurit itu kebingungan.

"Bajingan, mampus lu . . . !" marah karena di ejek kedua prajurit itu terus maju menyerang tanpa menghiraukan tali celananya yang putus lagi. "Bagus, hayo kejarlah aku," seru Ah Liong. Kedua prajurit itu mengejar. Tetapi karena celana dalamnya melorot lama kelamaan mereka merasa risih juga.

"Lho, kenapa berhenti?" Ah Liong juga berhenti dan menegur.

Kedua prajurit itu tak mau menjawab. Pikirnya setan kecil itu terpisah beberapa tombak, tentulah tak mungkin akan menyerang. Maka merekapun meletakkan senjatanya dan terus membuka celana untuk membenahi tali kolor celana-dalamnya.

Tiba2 sesosok bayangan kecil hitam melesat kearah mereka dan, plok…. plok..... aduh….. aduh …duh ....

kedua prajurit itu menjerit kesakitan karena muka mereka ditampar sekeras kerasnya oleh Ah Liong. Ketika tanpa sadar mereka mendekap muka, tahu2 kepala merek ditarik ke belakang "…… aduhhhhh”, ternyata kuncir mereka ditarik sekuat-kuatnya. Begitu kuat tarikan itu sampai kucirnya jebol. Bayangkan saja bagai mana rasanya rambut yang ditarik sampai jebol itu. Kedua, prajurit itu meraung- raung seperti anjing melolong ditengang malam . …. ..

Ah Liong tak mau kepalang tanggung. Kedua prajurit itu diringkus dan diikat pada sebatang pohon.

"Beres," katanya lalu kembali menuju ke markas pasukan Ceng.

Dia terkejut karena melihat pesanggrahan itu timbul kebakaran. Prajurit2 berhamburan dan berteriak-teriak, lari kian kemari.

"Ha», setan . . . . !' teriak sekawan prajurit yang lari keluar dan melihat Ah Liong berada di pintu.

"Ya, aku memang setan." seru Ah Liong seraya maju menerjang kawanan prajurit itu. Prajurit2 itu hebis menderita kejut kerena pesanggrahan terbakar. Kini mereka makin kejut lagi ketika melihat seorang minusia pendek bermuka hitam berpakaian compang camping warna hitam. Mereka kaget. Ketika Ah Long maju menghampiri, mereka terus lari.

Ah Liong gemas. Sudah kepalang tanggung, dia terus menerjang masuk kedalam pesanggrahan seraya berteriak- teriak, "Aku setan ., ,. aku setan ..,.”

Ternyata dalam pesanggrahan itu memang timbul kegemparan. Bersamaan waktunya pada saat dua orang penjaga tadi mengejar Ah Liong, ada dua orang penjaga lain yang menghampiri suara yang berasal dari arah timur. Ternyata kedua prajurit itu jugamelikat seorang mahluk aneh. Bertubuh pendek, berjanggut putih dan bermuka hitam.

"Hai, setan cebol, engkau manusia atau setan ?" tegur kedua prajurit itu.

"Setan," sahut lelaki tua pendek itu. "Kurang ajar, setan masakan mengaku setan. Dia tentu manusia, hayo kita ringkus," kata salah seorang prajurit. Kedua prajurit itu terus maju.

Setan cabol itu lari, "Hayo, kejarlah aku kalau kalian mampu. "

Seperti halnya Ah Liong. setan cebol itu pun memiliki ilmu lari cepat yang luar biasa. Bagaimana pun kedua prajurit itu hendak mengejarnya tetap tak mampu menangkap setan cebol itu. Mereka lari sampai tiba di sebuah hatan dan tahu2 setan cebol itu menghilang.

Mendadak dua orang prajurit yang masih menjaga di pintu pesanggrahan melihat seorang setan cebol  muncul dan terus menyerang mereka. Kedua prajurit itu hendak melawan tetapi dalam waktu yang amat singkat sekali mereka sudah dibikin tak berdaya.

"Tunggu !" tiba2 seorang pemuda lari menghampiri setan cebol itu.

"Hai, engkau.....!" teriak setan cebol itu seraya memeluk pemuda pendatang itu.

"Hus, siapa engkau !" teriak pemuda itu seraya menyiak tubuh orang.

"Gila engkau. Masakan engkau tak kenal padaku? Aku kan pamanmu Cian-li-ji," seru setan cebol itu.

"Ahhhhhh ………,” pemuda itu yang tak lain adalah peadekar Huru Hara segera memeluknya.

"Loan-heng, mengapa Loan-heng memeluk seorang mahluk cebol ?" tiba2 terdengar sebuah suara orang menegur.

Ketika Huru Hara berpaling ternyata yang datang itu adalah Bok Kian.

"Bok-heng, ini bukan mahluk setan tetapi pamanku Cian- ji-ji yang tertawan pasukan Suka Rela tempo hari," kata Huru Hara.

"Sudah jangan banyak bicara," bentak Cian li-ji," dari dalam pesanggrahan sedang keluar berpuluh-puluh prajurit. Lekas kita bekerja!"

"Hai, tunggu! Bekerja apa?" teriak Huru Hara karena tangannya ditarik Cian-li-ji.

"Menolong gadis itu!"

"Nanti dulu, paman. Gadis siapa?" "Nona Su " "Hai, siapa?" teriak Bok Kian.

"Hus, aku memberitahu kepada keponakanku ini. Bukan kepadamu," bentak Cian-li-ji.

Bok Kian terkesiap tetapi dia mendesak, "Tetapi lopeh menyebut nona Su. Siapakah nona Su itu?"

"Dia mengaku bernama Su Tiau Ing ..."

"Paman, dimana dia!" karena tegang Bok Kian terus mencekik leher baju Cian-li-ji.

"Lepasssss!" Cian-li-ji meronta sekuat-kuatnya karena napasnya sesak. Ketika Bok Kian melepaskan cengkeramannya, Cian-li-ji terus hendak menyerang tetapi cepat dicegah Huru Hara, "Jangan paman, dia adalah sahabatku."

"Sahabatmu? Mengapa dia hendak mencekik leherku?" teriak Cian-li-ji.

"Maaf, lopeh. Aku merasa tegang sekali mendengar lopeh mengatakan nona Su Tiau Ing," kala Bok Kian.

"Bok-heng, apakah nona Su Tiau Ing itu bukan puteri dari mentri Su Go Hwat tayjin?" tanya Huru Hara. Bok Kian mengiakan. "Paman Cian, dimana nona Su?" tanya Hu-Hara.

"Didalam pesanggrahan ini "

"Apa?" Bok Kian kembali mencengkeram leher baju Cian-li-ji dan mengguncang- guncangkannya, "hayo, bilang. Dimana nona Su?"

"Lepassss ....," karena mengkal lehernya dicekik lagi, Cian-li-ji terus mendupak perut Bok Kian, "aduhhhh ,"

Bok Kian lepaskan cengkeramannya dan mendekap perutnya. "Paman Cian, mengapa engkau melukai kawanku?" tegur Huru Hara.

"Siapa suruh dia mencekik leher bajuku begitu kencang?" "Dimana nona Su?"

"Didalam pesanggrahan ini." "Mengapa?"

"Dia ditawan prajurit Ceng." "Bagaimana engkau tahu?"

"Mengapa tidak tahu? Aku berjalan bersamanya." "Engkau bersama nona Su? Mana mungkin?*

"Sudahlah, nanti saja kuterangkan. Sekarang yang penting kita harus menolong nona itu."

"Bok-heng, engkau menyelundup ke sebelah kanan dan lepaskan api. Paman Cian engkau ke sebelah kiri dan bakarlah pesanggrahan ini. Aku akan langsung menerjang kedalam untuk mengobrak-abrik mereka!" habis berkata Huru Hara terus menerjang masuk.

Kali ini Huru Hara sudah tak mau main gila lagi. Dia bahkan melolos pedang Tanduk-putih atau pedang Cek- thiat-kiam atau pedang besi magnit. Kali ini dia menyadari kalau masuk kedalam sarang harimau. Dia harus mengamuk seperti banteng ketaton.

Dari dalam pesanggrahan berhamburan keluar berpuluh prajurit. Mereka terkejut melihat seorang pemuda  bertanduk mengamuk kalang kabut.

"Bunuh!" teriak kawanan prajurit itu. Dan mereka segera menyongsong amukan pemuda itu. Terdengar dering gemerincing dari suara senjata beradu disusul dengan jerit erang prajurit2 yang kejut2 mengerikan dan tubuh2 yang berhamburan jatuh.

Huru Hara tidak mengerti silat. Dia memutar pedang sekenanya saja. Tetapi karena tenaga-lakti dalam tubuhnya memancar, maka gerak pedangnya itupun secepat kilat menyambar dan sedahsyat badai meniup. Tiada seorang prajurit yang mampu mendekatinya. Dan celakanya senjata prajurit itu seperti tertarik kemuka akibat tersedot pedang Cek thiat-kiam yang dimainkan Huru Hara.

Tetapi pesanggrahan itu penuh dengan beratus bahkan beribu prajurit. Gelombang pertama tersapu bersih, munculah kedua gelombang kedua yang lebih besar jumlahnya. Namun Huru Hara sudah terlanjur seperti orang kerangsokan setan. Rawe2 rantas, malang2' putung. Barang siapa menghadang di muka tentu disapunya.

Kawanan prajurit itu terkejut menyaksikan kegagahan Huru Hara. Beberapa prajurit lari melapor pada panglima.

Sementara pertempuran masih berlangsung hebat, tiba2 dari samping kiri terdengar kawanan prajurit itu menjerit kaget, "Setan, ada setan ...”

Seorang mahluk berwajah hitam dan pakaian hitam yang compang-camping menyerbu masuk. Mahluk itu juga membolang-baringkan pedang menyerang kawanan prajurit.

Belum rasa kejut mereka reda, tiba2 di samping kanan muncul pula seorang manusia cebol, berwajah hitam dan mempunyai jenggot yang panjang. Juga mahluk cebol itu mengamuk dengan membawa sepotong besi panjang.

"Hai, engkau juga setan . . . !" tiba2 mahluk cebol itu menegur setan kecil. "Lho, engkau juga setan?" balas setan kecil. "Ya."

"Rupanya engkau setan tua, ya?"

"Ya, dan engkau setan cilik, bukan? bahkan setan cebol.” "Ya," sahut setan kecil, "siapa namamu?

"Ah Liong, jangan gila!" bentak Huru Hara, yang masih mengamuk, "dia kan kakek Cian-li-ji."

"Hai, benarkah itu !'' teriak setan kecil yang bukan lain adalah Ah Liong. Anak itu terus lari menubruk setan cebol yang ternyata Cian-li-ci. Kedua saling berpelukan.

"Ah Liong engkau gila !" tiba2 Huru Hara -membentak keras dan melesat ke samping menyabat seorang prajurit yang habis membabat kepala Ah Liong.

Ternyata waktu Ah Liong sedang memeluk Cian-li-ji, seorang prajurit menggunakan kesempatan itu untuk loncat kepala Ah Liong. Mendengar teriakan Huru Hara, Cian-li-ji terkejut dan menarik tubuh Ah Liong kebawah. Kepala Ah Liong memang terhindar dari bacokan tetapi ujung jenggot kakek itu telah terpapas.

"Kurang ajar, jenggotku kutung," seru Cian li-ji. Dia mendorong Ah Liong kesamping lalu menyambar tongkat besi dan mengamuk lagi.

Tetapi prajuril2 itu berjumlah banyak. Walaupun banyak yang sudah menggeletak tetapi mereka datang lagi seperti air sungai yang tak pernah putus. Cian-li-ji, Huru Hara dan Ah Liong kewalahan juga.

"Berhenti!" tibu2 terdengar sebuah teriakan yang  dahsyat, Prajurii2 itupun hentikan serangannya lalu menyisih kesamping memberi jalan. Sekelompok perwira mengiringkan seorang laki berpakaian indah, melangkah maju.

"Hai, siapakah engkau!" bentak lelaki itu dengan suara garang.

"Aku Huru Hara!"

"Mengapa engkau berani menyerang pesanggrahan ini?'' "Aku hendak bertemu panglima Barbak."

"Gila! Apa engkau belum pernah melihat panglima itu?" "Belum."

"Akulah panglima Barbak sendiri."

"O, engkau? Bagus," seru Huru Hara, "aku hendak bicara kepadamu."

"Soal apa?"

"Soal kota Ce-lam."

"O, bagaimana kota itu?"

“Begini,” kata Huru Hara, "jika diadakan pertempuran, kedua belah fihak tentu akan menderita kerugian besar. Banyak korban akan jatuh.

“Terang," sahut Barbak, "perang memang begitu. Kalau takut mati, menyerah saja!"

"Nanti dulu," kata Huru Hara, "aku akan menawarkan suatu perjanjian kepadamu. Begini. Kita kembali pada cara kuno saja."

"Apa maksudmu?"

"Tak perlu prajurit harus bertempur melawan prajurit tetapi cukup panglima dengan panglimanya. Kalau panglimanya kalah, pasukannya harus menyerah kalah." Barbak kerutkan dahi, "Lalu maksudmu?"

"Aku akan berhadapan dengan engkau. Kalau aku kalah, kota Ce-lam akan kuserahkan kepadamu… ”

"Apakah engkau diutus oleh jenderal Ui Tek Kong?" tanya Barbak. "Bukan."

"Lalu atas nama siapa engkau berani mengadakan perjanjian begitu?"

"Mentri pertahanan Su Go Hwat tayjin!" "Apakah dia mengatakan begitu?"

"Yang penting engkau percaya tidak keteranganku ini. Kalau tak percaya, percuma. Lebih baik kutinggalkan tempat ini. Kalau mau tangkap silakan tangkap. Tetapi ingat, walaupun aku engkau langkap atau engkau bunuh, tetapi disaksikan oleh sekian ribu orang yang berada disini, aku mengatakan bahwa aku sebenarnya belum kalah dengan engkau. Hanya karena engkau tak berani berkelahi dengan aku dan menggunakan kekuatan pasukan besar, maka akupun tertangkap!

"Hm, jangan berkokok seperti ayam jantan yang habis bertelur. Engkau kira aku takut kepadamu?"

"Selama engkau belum memberi jawaban yang nyata, aku tak dapat berkata lain," sahut Huru Hara.

"Hm, mengapa aku harus takut. Kalau engkau tak pegang janji, kepalamulah yang akan menjadi tebusannya," seru Barbak.

"Tentu jangan kuatir."

"Hm, sekarang sebutkan bagaimana permintaanmu." perintah Barbak. "Ada dua macam pertandingan," kata Huru Hara "pertama, kita bertanding dengan tangan kosong. Terserah engkau mau mengajukan jago siapa saja. Dan kedua, baru bertanding pakai senjata. Juga engkau bebas mengajukan jago pilihanmu.”

"Hm, baik," kata Barbak.

"Untuk pertandingan pertama, kalau aku menang, aku minta engkau supaya menyerahkan seorang kepadaku."

"Siapa ?"

"Seorang nona yang engkau tawan tadi." "O, puteri dari mentri Su Go Hwat itu ? "Ya."

"Tetapi kalau engkau kalah !" tanya Barbak. "Aku akan memberikan kepalaku kepadamu.”

“Ah, jika begitu, mana mungkin engkau mengadakan pertandingan yang kedua lagi ?"

"Dan pertandingan yang kedua, kalau aku menang, engkau harus menarik mundur pasukanmu. Tetapi kalau aku kalah, kota Cu-lat kuberikan kepadamu .'"

Barbak mengerut dahi.

Seorang lelaki berpakaian seperti seorang pendekar, maju kedekat Barbak, "Ciangkun perkenankanlah aku menghadapi orang, sinting itu.”

Barbak berpaling, Dilihatnya yang bicara itu adalah Ang eng cu Pok Tian, salah seorang pengawalnya yang memiliki ilmu kepandaian silat tinggi. Ang-eng-cu artinya si Rajawali-merah. Dia mendapat gelar itu karena memiliki suatu ilmu tenaga-sakti Ang-hoa-hiat, sebuah ilmu tenaga- dalam yang hebat. Barang siapa terkena pukulan beracun itu, dagingnya tentu akan mlonyoh seperti terbakar api. Ilmu pukulan Ang-hoa hiat itu tergolong sejenis ilmu hitam yang ganas.

"Baiklah, kalau Pok-heng mau menghadapi orang, itu silahkan," kata Barbak setelah tahu siapa Pok Tian, "tetapi dengan bernyali begitu besar, kukira dia tentu memiliki kepandaian yang sakti Harap Pok-heng suka berhati-hati.”

Dengan mengatakan baik, jago ilmu pukulan Ang-boa- hiat itu terus melangkah maju kehadapan Huru Hara.

"Akulah yang mewakili ciangkun untuk menerima tantanganmu," katanya.

"O. bagus, tetapi sayang. "

"Apa maksudmu ?"

"Bukankah engkau orang bangsa Han ?"

"Aku berasa) dari daerah Hek-liong - kiang. Daerahku campuran antara Han dengan suku Nichen.”

"Pantas," seru Huru Hara, "kalau pendirianmu juga turut angin."

"Setan! Jangan mencampuri urusanku. Lekas kita mulai," seru Ang-eng-cu Pok Tian.

"Aku sudah siap sejak tadi, silakan," seri Huru Hara.

Pok Tian ingat akan pesan Barbak bahwa dengan membawa sikap dan ucapan yang begitu sombong, tentulah Huru Hara memiliki kepindaian sakti. Maka diapun berhati-hati. Pok Tian membuka serangan dengan jurus Song-eng-jip tong atau Sepasang- garuda- masuk-liang. Kedua tangan bergantian maju mundur, mengarah kepala Huru Hara. Huru Hara memperhatikan gerak tangan lawan. Dan ketika serangan tiba, diapun berkysar ke samping lalu menyodok iga orang. Tetapi Pok Tian tidak begitu mudah dikalahkan. Dengan sebuah gerak geliat yang indah, Pok Tian sudah lolos dari sodokan Huru Hara lalu dengan cepat menyambar tubuh Huru Hara.

Jarak amat dekat dan sambaran itu dilakukan dengan teramat cepat sekali. Pok Tian mengira tak mungkin Huru Hara mampu lolos. Tetapi alangkah kejutnya ketika Huru Hara mencelat ke belakang. Entah dengan cara dan gerak bagaimana, hampir Pok Tian tak dapat mengetahui.

"Hm, pantas dia begitu sombong," dengusnya dalam hati. Dia maju pula dengan mainkan sepasang tangannya dalam jurus Song-eng coan-how atau Sepasang garuda menyusup awan. Yang diarah adalah tenggorokan dan dada lawan. Kedua tangannya bergerak mirip dengan dua ekor garuda yang berlomba-lomba masuk kedalam awan. Cepatnya bukan alang kepalang.

Namun Huru Hara dengan gerak tubuh yang luar biasa cepatnya selalu menghindari seringan lawan. Walaupun tidak memakai tata langkah gerakan ilmusilat tetapi tetap dia dapat meloloskan diri.

Demikian serangan demi serangan, jurus berganti jurus telah dilancarkan Ang-eng-cu Pok Tian. Tetapi sampai sebegitu jauh, belum mampu mengenai sasarannya.

Pok Tian heran. Dia tak mengerti dengan gerak ilmusilat apakah Haru Hara itu bergerak. Rasanya gerakan Huru Hara itu tidak menurut tata ilmusilat tetapi mengapa selalu dapat terlepas dari serangannya.

Juga Barbak kerutkan dahi penuh keheranan, lia juga memiliki kepandaian ilmusilat yang tinggi tapi juga tak tahu ilmusilat apa yang dimainkan Huru Hara itu. Rupanya Pok Tian sudah kehilangan kesabarannya. Tak terasa sudah limapuluh jurus ia menyerang tetapi tetap belum berhasil.

"Aku harus memancarkan tenaga-sakti Ang hoa-hiat untuk menyelesaikan pertempuran ini,” pikirnya.

Segera dia kerahkan tenaga-sakti Ang-hoa hiat penghancur tubuh manusia, Seketika kuku sepuluh jarinya berobah merah. Dan setelah itu diapun segera mulai menyerang. Sepintas gerak tangan Pok Tian itu seperti mencurahkan hujan darah yang berwarna merah.

Huru Hara terkejut. Dia tak tahu apa gerakan ilmu yang dikeluarkan lawan tetapi dia menduga tentulah lawan sedang menyerang dengan tenaga-sakti beracun.

"Hm, manusia semacam ini harus dilenyapkan," Huru Hara memutuskan.

Jika tadi dia hanya menghindar sekarang mulai menggerakkan kedua tangannya untuk menampar dan menghantam. Tampaknya memang seperti orang yang menghantam biasa tanpa menurut peraturan ilmusilat tetapi bagi Pok Tian, merasa tamparan Huru Hara itu memancarkar tenaga yang amat kuat sekali. Hampir saja tak dapat bernapas.

"Celaka, aku harus ganti siasat," tiba2 loncat mundur. "Hai, apakah engkau berani adu pukul secara jantan ?"

serunya.

"Bagaimana maksudmu ?"

"Kita saling tukar tiga pukulan. Aku yang menghantam dulu, engkau boleh menangkis. Kemudian engkau, dan aku yang bertahan. Demikian seterusnya sampai tiga kali. Siapa yang tetap dapat berdiri tegak, dia yang menang." "Baik," sahut Huru Hara lalu tegak dihadapan Pok Tian.. "Siapa dulu yang memukul ?" tanya Pok Tian.

"Engkau !"

"Hm, sombong benar manusia ini," pikir Pok Tian yang diam2 juga girang karena ia mendapat kesempatan untuk menghancurkan dada orang itu.

"Baik nah terimalah......" setelah memusatkan tenaga- sakti Ang hoa-hiat, tiba2 dia menghantam dada Huru Hara.

Huru Hara hanya songsongkan tangannya kearah jatuhnya pukulan lawan. Tidak terdengar suara tangan beradu tetapi tahu2 Pok Tian mengaduh dan menyurut mundur dua langkah.

Sekalian orang heran, Bukankah Huru Huru tidak menyentuh tangan Pok Tian tetapi mengapa Pok Tian menjerit dan terpental sampai dua langkah kebelakang ?

"Nah, engkaulah yang mulai," seru Pok Tian.

"Tidak, engkau saja yang tetap memukul," seru Huru Hara,

"Kenapa ?

"Kalau aku menghantam, engkau tentu remuk menjadi bubukan abu!"

“Gila."

"Sudahlah, jangan banyak omong!" bentak Huru Hara, "bukankah aku sudah memberi banyak keramahan kepadamu? Kalau engkau masih kurang, nah, pukullah, aku takkan menangkis."

"Hm, jangan sombong, bung. Engkau tentu menyesal kalau aku melakukan sungguh2." "Siapa bilang menyesal?"

"Apakah engkau bersungguh-sungguh?" "Apa kira aku bergurau?"

"Sungguh?"

"Mulutku hanya satu!"

"Baik," seru Pok Tian dengan bersemangat. Dia terus bersiap tegak di hadapan Hura Hara. Sementara Huru Harapun tegak menghadapinya.

"Maaf, pergilah sendiri ke akhirat," seru Pok Tian seraya terus mencengkeram lengan Huru Hara.

Sekalian orang terkejut. Terutama Ah Lion, Dia melihat Huru Hara diam saja, "Engkoh Hok tamparlah manusia itu!" serunya.

Cian-li-ji juga bingung. Dia mondar mandir berjalan kian kemari tanpa menghiraukan beratus-ratus prajurit Ceng yang berada di ruang itu, "Hm, kalau dia sampai celaka, markas ini tentu kuratakan dengan tanah "

Seorang prajurit yang jahil segera menegur, "Dengan apa engkau hendak meratakan markas ini kakek cebol?”

"Hus, kurang ajar, engkau!"

"Aku kan bertanya, mengapa marah?" seru prajurit itu. "Akan kubakar mukamu ini, sahut Cian-li-ji.

Prajurit itu tertawa, "Huh, enaknya kalau ngomong.

Sebelum dapat membakar, kepalamu tentu sudah hilang.”

"Bangsat, engkau hendak mengambil ke . . . eh, kenapa engkau?" tiba2 Cian-li ji berseru heran melihat prajurit itu tiba2 terkejut dan mendekap pinggang celananya, dan terus berputar tubuh, tergopoh-gopoh lari seperti orang yang hendak ngebet berak.

Cian-li-ji melihat Ah Liong menyengirkan hidung dan memberi kicupan mata kepadanya.

Sementara itu suasana pertempuran antara Pok Tian lawan Huru Harapun telah terjadi perobahan. Tampak wajah Pok Tian merah dan dahinya mengerut tegang sekali. Bahkan makin lama matanyapun tampak berwarna merah.

Sedang Huru Hara hanya diam menatapnya, tentu hal itu menarik perhatian sekalian orang.

Beberapa saat kemudian, Pok Tian lepaskan cengkeramannya dan ngelupruk jatuh ke lantai.

Beberapa prajurit segera maju menolong.

"Hai," teriak prajurit2 itu, "Pok ciangkun sudah mati. "

Teriakan itu mengejutkan sekalian prajurit Ceng. Mereka segera hendak menyerbu Huru Hara.

"Berhenti!" bentak Barbak dengan wajah membesi. Ia melangkah maju kehadapan Huru Hara," Engkau benar2 hebat. Kami bangsa Boan ciu sangat menghargai seorang yang gagah perkasa. Jika engkau mau bekerja pada kerajaan Ceng engkau akan diangkat sebagai panglima."

"Hm, serupa tapi tak sama," sahut Huru Hara. "Apa maksudmu ?"

"Sekarang aku sudah 'menjadi panglima kerajaan Beng, kalau hanya diangkat sebagai panglima kerajaan Ceng, bukankah sama. Hanya bedanya, kerajaan Beng dengan kerajaan Ceng."

"Lalu engkau minta pangkat apa ?"

"Siapa yang mengepalai panglima2 Ceng” "Pangeran Torgun, paman dari baginda Ceng sekarang. Pangkatnya panglima tertinggi yang kuasa penuh atas seluruh pasukan Ceng."

"Aku harus lebih tinggi dari si Torgun baru aku mau," seru Huru Hara.

"Hm," dengus Barbak yang menahan kemarahan karena mendengar Huru Hara memandang rendah pada Torgun, "jangan keliwat tinggi tuntutanmu. Torgun adalah paman dari seri baginda yang sekarang. Dan engkau ? Apakah engkau masih keluarga raja ?"

"Tidak apa ! Aku akan menjadi engkong angkat raja !" tiba2 terdengar suara melengking. Sekalian orang terkejut dan memandang kearah suara orang itu. Ah, ternyata si kakek cebol Cian-li-ji.

"Pendekar Huru Hara," seru Barbak dengan suara serius, "disini adalah markas besar pasukan kerajaan Ceng. Kalau bicara, harap berhati2. Aku menawarkan suatu kesempatan yang tak sembarang orang bisa memperolehnya. Sekali lagi kuulangi tawaranku tadi. Jika engkau mau bekerja pada kerajaan Ceng, maka engkau akan diangkat sebagai panglima. Dan kelak apabila perang sudah selesai engkau tentu akan diangkat sebagai gubernur. Suatu jabatan yang tertinggi dikalangan orang Han."

"Tidak bisa," seru Huru Hara, "kalau aku diangkat sebagai panglima yang tertinggi, lebih linggi dari Torgun, aku mau. Tetapi kurang dari itu, hm, lebih baik aku jadi pendekar Huru Hara saja."

"Huru Hara," seru Barbak dengan makin bengis," jika begitu engkau cari penyakit sendiri. Sekarang, marilah kita bertempur!" "Tunggu," seru Huru Huru, "bukankah engkau tetap menganggap perjanjian kita tadi berlaku?"

"Hm, tentu," dengus Barbak.

"Jika demikian kuminta gadis puteri menti Su tayjin itu dibebaskan dulu."

Barbak berpaling dan memberi perintah kepada seorang perwira untuk membawa Su Tiau Ing keluar.

Tak berapa lama perwira itu berlari-lari dengan tegang, "Ciangkun, wah, celaka, nona itu sudah dilarikan oleh seorang pemuda!"

"Apa?" teriak Barbak terkejut.

"Api telah mengamuk di seluruh penjuru markas dan kamar tahanan juga dimakan api. Tiba2 muncul seorang pemuda yang mengamuk dan menolong nona itu "

"Kantong nasi yang tiada berguna!" bentak Barbak marah sekali, "masakan menjaga tawan seorang nona saja tak mampu. Bawa penjaga itu ke lapangan dan potong kepalanya!"

Kemudian Barbak mencabut senjatanya. Ternyata dia seorang ahli bermain tombak. Tombaknya tombak trisula yakni tombak yang mempunyai tiga ujung. Ujung tengah amat runcing, ujung sebelah samping seperti gigi gergaji dan ujung sebelah samping lagi tajam seperti mata pedang.

Huru Hara terkejut. Belum pernah ia melihat tombak macam begitu. Diam2 menimang dalam hati. Suasana dalam markas itu penuh dengan hawa pembunuhan yang meluap luap. Setiap saat tentu akan terjadi penumpahan darah yang hebat. Setelah kekalahan Pok Tian tadi, tampak prajurit dan perwira2 Ceng memberingas. "Aku harus cepat2 menguasai Barbak," pikirnya. Ia segera melolos pedang Tanduk- kerbau-putih.

Sampai beberapa saat Bsrbak masih melintangkan tombaknya dimuka dadanya. Matanya menatap lekat2 pada ujung tombak. Prajurit2 Ceng pelahan-lahan menyurut mundur sehingga terbukalah sebuah gelanggang yang luas di tengah ruangan itu.

Tiba2 Barbak melemparkan tombaknya keatas sehingga sampai tiga meter tingginya. Selekas tombak meluncur dan disambuti, dia lerus menyerang Huru Hara. Gaya dan tenaganya benar2 menakjubkan. Tak ubah seperti seekor singa yang menerkam.

Huru Hara terkejut. Tombak Barbak itu dilihatnya seperti pecah menjadi tiga macam senjata, tombak, pedang dan gigi gergaji atau dalam istilah senjata disebut Liong-ya ( gigi naga )

Angin meniup keras membawa suara yang sedahsyat badai mengamuk.

Hebat benar2 memang keperkasaan dari panglima Ceng itu. Jika dalam medan pertempuran melawan pasukan musuh, tentulah prajurit2 musuh akan lari sebelum bertempur.

Tetapi dalam menghadapi Huru Hara, lainlah keadaannya. Huru Hara berlincahan kian kemari menurutkan gerak serangan tombak lawan. Tombak makin cepat, makin cepat pula gerak loncatan Huru Hara. Dan selama itu Huru Hara tidak mau balas menyerang walaupun tangannya mencekal pedang.

Rupanya Huru Hara sudah -menentukan siasat. Dia hendak membiarkan dirinya diserang agar Barbak kehabisan tenaga baru dia akan bertindak untuk menyelesaikannya.

Barbak heran disamping penasaran sekali. Apa yang dimainkan itu adalah ilmu tombak simpanan yang diperolehnya dari ajaran ayahnya sendiri. Dan menurut cerita ayahnya, ilmu tombak itu didapatkannya dari seorang sakti.

"Jika engkau sudah menguasai ilmu permainan tombak ini, jangankan hanya sepuluh bahkan seribu perajurit tak mungkin mampu menghadapimu," kata orangtua yang tak mau disebut namanya itu.

Memang dalam sejarah kebangkitan suku Boan, ketika berperang melawan pasukan kerajaan Beng, ayah dari Barbak itu banyak sekali jasanya sampai2 oleh musuh dia digelari sebagai si Tombak- maut.

Tetapi Barbak tidaklah semahir menguasai Ilmu tombak itu seperti ayahnya. Hanya karena dalam ilmu tenaga- dalam Barbak lebih unggul maka kekurangannya itu dapat tertutupi.

"Setankah gerangan orang ini," tanyanya dalam hati, "hm, sekali ini coba saja engkau rasakan."

Tiba2 Barbak merobah ilmu permainan tombaknya. Dia lebih banyak menggunakan tombak itu dalam gaya seperti orang menabas daripada menusuk. Ternyata perobahan itu juga membawa hasil. Huru Hara tampak kewalahan dan peras keringat untuk menghindari maut.

Cret .... karena keliru langkah akibat tertipu siasat Barbak, hampir saja Huru Hara kehilangan leher. Tetapi untunglah dia masih sempat menarik kepalanya kebelakang sehingga hanya leher bajunya saja yang terpapas .... "Hola, selamat, selamat," teriak kakek Cian-li-ji yang hampir saja akan maju menerjang kedalam gelanggang ketika mata trisula hanya kurang beberapa dim dari leher Huru Hara.

“Hayo, engkoh Hok, balaslah panglima Ceng itu !" teriak Ah Liong.

Tetapi Huru Hara tak menggubris. Dia tetap mempunyai perhitungan sendiri. Dia tahu kapan nanti harus bertindak.

Pertempuran yang berat sebelah dimana yang satu menyerang dan lawannya hanya berloncatan menghindar kian kemari saja itu, berulang cukup lama. Tak terasa sudah seratus jurus.

Saat itu tampak Barbak merah mukanya kepala dan dahinya sudah basah dengan keringat. Dan rupanya napas panglima itu pun juga sudah mulai menurun. Dia telah menghamburkan tenaga banyak sekali. Tanpa disadari dia telah terangsang oleh nafsu amarah.

Beberapa saat kemudian tiba2 Huru Hara menggerakkan pedangnya untuk menangkis, "Beristirahatlah dulu, panglima Ceng. "

"Uh," Barbak mendesuh kejut dan berusaha untuk menarik tombaknya yang masih melekat pada pedang lawan. Tetapi betapapun dia hendak menarik, tetap tak mampu melepaskan tombaknya itu.

Terjadilah adegan yang menarik, Barbak usaha untuk menarik tombaknya, sedang Huru Hara mempertahankan pedangnya supaya jangan ikut tertarik Barbak.

Rupanya keadaan Barbak yang sudah makin tampak kepayahan itu dapat dilihat oleh anak-buahnya, Mereka menyadari bahwa panglima mereka terancam bahaya kekalahan, Mereka tahu kemungkinan Barbak akan memegang janji untuk menarik mundur pasukannya. Tetapi hal itu berakibat besar. Apalagi panglima besar Torgun mendengar berita tentang penarikan mundur pasukan Ceng dari kota Celam yang sudah hampir berhasil direbut itu hanya karena kalah bertaruh dalam pertandingan dengan seorang pendekar nyentrik, betapalah murka panglima besar Torgun nanti.

Prajurit2 pasukan Ceng semua maklum akan perangai dan peribadi Torgun. Panglima besar itu keras dan disiplin sekali. Maka tidak mustahil kalau nanti Torgun akan menjatuhkan hukuman mati kepada Barbak. Dan bukan itu saja anak pasukan Barbak, pun akan diturunkan  pangkatnya dan dihukum.

Demikian bayang2 yang menghinggapi perwira dan prajurit2 Ceng setelah menyaksikan keadaan Barbak saat itu. Tanpa diperintah oleh Barbak, seorang perwira memberi isyarat dan menyerbulah beribu-ribu pasukan prajurit Ceng kepada Huru Hara.

"Paman Cian, Ah Liong lekas kemari !" cepat Huru Hara berseru dan secepat kilat ia berkisar tubuh lalu mencengkeram tengkuk Barbak. Karena tombak yang melekat pada pedang diputar kebelakang oleh Huru Hara maka tangan Barbak yang pantang melepaskan tombak ikut terpuntir kebelakang. Dengan mudah dapatlah Can-li-ji yang saat itu sudah berada disamping Haru Hara, membekuknya.

Barbak terkejut bukan main. Lebih terkejut lagi ketika  dia  belum  sempat  meronta,  tahu-tahu,  matiiiiiikkkk  ....

tangan kirinya terus mendekap pinggang perutnya. Ai, siapa lagi kalau bukan si setan cilik Ah Liong itu yang membuat gara-gara. Dia juga sudah berada disamping Huru Hara dan sebagai adat kebiasaan tangannya selalu gatal kalau melihat celana musuh. Crek, ia menyambar dan putuslah tali celana dalam Barbak. .

Sepanjang hidup dari kecil sampai besar, belum pernah Barbak menderita siksa yang sehebat saat itu. Memang tidaklah terlalu sakit tetapi apa yang dirasakan saat itu jauh lebih menyiksa dari pada terkena tabasan pedang. Betapa tidak! Tengkuk dicengkeram Huru Hara, tangan kanan ditelikung Cian-li-ji dan tali celana-dalamnya diputus si Ah Liong, aduh maaaak.....

"Berhenti!" teriak Huru Hara dengan suara menggeledek ketika ratusan prajurit Ceng hendak maju menyerbu, "berani menyerang, panglima kalian tentu kubunuh!"

Beratus-ratus prajurit Ceng terbeliak. Mereka tak tahu harus berbuat bagaimana. Kalau berhenti dikuatirkan pendekar Huru Hara akan menganiaya penglima. Namun kalau tetap menyerang, tentulah Huru Hara akan membunuh panglima Barbak.

"Kalian tak boleh bergerak," seru Huru Hara pula, "setelah aku keluar dari pesanggrahan ini barulah panglima kalian kulepas !"

Sambil berkata Huru Hara dan Cian-li-ji serta Ah Liong menyeret Barbak keluar. Ratusan prajurit itu tetap mengikut."

“Hm, apakah kalian tak sayang akan jiwa panglima kalian ?'" seru Huru Hara pula.

"Bagaimana kami dapat mempercayai kata-katamu ?" seru seorang perwira.

"Hm, apakah engkau kira aku seperti panglimamu yang tak pegang janji itu ?" dengus Huru Hara, "tidak, aku seorang pendekar yang menjunjung kesetyaan ucapan." Namun beratus-ratus prajurit Ceng itu masih meragu.

"Baik," akhirnya Huru Hara berseru, "kalau kalian mau mengikuti, kalian harus membuang senjata kalian dulu. Dan hanya diperbolehkan mengikuti pada jarak sepuluh tombak. Ingat apabila kalian ada yang berani melanggar perintahku, tentu tak kuampuni lagi jiwanya !''

Demikan beratus-ratus prajurit Ceng itu segera membuang senjatanya dan mengikuti.

Suatu pemandangan yang benar2 mengherankan dan hampir tak dapat dipercaja. Seorang panglima telah- diringkus dan diseret oleh tiga manusia nyentrik. Sedang beratus ratus prajurit hanya mengikuti pada jarak sepuluh tombak tanpa berani berbuat suatu apa. Apabila hal itu sampai tersiar keluar, orang tentu akan gempar.

"Sebenarnya aku dapat membunuhmu atau paling tidak menekanmu supaya engkau mau menarik mundur pasukannya dari Ce-lam," kata Huru Hara setelah tiba diluar pintu pesanggrahan "tetapi aku sudah berjanji kepada anakbuahmu untuk melepaskan engkau. Nah, sampai jumpa lagi dilain kesempatan !"

Huru Hara melepaskan Barbak dan terus lari bersama Cian-li ji dan Ah Liong.

"Kemana kita sekarang ?" tanya Cian-li-ji. "Mencari nona Tiau Ing," kata Huru Hara.

"O, benar, benar," seru Cian-li-ji, "ya, dia juga seorang nona baik. Aku menemukan dia sedang menangis dalam gua dalam sebuah lembah.

"O, ya, aku lupa untuk bertanya bagaimana cara paman bisa lepas dari tawanan orang barisan Suka Rela itu. Tetapi nanti sajalah paman ceritakan, sekarang mari kita berusaha mencari nona Su dan Bok Kian itu."

"Engkoh Hok," tiba2. Ah Liong melengking, "kurasa engkoh Bok tentu sudah dapat menyelamatkan taci Tiau Ing. Apakah tidak lebih baik kita membantu rakyat Celam untuk menghadapi pasukan musuh ?"

"Engkau gini, Ah Liong," tiba2 Huru Hara mengacungkan jempol tangannya, "ya, memang, soal nona Tiau Ing biarlah diurus oleh Bok Kian. Dan jiwa rakyat Ce- lam jauh lebih penting dan banyak jumlahnya daripada jiwa seorang puteri mentri,"

Mereka segera menuju ke tembok kota.

"Tatapi Huru Hara," tiba2 kakek Cian li-ji berkata, "bagaimana kita akan masuk kedalam kota ?"

"Kita panjat tembok," kata Huru Hara. Dan dia segera berjongkok, "harap paman Cian berdiri diatas punggungku, setelah itu engkau Ah Liong harus naik keatas bahu paman Cian dan terus loncat keatas tembok."

Cian-li ji terus melakukan perintah. Dia loncat dan berdiri diatas punggung Huru Hara sedang Ah Liong setelah ancang-ancang lalu loncat keatas bahu Cian-li-ji.

"Aduh, setan cilik, edan engkau.....," teriak Cian-li-ci seraya meronta sehingga dia jatuh dari atas punggung Huru Hara.

"Mengapa ?" tegur Hnru Hara.

"Setan cilik itu berdiri diatas kepalaku !" teriak Cian-li ji. "Engkau memang kurang ajar, Ah Liong," tegur Huru

Hara.

"Aku tak sengaja. Aku loncat. Kuperkirakan menginjak bahunya ternyata terlalu tinggi sehingga menginjak kepala. Makanya kakiku terasa seperti menginjak bola yang licin. Kemungkinan engkong itu yang terlalu pendek "

"Hus engkau menginjak kepalaku malah masih mengejek aku pendek !"

"Sudahlah, lekas mulai lagi," seru Huru Hara.

Cian-li-ji meramkan mata sudah berdiri di atas punggung Huru Hara. Ia ngeri membayangkan kalau kepalanya akan diinjak kaki Ah Liong lagi. Maka dia menutupi kepalanya dengan kedua tangan. Dan agar lebih aman lagi. dia tebarkan jari tangannya keatas. Biar untuk pagar, pikirnya.

Ah Liongpun terus enjot tubuh melayang ke atas dan

…."Idiiiihhhh.....," tiba2 Ah Liong loncat turun dan terus menuding Cian-li-ji, "engkau seorang kakek cabul !"

"Kenapa engkau Ah Liong," seru Huru Hara yang heran melihat tingkah laku kedua orang itu.

"Dia cabul, engkoh Hok," sahut Ah Liong. "Cabul bagaimana ?" ,

"Dia telah menusuk anuku ……”

“Paman, mengapa engkau juga suka bergurau dengan anak kecil?"

'Siapa bergurau?" balas Cian-li-ji. "Mengapa engkau memegang anunya?"

"Anunya? O, aku hanya menebarkan jariku karena takut kepalaku diinjakkya lagi. Kalau sampai menyentuh anunya, itu sih salahnya sendiri mengapa punya anu tidak dapat menyimpan baik2," jawab Cian-li-ji.

Andaikata bukan pada saat seperti itu, tentulah Huru Hara sudah tertawa. Tetapi karena dia harus lekas2 mengerjakan pekerjaan yang penting maka diapan menahan-geli dan terus berkata, "Sudahlah, paman, jangan seperti anak kecil. Lekas mulai lagi. Ah Liong, jangan menginjak kepala paman Cian. Dan engkau paman Cian, jangan menyentuh anu si Ah Liong.

Demikian mereka lalu mulai lagi. Dan kali ini Ah Liong berhasil berdiri diatas bahu Cian-li-ji, lalu dia loncat keatas, hekkk karena Ah Liong menginjak sekuat-kuatnya untuk

mengantar tubuhnya melayang keatas, kakek Cian-li-ji terpaksa ia tertekan kebawah dan mengaduh.

Tetapi baru dia berdiri tegak lagi tiba2 aduhhhh tahu2

kepalanya diinjak si Ah Liong. Cian-li-ji meronta untuk melemparkan Ah Liong.

"Kenapa?" tegur Huru Hara.

“Baru aku mencapai puncak tembok, tanganku sudah digebuk orang… ”

“Siapa yang menggebuk?" "Seorang prajurit berkumis lebat."

"Baik, sekarang silakan paman Cian yang naik ke tembok. Ah Liong, engkau berdiri di atas punggungku dan paman Cian akan berdiri diatas bahumu!"

Ketika Ah Liong melakukan perintah dan berdiri diatas punggung Huru Hara, Cian-li-jipun segera loncat keatas, wut dia melayang melampaui kepala Ah Liong.

Karena melihat Cian-li-ji sudah loncat keatas tetapi tak hinggap pada bahunya, Ah Liong-pun mengangkat muka memandang keatas, astaga .....

Ah Liong menjerit ketika melihat sesosok tubuh kecil meluncur turun kebawah. Deras sekali luncur tubuh itu sehingga dia tak sempat menundukkan kepala, brukkkk ....

mukanya diduduki Cian-li-ji. "Kakek sialan ....!" Ah Liong menjeril kesakitan seraya loncat turun dari punggung Huru Hara.

"Mengapa?" tegur Huru Hara.

"Dia menduduki mukaku!" teriak Ah Liong.

"Wah, paman Cian sungguh keterlaluan," gumam Huru Hara.

"Begini, aku sih tak sengaja menduduki mukanya. Aku loncat tetapi terlampau tinggi maka waktu kakiku hendak memijak, aku memijak angin dan terus meluncur ke bawah, tepat memijak mukanya .., ."

"Sudahlah, jangan bergurau saja. Kalau serdadu Ceng datang, kita tentu akan ditangkap. Hayo lekas mulai lagi," perintah Huru Hara.

Maka diulangi lagi loncat meloncat itu. Ah Liong tegak diatas punggung Huru Hara dan siap menerima Cian-li-ji. Sebagaimana halnya dengan Cian-li-ji, dia juga sudah jeri kalau mukanya dipinjak kaki Cian-li-ji maka diapun bersiap-siap untuk menjaga mukanya. 

"Wut. Cian-li-ji dengan gaya kucing loncat segera enjot

tubuhnya ke udara. Eh. Iagi2 dia terlalu tinggi sehingga harus meluncur turun lagi. Dan betapalah kejut Ah Liong ketika adegan yang tadi berulang lagi. Kaki Cian-li-ji menutur lurus kebawah mengarah mukanya.

"Kurang ajar benar, kakek ini," pikir Ah Liong. Dia segera miringkan tubuh sembari menyambuti tubuh Cian-li- ji dengan kedua tangannya.

"Uhhhhh.....," Can-li-ji loncat turun dan mendekap pinggang celananya, "engkau cabul ya setan cilik!" dia terus lari kebalik pohon. Ternyata tali celana dalamnya telah putus dikerjai Ah Liong.

Huru Hara tahu akan perbuatan Ah Liong yang hendak membalas dendam kepada Cian-li-ji. Dia geli tetapipun mengkal sekali.

"Anak setan, engkau cabul benar!" teriak Cian-li-ji seraya menuding Ah Liong, "mengapa engkau putuskan tali celanaku ? Apakah ”

"Sudahlah paman," cepat Huru Hara menukas, begini saja. Karena kalian tetap bertingkah maka sekarang tak perlu cara seperti tadi. Hayo, kalian berdiri tegak !"

Cian-li-ji dan Ah Liong tak mengerti maksud Huru Hara tetapi keduanyapun melakukan perintah juga.

"Pejamkan mata !" seru Huru Hara seraya mencekal Ah Liong dan wuttttt.... tahu2 anak itu telah melayang ke udara. Lalu mencekal Cia li-ji terus dilemparkan ke udara.

Kemudian Huru Hara enjot tubuhnya.

-oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar