Pendekar Bloon Cari Jodoh Jilid 24 Barongsay rakus

Jilid 24 Barongsay rakus

Setelah dapat membuat Kim Yu Ci tak berkutik. dengan hati legah Pang Kim terus melesat pergi, Pikirnya, pokok dia dapat menyelamatkan diri dulu, nanti melaporkan pada tihu supaya mengerahkan pasukan untuk menggerebek bekas gedung kediaman Han Bun Liong.

Tetapi baru belasan langkah dia lari, tiba2 sesosok tubuh melesat dari balik pohon dan menghadangnya.

"Hai, engkau !" Pang Kim berteriak kaget dan berhenti

ketika melihat yang berdiri dihadapannya itu tak lain adalah In Hong, dara yang ditinggal dalam ruang gedung tadi.

"Mau apa engkau ?" serunya setelah menenangkan hati. "Membunuh engkau !" sahut In Hong dengan dingin. "Ya."

"Kenapa ?"

"Karena engkau berani mati menculik cici-ku…." "Urusan itu sudah selesai. Tuh, cicimu berada di

halaman. Aku tak mau mengganggu lagi, "Tidak bisa !”

"Tidak bisa bagaimana ?"

"Sudah terlanjur. Engkau sudah menculik dia, mengapa engkau mau meninggalkannya di halaman. Jangan bohong!" "Ada seorang pemuda yang menghadang aku dan minta supaya aku jangan membawa cicimu. Aku setuju tetapi diapun tak boleh mengganggu aku. Dia juga setuju. Sekarang mengapa engkau hendak menghadang aku ?"

"Siapa yang menyetujui engkau boleh pergi dari sini ?" Tiba2 Kim Yu Ci datang dan Pang Kim makin terkejut,

"Apa  engkau  hendak   menarik   perjanjianmu  ?" tegurnya

kepada Kim Yu Ci.

Kim Yu Ci gelengkan kepala. "Tidak."

"Tuh dengar tidak, anak perempuan," kata Pang Kim kepada In Hong.

"Ya."

"Bukankah dia sudah setuju takkan mengganggu aku?" "Ya, itu urusan dia tetapi bukan aku?"

"Lho, apakah dia bukan koncomu?"

"Konco itu orangnya tetapi pendiriannya tidak harus sama."

Pang Kim berpaling kearah Kim Yu Ci, "Bagaimana ini?

Apakah engkau hendak main kayu?" "Main kayu bagaimana?"

"Engkau mengatakan akan membebaskan aku, mengapa kawanmu yang ini hendak menghadang aku?"

"Itu lain soal."

"Mengapa engkau tak dapat menyuruhnya ia jangan mengganggu aku?"

"Aku hanya berhak memerintah diriku, tidak berhak memerintah orang lain." "Hm, jelas engkau curang!"

"Jangan bicara seenakmu sendiri, bung!" sela Kim Yu Ci dengan serius, "bagaimana engkau tahu kalau dia kawanku?"

"Tetapi bukankah dia kawanmu?" balas Pang Kim. "Sukar untuk menentukan kawan atau lawan, lawan bisa

jadi   lawan,   lawan   dapat   menjadi   kawan.   Pokoknya,

urusanku dengan engkau boleh bebas, lain orang aku tak tahu !"

Pang Kim beralih keoada In Hong, serunya "Budak perempuan, jangan bertingkah, apakah kau kira aku takut kepadamu ?"

"Siapa yang bilang engkau takut ? Maka janganlah cari alasan ini itu, merengek-rengek minta dilepaskan."

Marah hati Pang Kim. Dia merasa telah luka-dalam yang cukup parah. Tenaganya hanya tinggal enam bagian tetapi dia merasa masih mampu untuk menundukkan In Hong.

Dia segera mencabut pedang. Pertama, kali pedang Soan-hong-kiam-hwat dari Pang Kim itu luar biasa cepatnya. Hanya karena saat itu dia sudah terluka-dalam, maka gerakannya pun kurang cepat.

In Hong gemas sekali dengan kaki tangan orang Boan itu. Dia mainkan sepasang pedangnya makin gencar sehingga Pang Kim terdesak. Napasnya sudah mulai memburu keras dan kepalanya bersimbah karingat. Ia tak menduga bahwa darra yang waktu di dalam ruang gedung tadi lemah lunglai, ternyata sekarang menjadi begitu beringas dan tangkas seperti kelinci.

“Bagus adik Hong, bereskan antek tihu keparat itu!” seru Han Bi Ing. Ternyata nona itupun sudah sembuh karena diberi pil oleh Kim Yu Ci. Kini dia berdiri di samping pemuda itu.

"O, cici Ing, engkau sudah sembuh ?" seru In Hong dengan gembira.

"Ya .... hai, awas bahumu kanan…..,” teriak Han Bi Ing ketika melihat In Hong agaknya tak memperhatikan tabasan pedang lawan.

"Jangan kuatir, cici," seru In Hong, seraya menggeliatkan tubuh untuk menghindari tabasan pedang," masakan antek orang Boan ini mampu melukai aku !”

Pang Kim mengertek gigi. Berulang kali dimaki sebagai antek orang Boan, malu dan marah juga hatinya. Lebih malu pula karena yang memaki-maki itu seorang anak perempuan yang centil.

"Budak perempuan, engkau tentu kucincang serunya menghamburkan ledakan kernarahannya.

"Ci Ing, engkau minta apanya? Kaki atau tangannya? Aku akan memotongnya!" In Hong tak menggubris bahkan malah bertanya kepada Han Bi Ing.

"Potong saja ibu jarinya!" seru Han Bi Ing.

"Baiklah, tunggu sebentar!" seru In Hong seraya melancarkan sebuah serangan yang istimewa. Pedang kiri melingkar untuk membacok bahu, begitu Pang Kim hendak songsongkan pedangnya menangkis, tiba2 pedang di tangan kanan In Ho bergerak secepat kilat dan tahu2 crassss ........

"Aduh ........ , " Pang Kim menjerit karena jempol tangannga terpapas hilang.

Jurus Song-tiap toh-bi atau Sepasang-kupu2 berebut- madu, adalah jurus yang dimainkan In Hong. Dengan gaya sepasang kupu saling berebutan, kedua pedangnya bergerak susul menyusul dan berhasillah dia memotong ibu jari tangan kanan lawannya.

"Ci Ing, puas?" serunya. "Belum."

"Lho, minta apa lagi?" "Telinganya yang kiri."

"Lho, buat apa telinga? Kalau telinga babi sih enak dimasak. Tetapi kalau telinga antek orang Boan busuk baunya, lho!"

“Biar telinganya lebih tajam pendengarannya, bahwa orang yang mau bekerja pada musuh itu disebut antek atau penghianat!" sahut Han Bi Ing.

"Benar, ci Ing," seru In Hong, "sekarang sebagai cap bahwa setiap orang yang daun telinganya tinggal satu, adalah antek musuh. Nanti akan kusiarkan kepada seluruh rakyat, biar mereka tahu!"

Di gedung residen, Pang Kim mandapat kedudukan yang tinggi. Sebagai orang kepercayaan residen Sou Kian Hin, dia dihormati orang. Tingkhnya seperti pembesar saja. Tetapi saat itu dia diperlakukan tak lebih seekor babi yang hendak dipotong jarinya diiris telinganya. Siapa yang tak meledak dadanya kalau diperlakukan begitu?

"Budak perempuan, aku akan mengadu jiwa dengan engkau!” teriak Pang Kim dengan kalap. Dia sudah tak kuasa mengendalikan kemarahannya lagi. Dia menyerang seperti anjing gila.

Mendapat serangan itu mau tak rnau In Hong harus sibuk menjaga diri juga. Untuk beberapa saat dia memang di pihak yang diserang.

"Awas, adik Hong, dia mengamuk," seru Han Bi Ing. "Ya. memang begitulah kalau babi hendak disembelih.

Tentu berkuik-kuik dan kalap," sahut In Hong.

Sudah tentu Pang Kim makin kalap. Diserangnya dara itu dengan ganas sekali. “Cret….” tiba-tiba ia rasakan telinga kanannya sakit sekali dan lehernya seperti dialiri air. Waktu tanganya mengusap, ah, darah merah. Dan waktu meraba telinganya, aduhhhh , . hilang !

"Mau minta apa lagi cici ?" seru In Hong tertawa. "Bagaimana ya kalau hidungnya sekali dipapas supaya

lengkap?" sahut Han Bi Ing.

"Lengkap bagaimana ?"

"Lengkap menjadi manusia setan !"

"O, untuk menakuti anak-anak ? Ya, ya, bagus, bagus !" seru In Hong.

Tetapi pada saat itu terdengar derap kuda lari mendatangi.

"Adik Hong, ada pasukan kuda datang mari !" seru Han Bi Ing.

"Siapa ?" "Entah. "

Baru Han Bi Ing berkata begitu, muncul sekawan prajurit berkuda yang terdiri dari duapuluh orang.

"Hai, prajurit, lekas kemari! Tangkap penjahat ini!' seru Pang Kim dengan girang karena tahu bahwa pasukan terkuda itu adalah prajurit dari tihu.

Memang benar, pasukan prajurit berkuda itu disuruh Sou tihu untuk menyusul Pang Kim. Tihu kuatir bahwa akan terjadi sesuatu pada Pang Kim. Kedatangan Han Bi Ing dan In Hong ke gedung keluarga Han, cepat dilaporkan oleh mata-mata yang sengaja ditanam di tempat itu. Begitu Han Bi Ing datang, orang itu harus segera melapor pada tihu. Itulah sebabnya maka tihu segera tahu kalau Han Bi Ing datang. Dia segera memanggil Pang Kim dan Lim Tong. Tihu suruh Pang Kim dan Lim Tong membawa pasukan tetapi kedua orang itu menolak. Untuk menangkap seorang nona yang lemah, mengapa harus membawa pasukan, kata Pang Kim.

Ternyata sudah beberapa jam belum juga Pang Kim dan Lim Tong pulang. Tihu sibuk dan segera suruh prajurit untuk menyusul. Ternyata kedatangan prajurit berkuda itu memang tepat pada waktunya. Saat itu Pang Kim sedang diambang kematian. Bagai ikan mendapat air, seketika semangat Pang Kim hidup lagi.

Duapuluh prajurit berkuda yang bersenjata lengkap, memang tidak dapat dipandang enteng. Begitu mereka menerjang. In Hong memang kelabakan sekali. Melihat itu Kim Yu Ci cepat loncat menerjang mereka.

Tiba2 In Hong terkejut karena melihat seorang naik kuda dan meninggalkan tempat itu.

"Pang Kim." seru In Hong. Dia hendak ngejar tetapi barisan berkuda sudah mengepung dan menyerangnya. Terpaksa dia harus melayani mereka.

Prajurit beikuda itu memang merupakan prajurit pilihan. Meieka dipi!ih dari prajunt2 yang gagah dan ditugaskan sebagai pengiring Sou li. Di samping itu Sou tihu juga memperkerjakan beberapa jago silat, termasuk Pang Kim dan Lim Tong, Dia tahu bahwa sekalipun Thay-guan sudah diduduki pasukan Ceng, tetapi keamanan belum terjamin penuh. Masih terdapat beberapa gerakan dari jago2 silat hiap-gi yang menentang pendudukkan prajurit Ceng. Untuk menjaga keselamatan maka Sou tihu khusus membayar beberapa jago silat untuk menjaga keselamatan dirinya.

Tetapi berhadapan dengan In Hong yang dibantu Kim Yu Ci, sudah tentu keduapuluh prajurit berkuda itu tak banyak gunanya. Dalam pertempuran itu banyaklah mereka yang gugur. Sisanya tinggal beberapa orang. Mereka takut dan melarikan diri.

"Tak perlu," seru Kim Yu Ci mencegah In Hong yang hendak mengejar.

"Kenapa?'

'"Lebih baik kita tinggalkan tempat ini” kata Kim Yu Ci, "mereka tentu akan membawa bala bantuan yang besar jumlahnya untuk menangkap kita.”

"Apa takut menghadapi mereka?”

'Bukan takut," kata Kim Yu Ci, "tetapi tiada gunanya. Kita membasmi prajurit kerucuk saja, tiada gunanya. Yang penting kita harus menolong Han lo-cianpwe."

"Benar, adik Hong," Han Bi Ing mendukung, "jangan kita membuang tenaga secara sia2 karena hanya membunuh prajurit2 kerucuk. Tenaga kita masih diperlukan untuk menghadapi jago2 peliharaan tihu dan perwira2  dari markas pasukan Ceng yang menahan ayahku."

Mendengar itu barulah In Hong menurut.

"Adik Hong, mengapa tiba2 engkau dapat muncul untuk menghadapi keparat tadi?" tanya Han Bi Ing.

"Waktu aku masih menggeletak di ruangan, tiba2 muncul seorang kakek pincang. Dia terus nyusupkan beberapa pil ke mulutku dan berkata, “selekas tenagamu kembali, lekaslah engkau keluar dan menunggu di mulut jalanan didekat hutan……” "Siapa kakek pincang itu?"

"Siapa lagi kalau bukan kakek pincang yang pernah muncul di biara itu."

'O," seru Han Bi Ing, "dan apakah engkau nurut perintahnya?"

"Bermula aku tak menggubris," kata In Hong, tapi eh, tahu2 tenagaku pulih kembali. Aku dapat berdiri dan bergerak seperti biasa lagi. Sudah tentu akupun harus menurut pesannya. Dan ternyata tak lama kemudian muncullah keparat tadi yang hendak melarikan diri."

"O, kakek pincang itu aneh sekali," kata Han Bi Ing. "Kim toako, bagaimana engkau juga dapat muncul

disini?" tanya Han Bi Ing kepada Kim Yu Ci.

"Marilah kita cari tempat yang aman. aku kuatir tak lama tentu datang pasukan Ceng kemari," kata Kim Yu Ci.

"Benar," sahut Han Bi Ing. Keduanya terus hendak angkat kaki.

"Tunggu," tiba2 In Hong berteriak. "Kenapa sih?"

"Apakah engkau mau membantu aku mengerjakan sesuatu?" tanya In Hong kepada Kim Yu Ci.

"Ya, soal apa?"

"Kita kan akan menyerbu markas pasukan Ceng, bukan?"

"Ya."

"Nah, sebaiknya kita dapat menyamar sebagai prajurit Ceng. Dengan begitu kita dapat bergerak dengan leluasa masuk kedalam markas mencari paman Han." "Ya, benar, engkau cerdik juga," puji Kim Yu Ci. "Ih, aku tak perlu pujian tetapi perlu bantuanmu."

"Untuk melucuti pakaian prajurit2 Ceng itu, bukan?'' Kim Yu Ci tertawa.

"Engkau juga pintar," seru In Hong.

"Aku tak membutuhkan pujian tetapi perintah," sahut Kim Yu Ci tertawa. Ia hendak menambahkan kata2 yang dipakai In Hong tadi kepada dara itu.

"Sudahlah, lekas," seru In Hong. Dia terus mengajak Han Bi Ing berjalan lebih dulu.

"Nih, aku mendapatkan empat stel seragam prajurit yang masih utuh dan bersih. Yang lain2 belepotan darah," beberapa saat kemudian Kim Yu Ci sudah menyusul kedua gadis itu.

"Ya, kita kan hanya bertiga. Mengapa perlu banyak?" kata In Hong.

Mereka bertiga lanjutkan perjalanan. Tetapi tiba2 Han Bi Ing berhenti.

"Kenapa ci Ing?" In Hong heran. "Kita kembali ke rumahku lagi." "Lho, kenapa?"

"Aku ingat, ayah telah membuat sebuah kamar-rahasia. Tempat itu sesuai sekali untuk tempat kita bersembunyi," kata Han Bi Ing.

In Hong dan Kim Yu Ci terpaksa menurut. Setelah masuk kedalam gedung, Han Bi Ing menuju ke taman belakang. Disitu terdapat sebuah batu yang dibentuk seperti gunungan palsu. "Kim toako, tolong engkau dorong batu gunungan ini," kata Han Bi Ing.

Kim Yu Ci menurut.

“Ke timur, baik, tarik mundur lagi,” seru Han Bi Ing. Setelah Kim Yu Ci melakukan perintah, nona itu berseru lagi, "sekarang dorong ke barat       bagus, tarik mundur lagi.

Sekarang ke utara       baik, tarik mundur lagi. Dan sekarang

ke selatan .... tarik mundur lagi “

Serentak terdengar bunyi berderak-derak di batu gunungan itupun bergerak mengisar ke samping. Tempat dimana batu gunungan itu terletak, terbuka sebuah lubang. Dalam lubang terdapat batu titian yang menurun kebawah.

"Terima kasih Kim toako, hayo kita masuk kebawah," kata Han Bi Ing seraya mendahului turun. Setelah Kim Yu Ci dan In Hong ikut turun, maka Han Bi Ing meminta kepada Kim Yu Ci, "Kim toako, tolong tekan palang besi ini kebawah.

Pada dinding terowongan terdapat sebuah besi bulat sebesar bambu. Kim Yu Ci menekanbesi bulat itu kebawah. Terdengar bunyi berderak-derak dan lubang diatas pun tertutup oleh batu gunungan lagi.

Han Bi Ing mengajak kedua kawannya turun ke bawah. Ternyata pada ujung bawah titian itu merupakan sebuah lantai jalan yang menuju kesebuah ruangan. Ruangan itu bersih dan teratur rapih dengan perabot yang lengkap. Disitu terdapat tiga buah kamar.

Kim Yu Ci dan In Hong terkejut. Ruangan itu tidak memakai lampu tetapi cukup terang. Begitu pula hawanya tidak pengap melainkan segar.

''Ci In, ini kamar rahasia dibawah tanah?" tanya In Hong. "Ya."

"Aneh. mengapa sama dengan kamar di rumah biasa.

Dari mana penerangannya ini?" tanya In Hong pula.

"Tuh, lihatlah," Han Bi Ing menunjuk pada sudut tembok ruang, "pada setiap sudut ruang ayah memasang sebuah mutiara Ya-beng-cu. Mutiara yang dapat memancarkan cahaya terang,"

"O," In Hong terkejut, "tetapi mengapa hawa disini juga segar ?"

"Lihatlah diatas itu," kembali Han Bi Ing menunjuk pada langit2. Bukankah terdapat beberapa lubang ?"

"Ya."

"Nah. Iubang2 itu membubung keatas dan tembus pada kolam didalam taman bunga tadi."

'O," In Hong terkejut," mengapa air kolam tak masuk kedalam sini ?"

"Jika engkau memperhatikan keadaan kolam tadi, engkau tentu melihat di permukaan kolam itu terdapat beberapa patung dan bunga teratai yang terbuat daripada batu. Baik patung maupun bunga teratai batu yang menghias kolam itu semuanya berlubang. Nah, hawa sejuk disini berasal dari lubang2 patung dan bunga2 teratai batu itu. Karena patung dan teratai batu lebih tinggi dari air maka airpun tak dapat masuk kemari. Sepintas orang tentu tak mengira bahwa lobang2 itu sebenarnya merupakan lubang hawa."

"Wah, sungguh hebat sekali ayah ci Ing itu.

"Memang sudah jauh-jauh, ayah merasa bahwa kelak pasti akan ada hari2 seperti sekarang ini. Maka sebelumnya ayah telah membuat sebuah kamar rahasia ini." "Lalu ,… "

"Jangan kuatir adik Hong, dikamar rahasia pun telah disediakan bahan makanan kering yang lengkap. Tiap hari engkau boleh makan enak, Han Bi Ing tertawa, lalu berbangkit.

"Kemana ci Ing ?"

"Menyiapkan minuman," kata Han Bi Ing. In Hong mengikuti. Tak lama kedua gadis itu sudah keluar membawa hidangan teh.

"Kim toako, silakan minum," kata Han Bi Ing, "apakah toako mau mandi?”

"Apakah ada air disini?" Kim Yu Ci heran.

"Serba lengkap. Dari air sampai keperluan hidup sehari- hari ada semua. Jika toako ingin mandi air hangat, biar aku kugodokkan air," kata Han Bi Ing seraya berbangkit.

"Ah, tak usah repot2. Aku biasa mandi air dingin,” kata Kim Yu Ci.

Demikian setelah dipersilakan masuk kedalam kamar masing2 dan mandi, mereka lalu duduk ngobrol di ruang tengah. Ternyata disitu Han Bi Ing sudah menyiapkan hidangan mi kuah. Ketiganya makan dengan lahap sekali.

"Ah, rasanya baru kali ini aku makan enak sekali," kata Kim Yu Ci memuji.

"Ih," In Hong cebirkan bibir, "tentu saja. siapa yang masak?"

"Adik Hong !" Han Bi Iug tersipu-sipu dan mencubit lengan dara itu.

"Mengapa mencubit aku ? Memang mi kuah ini rasanya bukan main," kata In Hong. "Bukan begitu," sahut Han Bi Ing, "soalnya Kim toako dan engkau sedang lapar. Kalau lapar masa masakan yang sederhana saja sudah terasa enak sekali."

"Bukan kegitu," bantah In Hong, "terutama karena ada kawan makan seperti ci Ing. "

"In Hong, kau… !" kembali Han Bi Ing mencubit paha

In Hong sehingga dara itu menjerit kesakitan. Kim Yu Ci hanya ganda tertawa saja melihat kelakar kedua gadis itu.

Selesai makan maka Han Bi Ingpun menagih janji, "Nah, sekarang silakan Kim toako menceritakan pengalaman toako ke rumah-makan itu dan mengapa tiba2 muncul di rumahku."

"Baik," kata Kim Yu Cu. Ia mulai bercerita.

Setelah berpisah dengan kedua gadis, Kim Yu Ci yang menyaru sebagai pedagang sayur, menuju ke rumah makan Sin-gwat-wan yang termasyur.

"Tidak beli," sahut pelayan ketika Kim Yu Ci menawarkan ko-cay dan sawi.

"Eh, loji, kocay dan sawi ini tanamanku sendiri. Lain dari yang lain. Kalau nanti tak enak besok boleh engkau minta ganti kerugian kepadaku. Nanti aku bayar dua kali lipat."

"Eh, bung, enak saja kalau ngomong," tegas pelayan yang bertubuh gemuk," tak mungkin engkau mau nongol lagi kemari.

"Boleh cari aku ke desa sana."

''Edan ! Untuk mencarimu berapa banyak duit yang harus kukeluarkan untuk ongkos perjalanan. Belum waktu dan tenagaku." "Kalau begitu, bung beli sajalah ko-cay dan sawi ini.

Biarlah kukasih harga murah." "Berapa harganya ?"

"Terserah bung mau bayar berapa."

"Lho, koq aneh, mengapa orang jualan koq terserah pada yang beli. Bagaimana kalau kuambil saja ?" tanya pelayan berseloroh.

"Silakan, boleh saja," kata Kim Yu Ci tertawa lebar, "Benar?"

"Ya."

"Baik," kata pelayan terus hendak mengambil-sayur.

Tetapi tiba2 Kim Yu Ci mencegah. Nanti dulu bung." "Ye, menyesal, ya ?" pelayan deliki mata.

"Tidak," sahut Kim Yu Gi, "aku hanya minta tolong supaya engkau sampaikan kapada majikanmu bahwa sayur ini dari daerah tenang."

"Buat apa?"

"Sudahlah, kalau engkau tak mau akupun takkan memberikan sayur ini kepadamu. Nenti paman Liang tentu senang mendengar kabar itu."

"Eh, engkau sudah kenal kepada majikanku?”

"Dulu kami berasal sedesa. Lekaslah, tolong beri tahu kepadanya," kata Kim Yu Ci.

Pelayan itu masuk dan tak lama kemudian nampak dia bergegas keluar," Bung, tuan mengundang engkau masuk."

"Terima kasih. Ambillah semua ko-cay dan sawiku," kata Kim Yu Ci terus mengikuti pelayan masuk kedalam. Rumah itu cukup panjang dan dalam. Bagian muka memang digunakan untuk rumanmakan dan rumah penginapan. Sedang pemiliknya sendiri menempati  dibagian belakang, sebuah bangunan tersendiri yang dipisahkan dengan lingkaran pagar tembok.

Setelah pelayan disuruh keluar, tuanrumah atau majikan rumahmakan yang bernama Liang Beng San segera mengundang Kim Yu Ci duduk didalam. Dia seorang lelaki setengah tua, berwajah bersih dan ramah.

"Benarkah sayur yang engkau bawa itu berasal dari daerah tenang?" Liang Beng San memulai pembicaraan.

"Benar aku disuruh Giok Sian suthay untuk menemui tuan," kata Kim Yu Ci.

"O, apakah anda mempunyai kesulitan?"

"Benar," dengan terus terang Kim Yu Ci lalu menceritakan tentang kedatangannya di kota Thay-goan untuk mencari tahu keadaan Han Bun Liong.

"O, apakah nona Han juga datang?" Lian Beng San terkejut."

"Ya."

"Ah, berbahaya sekali," kata pemilik rumahmakan itu, "kota ini penuh dengan prajurit Ceng dan mata2 mereka. Setiap pendatang tentu akan diikuti mereka."

"Benar, tetapi dengan menyaru sebagai tukang sayur dan nikoh, rasanya kami telah lolos dari kecurigaan mereka."

'Tentang Han wan-gwe, memang para ho-han golongan hiap-gi sudah berusaha untuk membebaskan. Tetapi sayang selama ini masih belum berhasil. Han wan-gwe telah disekap dalam sebuah perjara dibawah tanah."

"Dimana?" Kim Yu Ci terkejut. "Di markas pasukan Ceng yang menduduki kota ini.

"Lho, bukankah mereka telah mengangkat seorang tihu, perlu apa mereka masih menempatkan pasukan disini?"

"Jangan heran," kata Liang Bun San, "mana kerajaan Ceng mau percaya seratus persen pada orang Han. Di tiap kota besar mereka masih menempatkan pembesar tentara yang berpangkat tau-tok ( penilik ) untuk mengawasi pekerjaan, sekalian untuk menjaga keamanan kota."

Seorang pelayan perempuan muncul membawa nampan hidangan arak. Setelah pelayan pergi Liang Bun San lalu menuang arak ke dalam sebuah cawan. Mengangkat cawan, dia menghaturkannya kearah Kim Yu Ci.

Kim Yu Ci terkejut melihat cara tuanrumah menghaturkan arak. Cawan arak itu seperti terbang melayang ke arah Kim Yu Ci.. Dia terkesima karena ternyata pemilik rumahmakan itu juga memiliki ilmu tenaga-dalam yang hebat sekali. lapun tahu kalau tuanrumah hendak mengujinya.

"Ah, mengapa lo-jin-ke (sebutan menghormat untuk orangtua) harus sibuk melayani aku terima kasih," seru Kim Yu Ci. Diapun hendak unjuk kepandaian. Pada waktu cawan masih berada pada jarak satu kaki dari mulutnya, ia menggunakan tenaga-dalam menyedot arak itu. Dan ketika cawan menghampiri ke muka ternyata sudah kosong. Cawan itu ditiupnya ke muka sehingga melayang kembali kepada Liang Beng San, "terima kasih atas penghargaan lo- jin-ke kepadaku.

Liang Beng San terkejut, Dia hendak menyambuti cawan itu. Tetapi pada saat cawan tersentuh tangan, tiba2 cawan itu pecah berhamburan ke meja. Merah muka Liang Beng San, "Ah, siauhiap sungguh hebat sekali," serunya dengan tertawa “inilah yang disebut 'ombak sungai Tiang-kiang yang dibelakang mendorong yang dimuka', ha, ' ha. "

Yang dimaksudkan dengan perumpamaan bak sungai Tiang-kiang itu tak lain berarti yang muda akan menggantikan yang tua.

"Ah, cianpwe merendah diri," kata Kim Yu Ci, "masakan aku mampu menandingi kesaktian cianpwe."

Keduanya tertawa.

"Siau-hiap, bolehkah aku mengetahui siapa nama siau- hiap?" tanya Liang Beng San.

"Aku yang rendah orang she Kim nama Yu Ci. Yu mempunyai, Ci cita-cita."

"Ah, Yu Ci mempunyai cita2, sunggah suatu nama yang bagus. Tetapi .... she Kim ? Apakah siauhiap mempunyai hubungan keluarga dengan Kim Thian Cong tayhiap ?"

"Dia adalah ayahku."

"Oh ," serta merta Liang Beng San berbangkit dan

memeluk Kim Yu Ci, "oh, siau-tit ternyata engkau ini putera Kim tayhiap "

"Apakah lo-jin-ke kenal dengan ayahku ?"

"Dia adalah in-jin (penolong) yang telah menyelamakan jiwa keluargaku. Menurut pesan ayah, apabila berjumpa dengan Kim tayhiap aku harus membalas budi. Jika Kim tayhiap sudah meninggal, harus kepada anak cucunya. Karena dulu waktu keluarga dirampok penjahat, Kim tayhiaplah yang telah menolong dan menyelamatkan jiwa seluruh keluargaku." "Ah, harap lojin-ke tak usah mengingat hal itu. Sudah layak apabila kaum persilatan itu memberi pertolongan kepada orang yang sedang ditimpa kesulitan. Dan sudah menjadi kewajiban bagi kaum persilatan untuk membasmi kejahatan, maka kuharap jangan lo-jin-ke memperlakukan aku terlalu istimewa."

Liang Beng San tertawa," Baiklah, siauhiap. Memang benar kata sebuah pepatah 'Harimau tentu beranak harimau'. Kim tayhiap seorang pendekar besar, puteranya juga seorang pendekar yang hebat."

"Ah, lo-jin-ke," kata Kim Yu Ci kikuk, "rasanya malu sekali hatiku apabila terus menerus menerima pujian lo jin- ke. Bagaimanapun juga aku seorang muda yang masih kurang pengalaman. Dalam hal ini kumohon lo jin-ke suka memberi petunjuk."

Demikian keduanya segera tampak amat akrab sekali. Kemudian setelah membicarakan soal Han Bun Liong. berkatalah Liang Beng San, "Dalam menolong Han wan- gwe, memang diperlukan suatu pemikiran yang terarah. Karena tempat itu ibarat sebuah sarang harimau dan naga."

"Baik," kata Kim Yu Ci, "siapakah nama dari pembesar Ceng yang menjadi kian-tok di kota ini ?"

"Panglima Taras."

"Mengapa Han cianpwe tak dibunuh ?"

"Bukan saja tak membunuhnya, pun bahkan panglima Ceng itu menyiarkan berita tentang ditangkap dan ditawannya Han wan gwe dalam penjara di markas mereka."

'"O, apa maksudnya ?" “Untuk menjebak kaum persilatan yang hendak menolong Han wan-gwe !"

"O, pintar sekali panglima itu," seru Kim Yu Ci, "tetapi apakah sudah ada kaum persilatan yang hendak menolong Han cianpwe ?"

'Tidak sedikit," kata Liang Beng San, "tetapi tak pernah ada yang keluar lagi."

"Ah……” Kim Yu Ci terkejut, "jika demikian tentulah penjara itu dijaga ketat sekali.”

"Benar," jawab Liang Beng San, "berpuluh-puluh jago persilatan golongan hitam telah dipekerjakan untuk menjaga dan menangkap setiap kaum persilatan yang datang hendak menolong Han wan-gwe."

Kim Yu Ci termenung diam. Dia membayangkan betapa sukar untuk melaksanakan usaha pertolongan kepada Han Bun Liong itu.

"Hola, aku ingat," tiba2 pemilik rumahmakan itu berseru sehingga Kim Yu Ci terkejut dan memandangnya.

"Dua hari lagi, akan ada perayaan besar di kota ini," kata Liang Beng San, "sejak kemarin sudah ada pengumuman bahwa nanti dua hari lagi, seluruh penduduk Thay-goan harus mengibarkan bendera. Dan paginya diharuskan berkumpul di lapangan halaman markas tentara Ceng untuk ikut menghadiri upacara."

"Perayaan apa saja ?"

"Perayaan untuk memperingati ulang tahun Raja Ceng dinobatkan sebagai raja kerajaan Ceng di kota Pak-khia, sekali gus merupakan hari kemenangan tentara Ceng," kata Liang Beng San "pada malam harinya akan ada pawai besar antara lain barong-say dan liang-liong " 'O, bagus, terima kasih lopeh," kata Kim Yu Ci, "bukankah maksud lopeh, pada hari itu penjagaan penjara tentu agak longgar bukan ?"

"Mudah-mudahan begitu, siauhiap," kata Liang Beng San, "mereka tentu sibuk uutuk menghadiri rapat besar dan menyaksikan pawai penghormatan itu. Terutama panglima Taras tentu sibuk."

"Tetapi......" belum sempat Kim Yu Ci beikata, Liang Beng San sudah membuka suara lagi.

"Tetapi bagaimana, lopeh ?"

"Siau-hiap hanya bertiga, apakah mungkin dapat menyelundup kedalam penjara itu ?"

"Sudah tentu akan kuselidiki dulu tempat itu baru nanti kurencanakan bagaimana tindakanku selanjutnya."

"Ya, benar, tetapi kalau hanya tiga orang kurasa tentu sukar berhasil. Maaf, bukan aku merendahkan kemampuan siauhiap tetapi penjara itu benar2 dijaga amat kuat sekali. Aku menguatirkan keselamatan siauhiap bertiga."

"Ya, akan kuperhatikan pesan lopeh. Tetapi sudah menjadi tekad kami bertiga jauh-jauh datang kemari, adalah karena hendak menyelamatkan Han cianpwe. Bahwa usaha itu akan gagal dan akan meminta korban jiwa, kamipun sudah siap."

Liang Beng San mengangguk. Dia diam beberapa saat, kemudian berkata, "Begini saja. Karena usaha menggempur penjara itu termasuk suatu peristiwa besar maka aku hendak menghubungi beberapa tokoh persilatan yang sehaluan untuk membantu usaha siauhiap. Bagaimana, apakah siauhiap dapat menerima?" "Terima kasih, lopeh," kata Kim Yu Ci, “sudah tentu kami akan menyambut dengan gembira bantuan mereka."

"Baik jika begitu, besok malam kuharap siau-hiap suka berkunjung kesini lagi untuk mendapat pastian dari usahaku."

Begitulah setelah mencapai sepakat, Kim Yu Ci lalu minta diri. Sebenarnya Liang Beng San minta agar Kim Yu Ci menginap di rumahnya tetapi Kim Yu Ci tak mau. Hal itu akan membahayakan keselamatan Liang Beng San karena mata-mata Ceng banyak berkeliaran di kota itu.

Dari rumahmakan, Kim Yu Ci terus langsung menuju ke pagoda tua, tempat dimana dia dan kedua gadis akan bertemu. Tetapi sampai hampir tengah malam belum juga kedua gadis itu muncul. Dia heran dan gelisah.

Tiba2 muncul seorang tua pincang dan bertingklang- tingklang karena dikejar oleh dua orang lelaki.

Begitu tiba dihadapan Kim Yu Ci, Orang pincang itu berkata, "Apa engkau mau menolong aku?"

Kenapa?"

"Sudahlah nanti kuceritakan. Aku dikejar hendak ditangkap kedua mata2 Ceng itu, tolonglah!"

"Baik, lekas engkau lari ke belakang pagoda," kata Kim Yu Ci yang terus menghadang tengah jalan.

"Hai, siapa engkau?" tegur kedua lelaki yang mengejar orangtua pincang tadi.

"Tak perlu tanya," jawab Kim Yu Ci, "mengapa engkau mengejar orangtua yang kakinya pincang itu?"

'Dia mencuri!" "Mencuri apa?" "Uang dan kuncir kami berdua!"

"O," kini Kim Yu Ci baru tahu kenapa orangtua pincang itu dikejar-kejar. Dia terka mengapa orangtua pincang itu mencuri kuncir rambut orang," bagaimana mungkin seorang tua pincang dapat mencuri uang dan kuncirmu."

"Ini buktinya," salah seorang dari kedua pengejar itu balikkan tubuh. Memang kuncir di belakang kepalanya hilang.

"Mengapa dia mampu melakukan itu?"

"Bermula aku kasihan karena dia minta uang. Waktu kuberi tiba2 dia menjerit dan menunjuk ke belakang '

hai, setan itu .......... ' . Sudah tentu aku dan kawanku terkejut dan berputar tubuh ke belakang. Ternyata tidak ada apa2. Aku marah. Tetapi orangtua pincang itu mengatakan kalau dia benar2 melihat sesosok bayangan hitam melesat kedalam gerumbul pohon. Lalu aku dan kawanku memeriksa kedalam gerumbul. Juga tak melihat suatu apa. Ketika kami balik ternyata orangtua pincang itu sudah lenyap. Dan pada waktu itu kawanku menjerit mengatakan kalau kuncirku hilang. Aku juga berteriak dan mengatakan bawa kuncirnya juga hilang. Saat itu baru kami sadar kalau dipermainkan bangsat pincang itu "

'"Ha, ha, ha," Kim Yu Ci tertawa, "mengapa engkau marah? Uangmu berapa, akan kuganti.”

"Bukan uangnya yang penting tetapi kuncir itu. Kalau tak pakai kuncir kami berdua tentu akan dihukum oleh atasan kami. Undang-undang negara mengatakan bahwa setiap orang lelaki harus memelihara kuncir. Barangsiapa yang tidak pakai kuncir akan dijebloskan dalam penjara."

"Engkau kan orang Han, mengapa harus tunduk pada perintah orang Boan!" 'Tutup mulutmu!" bentak orang itu, "enak saja engkau ngomong. Bukankah sekarang yang berkuasa ini kerajaan Ceng."

"Lho, apa engkau kerja pada pemerintah Boan?" "Ya."

"Jadi antek atau jadi mata-mata?"

"Bangsat, jangan menghina! Kami berdua ini orang kepercayaan panglima Taras yang berkuasa di kota Thay- goan."

"Bukan di kota Thay-goan tetapi di markasnya. Sebab kalau disini, aku yang berkuasa."

"Gila engkau!" teriak orang itu deliki mata.

"Lihat," Kim Yu Ci memutar kepalanya, aku juga tak pakai kuncir. Perlu apa engkau takut?"

"Engkau pemberontak!"

"Bukan," bentak Kim Yu Ci, "aku bukan pemberontak tetapi pembela tanah-air. Kalianlah yang antek dan penghianat. Sudahlah, pulang saja, jangan mengejar orangtua itu. Dia tak salah. Dia malah memberi peringatan baik kepada kalian bahwa sebagai orang Han kalian jangan pakai kuncir. Apa itu salah?"

"Bangsat!" orang itu berteriak terus memukul Kim Yu Ci.

Kim Yu Ci menghindar.

"Silakan kalian maju berdua saja. Biar cepat kuringkus," seru Kim Yu Ci.

"Bangsat engkau !" orang yang keduapun memaki dan terus ikut menyerang. Tetapi kedua mata2 itu hanya jago2 kelas dua. Sudah tentu tak tahan lama melawan Kim Yu Ci. Keduanya dapat dirubuhkan.

"Ampun hohan, jangan bunuh kami," keduanya meratap minta ampun.

"Mengapa minta ampun?"

"Hamba masih mempunyai tanggungan keluarga. Kalau hohan membunuh hamba, keluarga hamba pasti berantakan."

"Apa kalian tak pernah membayangkan bagaimana resikonya orang yang jadi antek musuh itu?"

"Ya, tetapi apaboleh buat, Hamba harus mencari makan untuk keluarga."

"Apakah menjadi antek orang Boan itu satu-satunya jalan untuk mencari makan ?"

"Maaf, hohan, kami sudah biasa hidup dikota. Tetapi kami termasuk orang miskin. Tak punya modal berdagang terpaksa harus bekerja. Cari pekerjaanpun sukar maka terpaksa menjadi mata-mata."

"Hm, baik," kata" Kim Yu Ci. "kalian harus memberitahu dengan sejujurnya. Apa saja yang saat ini kalian dapatkan dari usaha kalian ? Maksudku, apakah ada suatu peristiwa atau orang yang kalian curigai ?"

"Kami memang hendak menyusul pimpinan kami ke gedung keluarga Han."

"Gedung keluarga Han Bun Liong?" Kim Yu Ci menegas kaget.

"Benar," kata kedua orang itu," pimpinan kami memberi perintah agar anakbuahnya semua mengepung gedung itu. Dan kedua pimpinan kami akan masuk kedalam gedung itu."

"Mengapa?"

"Karena kami telah melaporkan bahwa dua orang nikoh muda masuk kedalam gedung itu. Padahal gedung itu sudah sejak lama kosong."

"Siapa kedua pimpinan kalian itu ?"

"Pang Kim dan Lim Tong, pengawal peribadi Sou tihu." "O, kalian ini menjadi mata2 yang bekerja pada tihu ?" Kedua orang itu mengiakan.

"Benarkah keterangan kalian ini?"

"Kalau ada sepatahpun yang bohong, hamba bersedia dipotong kepala."

"Hmm. baiklah, apa kalian masih akan kembali ke tempat tihu ?"

"Tidak, hohan. Setelah hamba tak berkuncir, hamba takut kembali ke sana, karena tentu dihukum."

"Hm, mengingat kalian mau memberi keterangan, aku dapat memberi ampun…... Tatapi ingat kalau lain waktu aku masih mendapatkan kalian sebagai mata2 tihu, kalian tentu kubunuh !"

Kedua orang itu mengiakan.

"Terimalah uang ini, sekedar untuk bekal hidup. Pergilah ke desa dan bertanilah saja," kata Kim Yu Ci sembari menyerahkan beberapa tail keping uang perak. Kedua orang itupun tersipu-sipu menghaturkan terima kasih dan terus tinggalkan tempat itu. Kim Yu Ci teringat kakek pincang yang disuruhnya bersembunyi dibelakang pagoda. Dia sepera mencari tetapi kakek itu tak berada disitu.

"Oh, apa kakek pincang itu bukan kakek pincang yang muncul di biara Ceng-leng-kwan itu?" tiba2 Kim Yu Ci teringat, "ah, biarlah. Aku harus cepat2 mencari kedua gadis itu.

“Itulah sebabnya mengapa aku muncul di halaman gedung keluargamu. Ing-moay," kata Kim Yu Ci.

"Lagi2 kakek pincang, lagi2 kakek pincang, siapakah gerangan orang itu ? Mengapa dia terus membayangi langkah kita saja ?" gerutu In Hong.

"Kukira dia seorang kawan yang membantu kita secara tersembunyi," kata Han Bi Ing.

"Mengapa ci Ing mengatakan begitu ?"

"Seperti peristiwa yang dialami Kim toiko, apakah tidak berarti kekek itu memang sengaja memancing kedua mata2 itu supaya dibekuk Kim toako?"

"Apa perlunya begitu ?"

"Eh, engkau ini bagaimana. Karena dapat membekuk kedua mata2 itu maka Kim toako bisa memperoleh keterangan tentang kita berdua berada disini. "

"O, benar. Tetapi mungkin saja, belum pasti. Pokoknya kalau bertemu dengan kakek pincang itu, tentu akan kuringkusnya."

"Kenapa ?" tanya Kim Yu Ci.

"Dia harus memberi keterangan tentang perbuatannya selama ini. Kalau dia memang lawan, kita bunuh saja. Tetapi kalau kawan, juga akan kutampar mulutnya." "Ih, kenapa ?" seru Han Bi Ing.

"Kalau memang kawan mengapa tak mau unjuk diri secara terang-terangan saja ? Mengapa harus mempermainkan kita?"

"Ya, benar, Memang kakek pincang itu harus engkau hajar, biar kapok," kata Kim Yu Ci.

"Eh, Kim toako, mengapa engkau malah menganjurkan begitu ?" tegur Han Bi Ing.

"Karena tak mungkin nona In mampu menangkapnya.

Dia memiliki ilmu gin-kang yang luar biasa."

"Jangan menghina bung. Mentang2 engkau dipanggil toako oleh ci Ing, engkau terus mengejek aku. Lihat saja nanti . , aduh ….”

Tiba2 dara itu menjerit karena lengannya di cubit Han Bi Ing, "Awas, kucubit mulutmu nanti …."

"Ai cici suka mencubit. Awas lho engkau !" In Hong meiirik kepada Kim Yu Ci.

Dahulu Kim Yu Ci hanya ditempa dalam ilmu silat dan keksatryaan. Dan kemudian setelah menjadi ketua partai Seng-lian-kau dia banyak bergaul dan hidup dalam lingkungan kaum silat Pikirannya hanya terisi dengan ambisi menjadi ketua dunia persilatan dan menjatuhkan setiap lawan yang berani menentangnya. Masa remaja habis dalam dunia kependekaran.

Tetapi kini setelah dia kembali ke dunia yang tenang, menjadi seorang pemuda biasa dan bergaul dengan jenis lawannya, maka terbukalah alam pikirannya, bahwa di dunia ini masih terdapat suatu keindahan lain daripada dunia persilatan dengan segala kekerasannya. Terutama karena secara kebetulan dia bertemu dengan Han Bi Ing yang halus budi pekerti dan In Hong yang centil, semangatnyapun makin lain. Dia mempunyai pandangan lain dari dulu, terhadap dunia. manusia dan terutama terhadap kaum gadis. Mungkin hal itu disebabkan dari nalurinya sebagai seorang anakmuda yang sudah cukup umur. Maka dia pun berobah sabar dan mengalah kepada si centil In Hong dan mengindahkan terhadap Han Bi Ing.

"Sudahlah, jangan guyon saja. Sekarang kita rundingkan bagaimana tindakan kita?" tukas Kim Yu Ci.

"Menurut keterangan pemilik rumahmakan dua hari lagi kota ini akan mengadakan perayaan besar, memperingati hari ulangtahun berdirinya kerajaan Ceng. Memang itu merupakan suatu kesempatan untuk menerobos penjara. Tetapi kita hanya bertiga, mungkinkah kita mampu menolong ayah?"

"Hal itu memang sudah menjadi pemikiran Liang lopeh. Itulah sebabnya besok pagi aku minta datang kesana lagi Mungkin dia akan ngadakan hubungan dengan beberapa kawan,” kata Kim Yu Ci.

"Kalau aku, mudah saja," tiba2 In Hong nyelutuk, "diwaktu perayaan, kita bakar saja markas itu. Waktu mereka sibuk mengurusi api, kita serbu penjara dan menolong Han peh-hu. Mudah dan praktis, bukan ?''

"Lu ngomong enak saja," kata Kim Yu apa engkau anggap mereka itu hanya patung2 saja dan membiarkan engkau membakar markas mereka?"

'"Memang mereka bukan patung, tetapi apa sih susahnya melawan prajurit2 kantong nasi begitu?” bantah In Hong.

“Ah, mana engkau tahu," kata Kim Yu Ci, markas mereka tidak hanya dijaga prajurit tetapi juga jago2 silat yang berilmu tinggi. Sedang panglima Taras sendiri, kabarnya juga sakti."

"Akulah yang akan menghadapinya!" In Hong menantang.

Kim Yu Ci hanya tertawa dan geleng2 kepala.

"Adik Hong," kata Han Bi Ing, "jika bertempur satu lawan satu seperti di kalangan kaum persilatan, kupercaya engkau dapat menghadapi panglima itu. Tetapi tak mungkin mereka akan menurut engkau ajak bertempur cara begitu. Mereka tentu akan menyerbu engkau seperti dalam tandan perang. Engkau kan hanya punya dua buah tangan. Mampukah engkau menghadapi berpuluh-puluh tangan mereka?"

"Cici, untuk menolong peh-hu, aku bersedia mengorbankan jiwaku!" seru In Hong.

"Hong adikku yang tersayang," seru Han Bi Ing penuh haru, "aku tahu bagaimana hati dan pribadimu. Justeru karena begitu besar rasa pengorbananmu kepada ayahku, aku juga wajib memikirkan keselamatan dirimu. Aku tak setuju dengan caramu yang hanya berarti akan mengantarkan jiwa itu."

"Begini saja," kata Kim Yu Ci, "besok pagi aku akan keluar untuk melakukan penyelidikan, baik mengenai penjagaan dalam penjara itu, keadaan markas dan kemungkinan2 masuk ketempat Han peh-hu. Setelah itu sekalian aku akan menemui Liang lopeh. Sepulangnya lagi kemari, baru nanti kita tentukan langkah."

Han Bi Ing dan In Hong menyetujui. Kemudian In Hong bertanya, "Ci Ing apakah di kota ini engkau tak kenal dengan seseorang yang menjadi sahabat baik Han peh-hu ?"

"Kenal," kata Han Bt Ing, "lalu apa maksudmu ?" "Apabila tuan Kim hendak melancong….......

"Eh, dara centil, mengapa panggil orang dengan sebutan 'tuan' segala ?" teriak Kim Yu Ci.

"Kan yang berhak memanggil toako adalah ci Ing ….......

"In Hong ?" Han Bi Ing menjerit dengan pipi yang merah, "jangan bergurau saja !"

"Ya, ya, maaf," In Hong mengikik, "kalau dia besok pagi hendak keluar melakukan penyelidikan, kita berdua kan juga tak betah kalau harus mengeram disini. Lebih baik kita juga coba menghubungi sahabat baik dari Han pehhu "

'Ya, baiklah," kata Han Bi Ing.

"Tetapi apa tidak berbahaya kalau kalian keluar hm,

kalau memang hendak keluar kalian harus mengenakan pakaian nikoh lagi agar tidak dicurigai mereka," kata Kim Yu Ci."

Pendapat Kim Yu Ci itu disetujui. Setelah omong2 beberapa saat. mereka lalu masuk tidur.

Keesokan harinya ketika duduk minum teh, bertayalah Kim Yu Ci, "Ing-moay, apakah ruang rahasia ini tiada jalah lain kecuali dari pintu diatas tadi?"

"Ada," sahut Han Bi Ing, "tetapi sudah tidak dipakai, mungkin lorong itu kotor."

"Lorong ?*

"Ya, lorong terowongan yang tembus kesebuah hutan." "Mari," kata Han Bi Ing seraya berbangkit menuju ke

kamarnya." "Ci Ing," teriak In Hong," kita ini akan masuk kekamarmu, lho !"

"Ya, kenapa ?."

"Bukankah engkau hendak menunjukkan lorong terowongan rahasia itu ?"

"Ya," Han Bi Ing tetap melangkah masuk dalam kamarnya. Ia menurunkan sebuah pigura dan menekan dindingnya. Dinding itu segera terbuka dan didalam dinding yang sebesar kotak kecil itu terdapat sebuah tombol.

Ketika tombol ditekan, tiba2 lantai dimuka ranjang, amblong kebawah. Dan tampaklah sebuah titian batu.

"Inilah," kata Han Bi Ing

"Mari kita turun," kata In Hong. Mereka bertiga lalu menuruni titian. Sampai dibawah mereka berhadapan dengan sebuah lubang terowongan. Dengan menggunakan obor, mereka menyusur' terowongan itu. Untung terowongan itu tidak begitu kotor. Dan akhirnya mereka muncul disebuah hutan kecil.

"Ah, Han peh-hu benar2 luar biasa!" Kii Yu Ci berseru memuji.

"Tetapi mengapa sampai tertangkap?" tanya In Hong. "Ayah seorang yang sabar tetapi keras pendirian.

Kemungkinan dia tentu memimpin rakyat untuk menghalau serangan tentara Ceng dan akhirnya terluka lalu ditawan mereka."

"Lalu bagaimana kita sekarang ini?" tanya Han Bi Ing. "Baik kita lakukan rencana tadi. Aku akan masuk ke kota

untuk   melakukan   penyelidikan   kalian   berdua  menyaru sebagai nikoh apabila hendak mengunjungi salah seorang sahabat Han pek-hu dalam kota," kata Kim Yu Ci.

Mereka setuju. Setelah masuk ke kota mereka berpisah dan malam nanti akan kembali ke dalam kamar rahasia lagi.

Kim Yu Ci yang menyelidiki ke tempat markas pasukan Ceng ketika melalui sebuah tempat yang ramai, melihat ada sebuah warung minuman yang penuh tetamu. Tiba2 ia mendapat pikiran, Biasanya dalam warung2 atau kedai minum, sering dapat mendengar berita2 yang menarik. Ia pun singgah di warung itu.

Saat itu masih pagi. Orang2 yang berkunjung ke warung itu kebanyakan membutuhkan sarapan pagi. Warung itu terkenal dengan bubur ti-tenya. Banyak tetamu yang sedang menikmati hilangan bubur itu.

Kim Yu Ci mengambil tempat duduk di dekat jendela dan pesan bubur juga.

“Hai, Lo Siang, apa besok engkau tak turut main liang- liong?" terdengar seorang lelaki yang duduk dengan beberapa orang berseru.

"Tentu saja," . sahut seorang lelaki bertubuh kekar yang dipanggil Lo Siang itu.

"Tetapi kabarnya orang Hek-liong-pang juga akan keluar. Malah katanya mereka mendapat tambahan beberapa jago silat yang hebat," kata orang yang pertama.

"Ya," sahut Lo Siang atau tepatnya Siang Ji "biar mereka cari jago, tetapi perkumpulanku tidak.”

"Wah, jangan meremehkan kekuatan Hek-liong-pang (perkumpulan Naga Hitam). Kabarnya Hek-liong-pang mendapat dukungan dari tihu. Benarkah itu ? "Ya, karena ketua Hek-liong-pang bersedia membantu pada tihu.

"Wah, kali ini perkumpulanmu tentu menghadapi ujian yang berat. Selain Hek-liong pang, kabarnya kali ini Ceng- liong-pang juga akan keluar. Sudah beberapa tahun Ceng- liong pang (perkumpulan Naga Hijau) tidak muncul. Kalau kali ini mereka berani keluar, jelas tentu sudah menyusun kekuatan."

"Ya, kalau memang begitu keadaannya, pun terpaksa harus menghadapi.''

"Benar, Lo Siang," kata orang itu, "perkumpulanmu sudah dikenal sebagai yang terkuat selama beberapa tahun ini, Kalian harus jaga nama dengan sungguh2."

"Wah, besok malam kita bakal menyaksikan tiga perkumpulan liang-liong yang akan memperebutkan juara," seru beberapa orang.

Kim Yu Ci mendengarkan dengan penuh perhatian. Namun ia tak tahu mengapa perkumpulan liang liong harus saling berebut kejuaraan

Setelah Siang Ji Un keluar, Kim Yu Ci segera membayar makanannya dan mengikuti orang itu. Ia hendak meminta keterangan tentang kumpulan2 liang liong di kota Thaygoan.

Ketika membiluk kesebuah lorong yang sepi, Kim Yu Ci hendak mengejar tetapi tiba2 dari arah muka muncul sekawanan pemuda yang berpakaian hitam. Kopiah dan sabuknya juga terbuat dari pada kain hitam. Bahkan sepatunya juga hitam

Ketika berhadapan dengan Siang Ji Un, salah seorang dari kawanan pemuda itu berseru kepada kawannya, "Hai, kawan, kabarnya anakbuah Pek-liong-pang itu gagah berani

?"

"Ya, kata orang,"

"Kata orang itu hanya desas desus yang tidak benar. Nyatanya, kalau tidak bergerombol dengan kawan- kawannya, anakbuah Peng-liong-pang itu seperti tikus yang melihat kucing."

"Salah !" sahut seorang pemuda baju hitam yang lain. "Apanya yang salah ?"

"Bukan seperti tikus melihat kucing, tetapi memang benar2 tikus yang melihat kucing."

"Kawanan tikus mau jadi anggauta perkumpulan liang- liong, huh ,...!"

"Tikus memang licik !”

Mendengar itu Siang Ji Un tak kuasa menahan kemarahannya lagi. Serentak dia menegur, “Hai, kamu, siapa yang kamu katakan tikus itu ? ayo bilang!"

"Engkau tikus atau bukan?" sahut pemuda yang bermata sipit.

“O, rentanglah matamu lebar2, aku ini tikus atau bukan!" seru Siang Ji Un.

"Engkau?" seru pemuda mala sipit, “engkau manusia tikus, ha, ha, ha ! "

"Bangsat!" bentak Siang Ji Un, "jangan menghina orang.

Mentang2 engkau berkawan banyak.”

"Lho, engkau menantang? Biar berkawan banyak tetapi kalau hanya menghadapi engkau aku sendiri sanggup!" “Hm, jelas engkau hendak cari perkara,” kata Siang Ji Un, "bukankah engkau ini anakbuah Hek-liong-pang?"

"Kalau sudah tahu mengapa engkau tak lekas minta maaf!" seru pemuda mata sipit.

"Huh, siapa sudi minta maaf pada seekor monyet seperti engkau!"

"Bangsat engkau!" pemuda mata sipit itu terus menerjang. Dan terjadi pertempuran antara dia dengan Siang Ji Un. Sementara pemuda2 lain segera mengepung Siang Ji Un. Mereka memang tidak ikut mengeroyok tetapi bicara tak keruan memaki dan menghina Siang Ji Un.

Dalam suatu kesempatan Siang Ji Un berhasil menyapu kaki lawan sehingga pemuda mata sipit itu jatuh terjerembab kebelakang. Siang Ji Un hendak menghampiri tetapi tiba'2 tengkuk bajunya ditarik sekuat-kuatnya dari belakang, “Jangan kurang ajar, tikus!"

"Inilah, dukkkk ....... , " ketika tubuh Siang Ji Un terpelanting ke belakang, sedang pemuda baju hitam sudah siap menyambut dengan tinjunya. Auhhhh .... Siang Ji Un mendekap perut dan terhuyung-huyung kebelakang, plak

....... seorang pemuda baju hitam yang lain menendangnya. Duk .... yang lain menghantam punggungnya. Demikian Siang Ji Un telah dijadikan bulan2an sasaran tinju dan kaki kawanan pemuda baju hitam itu.

"Uhhhh ....... , " ketika seorang pemuda baju hitam hendak menendang, tiba2 tengkuk leher bajunya ditarik ke belakang oleh sebuah tangan yang kuat. Dan pemuda baju hitam lain yaug hendak mengangkat tinjunya, juga ditarik ke belakang oleh tangan kuat itu sehingga pemuda itu jatuh bangun sampai beberapa kali. Serentak berhentilah pemuda2 yang tengah mempermainkan Siang Ji Un.

"Hai, siapa engkau? Apakah engkau kawannya?" seru pemuda bermata sipit.

'Ya," kata Kim Yu Ci, "kalian terlalu kejam dan pengecut sekali. Masakan beberapa orang bengeroyok seorang."

"Itu urusanku, jangan ikut campur kalau engkau minta selamat!"'

"Ya, aku memang minta tidak selamat. Silahkan kalian maju semua saja!" tantang Kim Yu Ci.

Kelima pemuda baju hitam yang masih belum terluka itu segera menyerang Kim Yu Ci. Tetapi mereka hanyalah pemuda2 yang belum berapa tinggi ilmusilatnya. Sudah tentu mereka tak tahan lama menghadapi Kim Yu Ci. Untung Kim Yu Ci tak mau melukai mereka. Cukup hanya dengan menempeleng dan menampar saja, mereka sudah lari tunggang langgang.

"Terima kasih, hohan," kata Siang Ji Un yang mukanya bengap2.

"Ah, tak apa. Siapakah mereka ?"

"Mereka adalah anakbuah perkumpulan liang liong Hek- liong-pang."

"Mengapa mereka mencari perkara kepadamur*

"Ya, karena persoalan liang-liong Di kota Thay-goan terdapat beberapa perkumpulan liang liong. Tetapi yang terbesar adalah tiga yakni, Pek hong-pang, Hek-liong-pang dan Ceng-hong pang,

Kim Yu Ci mengangguk dan minta keterangan mengapa mereka sampai bermusuhan. "Sudah menjadi adat naluri di kota ini. tiap tahun tentu diadakan perayaan liang-liong. Bermula diantara beberapa perkumpulan liang liong itu bermula karena ingin menunjukkan kebolehannya, terjadi bentrokan kecil. Mereka berebut daerah. Yang menang menguasai daerah 'basah'."

"Apa artinya daerah 'basah' itu ?"

"Daerah ‘basah' yalah daerah tempat tinggal orang kaya. Disitu penduduknya mampu menyediakan 'ang-pau' (bingkisan kertas merah) yang berharga," kata Siang Ji Un, "karena selalu terjadi keributan maka tihu malah sengaja mengadakan perlombaan adu ketangkasan, Pemenangnya akan mendapat hadiah seluruh angpau dari penduduk kota,"

"Apa yang dimaksuk dengan perlombaan adu ketangkasan itu ?" tanya Kim Yu Ci.

"Pertarungan antara dua liang-liong yang disaksikan oleh seluruh penduduk dan pembesar negeri."

"Apakah hal itu masih berlangsung selama kota ini sudah diduduki pasukan Ceng ?" tanya Ki Yu Ci pula.

"Bermula tidak tetapi kemudian diadakan lagi, malah secara besar-besar. Syaratnyapun lebih hebat. Kalau dulu pertarungan itu terbatas apabila bagian kepala dari liang- liong sudah rubuh akan dinyatakan kalah. Tetapi kalau sekarang diboleh lebih ganas lagi. Yang menang boleh menghancurkan seluruh anak buah liang-liong yang kalah sampai mati !"

"Ah, kejam!" seru Kim Yu Ci, "mengapa harus begitu? Kalau fihak lawan sudah kalah, tak perlu harus dihancurkan sampai mati." "Rupanyu pembesar2 Ceng suka melihat mayat2 anakbuah liang-liong itu berserakan di tanah."

"Hm, begitulah tujuan mereka. Mereka suka kalau orang Han saling berbunuhan sendiri sehingga mudah dikuasai. Kalian yang tak menyadari hal itu, tentu akan "terjebak dalam nafsu keinginan untuk menang saja," kata Kim Yu Ci. Kemudian dia menanyakan dimanakah pusat dari perkumpulan liang-liong Naga Putih dan siapakah ketuanya.

"Ketua kami bernama Cin Tek Po yang berilmu silat tinggi. Tetapi baru2 ini entah bagaimana dia telah menderita sakit sehingga tubuhnya kurus dan wajah pucat."

"O, apakah engkau mau membawa aku ke sana ?" tanya Kim Yu Ci.

"Maksud hohan ?"

"Aku ingin berkenalan dengan ketuamu. Mungkin aku dapat memberi bantuan kepada perkumpulanmu."

"O, terima kasih hohan," Siang Ji Un gembira sekali. Dia segera mengajak Kim Yu Ci menuju ke pusat perkumpulan Pek-liong-pang.

Pek liong-pang mempunyai berpuluh-puluh anakbuah yang kebanyakan terdiri dari buruh kasar. Ketuanya, Cin Tek Po menyambut kedatangaa Kim Yu Ci dengan ramah. Dia menghaturkan terima kasih atas bantuan Kim Yu Ci kepada Sian Ji Un.

"Memang sudah sering kali terjadi bentrokan antara anakbuah kami dengan mereka,” kata Cin Tek Po.

"Apakah tak pernah paman laporkan kepada pembesar setempat ?" "Ah," dengus Ciu Tek Po, "dulu memang begitu. Tetapi setiap kali, tihu tentu memutuskan kami yang salah. Sejak itu kuperintahkan kepada anakbuahku agar jangan mudah terpancing oleh ejekan orang2 Hek-liong-pang."

"Ya, tetapi Siang-heng tadi memang layak kalau marah karena anakbuah Hek-liong-pang menghinanya begitu rupa."

Cin Tek Po mengangguk. "Paman, besok paman akan memimpin anak buah Pek-liong-pang dalam lomba adu ketangkasan bukan ?"

"Ya,"

"Tetapi kulihat paman kurang sehat. Apakah sakit paman belum sembuh ?"

"Sudah baik tetapi tenagaku masih belum pulih," Cin tek Po menghela napas, "mungkin kali ini Pek-liong-pang akan menderita kekalahan."

"Paman," kata Kim Yu Ci, "apa sebab paman menderita sakit perut itu ?"

"Sepulang dari perjamuan yang diadakan pembesar pasukan Ceng untuk memperkenalkan diri, maka lalu menderita sakit perut sampai beberapa kali Beberapa sinshe yang kuundang, tak dapat menyembuhkan. Mereka mengatakan aku keracunan makan tetapi tak tahu jenis racun apa yang menyerang aku ini,"

Kim Yu Ci kerutkan dahi. Ia curiga kalau hal itu memang dibuat oleh pembesar Ceng. Ia lalu meminta keterangan apakah Pek-liong-pang pernah diminta supaya bekerja pada pemerintah Ceng.

"Ya, pernah," kata Cin Tek Po, "tetapi kami menolak." Kim Yu Ci mengangguk. Dia makin percaya kalau peristiwa sakitnya ketua Pek-liong-pang iu memang dibuat oleh fihak lawan.

"Apalagi kabarnya fihak Hek-liong-pang telah mendapat tambahan beberapa jago silat yang lihay. Aku makin berkecil hati. Demi menyelamatkan jiwa anakbuahku sebenarnya aku sudah menarik diri tak mau ikut dalam perlombaan itu tetapi tidak diidahkan oleh tihu. Kalau berani tidak ikut, berarti tak mau merayakan hari kemenangan kerajaan Ceng. Dan itu berarti menentang. Pek liong pang akan dibubarkan dan semua anakbuahnya akan ditangkap."

Kim Yu Ci mengangguk.

"Berapa banyak anakbuah paman yang akan ikut dalam permainan liang-liong nanti ?”tanyanya,

"Duapuluh orang anakmuda yang bertenaga kuat dan telah mendapat didikan ilmusilat."

"Apakah paman mengidinkan kalau aku memeriksa mereka?" tanya Kim Yu Ci

Cin Tek Po mempersilakan. Berderet-deret anakbuah Pek-liong-pang tegak berdiri di ruang Lian-bu-thia (ruang tempat berlatih silat) ketika Kim Yu Ci dengan didampingi ketua Pek-liong-pang melakukan pemeriksaan.

"Apakah saudara2 sekalian bersedia untuk ikut serta dalam liang-liong kita besok malam?" tanya Kim Yu Ci.

Mereka serempak menyatakan sedia.

"Apa saja yang saudara2 lakukan dalam persiapan besok malam itu?"

"Kami berlatih ilmusilat dan tata-barisan liang-liong." "Baik, kuminta saudara2 mempertunjukkan gerak barisan yang saudara latih itu," kata Kim Yu Ci.

Duapuluh anakmuda segera maju dan ber-gerak2 memainkan tangan dan tata-langkah seperti orang bermain liang-liong.

"Song-liong-ceng cu!" seru Kim Yu Ci, "tetapi masih kurang rapi dan kokoh.

Song-liong- ceng- cu artinya Sepasang-naga-rebut- mustika. Sekalian anakbuah Pek-liong-pang terkejut ketika Kim Yu Ci dapat mengucapkan gerak barisan liang-liong itu. Lebih terkejut pula ketika anakmuda tetamu mereka itu dapat membari kritik yang tajam.

"Coba, seranglah aku," seru Kim Yu Ci. Kedua puluh anakbuah Pek-liong-pang segera bergerak dalam gaya seperti memainkan liang-lion untuk menyerang Kim Yu Ci. Tetapi dengan bergerak maju mundur dan ke kanan kiri, serangan mereka dapat dihindari Kim Yu Ci. Dan pada  satu saat, sekali kaki Kim Yu Ci berputar maka susul menyusul, kedua puluh anakmuda itupun terpelanting jatuh. Kaki mereka disapu oleh gerak kaki Kim Yu Ci.

"Luar biasa, Kim siauhiap!" ketua Pek-lion pang berseru memuji, "tata barisan itu tahun yang lalu dapat mengalahkan semua lawan. Ternyata begitu mudah dapat Kim siauhiap rubuhkan."

Kim Yu Ci hanya tersenyum, "Apabila paman tak keberatan, akan kulatih mereka dengai sebuah tata barisan baru."

"Bagus Kim siauhiap. Sudah tentu aku sangat berterima kasih sekali atas bantuan siauhiap,” seru ketua Pek-liong- pang. Kim Yu Ci lalu mengajarkan mereka sebuah tata barisan permainan liang-liong. Dengan tekun dan penuh perhatian kedua puluh anakbuah Pek liong-pang itu berlatih sampai sehari penuh.

"Gerak barisan liang-liong ini disebut Boan liong-can-san atau Naga-melingkar-memapas-gunung," kata Kim Yu Ci, "jika kalian berlatih dengan sungguh2, lawan tentu tak dapat lolos dari kepungan kalian."

Setelah selesai memberi pelajaran dan petunjuk, Kim Yu Ci masuk kedalam ruangan untuk makan siang. Dalam kesempatan beromong-omong, Kim Yu Ci bertanya apakah Cin Tek Po kenal dengan Han Bun Liong.

"Sudah tentu kenal, siauhiap," kata ketua perkumpulan Pek-liong pang itu, "kami banyak berhutang budi kepada Han wan-gwe."

"Tahukah paman dimana dia ditahan saat ini?" "Kabarnya dalam penjara di bawah tanah, terletak di

belakang markas pasukan Ceng. Sukar sekali untuk menerobos pertahanan mereka."

"Dimanakah permainan lian-liong akan diadakan besok malam?"

"Di halaman markas pasukan Ceng." "Apakah panglima Tarass akan hadir?"

"Kabarnya begitu. Tihu juga akan berada di markas mereka."

"Bagus."

"Siauhiap, sudah terlanjur siauhiap memberi bantuan kepada kami maka maaf kalau kami hendak mengajukan permohonan lagi." "Apa?"

"Karena tenagaku masih belum pulih, apabila siauhiap tak keberatan, kumohon engkau suka mengepalai rombongan anakbuah kami. "

Kim Yu Ci termenung diam.

“Ah, maaf, siauhiap. Ini hanya apabila siauhiap tidak repot. Aku tak berani memaksa "

"Bukan begitu, paman,” kata Kim Yu Ci, "memang aku ingin membantu begitu. Tetapi ……”

"Tetapi bagaimana?"

"Baiklah," cepat Kim Yu Ci berkata, “aku yang pegang ekor saja. Tak perlu pegang kepala.”

Sebenarnya Kim Yu Ci, mempunyai rencana untuk menghancurkan Taras. Tetapi ia kuatir akibatnya akan mencelakai Pek- liong-pang. Akhirnya ia merobah rencana.

Demikian setelah tercapai kata sepakat, Kim Yu Ci lalu pamit dan menuju ke markas pasukan Ceng di pusat kota Thay-goan. Tampak di halaman gedung markas itu telah disiapkan panggung yang yang sekelilingnya dihias dengan warna warni panji dan bendera. Juga gedung markas pasukan Ceng telah dihias begitu indah dan mewah.

Kim Yu Ci berusaha untuk menyelidiki letak penjara di bawah tanah, tetapi tak berhasil. Terpaksa pada sore itu dia berkunjung ke rumah makan milik Liang Beng San.

Ketika diajak masuk ke gedung kediaman pemilik rurnahmakan itu, Kim Yu Ci terkejut karena di situ sudah menunggu dua orang lelaki. Liang Beng San memperkenalkan kedua orang itu kepada Kim Yu Ci.

Lelaki setengah tua yang berwajah bersih dan tumbuh tahi- lalat pada pipi kirinya, bernama Tan ku Hau bergelar Pat-lui-pit siucay atau Sasterawan Pit-delapan-geledek. Orangnya ramah, penuh senyum,

Yang satu, juga setengah tua, tangan kirinya buntung. Bernama Gin Leng, gelar Toan-pi- kui-to atau Tangan- buntung si setan giok. Wajah keren, jenggot dan kumis memanjang, tubuh kurus.

Ah, sungguh berun ung sekali aku dapat bertemu dengan putera Kim Thian Cong tayhiap,” seru Pat-lui-pit Tanku Hau.

"Ah, janganlah cianpwe merendah. Aku hanya seorang muda. Jauh sekali bedanya apabila dibanding dengan sian- hu (mendiang ayah)," Kim Yi Ci merendah diri.

"Ah, harap Kim sutit jangan merendah diri," sasterawan Tanku Hau tertawa, "Liang-heng tadi telah menceritakan tentang kesaktian tenaga- dalam sutit. Ya, memang kita yang tua ini harus rela menyerahkan peranan kepada angkatan muda. Sebenarnya, aku sudah ingin mengasingkan diri di gunung tetapi Liang-heng memanggilku. Apalagi Kim sutit adalah putera dari mendiang Kim Thian Cong yang kukagumi, sudah tentu aku harus membantu."

"Benar, memang demikian," kata Gan Leng pula

"Seperti diriku seorang tua yang berlengan buntung ini sebenarnya sudah tak banyak gunanya lagi. Tetapi karena permintaan Liong-heng akupun terpaksa nongol lagi."

"Ah, harap lopeh jangan mengatakan begitu. Tiada manusia yang tak berguna. Masing2 mempunyai kegunaan. Apalagi dalam soal perjuangan. Semua tenaga patriot sangat dibutuhkan." kata Kim Yu Ci.

Demikian setelah pembicaraan secara basa-basi selesai, mereka lalu merundingkan cara untuk menyerbu penjara. Atas pertanyaan kedua jago tua itu, Kim Yu Ci menerangkan, "Sebenarnya aku mempunyai rencana begini. Aku akan ikut dalam rombong liang-liong Pek-liong-pang, Dalam kesempatan yang baik, aku akan menabur panglima Taras dengan senjata rahasia "

"Ah… ," tiba2 kedua jago itu mendesah.

"Harap paman berdua jangan salah mengerti." cepat Kim Yu Ci menjelaskan, "bukan aku gemar menggunakan senjata rahasia. Selama ini aku tak pernah menggunakan senjata gelap. Ini bukan laku seorang pendekar. Tetapi dalam keadaan seperti saat ini, apa boleh buat. Sekalipun begitu, aku hanya sekekar melukai sedikit dan takan membunuhnya."

"Ah, jangan salah mangerti Kim siautit," kata Tanku Hau," aku bukan tak menyetujui engkau menggunakan senjata rahasia. Terhadap musuh kita orang Boan. jangan diberi ampun lagi !"

"Benar," seru Gan Leng menambahkan, "salah satu keganasan mereka inilah ..... " ia menunjukkan lengan kirinya yang buntung, "maka segala cara boleh engkau gunakan untuk menghancurkan mereka !"

Kim Yu Ci mengucap terima kasih. Kemudian ia menjelaskan rencananya lebih lanjut, "Setelah mengacau suasana di tempat perayaan, aku akan menyelundup masuk kedalam markas dan mencari penjara itu "

"Ah," berbahaya !" seru Liang Beng San.

"Ya," kata Kim Yu Ci, "tetapi pada saat itu aku akan menyaru sebagai seorang prajurit Ceng. Kebetulan waktu aku datang ke gedung kediaman Han ciarpwe, aku diserang oleh sekawan prajurit dan berhasil menewaskan mereka. Pakaian mereka kulucuti. Pakaian itu akan kugunakan dalam rencana masuk kemarkas musuh nanti."

"Bagus, siautit," seru Tanku Hau; "jika demikian aku bersama Gan-heng akan membantumu untuk mengadakan kekacauan dalam markas musuh. Di beberapa tempat dalam gedung markas itu akan kubakar agar prajurit2 bingung menolong api. Dengan demikian dapat membantu engkau agar leluasa masuk kedalam penjara."

"Tempi tidakkah sangat berbahaya untuk menolong Han wan-gwe melarikan diri itu ?" seru Liang Beng San, ”dia dalam keadaan terluka. Dan pasukan Ceng tentu akan melakukan pengejaran. Apakah hal itu tidak menyulitkan siau-hiap ?"

"Terima kasih paman," kata Kim Yu Ci "dalam hal itu aku sudah mempunyai rencana. Untuk sementara waktu Han peh-hu akan kami sembunyikan disebuah tempat yang sangat terahasia.

"Bagus, siautit, kali ini kita tak boleh gagal!” seru Gan Lang.

"Ah," Kim Yu Ci menghela napas.. "Mengapa ?"

"Jika dalam perjuangan ini aku harus berkorban jiwa, itu sudah selayaknya karena memang begitulah resiko seorang pejuang. Tetapi aku kuatir, huru hara itu akan menimbulkan akibat amat luas."

"Akibat bagaimana yang engkau maksudkan?”

"Tentulah pemerintah Ceng akan marah mengadakan pembersihan besar-besaran kepada penduduk. Tidakkah hal itu berarti kita yang mencelakai para penduduk itu ?" "Ah, hal itu tak perlu diresahkan, siautit” kata Tanku Hau, "dalam masa perang seperti saat ini, memang semua orang menderita. Yang penting kita harus menumpas sumber dari penyebab malapetaka itu. Dan sudak tentu segala perjuangan itu harus meminta pengorbanan!”

Demikian setelah berunding maka Kim Yu Cipun segera pamit. Dia menuju kehutan dan akan masuk kedalam terowongan yang tembus ke ruang rahasia dibawah tanah dari gedung keluarga Han.

Ternyata Han Bi Ing dan In Hong sudah berada disitu dan menunggu kedatangan Kim Yu Ci untuk diajak makan malam.

"Bagaimana hasil penyelidikan toako ?" tanya Han Bi Ing.

Kim Yu Ci menceritakan apa yang telah dirundingkan di rumahmakan Liang Beng San. Tetapi dia tak mau menuturkan tentang rencananya dengan perkumpulan Jiang-liong Pek-liong-pang. Ia kuatir hal itu akan membuat Han Bi Ing cemas.

"Dan bagaimana dengan hasil kalian ?" ia balas bertanya.

"Beres deh," kata In Hong dengan mengangkat bahu, "pokoknya, lihat saja, siapa yang akan lebih dulu membebaskan Han peh-hu."

"Lho, apa aku tak boleh tahu bagaimana rencana kalian

?" ia memandang Han Bi Ing.

"Tetapi aku sudah diikat janji oleh adik Hong tak boleh mengatakan kepadamu, Kim toako. Kami akan menghaturkan suatu kejutan kepadamu besok malam," kata Han Bi Ing. Kim Yu Ci geleng2 kepala, "Kata orang, ‘dekat arang tentu hitam, dekat gincu tentu merah' ternyata memang betul."

"Apa makudmu ?" seru In Hong.

"Tidak apa2 kecuali hanya mengatakan bahwa setiap penyakit itu tentu menular. Ing-moay sekarang sudah engkau tulari penyakitmu angi-anginan." Kim Yu Ci tertawa.

“O, itu," kata In Hong, "memang aku yang melarang ci Ing mengatakan kepadamu. Aku melihat siapa sih yang lebih dulu dapat menolong Han peh-hu."

Kim Yu Ci tahu bahwa Han Bi Ing itu cerdik dan teliti. Tentu tak mungkin nona itu akan menyetujui rencana In Hong apabila rencana itu berbahaya. Maka diapun diam saja.

"Bagaimana kalau kita nanti, baik aku maupun kalian berdua, dapat menolong Han peh-hu? Kemanakah kita  akan menyembunyikannya ?" tanya Kim Yu Ci.

“Lebih baik kita sembunyikan dalam kamar rahasia ini," kata Han Bi Ing.

"Benar," seru Kim Yu Ci, "kita bawa Han-pehhu kemari saja. Mereka tentu akan melakukan pengejaran dan penggeledahan keseluruh rumah penduduk. Setelah jejak Han peh-hu hilang suasana reda, barulah kita pikirkan lagi bagaimana membawanya lari ke luar daerah."

Demikian setelah mencapai kesepakatan, maka lalu masuk tidur.

Keesokan harinya merekapun segera berangkat. Kim Yu Ci menuju ke markas perkurnpulan Pek-Liong-pang untuk mengadakan latihan yang terakhir. Sedang Han Bi Ing, dan In Hongpun pergi sendiri. Karena kedua gadis itu tetap merahasiakan tempat tujuannya, Kim Yu Cipun tak mau mendesak.

Dalam pemeriksaan tentang latihan barisan Song-liong- ceng-cu dari anakbuah Pek-liong-pang, ternyata Kim Yu Ci puas. Dalam waktu dua hari anakbuah Pek Liong-pang telah dapat melakukan gerak barisan itu dengan baik.

Demikianlah tak terasa, mataharipun sudah mulai terbenam dan malampun tiba. Naga dari perkumpulan Pek- liong-pang itu amat besar dan berat. Sesuai dengan namanya maka naga itupun dibuat dari kain putih.

Setelah semua persiapan selesai maka berangkatlah rombongan perkumpulan liang-liong Pek-liong pang menuju ke markas pasukan Ceng. Indah dan meriah sekali rerotan liang-liong itu. Diiringi oleh tambur dan kekencer yang berisik, sepanjang jalan liang-liong itu bermain bagaikan naga yang sedang berjalan.

Memang pada malam itu kota Thay-goan tengah dalam suasana pesta pora. Semua penduduk berbondong-bondong menuju ke lapangan markas pasukan Ceng untuk menyaksikan acara pertandingan liang-liong yang ramai., Walaupun pertandingan itu tiap tahun diadakan, tetapi kali ini penduduk tahu bahwa pertandingan adu liang liong itu tentu lebih ramai dari tahun2 yang lalu. Mereka mendengar perkumpulan Hek-liong pang telah mengundang beberapa jago silat untuk memperkuat barisan mereka. Rupanya Hek- liong-pang sangat bernafsu sekali untuk menebus kekalahannya pada tahun lalu.

Selain itu, kabarnya perkumpulan liang-liong Ceng-liong- pang juga akan keluar. Perkumpulan itu sudah lima tahun tak muncul. Apabila kali ini mereka berani keluar, tentulah sudah yakin akan kekuatannya. Lapangan dimuka markas pasukan Ceng pusat kota Thay-goan penuh sesak dengan ribuan manusia ......

-ooo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar