Pedang dan Golok yang Menggetarkan Jilid 30

JILID 30

"Katanya bengcu kamu memperoleh ceng Gi Kim Too, adakah itu warisan ceng Gie Loojin?" tanya ciu ceng sungguh sungguh.

"Benar"

"Bagus.. Pernah aku dengar bahwa pada golok emasnya ceng Gie Loojin ada ukirannya, ukiran tiga buah lencana untuk memerintah, hanya munculnya golok emas itu telah terlambat terlalu malam coba golok itu muncul lebih siang sepuluh tahUn, mUngkin dia akan berhasil menghimpUn rekan rekan Rimba Persilatan gUna membela dUnia persilatan, untuk semua rekan tunduk terhadap golok emas itu..."

"Bagaimana tayhiap mengatakan telah terlambat ?" si nona tanya.

"Pada dua puluh tahun yang lalu, baru saja Seng ciong Sin Kun mulai bergerak" berkata ciu ceng, menerangkan. "Ketika itu mungkin kita masih dapat menariknya kembali. sekarang sudah terlalu malam, maka walaupun ceng Gi Loojin menjelma pula, atau Thian Kiam dan Pa Too muncul lagi, aku khawatir kita tidak mampu memperbaiki pula perubahan yang telah berlangsung ini..."

"Kim Too Bengcu kami," berkata si nona, menjelaskan terlebih jauh, dia telah memiliki Thian Kiam dan Pa Too serta ilmunya kedua rupa senjata itu, ia jugamemperoleh ceng Gi Kim Too, maka itu, dengan dia bekerja seCara terang-terangan, ia tentu akan berhasil menumpas segala hantu dunia"

Siauwpek, yang berdiam saja, mendengar suara si nona, ia lihat sendirinya.

"Sayang," berkata ciu ceng, "orang orang Kang ouw yang pandai dan gagah, mereka semua sudah dapat dikumpulkan Sin Kun, hingga sisa yang lainnya, satu atau dua orang, apakah artinya mereka itu, apakah yang mereka dapat buat?"

"Bukankah orang orang sin Kun yang tayhiap sebutkan itu dapat kita gunakan tenaga kepandaiannya?" tanya si nona.

"Bagaimanakah pendapatmu ini, nona?"

"Umpama semua orang Sin Kun itu sama seperti kau sendiri, tayhiap, yaitu mereka telah mempunyai pikiran buat meninggalkan tempat gelap. maka pastilah bengcu kami sangat gembira menyambutnya"

"Semua mereka yang dikatakan orang gagah dan pandai, semua mereka telah ada berapa lapis kalangannya. Andaikata mereka pada memikir buat meninggalkan tempat yang gelap. mereka toh tak sanggup pergi ketempat yang terang..." "Dan bagaimana dengan kau sendiri sekarang tayhiap?"

"Sekarang ini aku tidak kurang suatu apa, aku bebas dari kekangan."

"Nah, demikianlah Asal mereka itu mau meninggalkan tempat gelap buat pergi ketempat yang terang, aku bersedia menyingkirkan kekangan atas diri mereka itu" ciu ceng tertawa lebar.

"Nona" katanya, "mungkin nona mempunyai semaCam kepandaian, akan tetapi kata katamu yang besar itu sukar buat orang perCaya" Si nona berlaku sabar. Tetap ia berlaku tenang.

"Sudah banyak tahun kamu hidup di bawah pengaruh sin Kun, jadi kamu memandang dia bagaikan malaikat dan menakutinya bagaikan kalajengking, sedangkan sebenarnya dia tak lebih tak kurang satu manusia biasa sebagai kita, hanya saja dia punya kepandaian silat yang sedikit lebih tinggi daripada orang lain " ciu ceng berpikir. Kata kata si nona beralasan-

"Nona benar juga," katanya. "Memang Sin Kun tetap seorang manusia, Cuma ilmu silatnya mahir sekali."

"Masih ada sesuatu yang tayhiap belum pernah pikir," sinona berkata lebihjauh. Mendadak ciu ceng berubah sikapnya. Ia mengangkat kedua tangannya memberi hormat.

"Tolong nona ajari aku," pintanya.

"Seorang manusia didalam hidupnya cuma akan mengalami kematian satu kali," berkata si nona kemudian "Dia mati ditangan Sin Kun atau ditanganku, itulah kematian yang sama."

"Kau benar nona."

"Kematian memang sama, yang beda ialah harganya" Soat kun berkata. "Itulah beda jauh sekali. Yang satu mati karena melakukan kejahatan melupakan kebakan, setelah mati dia meninggalkan nama busuk laksaan tahun. Yang lain melindungi kebalkan untuk membasmi kejahatan, setelah mati namanya harum untuk selama lamanya. Mati atau hidup, setiap orang mesti mengalaminya, cuma didalamnya ada filsafatnya."

Perlahan sekali ciu ceng menghela nafas.

"Tentang itu pernah aku pikirkan pada beberapa tahun yang lampau," ia akui, "cuma ketika itu aku tidak mengerti jelas seperti apa yang baru saja nona uralkan, hingga orang menjadi sadar karenanya."

Soat Kun tetap dengan sikapnya yang halus dan tenang.

"Jikalau tayhiap mengerti itu, tak usah aku mengatakannya lebih banyak pula," kata dia, "Aku telah selesai bicara, sekarang, tayhiap sudi bekerja sama atau hendak melanjutkan pertempuran, terserah kepada tayhiap silahkan tayhiap memikirkannya"

"Apa yang nona katakan semua benar," berkata ciu ceng. "cuma kalau kalau dengan begini saja aku menghamba kepada Kim Too bengcu, itulah hal yang membuat hati orang tidak puas"

"Bagaimanakah pikiranmu tayhiap?"

"Aku yang rendah menghendaki nona mempertunjukkan beberapa rupa kepandaianmu, supaya aku dapat belajar kenal dengannya supaya aku ini tunduk di mulut dan juga di hati," berkata si baju kuning. "Sampai waktu kalau aku turut kepada Kim Too bengcu, aku menurut dengan ada alasannya yang dipertanggung jawabkan-"

"Maksud tayhiap dapat menimbang, diantara Kim Too Bengcu dan Sin Kun yang saling berebut pengaruh itu, siapa lebih baik dan siapa lebih buruk, bukankah?" si nona menegaskan. ciu ceng batuk batuk.

"Inilah aku... aku..."

"Apakah maksudmu, tayhiap? Katakanlah"

"KeCerdasan nona, aku telah mengakuinya. Aku maksudkan ilmu silat..." Mendengar itu, siauw Pek bingung sendiri. "Berabe" keluhnya dalam hati. "Nona Hoan tidak mahir ilmu silatnya dan orang ini justru hendak mengujinya di dalam ilmu itu."

Tapi, terdengarlah suara sinona: "Tayhiap. kau sudah sadar sesudah sadarnya akan tetapi kesehatan tubuhmu belum pulih seluruhnya aku khawatir kau tidak berdaya didalam menempur aku..."

Diam diam ciu ceng menyalurkan pernapasannya, ia mengerahkan tenaga dalamnya. "Aku merasa sehat sekali, nona," katanya.

"Tayhiap mengatakan tayhiap tidak memperCayai kata kataku," kata sinona. "Sekarang begini saja^ Silahkan tayhiap mencoba satu sampokan. Arakku itu dapat memusnahkan raCun yang mengeram di dalam tubuh tayhiap. tetapi serentak dengan itu, tanpa diketahuinya juga dapat membuat orang lenyap ilmu silatnya" ciu ceng tersenyum.

"Apa benar demikian nona?jika benar begitu, ilmu obat obatan nona melebihi lihaynya ilmu obat obatan Sin kun"

"coba saja dulu tayhiap"

ciu ceng segera menyampok. tetapi segera mukanya menjadi pucat, lenyap senyumnya, berganti dengan wajah kerut hendak menangis.

"Bagaimana?" Soat kun bertanya sambil mengawasi, "Sekarang kau perCaya atau tidak?" Jago itu menghela napas.

"Selama hidupku, sering aku menemui orang orang pandai silat, tapi yang seperti Sin kun dan kau nona..." katanya, masgul, tak dapat dia meneruskannya.

"Ketika tayhiap bertemu dengan orang yang tayhiap sebut sin kun itu, tayhiap segera tersesat, tayhiap kehilangan dirimu sendiri," kata si nona. "Dia menyebabkan kau meruntuhkan dalam sekejap saja nama besarmu dalam dunia Kang ouw Kini, setelah tayhiap bertemu denganku, aku membuatmu sadar dan kembali pada diri asalmu, bahkan kelak kau akan memperoleh kembali nama baikmu itu" Periahan lahan, ciu ceng tunduk.

"Nona, kata katamu sekarang ini adalah kata kata tak berguna lagi katanya, masgul. "Kini kesehatanku telah pulih, tetapi tenaga dan kepandaianku telah, maka itu aku, aku hidup atau mati di mata nona aku sama saja, tidak nona hargai lagi"

o.o.o.o.o.

"Jangan keliru, tayhiap. Kenyataannya tidak demikian Dapat aku melenyapkan tenaga kekuatan tayhiap. dapat pula aku memulihkannya kembali" Mata jago itu bersinar. Dia menatap tajam. Dia agak heran.

"Benarkah nona memiliki kepandaian semaCam itu?" dia menegaskan.

"Asal tayhiap sudi menerima baik kata kataku didalam waktu satu jam, akan aku pulihkan tenaga dan kepandaian tayhiap" menjawab sinona suaranya tetap.

Seorang jago silat paling menyayangi kepandaiannya, kepandaian itu melebihi jiwanya tak heran ciu ceng menjadi sangat tertarik hati. Demikian juga anggapan siJenjang kuning ini. Dia mengangkat kepalanya dan menggumam

"Didalam waktu satu jam kepandaianku akan pulih kembali? Ah, ini tak mungkin..." Siauw Pek dan Ban Liang semua diam terpaku merekapun heran sekali.

"Hebat sinona" pikir mereka. "Dia dapat membuat ciu ceng yang gagah dan berpengalaman menjadi limbung seperti sekarang ini Sungguh dia liehay"

"Apakah tayhiap masih kurang perCaya aku?"

"Aku perCaya kau nona. Nah, apakah yang nona ingin ketahui. Tanyakanlah" Jago itu memberikan jawaban dengan segera. Ia berpikir Cepat. "Maukah kau kembali pada diri asalmu,pada namamu yang besar? Bersediakah kau bekerja sama guna keadilan dunia Kang ouw?" tanya sinona.

"Nona, nona... Apakah dengan begini kau hendak memaksa menekan aku?"

"Jikalau aku berbuat demikian, apa bedanya aku dengan Sin kun kamu itu? Aku tegaskan, kau bersedia menerima kata kataku ini atau tidak, tetap aku akan memulihkan tenaga kepandaianmu. Sengaja aku memunahkan raCun di dalam tubuhmu supaya kau sehat dan merdeka, supaya kau tak menghawatirkan juga untuk mengutarakan apa yang kau pikir didalam hatimu."

ciu ceng berdiam sebentar, terus ia menarik napas.

"Nona, kau tidak cuma pandai luar biasa, kau juga sangat murah hati dan bijaksana, kau membuat orang kagum dan tunduk. Nona, jikalau tenaga kekuatanku pulih, aku akan ikuti kau untuk dengan setulusnya hati menerima segala titahmu"

"Berat kata katamu ini, ciu tayhiap." berkata sinona. Hanya sedetik dia berhenti, lalu ia berkata pula^ "Ambillah sebutir siau yoh tan dan berikan pada ciu tayhiap"

"Ya" menyahut Thio Giok Yauw, kepada siapa perintah itu ditunjukkan, lalu terus dia merogo sakunya, mengeluarkan sebuah peles obat dibukanya tutupnya itu dan dikeluarkannya sebutir piL. Dengan Sikap menghormat, nona ini menyerahkan obat itu kepada jago Serba kuning itu

ciu ceng menyambuti, tanpa melihat pula, obat itu dimaSukkan ke dalam mulutnya dan ditelan.

"Sekarang, ciu Tayhiap. silakan duduk bersila, untuk bersemedhi," berkata si nona. "Luruskanlah jalan nafas tayhiap. sebentar, sekira sepertanak nasi, akan pulihlah tenaga kepandaian tayhiap"

Sekarang ini jago itu sudah perCaya betul kepada si nona, ia menurut, ia terus duduk. guna memelihara pernafasannya. Setelah itu, sunyilah ruang rumah gubuk itu. Semua orang berdiam, cuma hati mereka yang pada bekerja. Kecuali kedua nona Hoan, semua yang lainnya heran, semua ingin menyaksikan kegaibannya pil mustajab itu...

"Entah dari apa dibuatnya pil itu," pikir Siauwpek. "Benarkah ciu ceng akan pulih tenaga kekuatannya? Kalau dia pulih, lalu dia tak suka tunduk, bukankah itu berarti kita harus bertempur pula seCara hebat?"

"Kalau dia tidak dikekang, itulah berbahaya" Ban Liang pun berpikir.

Sementara itu, sang waktu tetap berjalan, tanpa rintangan, sebab tak ada suatu apa yang dapat menghadangnya. Ruang tetap dikuasai sang kesunyian Kesunyianpun penuh dengan suasana ketegangan-..

Akhirnya, tawa Soat Kun memeCah kesunyian itu. "ciu Tayhiap." serunya, perlahan "sang waktu telah tiba"

ciu ceng segera melompat bangun. itulah isyarat si nona yang dia tungguh tunggu. Dia ingin mencoba, menguji. begitu dia bangkit, begitu dia menyampok kearah luar rumah, Satu sambaran angin yang keras terasa dan terdengar karenanya Sijago tua girang sekali tetapi dia tertegun. Dia kekemak.

"Tenaga kekuatanku telah pulih" katanya kemudian singkat saja. "Bagus" berkata si nona yang tetap bersikap tenang. "Nah,

sekarang, kau hendak mencoba aku dengan cara apa?"

"Hai celaka" berseru Siauw Pek di dalam hati. "Kalau dia lupa, bUkankah itu baik? Nonaku, oh, mengapa kau menimbulkannya?"

ciu ceng berdiam, paras mukanya nampak berubah ubah. Terang sekali pikirannya berkutat keras dan hatinya guncang bergelombang. Tapi selang sesaat, lenyaplah ketegangannya, sebagai gantinya, dia menarik napas panjang. "Nona aku bersedia mengikuti kau," katanya kemudian, "tak usah kita pie bu lagi " "Pie bu" berarti "mengadu kepandaian". Menyusul itu  "bret" Maka merobeklah baju kuningnya ini, karena ia telah menggunakan tangannya menyobeknya hancur.

soat Kun lalu berkata sungguh sungguh. "ciu Tayhiap. kau sadar akan dirimu, sungguh, itulah keberuntungan kaum Rimba Persilatan ciu Tayhiap. terima kasih"

ciu ceng tidak menjawab, hanya matanya menyapu pada tiga puluh enam orang bawahannya yang masih rebah tak berkutik di tanah. Mereka itu masih tidur nyenyak...

"Nona, bagaimana nona hendak berbuat atas diri tiga puluh enam ang-ie kiam-su ini?" tanyanya kemudian-

"Ang-ie kiamsu" berarti "jago jago pedang berseragam merah".

Ang ie ialah baju merah dan kiamsu,jago pedang. "Bagaimana pendapat tayhiap" si nona membaliki.

"Mereka ini semua tak lemah ilmu silatnya menurut aku, baiklah kita pakai tenaga mereka untuk kita." ciu ceng mengutarakan pikirannya

"Baik," berkata si nona, memutuskan. "Mereka semua aku serahkan dibawa pimpinanmu"

"Terima kasih nona. Tapi, aku kuatir, diantaranya ada yang tak sudi menakluk."

"Itupun terserah kepada kau. Kau dapat melepas atau membunuhnya."

"Baiklah Akan kucoba sebisaku menginsafkan mereka, supaya mereka mau bekerja sama didalam rombongan Kim Too bun."

Karena Siauwpek memakai lambang Kim Too Golok Emas, dengan sendirinya golongannya ini merupakan satu partai (bun).

"Numpang tanya, nona," kemudian ciu ceng berkata pula, "dimanakah adanya bengcu, ingin aku menjumpainya." Terperanjat juga Siauw Pek mendengar kata-kata orang itu, pikirnya^ "aku tengah terluka, aku rebah disisimu, nampaknya mana pantas aku menjadi bengcu ?..."

soat Kun menjawab. "Sekarang ini pergi kau taklukkan dahulu tiga puluh enam kiam su itu, setelah kau berhasil, baru kau menemui bengcu. Waktunya masih belum terlambat."

"Baiklah Oey Hu-hoat dan Kho Hu hoat, tolong bebaskan mereka itu"

Oey Eng dan Kho Kong maju untuk bekerja, hanya sebentar, selesai sudah mereka melakukan tugas mereka.

"Maukah nona memberikan mereka obat untuk memulihkan tenaga mereka?"

"Inilah permintaan yang tak dapat sembarang diterima baik," sijago tua berpikir "Jikalau mereka itu tak sudi menakluk dan mereka berontak. itulah artinya satu kesulitan bukan kecil..."

Akan tetapi terdengarlah suara Nona Hoan "berikan mereka masing masing sebutir pil Hoan Leng Tan "

Terkejut sekali sijago tua, hingga alisnya berkerut. Karena kata kata si nona merupakan perintah, tak berani mencegah, sebab ada kemungkinan ia nanti ketemu batunya. Terpaksa ia berdiam saja. Tetapi, diam diam waspada dan mengerahkan tenaga dalamya, siap siaga untuk sesuatu...

Tidak lama sadarlah ketiga puluh enam kiam su itu ciu ceng menantikan sejenak. lalu dia mendehem dehem.

"Apakah kau mengenali punco?" dia tanya orang orang berseragam itu.

"Oey Liong Tongcu" mereka itu menjawab serentak.

"Benar" berkata ciu ceng. "Diantara keempat tongcu hanya akulah yang tak gemar memakai topeng..." Ia tertawa, ia mengusap janggutnya, lalu ia menambahkan. "Pembicaraanku dengan nona ini tentulah kamu telah mendengarnya, karena itu, mesti kamu telah mengerti juga dengan baik sekali. Apakah kamu sudah memikirkannya?"

"Ya sudah" adalah jawaban serentak pula. "Bagus kamu telah mendengar dan berpikir sekarang aku hendak memberitahukan kepadamu tentang sikapku. Aku sudah mengambil keputusan melepaskan diri dari kekuasaan ceng kiong sin kun, untuk sebaliknya memasuki rombongan Kim Too bun guna bekerja untuk kebaikan dan keadilan Rimba Persilatan. Bagaimana dengan kamu sendiri tuan-tuan? Silahkan kamu juga mengambil keputusan sendiri Siapa mau berdiam disini bersama-sama punco, untuk bekerja bagi Kim Too bun, punco akan menyambutnya dengan sangat girang sekali sebaliknya, siapa tidak sudi meninggalkan Mo kiong mereka merdeka mengambil keputusannya"

Tiga puluh enam orang itu berdiam, mata mereka saling mengawasi. Mereka heran diubahnya sebutan Seng kiong menjadi Mo kiong, kalau "Seng kiong" berarti "Istana Nabi" (Dewa) maka "Mo kiong" adalah "Istana lblis".

"Jikalau kamu tidak sudi, tuan-tuan," ciu ceng menambahkan menyaksikan keragu raguan orang orang itu, "aku akan mewakili kamu untuk mengajukan..." Tiba tiba ia berhenti bicara, buat berpaling kepada Nona Hoan, yang tampak hanya punggungnya, untuk bertanya: "Numpang tanya, nona, bagaimana kami harus memanggilmu? Aku..."

"Aku she Hoan," Soat Kun menjawab. "Aku sendiri belum menjadi anggota Kim Too Bun. Kamu panggil saja aku dengan sheku."

sinar mata ciu ceng memain Ia mengawasi pula semua kiamsu itu.

"Jikalau kamu tidak mau berdiam disini, puncopun akan memohonkan kepada Nona Hoan supaya kamu diantar keluar dengan baik-baik dari tin ini..."

Lalu terdengar dua orang kiamsu yang disebelah kiri berkata serentak: "Jikalau tongcu benar hendak berdiam disini, bawahanmu bersedia mengikuti tongcu" ciu ceng mengangguk. dia tersenyum. "Selama kita mengikuti Sin kun, kita masing masing berlaku palsu satu dengan lain, tidak ada yang saling mempercayai," berkata ia, "karena itu sekarang ini tentulah tuan tuan masih tetap mencurigai aku si orang she ciu..." Ia berhenti sejenak akan merogoh keluar sebatang anak panah keCil berwarna kuning emas dari sakunya, segera ia patahkan itu menjadi dua potong, baru dia melanjutkan: "ciu ceng memasuki kalangan Kim Too Bun dengan setulus hati, jikalau aku mendusta, maka dibelakang hari biarlah nasibku menjadi sebagai anak panah ini"

Besar pengaruh sikap jantan tongcu ini, segera terdengar para kiamsu itu berkata saling susul: "Kami suka mengikuti tongcu memasuki Kim Too Bun"

"Bagus" seru tongcu itu, "Nah, tuan-tuan, siapa sudi mengikuti aku, silahkan tetap duduk. jangan bergerak. Dan, siapa tak sudi, silahkan bangkit berdiri" Hanya sejenak. maka tampak delapan kiamsu bangun berdiri. ciu ceng tersenyum mengawasi mereka itu. "Apakah tenaga kekuatan tuan-tuan sudah pulih?" tanyanya.

"Ya sudah pulih kembali" sahut serentak delapan orang itu.

ciu ceng tetap menatap katanya pula^ "seseorang mempunyai Cita Cita sendiri, aku tak dapat memaksa kamu, tuan tuan-.." Dia berpaling, akan mengawasi mereka yang sedang duduk itu, baru dia menambahkan: "Siapa mau berdiam disini, berdiamlah Siapa tidak suka, dia dapat pergi berlalu, punco tidak ingin memaksanya. Nah, siapa lagi yang hendak pergi? Silahkan lekas bangun berdiri"

Pertanyaan itu tidak mendapat jawaban Tidak. sekalipun sudah diulangi beberapa kali.

setelah menanti cukup lama, ciu ceng menoleh kepada Soat Kun. "Nona, ada delapan orang yang tak sudi berdiam disini" ia melaporkan. "Baik silahkan Ban Hu hoat antar mereka keluar dari tin"

"Baiklah.. aku yang rendah yang mengantar sendiri," kata ciu ceng. "Baik" menjawab sinona, "Ban Hu hoat yang membuka jalan"

"Memporak porandakan-.." kata ciu ceng kepada sijago tua. Terus ia memandang kedelapan kiamsu itu seraya berkata: "Nah, tuan tuan dapat pergi sekarang"

Delapan kiamsu saling mengawasi, kemudian mereka mulai berjalan, mengikuti bekas tongcu mereka, Ban liang membuka jalan, keluar dari rumah gubuk. Katanya: "Tuan2 telah menyaksikan dan mengalami sendiri liehaynya tin kami ini, maka itu, ikutilah dibelakangku, jangan kamu salah jalan satu tindak juga"

Tidak lama, sampailah mereka diluar tin, ciu ceng memberi hormat kepada delapan kiamsu itu seraya berkata "Kalau sebentar tuan tuan menghadap Sin kun, pasti kamu sukar luput dari hukuman, karena itu tidak ada halangannya bagiku andaikata kamu melepaskan tanggung jawab kamu dan menyerahkannya diatas pundakku, dengan begitu mungkin kamu tidak akan merasai siksaan lahir batin..."

Enam belas mata delapan orang itu mengawasi tongcu mereka, mulut mereka semua bungkam.

ciu ceng batuk batuk. Katanya pula. "Walaupun kamu  meng antar tuan-tuan sampai selaksa lie, pada akhirnya kita toh bakal berpisah, maka itu tuan-tuan, semoga kamu menjaga diri baik-baik, maafkan aku, tak dapat aku mengantar lebih jauh pula"

Tongcu itu merangkap kedua tangannya memberi hormat, terus ia memutar tubuh untuk bersama sama Ban liang kembali kedalam tin-

Sijago tua tersenyum dan berkata, "Dahulu ciu tayhiap memperoleh penghargaan kaum Rimba Persilatan, sampai sekarang ini sifat gagahmu masih tetap seperti dahulu itu"

"o, saudara Ban memuji saja..." kata sibaju kuning, menghela napas. "Baiklah.. aku bicara terus terang pada kau, saudara Ban sudah sekian lama tak puas aku menghadapi kekejaman iblis itu, akan tetapi karena tubuhku terkekang hebat, tak berdaya aku menghindarkannya, sulit buat aku menguasai diriku  sendiri, terpaksa aku mesti menerima diperintah perintah. sekarang aku bertemu dengan Nona Hoan, aku telah dibebaskan dari kekangan atas diriku itu, sekarang aku merdeka, akan aku habiskan seluruh tenagaku untuk membela keadilan, bersedia aku menerima titah titah sinona, matipun aku tak akan menyesal"

"Siapakah sebenarnya Beng kiong ma kun itu?" Ban liang bertanya. "Heran kenapa dia mempunyai kepandaiannya itu untuk mempengaruhi kau. ciu Tayhiap. sedangkan kau berkepandaian tinggi..."

"Malu aku buat berbicara, saudara Ban," menyahut orang she ciu itu malu. "Aku tinggal didalam Seng kiong sudah dua puluh tahun akan tetapi selama itu belum pernah sekalijua aku melihat wajahnya yang asli, kita semua cuma memanggil dia Sin Kun..."

"oh, begitu?" kata sijago tua, "sungguh hal yang aneh sekali Tapi, sekalipun ciu tayhiap belum pernah melihat wajahnya, tentu tayhiap ketahui baik potongan tubuhnya. Apakah ada sesuatu yang luar biasa, yang beda dari pada orang kebanyakan?"

ciu ceng menggelengkan kepalanya. "Tidak" sahutnya. "Setiap kali dia bicara denganku, di depannya tentu ada sebuah tirai ajaib yang memisah kami satu dari lain"

"Apakah tirai ajaib itu?" Ban Liang bertanya.

"Katanya, kalau dua orang berbicara atau berhadap hadapan diantara tirai, orang yang disebelah luar tidak dapat melihat orang yang didalam, sebaliknya orang yang didalam bisa melihat orang yang diluar dengan leluasa."

"Kiranya begitu," kata sijago tua, yang tetap merasa aneh.

Selama bicara itu, tiba sudah mereka di depan rumah.

"ciu Tayhiap. silahkan" berkata sijago tua. Dia jalan dimuka tapi segera dia bertindak ke samping untuk membagi jalan-

"Maaf!!" kata ciu ceng, yang terus bertindak masuk. Kepada soat Kun ia terus memberikan laporannya. "Apakah mereka sudah pergi semuanya ?" tanya Nona Hoan-

"Sudah, ah, kasihan mereka itu... mereka telah kena ditundukkan seCara hebat oleh Seng Kong Mo Kun hingga mereka tak berani meronta atau meninggalkannya."

soat Kun mengangguk, ia tidak bertanya melit. "Ban Huhoat, apakah kereta kuda sudah siap?" ia balik menanya Ban Liang.

"Sudah siap sekian lama, nona?"

"bagus Sekarang ini tenaga kita masih belum cukup untuk menentang Beng kiong Mo Kun secara berhadap hadapan, maka itu

, sekarang sudah waktunya kita berangkat" "Kemana, nona ?

"Aku tahu kemana kita harus pergi, harap tak usah locianpwee berpayah hati."

"Bagaimana dengan tin kita ini?" tanya Giok Yauw, yang semenjak tadi berdiam saja. "Kita singkirkan saja pagar bambunya, kita biarkan mereka masuk untuk melihatnya." Mulu tBan Liang terbuka tetapi suaranya tak terdengar. Ia tak jadi bicara.

"ciu Tayhiap," berkata soat Kun kepada si orang baru ciu ceng, "kami didalam Kim Too bun kami tidak mengadakan tingkat derajat tinggi dan rendah, kecuali bengcu dan aku, semua menjadi huhoat. Kelak dibelakang hari apabila Kim Too bun sudah memperoleh kedudukan kuat, baru kami memikir buat menetapkan pangkat" sinona menghela napas, ia melanjutkan^ "Aku mengharap supaya lewat setengah tahun Kim Too bn akan memperoleh nama didalam Rimba Persilatan, supaya orang-orang gagah pada kumpul diantara kita"

Hebat kata kata itu, tak mudah orang menerka suara keluar dari mulut seorang wanita yang nampak demikian lemah lembut, apa pula dia bercacad matanya.

"Nona benar" ciu ceng menyatakan setuju. "Dua puluh delapan saudara yang baru masuk itu, buat sementara kita namakan saja jie sip-pat Ciang," berkata sinona pula. "Mereka itu aku serahkan kepada ciu Hu hoat untuk memimpinnya . "

"Jie sip pat ciang", dapat diartikan dua puluh delapan perwira. "Baik, nona," ciu ceng menerima tugasnya.

"Kita berangkat sekarang," berkata sinona lagi. "Ban Hu hoat, ciu Hu hoat, silahkan mengajak jiesip pat ciang keluar untuk menantikan kami."

Kedua Hu hoat itu menyahuti lalu mereka keluar bersama dua puluh delapan kiamsu itu.

SiauwPek bangkit dengan perlahan-lahan. "Nona Hoan-.." katanya.

"Ada titah apakah, bengcu?" sinona tanya.

"Apakah nona yakin bahwa ciu ceng benar benar takluk?" tanya siketua.

"Hambamu percaya dia takluk setulusnya," sahut sinona. "Sekarang ini kebanyakan orang liehay sudah dikumpulkan oleh Seng kiong Sin Kun, jikalau kita tidak mengambilnya dari dia itu,  dari mana kita mendapatkannya pula?"

"Nona biasa menerka tepat, mungkin nona tidak keliru"

"Kalau kita bisa mendapatkan salah satu jago Sin Kun, itu berarti dia kekurangan satu tenaga, kalau kita berhasil berturut-turut mendapatkannya, tiap hari satu, pastilah tenaga dia itu menjadi surut dan sebaliknya kita bertambah kuat."

"Nona mau meninggalkan kerangka Liok Kah Tin ini, apakah musuh tidak menggunakan kesempatan untuk memahamkan rahasianya ?" Siauw Pek bertanya pula. "Tidak apa, bengcu, tidak akan ada faedahnya untuk mereka. Aakn aku hapus beberapa bagiannya yang penting, supaya mereka tak dapat menerka..."

Habis berkata, sinona menarik napas perlahan, "bagaimana dengan lukamu, bengcu?" tanyanya prihatin.

"Berkata pertolongan nona, sekarang sudah tidak ada halangannya."

"Dapatkah bengcu bergerak dengan leluasa?"

Diam diam sianak muda mengerahkan tenaga dalamnya.

"Buat menempur musuh tangguh, mungkin belum cukup, tapi buat berjalan saja, aku sanggup,"

"Hambamu telah minta Ban Hu hoat menyediakan tiga buah kereta, baiklah bengcu menggunakan satu diantaranya supaya bengcu dapat sekalian beristirahat."

"Tak usahlah, nona."

"Ingatlah akan kesehatanmu, bengcu. Nasib Rimba Persilatan erat hubungannya dengan kesehatanmu itu, maka juga bengcu harus pandai merawat diri "

Siauw Pek menghela napas. "Baiklah," katanya terpaksa. "Terimakasih."

soat Kun lalu membisiki adiknya: "Soat Gie, ubahlah tin kita. Kita berangkat sekarang "

Soat Gie mempunyai mulut tetapi tak dapat ia berbicara, maka itu ia cuma tersenyum. segera ia berlalu untuk bekerja.

Giok Yauw kagum bahkan mengiri melihat senyuman si nona bisu, yang demikian manis dan menggiurkan. Katanya didalam hati: "Dia begini cantik, sayang dia cacat, hingga dia tak dapat berbicara..." Tidak lama, Soat Gie sudah kembali, langsung ia mendampingi kakaknya. Atas tibanya sang adik, Soat Kun bangkit berdiri "Mari kita berangkat" katanya, yang terus bertindak.

Siauw Pek dan kawan kawannya lalu mengikuti, beruntun mereka menuju keluar tin Di muka tin itu tampak tiga buah kereta kuda, yang sudah dilindungi dikiri dan kanan dan belakang oleh dua puluh delapan perwira berbaju merah itu, tangan mereka mencekal masing masing senjatanya. Ketat penjagaan mereka itu.

"Silahkan nona naik kereta" ciu ceng mengundang sambil menjura.

soat Kun menoleh, terus ia bertindak Cepat menghampiri keretanya. Ketika ia menaikinya ia berlompat serentak bersama adiknya. Setelah itu sang adik menurunkan tenda.

Menanti sampai telah rapi si nona naik kereta, ciu ceng berpaling kepada siauw Pek, dan berkata^ "Tuan terluka, silahkan tuanpun naik kereta Kita mau segera bangkit"

orang baru ini tak tahu si anak muda adalah ketuanya, Cara bicaranya biasa saja, tak pertanda menghormatinya.

Siauw pek tidak mau banyak bicara, ia cuma tersenyum, terus ia naik.

Oey Eng dan Kho kong naik kereta bersama kakaknya itu. ciu cEng menoleh kepada Thio Giok Yauw.

"Nona naik kereta atau berjalan kaki?" tanyanya. "Pasti aku mau naik kereta" sahut nona itu.

ciu ceng pun tak tahu kedudukan nona Hoan ini, ia cuma melihat orang ini agak binal atau sombong, tak mau ia bicara, ia melainkan tersenyum. Dengan suara tinggi, ia menanya. "Nona Hoan, apakah kita segera berangkat?"

"Yaa, segera" ada jawaban dari dalam kereta yang nyaring dan merdu. "Baiklah," sahut ciu ceng, yang terus mengulapkan tangannya, maka berangkatlah ketiga buah kereta, sedangkan dua puluh delapan pe^rwira itu memeCah diri lebih jauh untuk melindungi semua kereta kereta itu.

Dengan bersuara berisik, bergeraklah ketiga kereta kearah depan.

Giok Yauw memandang berkeliling. Ia tidak melihat Hie Sian cianPeng, ia heran-

"Hm" terdengar suaranya, pertanda dia mendongkol. Segera ia melompat menaiki kereta yang paling belakang. Baru saja ia menyingkap tenda kereta, ia mengeluarkan seruan tertahan Ia terperanjat saking herannya.

Kereta itu ada isinya, seorang yang merebahkan diri. Dan itulah si Dewa Ikan, tidak diketahui kapan tibanya. Dia rebah sambil memejamkan matanya. Giok Yauw menolak tubuh orang itu. "Kapan kau kembali ?" tegurnya.

cianpeng membuka matanya dengan perlahan-lahan, ia menatapsi nona seraya ia menggeleng geleng kepala. Tak sepatah kata keluar dari mulutnya.

Nona Thio mendongkol, hingga mau ia umbar kemendongkolannya itu, tapi selagi mengawasi sijago tua, ia  tampak sesuatu yang mencurigakan, hingga ia mengernyitkan alisnya.

"Apakah kau terluka?" ia tanya.

cianPeng mengangguk. Tetapi dia tidak menjawab, bahkan dia memejamkan pula matanya seperti orang yang mau tidur.

Giok Yauw berdiam, walaupun dia merasa aneh, ia tahu jago tua itu mempunyai latihan tenaga dalam yang beda daripada orang lain Lain orang merawat luka dengan duduk bersemedhi, dia sebaliknya sambil merebahkan diri. Karena itu tak mau ia mengganggu. Kereta telah berjalan kira kira satu jam ketika berhentilah roda rodanya. Giok Yauw ketika itu tengah duduk bersemadhi. Ia menjadi terperanjat. Dengan segera ia membuka kedua belah matanya. Begitu ia melihat, ia terkejut, herannya bertambah...

cianPeng sudah lenyap. entah kapan perginya dia. Sebagai ganti tubuh si Dewa Ikan, di dalam kereta itu terletak sehelai surat.

Tidak ayal lagi Nona Thio menjemput surat itu, untuk dibaCa.

Beginilah bunyinya^

"Perjalanan ini berbahaya, ancamannya tersusun susun.

Dengan mengandalkan tenaga kamu beberapa orang saja, mungkin kamu akan memperoleh kesulitan Karena itu waspadalah"

Aneh si Dewa Ikan Dia menyebutkan di tempat mana bahaya mengancam, dia tidak menyebutkan daya untuk menghindarkannya. Dia pula tidak menyatakan bahwa dia akan memberikan bantuannya. Nona Thio mendelong.

"IHmm, siluman bangkotan. Awas kau Jika nanti aku jumpa kau, akan kubuat perhitungan" Tiba tiba dari luar kereta terdengar suatu pertanyaan "Nona kau gusar kepada siapa?"

Giok Yauw terkejut. Ia tak menyangka kata kata itu ada yang mendengar. Ia lalu menyingkap tenda kereta. Maka ia melihat Seng Su Poan Ban Liang. "Aku tengah mendamprat cian Peng si Dewa Ikan" sahutnya. Ban Liang agaknya heran-

"Eh, dimanakah adanya Cian Tayhiap sekarang?" dia bertanya. "Hm, apa si tayhiap. Tayhiap saja Dia hanya situabangka tukang

piara ikan" berkata si nona sengit.

Ban Liang melihat kesekitarnya, lalu kepada tenda kereta. Agaknya ia ingin menyingkap tenda itu, guna melihat kedalam kereta, tetapi ia tak berani lancang. "Apakah cian Tayhiap sudah pulang?" tanyanya. Ia tetap menyebut tayhiap.

"Dia baru saja pulang."

"Apakah dia berada didalam kereta nona?" Ban Liang bertanya begini karena dia tahu tabiat aneh cian Peng, jadi ada kemungkinan si Dewa Ikan sudah naik kekereta nona itu.

"Hm" Demikian terdengar suara dongkol dari si nona. "Dia telah kena dihajar orang hingga terluka, dan sembunyi di dalam kereta untuk beristirahat" Mendengar begitu, Seng Su Poan segera mengulurkan tangan menyingkap tenda.

"Aku Ban Liang..." katanya untuk memperkenalkan diri, tapi mendadak dia bungkam dan matanya membelalak. Sebab tak nampak si Dewa Ikan

"orang belum bicara habis..." berkata si nona, "Buat apa bingung tak karuan? cian Peng baru saja sampai tapi segera dia berlalu pula seCara diam diam"

Ban Liang melepaskan tenda, hatinya berpikir: "cian Peng itu orang dengan kedudukan apa Kau, budak perempuan, mengapa sih kau tak suka menahan mulutmu? Kalau dia dengar suaramu, mungkin kau tahu rasa" Tapi ia tak mengutarakan apa yang ia pikir, ia hanya berkata: "Mungkin cian Tayhiap pergi pula karena ada urusan yang penting..."

"Andaikata ada urusan, seharusnya dia bicara dahulu, belum terlambat dia pergi. Kini dia bawa lagak bagai maling, datang dan juga pergi dengan diam diam. Dapatkah dia disebut seorang enghiong?Jika nanti aku bertemujua dengannya, tidak dapat tidak. mesti aku hajar adat, biar dia tahu rasa"

"Hm" Ban Liang berpikir. "Kau mencaci dia, kalau dia dengar, kaulah yang bakal diajar adat olehnya..."

Karena herannya, jago tua ini menjadi berdiam saja.

Sesaat kemudian, berkuranglah kemendongkolan Giok Yauw. Karena itu, ia jadi dapat berpikir. Ia ingat kenapa kereta dihentikan di tengah jalan itu. "Kenapa kita singgah disini ?" kemudian ia bertanya.

"Mungkin ada sesuatu kesulitan, nona," sahut Ban Liang. "Silahkan nona beristirahat, loohu hendak pergi kedepan untuk melihatnya." Habis berkata, sijago tua itu lalu memutar tubuh dan berjalan.

"Tunggu dulu" Giok Yauw memanggil. "Ada apa, nona?"

"Jikalau ada terjadi pertempuran,jangan lupa untuk memanggil aku..."

Dan baru berkata begitu, tiba-tiba nona ini ingat surat cian Peng, yang masih dipegangnya. Segera ia angsurkan itu pada sijago tua sambil menambahkan : "Inilah suratnya cianPeng, tolong sampaikan pada Nona Hoan"

Ban Liang menyambuti, karena surat tidak tertutup, dapat ia membaCanya. Ia lalu menghela napas.

"Aku tahu, cian Tayhiap belum pernah bicara dusta, dia telah meninggal suratnya ini, mesti ada sesuatu yang dia telah lihat. Karena itu nona, jangan kau menganggapnya remeh..."

"Si tua bangka aneh tukang memelihara ikan itu, walaupun tabiatku sangat aneh, ilmu silatnya tinggi sekali," berkata si nona, "jikalau aku tidak memandang mata kepadanya, tidak nanti aku menghendaki suratnya ini lekas-lekas disampaikan Nona Hoan "

Melihat sepak terjang nona ini terhadap cian Peng, sijago tua heran sekali. Iapun menyesal bahwa ia belum tahu jelas tentang pribadi si nona. Rupanya sangat erat perhubungan nona itu dengan cian Peng, bahkan luar biasa, kalau tidak. tidak nanti Nona Thio menyebut orang si tua bangka, tua bangka bangkotan cian Peng itu berusia lanjut dan namanya tersohor dan umumnya kaum Rimba Persilatan menghormatinya... Tengah jago tua ini berpikir demikian, dia mendengar siulan panjang. ia terperanjat. "Nona tunggu disini" katanya Cepat, "Aku hendak pergi kedepan"

Dan ketika itu waktu fajar, CuaCa mulai terang, segala sesuatu mulai tampak. Giok Yauw memandang pula kesekitarnya, terus ia pesan "ingat, kalau terjadi pertempuran, jangan lupa memanggil aku " "Ya aku ingat" sahut si orang tua, yang terus iari kedepan-

Justru itu ciu ceng bersama empat kiamsu iari mendatangi, tiba didepan kereta soat Kun dia segera berkata : "Nona, kita telah masuk kedalam perangkap dari Seng Keng..."

Dari dalam kereta terdengar suara si nona: "Apakah ciu tayhiap dapat menerka kekuatan pihak sana ?"

"sukar untuk menerka, nona.Jikalau tidak keiiru, merekaiah orang orang lihay dari Pek Liong Tong "

"Pek Liong Tong" berarti "Rombongan Naga Putih" dari Seng koing sin kun, sebagaimana ciu ceng sendiri asal Oey Liong tang, rombongan Naga kuning.

"Tayhiap. apakah orang orang mu itu dapat diandalkan?" "Tetapkan hati, nona. Mereka berani menentang, tentulah

mereka berani mati, tak nanti hati mereka bercabang pula "

"Jikalau begitu, carilah tempat yang bagus letaknya untuk pembelaan, disana kita akan melakukan pertempuran yang memutuskan. Dan ingat baik-baik, berwaspadalah untuk tipu daya atau serbuan mereka secara membokong "

"Aku tahu, nona, tak usah nona payah-payah memesannya." Berkata begitu, ciu ceng berpaling pada Ban Liang, bertanya :

"Saudara Ban, aku hendak menanyakan sesuatu "

"Apakah itu, tayhiap? sebutkan saja aku akan bicara terus terang."

"Bagaimana dengan ilmu silat kedua huhoat Oey dan Kho itu?" "Kira kira berimbang dengan loohu," sahut sijago tua. Ia

menyebut demikian karena ia ingat dua orang muda itu sudah memperoleh pimpinan Soat Kun-

ciu ceng berkata pula : "orang seng kong banyak dan orang kita sedikit, dapatkah kedua hu hoat itu diminta menangkis musuh?" "Dalam hal ini baiklah tayhiap bicara dulu dengan Nona Hoan, Si nona dapat memberi keputusan "

Belum lagi ciu ceng menanya si nona, dari dalam kereta sudah terdengar suara Soat Kun "Terserah kepada pimpinan ciu tayhiap "

"Terima kasih, nona," ciu ceng mengucap. kemudian dengan suara perlahan, ia menanya sijago tua. "Katanya disini ada seorang yang ilmu silatnya lihay luar biasa, benarkah?"

"Ya, jauh diatas Oey Eng dan Kho hu hoat" sahut sijago tua. ciu ceng heran dia tertawa.

"Benarkah itu?"

"Aku bicara sebenarnya "

"Bagaimana dengan saudara yang terluka itu?" ciu ceng bertanya pula, suaranya perlahan-

Ban Liang menggoyang-goyangkan kepalanya "Tentang lihaynya dia, tak dapat aku menguraikan "

ciu ceng berkata pula. "orang mesti kenal diri sendiri dan tahu musuh, baru ada harapan untuk menang. Sekarang ini aku masih gelap segalanya, harap juga saudara jangan keCil hati kalau aku banyak bertanya."

Ban Liang tersenyum. "Jangan keliru mengerti, tayhiap. Tentang kepandaian orang itu benar benar tak ada dayaku untuk melukiskannya"

"Kenapa begitu saudara Ban?"

"Dia aneh sekali, hingga sulit untuk menerkanya. "jawab Ban Liang lagi.

"Begitu?"

"Ya. Aku telah bicara sejujur-jujurnya." "Saudara Ban, aku mohon penjelasanmu."

"Apa itu, tayhiap? Aku bersedia mendengarnya," katanya lagi. "orang yang terluka itu demikian lihay, kalau dia tidak dititahkan maju untuk menangkis musuh, itulah harus sangat disayangi"

"Itu benar" jawabya sangat tegas sekali

"Maka itu aku pikir, kalau dia diminta menangkis semabarangan saja, itulah berlebihan." berkata pula ciu ceng. "Kehendakku, ialah untuk melihat dahulu musuh, bagiannya yang mana yang kuat, baru kita suruh tuan itu yang melawannya. Aku hendak menahan dia selaku Cadangan... Eh, ya, apakah kedudukan orang itu didalam  Kim Too Bun kita ini?"

Ban Liang tersenyum juga.

"Kedudukannya sesungguhnya tidak rendah," sahutnya. "Kalau saudara ciu ingin ketahui jelas tentang diri tuan itu, kenapa kau tidak menanyakannya kepada Nona Hoan saja?"

"oh..." kata Oey Ho si Jenang Kuning, yang kata-katanya tertahan. Ini disebabkan ia melihat seseorang kiamsu berlari-lari mendatangi, lalu setelah datang dekat, kiamsu itu memberikan laporannya, perlahan: "Pihak sana sudah mulai nampak..."

"Siapakah mereka?" tanya ciu ceng, Cepat.

"Dia naik joli dengan tenda putih. Mungkin dia orang penting dari Seng kiong."

Paras siJenjang kuning sedikit berubah.

"Apakah jolinya itu disulami bunga merah? ia bertanya pula. Karena terpisahnya masih jauh, hamba tidak dapat melihat itu." "Nah, pergi mencari tahu lagi" tongcu itu memerintahkan.

Kiamsu itu memutar tubuh dan berlalu dengan lekas.

"Agaknya saudara sangat memperhatikan joli itu?" Ban Liang bertanya.

"Jikalau dia yang datang, berabe" sahut siJenjang Kuning.

Dengan "dia" itu, ia maksudkan "dia" wanita. "Siapa kah dia itu?" "seng kiong Hoa Siang."

"Seng kiong hoa siang orang macam apakah dia?"

"Disisi Sin Kun, dialah salah seorang yang paling dipercaya." "Apakah ilmu silatnya liehay sekali?"

"Liehay tak dapat dijajaki. Ia dapat pelajaran dari Sin Kun sendiri."

Tongcu ini menghela napas, lalu ia menambahkan^ "Hanya sekarang belum bisa dipastikan, benar dia atau bukan. Kalau benar dia, ah, kita..." Mendadak ia menutup mulutnya.

"Eh, eh, kau kenapakah?" Wajah ciu ceng menjadi suram.

"Kalau benar Hoa siang yang datang, akan aku balas budi Nona Hoan dengan jiwaku" katanya, pasti.

"Jangan terlalu berduka, ciu Tayhiap." Ban Liang menghibur. "Walaupun Hoa siang dan sin kun sendiri yang datang, Nona Hoan pasti mempunyai daya untuk menghadapinya."

Hiburan itu besar pengaruhnya bagi ciu ceng, yang bagaikan memperoleh semangat.

"Benar.. Dengan adanya Nona Hoan, sekalipun sin Kun datang sendiri, apa yang harus ditakuti?" katanya.

Ban Liang sebaliknya berpikir. "Sayang disamping Cerdik, Nona Hoan lemah ilmu silatnya. Bengcu Sedang terluka, dapatkah dia berkelahi? Mengenai Nona Hoan, dalam ilmu silat, dia masih kalah unggul denganku..."

Pikiran ini Seng su Poan tidak berani utarakan kepada ciu ceng.

Sementara itu Sang Surya sudah mulai naik, sinar emasnya berCahaya sekali.

Tepat waktu itu, dua orang kiamsu lari mendatangi. "Musuh sudah mendatangi semakin dekat," ciu ceng membisiki sijago tua

Kedua kiamsu segera tiba. Katanya: "orang Seng kiong berada ditempat dua lie dari sini, dimana mereka menantikan bersama pasukannya"

"Aku tahu," kata ciu ceng, yang menerima laporan. "Sekarang beritahukan semua mata mata untuk kembali kesini"

Kedua Kiamsu itu menyahuti, lalu mereka pergi pula.

"Saudara Ban," tanya ciu ceng sambil memandang sijago tua, "apakah sudah tiba saatnya untuk melaporkan kepada nona Hoan?"

"Ya, sudah waktunya," sahut Ban Liang, yang sebaliknya berpikir pula: "Inilah saatnya buat menggunakan senjata, buat mengadujiwa, aku khawatir Nona itu belum mendapat daya untuk menentang musuh..." ciu ceng bertindak menghampiri kereta.

"Nona Hoan, ia melapor, sambil memberi hormat, "orang Seng kiong sudah mengatur pasukan disebelah depan dimana mereka menantikan kita. Hambamu sulit mengambil tindakan maka itu hambamu mohon keputusan nona..."

Dari dalam kereta terdengar jawaban "Terhadap lawan jangan kita berlaku lemah "

"Nona benar," sahut ciu ceng. "Aku akan beri perintah untuk maju menyambut musuh"

"Dengar dahulu perintahku, baru turun tangan" terdengar pula suara nona Hoan

"Baik, nona"

Berkata begitu, ciu ceng berpaling kepada Ban Liang, kemudian katanya: "Aku akan bawa dua puluh delapan perwira maju dimuka, harap saudara mengajak Oey dan Kho Hu hoat melindungi kereta nona Hoan"

"Baik saudara ciu" sahut Ban Liang. Jago tua ini memasang mata. Ia melihat orang berlari lari. Sebentar saja dua puluh delapan kiam su sudah berkumpul semua.

ciu ceng lalu berkata dengan keras^ "Nona Hoan telah memerintahkan supaya kita jangan menunjukkan kelemahan terhadap Seng kiong Nona Hoan telah mempunyai daya upayanya, walaupun demikian, kita tak akan bebas dari satu pertempuran dahsyat, maka itu seleksanya pertempuran dimulai, mesti kita mengadu jiwa kita"

"Kami akan berkelahi hingga mati. Kami tak akan menyesal"jawab serempak para kiamsu itu.

"Bagus" ciu ceng berseru. Lalu dia maju dimuka.

Dua puluh delapan kiamsu itu menghunus pedang mereka, mengiringi pemimpinnya itu. Ban Liang sebaliknya menghampiri kereta. "Nona IHoan" ia memanggil, "Nona Hoan-"

"Ada apa, hu-hoat?" menjawab si nona.

"Nona, aku hendak bicara tentang ciu Tayhiap." berkata sijago tua. "Kalau kita menemui jago-jago dari Seng kiong, pertempuran mestinya pertempuran dahsyat sekali. Menurut penglihatanku, agaknya ciu Tayhiap rada jeri terhadap musuh yang datang ini..." Soat Kun berdiam untuk berpikir.

"Bagaimana keadaan Bengcu, belum loohu menanyakannya.

Mungkin Bengcu sudah dapat bertempur pula . "

"Pertempuran kali ini sangat penting," berkata sinona. "Mungkin kesudahannya pertempuran akan mengangkat Kim too bun, untuk memperkenalkan pengaruh kita dalam dunia Kang ouw, atau mungkin kita bakal tenggelam hingga tak ada kesempatan buat bangkit pula..."

"Memang..." pikir Ban Liang. "Berulang kali Seng kiong mengirim orang orangnya mengepung ngepung kita, kalau terus menerus kita diganggu dengan pertempuran-pertempuran dahsyat itu memang menyulitkan, susah buat kita menaruh kaki didalam dunia Kang ouw..."  Lalu terdengar suara merdu sinona tuna netra "jikalau kita tidak melakukan pertempuran pertempuran dahsyat dengan orang orang Seng kiong Mo Kun, tak ada jalan lainnya untuk membuat dunia Kang ouw mengetahu munculnya ceng Gi., Kim Too, oleh karena itu tolong Ban Hu hoat menyampaikan kepada bengcu supaya ia dapat menggunakan kesempatan yang baik ini untuk beristirahat sungguh sungguh, supaya kalau sampai terpaksa, sebentar kita akan meminta bantuan tenaganya"

"Lohu tahu," sahutBan Liang, yang segera pergi menyampaikan pesan sinona kepada ketuanya, dan kemudian ia memberi isyarat agar ketiga kereta kuda dimajukan terus kedepan-

Baru berjalan kita-kira dua lie, kedua belah pihak sudah berhadap-hadapan.

Itulah sebuah tanah belukar yang sunyi. Di sebelah depan sana berkumpul beberapa puluh pekie kiamsu orang orang berseragam putih dengan pedang ditangan masing masing. Mereka itu berbaris ditengah jalan, untuk menghadang. Dipihak sini, ciu ceng menghadapinya bersama dua puluh delapan orang bawahannya.

Jaraknya diantara dua pihak ada sekira dua tombak. Keduanya tidak segera turun tangan agaknya mereka masih menantikan sesuatu. Kereta Soat Kun dimajukan sekali.

"ciu Hu hoat, bagaimana gerak gerik musuh?" tanya sinona. "Musuh kita terdiri dari orang orang Pek Liong Tong," menjawab

hu hoat yang baru itu, "Jikalau mereka tidak mendapat bala bantuan, tak usah khawatirkan mereka..."

Baru berhenti suara ciu ceng, mendadak terdengar suara melesat menyambarnya anak panah, menyusul mana dibelakang pasukan serba putih musuh itu muncul dua belas budak budak perempuan yang berseragam hijau, yang semuanya bersenjatakan pedang. Mereka itu mengiringi sebuah joli kecil yang serba putih, yang digotong mendatangi cepat sekali. Melihat demikian, mua ciu ceng berubah menjadi pucat. "Nona Hoan, benar benar Seng kiong Hoa Siang sendiri yang datang" katanya.

Ketika itu Thio Giok Yauw, yang naik kereta paling belakang, melompat turun dari keretanya itu, dia menghampiri kereta Soat Kun untuk terus melompat naik keatas.

Tindakan Nona Thio ini berdasarkan anjuran Ban Liang.Jago tua itu ketahui ilmu silat kedua nona Hoan tidak mahir, maka ia anggap perlulah Giok Yauw mendampinginya untuk membantu mereka itu.

Barisan berseragam putih itu meluruskan tangan mereka menyambut dengan hormat penghuni joli kecil warna putih itu.Joli tepat dihentikan dihadapan mereka. Kedua belas budak berseragam hijau lalu berbaris mendampingi dikiri dan kanan joli.

"ciu Tongcu" tiba tiba terdengar suara nyaring halus keluar dari dalam joli putih itu.

ciu ceng melengak. tapi lekas juga dia maju. "ciu ceng disini" sahutnya.

"Tahukah kau undang undang Seng kiong?" terdengar suara nyaring halus tadi, "Apakah hukumnya terhadap para penghianat?"

"Aku siorang she ciu ketahui itu," sahut ciu ceng setelah ia batuk batuk perlahan-

Tenda joli tersingkap. lalu tampak penghuninya, yang bertindak keluar. Dia adalah seorang wanita Cantik dengan pakaian serba hijau. Dia terus berkata dingin: "ciu Tongcu, tahukah kau siapa aku?"

"Seng kiong Hoa Siang, Mustahil aku siorang she ciu tidak mengenalnya?" Nona berbaju hijau itu tersenyum.

"setelah tongcu mengenalku, kenapa kau tidak segera berlutut?" tegur dia Untuk sejenak. ciu ceng tercengang. Habis itu, dia tertawa terbahak bahak. "Jikalau si orang she ciu masih berada di dalam Seng kiong, sudah selayaknya dia mesti menyambut Hoa seng," sahutnya, "sekarang ini aku berada didalam rombongan Kim Too Bun"

Si serba hijau itu tertawa hambar. Tak tampak bahwa dia bergusar.

"Kim Too Bun?" katanya, "Belum pernah aku mendengarnya. oh, kau rupanya mau nanjak didalam Kim Too Bun, ya?" ciu ceng bersikap gagah. Dia tertawa.

"Jikalau Hoa Siang memikir hendak menghukum aku buat apa yang kau nama kan kesalahanku, Caranya cuma satu..."

"Hm Apakah kau menghendaki cara kekerasan?" tanya si wanita. "Tidak salah.. Selama didalam Seng kiong, telah lama aku si

orang she ciu mendengar tentang kegagahan Hoa Siang, sekarang syukur kalau aku dapat menerima pelajaran dari kau.Jikalau aku kalah, aku aku mati rela"

"Benar benarkah kau ingin belajar kenal dengan kepandaianku?" wanita itu menegaskan-

"Benar"

Wanita itu tertawa hambar pula .

"Baiklah" serunya. Segera dia mengulapkan sebelah tangannya. Melihat isyarat itu, empat budak berseragam hijau maju kedepan,

segera  dengan  masing  masing  pedangnya,  mereka  menyerang

bekas tongcu itu.

ciu ceng menyedot napasnya, mendadak tubuhnya mencelat mundur lima kaki. Dengan begitu ia bebas dari serangan empat batang pedang. Sebaliknya, sambil berseru, majulah empat ang-ie kiamsu, menyambut nona-nona itu. Maka kedua belah pihak segera bertarung. Si wanita serba hijau tertawa terkekeh

"oh, ciu ceng, benar nyalimu tidak kecil" serunya. "Kau benar benar berani menggerakkan tanganmu terhadap aku" ciu ceng tidak menjawab, ia hanya mengawasi jalannya pertandingan. Ia tahu budak-budak itu adalah murid muridnya Hoa Siang, yang telah memperoleh kepandaian yang berarti, karena mana ia khawatir orang orangnya tidak sanggup melawan mereka itu.

Sementara itu terdengar suara nyaring keren dari Hoa Siang: "Kamu boleh turun tangan tanpa mengenal kasihan lagi. Kamu boleh menggunakan tangan tangan kejam"

Keempat budak itu menjawab seCara serentak. menyusul itu, mereka segera mulai dengan penyerangan mereka yang terlebih hebat.

Mula mula keempat kiamsu masih dapat bertahan, hingga kedua pihak nampak seimbang, tapi, segera setelah budak budak itu menerima perintah pemimpinnya, segera mereka itu terdesak. bahkan permainan silat mereka menjadi kalut seketika.

ciu ceng mengerutkan alis menyaksikan hal itu. Pikirnya: "Semua kiamsu adalah ahli silat, tapi mereka masih keteter terhadap kawanan budak itu, inilah bukti bahwa Hoa Siang lihay bukan kepalang..."

Tengah tongcu ini berpikir, telinganya mendengar satu jeritan. ia segera mengangkat kepala. Maka ia melihat seorang kiamsu putus lengan kanannya. ia kaget, hendak ia maju tetapi ia ingat pesan Soat Kun. Lalu ia menghampiri nona itu, dengan suara perlahan memberikan laporannya^ "Nona benar yang datang itu Hoa Siang..."

"Apakah pertempuran telah dimulai?"

Ya, nona. Karena sangat terdesak. tak keburu hambamu melaporkan dan memohon perkenan nona..."

"Bukankah pihak kita telah terluka seorang?"

"Benar. Budak budak Hoa Siang itu kosen semuanya, ilmu pedang mereka luar biasa, rombongan kita bukan lawan mereka itu. IHamba sedang memikir buat maju sendiri..." "Bukankah kau memikir buat minta kedua huhoat Oey dan Kho maju menggantikan kedua puluh delapan perwira itu? Baik Kau boleh sampaikan titah ku ini"

"Baik, nona" menyahut ciu ceng. Tapi belum sampai ia berbiara dengan Oey Eng dan Kho Kong, telinganya telah mendengar jeritan dahsyat pula, sebab kembali dua kiamsu sudah terluka oleh budak budak berseragam hijau itu, bahkan kiamsu yang satu terus roboh binasa

Perwira-perwira yang lain ingin maju, akan tetapi, sebelum ada titah dari pemimpinnya, mereka tidak berani berlaku lancang.

Untuk sejenak, pertempuran telah terhenti. Keempat budak tidak menyerang terus, karena mereka menantikan dahulu perintah lebih jauh dari pemimpin mereka.

"ciu ceng" terdengar suara Hoa Siang, "kau telah melihat, bukan? Ang-ie kiamsu kamu itu tak dapat bertahan terhadap dua belas orang budakku"

"Hm, Hoa Siang" terdengar suara dingin dari si orang she ciu, "jangan kau terburu takabur. Baru segebrakan ini masih belum ada keputusan menang kalahnya"

Wanita itu tak mempedulikan kata katanya. Dia berkata pula dengan sombong: "ciu ceng, seharusnya kau pasti tidak berani mendurhaka terhadap Sin Kun. Mesti ada orang yang berdiri dibelakangmu siapakah itu, yang duduk di dalam kereta bertenda itu?"

"Tak dapat aku memberitahukan" sahut ciu ceng dingin.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar