Pena Wasiat (Juen Jui Pi) Jilid 59

Cu Siau-hong tersenyum.

“Tan sianseng, bila apa yang kau ucapkan merupakan kata-kata yang sejujurnya, aku pikir pasti ada alasannya, tapi kalau toh tidak, kau pun memahami latar belakangnya, kita pun tak usah terlalu banyak membicarakan tentang persoalan ini lagi”

“Aku hanya ingin kau mengerti kami tidak mempunyai alasan untuk membunuhmu” Mendadak Kian Hui seng berseru dengan keras: “Coba kau katakan, orang itu adalah Pena Wasiat?”

“Kian Hui seng, tidakkah kau merasa bahwa perkataanmu itu merupakan suatu pertanyaan yang berlebihan?”

Kian Hui seng tertawa dingin.

“Kau enggan mengatakannya keluar? Atau kau tidak berani mengatakannya keluar?”

“Soal ini, mungkin aku tak akan memberitahukan kepadamu…”

“Tan sianseng, dengan mengandalkan ilmu pedang Tay lo cap ji kiam si mungkin tak sulit bagiku untuk membunuhmu..”

“Mungkin !”

“Takutkah kau menghadapi kematian?”

“Hal ini..kalau tidak mati, tentu saja lebih baik jangan mati lebih dulu”

“Aku sedang berbicara dengan bersungguh-sungguh, kemungkinan sekali dalam sekali gebrakan saja aku dapat membunuhmu”

“Oya?”

“tentu saja kau masih mempunyai satu cara sehingga tak perlu mati”

Tan sianseng tertawa lepas.

“Aku ingin tahu apa cara tersebut” katanya. “Jawab saja tiga buah pertanyaanku” “Seandainya aku tidak tahu?” “Kutungi dahulu sebelah lenganmu sebelum pergi dari sini” pelan-pelan Cu Siau-hong berkata.

“Seandainya aku enggan menjawab atau membohongimu?”

“Andaikata aku tahu kalau kau sedang berbohong, segera akan kubunuh dirimu”

“Mungkin aku tak dapat memenangkan kau tapi bila kau ingin membunuhku, hal ini tak akan berhasil kau capai secara mudah” ucap Tan sianseng dingin.

“Kalau begitu kau masih belum begitu memahami tentang kehebatan ilmu pedang Tay lo cap ji si”

“Apakah ilmu pedang Tay lo cap ji si sudah pasti dapat membunuh orang?”

“Yaa, pasti!”

“Sekali pun aku tak mampu menerima serangan pedang tersebut, toh aku masih bisa melarikan diri”

“Kau memang bisa melarikan diri, cuma kau tak akan berhasil untuk lolos dari tanganku”

“Benarkah kau memiliki jurus serangan seperti itu?” “Kalau    dibilang    menurut    urutannya,    maka    jurus

serangan   tersebut   seharusnya   termasuk   gerakan   kedua

belas”

“Tentu saja semacam jurus serangan yang maha dahsyat”

Mendadak Cu Siau-hong berubah menjadi amat serius, setelah berhenti sejenak lanjutnya dingin:

“Dengarkan baik-baik, sekarang aku akan mengajukan pertanyaan yang pertama..” Kemudian setelah berhenti sejenak, dia meneruskan:

“Sesungguhnya apa maksud tujuan organisasi kalian ini?”

“Menguasai seluruh dunia persilatan”

“Kalau toh bercita-cita dan berambisi begitu besar, mengapa harus bersikap begitu misterius dan rahasia?”

“Apakah pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang kedua?” tanya Tan sianseng cepat.

Lamat-lamat dia telah dibuat oleh kecerdasan serta ketelitian Cu Siau-hong.

“Yaa, benar”

“Selamanya belum pernah ada seorang manusia pun yang benar-benar dapat menguasai seluruh dunia persilatan, oleh sebab itu kami tak ingin menampilkan diri, kami hanya berharap bisa memberi komando dan perintah secara diam diam”

“Apakah Pena Wasiat mempunyai hubungan dengan kalian?”

“Tentang soal ini aku kurang begitu jelas..”

Mendadak dia membalikkan badan, melejit ketengah udara dan sekejap mata kemudian sudah berada sejauh tujuh delapan kaki dari tempat semula sebelum melayang turun kembali ke atas tanah.

Selama hidup belum pernah Cu Siau-hong menyaksikan ilmu silat semacam ini, untuk sesaat dia menjadi tertegun.

Sedangkan Kian Hui seng segera berseru sambil mengerutkan dahinya rapat-rapat:

“Sebuah gerakan Leng khong sie tok sin kang yang maha dahsyat” Tan sianseng berpaling dan memandang sekejap kearah Cu Siau-hong, kemudian katanya:

“Walaupun ilmu pedang Tay lo cap ji si belum tentu bisa membinasakan diriku, namun aku masih tak ingin menempuh bahaya tersebut”

“Tan sianseng!” Cu Siau-hong segera tertawa dingin, “Bila kau tak mampu mematahkan ilmu pedang Tay lo cap ji si ku itu, mungkin sore nanti sulit bagimu untuk mengusir kami dari tebing Yang jit gay ini”

Mendadak Tan sianseng tertawa bergelakan, kemudian serunya:

“Cu Siau-hong, berterus teranglah kepadaku, sebenarnya apa hubunganmu dengan Toa sianseng?”

“Tidak ada, pada hakekatnya aku tidak kenal dengannya”

“Kalau memang begitu tunggu saja saat kematianmu!”

Mendadak dia membalikkan tangannya dan melepaskan sebutir benda bulat seperti peluru yang berwarna hitam. Peluru hitam itu sama sekali tidak menyerang ke tubuh Cu Siau-hong, melainkan menghantam sebuah batu cadas yang berada tak jauh dari sisi tubuh Cu Siau-hong.

Begitu Cu Siau-hong menyaksikan keadaan tak beres, dengan suara keras segera bentaknya:

“Cepat menyebar!”

Dia mengembalikan badan dan menyelinap sejauh satu kaki dari tempat semula.

Ketika benda berwarna hitam itu membentur diatas batu, diiringi ledakan keras muncratlah selapis bubuk berwarna hitam ke empat penjuru. Dengan meminjam kabut hitam yang menyelimuti seluruh angkasa, Tan sianseng segera meninggalkan tempat itu.

Dengan cepatnya asap berwarna hitam itu menyebar ke seluruh permukaan tanah.

Ong Peng mencoba untuk memperhatikan dengan seksama, lalu serunya cepat:

“Seperti pasir berwarna hitam saja”

“Sekali pun terhitung sebagai semacam senjata rahasia, sewaktu dilepaskan tadi, sungguh membuat kami merasa amat terperanjat” sambung Kian Hui seng .

“Aku berpikir sudah pasti pasir hitam ada kegunaannya, hanya untuk sementara waktu sulit bagi kita untuk menemukannya”

Kian Hui seng memasang telinganya baik-baik, setelah memperhatikan beberapa lama, serunya agak kaget:

“Cobalah kalian dengar, suara apakah itu?”

Cu Siau-hong memasang telinga dan memperhatikannya dengan seksama, kemudian serunya:

“Aaah, mirip suara lebah!”

“Betul, orang she Tan itu pernah bilang, mempunyai semacam bubuk obat yang dipakai untuk memancing datangnya banyak sekali binatang beracun”

“Seandainya benar-benar ada sekelompok besar lebah beracun yang akan muncul disini, sudah jelas lebah-lebah tersebut tidak mudah dilawan, mari kita menyingkir saja” usul Ong Peng.

“Tidak sempat lagi, lebih baik kita menuju ke belakang batu besar itu dan menggunakan senjata untuk melindungi diri, bilamana perlu kita dapat merobek pakaian untuk dipakai menghadapi lebah-lebah beracun tersebut”

“Baik, selama banyak tahun ini sudah banyak sekali manusia berhati buas yang kuhadapi, tapi menghadapi lebah beracun baru kulakukan pertama kali ini”

“Sudah puluhan tahun lamanya aku berkelanan dalam dunia persilatan, namun selama ini pun belum pernah menghadapi makhluk-makhluk tersebut, aku tak percaya kalau sekelompok lebah beracun benar-benar bisa mencelakai kita”

Sementara beberapa orang itu masih berbincang-bincang, mereka bergerak mundur pula dari situ. Cu Siau-hong sendiri sembari mundur sembari tangannya tiada hentinya mengorek sejumlah pasir dan batu yang dimasukkan kedalam sakunya.

Dengan cepat Ong Peng sekalian dapat memahami maksud hati dari Cu Siau-hong, dengan cepat yang lain pun mengumpulkan sejumlah batuan kecil. Disini batu besar tersebut terdapat sebatang pohon siong rendah, Cu Siau hong segera mematahkan pula sebatang ranting pohon siong tersebut.

Tindakan mana segera ditiru pula oleh Ong Peng dan Tan Heng, kedua orang ini pun mematahkan beberapa batang ranting pohon.

Belum lama beberapa orang itu menyembunyikan diri, suatu dengungan keras yang memekikkan telinga telah berkumandang menusuk pendengaran.

Ketika mereka mendongakkan kepalanya, terlihatlah lebah-lebah raksasa yang panjangnya mencapai beberapa inci yang sedang terbang mendekat dengan kecepatan tinggi. Kian Hui seng segera berseru:

“Oooh..betapa besarnya lebah tersebut, sudah puluhan tahun aku berkelana dalam dunia persilatan, namun belum pernah kujumpai lebah-lebah yang sedemikian besarnya”

“Seandainya kita mempunyai sebatang obor, maka besar sekali kegunaannya” kata Ong Peng.

Cu Siau-hong memperhatikan sekejap keadaan situasi di sekeliling tempat itu kemudian katanya:

“Kita harus mencari akal untuk membendung mulut gua yang berada di sebelah kanan”

Ternyata batu raksasa itu menjulur ke depan dan berbentuk seperti sebuah bangunan rumah, asal lubang kecil di sebelah kanan bisa tertutup, maka lebah-lebah itu akan sukar untuk menerjang masuk.

Kian Hui seng segera berseru:

“Untuk menyimpan tenaga lebih baik kita membagi diri menjadi tiga rombongan dan bersama-sama mempertahankan bagian kanan”

“Baik” sahut Cu Siau-hong. “Biar aku dan toako turun tangan bersama-sama, coba kita lihat apakah bisa menemukan sesuatu cara yang terbaik untuk mengatasi hal ini”

Sementara itu sudah ada belasan ekor lebah raksasa yang menerjang ke balik batu besar tersebut.

Cu Siau-hong segera mengayunkan tangannya segenggam pasir segera meluncur ke tengah udara. Pasir yang disebar dengan disertai tenaga dalam dahsyat itu menyebabkan pasir-pasir tersebut meluncur kedepan dengan kekuatan luar biasa. Belasan ekor lebah besar itu segera terkena serangan dan pada mampus semua. Berhasil dengan serangannya, kepercayaan Cu Siau-hong terhadap diri sendiri menjadi semakin bertambah. Kian Hui seng mengayunkan tangannya melepaskan segenggam ranting pohon siong. Cara melepaskan serangan tersebut menggunakan ilmu Boan thian hoa yu (seluruh angkasa hujan bunga).

Begitu jarum-jarum cemara itu dilepaskan dengan cepat, senjata mana menyebar kemana-mana, kembali ada puluhan ekor lebah raksasa yang terkena serangan dan rontok. Ong Peng, Tan Heng, Seng Hong serta Hoa Wan bersama-sama mengayunkan pula tangannya melepaskan pasir serta jarum cemara.

Lagi-lagi ada puluhan ekor lebah raksasa yang mampus dan rontok ke atas tanah.

Akan tetapi suara dengungan keras yang berkumandang di angkasa makin lama semakin bertambah keras, didalam waktu singkat ada ribuan ekor lebah raksasa yang beterbangan di depan mulut goa tersebut. Lebah-lebah raksasa itu terbang sambung-menyambung dan pada hakekatnya hampir menutupi seluruh langit.

Dengan kekuatan yang begitu besar dan rapat, Cu Siau hong sekalian tak berani melancarkan serangannya dengan pasir serta jarum cemara lagi. Seandainya ribuan ekor lebah raksasa tersebut melancarkan serangan bersama-sama, sudah pasti kekuatan beberapa orang itu tak akan mampu untuk menahannya.

Tiba-tiba saja Kian Hui seng menemukan bahwa bersembunyi dibalik batu karang tersebut malah justru menyebabkan diri mereka terjebak di tempat yang buntu.

Bila ribuan lebah tersebut tiba-tiba menyerbu masuk bersama-sama,    sudah    pasti    sulit    bagi    mereka untuk menghindarkan diri. Yang lebih merepotkan lagi adalah tempat dibalik batu karang itu kelewat kecil sehingga meski mereka berkepandaian tinggi namun sulit untuk dikembangkan keluar.

Tujuan yang semula bermaksud untuk menghindari serangan lebah-lebah besar itu, kini malah berubah kena terkurung oleh lebah-lebah raksasa tersebut. Setiap orang agaknya mempunyai perasaan demikian, hanya saja perasaan tersebut tak sampai diutarakan keluar.

Sembari tertawa getir Cu Siau-hong segera berkata: “Sungguh tidak menyangka bukan? Sebenarnya kita bisa

meminjam batu karang ini untuk membendung serangan dari lebah-lebah raksasa tersebut, tapi kalau dilihat dari situasi yang terpampang didepan mata sekarang, tampaknya kita telah salah memilih tempat”

“Aku rasa masing-masing ada untung ruginya” sahut Kian Hui seng, “Sekali pun tempat ini membatasi ruang gerak kita sehingga sukar bagi kita untuk mengembangkan ilmu yang kita miliki, namun ada juga kegunaannya, batu raksasa ini telah melindungi tempat kosong, aku rasa cara yang terpenting bagi kita sekarang adalah bersama-sama membahas bagaimana caranya untuk menyumbat mati lubang yang masih ada ini”

“Siaute akan berdiri diluar gua, dengan menggunakan ranting pohon menghadang serangan utama yang datang dari tengah, sedangkan toako dan Ong Peng sekalian boleh bertahan di tengah mulut gua dan berusaha menahan sebanyak mungkin serbuan lebah beracun itu”

Mendengar usul tersebut, Kian Hui seng segera tertawa terbahak-bahak dengan suara lantang: “Haaaahh..haahhh..haaahh..aku rasa, asal kita berganti orang, hal ini bisa segera dilaksanakan”

“Bagaimana kalau aku?” tanya Ong Peng.

“Tidak bisa, aku saja” seru Kian Hui seng lagi. Kemudian setelah tertawa tergelak, sambungnya lebih jauh:

“Ilmu yang kulatih adalah Kun goan khi kang, bila kepandaian tersebut sedang kukerahkan maka pakaian yang dikenakan akan mengembang besar, sekujur tubuh akan menjadi keras seperti baja dan bisa pula dipakai untuk menahan tusukan dan pukulan. Aku percaya kecil sekali kemungkinan bagi mereka untuk menggigitku, apalagi racun dari lebah tersebut belum tentu bisa melukai aku !”

“Yang menakutkan dari lebah-lebah raksasa ini bukan pada ketajaman antupnya, melainkan racun yang ganas diujung antup tersebut..”

“Jika lebah tersebut tak mampu melukai diriku, bagaimana mungkin bisa menyebabkan aku keracunan?”

Cu Siau-hong mendongakkan kepalanya, dia saksikan lebah-lebah raksasa tersebut hanya berputar-putar di angkasa dan tak seekor pun yang menyerang ke bawah.

Pelan-pelan Kian Hui seng berjalan keluar dan berdiri di depan gua, betul juga, pakaian yang dikenakan segera menggelembung besar, jelas ilmu khikang yang dimilikinya telah berhasil mencapai pada puncak kesempurnaan. Yang lebih aneh lagi adalah lebah-lebah tersebut, selama ini binatang mana tak pernah menukik ke bawah untuk melancarkan serangan maut, bahkan setelah berputar beberapa kali, mereka lantas pergi meninggalkan tempat itu.

Memandang lebah-lebah raksasa yang telah terbang pergi itu, Kian Hui seng berkata: “Siau-hong, sebenarnya apa yang telah terjadi?” “Siaute sendiri pun tidak habis mengerti”

“Siau-hong, aku rasa apa yang diucapkan Tan sianseng rasanya masuk diakal juga, coba kau pikirkan dengan lebih seksama”

“Apa yang harus kupikirkan?”

“Coba kau pikir, apakah kau kenal dengan Toa sianseng mereka?”

“Jelas hal ini bukan sesuatu yang bisa terjadi” “Seandainya dia pernah menggunakan kedudukan atau

wajah yang lain menjumpaimu?”

“Waah, kalau soal begini mah siaute tak berani terlalu memastikan…”

“Perduli bagaimana pun buas dan berbahaya pertarungan ini, namun keadaan situasi sudah jelas, kita sudah dihadapkan dengan musuh yang tangguh dan seharusnya kita bisa melakukan pertarungan dengan mengandalkan kepandaian masing-masing, namun perkembangan situasi pada sat ini nampaknya makin lama berubah semakin kalut dan tidak karuan lagi”

“Tapi apa maksud tujuan mereka berbuat demikian?” “Soal ini sulit untuk dipecahkan, cuma ada satu hal yang

jelas tak bakal salah” “Soal apa?”

“Mereka cukup mengenal tentang dirimu”

“Yaa, siaute sendiri pun merasa keheranan atas kejadian ini” “Sesungguhnya Tan sianseng bukan bersikap mengalah, melainkan takut kalau sampai dibunuh oleh kongcu, tapi kali ini mereka telah mengundang pergi lebah-lebah raksasa tersebut, kejadian mana sungguh aneh sekali”

“Aku rasa persoalan ini tak mungkin akan berhenti sampai disini saja, mereka pasti mempunyai tindakan berikutnya”

“Semoga saja mereka tidak mempergunakan makhluk makhluk aneh tersebut lagi, alangkah baiknya kalau mereka bersedia mengandalkan kepandaian silat untuk melangsungkan pertarungan sengit disini”

“Toako..”

Belum habis Cu Siau-hong berkata, mendadak terdengar suara teguran nyaring berkumandang datang:

“Cu Siau-hong, lebah-lebah beracun itu sudah mengundurkan diri, silahkan kau turun kembali !”

Cu Siau-hong membalikkan badan sambil menegok ke bawah, tampak dibawah sebuah payung kebesaran berwarna kuning terdapat sebuah kursi kulit macan yang berlapiskan emas, diatas kursi tersebut duduk seseorang.

Oleh sebab dilindungi dengan kipas berwarna kuning, maka sukar untuk melihat jelas paras muka lawan, namun kalau dilihat dari pakaiannya yang berwarna merah, delapan puluh persen dia adalah seorang perempuan.

Di kedua belah sisi kursi kebesaran itu berdiri dua orang dayang, sedang keempat perempuan menggotong kursi, tanda itu adalah perempuan-perempuan mana hitam tinggi, berkaki besar lagi.

Orang yang barusan menegur Cu Siau-hong tak lain adalah Tan sianseng, dia berdiri depan kursi tersebut. Cu Siau-hong segera berseru:

“Toako, mari kita turun ke bawah dan melihat-lihat !” “Orang bilang, perempuan adalah makhluk yang paling

sukar dihadapi, kau harus berhati-hati” “Siaute mengerti!”

“Aku akan membukakan jalan bagimu”

Sembari berkata dia lantas turun kebawah dan berjalan lebih dahulu kedepan.

Cu Siau-hong tahu kalau niat tersebut tak mungkin bisa dihadang, terpaksa dia tidak menghalangi kepergiannya.

Ong Peng, Tan Heng, Seng Hong dan Hoa Wan segera mengikuti dibelakang tubuh Cu Siau-hong.

Tiba-tiba Tan sianseng menghadang jalan pergi Kian Hui seng, kemudian berseru:

“Harap kau berhenti sampai disini saja, yang diundang Ji sianseng untuk menghadap adalah Cu Siau-hong, buat apa saudara Kian berebut maju dahulu?”

Kian Hui seng mendengus dingin, namun ia berhenti juga.

Cu Siau-hong segera maju kedepan dan menghentikan langkahnya lebih kurang tujuh depa didepan orang tersebut, kemudian serunya dengan suara lantang:

“Aku harus menyebutmu sebagai sianseng? Ataukah Hujin?”

“sama saja” sahut orang dibalik paying kebesaran itu, “Cuma selamanya organisasi kami menggunakan sebutan sianseng untuk membedakan tingkat kedudukan, lebih baik kau menyebutku sebagai Ji sianseng saja…” Setelah tertawa dia melanjutkan:

“Tapi ada satu hal harus kuterangkan dulu kepadamu Cu Siau-hong, aku adalah seorang gadis perawan yang belum pernah menikah, jika kau enggan menyebut sianseng kepadaku panggil saja nona”

“Ji siocia..!” Orang itu tertawa.

“Bagus sekali, Cu Siau-hong, sekali pun kau merupakan musuh kami sesungguhnya kau adalah seorang musuh yang sangat menawan hati”

“Ji siocia, selain Toa sianseng, tampaknya kau merupakan tokoh yang menempati kursi nomor dua?”

“Sesungguhnya hal tersebut bukan merupakan suatu persoalan yang kelewat sukar untuk diduga, dengan tingkat kedudukan ini, pantaskah bagiku untuk berbincang-bincang denganmu?”

“Ji siocia mempunyai petunjuk apa?”

“Sebelum aku datang kemari, Toa sianseng telah memberitahukan sepatah kata kepadamu”

“Ohya? Apa yang dia katakan?”

“Dia suruh aku menasehati dirimu, selamanya lengan si belalang tak akan mampu menahan kereta”

“Aku cukup memahami maksud hatinya itu, Cuma aku merasakan bukan belalang, sedangkan kalian pun bukan kereta”

Suara yang semula halus, lembut dan hangat, tiba-tiba saja berubah menjadi dingin dan hambar:

“Cu Siau-hong, aku dapat merubah pendirian serta keputusan Toa sianseng” “Oooh, pendirian dan keputusan apakah itu?” “Membunuh kau”

“Selama beberapa waktu belakangan ini, saat kapankah kalian tak ingin membunuhku?” jengek Cu Siau-hong dingin.

“Tapi kami toh tidak pernah membunuhmu, hal mana bukan disebabkan kami tak bisa membunuhmu, melainkan mendapat perintah agar tidak membunuhmu”

“Apa maksud dari perkataan itu?”

“Oleh karena Toa sianseng sedikit agak membelai dirimu, maka mereka pun tak berani turun tangan secara sembarangan”

“Aku toh tidak kenal dengan Toa sianseng, mengapa dia harus melindungi serta membelai aku?”

“Bila kau masih bisa hidup, aku percaya dalam waktu yang tak lama lagi akan bisa bertemu dengan Toa sianseng. Sampai waktunya kau boleh menanyakan sendiri hal ini kepadanya!”

“Besok, dapatkah aku bertemu dengannya?” “Masalahnya sekarang adalah sanggupkah kau untuk

hidup sampai esok pagi?”

“Siapa yang mampu membunuhku?”

“Aku !” jawab Ji siocia tenang, “Apalagi aku pun merupakan satu-satunya orang yang bisa merubah keputusan Toa sianseng setiap saat..”

Cu Siau-hong segera tertawa.

“Ada satu hal, entah Ji siocia mengetahui atau tidak?” dia berkata pelan. “Coba katakan!”

“Kalian telah menguasai keluargaku bahkan hendak membunuh mereka semua”

“Yaa, memang ada kejadian seperti ini kendati pun Toa sianseng amat menyayangi dirimu akan tetapi kami tak akan melepaskan dirimu atau mengalah kelewat banyak kepadamu lantaran pandangan dari Toa sianseng tersebut”

“Seandainya hal ini benar-benar terjadi aku justru merasakan diriku kelewat dihina dan dicemooh kalian”

Ji siocia termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian berkata:

“Cara kerja kami memang kurang mencerminkan kejujuran serta keterbukaan, namun biasanya amat manjur, bukankah demikian?”

“Dengan kekuatan yang kalian miliki, sesungguhnya tidak patut untuk berbuat serendah dan sehina itu”

“Cu Siau-hong, perkataanmu makin lama semakin tak sedap didengar..”

“Bila kau mempunyai keyakinan bisa membantu aku, tidak seharusnya kalian menyandera anggota keluargaku”

“Sebenarnya kami tidak bermaksud membunuhmu, tapi kau terlalu brutal dan tak tahu diri, jadi sulit bagi kami untuk mengatakannya keluar..”

“Sekarang, sebelum memperoleh jawaban dari Toa sianseng mungkin kau tak akan mencelakai anggota keluargaku bukan?”

“Tapi aku dapat segera menyuruh mereka untuk menyampaikan perintah pembunuhan tersebut” “Ji siocia!” kata Cu Siau-hong kemudian dingin, “Aku tak bakal takluk kepadamu, aku pun tidak percaya kalau kau benar-benar sanggup untuk membinasakan aku!”

“Kalau didengar dari nada pembicaraanmu itu, tampaknya kau sedang menantangku untuk berduel?”

“Apabila Ji siocia bersedia memberi petunjuk satu dua jurus, tentu saja tawaran ini akan kusambut dengan senang hati”

Tiba-tiba Ji siocia menghela napas panjang.

“Aaai..Cu Siau-hong, kau benar-benar sombong dan latah sekali…!”

“Nona, bagaimana keputusanmu?”

“Kecuali kau, aku tak ingin berjumpa dengan siapa saja, lebih baik suruhlah beberapa orang temanmu itu untuk mundur hingga ketempat yang tak bisa melihat kemari”

“Bagaimana dengan orang-orangmu?”

“Tentu saja mereka pun harus mengundurkan diri dari sini”

Cu Siau-hong tidak segera menjawab, dia termenung sambil membungkam dalam seribu bahasa.

Tapi pada saat itulah Ji siocia telah membentak pembantu-pembantunya agar mengundurkan diri. Termasuk Tan sianseng diantaranya, dengan cepat mereka sudah mengundurkan diri dari situ dan lenyap dari pandangan.

Cu Siau-hong segera berpaling dan memandang sekejap kearah Kian Hui seng, kemudian baru ujarnya: “Toako, ajaklah mereka untuk mengundurkan diri lebih dulu ke belakang batu karang itu, bila siaute membutuhkan sesuatu, tentu akan kuundang toako”

“Baik, kau harus berhati-hati” pesan Kian Hui seng.

Kemudian sambil mengajak Ong Peng sekalian berlalu dari tempat kejadian.

Dengan demikian maka dalam lembah tersebut tinggal Cu Siau-hong serta si nona yang berada dibawah paying kebesaran.

Dengan sorot mata Cu Siau-hong yang tajam, dia dapat melihat keadaan dibalik payung kebesaran tersebut. Seorang perempuan berbaju kuning duduk pada kursi kebesaran tersebut.

Wajahnya tertutup oleh selembar kain kuning oleh sebab itu tak dapat terlihat paras muka aslinya. Dalam kenyataan sepasang tangannya pun tersembunyi dibalik ujung bajunya, sehingga tidak dapat terlihat jelas.

Hanya dari potongan badan serta dandanan pakaian yang dikenakan saja dapat terlihat jika dia adalah perempuan.

Sementara itu semua orang sudah mengundurkan diri dari sudut pandangan saat itulah pelan-pelan Ji siocia baru menyingkap payung serta berjalan keluar, ujarnya:

“Cu Siau-hong aku tak ingin bertarung menggunakan senjata melawanmu, maka aku berharap setelah kulepaskan kain kerudung cadar mukaku ini kita dapat melangsungkan pembicaraan dengan lebih gembira dan leluasa..”

“Ooohh..!”

“Cu Siau-hong aku membutuhkan sebuah jawabanmu yang tegas dan pasti..” “Sebelum Ji siocia mengajukan pertanyaan bagaimana mungkin aku bisa menjawab?”

“Cu Siau-hong, tahukah kau apa sebabnya aku mengenakan kain cadar tersebut?”

“Aku tidak tahu!”

“Sebab bagi orang yang telah melihat paras muka asliku hanya ada dua jalan yang dapat ditempuh, satu adalah menjadi temanku, sedang yang lain adalah menjadi musuhku, coba kaui lihat, kesempatan yang manakah yang lebih besar untuk kita berdua?”

Sembari berkata dia mengeluarkan sepasang tangannya dari balik ujung baju kuningnya, sebuah tangan yang lembut, halus dan sangat cantik menawan.

“Sebagai sahabat sejati, seharusnya hal mana terjalin tanpa dibebani dengan berbagai syarat, bila ada syaratnya berarti bukan sahabat sejati juga bukan berarti teman yang sebenarnya, bila Ji siocia merasa sulit bagi kita untuk mencari kesepakatan kata, lebih baik kau tak usah melepaskan kain cadarmu itu”

“Cu Siau-hong, apakah kau tak ingin dipengaruhi oleh perasaan ingin tahu?”

“Tidak, aku amat dipengaruhi oleh perasaan ingin tahu, aku pun berharap kau bisa melepaskan kain cadarmu serta menyaksikan paras muka aslimu, namun kau sepanjang hari menggunakan kain cadar terus menerus, hal ini sudah pasti ada alasannya, bila aku harus melanggar  pantanganmu hanya gara-gara perasaan ingin tahu, sehingga akhirnya harus menciptakan suasana yang tidak gembira, sudah jelas hal ini merupakan suatu kerugian besar bagiku”

Ji siocia kembali manggut-manggut. “Meski usiamu masih kecil, ternyata memiliki keyakinan serta kemampuan mengendalikan diri yang hebat, benar benar suatu sikap yang tidak mudah didapat”

“terima kasih banyak atas pujian dari Ji siocia” “Menurut laporan Tan sianseng, konon dia sudah

menjelaskan kepadamu sekitar masalah perguruan Bu-khek bun kalian?”

“Penjelasan tersebut tak lebih hanya dapat menghilangkan perasaan dendam kesumatku atas pembantaian terhadap perguruanku”

“Apabila halangan kecil inilah yang merupakan penyebab dari keenggananmu bergabung dengan organisasi kami, kami bersedia memberikan suatu jawaban yang sempurna dan menguntungkan bagi dirimu”

“Oya?”

“Bagaimana? Dapatkah hal ini membuatmu puas?” “Aku sungguh merasa keheranan, apa sebabnya kalian

harus berebut mendapatkan aku? Tapi aku pun mengerti, sudah jelas hal ini bukan dikarenakan kepandaian silat yang kumiliki”

Ji siocia tertawa terkekeh-kekeh.

“Heeeh..heehh..heeeh. yang paling membuatku berkesan adalah kecerdasanmu, terus terang saja, ilmu silatmu memang bagus, tapi hal itu bukan merupakan alasan utama mengapa kami berdaya upaya untuk mendapatkan kau, apalagi kami pun tidak terlalu membutuhkan manusia berilmu tinggi seperti kau”

“Manusia harus tahu diri, dan aku pun mengerti kalau kehadiranku di organisasi kalian tidak mempunyai arti penting yang terlalu istimewa” “Penting atau tidak penting, mengapa pula kami harus mengorbankan banyak tenaga dan kekuatan untuk berusaha mendapatkan kau?”

“Aku sendiri benar-benar tak bisa menemukan dimanakah letak alasan tersebut”

“Cu Siau-hong, jangan terlalu mengharapkan sesuatu dari Pena Wasiat, dia tak akan membantumu, juga jangan engkau mengharapkan sesuatu dari berbagai perguruan besar dalam dunia persilatan, sebab kekuatan mereka terbatas sekali, apalagi mereka pun tak akan sejujur dan berjiwa besar seperti apa yang kau harapkan”

“Ji siocia, dewasa ini kami mempunyai banyak jago..” “Aaah, itu mah tak lebih hanya segerombolan anjing

kelaparan” Ji siocia kata,

“Kekuatan mereka tak akan mampu menahan serangan kami, bila ingin mengandalkan kekuatan meraka..”

Sambil tertawa Cu Siau-hong menyela pula:

“Aku tak akan mengandalkan kekuatan mereka, aku hanya ingin menerangkan bahwa dalam dunia persilatan masih terdapat banyak lelaki berjiwa besar, mereka tahu kalau kemampuan yang dimilikinya amat terbatas, namun mereka bersedia mempertaruhkan jiwa raganya untuk bertarung sampai titik darah penghabisan”

“jadi kalau begitu kau masih saja tak mau sadar?”

“Bila mengikuti cara pembicaraanku tadi, seharusnya aku memang termasuk orang yang berwatak keras kepala”

“Konon kau pernah belajar ilmu pedang Tay lo cap ji si?” tegur Ji siocia dingin.

“Begitulah yang dikatakan Tan sianseng!” “Ilmu pedang Tay lo cap ji si merupakan ilmu pedang tingkat atas yang luar biasa tapi sudah berapa tingkat kesempurnaan yang berhasil kau capai?”

“Tidak terlalu sempurna”

“Aku sudah berlatih selama sepuluh tahun” kata Ji siocia lagi.

“Oya?”

“Sekarang cabut keluar pedangmu! Oleh karena aku tak mampu menaklukkan kau dengan kata-kata, terpaksa akan kubunuh dirimu sehingga jangan sampai memelihara bibit bencana untuk kemudian hari”

“Aku bersedia mengiringi kehendakmu itu dengan mempertaruhkan jiwa, Cuma aku mempunyai sedikit permintaan, harap Ji siocia sudi memenuhinya..”

“Katakan !”

“Jangan lukai keluargaku karena mereka tak pandai silat, lagi pula bukan anggota persilatan”

Ji siocia termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian baru menyahut:

“Baik kalau kau mati disini, akan kukabulkan permintaanmu itu..!”

Sudah jelas maksud dari pembicaraan tersebut, bila ia tidak tewas disitu berarti janji tersebut dianggap batal dan tidak berlaku lagi.

Dengan hormat Cu Siau-hong memberi hormat, lalu katanya:

“Setelah kuperoleh jawabanmu itu, sekali pun mati, aku pun akan mati dengan perasaan tenang” Pelan-pelan tangan kanannya meraba gagang pedang. Ji siocia masih tetap berdiri serius di tempat semula. Melihat itu Cu Siau-hong segera melepaskan kembali genggamannya pada gagang pedang tersebut.

“Mengapa kau tidak turun tangan?” tegur Ji siocia kemudian.

“Ji siocia tidak membawa senjata?”

“Pedang yang sesungguhnya untuk membunuh orang lain, selamanya harus disimpan dalam tempat yang tidak diketahui orang” kata Ji siocia pelan.

Mendadak dia mengayunkan tangan kanannya. Tampak cahaya tajam berkelebat lewat serentetan cahaya pedang berkelebat dan tahu-tahu sudah menempel diatas leher Cu Siau-hong.

Untuk beberapa saat Cu Siau-hong jadi termangu mangu, kemudian pujinya:

“Suatu ilmu pedang yang amat cepat” Ji siocia tersenyum.

“Cu Siau-hong, sekarang bila aku ingin membunuhmu maka hal ini bisa kulakukan dengan gampang sekali”

Mau tak mau Cu Siau-hong mengakui akan kebenaran dari ucapan tersebut.

Pelan-pelan Ji siocia menarik kembali pedangnya, kemudian berkata lagi:

“Paling tidak, kau boleh mempercayai satu hal bukan” “Oya?”

“Kami mampu membunuhmu, hanya kami tidak melaksanakan hal tersebut saja” “Aku hanya percaya kalau Ji siocia dapat membunuhku, karena kau telah membuktikan kalau memiliki kepandaian tersebut”

Ji siocia mendesis lirih:

“Kau benar-benar keras kepala tapi menawan hati, selalu tunduk dengan kenyataan yang ada”

“Bolehkah kuucapkan pula sepatah kata?” “Baik, katakanlah!”

“Gerakanmu sewaktu mencabut pedang memang jauh lebih cepat daripadaku dan hal ini kuakui”

“Tapi kau masih agak kurang percaya bila aku pun bisa mengalahkan kau?”

“Seandainya kau benar-benar bisa mengalahkan aku, tentu saja aku akan lebih kagum lagi”

“Cu Siau-hong, aku dapat memberi satu kesempatan kepadamu untuk membuktikan hal ini, cuma setelah terbukti nanti, apa yang hendak kau lakukan?”

Cu Siau-hong tertawa.

“Menurut peraturan yang berlaku dalam dunia persilatan, aku harus membuang senjata mengaku kalah serta menerima hukuman darimu bukan?”

“Apakah kau enggan melakukan seperti apa yang berlaku menurut peraturan dunia persilatan pada umumnya?”

“Benar!”

“Baik, coba kau katakan apa rencanamu selanjutnya?” “Tak usah kuutarakan lebih dulu, sampai wakttunya nanti aku pasti akan memberikan suatu pertanggungjawaban yang memuaskan kepada Ji siocia..”

Ji siocia tersenyum dan manggut-manggut. “Baik..sekarang kau boleh meloloskan senjatamu!”

Cu Siau-hong dapat merasakan bahwa sikap Ji siocia terhadapnya boleh dibilang sabarnya luar biasa.

Setelah menghembuskan napas panjang daan menggenggam kembali gagang pedangnya, Cu Siau-hong berkata agak sedih:

“Ji siocia aku masih mempunyai satu permintaan lagi!” “Katakanlah!”

--------OOkzOO-----------

“Seandainya aku berhasil mengungguli Ji siocia dengan satu atau setengah jurus, aku mohon Ji siocia bersedia melepaskan keluargaku itu”

“Tentu saja, bila kau unggul dariku, kau boleh mengajukan syarat apapun”

“Yang kalian benci, yang kalian dendam hanya aku seorang, oleh sebab itu sekalipun aku kalah, kalian pun tidak seharusnya mencelakai anggota keluargaku bukan?”

“Cara kerja organisasi kami adalah mementingkan besarnya manfaat, kami tak pernah memperhatikan soal cara tersebut seharusnya digunakan atau tidak..”

“Ji siocia, maksudku bila aku sudah tidak menjadi musuhmu lagi, seharusnya kalian pun akan melepaskan anggota keluargaku bukan?”

“Soal ini tak perlu kau kuatirkan, bila kau sudah bukan musuh kami lagi, bukan saja mereka tak akan mendapat gangguan bahkan kami pun akan mengerahkan segenap kemampuan yang kami miliki untuk melindungi keselamatan mereka”

“Melindungi sih tak perlu, aku hanya berharap mereka dapat dibiarkan kembali ke rumah serta melewati penghidupan yang tenang seperti sedia kala, mereka bukan anggota persilatan lebih baik jangan dilibatkan lagi kedalam masalah dunia persilatan”

“Baiklah, kukabulkan permintaan itu, bahkan pasti akan kulakukan..”

“Kalau begitu kuucapkan banyak terima kasih dulu kepada Ji siocia..” seru Cu Siau-hong sambil menjura.

Ternyata Ji siocia balas membungkukkan badannya memberi hormat pula.

“Tak usah banyak adat!” serunya.

Pelan-pelan Cu Siau-hong meloloskan pedangnya, kemudian berkata lagi :

“Ji siocia,berhati-hatilah, aku akan segera turun tangan” “Silahkan” Ji siocia manggut-manggut.

Cu Siau-hong menggetarkan pedangnya dan segera melepaskan sebuah tusukan kedepan.

Dengan cekatan Ji siocia mengigos kesamping untuk menghindarkan diri. Pedangnya yang berada di ujung baju sama sekali tidak digunakan, nampaknya dia masih bertangan kosong belaka.

Sebenarnya Cu Siau-hong hendak menyuruh nona itu mencabut pedangnya, tapi ia berpikir lagi, sebagai jagoan yang berilmu silat jauh lebih tinggi daripadanya, semestinya tak perlu diberi peringatan lagi. Karena berpikir demikian, dia lantas memutar pedangnya dan mengembangkan serangkaian serangan gencar yang dahsyat dan luar biasa.

Tampak cahaya tajam berkilauan di angkasa, selapis cahaya pedang menggulung ke depan.

Paras muka Ji siocia segera berubah menjadi dingin dan serius, tangan kanannya cepat dikebaskan ke muka, sekilas cahaya tajam segera membendung datangnya ancaman dari Cu Siau-hong tersebut.

Serangan Cu Siau-hong yang gencar dan maha dahsyat itu akhirnya berhasil memaksa Ji siocia untuk meloloskan senjatamya.

Jurus pedang yang digunakan Cu Siau-hong sangat kalut dan gado-gado, namun setiap jurus yang berbeda itu justru mendatangkan kedahsyatan serta daya pengaruh yang mengerikan.

Ketika menyambut lima puluh jurus serangan dari pemuda tersebut, Ji siocia sudah tak sanggup menahan diri pada posisi yang semula lagi, tubuhnya mulai bergeser kesamping atau mundur kebelakang untuk menahan ancaman Cu Siau-hong yang makin menghebat.

Dari delapan puluh jurus serangan yang dilancarkan Cu Siau-hong, ternyata tak sejurus serangan pun yang merupakan serangkaian ilmu pedang yang utuh, setiap jurus boleh dibilang berdiri sendiri dan sama sekali tiada hubungannya dengan jurus serangan yang lain.

Kalau pada permulaan pertarungan itu berlangsung, Ji siocia masih bisa bertindak sekehendaknya sendiri tapi sekarang mau tak mau dia harus bersikap lebih berhati-hati.

Jurus serangan yang dipergunakan Cu Siau-hong tampaknya sama sekali diluar dugaannya. Dengan cepat Ji siocia berhasil membendung lagi tiga jurus serangan dari Cu Siau-hong, kemudian pelan-pelan berkata:

“Tahan!”

Cu Siau-hong segera menghentikan serangannya kemudian sambil menghela napas katanya:

“Aaaai..sungguh memalukan, sungguh tak kusangka delapan puluh jurus serangan yang kulancarkan secara beruntun belum berhasil juga mendesakmu”

“Aku lihat kepandaian silatmu sudah cukup hebat, buktinya bisa memaksaku meloloskan pedang, bahkan mendesakku lagi untuk menggeserkan badan”

“Cuma aku tahu tiada kesempatan bagiku untuk dapat mengungguli dirimu”

“Memang tidak banyak manusia dalam dunia persilatan ini yang sanggup mengungguli aku”

“Ji siocia, aku berharap apa yang telah kau sanggupi bisa kau laksanakan seperti janji, janganlah melukai anggota keluargaku”

Mendadak dia membalikkan pedangnya dengan menempelkan mata pedang yang tajam tersebut keatas tenggorokan sendiri.

“Cu Siau-hong, apa yang hendak kau lakukan?” buru buru Ji siocia bertanya.

“Sudah kukatakan, aku dapat memberikan suatu pertanggungjawaban yang sempurna kepadamu”

“Bunuh diri?”

“Aku tahu, tak mungkin bagiku untuk mengungguli kau” “Oya?” “Terhadap persoalan ini aku telah berupaya sekuat kemampuanku, maka seandainya kematianku sekarang dapat menyelamatkan anggota keluargaku dari ancaman kematian, bukankah hal ini merupakan suatu tindakan yang amat sempurna?”

“Padahal kau seharusnya mempunyai banyak kesempatan untuk berbuat demikian, paling tidak kau belum menggunakan ilmu Tay lo cap ji si mu itu”

“Tan sianseng bisa dua jurus, dengan kedudukanmu yang tinggi, semestinya semua jurus serangan tersebut telah kau pelajari”

“Heeeh…heeh..nampaknya kau merupakan seorang yang gampang mengaku kalah?” jengek Ji siocia sambil tertawa dingin.

“Tidak! Aku sadar kalau kemampuanku tak cukup untuk menegakkan keadilan dan kebenaran bagi dunia persilatan, oleh sebab itu aku harus menggunakan kemampuan yang kumiliki untuk menyelamatkan anggota keluargaku”

Ji siocia termenung sambil berpikir sejenak, kemudian katanya sambil tertawa:

“Cu Siau-hong, untuk mati saja kau tidak takut, kalau begitu tiada persoalan yang bisa membuatmu takut?”

“Ehmmmm!”

“Mengapa tidak bergabung saja dengan organisasi kami? Dengan kepandaian silat yang kau miliki paling tidak kau bisa menempati kursi kelima”

“Aku tak mampu menghadapi kalian saja sudah cukup membuatku tak tenteram, apalagi suruh aku menyerah?”

“Baiklah! Kalau toh kau bersikeras ingin mati, silahkan saja kau lakukan kehendak hatimu itu, tapi aku tidak akan menyanggupi untuk menjamin keselamatan anggota keluargamu”

Mendengar perkataan ini, Cu Siau-hong lantas berpikir: “Tampaknya aku mempunyai semacam nilai bagi

mereka, oleh sebab itu mereka selalu berusaha untuk mempertahankan hidupmu”

Cuma dia tidak habis mengerti sebenarnya nilai apakah yang dimilikinya terhadap organisasi tersebut?

Oleh karena tujuannya telah tercapai maka apabila dia tidak pergunakan kesempatan ini untuk mengundurkan diri, rasanya sulit untuk menemukan kembali kesempatan terbaik ini dilain saat.

Berpikir demikian, pelan-pelan dia menarik kembali pedangnya sembari berkata:

“Ji siocia, maksudmu aku harus menguasahi keinginanku ini?”

“Bagaimanakah kami hendak menghadapi anggota keluargamu, hingga kini aku pun belum tahu dengan pasti, maka cara yang terbaik adalah mengajakmu untuk menjumpai Toa sianseng, agar dia sendirilah yang memberikan jaminan kepadamu”

Cu Siau-hong segera berpikir dalam hati:

“Kitab pusaka tanpa nama yang diserahkan Lo-liok si penjaga kuda kepadaku berisikan ilmu Tay lo cap ji si, tapi kepandaian tersebut merupakan juga ilmu simpanan dari Toa sianseng mereka. Apa pula yang ingin mereka tanyakan lagi kepadaku? Lo-liok telah mati, tapi jenazahnya tidak ditemukan, peti matinya berada dalam keadaan kosong,  jelas  dia  bermaksud hanya  untuk  pura-pura mati saja, tapi apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa pula dia berbuat demikian?”

Pelbagai pertanyaan yang mencurigakan hatinya itu muncul secara bertubi-tubi dan segera memenuhi seluruh benaknya, untuk beberapa saat dia sampai lupa untuk menjawab perkataan lawan.

Sambil tertawa Ji siocia berkata lagi:

“Cu Siau-hong, bagaimanakah menurut maksud hatimu?”

“Kemanakah kita harus menjumpai Toa sianseng?” Tanya Cu Siau-hong kemudian.

“Tidak terlalu jauh, bila kau setuju, aku akan segera mengajakmu kesana”

Kembali Cu Siau-hong berpikir:

“Berbicara pulang pergi, dia hanya berniat untuk mengajakku meninggalkan tempat ini, besok merupakan saat munculnya Pena Wasiat, tampaknya maksud tujuan mereka adalah tidak berharap aku bisa menyaksikan kejadian tersebut”

Tampaknya Ji siocia sudah dapat menyaksikan kesulitan yang dihadapi Cu Siau-hong, sambil menghembuskan napas panjang, katanya kemudian:

“Cu Siau-hong, apakah hati kecilmu penuh diliputi oleh perasaan ingin tahu?”

“Maksud Ji siocia adalah…”

“Bukankah kau ingin sekali menyaksikan kemunculan dari Pena Wasiat?”

Oleh karena rahasia hatinya telah tertebak lawan, terpaksa Cu Siau-hong harus mengakui. “Benar, Pena Wasiat menggetarkan seluruh kolong langit, hampir setiap orang mengetahui tentang Pena Wasiat, tentu saja aku harus melihat manusia macam apakah dia, mengapa dia munculkan diri dan apa pula yang hendak dikatakan olehnya”

Ji siocia termenung sambil berpikir beberapa saat, kemudian baru berkata:

“Cu Siau-hong, percayakah kau dengan peristiwa tersebut?”

“Berita tersebut tersiar dalam dunia persilatan, mengapa aku tidak mempercayainya?”

“Cu kongcu, sekali pun seseorang mempunyai kepandaian yang luar biasa, toh belum tentu dia bisa malang melintang dalam dunia persilatan dengan sekehendak hati sendiri”

Tampaknya perkataan tersebut belum selesai diutarakan, tapi secara tiba-tiba dia membungkam.

Cu Siau-hong mencoba untuk meresapi perkataan tersebut, mendadak dia merasa seperti ada sesuatu yang dimaksudkan, diam-diam dia mencoba untuk meresapinya.

“Apakah Pena Wasiat telah kau suap atau kau bunuh?” tanyanya kemudian.

“Cu Siau-hong, persoalan semacam itu hanya bisa diresapi tak dapat diucapkan, lebih baik kau  memikirkannya sendiri, bila sudah mengerti, simpan saja didalam hati”

Cu Siau-hong menghela napas panjang, pikirnya kemudian:

“Tampaknya aku telah menilai mereka kelewat rendah, organisasi ini bisa memiliki daya kemampuan yang begitu besar dengan perencanaan yang begitu sempurna, boleh dibilang tiada keduanya sepanjang sejarah dunia persilatan”

Sementara dia masih termenung, terdengar Ji siocia telah berkata kembali:

“Cu Siau-hong, apakah kau telah berhasil memahaminya?”

Tergerak hati Cu Siau-hong sesudah mendengar perkataan itu, kembali dia berpikir:

“Aku tak boleh menampilakan diri kelewat bodoh, namun penampilanku juga tak boleh kelewat pintar”

Sekalipun berada dalam posisi yang sulit dan susah, namun Cu Siau-hong merasa hatinya seperti dibakar, rasa ingin menangnya segera berkecamuk dalam benaknya.

Setelah menghembuskan napas panjang, dia lantas berkata:

“Ji siocia, aku belum dapat memahami keseluruhannya” “Belum bisa memahami secara keseluruhan? Kalau

begitu pikirlah pelan-pelan soal keinginanmu untuk menyaksikan kemunculan Pena Wasiat, rasanya sukar untuk terpenuhi”

“Ji siocia, seandainya aku mohon kepadamu untuk tinggal disini sambil melihat kemunculan Pena Wasiat, apakah kau akan mengijinkan kepadaku?”

“Tidak bisa, sebelum matahari terbenam nanti, kau harus meninggalkan tempat ini”

“Pergi menjumpai Toa sianseng?”

“Bila kau menguatirkan keselamatan ayah ibumu serta segenap anggota keluargamu, hanya ada satu cara yang bisa kau tempuh yakni pergi menjumpai Toa sianseng” “Bila kau menguatirkan keselamatan ayah ibumu serta segenap anggota keluargamu, hanya ada satu cara yang bisa kau tempuh yakni pergi menjumpai Toa sianseng”

Cu Siau-hong manggut-manggut.

“Baiklah, aku akan meninggalkan pesan dahulu kepada mereka” katanya kemudian.

“Kepada siapa?”

“Orang-orang yang datang bersamaku”

“Baik, akan kunantikan kedatanganmu, setelah kau selesai meninggalkan pesan kepada mereka, kita akan segera berangkat melakukan perjalanan”

“Apakah Ji siocia akan pergi bersamaku?”

“Kenapa? Apakah menganggap wajahku terlalu jelek sehingga kau enggan melakukan perjalanan bersamaku?”

“Tidak, aku sudah tahu kalau bukan tandingan nona, bila sudah mengaku kalah, tentu saja harus mengikuti semua perkataanmu”

Kemudian sambil membalikkan badan dia berjalan menuju kehadapan Kian Hui seng, setelah itu katanya:

“Kian toako, aku hendak pergi mengikuti nona Ji tersebut”

“Mengapa?”

“Sebab aku tak sanggup menandingi dirinya!” “Saudaraku, mari kubantu kau untuk berduel sampai

titik darah penghabisan”

“Toako, bukan masalah membantu atau tidak, sesungguhnya  siaute  pun  berharap  bisa  pergi  mengikuti mereka, aku ingin mengetahui manusia macam apakah otak yang memimpin organisasi rahasia tersebut”

“Saudara, bukankah tindakanmu tersebut sama artinya dengan menghantar diri masuk perangkap?”

“Toako, sesungguhnya siaute sudah tidak mempunyai pilihan lain”

“Demi anggota keluargamu?”

“Selain dikarenakan anggota keluargaku, masih ada dua alasan lagi yang tak kalah pentingnya”

“Apa alasanmu?”

“Pertama, aku bukan tandingannya, kedua, bila tidak kujumpai Toa sianseng tersebut, mungkin sulit buat kita untuk meloloskan diri dari pengejaran mereka”

“Serius inikah persoalannya?” Tanya Kian Hui seng dengan kening berkerut.

“Yaa!”

Kian Hui seng termenung beberapa saat lamanya, kemudian baru berkata lagi:

“Bolehkah bagi kami untuk bertarung sampai titik darah penghabisan?”

“Kecil sekali peluang kita untuk meraih kemenangan, apalagi sekali terjun berarti beratus lembar jiwa manusia sebagai pertaruhannya, nilai tersebut kelewat besar”

Mendengar sampai disini, Kian Hui seng menghela napas panjang.

“Kalau dipikir kembali, sesungguhnya hal ini merupakan suatu persoalan yang sangat aneh kalau dimasa lalu setiap kali Pena Wasiat munculkan diri dalam dunia persilatan, berbagai   ciangbunjin   dari   partai   persilatan   besar  akan berdatangan semua untuk menyambut kemunculannya, tapi kali ini, kecuali dari rombongan kita saja, rasanya banyak yang turut hadir disini”

‘Yaa, siaute sendiri pun merasakan hal ini”

“Aku pernah menghadiri satu kali peristiwa munculnya Pena Wasiat dalam dunia persilatan, waktu itu terjadi di bukit Hengsan bagian selatan, sebelum Pena Wasiat menampakkan diri, jalan raya menuju ke bukit Hengsan hampir dipenuhi oleh empat lima ratus orang, bahkan banyak diantaranya yang merupakan ketua atau kuasa dari suatu perguruan tertentu, tapi kali ini tampaknya mereka tidak nampak semua”.

“Toako, bila mereka tidak muncul, sesungguhnya hal ini merupakan suatu tindakan yang tepat”

“Maksudmu mereka sudah berdatangan?”

“Soal ini siaute tak berani memastikan, namun jika mereka semua tidak datang, bukankah hal ini justru merupakan suatu peristiwa yang aneh sekali”

Kian Hui seng seperti terbayang pula akan suatu peristiwa yang menakutkan, namun dia mencoba untuk menahan diri dan tidak sampai mengutarakannya keluar.

“Kongcu, bila kau bersikeras hendak pergi bolehkah kami mengikuti dirimu?” bisik Ong Peng.

“Betul!” sambung Kian Hui seng, “Saudaraku bila kau hendak pergi, paling tidak harus mengajak dua orang”

“Sekali pun kuajak mereka berdua aku rasa toh tiada bantuan apa-apa yang bisa mereka berikan”

“Saudaraku, ucapanmu memang sangat masuk diakal, kepergian kita kali ini lebih besar bencana daripada keuntungannya, bila kita membawa dua orang lebih banyak paling tidak masih ada orang yang bisa kita ajak untuk berunding”

“Aku yang pergi” seru Ong Peng cepat.

Mendadak seru Seng Hong serta Hoa Wan: “Kami selalu melayani kongcu, sudah seharusnya kamilah yang ikut kongcu”

“Seng Hong seharusnya memang sekalian pergi” kata Ong Peng kemudian, ”Cuma kepandaian kalian masih terlampau cetek, mungkin kepergianku yang lebih bertambah lama bukanlah memberi bantuan yang lebih banyak”

Kian Hui seng manggut-manggut.

”Begini saja”, katanya ”Ong Peng! Seng Hong, kalian berdua boleh mengikutinya yang satu mengurusi kehidupannya, sedang yang lain bisa memberi petunjuk atau saran bilamana perlu”

”Baik, Toako, harap kau mengajak Tan Heng, Hoa Wan pulang, beritahu kepada Pek bi taysu agar mereka merundingkan cara melindungi keselamatan sendiri.

”Saudara, apakah kau masih ada pesan lain?” tanya Kian Hui seng.

”Toako, dewasa ini situasi yang kita hadapi sedang mengalami perubahan besar, aku rasa tiada rencana apa pun yang bisa dirundingkan lagi, cara berpikir kita sudah ketinggalan jaman, satu-satunya jalan untuk kita sekarang adalah bertindak mengikuti perubahan keadaan, cuma satu yang menjadi tujuan terutama kita, yakni mengurangi kematian”

”Aku mengerti saudaraku” ”Nah, kalau begitu siaute akan pergi” seru Cu Siau-hong kemudian.

Setelah berpaling dan memandang sekejap kearah Ong Peng serta Seng Hong, dia berkata lagi:

”Untuk sementara waktu kalian boleh berjaga disini dulu, akan aku sampaikan hal ini kepada Ji siocia, bila ia setuju baru kalian menunggu panggilanku”

Tampaknya Ji siocia menunggu dengan amat sabar, dia menunggu sampai pemuda itu mendekat dihadapan mereka sebelum menegur sambil tertawa lebar:

”Sudah selesaikah pekerjaanmu?”

”Sudah, sudah selesai, cuma aku masih ada satu persoalan yang hendak kusampaikan kepada Ji siocia”

”Tidak berani, Siau-hong silahkan kau utarakan!” ”Aku ingin mengajak dua orang”

”Buat apa mesti mengajak dua orang?”

”Orang yang diajak Cu Siau-hong tak nanti lebih lihay dari Cu Siau-hong sendiri, tentang soal ini Ji siocia tak perlu merasa kuatir”

”Aku bukan menguatirkan jago-jago lihaymu itu, terus terang saja diantara rombongan tersebut, kecuali kau seorang, yang lain sama sekali tidak kupikirkan didalam hati, aku hanya ingin tahu apa maksudmu membawa orang?”

-oo>d’w<oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar