Pendekar Bloon Cari Jodoh Jilid 15 KENALKAN

Jilid 15 KENALKAN

Kali ini kami kenalkan gerakan rakyat kerajaan Beng yang berjuang melawan kekuasaan tentara Ceng, dengan cara masing2 :

1. Hong-hian-hoa atau Bunga Persembahan, kemudian diganti Hong-li-hoa atau Cewek Pungli. Himpunan dari gadis2 yang rela menjadi Bunga Penghibur, demi menyelamatkan rakyat."

2. LASYKAR TANI, sisa2 barisan petani yang memberontak kerajaan Beng tetapi juga melawan kekuasaan tentara Ceng.

3. LASYKAR RAKYAT, wadah perjuangan dari kaum persilatan hiap-gi yang menentang penjajah Ceng.

4. BARISAN SUKA RELA, menghimpun semua unsur pejuang yang melawan serangan tentara Ceng.

=======

Baru beberapa langkah tiba2 Ah Liong berteriak, Tunggu

....!" dia terus lari balik ke tempat kereta.

Tiba2 matanya tertumbuk pada seonggok benda putih di tanah. Cepat dia menghampiri dan memungutnya, "Inilah kunci borgolan dengan engkoh Hok."

Setelah memasukkan dalam saku, dia menghampiri kerbau bule, "Bule, engkau tak boleh ketinggalan disini. Kalau sampai jatuh ditangan prajurit2 itu engkau tentu disembelih," katanya seraya melepaskan kerbau itu dari perakit kereta.

"Eh, mengapa membawa kerbau?" seru nona yang bertubuh tinggi semampai tadi.

"Tentu," sahut Ah Liong, "kalau kerbauku ini sampai disembelih prajurit, aku bisa mati menangis."

“Tetapi "

"Jangan kuatir, kerbauku takkan membikin kotor rumahmu," tukas Ah Liong.

Kelima nona cantik itu terus melanjutkan langkah. Mereka mendaki sebuah puncak gunung dan turun ke sebuah lembah.

"Kalian harus pakai penutup mata," tiba2 nona cantik tadi berkata.

"Lho kenapa?" tanya Ah Liong.

"Kita sudah sampai dan akan masuk kedalam markas.

Setiap orang yang masuk harus ditutupi matanya."

Ah Liong hendak membantah tetapi Huru Hara sudah mendahului, "Silakan menutup mata kami."

Huru Hara dan Ah Liong segera diikat matanya dengan kain hitam, "Peganglah ujung cambuk dan berjalan," seru nona itu. Dia terus berjalan sambil mencekal tangkai cambuk. Huru Hara dan Ah Liong memegang ujung cambuk mengikuti berjalan.

Diam2 Huru Hara merasa bahwa dia dibawa berjalan berputar-putar dan berkeluk-keluk naik turun dan akhirnya, "Nah, sudah tiba," kata gadis tadi seraya membuka kain penutup mata Huru Hara dan Ah Liong. Huru Hara dan Ah Liong terkejut ketika pandang matanya gelap, "Ih, mengapa begini gelap sekali?" teriak anak itu sambil menggosok-gosok matanya.

"Engkoh Hok, barangkali kita. sekarang buta?" teriak anak itu pula karena matanya masih gelap tak dapat memandang apa2.

"Jangan kaok2 saja, kuncung," kata Huru Hara, "pejamkan mata dan tenangkan pikiran."

Ah Liong menurut. Beberapa saat kemudian ketika membuka mata ia melihat beberapa meter disebelah muka seperti terdapat dua biji benda kecil yang bersinar seperti mata kucing.

"Engkoh, benda apakah itu?" bisiknya kepada Huru Hara.

"Mata manusia," sahut Huru Hara, "ada orang yang duduk disebelah muka. Jangan ribut, tenang sajalah."

"Loan Thiau Te pendekar Huru Hara, engkau mengapa engkau dibawa kemari?" tiba2 terdengar lengking suara dari seorang wanita. Dari nada suaranya wanita itu masih muda.

"Tidak tahu!" jawab Haru Hara singkat.

"Kami telah membebaskan engkau dari tawanan prajurit Ceng, engkau tahu, bukan?"

"Ya."

"Tahukah apa maksud kami?"

"Itulah justrru yang hendak kutanyakan kepadamu," balas Huru Hara.

"Engkau tahu siapa aku?" "Seorang wanita." "Hanya itu?" "Ya."

"Baik," kata wanita yang tak kelihatan wajahnya itu, "sekarang aku hendak bertanya kepadamu. Siapakah yang membunuh komandan Tuka di gedung tihu kota Sam- kwan?"

"Aku!" sahut Huru Hara.

"Bohong!" bentak wanita itu, "engkau masih tidur mendengkur ketika Tuka dibunuh. Mengapa engkau mengaku yang membunuhnya?"

"Bagaimana engkau tahu tentang peristiwa itu?" tanya Huru Hara agak heran.

"Ketahuilah, disini adalah kerajaan wanita. Pemimpinnya, anakbuah, penjaga dan prajuritnya, semua wanita. Pernahkah engkau mendengar cerita tentang suatu gerakan dari kaum wanita?"

Serentak Huru Hara terkejut, serunya, "Apakah engkau ini anggauta Hong-hian-hoa?"

Terdengar tertawa hambar, "Ingatanmu tajam sekali. Benar, tanpa tedeng aling2, disinilah markas Hong-hian-hoa itu. Tetapi nama itu oleh Ketua kami telah diganti menjadi Hung-li-hoa dan di kalangan orang Ceng terkenal dengan nama Pung-li-hoa atau Cewek Pungli."

"Ah, apakah artinya nama? Hong-hian-hoa atau Hung-li- hoa atau Pung-li-hoa atau Cewek Pungli, sama saja. Yang penting adalah tujuannya."!

"Engkau setuju akan gerakan Cewek Pungli itu?” “Ya”

"Mengapa?" "Karena mereka rela mengorbankan diri untuk menyelamatkan kaum wanita dan rakyat dari keganasan prajurit2 Ceng."

"Tetapi mengapa engkau mau menjadi budak orang Ceng!" tiba2 wanita itu menghambur kata2 tajam.

"Siapa yang menjadi budak Ceng?" Huru Hara terkejut. "Jangan  berlagak  pilon!"  seru  wanita  itu,  "bukankah

engkau berada di gedung tihu itu karena diundang Tuka?

Kalau bukan bersahabat dengan orang Ceng, mana mereka begitu menghormat dan menjamu engkau?"

"Ah, jangan menuduh sesukamu sendiri," jawab Huru Hara, "aku tak kenal dengan Tuka tetapi aku kenal dengan kolonel Totay "

"Sama saja! Bahkan kolonel Totay itu orang penting dari pasukan Ceng. Dengan begitu jelas engkau ini budak orang Ceng!"

"Jangan salah faham," kata Huru Hara. Ia lalu menceritakan tentang peristiwa hubungan dengan kelonel Totay yang lalu.

"O, jadi yang menyelamatkan kolonel Totay dari serangan lasykar rakyat itu engkau?"

"Ya, karena sekedar hendak membalas budinya."

"Bagus, memang pimpinan Lasykar Rakyat telah memberi pesan kepada kami, apabila bertemu dengan engkau, harus ditangkap hidup atau mati dan diserahkan kepada Lasykar Rakyat."

"O, jadi kalian membebaskan aku dari tawanan prajurit Ceng itu karena hendak engkau serahkan kepada Lasykar Rakyat?" saat itu baru Huru Hara sadar. "Benar," sahut wanita itu, "karena engkau menjadi orang buronan Lasykar Rakyat, maka merekalah yang berhak mengadili dosamu!"

Huru Hara terkejut. Namun ia tahu kalau Lasykar Rakyat tentu sudah faham dan mengira dia bersahabat dengan Totay, "Tak apa, nanti akan kujelaskan kepada mereka sekalian akan kuminta supaya mereka membebaskan paman Cian-li-ji," pikirnya.

"Baiklah, karena aku menjadi orang tawananmu, terserah saja engkau hendak mengapakan aku," kata Huru Hara.

"Engkau tahu apa hukuman bagi seorang, penghianat bangsa itu?" tanya si wanita tak dikenal.

"Entah, karena aku belum pernah menjadi penghianat," jawab Huru Hara.

"Kepalamu akan dipotong dan dikirim kepada orang Ceng!" seru wanita itu.

"Lho, buat apa kepala orang?" teriak Ah Liong yang tak tahan mendengar keterangan orang itu.

"Untuk peringatan bahwa setiap orang Han yang mau bekerja dengan kerajaan Ceng, tentu akan dipenggal kepalanya!"

"Salah!" teriak Ah Liong.

"Hm, jangan ngoceh tak keruan budak kecil."

"Aku tidak ngoceh tetapi mengatakan tindakan itu salah!"

"Mengapa salah?"

"Bukankah kota2 yang telah diduduki pasukan Ceng itu masih penuh dengan penduduk orang Han? Mengapa mereka tidak engkau potong kepalanya? Mengapa ayam, itik dan kerbau yang berada di daerah pendudukan Ceng, juga tidak di potong kepalanya? Mengapa hanya kepala engkoh ku saja yang akan dipotong? Kalau potong, jangan hanya kepala engkohku tetapi harus kepalaku juga!" Ah Liong nerocos seperti hujan mencurah.

"Apakah engkau juga berhianat?"

"Aku hanya ikut engkohku. Tetapi aku tak percaya kalau engkohku ini seorang penghianat. Dia adalah seorang pendekar yang baik budi!"

"Ih, baik budi?" wanita itu mendengus.

"Ya, dong. Kalau tidak berbudi masakan aku mau ikut dia?"

"Itu urusanmu," sahut si wanita, "tetapi dia adalah seorang penghianat"

"Sudahlah, Ah Liong," tegah Huru Hara, "biarlah dia mengatakan aku ini bagaimana. Yang tahu bagaimana isi hatiku hanyalah aku dan kenyataan."

Kemudian dia berkata kepada wanita itu, "Aku bersedia menyerahkan diri tetapi sebelumnya aku hendak mengajukan pertanyaan. Engkau menyebut-nyebut Hong- hian-hoa dan tadi engkau memuji Ah Kiok bertindak tepat. Siapakah Ah Kiok itu?"

"Dia adalah anggauta Hong-li-hoa."

"Ah, sudah kuduga," seru Huru Hara, "tetapi mengapa dia harus membunuh Tuka?"

"Ketahuilah," seru wanita itu, "bahwa sebenarnya dia hendak membunuh engkau tetapi terlambat. Pertama, terganggu oleh setan cilik yang ngoceh tak keruan " "Siapa yang engkau katakan setan cilik itu?" teriak Ah Liong.

"Engkau!"

"Jangan menghina semaumu sendiri, orang perempuan," seru Ah Liong, "engkau kira engkau sudah dapat menguasai kami? Hm, kalau engkohku mau, sarangmu ini tentu sudah diobrak-abrik. Itulah maka kukatakan engkohku itu seorang yang berbudi."

"Sudahlah Ah Liong, kita nurut saja. Yang penting aku hendak mencari paman Cian-li-ji," kata Huru Hara, lalu berkata kepada wanita itu, "teruskan ceritamu."

"Yang kedua, waktu dia hendak menikam engkau, tiba2 Tuka muncul. Karena sudah terlanjur diketahui perbuatannya maka Ah Kiok terpaksa membunuh Tuka."

"Ya, kutahu. Tetapi mengapa dia terus melarikan diri?" "Sudah tentu takut akan tertangkap."

"Tidak perlu harus takut," kata Huru Hara, "bukankah aku yang akan memikul kedosaan itu?"

"Hm, mengapa engkau mau mengakui pembunuhan itu?"

"Karena aku kasihan kepada Ah Kiok." "Kasihan?"

"Ya, karena dia telah rela mengorbankan diri sebagai anggauta Cewek Pungli."

"Engkau setuju dengan sepak terjang Cewek Pungli?" "Kalau aku menentang, masakan engkau dapat

mengadili aku begini macam?" sahut Huru Hara. "Tuh dengar tidak," seru Ah Liong, "kalau engkohku tidak berbudi, sarangmu ini tentu itulah diobrak-abrik."

"Aku masih ada sebuah permintaan lagi," kata Huru Hara, "apakah aku boleh bertemu dengan si Ah Kiok."

"Ah Kiok, dia hendak bicara dengan engkau," seru wanita itu.

"Engkau mau bertanya apa?" tiba2 terdengar sebuah suara seorang gadis.

"Ah Kiok," kata Huru Hara, "mengapa engkau hendak membunuh aku?"

"Karena engkau seorang penghianat."

"Baik," kata Hum Hara, "jangan engkau menyesal kelak atas ucapanmu itu. Sudah, pergilah!"

Ah Kiong tertegun. "Pergi!" bentak Huru Hara.

Ah Kiong tersurut mundur. Wanita itupun mendesis. Ternyata tanpa disadari Huru Hara telah menghamburkan tenaga-dalam untuk membentak sehingga suaranya sedahsyat halilintar meledak.

"Sayang, seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi seperti engkau, mau menjadi budak  orang Ceng," kata wanita itu.

"Jangan banyak bicara' bentak Huru Hara, "lekas serahkan aku kepada Lasykar Rakyat.

"Ah Kiok, bawa dia keluar dan antarkan ke pada pos Lasykar Rakyat.'"

Ah Kiong mengajak Huru Hara keluar tetapi Huru Hara berkata, “Tunggu, tutup dulu mataku supaya aku tak dapat mengetahui keadaan markasmu ini." Terpaksa mata Huru Hara dan Ah Liong di tutup lagi dengan kain hitam. Setelah keluar dari lembah, penutup mata itupun dibuka lagi.

Kini Huru Hara tahu bahwa yang mengawalnya menuju ketempat persembunyian Lasykar Rakyat adalah seorang gadis dan gadis yang mukanya berselubung kain hitam tadi.

Waktu hendak berangkat tiba2 Ah Liong memekik, "Celaka, sialan!"

"Kenapa?" tanya Huru Hara. "Anak kunci rantai borgolan engkoh jatuh. Tentu jatuh didalam markas gelap itu," keluh Ah Liong.

"Hm, apakah engkau tak mampu masuk ke sana lagi?" tanya Huru Hara.

Ah Liong garuk2 kuncungnya. Melihat itu gadis berkerudung kain hitam berkata, "Biarlah aku yang masuk mengambil anak kunci itu!"

"Tidak perlu," seru Huru Hara, "jika engkau tak mampu mengambilnya sendiri, tak perlu rantai borgolanku ini dibuka!"

Melihat Huru Hara marah, Ah Liong makin kelabakan. Dia menarik-narik rambut kuncungnya sebagaimana adat kebiasaannya apabila dia hendak memeras otak menghadapi soal yang sukar.

Tiba2 ia melihat kerbau bule muncul dari balik gerumbul pohon. Serentak anak itu berteriak gembira, "Baik, engkoh, aku sanggup kembali masuk ke markas gelap itu lagi!"

Ia terus manghampiri si Bule, "Bule, engkau mendapat tugas berat. Antarkanlah aku masuk ke dalam lembah ini mencari markas gelap. Ah, sial, Bule, anak kunci borgolan engkoh Hok jatuh disana" Bule seolah-olah tahu bahasa Ah Liong. Ia menguak dan menegakkan kepalanya. Ah Liong terus naik ke punggung kerbau bule itu dan suruh si Bule berjalan. Tetapi baru beberapa langkah dia berteriak, "Berhenti dulu Bule, dan tunggu sebentar "

Anak itu loncat turun dan lari menghampiri kedua gadis pengawal, "Laci yang tak kuketahui namanya, apa aku boleh pinjam pedang kalian?"

Gadis yang seorang kerutkan alis. Tetapi gadis yang berkerudung muka serentak mencabut pedangnya dan diberikan kepada Ah Liong, "Nih, buat apa pinjam pedang?"

"Ada dehhhh," setelah menyambut dia terus berlari. Tiba2 dia diputar kepala dan berseru, "jangan kuatir, pedang ini takkan kubuat membunuh orang."

Ah Liong naik ke punggung si Bule dan binatang itupun terus lari masuk kedalam lembah.

"Berhenti Bule," seru Ah Liong pula seraya loncat turun, "aku hendak cari bambu dulu."

Dia lari menuju ke sebuah gerumbul pohon bambu. Dia memotong sebatang bambu yang besar lalu dipotong lagi menjadi selengan panjangnya. Dia memilih potongan bambu itu yang bawah tertutup dengan ruas tetapi bagian ujung atasnya, berlubang. Kemudian dia membuat tutup penyumbat lubang bambu itu. Setelah itu baru dia naik si Bule lagi.

Setelah menuruni lembah, si Bule mencari jalan sendiri, berputar kian kemari dan akhirnya disebelah depan tampak sebuah mulut gua. Si Bule masuk kedalam mulut gua itu dan tibalah mereka disebuah ruangan dari sebuah bangunan yang besar. "Aneh, mengapa si Bule dapat mencari tempat ini?" kata Ah Liong, "sedang aku sendiri sudah lupa bagaimana mencarinya. Ah, benar, benar, memang si Bule ini tak mengecewakan perintahku. Dia memiliki naluri yang tajam sekali sih."

Ah Liong tidak terus masuk melainkan biluk kesebuah ruang. Kebetulan dia tiba di bagian dapur, "Ah, langkahku sungguh untung sekali. Disini tentu banyak tikus," serunya.

Dugaannya itu memang tepat. Tak berapa lama terdengar bunyi bergedobrakan dan bunyi mencicit. Ah Liong segera melihat sebuah liang di ujung sudut tembok.

"Hm, disinilah rumahnya," kata Ah Liong. Dia terus menggeratak di dapur dan berhasil mendapatkan ikan yang tinggal kepala dan ekornya, "jadilah "

Setelah mengumpulkan sisa2 ikan, dia menyebarkannya di lantai, tepat di muka liang. Kemudian dia menunggu di dekat liang dan siap dengan sumpit di tangan.

"Cit, cit, ciiiiit . . . . " terdengar suara mencicit dan dua ekor tikus lari berlomba keluar dari liang.

Cret, cret dengan tangkas dan gagah sekali, Ah Liong

menyumpit kedua ekor tikus itu terus dimasukkan kedalam tabung bambu. Dengan cara itu ia berhasil menangkap tujuh ekor tikus.

"Hm, cukuplah," katanya. Tetapi tiba2 ia mendapat akal baru lagi, "biar mereka kalang kabut!"

Ia menggeratak membuka lemari dan berhasil menemukan minyak goreng. Minyak itu dituangkan kedalam tabung tempat tikus2 itu. Dan kemudian dia menyambar korek di dapur. Satelah itu baru dia menuju ke ruang gelap tempat ia dan Huru Hara diadili oleh seorang wanita yang tak kelihatan wajahnya. Ketika melalui sebuah lorong, dia terkejut ketika mendengar langkah kaki orang berjalan.

"Celaka kalau sampai kepergok mereka," Ah Liong gugup. Dia celingukan memandang kian ke mari. Kalau dia lari balik, tentu akan kelihatan karena lorong atau gang tempat ia berdiri itu, kanan kirinya merupakan ruangan. Lalu kemana ia harus bersembunyi.

Melihat kedua nona itu makin dekat, Ah Liong nekad. Tanpa banyak pikir lagi dia terus mendorong sebuah pintu ruangan kamar dan menyelundup masuk, mengancing lagi pintu itu rapat2.

Tiba2 dari ujung tikung lorong, terdengar suara orang berjalan. Sedang langkah kaki kedua nona yang dari ujung lorong sebelah muka tadi, juga tiba di depan ruang tempat Ah Liong bersembunyi.

"Ai, Gwat suci dan Lan suci, mau kemana nih ?" seru orang yang baru muncul dari tikung lorong tadi. Rupanya dia menegur pada kedua nona yang datang dari lorong sebelah muka.

"Ah Bwe, engkau sih enak, tugasmu sore ini sudah selesai. Sekarang giliranku bersama Gwat suci yang bekerja,” sahut salah seorang dari kedua nona itu. Tentulah dia yang dipanggil Lan suci (kakak seperguruan) oleh gadis yang baru muncul itu.

"Enakan dinas malam. Sudah mandi dan hawanya juga sejuk. Tidak seperti dinas siang. Sudah panas, mandi juga telat," gerutu gadis yang disebut Ah Bwe.

"Eh, Ah Bwe, bawa apa engkau itu ?" tiba2 gadis yang disebut Lan suci atau namanya Ah Lan menegur.

"Istimewa deh," sahut Ah Bwe. "Apa yang istimewa ?" "Coba suci tebak, apa yang berada dalam  bungkusan ini."

"Makanan." "Salah."

"Buah !" seru gadis yang dipanggil Gwat suci atau Ah Gwat.

"Benar," sahut Ah Bwe, "tetapi buah apa ?"

"Kalau menilik besarnya kelapa" seru Ah Gwat.

"Salah."

"Jeruk."

"Keliru.'"

"Lalu buah apa sebesar itu ?"

"Mari masuk kedalam kamarku dulu. Nanti suci tentu puas.

"Apa sih ?"

"Pokoknya, kejutan deh !"

"Tetapi kami berdua harus membersihkan dan menyulut lampu ruang Le-tong (auditorium! atau tempat upacara). Malam nanti toa-suci akas menerima tetamu."

"O, pada hal siang tadi toa-suci juga mengadili seorang pemuda nyentrik dan seorang bocah kuncung."

"Siapa ? apa salahnya ?"

"Ah mari masuk kedalam kamar dulu. Paling hanya seperempat jam. Akan kuhidangkan buah yang jarang terdapat ditempat kita. Pokoknya suci berdua tentu tak kecewalah !" Setelah bertukar pandang, kedua gadis itu setuju. Dan Ah Bwepun segera memutar grendel pintu.

"Aduh, celaka ! Dia mau masuk ke kamar ini. Ternyata ini kamar gadis itu," bukan kepalang kejut Ah Liong yang berada dalam kamar. Untung kamar itu gelap karena lampunya belum dinyalakan. Tanpa banyak pikir lagi, anak itu terus menyusup kedalam kolong ranjang,

Jendela dibuka dan kamar itupun terang. Ah Bwe meletakkan bungkusan yang dibawanya keatas meja dan membukanya.

"Durian !" seru Ah Lan ketika melihat isi bungkusan itu. "dari mana engkau peroleh buah itu Ah Bwe ?"

"Rahasia," sahut yang ditanya, "dari. . . ah, pokoknya ada deh "

"Pacarmu ya ?"

"Entah," sahut Ah Bwe, "tetapi dia memang menetapi janjinya untuk mengirim durian ini. Hayo, kita makan."

Bau durian segera menyerbak keseluruh kamar, menyusup kedalam kolong ranjang dan menyerang hidung Ah Liong, haukkkkkkk.....serentak perut Ah Liong seperti berontak dan mau muntah.

Memang durian itu harum dan lezat baunya Tetapi bagi yang doyan. Sebab ada juga orang yang tak tahan baunya dan muntah. Begitu pula Ah Liong. Seumur hidup dia belum pernah melihat apalagi makan durian. Baunya yang begitu keras, menyebabkan perutnya mual.

Anak itu berusaha untuk mendekap mulutnya dan menekan napas untuk menahan ini perutnya yang mau muntah. "Siapakah pemuda nyentrik yang diadili toa-suci siang tadi ?" tanya Ah Lan.

"Menurut namanya dia mengaku bernama Huru Hara, menyentrik nggak namanya itu ?"

"Ya, tetapi itu tentu nama samaran barangkali," sahut Ah Lan.

"Bukan," kata Ah Bwe, "namanya memang Loan Thian Te yang berarti mengacau dunia atau dunia kacau. Dia lebih senang menamakan dirinya si Huru Hara,"

"Lalu apa kesalahannya ?"

"Dia bersahabat dengan kolonel pasukan Ceng yang menduduki kota Sam-koan. Waktu kota itu diserbu pasukan Lasykar Rakyat, dia telah menyelamatkan kolonel Ceng itu dari sergapan pasukan rakyat."

"Hm, pemuda macam begitu memang harus diganyang seperti durian ini," kata Ah Lan sambil memasukkan sebiji durian ke mulut.

"Tetapi bagaimana dia dapat dibawa kemari?" tanya Ah Gwat.

"Waktu pasukan Ceng menduduki kota itu lagi, eh. pemuda nyentrik itu muncul pula. Rupa nya dia hendak menemui kolonel sahabatnya tetapi ternyata pemimpin pasukan Ceng itu adalah Tuka yang berpangkat lebih rendah. Tuka menjamunya. Kebetulan yang bertugas untuk merayu orang2 Boan di Sam-koan antara lain adalah Ah Kiok. Pada malam hari Ah Kiok hendak membunuh pemuda nyentrik itu tetapi kepergok Tuka. Ah Kiok membunuh Tuka dan lari pulang kemari. Pemuda itu yang dituduh membunuh Tuka lalu dimasukkan dalam kereta pesakitan dan dikirim kepada kolonel Ceng yang berada di Khay-hong-hu. Ditengah jalan kereta pesakitan itu dapat kita cegat dan rampas. Kemudian pemuda dan adiknya kita bawa kepada toa-suci untuk diadili."

"Lalu bagaimana keputusannya?" tanya Ah Lan. "Beberapa hari yang lalu fihak Lasykar Rakyat meminta

bantuan kita untuk menangkap pemuda itu dan diserahkan kepada mereka. Maka toa-suci lalu mengirim pemuda dan adiknya itu ke markas Lasykar Rakyat."

"Mengapa engkau katakan dia nyentrik?"

"Betapa tidak nyentrik? Masakan seorang anakmuda berdandan seperti seorang pendekar kesiangan, kepalanya ditutup dengan kain tetapi diberi dua lubang tepat pada atas dahinya."

"Lho untuk apa?"

"Untuk tempat rambutnya yang menjulai ke luar. Ih, kalau suci berdua melihatnya tentu akan geli."

Kerucuk, kerucukkkk .... "Ih, perut siapa yang berkerucukan itu? Tentu perutmu Ah Bwe karena kebanyakan makan durian. Masa kita berdua baru makan empat biji engkau sudah sepuluh biji," seru Ah Lan.

"Tidak, Lan suc. Perutku tidak berkerucukan. Tentu perut, suci sendiri "

"Huh, mana bisa? Perutku tak apa-apa .. Ih, mengapa agak mulas ya sekarang," kata Ah Lan seraya mendekap perutnya.

"Tuh kalau menuduh perut orang berkerucukan. Tak tahunya kalau perut sendiri yang merintih- rintih.''

"Tetapi benar, Ah Bwe, baru sekarang terasa mulas, tiiiit

. . . . " "Aduh, bom mulai meledak," Ah Bwe tertawa lalu cepat mendekap hidung.

Ah Lan tersipu-sipu merah. Karena perut mulas dia hendak mengeluarkan angin busuk tetapi karena malu ditahan. Tak urung melejit juga suara angin itu. Nadanya mirip dengan orang yang merintih- rintih.

Ah Gwat tertawa. Tiba2 dia terkejut ketika melihat Ah Lan menyusup kedalam kolong ranjang. Ranjang itu memakai kain sprei yang memanjang turun sampai ke lantai. Ah Lan menyingkap kain sprei terus menyusup masuk dan tut. . . tut . . . tut . . ,

"Gunung meletus!" teriak Ah Bwe seraya mendekap hidungnya kencang2. Ah Gwat hanya tertawa sambil mendekap mulut.

"Hai, cici Lan, mengapa begitu lama didalam kolong?" seru Ah Bwe karena Ah Lan tak ke luar dari kolong ranjang sampai beberapa saat.

"Tunggu," seru Ah Lan, "biar hawanya keluar sampai habis disini."

Saat Itu dapat dibayangkan betapa keadaan Ah Liong. Bocah itu benar2 setengah mati. Karena tak tahan bau durian, perutnya mulas. Tadi yang berkerucukan sebenarnya berasal dari perutnya. Baru perut agak tenang tiba2 Ah Lan menyusup masuk dan berkentut sepuas- puasnya, aduh maaaakkk .... Kalau terus menerus mendekap hidung, dia tentu akan lemas karena tak dapat bernapas. Mungkin bisa pingsan.

TIba2 ia teringat akan tabung bambu yang dibawanya, "Hm, kurang ajar benar anak2 perempuan ini. Masakan aku dipaksa sembunyi dibawah kolong ranjang, diserang dengan bau durian lalu dibom dengan angin busuk Rasakan

pembalasanku sekarang."

Ia tahan napas dan mengambil tabung bambu. Secelah diarahkan pada punggung Ah Lan, ja segera membuka tutup tabung itu. Seketika meloncatlah seekor tikus ke tengkuk Ah Lan, toloooongngng .... Ah Lan menjerit dan memberosot keluar.

Tikus itu marah karena dijejal dimasukkan kedalam tabung oleh Ah Liong dan masih disiram dengan minyak. Maka begitu tutup tabung dibuka, binatang itu terus loncat keluar dan tepat hinggap di tengkuk si nona. Untuk melampiaskan kemarahannya, tikus itu terus menggigit tengkuk Ah Lan.

Ah Lan tak tahu apa yang hinggap di tengkuknya. Dia hanya merasa sakit sekali karena tengkuknya digigit oleh gigi kecil2 yang tajam. Seketika dia menjerit dan menerobos keluar.

"Mengapa ....," baru Ah Bwe menyongsong hendak menolong, tiba2 ia, menjerit kaget, "aduh mati aku " Ah

Bwe menjerit, mengusap tikus yang menerkam mukanya dan terus lari keluar menyusul Ah Lan.

Karena ditampar, tikus itu mencelat dan terlempar jatuh ke dada Ah Gwat, “Aaaiiihhhh……. nona itupun menjerit dan menampar tikus itu lalu memberosot lari keluar seperti dikejar setan.

Ah Liong segera terseok-seok menyelundup keluar dari kolong ranjang, "Aduhhhh,” ia menghela napas longgar, "sialan betul anak perempuan itu. Masa orang disuruh sembunyi di kolong ranjang masih dikentuti. Sekarang rasakan pembalasanku .. ,." Tiba2 ia teringat bahwa gadis yang bernama Ah Gwat dan Ah Lan itu hendak menuju ke kamar Le-tong atau auditorium, Menurut kelerangan mereka, disitulah siang tadi dia bersama Huru Hara diadili si wanita tak kelihatan.

Tetapi dia tak tahu dimana letak Le-tong itu. Namun ia tak takut. Dengan berjalan hati2 agar jangan sampai kepergok orang, satu demi satu dia menjelajahi ruang2 itu dan akhirnya tiba disebuah bangunan besar yang terletak di tengah halaman.

'Tentulah yang ini," pikirnya lalu mendorong pintunya yang masih tertutup. Keadaan ruang itu gelap gelita.

Dia menyusuri tempat dimana dia berdiri tadi. "Wah, terlalu lama," pikirnya. Ia nekad menyulut korek lalu menyuluhi ke sekeliling ruang itu. Tiba2 matanya tertumbuk sebuah, benda kecil. Cepat dipungutnya benda itu, "Ah, terima kasih, terima kasih, akhirnya ketemu lagi

..."

Ternyata benda yang ditemuinya itu memang anak- kunci. Baru dia memasukkan kedalam saku, tiba2 terdengar langkah orang yang tiba di muka pintu, "Wah, sialan benar kita ini Gwat suci," gerutu sebuah suara anak perempuan yang dikenal Ah Liong sebagai suara si Ah Lan, "Karena mencicipi beberapa biji durian, akhirnya pakaianku sampai robek compang camping dan kakiku babak belur."

"Apa aku tidak?" sahut yang dipanggil Gwat suci atau Ah Gwat, "karena si Ah Bwe menampar tikus itu, dadaku diterkam dan digigit. Aku lari pontang panting sampai jatuh bangun, i-dihhhh……”

"Kurang ajar memang si Ah Bwe itu. Masa dia pelihara tikus dikolong ranjang ..." “Sudahlah, Ah Lan, kita harus lekas2 menyalakan lampu dan membersihkan ruangan ini agar toa-suci jangan keburu datang," kata Ah Gwat yang terus membuka pintu.

Kedua gadis itu segera nyalakan lilin besar pada sebuah meja sembahyangan. Ternyata ruang ini memang ruang Le- tong (auditorium). Pada tembok sebelah dalam, terdapat sebuah patung dewi Koan Im yang berwajah agung, tingginya dua meter. Didepannya terdapat sebuah meja untuk bersembahyang. Diatas meja terletak dua buah lilin sebesar lengan.

Setelah menyalakan lilin, kedua gadis itu lalu berlutut dihadapan patung dewi Koan Im dan berkemak-kemik berdoa, "Tecu, Ah Gwat dan Ah Lan, menghadap pohsat untuk menghaturkan hormat. Tecu berjanji tetap akan melaksanakan sumpah tecu dihadapan pohsat. Bahwa sekalipun tecu berada didalam lumpur kehinaan tetapi jiwa tecu tetap suci bersih bagai bunga teratai ..."

Habis mengucap doa kedua gadis itu lalu mulai bekerja membersihkan lantai.

Ternyata setiap anggauta Hong-li-hoa atau Cewek Pungli, selalu mengucapkan doa akan melakukan sumpahnya dihadapan Koan Im pohsat dahulu. Sumpah itu tak lain, bahwa dalam mengabdi kepentingan negara, mereka rela mengorbankan raga dan kesuciannya namun mereka tetap akan menjaga agar jiwanya sesuci bunga teratai.

Setelah selesai kembali kedua gadis itu berlutut dihadapan patung dewi Koan Im untuk mohon diri.

"Ah Lan, lihatlah, pohsat dapat bergerak "sekonyong- konyong Ah Gwat berteriak seraya menggamit lengan adik seperguruannya. Ah Lan mengangkat muka, memandang ke muka. Serentak diapun menjerit, "Aya, benar, Gwat suci, pohsat dapat bergerak-gerak . . . ." bukan kepalang kejut Ah Lam ketika melihat patung dewi Koan Im itu bergerak-gerak seperti orang berjalan.

Ah Gwat dan Ah Lan pucat seketika. Tubuh kedua menggigil ketakutan.

"Ah Gwat, Ah Lan, mengapa engkau berani kurang ajar kepadaku ? Mulutmu masih berbau durian, mengapa engkau berani bicara dihadapan-ku ?" tiba2 terdengar suara yang lembut seperti orang berbisik-bisik.

Sudah tentu Ah Gwat dan Ah Lan kaget setengah mati. Serempak kedua berlutut, "Ampun, pohsat, hamba telah mencuci mulut hamba tetapi mungkin kurang bersih "

“Dari mana engkau mencuri durian itu,” bisik suara aneh yang datangnya dari balik patung dewi Koan Im.

"Hamba berdua diberi Ah Byve, pohsat "

"Hm, budak perempuan itu besok tentu akan menerima hukuman. Durian itu curian dan kalian pun ikut makan barang curian "

"Ampun pohsat....." kedua gadis itu merintih2 minta ampun, "hamba tak tahu."

"Benar ?" "Benar, pohsat." "Tidak bohong?"

“Hamba berdua berani bersumpah."

"Baik, karena tidak tahu, dosamu lebih ringan tetapi kalian tetap harus menerima hukuman. Kalian harui berlutut dan tundukkan kepala sampai ke lantai. Tak boleh bergerak dan mata harus dipejamkan tak boleh melihat apa2. Sampai nanti kusuruh kalian berbangkit mengerti ?"

"Baik, pohsat, hamba akan melagukan segala titah pohsat . . . . " kedua gadis itu terus berlutut dihadapan patung dewi Koan Im, kepala menunduk sampai ke lantai dan mata dipejamkan erat2.

Beberapa saat kemudian dari balik patung dewi Koan Im menyelinap keluar sesosok tubuh kecil yang dengan cepat melintas dari samping kedua gadis itu dan terus menyelinap keluar. Cepat sekali gerakan tubuh kecil itu.

Ah Gwat dan Ah Lan merasa ada benda terbang memberosot di samping mereka dan mendengar kesiur angin mendesis lembut. Tetapi karena tak berani membuka mata dan bergerak terpaksa keduanya diam saja.

"Haahhhhhh," sosok bayangan tubuh kecil yang tak lain adalah Ah Liong menghela napas longgar di luar gedung.

Tetapi rupanya anak itu masih belum puas mempermainkan kedua nona tadi. Tiba2 dia mendapat pikiran. Dengan berjalan berjingkat-jingkat, dia masuk kedalam ruang lagi dan berhenti pada jarak setombak di belakang Ah Gwat dan Ah Lan. Kemudian ia membuka tutup tabung bambunya dan cup . . . seekor tikus loncat keluar. Ah Liong segera menutup lagi. Lalu keluar. Di ambang pintu dia berhenti untuk melihat bagaimana hasil permainannya itu.

Ternyata karena ditaruh dalam tabung dan berdesak- desak dengan kawan2nya, selekas Ioncat keluar, tikus itu ngamuk. Melihat kedua gadis itu sedang berlutut dengan tubuh meliuk dan kepala menunduk sampai ke lantai, tikus itu terus lari menghampiri. Dia loncat ke punggung Ah Lan dan menggigit tengkuknya lalu loncat ke kepala Ah Gwat dan menggigit telinganya, cit, cit, cit, ciiiiiittt .... Bukan tak tahu kedua gadis itu kalau punggung digerayangi tikus. Namun karena takut kepada dewi Koan Im, mereka terpaksa menahan diri.

Eh, tikus itu memang kurang ajar. Habis menggigit telinga terus merayapi muka Ah Gwat dan menggigit hidungnya, lalu lari menggigit bibir Ah Lan.

"Aihhhhh ....," kedua gadis itu menjerit dalam hati. Karena tak kuat menahan siksa lahir dan batin, kedua gadis itupun terus rubuh pingsan.

"Rasakanlah pembalasanku, anak perempuan," kata Ah Liong, "masakan sudah dipaksa sembunyi dibawah kolong masih mukaku engkau kentuti."

Ah Liong terus keluar dari markas dalam lembah itu. Sebenarnya ia hendak menyulut korek, membakar tikus yang masih sisa lima ekor itu dan dilepaskan kedalam markas. Penghuni markas tentu takut setengah mati dan markas mereka tentu terbakar. Tetapi setelah melihat Ah Gwat dan Ah Lan tersiksa sampai pingsan, dia tak tegah untuk melepaskan kelima tikus dalam tabungnya lagi.

Ah Liong tahu bahwa anak perempuan itu paling takut berhadapan dengan tikus. Bahkan nenek Gok yang sudah tua, pun akan menjerit ketakutan kalau melihat tikus lari menghampirinya.

Sebenarnya Ah L'ong hendak membuang saja tikus-tikus itu tetapi pada lain saat ia kasihan dan tetap dibawanya juga. Di luar markas dia disambut oleh si Bule dan akhirnya dapat menemui Huru Hara. Borgolan Huru Hara segera dibuka dan merekapun melanjutkan perjalanan

 Dalam suasana perang, keadaan negeri goncang. Sejak pemerintah kerajaan Beng hijiah ke selatan ke kotaraja Lam-kia, maka pasukan Beng masih bertahan didaerah barat dari sungai Hong Ho.

Banyak sekali pengacau2, kaum persilatan Liok-lim (Rimba Hijau atau dunia begal), yang bergerak keluar untuk mengail di air keruh. Di-samping itu juga timbul gerakan rakyat atau yang disebut Lasykar Rakyat yang berjuang melawan tentara Ceng.

Dewasa itu terdapat beberapa gerakan rakyat berjuang, Kaum pendekar dari dunia persilatan, membentuk suatu wadah perjuangan dengan nama Rakyat Berjuang atau pasukan Suka Rela (Gi-yong-kun). Mereka berkedudukan di wilayah barat.

Juga ada gerakan rakyat berjuang yang memakai nama Lasykar Tani. Dulu pasukan ini dibentuk oleh Li Cu Seng. Gerakan ini berhasil besar. Pernah menduduki kotainja Pakkia.

Bagaimana asal mula keruntuhan kerajaan Beng, izinkaniah kami hilangkan ihtisar sejarah timbul-runtuhnya kerajaan2 di Tiongkok. Mudah-mudahan dengan ihtisar ini, pembaca dapat memiliki gambaran yang lebih jelas. Terutama sejarah kerajaan Beng dan timbulnya kerajaan Ceng, di-mana kissah BLOON CARI JODOH atau Pendekar Huru Hara ini terjadi sehingga anda akan lebih dapat meresapinya.

==oo0oo==

Setelah menumbangkan kerajaan Sung maka Kubilai Khan mengangkat diri sebagai raja Tiong kok dengan gelar Goan-si-cou. Kota kerajaan berkedudukan di Cathay atau Pak-kia (nama sekarang Peking).

Sebelum menjadi Khan atau pemimpin besar suku Tartar Mongol, Kubilai itu seorang anak dari Tuli. Dan Tuli itu anak dari Jenghis Khan.

Jenghis Khan mempunyai banyak isteri. Tetapi dia tetap mencintai dan menghargai isterinya yang pertama, Bortai. Bortai melahirkan empat putera lelaki yang diberi nama Yuchi, Jagatai, Ogotai dan Tuli. Sebenarnya nama2 itu berasal dari yell atau pekik pembangkit semangat waktu menyerang musuh di medan perang.

Suku Mongol itu hidup di daerah antara sungai Onon dan sungai Kerulon disebelah timur laut Mongolia. Suku Mongol adalah bangsa yang masih liar dan kuat, Mereka mengaku keturunan Serigala biru. Seperti semua bangsa Tartar, demikian istilah yang digunakan untuk menyebut suku yang masih liar, suku Mongol itu diam di kemah2 yang dibuat dari kulit binatang dan berbentuk bulat. Kemah2 itu disebut yurt. Mereka bergerak kian kemari menggembala kuda, sapi dan kambing.

Sebelum dinobatkan menjadi Jenghis Khan, dia bernama Temuyin, putera dari Yessugai, seorang Khan atau kepala suku Mongol. Setelah Yessugai mati keracunan makan dalam sebuah pesta maka Temuyin diangkat sebagai pengganti. Sejak masih muda ia sudah memperlihatkan diri sebagai pahlawan yang cerdas, gagah dan cakap. Ia berhasil memimpin segenap kepala suku. Yang tak mau tunduk, tentu diperangi dan dikalahkannya.

Pada tahun Masehi 1206, disebuah dataran sungai Onon, ia mengadakan rapat besar dari semua kepala suku Mongol. Pada waktu itu dia sudah berusia 44 tahun. Rapat besar bersepakat untuk menobatkan dia sebagai pemimpin seluruh suku Mongol. Dia diberi gelar Jenghis yang berarti Amat Besar. Jenghis Khan berarti Pemimpin Besar.

Sejak itu dia memimpin suku Mongol dan semua suku2 bangsa Tartar di sebelah utara gurun Gobi untuk  melakukan serangan pada bangsa Kim. Setelah berhasil menghancurkan bangsa Kim, Jenghis Khan masuk ke wilayah Cathay atau Tiong-goan. Kemenangan demi kemenangan telah direnggutnya. Tetapi sebelum ia berhasil menduduki seluruh negeri Cathay maka ia menerima berita bahwa bangsa Cathay Hiram telah mengancam di dae rah barat yang telah dikuasainya. Ia segera tinggalkan medan perang di Tiong-goan dan kembali ke barat untuk menghancurkan serangan suku Cathay Hitam itu.

Setelah menang ia masih melanjutkan lagi untuk menyerang beberapa negara didaerah barat, yani Kwaresm, Bokhara, Samarkand, Herat dan Nishapur. Lalu Jengis Khan mengirim utusan kepada Syah atau raja Turki yang diharuskan mengirim upeti kepadanya.

Setelah bertahun-tahun memerangi daerah barat dan mendapat kemenangan besar, akhirnya dia pulang. Tetapi di tengah jalan dia meninggal dunia.

Empat orang puteranya diberi daerah kekuasaan sendiri2, agar jangan sampai timbul perang saudara. Ogotai diangkat sebagai Khan Besar menggantikan kedudukan ayahnya. Ia mengalahkan Persia, Irak dan Syria dan mendirikan kerajaan Mongol disitu sampai berlangsung seratus tahun lamanya.

Anak Jenghis Khan yang kedua yaitu Yuchi mendirikan kerajaan di Rusia selatan dengan ibukotanya di sungai Wolga. Anak yang ketiga, Jagatai menguasai bagian tengah kerajaan Mongol. Sedang anak yang bungsu yakni Tuli, diberi kerajaan Mongol bagian timur. Kubilai Khan adalah anak Tuli ini.

Dimana kakeknya, Jenghis Khan, dulu belum rampung menduduki negeri Cathay maka Kubilai Khanlah yang menyelesaikannya. Dia berhasil mengaiahkan kerajaan Song dan mendirikan kerajaan Goan dengan ibukota di Pakkia.

Setelah menguasai daratan Cathay (Tiongkok) Kubilai Khan masih ingin meluaskan tanah jajahannya. Dia mengirim utusan, Meng-ki ke Singasari yang saat itu diperintah oleh raja Kertanagara. Karena marah atas surat Kubilai Khan yang meminta supaya Singasari menghaturkan upeti, raja Kertanagara telah mencacah muka Meng Ki dan mengusirnya. Kubilai Khan marah lalu mengirim pasukan untuk menghukum Singasari, Tetapi pada waktu itu Singasari sudah hancur diserang raja Jayakatwang dari Daha (Kediri). Kedatangan pasukan Kubilai Khan disambut oleh Raden Wijaya, putera menantu raja Kartanagara, dan diperalat untuk menyerang Daha. Setelah Daha dapat dikalahkan, Raden Wijaya menyerang pasukan Kubilai Khan itu dan kemudian mendirikan kerajaan baru yang diberi nama Mojopahit.

Namun telah menjadi kodrat hidup bahwa segala sesuatu di dunia ini tak kekal atau langgeng. Setelah hampir seratus tahun memerintah di Tiongkok, akhirnya kerajaan Goan ditumbangkan oleh Cu Goan Ciang yang kemudian mendirikan kerajaan Beng dan dia sendiri bergelar Beng thay-cou dan mengganti kotarajanya di Lam-kia.

Setelah kaisar Beng thay-cou meninggal maka puteranya, pangeran Cu Li dengan menggunakan kekerasan telah merebut tahta kerajaan. Sebenarnya kaisar Beng thay-cou tidak mewariskan tahta kerajaan kepada putera-puteranya tetapi kepada cucunya yakni Cu Un Bun yang dianggapnya cakap. C u Un Bun naik tahta dan bergelar kaisar Beng Hui. Sedang Cu Li diangkat sebagai raja muda bergelar Yan Ong. Tetapi Cu Li segera menggerakkan pengikutnya untuk merebut tahta dari putera kemanakannya. Waktu Cu Li berhasil merampas tahta, raja Beng Hui yang masih muda itu telah menghilang tak ketahuan rimbanya.

Cu Li mengangkat diri sebagai kaisar Beng Seng-cou, memindahkan kotaraja ke Pak-kia yang telah dipugar dan dibangun kembali dengan megah sekali.

Banyak kemajuan yang teiah dicapai oleh kerajaan Beng pada masa itu. Perdagangan maju, kebudayaan berkembang pesat dan rakyat hidup sejahtera.

Bahkan untuk mengadakan hubungan dagang dongan negara2 diiuar negeri, raja Beng Seng-cou telah menitahkan supaya menghidupkan kota bandar Leng-poh, Coan-ciu dan Kong-ciu di pesisir selatan. Dan untuk mengikat persahabatan dengan kerajaan di seberang laut, raja Beng Seng-cou telah mengirim ekspedisi ( perutusan) yang bersejarah. Baginda mengangkat The Ho, seorang kasim (kebiri ) istana, untuk mengepalai sebuah armada yang mengunjungi ke negara2 di laut selatan membawa utusan persahatan.

Utusan yang dikepalai The Ho itu pernah datang ke Indonesia dan pernah mendarat di bandar Semarang. Di kemudian hari The Ho terkenal dengan sebutan Sam Po tayjin atau Dampo Awang. Petilasan yang pernah disinggahi Sam Po tayjin terletak di Kedung Batu Semarang, yang kini telah dibangun menjadi tempat ziarah.

Armada itu terdiri dari 62 buah kapal dengan 7000 anakbuah dan membawa emas, sutera barang2 porselen (tembikar ). Duapuluh delapan tahun lamanya, tujuh kali dia telah berangkat mengarungi tujuh samudera untuk menunaikan tugas dari rajanya yang ingin mengadakan hubungan dagang dengan bangsa2 di seluruh dunia.

Pasang surut, timbul tenggelam, patah tumbuh, selalu menjadi kodrat alam yang abdi, Tiada sesuatu dalam dunia ini yang langgeng. Demikian pula dengan kerajaan Beng yang jaya. Akhirnya setelah memerintah selama hampir 276 tahun yakni mulai tahun Masehi 1358 sampai tahun1644, akhirnya kerajaan Beng itu harus mundur dan diganti dengan kerajaan Ceng.

Sebagai halnya suku Tartar Mongol mempunyai seorang pahlawan Jenghis Khan dan Kubilai Khan, pun suku Boan juga memiliki seorang bintang cemerlang yani Nurhacha. Dia mempersatukan dan memimpin suku Boan yang berasal dari suku Nichen. Suku Nchen itu tinggal di daerah gunung Tiang-pek-san wilayah Hek-liong-kiang, hidup sebagai pemburu dan penangkap ikan.

Dalam usia 25 tahun, Nurhacha telah diangkat sebagai pemimpin sukunya. Dia dapat mengadakan sistim Pat-ki atau Delapan Kelompok, yang mengatur susunan tentara dan masyarakat menjadi delapan daerah. Dia mengajar rakyatnya untuk bercocok tanam, Memelihara ternak. Dalam masa perang, semua golongan dari Delapan Kelompok itu harus masuk milisi atau menjadi prajurit. Nurhacha mulai mengadakan hubungan barter dagang dengan rakyat Beng, banyak sekali belajar tata peradaban dan pengetahuan dari rakyat Beng. Suku Nichen makin kuat dan beradab. Dan pada puncaknya, Nurhacha mengangkat diri sebagai Go Khan ( raja ) dan mendirikan negara Kim yang terletak disebelah timur laut wilayah kerajaan Beng.

Setelah persiapan matang maka mulailah ia mencari gara2 untuk menyerang pasukan Beng. Dia berhasil menduduki dataran Liau-tang. Kemudian dia menyerang wilayah Leng-wan tetapi dapat dipukul mundur oleh jenderal Wan Gong Hwan dari pasukan Beng.

Beberapa tahun kemudian Nurhacha rneninggal dan diganti oleh puteranya yang keempat, bernama Hong-tai- chi. Hong-tai-chi dengan siasatnya yang pandai dapat menaklukkan Taiwan lalu menduduki Mongolia Dalam. Dia mengerahkan segenap suku Mongol untuk menyerang dari timur.

Pada saat itu, mungkin sudah tiba saat hilangnya kejayaan, keraiaan Beng mulai kacau pemerintahannya. Wan Cong Hwan adalah jenderal setya dan gagah perkasa yang pernah mengalahkan Nurhacha, malah dijatuhi hukuman mati oleh Beng Su Cong raja kerajaan Beng waktu itu.

Raja tak mengurus pemerintahan dan hanya bersenang- senang , dengan wanita cantik. Mentri2 korup dan hanya pandai menjilat. Kekuasaan di istana dipegang oleh mentri Gui Tiong Hian, seorang thaykam atau kasim (orang kebiri).

Pembesar2 daerahpun seolah-olah menjadi raja kecil di daerahnya. Mereka menindas petani dengan beban pajak yang berat. Bahaya kelaparan timbul dan keamananpun rusak. Akhirnya timbullah pemberontakan yang dipimpin Li Cu Seng.

Bermula yang memimpin Lasykar Petani ada lah Ko Ing Siang dan Tio Hian Tiong. Li Cu Seng menjadi bawahan Ko Ing Siang, Tetapi akhirnya kedua pemimpin ibu bentrok pikirannya dan tak dapat kerja sama hingga hampir dapat dihancurkan pasukan Beng. Dalam pertempuran di wilayah Siam-say, Ko Ing Siang telah tertangkap dan dibunuh. Sejak itu Li Cu Seng mengambil alih pimpinan. Dia mengangkat diri sebagai raja bergelar Jong Ong. Dia mulai mempergencar serangannya ke Pakkia. Tentara Beng yang kebanyakan dikuasai orang kasim, tak banyak gunanya. Kotaraja yang dikelilingi tembok benteng yang kuat, karena penghianatan seorang kasim yang membuka salah sebuah pintu kota, lasykar Li Cu Seng dapat menyerbu masuk.

Baginda Cong Ceng yang tak berdaya, melarikan diri ke bukit Bwe-san diluar kota. Malam itu amat gelap dan di tiap sudut kota ia melihat api menyala-nyala dan teriakan penduduk yang diganas oleh tentara Li Cu Seng.

Keesokan harinya pagi2 benar, ia masuk kedalam ruangan mentri untuk menunggu kedatangan para mentri. Tetapi tak seorang menteri yang mau menghadap. Baginda putus asa, ia menanggalkan pakaian raja dan mengenakan pakaian compang camping lalu mendaki ke bukit Bwe-san lagi dan menggantung diri pada sebuah pohon. Keakhiran yang tragis dari seorang raja dari sebuah kerajaan yang pernah jaya.

Li Cu Seng lalu menyatakan dirinya sebagai kaisar dan masuk kedalam istana Kota Terlarang.

Tetapi tak disangka-sangka kalau Go Sam Kui jenderal tentara Beng yang sedang berperang melawan serbuan orang Boan di utara, terkejut ketika mendengar tentang jatuhnya kotaraja Pak-kia dan meninggalnya baginda Cong Ceng. Ia segera mengadakan perdamaian dengan pihak Ceng dan bahkan diajak untuk menggempur Li Cu Seng di Pak-kia.

Mengundang harimau untuk mengusir serigala. Demikian kata pepatah yang berarti mengusir bahaya dengan mendatangkan bahaya. Demikian pula tindakan jenderal Go Sam Kui. Karena hendak mengusir Li Cu Seng yang menduduki ko taraja Pak-kia, dia telah bersekutu dengan pasukan Ceng. Li Cu Seng dapat diusir tetapi orang Ceng yang ganti menduduki kotaraja.

Li Cu Seng melarikan diri dan akhirnya dibunuh oleh tuan2 tanah di gunug Kiu-kiong San. Barisan tani yang dikumpulkan Li Cu Seng itu terdiri dari petani miskin dan kelaparan. Mereka selalu mengganas pada setiap kali dapat menduduki kota. Karena terpaksa kaum tuan tanah memberi bantuan. Tetapi setelah situasi berobah, golongan tuan tanah itu segera berbalik haluan mendukung kerajaan Ceng dan kemudian membunuh Li Cu Seng"

Waktu Li Cu Seng mengangkat diri sebagai raja di Pak- kia, Tio Hian Tiong, pemimpin lasykar tani yang tak akur dengan Li Cu Seng, juga menyerbu ke wilayah utara yakni Su-jwan dan mengangkat diri sebagai raja. Setelah Li Cu Seng dibunuh, sisa pasukannya kocar kacir. Ada yang menyerah pada kerajaan Ceng tetapi ada yang menggabung pada pasukan Beng untuk bersama-sama melawan orang Boan.

Demikian pula nasib anakbuah Tio Hian Tiong mati dalam pertempuran di gunung Hong-san. Anakbuahnya terpecah belah dan tercerai berai seperti sapu lidi yang kehilangan pengikat.

Waktu eerita ini — BLOON CARI JODOH — terjadi, situasi negara Tiong-goan memang genting sekali. Kerajaan Beng pindah ke kotaraja lama yaitu di Lam-kia (Nanking) dan daerah2 yang masih dikuasainya yalah sebelah barat sungai Hong-ho sehingga sampai ke barat. Sedang pasukan Ceng menduduki sebelah timur sungai Hong-ho, kotaraja Pak-kia dan wilayah Tiongkok bagian timur dan tidur laut.

Disamping pasukan resmi dari dua kerajaan yang sedang berperang, terdapat juga beberapa lasykar yang timbul dari semangat perjuangan rakyat. Yang nyata ada tiga gerakan melawan kerajaan Ceng. Yang pertama, adalah sisa2 lasykar Li Cu Seng yang tetap melanjutkan perlawanannya terhadap patukan Ceng. Pimpinan sisa anakbuah Li Cu Seng yang menamakan diri sebagai Lasykar Tani, dipegang oleh Ko Hui, putera Ko Ing Siang bekas atasan dari Li Cu Seng.

Yang kedua, adalah gerakan rakyat berjuang yang dibentuk oleh jago2 persilatan dan dipimpin oleh Bun Tiong Sin, seorang pendekar dari perguruan Bu tong-pay. Dia termasuk angkatan muda dari perguruan Bu-tong-pay. Sedangkan jago2 angkatan tua dari perguruan2 yang termasyhur, membantu dari belakang.

Kemudian beberapa waktu belakang ini, timbul pula sebuah wadah baru dari pergerakan rakyat yang menentang kerajaan Ceng. Wadah itu memakai nama Gi-yong-kun atau barisan Suka Rela. Barisan Suka Rela ini menampung semua unsur pejuang dari kalangan apa saja. 

Lasykar Tani yang dipimpin Ko Tiang Han, memang masih belum tersusun sempurna. Anakbuahnya adalah sisa2 anakbuah Li Cu Seng yang telah hancur. Pikiran mereka masih belum bersatu. Ada sebagian yang menghendaki lebih baik menyerah saja kepada kerajaan Ceng. Ada sebagian yang tetap hendak melanjutkan perjuangan mereka. Kelompok yang tetap hendak melanjutkan perjuangan itu juga terpecah belah menjadi dua aliran. Aliran yang melanjutkan cita2 Li Cu Seng,  yalah berdiri sendiri untuk membentuk kerajaan baru. Dan aliran kedua yalah mereka yang mau bekerjasama dengan fihak Beng untuk melawan Ceng. Aliran kedua inilah yang karena tak tahan menghadapi tekanan2 dari kawan2 mereka yang beraliran ingin berdiri sendiri, mulai memisah dan menggabung pada Barisan Suka Rela. Siapa pimpinan Barisan Suka Rela, belum dapat diketahui jelas. Hanya kabarnya juga seorang anakmuda orang she Su.

Diantara ketiga gerakan yang menentang kerajaan Ceng itu, ternyata Barisan Suka Rela yang makin menonjol dan terkenal. Anakbuahnya kian bertambah banyak dan pengaruhnyapun semakin besar.

Ketenaran dari Barisan Suka Rela itu diperoleh karena setiap kali bergerak menyerang daerah i yang diduduki tentara Ceng, mereka tentu berhasil merebutnya.

Tidak demikian dengan Lasykar Tani yang dipimpin Ko Tiong Sin. Dia lebih sering mengalami kegagalan dan sering harus lari bersembunyi kedalam hutan karena diobrak-abrik pasukan Ceng.

Juga Lasykar Berjuang yang dipimpin oleh kaum persilatan hiap-gi ( patriot ), sering mengalami kegagalan sehingga mereka harus selalu berpindah dari satu tempat ke lain tempat untuk menghindari pasukan Ceng yang selalu mengejar-ngejar untuk menumpas mereka.

Demikian keadaan dalam negeri Tiong-goan pada dewasa itu. Semoga dengan ihtisar sejarah akhir kerajaan Beng yang kita uraikan diatas, dai patlah pembaca sekalian mengikuti perkembangan peristiwa2 yang akan terjadi dalam cerita BLOON CARI JODOH ini.

Memang peperangan itu menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan. Dikala negara sedang diserang musuh, setiap warga negara tentu dilanda musibah dan kesukaran. Nasib negara adalah nasib keluarga setiap rumahtangga. Maka hubungan rakyat dengan negara itu tak dapat dipisahkan seperti ikan dengan air. Kewajiban membela negara tidak hanya semata terletak pada pembesar, hulubalang, tentara dan mereka2 yang bertugas merjaga keamanan negara. Tetapi merupakan tanggung jawab seluruh rakyat.

Setya dan cinta kepada negara merupakan dasar landasan yang paling kokoh untuk menanggulangi tanggung jawab membela negara.

Kepentingan negara diatas segala kepentingan, terutama kepentingan peribadi. Karena adanya pemujaan pada kepentingan peribadi itulah yang melahirkan penghianat2 bangsa dan penjual negara.

Akhir kerajaan Beng, merupakan jaman yang penuh peperangan dan pergolakan. Karena hidup di jaman itu, seperti lain2 pendekar pejuang, Bloonpun juga cancut taliwondo, berkiprah menghadapi musuh dan penghianat2.

==oo0oo==

Lembah yang terletak dipedalaman sebuah utan belantara itu, penuh bertabur dengan gunduk2 batu besar kecil. Dikelilingi dengan deretan batu cadas yang tinggi.

Diujung lembah, terbentang sebuah tanah lapang yang saat itu sedang dikerumuni oleh berpuluh lelaki. Mereka berpencar duduk digunduk batu. Diantaranya terdapat tiga orang lelaki muda yang duduk diatas batu datar seperti meja. Empat orang, seorang pemuda, seorang anak laki dan dua orang gadis cantik tengah tegak menghadap ketiga lelaki muda itu.

Orang2 yang berada di tanah lapang itu berpakaian beraneka ragam, kotor dan ada yang sudah robek. Sepintas menyerupai petani2 miskin. "Siapakah nona berdua ini?" tegur lelaki brewok yang duduk ditengah.

"Aku dari himpunan Cewek Pungli, perlu mengantarkan kedua orang yang anda pesan supaya dibawa kemari," kata salah seorang gadis yang bertubuh tinggi semampai.

Lelaki itu terkesiap tetapi cepat bertanya pula, "O, maksud nona, anakmuda dan anak laki ini ?"

"Ya," kata gadis itu, "dialah yang bernama pendekar Huru Hara dan yang tempo hari pernah menyelamatkan kolonel Totay dari pasukan Ceng waktu pasukan rakyat menyerbu kota itu."

Lelaki brewok itu mengangguk, "Bagus, nona telah membantu perjuangan Lasykar Tani untuk menangkap penghianat negara,"

"Ah, tak perlu anda menghaturkan pujian sedemikian," kata si gadis, "kita sama2 berjuang melawan penjajah Ceng. Sudah menjadi kewajiban kami segenap anggauta Cewek Pungli untuk menangkap dan membunuh kewanan penghianat."

"O, nona dari himpunan Cewek Pungli ?" lelagi brewok itu agak terkejut.

Gadis itu juga terkejut, "Tetapi bukankah anda telah menghubungi kami untuk menangkap pemuda penghianat ini ?"

Lelaki brewok itu dengan tersendat-sendat segera menyahut, "O, ya, ya, benar."

"Orang yang anda butuhkan telah kami serahkan. Terserah saja bagaimana anda hendak mengurusnya," kata gadis itu pula. Setelah menerima baik penyerahan itu maka lelaki brewok segera mulai mengajukan pertanyaan kepada Huru Hara, "Hai, siapakah namamu ?"

"Loan Thian Te," sahut Huru Hara. "Engkau tahu kesalahanmu ?"

"Aku tidak merasa bersalah. Kalau engkau anggap aku bersalah, coba engkau beritahukan di mana kesalahanku itu."

"Menurut keterangan nona tadi, engkau telah menolong kolonel pasukan Ceng yang bernama Totay dari serbuan pasukan rakyat, bukankah begitu ?"

Huru Hara tak menjawab.

"Hai, mengapa engkau diam saja ?"

"Sudah tentu tak perlu kujawab. Engkau kan seharusnya tahu tentang peristiwa itu, mengapa harus bertanya lagi kepadaku ?"

"Aku perlu pengakuanmu !"

"Aneh, apa engkau tak tahu tentang peristiwa itu ?" "Benar," tiba2 gadis yang mengenakan kerudung kain

h'tam menyela, "bukankah pasukan anda ini yang telah menyerang kota Sam-kwan ketika diduduki tentara Ceng dibawah pimpinan kolonel Totay?"

Leiaki brewok itu gelengkan kepala, "Bukan. Pasukanku ini baru saja datang dan bersiap-siap hendak menyerbu Sam-koan."

"Tetapi bukankah kesatuan lasykar rakyat yang tempo hari menyerang Sam-koan itu juga sama dengan pasukan anda ini ?" "Ketahuilah nona," kata lelaki brewok itu, "mungkin saja memang kawan kami tetapi juga mungkin bukan."

"O, apakah tentara rakyat itu banyak jumlahnya ?" nona berkerudung kain hitam itu mulai heran,

"Ya," sahut lelaki brewok, "tetapi hanya ada tiga kesatuan lasykar yang paling besar, yani Lasykar Tani, Lasykar Rakyat dan Barisan Suka Rela."

"Dan anda ini termasuk kesatuan yang mana?" "Lasykar Tani."

"Ah," tiba2 gadis berkerudung kain hitam yang tak lain Ah Lan ,,itu terkejut, "jika begitu …."

"Kenapa ?" tegur lelaki brewok.

"Kami salah alamat. Yang berhubungan dengan kami adalah Lasykar Suka Rela yang tempo hari menyerang Sam-koan."

"Ah, sama saja," sahut lelaki brewok itu, "kamipun juga akan menghukum setiap orang yang berhianat mau berhamba pada orang Ceng."

"Memang sama," jawab Ah Lan, "tetapi kami hanya berhubungan dengan Barisan Suka Rela. Dengan Lasykar Rakyat, kami tak pernah berhubungan."

"Lalu bagaimana maksud nona ?"

"Terpaksa kami akan melanjutkan perjalanan lagi untuk mencari Barisan Suka Rela itu."

Lelaki brewok tak menjawab tetapi bisik2 dengan kedua kawannya yang berada disebelahnya. Sesaat kemudian baru dia berkata, "Soal ini, tak perlu nona harus susah payah mencari Barisan Suka Rela itu. Kami, Lasykar Tani, juga benci dan wajib membunuh setiap penghianat bangsa. Maka harap nona serahkan saja orang ini kepada kami. Kami tentu akan memberi hukuman yang setimpal dengan dosanya."

Ah Lian, kawan Ah Lan, cepat berseru, "Tidak, kami mendapat perintah untuk menyerahkan kedua orang ini kepada pimpinan pasukan Suka Rela. Maka kamipun harus melaksanakan perintah pimpipinan kami."

"Eh, apakah nona tak percaya kepada Lasykar Tani?" "Bukan soal percaya atau tidak" sahut Ah Lian, "tetapi

aku harus mentaati perintah pimpi-nanku."

Lelaki brewok itu tertawa, "Nona," serunya, "menurut kabar selentingan, Barisan Suka Rela itu bukan berjuang sesungguhnya ..."

"Apa katamu ?" teriak Ah Lan.

"Dengarkan dulu kataku," kata lelaki brewok iiu," pimpinan kami mulai menaruh kecurigaan terhadap sepak terjang Barisan Suka Rela." "

"Hai, makin lama engkau makin ngaco belo!" bentak Ah Lian, "apa dasarnya engkau mencurigai Barisan Suka Rela yang lelah membuktikan diri paling berhasil dalam perjuangannya melawan tentara Ceng?"

"Justeru itulah yang menimbulkan kecurigaan kami," seru lelaki brewok, "Lasykar Tani selalu gagal dan selalu dikejar kejar oleh tentara Ceng. Demikian pula nasib pasukan Lasykar Rakyat yang dipimpin oleh kaum persilatan. Mereka selalu diburu-buru pasukan Ceng. Setiap gerakan mereka untuk menyerang sebuah tempat yang diduduki tentara Ceng, tentu gagal karena tentara Ceng sudah tahu dan mempersiapkan kekuatan yang besar." "Jangan mercari kesalahan lain orang," seru Ah Lian, "kalau engkau dan Lasykar Rakyat itu gagal, carilah kesalahan itu pada dirimu sendiri, mengapa sampai gagal. Jangan engkau iri pada keberhasilan Barisan Suka Rela. Sesama kaum perjuangan harus tak boleh mengiri dan mencurigai."

"Terima kasih alas nasehat nona," sahut lelaki brewok itu, "bermula kami pun mempunyai pendirian begitu. Buktinya selama bertahun-tuhun ini, kami berjuarg menurut cara sendiri. Tetapi karena kami mendapat pengalaman yang pahit, akhirnya kamipun mengadakan penilaian. Dan penilaian itu menimbulkan kecurigaan kami terhadap gerak gerik Barisan Suka Rela."

"Apa engkau mempunyai bukti selain dari penilaian itu?"

"Bukti itu sedang kami kumpulkan. Sekarang sih belum ada tetapi kami percaya, pada suatu saat kami tentu akan memperohh bukti itu."

"Hm, terserah, itu urusanmu. Tetapi adakah karena hal itu maka engkau hendak meminta tawanan ini?"

"Kami tidak meminta tetapi nona yang mengantar sendiri. Sekali sudah berada dalam tangan kami, kami takkan melepaskannya lagi. Akan kami selidiki dulu, benarkah dia seorang penghianat, kalau memang benar, saat itu juga akan kami bunuh."

"Ah, tidak," jawab Ah Lian, "aku akan tetap membawa pergi kedua tawanan itu."

"Nona," kata lelaki brtwok itu, "orang mungkin dapat masuk kedalam Lembah Seribu Karang ini, tetapi jangan harap dia dapat keluar tanpa seijin kami."

"Eh, engkau hendak menahan aku?" "Nona sudah mengetahui rahasia lembah ini. Sebelum kami tahu siapa sebenarnya nona ini terpaksa untuk sementara waktu kami minta nona tinggal di lembah ini."

"O, engkau hendak menahan kami?" Ah Lian menegas. "Kami terpaksa berusaha untuk menjaga keamanan

kami," sahur lelaki brewok.

Ah Lin dan Ah Lian tegang. Keduanya hendak mengantarkan tawanan tetapi malah ditawan. Sudah tentu kedua nona itu marah.

"Kedua nona itu tidak bersalah," tiba2 Huru Hara berkata, "jangan mengganggu meieka."

"Eh, engkau ini seorang penghianat yang menunggu hukuman mengapa berani ikut bicara!" bentak lelaki brewok.

"Aku akan mempertimbangkan tuduhanmu, setelah engkau menjawab pertanyaanku!"

"Gila!" teriak lelaki brewok itu, "yang akan mempertimbangkan hukumanmu adalah aku, mengapa engkau berani mati hendak mempertimbangkannya."

"Aku akan menilai engkau pantas memberi hukuman kepadaku atau tidak!"- seru Huru Hara.

"Hm, manusia yang tak tahu mati," seru le laki brewok itu, "ditangan Lasykar Tani tidak ada yang berhak menilai lagi kecuali harus tunduk pada keputusan kami."

"Hm, coba saja kita lihat nanti," desuh Huru Hara. "tetapi sebelumnya aku hendak bertanya apakah engkau berani menjawab?"

"Lho, mengapa tidak berani?" “Apakah kalian pernah merangkap seorang aki tua bertubuh pendek ketika terjadi serangan kota Sam-koan?" kata Huru Hara.

'"Orang tua pendek?" lelaki brewok itu kerutkan dahi lalu gelengkan kepala, "tidak."

"Baik," kata Huru Haia, "jika begitu maaf, ku tak dapat tinggal lama disini. Aku hendak mencari pamanku itu. Mungkin dia ditawan oleh Barisan Suka Rela atau Lasykar Rakyat."

Habis berkata dia terus berpaling kepada Ah Lan, "Nona, bawa kami kepada mereka!"

"Tunggu!" teriak lelaki brewok ketika Huru Hara berputar tubuh dan terus melangkah hendak pergi.

Tetapi Huru Hara tak rnempedulikan. Dia terus ayunkan langkah. Berpuluh puluh lelaki yang duduk mengelilingi tempat itu serempak berbangkit dan menghadang. Sementara lelaki brewok dan kedua kawannya tadi segera menghampiri.

"Hm, seenakmu sendiri saja engkau hendak pergi, ya!" seru lelaki brewok.

'"Mau apa engkau?" bentak Huru Hara. Lelaki brewok dan kedua kawannya terbeliak. Mereka merasa jantungnya seperti melonjak mau putus ketika dibentak Huru Hara.

"Engkau adalah tawanan kami!" sesaat kemudian lelaki brewok itu balas membentak.

"Hm, mengingat kalian ini berjuang menentang orang Ceng maka akupun takkan memusuhi kalian tetapi janganlah kalian coba2 mengganggu aku!"

'"Tangkap!" teriak lelaki brewok itu,- Tetapi sebe'um kumandang perintahnya berhenti, tiba2 ia terkejut karena sesosok bayangan berkelebat menyambarnya. Sedemikian cepat bayangan itu bergerak sehingga ia tak sempat menghindar dan bergerak. Tahu2 dia sudah diringkus orang, auhh h. .. ia mengaduh kesakitan karena tulang lengannya yang ditekuk ke belakang punggung itu serasa mau patah.

Kedua kawannya terkejut ketika melihat si brewok telah diringkus pemuda yang menjadi tawanan itu. Mereka hendak menyerang untuk melepaskan kawannya. Tetapi kedua orarg itu terpelanting ke tanah karena disambut dengan tendangan.

Yang bergerak secepat bayangan setan itu adalah Huru Hara. Dia kuatir akan menimbulkan pertumpahan darah besar maka dia meringkus dulu si brewok yang dianggapnya tentu pemimpin mereka. Kedua kawan si brewok yang maju, ditendangnya.

"Hayo, bangun,” seru Ah Liong seraya mencengkeram perut kedua orang itu dan diangkatnya. Kedua orang itu menggeliat bangun tetapi waktu berdiri mereka cepat-cepat mendekap perut celananya, wajahnya merah tegang. Ternyata tali kolor celana dalam mereka putus dan tangan mereka sibuk merogoh kedalam untuk menarik celana- dalamnya yang melorot turun.

"Cabul !" teriak Ah Liong seraya menuding muka kedua orang itu," masakan dihadapan sekian banyak orang, kalian merogoh-rogoh kedalam celana. Merogoh apa itu ?"

Berpuluh-puluh orang yang mengepung Huru Hara dengan menghunus senjata itu, terpengaruh mendengar suara Ah Liong. Mereka terlongong-longong melihat gerak gerik kedua atasannya.

"Plak, plak Ah L:ong menampar pipi kedua orang itu seraya mendamprat, "hai, jangan lanjutkan kecabulanmu. Apakah engkau tak tahu kalau disini ada dua orang nona yang hadir !"

Kedua orang itu merah padam mukanya. Mereka benar2 kelabakan setengah mati. Kalau melepaskan tangan dan menghajar anak itu, tentu lah celana-dalamnya akan melorot kebawah dan mengganggu gerakannya. Tetapi kalau diam saja, mereka malu sekali karena dihadapan berpuluh-puluh anakbuahnya, muka mereka ditampar seorang anak kecil,

"Plak, plak.... kalian masih nekad berbuat cabul, ya ?" kembali Ah Liong menampar pipi yang sebelah dari kedua orang itu.

Kali ini tamparan Ah Liong lebih keras sehingga kedua orang itu pusing kepalanya dan pejamkan mata.

Bret, bret tiba2 Ah Liong menarik celana kedua orang

itu bagian pinggang belakang sehingga kancing dan ikat pinggang kedua orang itu putus. Kali ini mereka memekik keras2 dan terus lari tinggalkan tempat itu, sambil mendekap pinggang celananya kencang2.

Melihat adegan itu, walaupun tegang, mau tak mau sekalian anakbuah Lasykar Tani itu meringis tertawa.

"Hai, mengapa tertawa ? Siapa suruh engkau tertawa !" bentak Ah Liong.

Sekalian anakbuah Lasykar Tani tertegun.

"O, benar, memang tertawa itu penting. Supaya hati gembira, awet muda. Mau tertawa lagi, ya, ?" seru Ah Liong terus menghampiri ketempat lelaki brewok.

Lelaki brewok itu sedang tak berkutik karena kedua tangannya ditelikung Huru Hara. Tanpa berkata apa2, Ah Liong terus mencengkeram perut orang itu dan ditariknya, bret, sabuk dan kancing celana orang itu putus dan celananyapun melorot turun ....

Terdengar suara berkumandang yang ditahan ketika melihat si brewok itu celananya luar melorot turun dan tinggal pakai celana dalam saja.

"Hai, tak perlu ditahan, hayo tertawalah yang keras supaya sehat," teriak Ah Liong kepada atakbuah Lasykar Tani.

Tanpa d sadari, sekalian anakbuah Lasykar Tani itu seperti terhanyut dalam buaian kata2 Ah Liong. Mereka meringis.

"Hai, apa kurarg lucu? Baik, biar celara-dalamnya juga gua putus . . . ," Ah Liong terus hendak gerakkan tangannya.

"Aduh, jangan . . . !" teriak si brewok itu dengan wajah tegang sekali.

"Mengapa jangan! Anakbuahmu merasa belum lucu maka engkau harus memberi penunjukan yang lebih lucu lagi, tahu!"

"Jangan, jangan . . . , " brewok berteriak keras ketika tangan Ah Liong menjamah perutnya. Dia tak berani meronta karena tadi pernah dicobanya tetapi lengannya malah semakin sakit bukan kepalang.

"Hm, kalau begitu engkau perintahkan anak buahmu tinggal disini, tak boleh bergerak!"

"Dengar tidak?" bentak Ah Liong seraya mencengkeram perut si brewok. Tapi bukan untuk memutus tali celana- dalamnya, melainkan untuk menggelitik perut orang. Sudah tentu si brewok makin setengah mati. Mau tertawa malu kerena takut disangka orang gila oleh anak-buahnya. Namun kalau tak tertawa, dia merasa geli perutnya dikitik- kitik si Ah Liong. Akhirnya ia hanya meringis seperti monyet makan sambal .!

"Baik, baik," akhirnya dengan menahan geli, mengkal, kheki, dia berkata.

Ah Liong lepaskan cengkeramannya. Dan lelaki brewok itupun segera berseru, "Kawan, kembalilah ke tempat duduk kalian masing2, beri jalan kepada orang2 ini."

Huru Hara kendorkan tekanannya lalu menggusur orang itu diajak keluar dari lembah.

"Aku tak dapat berjalan," teriak si brewok.

"Kenapa ?" tanya Huru Hara. Tetapi ketika melihat celana luar orang itu melumpruk diatas kaki, baru dia tahu sebabnya, "Ah Liong, naikkan celananya lagi dan ikat yang kencang."

Setelah Ah Liong melakukan perintah barulah orang itu mau berjalan. Ah Liong, Ah Lui dan Ah Lan mengikuti dibelakang.

"Apakah kita serbu saja orang sinting itu,” bisik seorang anakbuah Lasykar Tani.

"Ya, benar. Masakan toako (pimpinan) kita dibekuk seperti pesakitan."

"Setan cilik itu lebih kurang ajar lagi." ,

Setelah tiba di mulut lembah, barulah Huru Hara lepaskan orang itu, "Jika mau, mudah sekali  membunuhmu. Tetapi karena engkau berjuang memimpin Lasykar Tani yang menentang penjajah Ceng, maka aku tak mau mengganggu jiwamu, kembalilah dan jangan coba2 mengejar langkahku !" Orang itu masih tegak ditempatnya. "Atau mungkin engkau masih kurang puas ?" Orang itu tundukkan kepala lalu berjalan masuk kedalam lembah.

"Tunggu !" seru Huru Hara. Orang brewok itu terpaksa berhenti, "kalau anakbuahmu hendak menyerang kota Sam- koan, lakukanlah pada waktu tengah malam. Penjagaan disana cukup kuat. Jangan mengadu kekuatan. Lebih baik gunakan panah api untuk membakar markas mereka !"

Tanpa menunggu jawaban orang itu Huru Hara terus ayunkan langkah. Ah Liong dan kedua gadis itupun mengikutinya.

Setelah jauh dari lembah, berkatalah Huru Hara, "Kemana nona hendak mengantar kami ke tempat Baiisan Suka Rela itu ?"

"Tempat mereka tidak menentu. Tapi biasanya mereka bersembunyi di gunung dan hutan lebat," kata Ah Lian," kira2 tigapuluh li dari sini setelah melalui sebuah desa terdapat sebuah gunung. Kita kesana "

Apa yang dikatakan Ah Lian memang benar. Tak berapa lama mereka tiba disebuah desa. Tetapi apa yang mereka saksikan dldesa itu, menimbulkan kemarahan dan kemuakan.

Bertempat di rumah kediaman kepala desa sedang dilangsungkan pesta perjamuan besar. Pesta itu bukan pesta pernikahan juga bukan pesta upacara merayakan hari peringatan, melainkan pesta untuk menjamu kawanan prajurit Ceng yang mengganas kota itu. Penduduk, tua muda, laki perempuan, besar kecil, diharuskan datang membawa barang dan makanan untuk mereka.

"Hayo, kita masuk kesana," kata Huru Hara kepada Ah Liong. -oodwoo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar