Pendekar Bloon Cari Jodoh Jilid 19 Jamblang kocok

Jilid 19 Jamblang kocok

Memang apa yang dikatakan pemilik kedai itu benar. Belum berapa lama mendaki gunung, Sian Li bertiga sudah dihadang oleh sekelompok crang2 kasar.

"Berhenti," kata salah seorang yang bertubuh tinggi besar, "mau kemana kalian ini?"

"Menikmati pemandangan gunung Losan yang terkenal indah alamnya," sahut Sian Li.

"O, nona manis, mau piknik ya?" "Cis," desis Sian Li.

"Bagus, mari kita antarkan naik keatas," kata lelaki itu pula dengan tertawa. "Tak perlu," jawab Sian Li, "aku dapat berjalan sendiri."

Lelaki tinggi besar itu tertawa, "Memang benar," katanya, "tetapi di puncak gunung ini ada yang menguasai. Gunung ini bukan tempat pesiar. Tetapi bagai seorang nona yang cantik, pemimpin kami tentu menyambut dengan gembira."

"Hus, orangutan, jangan kurangajar terhadap cucuku!" bentak Lo Kun.

"Bajingan, kutampar mulutku nanti!" teriak Uk Uk pula.

Lelaki tinggi besar itu terbeliak. Ia merasa anak itu memakinya tetapi aneh, mengapa anak itu hendak menampar mulutnya sendiri?

Sudah tentu dia tak mengerti bahwa Uk Uk mempunyai istilah sendiri dengan kata aku-engkau, "Eh, babi kecil, siapa yang engkau maki bajingan itu?" serunya.

"Aku, orangutan!" sahut Uk Uk. "Engkau?"

"Hm."

"Ha, ha, babi gemuk, engkau sudah gila barangkali, mengapa engkau memaki dirimu sendiri.”

"Orang gila! Engkau memaki aku, bukan engkau memaki engkau sendiri!"

"Babi engkau ini!"

"Benar aku memang babi sung , . . . sung …… guh!"

"Ha, ha, ha hauppppp," lelaki tingi besar itu tertawa

ngakak tetapi tiba-tiba mulutnya kemasukan benda bundar yang hampir menerobos masuk ke dalam kerongkongan. Sudah tentu dia gelagapan dan terbatuk-batuk. Huak, lalu ia muntahkan benda itu. Ah, ternyata sebutir telur asin. Tadi waktu di kedai, Uk Uk minta direbuskan telur titik untuk bekal. Melihat lelaki tinggi besar itu tertawa lebar, tangan Uk Uk terasa usil, ia menjemput sebutir telur dan dijentikkan ke mulut orang. Akibatnya lelaki tinggi besar itu keselak dan muntah2. 

"Ha, ha. ha ....," terdengar kakek Lo Kun tertawa ngakak.

Sudah tentu lelaki tinggi besar itu marah sekali. "Babi cilik, kusembelih engkau !" dia terus loncat menerkam Uk Uk.

Plak tetapi Uk Uk sudah menyelinap ke samping dan

menampar pipi orang. Beberapa kawannya yang melihat lelaki tinggi besar dipermainkan Uk Uk, ikut marah dan terus berhambur menerkam Uk Uk.

Plak, plak, plak ....

Tiga orang yang menyerbu Uk Uk itu menjerit kesakitan karena pipinya mendapat hadiah tamparan dari Uk Uk.

Lelaki tinggi besar sekonyong-konyong menerkam. Uk Uk lari belakang. Begitu dapat mensengkeram tubuh Uk Uk terus diangkat keatas hendak dibanting, aduhhhh, aduhhhh......belum sempat ia melemparkan tubuh Uk Uk, tapi Uk Uk sudah menyambar kedua telinga orang itu dan dipelintirnya keras2

Lelaki tinggi besar itu mati kutu. Kalau dia membanting Uk Uk, jelas telinganya tentu akan ikut tertarik putus. Tetapi dia tak sempat memikirkan hal itu karena telinganya benar sakit sekali, aduhhhh.....

"Hayo, turunkan engkau!" teriak Uk Uk. Walaupun menderita kesakitan yang hebat, tetapi orang itu masih sempat terbeliak ketika mendengar kata2 Uk Uk. Mengapa dia suruh menurunkan ‘engkau ' "Apakah aku harus menurunkan diriku sendiri?

Tiba2 lelaki tinggi besar itu mengendapkan tubuh berjongkok. Mungkin ini yang dimaksud babi cilik, pikirnya.

"Turunkan engkau!" teriak Uk Uk pula. Ia memelintir telinga orang makin keras.

"Aduh . . . ya, ya . . . , " dia tak sempat merenungkan kata2 Uk Uk yang aneh itu dan terus menurunkan Uk Uk.

Uk Uk menggeliat berdiri tetapi masih menguasai kedua telinga si tinggi besar, "Jawab . . . bu…… kankah aku ini gerombolan begal gunung Losan?"

Lelaki tinggi besar itu mendelik, sahutnya, "Bukan, engkau bukan gerombolan begal gunung Losan, engkau orang asing yang datang kemari."

"Orang edan!" bentak Uk Uk, "siapa bilang aku ini orang asing?"

"Bukankah engkau tetamu yang baru tiba digunung ini?" seru lelaki tinggi besar pula.

"Bukan, aku bukan tetamu tetapi gerombol-begal gunung ini. Hayo, mau mengaku atau kau putuskan telingaku!"

Dalam kesakitan itu, si tinggi besar masih dapat menilai kita2 Uk Uk, "Baik, aku tak mau ngaku aduhhhhhhh!"

Dia menjerit keras sekali karena telinganya dipelintir Uk Uk sedemikian rupa sehingga putus separoh. Darah bercucuran mengalir ke lehernya. "Uk, lepaskan," melihat itu kakek Lo Kun menyambar kedua tangan si tinggi besar di telikung ke belakang.

"Mengapa engkau bandel?" bentak kakek Lo Kun. Sambil mengerang-erang, si tinggi besar memaki, “Bangsat gendut itu suruh aku tak mengaku nanti aku boleh memutuskan telingaku, ternyata dia bajingan cilik yang tak kena diturut omongannya "

"Engkau yang salah, goblok!" Lo Kun balas dampratnya. "Kenapa salah?"

"Uk Uk mempunyai bahasa sendiri, tahu!" "Uk Uk? Siapa Uk Uk?"

"Itu adalah cucuku yang perutnya buncit itu, goblok!"

"O . . . aduh," tiba2 si tinggi besar memekik kesakitan. Waktu sedang berbicara, ia hendak menggunakan kesempatan untuk meronta tetapi akibatnya tulang lengannya malah seperti mau patah.

Sekalian kawannya heran mengapa si tinggi besar yang terkenal bertenaga paling kuat diantara kawan-kawannya, tak mampu berkutik ditelikung seorang kakek pendek.

"Apakah mereka bukan bangsa manusia ?” bisik salah seorang kepada kawannya. Mereka menyaksikan bagaimana seorang bocah berperut buncit mampu menjiwir telinga si tinggi besar dan kini si tinggi besar itu ditelikung oleh seorang kakek pendek.

"Mungkin juga," kata kawannya.

"Ah, tidak, mereka bukan bangsa dedemit. Nona itu seorang manusia biasa."

"Ya, memang. Kalau nona itu memang gadis biasa tetapi bocah dan kakek itu, coba kau lihat, apa bangsa manusia mempunyai potongan tubuh seperti itu. Si kakek pendek dan berwajah seperti patung. Si bocah perut buncit, mukanya bundar seperti bulan purnama . . , ." Demikian basak-bisik di antara anggauta rombolan yang dipimpin si tinggi besar itu.

"Kakek kate, jangan menyakiti aku. Kalau mau bunuh, bunuhlah saja," seru si tinggi besar.

“Buat apa membunuh engkau?" sahut Lo Kun.

"Hm, berani membunuh aku, pemimpinku lentu akan mencincangmu !''

'O, mengancam ya ?" seru kakek Lo Kun, "baik, panggillah kepalamu kemari" — Ia terus lepaskan si tinggi besar.

"Tunggu !" teriak Sian Li ketika si tinggi besar hendak angkat kaki.

"Apa mau menangkap aku lagi ?" tanya orang tinggi besar itu.

"Tidak," sahut Sian Li, "kakekku telah bermurah hati mengampuni engkau. Kalau engkau seorang manusia baik, engkau harus menghaturkan terima kasih. Tetapi aku tak perlu mendapat pernyataan terima kasihmu. Cukup kalau engkau mau menjawab pertanyaanku dengan sejujurnya,"

"Apa yang hendak engkau tanyakan?"

"Apakah gerombolanmu menangkap seorang pemuda dan pengiringnya ?"

Tidak!"

"Bohong !" hentak Sian Li," aku tak perlu tanya kepadamu lagi. Lekas panggil kepalamu."

Orang tinggi besar itu segera mengajak kawan-kawannya naik gunung. Beberapa waktu kemudian mereka muncul lagi. “Ji-saycu kami mengundang kalian naik keatas," kata si tinggi besar.

Ji artinya kedua. Say artinya markas gerombolan. Cu artinya kepala. Ji say-cu berarti pemimpin kedua.

"Boleh, takut apa?" seru kakek Lo Kun "Uk, hayo kita obrak-abrik sarang mereka."

Demikian mereka bertiga dengan diiring oleh belasan anakbuah gerombolan segera naik ke atas gunung. Selama dalam perjalanan itu Sian Li sempat memperhatikan keadaan di gunung itu. Ia seperti mendapat kesan bahwa tak ada jejak2 tentang pemusatan pasukan Ceng.

Markas mereka terletak di sebuah lembah yang strategis sekali. Lembah itu dikelilingi jurang yang terjal. Hanya ada sebuah mulut jalanan yang mencapai lembah itu.

Sian Li berhadapan dengan-seorang lelaki muda yang berwajah aneh. Hidungnya mancung sekali, mata sipit dan kening lebar.

"Apa maksud kedatangan kalian ke gunung ini?" tanya orang itu.

"Siapa engkau?" balas Sian Li. "Aku ji-saycu Li Kong dari Losan."

"Aku hendak minta seorang tawanan yang kalian tangkap," kata Sian Li secara langsung.

"Tawanan? Tawanan apa?"

"Jangan berpura-pura," seru Sian Li, "kalian berkomplot dengan pasukan Ceng untuk menculik Lau kongcu, putera jenderal Lau Cek Jit di Sanse."

Orang itu terkejut, "Jangan bicara sembarangan saja.

Kami tak tahu menahu soal anak jenderal itu." "Hm, dengan syarat apa engkau bersedia memberi pengakuan?"

"Lho, apa maksudmu?" Li Kong terkesiap.

"Maling tentu tak ada yang mau mengaku kalau tidak digebuk," kata Sian Li, "maka kutanya kepadamu, dengan pakai syarat apa baru engkau mau mengaku?"

Li kongcu kicupkan matanya, "O, maksudmu engkau hendak menantang berkelahi adu kepandaian?"

"Ya," jawab Sian Li, "kalau engkau kalah engkau harus membebaskan putera jenderal Lau.”

"Kalau engkau yang kalah?" balas Li Kong.

"Kalian harus menyiapkan perjamuan besar untuk kita bertiga," selutuk Lo Kun.

"O, engkau kakek tua renta. Mengapa engkau belum mati?"

"Siapa yang suruh mati?"

"Orang seperti engkau kalau belum mati tentunya menghabiskan bahan makanan saja."

"Ya, benar," sahut kakek Lo Kun, "aku sendiri juga tak tahu mengapa aku belum mati. Hus, jangan bicara tak keruan. Sekarang engkau berani terima tantangan cucuku tidak?"

"Boleh."

'Engkau boleh memilih lawan dengan siapa kau akan bertanding."

"Aku pilih nona itu saja."

"Banci !" teriak kakek Lo Kun, "mengapa engkau seorang lelaki memilih bertanding lawan seorang dara ?" "Itu yang tepat," sahut Li Kong," aku perjaka. Kalau nona itu kalah, dia harus ikut aku.”

Sian Li tersipu merah mukanya. Cepat menghardik, "Jangan banyak mulut, lekas engkau maju dan mulailah kita adu kepandaian."

Li Kong serentak berbangkit dan menghampiri ke muka Sian Li.

"Silakan menyerang dulu," seru Sian Li.

Li Kong membuka serangannya dengan suatu gerak terkaman ke punggung si nona. Tetapi dengan mudah serangan itu dapat dihindari Sian Li.

Keduanya segera terlibat dalam pertempuran yang makin lama makin seru. Diam2 Li Kong terkejut mengapa seorang dara yang cantik dapat mengimbangi permainannya.

Tiba2 Sian Li mundur dan berseru, "Silakan periksa bijumu. "

Ketika Li Kong menunduk untuk memeriksa bajunya ternyata sebuah kancing telah copot, entah kemana.

"Engkau memang lihay sekali. Tetapi jangan buru2 bersorak dulu. Kita bertempur pakai senjata saja,"

"Baik," Sian Li menerima tantangan. Li Kong memang hebat. Dia dapat memainkan ilmugolok dengan hebat sekali. Ilmu golok itu disebut Suan-hong-to atau ilmu golok Angin-puyuh. Sesuai dengan namanya golok Li Kong memang berputar seperti angin puyuh.

Tetapi Sian Li tetap dapat mengimbangi permainan lawannya. Dia mainkan ilmupedang Giok-kiam-hwat atau ilmupedang Bidadari. Li Kong penasaran sekali. Dia adalah tokoh nomor dua dari gunung Losan. Dihadapan anak-buahnya, dia tak mampu mengalahkan seorang nona cantik yang tak dikenal.

"Ho, ho, cucuku Sian Li sekarang bertambah maju kepandaiannya," seru Lo Kun, "hai, mata sipit, begitu macam kepandaian yang engkau miliki, mengapa tak menyerah saja !"

"Eng, eng . . . kong .. . dia mir, mir. . . rip. burung ba ... ngau . . .," seru si pekok Uk Uk dengan nada tergagap- gagap.

"Ya, benar, hidungnya begitu panjang seperti paruh burung bangau," sahut kakek Lo Kun.

"Tapi bang . .. bangau itu paruhnya hi . . . hitam . . . tidak me.. me… merah seperti dia ..."

"Ha, ha, ha," kakek Lo Kun tertawa mengakak," itu bangau gadungan namanya." Eh, tetapi hidung harimau itu juga merah, Uk."

'Kalau, kalau beg. .. begitu . . . dia bangau harimau, eng, engkong . . ."

"Hai," teriak kakek Lo Kun," hidung harimau itu kalau direndam arak, rasanya nikmat sekali,. Uk. Apa engkau sudah pernah makan ? He setan cilik, engkau sudah pernah makan, jangan bilang belum!"

"Kapan ?"

"Itu lho, arak yang pakai isi butir2 merak dan rasanya kenyal2 enak itu."

"Lho, eng . . . engkong ., . bilang itu dawet hidung "

"Itulah !" teriak Lo Kun, "ya, memang saat itu kubilang dawet hidung, sebenarnya hidung harimau kucacah dan kurendam dengan arak. Bagaimana rasanya, Uk ?" "Syurrr sekali eng… engkong !"

"Kalau begitu," tiba2 Lo Kun berseru kepada Sian Li, "Sian Li, potonglah hidungnya yang panjang itu. Akan kubuat campuran arak.

Sejak mendengar pembicaraan antara Kun dengan Uk Uk tadi, walaupun sudah berusaha untuk menghilangkan tetapi karena si kakek dan bocah itu bicara keras sebebas- bebasnya, terpaksa Li Kong mendengar juga. Dirinya disebut seperti burung bangau, sudah membuat darahnya naik. Apalagi waktu dikata hidungnya yang merah seperti bangau-harimau, dia makin marah. Dan meledaklah kemarahannya ketika hidungnya hendak di potong dijadikan campuran arak. Bagaimana pun, dia tak dapat menguasai diri lagi.

"Kakek bangsat, mampus engkau !" dengan menggerung seperti harimau, Li Kong loncat ke samping untuk membabat tubuh Lo Kun.

"Engkau edan !" teriak Lo Kun yang karena terkejut atas serangan tak terduga-duga itu sambil buang tubuh ke belakang dan bergelundungan di lantai,

Luput membabat Lo Kun, Li Kong melanjutkan untuk menabas tubuh Uk Uk, 'Babi cilik, kusembelih engkau !

"Aduhhhhh. !"

Uk Uk juga terkejut sekali atas serangan Li Kong itu. Rasa kejut telah menggelorakan darahnya dan karena darah bergolak   maka   isi   perutnya   meledak   keluar,   pufff.  ia

menyembur. Arak dalam perutnya segera mencurah ke muka Li Kong; rasakan mukanya seperti tersiram air panas, celakanya, beberapa percik arak panas Uk Uk telah menabur biji matanya. Semburan arak yang dilakukan Uk Uk itu dilakukan dengan amat kerasnya. Li Kong menjerit dan mendekap matanya yang pecah. Namun tokoh kedua dari gunung Losan ini memang keras wataknya. Dia marah sekali menerima derita kesakitan yang sedemikian hebat. Setelah mengarahkan tempat Uk Uk berdiri, tiba2 dia terus loncat untuk membenturkan kepalanya ke tubuh anak itu. Dia kerahkan segenap tenaga untuk membentur. Kalau dia harus mati, biarlah anak itu juga mampus. Demikian tekadnya.

Tetapi saat itu Uk Uk cukup waspada loncat menghindar ke samping dan darrrr . …. luput membentur Uk Uk, kepala Li Kong terus membentur tiang yang terbuat dari batu, Seketika terjadilah pemandangan yang amat mengerikan! Li Kong terkapar di lantai berlumuran darah, kepalanya pecah

...... Melihat itu gemparlah sekalian anakbuah gunung Losan. Mereka serempak menyerbu ketiga orang itu. Pertempuran berlangsung dahsyat dan acak-acakan. Tetapi bagaimanapun beraninya, karena melihat sekian banyak kawan2 yang menggeletak rubuh, mau tak mau pecah juga nyali kawanan

anakbuah gunung Lo san itu. Mereka yang masih belum terluka. segera melarikan diri.

Sian Li juga sudah  terlanjur mengumbar kemarahan.

Setelah  dapat menghancurkan musuh, dia segera mengajak Lo Kun dan Uk Uk untuk menyerbu kedalam sarang mereka, mencari Bun Sui.

Tetapi  sampai beberapa   waktu menyelidiki segenap penjuru,

mereka tak menemukan barang seorang tawanan.

"Aneh," gumam Sian Li, "dimanakah mereka menyikap putera jenderal dan para pengiringnya itu?"

Tiba2 mereka mendengar suara orang yang berisik. Buru2 mereka keluar. Ternyata sisa anak buah Li Kong yang melarikan diri tadi muncul kembali dengan mengiring dua orang lelaki setelah tua. Yang seorang mengenakan jubah pertapaan dan yang seorang berpakaian biasa.

"Omitohud!" seru pertapa setengah tua itu demi menyaksikan keadaan markas yang porak-poranda dan anakbuah yang menggeletak di lantai.

"Itulah mereka, toa-saycu, yang telah membunuh ji- saycu!" seru seorang anakbuah kepada pertapa itu.

"Benarkah sicu bertiga yang telah membunuhi mereka?" tegur pertapa itu.

"Maaf, totiang, siapakah totiang ini?" balas Sian Li.

"Aku Lo san siangjin, tokoh pertama dari san-sam-ho," sahut pertapa itu.

Mendengar suara orang yang ramah, Sian Li pun agak reda kemarahannya, "O, totiang ini kepala dari gerombolan gunung Losan?"

"Ah, li-sicu terlalu berat menjatuhkan anggapan terhadap Losan," kata Losan siang jin, "yang berada di gunung  Losan ini bukan gerombolan melainkan sebuah keluarga besar dari rakyat miskin yang telah kehilangan segala miliknya karena akibat perang."

"Ah, totiang seorang pertapa, mengapa totiang masih suka mengelabuhi orang?" kata Sian Li.

"Bagaimana maksud li-sicu?" tanya pertapa dari gunung Losan itu. Li artinya perempuan, dan sicu adalah sebutan yang diucapkan seorang paderi, imam dan pertapa terdapat seseorang.

"Orang2 Losan telah bersekutu dengan pasukan Ceng sehingga pasukan Ceng bisa men'yusup ke gunung ini."

"Li-sicu, jangan menuduh semena-mena. Tuduhan yang tak berdasar bukti, berarti fitnah." "Tetapi itu suatu kenyataan," masih Stan Li bersikeras.

"Apakah li-sicu dapat membuktikan tentang persekutuan itu?"

"Totiang," jawab Sian Li, "untuk mengelabuhi perhatian orang, memang banyak sekali caranya. Prajurit2 Ceng itu dapat menyembunyikan diri di daerah gunung yang begini luasnya. Tatapi ada sebuah bukti yang kuat, yang tentu tak dapat totiang sangkal lagi."

"Silakan li-sicu mengatakannya," kata pertapa Losan yang masih tetap tenang2.

"Siapa yang menangkap putera jenderal Lau Cek Jing yang berjalan melalui daerah gunung ini?"

"Putera jenderal Lau Cek Jing?" pertapa Lo-san mengulang, "ah, harap li-sicu jangan bergurau.”

"Siapa yang bergurau dengan totiang? Aku bicara dengan sungguh2."

"Jika demikian halnya," kata pertapa itu, akupun akan menjawab dengan sungguh2 bahwa kami tak tahu menahu soal putera jenderal Lau.”

Bagaimana kalau aku dapat membuktikan putra jenderal Lau itu disembunyikan di daerah Losan ini?"

"Silakan mencari. Kalau benar anakbuah kami yang melakukan, aku bersedia menerima hukuman.”

"Lho, apakah totiang bersungguh-sungguh?" "Ya."

"Mengapa totiang bersekutu dengan pasukan Ceng.”

"Li-sicu," kata pertapa itu, "seorang pertapa diharuskan untuk memiliki kesabaran dan ketenangan. Tetapi kalau terus menerus dituduh berhianat pada negara dan menculik putera seorang jenderal, kurasa kesabaran itu akan habis. Karena kesabaran itu juga ada batasnya."

Melinat ketenangan dan kesungguhan kata orang, Sian Li agak bersangsi.

"Ah, pertapa, memang lidah itu tak bertulang," tiba2 kakek Lo Kun berseru, "bisa saja kau ngomong yang indah2 tetapi buktinya anak jenderal itu memang hilang di gunung ini. Hay engkau mau mengembalikan atau tidak? Kalau tidak, terpaksa engkau harus kususulkan orang-orangmu yang sudah pulang ke akhirat itu!"

"Siancay! Siancay!" seru Losan siangjin, janganlah lojin tergesa-gesa menghambur tuduhan. Pinto, Losan siangjin, sudah lama mengundur ciri dari dunia persilatan. Pinto mengasingkan ke gunung ini karena jemu melihat keadaan masyarakat negara yang diperintah raja Beng. Tetapi bukan berarti pinto akan menghianatinya. Di gunung ini pinto banyak menerima murid2 dan pengikut-pengikut. Kepada mereka kutanamkan pendirian yang tegas bahwa setiap murid dan anakbuah gunung Losan tak boleh berkawan dengani orang Ceng. Kalau birani melanggar, tentu akan menerima hukuman berat."

"Ah, itu urusanmu sendiri, pertapa,” kata Lo Kun, “pokoknya, jenderal Lau telah mengatakan minta bantuan, kepada kita untuk mencari anaknya yang hilang ditangkap musuh di gununng ini. Kalau tak mau mengembalikan, gunung ini akan kami ratakan dengan tanah!"

'"Siancay ! Siancay!" pertapa itu berseru, "tidakkah lojin (orangtua) merasa kasihan kepada rakyat disini kalau sampai gunung ini rata dengan tanah? Bukankah mereka akan tertimpa guguran tanah?' Bukankah binatang2 buas akan berhamburan masuk kota? Disini masih banyak harimau buas." Rupanya tajam sekali pandangan pertapa ini. Mendengar kata2 Lo Kun, cepat dia dapat ketahui bahwa kakek itu tidak normal pikirannya, maka sengaja ia merangkai kata2 untuk mengolok-olok.

"Aya !" teriak kakek Lo Kun, "harimau apakah ada harimau hitam?”

"Segala macam harimau ada, lojin."

"Wah, kalau begitu sayang jika gunung ini diratakan dengan bumi. Macan2 hitam itu tentu mengungsi ke tempatku," kata Lo Kun, Losan siangjin melongo. Dia tak tahu bahwa itu tinggal di gua Hek-hou-tong (gua Macan hitam) di gunung Hok-hou-san.

"Li-sicu, kami benar2 tak tahu menahu soal putera jenderal Lau Cek Jing yang hilang

===

Halaman 22-23 tidak ada. Lupa discan kali

===

"Babi kecil, kubedah ususmu !" teriaknya seraya loncat menerkam Uk Uk. Dia tak percaya kalau bocah yang perutnya buncit akan mampu menghindar.

"Pfufff !" tiba2 Uk Uk menyembur. Karena tadi dia dapat menyembur Li Kong, maka teringatlah dia kalau perutnya masih ada persediaan arak yang diminumnya di kedai tadi.

"Uh ……. Ui Bin terkejut. Karena tak berjaga-jaga, hampir saja biji matanya pecah. Tetapi untunglah dia dapat menutup kelopak matanya dengan cepat sehingga hanya mukanya yang terhambur percikan arak. Tetapi hal itu sudah cukup membuatnya menjerit kesakitan karena rasanya seperti disembur air panas. Adalah karena diminumi kakek Lo Kun sampai delapan butir buah som yang tumbuh didasat laut sampai seribu tahun, maka Uk Uk mempunyai tenaga-dalam yang panas. Adalah karena panas itu rambutnya sampai tak dapat tumbuh dan hanya bagian belakang seperti orang kuncir.

Setelah masuk kedalam perut, arak itu menjadi panas sehingga waktu disemburkan, Ui Bun seperti disiram air panas.

"Ha, ha, ha, ha .... ," Lo Kun tertawa mengakak, "baru bergebrak sudah mundur, dasar kunyuk gunung!"

Ui Bin hendak maju tetapi dicegah Lo-san siangjin yang kemudian berkata, "Si-cu, engkau lihay sekali, dapat menyembur arak dari perut. Apakah si-cu mau menyembur aku?"

Uk Uk berpaling kepada Lo Kun, "Eng ... engkong .. . or

. .. orang . . apa ini?" "Pertapa."

"Ap . . apaaa pertap .. . tapa itu?"

"Pertapa adalah orang yang duduk semedhi di gunung yang sunyi untuk rnensucikan batinnya."

"Wah, ka, kalau begitu ... . sama dengan bangsa bin .. binatang bu, bu . . . as?"

"Hus, bukan!"

"Meng, mengapa tinggal di, di hutan?"

"Babi, kecil!, jangan kurang ajar terhadap toakoku!" Ui Bin karena toako atau saudara tuanya dibuat main oleh Uk Uk. Tetapi Lo-san siangjin tenang2 saja.

"Siau-situ, lekas semburlah aku," katanya. "Lho, tidak mau!" "Mengapa?"

"Masakan engkau suruh nyembur engkau sendiri” "Bukan, engkau sembur aku," kata pertapa.

"0, aku juga bisa nyembur? Boleh, si . . lahkan."

Lo-san siangjin terbeliak. Dia heran atas kata2 bocah gemuk itu.

"Engkau," katanya seraya menuding Uk "boleh menyembur aku . . . , " ia menunjuk pada dirinya.

"Ya, boleh," seru Uk Uk. Tetapi sampai sekian jenak belum juga Uk Uk bergerak, padahal Lo-san siangjin sudah siap. Sudah tentu pertapa itu heran.

"Mengapa engkau diam saja?" tegurnya.

"Lho, aneh, mengapa aku diam saja?" balas Uk Uk. "Engkau yang menyerang," pertapa menunjuk Uk Uk. "Ya, boleh. Silakan."

"Lho, engkau ini bagaimana?"

"Habis, bukankah aku yang menyerang dulu?" "Ya."

"Mengapa aku tak mulai?"

"Lho, kenapa tidak?" seru pertapa itu. "Tanya pada aku sendiri," sahut Uk Uk.

"Eh, siau-sicu, apakah engkau ini waras? Tampaknya engkau ini tidak waras pikiran," karena jengkel pertapa itu berkata.

"Mung, mungkin be . . . nar. Aku, aku . . . memang ti, ti, tidak waras “ "Ah, kemungkinan bocah ini memang gila,” pikir pertapa. Kalau begitu percuma berhadapan dengan dia. Ia berpaling ke arah Sian Li, katanya, "Li-sicu, adikmu itu tentu tak waras pikirannya. Harap suruh dia menyingkir saja."

Sian Li terpaksa tersenyum, "Tidak, dia tidak gila hanya totiang yang tak tahu kepadanya.”

"Tak tahu bagaimana?" tanya pertapa.

"Dia mengartikan kata ' aku ' itu adalah kau dan kata ' engkau’ itu berarti aku. Coba renungkan pembicaraannya tadi. Dia mengira totiang yang hendak menyerang maka dia menunggu. Dan totiang tentu mengira dia yang akan bergerak maka totiangpun menunggu," Sian Li memberikan keterangan.

Setelah merenung sejenak, pertapa itu baru kaget, "Ah, benar, memang kalau diartikan begitu, akulah yang disuruh menyerang dulu. Tetapi mengapi anak itu membalik arti.kata aku dengan engkau? Siapa yang mengajarnya begitu?"

"Ini orangnya, akulah," seru kakek Lo Kun.

"Lho, itu kan membingungkan orang?" kata pertapa. "Siapa suruh bingung?" balas Lo Kun, kalau bingung, itu

urusan orang lain. Tetapi dia tidak merasa bingung."

"Mengapa lojin tak membetulkan kesalahan itu?" tanya pertapa.

"Siapa bilang tidak? Sudah beberapa kali kuberi keterangan tetapi dia menolak. Dia mengatakan pelajaran itu sudah terlanjur melekat di otaknya, sukar dihapus. Aku bisa berbuat apa lagi?" Lo-san siangjin mendapat kesan bahwa saat itu dia sedang berhadapan dengan sekawan manusia yang aneh. Seorang kakek pendek yang linglung dan seorang bocah gemuk yang sinting. Hanya nona itu saja yang normal pikirannya.

Setelah mendapat penjelasan dari Sian Li maka Lo-san siangjin lalu mencobanya, "Hai, siau-sicu, akulah yang mulai menyerang!"

"O, begitu? Mengapa tadi tak bilang?" kata Uk Uk. Ia segera kerahkan semangat dan berdiri pada jarak dua meter dari Lo-san siangjin, "terimalah ! "

Securah arak segera menyembur kearah Lo-san siangjin tetapi pertapa itu juga cepat menghambur tiupan dengan mulut. Ternyata semburan arak Uk Uk itu terdampar ke samping.

Uk Uk terkejut. Ia menyembur lagi tetapi tetap tak berhasil. Sampai tiga kali juga gagal.

"Uk, berhentilah," seru Lo Kun, "pertapa itu memang hebat, biar aku yang menghadapinya, tua lawan tua."

Uk Uk menurut dan sekarang Lo Kun yang maju kehadapan Lo-san siangjin.

"Omitohud!'' seru Lo-san siangjin, "kita orangtua, mengapa harus berkelahi? Kalau hendak berkelahi, apa lojin berani melawan karang itu?"

"Lho, aku ini kan orang, mengapa disuruh berkelahi melawan batu?"

"Manusia dengan binatang unggul mana?" "Terang unggul manusia."

"Dengan batu unggul mana?" "Terang unggul manusia."

"Lhah, mengapa lojin takut melawan batu itu?"

"Siapa bilang takut?" teriak Lo Kun, "coba tunjukkan batu yang mana!"

Lo-san siangjin menghampiri segunduk batu karang sebesar kerbau yang berada di halaman "Inilah musuh lojin."

"Lalu suruh aku bagaimana?" "Angkat!''

"Wah, tidak bisa." "Gigit!"

'"Eh, jangan gila-gilaan, pertapa. Masakan orang disuruh gigit batu."

"Kalau begitu pukul saja."

"Nah, begitulah," kata Lo Kun seraya bersiap-siap. Setelah menyingsing lengan baju, dia terus ayunkan tujunya, prakkkk.....Segumpal batu berhamburan tetapi cuma sebagian saja itupun Lo Kun harus meringis karena menahan kesakitan.

"Pertapa, engkau menipu aku!" teriaknya. "Menipu bagaimana?"

"Ternyata tanganku sakit sekali."

Mau tak mau terpaksa Lo-san siangjin geli dalam hati. Makin tebal dugaannya bahwa Lo Kun itu memang seorang kakek linglung.

"Siapa yang suruh sakit?" Lo-san siangjin menirukan perkataan Lo Kun. "Uh . . . , " Lo Kun tak dapat menjawab kecuali hanya mendengus.

"Aku tidak menipu. Lihatlah aku juga akan pemukulnya," seru Lo-san siangjin. Dia tidak mendekati batu seperti apa yang dilakukan Lo Kun melainkan dari jarak satu meter dia ayunkan tangannya, bummmm batu

karang yang sebesar kerbau itupun pecah berantakan. "Biat-gong-ciang yang sakti!" Sian Li memuji.

"Bukan, li-sicu," kata Lo-san siangjin, "bukan B'at-gong ciang tetapi Kim-kong-ciang yang sudah duapuluh tahun pinto pelajari."

"Sayang

"Mengapa li-sicu mengatakan begitu?" tegur Losan sianjin.

"Totiang mempunyai kepandaian yang begitu sakti, mengapa totiang rela bersekutu dengan orang Boan yang jelas hendak menjajah kita?"

"Li-sicu, jangan menghambur fitnah!" seru Lo-san siangjin, "hidupku sudah ibarat matahari yang mulai merebah ke barat. Mengapa dalam menjelang senja itu aku tidak ingin mencari kesenangan dan keteduhan? Perlu apa aku harus membantu orang Boan? Pangkat, harta atau nama? Ah sudah lampau. Aku tak menginginkan semua. Aku hanya butuh ketenangan dan kedamaian."

Sian Li bersangsi. Menilik sikap dan ucapan pertapa itu, memang tak ada tanda2 dia bersekongkol dengan pasukan Ceng. Demikian sepanjang pengamatannya selama mendaki ke atas gunung dia tak melihat tanda2 terdapatnya barang seorang prajurit Ceng. Mungkinkah laporan prajurit kepada jenderal Lau itu salah? Tetapi kemanakah Bun Sui telah lenyap? Tiba2 seorang anakbuah Lo- san datang menghadap, "Siang-jin, di sekitar lembah Ong-lu. kok terjadi pertempuran antara dua buah pasukan."

"Pasukan mana?" tanya Lo-san siangjin. "Pasukan Beng dengan pasukan Ceng."

Lo-san siangjin terkejut, "Pasukan Ceng ? tempur dengan pasukan Beng? Mengapa pertempuran itu berlangsung di selat Hay-tengr- kok?”

Kemudian pertapa itu berpaling kepada Sian Li, 'Pinto hendak meninjau ke lembah Hay-teng-kok. Silakan nona menyelidiki markas kami. Kalau disini terdapat barang seorang prajurit musuh, aku bersedia menerima hukuman nona."

Sian Li mengiakan. Ia tak mau ikut dengan pertapa itu karena ia masih sangsi. Hampir saja ia percaya seluruh keterangan pertapa itu. Tetapi setelah mendengar laporan tentang kehadiran pasukan Ceng di lembah Hay teng-kok ia meragu lagi. Mungkinkah pasukan Ceng itu bersembunyi di lembah Hay-teng-kok ? Jika demikian kemungkinan Lau Bun Sui tentu ditawan oleh pasukan Ceng itu.

"Sian Li mengapa kita ikut pada pertapa itu ?" tegur kakek Lo Kun.

"Kita pun akan ke sana tetapi tak perlu harus bersama dengan pertapa itu," jawab Sian Li.

"Apakah engkau percaya kalau pertapa itu tak punya hubungan dengan pasukan Ceng ?" tanya Lo Kun pula.

"Mudah-mudahan begitu," kata Sian Li, "tetapi kita harus membuktikan kebenarannya dulu."

"Siapakah yang bertempur di lembah itu ?'" “Fihak pasukan Beng tentulah pasukan yang diperintah jenderal Lau untuk mengurung gunung. Tetapi kalau tentang pasukan Ceng, aku tak tahu. Kemungkinan saja yang menawan putera jenderal Lau itu."

"Mari kita kesana sekarang," ajak Lo Kun.

Hay-teng-kok merupakan sebuah selat lembah yang menjulur ke sungai Hong-ho. Selat itu terletak dibagian barat sungai Hongho dan masih masuk wilayah pegunungan Losan.

Pada saat itu Lo-san siangjin dan ji-sute Ui Bin tiba di daerah selat itu. Mereka melihat dua buah pasukan sedang bertempur. Yang paling menonjol adalah pertempuran antara dua orang perwira. Rupanya kedua orang itu adalah pimpinan dari kedua pasukan yang sedang berhadapan itu.

Lo-san siangjin terus bergegas menghampiri. Maksudnya hendak membantu fihak Beng menggempur pasukan Ceng. Tetapi begitu dia muncul, seorang lelaki setengah tua segera menyambutnya.! Orang itu mengenakan dandanan sebagai seorang sasterawan. Sepasang pit menyelip dipinggangnya.

"Oh, Lo-san siangjin datang, bagus siangjin,” seru lelaki itu dengan nada gembira, "mari kita basmi prajurit2 Beng ini !"

Lo-san siangjin terkejut. Sebelum ia sempat membuka mulut, dari fihak pasukan Beng muncul seorang lelaki muda yang segera larikan kuda menerjang Lo-san siangjin.

"Bagus Lo - san siangjin, tak perlu susah mencarimu engkau sendiri sudah datang mengantar jiwa !" seru pemuda gagah yang tak lain adalah Bok Kian, keponakan dari mentri perlahan Su Go Hwat

Seperti telah direncanakan semula, Bok Kian ikut dalam pembebasan putera jenderal. Hanya kalau Sian Li dan rombongannya supaya mengambil jalan dari muka maka Bok Kian akan memutar dan menyerang dari belakang gunung.

Waktu dia sedang menyusup hutan, dia mendengar  suara sorak sorai dari orang yang sedang bertempur. Bergegas dia keluar dan naik keatas sebuah karang tinggi. Dari tempat itu dia dapat melihat pemandangan ke sekeliling penjuru. Serentak melihat sekelompok barisan Beng yang dipimpin seorang perwira tengah bertempur dengan pasukan Ceng Pasukan Beng itu diperintah jenderal untuk mengepung gunung Losan agar gerombolan yang menangkap putera jenderal Lau tak dapat meloloskan diri.

Bok Kian segera berlari-lari menuju ke tempat pertempuran untuk membantu pasukan Beng. Pada saat baru saja dia hendak menerjang ke dalam gelanggang pertempuran, dilihatnya seorang petapa muncul dengan seorang lelaki gagah.

Sebenarnya dia tak kenal pertapa itu. Tetapi mendengar lelaki berpakaian sasterawan fihak musuh tadi memanggil nama pertapa sebagai Lo-san siangjin, segeralah Bok Kian dapat mengenalnya. Inilah kesempatan yang baik pikir Bok Kian yang mengira Lo-san siangjin itu hendak membantu pasukan Ceng.

Dia serentak mencabut pedang dan menerjang pertapa itu. Melihat serangan Bok Kian yang begitu kalap, Ui Binpun mencabut golok dan menangkisnya. Keduanya segera serang menyerang dengan seru sekali. Walaupun Bok Kian naik kuda tetapi Ui Bin dapat memberi perlawanan yang seimbang.

"Siapakah sicu ?" teriak Lo-san-siangjin.

"Engkau pertapa penghianat, tak layak menanyakan namaku," seru Bok Kian. "Lo-san siangjin, bunuh saja pemuda itu !" teriak lelaki sasterawan tadi.

Lo-san siangjin terkejut dan berpaling belum dia sempat membuka mulut, Bok Kian sudah memakinya, "Bagus pertapa, hayo, maju. Bukankah engkau sudah diberi perintah tuanmu itu !"

"Hm, budak kurang ajar, jangan menghina Lo-san siangjin, beliau adalah tokoh yang indahkan," seru Ko Cay Seng pula.

Lo-san siangjin tercengang. Ia tak kenal dua orang itu. Tetapi ia menyadari sasterawan itu orang fihak pasukan Ceng pemuda yang menyerang itu dari fihak pasukan Beng. Ia mulai menduga apa yang sebenarnya terjadi pada kedua orang itu. Tetapi sebelum ia berhasil menemukan sesuatu, sasterawan dari fihak Ceng itu sudah lari menghampiri Bok Kian seraya berseru keras, "Lo-san siangjin, membunuh ayam tak perlu pakai golok kerbau. Biarlah budak liar itu kuhabisi, tak perlu siangjin mengotorkan tangan!"

Bok Kian bertempur dengan gagah. Namun karena ditambah dengan seorang musuh seperti Ko Cay Seng, Bok Kian kewalahan juga. Akhirnya waktu dia sedang membabat thiat-pit ( pena besi ) dari Ko Cay Seng, golok Ui Bin membabat kakinya. Untung dia masih dapat loncat turun sehingga perut kudanya yang termakan golok. Karena kesakitan, kudapun meringkik keras dan menerjang binal kearah pasukan Ceng sehingga prajurit Ceng gempar untuk menghindar.

Sekarang Bok Kian menghadapi Ko Cay Seng. Dengan tumpahkan seluruh kepandaian, Bok Kian masih dapat bertahan diri. Tetapi setelah, Ui Bin juga ikut menyerang, mulai terdesaklah pemuda Bok Kian. Pemuda itu benar2 kewalahan. "Lepas!" teriak Ko Cay Seng seraya menusuk pergelangan tangan Bok Kian. Dan pada saat itu Ui Binpun juga membabat kakinya.

Bok Kian rasakan pergelangan tangannya gemetar sehingga tenaganya lunglai, tring pedangnyapun jatuh ke

tanah. Untung dia cepat loncat ke belakang untuk menghindari babatan golok Ui Bin. Sekalipm dapat lolos tapi tak urung Bok Kian pontang-panting juga.

Ui Bin tak mau memberi ampun lagi. Ia maju dan menabas dengan goloknya sementar; Cay Seng juga siap menusuk dengan thiat-pi?

"Hai, Bok kongcu, awas serangan dari belakang!" tiba2 dalam keadaan yang berbahaya, terdengarlah suara seorang gadis berteriak.

Ui Bin terkejut, demikian juga Ko Cay Seng. Mereka serempak tertegun. Dan pada saat itu pula, Sian Li menyerang Ui Bin dan Ko Cay Seng diserang oleh seorang kakek pendek.

"Oh, nona, berhenti dulu," buru2 Ui Bin berseru setelah melihat Sian Li menyerangnya. Sian Li hentikan serangan. Dia berpaling ke arah Bok Kian, "Bok kongcu, engkau tak kena suatu apa?"

"Tidak, terima kasih," kata Bok Kian.

"Mengapa engkau menyerang kongcu? Hm, jelas engkau memang berfihak kepada pasukan Ceng!" tegur Sian Li tajam kepida Ui Bin.

"Hai, bung, mengapa engkau mengalah pada seorang budak perempuan begitu saja?" Ko Cay Seng berteriak kepada Ui Bin.

'"Bangsat, aku tak kenal kepadamu!" teriak Ui Bin. "Ah, janganlah berkata begitu," seru Ko Cay Seng, "perlu apa kita harus main sandiwara didepan kawanan musuh yang begitu macam ? Apala lagi terhadap seorang nona, tak usah kita main sandiwara dan bersikap sungkan. Ayo, tangkaplah dia, kalau engkau enggan, biar aku yang menangkapnya."

"Hm, Ui Bin, apakah engkau masih hendak menyangkal

?" geram Sian Li.

"Tidak, nona, kami tidak kenal dengan bangsat itu !" seru Ui Bin.

"Menyingkirlah !" teriak Ko Cay Seng seraya terus menyerang Sian Li, "biar nona ini kutangkapnya."

"Jangan ganggu cucuku !" bentak Lo Kun yang terus menghantam orang she Ko itu.

Ko Cay Seng sekarang jago tutuk dengan pit besi. Sekaligus dia dapat menutuk enam buah jalan darah di tubuh lawan.

Boan-thian-lok-u atau Hujan-mencurah-dari langit, adalah jurus yang diserangkan kepada Lo Kun. Sepasang pit besi mencurah bagai hujan turun dari langit.

"Kurang ajar," tiba2 Lo Kun menjerit ketika tangannya tertutuk. Dia menyurut selangkah. Melihat itu Ko Cay Seng tak mau memberi kesempatan lagi. Pit terus ditusukkan ke leher Lo Kun. Tetapi dengan cepat memukul tangan Ko Cay Seng.

Ko Cay Seng terkejut sekali. Dia tak nyangka kalau lengan Lo Kun yang terkena tutukannya itu masih dapat digerakkan. Karena jarak begitu dekat dan gerakan Lo Kun itu tak duga-duganya lebih dulu, Ko Cay Seng kerahkan tenaga-dalam untuk menahan benturan tangan Lo Kun agar pit-besinya tak sampai jatuh. Sedangkan pit ditangan kiripun ditutuk ke lambung lawan.

Ktekkkk .... Ko Cay Seng terkejut karena lengannya terasa gemetar seperti terkena strom listrik ketika beradu dengan tangan Lo Kun. Tangannya menjadi lunglai dan pit- besinyapun jatuh. Tetapi pada saat itu Lo Kunpun mendesis kaget dan menyurut mundur beberapa langkah, kemudian tegak berdiri seperti patung.

Ko Cay Seng cepat menjemput pitnya lagi dan terus lari masuk kedalam gerombolan prajurit Ceng.

"Ah, janganlah sicu tergesa-gesa hendak pergi," baru Ko Cay Seng lari beberapa langkah, Losan siangjin sudah menghadangnya.

"Lo-san siangjin, mengapa siangjin malah memusuhi aku? Bukankah kita ini bersekutu?" trriak Ko Cay Seng sekeras kerasnya agar didengar oleh rombongan Sian Li.

"Sicu, janganlah bermain lidah untuk mencelakai orang. Pinto tak kenal sicu dan tak bersekutu dengan pasukan Ceng, mengapa sicu terus menerus mengatakan bersahabat dengan kami ?" seru Lo-san siangjin.

"Ah, Lo-san . siangjin," kata Ko Cay Seng dengan tertawa," siangjin seorang yang penuh kasih sayang, bukankah semua manusia di dunia ini bersahabat semua ?"

Tiba2 Uk Uk melesat datang. Dia melihat kakek Lo Kun menyurut mundur dan berdiri tegak. Ia menghampiri tetapi dicegah Sian Li, "Uk Uk jangan mengganggu kakek. Dia sedang menyalurkan napas. Kejarlah musuh itu saja !"

Mendapat perintah Sian Li, Uk Uk terus Ia hendak menyerang Ko Cay Seng. Melihat itu tahulah pikiran licik dari Ko Cay Seng, "Awas, siangjin serangan dari belakang!" tiba2 Ko Cay Seng berseru. Lo-san siangjin terkejut, ia memang mendengar ada angin berkesiur dari. belakang. Cepat dia berpaling, maksudnya hendak mencegah. Tetapi diluar dugaan, tiba2 Ko Cay Seng dorongkan kedua tangannya, wut .... Lo-san siangjin yang tak menyangka hal itu, terkejut, terpaksa dia membiarkan punggungnya didorong hingga tubuhnya ikut menjorok maju.

Saat itu Uk Ukpun tiba, melihat Lo-san siang-jin menjorok maju seperti hendak menyerangnya, Ukpun menghantam, darrrrr . . , . .

Lo-san siangjin terkejut. Karena tak dapat menghindar terpaksa ia menyilangkan kedua tangan untuk menutup dadanya.

Lo-san siangjin belum kenal siapa dan bagaimana Uk Uk si bocah gendut yang pekok itu. Dan lagi tadi baru saja ia mengerahkan tenaga dalam untuk menahan dorongan Ko Cay Seng. Maka diapun hanya menggunakan dua bagian tenaga-dalam saja. Dia mengira bocah gendut itu hanya seorang bocah biasa saja, tentulah tak mungkin dapat melukainya.

Karena melihat kakeknya diam, Uk Uk mengira kalau Lo Kun menderita luka. Ia marah sekali maka ketika Lo- san siangjin maju menyongsongnya, dia mengira siangjin itu hendak menyerangnya. Uk Uk segera memukul dengan sekuat tenaganya. Akibatnya memang hebat.

Setelah terdengar letupan keras, Lo-san sianjin merdesuh kejut dan tubuhnya sempoyongan sampai beberapa langkah. Belum sempat dia berdiri jejak, sekonyong- konyong Ko Cay Seng mendorongnya lagi, "Siangjin, masakan dengan bocah gendut semacam itu siangjin kalah. Ah, tak pula siangjin sungkan atau kasihan kepadanya!" Sebagai seorang jago tutuk yang ternama sudah tentu Ko Cay Seng memiliki ilmu tenaga dalam yang hebat. Tampaknya hanya seperti orang mendorong tetapi sesungguhnya dia gunakan tenaga-dalam untuk menghantam punggung Losan siangjin.

Lo-san siangjin terkejut. Cepat dia kerahkan tenaga- dalam untuk bertahan. Tetapi celakanya, si pekok Uk Uk maju mengantamnya lagi.

Waktu pertama kali menerima hantaman Uk 'U'k, Lo- san siangjin terkejut. Ternyata anak gendut itu mempunyai tenaga-dalam yang dahsyat. Cepat2 dia kerahkan tenaga- murni untuk menolak tetapi tak urung dia harus menderita. Darahnya bergolak keras. Dan kini dengan sisa tenaga- dalam yang masih ada, dia harus menahan dorongan Ko Cay Seng dan harus menerima pukulan Uk Uk. Jika disuruh memilih menerima pukulan K.o Cay Seng atau Uk Uk, ia pilih menerima pukulan Ko Cay Seng. Ia sudah merasakan betapa dahsyat tenaga-dalam yang dipancarkan pada pukulan Uk Uk tadi.

Setelah memutuskan apa yang harus dilakukan, dengan gerak Kim-pheng-tian-ki atau Alap2-emas-merentang-sayap, ia merentang kedua tanganya, tangan kiri menahan pukulan Ko Cay Seng dan tangan kanan menolak hantaman Uk Uk.

Darrrrr.....

Uk Uk terpental selangkah tetapi Lo-san siangjin tegak berdiri mematung, wajah pucat-lesi dan pejamkan mata.

Uk Uk masih penasaran. Dia hendak maju memukul lagi tetapi pada saat itu, Ui Bin sudak loncat mencengkeram bahunya dan menyentakkan ke belakang sehingga Uk Uk sampai terpental satu meter ke belakang. Uk Uk makin marah. Dia hendak menghatam Ui Bin tetapi saat itu Sian Li sudah menghadangnya, "Berhenti dulu, Uk Uk.”

"Mengapa !" seru Uk Uk, "Engkau salah faham," kata Sian Li," siangjin ini bukan musuh kita. Yang harus engkau serang adalah orang tadi !"

"Ma . . . mana dia !" teriak Uk Uk.

"Dia sudah lari masuk kedalam barisannya!

"Kejar……!" Uk Uk terus hendak lari tetapi dihadang Sian Li," jangan Uk. Berbahaya menerjang barisan  mereka,"

Ternyata saat itu Ko Cay Seng memang sudah menyelundup kedalam pasukan Ceng. Sedang pasukan Cengpun bergerak mundur. Pasukan Beng hendak mengejar tetapi terpaksa mundur karena musuh melepaskan hujan panah.

Karena Lo Kun masih berdiri diam dan Lo san siangjin juga tegak sambil pejamkan mata terpaksa Sian Li dan kawan-kawannya tak dapat melakukan pengejaran. Mereka menjaga kedua tokoh tua itu. Sementara pasukan Bengpun berhenti disitu untuk menjaga keselamatan jago2 itu.

Lo Kun juga minum buah Cian-lian-hay-te som (buah som dari dasar laut yang berumur seribu tahun) begitu juga gemar minum arak yang di rendam darah, hati dan kumis macan hitam. Tenaga-dalamnya memang luar biasa, Maka lengannya tertutuk pit-besi Ko Cay Seng dalam sekejab waktu saja, dia sudah dapat menggerakkan lengannya lagi sehingga Ko Cay Seng terkejut. Tapi karena dia tak tahu akan permainan thiat-pit yang lihay, akhirnya lambungnya kena tertutuk lagi. seketika tubuhnya seperti kaku tak dapat digerakan. Itulah sebabnya dia berdiri diam seperti patung. Untunglah berkat tenaga-dalamnya yang tinggi, dalam waktu yang tak lama, dia sudah sembuh.

Demikian pula dengan Lo-san siangjin. Sebenarnya ilmu tenaga dalam pertapa gunung Lo-san sangat tinggi, Tetapi karena dia kena diselomoti Ko Cay Seng sehingga harus beberapa kali menerima pukulan dahsyat dari Ko Cay Seng dan Uk Uk, maka tenaga-murninyapun banyak menghambur keluar. Terakhir, ketika ia merentang tangan kearah Ko Cay Seng dan Uk Uk, Ko Cay Seng dengan  sebat telah menutukkan pit bajanya kearah jalandarah Jiok- tihiat pada ruas lengannya sehingga petapa itu berdiri tegak tak dapat bergerak. Setelah beberapa waktu menyalurkan tenaga - dalam, akhirnya dapatlah ia menembus lagi jalandarahnya yang tertutuk itu.

"Maaf, toiiang." kata Sian Li, "kami telah menduga buruk kepada totiang,"

Ternyata Sian Li sempat memperhatikan gerak gerik Lo- san siangjin dan Ui Bin. Ia mendengar jelas bagaimana Lo- san siangjin dan Ui Bin mengatakan tak kenal pada Ko Cay Seng tetapi Ko Cay Seng tetap mengaku kenal. Andaikata tadi kakek Lo Kun tak tergesa turun tangan, tentulah kedok Ko Cay Seng dapat dilucuti. Juga terakhir waktu Lo-san siangjin berhadapan dan berbicara dengan Ko Cay Seng, Sian Li tahu kalau siangjin iu tak mempunyai hubungan suatu apa. Tetapi karena Uk Uk menyerang, Lo-san siangjin telah menjadi korban kelicikan Ko Cay Seng.

"Ah, tak apa li-sicu," kata Lo-san siangjin yang terkenal sabar," memang sejak semula aku mengatakan kalau tak kenal dengan pasukan Ceng dan tak tahu tentang hilangnya putera jenderal Lau." "Ya, tetapi jenderal Lau mendapat laporan dari prajuritnya sehingga jenderal itu menyuruh kami kemari," kata Sian Li.

Lo san sianjin geleng2 kepala, "Ah, musuh memang pandai sekali mengatur siasat. Ya, sekarang aku makin yakin mengapa fihak Ceng melakukan hal ini."

"O, apakah orang Ceng pernah datang ke Lo-san?" tanya Sian Li.

Lo-san siangjin mengangguk, "Pendirian kami selama ini, memang tak mau bekerja pada kerjaan Ceng. Beberapa waktu yang lalu, pernah datang kepadaku seorang kaki tangan kerajaan Ceng. Dia menawarkan kerjasama dengan Lo-san. Kalau Lo-san mau membantu usaha kerajaan Ceng, kelak kerajaan Ceng akan membangunkan sebuah vihara yang megah di gunung ini, dibebasan dari pajak dan akan dilindungi dengan undang2 kerajaan Ceng. Tetapi aku menolak permintaan mereka agar pasukan Ceng diperbolehkan mendarat di selat Hayteng-kok."

"O, mengapa mereka tidak langsung saja mengadakan serangan besar-besaran pada pasukan Beng ?" tanya Sian Li.

"Mereka mempunyai rencana yang luas," kata Lo-san siangjin, "mereka akan mengirim sekelompok prajurit dan jago menyelundup ke daerah Losan kemudian mereka akan melakukan pengacauan ke daerah Beng. Apabila pasukan Beng sibuk memadamkan kekacauan2 itu, barulah kerajaan Ceng akan mengirim pasukan besar, menyebrangi sungai Hong-ho untuk menyerang. Pada saat itu pasukan Beng tentu lengah dalam penjagaan."

Sian Li mengangguk, "O, sungguh pintar sekali mereka. Entah siapakah yang menjadi kurun (penasihat perang) pasukan Ceng itu?" "Kurasa tentu tak lain juga bangsa Han sendiri," kata Lo- san siangjin.

Tiba2 Uk Uk menghampiri, serunya, "Cici mengapa ci , . cici. akur dengan dia ?"

"Jangan kurang hormat, Uk," kata Sian Li "totiang ini adalah kawan kita. Musuh kita adalah orang yang menggunakan sepasang pit-besi tadi. Lekas engkau haturkan maaf kepada totiang !"

Uk Uk menurut. Ia maju dan mengangguk kan kepala dihadapan Lo-san siangjin, "Tot, tiang kata ci . . ci . ,. ci aku harus min . . . min ta .. . maaf kepada totiang , "

"Siau-sicu, engkau sungguh lihay, "Lo-san siangjin tertawa. Dia suka melihat potongan tubuh Uk Uk yang gemuk itu," siapakah gurumu ?"

"Eng . . . eng . . . kong, kongmu ," kata Uk Uk.

"Siapa ? Engkongku ?" Uk Uk mengangguk.

"Aneh, aku tak punya engkong lagi."

"Siapa bilang engkau tak punya engkong ….” tiba2 Lo- san siangjin teringat akan keterangan Sian Li bahwa anak gendut itu memang aneh. Dia mempunyai pengertian yang terbalik atas istilah ‘aku-engkau’. Dia tertawa, "O, benar, ya, mana engkongku ?"

"Itu!" seru Uk Uk menunjuk Lo Kun.

"Ah, lojin cucumu ini memang lihay sekali. Dia memiliki tenaga-dalam yang luar biasa, setaraf dengan jago silat kelas satu. Pada hal dia baru berumur berapa…,?" kata Lo-san siangjin.

"Delapan tahun lebih sedikit." "Mengapa dalam umur delapan tahun dia dapat memiliki tenaga-dalam yang begitu hebat? Pada hal untuk meyakinkan ilmu tenaga-dalam seperti yang dicapainya itu, orang harus membutuhkan waktu berpuluh tahun."

"Itu rahasia, totiang," kata Lo Kun dengan nada bangga, "mungkin aku sendiri juga kalah hebat dengan dia."

Lo-san siangjin kerutkan dahi.

"Totiang," kata Sian Li yang tak ingin pembicaraan itu berlarut-larut. Karena sekali bercerita tentulah kakek Lo Kun itu akan membual sehingga orang akan tahu bahwa dia itu seorang kakek yang linglung, "musuh sudah lari, lalu bagaimana tindakan kita?"

"Li sicu," kata Lo-san siangjin, "telah kukatakan bahwa pendirian kami, tetap tak mau bekerja-sama dengan orang Ceng. Saat ini ternyata mereka berani menyelundup ke daerah Lo-san. Aku tak mengidinkan gunung ini dikotori dengan kaki orang-orang Ceng. Mari kita naik ke atas untuk beristirahat dulu dan membicarakan bagaimana rencana menghadapi mereka nanti.

"Bagaimana dengan kematian Li sam-saycu totiang,” tanya Sian Li waktu teringat akan peristiwa matinya Li Kong.

"Ah, peristiwa itu terjadi karena salah faham, dan pula sam-te meninggal karena membentur tiang ruangan sendiri," kata Lo-san siangjin "yang mati takkan bisa hidup kembali. Sekarang kita sedang menghadapi musuh. Yang penting kita harus mencurah tenaga dan pikiran untuk menghalau mereka."

Sian Li menghaturkan maaf atas paristiwa itu dan mengucapkan terima kasih kelapangan dada pertapa dari Lo-san itu. "Kemungkinan putera jenderal Lau itu mernang ditangkap oleh pasukan Ceng yang menyelundup ke daerah Losan," kata Lo-san siangjin, "ya, kutahu siasat mereka."

"Bagaimana siang- jin?" tanya Bok Kian.

"Karena Lo-san tak mau diajak kerjasama maka mereka menggunakan siasat pinjam tangan pasukan Beng untuk menghancurkan Losan."

"0, totiang maksudkan musuh sengaja menangkap putera jenderal Lau dan mengabarkan bahwa putera jenderal itu tertangkap oleh pasukan Ceng yang berada di Losan, agar pasukan menganggap bahwa totiang telah bersekutu dengan kerajaan Ceng?" tanya Sian Li.

"Benar," kata Lo-san siangjin, "dengan menangkap putera jenderal Lau itu maka musuh telah mendapat dua buah keuntungan. Pertama, mereka dapat mengadu pasukan Beng dengan Lo-san karena Lo-san tentu dianggap mau bekerjasama dengan kerajaan Ceng. Kedua, dengan memiliki sandera putera jenderal Lau itu maka mereka dapat menekan jenderal Lau supaya mundur dari wilayah Sanse."

"Benar," sambut Sian Li, "kemungkinan mereka akan menggunakan sandera itu untuk membujuk agar jenderal Lau menyerah kepada mereka.”

"Betul!" seru kakek Lo Kun tiba2.

"Bagaimana li-sicu dan lojin dapat menduga begitu?" tanya Lo-san siangjin.

"Huh, jenderal itu gemar bersenang-senang dengan wanita2 cantik. Orang yang berhamba kepada kesenangan tentu mudah dibujuk musuh. Lain sekali dengan aku. Dulu waktu menerima tugas dari baginda, aku tak pernah dekat dengan wanita sehingga sampai jadi jejaka tua." "Dimana dulu lojin mendapat tugas baginda?" tanya Lo- san siangjin secara iseng.

"Dalam gua, menunggu seorang Persia yang bernama Somali. Jangankan wanita, sedang manusia lainpun tak pernah datang ke gua itu."

Lo-san siangjin tertawa.

"Lo-jin, sudah sejak beberapa tahun yang lalu aku sudah melihat gejala2 begitu. Mentri, jenderal dan pembesar2 tak becus mengurus pemerintahan, sogok dan suap merajalela. Raja terlena dalam kesenangan wanita, kaum durna berpesta-pora menumpuk harta, rakyat bingung menderita senngsara. Itulah sebabnya karena tak tahan melihat penderitaan rakyat maka aku segera mengasingkan diri naik ke gunung Losan ini."

"Salah!" tiba2 La Kun menegur.

"Salah bagaimana, tolong lojin memberi petunjuk," kata Lo-san siangjin.

"Manusia dijelmakan di dunia adalah untuk mengurus dunia dan sesama manusia," kata Lo Kun dengan gaya seperti seorang ahli falsafat besar, '"jika semua orang pada lari ke gunung mengasingkan diri, mencari kenikmatan diri sendiri, biar negara dan masyarakat kacau, biar lain2 orang sengsara, asal dirinya tentram dan senang menikmati bunga dan mendengarkan kicau burung, lalu bagaimana dunia ini jadinya nanti?"

"Ah," Lo-san siangjin mendesah, "tetapi manusia sukar diurus. Lebih baik kita mengendalikan diri sendiri."

"Itu pendirian manusia kerdil yang hendak melarikan diri dari kenyataan. Hidup itu memang begitu. Penuh dengan persoalan, penuh dengan segala macam manusia yang sangat aneh, susah diurus, yang menurut kemauannya sendiri, yang suka mementingkan diri sendiri, ah, pendek kata seribu satu macam sifat manusia.

"Itulah kehidupan dan itulah artinya manusia disuruh hidup di dunia. Perlu apa disuruh hidup di dunia kalau hanya mengasingkan diri di gunung, menikmati kembang, mendengar kicau burung ? Itu bukan tugas manusia dan bukan kehidupan manusia tetapi tugas burung dan kupu2 dan kehidupan bangsa binatang hutan. Sudah mau jadi manusia harus mau mengurus soal manusia karena mengurus soal manusia berarti mengurus dirinya sendiri sebagai manusia. Memang tak mudah, tetapi disitulah letak arti hidup sebagai manusia !"

Lo-san siangjin terlongong-Iongong mendegar hamburan kata2 mutiara dari mulut seorang kakek yang linglung. Diam2 Sian Li juga terkejut. Ada kalanya, dalam wataknya yang limbung seperti orang tak waras pikiran itu, kakek Lo Kun dapat menghamburkan kata2 yang tak kalah tingginya dengan falsafat hebat. Kemudian dara itupun diam2 geli karena Lo-san siangjin kena disentil dengan telak oleh kata- kata kakek itu.

"Terima kasih, lojin," kata Lo-san siangjin sesaat kemudian, "lojin telah memberi petunjuk berharga. Kurasa memang benar juga.

"Siapa yang bilang tidak benar?" tukas kek Lo Kun, "lihat aku. Aku sendiri entah sudah berapa lama hidup di dunia ini. Sayang umurku tak pernah kukumpulkan, kubuangi saja. Sebenarnya aku sendiri sudah pensiun tetapi siapa yang akan mempensiun aku? Raja yang menitahkanku sudah mati, habis aku harus mengurus pensiun pada siapa ? Tetapi akupun tak mau mengharap segala pensiun karena aku merasa masih kuat dan masih punya gairah hidup, Selama masih mempunyai gairah hidup, aku tak mau nganggur, lebih2 mengasingkan diri di gunung. Aku hendak terjun ke masyarakat lagi. apalagi sekarang negara sedang kacau menghadapi serangan musuh, aku lebih bersemangat lagi."

Lo-san siangjin mengangguk. "Engkau tahu apa rahasiaku bisa berumur panjang dan kesehatanku masih baik ini ?" tanya Lo Kun.

'"Bagaimana ?"

"Mempunyai gairah hidup, bekerja, jangan merasa tua dan, jangan memikirkan umur, jangan menghitung waktu. Pendek kata, siang kerja, malam tidur. Jangan suka bersedih. Hari ini kita hidup, hari ini kita menggunakannya. Jangan melamunkan hari esok dan kelak. Dan jangan mengotorkan pikiran dengan kejahatan dan nafsu menumpuk harta."

“O, indah sekali," kata Lo san siargjin.

"Eh, masih ada satu lagi," kata Lo Kun pula, "yang harus dilakukan kalau mau berumur panjang."

"Apa ?"

"Tertawa. Harus tertawa tiap hari dan suka dagel." "Apa itu dagel ?"

"Membuat lelucon, berkata yang lucu-lucu. Itulah resepku mengapa bisa berumur panjang."

"Baik, kakek, tociang memperhatikan resep kakek itu," karena kuatir pembicaraan itu akan berlarut panjang maka Sian Li lalu memutusnya. Kemudian dara itu bertanya kepada Lo-san siangjin 'Totiang, bagaimana rencana kita selanjutnya?"

"Tadi sudah kukirim anakbuah untuk menyelidiki keadaan musuh. Malam nanti, kita lakukan serangan," kata Lo-san siangjin. "Ya. aku memang hendak membalas orang yang menutuk lambungku tadi," seru Lo Kun.

Bok Kianpun menyetujui rencana itu, Tetapi pada saat Lo-san siangjin hendak mengatur anakbuahnya dalam persiapan untuk melakukan serangan malam nanti, tiba-tiba Sian Li membuka bicara:

"Nanti dulu, totiang?," katanya.

"'O, apakah li-sicu mempunyai rencana lain?" tanya Lo- san si-.ngjin,

"Ya," sahut Sian Li," tetapi entah apakah totiang dapat menyetujuinya.”

"Katakanlah li-sicu," seru Lo-san siangjin “tak apa, aku dapat mempertimbangkannya.”

"Begini totiang," kata Sian Li, "rencana ini memang agak istimewa. Tetapi maksudku, aku hendak menggunakan cara musuh menyiasati kata untuk dipakai menyiasati mereka kembali."

"O, maksudmu siasat Ih-tok-kong-tok atau dengan racun mengobati racun ?"

"Benar, totiang. Memang semacam itu." "Coba li-sicu katakan bagaimana rencana Li situ itu."

"Bukankah tadi totiang mengatakan bahwa kerajaan Ceng bermaksud kendak mengajak totiang bekerja-sama menghantam pasukan Beng ?"

"Ya, benar."

"Nah, sekarang kita mulai dari situ. Totian harus pura2 menerima tawaran itu." "Tetapi mereka sudah tahu kalau aku menolak, apalagi tadi dalam pertempuran jelas aku memusuhi mereka. Apakah mereka mau percaya,” tanya Lo-san siangjin.

"Waktu menemui mereka, totiang boleh merangkai alasan bahwa tadi hanyalah sekedar siasat saja  agar pasukan Beng percaya pada totiang. Dari buktinya, sekarang totiang dapat menangkap kami."

"Apa maksud Li- sicu ?" Lo-san siangjin agak terkejut. "Agar mendapat kepercayaan mereka, totiang supaya

mengatakan kalau berhasil menangkap kami."

"Tetapi apakah benar2 Li-situ sekalian kami tangkap?

Bagaimana kalau mereka minta bukti'?"

"Tak apa," kata Sian Li, "totiang boleh merantai kami dan dimasukkan dalam ruang tahanan. Apabila mereka datang kemari, dapatlah totiang menunjukkan buktinya"

"Wah, jangan, Sian Li," teriak Lo Kun. "Mengapi?"

"Kalau kita dirantai dan mereka datang, bagaimana kalau mereka mernbunuh kita?"

"Jangan kuatir kakek," Sian Li rnenghibur, totiang tentu cukup bijaksana untuk mengatur itu. Misalnya, rantai itu tidak dikunci-mati agar sewaktu-waktu kita dapat bergerak untuk mengamuk mereka. Dan lagi, kita nanti pura2 pingsan. Totiang dapat mengatakan kepada orang Ceng, kalau totiang telah memberi obat bius sehingga tenaga kita hilang."

"O, kalau begitu aku mau" kata Lo Kim. "Setelah itu?" tanya Lo-san sianglin. "Yang penting totiang dapat mencari keterangan dimana beradanya putera jenderal Lau. Kurasa setelah totiang dapat menunjukkan bukti dan mendapat kepercayaan mereka, tentu mereka mau memberi keterangan tentang putera jenderal Lau itu."

'"Setelah itu lalu bagaimana?"

"Setelah tahu tempat ditawannya putera jenderal Lau, barulah totiang boleh merencanakan bagaimana cara untuk membebaskannya. Kalau perlu basmi saja mereka semua."

Lo-san siangjin diam merenung. Sesaat kemudian ia bertanya, "Bagaimana misalnya kalau mereka hendak membunuh li-sicu sekalian?"

"Totiang boleh memberi alasan supaya pelaksanaan ditunda dulu, toh kami sudah dirantai dan disekap dalam ruang tahanan. Tetapi andai kata mereka memaksa, suruh saja mereka masuk ke dalam ruangan itu, nan!i kita akan bertindak membereskan mereka."

"Lalu bagaimana dengan pasukan Beng yang berada di gunung ini?" tanya Lo-san siangjin pula.

"Bak kongcu," Sian Li serentak berpaling kearah Bok Kian, "kali ini aku hendak minta bantuanmu."

"Baik, katakanlah," sahut Bok Kian.

'Engkau kasih tahu kepada pimpinan barisan itu agar supaya menarik mundur ptsukannya dari gunung ini."

"Tetapi apakah hal itu tidak menimbutkan kecurigaan fihak musuh?" tanya Bok Kian.

"Ya, benar,'" kata Sian Li, "kalau begitu, kuharap lotiang kerahkan anakbuah totiang untuk pura'2 menyerang pasukan Beng agar mereka mempunyai alasan untuk mundur dari gunung ini." "Baik, li-sicu Tetapi maaf, siapakah Bok kongcu ini?" "O, apakah totiang belum berkenalan?" tanya Sian Li.

"Mungkin karena sibuk, kita saling mengira kalau sudah kenal pada hal belum," kata Lo san siangjin.

"Bok Kian kongcu ini adalah putera kemenakan dari menteri pertalanan Su Go Hwat tayjin di Lam-kia," Sian Li memperkenalkan Bok Kian.

"O, maaf, kongcu, pinto tak tahu sehingga tak menyambut kongcu dengan selayaknya."

"Ah, totiang membuat aku sungkan. Paman memang menjabat sebagai mentri pertahanan kerajaan Beng, tetapi aku hanya orang biasa saja. Aku tak menjabat pangkat apa2, totiang."

Atas pertanyaan Lo san siangjin, Bok Kian merangkan bahwa kebetulan dia mendapat tugas dari pamannya untuk menyampaikan perintah kepada jendral Lau. Kemudian terjadi piristiwa dimana putera jenderal Lau minggat dan tertangkap musuh.

"Ah, kongcu sungguh mulia karena kongcu bersedia membantu pada jenderal Lau" Lo-san siangjin memuji.

"Jenderal Lau sedang memimpin pasukan dan sedang menghadapi musuh yang kuat. Kalau pikirannya terganggu karena hilangnya putera maka dia tentu akan kendor semangatnya. Akibatnya pasukan kita tentu akan mengalami kekalahan. Itulah sebabnya aku mau menyediakan diri untuk mencari puteranya yang ditawan musuh itu," kata Bok Kian.

"Bagus, kongcu," seru Lo-san siangjin, "pendirian  kongcu itu memang tepat. Sebenarnya jangankan lagi kehilangan putera, bahkan kehilangan jiwanya sendiri, pun seorang jenderal tak boleh bingung. Dia adalah p'mpinan sebuah pasukan yang terdiri dari beribu-ribu prajurit. Selain bertanggung jawab atas jiwa anak buahnya itu, diapun mempunyai tugas untuk membela negara dan menyelamatkan rakyat dari amukan musuh. Tetapi apapun dikata. Memang jenderal2 kita sudah terlanjur bergelimangan dalam kenikmatan hidup. Orang gemar kenikmatan, tentu takut mati."

Begitulah setelah rencana selesai dimufakati merekapun mulai bertindak. Bok Kian minta diri untuk menuju ke pasukan Beng yang berada di selat Hay-teng-kok.

Lo-san siangjinpun menyiapkan anakbuahnya untuk melakukan serangan kepada pasukan itu.

Tak berapa lama datanglah anakbuah Lo-san menghadap, "Siangjin, pasukan Ceng yang berada di selat Hay-teng-kok itu tak berapa banyak jumlahnya. Mereka mendarat dengan naik perahu. Sekarang ini mereka masih berkemah diselat itu."

Setelah menerima laporan itu maka Lo-san siangjin segera mengajak Ui Bin memimpin anak-buahnya untuk menyerang pasukan Beng.

"Totiang, aku mohon ikut," kata Sian Li. "Mengapa?" Lo-san siangjin heran.

"Nanti setiba disana, aku hendak menyelinap untuk menemui Bok kongcu. Akan kuberitahu kepada  Bok kongcu supaya mempersiapkan orang untuk membakar perahu2 di perairan selat Hay-eng-kok agar orang2 Ceng itu tak dapat menyebrang pulang."

'O, baiklah," kata Lo-san siangjin.

"Lho aku dan Uk Uk bagaimana ?" seru Lo Kun. "Kakek dan Uk Uk tinggal disini dulu. Setelah menemui Bok kongcu aku tentu segera kembali kesini. Bukankah kita bertiga nanti akan menjadi tawanan totiang ?"

"O, ya, ya, tetapi jangan lama2 dong. Kalau kalian pergi dan mereka datang, aku hanya berdua dengan Uk Uk saja yang menghadapi."

Maka berangkatlah Lo san siangjin dan Ui Bi dengan membawa seratusan anakbuah Lo-san, menuju ke selat Hay-teng-kok. Sian Li juga

Karena sudah direncanakan maka dengan mudah dapatlah anakbuah Losan itu memukul mundur pasukan Beng. Waktu pasukan itu mundur sampai kesebuah hutan, muncullah Sian Li menemui Bok Kian.

"O. engkau nona Liok ?" seru Bok Kian.

"Benar, kongcu," kata Sian Li, "aku hendak menyampaikan berita kepada kongcu."

"Apakah ada perobahan tentang rencana kita itu ?" "Tidak," kata Sian Li, "hanya tadi anakbuah Lo-san yang

ditugaskan untuk menyelidiki keadaan pasukan Ceng telah datang melapor. Katanya jumlah pasukan Ceng yang berada di selat Hay teng-kok itu tak berapa banyak. Dan mereka datang kesitu dengan menggunakan perahu. Oleh karena itu apabila Lo-san siangjin sudah dapat membujuk mereka naik ke gunung Lo san, segera Bok kongcu perintahkan orang untuk membakar perahu2 itu agar mereka tak dapat pulang."

"Baik," kata Bok Kian. Dan Sian Li pun segera kembali lagi ke puncak Lo-san.

Sementara itu setelah dapat mengundurkan pasukan Beng maka Lo-san siangjin dengan membawa anakbuahnya segera menuju ke selat Hay-te kok untuk menemui pimpinan pasukan Ceng.

Lo-san siangjin diterima oleh seorang perwira yang menanyakan maksud kedatangan pertapa itu.

"Maaf, boleh pinto tahu siapa yang menjadi pimpinan pasukan ini?" tanya Lo-san siangjin.

"Sebenarnya yang memimpin kelompok pasukan ini adalah aku sendiri," kata perwira itu.

"O, maaf, siapakah nama sicu yang terhormat ?" tanya Lo-san siangjin pula.

"Ka Ting."

"O, apakah sicu juga seorang Han ?"

"Aku berasal dari wilayah Hek liong-kiang."

"Begini sicu, maksud kedatangan pinto tak lain adalah hendak merundingkan sesuatu dengan pimpinan pasukan kerajaan Ceng. Bahwa sebenarnya pinto sudah menerima tawaran kerajaan Ceng untuk bekerjasama menumbangkan kekuasaan Beng, tapi dalam hal itu pinto tak mau bertindak terang-terangan tetapi harus secara rahasia. Pinto minta soal ini supaya dirahasiakan sehingga fihak pasukan Beng tak tahu. Dengan cara itu pinto ternyata berhasil menghancurkan pasukan Beng yang tadi bertempur dengan pasukan Ceng disini. lain itu pintopun berhasil menangkap beberapa jago mereka yang lihay.

"O," perwira yang bernama Ka Ting itu terkejuf," tetapi siangjin, walaupun aku yang memimpin pasukan tetapi dari fihak atasan aku telah dipeiintahkan, harus menurut segala perintah Ko tayjin.”

"Siapakah Ko tayjin itu ?" "Ko tayjin adalah yang bertempur melawan beberapa jago dari fihak Beng tadi."

"Yang menggunakan sepasang pit besi itu ? "Benar."

"Siapakah nama lengkapnya ?" "Ko Cay Seng."

"Jabatannya dalam pemerintahan Ceng ?"

"Pembantu utama dari panglima Torgun. Dialah yang ditugaskan untuk menyelundup kedalam wilayah kekuasaan Beng dan membuat pengacauan ..."

( bersambung ).

-oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar