Pena Wasiat (Juen Jui Pi) Jilid 60

”Hanya dua orang yang akan mengurusi kehidupanku sehari-hari” ”Disana banyak dayang dan pelayan, baik laki atau perempuan semuanya tersedia, bila kau membutuhkan orang, mereka bisa mengaturkan segala sesuatunya untukmu”

”Aku berharap lebih baik membawa dua orangku sendiri, paling tidak aku percaya dengan mereka”

Ji siocia lantas manggut-manggut.

”Yaa, betul, paling tidak dalam perasaan kau memang bisa lebih percaya kepada mereka”

”Begitulah maksud hatiku”

”Baik, kalau begitu ajaklah mereka”

”Ji siocia, silahkan kau naik ke atas tandumu itu !”

”Cu Siau-hong, kau sangat teliti, bermusuhan dengan manusia semacam kau memang mempunyai perasaan yang berbeda, jika dapat berteman denganmu, aku percaya hal  ini akan jauh lebih gembira”

”Hal ini harus dicoba dulu sebelum dapat dibuktikan”

Ji siocia lantas menggapai kearah tandu berpayung kebesarannya.

Sedangkan Cu Siau-hong juga segera mengajak Seng Hong serta Ong Peng.

Ia tidak bertanya lebih jauh lagi, dengan mulut membungkam dia segera beranjak pergi mengikuti dibelakang tandu berpayung dari Ji siocia.

Setelah berjalan sejauh belasan li dan melalui dua buah bukit, akhirnya sampailah mereka didalam sebuah lembah.

Tandu itu berhenti didepan segerombolan pohon cemara. Cu Siau hong yang mengikuti dibelakang tandu tersebut segera berbisik lirih:

”Ji siocia, sudah sampai?”

”Yaa, sudah sampai, dibalik pohon cemara tersebut” Cu Siau-hong segera berpaling sambil berpesan: ”Ong Peng, Seng Hong, kalian tinggal disini saja!”

Sementara itu Ji siocia sudah turun dari tandunya dan berjalan menuju ke depan.

Cu Siau-hong mengikuti dibelakangnya sambil berkata lagi:

”Ji siocia, apakah kita akan menghadap Toa sianseng?” ”Benar!”

”Ji siocia, apakah Toa sianseng seperti juga dirimu?” ”Apa maksudmu?”

”Apakah Toa sianseng seperti juga kau, selalu mengenakan topeng bila bertemu dengan orang?”

”Moga-moga saja kau dapat bertemu dengannya” ”Kalau toh maksud ini adalah maksud hati dari Ji

siocia..”

Ji siocia tidak menjawab, dia langsung berjalan menuju kedepan rumah gubuk ditengah pepohonan cemara itu.

Dilihat dari depan, rumah gubuk itu sama sekali tidak menyolok, namun perabot dalam ruangan amat indah dan mewah, permadani putih melapisi lantai, kain hijau lembut menutupi dinding.

Empat buah kursi kebesaran teratur rapi ditengah ruangan, semuanya beralas kasur yang berwarna kuning. ”Silahkan duduk” kata Ji siocia kemudian.

Dia sendiri langsung berjalan menuju ke ruang dalam.

Cu Siau-hong berpaling dan memandang sekejap ke sekeliling tempat itu, kemudian duduk disebuah kursi kebesaran.

Ruangan tamu itu sangat luas, namun hanya dia seorang diri yang berada disana.

Tanpa terasa dalam benak Cu Siau-hong melintas kembali bayangan tubuh dari Lo-liok, si penjaga kuda.

Mungkin kakek yang menyaru sebagai penjaga istal kuda itu sebenarnya adalah pentolan dari organisasi rahasia ini?

Tapi dengan cepat dia membantah jalan pemikiran sendiri.

Seandainya Lo-liok si penjaga kuda benar-benar adalah Toa sianseng, mengapa pula dia menyerahkan sejilid kitab tanpa nama kepada dirinya? Cu Siau-hong cukup mengerti, kemajuan pesat yang dicapainya dalam ilmu silat belakangan ini, sesungguhnya berhubungan erat sekali dengan kepandaian silat yang dipelajarinya dari kitab pedang tanpa nama tersebut.

Dia duduk dengan tenang, entah berapa lama sudah lewat...

Mendadak terdengar suara langkah kaki yang ramai berkumandang memecahkan keheningan.

Cu Siau-hong segera berpaling, tampak seorang perempuan bergaun hijau pelan-pelan berjalan masuk kedalam.

Dia berjalan sangat lamban, langkahnya lembut dan indah, mendatangkan kesan angker bagi siapapun yang memandangnya. Dari dalam ruang tengah tersebut, hanya mempunyai beberapa macam perabot yang amat sederhana, selain sebuah meja dengan empat buah kursi kebesaran, tidak nampak benda yang lain, oleh sebab itu tanpa terasa dia mengawasi gadis berbaju hijau itu lekat-lekat.

Dia memang seorang gadis yang amat cantik, laksana dewi, namun justru memancarkan sinar dingin yang menggidikkan.

Sesudah mengangguk pelan terhadap Cu Siau-hong, dia langsung duduk dihadapan Cu Siau-hong.

”Bolehkah aku tahu siapa nama nona?”

Gadis berbaju hijau itu tertawa hambar tanpa menjawab pertanyaan tersebut.

Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara yang berat dan berwibawa:

”Cu Siau-hong, coba kau dengarkan baik-baik, semua pertanyaan yang lohu ajukan harus kau jawab dengan sejujurnya”

”Siapakah kau?”

”Siapa yang hendak kau jumpai disini?”

”Aku datang kemari untuk berjumpa dengan Toa sianseng”

”Betul! Akulah Toa sianseng yang hendak kau jumpai itu”

Cu Siau-hong termenung beberapa saat lamanya, kemudian tegurnya lagi:

”Apakah kita pernah bersua?”

”Cu Siau-hong, coba kau pikirkan sendiri, bisa jadi kita pernah bersua muka.” Mendengar itu Cu Siau-hong menghela napas panjang.

”Sekarang, tampaknya aku tak berani sembarangan mengambil kesimpulan terhadap setiap persoalan yang kuhadapi”

”Kau telah kehilangan rasa percaya pada dirimu sendiri?”

”Banyak kejadian yang tidak seharusnya berlangsung ternyata berlangsung juga ada sementara orang yang dapat dipercaya, tiba-tiba berubah menjadi amat misterius, persoalan yang terjadi di dunia ini memang tak boleh dipercaya”

”Cu Siau-hong tampaknya ucapan tersebut kau utarakan mengikuti perasaanmu?”

”Benar, aku memang sudah merasakan banyak”

Toa sianseng segera tertawa terbahak-bahak, ”Haaah..haah..haah sayang sekali Cu Siau-hong, kita bukan sedang bersenda gurau, atau sedang bertukar isi hati, sekali pun banyak penderitaan yang kau rasakan, namun aku tidak ada waktu untuk mendengarkan keluh kesahmu itu”

”Kalau begitu, ada urusan apa Toa sianseng mengundang kedatanganku kemari?”

”Tidak banyak waktu yang kumiliki, maka apa yang hendak kita bicarakan lebih baik sesingkat mungkin”

”Katakanlah”

”Bersediakah kau untuk bekerja sama denganku?” ”Tidak berani Siau-hong hanya seorang anak muda

kemarin sore, aku tak berani bekerja sama dengan Toa sianseng”

Sambil tertawa dingin Toa sianseng berkata lagi: ”Cu Siau-hong, perkataanku sudah kusampaikan cukup jelas dan aku membutuhkan jawaban yang pasti”

”Sudah kujawab pertanyaanmu itu”

”Jadi kau enggan bekerja sama denganku?” ”Aku tahu kalau aku tidak pantas”

”Cu Siau-hong, kalau toh enggan bekerja sama denganku lantas apa yang hendak kau lakukan?”

”Bagaimana dengan orang tuaku?” ”Mereka baik-baik saja”

”Itulah sudah cukup, asal kau bersedia melepaskan keluargaku, Cu Siau-hong akan segera mengundurkan diri dari dunia persilatan, memusnahkan ilmu silatku dan selanjutnya akan hidup sebagai rakyat biasa yang tidak mencampuri urusan dunia persilatan lagi”

”Pertama, kepandaian silatmu sangat bagus, sayang kalau dimusnahkan dengan begitu saja..” kata Toa sianseng.

”Itu mah urusan pribadiku, kau tak perlu menguatirkan,” tukas Ci Siau-hong tertawa.

”Kedua, benarkah kau bisa mengundurkan diri dari dunia persilatan? Ketua Kaypang, ketua Pay-kau apakah bersedia melepaskan kalian dengan begitu saja.”

”Mereka...”

”Terlalu besar tumpuan harapan yang mereka titipkan pada bahumu, bagaimana mungkin mereka akan melepaskan dirimu dengan begitu saja?” sambung Toa sianseng lebih jauh.

”Andaikata aku bersikeras tak akan mundurkan diri memangnya apa yang bisa mereka lakukan terhadapku?” ”Cu Siau-hong, caramu itu tidak mungkin bisa kuterima, jadi kita pun tak usah mendebatnya lagi”

”Aku benar-benar tidak habis mengerti, bila aku bersedia memunahkan ilmu silatku sekalipun mereka menginginkan kemunculanku lagi, bantuan apa yang bisa kuberikan kepada mereka?”

”Cu Siau-hong, sudah kukatakan aku tidak setuju dengan caramu itu”

”Lantas Toa sianseng mengharapkan aku berbuat bagaimana?”

”Yang paling baik adalah pertama, bisa bekerjasama dengan kami, kedua, kau bunuh diri sehingga memutuskan harapan mereka”

”Hanya dua jalan ini?”

”Benar! Kau hanya boleh memilih salah satu diantaranya”

”Bagaimana dengan anggota keluargaku?”

”Mereka hanya terseret oleh persoalanmu, seperti apa yang kau katakan tadi mereka bukan anggota dunia persilatan tapi kau merupakan umat persilatan, jika kau sudah mati maka mereka tiada sangkut pautnya lagi dengan dunia persilatan tentu saja kami tak usah mencelakai orang orang yang sama sekali tiada sangkut pautnya dengan urusan dunia persilatan”

”Sekarang?”

”Benar memang aku merasa kalau persoalan ini harus segera dicarikan penyelesaiannya”

Cu Siau-hong berpaling, ia tidak melihat Ong Peng dan Seng Hong berada disana, mungkin tertahan diluar gubuk dan tak diijinkan masuk, maka setelah menghembuskan napas panjang katanya:

”Toa sianseng, setelah aku mati apakah jenasahku boleh diserahkan kepada mereka untuk dibawa pergi?”

”Boleh saja”

”Aku ingin memohon satu hal lagi kepada Toa sianseng, bolehkah kedua orang pembantuku itu masuk kedalam?”

”Aku bersedia memberikan suatu kesempatan kepada kalian untuk memilih mau mati atau hidup?”

Cu Siau-hong memandang sekejap nona berbaju hijau yang berada di hadapannya, tampak dia bersikap amat dingin dan serius, seakan-akan sebagai seorang pendengar saja.

Pelan-pelan dia bangkit berdiri lalu menggerakkan sepasang lengannya, sesudah itu sambil tertawa dia berkata:

”Sungguh tak kusangka, pedang yang kugembol selama ini akhirnya harus dipergunakan untuk merenggut nyawaku sendiri, Toa sianseng, boleh saja kalau kau menghendaki kematianku, tapi sebelum aku mati, aku sangat berharap bisa bersua muka denganmu”

”Buat apa mesti melakukan suatu tindakan yang sesungguhnya tidak berarti ini?”

”Aku harap kau bisa mengabulkan, sebab hal ini merupakan suatu pengharapanku, kalau tidak, akupun dapat merasa seakan-akan mati dengan mata tak meram”

”Baik, aku dapat mengabulkan permintaanmu itu namun aku berharap kaupun dapat menampilkan sikap bahwa kau memang bertekad untuk menghabisi nyawamu sendiri”

”Penampilan macam apa yang kau kehendaki?” ”Cara yang paling baik adalah memusnahkan ilmu silatmu lebih dulu, bila kau menampik, kami akan turun tangan membunuhmu”

”Kalau memang demikian, bolehkah kuundang pembantu-pembantuku agar masuk kemari?”

”Aku rasa lebih baik kau punahkan dahulu ilmu silatmu sebelum mengundang mereka masuk”

”Tak heran Toa sianseng mampu memimpin organisasi rahasia ini dengan disiplin yang tinggi, ternyata kau adalah seorang yang cermat dan berhati-hati sekali”

”Didalam suatu penyelesaian, aku sangat mengharapkan suatu penyelesaian yang terang dan jelas, aku tak ingin meninggalkan bibit bencana di kemudian hari”

Diam-diam Cu Siau-hong menghimpun tenaga  dalamnya kedalam telapak tangan, kemudian pelan-pelan menggerakkan telapak tangan kanannya siap dihantamkan keatas ubun-ubun sendiri, namun pada detik yang terakhir, mendadak hatinya tergerak, segera pikirnya:

”Kalau aku harus mati dalam keadaan begini, sudah jelas kematian tidak jelas, paling tidak aku harus meninggalkan pesan lebih dulu kepada Ong Peng sekalian”.

Berpikir sampai disitu, Cu Siau-hong segera mengurungkan kembali niatnya.

”Kenapa? Kau sudah berubah pikiran?” tiba-tiba Toa sianseng menegur dengan nyaring.

”Bukan begitu, aku merasa tidak seharusnya mati dalam keadaan begini, aku harus melaksanakan semuanya ini menurut caraku sendiri..”

”Oooh...!” ”Seng Hong, Ong Peng, dimana kalian?” dengan suara lantang Cu Siau-hong berteriak.

Terdengar suara Ong Peng berdua bergema dari luar ruangan:

”Kami berada disini!”

”Masuk, aku hendak menyampaikan sesuatu untuk kalian berdua..”

Tak selang berapa saat kemudian Seng Hong dan Ong Peng telah melangkah masuk dengan langkah pelan-pelan.

Begitu menjumpai Cu Siau-hong, kedua orang itu segera percepat langkahnya menuju kesisi si anak muda tersebut.

”Sebentar lagi aku akan mati!” demikian Cu Siau-hong berkata dengan lembut, ”Sepeninggalku nanti bawalah jenasahku dari sini dan kuburlah secara baik-baik”

Ucapan mana segera membuat Ong Peng tertegun. ”Kongcu!” serunya, ”Mengapa kau harus mati?”

”Bila seseorang harus hidup terus, dia harus mempunyai harga atau nilai dari kehidupannya, sekarang aku sudah tidak berharga lagi untuk hidup lebih jauh”

”Apa-apaan kau ini?” teriak Ong Peng,

”Kongcu, bila kau sudah tak berharga lagi untuk melanjutkan hidup, bukankah hamba sekalian lebih-lebih tak berharga lagi? Bukankah hamba sekalian lebih pantas untuk mati sedari dulu?”

Cu Siau-hong tertawa getir.

”Untuk menghitung apakah seseorang berharga atau tidak untuk melanjutkan hidup, maka hal ini harus dinilai dari kegunaan dari orang itu hidup lebih lanjut di dunia ini serta kegunaan dari kehidupannya lebih jauh, bila aku dapat menolong dunia persilatan dari ancaman bahaya, bila aku dapat memberikan kesejahteraan serta keamanan bagi dunia persilatan, tentu saja aku tak boleh mati dengan begini saja, namun bila aku sudah tak mampu apa-apa lagi, bila aku sudah tak berdaya menyelamatkan dunia persilatan, apa salahnya bila aku berbuat demikian demi menolong orang lain?”

”Siapakah yang hendak kongcu selamatkan?” ”Keluargaku”

Ong Peng termenung beberapa saat lamanya, kemudian dia berkata lagi:

”Kongcu, yakinkah kau bahwa mereka akan melepaskan anggota keluargamu?”

”Mereka telah menyetujui”

”Kongcu, dengan cara apakah mereka memberi jaminan kepadamu bahwa kematianmu dapat membebaskan anggota keluargamu dari kesulitan ini..?”

”Soal ini? Mereka sih tak mampu memberi jaminan, oleh sebab itu terpaksa aku harus mempercayai janji mereka saja”

Ong Peng berpaling dan memandang sekejap kearah si nona cantik berbaju hijau itu, tampak dia duduk disitu sambil membungkam dalam seribu bahasa, keadaannya seperti sebuah patung kayu saja.

Ong Peng mendehem pelan, kemudian berkata lagi: ”Kongcu , kalau toh mereka tak dapat memberi jaminan

apa-apa kepadamu, mengapa kau harus mati? Paling tidak kongcu harus melihat dahulu keselamatan dari Lo tayya dan sekeluargamu sebelum menghabisi nyawamu sendiri..” Tergerak hati Cu Siau-hong sesudah mendengar perkataan tersebut, pelan-pelan dia berkata lagi:

”Ong Peng, benar juga perkataanmu ini”

“Hamba hanya sanggup mengajukan sebuah pendapat yang bodoh, semoga kongcu bersedia untuk memikirkan tiga kali sebelum mengambil suatu tindakan,” kembali Ong Peng berkata.

Cu Siau-hong manggut-manggut, dia lantas mengalihkan sorot matanya ke atas wajah nona berbaju hijau itu katanya pelan:

“Nona, bolehkah kau berbicara?”

Nona berbaju hijau itu menggeleng lalu tersenyum,  ibarat sekuntum bunga yang baru saja mekar, begitu cantik dan begitu menawannya.

“Kenapa? Kenapa kau enggan berbicara?”

Kembali nona berbaju hijau itu menggelengkan kepalanya berulang kali.

Agaknya dia telah mengambil suatu keputusan, yakni membungkam dalam seribu bahasa.

Selama hidup belum pernah Cu Siau-hong menjumpai kesulitan seperti yang dijumpai hari ini, walaupun dia tahu kalau gadis itu dapat berbicara namun ia enggan untuk membuka suara.

Berada dalam keadaan demikian, Cu Siau-hong tak dapat memaksanya dengan kekerasan, tak dapt pula membujuk dengan cara yang halus, untuk sesaat dia tak tahu bagaimana caranya untuk membuatnya mau berbicara dengannya.

Ong Peng menghembuskan napas panjang, lalu berkata: “Kongcu, aku lihat urusan ini makin lama semakin tidak beres, kongcu tak boleh bertindak secara gegabah, kau harus berusaha untuk mempertahankan hidupmu lebih jauh”

Dia hanya tahu untuk membujuk Cu Siau-hong agar tidak mengambil keputusan pendek, dia hanya tahu Cu Siau-hong tak boleh mati, apa pun yang harus dikatakan, dia berusaha untuk mengutarakannya keluar.

Cu Siau-hong tertawa lebar setelah mendengar perkataannya itu, mendadak dia bangkit berdiri kemudian berkata:

“Toa sianseng, aku telah berhasil memahami satu persoalan”

“Persoalan apa?”

“Benarkah kau mempunyai keyakinan dapat membinasakan diriku?”

“Seharusnya hal ini bukan suatu perbuatan yang sulit bagiku untuk melaksanakannya”

“Kau ataukah nona berbaju hijau ini?” “Kedua-duanya dapat melakukan”

Cu Siau-hong segera berpaling kearah nona berbaju hijau itu kemudian serunya:

“Ji siocia kau tak berani berbicara karena takut aku dapat mengenali suaramu?”

“Cu Siau-hong kau memang sangat cerdik” sahut nona berbaju hijau sambil ikut bangkit pula.

“Nona, bila Toa sianseng tidak memperingatkan kepadaku aku masih belum dapat menduga sampai kesana”

“Sayang sekali kau sudah ditakdirkan untuk mati disini” “Betul aku mati karena mati dalam pertempuran, bukan mati karena menghantar nyawaku sendiri”

“Jadi kau sudah tidak ambil perduli lagi atas keselamatan jiwa dari anggota keluargamu?”

“Bila aku mati dalam pertempuran nanti kalian pun tidak usah mencelakai anggota keluargaku lagi, sebaliknya bila kami yang unggul hari ini, kalian lebih tak mampu untuk mencelakai mereka”

“Cu Siau-hong berani bersikap kurang ajar?” tiba-tiba Toa sianseng membentak amat keras.

“Kalian hendak membunuhku sedang aku tak sudi menyerah dan mandah dibunuh dengan begitu saja, apakah tindakan semacam ini bisa dianggap sebagai suatu tindakan kurang ajar?”

“Cu Siau-hong, aku sudah cukup bersabar terhadap dirimu, sekarang aku telah mengambil keputusan untuk membunuhmu lebih dahulu”

“Hampir saja aku bunuh diri didalam suatu perencanaan yang amat bagus dan sempurna, tapi sekarang akupun telah mengambil keputusan untuk melawan, aku bisa jadi mati di tangan kalian tapi yang pasti aku bukan mati karena bunuh diri”

“Baik, aku akan memenuhi pengharapanmu itu” seru Toa sianseng.

Mendadak nona berbaju hijau itu bangkit berdiri, kemudian berkata dengan nyaring:

“Cu Siau-hong, semula aku mengira kita dapat hidup bersama-sama secara damai dan bersahabat, siapa sangka kita harus saling bermusuhan dalam keadaan seperti ini” “Bunuh dia, semakin cepat semakin baik” perintah Toa sianseng dengan marah.

Cu Siau-hong meraba gagang pedangnya, kemudian berkata:

“Silahkan kau meloloskan pedangmu!”

Sebagaimana diketahui, dia pernah menderita kerugian besar di tangan nona berbaju hijau ini, maka kali ini, dia tak berani bertindak secara gegabah.

Pelan-pelan nona berbaju hijau itu, Ji siocia, berkata: “Cu Siau-hong, aku tidak membawa pedang”

“Kalau begitu aku harus minta maaf untuk menghadapi manusia semacam kalian akupun tak usah berlagak sungkan-sungkan lagi”

Tangan kanannya segera diangkat ke udara dan pedangnya tahu-tahu sudah diloloskan dari sarung, cahaya pedang yang dingin berkelebat lewat dan mengancam tenggorokan nona cantik berbaju hijau tersebut.

Kali ini kecepatannya naik setingkat lebih tinggi dibanding dengan pertarungan sebelumnya melawan Ji siocia. Inilah kelebihan orang yang telah melatih ilmu pedang Taylo cap ji si, yang selalu meningkat kemampuannya di ilmu yang lain dalam hal kecepatan maupun keakuratannya seiring dengan seringnya bertempur atau berlatih. Pertempuran sebelumnya dengan Lak sianseng serta Tan sianseng telah meningkatkan kemampuannya ini.

Cu Siau-hong merasa serangannya kali ini ternyata membawa hasil secara mudah sekali, hal mana membuat dia lantas berpikir di hati kecilnya: “Kalau dilihat dari hal ini, nampaknya tak salah lagi kalau dibilang siapa yang turun tangan lebih dulu dia kan berhasil”

Dalam pada itu Ji siocia telah berkata sesudah menghembuskan napas panjang:

“Toa sianseng, aku telah dibekuk olehnya!” “Mengapa bisa begitu?”

“Mengapa kau tidak segera menampakkan diri untuk menyaksikan sendiri? Bila dia mendorong pedangnya lebih kedepan, niscaya tenggorokanku akan tertebas oleh ujung pedangnya”

Mendadak terbuka sebuah pintu rahasia, seorang manusia yang mengenakan topeng tembaga hijau pelan pelan menampakkan diri.

Dia mengenakan jubah hijau, langkahnya tegap dan gagah, dengan langkah lebar langsung menuju kearah mereka berdua.

“Berhenti!” bentak Cu Siau-hong cepat, “Bila kau berani maju lagi kedepan, bisa jadi aku akan membunuh dirinya”

Manusia berbaju hijau itu segera berhenti, kemudian serunya:

“Cu Siau-hong, lepaskan dia!”

Suaranya memang tidak berbeda dengan suara Toa sianseng.

“Kau kah Toa sianseng?” dengan suara dingin Cu Siau hong menegur.

“Betul, lepaskan dia!”

“Mengapa aku harus menuruti perintahmu?” “Sebab kau tak berani membunuhnya? “Mengapa aku tak berani?” Cu Siau-hong gusar.

“Mengapa kau tidak mencoba untuk membunuhnya?”

“Aku…aku…tampaknya kau sama sekali tak ambil perduli terhadap keselamatan jiwanya?”

“Kau tak akan berani dan tak bakal melakukan perbuatan bodoh semacam ini, sebab aku tahu kau adalah seorang yang pintar”

Cu Siau-hong segera tertawa dingin.

“Berbicara menurut keadaanku sekarang, dapat membunuh satu orang berarti dapat mengembalikan sebagian modalku”

“Ooooh…aku ..mengira kau tidak berani…”

Tiba-tiba si nona berbaju hijau itu menghela napas panjang, kemudian ujarnya:

“Cu Siau-hong, kalau ingin turun tangan, silahkan segera laksanakan niatmu itu, dia bermaksud untuk mengobarkan amarahmu..”

“Mengobarkan amarahku untuk membunuh?” “Betul!”

“Mengapa?”

“Sebab dia memang bermaksud untuk menghabisi nyawa orang-orang yang berbahaya baginya”

“Ji sianseng, siapa suruh kau mengaco belo tak karuan?” tiba-tiba manusia berbaju hijau itu membentak gusar.

Nona berbaju hijau Ji siocia atau Ji sianseng itu tertawa getir. “Aku sudah menduga bahwa akhirnya aku akan bernasib jelek, cuma aku tidak menyangka kalau kau akan turun tangan kepadaku sedemikian cepatnya”

“Mengapa aku harus membunuhmu, kau jangan memikirkan yang bukan-bukan..!”

“Betul ! Kau memang tak akan membunuhku dengan tanganmu sendiri, tapi kau hendak meminjam tangan Cu Siau-hong untuk membunuhku, dan cara ini memang sangat hebat”

“Mengapa aku harus membunuhmu?”

“Pertama, karena aku telah berubah menjadi semacam ancaman bagi kekuasaanmu, seringkali aku ingin mengetahui siapa gerangan dirimu sebenarnya..”

“Kau..”

“Selain itu, aku menolak rayuanmu, hal ini jelas telah membangkitkan amarahmu tapi kau berusaha untuk menahan diri terus hingga saat ini, aku tahu kau tak berani membunuhku karena kau takut mereka yang lain tak tunduk dibawah perintahmu..”

“Haa..haaah..haah..Ji sianseng, tampaknya kau memang benar-benar bermaksud untuk mengkhianati organisasi kita ini?”

Ji sianseng kembali tertawa dingin:

“Organisasi? Organisasi apakah yang kita miliki? Apa yang ada sekarang hanya merupakan suatu kelompok manusia belaka, suatu kelompok manusia yang diperintah olehmu seorang, siapakah dirimu, bukan cuma musuh saja tidak mengetahui, bahkan aku yang menduduki kursi kedua dalam kelompok ini pun tidak tahu, selama ini akulah yang selalu    menampilkan    diri    untuk    menghadapi berbagai macam ancaman mara bahaya, sedangkan kau selalu bersembunyi dibalik layar, sama sekali tidak merasakan ancaman bahaya secara langsung”

“Ooohh…kau anggap aku tidak pantas menjadi Toa sianseng kalian?”

“Bukan demikian, kuakui bahwa kau adalah seorang manusia berbakat, didalam dunia persilatan dewasa ini tidak banyak manusia berbakat seperti kau..”

“Hanya rajawali yang dapat terbang keatas berlaksa laksa li, dia adalah raja diantara selaksa burung, tiada orang yang berani mengkhianatinya sebab dia memiliki kekuatan yang besar dan luar biasa. Rencanaku selama ini amat sempurna dan tak pernah meleset, dalam dunia saat ini mungkin tiada seorang manusia pun yang dapat melakukan seperti apa yang kulaksanakan selama ini”

“Sudah kukatakan tadi, kecerdasanmu memang mengundang rasa kagum orang, bahkan kau seperti menguasai dalam segala bidang, bukan Cuma ilmu silatmu sangat lihay bahkan sangat pandai menggunakan racun dan kepandaian untuk mengendalikan orang, karena kemampuanmu itulah kau memiliki banyak anak buah, banyak orang yang bersedia jual nyawa kepadamu”

“Asal kau sudah mengetahui akan hal ini hal mana sudah lebih dari cukup” Toa sianseng tertawa lebar.

“Aku merasa heran mengapa kau bisa mengetahui begitu banyak persoalan, setiap masalah yang terjadi kau seakan akan mengetahui sesuatunya dengan jelas?”

“Ji sianseng, sudah selesaikah perkataanmu itu?” Toa sianseng tertawa dingin secara tiba-tiba.

“Belum, aku ingin berbicara lebih banyak lagi..aku tahu sesungguhnya kau memiliki ilmu menyaru muka yang amat sempurna, penyaruanmu sesungguhnya tiada titik kelemahannya tapi kau terlalu gegabah..”

“Padahal hingga sekarang aku masih belum mengerti darimanakah kau bisa mngetahui kalau penyaruanku ada penyakitnya?”

“Aku tidak tahu mengapa diatas dahimu terdapat sebuah tahi lalat yang besar..”

“Apa salahnya tahi lalat tersebut?”

“Suatu hari kau telah berbuat gegabah dengan memasang tahi lalat itu sedikit agak ketinggian” ujar Ji siocia lebih jauh.

Toa sianseng termenung beberapa saat lamanya, kemudian menghela napas panjang:

“Aaai..orang bilang perempuan adalah sumber bencana, nampaknya perkataan ini memang tepat, aku jadi teringat sekarang rupanya sejak hari itu kau sudah menaruh curiga kepadaku?”

“Betul, apabila yang kau berikan kepada kami hanya kepalsuan dan kepura-puraan, kau menipu kesetiaan kami semua kepada dirimu”

“Hingga sekarang, berapa orangkah diantara kalian yang mengetahui akan rahasia ini?”

Ji sianseng atau Ji siocia segera tertawa:

“Aku tidak tahu, tapi aku percaya bukan hanya aku seorang yang mengetahui akan hal tersebut”

“Kalau begitu aku dapat memberitahukan kepadamu, sesungguhnya hanya kau seorang, sebab mereka masih seperti sedia kala, hanya kau seorang yang telah mengkhianati aku” “Tapi toh bukan aku seorang yang tahu akan hal ini”

“Padahal kau baru curiga saja” kata Toa sianseng lagi dengan suara dingin, “Tadi, kau menggunakan siasat dalam perkataan untuk menjebakku, namun kau masih belum begitu yakin, tahi lalat itu memang salah dalam pemasangan sehingga letaknya sedikit agak tinggi, kecuali orang yang teliti sekali sepertimu tiada orang lain yang akan memperhatikan atau mengetahuinya, barusan aku menyanggupi dirimu karena aku ingin membuktikan sampai dimanakah kau telah berbohong”

“Sekarang, apakah kau sudah membuktikan?”

“Benar, Ji sianseng, aku hanya ingin memancing seberapa jauh yang kau ketahui, sekarang aku sudah mengerti”

Kemudian sambil meninggikan suaranya, dia menyambung lebih jauh:

“Sekarang, hanya ada dua jalan yang dapat kau tempuh, kesatu adalah menjadi istriku dan kedua adalah mati di tempat ini”

“Sayang sekali aku tidak menyukai kedua jalan tersebut” “Kalau begitu terpaksa kau harus berusaha untuk

menghadapi diriku”

Mendadak Cu Siau-hong menarik kembali pedangnya sembari berseru dengan lantang:

“Toa sianseng, jangan lupa masih ada aku”

“Aku tahu, kau telah menaruh perasaan cinta kepadanya, bukankah demikian..?”

Cu Siau-hong tertawa dingin, segera tukasnya: “Aku masih mempunyai banyak persoalan yang harus diselesaikan, aku belum tertarik untuk melibatkan diri dalam hubungan cinta..”

“Bila kau bersikeras ingin mampus mewakili dia, terpaksa aku harus memenuhi keinginanmu itu”

Dengan cepat Cu Siau-hong menyilangkan pedangnya didepan dada, kemudian serunya:

“Kecuali ilmu Tay lo cap ji si, kau masih memiliki kepandaian silat apa lagi?”

“Dengan cepat kau akan mengetahui semuanya”

Mendadak dia melompat maju kedepan dan melayang dengan gerakan mendatar, begitu sampai disisi tubuh Cu Siau-hong, dia awasi pedang si anak muda itu seperti sebuah mainan saja, sebuah cengkeraman kilat segera dilancarkan.

Cu Siau-hong menarik napas panjang-panjang sambil melompat mundur sejauh enam depa, dengan cekatan dia menghindarkan diri dari cengkeraman maut tersebut.

Ji sianseng tidak ambil diam, sembari miringkan tubuhnya ke samping, sebuah serangan segera dilancarkan dengan menggunakan tangan kanannya.

Toa sianseng tidak takut menghadapi pedang tajam di tangan Cu Siau-hong, namun seperti takut sekali menghadapi serangan tangan kosong dari Ji sianseng itu, tiba-tiba dia melompat mundur sejauh lima depa lebih.

Cu Siau-hong segera menengok kesamping, rupanya pada tangan Ji sianseng telah terpasang sebuah sarung tangan yang berjari tajam dan runcing. Setelah memukul mundur Toa sianseng, Ji sianseng menyelinap disisi tubuh Cu Siau-hong kemudian serunya dengan keras:

“Ia telah berhasil melatih ilmu khikang pelindung badan, dia tak takut menghadapi serangan golok atau pedang”

“Tapi dia takut sekali menghadapi seranganmu yang berjari tajam..”

“Yaa, karena sarung tanganku yang tajam ini dapat menembusi baja serta perlindungan hawa khikangnya”

“Bila dia tak takut menghadapi pedang, dengan cara apakah aku harus menghadapinya?”

Walau pun mereka berdua sedang berbincang-bincang, namun sorot matanya tak pernah bergeser dari atas tubuh Toa sianseng.

“Gunakan pedang untuk menyerang sepasang matanya” bisik Ji sianseng.

“Aku rasa hal ini tidak terlalu mudah!”

“Itulah sebabnya kau harus bekerja sama dengan aku, kedahsyatan dari ilmu pedang Tay lo cap ji si akan mendatangkan perasaan jeri kepadanya, kerja sama diantara kita berdua penting sekali”

“Seandainya dia mengundang orang lain untuk membantu pihaknya?” tanya Cu Siau-hong.

“Dia memang mempunyai orang-orang kepercayaan, tapi tidak seorangpun yang datang kemari, semua orang yang berada disini adalah orang-orangku”

Toa sianseng segera tertawa dingin, tiba-tiba serunya lantang: “Perempuan rendah, masih berapa banyak persoalan yang hendak kau sampaikan kepada kekasihmu itu?”

Ucapan tersebut amat keji dan bersifat menghina, bahkan Cu Siau-hong sendiri pun merasakan wajahnya menjadi merah, tanda ia gusar.

Akan tetap Ji sianseng sama sekali tidak marah, malahan tersenyum manis katanya:

“Betul, aku memang sangat mencintai dia, tapi usiaku kelewat tua baginya untuk jadi istri atau gundiknya, oleh sebab itu benar katamu, lebih baik aku menjadi kekasihnya saja, Siau-hong, aku bernama Bun hong, panggillah enci Hong kepadaku”

“Aku rasa hal ini kurang baik” ucap Cu Siau-hong, “Usiamu paling cuma lebih tua lima-enam tahun saja dariku.. hal ini baiklah kita bicarakan selepas kita membekuk Toa sianseng”

“Perempuan rendah, kau tak tahu malu!” umpat Toa sianseng dengan gusarnya.

“Toa sianseng, kau tak usah memancing kemarahanku, aku tak bakal marah, sekali pun kau menggunakan kata kata umpatan yang paling keji dan paling kotor untuk memakipun aku tak bakal menjadi gusar”

“Hmmm…dasar tak punya perasaan, bermuka tebal” “Perasaanku belum mati, tak mungkin aku dapat

melawanku sekarang”

“Tahukah kau, apa akibatnya bila orang berkhianat kepadaku?” seru Toa sianseng dingin.

“Hmm, aku sudah tak puas kepadamu sejak dulu, tapi tak punya kemampuan untuk mengkhianati. Sayang sekali kau telah melakukan dua kesalahan besar, itulah sebabnya aku mendapatkan kesempatan yang sangat baik ini”

“Kesalahan apa yang telah kulakukan?”

“Kau tidak seharusnya mengajak Cu Siau-hong datang kemari, kau harus tahu bahwa tenaga gabungan kami berdua, masih lebih dari cukup untuk mengajakmu beradu jiwa”

Pelan-pelan Toa sianseng mengangkat telapak tangan kanannya, kemudian berkata:

“Baiklah, Bun Hong, sambutlah sebuah pukulanku ini”

Bun Hong menarik napas panjang-panjang sambil mengangkat pula tangan kanannya kemudian membentuk sebuah gerakan untuk bersiap-siap menyongsong ancaman tersebut dengan kekerasan”

Cu Siau-hong tak ambil diam, dia mengangkat pula pedangnya sambil bersiap-siap melancarkan serangan.

Melihat hal ini, Toa sianseng segera mengejek sambil tertawa dingin.

“Bagaimana? Cu Siau-hong, kau pun ingin turun tangan pula?”

“Benar, mengapa aku harus berpeluk tangan belaka? Asal aku menjumpai suatu kesempatan yang sangat baik, setiap saat aku akan melancarkan serangan kepadamu”

Toa sianseng tertawa terbahak-bahak: “Haah..haah..haah..bagus sekali, kalian memang punya

semangat! Tampaknya aku harus secepatnya melenyapkan kalian dari muka bumi”

“Kau mengharapkan kemenangan, demikian juga kami! Bila    kau    bisa    mengungguli    kami,    ambisimu   untuk menguasahi dunia persilatan baru dapat terwujud, cuma..Toa sianseng, kau boleh saja menang seratus babak, tapi jangan sampai kalah satu babak”

Toa sianseng tertawa dingin, jengeknya:

“Rencana yang lohu susun amat sempurna, ilmu silatku pun sangat lihay, mana mungkin bisa kalah?”

“Sekarang kau sudah mulai menderita kekalahan, orang orang yang duduk di sekelilingmu sudah mulai berkhianat kepadamu”

Ucapan mana segera disambut Toa sianseng dengan gelak tertawa yang amat nyaring:

“Haah…haah..haah..kau maksudkan Bun Hong? Perempuan ini berambisi besar, dia sudah merupakan ancaman bagiku sejak dulu sekalipun tiada kejadian hari ini, cepat atau lambat aku toh harus menyingkirkan dirinya juga”

“Toa sianseng, tegasnya saja kau sedang menipu dirimu sendiri, bukankah demikian?”

“Heeh..heeh..heeh..tak lama kemudian, segala sesuatu akan terbukti” kata Toa sianseng sambil tertawa dingin.

“Sekalipun kalian bekerja sama tak nanti bisa menandingi diriku..”

Telapak tangan kanannya segera diayunkan kedepan melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke tubuh Bun Hong”

Jaraknya dengan Cu Siau-hong sekalian masih ada satu kali lebih, tapi disaat telapak tangannya diayunkan kemuka melepaskan serangan tersebut tahu-tahu saja tubuhnya telah bergerak maju sejauh satu kali lebih dari posisi semula, telapak tangannya pun mengikuti gerakan tubuh yang cepat bagaikan sambaran kilat tadi menghantam dada Bun Hong. Belum lagi serangannya mengenai sasaran, segulung tenaga pukulan yang sangat kuat telah menyapu tiba.

Dengan jari tenaga dan telunjuk yang ditegangkan bagaikan sebuah tombak, Bun Hong langsung menyodokkan serangannya memapaki ancaman pukulan itu.

Cu Siau-hong tidak ambil diam, pedangnya digetarkan pula sekuat tenaga menusuk mata kanan Toa sianseng.

Kedua belah pihak sama-sama bergerak dengan kecepatan tinggi, lagi pula sasaran yang dituju pun tepat sekali.

Mungkin Toa sianseng tidak takut apabila Cu Siau-hong menusuk daerah lain, tapi mau tak mau dia harus meningkatkan kewaspadaan setelah ancaman tersebut ditujukan kearah sepasang matanya.

Itulah sebabnya mau tak mau dia harus mengembangkan pikirannya untuk menghadapi serangan pedang si anak muda tersebut, serangan jari tangan Bun Hong tak dapat dianggap enteng pula, ujung jarinya setajam gurdi langsung menusuk kedepan mematahkan pertahanan hawa khikang dari Toa sianseng.

Tampaknya kerjasama dari kedua orang ini benar-benar merupakan musuh tangguh yang sama sekali diluar dugaan.

Sekalipun Toa sianseng memiliki kepandaian silat yang sangat tangguh, dia toh tak ingin menyerempet bahaya dengan sembrono, sambil menarik napas panjang tiba-tiba badannya bergerak mundur sejauh delapan depa dari posisi semula.

Dengan cepat Bun Hong menarik kembali menarik kembali serangan, kemudian berbisik lirih: “Cu Siau-hong, jangan terlalu bernapsu untuk meraih keuntungan..”

Dengan cepat Cu Siau-hong menarik kembali serangannya.

Sementara itu, Toa sianseng telah berseru sambil tertawa dingin:

“Bagus sekali, bagus sekali, rupanya kau telah berhasil melatih ilmu jari Hian im ci”

“Bila aku belum berhasil melatih ilmu Hian im ci, bagaimana mungkin dapat menghadapi ilmu Kay pit jiu mu?”

Sambil tertawa dingin Toa sianseng menjengek:

“Hian im ci baru akan nampak keberhasilannya bila sudah dilatih selama lima tahun, apakah semenjak lima tahun berselang kau sudah berniat untuk mengkhianati aku?”

“Itu mah tidak, kau kan tahu semenjak usia sebelas tahun aku sudah berguru ke banyak orang pandai sehingga menjadi lihay dan usia sembilan belas masuk menjadi anggota kelompok ini. Setelah dua tahun, kau tertarik kepada kecantikanku dan ilmu silatku sehingga menunjukku menjadi orang kedua di kelompok ini. Aku melatih ilmu jari Hian im ci lantaran memang aku gila silat dan lantaran ilmu tersebut merupakan sejenis ilmu silat pula”

“Mengapa? Mengapa aku tidak tahu?” sambung Toa sianseng agak penasaran.

“Sebenarnya aku ingin sekali memberitahukan hal ini kepadamu dengan harapan kau bersedia memberi petunjuk kepadaku  tapi  kemudian  aku  merasa  gelagatnya  kurang beres, oleh sebab itu aku sengaja merahasiakan kepandaian ini”

“Heeh.. heehh.. heehh.. tak aneh kalau kau berani mengkhianati, rupanya kau merasa punya pegangan” ujar Toa sianseng sambil tertawa dingin, “Jangan kau anggap dirimu sebagai manusia yang paling cerdik, kau kira orang lain adalah orang-orang tolol”

“Bun Hong, kau anggap ilmu jari Hian im ci benar-benar dapat menghadapi aku?” kembali Toa sianseng menjengek dengan suara sedingin salju.

“Mungkin tidak dapat, namun bila dikombinasikan dengan ilmu pedang Tay lo cap ji si Cu Siau-hong, paling tidak kami bisa memaksakan suatu pertarungan adu jiwa”

“Cu Siau-hong, darimana kau pelajari ilmu Tay lo cap ji si kiam ini?” Tanya Toa sianseng sambil tertawa dingin.

“Aku rasa hal ini tidak merupakan suatu kewajiban bagiku untuk memberitahukan kepadamu bukan?”

“Tay lo cap ji si bukan merupakan sejenis ilmu silat yang beredar dalam dunia persilatan, dewasa ini tidak banyak manusia yang bisa menggunakan jurus pedang tersebut”

“Justru karena itu, kepandaian mana baru terselubung oleh selapis kemisteriusan, namun setelah kudengar perkataannmu barusan, aku dapat membuktikan bukan kau seorang yang bisa mempergunakan jurus pedang itu..”

“Kau sangat angkuh dan kurang ajar, untuk perbuatan ini kau pantas untuk menerima hukuman mati, lagi pula aku akan segera turunkan perintah untuk menghukum mati semua anggota keluargamu” Ancaman tersebut memang amat manjur, Cu Siau-hong merasakan hatinya bergetar keras, pelan-pelan dia menundukkan kepalanya lagi.

Sambil tertawa dingin Bun Hong segera berseru, “Kau jangan mempercayainya,” sambungnya, “Anggota keluargamu sudah ditolong orang sebelum kami tiba disitu”

Sekali lagi Cu Siau-hong merasakan hatinya bergetar keras, teriaknya tertahan:

“Sungguh?”

“Betul! Aku yang mengirim orang kesana..” Mendadak dia merasa telah salah berbicara maka dengan cepat dia menerangkan:

“Cu kongcu, harap kau maklumi aku hanya melaksanakan tugas atau perintah”

“Aku tahu, aku tak akan menyalahkan kau sekarang, dimanakah mereka semua?”

“Aku tidak tahu, orang-orang yang kami kirim kesitu tidak menjumpai seorang manusia pun, gedung tersebut berada dalam keadaan kosong”

Mendengar ucapan mana, Cu Siau-hong segera berpikir: “Kalau begitu sudah pasti Kay-pang dan Pay-kau yang

telah mengatur keselamatan keluargaku”

Setelah melepaskan beban berat tersebut, Cu Siau-hong merasakan semangatnya berkobar kembali, dia segera berseru lantang:

“Toa sianseng, aku tidak dapat menemukan gertak sambal apa lagi yang dapat kau gunakan untuk mengancam diriku?” “Sekarang aku hendak mencabut selembar jiwamu” seru Toa sianseng dengan gusar.

“Mencabut pedang melenyapkan bibit bencana, tindakan ini merupakan perbuatan seorang manusia yang berbudi luhur, apa lagi yang mesti kutakuti sekarang? Aku justru sangat berharap dapat melangsungkan suatu pertarungan mati hidup dengan dirimu”

“Cu kongcu, kau jangan terlalu mengikuti napsu, kau seorang tak akan bisa menandingi dirinya” buru-buru Bun Hong memperingatkan.

Cu Siau-hong tertawa:

“Bagaimana kalau kita berdua bekerja sama?” katanya.

Kali ini dia benar-benar tersenyum cerah, senyuman yang betul-betul muncul dari hati kecilnya, senyuman yang begitu menarik dan begitu polos.

Tergetar keras perasaan Bun Hong oleh senyuman si anak muda itu, cepat sahutnya:

“Apabila kita mau bekerja sama paling tidak masih ada kesempatan untuk mempertahankan diri”

Cu Siau-hong segera tertawa tergelak. “Haah..haah..haah..nona   Bun   Hong,   mengapa harus

merendahkan  kemampuan  yang  kita  miliki?  Bila  diberi

kesempatan untuk mempertahankan diri sehingga tak sampai kalah, ini berarti masih ada kesempatan pula bagi kita untuk mengungguli dirinya?”

“Mengungguli dirinya?”

“Benar!” jawab Cu Siau-hong dengan wajah serius, “Ji siocia, sewaktu kepaksakan untuk pertarungan beradu jiwa dengan dirinya, waktu itu kau pasti mempunyai  kesempatan yang sangat baik untuk membinasakan dirinya” “Jangan terlalu menyerempet bahaya, Cu kongcu, dia seorang diri tapi kepandaian silat yang dimilikinya luar biasa. Terhadap organisasi ini pun dia mengatur serta mengendalikannya secara ketat, untung saja kedua orang pembantu utamanya tidak ikut hadir disini. Lagi pula sudah banyak tahun akulah yang mewakili dia untuk menghadapi pelbagai persoalan serta mengatur segala sesuatunya, oleh karena itu terhadap organisasi ini sesungguhnya aku jauh lebih menguasai seluk beluknya daripada dia”

Mendengar ucapan mana, Toa sianseng segera tertawa dingin tiada hentinya:

“Bun Hong, kau benar-benar telah mengkhianati aku habis-habisan”

“Sudah banyak tahun kita bekerja sama untuk membangun suatu tujuan, namun setiap kali aku hanya bertemu dengan wajah palsu yang tertutup topeng kulit manusia, sebenarnya siapa sih kau ini?”

“Siapa aku, bagi dirimu bukan suatu hal yang terlalu penting, yang penting adalah aku dapat memberi kekuasaan yang tak terhingga kepadamu serta suatu kewibawaan yang tiada taranya, apakah semuanya itu masih belum cukup bagimu?”

“Kekejianmu, kepalsuanmu seperti lembah yang dalam, seperti neraka yang gelap, membuat orang tak dapat melihat, tak dapat meraba secara pasti, kau pun menganggap setiap orang entah musuhmu atau sahabatmu sebagai manusia rendah, manusia yang sama sekali tak ada harganya. Kami semua tidak terlalu memahami tentang dirimu, entah siapa kau, meski kami belum pernah menyaksikan raut wajahmu, namun sesungguhnya kau tak bisa dianggap sebagai seorang manusia..” “Aku punya darah, punya daging, aku mempunyai nyawa, kalau bukan manusia lantas apa?” teriak Toa sianseng gusar.

“Kau adalah sesosok sukma gentayangan…selalu mencekam perasaan..”

“Ohh..karena hal ini maka kau lantas mengkhianati diriku..?”

“Toa sianseng, aku pun dapat memberitahu kepadamu, kau memang memiliki kekuatan untuk menguasai segala galanya, tiada seorang manusia pun yang benar-benar merupakan kepercayaan, setiap orang yang pernah menjumpai dirimu, mereka tentu mempunyai dua macam sikap kearah itu”

“Yang satu adalah perasaan takut dan yang lain adalah perasaan benci!”

“Justru karena mereka takut kepadaku, maka mereka tak berani melanggar apa yang telah kuperintahkan, justru karena aku misterius, mereka baru menganggap aku sebagai malaikat”

Bun Hong balas tertawa dingin.

“Pada mulanya mungkin memang begitu, tapi sekarang tidak demikian” ia menyahut, “Aku tahu diantara tujuh orang sianseng, paling tidak ada tiga orang yang membenci dirimu”

“Tapi masih ada empat orang lagi yang menyayangi diriku”

“Walaupun orang-orang tersebut belum pernah membicarakan tentang persoalan ini dengan kami, tapi dalam pemikiran kami, lebih banyak perasaan benci mereka kepadamu daripada perasaan sayang” Tiba-tiba Toa sianseng menghela napas panjang:

“Aaaii..sungguh tak kusangka kepandaianku untuk mengendalikan anak buah telah mengalami kegagalan untuk kali ini”

“Apakah kau menganggap dirimu selalu berhasil?” “Paling tidak, aku tak pernah menyangka kalau semua

orang akan berkhianat kepadaku”

“Dalam kenyataan kau tidak memiliki orang kepercayaan, setiap orang kau curigai dan akibatnya setiap orang menaruh perasaan benci dan dendam pula kepadamu”

Toa sianseng termenung beberapa saat lamanya, setelah itu ujarnya kembali:

“Bagaimanakah sikapku terhadap orang lain, lebih baik tak usah disinggung lebih dulu, tapi yang pasti aku toh selalu bersikap baik kepadamu?”

“Itu menurut perasaanmu sendiri, tiga tahun berselang aku masih menaruh perasaan kagum, hormat dan menyanjung dirimu, tapi kemudian aku sadar, aku telah melakukan kesalahan besar”

“Bun Hong, kau harus mengerti, apabila aku benar-benar ingin mendapatkan kau, hal tersebut bukan suatu hal yang menyulitkan bagiku..”

Bun Hong segera mendengus dingin, tukasnya: “Menyinggung kembali persoalan ini, rasa benciku

serasa terungkit kembali pada hakekatnya kau tak pernah menganggap diriku sebagai seorang wanita, yang kau inginkan dariku tak lebih hanya kecantikan tubuhku saja!”

“Apabila aku bersedia merubah sikapku selama ini, mungkinkah bagiku untuk memperoleh kau?” “Kalau hal ini terjadi pada tiga tahun berselang, bisa jadi kau akan berhasil tapi sekarang sekalipun kau mati dihadapanku tak nanti aku akan terharu barang sedikitpun juga”

“Orang bilang hati perempuan paling keji, tampaknya perkataan orang kuno memang tak salah, Bun Hong, seharusnya sejak aku gagal memperoleh kau saat itu pula aku harus membunuhmu, sekarang menyesal pun tak ada gunanya lagi, tapi aku masih ingin membuktikan sesuatu lagi, apakah lantaran aku mengenakan topeng terus menerus, maka kau enggan menjadi istriku?”

“Baik! Bila kau ingin tahu maka aku pun tak segan untuk memberitahukan kepadamu, selama banyak tahun ini aku selalu menggunakan akal dan cara yang paling halus untuk menghindari dirimu, bahkan aku pun telah mempersiapkan sebutir pil beracun yang amat ganas, bilamana perlu aku bisa mati seketika, aku tak ingin tubuhku ternoda ditanganmu, mungkin saja bila kau berjumpa denganku tanpa mengenakan topeng tersebut keadaannya akan sedikit berbeda..”

“Apakah kau merasa wajahku terlalu jelek?”

“Suka yang indah merupakan kelemahan dari setiap manusia, apakah kau tidak berperasaan demikian?”

“Lelaki yang ganteng memang menawan hati, tapi yang terpenting bagi seorang lelaki adalah sikap serta tindak tanduknya, kau licik, banyak tipu muslihat dan licin, kau selalu menyembunyikan diri dalam kegelapan seperti roh gentayangan, setan yang takut dengan sinar matahari. Sekalipun wajahmu tampan seperti Phoa An, belum tentu banyak perempuan menyukai dirimu, paling tidak perempuan macam aku tak akan tertarik barang sedikit pun” Toa sianseng segera manggut-manggut:

“Bun Hong, kalau begitu hubungan kita benar-benar sudah putus..”

“Kurang tepat kalau kau mengatakan demikian, sebab diantara kita belum pernah mempunyai hubungan cinta..”

“Baik, perkataanku rasanya sudah kelewat banyak, orangku juga sudah terpojok, lebih baik kita selesaikan urusan ini dengan suatu pertarungan saja”

Cu Siau-hong kembali tertawa dingin:

“Toa sianseng, tak ada salahnya bila kau akan melancarkan serangan keji terhadap diriku, aku percaya dengan bantuan dari Cu Siau-hong aku masih sanggup untuk mengimbangi dirimu, sekalipun harus bertahan sampai titik darah penghabisan bagiku hal ini lebih baik daripada hidup sengsara dibawah tekananmu”

“Atas kejadian ini merupakan suatu pengkhianatan semenjak mula sampai akhir, suatu perlawanan karena perasaan sadar, dibalik kesemuanya itu sama sekali tiada perasaan cinta atau dendam pribadi, oleh sebab itu tiada sesuatu kemungkinan untuk diselesaikan secara damai dan baik-baik.”

Mendadak Toa sianseng menghela napas panjang, kemudian berkata:

“Tampaknya dalam kepandaian mengendalikan anak buah yang kuterapkan ini masih terdapat banyak sekali persoalan”

“Kepandaian untuk mengendalikan anak buah memang amat manjur namun tak bisa dilangsungkan lama sebab lama kelamaan cara yang kau terapkan ini bisa menimbulkan perasaan benci dan dendam, setiap kali orang itu berhasil kau kendalikan maka timbullah perasaan benci dan dendam dihati kecilnya”

Tampaknya sudah lama gadis ini mengekang penderitaan dan tekanan batin yang berat, oleh sebab itu begitu memperoleh kesempatan untuk melampiaskannya keluar keadaan tersebut ibarat bendungan yang ambrol sama sekali tak dapat dibendung lagi.

Toa sianseng kembali bersiap sedia melancarkan serangannya terhadap kedua orang itu, dia mulai berputar kesamping untuk mempersiapkan serangannya.

“Berhenti!” mendadak Cu Siau-hong membentak keras. Toa sianseng berhenti.

Dengan wajah serius Cu Siau-hong berkata: “Sebenarnya siapakah kau?”

Toa sianseng sama sekali tidak membalikkan tubuhnya, dia hanya berdiri tenang di tempat kemudian berkata:

“Cu Siau-hong, kau masih belum memiliki kemampuan untuk mencopot topengku ini. Siapakah aku lebih baik kau tebak saja sendiri”

“Apakah aku kenal denganmu?” desak Cu Siau-hong lagi.

“Cu Siau-hong, kau tak usah memikirkan yang bukan bukan, tidak mungkin kita kenal sebelum pertemuan hari ini”

“Walau pun aku hanya seorang angkatan muda dari dunia persilatan, namun aku percaya perkataanku masih masuk hitungan” kata Cu Siau-hong dengan suara dingin, “Asal kau copot topengmu itu kami akan membiarkan kau berlalu dengan begitu saja” “Kau anggap kau bisa mengambil keputusan untuk Bun Hong?” jengek Toa sianseng.

Agaknya dia telah mempertimbangkan situasi yang dihadapinya dengan seksama, andaikata Cu Siau-hong sampai bekerja sama dengan Bun Hong, kesempatan baginya untuk meraih kemenangan memang kecil sekali.

Manusia manapun semuanya terdiri dari darah dan daging, bila sudah dihadapkan dengan suatu keadaan yang diluar batas kemampuannya, apalagi bila hal mana sudah melampaui jangkauan ilmu silat yang dimilikinya dia akan merasa terpojok dan sukar untuk menggerakkan tubuhnya lagi dengan leluasa.

Cu Siau-hong berpaling dan memandang sekejap kearah Bun Hong,kemudian bisiknya:

“Nona…”

“Tak usah banyak berbicara lagi, aku pun ingin sekali menyaksikan raut wajah aslinya, apa yang kau katakana merupakan pula keputusanku sendiri”

Cu Siau-hong segera berpaling learah Toa sianseng, kemudian serunya lagi:

“Nah, Toa sianseng, sudah kau dengar?”

Tiba-tiba Toa sianseng mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak:

“Haaahh..haaahhh..haahhh..kau anggap aku sudah benar-benar terpojok sehingga tidak berkemampuan lagi untuk menggerakkan tubuh?”

-oo>d’w<oo “Bukan demikian, aku percaya bila kau menyambut tantangan kami dan melangsungkan pertarungan, dapatkah kami berdua mengungguli dirimu, rasanya hal ini masih sukar diduga, cuma saja aku rasa saat ini sudah mencapai keadaan dimana keadaan yang sesungguhnya harus terungkap”

“Mengapa kau mengatakan saat untuk mengungkapkan segala sesuatunya telah tiba?”

“Sebab Pena Wasiat sudah hampir menampakkan diri, apabila kau mempunyai suatu rencana, sudah pasti ada hubungannya dengan kemunculan Pena Wasiat”

“Jelaskan alasanmu!”

Dengan tindakanmu ini sudah merupakan suatu kesimpulan, suatu kesimpulan yang utuh. Entah apa pun rencanamu itu, enatah sampai dimanakah kesuksesan yang berhasil kau capai, tapi kau harus menghadapi suatu akibat..”

---odooeo---

“Cu Siau-hong, kau memang cerdik, seharusnya aku membunuhmu sedari dulu”

“Akupun merasa heran, mengapa kau bersikap begitu baik kepadaku? Mengapa kau tidak membunuhku?”

Toa sianseng menghela napas panjang, sesudah mendengar perkataan ini katanya kemudian:

“Aku sayang dengan kecerdikanmu dan kepandaian silatmu yang lumayan dan ingin aku pergunakan”

“Tiada manusia di dunia ini yang tidak dapat dipergunakan, hanya tergantung cara dan kemampuan yang kau gunakan” “Bun Hong, apa yang dikatakan Cu Siau-hong memang benar dalam dua belas jam mendatang, kita harus mempunyai suatu akhir, asalkan kalian mempunyai suatu akal untuk meloloskan diri dari kematian, seharusnya  kalian pergunakan dengan sebaik-baiknya untuk secepatnya meninggalkan tempat ini”

“Kau masih memiliki keyakinan untuk menangkan pertarungan ini?” jengek Bun Hong.

“Tentu saja! Aku tak pernah mengenal apa artinya suatu kekalahan atau kegagalan”

“Cu kongcu” Bun Hong segera berseru, “Ayo maju, kita tak boleh memberi kesempatan lagi kepadanya.

Tiba-tiba Toa sianseng mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, mendadak tirai pintu terbuka dan muncul dua orang yang berjalan masuk ke ruangan dengan langkah pelan.

Mereka adalah seorang kakek dan seorang pemuda, yang kakek berambut putih sedang yang muda baru berusia enam tujuh belas tahunan.

Cu Siau-hong tidak kenal dengan kedua orang ini, dia tidak memikirkan di hati atas kehadiran kedua orang itu yang seperti kakek dan cucu, tapi melakukan perjalanan bersama-sama.

Berbeda sekali dengan Bun Hong, paras mukanya berubah hebat.

“Mengapa kalian pun sampai pula disini?” tegurnya dengan suara agak gemetar.

Dengan cepat Cu Siau-hong meningkatkan kewaspadaannya, orang-orang yang dikenal Bun Hong sudah pasti bukan manusia sembarangan. Terdengar kakek berjenggot putih itu tertawa dingin, kemudian mengejek:

“Tempat yang dapat dikunjungi Toa sianseng, selalu kami kunjungi pula..”

Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:

“Ji sianseng, apakah kau telah mengkhianati Toa sianseng?”

Sementara itu Cu Siau-hong sedang berkata pula: “Nona Bun, mereka berdua adalah…”

“Lau sian siang mo (sepasang iblis tua muda), pernah mendengar nama mereka?” sela Bun Hong.

Dengan cepat Cu Siau-hong menggelengkan kepalanya berulang kali.

“Pengalamanku rendah pengetahuanku pun picik, belum pernah kudengar nama dari kedua orang ini”

Sambil tertawa kakek berjenggot putih itu segera berkata: “Usiamu masih amat muda, tentu saja belum pernah

mendengar nama julukan bapakmu”

“Dua orang manusia mengaku sebagai iblis, kalau sudah begini, sudah pasti mereka bukan manusia baik-baik lagi” jengek Cu Siau-hong cepat.

“Cu kongcu, jangan kau anggap si bocah muda itu masih muda belia, dia bukan bocah lagi, kalau dihitung usianya mungkin masih jauh diatas usia gabungan kita berdua”

Kakek berjenggot putih itu segera berseru sambil tertawa: “Hei bocah muda, sudah mendengar belum, ada orang

sedang memujimu” “Memujiku?” “Betul, memujimu”

Bocah muda itu tertawa, “Tua Bangka, aku lihat kau lebih tua dan berbudi luhur, lebih baik kau maju saja lebih dulu”

“Hei..masa kau lupa, kalau ada urusan masa yang muda harus melaksanakan lebih dulu?”

Cu Siau-hong yang mendengarkan pembicaraan tersebut menjadi keheranan, pikirnya:

“Tadi mereka berdua masih berebut untuk turun tangan lebih dahulu, sekarang mereka malah berubah pikiran dengan saling dorong mendorong”

Sementara dia masih termenung, Bun Hong berbisik lirih:

“Cu Siau-hong suruh kedua orang anak buahmu itu keluar dari sini…”

“Mengapa?”

“Suruh mereka memberi kabar kepada sahabat sahabatmu”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar