Pedang dan Golok yang Menggetarkan Jilid 19

JILID 19

Hati Siauwpek panas pula, akan tetapi ia mencoba menyabarkannya. Katanya, "Kedua partai siauw Lim dan Bu Tong menganggap dirinya sebagai gunung tay san dan bintang pak tauw dari rimba persilatan dan ketua ketuanya adalah orang orang dengan kepandaian silat luar biasa, maka itu andaikata kepandaian ayah bundaku melebihi daripada kepandaian mereka itu, tidak kemungkinan juga didalam waktu yang singkat itu, ayah-bundaku mampu membinasakan keempat ketuamu itu. Inilah kecurigaan, yang menimbulkan kesangsian. Dengan satu kali melihat saja, orang pasti mengerti. Tapi kamu tuan tuan, bukan kami memikir mencari si pembunuh, kamu justru bergabung dengan partai lainnya dan pergi menyerbu Pek Ho Po, disana kamu membasmi seluruh keluarga dan penghuni, tak perduli tua atau muda, wanita atau anak anak. Semua tak ada yang tinggal hidup Tuan tuan, kenapakah hatimu demikian kejam?"

Kata kata anak muda ini terputus secara tiba tiba. Dari luar kemah terdengar suara bentakan tanda kemurkaan-Couw In Cu menatap sianak muda, alisnya berkerut. "Siecu kau datang seorang diri atau dengan kawan?" tanya dia.

siauw Pek menjawab, hanya dia berkata dingin: "Tuan tuan berempat tidak sanggup menunjuk bukti, maka itu janganlah kamu menyesalkan aku,jikalau aku bertindak keras" Shie Siang Hin tertawa dingin.

"Diatas puncak ini kurasa tidak ada tempat dimana kau dapat berbuat sesukamu" serunya.

Kata kata jago Khong Tong Pay ini diputuskan suara berisik teriakan dari kegusaran-

"Rupa rupanya orang sedang bertempur," pikir Siauw Pek, "Mungkinkah Seng supoan telah kena dipergoki?" Karena itu ingin ia keluar untuk melihat.

Keempat ketua saling melirik, lalu mereka saling bergerak. Maka dalam sekejap. si anak muda telah terkurung.

Siauw Pek mendongkol telah diperlakukan demikian-"Kamu semua ketua ketua partai " teriaknya.

"Sekarang kamu main keroyok. Awas, nanti orang orang gagah dikolong langit mentertawakanmu"

"Dari antara kami berempat, kau pilih siapa saja kau suka" berkata Gouw In cu. "Kau pasti bukan lawan kami, buat apa kami mengeroyokmu? Kami hanyalah bertugas menyingkirkan bencana kaum Kang ouw, dari itu, siapapun tidak dapat ketinggalan menurunkan tangan, jadi didalam hal ini tidak dapat ada sebutan main keroyok" Siauw Pek tertawa dingin.

"Hutang darah ayah bunda membuat orang tak dapat hidup bersama di dunia" katanya. " Lambat laun, pertempuran toh mesti terjadi" Maka ia menghunus pedangnya untuk bersiap. Belum lagi ia maju, tiba tiba Gouw IN CU berempat sudah mengibaskan tangan baju mereka, membuat sambaran angin yang keras. siauw Pek terkejut, syukur ia tidak gugup, Cepat cepat ia berdiri tegak. tenaga dalamnya dikerahkah untuk bertahan-

Hanya sebentar, lenyap sudah serangan tenaga dalam itu. Gouw in cu berempat saling memandang, merekapun tersenyum sesamanya. Inilah sebab mereka melihat wajahnya sianak muda mirip orang jeri.

"Amidabuddha" It Tie memuji muji.

"Siecu, silahkan lemparkan pedangmu untuk mengaku kalah" "Seorang laki laki mati hidupnya sudah ditakdirkan" menjawab

Siauw Pek gagah. "Jika aku Coh Siauw Pek malam ini tidak mampu membalaskan sakit hati ayah bundaku, guna melampiaskan penasaran seratus lebih orang Coh Kee Po, lebih baik aku mati di medan laga dipuncak ini" Shie Siang Hin tertawa.

"Kau boleh mempunyai keinginan mati tapi kami tidak mempunyai ingatan untuk membunuhmu" katanya.

"Asal kau meletakkan pedangmu dan mengaku kalah, kau bebas untuk pergi meninggalkan puncak ini"

Siauw Pek tertawa dingin-

"sebelum jelas soal binasanya ayah-bundaku, aku tidak akan membunuh orang" katanya.

"Tak kecil mulutmu, siecu" Gouw In cu mengejek sambil tertawa tawar.

"Itulah sebabnya aku tidak mau melakukan pembalasan secara membabi buta, agar orang yang tak bersalah tak sampai korban"

"Sayang keinginanmu itu takan tercapai" kata Gouw In Cu.

siauw Pek mendongkol. Dia berkata keras "Tak perduli kamu sudi dengar atau tidak, aku hendak bicara sampai habis, untuk mengeluarkan apa yang kupikir, kalau tidak, tak nanti aku mengangkat kaki dari sini" Ketika itu suara berisik diluar bertambah tambah, karena sekarang terdengar juga suara dari bentroknya senjata senjata tajam. Diam diam Siauw Pek melirik keempat ketua partai itu. Nampaknya mereka tenang tenang saja, seolah tidak menghiraukan suara berisik itu, rupanya mereka merasa pasti bahwa pihaknya yang pasti menang.

"Baik, bicaralah" kata It Ti kemudian. "Kami akan sabar menanti dan mendengarmu Cuma..."

"Cuma apa?"

"Cuma hendak loolap memberitahukan satu hal kepadamu Walaupun kata katamu sempurna dan beralasan, hati kami semua sukar untuk digerakkan, dan kau tak dapat diberi kebebasan lari turun gunung" Coh Siauw Pek tertawa dingin.

"Apakah kamu sangka turunan Keluarga Coh sudi memohon belas kasihan orang Kamu boleh legakan hatimu. Aku Coh Siauw Pek, kalau aku tidak mati dipuncak gunung ini, dengan menganga Ikan pedang ditanganku, pasti aku akan bisa membolos pengepungan kamu ini"

"Benar" kata Gouw In Cu. "Dipuncak ini ada disembunyikan empat puluh orang murid keempat partai, mereka ini dapat disebut kurungan."

"sebelum aku selesai bicara, tuan tuan baik jangan bicara dulu" "Saudara saudara, mari kita dengar kata kata dia" It Tie kata

pada ketiga rekannya. Gouw In cu tertawa.

"Coh Siauw Pek. sebaiknya kau ringkas akan kata katamu." ejeknya.

siauw Pek menatap empat ketua itu, lalu dia berkata, melanjutkan keterangannya: " Kenapa ayah bundaku dikejar kejar dan dibinasakan oleh orang orang Rimba Persilatan seumumnya mungkin ada sebabnya, tetapi alasan kalian adalah sebab ayahku telah membinasakan cara menggelap ketua kamu masing masing. Aku tak percaya ayahku jadi pembunuh gelap itu, sebaliknya aku percaya ayahku hanya jadi sasaran saja"

Anak muda ini menghela napas panjang. Dia melanjutkan "Tuan tuan tentu ketahui sebabnya itu tetapi, tuan tuan tak sudi menjelaskan"

It Tie memandang Gouw In cu, ingin ia bicara, tetapi Siauw Pek melanjutkan pula: "Kalau malam ini aku terbinasa ditanganmu,  habis sudah turunan keluarga Coh, jadi tidak usah tuan tuan pikirkan pula pembalasan di belakang hari Tapi kalau malam ini tuan tuanlah yang binasa di tanganku, maka tuan tuan juga, seperti ayahku, menjadi sasaran"

hoat Ceng Taysu mengernyitkan alisnya. Dia hendak bicara, tetapi dibatalkan sendiri, dia lalu batuk batu, terus berdiam.

"Ayahku pasti bukan siorang yang bersalah kaum Rimba Persilatan berjumlah beberapa ratus kelompok, kenapa justru keluargaku yang dijadikan sasaran?"

It Tie Taysu mengangguk perlahan, tanda dia menyetujui kata kata itu. Akan tetapi, dia juga tidak mau bicara.

Maka Siauw Pek menyambungi: "Kalau malam ini aku sampai membinasakan salah seorang murid kamu, siapa saja, pasti urusan ini tidak ada jalannya untuk diselesaikan secara damai lagi. Tuan tuan menjadi ketua ketua partai, tuan tuan cerdas, tentu tuan tuan mengerti, apabila kita bertempur sampai darah mesti dikucurkan, selanjutnya kita berada dijalan buntu. Maka itu, tuan tuan, baiklah kamu memikir pula" Shie Siang Hin batuk batuk perlahan

"Anak. apakah sedang mengajari aku sicrang tua?" tanya dia. "Aku    bicara   setulus    hatiku.    Aku   tahu    penasaran  harus

dilampiaskan, tapi tak ingin aku merembet rembet orang yang taksalah dosa sebab itu memperdalam permusuhan, karena itu satu kali bertindak salah, kacaulah semua tak ada yang dapat ditolong lagi. Kalau ada orangmu yang terbinasa, pasti orang orang kamu, bahkan kamu sendiri, bakal menjelajah dunia akan mencari Coh Siauw Pek, buat menuntut balas. Mungkin senjataku ampuh tetapi jumlah kamu banyak sekali, tidak dapat aku membunuh habis. Bukankah itu bakal sesuatu petaka besar? Itulah yang coh Siauw Pek tidak kehendaki"

Kata Hoat Ceng dingin "Jikalau begitu, malam ini mesti kami bunuh kau, supaya dengan begitu kami dapat membuat rimba persilatan aman dan damai "

"Aku hendak cari si pembunuh yang asli, kenapa tuan tuan tidak setuju dan tidak sudi bekerja sama."

"Si penjahat adalah Coh Kam Pek suami isteri, mereka sudah terbunuh mati, bahkan mereka merembet rembet seluruh anggota Pek Ho Bun yang tidak bersalah dosa. Sakit hati kami sudah terbalaskan, yang lolos cuma kau seorang, tuan Malam ini kau mengantarkan dirimu sendiri, inilah kehendak Thian supaya kamu, Keluarga Coh habis semuanya "

"Kami disini mengatur perangkap buat menghadapi pihak Ciu Heng Cie Kiam, siapa tahu siecu sendiri telah datang kemari" kata It Cie.

"Tampaknya tanpa pertempuran, sukar buatku turun dari puncak ini " kata Siauw Pek.

"Memang " kata Gouw in cu. " Untuk menyingkirkan satu pertempuran hebat, jalannya cuma satu yaitu tuan mengaku kalah, tuan meletakkan pedangmu, untuk manda dibelenggu."

"Seandainya kita tidak setuju?"

"Jikalau kau percaya, kau bakal dapat menerobos keluar dari kemah ini, kami tak akan menghalang halanginya "jawab Shie Siang Hin. Siauw Pek mengulapkan pedangnya.

"Baik" katanya. "Tuan tuan begini memaksa kepadaku, jalanku satu satunya ialah menerima baik pengajaran kamu " Tepat didetik itu, diluar terdengar suara tertahan, seperti ada orang yang terlukakan parah. Mendengar hebatnya bentrokan pelbagai senjata, Siauw Pek menerka bahwa pertempuran tengah berjalan seru sekali.

Ketika itu Gouw It Cu dan Shie Siang Hin telah menempatkan diri diarah timur selatan dan barat selatan, dan It Tie Taysu bersama Hoat Ceng Taysu diarah timur utara dan barat utara, dengan demikian, mereka bersikap mengurung.

Menghadapi keempat ketua partai, hati siauw Pek ragu ragu juga dibuatnya, akan tetapi kapan ia ingat dendam kesumatnya, semangatnya terbangun pula, kepercayaannya ditumpahkan kepada ilmu pedangnya. Sejenak itu, ia menjadi tenang sekali. Hanya tadi, didalam sedetik, hatinya sangat tegang.

"Sekarang kamu boleh mulai " berkata si anak muda setelah ia mengangkat tangannya perlahan lahan, akan memutar pedangnya untuk dibawa kedepan dadanya.

It Tie berempat diam diam terperanjat. Mereka heran Baru saja wajah anak muda tampak tegang, tapi sekarang dia tenang luar biasa.

"Apakah benar benar dia telah mewarisi kepandaian Kie Tong?" ketua Siauw Lim Pay itu tanya didalam hati.

"Cepat kamu mulai" berkata pula Siauw Pek setelah menanti beberapa detik tetapi keempat lawan itu masih berdiam saja. Ia kurang pengalaman, mau tidak mau ia merasa heran atas sikap orang itu. Ia tidak tahu bahwa seorang mengherani caranya membawa pedang kedadanya itu.

Mengingat akan keadaannya sendiri, Siauw Pek tidak dapat bersabar lebih lama lagi.

"Jikalau kalian tidak mau memulai, baiklah, akan aku mulai" katanya. Dan ia menikam Gouw In Cu.

Gouw In Cu tertawa dingin, dia menggeser tubuh kesisi, tangannya segera menyampok. Tadi Siauw Pek telah belajar kenal dengan tenaga dalamnya yang mahir dari keempat ketua partai itu, tanpa menanti pedangnya kena dihajar, ia meneruskan menyabet kepada Shie Sian Hin-

Jago Khong Tong Pay itu memperdengarkan suara ejekan "Hm" Serentak dengan menggeser tubuh, dengan sebelah tangan ia menyampok pedang lawan, dengan tangan yang lain ia meninju

Kembali Siauw Pek menyingkir, setelah itu sambil memutar tubuh, langsung ia menikam Hoat Ceng Taysu.

Hebat tinju Shie Siang Hin itu, yang tidak mengenai sasarannya.

It Tie kuatir tendanya rusak. lekas lekas ia menahan anginnya serangan rekan itu.

Hoat Ceng memuji melihat gerakan si anak muda. Tapi pedang terus menikam kepadanya, maka dengan sebat ia bertindak. Ia menekan Shie Siang Hin. Sambil menangkis, ia menyerang. ia mencoba mencekal pergelangan tangan si anak muda yang memegang pedang itu.

Siauw Pek menarik kembali pedangnya, dengan ia menyelamatkan tangannya. Tapi ia tidak berhenti, segera ia menabas kepada It Tie atas mana pendeta Siauw Lim Sie itu mundur seraya menolak dengan kedua tangannya, tangan bajunya terkibaskan-

Hebat tenaga dalam ketua Siauw Lim Pay ini yang menguasai Tiat Sie Sin kang, ilmu Tangan baju Besi, salah satu dari tujuh puluh dua kepandaian istimewa dari partainya. Kebutan tangan bajunya itu berat sekali. Dengan begitu ia mengharap lawannya akan tertolak mundur.

Tetapi Siauw Pek telah berhati hati, dia dapat mengegos dari tangkisan yang berbareng berupa serangan itu. Maka celakalah kain tenda dibelakangnya, kain tenda itu jebol, kemahnya bergoyang keras

Diam diam si anak muda terkejut. Segera ia mengulangi tikamannya kepada pendeta siauw Lim Sie itu. Melihat demikian, it Tie juga mengulangi serangannya. Tapi ia lebih dahulu merasai desiran angin pedangnya hingga ia menjadi kaget, lekas lekas ia berkelit kekiri, sedangkan sebelah tangannya dipakai menyerang pula.

Kembali Siauw Pek kaget. Ia merasai angin menyerang pedangnya, hingga ia merasakan bagaikan gelombang mendampar dadanya. Tapi serangannya sendiri juga tidak gagal, walaupun gerakan pedangnya menjadi sedikit lambat. Ujung jubah It Tie telah kena tertusuk berlubang

Siauw Pek memiliki tenaga dalam yang terlatih baik, ia juga sudah bersiap sedia, akan tetapi gempuran Tiat Sin kang dari It Tie membuatnya menderita juga. saat itu darahnya bergolak. kepalanya pusing, dengan tubuh limbung ia mundur dua tindak. sedangkan napasnya memburu. ia sadar, maka lekas lekas ia menumbuk kepalanya beberapa kali, guna mencoba menghilangkan pusingnya itu.

Gouw In Cu melihat orang mundur itu, otaknya segera berpikir: "Rupanya dia terluka didalam, kalau sekarang aku tidak mau merampas jiwanya, sebentar akan hilang kesempatanku" Maka segera ia menggerakkan tangan kanannya.

Justru dia terancam serangan dari ketua Bu Tong Pay itu, mendadak Siauw Pek memutar pedangnya, diikuti dengan terputarnya juga tubuhnya, menyusul mana, cepat sekali, tubuhnya itu mencelat tinggi, menoblok kelangit kemah It Tie berempat tercengang. itulah diluar dugaan mereka. "Sayang Sayang" seru Gouw In cu menyesal. "Sayang aku terlambat, kalau tidak. pasti dia tidak akan lolos" Shie Siang Hin menghela napas.

"Kita mengepung berempat, dia toh tak dapat dikekang, kalau hal ini tersiar dalam dunia Kang ouw, adakah muka kita untuk melihat orang banyak ?" katanya masgul.

"Nyata dia telah memperoleh ilmu pedang yang mahir sekali," Hoat Ceng mengakui. It Tie juga berkata, dengan sungguh sungguh: "Jikalau dia mempunyai pengalaman cukup, dengan pedangnya saja, dapat dia keluar dari kemah kita ini."

"Pintoo lihat memang gerakan pedangnya itu luar biasa sekali," kata Gouw in cupula.

" Gerakan itu beda dengan gerakan pelbagai ilmu pedang yang pernah kulihat. Kecuali ilmu pedang Kie Tong, semua yang lainnya pernah kusaksikan."

"Jadi tooheng maksudkan ilmu pedang dia benar ilmu pedang Kie Tong?" Hoat Ceng bertanya.

"Tidak salah Itulah yang telah kuduga dan kuatirkan-.." "Tooheng, cobalah kau menjelaskan penglihatanmu ini," Shie

Siang Hin minta.

"Apakah saudara saudara melihat golok pemuda itu?" balik tanya Gouw In Cu. Hoat Ceng melengak.

"Apakah saudara menyangka golok itu golok Hoan Uh it Too Siang Go?" ia bertanya.

"Didalam dunia Kang ouw telah tersiar ceritera tentang Thian Kiam dan Pa Too, yang telah berhasil melintasi jembatan maut Seng su Kio," berkata ketua Bu Tong pay itu. Jikalau halnya Thian Kiam Kie Tong itu benar, maka juga halnya Pa Too Siang Go pasti bukannya dusta .Jikalau Kie Tong dapat menurunkan ilmu pedangnya, kenapakah Siang Go tidak dapat mewariskan goloknya? ilmu pedang Kie Tong mengutamakan pembelaan diri, tidak demikian dengan ilmu golok Siang Go..."

Shie Siang Hin mengernyitkan kening. Katanya: "Kalau begitu, apabila sekarang kita membiarkan anak muda itu berlalu dari Ciong Gan Hong, bukankah itu berarti kita melepaskan harimau galak turun gunung?"

"Benar" berkata It Tie. "Mungkin hari ini adalah kesempatan satu-satunya bagi kita menyingkir dia dari dunia..." "Pintoo tidak mengerti," berkata Gouw In Cu. "Terang terang dia telah terhajar Tiat Siu Sin-kang saudara It Tie, kenapakah dia masih dapat menyingkirkan diri? Bukankah dia telah terluka?"

"Inilah yang membuatku heran," It Tie mengakui.

"Sekarang ini baiklah kita jangan menghiraukan pula kedudukan atau nama baik kita," berkata Hoat Ceng Taysu. "Mari kita mengejarnya, untuk membinasakannya"

"Aku memikir lain," berkata Shie siang Hin "Apakah itu, saudara?" tanya Gouw In Cu.

"Diluar, pertempuran rupanya sedang berlangsung dengan seru," berkata ketua Khong Tong Pay itu, "Dengan melihat dari lamanya pertempuran itu, dapat diduga bahwa lawan datang dalam jumlah yang tak sedikit dan juga mereka berkepandaian tinggi. Mereka itu pasti dari angkatan muda. Pantaskah kita berempat melayani mereka itu? Apakah kata kata khalayak ramai apabila mereka mendengar perihal sepak terjang kita ini? Dapatkah kita menerimanya? Maka itu aku pikir, daripada kita membasmi mereka, lebih baik kita membiarkannya lolos turun gunung. Kita keempat partai, pengaruh kita besar, jumlah murid kita banyak, apakah yang kita kuatirkan? Kenapa kita mesti bertindak sembarangan? Bukankah tak sukar buat mengambil jiwa mereka itu? Kenapa terburu seperti sekarang ini ?" It Tie dan Gouw In Cu bungkam.

"Kau benar juga, saudara" kemudian kata pendeta dari siauw Lim Sie itu. "Tak perduli bagaimana gagahnya Coh Siauw Pek, dengan seorang diri saja, tak berdaya dia menentang kita. pula peristiwa Coh Kee Po itu bersangkut paut dengan semua partai lainnya, maka juga, mereka bakal kena terembet rembet. Sekarang ini Coh Siauw Pek sendiri masih belum jelas mengenai duduk peristiwanya, kalau dia bicara, siapakah yang mau percaya?..."

Baru saja pendeta ini berhenti bicara, tiba-tiba dari luar terdengar jeritan kesakitan yang hebat. Gouw In Cu mendekati pintu kemah untuk menyingkapnya dan melongok keluar. Maka ia melihat tujuh atau delapan orang dengan berpakaian hitam tengah bertempur dengan murid murid keempat partai. Nampaknya pada kedua pihak telah jatuh beberapa korban. Didalam pertempuran itu, Siauw Pek tidak nampak.

Sebenarnya baru saja ketika si anak muda molos dari atas kemah, ia segera melihat satu pertarungan diantara orang orang berseragam hitam dengan para pengikut keempat partai. Delapan atau sembilan orang berseragam hitam, yang menggunakan topeng, terkurung beberapa puluh orang. Ia terluka di dalam tetapi ia dapat menahan diri, pikirannya tetap sadar. Ia ketahui, rombongan dari dua belas kiam long, pengikut pengikut Hek Ie Kiamcu. Walaupun ia berniat membantu mereka, namun ia tidak berdaya, sebab ia sendiri mesti segera beristirahat guna memulihkan kesehatannya. Maka ia menyingkir dengan jalan memutar. Apa mau, dua orang murid Siauw Lim Sie sudah melihatnya dan mereka  itu segera mengejar. Ia cuma memikir soal menyingkir, dan tidak mendapat lihat dua orang pendeta itu.

Dengan tiba tiba seorang pendeta yang bertubuh tinggi besar, menyerang si anak muda dengan hong piang san, senjatanya yang berat itu. Anak muda itu tidak tahu tibanya pembokongan. Ia tidak melihat dan mendengar, suara beradunya pelbagai senjata juta membisingkan telinga.

Tepat si anak muda terancam bahaya, mendadak Ban Liang muncul didekatnya. Jago tua itu turun tangan bagaikan kilat. Dengan tangan kiri dia menyerang dengan seragan angin, dengan tangan kanan dia menyambar, menjambak lawan-Hanya dengan satu kali gebrak saja, robohlah pendeta itu.

Hweeslo yang kedua tercengang menyaksikan kawannya roboh seketika, justru itu iapun tidak sempat berdaya ketika Ban Liang menyerangnya, menjambret dengan Ngo Kwie Souw Kun ciu. Sebenarnya ia masih mencoba melawan dengan goloknya tapi ia kalah sebat, begitu dadanya tersentuh, segera ia berteriak tertahan dan roboh. Ban Liang sendiri heran menyaksikan hasilnya itu. Itulah bukti bahwa ilmu silatnya liehay.Jadi tidak sia sia ia memahamkan ilmunya itu, yang tadinya gagal sewaktu melawan Siauw Pek.

Setelah merobohkan kedua lawan itu, Ban Liang menoleh kepada sianak muda. Ia terperanjat. Ia melihat tubuh anak muda itu limbung tapi ia masih lari terus turun gunung. Ia menduga tentulah si pemuda telah dapat luka. Tidak bersangsi lagi, ia lari menyusul. 

"Saudara, saudara" teriaknya, " apakah kau terluka ?"

Sekarang Siauw Pek dapat mendengar suara orang, ia mengenali si jago tua. "Ya, aku terluka didalam," sahutnya. Ia berhenti lari dan menoleh.

"Jikalau kau terluka, jangan bergerak," Ban Liang berkata. "Mari aku gendong kau, kita lekas-lekas menyingkir dari sini "

Berkata begitu, tanpa menanti jawaban, jago tua itu menyambar tubuh sianak muda, lalu digendong, terus dibawa lari.

Ketika itu ada beberapa murid Siauw Lim dan Bu Tong yang berlari-lari mengejar, cepat lari mereka menyusul kita.

Ban Liang kuat dan bisa lari cepat, tetapi ketika itu ia terlambat. Ini disebabkan ia mesti menggendong Siauw Pek jalannya sukar dan berbahaya, perlahan lahan ia mulai tersusul.

Sampai di batu besar dimana tadi Oey Eng dan Kho Kong bersembunyi, jago tua ini terkejut. Ia tidak melihat munculnya kedua kawan itu.

"Kemana perginya mereka?" ia tanya dirinya sendiri. "Apakah benar disebabkan usianya yang muda dan kurangnya pengalaman maka mereka pergi meninggalkan tempat penting ini?"

Selagi berpikir, tiba-tiba jago tua ini dikejutkan oleh munculnya empat orang dari samping batu besar. Merekalah dua orang pendeta dan dua orang imam, yang segera menghadang ditengah jalan " Celaka" jago tua itu mengeluh. Ia lalu menotok dua jalan darah siauw Pek. Hal ini perlu, guna mencegah sianak muda meronta.

Jalan itu sempit, sudah ada empat orang merintangi didepan, dibelaakng tampak lari mendatanginya, kawan-kawan dari pendeta dan imam itu. "Mesti aku mengadu jiwa" pikirnya. Maka ia berhenti lari.

Pengejar itu terdiri dari empat pendeta dan empat imam, mereka berhenti mengejar, rupanya merasa jeri juga.

Ban Liang melihat kekiri dan kanan, ia menyedot napas panjang.

Dari empat penghadang itu seorang pendeta lalu berkata dingin "Siecu telah buntu jalan, masih siecu tidak sudi menyerah, apakah siecu masih memikir buat menerobos kabur?"

Ban Lian masih tetap berdiam. Ia cuma memasang mata tajam kepada sekalian musuh itu. Berapa kali teguran si pendeta diulangi, ia berpura-pura tuli.

Pihak pengejar juga sudah mengambil posisi sendiri-sendiri, dengan tindakan perlahan mereka maju menghampiri. Ban Liang melihat gerak gerik mereka itu. Dengan berhati hati ia menyangkol tubuh Siauw Pek. Ia menggunakan tangan kirinya. Maka dengan tangan kanan, ia bersedia untuk menyerang.

Disaat yang sangat tegang itu, dari belakang batu besar dibelakang keempat dan imam pencegat itu mendadak muncul sesosok tubuh orang, yang terus berlompat maju sambil terdengar seruannya yang perlahan tetapi bernada nyaring: "Minggir "

Keempat orang itu terkejut, semuanya segera berpaling kebelakang, akan tetapi mereka terlambat. Tahu-tahu mereka sudah kena tertotok hingga habislah daya mereka

Ban Liang sudah siap sedia, diapun tabah dan cerdik, dia gesit sekali, menyaksikan kejadian itu, tanpa ragu ragu sedikit juga, dia berlompat maju, untuk naik keatas batu karang yang besar itu. Pendeta yang dikanan menyaksikan kejadian itu, dia tabah, dengan segera dia menyampok Ban Liang dengan senjatanya yang mirip sekop itu. Sebaliknya, si imam telah berlompat jago tua itu membarengi menyerang kearahnya.

Diserang si pendeta, Ban Liang terancam bahaya. Terpaksa ia mengulur tangannya, guna menyambuti ujung senjata .Justeru itu orang yang menyerang musuh-musuhnya tadi itu telah mendahului mengulur tangannya untuk menangkap sekop. sembari berbuat begitu, terdengar suaranya perlahan: "Saudara lekas menyingkir terus, aku akan tahan musuh ini "

Jago tua itu sempat menoleh akan melihat penolong tidak dikenal itu. Ia melihat seorang dengan baju hijau serta kepalanya dan mukanya terbungkus dengan pita hijau. Hingga hanya tampak sepasang matanya yang tajam. Ia heran, hingga ia berkata dalam hati: "Siapakah orang ini? Mengapa aku tidak kenal dia? Kenapa dia datang membantu kami "

Walaupun dia berpikir demikian, Ban Liang toh lari terus turun gunung dengan mengikuti jalan kecil satu-satunya itu. Dibelakangnya ia mendengar suara nyaring dari beradunya alat alat senjata. Ia tidak menghiraukan itu, ia lari terus, baru setelah sampai dikaki puncak. Ia berhenti berlari, untuk segera menotok bebas pada Siauw Pek

Sianak muda menghela napas. Tadi ia ditotok bukan untuk dipingsankan, hanya agar ia tak dapat bergerak. Maka ia tahu tentang bantuan si orang serba hijau itu.

"Apakah orang itu sahabat locianpwee?" ia bertanya kepada Ban Liang. orang tua itu menggeleng kepala.

"Aku tidak kenal dengannya."

"Heran," kata Siauw Pek menarik napas lega, "kenapa dia menolong kita ?"

"Mesti ada sebabnya yang belum kita ketahui. Tapi saudara, dapatkah kau berjalan? Tak dapat kita berdiam lama-lama disini." Siauw Pek berpikir sejenak. baru ia menjawab: "Lebih baik kita cari tempat didekat-dekat sini, perlu aku beristirahat dulu. Kita perlu mencari dua saudara angkatku yang entah telah pergi kemana." Ban Liang mengerutkan alis.

"Dipuncak ini ada banyak orang liehay, ini berbahaya," katanya. "Mereka juga menjaga jalan kecil itu dapatkah kedua saudara itu meloloskan diri ?"

Darah Siauw Pek bergolak. Ia khawatirkan Oey Eng dan Kho Kong. Ia mengendalikan hatinya, hingga air matanya meleleh keluar. Ia mengertak gigi

"Mereka berdua rela mengikuti aku, kami bagaikan saudara saudara kandung, mana dapat aku meninggalkan mereka?" katanya, berduka. "Jikalau mereka sampai mendapat celaka."

"Jangan terlalu berduka, saudara kecil," Ban Liang menghibur. " Usia ku telah tinggi, pengalamanku banyak sekali. Kau harus menginsafi kata kata yang mengatakan, seorang panglima sukar luput kematian dimedan laga. Selama beberapa puluh tahun, entah berapa banyak korban orang yang pernah kulihat. Saudara kecil yang terpenting sekarang ialah tempat tenang dan selamat untuk kau beristirahat, supaya kau lekas sembuh."

"Andaikata mereka sudah mati, perlu mayat mereka dicari, untuk dirawat." kata sianak muda, yang masih memberati saudara angkatnya.

Ketika itu terdengar suara angin sarser, suara ujung baju berdebaran. Kemudian nampak seorang berbaju hijau lari mendatangi. Kedua mata orang itu nampak bersinar tajam. Lekas sekali dia sudah datang dekat, bahkan dia segera berkata perlahan: "Kedua kawanmu telah kutolong. Disini kita tak boleh berdiam lebih lama pula. Mari ikut aku" Dan dia mendahului lari pergi.

Dari atas puncak masih terdengar suara pertempuran serta seruan seruan-Siauw Pek tidak banyak omong lagi, ia turut lari. Agaknya si baju hijau kenal baik keadaan tempat itu. Dia lari cepat dijalan yang banyak tikungannya didalam lembah itu, setelah tujuh atau delapan lie, baru dia berhenti, lalu dengan menunjuk kesatu arah, dia berkata: "Di belakang sana ada gua, beristirahatlah kamu disana, aku sendiri ingin melihat kalau kalau ada orang yang mengejar kita."

Lalu tanpa menanti jawaban, ia pergi pula berlari lari. Siauw Pek mengawasi belakang orang itu.

"Jikalau tidak ada dia, mungkin sulit buat turun gunung," katanya.

"Nampaknya dia menolong kita bukan secara kebetulan, lebih banyak dikarenakan ada niatnya," berkata Ban Liang. "Disini mesti ada sebabnya..."

Siauw Pek sementara itu masih menghawatirkan Oey Eng dan Kho Kong. "Mari kita melihat gua itu dulu," ia mengajak. Lalu ia bertindak maju. Ban Liang mengikuti.

selewatnya tikungan, benar terlihat sebuah gua. Mereka menghampiri. "Saudara Oey Saudara Kho" sianak muda berseru tak sabar.

"Apakah toako disana?" terdengar suara dari dalam gua, lalu muncullah dua orang ialah Oey Eng dan Kho Kong, yang jalannya perlahan-

Melihat tindakan kaki kedua orang itu siauw Pek tahu bahwa mereka terluka. Maka ia lari menghampiri, untuk terus mencekal keras tangan mereka masing masing.

"Apakah luka kamu parah?" ketua ini tanya prihatin Tapi justru itu, tiba tiba tubuhnya sendiri limbung hendak jatuh, sebab mendadak saja matanya kegelapan-Ban Liang mengulur tangannya, menyambar tubuh kawan itu.

"Apakah toako terluka didalam?" tanya Kho Kong kaget. Ban Liang mengangguk. tetapi dia berkata: "Tak apa. Habis terlukakan dia belum sempat beristirahat sebaliknya dia mesti berlari lari keras, terutama karena dia memikiri dan sangat menguatirkan kamu, dua saudara kecil. Dia jadi pingsan karena kegirangan yang sangat melihatmu."

Berkata begitu, jagoan ini memondong tubuh sianak muda dibawa masuk kedalam gua.

Itulah gua yang tidak luas tapi dalamnya bersih bekas diberesi. Maka tubuh Siauw Pek bisa segera dibaringkan. Ketika Ban Liang hendak memberikan bantuan dengan tenaganya, tiba-tiba anak muda itu telah berlompat bangun-"Toako luka di..." tanya Kho Kong.

Ban Liang memotong. "sekarang bukan saatnya banyak bicara, kamu bertiga perlu beristirahat. Ada kemungkinan keempat partai, atau orang orangnya, dapat menyusul kita kemari."

"Tuan tuan tak usah kuatir," terdengar suara dari luar gua. "Telah kusingkirkan segala tanda tanda bekas kita."

Sembari berkata begitu, orang diluar itu bertindak masuk dengan tenang. "Siapakah kau, tuan?" Siauw Pek paling dahulu menanya.

"Benar kata saudara Ban ini," orang itu berkata tanpa menjawab dahulu, "tuan tuan bertiga perlu beristirahat. Sebentar kita bicara. Masih ada waktu." Ban Liang terperanjat mendengar orang menyebut shenya.

"Sudah puluhan tahun aku mengundurkan diri, kenapa tuan mengetahui sheku?" tanyanya.

"Selama saudara Ban Liang berkecimpung di dalam dunia Kang ouw, namamu terkenal sekali," berkata orang itu. "Bagaimana aku bisa tidak mendengarnya?" Jago tua itu bertambah heran-

"Sebenarnya, siapakah kau, tuan?" dia tanya pula.

"Guna kesehatan ketiga saudara ini tak dapat kita membuang waktu," berkata orang itu. "Aku akan berdiam disini, untuk menemani, sebentar kita bicara pula." Walaupun dia heran, Ban Liang terpaksa menutup mulut.

siauw Pek sudah duduk bersila, untuk menyalurkan pernapasannya, hingga dilain saat dia sudah masuk dalam suasana "bong ngo cie keng" yaitu lupa akan diri sendiri. Ketika kemudian ia tersadar langit sudah terang, sinar matahari telah menerobos masuk kedalam gua, hingga segala sesuatu tampak nyata.

Si orang berbaju hijau melihat pemuda itu sadar dan membuka matanya.

"Kau sudah selesai bersemadhi, saudara Coh?" tanyanya.

Agaknya Siauw Pek terperanjat. Dia menatap.

"Siapakah kau, tuan?" tanyanya kemudian kepada penolongnya itu.

Sebelum menjawab, si baju hijau mengangkat dahulu sebelah tangannya kekepalanya, untuk menyingkirkan cita hijau yang membungkus kepala dan mukanya, maka segera tampak sebelah batok kepala yang gundul tak berambut. Karena dialah seorang pendeta.

"Apakah siecu kecil masih mengenali loolap?". dia balik bertanya. Siauw Pek terkejut. Dia heran.

"Kau pendeta dari Siauw Lim Sie?" tanya dia. Pendeta itu mengangguk.

"Loolap ialah Su Kay," sahutnya.

"Aku ingat sekarang. Kita pernah bertemu diJie Sie wan-" "Benar."

Ban Liang tertawa dingin.

"Aku mengira siapa, tak tahunya salah seorang dari Su Tay kim kong," berarti "empat Kim kong yang besar", yang berkenamaan, dari kuil Siauw Lim Sie, dan "kim kong" berarti "pelindung kuil". Su Kay bersikap tenang, tiada tanda sedikitpun yang menunjukkan bahwa dia gusar atau mendongkol. ia tertawa tawar dan berkata: "Kiranya saudara Ban masih ingat kepada loolap."

Siauw Pek menghela napas.

"Taysu telah mendong kami, kami sangat bersyukur," katanya. "Sekarang harap Taysu tidak ragu-ragu lagi. Ada pengajaran apa dari Taysu untuk kami, taysu sebutkan saja" Pendeta itu menghela napas.

"Sebelum kita bicara, ingin loolap menerangkan sesuatu dahulu," ujarnya. "Loolap datang ke Lam Gak seorang diri, diluar tahu semua murid Siauw Lim Sie, bahkan juga diluar tahu keluarga kami. Dan pertolonganku ini terhadap siecu berempat, itu dilakukan tanpa maksud menagih pembalasan budi"

Masih Ban Liang tidak puas. Katanya tetap dingin: "Kalau orang Siauw Lim Sie besar pengaruhnya, oleh dunia Rimba Persilatan kamu dipandang sebagai partai besar yang paling utama, maka itu andaikata dibelakang hari taysu tidak turun tangan sebagai musuh kami, sikap taysu itu tidak akan merugikan Siauw Lim pay."

"Amidabudha" pujinya. "Terhadap siecu sekalian, loolap tidak memikir apa juga maksud licik atau kurang baik Apa yang kukehendaki ialah pemecahan wajar dari peristiwa Rimba Persilatan-

.."

"Peristiwa apakah itu taysu?" tanya Siauw Pek.

"Ah" pendeta itu mengeluh, "Itu mengenai peristiwa hebat dan menyedihkan dari coh Kee Po..."

" Kenapakah hal itu tidak taysu tanyakan kepada ketua taysu sendiri?" dia tanya.

"Pertanyaan yang tepat sekali" berkata pendeta itu, masgul. Kembali ia menghela napas "Peristiwa itu adalah suatu perbuatan pihak Siauw Lim Sie perbuatan sembrono yang semenjak dahulu belum pernah terjadi walaupun hanya satu kali saja. oleh karena itu, sudah delapan tahun loolap belum pernah pulang kekuilku." Siauw Pek bertambah heran. "Kenapa begitu taysu?" tanyanya pula. Sinar matanya Su Kay memancar.

"Peristiwa Coh Kee Po adalah peristiwa luar biasa kaum Rimba Persilatan-" katanya pula. " Loolap tahu didalam peristiwa itu mesti ada urusan fitnah dan aniaya akan tetapi sampai detik ini, loolap masih belum berhasil mencapai duduk hal yang sebenarnya. Ah  buat peristiwa itu loolap telah merantau bertahun tahun Sebetulnya loolap merasa kecurigaan makin tebal sibiang keladi tetap tak diketahui siapa adanya."

"Jikalau benar Pek Ho Bun terfitnah dan menjadi tipu daya keji," berkata Siauw Pek, "aku percaya bahwa ketua partai taysu mesti salah seorang biang keladinya. Benarkah?"

Su Kay berpikir sejenak. baru ia menjawab: "Aturan Siauw Lim pay sangat keras, ketuanya sangat besar kuasa dan kewibawaannya, karena itu loolap tidak berani, sembarangan menerka."

Ban Liang tetap merasa tidak puas, tetap dengan dingin dia berkata pula: "Dahulu itu sebelum penyerbuan terhadap Coh Kee Po, aku siorang tua adalah orang yang menentangnya, coba waktu itu taysu membantuku dengan mengucapkan sepatah dua patah kata, mungkin peristiwa itu tak sampai terjadi "

" Ketika itu kemarahan umum sedang memuncak. loolap pun tidak mempunyai bukti apa andaikan loolap bicara, apakah hasilnya

?"

"Taysu," Siauw Pek menyela, "tak peduli taysu bicara setulusnya atau tidak. tetapi karena kata kata taysu, aku Coh Siauw Pek bersyukur tak habisnya kepada taysu."

" Dengan sebenarnya loolap tidak mengharap nama, sikapku ini cuma disebabkan merasa menyesal karena peristiwa Pek Hopo itu tetap gelap. sedangkan dilain pihak. nama baik partai kami tersangkut didalamnya. Maka itu tidak dapat loolap berdiam saja." "Aku mengerti kau, taysu, aku mengucap terima kasih kepada taysu." kata Siauw Pek.

"selama beberapa tahun itu kau membuat penyelidikan, mustahil kau tak dapat mengetahui barang sedikit juga ?" tanya Ban Liang.

"Ada juga loolap beroleh tetapi sangat samar samar dan bertentangan satu dengan lain karenanya, tak dapat itu dijadikan bukti."

"Taysu," Ban Liang mendesak. " andaikata besok lusa taysu memperoleh keterangan, tetapi ternyata partai taysu bersangkut paut, apakah tindakan atau sikap taysu nanti?"

Su Kay bagaikan sudah menerka pertanyaan ini, dia menjawab dengan cepat: "Jikalau berhasil didapat bukti bahwa benar ada orang Siauw Lim Pay yang tersangkut dalam peristiwa busuk itu maka para tiang loo partai kami pastilah akan memberikan keputusan yang adil"

Mendengar begitu, Ban Liang berkata didalam hatinya: "Dilihat dari wajahnya, pendeta ini nampak bukan bangsa pendusta..."

"Taysu," Siauw Pek berkata pula, "sekarang ini taysu membantu kami, itu artinya taysu menetang partai taysu sendiri, kalau kemudian rahasia ini diketahui pihak partai taysu, bukankah taysu jadi sudah berdosa berkhianat kepada partai?" Pendeta itu menghela napas berduka.

" Loolap menentang tindakan partai sendiri. Memang itu tidak dibenarkan oleh peraturan partai," katanya, masgul. "Andaikata perbuatanku ini tidak diketahui oleh partai kami, toh kelak dibelakang hari, akan loolap beritahukan sendiri kepada partai kami untuk menerima hukuman-.."

"Taysu begini jujur, pantas taysu memperoleh sebutan pendeta yang luhur " Siauw Pek memuji. "Hanya taysu, masih ada satu hal lagi yang aku belum mengerti."

"Apakah itu, sicu? Sebutkanlah" "Taysu sadar tapi taysu toh bekerja bersama pihakku, taysu seperti menentang peraturan partai sendiri. Taysu, kenapakah taysu berbuat begini?"

"Itulah karena loolap patuh kepada cita cita agama kami. Bukankah Sang Buddha bekerja untuk manusia seumurnya, sampai dia memotong dagingnya untuk memelihara burung elang?jikalau bukan kita sendiri yang masuk keneraka, siapakah lagi? Didalam dunia ini, pembunuhan yang selalu berserakan, maka itu jikalau loolap bisa mengurangi bencana Rimba Persilatan, biarpun tubuhku hancur lebur, loolap tidak menyesal."

Siauw Pek menjadi sangat kagum. Ia bangkit, untuk memberi hormat sambil menjura kepada pendeta agung dihadapannya itu.

"Siauw Lim Sie diakui sebagai pemimpin Rimba Persilatan wilayah Tionggoan," katanya, "jikalau setiap jamannya ada ketua ketuanya orang semacam taysu ini, pastilah Siauw Lim sie dapat mendamaikan pelbagai macam perselisihan-"

Oey Eng dan Kho Kong turut mengagumi pendeta ini, mereka meneladani ketuanya memebri hormat. Bahkan Ban Liang, yang tadi menyangsikan kejujurannya, turut memberi hormat juga. Su Kay merangkapkan kedua belah tangannya.

"Tidak berani loolap menerima kehormatan besar ini," katanya, merendah. " Loolap tidak mempunyai kebijaksanaan apa juga."

"Kata kata Taysu membuat aku si orang she Ban sadar," berkata jago tua itu, "Aku memang telah menduga, peristiwa pek hopo itu mesti ada sebabnya yang tersembunyi, bahwa seratus lebih jiwa anggota pek ho bun itu terbinasa karena mereka menggantikan lain orang yang sebenarnya harus menjadi sasaran?" Su kay menengadah langit. Ia menghela napas.

" Ketika dahulu itu jago jago dari delapan belas partai menyerbu pek hopo," katanya, "walaupun loolap tidak turut didalam penyerbuan akan tetapi loolap hadir bersama, loolap telah menyaksikan dengan mata sendiri peristiwa hebat dan menyedihkan itu. Tak tega loolap menyaksikan darah bercucuran Sementara itu loolap juga menyaksikan kegagahan orang orang pek ho bun Katakan terus terang, dalam hal ilmu silat, pek ho bun belum sanggup menandingi pelbagai partai besar itu. Maka juga sungguh loolap sukar percaya bahwa orang pek ho bun, sebagai Coh Kam Pek dapat sekali binasakan empat ketua partai besar itu."

Berkata sampai disitu, pendeta ini merangkap kedua tangannya, dia memuji Sang Budha, setelah itu, baru ia menambahkan kata katanya: "Tentang lain orang, loolap tidak tahu. Loolap cuma mau bicara tentang diri loolap sendiri. Loolap sudah mempelajari semua tiga belas macam ilmu silat istimewa dari Siauw Lim pay, loolap bisa melihat, salah satu ilmu yang mana saja dapat digunakan untuk membunuh orang she Coh itu. Tidak peduli Coh pocu kan ilmu apa juga, tak nanti dia sanggup bertahan menggunakan buat satu serangan saja dari Su Hong Suheng, kakak seperguruanku itu..."

"Taysu," tanya Siauw Pek heran "Pek Ho Bun tidak mempunyai kekuatan akan menentang pelbagai partai besar, habis, kenapakah dia disingkirkan dan dimusnahkan?"

" Ini justru yang membuat loolap tidak mengerti. Loolap curiga tetapi itu hanya kecurigaan belaka. Dan kecurigaanku itu bertambah lama bertambah keras..."

"Mungkinkah taysu pernah memikirkan dan menduga-duganya?" Ban Liang tanya.

"Selama tiga bulan yang terakhir, pernah loolap memikirkannya, loolap melihat kemungkinan akan tetapi pada saat terakhir, semua kemungkinan buyar sendirinya, sebab tidak ada bukti kenyataannya"

"Sudikah taysu mengutarakan itu, supaya kami mengetahui, agar pikiran kami terbuka karenanya?" Ban Liang minta.

"Yang pertama ialah loolap menduga kepada soal memindahkan atau menimpahkan hawa amarah kepada lain orang. coh Kam Pek suami istri muncul dipuncak Yan in Hong di Pek Masan justru disaat kematian keempat ketua partai itu, lalu mereka dicurigai. Keempat partai tidak dapat mencari sipembunuh, wajar saja karena sedang murka, kemurkaan itu dilimpahkan kepada Coh Kam Pek suami istri. Begitu terkaan loolap. begitu loolap mendapat terkaan lain, lalu mereka ingin sekali. Untuk membalas sakit hati itu, kenapa keempat partai tidak mau bekerja sendiri. Asal salah satu partai mengutus orangnya yang liehay, tak sukar buat membinasakan coh Kam Pek suami istri Nah, kenapa keempat partai lalu mengundang kelima partai lainnya serta juga keempat bun, ketiga hwee dan kedua pang, untuk menyerbu bersama sama?" Ban Liang mengangguk.

"Benar," katanya. "Meski ketua keempat partai itu dapat memikir bahwa dengan sendiri saja salah satu diantara mereka bisa menumpas Coh Kam Pek suami istri."

"Yang kedua adalah terkaan bahwa Pek ho bun kena fitnah." "Ini juga berada didalam terkaanku," kata Ban Liang pula.

Su Kay tertawa kecele.

"juga terkaan ini runtuh sendirinya "

Ban Liang heran Ia berkata: "Coh Kam Pek suami istri tidak mampu membinasakan keempat ketua partai itu tetapi coh Kee Po termusnahkan, kalau mereka tidak terfitnah, mungkinkah masih ada sebab lainnya lagi?"

"Loolap dan saudara Ban dapat memikir demikian, mustahil orang yang bersangkutan itu tidak?" kata Su Kay, yang terus menoleh kepada Siauw Pek. "Maka itu Loolap memikir pada suatu sebab lain, siecu, apakah siecu masih ingat tempat dimana pertama kali kita bertemu ?"

"DiJie sie wan, ditempat loocianpwee Lauw Hay cu," sahut si anak muda.

"Benar. Ketika itu loolap datang terlambat maka Lauw sie cu roboh sebagai kurban serangan gelap. Betapa sukar loolap membuat penyelidikan, barulah loolap dapatkan sumber itu tetapi toh ketinggalan satu tindak. Habislah usahaku beberapa tahun..."

Siauw Pek menghela napas. Ia berduka sangat mengingat kematian orang tua yang cacat matanya itu. " Kejadian itu membuatku sangat menyesal," katanya. " Lantaran kurang pengalaman, aku gagal melindungi Lauw Hay cu. Sampai sekarang hatiku masih tidak tenang..."

"Ketika itu kalau siecu percaya kepadaku, dengan bekerja sama, mungkin kita berhasil mencari titik melik. sekarang... ah Tapi loolap tidak sesalkan siecu. Siecu sedang sangat bergusar, memang sulit buat siecu mempercayai aku..."

"Taysu," tanya Ban Liang, "apakah taysu ketahui bahwa mengenai peristiwa Pek Ho Po itu ada dua orang yang kepandaian ilmu silatnya mahir sekali yang juga merasa penasaran sekali?"

"Apakah Ban siecu maksudkan Hie sian serta Tiat Tan Kiamkek Thio Hong Hong?"

"Benar."

Alisnya sipendeta berkerut menandakan dia berduka.

"Setelah penyelidikanku sekian lama, terkaanku semakin doyong kepada seseorang yang lihay, hanyalah siapa orang itu, loolap masih belum tahu. Loolap baru menerka saja. Mestinya orang itu mempunyai cita cita besar."

"begitulah. Kecuali menerbitkan peristiwa Coh Kee Po, dia itu mau bergerak didalam dunia Kang ouw..."

"Jadi kemusnahan Pek Ho Po ada hubungannya dengan cita cita orang itu ? Pernahkah taysu menduga dia itu orang macam apa ? Dan siapakah dia ?"

"Justru itulah yang sulit."

Berkata begitu, pendeta ini menatap pula sianak muda.

Didalam Siauw Lim Sie bukan cuma loolap seorang saja yang penasaran atas peristiwa Coh Kee Po, katanya menyambungi.

"Jadi masih ada orang yang berpendirian sama dengan taysu?" Ban Liang tanya. "Betul Merekalah orang-orang yang kedudukannya setingkat denganku. Satu diantaranya buat sekarang ini adalah seorang tiangloo yang paling dihormati didalam Siauw Lim Sie kami. Tapi juga didalam kalangan Bu Tong dan Kun Lunpay ada yang turut merasa penasaran atas kematian orang-orang Pek Ho Bun itu, kalau mereka itu juga berdiam saja, sebabnya sama. Mereka masih belum jelas akan duduk peristiwanya, mereka tak berdaya dalam penyelidikan mereka. Maka itu loolap. ia memandang keatas, lagi lagi ia menarik napas panjang. ingin ku mendapatkan cara kerja sama yang sungguh sungguh dari siecu."

"Ayah bundaku bukan si pembunuh, inilah sudah jelas," pikir Siauw Pek, "sekarang tinggal duduk perkaranya..."

"Sejak beberapa ratus tahun belum pernah ada orang jahat yang begini liehay," Su Kay menambahi. "Dia sangat licin dan terahasia bertahun-tahun aku memikirkannya, tak pernah aku berhasil. Dengan begini, dia juga mempermainkan kesembilan partai besar. Aku jadi memikir andaikata Coh Kam Pek suami istri hidup pula, mungkin merekapun tak mengerti."

"Sampai begitu, taysu?" tanya Ban Liang.

" demikianlah anggapanku sampai saat ini."

Mendengar sampai disitu, tiba-tiba Siauw Pek ingat keterangan kedua kakaknya. ini adalah kejadian pada lima tahun dulu, sebelum dia menyeberangi Seng Su Kio, selagi mereka berlindung dari serangan angin dan hujan Kata kakak-kakakku itu bahwa ibunya satu kali menerima sepucuk surat, setelah mana seorang diri ibunya segera berangkat ke Pek ma San lalu ayahnya pergi menyusul. Hingga akhirnya terjadilah ayah bunda itu dituduh sebagai pembunuh keempat ketua partai. anehnya hidupnya, ayah seperti menyebut urusan ibunya itu. Lewat beberapa tahun, sikap aneh ayah itu, sekarang ia seperti diingatkan oleh pendeta ini. Maka ia jadi bertambah bingung. Semua berdiam, menyebabkan gua itu sunyi senyap. Lewat beberapa lama, Su Kay yang memecahkan kesunyian. Mulanya dia menarik napas panjang, lalu ia berkata pada si anak muda: "Coh Siecu, loolap ingin bicara sedikit dengan siecu, harap siecu memberikan jawaban yang sebenarnya."

"Silahkan taysu ?"

sekarang Siauw Pek tidak menyangsikan lagi si pendeta. "Baru baru ini, siecu, apakah yang kau peroleh dari Lauw Hay cu?"

"Tidak apa apa. Aku tiba terlambat, hingga ada orang lain yang mendahului mengambil barang barang titipan ayah."

"Tahukah siecu barang apakah itu ?" "Tidak."

"Siecu minta barang itu dari Lauw Hay cu, apakah itu dikarenakan pesan ayah bunda siecu."

"Benar."

"Ketika pertama kali loolap mengetahui hal Lauw Hay su, hati loolap gembira. Loolap mendapat perasaan bahwa rahasia gelap beberapa tahun itu bakal dapat dipecahkan Hanya belakangan loolap merasa, mungkin titipan itu tidak penting."

"Pesan ayahku itu bukan sembarangan pesan," kata Siauw Pek. "Menurut aku, pesan itu penting. Ya, barang itu barang berharga "

"Mari dengar kata kataku, siecu." "silahkan taysu."

"Lauw Hay cu tinggal diJie sie wan selama beberapa tahun, dia selamat saja. Tapi justru siecu datang, dia ada yang membinasakan Apakah artinya itu ? Pasti siecu dapat menerka "

"Taysu menghargai aku terlalu tinggi. Aku justru tidak mengerti " "Nampaknya urusan kebetulan, kenyataannya tidaklah  demikian-

Menurut  dugaanku,  sejak  semula  Lauw  Hay  cu  sudah  berada dibawah pengawasan orang, cuma sampai sebegitu jauh orang tidak berani lancang membunuhnya."

"Memang, tak mungkin hal itu ada sedemikian kebetulan.

Mustahil, begitu aku datang, mereka lalu datang juga."

Berpikir demikian, tiba-tiba muka si anak muda menjadi pucat. Ia menghela napas. "Orang yang mengambil barang titipan itu," katanya, "siapakah dia ?"

"Siecu," tanya Su Kay, "apakah ayah dan ibu siecu benar-benar meninggal dunia ?"

"Ya, jawab Siauw Pek, "aku melihatnya sendiri. Banyak jago yang mengepungnya "

"Apakah siecu mempunyai saudara laki laki ?"

"Ada, seorang kakak. buat membela aku, saudaraku itu menghadang didepan jembatan Seng Su Kio dimana dia berkelahi hingga mati."

"Mungkin siecu mempunyai saudari, kakak atau adik ?"

Ditanya tentang saudarinya, hati Siauw Pek bercekat. Pikirnya: "Aku tidak melihat kakakku itu mati atau hidup." Tapi dia menjawab

: "Aku mempunyai saudara tua, hanya aku tidak melihat dia roboh atau binasa. ilmu silat saudariku itu lemah, mungkin sembilan bagian dia telah terkena tangan jahat."

"Inilah satu soal gantung Jikalau tidak ada yang menolongnya pasti dia sudah mati, apabila sebaliknya, itulah lain-"

"Itu benar, taysu."

Tiba-tiba Ban Liang tampak heran Katanya, "Satu hal adalah aneh orang telah mengetahui bahwa ditangan Lauw Hay cu tersimpan suatu titipan, atau suatu barang bukti, kenapa orang tidak segera membunuhnya hanya membiarkan dia hidup selama beberapa tahun ? Apakah maksudnya itu ?" "Itulah soal yang loolap ingin selidiki. Ada kemungkinan dia membiarkan Lauw Haycu hidup terus supaya orang bercacad mata itu dapat dijadikan umpan pemancing. Atau mungkin juga Lauw Haycu tidak mau membuka rahasia."

"Masih ada satu soal lain," kata Ban Liang pula. "Kenapa taysu menyangsikan barang titipan itu tidak penting, tidak ada perlunya ?"

" Loolap tidak mengatakan barang itu tidak penting, hanya loolap mengatakan mungkin barang itu tidak penting, hingga kalau itu berhasil kita dapatkan tapi masih belum bisa dipakai memecahkan persoalan peristiwa Coh Kee Po." Berkata begitu, pendeta ini menghela napas.

"Biarlah loolap bicara terus terang," dia menambahkan sesaat kemudian "Mungkin barang itu dijadikan umpan oleh si orang dibelakang layar itu Dia sengaja mengaturnya demikian-"

"Ini masuk diakal," kata Ban Liang mengangguk.

"Loolap hendak mengatakan pula," Su Kay berkata lebih jauh: "Mungkin kesembilan partai besar, atau anggotanya, menyembunyikan rahasia. Atau Coh Kam Pek. sebelum kebinasaannya, sudah mengetahui bahwa orang orang yang mengepungnya bukan orang dibelakang layar yang menjadi biang keladi itu..." Siauw Pek heran-

" Kenapa taysu dapat memikir begini ?" tanyanya.

"Jikalau dia tahu, kenapa dia tidak mau memberitahukan she dan nama musuhnya itu ?"

"Ya, itu benar Jikalau sebelumnya Coh Pocu mati dia memberitahukan she dan nama si orang jahat, tak sudah kita capai hati seperti sekarang ini "
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar