Pedang dan Golok yang Menggetarkan Jilid 40

JILID 40

"Kiranya Taysu adalah sahabat guru kami, oh maaf, kami kurang hormat."

"Sebenarnya loolap beruntung sekali dapat berunding dengan guru slecu itu," kata pula sipendeta. "Siecu, pastilah kau telah mewarisi kepandaian gurumu itu."

"Kami berbakat tolol, walaupun kami mempunyai guru yang pandai, kebisaan kami sangat terbatas," si nona memberitahukan.

Su Khong menggumam sebentar. "Sejauh ingatanku," katanya "guru siecu itu selain pandai juga memuja pri-kebenaran, karena itu tak mungkin dia menghendaki siecu menentang kami dari Siauw Lim Sie."

Sedetik itu, kembali berubah nada suara sipendeta. Kembali dia menunjukkan tak senang hatinya.

Soat Kun berlaku tenang seperti semula. Ia berkata. "Kami datang kemari sama sekali tak dengan niat menentang, bahkan kami berniat mengangkat Siauw Lim Pay dari tempat di mana dia terbenam, supaya Siauw Lim Sie bangun pula seperti sediakala." demikian katanya.

Kata-kata itu mendatangkan rasa tak puas kepada semua pendeta itu, tetapi karena Su Khong berdiam saja, tak ada pendeta yang berani bertindak atau bicara yang keras-keras.

Su Khong tersenyum. "Siecu, besar bicaramu " katanya. "Sebenarnya bagaimanakah terbenemnya kami maka juga siecu sampai datang hendak menolong mengangkatnya? " tanyanya.

Soat Kun merapikan rambut sisi telinganya "Taysu, apakah taysu masih ingat peristiwa menyedihkan sepuluh tahun lebih yang lalu itu? " ia tanya, sabar. "Ketika itu ketua kalian dan ketua ketua Bu Tong Pay, Ngo Bie Pay dan Khong Tong Pay telah dibinasakan orang"

"Itulah peristiwa yang memalukan Siauw Lim Sie Dikolong langit ini tidak ada orang yang tidak tahu, karena itu mana dapat kami tak mengingatnya? "

"Taysu, apakah taysu melihat sendiri mayat Su Hong Taysu itu? "

"Ketua keempat partai mati teraniaya, peristiwa itu sangat menggemparkan, mana dapat loolap tak pergi sendiri ke Pek Ma San, tempat kejadian itu? "

"Kalau begitu, tentulah taysu melihat sendiri mayat Su Hong Taysu itu? "

Paras muka sembilan tiangloo itu berubah sendirinya, sikap mereka jadi sangat bersungguh sungguh. Semua mata mereka dengan tajam diarahkan kepada sinona. Tapi nona itu tertutup cala, tak ada mata yang dapat menembusnya, untuk melihatnya dengan tegas.

"Pernah loolap memeriksanya dengan teliti," sahut Su Khong. "Dari pakaian dan juga barang barangnya, dia benarlah ketua kami."

"Hanya dari pakaian dan barang barang, dapatkah itu diandalkan? "

Su Ie menyelak keren: "Peristiwa sudah lewat sepuluh tahun lebih, sipembunuh juga telah dibinasakan, sekarang siecu menimbulkannya pula, apakah maksud siecu? "

Nona Hoan tetap dengan sikap tenangnya.

"jikalau aku mengatakan sekarang ini Su Hong masih hidup, apakah taysu sekalian suka percaya atau tidak? " Su Khong Taysu melengak.

"Kecuali siecu dapat membuat loolap bertemu muka dengan ketua kami itu, tak nanti loolap dapat mempercayaimu"

"Taysu, hanya karena muka terang dari Siauw Lim Sie, walaupun taysu bercuriga, taysu tak sudi mengakuinya. Benar kataku ini, bukan? "

"Amidha Buddha" demikian puji yang keras nadanya, yang keluar dari mulut seorang tiangloo. "Suheng, wanita ini mengoceh tidak keruan, dia hendak mengacaukan pikiran orang. dia tak dapat dibiarkan saja. Harap suheng..."

"Menurut apa yang boanpwee tahu" Soat Kun mendesak, "bukan saja ketua kamu itu mungkin masih hidup didalam dunia ini, juga musuh kamu yang kuat sudah menempatkan mata matanya didalam Siauw Lim Sie, untuk dia atau mereka dapat memegang kekuasaan disini" Su Khong nampak heran.

"Siecu, apakah siecu merasa pasti? " dia bertanya. "Kira kiralah" "Boanpwee  bicara dari apa yang benar" Nona Hoan memastikan.

"Ada  satu   hal  yang   membuat  boanpwee  heran  Sudah   terang didalam Siauw Lim Sie ada orang orang yang percaya akan kata kataku ini akan tetapi mereka itu mengambil sikap menentang hatinya sendiri, mereka memaksa mengatakan aku mengoceh tidak karuan dan mengacaukan pikiran orang. Mereka itu mesti ada maksudnya maka mereka tak mau mempercayainya. Entahlah apa sebabnya itu"

"Apakah kata kata kosong saja dapat membuat orang percaya? " Su Khong tanya.

Soat Kun berdiam Su Khong memang benar. Kata kata saja tanpa tak ada gunanya. Maka ia memikir, bagaimana harus memberi bukti.

Dipihak para tiangloo, kemurkaan sudah mulai mereda. Bicara si nona beralasan, tinggal buktinya saja.

"Taysu," tanya si nona kemudian, "apakah taysu kenal ketua Ngo Bie Pay? "

"Kau maksudkan ketua yang mana? Ketua yang dulu atau yang sekarang? ”

“Aku maksudkan ketua yang sama sama ketua kamu telah terangnya itu."

"Kau maksudkan Han In Taysu? " "Tidak salah Benar Han In Taysu"

"Beberapa kali loolap pernah bertemu dengan Han In Taysu itu.

Kesanku dalam, pasti loolap mengenalnya."

"Apakah taysu masih ingat wajah Han In Taysu itu? "

"Asal loolap melihat mukanya, tentu loolap akan mengenalinya.

Mungkinkah ada sesuatu yang tak sempurna? "

"Bagaimana kalau taysu cuma mendengar suaranya saja? " su Khong nampak tidak puas.

"Siecu, kau terlalu banyak pernik" tegurnya. "Kau tanya cuma mendengar suaranya saja. Apakah artinya itu? " Soat Kun berlaku tenang seperti biasa. "Maksudku, taysu," sahutnya, sabar, "kalau taysu tak usah melihat orangnya, yaitu taysu cuma dengar suaranya, apakah taysu mengenali dia benar ketua Ngo Bie Pay atau bukan? "

Su Khong berdiam untuk berpikir. "Didalam hal itu, loolap masih belum pasti..."

Soat Kun agak kecele.

"Kenapakah, taysu? " tanyanya. "Apakah taysu tidak bersahabat kekal dengan Han In Taysu itu? "

"Dialah ketua suatu partai, loolap memang tak bergaul erat dengannya." Su Khong mengakui. "Siecu, kau hendak bicara apakah? Aku minta kau bicara dengan terus terang. jikalau pembicaraan kita ini tidak ada hasilnya, aku kuatir siecu sukar meninggalkan kuil kami ini"

Soat Kun tidak menjawab permintaan atau ancaman itu, sebaliknya, ia kata dengan berani^ "Telah lama boanpwee dengar halnya para tiangloo dari siauw Lim Sie adalah orang orang beribadat yang jujur dan bijaksana, yang agung martabatnya akan tetapi siapa sangka sekarang ternyata merekalah orang orang yang tak dapat dipercaya"

"Siecu, apakah siecu maksudkan karena loolap tak berdaya mengenali Han In Taysu itu," Su Khong tanya.

Soat Kun tidak mengiakan, hanya ia berkata pula: "Boanpwee kuatir kalau nanti ketua kamu yang terdahulu itu bertemu dengan taysu sendiri, mungkin taysupun tidak mengenalinya "

"Dialah sutee dari loolap dengan siapa loolap telah tinggal bersama-sama puluhan tahun, mustahil loolap tidak mengenalinya? "

"Sutee" yaitu adik seperguruan. Kembali Su Khong tak puas.

Soat Kun berkata dingini "pengalaman sedih dari ketua itu hebat tak ada bandingannya. Pengalamannya itu sama dengan pengalaman Han In Taysu dari Ngo Bie Pay, Dia telah dirusak muka dan anggota-anggota tubuhnya. Mana dapat taysu mengenalinya?

..."

Ia berhenti sebentar, baru ia menambahkan^ "buat melindunginya nama besar Siauw Lim Pay, andaikata taysu dapat mengenalinya juga taysu tak akan sudi mengenalinya" Mau atau tidak, Su Khong Taysu menjadi gusar sekali.

"Dimana-mana kau menghina adik seperguruan kami, siecu" katanya keras. "Apakah maksud siecu? sungguh kau sukar diterka" Habis berkata, pendeta itu mengulapkan sebelah tangannya.

Melihat demikian dua pendeta, yang duduk bersila, berlompat bangun, untuk berlompat lebih jauh kemulut pintu, guna menutup jalan keluar. Menyaksikan lagak orang, Siauw Pek mengerutkan alisnya.

"Tidak kusangka bahwa para tiangloo dari Siauw Lim Sie juga begini cupat pemikirannya..." pikirnya. "Kenapa mereka sudi melindungi yang tidak benar? Nampaknya hari ini mesti terjadi pertumpahan darah juga, sebelum itu, urusan tak akan dapat diselesaikan"

Melihat sikap para pendeta itu, Soat Kun mengangkat tangannya, untuk merapihkan sanggulnya yang tinggi. Beberapa kali ia menyentil nyentilkan jeriji tangannya, baru setelah itu dengan sabar ia bertanya: "Para taysu yang pandai dan bijaksana adakah niat taysu sekalian untuk mengurung kami bertiga orang muda di dalam ruang suci kalian ini? "

Su Khong berkata dengan suaranya yang keren: "Jikalau kalian tidak dapat memberi bukti maka terpaksa loolap mesti membiarkan kalian berdiam disini sampai nanti loolap selesai membuat penyelidikan dari hal yang benar, itu waktu loolap akan mengambil keputusan kami. Andaikata apa yang kalian bilang benar adanya, maka loolap semua akan mengantarkan kalian keluar dari sini dengan cara yang hormat. Jikalau tidak, maka siapa membunuh orang, dia pasti mengganti jiwa Beberapa puluh murid Siauw Lim Sie tak dapat mati dan terluka konyol" Habis berkata begitu, mendadak Su Khong meluncurkan tangannya kearah Soat Kun sambil mebentak. "Siecu, apakah kau hendak nyebar racun? "

Gerakan tangan pendeta itu mendatangkan hembusan angin yang keras.

Itulah serangan pukulan angin-Melihat itu, Siauw Pek segera meluncurkan tangannya, guna menangkis, sambil berbuat begitu, ia menegur: "Taysu menjadi pendeta tua dan beribadat, kenapa begini saja sikap taysu menghadapi seorang wanita yang lemah?"

Su Khong terkejut. Hebat tangkisan sianak muda. Maka ia meluncurkan pula tangannya itu, kali ini kearah sianak muda.

Siauw Pek pun menangkis lagi, tetapi ia terkejut, darahnya terus bergolak. Hebat serangan pendeta itu, hingga ia berkata da lam hatinya^ "Pendeta ini sangat liehay. Dia menyerang seenaknya saja, aku menangkis dengan setakar tenagaku, tetapi aku masih kalau tangguh..."

Su Khong pun bertambah heran-Sebenarnya ia menggunakan lima bagian tenaganya.

"Bocah ini benar tak ada celanya" pikirnya kagum. Iapun lalu teringat bahwa orang masih sangat muda, maka tanpa terasa, timbullah rasa sukanya terhadap pemuda itu, ia menyayangi kepandaian sianak muda...

Siauw Pek masih memikir pula^ "Kalau dia pula, terpaksa, aku mesti menggunakan pedangku" Karena memikirkan ini, lekas-lekas ia berkata. "Aku yang muda tidak pernah memikir untuk mengadu kepandaian dengan taysu sekalian-.."

Mendengar itu, Su Ie berkata dingin "Jikalau benar tidak ada niatmu, lekas kau letakkan senjatamu dan manda dibelenggu"

Siauw Pek tidak melayani pendeta itu, melihatpun tidak. Ia hanya memandang Su Khong Taysu, dan bertanya "Taysu, taysu hendak bersikap bagaimana terhadap kami? " "Untuk sementara, loolap minta kalian berdiam didalam ruang Kay sie Ih," menyahut Su Khong. "Loolap hendak membuat penyelidikan, sesudah itu baru kami akan merdekakan kamu bertiga..."

Siauw Pek menggeleng kepala.

"Walaupun kami tidak mengandung niat menempur taysu sekalian," katanya, "kami juga tidak sudi berdiam dan terkurung disini. Kecuali jalan ini, masih ada jalan lain tidak? "

"Masih ada cara lain" "Apakah itu, taysu?"

"Jikalau kamu dapat menyerbu keluar dari ruang ini, kami tak akan mengganggu kamu"

Dengan cepat Siauw Pek melihat kesekelilingnya. Ternyata  semua jalan keluar pintu dan jendela jendela sudah terjaga rapat. Ia pikir: "Tidak bisa lain, kali ini kita menempur mereka. Hanya, bagaimana dengan kedua nona Hoan ini? Sukar mereka melawan para pendeta liehay ini... Kelihatannya aku mesti melibat semua pendeta ini supaya semua mereka melayani aku seorang..."

Begitu berpikir demikian, begitu anak muda ini mendapat pikiran Lalu ia berkata sabar "Para taysu yang beribadat, pastilah kalian tak sudi menempur dengan kaum wanita bukan? "

Su Khong mengerutkan alinya Katanya: "Kalau kau memikir buat kami membebaskan dahulu kedua nona, itu artinya pikiran sia-sia belaka" berkata pendeta kepala amat angkuh.

"Bukan begitu maksudku," sahut si anak muda, "maksudku ialah supaya aku sendiri yang mencoba menerobos keluar dari ruangan ini, aku berhasil atau gagal, itu masih hitungan buat kami bertiga"

"Apakah siecu percaya sungguh sungguh kemampuan siecu? " kata sipendeta kepala.

"Karena terpaksa, bisa atau tidak. aku mesti paksakan juga " Su Khong tertawa dingin. "Apakah siecu sangat mengandalkan Thian Kiam dari Kie Tong maka juga siecu menjadi begini sombong"

"Tidak sama sekali, taysu."

Mendengar jawaban itu, Su Khong menjadi tenang pula. Katanya sabar: "Thian Kiam Kie Tong memang sangat tersohor, tetapi dia belum pernah bertempur dengan loolap atau saudara-saudara seperguruanku ini. Karena itu, kalau sampai terjadi pertempuran, sukar dipastikan sang menjangan bakal terbinasa ditangan siapa. Kie Tong cuma mengandalkan ilmu pedangnya itu. lain dari itu, tak pernah loolap mendengar dia berhasil dengan lain macam kepandaian-"

"Pendapat taysu itu tak aku setujui," berkata Siauw Pek. Dia ingat, orang Siauw Lim Sie sangat jarang menggunakan pedang, bahkan orang pusat Siauw Lim Sie digunung Siong San sama sekali tak memakai senjata semacam itu. Dan sebenarnya ia hendak bicara lebih jauh, tapi ia melihat Su Kay Taysu mengedipkan mata padanya, melarang ia bicara lebih jauh.

Melihat orang berdiam, Su Khong bertanya "Kalau kau tidak setuju, habis bagaimana pikiranmu? "

Heran si anak muda. Apa sebenarnya maksud Su Kay? Ia telah dicegah untuk bicara. sekarang ia ditanya pula oleh Su Khong. Ia mau menerka bahwa tadi Su Kay ingin ia mengalihkan pembicaraan kelain arah, untuk meredakan suasana. Maka ia menjawab. "Pelajaran ilmu pedang membutuhkan pengendalian hati, ilmu harus disatu padukan dengan semangat, setelah itu barulah orang akan memperoleh hasil kemajuan hingga mahirlah kepandaiannya."

"cuma sebegitu saja? "

"Pengetahuanku sangat terbatas, taysu."

"Bagaimana kalau ilmu pedangmu dibandingkan dengan ilmu siauw Lim Sie? "

"Tak dapat aku mengatakannya." "Tahukah kamu bahwa kami mempunyai tujuh puluh dua macam ilmu silat? "

"Telah aku mendengarnya."

"Bagus Semua saudaraku disini pernah mempelajari beberapa dari puluhan macam ilmu itu ada peyakinannya sudah beberapa puluh tahun bahkan ada yang memperoleh pelajaran merangkap beberapa macam diantaranya..."

Bicara sampai disitu, Su Khong berhenti sejenak. habis itu, baru ia melanjutkan. Katanya.

"Siauw Lim Sie belum pernah membiarkan orang memandang rendah kepada kami, sedangkan kalian, siecu, kalian justru menyerang nama baiknya ketua kami..."

Tiba tiba saja Soat Kun menyela^ "Apakah ketua kami dapat berbuat semaunya saja? "

"Aturan Siauw Lim Sie sangat keras, dunia Rimba Persilatan mengetahuinya. Umpama kata benar ketua kami berbuat salah, tidak nanti kami melindungi dan membelanya cuma, dalamhal itu, kami harus menyelidikinya dahulu serta memperoleh bukti buktinya..."

Pendeta tua itu menghela panas. Dia menambahkan^ "Loolap menghendaki kamu berdiam disini, supaya kami memperoleh kesempatan melakukan pemeriksaan, sesudah itu, baru kami akan mengambil keputusan. ini toh bagus, bukan? Kamu menolak Cara kami ini, bukankah itu berarti kamu mempunyai maksudmu sendiri? "

"Apakah maksud kami," sinona bertanya. "Umpama kami membinasakan It Tie, kami toh tidak dapat mewarisi kedudukannya sebagai ketua Siauw Lim Sie? "

Su Khong melengak Bicara sinona sederhana tetapi tajam. Memang dengan dibunuhnya It Tie, mereka ini tidak bakal menjadi ketua Siauw Lim Sie. Lalu pendeta tua itu berkata sabar: "Siecu, emas tulen tak takut api Kalau kamu tidak mengandung sesuatu, kenapa kamu takut kami membuat penyelidikan? "

"Kami bukan takuti penyelidikan kamu, kami hanya tak sudi ditahan disini " Itulah suara Siauw Pek, suara yang tetap dan keras.

"Loolap telah keluarkan kata kataku, tak dapat itu ditarik kembali. Jikalau kau tak sudi ditahan disini, nah kau gunakanlah kepandaianmu untuk menerobos keluar dari sini"

Siauw Pek melihat kelilingan, ketika ia memandang Su Kay, pendeta itu mengangguk perlahan-Itulah isyarat yang menganjurkan ia menerima baik tantangan Su Khong itu. Maka juga, segera ia mengangkat dadanya dan berkata^ "Baiklah, taysu, untuk berlaku hormat, boanpwee menerima perintahmu ini " Kedua mata Su Khong bersinar.

"Bagus" serunya. "Kau masih begini muda tapi kau gagah sekali Sukar dicari orang semacam kau"

Siauw Pek segera memegang pedangnya, tangan kirinya diatas pedangnya itu. "Taysu terlalu memuji" dia berkata, merendah.

Su Khong Taysu tertawa. Katanya: "Kalau hari ini kau dapat lolos, namamu bakal jadi sangat terkenal"

"sekarang, taysu," kata si anak muda, "aku mohon keterangan.” “Keterangan apakah itu? "

"Apakah ada aturan atau syaratnya buat aku menerobos ruang ini? " Pendeta tua itu menggeleng kepala.

"Kau merdeka untuk menyerbu dari arah yang manapun. Setelah kau berhasil, kau juga merdeka buat segera berlalu atau berdiam lebih lama disini"

"Jikalau aku berhasil lolos, apakah masih ada lain lain pendeta yang akan mengganggu kami? " "Akan loolap mengajak semua saudaraku mengantarkan siecu berlalu dari sini”

“Masih ada satu permintaanku, taysu. Mungkin ini kurang pantas.”

“Bicaralah. Asal itu pantas, akan loolap terima baik"

"Dalam pertempuran ini, kalah atau menang siapa mati, dia jangan menyesal, dia jangan mencari balas. Dapatkah? ”

“Jika kau gagal, kau bakal berdiam disini"

"Itulah sudah selayaknya. Kalau aku berhasil, aku akan berlalu bersama semua orang dengan siapa aku telah bersama datang kemari"

"ya, selama kita bertempur, sebelum ada kepastian siapa  menang siapa kalah, taysu semua tak dibenarkan mengganggu kedua nona itu “

“Hei orang begini muda, kenapa sih begini rewel" bentak Su Ie. "Dalam hal itu, loolap telah memberi janjiku " berkata Su Khong. Siauw Pek mengangguk. "Apakah sekarang juga kita milai? "

"Ya, kau boleh mulai" berkata Su Khong, yang terus memandang kesekitarnya.

"cuma ada satu hal, yang loolap ingin jelaskan dahulu "

"Perintah apakah itu, taysu? Sebutkanlah, aku siap mendengarnya."

"Aku menghendaki, kecuali sangat terpaksa, jangan kau merusak ruang suci kami ini" Su Khong minta. "Ruang ini adalah satu ruang yang sangat penting, sedangkan diantara kita tidak ada permusuhan-^.”

“Apakah taysu keberatan aku lolos dari jendela? ” “Tidak."

Siauw Pek melihat pula berkeliling. Kecuali tiga buah jendela, jalan keluar cuma pintu. Semua jalan itu telah dijaga delapan pendeta. Dua orang menjaga setiap pintu. Pendeta yang kesembilan berdiam ditengah, untuk membantu kesegala arah. Itulah pengurungan ketat, maka juga, melihat itu, anak muda itu berdiam untuk berpikir.

Melihat sikap orang, Su Ie tertawa dingin dan berkata mengejek: "Kalau kau mesti juga merusak ruang ini, kau dapat lolos dari sini. Terserah”

“Baiklah" sahut Siauw Pek. Tapi kata kata itu ditujukan kepada su Khong.

Su Khong Taysu mengulapkan tangannya. Atas isyarat itu, delapan orang pendeta segera siap ditempatnya masing masing. Ia sendiri tetap berdiam ditengah tengah, bahkan ia memejamkan kedua belah matanya Siauw Pek telah menduga cara pengurungan itu, sekarang dugaannya cocok. Dipintu yang menjaga adalah Su Kay bersama Su Ie. lalu menerka Su Kay pasti akan berlaku lunak, sedang Su Ie bakal bersikap keras.

"Baiklah aku coba pintu dahulu," pikirnya. Maka ia mengerahkan tenaga dalamnya, terus ia bertindak kearah pintu.

Su Ie Taysu mengawasi tajam, kedua matanya sampai mengeluarkan sinar. Dia tersenyum ewah. Bedadengan Su Kay, yang tenang sikapnya. Kira kira lima kaki dari kedua pendeta itu, Siauw Pek menghentikan tindakannya. Ia terus memutar pedangnya, hingga cahayanya berkeredepan.

"Taysu berdua, awas" ia berseru sambil menyerang Su ie.

Pendeta itu mengebutkan tangan bajunya, guna menyampok pedang, menyusul mana tangan kirinya menyerang. Hebat sampokannya itu.

Siauw Pek tahu orang liehay, ia mendahului menarik kembali pedangnya, bukan untuk disimpan, hanya diteruskan kepada Su Kay Taysu. Iapun berbareng berkelit dari serangan sipendeta galak.

Su Kay menyambut pedang dengan dua buah jari tangannya. "Kau terlalu memandang ringan" pikir Siauw Pek, yang meneruskan menabas.

Su Kay menarik tangannya, serentak dengan itu, ia menyerang dengan tangan kiri.

Siauw Pek berkelit sambil memutar tubuh untuk terus menikam Su Ie pula. Bahkan kali ini ia menikam tiga kali beruntun.

Paras Su Ie padam. Ia mengebut keras dengan tangan kirinya, tangan kanannya menyerang. Hebat kedua gerakannya itu, anginnya menghembus keras, ujung baju sianak muda sampai berkibar.

Su Khong memejamkan mata, ia merasai angin itu, ia menjadi heran.

"Baru tig ajurus, kenapa Su Ie sudah menggunakan tipu silat Kim kong Siang ciang? " katanya didalam hati.

"Kim kong Sian ciang" berarti pukulan "Tangan Arhat".

Saking heran, si tiangloo membuka matanya menonton. Masih sempat ia menyaksikan gerakan sangat sebat dari Siauw Pek mengelakkan diri dari ancaman bahaya, setelah mana anak muda itu membalas menabas.

Mau atau tidak, dua-dua Su Ie dan Su Kay berlompat berkelit.

Siauw Pek segera berpikir dan mengambil putusan-Dua-dua musuhnya liehay, tenaga dalam mereka mahir sekali, tidak boleh ia berlaku lemah, kalau ia keburu lelah, itulah berbahaya. Segera ia berseru, terus ia menyerang pula pada Su Ie.

Su Ie repot juga menghadapi serangan saling susul dari lawan yang dia pandang enteng itu, mau atau tidak, dia terpaksa mundur mendekati pintu.

"Tinggal lagi satu tindak" pikir Siauw Pek hatinya terbuka. Maka hendak ia mendesak terus. Tiba tiba terdengar seruan Su Kay: "Ilmu pedang yang bagus.

Lihat tanganku" Dan pendeta itu menyerang keras sekali.

Sianak muda terperanjat. Ia menabas sambil mundur satu tindak.

Su Ie menjadi sangat gusar. Serangan Su Kay membuat ia mendapat kesempatan memperbaiki kedudukannya, maka juga, setelah itu, iapun membalas menyerang. ia berlaku lebih bengis dari semula tadi.

Demikianlah bertiga mereka menjadi bertempur seru sekali, semua berlaku cepat dan keras. Satu pihak ingin mengundurkan, lain pihak ingin merobohkan. Su Kay Taysu, yang berkesan baik terhadap sianak muda, turut bersikap keras juga. Setelah melewatkan banyak jurus, Siauw Pek merasa sulit juga buat merebut kemenangan-Maka ia jadi berlambat.

Selagi lawannya itu berpikir, Su Ie tertawa dingin, kemudian dia melakukan serangan yang habat sekali. Rupanya diapun memikirkan sesuatu.

Siauw Pek heran-Beda dari yang sudah-sudah, serangan Su ie kali ini tanpa memperdengarkan suara anginnya. Su Ie pula menyerang tiga kali terus menerus. Tapi tak sempat ia berpikir. Serangan itu segera terasa. Desakan angin yang mulanya halus, mendadak menjadi embusan keras. Dalam kagetnya, ia berlompat jauh satu tombak. Tak sempat ia berdaya lainnya.

Habis menyerang itu, Su Ie tidak mendesak bahkan ia berdiri dimuka pintu. Su Kay mendampinginya. Pendeta yang sombong itu memperlihatkan roman takaburnya, untuk men lawannya itu. "Terlukakah kau? "

Itulah pertanyaan halus merdu dari Soat Kun. Siauw Pek cepat cepat menyalurkan pernapasannya.

"Tidak" sahutnya. "Aku tak kurang suatu apa."

Ketika itu terdengar suara menyindir dari Su Ie Taysu, yang berkata sambil tersenyum dingin. "Tuan, ilmu pedangmu memang mahir sekali, tapi dengan mengandalkan pedang saja keluar dari ruang ini, itulah pikiran tolol"

Siauw Pek mendongkol sekali, hampir ia membuka mulutnya untuk membalas menyindir, tapi tiba-tiba ia ingat bahwa semua pendeta didalam ruang itu liehay masing-masing ilmu silatnya, kalau ia dikepung, itulah berbahaya. Karena ini, ia kembali meraba goloknya.

Su Kay melihat gerak-gerik si anak muda, lekas-lekas ia bicara dengan saluran suara Toan Im Jip-bit: "Siecu, sabar.. Biar bagaimana, tak dapat kau mengucurkan darah disini..."

Mendengar kisikan itu, si anak muda menjadi ragu-ragu. Suara itu sabar dan nadanya memohon.

Tengah orang berdiam, Soat Kun berkata pada ketuanya: "Bengcu, kalau kau melawan satu sama satu, dapatkah kau mengalahkan beberapa taysu ini? "

Siauw Pek melengak, lekas-lekas ia menjawab. "Kalau satu sama satu, sekalipun tidak menang, aku tidak bakal kalah..."

"Kalau satu lawan dua? ” “Sulit untuk memastikannya."

Su Khong Taysu mendengar pembicaraan itu, ia tertawa tawar.

"Siecu, tak usah kau memancing kemarahan orang" tegurnya. "Kami cuma ingin menahan kalian disini buat sementara waktu saja, supaya kami memperoleh kesempatan memeriksa keadaan dalam kami, untuk lekas memberi keputusan, jadi kami tidak bermaksud buat berebut kemenangan-Soal kita ini ada sangkut paut yang hebat sekali dengan Siauw Lim Sie kami, karena itu, tidak dapat disamakan dengan perselisihan yang umum dalam dunia Sungai Telaga..."

Soat Kun menghela napas. "Itulah sulitnya" katanya. Kata kata itu dapat ditujukan kepada Siauw Pek dan juga terhadap ketua tiangloo itu. Terus si nona menambahkan: "Kalau begitu, bengcu, baik mengaku kalah saja..."

Alis Siauw Pek berkerut, kedua bahunya dinaikkan.

"Aku lebih suka mati berperang daripada tunduk dan manda dibunuh orang" katanya keras. "Tak sudi aku mati konyol"

Soat Kun mengangguk. lalu ia berkata pula. “Hari ini keadaan sudah jelas sekali. Su Khong Taysu telah menjelaskan tentang tak dipakainya lagi aturan kaum Kang ouw Sesudah dua orang dihadapkan kepada bengcu, maka tiga orang dapat juga. Jikalau terjadi bengcu melukai seorang taysu, bahkan kalau bengcu membinasakan satu diantaranya, bukankah itu berarti bahwa permusuhan besar telah ditanam. Apabila itu sampai terjadi, pasti hebatlah kesudahannya."

Kembali terdengar suara Nona Hoan: "Sudah sejak lama Siauw Lim Sie menjadi seperti pemimpin para partai, sedangkan sembilan taysu ini menjadi pendeta2 beribadat berusia tinggi dan kedudukannya dihormati orang, karena itu, walaupun bengcu gagah perkasa, hanya mengandalkan diri sendiri dan sebilah pedang, bagaimana mungkin bengcu menangkan sembilan orang yang bergabung menjadi satu? Maka itu, menurut pikiranku, baik bengcu mengaku kalah saja..."

"Kata kata nona memang tidak salah," berkata Siauw Pek. "akan tetapi aku, semenjak aku dilahirkan, tahuku cuma bekerja terus menghabiskan tenagaku, aku tak kenal takut dan mundur karenanya..."

Tanpa menanti orang habis bicara, Soat Kun memotong. Katanya: "Jikalau sudah pasti bengcu mau bertempur hingga habis tenagamu, karena jelas sudah tidak ada harapan akan berhasil merebut kemenangan, daripada hanya satu lawan dua, kenapa bengcu tidak menantang satu lawan sembilan? Dengan begini, andaikata bengcu terbinasa ditempat suci ini, dibelakang hari pasti bengcu akan meninggalkan nama harum" Kata kata itu berarti anjuran semangat, maka Siauw Pek melengak dan tertawa nyaring.

"Benar" serunya. "Dahulu ayahku terbinasa karena dikepung oleh jago-jago dunia yang tak terhitung banyaknya, walaupun demikian, ayah masih hidup merantau hingga delapan tahun lamanya. Tempo delapan tahun bukan main lamanya, tetapi lucu adalah sijago-jago dunia, didalam waktu delapan tahun itu, mereka tak mampu membinasakan ayahku Maka sekarang aku melayani sembilan taysu dari Siauw Lim Sie, kalau aku mengubur tulang belulangku di dalam ruang ini, aku pasti mati tak menyesal"

Mendengar suara sianak muda, yang demikian gagah, para pendeta malu sendirinya. Lalu terdengar elahan napas dari Su Khong Taysu.

Kemudian pendeta tua itu berkata, sabar, "Walaupun kami yang banyak menghina yang sedikit, tetapi inilah saking terpaksa, kami tak berdaya berbuat lainnya. Bahwa kami mengurung kalian, siecu, semoga kau memakluminya."

Berkata begitu, sipendeta merasa hatinya tidak tenang, air mukanyapun berubah.

Siauw Pek tidak menjawab pendeta itu, dia pun tidak mengatakan apa-apa lagi, mendadak ia melompat menerjang dua orang pendeta yang menjaga jendela timur.

Sekarang, setelah tekad bulatnya melawan sembilan pendeta itu, putra almarhum coh Kam Pek menjadi tenang sekali. Pedangnya itu memperlihatkan sinarnya yang menyilaukan mata.

Kedua pendeta dijendela timur itu ialah Su Lut dan Su Seng. Atas tibanya serangan, mereka berkelit bersama, sesudah mana, bersama juga mereka membalas menyerang dengan masing masing satu tinjunya. Dengan begitu sipenyerang jadi terhajar dari kiri dan kanan.

Siauw Pek berseru, tubuhnya berkelit. Dengan begitu, ia lolos dari serangannya Su Lut. Juga dengan sendirinya iapun bebas dari serangan Su Seng. Sambil berkelit itu, ia menebas ke arah Su LU Taysu Su Lut memperdengarkan suara “Hm" Iamenarik tangan kanannya itu, yang diarah lawan itu. Iapun mundur dua tindak.

Siauw Pek tidak menyia nyiakan waktu, gagal menyerang Su Lut, ia terus menerjang Su Seng Taysu. Itulah tipu silat "Bu Liong Pa Bwee", atau "Naga didalam kabut menggoyang ekor". Su Seng tidak menyangka akan serangan itu, ia terlambat meski juga ia sudah bergerak dengan cepat sekali Syukur untuknya, ujung pedang cuma menggores ujung jubahnya.

Merah muka pendeta itu, hingga dia berdiri tertegun. Buat seorang tiangloo dari Siauw Lim Sie, meskipun hanya ujung bajunya saja kena digores senjata lawan, itu sudah memalukan Sementara itu Siauw Pek telah tidak melanjutkan serangannya. Kalau ia lakukan itu, pasti Su Seng terbinasa, atau sedikitnya terluka. Sebaliknya, anak muda ini melompat menerjang dua orang lawan yang menjaga jendela selatan. Perlawanan hebat dari si anak muda terhadap Su Ie dan Su Kay, Su Lut dan Su Seng, membuat terbuka matanya para tiangloo itu, maka sekarang tiada lagi yang berani memandang ringan, sebaliknya, semua bersikap sungguh-sungguh. Demikian ketika si anak muda menerjang keselatan, dua orang pendeta disitu, ialah Su Wie dan Su cu, sudah mendahului menyambutnya. Baru Siauw Pek menaruh kakinya, pukulan udara kosong dari Su  cu sudah meluncur kearahnya. Hebat serangan itu, anginnya menghembus keras.

Siauw Pek tenang dan waspada, matanyapun awas. Ia melihat adanya penyambutan dengan kegesitan luar biasa, ia berkelit kesamping. Tapi toh ia terlambat sedikit serangan itu mengenai lengan kirinya, hingga ia terpelanting sampai lima tindak. Dan sementara itu su Wie sudah menyambar dengan tangan kanannya.

Siauw Pek menggertak gigi, kedua kakinya menetapkan tubuhnya dengan pedangnya, ia menabas tangan kanan penyerang itu. Walaupun terpelanting, ia bisa dengan lekas memperbaiki kedudukan tubuhnya. Su Wie menarik kembali tangannya, bahkan ia mundur dua tindak. Karena ini si anak muda sempat meneruskan menyerang pada Su cu.

Su cu tidak berani berlaku sembrono. Ia telah melihat bagaimana ujung baju Su Seng kena dirobek lawan-Dengan sebat ia lompat mundur dua tindak. dengan begitu ia menyelamatkan lengannya sambil berbareng menjaga diri supaya tidak sampai didesak si anak muda.

Melihat musuh mundur, Siauw Pek berbalik menyerang Su Wie pula. Pendeta inipun terpaksa melompat mundur.

Siauw Pek sudah ketetapan melayani kesembilan pendeta kenamaan itu, setelah kedua lawannya mundur, ia tidak merangsak. sebaliknya, sekarang menerjang kebarat. Hanya ketika ia mendekati kedua lawan yang baru, ia menghentikan tindakannya. Karena ia mau menggunakan waktu untuk bernapas guna meluruskan jalan darah pada lengan kirinya yang tadi terhajar Su Wie.

Melihat si anak muda berdiam, kedua pendeta itupun mengawasi saja. Seperti yang lainnya, kedua pendeta ini mengagumi Siauw Pek.

Su Khong dapat melihat pemuda itu lagi memperbaiki jalan darahnya. Ia segera berpikir. "Tadi Su Seng sudah kalah satu jurus, kalau sekarang dia diberi kesempatan menyembuhkan lengannya itu, dapatkah Su Beng dan Su ceng menentangnya? Harapannya tipis." Maka itu ia berseru nyaring. "Siecu, ilmu pedangmu hari ini membuat mata loolap terbuka lebar"

Siauw Pek tengah memperbaiki diri, ia tidak dapat menjawab. Adalah Nona Hoan yang menalanginya. "Taysu sungkan sekali. Taysu cuma memuji"

Dengan begitu, si anak muda mendapatkan waktunya memperbaiki terus jalan darahnya itu Su Khong ingin mengalihkan perhatian si anak muda, mendapatkan percobaannya itu gagal, ia mengulangi pula buat kedua kalinya. Katanya. "Siecu, walaupun kau lihay sekali, tetapi dengan seorang diri dan sebatang pedang kau melayani kami bersembilan, itu sedikitnya berarti tak tahu akan tenaga sendiri."

Soat Kun tidak melihat, tetapi ia mendengar, Soat Gie pula telah memberi kisikan padanya atas gerak-gerik ketua tiangloo itu, ia dapat menerka maksud orang. Maka itu, kembali mendahului ketuanya, ia menyela. "Benar atau tidak kawanku tidak tahu diri, atau mungkin kepandaian taysu beramai yang sangat mengejutkan orang, nanti akan segera ketahuan. Taysu baiklah menonton saja dengan tenang"

Muka Su Khong menjadi merah. Ia malu sendirinya. Hendak ia bicara tetapi batal. sebagai pendeta beribadat, tak dapat ia melayani si nona adu bicara. Karena itu, ia menjadi bingung sendirinya. Tepat pada waktu itu tampak Siauw Pek mengangkat kepalanya, kedua matanya mengeluarkan sinar mata tajam. Pula jeriji tangan kirinya dipakai menyentil dua kali pada pedangnya. Hingga pedang itu mengalun sekian lama. Itulah pertanda bahwa lengannya sudah sembuh.

Su ceng dan Su Beng yang terus memasang mata, dapat melihat mata lawan bersinar dan wajahnyapun bercahaya, diam-diam mereka mempersiapkan diri. Mereka menerka akan datangnya serangan hebat Siauw Pek mengawasi tajam kepada kedua pendeta itu, ia tidak segera maju menyerang, hanya ia berkata tenang. "Taysu berdua, aku hendak menerjang kalian-Kesudahannya ini mungkinkah aku bakal terluka ditangan kalian-Atau kalau taysu ngotot hendak mempertahan diri mungkin taysu yang bakal terlukakan pedangku"

"Jikalau kedua pihak sama sama terluka, bagaimana siecu hendak anggap itu? " Su Khong menyela.

Siauw Pek mengawasi tajam kemulut jendela. Ia bagaikan tidak mendengar perkataan pendeta kepala itu, baru kemudian dia berkata tenang. "Sekalipun kita akan sama sama runtuh pasti sekali tubuhku bakal roboh di luar ruang ini" Itu artinya, ia toh dapat mencoblos juga kurungan itu. sepasang alis Su Khong berkerut. "Siecu," katanya kemudian-"Ilmu silat pedangmu begini liehay, kenapa kau tidak sudi memberikan kesempatan untuk loolap belajar kenal buat beberapa jurus" Itulah tantangan dari sipendeta tua

Mendengar itu, Soat Kun mendahului menjawab: "Kalau pihakku beruntung menang satu jurus, apakah kami boleh keluar dari ruang ini"

Paras Su Khong berubah menjadi merah. "Nona, lidahmu..."

Pendeta itu mau menyebut lidah orang tajam tetapi ia batal sebab matanya segera melihat Siauw Pek sudah menggerakkan pedangnya. Anak muda itu membawa pedang kedepan dadanya, lalu terus tubuhnya turut bergerak. Walaupun demikian, sinar pedang sudah berkilauan.

Su Khong heran.

"Ah, tipu silat apakah ini? " tanya di dalam hati.

Nampaknya gerakan si anak muda ayal tapi tenaganya besar, itu terbukti dari sinar pedangnya itu. Su Khong liehay tapi toh ia tak mengerti, ia tak tahu.

Su ceng dan Su Beng tetap memasang mata cuma hati mereka terus menduga duga bagaimana jadinya dengan serangan lawan itu...

Pada saat itu, suasana amat sunyi tetapi tenang. Itulah ketenangan jelang tibanya sang badai dan hujan lebat...

Tubuh Siauw Pek bergerak terus, berputar, makin lama semakin cepat, tetapi mendadak pedangnya memperdengarkan suara mengaum. Tubuh itu masih berputar pesat. Maka tidaklah heran apabila dilain saat, sinar pedang bagaikan mengurung melibat seluruh tubuh. Sekarang su Khong Taysu mulai melihat tegas. Pikirnya: "Jurus ini bakal hebat luar biasa. Satu pedang akan berarti sepuluh pedang. Bagaimana itu harus dielakkan? " Soat Kun tidak tahu apa yang terjadi diruang itu, ia hanya merasai kesunyian, ia menerka kepada ketegangan-Tanpa merasa, ia menoleh kepada adiknya untuk menanya.

Soat Gie segera memberikan kisikan pada kakaknya itu. Ia melukiskan suasana yang terang itu, terutama gerak gerik bengcu mereka. Kisikan itu diakhiri dengan keterangan bahwa sianak muda masih belum mulai menyerang...

Su Khong tetap belum mendapatkan pemecahannya, melihat orang berputar makin keras ia bingung. Ia percaya Su ceng dan Su Beng tidak akan dapat bertahan. Saking bingung, ia kemudian berkata. "Siecu ilmu pedangmu benar benar liehay. Marisiecu, loolap yang bodoh ingin menerima pelajaran beberapa jurus dari kamu..." Dan kata kata itu diikuti dengan bertindaknya tubuhnya.

Soat Kun mendengar suara pendeta itu dan Soat Gie telah mengisiki gerak geriknya. Ia bingung juga . Pendeta itu dapat mengganggu pemusatan tenaga, pemikiran dari Siauw Pek. Maka itu, lekas lekas ia berkata: "Taysu, kau seorang pendeta beribadat luhur, mustahilkah kata katamu tak masuk hitungan? " Gusar pendeta itu.

"Apakah yang loolap kata kan? " tegurnya.

"Taysu bilang, asal kami dapat mencoblos kurungan, akan dapat keluar dari sini dengan cara baik dan tak kurang suatu apa. Benar tidak? "

"Tidak salah"

Si nonapun mau mengalihkan perhatian sipendeta tua, supaya Siauw Pek dapat memusatkan daya penyerangannya terhadap Su ceng dan Su Beng, maka ia berkata pula, dengan ayal ayalan: "Karena telah dijelaskan yang kami harus mencoblos kurungan, sudah selayaknya sebelum kami lolos, para taysu tidak boleh turun tangan terlebih dahulu."

Su Khong heran-"Siecu, apakah artinya ini" dia bertanya. "Sederhana, bukan? " sahut sinona hambar. "Jikalau taysu dapat turun tangan terlebih dahulu maka terang taysu dapat maju dengan serentak. sembilan orang bekerja sama, mengepung bengcu kami seorang. Kalau itu sampai terjadi, jangankan bengcu kami bisa lolos, bahkan jiwanya tak akan tertolong"

Kembali Su Khong tercengang. Pikirnya. "Sungguh tajam lidah wanita ini. Dia dapat memaksakan alasan "

Sementara itu Su ceng dan Su Beng bersiap sedia dengan hati yang tegang. Tangan mereka berada didepan dada, mata mereka, sebaliknya, mengawasi tajam kepada Siauw Pek. Si anak muda masih saja berputaran, tubuhnya dikurung rapat sinar pedangnya.

Su Khong mengawasi kedua adik seperguruan itu, dari sinar mata orang, dari wajahnya, ia dapat menerka mereka itu rada jeri. Ia jadi berkuatir. Tidak ada jalan untuk membantu kedua sutee itu, tidak bisa ia mencegah si anak muda. Ia pula tidak berani menyerang Siauw Pek, sebab si nona barusan telah menyergapinya.

Siauw Lim Sie cuma menjaga atau mencegah bukan menyerang, kecuali kalau sudah diserang lebih dulu

Maka itu, suasana bagaikan saat anak panah hendak dilepaskan dari busurnya.

Tiba tiba Su Khong ingat sesuatu. Pikirnya: "Jikalau Su Beng menggunakan jurus cu Hud Tiauw Kin dari tipu silat Poan Jiak Sian ciang dan Su ceng menggunakan jurus Hud cay Tong Tiauw dari tipu silat Pou Tee Sian ciang pasti mereka bakal dapat memancing membuat coh Siauw Pek menyerang kearahku."

Hanya sedetik ia berpikir itu, segera ia berseru: "Poan Jiak kiri, cu Hud Tiauw Kin "

"Poan Jiak Sian ciang" ialah tipu silat "Tangan Prayna" dan "cu Hud Tiauw Kin" yaitu jurus "Para Buddha datang menghadap" sedangkan Pou Tee Sian ciang berarti tipu silat "Tangan Bodhi" dan “Hud cay Teng Tiauw" yakni "Sang Buddha dimuka". Mendengar Su Khong Taysu memperdengarkan suaranya itu, suatu isyarat untuk saudara saudara seperguruannya, Nona Hoan lalu berkata nyaring: "Bagus betul. Kiranya beginilah martabatnya seorang pendekar luhur dari Siauw Lim Sie"

Sementara itu Siauw Pek terdengar berseru keras sekali mengikuti berkelebatnya sinar pedang bulat bundar melesat kearah jendela. Melainkan sinar pedang yang tampak, tidak tubuh orang yang mencekal atau menggunainya Su Beng berdiri dikiri, dia telah mendengar isyarat kakak seperguruannya itu, karena dia telah siap sedia, wajar saja dia dapat segera menyerang dengan kedua belah tangannya dengan jurus cu Hud Tiauw Kin-"Para Buddha datang menghadap" dari tipu silat yang dikisikkan itu, "Poan Jiak Sian ciang" pukulan "Tangan Prayna".

Su ceng belum sempat mendengar suara kakak seperguruannya itu, karena diapun telah bersiaga, walaupun kesusu, dia dapat juga menyerang. Dia menggeser sebelah kakinya, untuk memasang kuda kuda, buat menyerang dengan kedua tangannya.

Ketiga pihak bergerak dengan sangat sebat, walaupun demikian, Siauw Pek terlambat, yaitu sebelum kedua kakinya melintasi jendela, serangan kedua lawan telah mengenai kakinya itu, maka tak ampun lagi, robohlah ia diluar jendela. Daun jendela yang tertembak hebat, peCah rusak dan mental berantakan, suara berisiknya menyusuli seruannya si anak muda.

Tetapi Siauw Pek bukannya roboh terkulai, tangan kirinya dapat mendahului menekan tanah, maka dengan satu gerakan tangan tubuhnya mumbul naik, hingga pada saat berikutnya, ia telah berdiri pula dengan kedua kakinya^

“Hebat peristiwa ini, Siauw Lim Sie pasti kehilangan muka. Beberapa pendeta inipun tidak jahat. Baiklah aku berpura pura, untuk tidak membuat mereka malu..."

Maka dari itu, segera ia berlagak terluka kakinya, tubuhnya roboh pula, untuk duduk mendeprok sedangkan nafasnya sengaja dibuatnya tersengal sengal. Dengan cepat Soat Gie dan Soat Kun lari keluar ruang, untuk menghampiri ketua mereka itu.

"Apakah bengcu terluka parah? " Soat Kun bertanya, prihatin. Soat Gie tidak dapat bicara tetapi sinar matanya, wajahnya,

menunjukkan perhatiannya yang tak kurang besarnya.

Siauw Pek berlaku cerdik dan cepat. Paling dahulu secara diam diam ia melirik kearah Su Khong Taysu. Pendeta itu dengan roman keren, bertindak keluar dari ruang sucinya itu. Delapan pendeta lainnya mengikuti ketua tiangloo itu.

Melihat mereka itu mendatangi, sianak muda memperlihatkan roman sangat murung, sambil menghela nafas. ia berkata^ "Ah, benarlah Siauw Lim Pay memimpin kaum Rimba Persilatan, ilmu silatnya liehay luar biasa" Karena ini, ia tidak segera menjawab Nona Hoan-

"Kau terluka apamu, bengcu? " si nona bertanya pula. agaknya dia berduka.

"Kedua belah kakiku nyeri sekali," sahut sianak muda, yang terus bermain komedi. "Aku pun merasa nafasku kacau."

Bagaikan suaranya habis ia lalu berdiam...

Su Khong bersembilan segera tiba di sisi si anak muda.

"Telah aku janjikan," berkata ketua tiangloo itu, "kalau siecu dapat mencoblos kurungan, dapat kamu merdeka berlalu dari sini."

Tidak menanti orang bicara habis, Soat Kun menyela: "Bengcu kami telah berhasil keluar dari kurungan, maka dalam perjanjian kita ini pihak taysu sudah kalah"

Su Khong tertawa dingin. "Baiklah Sekarang siecu sekalian boleh pergi"

Habis berkata demikian tanpa menanti kata kata apapun dari pihak tamu, pendeta itu segera mengajak saudaranya pergi meninggalkannya. Siauw Pek mengawasi orang berlalu. Ia melihat tindakan kaki orang yang berat, ia dapat merasai kedukaan atau kemenyesalan sekalian pendeta itu. Karenanya ia berdiam saja. Tengah ketua ini berdiam itu, tiba tiba:

"Segera juga perkara menjadi terang, karena itu siecu harus berdaya buat bisa berdiam lamaan didalam kuil ini. Sekarang ini keadaan masih sulit sekali, pihak Siauw Lim Sie pasti bakal dapat membantu usaha siecu."

Itulah suara halus sekali yang masuk kedalam telinga Siauw Pek. Si anak muda terperanjat. Ia berpikir: "Su Kay benar. Kalau aku berlalu sekarang, Su Khong tidak akan bilang suatu apa, dia telah menepati janjinya. hanya saja pihak Siauw Lim Sie, biar bagaimana, muka terangnya kurang bercahaya. Mereka itu sudah mencurigai It Tie, cuma sebab soal masih suram, dan buat melindungi nama baik partainya, Su Khong beramai masih membawa sikapnya yang berpura pura. Baiklah aku berdiam disini, siapa tahu aku akan memperoleh sesuatu untuk kebaikan pihakku..."

Karena memikir begini, barulah Siauw Pek bicara dengan Soat Kun. Katanya perlahan. "Nona ada sebuah pepatah yang mengatakan kaku itu mudah patah, benarkah? "

soat Kun cerdas sekali, ia dapat menangkap maksud bengcu itu, maka iapun menjawab. "Mengalah berarti memperoleh kesempurnaan."

"Nona sungguh cerdik," kata Siauw Pek perlahan menyusul mana, ia berseru: "Para taysu tunggu"

Su Khong beramai sudah berada dihalaman luar ketika mereka mendengar panggilan itu, kemudian mereka menghentikan tindakan mereka.

"Ada apakah, siecu? " tanya ketua tiangloo.

"Lukaku parah, tak dapat aku berjalan-" sahut si anak muda. “Habis, apakah maksud siecu? " tanya Su Khong pula. "Aku tahu, buat merawat lukaku ini, aku membutuhkan waktu," sahutnya si anak muda. "karena itu, aku hendak minta supaya aku dapat berdiam didalam kuil ini."

Su Khong mengerutkan alis, tampak dia heran. Kemudian ia berjalan balik, menghampiri untuk berkata "walaupun kau terluka parah, siecu. kau toh telah berhasil keluar dari ruang kuil itu. Loolap telah memberikan janjiku, tak kumenyesal, dari itu siecu bebas merdeka buat berlalu dari sini. Didalam kuilku ini tak nanti ada seorang pendeta juga yang bakal menghalangimu"

"Bagus betul" kata Siauw Pek didalam hati "Didalam kuilmu tak akan ada orang menghalangi kami. Tetapi diluar nanti? Pasti ada banyak pendeta yang tanpa memilih cara bakal merintangi"

Meski didalam hati ia memikir demikian Siauw Pek toh berkata. "Bukannya begitu, taysu. Meski juga aku sudah berhasil keluar dari dalam ruang, tapi sekarang aku terluka luar dalam, lukaku berat, sampai aku tak dapat berjalan."

"AmidaBudha" Su Khong memuji perlahan-"sebenarnya kita belum menjelaskan keputusan apa yang harus diambil kalau terjadi begini rupa. Benar aku lolos tapi aku terluka parah" kata pula si anak muda.

"Itu benar juga . Nah, bagaimana pendapat siecu? " Su Khong tanya.

"Dengan begini, bukankah belum ada keputusan siapa menang siapa kalah? " balik bertanya si anak muda yang cerdik, "Bagaimana pendapat taysu? ”

“Demikianlah kiranya."

"Aku sudah tidak dapat berkelahi lagi," kata Siauw Pek. "Sekarang ini, sekalipun seorang ahli silat biasa saja dapat membinasakan aku." Nampak Su Khong bingung. Dia menoleh kepada sekalian saudaranya.

"Maksud siecu? " tanya dia sejenak kemudian "Menurut pendapatku, dalam perjanjian ini aku menang tiga kalah tujuh," menjawab Siauw Pek. "Karena itu, setelah kupikir-pikir, akulah yang kalah"

Inilah diluar terkaan Su Khong. Dia heran-"Setelah kau mengaku kalah, siecu? " tanyanya.

"Aku bersedia berdiam disini dan terserah kepada keputusan taysu."

Berkata begitu, diam-diam Siauw Pek melirik pada Su Kay. ia mendapat kenyataan, dari roman mukanya, pendeta itu puas.

"Dalam hal ini loolap tidak dapat sembarang mengambil keputusan," kata Su Khong kemudian-"Baiklah, akan loolap berdamai dahulu."

"Baik, taysu, aku akan menunggu kabar..." kata Siauw Pek, yang menunjukkan roman berlagak kesakitan.

Su Khong lalu masuk pula kedalam ruang tadi, yaitu ruang Hud Kok. Su Kay berdelapan mengikuti ketua tiangloo itu.

soat Kun lalu berbisik pada si anak muda: "Sekarang ini aku merasa, tanpa Siauw Lim Sie yang memulai, pihak Bu Tong, Khong Tong dan Ngo Bie, tak akan dapat melakukan pembersihan didalam...”

“Nona benar. Karena itu, kita harus sabar."

"Tapi jangan lupa, bengcu," si nona memperingatkan, "bengcu harus minta para pendeta itu mengijinkan kau memanggil Han in Taysu dan Nona Thio semua datang kemari. Inilah perlu supaya kita tak mencil sendirian disini. Dilain pihak, selagi kesempatan berdiam ini, aku ingin mewariskan beberapa dari kepandaian suhu. inilah penting untuk pertempuran pertempuran yang mendatang . . . "

Ketika itu tampak Su Khong muncul bersama Su ie dan Su Kay. Mereka menghampiri si anak muda Su Khong berkata "loolap telah berbicara dengan sekalian saudaraku. Kami setuju dengan pendapatmu, siecu. cuma, untuk siecu berdiam didalam kuil kami ini, mesti mentaati aturan kami"

Kata-kata yang belakangan itu diucapkan dengan sungguh sungguh.

"Itulah sudah sepantasnya, taysu."

Su Khong berkata pula. "Didalam ruang Kay Sie Ih dari kuilku ini terdapat sebuah penjara batu yang diperantikan menghukum murid murid yang berbuat pelanggaran, karena siecu mau berdiam disini, kami hendak menempatkan kalian didalam tempat itu."

Siauw Pek berpikir keras. Didalam hati ia berkata. "Kamu terlalu. Aku mau berdiam di sini sebagian untuk melindungi nama kamu, kenapa sekarang kamu mau memberikan tempat didalam penjara? " ia memandang semua pendeta itu, ketika ia melihat roman Su Kay, pendeta itu agaknya ingin ia menerima baik. Maka ia pikir pula, "Su Kay ingin aku berdiam disini, mesti dia telah mempunyai rencana." Karena itu, ia segera menjawab:

"Baiklah. Karena aku sudah kalah, berdiam didalam penjarapun sudah kalah selayaknya, cuma..."

"cuma apa siecu? "

"Didalam rimba masih ada kawan-kawanku yang terkurung," sahut Siauw Pek. "Apakah siecu menghendaki kami mengantar mereka ketempat yang aman? ”

“Aku ingin mereka ditempatkan bersama di sini"

"Jikalau mereka tak sudi menurut karena loolap yang memanggil mereka? ”

“Itulah mudah. Nona Hoan ini akan mewakili aku menyuruh mereka menyerah."

Su Khong berdiam untuk berpikir, katanya: "Seluruh orang Kim Too Bun kena dipenjara kan pihak Siauw Lim sie, kalau kemudian hal ini tersiar dimuka umum, apakah itu tidak merugikan partai kamu? " "Akulah ketua Kim Too Bun, aku sudah kalah bertaruh, karena itu sudah sewajarnyalah kalau semua anggota Kim Too Bun turut menderita bersama.”

“Jikalau demikian anggapan siecu loolap tidak bisa berkata apa apa lagi.”

“Masih ada satu permintaanku, taysu.” “Sebutkan saja, siecu"

"Aku akan mengutus kedua Nona Hoan ini, harap taysu mengirim orang buat menghantarkan dan melindungi keselamatannya." Su Khong menoleh pada Su Kay dan Su Ie

"Kalian saja yang mengantarkan"

ia menitahkan kedua adik seperguruan itu. "Baik suheng" jawab kedua sutee itu.

soat Kun bangkit, tangan kirinya diletakkan dibahu adiknya.

"silahkah taysu." katanya yang terus berjalan, perlahan lahan Selekasnya kedua nona berlalu Siauw Pek tertawa hambar. Katanya: "Lukaku parah, perlu aku beristirahat"

Dan, terus ia duduk bersila sambil memejamkan mata. ia memang harus mengaso, sebab tadi ia telah menghamburkan banyak tenaga dalamnya: Ketika membUka matanya, Soat Kun sudah berkumpul bersama semua kawannya. Su Khong beramai entah telah pergi kemana, disitu cuma ada Su Kay dan Su Ie selaku teman, atau lebih benar, pengawas mereka

"Bagaimana kau rasai lukamu, siecu? " Su Kay bertanya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar