Pena Wasiat (Juen Jui Pi) Jilid 20

"Aaaai...!" Tan Tiang kim menghela napas panjang, “andaikata aku si pengemis tua bisa menolong jiwanya, sedari tadi hal tersebut sudah kulakukan, buat apa aku musti menunggu sampai sekarang?" "Bagaimana seandainya kita turun tangan bersama?" "Itupun percuma."

"Apakah kita biarkan Siau-hong sute"

Ketika berbicara sampai disitu, secara diam-diam hawa murninya telah disalurkan kembali ke dalam tangan siap melancarkan serangan kilat.

Tang Cuan juga dapat melihat, sekujur badan Tan Tiang kim gemetar keras sementara sepasang tangannya dikepal kencang kencang.

Rupanya keadaan yang dihadapi Cu Siau-hong bertambah buruk.

Seng Tiong-gak sendiripun sudah tak mampu mengendalikan diri agi, sambil menarik napas dia melompat bangun.

Ternyata, ia masih duduk bersila sambil mengatur napas.

Sekalipun tak seorang pun diantara mereka yang turun tangan, akan tetapi Tang Cuan dapat melihat bahwa semua orang telah menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya bersiap-siap untuk melancarkan serangan setiap saat.

Mendadak Cu Siau-hong menggeserkan badannya ke samping, dengan suatu gerakan yang sangat aneh tahu tahu ia sudah meloloskan diri dari bilik kepungan cahaya pedang pendekar pedang macan kumbang hitam nomor lima yang amat rapat itu.

Dengan dua kali berjumpalitan, dia sudah berada dihadapan Tang Cuan

Tangan kanannya segera diayun ke depan dan menyambar pedang Cing peng kiam di tangan Tang Cuan yang belum lolos dari sarungnya itu. Ternyata Tang Cuan masih tetap menggenggam gagang pedang erat-erat... "Tang Cuan, cepat lepas tangan!"-seru Pek Bwe.

Padahal tak usah dia berteriakpun Tang Cuan telah melepaskan tangannya sementara badanpun mundur sejauh lima depa ke belakang.

Serangan pedang Hek pa kiam su nomor lima yang sangat lihay itu secepat kilat telah menyambar tiba, pakaian sebelah kanan yang dikenakan Tang Cuan segera tersambar robek.

Seandainya Tang Cuan agak ragu-ragu sejenak saja, niscaya lengan kanannya itu sudah putus di ujung pedang lawan.

Sementara itu Cu Siau-hong telah berjumpalitan di udara dan mundur sejauh lima depa lebih, setelah berhasil merampas pedang Cing peng kiam tersebut.

Tangan kanannya segera dialihkan keatas gagang pedang itu.

Tiba-tiba Hek pa kiam su nomor lima melejit keudara setinggi satu kaki lebih, kemudian berjumpalitan beberapa kali diudara.

Setelah itu mendadak ia membalikkan badan, dengan kaki diatas kepala dibawah, dia langsung menerjang kearah Cu Siau-hong.

Sungguh merupakan suatu serangan yang dahsyat dan mengerikan.

Cu Siau-hong telah meloloskan pedangnya dari sarung dan berdiri menanti disitu dengan waspada.

Tiba-tiba cahaya hijau berkelebat lewat, dia sambut datangnya ancaman dari Hek pa kiamsu nomor lima itu. "Criing" suatu benturan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, diikuti muncratnya bunga bunga api.

Kemudian terdengar pula suatu jeritan ngeri yang menyayatkan hati menggema diseluruh angkasa..

Waktu itu, kedua belah pihak sama-sama sudah terbungkus dibalik kabut cahaya pedang yang tebal sulit untuk diketahui siapa yang telah terluka diujung pedang lawan.

Pek Hong menjerit keras:

"Siau-hong, kau "

"Sunio, Siau-hong sehat walafiat saja?" suara rendah yang berat segera menggema tiba.

"Blammm !" Jenasah dari Hek pa kiam su nomor lima terkapar ditanah dengan pinggangnya terpapas kutung menjadi dua bagian.

Bagi Pek Hong serta Tang Cuan sekalian, kejadian ini sesungguhnya merupakan suatu perubahan yang sama sekali diluar dugaan.

Bagaikan berada dalam alam impian saja dengan langkah lebar Pek Hong segera memburu ke depan, serunya:

"Nak, parahkah luka yang kau derita!"

Diatas badan Cu Siau-hong terdapat banyak sekali luka bacokan, jubah biru yang dipakainya sudah terkoyak koyak, darah segar membasahi seluruh badannya.

Hek pa kiam su nomor tujuh yang selama ini hanya berdiri termangu belaka ditepi arena mendadak membentak keras, sambil memutar pedangnya ia menyerbu ke depan. Menghadapi perubahan diluar dugaan yang mengagetkan dan menggembirakan ini, baik Pek Hong maupun Tang Cuan sama-sama agak terpengaruh oleh emosi, tapi Pek Bwe maupun Tan Tiang kim yang sudah lama melakukan perjalanan didalam dunia persilatan sama sekali tidak mengendorkan kewaspadaannya, meski merekapun merasa kaget bercampur girang.

Kedua orang itu segera saling bertukar pandangan sekejap sambil bersiap-siap melakukan tindakan menghadapi lawan.

Hek pa kiam su nomor tujuh telah menerjang kedepan, tapi pada saat yang bersamaan Tan Tiang kim turun tangan juga melepaskan serangan balasan.

Tampak cahaya hijau berkelebat lewat, tahu-tahu Tan Tiang kim telah meloloskan senjata tongkat tembaga hijaunya yang jarang sekali dipergunakan itu.

Tongkat itu pendek sekali sebab hanya tiga jengkal dua inci panjangnya, dihari-hari biasa Tan Tiang kim selalu Menyimpannya disaku, maka tak diketahui oleh siapapun, seandainya bukan menghadapi musuh tangguh, belum pernah di pergunakannya secara gegabah.

Berbeda sekali dengan keadaannya pada saat ini, ia merasa bahwa jurus pedang yang dimiliki Hep pa kiam su nomor tujuh itu terlalu ganas dan hebat, dia sadar bagaimanapun juga dia tak akan mampu menahan serangan musuh hanya bertangan kosong belaka.

"Traaang !" terdengar suara benturan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, menyusul kemudian dua sosok bayangan manusia saling berpisah kesamping. Sekalipun Tan Tiang kim berhasil menangkis serbuan dari Hek pa kiam su nomor tujuh, akan tetapi lengan kirinya toh tersambar juga oleh babatan pedang lawan sehingga terluka panjang.

Sebuah mulut luka yang panjangnya mencapai tiga cun memanjang diatas lengan tersebut, darah segar mengucur keluar tiada hentinya.

Pek Hong dan Tang Cuan juga dibikin sadar kembali oleh bentrokan nyaring tadi. dengan cepat mereka berpaling

Tiba-tiba Cu Siau-hong maju ke depan dengan langkah lebar, separuh badannya berlepotan darah sehingga ia tampak agak mengerikan.

Sekalipun begitu, langkah tubuhnya sangat mantap dan tenang, pedang yang berada di tangan kanannya juga mantap sekali, setelah memberi hormat, katanya:

'Tan cianpwe, harap kau bersedia melindungi boanpwe dari sisi arena, serahkan saja macan kumbang hitam ini kepadaku, setelah beberapa kali bertarung. boanpwe telah hapal dengan perubahan gerak pedang mereka. !'

"Apakah lukamu tidak membahayakan?" tanya Tan Tiang kim.

"Aaah, itu cuma luka luar saja, terima kasih banyak atas perhatian cianpwe"

Sambil membalikkan badan, dia lantas menuding kearah Hek pa kiam su nomor tujuh itu dengan pedangnya:

"Silahkan turun tangan!"

Sepasang mata Hek pa kiam su somor tujuh memperlihatkan sinar takut yang amat tebal, jelas terbunuhnya Hek pa kiam su nomor lima mendatangkan pukulan jiwa yang cukup besar baginya. Penampilan Cu Siau-hong yang luar biasa, tenaga kekuatan yang besar dan ilmu pedang nya yang sakti membuat semua orang menaruh pandangan yang lain terhadap dirinya.

Tiba-tiba Hek pa kiam su nomor tujuh mulai melancarkan serangannya dengan cepat, badannya berkelebat ke depan sambil melancarkan serangan dahsyat..

Pedang Cing peng kiam yang berada ditangan Cu Siau hong segera berputar membentuk satu lingkaran besar didepan tubuhnya.

Tak seorangpun melihat jelas bagaimanakah perubahan dari gerakan pedangnya itu, tapi yang pasti serangan gencar dari Hek pa kiam su nomor tujuh yang amat dahsyat tersebut, tahu-tahu sudah dipunahkan hingga lenyap tak berbekas.

Begitu berhasil merebut posisi yang lebih menguntungkan, pedangnya berputar lagi membentuk lingkaran, ditengah berkilauannya bunga-bunga pedang, dia bacok tangan kanan Hek pa kiam su nomor tujuh yang menggenggam pedang sehingga senjatanya terjatuh ke tanah.

Dengan terjatuhnya pedang itu, maka keadaan diri Hek pa kiam su nomor tujuh pada saat itu ibaratnya seekor macan kumbang hitam yang kehilangan cakar serta taringnya.

Apalagi lengan tersebut terbabat juga hingga kutung membuat pendekar pedang itu sama sekali kehilangan kemampuannya untuk melanjutkan pertarungan.

Dengan suatu gerakan yang amat cepat Pek Bwe melayang ke depan dan menotok dua buah jalan darah penting ditubuh Hek pa kiam su nomor tujuh itu. Menyusul kemudian Cu Siau-hong menggerakkan pedangnya dan menyingkap topi kulit yang menutupi wajah orang itu.

Akhirnya, tampaklah wajah yang sebenarnya dari Hek pa kiam su nomor tujuh itu.

Cu Siau-hong segera merasa bahwa paras muka orang ini seperti sangat dikenal olehnya, tapi untuk sesaat lamanya tidak bisa teringat kembali dimanakah mereka pernah bertemu.

Sementara dia masih melamun, terdengat Ti Thian hua menjerit kaget seraya berteri?ak: "Aaaah ! Kenapa bisa kau?'

"Saudara Ti, siapakah orang ini? Akupun merasa seperti pernah bersua dengannya" kata Cu Siau-hong.

"Benar! Baru saja kita bersua dengannya"

"Siaute hanya merasa wajahnya sangat kukenal, tapi lupa dimana kita pernah bersua?"

"Dia toh pelayan rumah makan Wong kang lo!"

"Aaah benar, memang dia!" Cu Siau-hong segera berseru sambil manggut-manggut.

Dengan langkah lebar Pek Hong segera menghampiri sambil berseru:

"Hayo bicara, sekarang Tiong It-ki berada dimana?"

Hek pa kiam su nomor tujuh tertawa sinis, darah kental meleleh keluar dari ujung bibirnya, dalam waktu singkat paras mukanya berubah menjadi hijau kehitam-hitaman, lalu roboh binasalah orang itu.

"Sungguh lihay obat racun itu!" seru Pek Bwe tertahan, "sedemikian cepatnya dia bertindak, sehingga tak sempat bagi orang untuk menolongnya" "Aaaai ! Kita seharusnya bisa berpikir sampai disitu, besar kemungkinan dia akan bunuh diri!'

“Obat racun itu berada di dalam mulutnya sekalipun kita sudah mempunyai persiapan juga belum tentu bisa memaksanya untuk muntahkan racun tersebut, apalagi hanya cukup menggigit obat itu jiwanya sudah bisa melayang. Hal ini lebih sukar lagi untuk dicegah"

"Sunio. sekalipun tidak berhasil menahan dirinya, belum tentu kita bisa menanyakan apa-apa darinya" hibur Cu Siau-hong pula.

"Tapi paling tidak, kita toh bisa bertanya kepadanya tentang jejak dari It-ki" Pelan-pelan Ti Thian hua maju kedepan, lalu berkata.

"Dia tak akan mengatakan apa-apa, bagi para pendekar pedang macan kumbang hitam berlaku suatu peraturan yang istimewa sekali, bila wajah mereka yang asli sudah ketahuan, maka mereka wajib untuk bunuh diri !"

"Darimana kau bisa tahu?" tanya Tang Cuan.

"Aku pernah mendengar hal ini dari mulut mereka sendiri, setiap orang yang ingin terpilih sebagai Hek pa kiam su terlebih dulu dia harus memiliki keberanian untuk menghabisi jiwa sendiri"

"Oooooh. !"

“Sunio diantara kerapatan rahasia mereka sekarang Siau hong sudah mengetahui cara mereka untuk menyembunyikan diri”, kata Cu Siau-hong tiba-tiba.

"Sute, kau "

"Ciangbun suheng, mereka tidak mempunyai rahasia apa-apa,  tapi  cara  mereka  untuk  menyembinyikan  diri memang betul-betul merupakan sebuah cara yang bagus sekali"

"Maksudmu?"

"Mereka memisahkan diri menjadi kelompok yang terkecil, lalu mereka gunakan semacam kata sandi atau tanda rahasia untuk saling berhubungan, mereka semua menyebarkan diri di dalam kota Siang-yang serta melakukan pekerjaan yang paling sederhana, bila mereka memakai baju macan kumbang hitam, maka mereka adalah Hek pa kiam su, tapi setelah melepaskan baju macan kumbang hitamnya, mereka semua akan berubah menjadi tukang kayu, pelayan rumah makan, pelayan rumah penginapan an sebagainya, bila dugaan Siau-hong tidak salah, diantara mereka sendiripun mungkin tidak akan saling mengenal!"

Tan Tiang kim manggut-manggut.

"Pandangan Cu sauhiap memang tepat sekali, sungguh membuat aku si pengemis tua merasa kagum"

Secara tiba-tiba ia merubah panggilannya menjadi Cu Sauhiap. ini menandakan kalau dia merasa kagum dan menghormat sekali kepadanya, bahkan rasa hormatnya bukan sebagai katakata sopan santun, melainkan benar benar muncul dari dasar hatinya.

Buru-buru Cu Siau-hong membungkukkan badannya memberi hormat, katanya:

"Tidak berani, tidak berani locianpwe terlalu memuji" Pek Hong menghela napas panjang, katanya pula.

"Siau-hong apakah luka dibadanmu itu perlu dibubuhi obat luka?" "Terima kasih banyak atas perhatian sunio, luka yang Siau-hong derita cuma luka luar saja, tidak menjadi soal"

"Mari kububuhi sedikit obat agar jangan banyak kehilangan darah"

"Hongji terut perintah!"

Sikap Pek Hong terhadap Cu Sian hong bagaikan perhatian seorang ibu terhadap putra sendiri, begitu sayangnya dia terhadap pemuda itu sehingga turun tangan sendiri untuk membubuhi luka pemuda itu dengan obat luka

Sesungguhnya, semenjak lenyapnya Tiong It-ki, semacam peralihan cinta kasih saja, Pek Hong benar-benar menganggap Cu Siau. hong sebagai Tiong It-ki, tanpa disadari cinta kasih seorang ibu terhadap anak, banyak yang dia alihkan ketubuh Cu Siauhong.

Pek Bwe menghela papas panjang, katanya kemudian: "Tang ciangbunjin, menurut peadapatmu, apakah kita

harus pulang lebih dulu?"

"Pek locianpwe" tiba-tiba Cu Siau-hong menyela, “boanpwe memberanikan diri ingin memohon sesuatu kepadamu "

Pek Bwe segera tertawa, tukasnya:

"Katakan saja persoalan apakah itu?"

"Lebih baik locianpwe dan Tan cianpwe segera pergi menjumpai Kay-pang pangcu!"

"Betul!" seru Tan Tiang kim, “kita harus melaporkan apa yang telah terjadi disini kepada pangcu, agar persiapan persiapan bisa dilakukan mulai sekarang" "Baik, akan kutemani dirimu" kata Pek Bwe, seusai berkata dia lantas membalikkan badan dan pergi dari situ.

Memandang hingga bayangan tubuh Pek Bwe serta Tan Tiang kim telah pergi jauh, Pek Hong baru berkata ,dengan suara lirih:

"Siau-hong, apakah kau memang sengaja menyingkirkan ayahku dari tempat ini?"

"Maaf subo, tecu ingin merundingkan suatu persoalan dengan sunio, susiok dan Ciangbun suheng"

'Persoalan apa?'

"Kekuatan dari Bu-khek-bun kita sekarang terlalu minim, maka dari itu, mulai sekarang kita tak boleh sampai kehilangan seorang lagi!"

"Betul!'

"Tapi ilmu pedang Hek pa kiam su agaknya mengutamakan jurus-jurus pembunuh yang lihay, mereka tidak mementingkan soal gaya, tidak mementingkan soal gerakan, yang dipentingkan adalah kenyataan. ilmu pedang yang menjadikan pembunuh sebagai pokok tujuannya merupakan suatu kepandaian yang sukar untuk di pecahkan"

"Kesemuanya ini sudah kami saksikan sendiri"

"Siau-hong telah menemukan beberapa cara yang sangat baik untuk menghadapi serangan itu, tapi jurus serangan tersebut belum terlalu hapal bagiku, maka aku ingin mengajak susiok dan suheng untuk memecahkannya bersama"

Siapa saja tahu dapat mendengar bahwa perkataannya yang terakhir itu tak lebih hanya basa-basi. "Aku cukup memahami maksud hatimu itu Siau-hong" kata Pek Hong, "tak heran ketika suhumu menerima kau menjadi muridnya, ia telah menggunakan semua kemampuan yang dimiliki untuk mendidikmu, ternyata kau memang tidak menyia-nyia harapannya. "

Cu Siau-hong segera menjatuhkan diri berlutut sambil berseru:

"Tecu tidak berani, tecu tidak berani. "

Pek Hong segera membimbing bangun, lalu berkata dengan penuh kasih sayang: "Siau-hong, bangunlah, aku berbicara dengan sesungguh hati"

"Tecu benar-benar tak berani menerimanya"

'Siau-hong masih ingat dengan beberapa patah kata suhumu menjelang saat kematiannya?"

"Pesan dari suhu sudah terukir dalam hati tecu, sampai matipun tak berani tecu lupakan"

"Bagus sekali kalau begitu, suhumu bilang kau sudah tak terikat lagi oleh peraturan-peratu ran perguruan Bu-khek bun, maka kaupun tak usah terlalu terkekang lagi oleh kami"

"Siau-hong!" tiba-tiba Seng Tiong-gak buka suara, “jurus pedang yang kau pergunakan untuk menghadapi Hek pa kiam su tadi sudah pasti bukan jurus serangan dari ilmu pedang Cing peng kiam hoat"

"Yaa, memang bukan!" sahut Cu Siau-hong sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. Tang Cuan menjadi keheranan, serunya kemudian.

'Siau-hong, selama banyak tahun belakangan ini kita selalu berkumpul dan jarang sekali berpisah, darimana kau pelajari ilmu pedang yang maha sakti itu? Mengapa aku sama sekali tidak tahu?"'

Cu Siau-hong termenung, beberapa saat.

"Terus terang saja Ciangbun suheng, beberapa jurus ilmu pedang yang siaute miliki itu berhasil dipelajari dari sejilid buku, tiada orang yang memberi petunjuk, maka sewaktu kugunakan juga kurang begitu hapal, cuma ketika kugunakan untuk menghadapt musuh tadi, siaute merasa bahwa jurus-jurus pedang itu memang benar-benar merupakan tandingan dari ilmu pedang yang dimiliki para Hek pa kiam su tersebut, oleh sebab itu dengan memberanikan diri siaute ingin mengajak susiok  dan suheng untuk bersama-sama mempelajari beberapa jurus ilmu pedang itu, agar dikemudian hari bisa kita pergunakan untuk menghadapi para Hek pa kiam su tersebut"

"Siau-hong!" sambung Tang Cuan kemudian, “menurut peraturan aku sudah tidak memasukkan kau didalam daftar nama murid Bu-khek-bun. terhadap perguruan Bu-khek-bun boleh dibilang kau cuma sebagai tamu, juga teman kau boleh tak usah terikat oleh peraturan-peraturan dari perguruan Bu-khek-bun lagi"

"Ciangbun suheng, tentang soal ini .."

"Siau-hong!" tukas Tang Cuan cepat, "Hal ini baik bagimu maupun bagi Bu-khek-bun, semuanya merupakan keuntungan, bukan kerugian, harap kaupun jangan banyak berbicara lagi"

`Baik, kita tak usah membicarakan tentang persoalan itu lagi, mari kita bicarakan tentang beberapa jurus ilmu pedang itu"

"Ilmu pedang itu terdiri dari beberapa jurus?' tanya Seng Tiong-gak kemudian. Cu Siau-hong termenung dan berpikir sebentartar, kemudian sahutnya.

"Tiga jurus!" "Cuma tiga jurus?"

Cu Siau-hong kembali tertawa.

"Benar! Walaupun hanya tiga jurus, tapi kerumitan dan kesaktiannya bukan bisa dipelajari secara gampang, akan kulukiskan dulu secara garis besarnya diatas tanah serta menerangkan perubahannya, kemudian susiok dan suheng boleh mulai mempelajarinya!.."

Setelah menghabiskan waktu selama setengah jam, secara jelas dan terperinci Cu Siau-hong telah menerangkan perubahan dari ketiga jurus pedang itu.

Meskipun Cuma terdiri dari tiga jurus saja, tapi Pek Hong, Seng Tiong-gak dan Tang Cuan membutuhkan waktu selama setengah malam lebih untuk memahaminya, itupun baru enam bagian saja.

Itulah tiga jurus ilmu pedang yang sangat lihay, ditengah serangan terdapat pertahanan, dan ditengah pertahanan terdapat serangan. setiap jurus pedang itu berdiri sendiri, tapi bila tiga jurus dirangkaikan menjadi satu maka perubahan serta daya penghancurnya menjadi sepuluh kali lipat lebih dahsyat.

Ketika ketiga orang itu sudah mulai memahami penggunaan serta manfaat dari ketiga jurus serangan itu, semuanya hampir boleh dibilang terbuai hingga lupa keadaan.

Akhirnya Cu Siau-hong mendongakkan kepalanya, waktu sudah menunjukkan kentongan ketiga, iapun menghembuskan napas panjang seraya berkata. "Sunio, sunio besok kita latih lagi! Yang penting kalian hapal dulu dengan perubahannya '

Seng Tiong-gak segera menarik kembali serangannya sambil memuji.

"Betul-betul tiga jurus pedang yang sangat hebat, entah ilmu tersebut berasal dari perguruan mana?"

"Didalam kitab itu tidak diterangkan darimana asal mula jurus pedang itu, maka tiba-tiba saja aku terbentik satu ingatan aneh, entah dapatkah kukatakan. "

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Tang Cuan.

"Siaute ingin meleburkan ketiga jurus ilmu pedang itu kedalam ilmu pedang Cing peng kiam hoat dengan memberi nama Cing peng sam ciat kiam, entah bagaimana menurut pendapat ciangbun suheng!".

-oo>d’w<oo-

TANG CUAN merasa terharu sekali sehingga sekujur badannya gemetar keras tapi wataknya yang jujur membuat dia merasa kurang leluasa untuk menanggapi dengan begitu saja.

Maka ditatapnya Cu Siau-hong lekat-lekat, kemudian dengan air mata bercucuran katanya.

"Siau-hong bila ilmu pedang Cingt peng kiam hoat ditambah dengan ketiga jurus ilmu pedang itu maka kelihayannya akan bertambah lipat ganda. Cuma Cuma....

ilmu pedang ini adalah ilmu pedang yang kau dapatkan, kau tak mau menyimpannya sendiri dan diwariskan kepada kami semua hal ini sudah menunjukkan kebesaran jiwanya, bila harus dileburkan kedalam Cing-peng kiam hoat, itu berarti ilmu pedang tersebut pun akan terikat oleh peraturan Bu-khek-bun, apakah hal ini tidak akan menyulitkan dirimu sendiri?"

Cu Siau-hong segera tertawa terbahak-bahak.

"Haaahhh Haaahhh haahhh Ciangbun suheng, siaute sendiri juga berasal dari perguruan Bu khek bun, beberapa jurus pedang yang kuperoleh itupun kupelajari sewaktu masih dalam Bu-khek-bun dulu, aku tidak akan mewariskan kepada orang lain, harap suheng bersedia memenuhi keinginan siaute ini dan anggaplah ketiga jurus ilmu pedang itu sebagai tanda baktiku pada perguruan"

"Baik! Kululuskan permintaanmu itu, tapi kau tahu bukan setelah ilmu itu dilebur kedalam Cing kiam hoat, berarti ketiga jruus itupun sudah terikat oleh peraturan perguruan?"

"Siau-hong tahu, ilmu sakti tersebut tak akan kuwariskan kepada siapapun, hanya Ciangbunjin seorang yang berhak untuk menentukan siapa yang berhak mempelajarinya'

"Siau-hong, hal ini penting sekali artinya, aku adalah seorang ciangbunjin, aku harus menjaga peraturan perguruan dengan keras dan tegas"

"Soal ini bisa siaute pahami, setelah tiga jurus pedang itu dilebur kedalam Cing peng kiam hoat, siaute bertekad tak akan mewariskannya lagi kepada orang lain, segala sesuatunya akan terserah pada keputusan ciangbunjin"

"Baik! Kalau toh kau sudah berkata begitu, kita tetapkan dengan sepatah kata tersebut"

Cu Siau-hong segera membungkukkan badannya memberi hormat.

"Terima kasih banyak atas kemauan ciangbun suheng untuk meluluskan permintaan itu!..” Tang Cuan menghela napas panjang, sambil merangkap sepasang telapak tangannya didepan dada, ia berkata dengan serius:

"Suhu memang amat hebat, ia bisa membebaskan siau sute dari ikatan perguruan”

"Tidak!" tukas Cu Siau-hong, "suheng, aku masih terhitung anak murid Bu-khek-bun"

"Aku tahu Bu-khek-bun bisa mempunyai seorang anggota yang luar biasa seperti su-te, sesungguhnya hal ini merupakan suatu kebanggaan yang luar biasa, tapi suhu telah mengijinkan kau terlepas dari Bu-khek-bun, kau tak usah terikat lagi oleh peraturan perguruan, kau tentunye juga mengerti bukan akan watakku, selama ada peraturan maka peraturan tersebut akan kulakukan dengan tegas tanpa memikirkan kepentingan pribadi, aku tidak berharap peraturan perguruan yang ketat membelenggu dirimu, kita masih tetap bersaudara meski bukan satu perguruan lagi. Siau-hong, kau harus memahami kesulitanku ini dalam pikiranku, aku sudah tidak menganggap kau sebagai anggota perguruan Bu-khek-bun"

'Siaute mengerti! siaute mengerti!"

'Kalau kau sudah mengerti ini lebih baik lagi, jangan menyia nyiakan ha rapan suhu, jangan membuat suhengmu merasa kesulitan'

"Siaute akan mengingatnya selalu"

Tang Cuan lantas memandang sekejap ke arah Pek Hong, lalu katanya: "Subo, mari kita pulang".

Pek Hong manggut-manggut.

"Bagaimana dengan Siau-hong?" ia bertanya. "Aku akan mengikuti subo untuk pulang!" sahut Cu Siau-hong.

"Baik! Dalam beberapa hari ini kau selalu berada diluar, aku memang ada banyak urusan yang hendak dirundingkan denganmu"

Demikianlah, mereka berempat pun segera berangkat untuk kembali ke gedung,

Keesokan harinya, setelah membersihkan badan Pek Hong berjalan menuju keruangan tengah. Ternyata disini sudah menunggu dua orang, mereka adalah Pek Bwe serta Tan Tiang kim.

Pek Bwe memang tinggal disitu maka hal ini tak perlu diherankan, berbeda dengan Tan Tiang kim, keberadaannya sepagi ini mendatangkan suatu firasat dalam hati Pek Hong ada urusan tidak beres.

Ia lantas maju dan memberi hormat, tegurnya:

"Tan cianpwe, ayah, kalian sudah menunggu lama?" "Baru saja!" sahut Pek Bwe, “sebenarnya aku hendak

memanggilmu, tapi si pengemis tua itu melarangku" "Ada urusan?"

"Benar?" sahut Tan Tiang kim, “pangcu kami mengundang Cu sauhiap untuk berbincang-bincang..”

“Mengundang Siau-hong?"

"Benar, Cu Siau-hong, Cu sauhiap"

Dari ucapan itu kembali terdengar nada hormatnya. "Pangcu Kay-pang adalah seorang yang sangat

terhormat, kalau sampai berbuat demikian bisa jadi bocah itu akan kelewat manja jadinya" "Tidak! Pangcu telah berpesan kepadaku agar bersikap hormat kepada Cu sauhiap, kami dilarang untuk menunjukkan sikap yang kurang sopan atau tidak sebagaimana mestinya"

"Oooh, mengapa demikian?"

"Soal ini aku sendiri pun kurang begitu jelas" Pek Hong segera tertawa katanya:

"Tan-lo, apakah cuma dia seorang?"

"Betul! Pangcu hanya menyuruh aku si pengemis tua mengundang dia seorang"

"Ooooh...! Tan-lo, pangcu bisa memberikan penghormatan setinggi itu kepadanya, hal ini pasti ada sebabnya bukan?"

"Keponakanku, apakah kau tidak merasa bahwa pertanyaanmu itu membuat aku si pengemis tua menjadi serba salah?" kata Tan Tiang kim.

'Maksudmu:...?'

'Aku benar-benar tak tahu apa-apa keponakanku, kau mesti tahu, pangcu kami dalam perkumpulan Kay-pang adalah ibaratnya dewa, tianglo kami yang berusia paling tua pun masih kalah setinggi dirinya, dia adalah angkatan tua kami. dia juga pangcu kami, biasanya apa yang dia perintahkan hanya kami laksanakan, apakah kau suruh aku banyak bertanya?"

Pek Hong segera berpaling ke arah ayahnya, tapi Pek Bwe hanya tersenyum belaka.

Satu ingatan lantas melintas didalam benaknya, sambil tertawa ewa katanya kemudian: "Tan-lo, sudah pasti kau tahu apa alasannya, cuma enggan kau katakan kepadaku, benar bukan?"

"Aaai....baiklah, aku si pengemis tua akan beritahu kepadamu! Cuma, itupun menurut dugaan sendiri, jadi betul atau tidak aku sendiripun tidak yakin"

Pek Hong segera tersenyum.

"Baiklah asal kau bersedia mengungkapkan kepadaku, itu sudah lebih dari cukup"

"Agaknya pangcu kami hendak membicarakan kejadian dunia persilatan dimasa lampau dengan Cu Siau-hong"

"Hanya membicarakan kejadian dunia persilatasn dimasa lampau?' ulang Pek Hong dengan curiga. "Agaknya memang begitu!"

"Siau-hong belum pernah melakukan perjalanan didalam dunia persilatan, darimana ia bisa tahu tentang kejadian dunia persilatan dimasa lalu?"

"Tentang masalah ini, aku si pengemis tua benar-benar tidak tahu..."

"Hongji, kau tak usah menyulitkan empek Tan mu" timbrung Pek Bwe, “ada sementara persoalan, dia memang benar-benar tidak mengerti"

"Aku akan suruh Siau-hong segera mencuci muka, apakah kau orang tua akan berangkat lebih duluan?"

“Oooh tidak menjadi soal, aku si pengemis tua akan menunggu disini saja"

Menunggu berarti urusan amat serius, tidak begitu, tak akan pengemis tua itu sampai mengambil keputusan untuk menanti. Tak usah dipanggil Pek Hong, Cu Siau-hong, Tang Cuan dan Seng Tiong-gak telah masuk ke dalam ruangan. Tan Tiang kim segera bangkit berdiri, seraya menjura katanya:

"Cu sauhiap, aku si pengemis tua mendapat perintah untuk mengundang dirimu"

Sikap tianglo dari Kay-pang ini segera membuat Cu Siau hong merasa amat terkejut, buru-buru serunya: "Tan tianglo, kau "

-oOo>d’w<oOo-

"AKU si pengemis tua mendapat perintah dari pangcu untuk mengundangmu berbincang-bincang sebentar" sambung Tan Tiang kim lag dangan cepat.

Cu Siau-hong menjadi tertegun. 'Mengundang aku "

"Benar! Pangcu hanya mengundang Cu sauhiap seorang!"

"Tan tianglo, entah kita harus berangkat kapan?.." "Bagaimana kalau kita berangkat sekarang juga?" "Baik, sekarang juga kita berangkat!"

Tan Tiang kim segera tertawa.

"Cu sauhiap betul-betul menyenangkan sekali, aku si pengemis tua akan membawa jalan bagimu”. Selesai berkata lantas beranjak dan melangkah keluar.

Cu Siau-hong segera menjura kepada seluruh isi ruangan sambil berkata.

"Subo, Susiok, ciangbun suheng masih ada pesan lain" Pek Hong menghela napas panjang katanya:

"Siau-hong, Kay-pang pangcu adalah tonggak kekuatan dari dunia persilatan dewasa ini, jika kau bertemu dangan pangcu nanti, sikapmu harus berhati-hati"

"Siau-hong terima perintah!"

"Sute!" sela Tang Cuan pula. "kau harus ingat jangan kuatir terbelenggu oleh peraturan perguruan Bu-khek-bun, ada persoalan apapun bicarakan menurut pendapatmu sendiri!"

"Terima kasih suheng!"

Sementars itu Tan Tiang kim sudah barada di luar ruangan, dangan langkah cepat Cu Sian hong segera menghampirinya.

Memandang bayangan punggung dari Cu Siau-hong Pek Hong menghembuskan napas panjang, katanya: "Tang Cuan bukankah kau selalu bersama Siau-hong?"

'Benar!"

"Tahukah kau, bagaimana ceritanya sehingga dia mempelajari ilmu pedang tersebut?"

"Tecu sendiripun tidak mengerti, Siau-hong sute selalu tinggal dalam perkampungan Ing-gwat-san-ceng, selama banyak tahun belakangan ini, kecuali pulang ke dusun menengok keluarga, hampir boleh dibilang tak pernah meninggalkan perkampungan Ing-gwat san-ceng barang satu kali pun, lagi pula kejadian itu sudah berlangsung tiga tahun berselang, menurut pendapatku, ilmu silat yang dipelajari Siau-hong sute besar kemungkinan terjadi baru ini" "Maksudmu beberapa jurus ilmu pedang itu  dipelajarinya selama berada dalam perkampungan Ing gwat-san-ceng?"

"Tecu berpendapat demikian, kecuali ia pelajari ilmu tersebut dikala Pek lotay-ya membawanya pergi selama beberapa hari, kalau tidak kepandaian itu sudah pasti dipelajarinya semasa berada dalam perkampungan Ing gwat-san-ceng"

"Persoalannya sekarang adalah siapa yang mengajarkan kepandaian tersebut kepadanya? Si Dewa pincang  Ui Thong tidak mungkin mewariskan ilmu silat kepadanya sedang Ouyang sianseng memang mewariskan sejenis ilmu kepadanya, tapi kudangar ilmu tersebut bukan serangkai ilmu pedang..." sela Pek Bwe pula.

"Hampir boleh dibilang setiap orang yang berada dalam perkampungan Ing-gwat-san-ceng kukenal semua" kata Pek Hong kembali, "tapi siapakah orang itu?"

"Enso!" timbrung Seng Tiong-gak, “semua orang yang berada dalam perkampungan Ing-gwat-san-ceng telah mati, seandainya benar-benar ada orang yang mewarisi Siau-hong dangan ilmu pedang selihay itu, Hek pa kiam su sudah pasti tak akan mampu untuk membunuhnya"

Pek Hong segera manggut-manggut.

`Masakah sebelum peristiwa itu dia sudah keburu pergi meninggalkan tempat itu!?" katanya.

“Persoalan itu lebih baik kita pikirkan secara pelan-pelan, kalau betul jalan pemikiran kita ini betul, aku percaya persoalan ini pasti akan terungkap juga akhirnya"

Sementara itu muncul seorang anggota Kay-pang yang berusia pertengahan, dia masuk dengan langkah tergopoh gopoh, kemudian katanya: "Menjumpai Tang ciangbunjin!". "Ada apa?"

"Lapor ciangbunjin" kata orang itu sambil memberi hormat, “ada seseorang yang terluka parah dan bermandi darah mohon bertemu dangan orang orang Bu-khek-bun '

Tang Cuan agak tertegun, kemudian tukasnya: "Apakah ia tidak menyebutkan siapa namanya?" "Dia mengaku dirinya bernama Ti Thian hua!" "Baik! Cepat undang dia masuk ke dalam"

Murid Kay-pang itu segera mengiakan kemudian cepat cepat pergi meninggalkan tempat itu.

Tak lama kemudian muncul dua orang anggota Kay pang yang menggotong sebuah usungan langsung masuk ke ruangtengah.

Ti Thian hua dengan badan bermandi darah berbaring diatas usungan tersebut, sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat.

Separuh badannya sudah tertutup oleh darah, sedangkan separuh yang lain pucat pias seperti mayat.

Dari keadaannya itu tak bisa diketahui apa yang menyebabkan dia terluka tapi kalau dilihat sepintas lalu, dapat diketahui bahwa luka yang di deritanya itu teramat parah.

Dangan langkah lebar Tang Cuan berjalan menghampirinya kemudian menegur:

"Ti Thian hua, kau masih berada di kota Siang-yang?" Pelan-pelan Ti Thian hua membuka matanya, kemudian menjawab: "Aku tak berhasil kabur dari sini, mereka telah menyusulku"

"Hek pa kiam su tak pernah mengenal belas kasihan, mengapa mereka tidak habisi jiwamu?"

"Ada orang telah menyelamatkan jiwaku!"

"Siapakah yang menyelamatkan jiwamu?" tanya Tang Cuan.

"Aku tidak kenal dangannya, aku seharusnya mati diujung pedang Hek pa kiam su tapi orang itu datang tepat pada waktunya, ia telah menyelamatkan jiwaku..."

Sesudah mengucapkan beberapa patah kata itu, lukanya makin merekah sehingga karena kesakitan dia lantas membungkam.

"agaknya luka yang kau derita cukup parah!" kata Tang Cuan lagi.

"Benar! Sekujur badanku sudah terkena tujuh tusukan, empat dibadan dan dua di kaki, satu di kepala!"

“Kau masih sanggup untuk mempertahankan diri?"

"Aku bukan cuma berdiri mematung membiarkan mereka membunuhku, tanganku masih menggenggam senjata, aku masih sanggup untuk membendung serangan mereka"

Pek Bwe menghela napas panjang, katanya tiba-tiba:

"Ti Thian hua, lukamu teramat parah, menurut perasaanmu apakah kau masib bisa hidup?"

"Sekarang aku masih hidup, rasanya tak bakal mati!" "Ketika menyerbu kedalam perkampungan Ing-gwat-san-

ceng tempo hari, kaupun termasuk salah seorang diantara mereka kalau dibicarakan sesungguhnya kau adalah musuh besar kami" kata Tang Cuan.

"Apakah kau hendak membuat perhitungan danganku?" "Apakah kau anggap tidak pantas kalau kami berbuat

begitu?"

"Ooh.. pantas, pantas, cuma..."

"Aku telah berjanji akan melepaskan dirimu, maka dikemudian hari aku harap kau suka berusaha untuk sedikit menjauhi kami. "

Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan:

"Cuma kali ini merupakan suatu pengecualian, nah sekarang kau sudah bersua dangan kami, ada urusan boleh kau katakan "

"Tiong hujin persoalan inilah yang seharusnya kau pikirkan"

"Apa yang hendak kau beritahukan kepada kami?"

"Para Hek pa kiam su semuanya bersembunyi di kota Siang-yang"

“Soal ini sute kami Siau-hong pernah mengatakannya" kata Tang Cuan dangan cepat. "Itulah sebabnya menurut dugaanku Tiong It-ki juga masih berada di kota Siang-yang" Pek Bwee segera manggut-manggut.

"Memang beralasan sekali bila mereka sudah meninggalkan kota Siang-yang, dengan luasnya jaringan mata-mata dari pihak Kay-pang maupun Pay-kau, masa tiada sesuatu jejak pun yang berhasil mereka lacaki"

"Tiba-tiba saja aku teringat akan suatu tempat yang kemungkinan besar digunakan mereka untuk menyembunyikan Tiong It-ki" kata Ti Thian hua lagi. "Dimana?"

Waktu itu luka luka yang diderita Ti Thian hua mulai meradang, ia kesakitan hebat, dangan mata terpejamkan, ia tidak berbicara lagi.

'"Tang Cuan!” Pek Hong segera berseru, “gotong masuk Ti Thian hua kedalam ruangan, bubuhi obat pada lukanya!"

Setelah lukanya dicuci diberi obat-dibalut, rasa sakit yang diderita Ti Thian hua baru banyak berkurang.

Seluruh badannya terkena tujuh tusukan, luka itu tidak terhitung enteng tapi tidak sampai mematikan korbannya.

"Ti Thian hua tampak tubuhmu tak akan sampai menjadi cacad" kata Pek Bwe.

Ti Thian hua menghela napas panjang, katanya: "Kau tahu tentang kebun raya Ban-hoa-wan?"

"Kebun raya Ban-hoa-wan merupakan suatu tempat yang sangat tersohor, tentu saja kami tahu" jawab Pek Hong.

"Kalian sudah pergi melakukan pencarian ke sana?" "Pemilik kebun raya Ban-hoa-wan adalah seorang

kenalan lama lohu" kata Pek Bwe, dia orangnya jujur dan polos, lagipula bukan seorang anggota dunia persilatan"

"Itukan diluaran dia berkata demikian?"

"Maksudmu, kita harus menggeledah kebun raya tersebut?"

"'Yaa, mau melakukan pemeriksaan secara terang terangan juga boleh, secara diam-diam juga boleh, cuma perlu diingat, serangan dari Hek pa kiam su amat cepat"

“Jadi para Hek pa kiam su itupun berada di dalam kebun raya Ban-hoa-wan ?" “Orang yang berada didalam kebun raya itu belum tentu seluruhnya adalah Hep pa kiam su, tapi pasti ada beberapa orang Hek pa kiam su yang berada dikebun raya tersebut!'

'Terima kasih banyak atas petunjukmu'

"Aku tahu hanya Cu sauhiap seorang yang berkemampuan untuk menghadapi kawanan Hek pa-kiam su tersebut"

'Itu adalah urusan kami sendiri, tak usah kau pikirkan" tukas Tang Cuan cepat.

Pek Hong tiba-tiba berseru:

"Hantar dia ke sebuah kamar untuk beristirahat, beritahu kepada orang-orang Kay-pang, setiap saat ia boleh meninggalkan tempat ini, jangan menyusahkan dirinya, dia boleh datang juga boleh pergi sekehendak hatinya"

Ti Thian hua segera menghela napas panjang, katanya kemudian:

"Tiong hujin, didalam kebun raya Ban-hoa-wan terdapat dua tempat yang paling berbahaya, harap kalian suka berhati-hati sekali bila sudah tiba disana"

Jelas Ti Thian hua merasa berterima kasih sekali atas pelayanan Pek Hong yang begitu baik kepadanya ini, membuat hatinya merasa puas dan sangat terharu.

"Tempat manakah yang kau maksudkan itu?"

"Pertama adalah empang ikan leihi dalam kebun raya itu dan kedua adalah kandang harimau!'

"Terima kasih atas petunjukmu!"

Sementara itu Tang Cuan telah memerintahkan kepada dua orang anggota Kay-pang untuk menggotong Ti Thian hua masuk kedalam sebuah ruangan. Pek Hong segera menengok sekejap kearah Pek Bwe, kemudian ujarnya agak murung:

"Ayah! Jelas didalam kandang harimau dipelihara harimau buas, binatang liar itu memang cukup menakutkan, tapi dalam empang ikan leihi sudah pasti ikan yang dipelihara, apanya yang menakutkan dangan ikan ikan tersebut?"

"Aku dapat melihat sekalipun Ti Thian hua belum sadar seratus persen, paling tidak delapan sembilan puluh persen dia telah sadar, maka aku rasa diapun tak akan main setan lagi dangan kita, tadi aku sangat memperhatikan letak luka yang dideritanya, jelas terlihat luka-luka itu terletak di bagian-bagian yang mematikan serta otot penting yang bisa membuat orang cacad seumur hidup, maka tak mungkin kalau dia sedang bermain sandiwara, walaupun luka itu cukup parah, jiwanya bisa terselamatkan karena serangan musuh rupanya tertangkis semua"

"Senjata tajamnya masih tertinggal disini, kalau memang subo berniat untuk membiarkan dia pergi, apakah senjatanya perlu dikembalikan kepadanya?" tanya Tang Cuan.

"Yaa, kembalikan saja, kepadanya! Kita toh sudah berniat tidak membunuhnya, lebih baik bersikaplah sedikit terbuka."

Kemudian sambil berpaling ke arah Seng Tiong-gak, dia menambahkan: “Sute bagaimana dangan luka yang kau derita?”

“Delapan sampai sembilan puluh persen telah sembuh, mungkin masih mampu untuk pergi kekebun raya Ban-hoa wan" "Kecuali kalau mereka mengirim It-ki pergi dari sini sehabis menawannya, aku rasa kemungkinan mereka untuk memindahkan It-ki dari sini kecil sekali, jalan lewat air sudah ditutup oleh pihak Pay-kau, sedang jalan darat ditutup oleh Kay-pang. bila It-ki masih hidup dia pasti masih berada di kota Siang-yang"

"Oleh karena itu kau ingin segera berangkat ke kebun raya Ban-hoa-wan ?" tanya Pek Bwe.

“Leng kang cuma punya seorang anak, asal ada akal untuk menolongnya, sekalipun aku harus mati, aku pun rela"

"Ucapan itu memang benar, cuma Hong-ji, kau harus mengerti bahwa It-ki berada di tangan orang lain, kecuali sekali serang kita berhasil merobohkan mereka sehingga menbuat mereka sama sekali tak menyangka, kalau sampai mengusik rumput mengejutkan si ular, bisa jadi kita malah memberi kesempatan buat mereka untuk turun tangan"

Pek Hong menjadi tertegun. "Jadi maksud ayah.'

"Aku rasa lebih baik kita menunggu sampai kembalinya Siau-hong saja, Siau-hong si bocah ini selain Memiliki ilmu silat yang luar biasa, diapun amat tenang dalam menghadapi urusan apapun, kita masih jauh kalah bila dibandingkan dangannya.."

"Betul! Memang seharusnya kita rundingkan lagi setelah Siau-hong kembali nanti"

"Kecuali urusan ini kita rundingkan dangan Siau-hong, lebih baik lagi kalau pihak Kay-pang dan Pay-kau juga diberitahu, orang lain sudah mengutus begitu banyak jago lihay untuk membantu kita, kalau kita tidak memberi kabar dulu kepadanya, bukankah perbuatan kita ini kurang sopan namanya?" Pek Hong termenung sebentar, kemudian katanya.

"Bila kita kabarkan kepada mereka, aku kuatir mereka tak akan berpeluk tangan belaka"

"Dalam kenyataannya kalian sudah tak akan mampu menampik bantuan dari Kay-pang serta Pay-kau lagi"

"Yaa, memang begitulah!'

"Itulah sebabnya kita beri tahu kepada mereka agar mereka menunggu diluar kebun raya saja. Menanti kita sudah Mengetahui kalau disitu ada persoalannya, bila hendak turun tangan, kita baru minta kepada mereka untuk membantu"

"Tang Cuan, menurut kau bagaimana kalau kita bertindak demikian?"tanya Pek Hoog.

"Pek tayya kalau memang berkata demikian, aku rasa cara ini tentu bisa dipergunakan, lebih baik kita lakukan secara begitu saja!"

Sampai lewat tengah hari, Cu Siau-hong baru tampak muncul kembali didampingi oleh Tan Tiang kim, sebagai jago kawakan yang berpengalaman. tanpa diberi tanda orang lain, setelah duduk sebentar Tan Tiang kim segera bangkit berdiri dan mohon pamit.

Sesudah menghantar kepergian Tan Tiang kim, Pek Hong yang pertama-tama tidak tahan lebih dulu, katanya:

"Nak, apa saja yang dibicarakan pangcu dari Kay-pang dalam pembicaraan tadi?"

"Ia menanyakan asal usul dari beberapa jurus ilmu pedang yang kumiliki itu"

“Lantas bagaimana kau menjawab?” Tanya Tang Cuan. "Aku bilang ilmu itu kudapatkan dari sejilid kitab kuno, dan sekarang sudah kucairkan ke dalam ilmu pedang Cing peng kiam hoat.

"Dia masih bertanya apa lagi?"

"Selanjutnya, diapun tidak menanyakan soal ilmu pedang lagi, tapi memberitahukan banyak persoalan kepadaku.

"Ternyata kalian bisa bercakap cakap dangan amat cocok bukan?” kata Pek Bwee.

"Yaa! Ia sama sekali tidak menunjukkan lagak seorang Pangcu dari suatu perkumpulan yang terbesar dikolong langit, segala sesuatunya berjalan dangan ramah-tamah"

"Bila kau sudah menyanggupi orang lain dangan sesuatu janji, aku harap kau suka menjaga dan memenuhinya, pilihlah beberapa persoalan yang boleh diberitahukan kepada kami dan coba katakanlah agar kami ikut mengetahuinya"

"Terima kasih banyak atas perhatian lo-ciannwe"  kata Cu Siau-hong sambil menjura. Setelah berhenti sejenak, terusnya:

"Pangcu telah membicarakan banyak masalah danganku, tapi hal yang terpenting adalah dalam masalah ilmu silat, dia menanyakan asal usul dari jurus-jurus pedangku itu.."

"Lantas apa jawabmu?"

"Siau-hong mengaku apa adanya, jurus pedang itu kuperoleh dari sejilid kitab tak bernama, dan lagi aku telah meleburkan jurus pedang itu kedalam ilmu pedang Cing Peng kiam hoat"

"Lantas apa komentar lo-pangcu atas persoalan ini?" tanya Pek Bwe lebih jauh. "Lo-pangcu tidak berkata apa-apa lagi, dia malah berusaha untuk menghindari persoalan itu lagi"

"Siau-hong, kalian betah berbicara sangat lama, aku rasa tentunya bukan cuma soal-soal itu saja yang kalian bicarakan bukan?" tanya Pek Hong kemudian.

"Betul! Kami masih berbicara banyak sekali. "

"Coba pilihlah hal-hal yang bisa dibicarakan dangan kami!"tukas Pek-Hong. Cu Siau-hong tersenyum, ujarnya:

"Siau-hong tidak memberi janji apa-apa kepada lo pangcu, diapun tidak memberikan larangan apa-apa kepadaku, maka apapun yang telah kami bicarakan semua bisa kuutarakan, cuma. "

"Cuma apa?” sela Pek Hong.

"Apa yang kami bicarakan meliputi suatu lingkaran persoalan yang terlampau luas, untuk sesaat sulit bagiku untuk membuka pembicaraan tersebut. Aku tak tahu darimana aku musti mulai dangan pembicaan ini dan lagi semua yang kami bicarakan adalah kenyataan, sekalipun Siau-hong ingin membicarakannya. Sulit juga rasanya untuk mengungkapkan salah satu persoalan yang merupakan kenyataan tersebut"

"Siau-hong begini saja!" kata Pek Bwe, "tak usah dibicarakan sedari awal, pilih saja salah satu diantaranya yang terpenting dan bicara dangan kami"

Cu Siau-hong termenung sebentar, kemudian berkata: "Lo-pangcu memberi tahu dua hal yang terpenting, dia

bilang, sudah lama ia mengetahui jika dunia persilatan telah muncul suatu kekuatan rahasia yang mengerikan dan sedang berkembang secara diam-diam, lagi pula dia sudah mempersiapkan   diri   untuk   berjumpa   dangan   suhu dan memperbincangkan masalah ini, tak disangka karena tertunda oleh masalah lain yang berakibat terjadinya suatu peristiwa yang sangat memilukan hati ini"

Pek Bwe manggut-manggut, katanya:

"Pihak Kay-pang memang tersohor karena telinga dan matanya yang tajam, tentu saja mereka sudah lama menemukan kekuatan rahasia tersebut, tapi apakah ia telah berhasil mengetahui asal-usul dari kekuatan tersebut?"

"Belum, dia sendiripun masih bingung dan tidak habis mengerti, Cuma ia tahu kalau dalam dunia persilatan terdapat sesuatu kekuatan yang sedang berkembang. Musnahnya perguruan Bu-khek-bun kita semakin membuktikan akan kebenaran dari berita tersebut. Kalau memang para Hek pa kiam su telah bermunculan dikota Siang-yang maka diapan bermaksud untuk berada disitu sekian waktu. lagipula dia akan menarik segenap kekuatan Kay-pangnya dari segala penjuru tempat untuk membongkar peristiwa ini sampai jelas'

?oooO)d.w(Oooo?

“KALAU begitu lo-pangcu sudah bertekad akan menyelidiki persoalan ini sampai jelas?' tanya Pek Bwe. Aku tidak bertanya kepadanya, dia sendiri juga tidak memmberi keterangan apa-apa kepadaku"

Agaknya Pek Bwe tahu bahwa Cu Siau-hong merasa tidak leluasa untuk membicarakan masalah itu lebih jauh, maka dia lantas mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, ujarnya:

"Siau-hong disinipun telah terjadi suatu peristiwa!" "Peristiwa apa?" "Ti Thian hua telah kemari, memberitahu suatu rahasia besar, konon It-ki mungkin disekap dalam kebun raya BanHoa wan "

"Sute berada dalam kebun raya Ban-hoa-wan," tukas Cu Siau-hong,

"mengapa kita tidak mencarinya?" Tang Cuan segera tertawa, katanya:

"Kami sedang menunggu kau!"

Cu Siau-hong segera melompat bangun, serunya: "Sekarang toh sudah pulang!"

"Siau-hong" kata Pek Bwe. "Selamanya kau tak pernah terburu napsu, kenapa hari ini kau. " Cu Siau-hong tertegu

n, kemudian cepat-cepat katanya:

"Siau-hong ucapkan banyak terima kasih atas petunjuk dari locianpwe!"

"Ayah dengan siasat apa kita harus berangkat?" “sekarang sudah waktunya buat kita untuk bertindak"

seru Pek Hong.

"Bagaimanapun cara kita bertindak, sudah pasti tindakan kita ini tak akan bisa mengelabuhi orang-orang dalam kebun raya Ban-hoa-wan, kecuali kalau It-ki siau sute tidak berada di dalam kebun raya Ban-hoa-wan tersebut.

"Betul!" Pek Bwe manggut-manggut.

"Cuma, kita masih ada satu cara lagi. Yaitu menggunakan orang banyak untuk melindungi jejak satu orang"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar