Pendekar Bloon Cari Jodoh Jilid 18 Aih, aih.

Jilid 18 Aih, aih.

Empatpuluh prajurit berkuda dengan pakaian lengkap seperti sedang menyerbu dalam medan perang, sedang lari menuju ke tempat Sian Li dan kakek Lo Kun.

Cepat sekali mereka sudah tiba dan terus loncat turun dan mengepung Sian Li bertiga. Seorang perwira bertubuh tinggi besar segera maju. "Hai, mana bocah pekok yang telah menghina Lau kongcu tadi?" teriak perwira yang berkumis seram itu.

Sebelum kakek Lo Kun menjawab, Sian Li telah mendahului, "Dia adalah adikku."

Melihat Sian Li seorang gadis cantik, berobah sikap perwira itu. Semula bengis sekarang mulutnya tampak ramah.

"O, adik nona?" perwira itu menegas dan muka dicerahkan.

"Ya," sahut Sian Li. "Mengapa adik nona berani menghina kongcu putera jenderal Lau Cek Jing atasan kami tanya perwira itu.

"Apakah engkau disuruh oleh jenderal Lau untuk menangkap adikku?" Sian Li balas bertanya.

"Ya, tetapi aku agak sangsi apakah benar adik nona yang melakukannya."

"Memang benar," sahut Sian Li, "tetapi aku melakukan hal itu karena terpaksa."

"Terpaksa bagaimana maksud nona?"

"Karena putera jenderal itu hendak memaksa aku supaya bermalam di tempatnya. Waktu, aku menolak dia suruh pengawalnya untuk menangkap aku. Melihat aku diserang oleh pengawal anak jenderal itu, adikku marah dan terus meringkus anak jenderal itu."

"O," perwira itu mendesuh kejut. Tetapi, ia memang tahu akan tabiat putera atasannya suka memaksa wanita terutama gadis2 cantik untuk melayani kemauannya.

"Sebenarnya putera jenderal itu harus malu dan tak berani mengatakan peristiwa itu kepada ayahnya." "Malu bagaimana?" perwira itu heran.

"Malu karena dia hendak mengganggu seorang gadis.

Malu karena dia dapat dibekuk seorang anak kecil." "Mana adik nona itu ?"

'"Ini," Sian Li menunjuk pada Uk Uk.

Demi melihat perwujudan Uk Uk yang berkepala gundul dan bertubuh gemuk, perwira itu ini longong, "Anak itu ?" serunya heran.

"Ya."

Diam2 perwira itu heran dan hampir tak percaya. Lau kongcu juga belajar silat apa-lagi dibeking oleh dua orang kausu, mengapa sampai dapat diringkus oleh seorang bocah yang bentuknya begitu macam, pikirnya.

"Nona, apakah benar anak itu yang membekuk kongcu kami ?" ia menegasi

"Ya."

"Apakah bukan adik nona yang lainnya lagi.”

"Aku tak punya adik lagi kecuali dia," sahut Sian Li," o, engkau kira yang mengalahkan anak jenderal itu seorang jago silat yang sakti, bukan ? Kalau tidak, perlu apa engkau membawa berpuluh-puluh prajurit bersenjata lengkap untuk mengepung kami bertiga ?"

Perwira itu tersipu-sipu malu.

"Kami hanya mendapat perintah dari atasan kami, nona. Kami tak mengira kalau yang mengalahkan rombongan Lau kongcu itu ternyata hanya seorang bocah yang berwajah lucu "

"Lho, jangan omong seenakmu sendiri, bajingan !" teriak U k Uk dengan tiba2. Sudah tentu perwira itu berjingkrak kaget karena dimaki Uk Uk. Merahlah mukanya seketika.

"Uk, jangan memaki orang," seru Sian Li lalu berpaling kepada perwira itu, "sebenarnya ia tak tahu apa arti kata 'bajingan” itu. Tetapi tadi putera jenderal itu telah memakinya bajingan. Dia lalu bertanya apa artinya bajingan itu dan kakekku memberi keterangan kalau bajingan itu orang yang jahat. Dia tentu mengira kalian ini orang jahat yang hendak menangkap kami maka dia tentu kontan memaki. Harap jangan salah faham."

Walaupun mendongkol tetapi karena berhadapan dengan seorang gadis cantik, terpaksa perwira itu meramahkan wajahnya. "Ah, karena dia tak tahu, adik nona itu tak salah," katanya.

"Lalu bagaimana maksud kalian kemari,” tegur Sian Li pula.

"Kami mendapat perintah dari atasan, supaya membawa orang yang telah menghina Lau kongcu, menghadap jenderal kami."

"Untuk apa?"

"Tetapi nona tak perlu takut," cepat perwira itu menghibur, "dihadapan jenderal Lau nona boleh menceritakan apa yang telah terjadi. Jenderal Lau tentu dapat memberi keadilan."

Sian Li segera berunding dengan kakek Lo Kun. Dia mengemukakan alasan, jika melawan tentu akan terjadi pertempuran. Bukan karena takut tetapi hal itu hanya akan menimbulkan pertumpahan darah yang tak perlu. Kawanan prajurit itu adalah prajurit kerajaan Beng. Tak baik kalau memusuhi bangsa sendiri." "Maksudmu kita ikut kepada mereka mengalap jenderal Lau itu ?" kakek Lo Kun menegas.

"Kurasa baik begitu," jawab Sian Li, "nanti dihadapan jenderal itu kita dapat memberi keterangan yang sebenarnya."

Setelah bersepakat. Sian Li lalu mengatakan pada perwira itu bahwa dia dan kedua kawan-bersedih ikut mereka.

Singkatnya, mereka telah tiba di markas besar jenderal Liu Cek Jing. Tetapi jenderal sedang menerima tamu, utusan dari mentri pertahanan Su Hwat. Mereka dipersilahkan beristirahat di dalam ruang.

“Silakan beristirahat dulu di ruang ini, nona, seorang prajurit," besok pagi baru kita antar menghadap jenderal Lau."

Segalanya tampak wajar dan tak mencurigakan. Tetapi Sian Li masih tetap berhati-hati. masih tak percaya kalau jenderal Lau sedang nerima tetamu. Teringat akan ulah putera jenderal yang bernama Lau Bun Sui itu, dia tetap curiga. Tetapi ia tak tahu bagaimana cara membuktikan benar atau tidak ia akan dihadapkan jenderal Lau.

Ia mendapat sebuah kamar dan kakek Kun satu kamar dengan Uk Uk. Saat itu mereka belum tidur, masih beromong-omong diruang muka.

Pada saat itu muncullah seorang gadis membawa hidangan makanan dan minuman. Gadis itu sebenarnya berwajah cantik tetapi saat itu tampak pucat dan matanya cekung tak bersinar. Wajahnya kuyu.

"Siauya menyuruh kami mengantar hidangan malam untuk nona," katanya dengan suara perlahan. Sian Li mengucap terima kasih dan si pelayan itu meletakkan hidangan dimeja. gadis pelayan itu terkesiap, matanya berkilat ketika melihat Uk Uk.

Sian Li memperhatikan perobahan muka pelayan itu dan menegurnya, "Kenapa, cici ter melihat adik itu ?"

"Dia .... dia seperti adikku "

'O," desuh Sian Li, "dimanakah adik cici sekarang?"

Gadis itu tidak menyahut melainkan menundukkan kepala. Beberapa butir airmata menetes turun ke lantai.

"Cici, mengapa engkau menangis?" tanya Sian Li.

"Tidak apa2, nona," kata pelayan itu, "aku jadi terkenang kepada adikku itu. Entah sekarang dia berada dimana "

Menduga pelayan itu tentu mengalami derita dalam hidupnya, Sian Li berkata dengan nada lembut, "Ah, cici tentu mengalami derita hidup. Apabila percaya kepada kami, maukah engkau menceritakan peristiwa yang menimpa diri cici?"

Pelayan itu memandang sejenak ke sekeliling. Setelah memperoleh kepastian tak ada lain orang, barulah dia berkata dengan pelahan, "Nona, memang benar seperti kata nona. Aku menanggung kehidupan yang menyedihkan. Ayahku ditangkap dan karena berani melawan, lalu dianiaya sampai mati. Mendengar itu ibuku lalu bunuh diri, sedang adikku juga melarikan diri. Dan aku telah diambil dari rumah secara paksa "

"Siapa yang melakukan hal itu?"

Anakbuah Tio wan-gwe," kata gadis itu. Wan-gwe artinja hartawan.

“Siapa Tio wan-gwe itu?” Sian Li terkejut. "Dia adalah orang yang paling kaya di kampung ini, seorang tuan rumah yang memiliki beratus-ratus hektar sawah. Dia memelihara berpuluh tukang pukul. Bermula ayah meminjam uang untuk mengerjakan sawah peninggalan engkong. Tetapi tak tahu bagaimana, pada saat hampir panen, sawah ayah telah dirusak orang , "

"Karena peristiwa itu ayah tak dapat membayar hutang. Tio wan-gwe berkeras hendak nagih kalau ayah tak dapat membajar, sawah akan diambil. Kami sekeluarga segera mengunjungi rumah Tio wan-gwe untuk memohon belas kasihan agar memberi waktu beberapa bulan lagi. Maksud ayah mengajak isteri dan anaknya adalah untuk mengetuk perasaan Tio wan-gwe tetapi malah berbalik menjadi suatu bencana .

"Tiba2 Tio wan-gwe bersikap manis kepada ayah. Bahkan ayah diberi pinjaman uang lagi. Ayah terlongong- longong. Tak pernah ia menyangka bahwa Tio wan-gwe yang terkenal kejam itu ternyata begitu baik kepadanya ....

"Beberapa waktu kemudian, datanglah seorang pesuruh dari Tio wan-gwe ke rumah. Maksud kedatangannya tak lain adalah hendak meminang aku untuk dijadikan gundik hartawan yang sudah setengah baya, punya isteri dan beberapa gundik.

"Ayah terkejut dan menolak lamaran itu. Dia telah memberikan sawahnya sebagai pembayar hutang. Tetapi Tio wan-gwe menolak dengan dalih bahwa harga sawah ayah itu masih belum memadai untuk membayar hutang ayah. Kalau ayah mau memberikan aku, hutangnya akan dibebaskan. Tetapi kalau tidak, ayah akan ditangkap dan dipenjarakan "

"Karena ayah berkeras kepala akhirnya dia ditangkap oleh kawanan tukang pukul Tio wan-gwe dan karena tak tahan mengalami siksaan akhirnya ayahpun meninggal. Kawanan tukang pukul datang lagi ke rumah kami, mengatakan kalau ayah minta ibu dan aku supaya datang menjenguknya untuk berunding. Tetapi waktu kami berdua datang ternyata kami ditipu. Aku terus dimasukkan kedalam sebuah ruangan yang dijaga keras. Melihat itu ibu kalap. Karena putus asa dia sampai bunuh diri "

"'O, hartawan itu harus diberi hajaran yang setimpal," seru Sian Li. Kemudian dia minta nona itu melanjutkan ceritanya.

"Tetapi sebelum Tio wan-gwe mencemarkan diriku, tiba2 pasukan jenderal Lau datang di kota. Tio wan-gwe berusaha untuk mencari perlindungan kepada jenderal Lau agar harta benda dan sawahnya tak diganggu. Setelah memberi sumbangan uang dan bahan makanan yarg berlimpah- limpah, Tio wanpwe juga memberi gadis2 cantik kepada jenderal itu "

"Dan dirinya termasuk salah seorang yang diberrikan kepada jenderal Lau?" tukas Sian Li.

"Ya," pelayan itu menghela napas, "apa dayaku seorang gadis desa yang lemah. Tetapi bagiku sudah tiada mengharap apa2 lagi kecuali hanya satu."

"Coba katakanlah, cici," kata Sian Li, “barangkali kami dapat membantu harapan cici.”

"Kedua orangtuaku sudah mati dan aku ibarat bunga yang sudah layu. Sebenarnya aku sudah tak ingin hidup, tetapi aku paksakan diri untuk bertahan hidup hanya karena aku ingin mengetahui tentang diri adikku itu ”

"Dimanakah adik cici waktu itu?'' "Waktu aku dan ibu datang ke rumah Wan-gwe, adik berada di rumah. Dia seorang lelaki yung bertubuh montok seperti adik nona! Umurnya juga sebaya "

"Kalau begitu, biar dia menjadi adikmu saja," kata Sian Li.

'Ak uk, ak ak, uk-uk ... ap apa” seru Uk Uk tergagap-

gagap.

"Engkau akan kuberikan kepada cici supaja dijadikan adiknya "

"Mau !" teriak Uk Uk.

"Ohhhhh," pelayan itu berseru tertahan penuh haru dan kejut.

Sian Li tahu bahwa yang dimaksud Uk Uk Hu adalah lawan kata dari mau alias tidak mau. Tetapi agar pelayan itu jangan bersedih iapun diam saja.

"Cici, mengapa sekarang cici hanya disuruh mengantar makanan dan minuman kepada kami?" tanya Sian Li.

"Habis manis sepah dibuang," pelayan muda Iiu menghela napas, "setelah beberapa waktu aku dijadikan gundik jenderal Lau, maka diapun bosan, lalu menjadikan aku sebagai pelayan."

"Cici," kata Sian Li," aku berjanji akan mencari adikmu, jangan bersedih hati."

"Benarkah nona akan mencarikan adikku ?" tanya pelayan itu.

"Demi kehormatanku !"

''Oh, Tuhan, terima kasih," serta merta pelayan itu berlutut, "jika nona berhasil menemukan adikku, berikanlah bungkusan ini kepadanya, maukah nona?" "Baik," kata Sian Li seraya menyambuti bungkusan yang ternyata terbuat dari kulit kambing. Tanpa bertanya apa isinya, ia terus menyimpan kedalam baju.

"Nona, bolehkah aku mendapat tahu nama nona agar kelak dapat kuukir budi kebaikau nona itu dalam hatiku selama hayat masih terkandung dalam badan ?" tanya pelayan itu.

"Aku Liok Sian Li," kata Sian Li yang juga bertanya nama pelayan itu. Nona pelayan itu bernama Un Sin Nio.

"Nona Liok," kata Sin Nio, "aku hendak membalas budi kebaikan nona. Aku menyangsikan bahwa dalam hidangan makanan dan arak ini, kemungkinan diberi obat bius.

Sian Li terkejut, "Mengapa engkau menceritakan begitu ?

Apakah engkau tahu hal itu ?"

"Begini nona Liok," Sin Nio memberi keterangan," dulu akupun pernah mengalami nasib begini. Waktu aku dikurung dalam kamar rahasia, aku sudah bertekad hendak mati daripada kehormatanku tercemar. Aku mengancam setiap pelayan maupun prajurit yang hendak membujukku supaya mau melayani. Rupanya mereka kuatir kalau aku benar2 akan membuktikan ancamannya. Mereka merobah sikap. Mereka memperlakukan aku dengan baik sehingga aku lengah. Pada malam itu akupun mau makan dan minum the yang mereka antarkan. Tetapi setelah itu aku pingsan. Keesokan harinya kudapatkan aku berbaring diatas sebuah ranjang yang ada disebuah kamar yang mewah. Ternyata kehormatanku sudah direnggut oleh jenderal Lau waktu aku dalam keadaan tak sadar."

"Hm, jenderal itu harus diberi pelajaran yang setimpal," dengus Sian Li, "rupanya dia menganggap bahwa seorang jenderal itu boleh berbuat segala apa !" "Oleh karena itu, nona Liok," kata Sin Nio pula, "aku kuatir nona juga akan menderita nasib seirperti diriku tempo hari. Maka silakan periksa dulu apakah makanan dan minuman itu terdapat rucun bius."

"Apakah bukan engkau yang menyiapkan hidangan itu ?" tanya Sian Li.

"Bukan," kata San Li, "aku hanya diperintah untuk membawa kepada nona "

Siok Li menjemput sepotong ikan dan dijilatnya. Kemudian diapun mencicipi sedikit teh dan arak. Ternyata rasanya memang agak berbeda. Dia curiga.

"Kurasa engkau benar, cici Sin," katanya, “hidangan ini memang dicampuri dengan racun sejenis obat bius, Jelas mereka juga akan membius aku dan akan melakukan seperti terhadap diri cici."

"Sian Li, mari kita hajar mereka," tiba2 kakek Lo Kun berteriak terus hendak melangkah ke luar.

"Jangan terburu-buru, kakek Lo," cepat Sian Li mencegah, "kita cari akal untuk mengerjai mereka."

Lo Kun menurut, "Hm, jenderal dan putranya itu memang telur busuk semua. Bukan sibuk mengatur pasukan untuk menghadapi musuh kebalikannya mereka malah sibuk merusak wanita baik2."

"Nona Liok," kata Sin Nio, "biarlah aku saja yang mewakili nona."

"Mewakili bagaimana ?" Sian Li heran,

"Kemungkinan malam nanti, mereka tentu akan mengambil nona untuk dibawa ke tempat Lau kongcu. "

"Lho, mengapa putera jenderal itu yang berbuat ?" tanya Sian Li. "Ya, dari jurumasak yang menyuruh mengantarkan hidangan ini, aku mendapat keterangan bahwa yang memerintahkan itu adalah kongcu bukan jenderal."

"Apakah jenderal itu benar2 sedang menerima tetamu ?" "Ya, memang benar," kata Sin Nio," maka biarlah aku

yang menyaru jadi nona dan beserta kakek dan adik nona, silakan meloloskan diri dari sarang harimau ini."

Sian Li merenung. Beberapa saat kemudian dia bertanya, "'Engkau mengatakan bahwa jenderal itu mempunyai banyak gundik. Apakah wanita2 itu berada di markas sini ?"

“Ya."

"Baiklah," kata Sian Li gembira, "tolong tunjukkan aku dimana wanita2 penghibur itu ditempatkan. Dan juga tempat kediaman putera jenderal itu."

Setelah Sin Nio siap mengantar maka Sian li pun minta agar Lo Kun dan Uk Uk menunggu kamar situ dulu, '"Harap kakek jangan pergi2, tunggu sampai aku datang baru nanti kita bergerak."

Sian Li dan Sin Nio segera menuju ke bagian gedung lain. Sin Nio berbisik-bisik, "Beberapa gadis ini, jenderal Lau mendapat seorang gadis yang cantik. Rupanya jenderal tergila-gila sekali, gudik-gundiknya yang lain tak digubris lagi."

'O, bagus, bawa aku kesana," kata Sian Li.

Mereka menuju kesebuah villa kecil yang jauh. Villa itu merupakan sebuah bangunan tersendiri, dikelilingi taman dan empang ikan.

Dengan hati2 dapatlah Sian Li mendekati jendela. Saat itu jendela belum ditutup. Dari celah jendela dapatlah Sian Li mengintip kedalam. Dilihatnya seorang nona yang cantik sedang berhias. Umurnya sebaya dengan dia.

Sian Li mengetuk pintu. Terdengar langkah lembut dan pada lain saat pintupun terbuka. Sesosok wajah cantik menonjol. Tetapi sebelum dia sempat mengetahui apa yang terjadi dan sempat membuka mulut, sebuah tangan telah menutuk dadanya. Wanita cantik itu rubuh.

Ternyata Sian Li sudah siap di depan pintu. Begitu nona cantik itu membuka pintu cepat ia menutuk jalandarahnya supaya pingsan. Dengan sebat sekali Sian Li memanggul tubuh nona dan suruh Sin Nio mengantarkan ke tempat tinggal Lau Bun Sui.

Anak jenderal itu tinggal disamping gedung disebuah bangunan yang bagus, masih satu kompleks dengan gedung markas besar.

Sian Li bersembunyi dibalik sebuah gerumbul pohon Go- tong (sejenis jambu).

"Cici Sin, jagalah nona ini," ia letakkan tubuh nona cantik itu dan melesat pergi. Tak berapa lama ia kembali dengan membawa seperangkat pakaian prajurit penjaga.

"Cici, aku berhasil merubuhkan seorang jurit yang sedang meronda. Lekas pakailah seragam ini."

"Untuk apa?" Sin Nio heran.

"Bawalah nona itu kepada Lau kongcu apakah engkau kuat memanggulnya?" tanya Sian Li.

"Ya," Sin Nio mengangguk. Dia seorang gadis petani yang biasa bekerja kasar. Tetapi Sin Nio tertegun. "Mengapa?" tegur Sian Li.

"Andaikata keterangan dari juru-masak kepadaku tadi bohong, berarti Lau kongcu tak mengetahui peristiwa ini. Lalu bagaimana aku harus bicara kepadanya?" kala Sin  Nio.

Sian Li terkejut. Memang apa yang dikatakan Sin Nio itu benar. Tetapi secepat itu pula ia sudah mendapat akal untuk melindungi keselamatan Sin Nio.

"Jika terjadi hal begitu," kata Sian Li, "cici harus membawa pergi nona ini lagi. Kalau Lau kongcu menahan, aku akan turun tangan melindungi cici," kata Sian Li.

Setelah mendapat jaminan itu barulah Sin  Nio berangkat. Baginya memang sudah tak ada yang ditakutkan lagi. Andaikata perbuatannya itu kepergok dan dia dibunuh Lau kongcu, diapun terserah saja. Baginya, setelah dapat menyerahkan kantong kulit milik mendiang ayahnya kepada adiknya, dia sudah legah sekali. Syukur dapat hidup dan bertemu dengan adiknya, pun andaikata mati, diapun sudah puas.

Untuk melindungi Sin Nio, Sian Li mencari tempat persembunyian di dekat gedung, dibalik sebuah gunung- gunungan palsu. Dia siapkan beberapa piau atau senjata rahasia.

Terdengar Sin Nio tiba di muka pintu dan mulai mengetuk. Diam2 Sian Li ikut tegang. Namun ia menghibur diri. Sebelum dibawa Sin Nio, Sian Li memang sudah merobah sedikit dandanan gundik jenderal itu supaya mirip dengan dirinya;

"Ho, siapa itu?" terdengar sebuah suara lelaki berseru dari dalam.

"Hamba, kongcu," sahut Sin Nio dengan sengaja menirukan nada orang lelaki. Diam2 Sian Li memuji.

"Siapa?" "Hamba telah membawa nona cantik yang kongcu inginkan itu ..... " dalam menunggu penyahutan Lau Bun Sui, hati Sin Nio tegang bukan kepalang.

"Bagus bawa masuk!"

"Ah," diam2 Sin Nio menghela napas longgar. Ternyata keterangan jurumasak tadi memang benar.

Sambil setengah menutupkan tubuh gundik jenderal Lau ke mukanya agar Lau Bun Sui jangan sampai mengetahui, Sin Nio pun melangkah masuk.

Untung Lau Bun Sui hanya memperhatikan nona cantik yang dipanggul Siu Nio itu. Pokoknya nona cantik yang diidam-idamkan itu telah dibawa kedalam kamarnya. Lain2 hal dia tak perdulikan lagi.

"Taruh kedalam kamarku," perintah anak jenderal itu. karena dekat, Sin Nio segera mencium bau arak yang menghambur dari mulut kongcu itu. Tentu anakmuda itu habis meneguk arak, pikirnya.

Penerangan dalam kamar anak jenderal itu hanya remang2. Ranjangnya indah, bantal dan guling bersulam lukisan sepasang naga dan burung burung. Baunya harum seperti kamar penganten.

Setelah meletakkan tubuh nona cantik itu di atas ranjang, Sin Nio pun bergegas keluar. Dan di sambut dengan gembira oleh Sian Li.

"Wah! nona memang nakal," Sin Nia tertawa, alangkah gaduhnya nanti apabila jenderal tua kehilangan gundik kesayangannya yang ternyata berada dalam kamar puteranya " "Kita pinjam tangan jenderal itu untuk kuhajar anaknya," Sian Li tertawa. Karena kuatir akan dicari maka Sin Nio lalu berpisah dengan Sian Li.

Sian Li kembali ke kamarnya. Terkejut sekali ketika ia melihat seorang prajurit tua yang pendek tengah berdandan.

"Oh, kakek Lo, engkau!" prajurit itu bukan lain adalah kakek Lo Kun.

"Gagah tidak aku ?" kata Lo Kun.

"Ya, keren juga," terpaksa Sian Li memberi komentar. "Beginilah dulu ketika aku masih jadi jendral. Musuh

tentu lari pontang panting kalau lihat aku," kata Lo Kun dengan membusung dada.

Nostalgia atau kerinduan akan kenangan memang sering menghinggapi hati setiap manusia. Demikian dengan kakek Lo Kun. Dia juga teringat ketika dulu pernah menjadi jenderal perajurit.

Tentang riwajat Lo Kun, secara ringkas dapat kita tuturkan begini. Menurut ocehannya dahulu dia pernah menjabat sebagai mentri kerajaan bagian militer. Dan menurut katanya dia pernah diangkat sebagai jenderal. Oleh baginda Ing In dia disuruh menjaga Somali seorang raksasa dari Persia yang dipenjara dalam sebuah gua.

Entah bagaimana raja telah mati dan diganti lain raja yang tak tahu menahu tentang Lo Kun, sehingga sampai berpuluh tahun Lo Kun tetap menjaga digua itu. Akhirnya ia keluar dari gua itu. Dia merasa asing pada orang2 dan masyarakat dan akhirnya berjumpa dengan Blo’on ikut mengembara kemana2.

"Apakah jenderal begitu pakaiannya ?" tanya San Li. "Ya." "Kasihan."

"Lho, mengapa kasihan ?"

"Seragam yang kakek pakai itu adalah seragam prajurit kerucuk yang hanya menjadi penjaga markas. Tetapi kakek mengatakan menjadi seorang jenderal. Jika begitu, jenderal seperti kakek ini sama dengan kerucuk jaman sekarang, hi,

"Wah, celaka, sialan," kakek Lo Kun terus mencopot pakaian seragamnya.

"Kakek, dari mana engkau mendapatkan pakaian itu ?" tanya Sian Li.

"Tadi seorang prajurit datang kemari terus kuringkus." "Dimana dia sekarang ?" Sian Li terkejut.

"Tuh tidur di bawah kolong ranjang." "Tidur ?"

"Ya, karena kutabok kepalanya dia terus meloso tak bangun."

Diam2 Sian Li girang. Rencananya menyuruh Sin Nio menyaru jadi penjaga untuk membawa nona cantik gundik jenderal Lau ke kamar Kau Bun Sui ternyata tepat. Lau Bun Sui memang menyuruh seorang bawahannya untuk mengambil dirinya (Sian Li).

Sekarang Sian Li hendak mencari akal bagaimana supaya jenderal Lau marah dan menghajar anaknya.

"Kakek, kasih pakaian seragam itu kepadaku," akhirnya ia menemukan akal.. Kemudian dia rnemakai pakaian seragam itu dan kini menjadi seorang prajurit.

"Kakek dan adik Uk Uk, tinggal disini dulu. Jaga prajurit itu jangan sampai bangun," pesan Sian Li. "Engkau mau kemana ?" "Akan mengaduk markas ini."

"Lho, mengapa engkau sendiri? Bagaimaa» kalau aku ikut ?"

"Jangan kakek," kata Sian Li, "markas ini penuh dengan prajurit2. Kalau kepergok dengan mereka, kita tentu repot nanti."

Kemudian Sian Li keluar. Dia menuju ketempat kamar wanita2 yang menjadi gundik jenderal Lau.

“Hamba diiuruh Lau ciangkjn untuk membawa nona," katanya kepada seorang nona yang cantik.

Nona itupun percaya dan menurut saja, ternyata Sian Li membawa wanita cantik itu kegedung tempat kediaman Lau Bin Sui.

"Hai, mau apa engkau ?" tegur seorang prajurit penjaga. "Hus, jangan keras2, rejeki nomplok nih.”

"Apa ?"

Sian Li mendekati prajurit itu dan membisikan beberapa patah kepada prajurit itu. Seketika airmuka penjaga itu berseri gembira.

“Silakan nona ikut kepadanya dan lakukan menurut katanya," kata Sian Li, “ini permintaan ciangkun. harap nona jangan membantah." kemudian Sian Li kembali ke kamar gundik yang lain dan membawanya lagi ketempat tinggal Lau Ban Sui. Wanita itu dipaserahkan kepada penjaga yang kebetulan memergokinya.

Demikian berturut-turut sampai sepuluh kali ia melakukan hal itu. Membawa gundik jendral Lau yang berjumlah sepuluh prajurit yang menjaga tempat tinggal puteranya. Setelah itu barulah Sian Li kembali menemui l,o Kun dan Uk Uk, "Beres " katanya.

“Apanya yang beres?" tegur Lo Kun.

“Nanti malam kita lihat saja," kata Sian Li, “mana prajurit yang pingsan itu?"

"Masih dibawah kolong rarjang. Tadi dia bangun tetapi ditabok Uk Uk lalu tidur lagi."

“Baik," kata Sian Li seraya membuka pakaian seragam prajurit," kita boleh beristirahat dulu

Benar juga yang dikatakan San Li. Tengah malam, di markas besar telah timbul kegaduhan. Walau marah2 dan memaki-maki kawanan prajurit yang menjaga, "Mana wanita2 itu? Melenyap semua?"

Penjaga2 kelabakan setengah mati. Mereka terus memanggil kawan2nya untuk mencari di seluruh markas. Tetapi tak berjumpa. Salah seorang prajurit mengusulkan supaya mencari ke gedung samping tempat kediaman Lau kongcu.

Sekawanan prajurit segera menuju ke gedung Lau Bun Sai. Setelah mencari secara berpencar mereka terkejut bukan kepalang. Ternyata nona cantik yang dijadikan gundik jenderal Lau itu telah dikeram oleh prajurit2 penjaga di gedung.

"Kalian tunggu disini, aku hendak menghadap ciangkun melaporkan peristiwa ini," kata kepala prajurit.

"Apa?" teriak jenderal Lau sambil melabrak  meja, "nona2 cantik itu berada dalami kamar prajurit2 kongcu?"

"Benar, ciangkun. Hamba menyaksikan sendiri bagaimana prajurit itu bersenang-senang dengan para nona cantik milik ciangkun." "Tangkap mereka dan bawa kemari!" titah jenderal Lau marah sekali.

Tak berapa lama berbondong-bondong sepuluh prajurit dengan sepuluh nona cantik dibawa kawanan penjaga markas untuk menghadap jenderal Lau.

"Bangsat!" bentak jenderal Lau, "mengapa kalian berani mencuri nona2 peliharaanku itu?”

Kesepuluh prajurit itu gemetar dan serentak berlutut, "Ampun ciangkun, hamba tak berani berbuat demikian andaikata bukan ciangkun sendiri yang menitahkan "

"Apa?" jenderal Lau terbeliak, "aku memberi perintah kepadamu?"

“Benar, ciangkun," kata prajurit itu, "seorang prajurit dari markas ciangkun telah datang bersama-sama seorang nona cantik. Dia membisiki hamba bahwa untuk menghibur jerih payah hamba selama mengikuti ciangkun dan kongcu, maka malam ini hamba diberi kesempatan  untuk menikmati kesenangan dengan nona itu "

"Hambapun demikian .... hamba juga begitu," begitulah kesepuluh prajurit itu memberi kesaksian.

"Bangsat!" bentak jenderal Lau, "tidak! Aku tidak pernah memberi perintah begitu. Uang dan barang apa saja, bisa kuberikan tetapi tidak nona2 yang melayani aku itu."

"Jika hamba bohong, hamba bersedia dihukum penggal kepala, ciangkun," kata prajurit yang pertama yang bicara tadi, "apabila ciangkun tak percaya, silakan ciangkun bertanya kepada para nona itu,"

"Hai, Melati, benarkah begitu?" seru jenderal Lau kepada seorang nona. "Benar, ciangkun. Hamba telah dijemput oleh seorang prajurit yang katanya membawa titah dari ciangkun. Lalu hamba diantarkan ke gedung samping dan diterimakan pada seorang prajurit. Dia pesan hamba harus menuruti apa kehendak prajurit itu "

"Jahanam ....!" jenderal Lau menggebrak meja dan melonjak bangun, "tangkap prajurit yang mengaku kusuruh itu!"

Sekalian prajurit bengong. Mereka tak tahu siapa prajurit itu.

"Hai, mengapa kalian diam saja!" bentak jenderal Lau. "Ciangkun, hamba tak tahu siapa prajurit yang berani

mengacau itu," kata prajurit.

Rupanya jenderal Lau menyadari hal itu tetapi cepat ia membentak, "Goblok, tolol! Kalian hanya kawanan kantong nasi yang tak berguna. Hayo lekas kumpulkan seluruh prajurit yang malam ini bertugas menjaga!"

Seluruh prajurit penjaga dipanggil. Kesepuluh gundik jenderal itupun disuruh meneliti siapa gerangan diantara mereka yang melakukan pengacauan tadi. Tetapi wanita2 itu tak dapat menemukannya.

Tiba2 jenderal Lau teringat, "Hai, mana burung Hong?"

Wanita2 itu tahu siapa yang dimaksudkan dengan si burung Hong. Dia tak lain adalah bunga baru, nona cantik yang baru saja didapatkan Jenderal Lau dan saat itu paling disayang sendiri.

"Hamba ..... hamba sekalian tak tahu, ciangkun," jawab gundik2 itu dengan ketakutan. Jenderal Lau serentak suruh seorang prajurit memerksa ke villa di tengah taman, tempat kediaman gundik yang paling disayanginya itu.

Tak berapa lama prajurit itu kembali dengan membawa laporan bahwa Hong Hong tak berada di dalam villa.

"Jahanam!" teriak jenderal Lau seperti orang kebakaran jenggot, "kemana si Hong? Coba panggil Lau kongcu kemari!"

Tak berapa lama Lau Bun Sui datang dengan diiring oleh prajurit yang disuruh jenderal Lau tadi.

"Hai, kemana saja engkau? Mengapa orang pada ramai2, engkau masih enak2 tidur saja?" teriak jenderal Lau.

"Maaf, ayah," kata Lau Bun Sui, "tadi aku sehabis minum arak dan tidur pulas sekali. Bukankah ayah sedang menerima tetamu?"

"Lihat, para penjagamu telah rebutan berpesta pora dengan wanita- cantik di markas ini. Mengapa engkau tak tahu!" jenderal Lau menegur pula.

"Lho, apakah yang telah terjadi?" putera jendral itu terkejut.

"Pada waktu aku sedang bercakap-cakap dengan tetamu, seorang prajurit telah membawa mereka.”

"Tidak ayah !" Seru Bun Sui, "aku tak tahu menahu soal itu. Dan akupun tak tahu siapa prajurit yang berani mengacau itu ?"

"Kemana Hong Hong ?" seru jenderal Lau dengan nada tajam.

"Hong Hong? Siapakah Hong Hong?" "Dia adalah nona yang paling cantik yang baru saja kuperoleh. Malam ini dia juga menghilang dari kamarnya. Apakah tidak engkau sembunyikan ?"

"Ah, tidak ayah," Bun Sui gopoh memberi jawaban, "masakan aku berani mengganggu kesenangan ayah. "

Baru dia berkata begitu terdengarlah suara orang berjalan dan seketika jenderal Laupun memekik, 'Bangsat ! Engkau berani membohongi aku!”

Bun Sui terkejut dan berpaling. Ia terkejut ketika melihat Sui Tek Po, pengawal peribadi ayahnya, sedang mengiring seotang nona cantik. Dan astaga. nona itu tak lain akalah

nona yang tadi tidur bersamanya.....

Ternyata diam2 jenderal Lau telah membisik pengawalnya agar menggeledah kamar Bun Sui. Ternyata kecurigaan jenderal itu memang terbukti. Sin Tik Po telah menemukan Hong Hong terkulai di ranjang.

"Bangsat, engkau berani membohongi aku ya!” teriak jenderal Lau dengan deliki mata kepada puteranya.

"Ti..... dak, ayah, ti ..... dak .....,” seru l.au Bun Sui tergagap-gagap.

"Hm. engkau masih berani membantah?" bentak jenderal Lau, kemudian berpaling kepada Hong Hong gundiknya tersayang," Hong Hong, bagus sekali perbuatanmu ya "

"Ampun, ciangkun. Pada sore tadi pintu depan diketuk orang dan ketika kubuka, tiba2 aku ditutuk dadaku sehingga pingsan. Ketika tersadar tahu-tahu......" Hong Hong menangi tersedu-sedu.

"Kenapa ?"

"Aku berada di ranjang kongcu dalam keadaan…...," si cantik menangis lagi dengan sedih. "Apa engkau tak bilang kepadanya siapa dirimu?”

"Aku tak diberi kesempatan bicara. Kongcu……. kongcu. "

''Kongcu, bagaimana ?"

"Kalap sekali sampai aku terkulai lemas. " Hong Hong

menangis makin keras, "ciangkun.... ciangkun mohon melindungi diriku ”

Marah wajah jenderal Lau ketika mendengar rintihan si cantik yang paling disayanginya itu. Sepuluh nona2 cantik yang menjadi gundik jenderal itu telah dibuat ‘pesta' oleh prajurit penjaga. Dan Hong Hong, selir yang paling disayangi telah dilalap Bun Sui, puteranja sendiri. Betapa perasaan Lau Ceng Jing sebagai seorang jenderal, dapat dibayangkan.

"Penggal kepala mereka!" serentak dia berteriak memberi perintah.

Tiba2 seorang lelaki muda tampil ke hadapan jenderal itu, "Ciang kun, harap ciangkun jangan terlalu berat menjatuhkan hukuman kepada mereka. Aku memintakan keringanan untuk mereka terutama untuk kongcu."

Jenderal Lau merentang mata dan melihat bahwa lelaki yang memintakan keringanan hukuman itu tak lain adalah tetamunya, Bok Kian putera keponakan dari mentri pertahanan Su Go Hwat yang diutus untuk menyampaikan pesan mentri pertahanan kepada jenderal Lau.

"O, Bok kongcu……”

"Ciangkun, saat ini musuh sedang mengancam kita. Jika kita menjatuhkan hukuman terlalu keras kepada anakbuah karena melanggar kesalahan yang tiada sangkutan urusan pasukan, tidakah hal itu akan melemahkan kekuatan kita? Yang kita perlukan saat ini adalah disiplin dan semangat juang yang tinggi dari anak pasukan untuk menghadapi musuh. Mohon ciangkun suka meluluskan permohonanku."

Pertama, yang berkata itu adalah putera keponakan dari mentri pertahanan. Kalau dia menolak, tentulah pemuda itu akan melapor kepada mentri pertahanan. Kedua, memang kata2 Bok Kian itu tepat. Dalam keadaan seperti saat itu memang kurang tepat kalau hati anak pasukan sampai terpecah. Namun diapun mempunyai pendirian. Sebagai seorang jenderal dia harus mengunjuk kewibawaan terhadap anakbuah. Selir2 dan selir kesayangannya dibuat pesta-pora oleh anakbuahnya, memang suatu hinaan yang tak dapat didiamkan lagi. Dan dia pun hendak mengunjuk kepada keponakan mentri pertahan itu bahwa dia dapat tegakkan disiplin tentara tanpa memandang bulu walaupun terhadap puteranya sendiri.

"Baik. karena Bok kongcu telah memintakan keringanan kepada kalian," katanya, maka hukumannya tidak dipenggal kepala tetapi dirobah menjadi hukuman 50 kali dirangket. Prajurit, lekas laksanakan hukuman rangket itu !"

Bok Kian hendak mencegah tetapi prajurit itu menggusur kesepuluh prajurit dan Lau Bun ke halaman dan melaksanakan hukuman 50 rangket dengan cambuk.

Beberapa saat kemudian, seorang prajurit melaksanakan hukuman itu menghadap, "Ciangkun kesepuluh prajurit itu telah selesai menjalani hukuman rangket. Hanya tinggal seoorang saja yang belum."

"Siapa ?"

"Lau kongcu "

"Mengapa tidak kalian laksanakan hukuman itu kepadanya ?" "Hamba tak berani, ciangkun ,:

"Karena dia puteraku ?" "Demikianlah, ciangkun."

Jenderal berbangkit dan menyambar cambuk dari tangan prajurit itu lalu menuju ke halaman. Disitu Bun Sui masih tegak berdiri.

"Prajurit, lekas ikat tangannya pada tonggak dan bukalah bajunya!" perintah jenderal Lau.

Setelah perintah itu dilaksanakan, maka Jenderai Laupun segera mengayunkan cambuk menghajar tubuh puteranya. Saat itu dia sedang dilanda kemarahan karena gundiknya tersayang Hong Hong, telah dilalap Bun Sui.

Setelah limapuluh kali cambukan, Bun Sui pun lunglai dan pingsan. Jenderal Lau suruh prajurit membawa puteranya ke villanya. Jendral itupun kembali masuk ke markas.

"Ah, ciangkun surgguh keras memegang disiplin," kita Bok Kian.

"Disiplin adalah merupakan undang2 pasukan. Kalau disiplin dilanggar dan diinjak, pasukan tentu morat marit," kata Jenderal Lau, "dan sebagai seorang pimpinan aku wajib memegang teguh disiplin itu."

Tiba2 seorang prajurit yang disuruh menyelidiki ke tempat kediaman Lau Bun Sui tadi, datang menghadap.

"Lapor!" seru prajurit itu seraya memberi hormat, "di sebuah ruangan di tempat kediaman Lau kongcu, terdapat tiga orang. Seorang kakek, seorang gadis dan seorang anak laki gemuk."

"Siapa ?" seru jenderal Lau. "Entah, hamba belum kenal."

"Bawa mereka kemari !" perintah jenderal Lau.

Tak berapa lama ketiga orang itu yang tak lain adalah kakek Lo Kun. Sian Li dan Uk Uk, dibawa menghadap jenderal Lau.

"Hai, kakek, siapa engkau !" tegur jenderal Lau. "Apakah engkau ini jenderal Lau ?" balas kakek Lo Kun. "Ya, mengapa ?"

"Jika begitu, engkau harus bersikap menghormat kepadaku. Jangan menegur orang semaumu sendiri begitu macam."

Jenderal Lau terbeliak, "Siapa engkau?" "Aku mentri kerajaan !"

"Mentri kerajaan ? Siapa namamu !" “Jenderal Lo Kun."

Jenderal Lau hendak membentak tetapi cepat Bok Kian membisikinya. Jenderal itu tampak mengangguk.

"Lopeh, siapakah ramamu ?” katanya dengan nada lebih ramah.

"Eh, apa engkau tuli ? Bukankah sudah kukatakan namaku Lo Kun ?"

Jenderal Lau terlongong, Masakan dia seorang jenderal disemprot mentah2 oleh seorang kakek, "Rupanya kakek ini memang orang gila pikirnya, Ia membenarkan kisikan Bok Kian.

"Mengapa engkau bersembunyi dalam gedung markas ini

?" kata jenderal Lau dengan menekan kemarahan. "Siapa yang sudi bersembunyi disini. Bukankah prajurit2mu yang mengundang aku dengan dua cucuku ini kemari ?' balas kakek Lo Kun.

"Lho, siapa yang suruh ?" seru jenderal kepada prajurit yang berada di ruang itu.

Seorang prajurit segera memberi laporan bahwa sore tadi Lau Bun Sui telah menitahkai: pasukan berkuda menuju ke luar kota dan rupanya membawa seorang kakek bersama seorang gadis dan seorang bocah laki.

"Ho, mengapa kalian sampai diundang ke tempat Lau kongcu ?" tanya jenderal.

"Aneh, sungguh aneh," gumam kakek Lo Kun. "Mengapa aneh? Apanya yang aneh?" seru jenderal Lau. "Engkau adalah ayahnya mengapa engkau tanya

kepadaku?"

''Edan memang kakek ini," gumam jenderal dalam hati. Agar dia tak selalu dibantah dengan kata2 yang ngawur maka dia tak mau bertanya kepada kakek Lo Kun melainkan beralih ke arah Sian Li, "Siapakah nona ini?"

"Aku dan kakekku sedang berjalan, entah dimana kami dihadang oleh beberapa prajurit. Adalah seorang mengatakan sebagai putera jenderal Lau. Dia hendak memaksa aku supaya menginap disini. Aku tak mau dan akhirnya dia suruh para pengiringnya menangkap aku. Melihat itu, adikku marah lalu menangkap kongcu itu. Kongcu kesakitan dan melarkan diri. Tak berapa lama datanglah berpuluh prajurit berkuda hendak menangkap kami. Sebenarnya kami hendak melawan tetapi kepala prajurit berkuda mengatakan supaya aku ikut saja menghadap jenderal. Jenderal Lau tentu dapat memberi keputusan yang adil." "Ah, Iagi2 si Bun Sui yang suka mengganggu wanita. Tetapi benarkah begitu?" pikirnya. Ia suruh seorang prajurit supaya mengundang Bun Sui.

Tak berapa lama prajurit itu datang dan memberi laporan, "Wah, celaka, ciangkun, Lou kongcu pergi!"

"Apa? Dia pergi?"

"Benar, ciangkun," kata prajurit itu gemetar, "kongcu mengajak kesepuluh prajurit yang mendapat hukuman rangket tadi."

"Lekas kejar!" perintah jenderal Lau. Beberapa prajurit segera siap melakukan pengejaran.

"Hm, anak itu memang keras kepala," gumam jenderal Lau, "sebenarnya tak kuperbolehkan dia ikut dalam pasukan ini. Tetapi dia berkeras ikut. Untuk cari pengalaman, katanya. ? dia berjanji akan mentaati disiplin tentara ...”

"Apakah karena dihukum rangket tadi, kongcu terus ngambek?" tanya Bok Kian.

"Memang sejak kecil, dia terlalu dimanja oleh mamanya. Maklum dia adalah anak satu2nya. Segala permintaannya selalu dituruti mamanya."

"Dimanakah Lau hujin (nyonya Lau ) sekarang?" tanya Bok Kian pula.

"Dia masih tinggal di kotaraja Lam-kia.

"Apakah tak mungkin kongcu kembali ke sana?" tanya Bok Kian pula.

"Mungkin," kata jenderal Lau, "mudah-mudahan saja dia pulang kepada mamanya." "Soal keterangan nona bahwa puteraku menganggu nona di tengah jalan, terpaksa kutunda sampai nanti dia dibawa kemari. Tetapi harap kau tahu, bahwa berbohong kepada jenderal itu berat hukumannya."

"Ya, tetapi aku memang mengatakan keadaan yang sebenarnya, ciangkun," kata Sian Li.

"Engkau mengatakan bahwa adikmu marah lalu dapat membekuk kongcu, benarkah itu?" tanya jenderal Lau. Dia tak percaya omongan Sian Li karena Bun Sui juga pandai ilmusilat.

"Benar, ciangkun "

"Kalau tak percaya, dicoba lagi saja!" seru kakek Lo Kun.

Rupanya jenderal Lau hendak mencari pelampiasan dari kemarahannya tadi. Dia segera menyetujui, "Baik, tak perlu kongcu, tetapi cukup dengan pengawalku Si Tek Po kausu ini. Kalau dapat mengalahkannya, baru aku percaya."

'Uk, apa aku berani?" tanya kakek Lo Kun.

“Ber ..... bera . , . ni ..... ergkong ," sahut Uk Uk.

Melihat perwujudan Uk Uk seorang bocah cilik yang lucu, timbullah rasa kekuatiran Bok Kian, “Ciangkun, dia. hanya seorang bocah desa. Bagaimana mungkin akan diadu dengan pengawal ciangkun yang berilmu tinggi?"

“Kakeknya yang minta begitu."

"Mengapa tidak kakeknya saja yang diadu.

Jenderal Lau mengangguk, "Ya, jangan dengan anak kecil itu tetapi dengan engkongnya yang tua itu!"

"Aku?" teriak Lo Kun, "ah, jangaaaan . "Mengapa?" "Bertanding dengan cucuku dulu. Kalau cucuku kalah barulah aku."

"Ben ..... benar ..... lawan engkau dul dulu ... , baru dengan eng kongkong . ku!" seru Uk Uk.

"Sin kausu, silakan memberi sedikit hajaran pada bocah itu tetapi jangan sampai terluka." seru jenderal Lau.

Sin Tek Po memberi hormat lalu tampil tengah ruangan, ''Bocah gemuk, mari kita bermain-main beberap jurus saja."

Dengan langkah gontai majulah Uk Uk, “Hei, aku hendak menjajal kepandaianmu? Bagaimana kalau aku kalah?"

"Harus menyembah kakimu!" "Ah, masih terlalu ringan!" "Lalu apa?"

"Aku harus mau jadi kuda yang engkau tunggangi memutari ruangan ini, sanggup ?"

"Baik," sahut Sin Tek Po, "tetapi ... huh maksudmu engkau atau aku?"

"Aku!"

"Lalu bagaimana kalau aku yang kalah?"

Pengawal jenderal Lau itu tak tahu bahwa bagi si Uk Uk, istilah aku-engkau itu terbalik artinya.

"Terserah "

"Bagaimana kalau diberi arak ?" tanya Sin Tek Po. Rupanya dia memang menyiasati Uk Uk tetapi siapa tahu dia salah tafsir dan tak mengerti tentang pengetahuan Uk Uk mengenai arti kata ‘kau-engkau'. "O, setuju sekali !" teriak Uk Uk, "Kalau diberi arak, memang suatu hal yang tak pernah terjadi. Diam2 anak itu memaki Sin Tek Po," orang goblok……!"

Sian Li menyadari akan kehilafan itu. Diam2 geli. "Hayo, lekas mulai," seru Uk Uk seraya pasang kuda2 di

tengah ruangan.

Melihat bentuk tubuh Uk Uk yang gendut perutnya dan mukanya yang seperti orang tua itu maka lupalah jenderal Lau akan kemarahannya.

"Siapa dulu yang menyerang ?" seru Uk Uk. “Engkau !" jawab Sin Tek Po.

“O, baik, silahkan "

Terjadi kemacetan yang menggelikan. Uk Uk pasang kuda2 dan Sin Tek Po juga berdiri tegak. Keduanya saling menunggu serangan. Dengan pengertiannya mengenai inilah 'aku-engkau, Uk Uk mengira Sin Tek Po yang akan rnenyetang. Sin Tek Po mengira kalau Uk Uk yang akan mulai menyerang dulu.

"Hai, bocah gendut, mengapa diam saja seru Sin Tek Po setelah beberapa saat melihat Uk Uk tak bergerak.

"Lho. bukankah aku yang hendak menyerang dulu ?" teriak Uk Uk,

"Ya, mengapa tak segera mulai ?"

"Ak ..... aku ..... gila ! Lekas serang, ja… jangan ba, ba

..... nyak mulut !"

"Ya, hayo seranglah !"

"Jangan ngo. , . ceh saja. Le, lekassss !" "Kan engkau yang menyerang !" seru Sin'Po. "Bu, bu, bukan aku dulu !" teriak Uk Uk

"Bocah edan, kalau engkau sudah tahu mengapa diam saja !"

"Yang e,e,edan itu ... aku ..... meng apa aku tak lekas

..... me…me …… menyerang !" "Lekassss !" bentak Sin Tek Po. "Cepatttt !" Uk Uk juga menjerit. "Hai, engkau gila barangkali ?"

“Benar, aku memang edan !" sahut Uk Uk Kali ini Sin Tek Po benar2 melongo. Sementara Sian Li hanya tersenyum dan kakek Lo Kun tertawa mengakak.

Sin Tek Po merah mukanya. Karena Uk tak mau menyerang terpaksa dia turun tangan untuk menyerang dulu. Dia menampar pipi Uk Uk. Plak,,,,,, plak ....

aduhhhhh !

Sekalian orang terkejut karena mendengar jeritan mengaduh itu bukan suara anak tetapi suara Sin Tek Po. Apa yang terjadi ?

Ternyata baru Sin Tek Po mengangkat tangan, tahu2 pipinya yang kiri sudah ditampar Uk Uk.

Memang Sin Tek Po masih memandang rendah pada Uk Uk. Pikirnya, bocah gendut itu bisa bersilat apa terhadapnya. Maka agak santai dia mengangkat tangan kanannya. Maksudnya apabila Uk Uk bergerak menghindar, barulah dia nanti hajar dengan serangan yang sesungguhnya. Tetapi dia tak tahu bahwa Uk Uk itu, karena kegilaan kakek Lo Kun, telah makan delapan biji buah som dari dasar laut yang berumur seribu tahun, bukan saja tenaga-dalamnya sakti, juga tubuhnya dapat bergerak secepat kilat. "Setan. Engkau berani menampar-pipiku ?" teriak Sin Tek Po yang segera menyerang keras. Dihadapan jenderal Lau dia malu sekali karena pipinya, belum2 sudah ditampar Uk Uk.

Piakkkkk.....

Kembali terdengar suara pipi ditampar. Dan nampak Sin Tek Po menyurut mundur selangkah karena pipi sebelah kanannya membegap merah.

Apa yang terjadi ?

Lagi2 Sin Tek Po kalah cepat dengan tangan Uk Uk. Pengawal sang jenderal itu harus meringis dan kheki sekali. Tetapi diam2 dia heran. Mengapa gerak pukulan Uk Uk itu selalu berlawanan dari biasanya ? Misalnya, dalam jurus Heng jay-kuo atau Raja-kera-memetik-buah tadi, jurusnya pukulan itu melayang dari sebelah kiri. Eh, tahu2 tangan kanan Uk Uk yang bergerak dari sebelah kanan menampar pipi sebelah kirinya (Tek Po).

Namun pengawal itu tak sempat berpikir lebih panjang. Dia mengkal sekali karena pipi kanan dan kirinya kena ditampar seorang gendut. Tentulah dia akan ditegur jenderal nanti.

"Peduli dengan pesan jenderal Lau tadi Bocah edan ini harus kuhajar sampai setengah mati !" pikir Sin Tek Po.

Sin Tek Po bergelar Elang-sakti. Dia faham akan ilmusilat Eng-jiau-kang atau Cengkeraman garuda. Maka tanpa peduli segala apa, dia lancarkan serangan yang dahsyat dan gencar.

Tetapi dia cepat terkejut sekali ketika Uk Uk juga bergerak. Bocah gemuk ini loncat kesana kemari dalam kecepatan yang menyamai setan. Sin Tek Po dulu juga seorang tokoh persilatan yang ternama di daerah Sense. Selama belasan tahun berkecimpung dalam persilatan belum pernah ia melihat ilmusilat seaneh yang dimainkan anak gendut itu. Mirip dengan gerak Pat-poh- kim-siau atau Delapan-langkah- memburu-tonggoret. Tetapi juga lain. Kalau ia menduga lawan tentu bergerak ke kiri ternyata anak itu bergerak ke kanan. Kalau menduga Uk Uk tentu akan memukul keatas kepala, tahu2 anak itu malah meninju perutnya.

Sin Tek Po benar2 kelabakan setengah mati. Juga Sian Li tak luput dari rasa kejut dan heran. Diam2 ia menghampiri ke sisi kakek Lo Kun dan berbisik, "Kakek, ilmusilat apakah yang dimainkan Uk Uk itu?"

“Hm, itulah ajaranku." sahut Lo Kun. “Ilmusilat apa namanya?''

''Pat- pih kam- hou."

"Delapan-langkah-mengejar-macan?" Sian Li menegas.

Kakek Lo Kun mengangguk dan berbisik, “tapi anak itu memang edan. Semua gerakan jurus Pat pah-kam-hou itu diganti arahnya. Saya sendiri kalau berlatih dengan dia, tentu terkena tinju dan tendangannya. Hm, bocah kok nakal, entah siapa yang ditiru "

Plok, plok, plok .... terdengar suara tamparan dan tendangan yang mendarat di tubuh.

"Aduhhhh ..... ," terdengar S!n Tek Po jerit sembari mendekap mulutnya yang berdarah. Teriyata dia kena tamparan si Uk Uk. Karena lawan bandel, Uk Uk menampar dengan keras hingga sebuah gigi depan Sm Tek Po rompal. "Berhenti!" teriak jenderal Lau, "bocah gemuk, engkau yang menang!"

"Hayo, sekarang aku harus merangkak akan kaunaiki," teriak Uk Uk kepada Sin Tek Po.

"Baik, lekas engkau merangkak!" seru Tek Po. Dia geram sekali maka nanti apabili naiki punggung bocah itu dia hendak menjepit keras.”

"Ya, hayo lekas!" seru Uk Uk. "Lho, engkau!"

"Ya, benar, aku, hayo lekas!" bentak Uk

“Gila engkau," teriak Sin Tek Po, "yang harus merangkak itu engkau! Mengapa. engkau memberi perintah supaya lekas merangkak?"

'"Siapa bilang kalau bukan aku? Hayo, jangan banyak mulut!'' teriak Uk Uk.

'"Eh, jangan gila-gilaan bocah gemuk," Tek Po deliki mata, "engkau yang harus merangkak karena aku kalah!"

"Benar, goblok" seru Uk Uk pula, “mengapa aku tak lekas merangkak? Apa tunggu sampai engkau paksa ya?''

"Lho, bocah ini bagaimana?" Sin Tek benar2 kewalahan.

Pengawal itu segera berpaling kepada jenderal Lau dan jenderal itupun berseru, "Hai, bocah. jangan ugal-ugalan dihadapanku. Lekas engkau merangkak!''

"Siapa?" sahut Uk Uk. "Engkau!"

"Ya, benar, aku. Tetapi mengapa dia tak mau mulai?"

Jenderal Lau mencium bau bahwa ada sesuatu yang tak beres dengan kata2 bocah gemuk itu. Ia beipaling dan menegur kakek Lo Kun, "Hai, kek, mengapa dengan cucumu itu?"

Lo Kun tertawa mengakak, "Inilah akibat kalau salah didik. Dunia terbalik, orang2 menjadi bingung."

"Hai, jangan ngoceh sendiri engkau," bentak Jenderal Lau, "bagaimana cucumu itu?"

"Engkau memang jenderal goblok," damprat Kun, "mengapa engkau tak tahu keadaan cucu itu?"

"Gila, kenalpun baru sekarang mengapa aku diharuskan kenal padanya?"

"Itulah tanda seorang jenderal yang tak punya pengalaman luas," kata kakek Lo Kun, "ketahuilah, di dunia ini terdapat seorang yang mengartikan kata ‘aku' itu menjadi ‘engkau’. Dan kaya ‘engkau’ menjadi ‘aku’. Tak percaya? Tuh buktinya cucuku itu. Kalau dia bilang 'aku' , berarti ‘kau’. Kalau dia ngomong 'engkau' berarti ‘aku’. Sudah jelas?"

“Orang edan engkau" bentak jenderal Lau "mengapa bisa begitu? Siapa yang suruh dia begitu?"

"Aku yang mengajar." kata kakek Lo Kun "itu waktu dia masih kecil dan sakit. Karena gugup aku telah mengajarkan kepadanya bahwa kata 'aku' itu adalah ‘engkau’. Dan kata 'engkau' adalah ‘aku’ artinya."

"Kakek goblok, mengapa tak engkau betulkan kesalahan itu?"

"Siapa bilang tidak?" bantah kakek Lo Kun, sudah berulang kali kukatakan kalau pengertian ‘aku-engkau’ itu salah, terbalik artinya. Tetapi anak itu memang bandel. Sekali dia sudah menerima petunjukku, walaupun salah tafsir, tetapi kukuh tak mau merobah. Dia tetap mengartikan kata 'aku' itu adalah ‘engkau’ dan  kata 'engkau’ itu adalah ‘aku’. Celaka tidak?"

Tetapi tiba2 kakek itu tertawa mengakak. "Ha, ha, ha

....ku pikir2 apa yang kuajarkan memang tepat. Siapakah yang mengajarkan tentang kata ‘aku-engkau’ dulu? Kalau dia berhak mengatakan 'aku' itu saya dan 'engkau' itu artinya kowe, mengapa aku tak berhak merobahnya 'Aku' menjadi ‘kowe’, dan 'engkau' menjadi ‘aku’. Kalau perlu samua kata2 boleh diganti artinya. Bikin lagi yang baru!"

Jenderal Lau terlongong? "Pada masa jaman edan seperti ini banyak bermunculan manusia-manusia edan. Masakan kata 'aku' dianggap ‘engkau’ dan kata 'engkau' dianggap ‘aku’. Dunia sudah gilaaaa "

Kakek Lo Kun tertawa ngakak, "Ya, benar, dunia ini sudah gilaaaa. Ada bocah pekok yang mempunyai bahasa sendiri. Ada jenderal goblok yang sempit pengalaman, ha, ha, ha "

"Jangan kurang ajar terhadap atasanku, kakek gila !" bentak seorang lelaki setengah tua yang sejak tadi berdiri disamping jenderal Lau. Dia adalah Kiang Hun, salah seorang penjaga jenderal Lau. Dia juga dulunya seorang tokoh persilatan yang punya nama. Dia jebolan murid perguruan Tu-tong-pay. Sambil membentak Kiang Hun terus memukul Lo Kun.

Prakkkkk .....

Pukulan Kiang Hun tepat mengenai gundul kakek Lo Kun tetapi seketika juga Kiang Hun malah menjerit kesakitan dan menyurut mundur. Dia seperti memukul sebuah batok kepala yang sekeras baja.

"Eh, jenderal, anakbuahmu main pukul, mengapa engkau diam saja ? Kalau begitu akulah yang akan menindaknya !" Lo Kun terus maju dan menerkam lengan pengawal itu.

Kang Hun terkejut dan berusaha hendak menarik. Tetapi tiba2 tangan Lo Kun sudah menerkam tangannya dan terus ditarik, uhhhhh .....

Kang Hun terkejut sekali. Dia hendak mengerahkan tenaga untuk bertahan tetapi sia2 saja. Tangan kakek itu seperti baja kerasnya sehingga pengawal jenderal Lau itu harus menahan kesakitan sampai dahinya bercucuran keringat....

"Lo-cianpwe, harap lepaskan. Kita orang sendiri

………….” tiba2 terdengar suara yang ramah di belakang Lo Kun.

Ketika Lo Kun berpaling ternyata yang ada dibelakangnya itu seorang pemuda berwajah polos jujur. Dia tak lain adalah Bok Kian.

"Kakek Lo, luluskanlah permintaan kongcu itu," Sian Li juga ikut meminta.

"Baik, karena kalian yang meminta akupun menurut," kata kakek Lo Kun seraya lepaskah cengkeramannya," eh, anaknuda, wajahmu begitu polos seperti cucuku Blo'on. Engkau tentu juga blo'on, ya ?

Bok Kian terbeliak.

“Jangan kecewa, wajah blo'on bukan berarti jahat. Aku lebih suka wajah yang blo'on tetapi jujur daripada wajah tampan tetapi licik," kembali kakek itu menyusuli kata2.

"Hai, kakek gila, jangan kurang ajar terhadap Bok kongcu, dia adalah putera keponakan dari mentri pertahanan Su Go Hwat tayjin !” bentak jenderal Lau." "Siapa mentri Su Go Hwat ? Mengapa waktu aku jadi mentri tak pernah mendengar nama itu?” seru Lo Kun.

"Terima kasih lo-cianpwe," sela Bok Kian yang cepat menyadari kalau kakek itu seorang limbung pikiran.

"Aku suka kepadamu. Wajahmu polos sekali seperti bulan purnama. Apakah engkau dilahirkan waktu tanggal limabelas ?" tanya Lo Kun.

Bok Kian melongo. Sian Li mendekatinya lalu berkata dengan bisik2, “Harap kongcu maafkan dan maklum, kakekku itu memang suka mengoceh tak keruan "

Bok Kian mengangguk, lalu menjawab, "Aku juga tak tahu. Kelak kalau pulang akan kutanyakan hal itu kepada mama."

"Eh, siapakah namamu ?" tanya Lo Kun pula. "Bok Kian."

"Nama ayahmu ?" "Bok Jin Tiang."

"Lho, aku masih belum kenal," gumam kakek itu lalu melanjut bertanya, nama kakekmu ?"

"Bok Jing."

"Lho, belum kenal lagi," gerutu Lo Kun, nama ayah eyangmu ?"

"Bok Tiong."

"Eh, mengapa masih belum kenal ?" "Siapakah lo-cianpwe ini ?"

"Aku Lo Kun, mentri Kesayangan dari baginda Beng Seng Cou, raja kedua dari kerajaan Beng. " “Lho, berapakah umur lo-cianpwe ?" Bok Kian terkejut.

"Perlu apa harus menghitung umur ? tak suka tambah umur, umur itu kubuangi semua biar tetap awet muda."

Bok kian tertawa.

"Eh, tertawa ? Siapa suruh tertawa ?" tegas Lo Kun. "Tidak ada yang suruh," kata Bok Kian menahan geli,

"itu lho, mengapa umur kok dibuang. Habis siapa yang mau

mengambilnya ?”

"Ha, ha, ha " tiba2 Lo Kun juga tertawa, "terserah saja

siapa yang mau mengambil ”

Melihat suasana jadi ricuh tak karuan, Jenderai Lau minta agar Bok Kian duduk kembali. Tetapi waktu jenderal itu hendak mulai bicara, tiba2 datanglah seorang prajurit menghadap, "Lapor kehadapan ciangkun," kata prajurit sambil memberi hormat, "bahwa kongcu dan pengiringnya telah ditangkap musuh "

"Apa !" jerderal Lau terkejut.

“Lau kongcu beserta pengiringnya telah ditawan pasukan Ceng."

Bukan kepalang kejut jenderal itu waktu mendengar laporan anakbuahnya. Ia menegas, "Ngaco! Bagaimana kalian tahu?"

"Hamba dengan serombongan pasukan telah melaksanakan perintah ciangkun untuk mengejar jejak kongcu. Tetapi ketika tiba di daerah gunung Lo san, hamba telah diserang oleh pasukan Ceng. Mereka berteriak-teriak suruh hamba menyampaiku kepada ciangkun. Kalau ciangkun tak mau menyerah maka Lau kongcu akan disembelih." "Apa mereka mengatakan kalau sudah dapat menangkap kongcu?"

"Ya," sahut prajurit itu, "bahkan mereka telah mengunjukkan sesosok mayat dari prajurit kita yang ikut pada kongcu."

"Celaka!" jenderal Lau menggebrak meja, anak itu memang tak mau mendengar kata sehingga menyusahkan orangtua saja!"

Melihat suasana segenting itu Bok Kian minta agar Lo Kun duduk kembali dan menyuruh Uk Uk jangan melanjutkan pertengkaran mulut dengan Sin Tek Po, "Lo- cianpwe, kita sedang menghadapi peristiwa yang gawat, harap lo-cian-suka tenang dulu."

Walaupun linglung tetapi Lo Kun juga tahu akan keadaan saat itu. Dia menurut.

"Bok kongcu, bagaimana menurut pendapat sicu?" tanya jenderal Lau.

"Dengan sudah merembesnya pasukan musuh di pegunungan Lo-san, jelas mereka sudah dapat menyeberangi sungai Hong-ho," kata Bok Kian

"Ya, benar."

'Tetapi kurasa," kata Bok Kian pula, "pasukan itu bukan sebuah pasukan yang besar. Karena selama ini belum terdengar berita tentang gerakan pasukan Ceng yang menyeberang sungai Hong-ho untuk menyerang pertahanan kita di tepi barat sungai itu."

"Hm, penilaian kongcu benar," kata jenderal Lau pula, ''dengan begitu jelas pasukan musuh di gunung Lo-san itu hanya suatu satuan kecil untuk menyusup kedalam pertahanan kita dan menimbulkan kekacauan." "Tepat sekali dugaan ciangkun," kata Bok Kian, "oleh karena itu kita dapat menggerakkan pasukan untuk mengepung musuh di gunung Lo san itu dan membebaskan kongcu."

Tiba2 prajurit yang berpangkat sersan tadi menyela, "Maaf, ciangkun, hamba lupa menyampaikan sebuah berita dari mereka."

"Apa?"

"Mereka mengatakan kalau ciangkun berani menggerakkan pasukan untuk menyerang, mereka segera akan menyembelih kongcu."

"Jahanam!' teriak jenderal Lau geram sekali, "jelas mereka hendak membuat kongcu sebagai sandera untuk menekan aku supaya menyerah. Huh, jangan harap mereka dapat memaksa aku!"

"Tetapi ciangkun, bagaimana dengan Lau kongcu putera ciangkun?" tanya Bok Kian.

"Ah, harap kongcu jangan berkata begitu," kata jenderal Lau, "dalam peperangan tak ada lagi urusan keluarga. Musuh hendak mencaplok negeri kita jangankan hanya keluarga, bahkan jiwa kota sendiri kalau perlu harus rela kita korbankan untuk menghancurkan musuh.”

"Bagus, jenderal Lau!" tiba2 kakek Lo Kun berseru memuji, "itu baru seorang jenderal. Aku dulu juga begitu. Waktu aku disuruh menjaga Somali seorang Persia yang tinggi dan besar sekali, akupun rela mengorbankan segala kesenanganku."

"Siapa yang suruh?"

"Tentu saja seri baginda," kata kakek Lok, "baginda bilang kalau dia tak datang mengambil orang Persia itu, aku tak boleh pergi dari tempat dia dipenjara. Akhirnya aku tak tahu sampai berapa puluh tahun, tahu2 waktu aku keluar dari gua, orang menjerit karena melihat aku. Mereka mengatakan aku seorang kakek antik ..."

"Apa antik itu?" tanya jenderal Lau.

"Antik artinya kuno sekali atau jeman purba kata Lo Kun.

Melihat pembicaraan akan menyimpang, pada hal2 yang tak ada sangkut pautnya maka Bok Kian cepat menyela, "Lau ciangkun, bagaimana tindakan ciangkun?"

"Sudah tentu akan kukerahkan pasukan untuk menggempur mereka!"

“'Jangan ciangkun," cegah Bok Kian, "berbahaya bagi keselamatan kongcu. Mereka adalah prajurit2 Ceng yang ganas. Coba lihatlah, setiap kali mereka menduduki kota, mereka tentu mengganas rakyat. Jika ciangkun mengerahkan pasukan mereka tentu akan membuktikan ancaman mereka."

"Tak apa, kongcu," kata jenderal Lau, “biarlah anakku menjadi korban asal musuh dapat ditumpas."

"Ciangkun," tiba2 Sian Li ikut bicara, "apa yang dikatakan kongcu ini memang benar. Jangan terburu-buru mengerahkan pasukan dulu. Kita coba dulu dengan lain jalan."

Sebenarnya dalam hati jenderal itu juga kelabakan setengah mati kalau harus mengorbankan patera yang satu- satunya itu. Tetapi dihadapan putera keponakan dari mentri Su Go Hwat, terpaksa dia jual lagak garang.

Waktu mendengar usul Sian Li, dia lalu bertanya, "Bagaimana menurut pendapat nona.” "Begini, ciangkun," kata Sian Li, "ciangkun titahkan saja kepada beberapa perwira anakbuah ciangkun yang berkepandaian tinggi untuk menyelidiki sarang mereka di Lusan. Dan jika dapat, usahakanlah supaya membebaskan Lau Kongcu dari cengkeraman mereka."

"Tepat!" setu Bok Kian, "aku setuju dengan saran nona." "Ya, memang usul itu bagus sekali," sambut Jenderal

Lau, "tetapi bagaimana kalau gagal ?"

"Jika gagal barulah ciangkun majukan rencana yang kedua yakni mengerahkan pasukan untuk menggempur mereka," jawab Sian Li, "tetapi daripada harus mengorbankan keselamatan kongcu, sebaiknyalah kita tempuh jalan yang pertama tadi dulu."

Jenderal Lau mengangguk. Dalam pasukannya kiranya hanya kedua pengawal peribadinya yakni Sin Tek Po dan Kiang Hun yang memiliki kepandaian silat tinggi. Tetapi ternyata tadi Sin Tek Po telah dikalahkan si bocah pekok Uk Uk. Dan Kiang Hun tak beikutik terhadap Lo Kun. "kalau begitu ”

"Nona," katanya kepada Sian Li, "apakah kau suka membantu kami ?"

"Bagaimana maksud jenderal ?"

"Kurasa nona, kakek nona dan adik nona itu memiliki kepandaian yang sakti. Bagaimana kalau aku minta  bantuan nona bertiga untuk melakukan penyelidikan ke Losan ?"

Sian Li merasa bahwa karena gara2nya hendak memberi pelajaran kepada Bun Sai, maka sampai pemuda itu meninggalkan markas, dan ditangkap musuh. Dia memang tak suka terhadap tingkah laku putera jenderal itu. Tetapi karena anak muda itu sampai tertangkap pasukan musuh harus berusaha menolongnya untuk menebusnya. Bagaimanapun bagi Sian Li, semarah2nya terhadap jenderal Lau dan puteranya, dia masih lebih benci terhadap orang Ceng yang hendak menguasai negerinya.

"Baiklah, ciangkun, aku bersedia untuk lakukan tugas itu," kata Sian Li,

"Terima kasih nona," kata jenderal "bukankah nona akan berangkat -bersama kakek dan adik nona ?"

'Silakan jenderal tanya kepada mereka.”

"Kakek, bukankah engkau bersedia menemani nona ini

?”' tanya jenderal Lau.

"Hm, memang begitulah sifat seorang berkuasa dan berharta. Kalau memerlukan baru bersikap manis. Tetapi kalau tidak berminta tolong, huh, lagaknya bukan main!"

“Ciangkun," tiba2 Bok Kian berseru, “aku bersedia pergi bersama nona ini."

Sebelum jenderal Lau menyahut, Lo Kun sudah menyelutuk, "Uh, anak berwajah purnama jangan meremehkan aku. Engkau kira aku takut masuk kedalam sarang mereka ?"

"Mengapa lo cianpwe tidak mau pergi?”

"Siapa bilang tidak mau pergi ?" balas Lo Kun, "hm, bulan purnama, ketahuilah, aku ini kakek aseli dari cucuku Sian Li. Kalau cucuku sampai kena bahaya, aku tentu ngamuk. Biar sampai mati tentu kujalani."

Bok Kian terkesiap tetapi pada lain saat dia tertawa. "Lho, tertawa ? Siapa suruh engkau tertawa?" bentak Lo

Kun.

“Lo-cianpwe." "Aku ? O, ya, benar, benar, ha, ha, ha.....

"Sudahlah, jangan banyak guyon," teriak jenderal Lou, "sekarang siapkan siapa saja yang akan pergi ke Losan."

"Aku bersama kakekku ini." kata Sian Li "Cic..... cici . ,. aku, aku ikut !" seru Uk Uk.

"Ya, kami bertigalah yang akan pergi ciangkun," kati Sian Li.

"Aku juga, nona," kata Bok Kian.

“Bok kongcu, mengapa kongcu hendak ikut? berbahayalah kalau sampai terjadi sesuatu pada diri kongcu nanti, "cegah jenderal Lou.

"Tidak, ciangkun," Bo Kian gelengkan kepala “setelah menyampaikan pesan dari Su tay-jin, aku sudah tak punya urusan penting lainnya lagi, biarlah aku ikut serta dengan rombongan nona untuk membebaskan Lau kongcu."

"Hm, baiklah," kata jenderal Lau, "akan kusiapkan sekelompok perwira yang pandai silat untuk membantu perjalanan kongcu,*

"Kurasa, ciangkun dapat menyiapkan pasukan untuk mengepung gunung itu, agar mereka jangan sampai lolos," kata Sian Li.

Sebelum jenderal sempat menjawab, Bok Kian sudah berseru, "Liu ciangkun, jika ciangkun dapat meluluskan, berilah aku duapuluh prajurit,"

“O. untuk apa ?"

"Biarlah rombongan nona ini mengambil jalan dari muka. Gerombolan itu tentu memusatkan perhatian mereka untuk menghadapi nona ini. Dan dengan prajurit itu aku akan menyerang dari belakang gunung." "Baik, kongcu," seru jenderal Lau," aku akan menyiapkan pasukan untuk mengurung gunung itu."

Demikian setelah rencana sudah diputuskan maka Sian Li, Lo Kun dan Uk Uk segera berangkat.

"Uh, pemuda berwajah terang itu, ksatrya juga. Dia mau membantu kita. Eh, Sian Li, mengapa engkau mau menempuh bahaya ini,” tegur Lo Kun.

'"Pertama. kita menghadapi pasukan Ceng. Menurut kata jenderal Lau, mereka sudah merembes masuk ke daerah pertahanan pasukan Beng. Ini berbahaya dan harus lekas2 disapu bersih.”

“Setuju !" seru kakek Lo Kun.

“Kedua, putra jenderal itu meninggalkan markas ayahnya karena dihukum rangket. Dan hukuman itu terjadi karena tindakan kita, bukan?"

"Ya."

"Oleh karena itu maka akupun merasa bertanggung jawab atas keselamatan putera jenderal Lau. Kalau puteranya sampai terkena bahaya, bulankah pikiran dan  hati jenderal itu akan kacau-balau? Dan kalau pikiran kacau, dia tentu tak mampu untuk memimpin pasukannya menghadapi serangan musuh."

"Ganti saja jenderal semacam itu. Dia hanya banyak bersenang-senang dengan wanita2 cantik. Kalau perlu biarlah aku yang menggantinya sebagai pimpinan pasukan."

Sian Li hanya tertawa.

Parjalanan ke gunung Lo-san cukup jauh. Keesokan harinya mereka tiba di daerah kaki gunung, Uk Uk lapar dan mereka singgah dulu di sebuah kedai dari sebuah desa yang tak jauh dari gunung Losan. "Paman, benarkah di puncak gunung Losan ada gerombolan begal?" Sian Li bertanya kepada pemilik kedai.

"Apakah nona hendak melakukan perjalanan kesana?" balas pemilik kedai itu.

"Ya."

Seketika wajah pemilik kedai itu berobah pucat, "Ah, lebih baik jangan nona."

"Mengapa ?" tanya Sian Li.

"Gunung Losan telah dikuasai oleh gerombolan yang dipimpin oleh Lo-san-sam-ho (tiga burung bangau dari gunung Losan). Berbahaya sekali kalau sampai tertangkap mereka."

"O, Lo-san-sam-ho ?" ulang Sian Li.

Belum pemilik kedai menjawab, kakek Lo Kun sudah menyelutuk, "Bagus, kebetulan kami bertiga ini Se-kay-sat- ok !"

Pemilik kedai melongo, "Apa itu Se-kay-sat-ok ?"

"Se-kay-sat-ok artinya Pembasmi-penjahat di-dunia, goblok !" teriak Lo Kun.

"Apa ? Kalian ini hendak membasmi orang jahat dalam dunia ?" teriak pemilik kedai.

"Tentu, tentu," sahut Lo Kun dengan bangga.

"Wah, wah," guman pemilik kedai, “penjahat apa yang akan dapat kalian basmi, kakek ?"

“Goblok !" teriak kakek Lo Kun, "arak itu baik atau jahat

?"

"Tidak baik buat yang tak suka. Baik bagi yang senang,"

sahut pemilik kedai. "Jangan mencla-menele tak keruan. Bilang saja tidak baik !" teriak Lo Kun, "nah, sekarang bawa keluar semua persediaan arakmu, lekas !”

Entah bagaimana, seperti kena pengaruh gaib, pemilik kedai itupun segera masuk dan kembali dengan membawa sebuah guci sebesar gentong, "Inilah persediaan arakku."

"Bagus !" seru kakek Lo Kun, "tak perlu aku, cukup cucuku bocah gendut itu tentu dapat membasmi arak jahat ini."

"Uk, buang arak dalam gentong ini sampai habis!" teriak Lo Kun. Sebelum pemilik kedai tahu apa yang akan terjadi, tiba2 Uk Uk terus angkat gentong arak itu dan diteguknya.

"Sudah, eng, engkong....," Uk Uk meletakkan gentong yang ternyata sudah kosong isinya. Pemilik kedai terlongong- longong. Mulut melongo, mata mendelik. Ia tak pernah menyaksikan seorang bocah dapat meminum segentong arak sampai habis ludas.

"Nah, sekarang percaya tidak engkau ?" seru Lo Kun dengan bangga, "setiap manusia sesat, barang jahat, tentu akan kami sikat sampai ludas.

Tiba2 pemilik kedai itu tersadar. Serunya, boleh saja anak itu menghabiskan arakku yang istimewa itu tetapi harus bayar !"

"Apa ? Suruh membayar ? Edan engkau !" kakek Lo Kun, sudah kubantu engkau membasmi barang jahat, mengapa malah minta bayar ? Sebenarnya engkau yang harus membayar kami!"

“Tidak ! Engkau harus membayar arak itu !"

Sian Li kaget karena Uk Uk dapat minum habis segentong arak. Dia menyadari kakek Lo Kun tentu akan bikin rusuh di kedai itu. Maka buru2 dia bilang, "Jangan ribut, paman. Berapakah harga arakmu yang dihabiskan adikku itu

"Gentong itu berisi 20 kati arak, tiap kati harganya satu tail perak "

"Baik, nanti akan kubayar semua,” kata Sian Li, "sekarang tolong kasih bubur dan sayur.

Tak berapa lama pesanan itupun disediakan. Setelah selesai makan maka Sian Lipun membayar rekeningnya.

Saat itu matahari sudah sepenggalah tingginya, Sian Li, Lo Kun dan Uk Uk segera melanjutkan perjalanan naik ke gunung Lo San.

-ooo0dw0ooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar