Pena Wasiat (Juen Jui Pi) Jilid 26

"Toa suheng" tukas Siau-hong "demi menyelamatkan jiwa siau sute, mau tak mau siaute harus mengambil tindakan menurut keadaan, maka akupun meluluskan permintaan mereka"

Tang Cuan menghela napas panjang, tukasnya:

"Tak usah kau lanjutkan, Siau-hong, kau sudah tidak terikat lagi oleh peraturan perguruan, aku yang menjadi Ciangbun-suheng mu juga tak akan mencampuri urusanmu, cuma untuk melakukan suatu perbuatan haruslah tahu batas batasnya. Masa sekaligus kau mengawini mereka bertiga menjadi isterimu "

"Suheng, kau salah paham" buru-buru Cu Siau-hong menerangkan.

"Ciangbunjin, kami adalah dayang-dayangnya Cu kongcu" Lik Hoo segera menerangkan.

"Dayang? Hal ini. hal ini mana boleh?"

'Kenapa tidak boleh? Adalah kami sendiri yang rela mengikuti Cu kongcu sebagai dayang" sambung Ui Bwe. "Ooooh!"

"Toa suheng!" kata Cu Siau-hong kemudian, "mereka bertiga adalah orang-orang kebun raya Ban-hoa-wan, tapi mereka telah membantuku untuk menyelamatkan It-ki sute, juga memberitahukan banyak rahasia kepadaku, dengan keadaan seperti ini, sudah pasti mereka tak bisa berdiam dalam kebun raya Ban-hoa-wan lagi, itulah sebabnya aku harus membawa mereka meninggalkan tempat ini serta melindungi keselamatannya"

"Sudah seharusnya kalau kita berbuat demikian, mari kita menjumpai subo, entah betapa gembiranya beliau setelah berjumpa dengan It-ki sute nanti"

"Sekarang, subo ada dimana? tanya Cu Siau-hong. "Sunio berada didalam kuil kecil, dia tampak sedih sekali

karena  kehilangan  jejakmu,  aku  lihat  beberapa  kali  dia

membesut air mata secara diam-diam"

"Cu Siau-hong merasakan hatinya menjadi kecut, hampir saja air matanya jatuh bercucuran, tapi dia masih bertahan terus dan menahan air matanya jangan sampai meleleh keluar.

Dengan memelototkan matanya bulat-bulat dia berseru: "Hayo berangkat, kita jumpai sunio!"

Dengan langkah lebar dia berjalan lebih dulu ke depan.

Lik Hoo, Ui Bwe dan Ang Bo-tan segera menyusul di belakang Cu Siau-hong

Tang Cuan berada dipaling belakang.

Jarak dari tempat itu dengan kuil tadi tidak terlalu jauh, dengan cepatnya mereka sudah tiba didepan kuil. Terlihat Pek Bwee, Pek Hong, Tan Tiang kim, Sin Jut dan Kui Meh serta Seng Tiong-gak sekalian sedang menunggu diluar kuil.

Diantara ibu dan anak mungkin benar-benar terjalin suatu kontak batin yang erat, belum lagi Pek Hong melihat jelas siapa yang sedang dibopong oleh Cu Siau-hong, dengan langkah lebar dia telah menyongsong kedatangannya sembari berseru:

"Siau-hong, orang yang kau bopong itu apakah It-ki?" Buru-buru Cu Siau-hong menjatuhkan diri berlutut. 'Tecu benar-benar amat menyesal. "

"Siau-hong, kau.. apa yang kau sesalkan?' tukas Pek Hong dengan cepat.

"Tecu tak dapat membawa pulang It-ki sute dalam keadaan yang utuh "

Paras muka Pek Hong segera berubah hebat, tapi dia sempat membangunkan Siau-hong sembari berkata: "Cepat bangun, beritahu kepadaku, apakah It-ki sudah meninggal dunia. ?"

Cu Siau-hong segera menggeleng.

"Tampaknya It-ki sute sudah ditotok jalan darahnya oleh semacam kepandaian yang khusus, mungkin juga dia dipengaruhi oleh semacam obat-obatan, tecu tidak tahu secara persis jadi tak berani pula turun tangan secara sembarangan"

Sementara itu Pek Bwe, Tan Tiang kim dan Seng-Tiong gak sekalian telah datang berkerumun. Sedang Pek Hong juga telah menyambut tubuh Tiong It-ki dan membaringkannya diatas tanah. Pek Bwe memandang sekejap ke arah Cu Siau-hong, dibalik sinar matanya terpancar keluar suatu sinar yang sangat aneh, jago kawakan ini sungguh merasa tidak habis mengerti, secara bagaimanakah Cu Siau-hong berhasil menemukan Tiong It-ki secara demikian mudahnya.

Dia segera berjongkok dan membuka kelopak mata Tiong It-ki, setelah diperiksa sebentar katanya: "Tidak mirip terluka oleh obat-obatan”.

"Jika bukan oleh obat-obatan, itu berarti jalan darahnya yang sudah tertotok!' sera Pek Hong.. "Susah dikatakan, harus dicoba lebih dahulu baru bisa diketahui."

Tan Tiang kim segera menjulurkan tangannya dan meraba sekujur badan Tiong It-ki sejenak, kemudian katanya:

"Ilmu totokan yang digunakan juga bukan ilmu totokan yang biasa dijumpai umum..!"

"Seandainya totokan tersebut dilakukan oleh suatu kepandaian yang khusus, sedangkan diantara kita tiada orang yang sanggup memunahkan pengaruh totokan itu, bukankah hal ini menjadi repot sekali.

"Yaa, hal ini harus tergantung pada kemujuran!" sahut Tan Tiang kim sambil mengangguk.

"Didunia ini terdapat banyak sekali ilmu menotok jalan darah yang khusus, bila tidak memahami keadaan yang sebenarnya, memang agak sukar untuk turun tangan"

"Saudara Pek, aku lihat kita musti membicarakan persoalan ini dengan sebaik-baiknya. "Maksud kau si pengemis tua "

Tan Tiang kim menghela napas panjang, tukasnya: Terus terang saja, aku si pengemis tua telah mencoba untuk membebaskan totokan jalan darah itu, beberapa macam ilmu membebaskan jalan darah yang kupahami telah ku coba semua tapi tanpa hasil, bila kita memaksanya terus secara kekerasan, aku kuatir bisa menimbulkan perubahan-perubahan lain.

"Aaai... aku mengerti jika kita terlalu memaksakan hawa peredaran darahnya, kemungkinan besar ia dapat menderita luka dalam yang sangat parah.

"Tapi jika tidak dapat dipunahkan dengan segera, kemungkinan besar jiwanya juga bisa melayang'.

"Tan cianpwe" seru Pek Hong, "bagaimana pun juga sekarang It-ki sudah berada disini, kita toh tak akan Membiarkan dia menderita dengan begitu saja"

"Anak Hong, siapa yang mengatakan kita tak akan mengurusinya?" bantah Pek Bwe. "bukankah kita sedang memperbincangkan bagaimana caranya untuk memunahkan totokan jalan darahnya?"

"Kalau dibicarakan soal ilmu menotok jalan darah, maka pangcu kami boleh dibilang paling luas pengetahuannya" ucap Tan Tiang-kim, "mungkin saja dia mampu untuk memunahkannya..."

Sesudah melirik sekejap ke arah Cu Siau-hong, terusnya: "Siau-hong, kenapa kau tidak mencobanya?"

"Masalah ini besar sekali sangkut pautnya, boanpwe tidak berani sembarangan turun tangan.."

"Siau-hong, cobalah, asal hati-hati aku rasa tidak mengapa, pokoknya bila kau merasa keadaan kurang beres, segera hentikan perbuatanmu itu..." Pek Hong memandang sekejap ke arah Cu Siau-hong, kemudian katanya:

"Siau-hong, kau mempunyai beberapa bagian keyakinan?"

"Satu bagianpun tidak punya!" "Bukankah berbahaya sekali kalau begitu!'

"ltulah sebabnya mengapa tecu membawa sute dalam keadaan begini..."

"Lantas, Apa yang musti kita lakukan sekarang?"

"Sunio, bawalah It-ki sute menghadap pangcu, dan mohonlah kemurahan hati kepada nya!"

"Siau-hong!" kembali Tan Tiang kim berkata, "aku rasa tak ada salahnya bila kau coba, menolong orang bagaikan menolong api, persoalan ini tak dapat ditunda-tunda lagi!

Mendengar perkataan itu, Cu Siau-hong lantas berpikir didalam hati:

"Dia menyuruh aku mencoba untuk membebaskan jalan darah It-ki sute yang tertotok, mungkin dalam hati kecilnya mempuyai pandangan tertentu. yaa.... kalau keadaan semacam ini dibiarkan berlarut-larut, ada baik nya kalau mencobanya dengan menyerempet bahaya".

Berpikir sampai disitu, dia lantas membungkukkan badan seraya menyahut:

"Boanpwe bersedia untuk mencobanya dengan sepenuh tenaga, cuma cianpwe berdua yang sudah mempunyai pengalaman puluhan tahun harus memberi banyak petunjuk kepada boanpwe"

"Siau-hong, perduli cara apapun yang hendak kau gunakan, yang pentingjangan dipergunakan kelewat keras, asal dicoba saja sudah cukup, ketahuilah untuk membebaskan jalan darah sesungguhnya sepuluh kali lipat jauh lebih sukar daripada sewaktu melancarkan totokan jalan darah...'

"Terima kasih atas petunjuk cianpwe."

Pelan-pelan dia berjongkok dan menempelkan sepasang tangannya diatas tubuh Tiong It-ki, kemudian pelan-pelan mengurutnya dengan seksama, ketika ia mencoba untuk memperhatikan wajah Pek Hong, tampak peluh sebesar kacang telah jatuh bercucuran membasahi seluruh jidatnya.

Dengar sedih Pek Hong menghela napas, panjang, sepasang matanya segera dipejamkan dan dua baris air  mata jatuh bercucuran membasahi pipinya, dengan serius dia berkata:

'Siau-hong, turun tangan saja dengan sepenuh hati, bila ia benar-benar tak bisa tertolong lagi, ya apa boleh buat, mungkin memang sudah beginilah suratan takdirnya!"

Cu Siau-hong menggerakkan tangannya untuk menyeka air keringat yang membasahi wajahnya, lalu berkata:

"Sunio, tecu telah berhasil menemukan gejalanya, It-ki sute tampaknya sudah terkena totokan pada Sam Im ciat mehnya, bila salah turun tangan dalam membebasan jalan darahnya, sekalipun tidak sampai mati, paling tidak ia akan menjadi cacad"

"Sam im ciat meh?" desis Pek Hong. "Betul!"

"Siau-hong, jangan turun tangan lebih dulu!" Tan Tiang kim segera mencegah. Baru saja Cu Siau-hong menyeka keringat yang membasahi jidatnya, keringat kembali jatuh bercucuran membasahi seluruh badannya, dia berkata:

"Locianpwe, kau ada petunjuk apa?"

"Aku si pengemis tua pernah mendengar orang berkata, "konon totokan pada urat nadi Sam im ciat meh merupakan suatu ilmu totokan jalan darah yang paling susah dipelajari, cara untuk membebaskannya juga merupakan suatu cara yang paling sukar. Kau musti lebih berhati-hati lagi dalam tindakanmu nanti.!"

"Tecu tecu. tecu mengerti."

'Nah, Siau-hong, turun tanganlah" seru Pek Hong kemudian.

Cu Siau-hong mengiakan, mendadak secepat sambaran kilat dia melancarkan sembilan buah totokan berantai,

Rupanya didalam mempergunakan ke sembilan buah totokan tersebut, dia telah menyalurkan segenap kekuatan yang dimilikinya sehingga paras muka si anak muda itu seketika berubah menjadi pucat pias seperti mayat, sedangkan orangnya juga berubah menjadi agak bodoh, dengan membelalakkan matanya lebar-lebar dia mengawasi wajah Tiong It-ki tanpa berkedip...

Dalam kenyataan, bukan cuma Cu Siau-hong seorang yang berbuat demikian, melainkan hampir segenap orang yang hadir di sana telah mengalihkan semua perhatian mereka ke atas wajah Tiong It-ki.

Suasana disekeliiing tempat itu berubah menjadi hening, sedemikian heningnya sampai jatuhnya jarumpun dapat terdengar. Lik Hoo, Ui Bwee. Ang Bo tan dibuat tertegun juga oleh suasana serius yang mencekam di seluruh arena. Hanya manusia yang berhati jujur saja yang akan tersentuh perasaannya oleh suasana seperti itu.

Keadaan yang hening tapi tegang itu berlangsung hampir seperempat jam lamanya, tiba-tiba Tiong It-ki menggerakkan sepasang lengannya lalu bangkit dan duduk.

Cu Siau-hong segera memejamkan matanya rapat-rapat, dua baris air mata jatuh bercucuran membasahi wajahnya, dia berseru:

"Oooh... sunio!"

Dengan cepat pemuda itu menjatuhkan diri berlutut dihadapan Pek Hong.

Pek Hong sendiripun sangat terharu, dengan cepat dia membangunkan Cu Siau-hong sambil berseru: "Anakku, aku telah merepotkan kau!"

“Tecu merasa amat tegang, amat takut sekali, bila aku salah, aku akan mengiringi sute untuk mati bersama".

'Siau bong, tenangkan hatimu, mati atau hidup adalah nyawanya, nak. kali ini kau telah berhasil"

Sementara itu, Tiong It-ki sudah bangkit berdiri, pelan pelan dia berpaling memandang sekeliling tempat itu sekejap, kemudian serunya dengan keras:

"Ooooh. ibu!"

Dengan cepat ia menubruk kedalam rangkulan Pek Hong, air matanya jatuh bercucuran bagaikan hujan deras.

Terlalu banyak penderitaan yang telah dialaminya, banyak siksaan yang telah dijalaninya, seorang bocah yang baru  berusia  belasan  tahun  memang  tak  akan  sanggup untuk menahan penderitaan semacam ini, kendatipun dia tangguh dan cukup tahan uji.

Pek Hong menghembuskan napas panjang, ujarnya: 'Nak, menangislah! Menangislah sepuas hatimu,

menangis terus sampai semua ganjalan dalam hatimu terlampiaskan keluar semua!'...

Mendengar perkataan itu Tiong It-ki malah rikuh untuk menangis lebih lanjut, cepat dia membesut air matanya sambil berkata:

"Ibu, Apakah aku masih hidup dengan segar bugar?" "Yaa, kau masih hilup segar bugar."

Cepat berterima kasih kepada Jit Suhengmu, demi kau, dia telah mempertaruhkan selembarjiwanya"

'Ooooh "

Tiong It-ki segera berpaling dan menjatuhkan diri berlutut dihadapan Cu Siau-hong. Buru-buru Cu Siau-hong berlutut pula, seraya berkata:

'It-ki, kita adalah sesama saudara aku tak berani menerima penghormatanmu itu'

"Sudahlah nak, kalian bangun semua,' Pek Bwe lantas menimbrung.

Cu Siau-hong segera bangkit berdiri, kepada Pek Hong baru ujarnya:

"Sunio, yang sudah menyelamatkan jiwa It-ki sute dari ancaman bahaya adalah ketiga orang nona itu, untuk hal tersebut diatas dengan memberanikan diri tecu telah meluluskan permintaan mereka untuk melindungi keselamatan jiwanya"

"Sudah sepantasnya kalau berbuat demikian" 'Tecu telah melapor kepada ciangbun suheng dan memohon agar mereka bisa diterima"

Pek Hong tidak segera menjawab, dia berpaling dan memandang sekejap kearah Lik Hoo sekalian lalu  tanyanya:

"Apakah kalian hendak masuk kedalam perguruan Bu khek-bun?"

"Tidak!" jawab Lik Hoo.

"Kalian telah menyelamatkan satu-satuntya darah daging dari keluarga Tiong, berdiri pada pribadiku sendiri aku bersedia untuk meluluskan syarat apa saja yang hendak kalian ajukan, nah katakanlah!"

"Kami hanya memohon kepada cianpwe agar bersedia meluluskan keinginan kami untuk mendampingi terus Cu kongcu"

"Kalian bertiga?" sela Pek Hong sambil tertegun. "Benar!"

Pek Hong menjadi tertegun beberapa saat lamanya, untuk sesaat dia tak mampu berkata-kata.

Dengan kening berkerut Pek Bwe lantas berkata. "Sebenarnya kalian adalah apanya Cu-Siau-hong?"

“Nama kami bertiga didalam dunia persilatan kurang baik maka kamipun tidak berani memohon apa-apa, asal  Cu kongcu bersedia selalu membawa kami disisinya, itu sudah lebih dari cukup"

"Hei, sebenarnya apa yang telah terjadi' seru Pek Bwe. "Kalian bertiga telah memohon ingin menjadi apanya?"

sambung Pek Hong pula. “Apapun boleh, pokoknya apapun yang dikehendaki oleh Cu kongcu akan kami laksanakan tanpa membantah"

Pek Hong lantas mengalihkan sorot matanya ke wajah Cu Siau-hong, setelah itu katanya: "Siau-hong, kau bermaksud suruh mereka melakukan apa?"

"Waktu itu tecu hanya bertujuan untuk menolong jiwa It ki sute, persoalan yang lain belum sempat kupikirkan"

Jawaban itu sangat diplomatis, seketika itu juga Pek Hong terbungkam dalam seribu bahasa.. Cu Siau-hong menghembuskan napas panjang, lalu berkata lagi:

"Sunin! Siau-hong hanya menyanggupi untuk menerima mereka disisiku, suruh mereka menjadi apa belum pernah kubicarakan'

"Oooh...!' Pek Bwe berseru tertahan.

Cu Siau-hong segera merasakan bahwa persoalan ini merupakan suatu kesulitan yang harus dibikin terang secepatnya, maka kembali berpaling dan memandang sekejap kearah Lik Hoo sekalian, katanya:

"Nona bertiga, kalian mempunyai persyaratan apa?

Bolehkah kau ajukau sekarang"

"Kami tidak mempunyai syarat apa-apa, kami cuma berharap bisa mendampingi kongcu sepanjang masa, mau jadi pelayan juga boleh, menjadi dayang juga mau"

"Siau-hong!" Pek Hong lantas berkata, "aku lihat lebih baik kau putuskan sendiri persoalan tersebut, tapi kau toh sudah menyanggupi untuk melindungi keselamatan orang? Dalam hal ini, kami pasti akan melaksanakannya dengan sebaik mungkin"

"Tecu mengerti!" "Ayah!" Pek Hong lantas berkata kepada Pek Bwe, "apakah kita sudah boleh pergi sekarang?"

Cu Siau-hong mendongakkan kepalanya dan memandang keadaan cuaca sekejap, lalu berkata:

"Sebelum malam nanti, orang-orang Ban-hoa wan akan melangsungkan suatu serangan secara besar-besaran terhadap kita"

"Kita berhasil menyelamatkan Tiong It-ki, aku percaya dalam kebun raya Ban-hoa-wan ini masih ada orang yang mengawasi kita, dan akupun percaya mereka telah mengetahui semua kejadiaa ini dengan sejelas-jelasnya, tapi heran kenapa mereka harus menunggu sampai magrib baru mulai melancarkan serangannya?"

"Konon mereka sedang menunggu kedatangan seseorang!" kata Cu Siau-hong cepat.

"Siapa yang mereka tunggu?" "Soal ini Siau-hong kurang jelas "

Setelah berpaling dan memandang sekejap kearah Lik Hoo, katanya lebih lanjut:

"Nona, siapakah orang itu?"

"Mungkin dia adalah Keng-loji, cuma budak tak berani memastikan" sahut Lik Hoo.

Dengan menyebut dirinya sebagai budak, tampaknya dia telah memastikan tingkat kedudukan mereka. 'Hanya menunggu satu orang?" tanya Tan Tiang kim.

"Berita yang budak dengar memang demikian!.'

"Kalau cuma satu orang, sekalipun ilmu silatnya sangat lihay, belum tentu mampu menghadapi kami?" "Apakah masih ada orang lain, budak tidak berani memastikan seratus persen.'

Tan Tiang kim segera termenung dan membungkam dalam seribu bahasa...

Dengan suara lirih Pek Bwe lantas berkata:

"Hei, pengemis tua, coba lihatlah sebenarnya apa yang telah terjadi. ?"

"Waktu yang telah mereka tetapkan untuk menghadapi kita belum tiba, sekalipun kita berhasil menolong Tiong It ki, saat yang ditetapkan ternyata sama sekali tidak dilanggar, aaaai... ! Organisasi ini sungguh menakutkan sekali"

"Aku si pengemis tuapun sedang kesulitan, kalau dilihat dari posisi yang terbentang didepan mata, jelas terlihat kalau serangan yang mereka persiapkan adalah suatu penyerangan yang luar biasa sekali, bila kita tetap tinggal disini, besar kemungkinan kalau kita bakal rugi, tapi kalau tetap tidak berdiam disini, kuatirnya kesempatan baik ini kita lewatkan dengan begitu saja"

"Tan cianpwe, boanpwe mempunyai suatu pendapat yang bodoh, entah bisa dipergunakan atau tidak?" timbrung Cu Siau-hong.

"Baik, coba kau katakan!"

"Boanpwe rasa, belum tentu kita harus menuruti apa yang telah mereka rencanakan"

"Maksudmu?"

"Sekarang It-ki sute butuh beristirahat, sekalipun kita mempunyai rencana melangsungkan pertarungan adu kekuatan dengan mereka, toh belum tentu harus dilangsungkan dalam kebun raya Ban-hoa-wan ini' "Benar! Mari kita berangkat"

Maka berangkatlah rombongan jago-jago lihay itu meninggalkan kebun raya Ban-hoa-wan.

Diluar dugaan, segala sesuatunya tetap tenang dan aman, tidak dijumpai sesuatu perubahan, juga tiada seorang manusiapun yang menegur kepergian mereka.

Pek Bwe segera berpaling dan memandang sekejap ke arah kebun raya Ban-hoa-wan yang berada dibelakangnya, lalu sambil tertawa getir katanya:

"Siapa yang akan menduga sampai kesana? Kebun raya yang demikian tersohornya ternyata adalah sebuah sarang penyamun, dibalik aneka bunga yang indah tersembunyi hawa pembunuhan yang mengerikan"

Tan Tiang-kim tertawa, katanya:

'Saudara Pek, aku si pengemis tua telah teringat akan sesuatu, entah bagaimana dengan pendapat dari saudara Pek?"

"Soal apa?"

"Mereka mempunyai seseorang yang diandalkan, tapi orang itu sudah pasti tidak berada dalam kebun raya Ban hoa-wan"

"Saudara Tan, apakah kau ada niat untuk menghadangjalan pergi orang ini?"

"Cara ini memang bagus sekali, dalam pertikaian yang berlangsung selama ini, kita selalu berdiri pada posisi pihak yang diusik, sekarang kita musti membalikkan posisi tersebut, dari pihak yang diancam menjadi pihak yang mengancam"

"Betul! Aku si pengemis tua juga mempunyai rencana tersebut,  cuma  It-ki  petlu  banyak  beristirahat,  aku  lihat, lebih baik kalian lindungi dulu It-ki sampai di rumah, sedang tempat ini serahkan saja kepada aku si pengemis tua dan pihak Pay-kau yang menghadapinya"

"Apakah orang-orang dari perkumpulan Pay-kau sudah berdatangan?" tanya Pek Hong.

"Yaa, sudah datang, cuma jumlahnya tidak terlampau banyak, semuanya hanya berjumlah empat orang, meski demikian, mereka justru merupakan jago-jago yang paling top di dalam perkumpulan Pay-kau"

"Tan cianpwe pernah bertemu dengan mereka?"

"Mereka sudah melakukun hubungan kontak dengan perkumpulan kami, berhubung pihak kami sudah keburu membawa orang lebih dulu, agaknya mereka menjadi kurang leluasa untuk membawa orang yang lebih banyak, itulah sebabnya hanya empat orang huhoat saja yang di utus kemari, bila kita membutuhkan bantuannya, asal diberi khabar niscaya mereka akan menyusul kemari'

'Gara-gara urusan kami, perkumpulan anda dan perkumpulan Pay-kau harus ikut menjadi repot, kejadian ini sungguh membuat aku yang ditinggalkan merasa amat tidak tentram"

"Keponakan Hong jangan berkata demikian, kesemuanya ini adalah atas kerelaan dari perkumpulan kami serta perkumpulan Pay-kau sendiri, aaai ! Terutama sekali dari pihak Pay-kau sekalipun sudah berganti ketua dua kali namun mereka masih saja teringat dengan hubungan lama, kejadian ini benar-benar diluar dugaan. "

Tiba-tiba Cu Siau-hong berpaling dan memandang sekejap ke arah Lik Hoo, kemudian sapanya: "Nona besar.!" "Budak siap menanti perintah" buru-buru Lik Hoo memberi hormat.

"Apakah di dalam kebun raya Ban-hoa-wan ini terdapat lorong rahasia bawah tanah lain yang berhubungan dengan tempat luar?"

"Agaknya tidak ada!"

Cu Siau-hong segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Tang Cuan, kemudian katanya: 'Ciangbun suheng, siaute akan tetap tinggal disini, agar..."

"Akupun tetap tinggal disini", tukas Tang Cuan cepat.

Pek Bwe termenung dan berpikir sebentar, lalu katanya:

"Begini saja, Hong ji dengan membawa It-ki pulang lebih dulu, lohu dan SengTionggakjuga akan tetap tinggal disini, urusan yang menyangkut Bu-khek-bun, tak bisa kita serahkan seluruhnya kepada pihak Kay-pang dan Pay-kau"

Tang Cuan lantas berpaling dan memandang sekejap ke arah Pek Hong, setelah itu katanya: "Bagaimana menurut pendapat sunio?"

"Aku juga harus tinggal disini " kata Pek Hong.

"lbu!" Tiong It-ki menambahkan. "aku tidak terluka, seharusnya akupun turut tinggal disini"

"It-ki, jangan keras kepala" kata Pek Bwe, walaupun Jit suheng mu dapat membebaskan jalan darahmu, dan kau sama sekali tidak menderita luka, cuma badanmu terlalu lemah, oleh sebab itu kau harus baik-baik memelihara kesehatanmu"

"Tiong It-ki juga mengerti, sekalipun badannyn tidak terluka, tapi kondisi badannya sangat lemah, dia harus beristirahat cukup lama sebelum kekuatan badannya bisa pulih  kembali  seperti  sedia  kala  dan  bertarung  melawan orang, itu berarti kehadirannya disana tak lebih hanya merepotkan orang lain saja..

Pek Bwe menghembuskan napas panjang, lalu berkata. 'Hong-ji, bawalah It-ki dan pulanglah lebih dulu!"

Pek Hong tidak banyak berbicara lagi, dia mengangguk dan mengajak Tiong It-ki berlalu dari situ dengan langkah cepat.

Menanti bayangan punggung dari kedua orang itu sudah lenyap dari pandangan mata, Cu Siau-hong baru berbisik:

"Tan cianpwe, boanpwe akan melindungi dulu sunio sampai di tempat tujuan, sedang locianpwe juga harus mempersiapkan orang untuk menutup semua jalan di empat penjuru serta mengawasi setiap orang yang berlalu lalang di sekitar tempat ini"

"Sute, mari kita pergi bersama" bisik Tang Cuan. Pek Bwe menghela napas panjang, bisiknya: "Siau-hong benar benar teliti sekalil"

"Saudara Pek!", kata Tan Tiang kim pula, "sepanjang jalan aku sudah mempersiapkan anak murid dari Kay-pang, aku lihat tak perlu merepotkan diri Siau-hong lagi"

"Sesungguhnya hal itu pun timbul atas perasaan mereka sendiri, biarkanlah mereka perlihatkan rasa baktinya."

Setelah mendongakkan kepala dan memperhatikan cuaca dia melanjutkan lebih jauh:

"Dan lagi, Sekarang waktu sudah tidak pagi, sekalipun harus menghantar mereka sampai ke kota Siang-yang kemudian balik lagi kemari juga masih sempat"

Tan Tiang kim tak menghalangi niat mereka lagi... Cu Siau-hong lantas berbisik: "Tan locianpwe, ketiga orang nona ini benar-benar berniat untuk melepaskan diri dari lumpur kenistaan, entah bagaimana perbuatan mereka dimasa silam, yang pasti sekarang mereka berhati bersih bagaikan bulan purnama, bila locianpwe ingin mengajukan pertanyaan-pertanyaan, silahkan tanyakan langsung kepada mereka"

"Tak usah banyak ribut lagi, cepat pergi dan cepat kembali, jangan sampai menelantarkan persoalan"

Cu Siau-hong berpaling dan memandang sekejap kearah Tang Cuan, kemudian beranjak dan lari ke depan, disusul Tang Cuan tepat dibelakang tubuhnya.

Kedua orang itu mempertahankan jarak sejauh sepuluh kaki dengan Pek Hong, menanti mereka sudah masuk ke dalam kota Siang yang dan menyaksikan Pek Hong dan putranya masuk ke dalam bangunan rumah yang did iami pangcu dari Kay-pang, mereka baru membalikkan badan dan balik ke dalam kebun raya Ban-hoa-wan.

Sementara itu sang surya sudah tenggelam di balik bukit, magrib pun menjelang tiba.

Pek Bwe mengerti, seandainya didalam kebun raya Ban hoa-wan terdapat pendekar-pendekar pedang macan kumbang hitam, maka kepergian Cu Siau-hong dan Tang Cuan benar-benar suatu tindakan yang keliru besar, terutama sekali Cu Siau-hong, pemuda ini memiliki ilmu pedang serta ilmu silat yang tampaknya justru merupakan tandingan dari pendekar-pendekar pedang macan kumbang hitam.

Tentu saja perkiraan semacam itu tak dapat dia utarakan, apa yang bisa dilakukan hanya merasa cemas dihati. Untung saja Tang Cuan dan Cu Siau-hong segera kembali lagi ke ke tempat itu. Diam-diam Pek Bwe menghembuskan napas lega, ujarnya lirih:

"Mereka sudah sampai rumah?"

"Yaa! Boanpwe melihat subo dan sute sudah masuk ke dalam gedung, baru balik kembali ke sini' jawab Cu Siau hong.

'Bagus! Bagus!"

Tang Cuan segera menjura dan berkata pula: "Tan cianpwe, apakah orang itu belum datang?".

"Sampai sekarang belum ada kabar berita nya" sahut Tan Tiang kim.

'Siau-hong, coba kau tanyakan kepada nona Lik Hno, apa gerangan yang telah terjadi"

Belum sempat Cu Siau-hong menjawab, Lik Hoo sudah membungkukkan badannya memberi hormat seraya berkata.

"Budak menjawab pertanyaan dari ciangbunjin, budak hanya tahu mereka akan datang pada saat magrib, serta melancarkan serangan untuk membasmi kalian semua, sedang soal dengan cara apa mereka hendak bertindak, budak kurang begitu tahu"

"Manusia macam apakah yang sedang mereka tunggu?

Tahukah kau?" "Budak tidak tahu"

Tang Cuan segera menghembuskan napas panjang, katanya:

"Sekarang kita sudah meninggalkan kebun raya Ban-hoa wan, mungkin saja mereka telah merubah pikiran. " Belum selesai ucapan tersebut diucapkan, tiba-tiba terdengar suara sempritan bambu yang tajam dan tinggi, melengking berkumandang datang.

Tan Tang kim segera merasakan semangatnya berkobar kembali, serunya dengan cepat:

"Nah, mereka sudah datang, tepat sekali penyesuaian waktu yang mereka rencanakan... hayo berangkat... kita sambut kedatangan mereka !"

Selesai berkata dia lantas melangkah maju lebih dulu ke depan.

Dibawah sinar matahari senja, tampak seorang kakek berjubah hitam, berjenggot putih sepanjang dada, berdiri tegak ditengah jalan.

Empat orang murid Kay-pang dengan senjata terhunus sedang menghadangjalan pergi kakek berjubah hitam itu.

Tan Tiang kim agak tertegun, kemudian tegurnya:

'Hai, apa yang terjadi? Kenapa kalian menghunus senjata tajam?"

Buru-buru ke empat orang murid Kay-pang itu memberi hormat, jawabnya:

"Ilmu silat yang dimiliki lotiang ini lihay sekali, dalam sekali penyerangan kami berempat sudah dipaksa mundur sejauh delapan langkah lebih, oleh sebab itu tecu sekalian menghunus senjata"

"Oooh, kiranya begitu"

Tiba-tiba terdengar kakek berjubah hitam itu menegur: "Kalian adalah orang orang Kay-pang?"

"Pakaian yang kukenakan sudah jelas menunjukkan kalau aku ini pengemis, mengapa kau banyak bicara lagi?" "Lohu dengan perkumpulan anda tak pernah terlibat dalam hutang piutang, tiada dendam ataupun sakit hati, mengapa kalian menghalangi perjalananku?" seru kakek berjubah hitam itu dengan suara dingin.

"Aku si pengemis tua sudah setengah abad lamanya berkelana dalam dunia persilat-an, orang kenamaan dunia ini meski tak kukenal, paling tidak juga pernah kudengar, tapi kau...'

"Lohu bukan orang persliatan, lagi pula jarang sekali melakukan perjalanan dalam dunia persilatan" tukas kakek itu cepat.

Tan Tiang kim berpaling dan memandang sekejap kearah Pek Bwe, kemudian ujarnya:

"Saudara Pek, matamu lebih awas... pengetahuanmu lebih luas daripada aku sipengemis tua, kenalkah kau dengan saudara ini?"

'Tidak kenal!" jawab Pek Bwe sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Kalau begitu, silahkan loheng menyebutkan sendiri siapa nama besarmu, dan apa pula julukannya."

Kakek berjubah hitam itu segera mendengus lalu tertawa dingin tiada hentinya.

"Sudah lama lohu mendengar nama besar Kay-pang, lohupun mendengar kalau Kay-pang adalah suatu perkumpulan besar, partai ternama yang mengutamakan keadilan serta kesetia kawanan, sungguh tak ku sangka partai besar yang didengung-dengungkan itu ternyata tak lebih adalah suatu organisasi dari kaum pencoleng yang tak mengerti aturan, Hmm ! Dari pada melihat lebih baik mendengar, sungguh bikin  hati  lohu  merasa  amat kecewa. ' Tan Tiang kim berpaling sekejap, kemudian katanya:

"Saudara Pek, saudara ini benar-benar pandai menyembunyikan indentitas sendiri, bila dalam hati kecilku tiada perhitungan, bisa jadi aku akan terkena gertak sambalnya itu."

Setelah berhenti sebentar, sambungnya:

"Hari sudah mendekati magrib, kebun raya sudah tutup pintu, ada urusan apa kau malam-malam datang kemari?"

"Hmmm! Sejak kapankah perkumpulan Kay-pang sudah menjajah wilayah diseputar tempat ini?" jengek kakek berbaju hitam itu dingin.

Tan Tiang kim tertawa.

"Lo heng, apakah kau belum meminta ijin kepada pentolan wilayah tempat ini?"

Mendadak kakek berbaju hitam itu mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

"Haaahhh... haaahhh... haaahh... tampaknya partai kalian memang berniat untuk mencari kesulitanku"

?oooO)d.w(Oooo?

“KEBUN RAYA BAN-HOA-WAN telah

mempersiapkan suatu serangan besar-besaran terhadap kami' kata Tan Tiang kim, '"tapi oleh karena kedatanganmu terlambat satu langkah, membuat serangan yang sudah kalian susun dengan secermat-cermatnya ini akan mengalami kegagalan total, aku kuatir keterlambatan yang kau lakukan kali ini, mungkin akan memperoleh teguran, bahkan hukuman yang berat dari organisasimu ini" Paras muka kakek berbaju bitam itu berubah hebat, dengan dingin ujarnya: "Kau lagi mengaco belo apa?"

Tan Tiang kim tertawa, kembali ujarnya:

"Dalam sekali ayunan tangan kau berhasil mengundurkan empat orang murid Kay-pang, tenaga dalam yang begini sempurna nya itu benar-benar mengejutkan hati orang, kalau toh merasa punya kepandaian, mengapa tidak berani mengakuinya?"

"Kau suruh lohu mengakui apa!" bentak kakek berbaju hitam itu dengan gusar.

"Mengakui asal usulmu yang sebenarnya'

"Biasanya penyakit itu keluar dari mulut, perbuatan orang-orang Kay-pang benar-benar diluar dugaan lohu"

Cu Siau-hong tak kuasa menahan diri lagi, mendadak dia menimbrung dari samping: "Lotiang tidak kenal dengan kami, entah apakah kau kenal dengan mereka bertiga?'

"Siapa yang kau maksud?"

"Lik Hoo Ui Bwee dan Ang Bo-tan?" "Dia berada dimana?”

Tapi begitu ucapan tersebut diutarakan dia segera tahu kalau sudah salah berbicara, sayang kesalahan tersebut sudah tak dapat diperbaiki lagi.

Cu Siau-hong segera tersenyum, serunya dengan suara lantang:

"Kalau toh kalian sudah berniat untuk mengikuti diriku, cepat atau lambat toh pasti akan bertemu orang, kenapa masih takut dengan mereka? Hayo keluar!"

Ternyata Lik Hoo, Ui Bwe dan Ang Bo tan telah menyembunyikan   diri   dibelakang   pohon,   tapi   setelah dibentak oleh Cu Siau-hong, terpaksa ketiga orang itu munculkan diri.

Rupanya ketiga orang nona itu menyembunyikan diri dibelakang sebatang pohon yang sangat besar dan daun yang rimbun.

Pelan-pelan Lik Hoo munculkan dirinya, disusul Ui Bwe dan Ang Bo tan mengikuti dibelakangnya.

Dengan ketajaman mata bagaikan sambaran kilat, orang berbaju hitam itu mengawasi sekejap wajah Lik Hoo sekalian bertiga kemudian katanya dengan sinis:

"Kau maksudkan ketiga orang budak ini? Darimana lohu bisa kenal dengan mereka?"

"Lik Hoo!" Cu Siau-hong segera berkata, “orang lain tidak kenal dengan kalian, apakah kalian kenal dengan dirinya?"

"Hamba kenal dengannya, sekalipun tubuhnya sudah terbakar hangus menjadi serbuk abu pun kami tetap mengenalinya"

'Oooh, siapakah dia" "Keng Ji kongcu !"

Cu Siau-hong segera manggut-manggut.

"Ternyata dugaanku tidak salah", katanya, "kau memang benar-benar pentolan dari kebun raya Ban-hoa-wan ini"

"Hei, apalagi yang kau igaukan? Belum pernah lohu berjumpa dengan mereka."

"Ji kongcu", ujar Lik Hoo, "jangankan kau baru menyaru, sekalipun berubah menjadi seorang perempuan pun kami tetap menenali dirimu. " "Ji kongcu terlalu gegabah, mengapa kau lupa untuk menutupi tahi lalat kecil dijari tengah tangan kirimu, aku rasa di dunia ini tak akan terdapat manusia yang memiliki ciri khas seperti itu."

Pakaian yang dikenakan kakek berbaju hitam itu segera bergetar sendiri meski tidak terhembus angin, jelas hawa amarah yang berkobar didalam dadanya telah mencapai pada puncaknya.

Lik Hoo, Ui Bwe dan Ang Bo tan segera mundur dengan perasaan takut, ketiga orang ini sudah lama bergaul dengan Keng-ji kongcu, mereka mengerti bahwa orang itu sudah mulai diliputi oleh kemarahan yang meluap.

Itu berarti jika dia sampai melancarkan serangan, maka serangan yang dilancarkan itu sudah pasti merupakan suatu serangan dahsyat yang mematikan.

Cu Siau-hong maju dua langkah kedepan dan menghadang didepan Lik Hoo sekalian sambil katanya: "Ji kongcu akan meloloskan senjata tajam? Ataukah bertarung dengan tangan kosong belaka?"

Ternyata kakek berbaju hitam itu masih bisa menahan diri untuk tidak melibatkan dari dalam pertarungan itu, tiba tiba katanya lagi:

"Kalian sudah salah melihat orang, aku bukan Keng-ji kongcu!"

"Kau bukan?"

"Keng-ji kongcu masih muda, mana mungkin tampangnya macam lohu begini... ?" kata kakek berbaju hitam itu dengan suara dingin. "Ilmu menyaru muka yang ada didalam dunia persilatan banyak yang sangat lihay, kalau Cuma ingin berganti rupa saja bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu sulit."

"Jadi kau menganggap luho adalah Keng-ji kongcu?" seru kakek berbaju hitam itu lagi dengan dingin.

"Aku percaya mereka tiga bersaudara tak akan salah melihat"

'Keng-ji kongcu!" dengan suara lantang Lik Hoo segera berseru: "selama ini kau selalu berani berbuat berani menanggungnya, kenapa sekarang menjadi penakut macam cucu kura-kura? Masa kau tak berani mengakui dirimu sendiri?"

Mendadak kakek itu mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak:

"Haaahh... haaahh... haaahh... tampaknya kalian bersikeras juga untuk berjumpa dengan Keng-ji kongcu"

Mendadak dia mencabut kumis diatas wajahnya dan melepaskan selembar topeng kulit manusia, katanya lebih jauh.

"Benar, aku adalah Keng Ji-kongcu!"

Itulah selembar wajah yang sangat tampan dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu, ditatapnya wajah Tan Tiang kim lekat-lekat, kemudian tegurnya:

"Kau bernama Tan Tiang kim bukan?"

"Betul ....!" jawab Tan Tiang kim. "Keng Ji kongcu sungguh tak kusangka aku si pengemis tua mempunyai nama yang begini besarnya!"

'Tan Tiang kim, hal ini bukan dikarenakan namamu sangat besar, kau tak usah terlalu membanggakan diri sendiri, terus terang saja kalau cuma seorang tianglo dari Kay-pang mah masih belum dianggap masalah oleh Keng-ji kongcu"

"Keng Ji kongcu, betul-betul tekebur ucapanmu, cuma sudah setengah abad lamanya aku si pengemis tua berkelana didalam dunia persilatan, akupun belum pernah mendengar nama besarmu!"

"Jago lihay yang sesungguhnya tidak akan mencari nama didalam dunia persilatan, jago lihay yang sesungguhnya juga tak akan terlalu menonjolkan diri didepan orang lain, tapi yang mereka kerjakan selalu adalah pekerjaan besar yang tidak meninggalkan jejak"

"Aku masih kurang mengerti, pekerjaan besar apakah yang telah kau lakukan?" tanya Tan Tiang kim sambil tertawa.

Kembali Keng Ji kongcu tertawa.

"Tan Tiang kim, aku tak ingin terlalu banyak memberitahukan urusan ini kepadamu, ambil contoh saja dirimu, aku rasa kau merupakan suatu bukti yang teramat jelas"

"Coba katakanlah!'

"Misalnya saja, nama besarmu didalam dunia persilatan amat termashur, tapi dalam kenyataannya belum tentu kau memiliki kemampuan yang melebihi namamu"

“Soal ini harus dicoba lebih dulu baru bisa dimengerti”. “Orang yang benar-benar mengerti ilmu, dia tak akan

terlalu mempersoalkan nama yang kosong”. "O, ya ?"

"Aku percaya yang kau unggulkan selama ini bukan kepandaian sastramu yang indah, juga bukan jiwa besarmu yang terpuji, melainkan tak lebih karena mengira dirimu memiliki serangkaian ilmu silat yang hebat dan top"

"Aku si pengemis tua tak berani mengatakan kalau aku adalah seorang jago lihay, tapi tiada nama yang diperoleh secara untung-untungan, aku yakin jurus-jurus silat kampungan yang kumiliki masih cukup untuk menjaga diri"

"Andaikata aku sanggup merobohkan kau dalam sepuluh gebrakan saja, apalagi yang bisa kau gunakan untuk membanggakan diri?"

"Maksudmu dalam sepuluh gebrakan saja kau sudah mampu untuk merenggut selembarjiwaku?".

"Dapatkah aku merenggut nyawamu, hal ini tergantung pula seberapa banyak yang bisa kau lakukan untuk menghadapinya"

"Aku si pengemis tua tidak begitu paham" Keng Ji kongcu segera tertawa terbahak-bahak.

"Haaahhh... haaahhh... haaahhhh... aku jarang sekali turun tangan, tapi sekali turun tangan tak pernah ada yang kubiarkan tetap hidup, cuma aku tak ingin ada begitu banyak orang yang menyaksikan diriku membunuh orang, maka asal kau Tan Tiang kim bersedia mengangkat sumpah, jika dalam sepuluh gebrakan nanti menderita  kalah maka kau bersedia bunuh diri, kemungkinan besar aku tak akan mencabut nyawa mu "

"Soal menang atau kalah sudah lumrah dalam suatu pertarungan, aku rasa tak perlu diembel-embeli dengan segala sumpah janji atau pertaruhan " tukas Cu Siau-hong.

Keng Ji kongcu segera mendengus dingin. "Hmm! Tiga kuntum bunga dari dunia persilatan selalu cabul dan jalang, mungkin lantaran kau berparas bagus, maka mereka baru bersedia menghianati diriku "

"Setiap orang tentu mempunyai sifat yang baik" tukas Cu Siau-hong lebih lanjut, "mereka sadar dari kesalahannya karena kau tak pernah menganggap mereka sebagai manusia, oleh sebab itu sudah sedari dulu mereka berminat untuk menghianatimu, hanya selama ini menunggu saja datangnya kesempatan baik dan sekarang kesempatan yang mereka tunggu-tunggu itu telah datang'

Keng-ji-kongcu segera mengalihkan sinar matanya ke wajah Lik Hoo, lalu tanyanya. "Begitukah keadaan yang sebenarnya?"

"Benar, kami tiga bersaudara sudah banyak tahun mengikuti dirimu tapi kau belum pernah menganggap kami sebagai manusia."

Keng Ji-kongcu tertawa.

"Persoalannya terletak pada diri kalian sendiri" katanya, "bayangkan saja apa yang kalian lakukan selama ini apakah mirip dengan peraturan manusia? Jangan salahkan kalau akupun tak pernah menganggap kalian sebagai manusia "

Sesudah tertawa terbahak-bahak dia melanjutkan. "Setiap  benda  setelah  membusuk  baru  keluar  ulatnya,

kalian  tiga  bersaudara  sudah  memperkosa  seluruh  dunia

persilatan, entah berapa banyak orang yang telah dicelakainya, Ji kongcu tidak membunuh kalian, hal ini boleh dibilang sudah merupakan sesuatu yang sangat baik dan bijaksana untuk kalian"

Paras muka Lik Hoo segera berubah menjadi hijau membesi, katanya dengan suara dingin: "Kami tiga bersaudara bukan orang baik dan kamipun mengerti, bahwa kami ini kotor tapi ucapan semacam itu tidak berhak muncul dari mulutmu, kami mau hina mau cabul, mau jalang, apa urusannya dengan kau Keng Ji kongcu? Lagi pula kau sendiri juga tak akan lebih hebat dari kami, berapa banyak perempuan yang sudah rusak ditanganmu? Bisakah kau menghitungnya? Kau bukan cuma telah membohongi badan kami, bahkan menipu pula perasaan kami."

Keng Ji kongcu kembali tertawa:

"Apa yang dilakukan oleh aku selamanya ibarat Ciang Tay kong memancing ikan, yang mau biarlah terkena pancingan, kalian tiga bersaudara adalah ikan-ikan yang rela membiarkan dirinya terpancing, aku rasa kalian juga tahu bahwa aku tak pernah membujuk rayu dengan kata kata yang manis, akupun tak pernah menjanjikan apa-apa kepada kalian, jika kalian rela kenapa tidak kuterima?"

Lik Hoo menghela napas panjang.

"Aai dalam kenyataan kau memang berbuat demikian, kau memang tak pernah menjanjikan apa-apa kepada kami, tapi sikap maupun tindak tandukmu telah memperlihatkan kesemuanya itu"

Keng-ji kongcu segera tertawa..

"Penjelasan semacam ini mungkin hanya kalian tiga bersaudara yang mau percaya, aku percaya orang lain tak akan mempercayainya dan tak akan mendengarnya, tapi sekarang kalian telah menghianati diriku, itu berarti kalian harus dijatuhi hukuman mati."

"Seandainya kami tidak terlalu menguatirkan soal mati hidup, sedari dulu dulu kami sudah meninggalkan kebun raya Ban-hoa wan ini" 'Bagus sekali, kalau begitu kalian bertiga cepatlah mampus bersama, bila harus menunggu sampai aku yang turun tangan, akan kusuruh kalian mati tak bisa, hidup pun tak dapat."

Rasa takut dan ngeri dengan cepat menyelimuti seluruh wajah Lik Hoo, Ui-Bwe dan Ang Bo tan, jelas merasa ketakutan setengah mati oleh ancaman dari Keng Ji kongcu tersebut.

Cu Siau-hong tertawa.

"Sobat!" tukasnya, "kalau hanya mempermainkan dan menakut-nakuti beberapa orang bocah perempuan mah bukan perbuatan dari seorang enghiong yang perkasa '"

"Kalau didengar dari perkataanmu, tampaknya kau ingin menanggung semua persoalan ini?" sambung Keng-ji kongcu.

"Aku yang tak becus, memang bermaksud demikian" "Bagus sekali, bagaimana kalau kau sambut dulu tiga

jurus serangan dari Ji-kongcu?"

Cu Siau-hong segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Tan Tiang kim lalu katanya: "Locianpwe, bagai mana kalau pertarungan babak pertama ini diberikan dulu kepada boanpwe?"

"Baiklah!' jawab Tan Tiang kim sambil tertawa.

"Tenaga dalam boanpwe sangat cetek, seandainya sampai kalah ditangan Keng Ji kongcu nanti, belum terlambat rasanya bila cianpwe menggantikan diriku"

Tan Tiang kim manggut-manggut.

Sepasang mata Keng Ji kongcu yang tajam bagaikan sembilu itu segera dialihkan ke atas wajah Cu Siau-hong, kemudian dengan wajah serius katanya: “Kalau didengar dari ucapanmu itu, tampaknya kau merasa yakin sekali untuk dapat menyambut ketiga buah jurus seranganku?"

"Coba saja nanti, mungkin bahwa satu jurus saja tak mampu kuterima ?"

"Kau adalah anggota Kay-pang?"

"Bukan, aku adalah anak murid Bu khek-bun." setelah berhenti sejenak, lanjutnya:

-oOo>d’w<oOo-

"MASIH ada satu hal, ingin kukatakan pada kepadaji kongcu."

"Baik, silahkan kau ucapkan"

"Seorang siau sute ku yang terjebak di dalam lorong bawah tanah kebun raya ini telah berhasil kami selamatkan"

Keng Ji kongcu manggut-manggut. "Soal ini aku sudah tahu"

Sinar matanya lantas dialihkan ke wajah Lik Hoo, kemudian melanjutkan:

"Aku rasa, sudah pasti hal ini merupakan hasil karya dari kalian tiga bersaudara bukan?"

"Benar, kami telah menggabungkan diri dengan Cu kongcu, padahal belum pernah berjasa apa-apa, maka kamipun menyelamatkan Tiong kongcu sebagai pernyataan ketulusan hati kami"

"Bagus, kalian memang telah membuat pahala, tapi pahala tersebut harus kalian buat dengan pengorbanan jiwa kamu bertiga.” "Saudara Keng, tampaknya kecuali menggertak dan mengancam keselamatan jiwa orang, kau sudah tidak memiliki cara lain yang lebih balk lagi, ehmm... hanya soal ancaman jiwa saja, aku sudah mendengarnya sampai beberapa kali"

"Kalau begitu, sekarang kita buktikan dengan suatu gerakan nyata saja "

Pelan pelan dia mengangkat tangan kanannya ke tengah udara, kemudian katanya lebih lanjut:

"Sudah kukatakan tadi, bila kau sanggup untuk menerima tiga jurus seranganku, silahkan kau meninggalkan tempat ini dengan selamat"

Ucapan orang ini terlalu besar lagaknya, seakan-akan Cu Siau-hong pun sampai turut kena digertak olehnya..

Dengan suara dalam Pek Bwe lantas berkata.

"Saudara Tan, nada ucapan orang-orang ini betul-betul sangat terkebur, tampaknya apa yang dia ucapkan bukan omong kosong belaka"

Dalam pada itu Keng Ji-kongcu sudah menggerakkan tangan kanannya dan menekan ke dada Cu Siau-hong dengan suatu gerakan yang sangat enteng sekali.

Walaupun pukulan itu sangat enteng dan lembut, tapi cepatnya bukan kepalang. Tampak tangannya yang baru diayunkan itu tahu-tahu sudah mengancam dada. Betul betul sebuah pukulan yang cepat sekali.

Kendatipun sejak tadi Cu Siau-hong sudah melakukan persiapan, toh dia dibikin terperanjat juga oleh kejadian itu.

Serangan yang dilancarkan olehnya itu betul-betul terlampau cepat. Sekalipun Cu Siau-hong sudah menarik napas sambil mundur, tak urung ujung jari tangan lawan sempat menyambar pula diatas pakaian bagian dadanya.

Ujung jari yang tajam serta membawa tenaga serangan dahsyat itu ibaratnya sebilah pisau yang tajam, dengan cepatnya merobek pakaian yang dikenakan Cu Siau-hong.

Menyaksikan kejadian itu, Cu Siau-hong menjadi tertegun, serunya tertahan. "Betul-betul suatu ilmu pukulan yang amat cepat!"

Agaknya Keng Ji kongcu juga merasa agak diluar  dugaan dengan peristiwa itu, sambil menghembuskan napas panjang katanya..

"Ternyata kau berhasil juga menghindarkan diri dari seranganku itu!"

"Kau anggap dengan seranganmu itu kau dapat melukaiku?"

"Semestinya seranganku ini dapat melukaimu, tapi tak kusangka kau mampu menghindarkan diri dari ancamanku ini"

Siau-hong segera tertawa hambar.

"Masih ada dua jurus" katanya, "itu berarti kau masih mempunyai kesempatan untuk melawanku"

Diam-diam Keng Ji kongcu merasa terkejut sekali setelah menyaksikan sikap tenang dari lawannya, diam-diam dia berpikir.

"Bocah keparat ini sangat pandai menahan diri, ternyata pukulan kilat yang kulancarkan tadi tidak berhasil melukainya"

Sedang Cu Siau-hongjuga sedang berpikir: "Sungguh cepat pukulan yang dilancarkan orang ini, sedemikian cepatnya sampai selama hidup belum pernah kujumrai sebelumnya, heran kenapa ia bisa memiliki pukulan yang sedemikian cepatnya?.”

Dengan berpikir demikian, kedua pihak pun sama-sama melakukan persiapan yang lebih seksama, otomatis kewaspadaan pun semakin ditingkatkan.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar