Tiba-tiba kakek berbaju hitam itu berkata:
“Si Han, Si Ih nio kalian adalah pengkhianat, seorang perngkhianat tak akan mendapatkan tempat duduk.”
“Kami sudah memasuki rumah gubug ini, soal duduk atau tidak sama saja buat kami,” jawab Si Han cepat.
Manusia berbaju hitam itu mendengus dingin, serunya lagi dengan suara menyeramkan.
“Kalian dua saudara akan memperoleh akhir nasib yang paling tragis…!” Si Han sama sekali tidak menggubris ucapan tersebut, sinar matanya dialihkan ke wajah Oh Hong cun sambil berseru:
“Silahkan kalian duduk!”
Dalam pada itu Cu Siau-hong telah memeriksa beberapa buah kursi bambu itu dengan seksama, setelah tahu kalau tiada sesuatu yang aneh dia lantas duduk lebih dulu.
Tempat duduk yang dipilihnya adalah kursi yang terakhir dekat pada dinding sebelah kanan.
Oh Hong cun pun segera duduk ditengah dikelilingi oleh Kian Hui seng disebelah kiri dan Thian Pak liat disebelah kanan.
Sedangkan dua bersaudara Si berdiri disisi Cu Siau-hong. Setelah semua orang duduk, Oh Hong cun baru berkata: “Tolong tanya, apakah saudara memiliki nama? Apabila
nama asli tak bisa diutarakan, seharusnya kau menyebutkan
nama gelaranmu agar kami bisa memanggil dengan lebih leluasa.”
Manusia berbaju hitam itu termenung sebentar kemudian sahutnya:
“Kalian boleh menyebutku sebagai Lak sianseng!” “Lak sianseng?”
“Kita bukan berniat untuk mengikat tali persahabatan, buat apa mesti disebutkan secara jelas? Bukankah demikian?”
“Kalau tahu begitu, aku pun tak usah banyak bertanya lagi tentang soal ini..”
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya: “Saudarakah yang telah mengundang kedatangan kami?” “Apakah Lak sianseng bisa mengambil keputusan?”
“Itu mah tergantung dari persyaratan kalian, tapi kebanyakan aku bisa member keputusan.”
“Bagus! Kalau begitu, Lak sianseng boleh memberikan kepada kami apa maksudmu mengundang kedatangan kami kemari.”
“Apakah Si Han tidak memberitahukan kepada kalian?” “Dia sudah mengatakan, konon kami semua telah
terkena semacam racun tanpa wujud yang hebat, benarkah demikian?”
“Yaa, seratus persen benar, bahkan racun itu akan mulai kambuh besok.”
“Aku orang she Oh benar-benar keheranan, kalau toh besok kita akan mati, mengapa kalian mengundang kami kemari? Apakah kalian sudah tidak tahan untuk meninggu barang sehari saja?”
“Bukannya begitu, sekalipun harus menunggu sepuluh sampai setengah bulan pun kami tetap akan sabar menunggu, hanya persoalannya sekarang, kami merasa kasihan bila banyak diantara kalian yang harus mati secara tiba-tiba.”
“Waaah, kalau begitu kalian orang saleh yang berhati mulia!” ejek Oh Hong cun cepat.
“Bagaimanapun juga, yang disebut manusia tetap memiliki sifat kemanusiaan, apalagi jika beratus orang harus mati bersama-sama, oohh..sungguh peristiwa tersebut merupakan suatu kejadian yang sangat tidak menggembirakan” “Tidak mungkin,” kata Cu Siau-hong, “Tiba-tiba sepanjang jalan kalian telah menyiapkan berbagai jebakan dan perangkap jahat, namun perangkap itu tak lebih hanya mengharapkan agar kami semua mampus ditangan kalian, aku jadi heran sekarang kalau toh kami semua telah keracunan, mengapa justru kalian berbelas kasihan?”
“Maksudku mengundang kedatangan kalian hanyalah ingin memberitahukan masalah ini saja, andaikata kau kurang begitu percaya, lebih baik kita tak usah berbincang lebih jauh.”
“Seandainya pembicaraan kita dapat berlangsung dengan baik?”
“Bila pembicaraan kita berlangsung dengan baik, kami pun bersedia menghadiahkan obat penawar tersebut untuk membebaskan racun dalam tubuh kalian, sebaliknya bila pembicaraan tak bisa berlangsung sebagaimana mestinya, silahkan saja kalian berlalu dan setelah kuberitahukan hal tersebut, tentunya kalian pun boleh bersiap-siap untuk menghadapi kambuhnya racun mana.”
“Lak sianseng, apakah tiada alasan lain?” tanya Oh Hong cun lagi,
“Tidak ada.”
“Sayang sekali, lohu tidak percaya.”
“Apa yang kau kehendaki baru bisa mempercayai hal ini?”
“Utarakan alasanmu yang sebenarnya?”
“Tiada alasan yang sebenarnya, diantara kita hanya ada pertukaran syarat, bila pertukaran syarat bisa dilangsungkan secara baik, kuberikan obat penawar itu, bila syaratnya kurang memadai, kalian boleh pulang untuk menyiapkan peti mati buat diri sendiri.”
“Lak sianseng, silahkan kau utarakan syarat-syaratmu itu, kami harus mempertimbangkan dahulu sebelum dapat memberikan suatu jawaban yang pasti.”
“Baik! Kalian harus letakkan senjata, serahkan orang orangmu yang kuminta, kemudian pergi dari sini pulang, inilah syarat kami secara keseluruhan dan aku rasa cukup memadai serta tidak keterlaluan.”
“Yaa, memang tidak kelewatan, cuma bagi kami sama sekali tiada jaminannya.”
“Maksudmu?”
“Andaikata kami sudah menyerahkan senjata serta orang yang kalian minta, sebaliknya kalian tidak menyerahkan obat penawar tersebut untuk kami, bukankah kami bakal berabe?”
“Omong kosong, masa kami akan berbuat demikian?” “Sekalipun Lak sianseng belum tentu berbuat demikian,
toh kami tak dapat mempercayai dengan begitu saja, maka aku rasa lebih baik memakai caraku saja.”
“Baik ! Katakanlah!”
“Kalian harus menyerahkan obat penawarnya lebih dulu, kemudian kami baru menyerahkan orangnya,”
Kontan saja manusia berbaju hitam itu tertawa dingin.
“Heeeh…heeeh…heeeh…hal ini tidak mungkin..” “Kalau tidak mungkin, berarti pembicaraan ini pun tak
bisa dilanjutkan lebih jauh, sebab kami sendiri sesungguhnya kurang percaya kalau keracunan..” “Jangan lupa, kami pun masih mempunyai cara yang lebih hebat lagi,” sambung Siau-hong.
“Kalian paling banter Cuma bisa hidup sehari lagi, permainan busuk apa yang bisa digunakan lagi?” jengek kakek itu.
“Pertama, kami bisa membunuhmu lebih dulu, kedua, kami pun dapat mengungkapkan latar belakang yang dia ucapkan tersebut ke seluruh dunia persilatan.”
Kakek berbaju hitam itu segera tertawa: “Kau…”
Cu Siau-hong tertawa, tukasnya:
“Bukankah kami sudah hampir mati? Bagi seseorang yang sudah hampir mati, apa pula yang harus ditakuti?”
“Benarkah kalian berani berbuat demikian, dan tidak menggubris keselamatan orang yang lain?”
“Kami tak mampu menolong mereka termasuk pula kami sendiri didalamnya, tapi kami tak akan takluk. Diantara yang keracunan termasuk pula orang yang kalian kehendaki. Hingga sekarang dia belum mengungkapkan rahasia tersebut karena dia masih mengkhawatirkan sesuatu, meski aku tidak tahu apa yang dikuatirkan, tapi aku tahu, bila rasa kuatirnya bisa dihilangkan maka semua rahasia tersebut akan dibongkar olehnya.”
“Sekalipun ia dapat membongkar rahasia itu, tapi kalian toh akan mampus semua dan berita ini tak nanti bisa tersiar keluar?”
“Belum tentu, sekarang adalah saatnya Pena Wasiat akan munculkan diri, orang-orang yang berdatangan kemari pun entah banyak jumlahnya bila kami menyebarkan diri, cepat atau lambat berita tersebut pasti akan tersiar juga.” “Sekarang kalian lihay karena bersembunyi dibalik kegelapan, tapi begitu rahasia kalian terbongkar, betapa besarpun kekuatan yang kalian miliki akhirnya toh akan tertumpas juga oleh kekuatan dunia persilatan.”
“Kau sedang menggertak lohu?”
“Tidak, aku tidak menggertak saja, juga melancarkan serangan balasan..”
“Melancarkan serangan balasan?”
“Betul! Melancarkan serangan balasan, perhitungan kalian terlampau besar, maka kalian gunakan racun untuk mengurangi kekuatan kami, tapi tidak berharap akan meracuni mati kami semua, bukankah begitu?”
“Saudara, dalam hali ini bukan disebabkan kebaikan hati mereka,” kata Kian Hui seng, “Sebab racun yang bersifat ganas selalu mempunyai bau yang tajam, sebelum kami keracunan akan terendus dahulu bau racunnya, maka mereka tak berani menggunakan, terpaksa mereka harus menggunakan racun yang enteng sifatnya, dan itulah sebabnya kami baru bisa keracunan..”
Cu Siau-hong segera manggut-manggut. “Yaa, perkataan toako memang benar!”
“Oh tua, bagaimana kalau aku turut mengucapkan beberapa patah kata?” ucap Kian Hui seng lagi.
“Silahkan, silahkan !”
“Aku bernama Kian Hui seng..”
“Sudah lama kudengar nama besarmu,” tukas manusia berbaju hitam itu. “Sudah puluhan tahun lamanya aku berkelana dalam dunia persilatan, orang yang mengetahui tentang diriku tidak sedikit, hal ini pun aku tak usah merendah lagi.”
Setelah mengelus jenggotnya dan tertawa dia menyambung lebih jauh dengan nyaring:
“Aku pun pernah diperalat kalian, tapi toh bisa segera menyadari akan kesalahanku dan kembali ke jalan yang benar. Lak sianseng, meskipun aku tidak mengetahui asal usulmu yang sebenarnya, tapi dapat kuketahui kalau kau pun sedang diperalat mereka?”
Lak sianseng segera tertawa dingin.
“Kian Hui seng, apakah kau hendak mengadu domba kami?”
“Mengadu domba sih tidak berani, cuma aku ingin memberi nasehat yang baik untukmu.”
“Kian Hui seng, aku cukup memahami apa yang hendak kau ucapkan itu dan sekarang kau pun tak usah berbicara lagi,” tukas Lak sianseng dengan suara dingin.
Dengan cepat Cu Siau-hong melompat bangun, kemudian serunya:
“Toako, tak usah memetik harpa dihadapan kerbau lagi, mereka hanya mengenal pedang dan kepalan.”
Kemudian sambil menuding kakek berbaju hitam itu terusnya:
“Lak sianseng, aku pikir, lebih baik kita menentukan menang kalah kita dengan ilmu silat saja.”
“Kau benar-benar takabur!”
“Kalian biasanya kalau bukan menyergap dengan kekerasan, sudah tentu merayu dan menipu dengan kata kata bohong terhadap ulah kalian, boleh dibilang aku sudah cukup menghadapinya.”
“Kau bermaksud menggunakan pedang? Ataukah ingin mencoba dengan kepalan saja?” seru Lak sianseng.
“terserah keinginanmu.”
Pelan-pelan Lak sianseng bangkit berdiri kemudian katanya:
“Baiklah! Kalau begitu lohu ingin mencoba kepalanmu lebih dulu.”
Cu Siau-hong segera melepaskan pedangnya dan diletakkan diatas kursi bambu itu kemudian serunya:
“Aku akan melayani keinginanmu itu!”
Begitu maju kemuka, sebuah pukulan tinju segera diayunkan kedepan.
Dia tahu percuma kalau berbicara lebih banyak lagi, daripada bersilat lidah, lebih baik bertarung dengan kekerasan saja.
Lak sianseng segera berkelit kesamping kemudian membalikkan tangan kanannya dan mencengkeram urat nadi Cu Siau-hong.
Menghadapi pukulan mana, Cu Siau-hong sama sekali tidak berkelit, tangan kirinya segera disodok pula kedepan menghajar tangan kanan Lak sianseng.
Serangannya itu dilancarkan berantai dan sama sekali tidak mencoba untuk berkelit, seakan-akan setiap reaksi dari Lak sianseng selalu dihadapi pula dengan sodokan tinju.
Pertarungan semacam ini boleh dibilang aneh sekali, dengan pengalaman Oh Hong cun dan Kian Hui seng yang begitu luas pun ternyata mereka tidak berhasil menduga ilmu pukulan apakah itu.
Lak sianseng sendiri pun merasa amat terkesiap setelah secara beruntun melancarkan belasan buah pukulan berantai, kain cadar yang menutupi wajahnya segera bergoncang keras, jelas ia sedang diliputi oleh perasaan yang amat tegang.
Secara beruntun Cu Siau-hong melancarkan kembali serangkaian pukulan berantai yang cepat, kekuatannya besar dan ancamannya dahsyat, pada mulanya kakek berbaju hitam itu masih sanggup untuk menghadapinya, tapi belasan gebrakan kemudian ia mulai keteter dan tak mampu untuk bertahan lebih jauh.
Lak sianseng menghembuskan napas panjang, kemudian serunya mendadak;
“Tahan!”
Cu Siau-hong menarik kembali serangannya lalu bertanya:
“Lak sianseng, kau masih ada petunjuk apa lagi?” “Apakah kau bernama Cu Siau-hong?”
“Benar, lak sianseng, aku telah membuktikan ucapanku dengan ilmu silatku dapat membunuhmu.”
Lak sianseng tertawa dingin, tukasnya:
“Lohu hanya membicarakan persoalan denganmu, tidak menerima ancaman atau gertak sambalmu itu.”
“Aku hanya menerangkan tekadku saja dan berharap kau bisa memahami apa yang telah kuucapkan, selamanya dapat pula kubuktikan.” “Apa manfaat yang bisa kau raih dengan membunuh diriku?”
“Besar sekali manfaatnya, bila kau sudah mati maka akan muncul seorang yang berkedudukan jauh lebih tinggi darimu untuk menggantikan kau.”
“Cu Siau-hong, kau salah menduga bila berkata demikian sebab didalam kelompok kami, akulah orang yang berkedudukan paling tinggi.”
“Baik! Lak sianseng dengarkan baik-baik, entah kami benar-benar sudah keracunan atau tidak, namun kami mempercayai perkataanmu itu, maka waktu yang kami miliki pun tidak banyak lagi.”
“Cu Siau-hong!” kata Lak sianseng dingin, “Apa yang hendak kalian lakukan? Sekali pun kalian membunuh lohu juga tak akan mampu untuk menyelamatkan beratus lembar jiwa manusia itu.”
Cu Siau-hong tertawa.
“Lak sianseng, kami tidak bermaksud menolong diri sendiri, kami hanya ingin membunuh beberapa orang lebih banyak dari kalian..”
Paras mukanya segera berubah menjadi amat serius, sambungnya lebih jauh:
“Lak sianseng, kami tidak ambil perduli kalian mempunyai persilatan apa lagi yang jauh lebih penting, tapi tindakan yang hendak kami lakukan adalah sesudah membunuh kau, maka kami akan segera menyuruh nona tersebut untuk mengutarakan rahasia yang diketahui olehnya, kemudian sebagian besar dari anggota kami akan menyebarkan diri keempat penjuru dan menyiarkan rahasia tersebut keseluruh dunia persilatan, apa yang telah kukatakan sekarang, akan kami segera laksanakan, janganlah kau anggap sebagai gertak sambal belaka.”
Lak sianseng segera mendengus dingin.
“Hmm, Oh Hong cun, Cu Siau-hong masih muda dan tak tahu diri, sedangkan kau adalah pemimpin dari rombongan ini, tentunya kau tidak akan melakukan perbuatan yang tercela dan brutal seperti itu bukan?”
“Sudah kami persiapkan dan kami putuskan bersama, jadi bukan pendapat dari Cu Siau-hong pribadi,” seru Oh Hong cun.
Si Han menimbrung tiba-tiba:
“Lak sianseng, sekarang jenasah ayah kami disimpan dimana?”
“Kami tidak membunuh ayahmu, adalah dia sendiri yang telah bunuh diri..”
“Koko!” Si Ih nio segera berbisik, “Demi kepentingan umum, lebih baik kita tunggu sampai Cu kongcu menyelesaikan masalah besarnya lebih dulu, baru kita membicarakan soal tersebut.”
“Yaa, ucapan adik memang benar.”
Dalam pada itu Lak sianseng telah memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian sambil manggut-manggut katanya:
“Baiklah! Kalau toh saudara sekalian bersikeras hendak bertarung dengan Lohu, terpaksa lohu harus mengiringinya.”
Dia membalikkan badan sambil bertepuk tangan, bocah yang memegang pedang tersebut segera menyodorkan pedang tersebut. Dengan tangan kanan Lak sianseng mengambil pedang terbang tersebut kemudian mengambil gelang emas yang berada diatas baki kayu.
Golok panjang dari Kian Hui seng segera berkelebat lewat, mata golok yang tajam tahu-tahu sudah mengancam diatas pergelangan tangan Lak sianseng.
Dia termashur sebagai To kok bu seng (golok lewat tanpa suara), kecepatan goloknya benar-benar bukan omong kosong belaka.
Sambil tertawa dingin Lak sianseng segera berseru:
“Kian Hui seng, apa maksudmu dengan perbuatan ini?” “Mari kita langsungkan suatu pertarungansecara adil dan
terbuka, lebih baik jangan menggunakan senjata rahasia,” kata Kian Hui seng dengan suara dingin.
“Kepandaian silat yang diandalkan seseorang berbeda yang satu dengan lainnya, panjang dan pendeknya pun berbeda, yang menjadi andalan lohu adalah ketiga batang pedang terbang ini.”
“Lak sianseng kami telah memberi kesempatan yang amat besar kepadamu, setelah diberi hati jangan minta rempela, coba kalau keadaan tempat ini strategis, mungkin kalian sudah menggunakan kerubutan untuk mengepung kami.
Pelan-pelan Lak sianseng menarik kembali tangan kirinya dan memberi tanda kepada dua orang bocah itu agar mundur, kemudian pedangnya diloloskan dari dalam sarung dan menyilangkan di depan dada, katanya dengan suara dingin:
“Siapakah diantara kalian yang ingin bertarung melawan lohu?” “Biar aku yang minta petunjukmu!” ucap Cu Siau-hong.
“Saudaraku, kau harus menyerahkan babak ini untukku,” sela Kian Hui seng cepat.
“Bila toako berkeinginan demikian, siaute akan menuruti perintah,” sahut Cu Siau-hong.
Dia lantas menarik kembali pedangnya dan mengundurkan diri ke samping.
Dengan suara dingin Lak sianseng segera menegur. “Kian Hui seng, mengapa kau harus menerima babak
pertarungan ini?”
“Sebab aku masih ingin memberi sebuah kesempatan untuk mengampuni selembar jiwamu.”
“Kian Hui seng, mengapa kau tidak mengatakan demi menyelamatkan selembar jiwanya?”
Kian Hui seng segera tertawa dingin. “Heeh…heeh..heeh…kau anggap dengan sedikit
kepandaian silat yang kau miliki sudah dapat bertarung melawan dia?”
“Aku percaya dalam tiga puluh gebrakan saja dapat merenggut selembar jiwanya.”
Sekali lagi KIan Hui seng tertawa dingin.
“Lak sianseng, silahkan saja kau turun tangan.”
Sementara kedua orang itu berbicara, rasa curiga kembali menyelimuti perasaan Cu Siau-hong, pikirnya:
“Jika kudengar dari nada pembicaraannya kedua orang itu seperti pernah saling mengenal, pada hakekatnya Kian toako sudah mengetahui siapakah dia, tapi mengapa tak mau menyebutkan keluar?” Sementara dia masih berpikir, kedua orang itu sudah saling bertarung dengan serunya.
Tampak golok dan pedang saling menyambar, cahaya tajam berkilauan diseluruh angkasa, kedua belah pihak telah melangsungkan suatu pertarungan yang benar-benar amat sengit.
Cahaya golok dan hawa pedang menyelimuti seluruh ruangan, memaksa mereka yang berada disitu harus mengundurkan diri ke sudut-sudut ruangan.
Bayangan manusia telah tenggelam dibalik cahaya golok dan bayangan pedang, seluruh ruangan serasa dipenuhi oleh hawa pedang dan cahaya golok yang betul-betul menyilaukan mata, namun sama sekali tidak terdengar suara senjata yang saling membentur.
Semua yang hadir di arena merupakan jago-jago silat yang berilmu tinggi namun kebanyakan pada membelalakkan matanya dengan mulut melongo setelah menyaksikan peritiwa tersebut.
Pertarungan yang sedang berlangsung ini benar-benar merupakan suatu pertempuran yang jarang terjadi dalam dunia persilatan. Kebetulan sekali Oh Hong cun berdiri bersama-sama Cu Siau-hong, tak tahan lagi dia lantas bertanya dengan suara lirih:
“Cu lote, pertarungan yang sedang mereka langsungkan benar-benar amat sengit!”
“Yaa, tampaknya Kian toako telah mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya,” sahut Cu Siau-hong.
“Entah siapakah Lak sianseng ini, sungguh luar biasa ilmu pedang yang dimiliki.” “Tampaknya Kian toako seperti kenal dengan dia,” bisik Cu Siau-hong kemudian.
“Yaa, akupun sedang mencurigai hal ini, tapi mengapa Kian Hui seng enggan membongkar rahasia identitasnya?”
“Mungkin dia masih belum begitu yakin, maka dia hendak turun tangan sendiri, kemudian dari ilmu pedangnya itu mencoba untuk menduga identitasnya.”
“Aku rasa dalam dunia persilatan dewasa ini cuma beberapa orang saja yang benar-benar bisa bertarung seimbang dengan Kian Hui seng tayhiap..”
Sementara itu, situasi pertarungan di tengah arena telah terjadi perubahan besar sekarang, Kian Hui seng telah menyerang dengan sekuat tenaga, secara beruntun dia melepaskan tiga buah bacokan berantai.
Tiga buah bacokan berantai yang sangat ganas dan luar biasa hebatnya.
Lak sianseng berhasil menghindari dua bacokan pertama, namun tak berhasil menghindari bacokan ketiga, dengan cepat pedangnya dilintangkan untuk membendung serangan tersebut dengan keras lawan keras.
“Traaaaang…!” golok dan pedang segera saling membentur menimbulkan suara bentrokan yang amat nyaring.
“Apakah harus dilangsungkan lebih jauh?” jengek Kian Hui seng kemudian dingin.
Lak sianseng segera menarik kembali pedangnya dan menyahut:
“Tampaknya engkau seperti berhasil meraih sedikit kemenangan.” Maka terhadap teguran dari Kian Hui seng barusan, sebagian besar orang yang hadir dalam arena rata-rata merasa sedikit agak tercengang.
Mungkinkah didalam bentrokan kekerasan yang baru saja terjadi, Lak sianseng telah menderita kekalahan diujung tangan Kian Hui seng? Setiap orang hampir boleh dibilang diliputi oleh perasaan tanda tanya.
“Apakah kau tak mau mengaku?” kembali Kian Hui seng menegur dengan suara dingin.
“Pertarungan ini merupakan suatu pertarungan yang akan menentukan mati hidup, pertarungan baru bisa diakhiri bila salah seorang diantaranya sudah tak mampu melancarkan serangan balasan lagi.”
Maksud dari ucapan itu pun amat jelas, kendatipun dia mengakui kalau sudah kalah namun enggan untuk mengakhiri pertarungan tersebut dengan begitu saja.
“Aaai…!” Kian Hui seng menghela napas panjang, “Mungkin kau menginginkan suatu akhir yang diliputi oleh banjir darah?”
“Kita harus berjumpa didalam situasi dan kondisi seperti ini aku tidak tahu masih ada akhir yang bagaimana baiknya.”
“kalau begitu lancarkan seranganmu! Sebelum ada yang mati, kita tak akan mengakhiri pertarungan ini.”
“Hati-hatilah sedikit, aku bisa membunuhmu!” seru Lak sianseng dengan menyeramkan.
Pedangnya segera digetarkan dan sebuah tusukan kilat dilancarkan kedepan.
Ilmu pedangnya aneh bagaikan ular berbisa, tampaknya seperti mengurung golok dari Kian Hui seng tersebutm, tapi dia selalu saja berusaha untuk menghindari bentrokan langsung dengan golok panjang milik lawannya ini.
Golok dan pedang saling menyambar bagaikan sambaran kilat, dalam waktu singkat Kian Hui seng dan Lak sianseng telah bertempur lagi sebanyak lima, enam puluh gebrakan.
Mendadak terdengar Kian Hui seng membentak keras, secara beruntun dia melancarkan tiga buah serangan berantai.
Tampak seluruh ruangan penuh dengan lapisan cahaya golok, hawa serangan yang tajam membuat sepasang mata orang sukar rasanya untuk dibuka.
Setelah cahaya golok sirap, pemandangan didalam ruangan telah terjadi perubahan yang besar sekali.
Lak sianseng telah tergelepar diatas tanah dalam keadaan tak bernyawa lagi, batok kepalanya berpisah dari badannya dan tetap berada diatas kursi, sementara kain kerudung hitamnya juga masih menutupi raut wajahnya itu.
“Ilmu pedang yang dimilki orang ini sangat lihay” pekik Oh Hong cun kemudian, “Entah siapakah dia?”
Dia lantas maju kedepan dan bermaksud untuk membuka kain kerudung mukanya.
“Lepaskan dia!” bisik Kian Hui seng tiba-tiba. Oh Hong cun menjadi tertegun.
“Kian tayhiap…”
“Biar kukubur jenasahnya!” tukas Kian Hui seng lagi. “Oooh...!”
“Toako kenal dengannya?” bisik Cu Siau-hong. “Benar!” ……….odoooozo………….
“APA hubungan toako dengannya?” “Saudara”
“Saudara sekandung?” “Tidak, saudara angkatku.”
“Kalau toh saudara angkatmu, mengapa saudara Kian tidak mencoba untuk menasehatinya agar mau kembali ke jalan yang benar?”
“Aku gagal untuk membimbingnya kembali ke jalan yang benar, karena itu terpaksa harus kubunuh dirinya”
“Toako, persoalan ini merupakan suatu pilihan dalam keadaan yang mendesak, siuate berharap toako jangan merasa menyesal atau sedih atas kejadian ini.”
Kian Hui seng menghela napas panjang:
“Aaaii..aku tidak akan merasa sedih atau menyesal karena peristiwa ini, aku hanya merasakan betapa menakutkannya organisasi tersebut, semestinya Lok hiante bukan terhitung seorang manusia yang punya nama kosong belaka dan lagi dia hidup sebatangkara, jadi mustahil kalau ada sanak keluarganya yang disekap atau disandera orang, tapi ia toh menunjukkan sikap yang begitu setia terhadap organisasi tersebut.”
“Sampai saat menjelang kematiannya, aku lihat dia seperti masih menaruh rasa hormat terhadap toako?”
“Ehhmmmm!”
“Andaikata toako bersedia untuk menanyakan sesuatu kepadanya, mungkin ia akan memberi banyak petunjuk untuk kita” Kian Hui seng segera mengalihkan sorot matanya ke wajah dua orang bocah berbaju hijau yang berada disampingnya, kemudian menegur:
“Kalian hendak menyusul majikan kalian ke alam baka?
Ataukah masih ingin hidup lebih lanjut?”
Kedua orang bocah berbaju hijau itu memandang sekejap kearah jenasah Lak sianseng, mendadak mereka jatuhkan diri berlutut diatas tanah.
Air mata terharu meleleh keluar dari keempat mata dua orang bocah tersebut, sementara wajahnya menunjukkan perasaan apa boleh buat.
Rupanya diatas wajah mereka semula memerah, kini sudah mulai berubah menjadi hijau kehitam-hitaman, kemudian pelan-pelan roboh terkapar diatas tanah.
Rupanya kedua orang bocah itu sudah menggigit pecah kapsul berisi racun yang telah disiapkan diantara sela-sela gigi mereka, tak bisa dihindari lagi, tewaslah kedua orang itu seketika.
Menyaksikan kesemuanya itu, Kian Hui seng segera berteriak keras:
“Jin Cap kau, keluar kau!”
Cu Siau-hong tertawa dingin, jengeknya tiba-tiba. “Ingin melarikan diri?”
Mendadak dia melompat kedepan bagaikan anak panah keluar dari busurnya, kemudian menerobos keluar melalui daun jendela. Tak selang berapa saat kemudian Jin Cap kau telah berjalan masuk kembali dibawah todongan ujung pedang dari Cu Siau-hong.
Dari balik kain kerudung hitam yang menutupi wajahnya itu, kini sudah basah oleh cucuran darah. Setelah diamati lebih seksama lagi, baru diketahui kalau telinga sebelah kirinya sudah dipotong orang sehingga darah segera mengucur keluar tiada hentinya.
Dengan paras muka amat serius Cu Siau-hong segera berkata:
“Jin Cap kau, kami tak akan mengulangi pertanyaan yang telah diajukan, apabila kau tidak bersedia menjawab, maka aku akan segera memotong telingamu yang lain.”
“Aku…” Jin Cap kau tampak gelisah sekali.
“Aku percaya, perbuatan yang kalian lakukan sepuluh kali lipat lebih kejam daripada perbuatan kami sekarang” tukas Cu Siau-hong.
“Jin Cap kau “ kata Oh Hong cun pula, “Selain Lak sianseng, siapa lagi yang berada disini?”
“Aku…aku…”
Cu Siau-hong segera mengayunkan pedangnya, sebuah telinga Jin Cap kau segera rontok dari tempatnya diiringi mengucurnya darah segar.
Gerak serangan yang dilancarkan dengan kecepatan begitu hebat dan kelincahan yang luar biasa, benar-benar mendatangkan gertakan yang berkhasiat sekali.
Kontan saja Jin Cap kau dibuat ketakutan setengah mati hingga tak kuasa lagi ia menjerit keras.
Sambil tertawa dingin Cu Siau-hong segera berkata: “Bila pertanyaan kami selanjutnya belum juga kau
jawab, maka aku akan segera memotong lengan kirimu.”
“Jin Cap kau!” Oh Hong cun segera bertanya, “Kecuali Lak sianseng, masih ada siapa lagi di tempat ini?” “Tidak ada orang lagi, Lak sianseng adalah penanggungjawab tertinggi di tempat ini.”
“Mana obat penawarnya?” “Tiada obat penawar.”
“Tak ada obat penawar? Bukankah berarti kalian memang bermaksud untuk membunuh kami semua?”
“Baiklah! Aku akan berbicara secara terus terang kepada kalian, sebenarnya kalian sama sekali tidak keracunan, mengapa harus memerlukan obat penawar?”
Oh Hong cun menjadi tertegun. “Jadi tidak keracunan?” serunya.
Mendadak Jin Cap kau melepaskan kain kerudung mukanya sehingga tampaklah seraut wajah seperti wajah monyet yang berbulu putih.
Setelah tertawa getir, katanya lagi:
“Inilah tampangku, mereka telah mengubah raut wajahku menjadi seraut wajah monyet, tapi mereka tak pernah bisa mengubah hatiku, sesungguhnya hal ini merupakan suatu rencana jahat sekali, tapi perhitungan mereka salah, sungguh tak disangka ternyata kalian tidak takut menghadapi ancaman kematian.”
“Sebagai seorang lelaki sejati, kalau harus hidup maka dia harus hidup dengan perasaan tenang, kalau harus matipun dengan perasaan tanpa menyesal, sekalipun kami benar-benar terkena racun yang jahat pun, tak nanti akan menerima gertakan dan ancaman dari mereka itu…”
“Aku justru tak mampu untuk mengatasi masalah mati hidup tersebut, karenanya baru menerima nasib yang begini tragis.” “Lantas apa maksud dan tujuan mereka yang sebenarnya dengan memancing kami memasuki tempat ini?”
“Untuk meracuni kalian”
“Siapa yang dapat meracuni kami?” sela Cu Siau-hong. “Lak sianseng!”
“Dia?”
Sambil berseru Cu Siau-hong segera menyingkap kain kerudung hitam yang menutupi wajah Lak sianseng tersebut dengan ujung pedangnya.
Itulah raut wajah yang bagus dengan jenggot panjang berwarna hitam.
Walaupun Kian Hui seng tak ingin memandang, toh akhirnya tak tahan untuk memandang juga sekejap, tak tahan dia lantas berseru dengan suara pilu:
“Lok hiante!”
“Dia dapat menggunakan racun?” tanya Cu Siau-hong kemudian.
“Dia adalah seorang tabib sakti, sudah barang tentu pandai pula meracuni orang” sela Kian Hui seng tiba-tiba.
“Tapi entah mengapa, ternyata ia tidak melepaskan racun untuk mencelakai kalian” kata Jin Cap kau.
“Karena aku” kata Kian Hui seng lagi, “Dia lebih suka mati diujung golokku daripada menggunakan racun untuk mencelakai kita semua”
“Penampilannya itu benar-benar mencerminkan perasaannya terhadap toako, tapi mengapa pula dia enggan mengungkapkan keadaan yang sebenarnya?” “Mereka adalah orang-orang dari tingkatan yang lebih tinggi, tentu saja mereka dikendalikan oleh semacam sistim pengendalian yang jauh lebih hebat” kata Jin Cap kau menerangkan.
“Apakah kau tahu?” tanya Cu Siau-hong.
“Tidak tahu, tapi aku pikir sudah tentu demikian keadaannya” setelah menghela napas panjang, terusnya:
“Apa yang kuketahui sudah kusampaikan semua kepada kalian, nah aku harus pergi dulu”
Mendadak dia menjatuhkan diri kebelakang dan roboh terkapar diatas tanah, dalam waktu singkat paras mukanya telah berubah menjadi hitam pekat.
“Betapa keras dan hebatnya obat beracun itu” seru Oh Hong cun kemudian dengan suara menggidik.
“Si Han, sudah kau dengar semua?” tiba-tiba Kian Hui seng menegur dengan suara tajam.
“Yaa, sudah kami dengar semua” jawab Si Han, “Apakah Kian tayhiap masih menaruh curiga terhadap kami dua bersaudara?”
“Harap saudara Si jangan salah paham dulu,” buru-buru Cu Siau-hong menyela, “Maksud Kian tayhiap adalah berharap agar kalian segera mengambil keputusan”
“Keputusan? Keputusan apa?”
“Keputusan untuk tetap tinggal disini atau kau pergi meninggalkan tempat ini?”
“Dendam sakit hati terbunuhnya ayah kami lebih dalam dari samudra, selama kami masih dapat bernapas, dendam sakit hati ini harus kami balas,” seru Si Ih nio.
“Benar! “ Cu Siau-hong manggut-manggut. “Koko, mari kita pergi bersama Oh tua saja! Terus terang saja, mereka pun tidak akan melepaskan kita berdua dengan begitu saja.
“Aku tahu” kata Si Han, “Tapi kita hasrus menemukan dulu jenasah dari ayah kita.”
“Rasa bakti dari saudara Si membuat siaute merasa kagum dan hormat, Cuma berada dalam situasi dan kondisi seperti ini, aku rasa bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk menemukan jenasah ayahmu itu.”
“Soal ini..”
“Oleh sebab itu,” sambung Cu Siau-hong,” Menurut perasaan siaute, soal mencari jenasah ayahmu lebih baik ditunda dulu pelaksanaannya untuk sementara waktu, bila keadaan sudah rada tenag, barulah kita mencari akal lain.”
Si Han segera menghela napas panjang.
“Siaute mengucapkan banyak terima kasih atas petunjukmu itu.”
“Sekarang keadaan situasinya sudah mulai tampak jelas dan makin bertambah terang,” kata Kian Hui seng kemudian, “Rupanya ada sekelompok manusia sedang menancapkan kakinya di dalam dunia persilatan, walaupun maksud tujuan mereka masih belum jelas, namun keadaan siatuasinya sudah terbukti dengan nyata. Kita semua adalah orang-orang yang hendak mereka hadapi, kecuali bila kita semua bersedia meniru cara Jin Cap pwee dan lainnya untuk dihadapi oleh mereka.”
“Betul, kita semua adalah orang yang hendak mereka hadapi, akan tetapi…”
Berbicara sampai disitu, mendadak Oh Hong cun menghentikan perkataannya. “Cuma kenapa?”
“Mengapa mereka harus memilih disaat dan keadaan seperti ini? Di saat Pena Wasiat hendak munculkan diri?”
“Oh tua, saat kemunculan Pena Wasiat merupakan juga saat berkumpulnya segala kekuatan initi dalam dunia persilatan” kata Cu Siau-hong dari samping, “Kita tak lebih hanya satu kelompok manusia belaka, padahal jago persilatan yang berangkat menuju tebing Yang jit gay bukan hanya kami saja.”
“Betul! Mereka telah menyebar banyak jagonya disekitar tempat ini, barang siapa yang tak bisa dipergunakan oleh mereka, hampir semuanya dibunuh” kata Si Han.
“Yaa, sudah pasti begitu” ucap Cu Siau-hong pula. “Aaii..! Pena Wasiat adalah tokoh yang paling dihormati
oleh segenap umat persilatan, apakah dia hanya duduk
berpangku tangan belaka” keluh Oh Hong cun.
“Oh tua, kau adalah seorang manusia yang sudah termashur banyak tahun, pernahkah selama ini kau bertemu dengan Pena Wasiat?”
Oh Hong cun menjadi tertegun menghadapi pertanyaan ini, sahutnya kemudian agak tergagap:
“Soal ini…ini..Cu lote, apakah kau mencurigai Pena Wasiat?”
“Oh tua, siaute tak berani mencurigai tokoh yang dihormati setiap orang, tapi aku merasa orang ini kelewat misterius.”
“Misterius? Cu lote, dalam hal ini tak bisa dicurigai, Pena Wasiat merupakan tokoh yang sangat dihormati dalam dunia persilatan, sudah banyak membongkar kemunafikan manusia, justru karena jasanya itulah, dunia persilatan bisa mengalami ketenangan selama dua puluh tahun lamanya.”
“Oohh..!”
“Saudara Oh, sekarang Pena Wasiat berada dimana?” sela Kian Hui seng lagi.
“Soal ini, siaute sendiri pun tidak tahu.”
“Aku pikir, diapun sudah pasti telah tiba disini!” kata Kian Hui seng lagi.
Oh Hong cun segera manggut-manggut.
“Kalau toh dia sudah datang kemari, mengapa hingga sekarang belum juga menampakkan diri?” seru Cu Siau hong.
“Soal ini, soal ini….mungkin dia tidak melalui jalanan yang kita tempuh ini.”
Cu Siau-hong menjadi termenung dan lama sekali belum juga menjawab.
“Cu lote” kata Oh Hong cun kemudian, “Paling tidak sebelum kita memperoleh suatu bukti yang nyata, kita tidak seharusnya mencurigai Pena Wasiat.”
Cu Siau-hong segera tertawa.
“Kian toako, apakah kau pernah bertemu dengan Pena Wasiat?”
“Tidak..” Kian Hui seng menggeleng.
Setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh: “Saudara, tampaknya kau sedang melindungi
seseorang?” “Benar! Dia adalah seorang perempuan, seorang perempuan yang mengetahui banyak rahasia tentang organisasi rahasia tersebut.”
“Sekarang, sudah seharusnya bila Cu lote memberitahukan kepada kami, sedikit banyak tentang latar belakang persoalan itu.”
“Dia adalah salah seorang yang berasal dari pusat organisasi rahasia tersebut, sesungguhnya kedudukan orang ini tidak begitu penting, diapun bukan seorang manusia yang terlalu menonjol, tapi persoalan yang diketahui olehnya banyak sekali, latar belakang masalah yang sebenarnya juga diketahui olehnya, karena dia tak lain adalah dayang dari si otak yang mendalangi seluruh peristiwa ini.”
“Bagus sekali!” seru Kian Hui seng cepat, “Persoalan yang paling memusingkan kita dewasa ini adalah tidak mengetahui siapakah dia, asal identitas yang sebenarnyaa dari orang itu sudah diketahui maka perduli siapakah dia, kita bisa turun tangan untuk menghadapinya.”
“Tapi hingga sekarang, dia belum mengungkapkan hal tersebut” kata Cu Siau-hong kemudian.
“Mengapa belum diungkapkan?”
“Itulah sebabnya mengapa kita harus melindunginya hingga kini”
“Mengapa ia tidak berbicara?”
“Kita dapat membunuhnya, bahkan bisa menggunakan cara yang paling keji untuk menghadapinya, tapi kita tak akan berhasil memaksanya mengungkapkan keadaan yang sesungguhnya.”
“Apakah hal ini disebabkan karena dia keras kepala?” “Pokoknya, persoalan ini terlampau besar dan berat, aku kuatir kalau dia menggembol obat beracun, apabila dia merasa dipojokkan, bisa jadi racun itu bakal ditelan untuk mengakhiri hidupnya, bila sampai demikian bukankah usaha kita selama ini akan sia-sia belaka?”
“Jadi dia membawa racun?”
“Ia pandai sekali menggunakan racun, dalam sekejap mata bisa meracuni orang banyak bila dia hendak bunuh diri dengan racun, aku yakin tiada orang yang bisa mencegahnya sebab kita tak bisa menemukan dimanakah ia sembunyikan racun tersebut, sedang diapun tak akan mengijinkan kita untuk mencarinya.”
“Kalau begitu, dia tidak mau mengungkapkan rahasia tersebut?” Tanya Oh Hong cun.
“Sejak kecil dia dibesarkan dalam lingkungan keluarga tersebut, dalam hatinya boleh dibilang sudah tertanam rasa setianya terhadap keluarga tersebut, mungkin dia merasakan kesalahan yang telah dilakukan majikannya, tapi untuk mengkhianatinya dia masih memerlukan sejumlah waktu.”
“Sudah kau bicarakan masalah ini dengannya?” tanya Kian Hui seng.
“Sudah, bahkan sudah dibicarakan dengan baik, oleh sebab itulah ia baru bersedia untuk menerima perlindungan kami”.
Dari semua yang telah dibicarakan, pemuda itu telah menutupi kembali masalah janjinya dengan Siau-hong sebagai pertunjukan syarat.
Tentu saja hal ini dilakukan demi sebaikan Siau-hong sendiri. Cu Siau-hong berharap gadis itu bisa memperoleh rasa hormat dari orang lain, sehingga rasa harga dirinya sendiri bisa diperoleh kembali.
Dia telah merasakan bahwa Siau-hong sedang berubah dirinya sendiri, sedang menyesuaikan diri dengan suatu kehidupan yang baru.
Terdengar Kian Hui seng bertanya lagi:
“Saudara, apakah kau bermaksud hendak membawanya ke tebing Yang jit gay?”
“Benar ! Selama banyak tahun Pena Wasiat sudah menjadi perlambang keadilan bagi seluruh umat persilatan, padahal selama beratus-ratus tahun belakangan ini, belum pernah ada seorang manusia pun di dunia ini yang pernah memperoleh kehormatan tersebut.”
“Dia pantas untuk memperoleh kesemuanya itu” ujar Oh Hong cun.
“Akupun setuju untuk memberikan kehormatan yang lebih banyak lagi baginya, persoalannya sekarang adalah orang ini kelewatan kabur identitasnya selama banyak tahun dia hanya muncul satu kali, bahkan macam apakah dirinya boleh dibilang tiada orang yang pernah menjumpainya.”
“Terus terang saja, hal ini tak bisa disalahkan, seandainya Pena Wasiat tidak mempertahankan kerahasiannya, bagaimana mungkin dia bisa menyelidiki semua kebaikan dan kejahatan yang berada didalam dunia persilatan?”
“Aku bukan mencurigai Pena Wasiat, aku hanya merasa sudah seharusnya mempunyai semacam cara yang yang lebih baik untuk melindungi banyak kepercayaan dunia persilatan.” Kian Hui seng termenung beberapa saat lamanya, kemudian berkata:
“Mari berangkat! Kita harus kembali dulu, tentang masalah ini, lebih baik kita bicarakan lain kali saja.”
Mendadak Si Ih nio menghela napas panjang, lalu berkata:
“Koko, seandainya Pena Wasiat pun telah datang, mengapa mereka tidak datang menolong kita?”
“Mungkin dia berada di jalanan yang lain adikku, kau tak boleh menaruh curiiga terhadap Pena Wasiat, dia merupakan tokoh yang paling agung dalam dunia persilatan, ia tidak membutuhkan nama dan pahala, tidak membutuhkan keuntungan, yang penting baginya adalah pelayanannya untuk kesejahteraan umat persilatan.”
Si Ih nio seperti masih ingin berbicara lagi, tapi Cu Siau hong segera memberi tanda untuk mencegahnya berbicara lebih jauh.
Tak lama kemudian, para jago telah balik kembali ke tempat pertahanan mereka semula.
Waktu itu Pek bi taysu sedang memimpin anak muridnya melakukan perondaan disekitar tempat tersebut.
Sementara itu semua orang sudah bangun dari tidurnya, sedang fajar pun baru saja menyingsing.
“Sudahkah kalian dapatkan obat penawar racunnya?” Oh Hong cun segera tertawa.
“Kita toh tidak keracunan, buat apa membutuhkan obat penawar racun?”
Mendengar ucapan mana, Pek bi taysu menjadi tertegun. “Kenapa?” serunya, “Jadi kita tidak keracunan? Jadi mereka hanya menggunakan tipu muslihat?”
“Betul! Cuma, siasat mereka ini benar-benar merupakan suatu siasat yang sangat lihay, hampir saja kita semua kena tertipu oleh muslihat mereka.”
Sementara itu Si Eng, Ho Hou poo dan lainnya telah memburu pula kesitu sambil menanyakan duduk persoalan yang sebenarnya.
Sambil tertawa Thian pak liat segera berkata:
“Kita telah dipermainkan orang habis-habisan, orang sehat dibilang keracunan, coba kalau kita percaya dengan obrolannya, wah, bisa habis kita dipermainkan mereka. Cuma begitu pun ada baiknya.”
“Ada baiknya? Maksudmu?” seru Si Eng.
“Kami telah menyaksikan suatu pertempuran yang amat sengit, cahaya golok bayangan pedang hampir menyelimuti seluruh angkasa, pertarungan semacam ini boleh dibilang jarang sekali dijumpai dikolong langit, nama besar Golok lewat tanpa suara benar-benar bukan nama kosong belaka..”
“Sepeninggal kalian tadi, semua orang telah bangun dari tidurnya,” kata Ho Hou poo kemudian, “Aku dan Si Eng telah membicarakan banyak masalah dengan mereka semua.”
“Yaa, situasi yang sedang kita hadapi sekarang berbahaya sekali, sudah seharusnya kalau memberitahukan masalah tersebut kepada mereka semua.”
“Sudah kami katakan semua..” seru Si Eng.
“Bila ada diantara mereka yang ingin pergi, kita pun tak usah menahannya lebih jauh.” “Perkataan ini telah kusampaikan kepada mereka, coba kau tebak bagaimana reaksi orang-orang itu?”
“Bagaimana?”
“Ternyata, tidak seorang manusia pun yang bersedia untuk pergi meninggalkan tempat ini.”
“Aaai…padahal mereka semua pun mengerti, meninggalkan tempat ini berarti tiada harapan lagi untuk melanjutkan hidup.”
“Walau pun hal ini merupakan salah satu sebabnya, namun aku rasa maksud mereka untuk tetap tinggal disini benar-benar muncul dari perasaan hati yang tulus, di dalam kenyataan mereka sendiri pun mengerti bahwa keadaan sekarang merupakan saat untuk melindungi diri, bila kekuatan mereka terhimpun menjadi satu, maka kemungkinan untuk hidup jauh lebih besar, sebaliknya bila kekuatan mereka berpencar, maka kesempatan untuk hidup akan menjadi kecil sekali.”
Thian Pak liat segera manggut-manggut.
“Asal mereka sudah mengetahui akan hal ini, malah jauh lebih baik lagi.”
“Tampaknya kalian pun berhasil dengan lancar didalam usaha kalian ini..? kata Si Eng kemudian.
“Ilmu golok dari Golok lewat tanpa suara Kian Hui seng benar-benar telah mencapai puncak kesempurnaan,” bisik Thian Pak liat lirih, “Golok sakti yang berada ditangannya seakan-akan seperti hidup saja, tapi ilmu pedang Cu Siau hong sudah pasti tidak berada dibawah kepandaian itu.”
“Apakah mereka berdua pernah bertarung?” tanya Si Eng. Thian Pak liat tersenyum, dia segera menceritakan kembali semua peristiwa yang telah dialaminya.
Sementara itu, langit sudah terang, matahari telah muncul dan memancarkan sinar keemasannya ke empat penjuru.
Cu Siau-hong berjalan menuju ke tempat penginapan dari Seng Tiong-gak sekalian dan menemukan Siau-hong, kemudian katanya”
“Nona, kami telah melangsungkan kembali suatu pertarungan yang cukup sengit.”
“Dengan siapa?” tanya Siau-hong.
“Dengan seorang yang mengaku bernama Lak sianseng.”
“Orang yang bisa menyebut diri sebagai sianseng sudah pasti seseorang yang berkedudukan tinggi sekali, bagaimana dengan Lak sianseng tersebut?”
“Sudah mati!”
Siau-hong tertegun, kemudian serunya:
“Kau telah membunuhnya?”
“Bukan, Kian toako yang turun tangan.”
Siau-hong termenung lagi beberapa saat lamanya, kemudian berkata lebih jauh:
“Dia tidak menanyakan tentang diriku?”
“Justru peristiwa ini terjadi karena persoalannya.”
“Cu kongcu, aku benar-benar menyesal sekali atas terjadinya perbagai peristiwa selama ini.”
“Tidak mengapa, mereka datang mencarimu tak lebih hanya dipakai sebagai suatu alasan, sekalipun tak ada kau pun, mereka tidak nanti akan melepaskan kami dengan begitu saja.”
“Tapi kenyataannnya sudah pasti berbeda, kalian tidak memahami sifat dan watak mereka.”
“Tak usah menyesal!” tukas Cu Siau-hong cepat, “Dan kaupun tak usah sedih sekarang makanlah sedikit kemudian kita harus melanjutkan perjalanan lagi.”
Setelah tertawa, sambungnya lebih jauh:
“Tahukah kau, yang lewat kita cuma mempunyai kekuatan belasan orang saja untuk melindungi dirimu, tapi sekarang beratus-ratus orang yang berada disini telah bertekad untuk melindungi dirimu, entah harus membayar dengan mahal sekalipun.”
Selesai mengucapkan perkataan itu, dia membalikkan badan dan siap berlalu dari sana.
“Kongcu, harap tunggu sebentar!” Siau-hong segera berseru.
“Ada urusan apa?” Tanya Cu Siau-hong sambil berpaling.
“Ingin kau tahu, apa sebabnya mereka bertekad hendak menemukan aku dan membunuhku menghilangkan saksi?”
“Nona bersedia untuk mengungkapkan?” Siau-hong manggut-manggut.
“Bolehkah ditambah dengan beberapa orang pendengar lain?” kata Cu Siau-hong lebih jauh.
“Boleh, sudah ada begini banyak orang yang bersedia mengorbankan jiwanya bagiku, paling tidak mereka harus mati dengan mata yang meram bukan?” “Bila nona mempunyai pikiran demikian, hal ini lebih baik lagi tapi aku toh masih belum melaksanakan janjiku..”
Cepat-cepat Siau-hong menggelengkan kepalanya berulang kali, tukasnya dengan cepat:
“Harap kongcu jangan menyinggung lagi tentang soal perjanjian tersebut, Siau-hong pada waktu itu jauh berbeda dengan Sikau hong sekarang, setelah bergaul dan berkumpul dengan kalian selama beberapa hari ini, walau pun saat berkumpul belum terlalu lama namun aku sudah merasakan betapa besarnya perubahan yang kualami.”
Cu Siau-hong tersenyum.
“Bila nona bisa berpendapat demikian, inilah rejeki untuk umat persilatan pada umumnya.”
“Cu kongcu, siapa saja yang hendak kau undang, aku tidak ambil perduli, cuma persoalan ini tak boleh disiarkan terlalu luas, terlalu banyak orang yang mengetahui.”
“Aku tak akan mengundang orang terlalu banyak, aku akan segera merundingkan dahulu persoalan ini dengan mereka”
Seusai berkata pemuda itu segera membalikkan badan dan berlalu dari sana.
Beberapa saat kemudian…
Dibawah sebuah tebing yang sepi, dibawah sebatang pohon besar yang rindang duduk berkumpul delapan orang manusia.
Mereka adalah Oh Hong cun, Pek bi taysu, Kian Hui seng, Cu Siau-hong, Thian Pak liat, Ho Hou poo, Si Eng ditambah lagi dengan Tham Ki wan.
Dikelilingi oleh kedelapan orang itu duduk lagi seorang, dia adalah Siau-hong. Ia masih mengenakan baju berdandan pria, sesudah memandang sekejap kea rah para jago, katanya:
“Aku mempunyai seorang majikan yang amat misterius, majikanku mempunyai nama yang cukup ternama dalam dunia persilatan, sepintas lalu mereka tak pernah mengadakan hubungan dengan umat persilatan tapi dalam kenyataannya mereka justru memegang tampuk kekuasaan yang amat besar.”
“Siapakah majikanmu itu?” tanya Oh Hong cun tak kuasa.
“Keluarga Thong pak!” “Apakah tabib Thong pak?” Siau-hong manggut-manggut. “Benar!”
“Bagus sekali…” Kian Hui seng segera berseru, “Rupanya merekalah yang sedang mengacau secara diam diam.”
“Nona” kata Oh Hong cun lagi, “Aku pernah berkunjung kesitu dan pernah juga bertemu dengan majikan mereka.”
“Kapan kau pernah berkunjung kesitu?”
“Tidak lama, tidak lama, paling banter satu tahun berselang.”
“Betul, siapa saja memang tak akan pernah menyangka…”
“Nona, dimana sih letaknya rumah tabib Thong pak tersebut?” sela Cu Siau-hong tiba-tiba.
“Disinilah letak kehebatannya, siapun jangan harap bisa menemukan tempat tersebut secara gampang. Sebab bangunan itu dibangun dengan menempel pada punggung bukit, sepintas lalu seperti rumah tinggal seorang rakyat biasa, bila seluruh bangunan dihitung pun paling banter hanya berdiri dari sepuluh bilik, tapi dalam kenyataan, apabila kau sampai masuk kesitu dan tinggal selama sepuluh hari atau setengah bulanpun, apabila tiada petunjuk orang lain, jangan harap kau bisa menemukan sesuatu yang aneh.”
“Apakah anak buah mereka tidak berdiam disana?” tanya Oh Hong cun lagi.
“Seperti yang kukatakan tadi, bangunan tersebut dibangun dengan menempel pada dinding bukit, dibalik bukit itulah mereka membuat sebuah lorong bawah tanah yang bisa menghubungkan tempat itu dengan ruang bawah tanah dalam perut bukit.”
“Kalau begitu seluruh anak buahnya berdiam dalam perut bukit tersebut?” sela Kian Hui seng.
“Entahlah, agaknya seperti ada gua di sekitar sana, tapi didalam kenyataannya sekalipun kalian berhasil menemukan tempat dimana mereka memberi komando, jangan harap kalian bisa menduga kalau tempat tersebut ada sangkut pautnya dengan rumah tabib Thong pak”
“Sungguh tak kusangka, sungguh tak kusangka, rupanya keluarga tabib termashur ini tersangkut dalam peristiwa ini, tampaknya kejadian ini seperti tak masuk diakal.”
“Kami dibesarkan di tempat itu, tak mungkin bisa salah lagi”
“Nona, mereka mempunyai ilmu pertabiban yang turun temurun amat termashur, soal penyembuhan luka atau penyakit, mereka amat hebat dan luar biasa.” “Benar! Hanya saja tak pernah ada orang yang mohon pengobatan kesitu, sebab tempat itu terlalu terpencil letaknya, puluhan li disekeliling sana merupakan tanah perbukitan yang gersang, tiada rumah penduduk lain, tiada tetumbuhan yang rindang, bagi orang yang terluka atau menderita penyakit, tidak gampang menemukan tempat tersebut, malah bisa jadi akan mati duluan sebelum menemukan letaknya.”
“Tapi menurut apa yang lohu ketahui, banyak juga yang pergi kesitu untuk memohon pengobatan.”
Siau-hong segera tertawa.
“Memang hal ini merupakan suatu tindakan menutup rahasia yang paling jitu, diantara sepuluh rombongan manusia yang berkunjung kesitu, mungkin hanya satu rombongan yang benar-benar kesana untuk memohon pengobatan.”
“Tahun berselang lohu bisa berkunjung ke pesanggrahan tabib Thong pak, tak lain karena memohon pengobatan juga,” kata Oh Hong cun menerangkan.
“Oh tua, kau mohon pengobatan apa?” tanya Cu Siau hong.
“Sepuluh tahun berselang, aku mendapatkan semacam penyakit aneh, apabila sedang kambuh, tiap tengah malam, salah satu persendian tulang lengan sebelah kananku pasti merasa kesakitan setengah mati, seolah-olah mau patah saja.”
“Tak pernah kau periksakan kepada tabib lain?”
“Paling tidak ada dua puluhan orang tabib yang telah memeriksakan penyakitku ini, tapi semuanya dibikin kalang kabut dan tak tahu apa yang mesti diperbuat, kemudian ada orang memberitahukan kepadaku agar memohon pengobatan di pesanggrahan tabib Thong pak saja.”
“Dan kau berhasil?”
“Yaa, aku berhasil, bahkan obatnya manjur sekali, setelah kumakan separuh tiap obat yang diberikan kepadaku, seluruh penyakit yang kuceritakan telah sembuh kembali.”
“Lantas kesemuanya ini melambangkan apa?” Tanya Kian Hui seng tiba-tiba.
“Memangnya ada sangkut pautnya dengan perubahan yang terjadi dalam dunia persilatan?” Oh Hong cun balik bertanya.
Cu Siau-hong memandang sekejap kearah Siau-hong, ketika dilihatnya gadis itu tidak memperhatikan terlalu sering, maka sambil tertawa katanya:
“Oh tua, dapatkah kau memberitahukan kepada kami keadaannya yang lebih jelas lagi?”
“Pesanggrahan tabib Thong pak hanya berupa sebuah perkampungan kecil yang letaknya dikelilingi oleh tanah perbukitan yang tinggi, perkampungan itu hanya terdiri dari berapa buah bangunan saja dan sama sekali tiada sesuatu keistimewaan apa pun.”
Cu Siau-hong segera berpaling kembali seraya bertanya: “Nona Siau-hong, mengapa pula demikian
keadaannya?”
Siau-hong lantas bertanya kepada Oh Hong cun.
“Oh tua, selama kau berada disitu untuk mengambil obat, apa saja yang telah kau jumpai?”
“Aku tidak menjumpai sesuatu apa pun.” “Nona Siau-hong, tidak banyak bukan orang yang berdiam di pesanggrahan tabib Thong pak itu?” sela Cu Siau-hong lagi.