Pendekar Bloon Cari Jodoh Jilid 28 Ngalor Ngidul

Jilid 28 Ngalor Ngidul 

Uk Uk terkejut. Dia loncat menghindar. Tetapi Lo Kun yang masih meram, harus menerima pukulan Ah Liu, plakkkk ....,....

Lo Kun menggeliat tetapi tidak bangun. Hanya mulutnya yang mendesus kesakitan, "Ah, anak manis, jangan terlalu bengis ,”

"Eh, setan cebol ini malah mengejel aku,” pikir Ah Liu.

Dia mengirim tendangan lagi, plokkkkk.....

"Eh, mengapa engkau marah, nona manis?” seru Lo kun yang matanya masih meram.

Ah Liu makin penasaran. Sebuah pukulan dan sebuah tendangan, tak dapat membuat mahluk yang disangkanya setan cebol itu kesakitan.

Ah Liu maju dan mendupak perut Lo Kun tapi kebetulan, mungkin sedang bermimpi Lo Kun ulurkan tangan dan menyambar kaki Ah Liu, "Ai, nona manis. "

Blukkkkk.....

Tiba2 Ah Liu jatuh terbanting ke lantai, mata kakinya kena disaut tangan Lo Kun sehingga dara itu jatuh.

"Ai, kakimu kecil tetapi jarimu kenapa besar- besar ?" seru Lo Kun sambil menyeret kaki Liu.

Sudah tentu Ah Liu kaget setengah mati. Dia keroncalan hendak melepaskan diri. Dalam pada itu ia memperhatikan bahwa kakek cebol itu masih meram seperti orang tidur.

"Ih, dia masih tidur. Mengapa mampu menyambar kakiku ?" pikirnya. Akhirnya ia mendapat akal. Dia biarkan kakinya diseret begitu sudah dekat pada si kakek, Ah Liu terus bergerak. Dasar Ah Liu itu juga gadis yang nakal. Dia tak mau menampar atau memukul melainkan menggunakan kuncir rambutnya untuk menusuk lubang hidung Lo Kun.

"Aih .,. ah. ah, ah, ahinpgrgg....." tiba2 Lo Kun berbangkis sekerasnya.

''Ih, kurang waras kakek ini,. sudah berbangkis mengapa matanya masih meram ?" pikir A Liu ketika melihat keadaan Lo Kun.

Cepat gadis itu mendapat akal untuk memberi pelajaran pada Lo Kun. Dia meraup batu kerikil dan cepat melolohkan ke mulut Lo Kun.

"Auhhhh, buffF ....... ," kali ini Lo Kun benar2 ketemu batunya. Batu yang masih terbungkus tanah itu rasanya tak keruan sehingga Lo Kun harus menyemburkannya keluar. Tetapi dia tetap meram.

Dikili hidungnya sampai berbangkis, dilolohi batu mulutnya, tetap Lo Kun meram saja. Melihat itu Uk Uk yang mengira Ah Liu itu sebagai Sian Li, ikut mendongkol.

"Nih, ci Sian, masukkanlah kedalam mulutnya. Tanggung kali ini kakek Lo Kun tentu bangun," Uk Uk menghampiri dan mengangsurkan se jemput benda putih.

Sebenarnya Ah Liu tak kenal siapa Uk Uk, siapa Lo Kun. Tetapi karena terangsang oleh rasa dongkol terhadap Lo Kun yang bandel, tanpa disadari dia menerima pemberian Uk Uk itu, tanyanya, "Apa ini?"

"Garam," kata Uk Uk.

"Garam?" tanya Ah Liu, "dari mana engkau memperolehnya?" "Aku paling doyan asin. Kemana saja aku selalu membawa garam. Dengan garam aku dapat memakan segala sayur mentah."

Ah Liu membetot hidung Lo Kun sehingga karena tak dapat bernapas Lo Kun ngangakan mulut. Cepat Ah Liu terus masukkan garam itu kedalam mulutnya.

"Ahhh, asin ai nona manis, masakanmu kok asin

begini. Kata orang, perempuan yang masakannya asin itu pertanda minta kawin, hu huh, huh....," tiba2 Lo Kun mengoceh tak ruan sembari mulut beikomat kamit memainkan lidahnya.

"Gila," bentak Ah L:u. Tetapi dia benar2 heran dan tobat melihat kakek itu. Mulut dimasuki garam pun tetap tidur. Ia memandang Uk Uk.

"Apakah kalau tidur dia memang begini! tanyanya. "Jangan kuatir ci Sian," kata Uk Uk seraya terus

berbangkit lalu menggeledah tubuh Lo Kun, “nih. dia. "

Ah Liu terkejut. Itulah buli-buli arak. Buat apa bocah itu mengambilnya.

"Memang kalau sudah tidur, dengan cara apa saja tak dapat kita membangunkannya sebelum dia bangun sendiri. Tetapi dengan arak ini tentu bangun !" kata Uk Uk.

"Arak ?" Ah L:u menegas

"Ya, mari kita minum," Uk Uk membuka sumbat buli- buli lalu meneguknya, geluguk, gfll guk, "wah, enaknya. "

“Ci Sian, aku juga harus minum," Uk Uk mengangsurkan buli-buli itu kepada Ah Liu.

Ah Liu menolak karena dia tak pernah minum. "Lho, aku harus minum, kalau tidak dia tentu tak mau bangun," kata Uk Uk.

Ah Liu kerutkan alis. Uk Uk menyebut 'aku' harus minum arak. Bukankah dia sudah minum, Mengapa dia masih mengatakan lagi ?

“Eh, bukankah engkau sudah minum ?" tegurnya. "Belum,  aku  belum  minum,"  sahut  Uk  Uk.  Ah  Liu

melongo, '"Eh, siapa yang engkau maksudkan dengan kata

'aku” itu ?"

"Aku yang ini'" Uk Uk menuding pada Ah Liu.

Ah Liu terkejut, lalu menegas lagi, "Dan yang mana 'engkau’ itu ?"

"Ini engkau," Uk Uk menunjuk pada dirinya sendiri. "Oh, Ah Liu mengeluh. Anak ini memang tidak waras,

Masakan kata 'aku' dan 'engkau', dibalik artinya. Untung

aku meminta penjelasan, kalau tidak tentu pembicaraan menjadi runyam.

"Lekas, ci Sian, aku minumlah," kata Uk Uk seraya mendesakkan buli-buli ke muka Ah Liu.

Ah Liu berpikir. Kalau memang begitn sjaratnya, apa boleh buat. Masakan kalau hanya minum seteguk saja dia akan mabuk. Ah Liu menyambuti dan meneguknya sedikit. Eh, ternyata rasanya manis2 harum. Jika begitu apa salahnya kalau ia minum lebih banyak lagi ? Dan terus dia meneguk sampai beberapa kali.

"Hai, kurang ajar engkau budak perempuan masakan arakku hendak engkau habiskan," tiba2 Lo Kun melek dan terus menyambar buli-buli di tangan Ah Liu. Kemudian diteguknya, geluguk-geluguk. "Hai, Sian Li, mengapa engkau juga doyan arak? Siapa yang suruh engkau minum?" seru Lo Kun.

Blukkkk .... tiba2 Ah Liu terkulai rebah ke lantai. Ternyata arak Lo Kun itu tergolong arak berat. Minum seteguk saja kalau bukan peminum kelas berat tentu sudah pusing. Apalagi Ah Liu tidak pernah minum. Dan karena merasa enak, ia minum sampai beberapa teguk. Sudah tentu dia terus jatuh tak sadarkan diri lagi.

"Hai, kenapa engkau Sian Li," seru Lo Kun terkejut. Dia juga belum memeriksa terang si gadis dihadapannya itu. Dia mengira Ah Liu itu Sian Li.

"Ci Sian, bangunlah," seru Uk Uk pula, masakan engkong sudah bangun, aku malah ganti yang tidur, eh, benar, benar .......... " entah bagai mana Uk Uk juga terus rebah ke lantai.

"Gila engkau Uk!" teriak Lo Kun seraya menjiwir telinga Uk Uk, "engkau membangunkan aku mengapa setelah aku bangun, engkau terus tidur !"

"Itu kan sudah adil, eng .., kong ..." "Hus, adil bagaimana ?"

"Tadi engkong yang tidur, engkau dan ci Sian bangun. Sekarang aku bangun, seharusnya engkau dan ci Sian tidur, Bergiliran yang jaga."

"O, benar, benar," kata Lo Kun, "tetapi aku belum kenyang yang tidur. Bagaimana kalau aku tidur lagi dan engkau yang jaga dulu ?"

"Ya, memang begitu. Aku yang jaga dan engkau yang tidur," seru Uk LIk. "Mati. ," diam2 Lo Kun mengeluh. Dia teringat bahwa

Uk Uk itu kalau bilang 'aku' itu berarti engkau. Dan kalau berkata 'engkau' itu artinya aku.

"Tetapi Uk ……”

"Engkong sudah bilang sendiri, mengapa mau menjilat kembali ?" cepat Uk Uk menukas.

Lo Kun tertegun. Dia memang selalu memberi ajaran kepada Uk Uk bahwa orang yang baik itu harus selalu menepati janjinya. Sekarang Uk Uk menggunakan senjata itu untuk memukul Lo Kun.

'Ya, baiklah, tetapi jangan lama2. Nanti kalau engkau sudah ngantuk, aku tentu akan engkau bangunkan," kata Lo Kun. Tetapi Uk Uk sudah tak menyahut. Lo Kun tinggal melek seorang diri, "Sialan, anak- anak ini. Masakan orang lagi enak2 tidur, dibangunkan. Setelah aku bangun mereka terus tidur."

Lo Kun sayang pada Uk Uk karena sejak kecil dialah yang merawatnya. Oleh karena itu walaupun mulut mengomel tetapi dia tak marah.

Tiba2 ia merasa hendak kencing. Maka dia pun segera keluar. Diluar masih gelap. Tengah dia mencari tempat yang sepi, sekonyong konyong dia mendengar suara orang berjalan. Dan tak lama dari ujung jalan muncul belasan orang.

"Wah, hari begini malam kemana kita harus mencarinya

?" seru salah seorang.

''Ya, memang Li thau-leng kalau memberi perintah seenaknya saja. Kalau tidak menurut kita tentu diberi hukuman." sambut kawannya. "Hm, orang tinggi besar itu memang keparat, menyusahkan kita saja," gerutu yang lain."

"Tetapi kita memang bersalah," kata salah seorang yang bernada lain. "coba pikirkan, baru beberapa hari seorang tawanan lolos, sekarang kembali ada tawanan yang lolos lagi. Apalagi menurut thauleng, nona yang kita tawan itu penting sekali."

"O, makanya Li thaucu begitu marah." kata orang yang lain, "kalau kita dapat menangkap si tinggi besar, kita bakal mendapat hadiah besar."

"Eh, kawan, bagaimana kalau beristirahat dulu di kuil tua itu. Malam2- begini mencari orang, sangat sukar. Lebih baik kita mengasuh dikuil itu besok pagi baru kita lanjutkan pencarian kita lagi," usul salah seorang.

Rupanya usul itu disetujui kawan-kawannya. Mereka terus menuju ke kuil tua. Hampir tiba di dekat kuil, tiba2 muncul seorang kakek cebol.

"Hai, apakah itu bukan kakek pendek yang melarikan diri ?" teriak salah seorang dari kawanan pendatang itu.

"Ya, benar ! Hayo kita ringkus !" seru yang lain. Duabelas orang itu terus lari menyerbu kakek pendek yang bukan lain kakek Lo Kun. Lo Kun mendengar pembicaraan mereka.

"Kurang ajar, kalau mereka menempati kuil tentulah kedua cucuku terganggu. Lebih baik kutendang mereka." pikir Lo Kun yang terus maju di tengah jalan.

Kawanan orang itu adalah anakbuah pasukan Suka Rela. Mereka diperintah oleh pimpinan untuk mengejar Thay-san dan Sian Li yang loloskan diri. Begitu melihat Lo Kun, mereka terus menganggapnya sebagai kakek Cian li-ji. Memang kedua kakek itu sama tingginya dan sama pula memelihara jenggot panjang yang menjulai sampai ke dada. Maka sepintas pandang sukar membedakan, apalagi pada malam hari.

"Ho, engkau mau mengeroyok aku ? Boleh, boleh," seru Lo Kun seraya menyingsingkan lengan baju, "tunggu " ia

mendorongkan tangan kepada kawanan anakbuah barisan Suka Rela yang hendak menerjang. Beberapa orang itu terhenti dan beberapa yang tersurut mundur. Mereka merasa seperti dilanda angin keras.

Tiba2 Lo Kun terus ngacir masuk kedalam gerumbul. 'Hai. hendak lari kemana engkau setan cebol ?" teriak

beberapa anakbuah barisan seraya terus mengejar. Tetapi mereka tertegun dan terlongong-longong melongo, ketika melihat apa yang sedang dilakukan kakek cebol itu.

Ternyata Lo Kun sedang buang air alias kencing. Melihat beberapa orang memburunya, dia berseru, 'Lho, mengapa ada orang kecing mau melihat ? Mau minum air kencing?”

Sudah tentu beberapa orang itu gelagapan dan mundur. "Hm,   kawanan   manusia   itu   memang   harus   diberi

pelajaran, biar kapok,” pikir Lo Kun dan dia terus mencari

akal. Tiba2 ia melihat sebatang pohon pepaya, "bagus, rasain lu nanti," katanya seraya menghampiri pohon pepaya. Daunnya dihilangkan dan kini dia mendapat sebatang pelepah pepaya yang ujungnya buntet. Kemudian dia mencurahkan air seninya kedalam tabung pelepah pepaya itu.

"Nah, sekarang badanku sudah ringan, perut tidak mondol-mondol lagi," serunya ketika kembali kehadapan kawanan anakbuah barisan Suka Rela, "silakan kalian menyerang."

Duabelas anakbuah barisan Suka Rela segera menyerbu seperti kawanan serigala yang berebut mangsa. Tetapi cepat pula Lo Kun memutar tabung pelepah pepaya tadi untuk disongsongkan ke mulut mereka.

"Auh ....... auh ....... buhhhh ....... aduh bau-nya .......

huakkkk ....... huakkkk "

Terdengar silih berganti suara anakbuah barisan Suka Rela itu menjerit, berkaok dan muntah-muntah.

Apa yang terjadi?

Ternyata kakek yang masih suka ugal-ugalan itu menggunakan pelepah pepaya berisi airkseni untuk menabur muka kawanan orang itu.

Orang tua memang air seninya berbau keras. Tetapi bau air seni kakek Lo Kun memang luar biasa. Pernah pada suatu hari ketika bermalam di sebuah hutan, karena sehari suntuk harus berjalan naik turun gunung dan menahan lapar, pada malamnya Uk Uk tidur dengan pulas sekali. Menjelang pagi, anak itu tetap tak mau dibangunkan. Lo Kun sayang pada anak itu. Dia tak mau menampar atau menyelentik telinga anak itu. Lalu apa akal untuk membangunkan anak itu?

'Hm. rasain lu," katanya lalu kencing dekat Uk Uk. Saat itu kontan saja Uk Uk termelenting bangun dan mendekap hidungnya.

Air seni Lo Kun memang bukan buatan duilah setan baunya.

Ada lagi ceritanya yang lucu. Waktu masih kecil, Uk Uk pernah jatuh sakit. Badan menggigil panas dan hidung tersumbat. Dia menangis sakit. Karena bingung dan gugup, akhirnya Lo Kun keki. Dia mengambil botol dan mengisi dengan seninya.

"Coba sedotlah," katanya kepada Uk Uk. Percaya kalau kakek itu akan memberi makan Uk Uk pun lalu menyedotnya, uffff …...

"Hai, hidungku tembus sekarang," teriak Uk Uk dengan gembira. Dia jengkel dengan hidungnya yang tersumbat sehingga tak dapat bernapas. Begitu hidungnya sudah lancar, dia kegirangar kali, "Hai, sungguh obat mujarab… !

Dia terus menyedotnya berulang kuli, uff, tiff ....

huakkkk tiba2 dia muntah- dan melemparkan botol itu.

Lo Kun mengikuti tingkah ulah anak gendut itu dengan tertawa. Habis muntah2, anak itu tidur. Dan waktu bangun dia sudah sembuh sama sekali dari sakitnga.

"Obat apa itu eng ....... engkong , " tanya Uk Uk.

"Wasiat," sahut kakek Lo Kun singkat.

"Wah, manjur sekali," kata Uk Uk, teta ........tetapi .......

meng ....... apa ....... baunya kok begitu ...... keras, ya "

Kakek Lo Kun hanya tersenyum. Yang penting Uk Uk sembuh. Titik.

Juga ada lagi sebuah cerita lucu. Juga terjadi dalam hutan ketika Lo Kun dan Uk Uk menempuh perjalanan. Hutan itu sebuah rimba belantara yang jarang didatangi orang. Orang mengatakan bahwa di hutan itu terdapat harimau yang buas. Tetapi Lo Kun tak menggubris.

Begitu tiba di tengah hutan, entah dari mana tiba2 sesosok tubuh sebesar anak kerbau loncat ke hadapan Lo Kun dan Uk Uk dan menghamburkan aum yang sedahsyat gunung meletus. Karena terkejut, Uk Uk sampai jatuhkan diri dan menutupi mukanya, "Hih, ngeri ”

Juga Lo Kun terkejut bukan kepalang. Tanpa disadari timbul juga rasa seram dalam hati hingga kedua kakinya gemetar keras dan tali celananya menjadi basah. Dia terkencing tak terasa.

Aummmm ....... terdengar harimau itu mengaum keras dan berputar diri terus lari ngiprit.

Uk Uk membuka mata, "Hai, kemana binatang yang menyeramkan itu ...... huak ........ diapun juga muntah2, terus mendekap hidungnya kencang2.

"Eng ....... eng ....... kong, ngompol “ serunya.

Lo Kun yang semula masih terlongong-longong melihat harimau lari ngiprit dan Uk Uk muntah2, terkejut mendengar teriak Uk Uk. memandang ke celananya, "Haya

.... celaka dia terus lari kesebuah sungai dan terjun untuk menghilangkan bau air seni di celananya.

Demikian keistimewaan dari air seni seorang kakek aneh semacam Lo Kun.

Dan ketika air seni itu menabur muka kawanan anakbuah barisan Suka Rela, tanpa ampun lagi merekapun bubar tak keruan.

"Ha, ha. ha, ha " Lo Kun tertawa terbahak- bahak.

Baru dia tertawa tiba-tiba terdengar suara yang amat gemuruh.

"Hujan," pikirnya. Tetapi ketika menengadahkan kepala, bukan kepalang kejutnya. Ternyata suara gemuruh seperti gunung roboh itu bukan hujan melainkan kawanan tawon yang jumlahnya ratusan ribu. Tawon itu secara massal, brrgelombang turun kebawah hendak menyerang Lo Kun. "Haya, celaka!" teriak Lo Kun yang terus lari sipat kuping.

Dari mana dan mengapa kawanan tawon itu  mengamuk

?

Ternyata cipratan air seni kakek Lo Kun telah

menimbulkan bau yang menyengat. Dan terbawa angin maka bau itupun melayang keatas. Di atas pohon terdapat sarang tawon. Rupanya sekalipun tawon, juga ternutup hidungnya waktu diserang bau yang keras itu. Mereka ngamuk dan penyerang manusia yang memancarkan bau itu.

Betapapun kencang lari Lo Kun tetapi karena kawanan tawon itu terdiri dari ratusan ribu, maka tak urung muka dan tubuh Lo Kun kena disengat. Dia tak menghiraukan apa-apa lagi teus lari sekencang-kencangnya. Dia lupa untuk kembali kedalam kuil dan lari tanpa tujuan.

Entah sudah berapa puluh li dia berlari, waktu merasa tak dikejar tawon lagi, barulah dia berhenti lalu duduk dibawah pohon.

'"Sial dangkal," serunya seorang diri, "gara2 ngebet kencing sampai mukaku begap semua, " terus mengusap- usap kedua pipinya yang berobah bengap seperti bakpau.

Tengah dia masih mendongkol dan kesakitan tiba? terdengar suara orang sedang berjalan mendatangi dan bicara, "Nona Su, kemana saja kita ini?" terdengar suara seorang lelaki berseru.

''Sudahlah, jangan banyak tanya. Pokokti kita jalan sampai dimana, situlah kita nanti berunding lagi." sahut seorang wanita muda.

"Wah, tetapi kalau malam2 begini berjalan apa tidak berbahaya?" tanya yang lelaki lagi. "Ai, lalu apa harus tidur di tengah hutan?”

"Aku sih biasa kalau tidur di tengah hutan, tetapi nona tentu tidak," jawab si lelaki, "hai apakah itu ....... ? " tiba2 pula ia berteriak kaget, segera menuding kearah sebatang pohon di muka.

"O, kayaknya seorang lelaki tua," kata si gadis itu.

'Uh. bukan, tentu bangsa setan. Memang di tengah hutan yang jarang diinjak manusia, tentu masih terdapat bangsa setan. Mana ada makhluk sependek itu?" kata si lelaki yang bertubuh tidak besar.

Ketika dekat, nona itu terkejut, "Apakah itu bukan kakek Lo Kun?" katanya seorang diri.

"Lo Kun? Hai, sungguh kebetulan sekali," kata lelaki tinggi besar itu terus lari menghampiri Lo K'un dan tanpa berkata ba atau bu, dia mencengkeram tubuh Lo Kun, diangkat dan terus dibanting ke dalam semak2, "Mampus lu setan tua !"

Gadis itu itu terbeliak, "Hai, mengapa engkau banting dia?"

"Bukankah dia Lo Kun? Si Lo Kun itu adalah setan penunggu gunung Thay-san yang kukang ajar, suka menjahili orang. Aku pernah dijegal kakiku sampai aku jatuh terguling-guling ke dalam lembah. Sekarang aku hendak membalas dendam kepadanya," seru lelaki tinggi besar yang tak lain adalah Thay-san.

Malam itu Thay-san dan Sian Li ( tetapi Thian-san kukuh menganggap nona itu adalah Su Tiau Ing ) , melanjutkan penjalanan. Mereka melintasi sebuah hutan yang kebetulan terdapat kakek Lo Kun yang sedang beristirahat. "Tetapi dia bulan setan," kata Sian Li.

"Jelas setan," teriak Thay san, "sudahlah nona Su, engkau ini puteri seorang mentri kerajaan tentu belum pernah datang ke gunung Thay-san. Sedang aku ini berasal dari gunung itu, maka tahu jelas siapa setan cebol yang jahil dari gunung itu."

Sian Li tak mau menjawab melainkan menghampiri untuk menjenguk kedalam semak. Dilihatnya kakek itu sedang keroncalan dan bergeliat bangun.

"Ho, setan cebol, rasain lu. Hayo kalau berani keluar, tentu akan kulempar kedalam jurang," seru Thay-san yang juga menghampiri.

"Tetapi dia bukan setan. Kalau setan tentu dapat menghilang." bantah Sian Li.

"Benar, tetapi kalau kesiangan dan ketahuan apalagi dapat dipegang manusia, setan itu lumer dan tak dapat menghilang lagi."

"Tidak, dia bukan setan !"

"Ai nona Su, mengapa engkau malah membela setan cebol ? Biarin saja dia mati atau setengah mati," kata Thay- san.

"Bangsat engkau raksasa, mengapa engkau melempar aku kedalam semak berduri ?" tiba2 Lo Kun loncat keluar dari dalam semak.

"Lho, engkau bisa bicara sekarang, setan cebol ?" seru Thay-san.

"Edan engkau !" teriak Lo Kun, "kecil-kecil aku memang bisa bicara."

"Siapa namamu ?" tegur Thay-san. "Lo Kun.»

'Nah, itu dia. Eagkau memang si Lo Kun setan cebol dari gunung Thay-san yarg pernah mengait kakiku sampai aku jatuh kedalam jurang dulu ....," Thay-san terus menubruk tetapi kali ini Lo Kun sudah siap. Dia menghindar.

"Gila !" teriak Lo Kun, "aku bukan setan aku manusia !” “Jahanam,  setan  berani  membohongi  manusia,". teriak

Thay-san   yang   menerkam   lagi.   Tetapi   Lo   Kun   juga

menghindar lagi.

'Hai, apakah engkau bukan Sian Li ?'' tiba2 Lo Kun berteriak ketika berdiri dekat dengan Sian Li.

Tetapi sebelum Sian Li menjawab, tiba2 pula Thay-san sudah menjerit, 'Setan cebol, jangan ngaco belo ! Siapa yang engkau panggil Sian Li.”

"Anak perempuan itu."

"Linglung! Dia bukan Sian Li tetapi nona Su Tau Ing, puteri dari mentri Su Go Hwat.

'Limbung !" balas Lo Kun, "dia jelas Sian Li cucuku sendiri,"

"E, setan cebol ini kalau tidak kuhajar sampai mampus tentu masih mengacau saja. Masa puteri seorang mentri kerajaan diaku sebagai cucunya.

Thay san menyingsing lengan bajunya dia meninju Lo Kun, brakkkkk........ Lo Kur menghindar dan sebatang pohon. sebesar betis, tumbang karena terkena tinju Thay- san.

"Berhenti!" bentak Sian Li ketika melihat Thay-san hendak menyerang lagi. Thay-an menurut. Entah bagaimana dia taat kepada Sian Li yang dikiranya Su Tian Ing itu. "Mengapa nona Su ?" yanyanya.

"Segala urusan diurus dulu dengan baik, kalau sudah tak dapat diurus, baru dengan tinju," kata San Li.

"Apanya lagi yang perlu diurus ? Jelas dia itu setan cebol dari gunung Thay-san."

"Kurasa bukan," kata Sian Li. "dia bisa bicara, bisa bergerak, tentulah bangsa manusia.

"Engkau gila Sian Li," seru Lo Kun, "masa aku ini bangsa setan. "

Sian Li makin terkejut. Dia makin mendapat dugaan bahwa ......, "Apakah kakek ini. "

"Setan cebol, engkau jelas bangsa setan. Kalau tidak masa bicaramu ngoceh tak keruan. Dia bukan Sian Li tetapi nona Su Tiau Ing," tiba2 tinggi besar Thay-san menukas.

"Engkau ini memang orang gila," teriak Lo Kun, "dia jelas cucuku yang bernama Sian Li, masa kini engkau anggap nona Su Tiau Ing."

"Persetan dengan Sian Li !”

"Lho, persetan juga dengan Su Tiau Ing !" balas Lo Kun. "Kakek Lo Kun," tiba2 Sian Si berseru.

Kini rupanya setelah memandang jelas sampai berapa saat barulah Sian Li percaya kalau kakek itu memang Lo Kun. Tadi dia sangsi karena wajah Lo Kun berobah gemuk akibat begap disengat tawon.

"O, sekarang engkau baru percaya ? Masa hai, tidak !"

tiba2 Lo Kun menjerit. "Mengapa ?" Sian Li terkejut. "Tetapi Sian Li kan masih tidur, mengapa tahu2 gentayangan   bersama   seorang   raksasa   ?   Kalau   begitu. kurang ajar engkau !" teriak Lo Kun.

"Lho, kenapa kakek Lo ?"

"Engkaulah yang bangsa setan !" teriak Lo Kun," ya, benar, engkau setan perempuan dan setan raksasa "

Sian Li melongo, "Aku masih tidur?” menegas, "dimana aku tidur ?"

"Engkau dan Uk Uk tadi membangunkan aku, setelah aku bangun, kalian berdua terus tidur. Ya. aku ingat jelas hal itu. Mengapa sekarang tiba2 engkau keluyuran disini ? Tak mungkin, tak mungkin. Engkau tentu bangsa kuntilanak .,. "

"Kakek Lo, aku ini Sian Li aseli." "Tidak !" Lo Kun menolak, "Sian Li tidur dalam kuil."

"Tidak kakek Lo Kun" teriak Sian Li

"Jangan banyak mulul, kuntilanak!” teriak Lo Kun seraya menampar. Karena tak menyangka kalau kakek itu akan menampar, Sian Li terkejut dan pipinyapun kena. plak. !

"Lho, engkau berani menampar nona Su ?" teriak Thay- san terus menerjang Lo Kun.

Kali ini Lo Kun jengkel. Dia tak mau menghindar melainkan menyongsong dengan pukulan.

Bunkkkkk......si tinggi besar mencelat sampai beberapa langkah tetapi Lo Kun juga terlempar ke belakang. "Sialan," gumam Lo Kun dalam hati, "kalau terus menerus disini, kedua setan itu tentu akan menggoda aku saja "

D a terus lari.

"Hai, setan cebol, mau lari kemana engkau!" teriak Thay- san lalu mengejarnya.

Sian Li yang masih termangu-mangu karena pipinya ditampar itu, terkejut tetapi sudah terlambat. Kedua orang itu sudah menghilang dalam kegelapan.

Sian Li menghela napas dan geleng2 kepala. Mengapa malam ini aku mengalami beberapa peristiwa yang aneh ?"

Ia teringat karena keluar mendengar suara orang lari, dia ditangkap kawanan anakbuah barisan Suka Rela. Kemudian dia ditolong oleh seorang pemuda tinggi besar bernama Thay-san, Thay-san menganggapnya sebagai Su Tiau Ing puteri dari mentri Su Go Hwat. Eh, sekarang bertemu dengan Lo Kun dan celakanya kakek itu menganggap dia bukan Sian Li tetapi setan. Dan kalau menurut omongan kakek itu, Sian Li masih tidur di kuil.

"Aneh, kalau begitu dalam kuil itu tentu terdapat seorang nona. Lalu siapakah nona itu?" pikirnya, "benar2 peristiwa gila. Aku akan mencari ke kuil itu "

Kita tinggalkan Sian Li yang sedang mencari kuil tempat ia bermalam. Sekarang mari kita ikuti perjalanan kedua orang limbung, kakek Lo Kun dan Thay-san yang sedang kejar mengejar.

Setelah naik turun beberapa bukit dan tiba disebuah gerumbul pohon, tiba2 Lo Kun berhenti. Tak lama kemudian Thay-sanpun tiba.

"Mengapa berhenti?" tanya Thay-san. "Napasku habis, kita beristirahat dulu," sahut Lo Kun. "O, benar, aku juga putus napasku," kata Thay-san.

Keduanya lalu duduk di bawah pohon. Lo Kun mengeluarkan buli-buli arak dan menenggaknya. Bau arak yang harum, menampar hidung Thay-san."

"Engkau curang!" seru Thay-san ketika Lo Kun menutup buli-buli araknya. "Mengapa?"

"Kalau engkau ksatrya, engkau harus memberi aku minum arak juga supaya aku dapat mengejarmu. Kalau tidak, huh, engkau seorang rendah budi!"

"Hus, rendah budi bagaimana?"

"Ya, dong, kalau mau disuruh mengejar, yang mengejar juga harus diberi minum!"

"O, benar, benar," Lo Kun terus memberikan buli-buli kepada Thay-san.

Memang keduanya termasuk orang gemblung. Mereka sebenarnya bermusuhan tetapi Thay-san sudah keblinger pikirannya, dia mengira kejar mengejar. Dan celakanya Lo Kun juga menerima begitu saja alasan Thay-san.

Setelah minum beberapa teguk, Thay-san berkata, "wah, enaknya "

"Hus, gila, mana buli-buli itu, jangan engkau habiskan," Lo Kun terus menyambar buli-arak.

Beberapa saat kemudian, Lo Kun berdiri dan berseru, "Hayo, kita mulai lagi, kejarlah aku ...” Tanpa menghiraukan suatu apa dia terus lari.

Thay-san mendengar seruan Lo Kun tetapi entah bagaimana matanya terasa mengantuk sekali. Begitu hebat rasa kantuk itu menyerang dirinya hingga, bluk dia

terus tidur meloso di bawah pohon.

Lo Kun lari dan lari tanpa menghiraukan suatu apa. Dia tak mau berpaling untuk melihat apakah Thay-san masih mengejar atau tidak.

Beberapa saat lemudian, dia berhenti lagi dan terus membuka buli-buli dan meneguk isinya.

"Eh, kemana si raksasa tadi?" tiba2 ia berpaling.

Pada saat itu muncullah dua orang lelaki bertubuh tinggi besar. Tetapi bukan Thay-san.

"Hai, setan, mengapa engkau memecah dirimu menjadi dua ?" teriak Lo Kun marah.

"Hus, siapa engkau kakek cebol !" bentak kedua lelaki gagah perkasa itu.

"Lho, apakah engkau bukan yang mengejar aku tadi ?" seru Lo Kun.

'Siapa yang mengejarmu ?"

"Ho, engkau ini benar2 setan bukau manusia, kalau manusia tentu tak dapat memecah menjadi dua ganti pakaian begitu !" seru Lo Kun.

"Hou te, mungkin dia seorang kakek gila,” kata yang seorang. Hou-te artinya adik Hou.

Kedua orang itu memang kakek beradik. Kakaknya bernama Gu Liong dan adiknya Gu Hou. Dulunya mereka bekerja sebagai penebang kayu. Kemudian mereka masuk menjadi lasykar barisan Suka Rela. Karena keduanya berasal dari daerah itu maka mereka ditugaskan oleh pimpinannya untuk mencari Thay-san dan Sian Li bahkan kakek Cian-li-ji yang telah lolos dari tawanan. "Tetapi kalau menurut perawakannya kakek ini seperti kakek yang meloloskan diri tempo hari," kata Gu Liong, "kemungkinan dia pura2 seperti orang linglung supaya terhindar dari kecurigaan."

"Lalu bagaimana maksud engkoh?" tanya Gu Hou. "Tangkap saja dia dan bawa ke markas Kalau memang

dia itu kakek yang tempo hari lolos, ya sudah. Tetapi kalau

bukan, kita lepas lagi. Pokok kita sudah mendapat hasil supaya jangan dimarahi pimpinan."

Gu Hou setuju akan pendapat engkohnya. keduanya segera mengepung Lo Kun.

'Hai, kakek cebol, engkau menyerah atau tidak?” seru kedua kakak beradik itu.

"Hus, aku menyerah kepada siapa?"

"Akan kami bawa engkau kedalam markas." ''Edan engkau, markas mana?"

"Markas barisan Suka Rela." "Mengapa?"

""Bukankah engkau kakek yang beberapa hari meloloskan diri dari tawanan kita?"

"Edan ! Tahu saja tidak dimana markas itu mengapa engkau berani menuduh begitu ? seru Lo Kun.

"Tidak!" bentak Gu Hou, "engkau harus mengaku. Kalau tidak, akan kami lempar kedalam jurang,"

"Mengaku bagaimana

"Pokoknya engkau harus mengakui bahwa engkau benar kakek yaug lolos itu."

"Aku bukan orang itu !" "Tidak peduli engkau orang itu atau bukan, engkau harus mengaku sebagai orang itu.

'Eh, kalian hendak cari perkara, ya ?" Lo Kun seraya menggulung lengan bajunya, kalian kira aku takut kepada kalian berdua ?”

"Eh, kakek, engkau berani melawan ? rasakanlah tinjuku ini," seru Gu Hou seraya ia meninju.

Lo Kun menghindar kesamping tetapi Gu Liong .sudah menyambutnya. Terpaksa Lo Kun mengendapkan tubuh kebawah tetapi Gu Hoi sudah menyongsong dengan tendangan. Lo Kun ngegos ke kiri, kembali disitu kaki Gu Liong sudah siap mendupaknya.

"VVut.... tiba2 Lo Kun mencelat ke atas dan menabok kepala kedua orang itu, plak… plak.....

Gu L;org dan Gu Liong rasakan kepala pusing. Tabokan kakek itu cukup keras.

"Hou-te, mengapa kita kalah dengan seorang kakek cebol saja?" seru Gu Liong seraya mencabut senjatanya, sebatang kapak besar.

Gu Hou juga mencabut senjatanya, sebatang beliung- raksasa, "Nah, engkau mau menyerah atau nekad melawan. Tetapi kuperingakan, beliungku tak pernah gagal untuk memenggal kepala orang. Tak percaya, lihatlah……” dia menghampiri sebatang pohon dan ayunkan beliungnya, kraakkkk, bum pohon itupun tumbang.

"Ha, ha." Lo Kun tertawa, "engkau kira aku takut ?

Engkau kira aku juga tak punya senjata wasiat ? "Silakan mengeluarkannya.” "Begini," kata Lo Kun, "senjata wasiatku itu jarang kupakai kalau tak terpaksa. Dan setiap keluar tentu harus ada hasilnya."

"Sudahlah, engkau mau mengajak apa ?" tukas Gu Hou. "Bertaruh," kata Lo Kun.

"Bertaruh apa ?" Gu Hou heran.

"Kalau aku kalah, aku menyerah. Terserah mau kalian jadikan apa saja diriku nanti," kata Lo Kun, "tetapi kalau aku menang, kalianpun harus menurut apa perintahku. Berani ?"

"Baik," serempak kakak beradik Gu itu berteriak, "hayo, kita mulai!"

"Tunggu du'u," kakek itu terus lari kedalam gerumbul pohon. Dia hendak mencari pohon pepaya tetapi tak bertemu. Tiba2 ia melihat ada gerumbul pohon bambu. Cepat2 dia menghambil dan memotong sebatang. Setelah dipotong, dia t mihh satu ruas, ujungnya dilubangi. Kemudian! kencing dalam tabung bambu itu.

"Ha. ha, cukup dengan tabung bambu ini kalian tentu sudah menyerah," kata Lo Kun. I

"Hub, apa-apaan engkau kakek cebol," ejek Gu Hou. "Tetapi ada sebuah perjanjian lagi," kata Lo Kun, "kalah

atau menang, kita tak boleh lari."

"Tentu, siapa yang mau melarikan diri menghadapi engkau, kakek cebol," kembali Gu Hou mengejek.

"Baik, kita mulai sekarang," kata Lo Kun. Gu Liong mengambil tempat di muka dan Gu Hou di belakang Lo Kun. Tetapi Lo Kun diam saja. "Serang!" teriak Gu Liong seraya menghantam dengan kapaknya. Dan Gu Houpun ayun beliungnya.

Lo Kun mengendap ke bawah, selekas kapak dan beliung lewat diatas kepalanya, dengan kecepatan seperti kucing melompat, dia menabur isi tabung itu kemuka Gu Liong lalu loncat ke hadapan Gu Hou dan menabur mukanya.

"Huakkkk.....huakkkkkk.....kedua kakak beradik itu muntah2 dan mendekap hidungnya. Tetapi setiap kali melepaskan dekapannya, kembali mereka muntah2 lagi. Mengapa ?

Ternyata air seni kakek Lo Kun itu melekat pada muka dan hidung mereka sehingga baunya tak mau hilang,

"Celaka. !" teriak Gu Liong.

"Minta ampunnnn.....," seru Gu Hou. Keduanya terus lari.

"Hai, kalian hendak ingkar janji ya ?" teriak Lo Kun seraya mengejar,

Ternyata kedua saudara itu mencari sangai maka begitu melihat ada sebuah telaga, mereka terus loncat kedalam telaga itu.

Beberapa saat kemudian mereka baru naik ke darat. Disitu Lo Kunpun sudah menunggu, "Ha , bagaimana kalian ?"

"Jangan kuatir, kakek," seru Gu Liong," kami takkan ingkar janji."

"Jadi kalian mau menyerah, kan ?" "Tentu, tentu."

"Benar ?"

"Ya." "Mengapa kalian menyerah ? Siapa yang suruh menyerah ?"

"Eh, bagaimana engkau ini, paman," seru Liong, "kan tadi kita sudah berjanji begitu."

"Berjanji? O, ya, benar, benar. Lalu sekarang bagaimana?"

"Terserah kepadamu. Kami kan sudah menyerah." "Kalian harus ikut aku dan menurut yang

kuperintahkan!"

"Baik," kata kedua saudara Gu itu. Keduanya berasal dari gunung sehingga alam pikiran dan sikap mcrekapun masih polos dan jujur. Karena sudah kalah janji,  merekapun lalu ikut pada Lo Kun.

"Tetapi bagaimana dengan pimpinan barisan Suka Rela nanti?" tanya Gu Liong.

"Apa? Barisan Suka Rela?"

"Ya, kami memang masuk menjadi anggauta barisan Suka Rela. Tetapi karena kami sudah kalah, maka kamipun akan ikut kepadamu. Tetapi bagaimana kalau pimpinan barisan Suka Rela sampai menangkap kami?"

"Siapa pimpinan barisan Suka Rela itu?" tanya Lo Kun. "Li Tiong Ki." '

"Siapa Li Tiong Ki?"

“Putera dari panglima barisan Tani, Li Cu Seng." "Siapa Li Cu Seng?"

"Manusia."

"Lho, mengapa engkau menjawab begitu?” "Karena aku tahu dia tentu manusia, tak tahu siapa namanya dan orang mana."

"O, benar," kata Lo Kun, "soal pimpinan barisan Suka Rela, serahkan saja kepadaku. Tetapi omong2, barisan Suka Rela itu berfihak kepada siapa saja?"

"Kerajaan Beng."

"Bagus!" teriak Lo Kun, "kalau begitu kalian kubebaskan dan boleh »kembali kepada barisanmu lagi."

"Tidak!" teriak Gu Liong dan Gu Hou. "Lho, mengapa?"

"Karena setelah kupikir-pikir barisan Suka Rela itu ternyata bukan sungguh2 berfihak pada kerajaan Beng."

"Lho, aneh. Lalu berfihak kepada siapa?" "Menilik gelagatnya kepada kerajaan Ceng." "Apa buktinya?"

"Begini," kata Gu Liong, "kemarin kami menangkap seorang tinggi besar yang sedang tidur di tengah jalan. Dia mengaku bernama Thay-san. Pimpinan kami menanyainya. Dia mengatakan kalau menjadi pengawal dari Su kongcu

..."

"Siapa Su kongcu itu?"

"Putera keponakan dari mentri kerajaan Beng, Go Hwat tayjin."

“'O, siapa nama Su kongcu itu?"

"Su Hong Liang," kata Gu Liong, "pimpinan kami tak percaya lalu suruh orang membawanya ke kamar tahanan untuk mengenali seorarg nona yang kami tawan. Dan ternyata orang tinggi besar itu mengatakan kalau nona yang tertawan itu adalah nona Su, puteri dan mentri ; Go Hwat itu."

'Gila !" teriak Lo Kun, "mengapa mentri Go Hwat saja ?

Apa lain orang tidak ada ?"

"Kalau memang dia puteri dari mentri itu, mau diapakan lagi ? Apa suruh dia menjadi putri lain mentri ?" Gu Hou agak mendongkol.

“Setelah tahu bahwa nona yang kami tawan itu putri dari mentri Su, pimpinan kami suruh menjaganya dengan ketat. Katanya nona itu akan dijadikan sandera untuk memaksa mentri Su Go Hwat menurut kemauan barisan Suka Rela."

"Edan," seru Lo Kun," mau apa barisan Suka Rela itu kepada mentri Su ?"

"Sebenarnya masih ada seorang pimpinan lagi yang lebih atas dari pimpinan kami Li Tian Ki itu. Tetapi orang itu tak mau unjuk diri secara terang-terangan. Dia selalu mengenakan kedok muka apabila berkunjung ke markas kami."

"Siapa namanya ?"

"Juga tak ada orang tahu. Tetapi menurut kabar dari kawan2, orang itu orang she Su juga,

"Haya, lagi2 orang she Su," seru Lo Kun, “Apakah dunia ini hanya orang she Su melulu?”

"Habis, kalau memang dia orang she Su, apa harus diganti?" balas Gu Hou.

"Teruskan ceritamu!"

"Dari beberapa kawan, aku mendapat keterangan bahwa barisan Suka Rela itu jangan terlalu bersikap memusuhi kerajaan Beng " "Bagus!" tukas Lo Kun.

"Tetapi juga jangan memusuhi kerajaan Ceng," melanjutkan Gu Hou.

"Gila!" teriak Lo Kun, "kerajaan Ceng itu jelas musuh kita, bagaimana tidak boleh dimusuhi?"

"Karena mereka hendak naik dua perahu." "Naik dua perahu? Mana perahunya?"

"Perahunya bukan perahu sungguh tetapi kedua kerajaan yang saling bermusuhan itu."

"Kerajaan mengapa disamakan dengan perahu?” "Ah, itu kan hanya ibarat saja."

"O, mengapa tadi tak bilang begitu?" kata Lo Kun, "lalu, apa barisan Suka Rela itu hendak ikut sana ikut sini?"

"Bukan," sahut Gu Liong, "mereka hendak menunggu siapa yang menang. Kalau kerajaan Beng yang menang, mereka ikut kerajaan Beng menghancurkan pasukan Cing. Tetapi kalau kerajaan Ceng yang menang, mereka segera akan menggabungkan diri untuk menghancurkankan kerajaan Beng."

"Banci!" teriak Lo Kun," apakah pemimpin barisan Suka Rela itu orang banci?"

"Tidak, dia seorang pemuda."

"Kalau orang laki mengapa pendiriand begitu ?" "Silakan tanya kepadanya sendiri," seru Gu Hou.

"Tidak." sahut Lo Kun, "kalianlah yang wajib bertanya kepadanya. Sekarang kalian boleh kembali kedalam barisan Suka Rela dan menanyakan hal itu kepada pimpinan. Kalau dia tak mempunyai pendirian yang tegas, ikut kerajaan Beng atau ikut Ceng, bilang kepada mereka, suruh pimpinan itu mundur saja."

"Tidak mau," seru Gu Liong, "aku dan adikku tidak mau kembali ke barisan itu."

"Lho, kenapa ?"

"Bukankah aku harus ikut engkau ?" "Tak perlu, kalian kubebaskan." "Benar ?"

"Ya, sejak saat ini kalian bebas, tak ikut aku dan tak perlu menurut perintahku."

"Baik terima kasih," kata kedua saudara. Lo Kun terus berputar tubuh dan hendak melanjutkan perjalanan kembali ke kuil tua, tapi kedua saudara Cu itu tetap mengikutinya.

Karena harus mencari jalan ke arah kuil yang letaknya ia agak lupa maka Lo Kun harus menggunakan waktu cukup lama baru tiba di kuil itu. Dari jauh dia melihat tiga sosok manusia sedang berdiri di halaman kuil. Ada dua orang yang saling tuding menuding.

Lo Kun cepat lari. Dia kuatir ada orang yang mengangggu Uk Uk dan Sian Li. Begitu tiba, dia terkejut. Ternyata ketika orang yang berada di halaman itu adalah Uk Uk, Sian Li dan seorang lelaki tinggi besar. Eh, bukankah dia si Thay-san ?

Saat itu Thay-san sedang otot-ototan dengan Sian Li (palsu) dan Uk Uk.

"Ah, engkaulah nona Su, mengapa menyangkal ?" teriaknya menuding Sian Li atau yang sebenarnya adalah Ah Liu, bujang dara dari Su Tiau Ing. "Eh, orang tinggi, engkau ini bagaimana, aku kan si Ah Liu yang bersama engkau hendak mencari nona Su," seru nona itu.

"Ti….dakkkk," teriak Uk Uk, aku bukan Ah Liu, aku ini ci Sian Li."

"Hai," teriak Thay san, "engkau ini anak waras atau gila

? Engkau bukan Ah Liu juga bukan ci Sian Li, engkau ini bocah laki genduk !”

"Orang tinggi," balas Uk Uk, "aku gila, ya?"

"O, makanya." sahut Thay-san yang tak mengerti akan adat kebiasaan Uk Uk yang mengartikan kata 'aku’ itu dimaksudkan ‘engkau’.

"Engkau tidak tahu Thay-san," tiba2 Ah Liu melengking, "bahwa yang dimaksud oleh anak ini dengan kata ‘engkau' adalah ‘aku’. Kalau dia bilang ‘aku’, itu artinya ‘engkau’. Dia memang membalikkan arti kata ‘engkau’  dengan ‘aku’." I

"Kalau begitu, dia mengatakan aku yang gila?" seru Thay-san.

"Memang begitu maksudnya."

"Kurang ajar, engkau, bocah gendut. Aku bilang apakah engkau yang gila?" seru Thay-san.

"Ya, memang aku ini gila." sahut Uk Uk.

"Kurang ajar!" setelah tahu kalau Uk Uk memang membalikkan istilah ‘aku’ dengan ‘engkau’, Thay-san terus menampar kepala bocah itu.

Tetapi tamparannya luput dan tiba2 dia jerit keras, "Matiiiiik .........., " tangannya terus mendekap pinggang celananya. "Mengapa?" seru Ah Liu.

"Sialan benar," kata Thay-san terus lari ke balik gerumbul. Ternyata tali kolor celananya telah ditarik Uk Uk sampai putus.

Sebenarnya Uk Uk tidak mempunyai kebiasaan menarik putus tali celana orang, sepertinya Ah Liong. Tetapi entah bagaimana, dia kepada si Thay-san yang tinggi besar. Dia mau melukai orang itu melainkan cukup memberinya keripuhan setengah mati.

Setelan Thay-san pergi mengumpat, Uk Uk menegur Ah Liu, "Ci Sian, mengapa aku sekarang sikap aneh? Mengapa aku mengatakan kalau bukan ci Sian?"

"Ya, benar, Uk," tiba2 terdengar Lo Kun berseru. Dia tak tahan melihat peristiwa yang berlangsung ditempat itu.

"O, eng ....... kong, koag .... aku datang mengapa

engkong pergi ?"

"Siapa pergi?"

'Waktu engkau tidur bersama .... sama ci Sian, engkong lenyap. Kemana saja?"

"Aku hendak buang air kecil. Tiba2 ada beeberapa kawanan anakbuah barisan Suka Rela yang hendak bermalam dalam kuil. Lalu aku "

'Tidak eng....... engkong ....... engkau masih tidur .......

tak mungkin eng ....... engkau keluar.. "

"Bocah edan," pikir Lo Kun yang menyadari adat kebiasaan Uk Uk berkata dengan ‘aku' menjadi 'engkau'.

'Ya, bukan aku tetapi engkau yang keluar dan menghadang kawanan anakbuah barisan Suka Rela itu. Lalu engkau bertempur dan mereka kalah tetapi celaka Uk

.......... " "Bagaimana eng ....... engkong "

Lo Kun lalu menceritakan pengalamannya diserang kawanan tawon dan akhirnya bertemu dengan Thay-san. Dia dapat lolos akan tetapi dihajar oleh kedua saudara Gu yang juga bertubuh tinggi besar seperti Thay-san. Mereka tempur dan kedua saudara itu kalah. Terus kedua saudara itu juga anakbuah barisan Suka Rela. Dia hendak ikut Lo Kun tetapi Lo membebaskan dan suruh kedua saudara itu kembali ke markas barisannya untuk menanyai pendirian pemimpin barisan Suka Rela.

“Benar, benar, memang begitu," tiba2 terdengar suara orang berseru. Ketika Lo Kun berputar ke belakang ternyata kedua saudara Gu sudah berada dibelakangnya.

"Hai, mengapa kalian kemari?" tegur Lo Kun.

"Aku tak mau pulang ke barisan lagi. Aku hendak ikut engkau paman cebol," sahut Gu Liong.

"Hus, mau ikut orang mengapa mengejek aku seorang cebol ?"

"Habis kalau engkau memang pendek, apakah harus kukatakan tinggi ?" sahut Gu Liong.

"Sudahlah, jangan banyak membantah,” tukas Lo Kun, "mengapa kalian hendak ikut aku.”

"Engkau seorang kakek yang baik. Aku senang ikut engkau dari pada ikut barisan Suka Rela yang banci itu."

'Wah, bagaimana ?" Lo Kun garuk2 kepala, rombonganku sudah dua orang, cucuku Uk Uk dan cucuku Sian Li. Kalau tambah dua lagi yang begitu besar seperti raksasa, bagai aku dapat memberi makan." "Biar dah eng ..... engkong . ….. engkau suka dengan kedua engkoh tinggi itu," seru Uk Uk, “kalau lelah kita kan dapat minta gendong kepada mereka ?"

"Hus, apa mereka mau?" seru Lo Kun. "Mau, mau," sahut Gu Liong

"Tetapi apakah makanmu banyak, engkoh tinggi ?" seru Uk Uk.

"Ya, cukupan."

"Hai mengapa ada orang yang menyamai aku tingginya." tiba2 Thay-san keluar dari balik gerumbul setelah memperbaiki celananya.

"Lho, engkau juga tinggi besar ?" seru Gu Lion g, "siapa engkau ?"

"Thay-san dan engkau?"

Kedua saudara Gu itu memperkenalkan diri. "Apa maksudmu kemari ?" tegur Thay-san. "Mau ikut kakek cebol itu."

“O, benar, memang kakek cebol dan bocah gendut itu perlu orang2 semacam engkau yang dapat digunakan jadi kuda kalau perlu," kata Thay-san.

"Hus, jangan ngaco!" bentak Gu Hou.

Thay-san tak menggubris, dia terus berpaling kearah Ah Liu, "Nona Su. ”

"Gila engkau !" tcriak Ah Liu,' "aku bukan nona Su, coba pandanglah aku. Masakan engkau lupa kepadaku yang bersama-sama engkau hendak mencari nona Su itu ?

"Apa iya ! O, benar2 engkau apa bukan Ah Liu ?" seru Thay- san. "Itu dia," teriak Ah Liu, "kiranya engkau sudah ingat sekarang."

"Tidak bisa !" teriak Uk Uk, "dia bukan Ah Liu, dia adalah ci Sian Li, taciku."

'"Gila engkau ! seru Thay-san. "Ya, memang aku gila !"

Thay-san terkedap. Ia ingat kalau anak ini memutar- balikkan arti 'aku' dengan ‘engkau'.

"Hai bocah gendut, jangan gila-gilaan. Dia bukan tacimu. Dia adalah Ah Liu, kawanku yang baru," Thay-san terus ulurkan tangan hendak menggandeng tangan Ah Liu. Tetapi saat itu Uk Uk sudah maju dan melonjak, plak…. plak tahu2 kedua pipi Thay-san ditamparnya.

"Lo, berani menampar pipiku," Thay-san marah dan menghantam Uk Uk. Tetapi pada saat itu Gu Liong dan Gu Hou sudah melesat menjotos Thay-san.

"Berhenti l'' teriak Lo Kun karena menyapih peristiwa perkelahian yang acak-acakan itu. Gi Liong dan Gu Hou menurut. Tetapi Thay-san tetap menjotos mereka, duk, duk

.... kedua saudara Gu itu telempar jatuh.

"Hai, raksasa liar, aku curang!" teriak Uk Uk menuding Thay-san.

"Apanya yang curang?"

'"Engkong sudah suruh aku berhenti, mengapa aku masih memukul orang ?"

"Eh, gendut, aku kan bukan budak engkong ku, mengapa, harus menurut perintahnnya ?''

"'Raksasa liar, rasakan pukulanku,” Uk Uk terus menjotos. Thay-san tertawa dan menangkis. Ia kira kalau adu pukulan anak itu tentu patah tulangnya. Tetapi ternyata Uk Uk tak mau beradu pukulan melainkan endapkan tindju dan tubuh kebawah terus menghantam telapak kaki Thay- isan keras-kerasnya.

"Aduhhhhhhh," Thay-san menjerit dan terlatih-tatih mundur seraya mengangkat kaki kiranya yang terpukul itu.

Melihat itu Ah Liu kasihan. Dia menghampiri Uk Uk dan menabok kepalanya, plak..... “Bocah kurangajar, mengapa melukai orang !"'

"Lho, ci Sian mengapa aku memukul engkau ? Bukankah engkau hendak membela aku ?"

'"Siapa sudi menerima pertolonganmu. Dia memang kawanku, mau apa !”

"Eng .... engbong..... ci Sian suka sama raksasa hutan

itu " teriak Uk Uk.

Lo Kun maju menghampiri kemuka Ah Liu, “Apakah engkau benar bukan Sian Li?”

"Sejak didalam kuil aku sudah mengatakan kalau bukan Sian Li tetapi anak gendut itu tetap memaksa aku menjadi Sian Li. Salah siapa?”

"Uk, ini bukan Sian Li," akhirnya Lo Kun memberi keterangan.

"O, makanya dia berani menampar kepalamu," kata Uk Uk lalu menjerit, "Huh, cabul, cabul "

"'Kenapa Uk?" Lo Kun terkejut.

"Kalau bukan ci Sian Li mengapa dia berani tidur disampingmu, engkong. Apakah itu bukan gadis cabul namanya?" "Gila!" teriak Ah Liu yang merah mukanya "Aku kan sudah bilang bukan Sian Li, tetapi kau tetap kukuh mengatakan aku ini Sian Li, Malah engkau terus tidur di sampingku. Engkau sendiri yang cabul!"

"Wah, celaka kalau begitu. Diwaktu engkau tidur, engkau bermimpi seperti membeli buah kelengkeng. Lalu engkau makan. Tetapi aneh, buah kelengkeng itu tak mau pecah. Karena gereget lalu engkau gigit sekerasnya. Tetapi saat itu dengar suara orang menjerit sekeras-kerasnya tahu2 muka engkau didupak sekuat-kuatnya sehingga engkau gelagapan bangun ”

"O, enak juga orang bermimpi itu. Bisa makan kelengkeng tanpa bayar, bisa mendapat yang diinginkan tanpa susah payah," kata Lo Kun.

"Itu kan kalau memang buah kelengkeng sungguhan, engkong," kata Uk Uk.

"Habis, apakah buah kelengkeng palsu?"

"Aku ini bagaimana eng ....... engkong? Orang ngimpi masakan makan buah kelengkeng sungguh. Tetapi yang kumakan itu memang barang sungguh2, bukan hanya impian saja."

"Ho, buah kelengkeng sungguh??" "Bukan."

"Habis, apa?"

"Jempol kaki gadis itu," dia menuding Ah Liu, "kurang ajar memang dia itu. Waktu tidur bergeliatan dan jempol kakinya masuk kedalam mulutku. Kebetulan aku sedang bermimpi dan rasa sedang makan buah kelengkeng. Karena kelengkeng tak mau pecah lalu kugigit sekeras- kerasnya……” "Dan anak perempuan itu lalu menjerit kesakitan?" tukas Lo Kun.

"Benar, eng ....... engkong ..."

"Ha, ha, ha " tiba2 Thay-san tertawa gelak2.

"Thay-san, mengapa engkau malah tertawa gembira?" seru Ah Liu.

"Siapa tak tertawa kalau mendengar jempol orang dikunyah-kunyah dikira kelengkeng, ha, ha ....... haup .......

tiba2 Thay-san tak dapat melanjurkan tawanya karena mulutnya kemasukan sebuah benda bulat. Dia muntahkan benda itu, astaga ternyata seekor cengkerik.

“Bangsat, siapa yang melempar cengkerik ke dalam mulutku?” Thay-San marah marah.

"Ha, ha, ha ,” tiba2 Uk Uk tertawa keras.

"Bocah gendut, apakah engkau yang melakukannya ?" 'Tidak," sahut Uk Uk, "cengkerik itu terbang sendiri dan

mengira kalau masuk kedalalam liang, ha, ha, ha "

"Engkoh tinggi, mari kita cari rona Su lagi,” kata Ah Liu yang terus mengajak Thay san meninggalkan tempat itu.

Uk Uk hendak menghalangi tetapi dicegah Lo Kun, "Biarkan mereka pergi."

Kini yang tinggal hanya Lo Kun, Uk Uk dan kedua saudara Gu. Mereka berunding untuk mencari Sian Li.

“Eh, kalian berdua saudara Gu. Apakah kalian masih ingat gadis yang ditawan di markas pasukan Suka Rela dan yang kemudian dapat meloloskan diri itu ?" tanya Lo Kun.

Gu Long memberi gambaran tentang wajah dan perawakan gadis itu. "Haya, celaka, kemungkinan itulah Sian-li hayo kita kesana !" seru Lo Kun.

"Tunggu dulu paman," cegah Gu Liong. “Hendak kemanakah paman ini ?"

"Habis kemana harus mencari cucuku Sian Li itu ?" Kata Lo Kun lalu deliki mata kepada Uk Uk, "hai, engkau bocah gendut, mengapa menjaga tacimu saja tak mampu !"

"Lho, waktu ci Sian pergi, engkong dan engkau kan masih tidur. Mengapa engkong sendiri tak tahu kalau ci Sian pergi ?"

"Nanti dulu !" tiba2 Thay-san berseru, "siapakah yang engkau maksudkan sebagai Sian Li ?" — Dia hentikan langkah.

"Eh, raksasa, mengapa tolol benar engkau Sian Li itu adalah cucuku, masakan engkau tak tahu !” sahut Lo Kun.

"Lho, mengapa aku harus tahu ? Kapan engkau memberitahukan kepadaku ?”

"Sudahlah, jangan berbantah yang tak berguna," kata Ah Liu," coba engkau ceritakan apa yang engkau ketahui dan mengapa engkau bertanya soal gadis yang bernama Sian Li itu,"

"Begini," kata. Thay san, "waktu aku ditangkap dan tidur ditengah jalan, aku disuruh mengenali seorang gadis yang menjadi tawanan barisan Suka Rela itu. Dan ketika kupandang, gadis itu kuanggap sebagai Su Tiau Ing. "

"Aduh," tiba2 Lo Kun mendesuh," lagi2 orang she Su.

Apakah tak ada lain berita yang bukan orang she Su ?"

"Sudahlah kakek, jangan menukas cerita orang," bentak Ah Liu, "biarkan engkoh tinggi melanjutkan ceritanya." "Huh, memang engkau bukan Sian Li lagi sekarang berani membentak-bentak aku," Lo Kun menggerutu.

"Hai, anak perempuan," kata Thay-san kepada Ah Liu, "aku sendiri baru pertama kali bertemu dengan nona Su Tiau Ing. Sebenar! aku masih belum jelas sekali wajahnya. Coba takanlah apa ciri yang istimewa dari nona Su itu.”

'Siociaku beralis tebal, mata bening mempunyai tahi lalat di janggutnya. Cantiknya bukan kepalang " .

"Kakek Lo," seru Thay-san, "bagaimana cucumu Sian Li itu?"

"Tidak ada."

"Apakah dia tak punya tahi lalat?"

"Hai, orang tolol," teriak Uk Uk, "masakan orang punya tahi lalat. Jangan menghina ci Sian. Tahi lalat itu tentu bau, masakan menempel di muka ci Sian.”

"Gendut bodoh!" seru Thay-san, "yang disebut tahi-lalat itu bukan tahi dari binatang tetapi seperti ini andeng-

andeng."

"Buat apa punya andeng-andeng di muka.”

"Lho, engkau ini bagaimana. Kalau tahi lalat itu tumbuh di bagian yang tepat, misalkan tumbuh diatas mulut disamping hidung, tentu menambah cantik orangnya!"

"Benar begitu?" "Ya."

"Berani sumpah makan cacing?"

"Edan," teriak Thay-san, "masa sumpah kok disuruh makan cacing." "Justeru itulah yang belum pernah terjadi dalam dunia. Kalau sumpah disambar geledek, dicekik setan, ditimpah gunung kan sudah banyak. Aku tak mau meniru orang. Pokok engkau berani tidak sumpah makan cacing?"

"Sudahlah, jangan guyon," seru Thay-san, “apakah cici Sian Li itu punya tahi lalat?"

"Punya dong," sahut Uk Uk bangga. "Dimana?"

"Diatas mulut dekat hidung "

"Gilaaaaa!" teriak Thay-san tiba2 dan terus hendak lari. Melihat itu Uk Uk loncat menyekapnya, "hai, raksasa tinggi, mau kemana?"

"Mau mencari gadis." "Gadis siapa?"

"Sian Li, tacimu itu."

"Hus, itu taci engkau," seru Uk Uk.

"Edan, eh, ya benar, memang taciku," kata Thay-san setelah teringat akan pengertian Uk Uk mengenai kata  ‘Aku' dan 'engkau'.

"Dimana dia sekarang?"

“Tentu dia berada dalam tawanan barisan Suka Rela itu. Setelah keluar bersama aku, lalu kita bercerai lagi di hutan. Dia tentu masih di hutan.”

"Engkoh tinggi, lalu dimana nona Su ?” Ah Liu bertanya.

"Lha. soal itu memang rumit. Pokok waktu berada dalam tawanan barisan Suka Rela aku nolong seorang gadis. Kita bersama-sama keluar dan melarikan diri. Bermula kukira dia adalah nona Su. Tetapi setelah mendengar keterangan si gendut itu, aku bersangsi, apakah nona itu Sian Li atau nona Su. Paling baik kita kesana untuk buktikan."

"Tunggu," teriak Lo Kun, "kalau ke sana harus beramai- ramai saja. Supaya di tengah jalanan tidak kesepian."

"Tetapi eng , .. engkong," seru Uk Uk, bagaimana soal makan nanti. Apakah kita bisa makan sekian banyak orang ini ?"

"Hus, aku bisa cari makan sendiri," Thay-san. "Aku juga hanya sedikit makanku," kata Ah Liu.

"Kalau tak ada makanan, kami dapat hidup dengan minum air saja," seru kedua saudara Gu.

"Matik engkau… ”

"Kenapa Uk ?" tegur Lo Kun.

"Engkau sendiri banyak makannya," kata Uk Uk. Lo Kun terus mengajak berangkat.

***

Sekarang kita tinggalkan dulu Lo Kun yang memimpin rombongan tiga orang tinggi, Uk Uk dan Ah Liu untuk mencari Sian Li dan Su Tiau Ing. Kita ikuti perjalanan pendekar Huru Hara bersama Ah Liong dan Bok Kian yang hendak mencari Cian- li-ji.

Bok Kian mewakili Su Tiau Ing untuk menyampaikan pesan ayah nona itu (mentri Su Go Hwat) kepada jenderal Ui Tek Kong di Shoantang agar mengerahkan pasukannya menahan pasukan kerajaan Ceng yang mulai menyerang Shoatang.

"Loan-heng hendak kemana ?" tanya Bok Kian kepada pendekar Huru Hara.

"Aku akan mengawalmu menemui jenderal Ui Tek Kong," sahut pendekar Huru Hara.

"Tetapi bukankah Loan-heng perlu hendak mencari paman Cian-li ji ?"

“Ah, hal itu kita kesampingkan dulu saja. Sekarang negara sedang dalam bahaya, musuh sudah menyerang diambang pintu. Segala urusan peribadi, harus kita hapus. Kita tumpahkan seluruh perhatian dan pengabdian kita demi negara dan rakyat.

“Bok-heng, tahukah engkau berapa luasnya dunia ?” "Wah, luas sekali," kata Bok Kian.

"Nah, kalau sudah tahu bahwa dunia itu luas mengapa kita kecewa kalau kita tak dapat memperoleh sesuatu benda yang kita inginkan. Carilah lagi, dunia ini luas dan benda2 semacam itu amat banyak jumlahnya."

Bok Kian yang polos tampak terkesiap mendengar ucapan pendekar Huru Hara, "Eh, mengapa Loan-heng mengatakan soal itu ?"

"Engkau seorang pemuda jujur," kata pendekar Huru Hara, "tetapi ada kalanya orang yang gelap pikiran tak mengerti bagaimana luhur sifat jujur itu. Tetapi itu bukan salah Bok-heng melainkan salah orang yang tak tahu menilai diri Bok-heng.”

"Lon heng, aku tak mengerti maksud ucapanmu," akhirnya Bok Kian berkata. "Sekarang negara sedang dalam bahaya, musuh sudah menyerang diambang pintu. Segala urusan peribadi, harus kita hapus. Kita tumpahkan seluruh perhatian dan pengabdian kita demi negara dan rakyat. Apakah Bok-heng setuju ?"

"Setuju sekali !" sahut Bok Kian.

"Bagus, Bok-heng, itulah sikap seorang pemuda jantan.

Apalagi urusan wanita.”

"Tak apa," kata pendekar Huru Hara," urusan negara lebih penting dari urusan peribadi. Kurasa Kakek itu tentu sanggup menjaga diri. Kalau memang nasibnya harus mati ditangan barisan Suka Rela, ya apa boleh buat. Tetapi rasanya barisan Suka Rela itu berfihak kepada kerajaan Beng.”

Bok Kian mengangguk. Tampak ada sesuatu yang terkandung dalam pikiran pemuda itu.

"Bok-heng, siapakah Su Hong Liang itu,” tiba2 perdekar Huru Hara bertanya.

"Dia adalah putera keponakan dari paman Su.”

"Tetapi Bok-heng kan juga putera keponakan dari Su tayjin juga."

"Ya, aku dari bibi dan dia dari paman Su.”

"Mengapa nona Su tampak lebih mendengar kata Su Hong Liang daripada engkau ?"

"Ah, sudah selayaknya."

“Sudah selayaknya bagaimana ?"

"Su Hong Liang koko lebih cakap dan lebih pintar. Ing moay tentu lebih menurut kepadanya.” "Tetapi rasanya tidak hanya terbatas menurut saja," kata pendekar Huru Hara, "rupanya nona Su juga menaruh perhatian kepada Hong Liang."

"Ah," Bok Kian hanya menghela napas. "Mengapa Bok heng menghela napas ?"

"Ah, tak apa2" kata Bok Kian sambil menengadahkan kepala memandang langit.

"Bok-heng," kata pendekar Huru Hara, “lihatlah langit itu. Awan berarak-arak tak menentu, bukan ?"

"Benar."

"Tahukah engkau apa arti awan itu?" tanya pendekar Huru Hara.

"Tidak."

"Awan itu adalah lambang dari kehidupan manusia. Hidup manusia itu juga tak menentu. Apakah Bok-heng tahu bagaimana nasib Bok-heng kelak?"

"Tidak,"

"Demikian pula dengan awan. Awan tak pernah tinggal dan diam. Selalu bergerak. Demikian ia dengan kehidupan manusia. Tiada hal yang langgeng, semua akan bergerak, semua akan berobah. Awanpun tidak selamanya putih, ada kalanya hitam juga. Pun hidup manusia itu juga begitu ada kalanya senang, ada kalanya susah."

"Ya, benar kata Loan-heng itu."

“Oleh karena itu Bok-heng," kata pendekar Huru Hara lebih lanjut," susah senang itu memang sudah menjadi bagian yang tak mungkin terhindar dari kehidupan manusia. Maka kita harus menghadapinya dengan tabah. Apalagi Bok-heng seorang lelaki. Janganlah kita putus asa apabila kita tak berhasil mendapatkan apa yang kita inginkan. Kalau jodoh mau kemana. Kalau memang bukan jodoh, walaupun kita kejar mati-matian juga akan luput."

Engkoh. Hok, lihatlah," tiba2 Ah Liong berseru seraya menunduk ke sebelah muka.

Ternyata disebelah muka, tampak berjajar kelompok barisan yang dipimpin oleh seorang lelaki tua berambut putih. Dikanan kirinya terdapat dua orang imam.

Huru Hara dan kedua kawannya berhenti. "Hai, siapa kalian bertiga?" seru lelaki berambut putih itu.

Bok Kian maju dan menjawab, "Aku utusan dari mentri Sa Go Hwat tayjin untuk menemui jenderal Ui Tek Kong."

"O, bagus, bagus!"' seru lelaki tua itu. "Kenapa?" Bok Kian heran.

"Aku dan rombonganku memang sudah lama rnununggu kedatanganmu disini."

"Siapa lopeh ini?" tanya Bok Kian.

"Aku adalah utusan dari jenderal Ui Tek Kong untuk menangkap engkau."

"Mengapa?" Bok Kian terkejut sekali.

"Karena jenderal Ui Tek Kong sudah menyerah pada pasukan kerajaan Ceng dan dengan begitu tak terikat lagi dengan mentri kerajaan Beng."

"Benarkah itu?" Bok Kian makin kaget. "Perlu apa aku harus bohong?"

"Lalu mengapa jenderal Ui menyuruh kalian menangkap aku?" "Karena mulai sekarang, engkau adalah musuh," kata lelaki berambut putih seraya memberi isyarat agar anakbuahnya segera bergerak.

"Tunggu!" seru Bok Kian. "Kenapa?"

"Akulah utusan dari mentri Su Go Hwat tayjin. Kalau mau tangkap, tangkaplah aku kalau kalian mampu. Tetapi kedua orang ini," ia menunjuk pada Huru Hara dan Ah Liong, "tiada sangkut pautnya dengan perutusan ini. Harap jangan mengganggu mereka.

"Itu tergantung dari sikap mereka berdua. Kalau mereka mau bekerja kepada kerajaan Ceng tentu akan kami sambut dengan baik. Tetapi kalau mereka bersikap memusuhi, tentu akan kuhajar.”

"Mau menghajar aku?" tiba2 Ah Liong marah karena diperlakukan seperti barang saja.

"Bocah cacingan, mau apa engkau bercekak pinggang begitu?" tegur lelaki berambut putih.

"Aku dan engkoh Hok adalah kawan seperjalanan dari Bok-heng ini. Mengganggu dia berarti mengganggu aku juga."

"Ha, ha, ha," lelaki berambut putih itu tertawa gelak2, "sikapmu seperti jagoan yang hebat saja anak kerempeng. Apakah engkau kira kami sedang main2? Sekali anakbuahku bergerak, tulang belulangmu tentu hancur berantakan."

"Huh, kalau engkau mampu mengalahkan aku, itu sudah jempol. Dan kalau engkau mampu memenangkan engkoh Hok ini, engkau adalah manusia yang paling sakti dalam dunia ini. Aku akan berlutut menjadi muridmu." "Benarkah omonganmu itu?"

"Aku adalah seorang lelaki. Masakan aku berkata tidak bertanggung jawab?"

"Li Tik, majulah menangkap bocah gila itu," seru lelaki berambut putih kepada seorang lelaki bertubuh kekar.

Lelaki bertubuh kekar yang bernama Li Tik itu terus maju dan langsung menerkam Ah Liong.

"Auhhhhh ……,” entah dengan gerak apa, yang tampak Ah Liong hanya menyusup kebawah dan tahu2 Li Tik menjerit kaget dan mendekap pinggang celananya.

Plak, plak Ah Liong menampar pipi kanan dan kiri

Li Tik. Li Tik terseok-seok mundur lalu lari sambil mendekap pinggang celananya. Sudah tentu sekalian orang tertawa melihat ulah Li Tik yang aneh.

"Hm, Ah Liong kumat," batin pendekar Huru Hara yang tahu kalau Ah Liong telah memutus tali celana orang.

"Tangkap bocah liar itu," seru lelaki berambut putih. Beberapa anakbuahnya segera maju menyerbu. Ah Liongpun bergerak lari kian kemari. Seorang anakbuah kawanan penghadang itu disambarnya, diangkat keatas dan terus dilontarkan kepada kawan-kawanya, brakkkkk.....

Lelaki berambut putih terkejut menyaksi kekuatan Ah Liong. Walaupun bocah itu bertubuh kurus tetapi ternyata memiliki tenaga yang hebat sekali. Beberapa anakbuahnya tak mampu menangkap anak itu bahkan kebalikannya malah diobrak-abrik oleh anak kuncung itu.

Kedua imam yang menyertai lelaki berambut putih, tampak kerutkan dahi. Ia mengucapkan berapa patah kata kepada lelaki berambut putih lalu maju ke muka. "Hm, bocah kuncung, engkau hebat sekali. Tenagamu amat kuat," seru imam bertubuh kurus itu, "tetapi sanggupkah engkau menahan sebuah pukulanku ?"

"Mengapa tidak ?" sahut Ah Liong.

"Bagus, engkau memang jempol," seru ini kurus itu, "sekarang siaplah."

Ah Liongpun berdiri tegak. Melihat itu pendekar Huru Hara terkejut. Kalau dalam hal tenaga-luar, Ah Liong memang boleh diandalkan. Anak itu mampu mengangkat seekor kerbau, Tetapi dalam asal tenaga-dalam, jelas anak itu belum berapa tinggi. Diam2 pendekar Huru Hara mencari akal untuk menolong Ah Liong.

Saat itu si imam kurus sudah mulai menghimpun tenaga dan pada lain saat sudah mengayunkan tinjunya. Diluar dugaan gerak pukulan imam itu pelahan saja. Sebelum pendekar Haru Hara tahu apa yang harus dilakukan, tiba- tiba Ah Liong menjerit dan terlontar sampai dua tombak jauhnya, huakkkkk. anak itu muntah darah.

Bukan kepalang kejut Huru Hara. Serempak dia lari menghampiri dan bertanya, "Ah Liong, bagaimana engkau

?"

Ah Liong hanya diam dan meramkan mata. "Ah Liong, makanlah ini," Huru Hara memberinya sebutir Cian-lian hay-te-som atau som dari dasar laut yang berumur seribu tahun. Som ini diperoleh ketika dulu waktu masih menjadi pendekar Blo'on, dia telah kesasar masuk kedalam laut dan tiba disebuah kerajaan didasar laut, (baca : Pendekar Blo'on).

"Beristirahatlah Ah Liong, akan kubereskan imam itu," kata Huru Hara lalu menghampiri ke muka imam kurus. 'Bagus, imam kurus," serunya, "engkau telah pemberi pelajaran yang berguna kepada adikku. Lain kali dia tentu akan lebih berhati-hati dan giat berlatih tenaga-dalam."

"Ah, anak kacoa semacam itu, masih harus berlatih sepuluh tahun lagi baru layak berhadapan dengan aku."

'Ya, mungkin benar," kata Huru Hara, "maka sekarang aku perlu meminta pelajaran dari engkau agar kelak dapat kuberikan kepada adikku. Bukankah engkau bersedia ?"

Imam kurus itu belum kenal siapa Huru Hara. Yang dilihatnya, Huru Hara itu seorang pemuda nyentrik. Pakaiannya seperti seorang pendekar memakai kain penutup kepala tetapi diberi dua buah lubang. Dan dari kedua lubang itu menyembul dua untai rambut. Sepintas seperti tanduk.

"Baik, tentu saja aku tak keberatan untuk memberi pelajaran kepadamu. Engkau minta pelajaran seperti yang kuberikan kepada adikmu atau lain macam lagi ?"

"Segala kepandaianmu, kuminta supaya engkau berikan kepadaku."

"Hus, kalau begitu, aku kan menjadi guru nanti," seru imam kurus.

"Tidak, tetapi engkau tentu akan merasa bahwa setiap engkau memberi pelajaran, engkau tentu tak puas dan ingin memberikan pelajran yang baru lagi."

"Apa-apaan engkau ini. Satu macam pelajaran saja kiranya sudah cukup."

"Baiklah," sahut Huru Hara," begini kalau dengan satu macam pelajaran sudah cukup, ya satu macam saja. Tetapi kalau engkau rasa belum puas, engkau harus memberi pelajaran yang lain lagi , setuju ?" "Ya," sahut imam kurus itu," sekarang bersiaplah engkau untuk menerima pelajaran yang pertama.”

Huru Harapun tegak dihadapan imam kurus. Ia marah karena Ah Liong terluka maka diapun mengerahkan tenaga Ji-ih-sin-kang untuk menyambut pukulan si imam.

"Nih, terimalah......" setelah mengepalkan kedua  tinjunya maka imam kurus itupun lalu gerakan tinju kanannya ke dada Haru Hara. Dess.

Pukulan itu memang tidak mengenai dada. tapi tenaga- dalam yang terkandung dalam pulau itulah yang akan meremukkan pekakas dalam dada Huru Hara.

"Uh ," tiba2 imam kurus itu mendesuh kejut ketika

ia merasa tenaga-dalam yang dilancarkan itu tertolak oleh suatu gumpalan tenaga-dalam dan mengalir kembali ke lengan si imam terus langsung menggempur dadanya sendiri. Dia terpental ke belakang sampai dua langkah.

Dia heran mengapa menderita peristiwa seaneh itu. Jelas Huru Hara hanya diam saja dan tidak mengadakan gerakan menangkis atau balas memukul tetapi mengapa tenaga- dalamnya terdorong balik kedalam tubuhnya ?

“Bagaimana imam kurus ?" tegur Huru Hara.

"Pelajaran yang kedua akan kuberikan," seru imam kurus itu seraya gerakkan kedua tangannya mencengkeram kemuka. Karena tenaga dalamnya berkurang maka dia gunakan dua buah tangannya untuk meremas.

Tetapi makin dia menggunakan tenaga-dalam yang besar, reaksi yang dideritanya pun makin besar. Seketika iman kurus itu menjerit dan terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang akhirnya jatuh terduduk, blukkkk..... Wajah imam kurus itu tampak pucat lesi seperti mayat. Dia pejamkan mata dan berusaha untuk menyalurkan pernapasan menyembuhkan luka dalam yang dideritanya.

"Hai, imam kurus, mengapa beristirahat ? Tadi kan engkau berjanji akan memberi pelajaran yang ketiga dan seterusnya ?" seru Huru Hara.

Namun imam kurus itu diam saja.

-oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar