Pedang dan Golok yang Menggetarkan Jilid 13

JILID 13

cie Tiat Eng menyela, katanya: "Sebenarnya ketua kami hendak datang sendiri kemari, sayang ia sangat repot dengan urusan partai, maka ia telah mengutus aku saja. ia memesan menyampaikan hormat dan terima kasihnya kepada pocu berdua."

orang tua berjanggut panjang dan ubanan itu memberi hormat serada mengucapkan terima kasih.

" Kapankah kiranya ketuamu akan datang?" tanya si muka seperti kuda itu. "Sukar untuk menentukan, pocu," sahut Tiat Eng "Sekarang ini partai kami kebetulan lagi berselisih dengan pihak Siauw Lim-sie, benar soalnya soal kecil akan tetapi apabila pengurusannya tidak sempurna, akibatnya itu bisa menjadi onar hebat.Jikalau saudara Siang hendak bicara, silahkan bicara denganku saja." Si muka panjang itu mengawasi kesegala penjuru ruang.

" orang-orang macam apakah itu yang tubuhnya ditutupi dengan kain putih?" tanya dia kemudian-

Memang selain kedua peti mati, ditengah ruang besar itu pula rebah beberapa mayat yang tubuhnya ditutupi cuma dengan kain putih.

"Sukar untuk menjelaskannya," jawab si orang tua ubanan " Umumnya merekalah anggota anggota partai partai besar."

Dengan kakinya, si muka panjang itu menyingkap kain putih penutup satu mayat.

Siauw Pek menggunakan kesempatan itu untuk turut melihat mayat itu seorang yang usianya belum tinggi, yang dadanya ditancapkan sebatang pedang Kiu Heng cie Kiam.

"Dia ini murid bukan pendeta dari Siauw Lim sie," kata si muka panjang.

"Benar," kata si orang tua ubanan "Pengetahuan saudara Siang luas sekali hingga orang tak mudah menandinginya."

Kembali dengan kakinya, si muka panjang menyingkap tutup satu mayat lainnya. Ia mengawasi, lalu ia kata: "Inilah seorang murid dari Liong Hong Pang."

"Liong Hong Pang" ialah partai "Naga Burung Hong". (Burung Hong  phoenix).

"Tidak salah " kata pula si orang tua ubanan "Tidak kecewa saudara Siang menjadi seorang ketua partai."

Agaknya si muka panjang itu bangga. Terus ia menyingkap tutup mayat yang ketiga. Tetap ia menggunakan kakinya. Siauw Pek melihat mayat itu bermuka hitam legam pakaiannya hangus terbakar di sana sini, kecuali secabik potongan jubah di atas perutnya. Didalamnya itupun nancap sebatang pedang Kiu Heng cie Kiam

"Mungkinkah dia ini seorang imam?" tanya si muka panjang. Beberapa lama ia mengawasi, agaknya dia ragu-ragu. si orang tua ubanan melengak.

"Bagaimana saudara Siang dapat tahu dialah Sam ceng ?" tanyanya.

"Sam ceng" ialah tri-tunggal dari Too Kauw. Inilah suatu sebutan buat agama Nabi Loo cu (LaoTze).

Si muka panjang tertawa terbahak. agaknya dia puas sekali.

"Aku melihatnya dari robekan jubah di atas dadanya Benar, bukan ?" sahutnya ganti menanya.

Memang, sepotong kain yang menutup dada mayat itu adalah sobekan jubah imam.

"Benar," menjawab siorang tua ubanan "Dia ini murid dari Kun Lun Pay."

"Eh puco yang baik, mengapa kau ketahui itu?" menegaskan simuka panjang.

"Aku tahu karena aku melihat dari senjatanya."

Kembali simuka panjang menyingkap tutup mayat yang keempat. "Dia ini murid Pat Kwa Bun " katanya setelah mengawasi sejenak.

Menyusul kata-kata simuka panjang ini, sesosok tubuh terlihat melompat menghampiri mayat itu, setelah diamat amatinya, dia segera mencabut pedang Kiu Heng cie Kiam didada mayat itu.

orang yang berlompat ini adalah seorang kate kecil yang membawa sepotong tiatpay di punggungnya dan sebuah golok pendek tergantung dipinggangnya. Simuka panjang berpaling, keningnya berkernyit. "Saudara menjadi apa didalam Pat Kwa Bun?" sapanya.

"Aku orang she ouw," sahut orang itu tawar. Dia bukan menjawab hanya memberitahukan she nya.

si orang tua ubanan lekas lekas menyela: "Tuan tuan belum tahu satu sama lain? Mari aku perkenalkan-" ia menunjuk simuka panjang.

"Inilah saudara Siang put tong, ketua Thay Im bun, yang namanya kesohor karena kepandaian ilmu tongkat bergabung ilmu pedang."

"oh, nama yang telah lama aku dengar " berkata orang she ouw yang kate kecil itu.

si orang tua menunjuk siorang kate yang membawa tiatpay pada punggungnya. Katanya: "Inilah saudara oue Bwee, anggota keamanan dari Pat Kwa Bun."

Mendengar itu, dengan dingin Siang put tong berkata: "sering aku mendengar didalam dunia Rimba Persilatan orang membicarakan nama saudara ouw, hari ini kita dapat bertemu aku merasa beruntung." Tiba-tiba ia merandak sejenak. kemudian menanya: "Apakah ketua saudara tidak ikut datang?"

"Suhengku sudah lama tidak muncul lagi dalam dunia Kang ouw," sahut ouw Bwee tawar. Jikalau saudara Siang hendak menunjukkan sesuatu harap tunjukkan saja kepadaku." ouw Bwee ini ialah yang bergelar si Tua Terbang.

"Aku kenal ketuamu itu," berkata Siang Put Tong. "Dulu selagi malam-malam menyerbu Pek Ho Po, aku pernah bertemu satu kali..."

Selama itu Siauw Pek terus memasang mata dan telinga, ia tertarik mendengar kata kata Siang PUt Tong itu. Tiba tiba ada yang menolak punggungnya, hingga tubuhnya terjerumus. Ia berdiri didekan Nyonya Uh, tanpa dapat dicegah, tubuhnya membentur sinyonya. Ia terperanjat. Lekas lekas menenangkan dirinya. Nyonya Uh menoleh, dengan sinar mata tajam dia mengawasi si anak muda, sepasang alisnya berdiri. Agaknya ia hendak membuka mulutnya, tetapi segera sudah terdengar pula suaranya ouw Bwee suara yang dalam: "Itulah peristiwa belasan tahun yang lampau. Selama belasan tahun itu, suhengku tak pernah lagi meninggaikan Pat Kwa peng."

ouw Bwee memanggil "suheng", kakak seperguruan kepada ketuanya itu. Pat Kwa peng adalah tempat kedudukan Pat Kwa Bun.

Karena kata-kata ouw Bwee itu. batallah si nyonya berbicara.

Sementara itu Siang PUt Tong berkata pula: "Ketua kamu itu bersemangat besar, pastilah dia sedang menyekap diri untuk mempelajari suatu kepandaian yang istimewa, untuk persiapan nanti setelah tiba saatnya untuk muncul pula guna menggemparkan dunia Kang ouw."

ouw Bwee tersenyum, dia tak menjawab. Sebaliknya dia menoleh kepada siorang tua berjanggut panjang dan ubanan.

"Saudara Ma," tanyanya, " apakah saudara pernah mengirim orang membuat penyelidikan-" orang tua yang ditanya menggelengkan kepala.

"Sungguh malu saudara ouw," sahutnya. "Aku telah mengirim tiga belas orangku akan tetapi selama satu bulan lebih kami belum juga berhasil memperoleh suatu keterangan-.."

"Satu hal aku tidak mengerti," berkata ouw Bwee, si Tua Terbang. " orang seperti hendak memusuhi kita kaum Rimba Persilatan Kita dari pelbagai partai agaknya hendak dijadikan sasaran pembalasan sakit hati pihak sana itu. Setelah memikir lama, aku cuma melihat kemungkinan-.."

Kata kata ouw Bwee terputus oleh satu suara keras yang datangnya dari arah luar: "Siapa bilang pintoo tidak boleh melihat lihat? Bagaimanapun pintoo mesti masuk kedalam" menyusul itu, orang banyak mendengar suara seperti robohnya sesosok tubuh orang. si orang tua berjenggot panjang segera berpaling kepada seorang bertubuh besar bermuka persegi disisinya, seraya berkata. "Jiet te, coba kau pergi lihat Yang datang itu orang gagah dari mana, kenapa dia demikian galak?"

orang yang dipanggil "jie tee" itu adik yang nomor dua, menyahuti. Akan tetapi belum lagi kakinya digerakkan untuk bertindak, orang yang dikatakan galak itu yang tadi menyebut dirinya pintoo, kata kata "aku" untuk murid Too Kauw, sudah muncul dengan tindakannya yang lebar. Dia benar seorang murid San ceng, yang mengenakan jubah dan menggantungkan pedang dipinggangnya. Memang kaum Too Kauw yang paham silat semua menggunakan pedang sebagai senjatanya. Melihat imam itu, ouw Bwee tertawa terbahak bahak. "Aku kira siapa, kiranya kau si imam hidung kerbau," sapanya nyaring. Memang ada suatu kebiasaan bahwa seorang imam diejek "si hidung kerbau".

"Saudara ouw kenal imam itu?" tanya orang tua berjanggut panjang.

"Dialah sahabatku dulu," jawab Hui Siu. "Kita sudah berkenalan dua puluh tahun dan telah juga bertempur belasan kali."

"Jikalau begitu, lekas saudara kenalkan aku dengannya" kata si orang tua agak terburu. "Seorang tetamu yang dihormati tak dapat disambut secara sembrono "

"Baiklah" jawab ouw Bwee yang terus membuka tindakan lebar memapak si imam sambil berkata. "Eh, imam tua hidung kerbau, tempat ini bukan tempat dimana kau dan mengganas." Tapi, habis berkata begitu, dia menunjuk kepada si orang tua berjanggut panjang untuk memperkenalkan "lnilah Toapocu Ma Goan Hok dari Hok Siu Po."

"Toa po cu" ialah "tuan rumah yang besar" tertua.

Ma Goan Hok merangkapkan kedua tangannya, memberi hormat. "Too heng, terima kasih banyak atas kunjungan tooheng ini, katanya." Imam itu juga merangkapkan tangannya.

"Terima kasih atas pujian pocu," sahutnya. "Sudah lama pintoo mendengar nama besar pocu bagaikan guntur menulikan telinga, sekarang kita dapat bertemu, sungguh beruntung "

ouw Bwee segera menunjuk orang yang bermuka persegi.

:"inilah jie pocu Ma Goan Siu dari Hok siu Po " ia memperkenalkan lebih jauh. Jiepocu, ialah tuan rumah yang nomor dua.

Kedua pihak saling memberi hormat. Ma Goan Siu batuk batuk dua kali.

"Dapatkah kami mengetahui gelar too heng ?" dia bertanya. "Too heng", kakak dari golongan Too Kwan adalah panggilan

untuk seorang imam.

"Pintoo ialah Kim cong," si imam menjawab.

Tiba tiba Siang Put Tong menyela : "Apakah Tootiang murid dari Bu Tong Pay?"

"To tiang" juga panggilan lain untuk imam.

"Tidak salah", sahut Kim cong. "Mohon tanya nama sicu?"

"Siang Put Tong," jawab Put Tong, dingin. "Satu nama yang tidak masuk buku, mungkin too tiang tidak kenal "

"oh, maaf, maaf," berkata si imam lekas lekas. "Kiranya ketua dari Thay Im bun "

"Tootiang mengenal aku, itulah bukti bahwa pengetahuan tootiang luas sekali," berkata ketua Thay Im bun itu. Dia puas.

Berkata pula Kim cong. "Seorang yang ternama sekali, siapakah didalam dunia Kang ouw yang tidak kenal ?"

"Tooheng, silakan masuk." Ma Goan Hok mengundang.

Siang Put Tong tetap membawa sikap yang sombong, dia tidak segan segan dengan tindakan lebar dia kembali kedalam ruang. Selagi berjalan, tiba tiba ouw Bwee menghampiri kedua peti mati, untuk mengawasi dengan teliti. ia melihat didepan peti yang kanan diletakkan sebuah lengpay dengan tulisan yang berbunyi "Jenazah Uh Tay Hong, ketua cabang pusat wilayah Kang lam dari cit ceng Hwee" Ia mengerutkan keningnya. Kemudian diawasinya peti mati yang disebelah kiri, yang juga ada lengpaynya, "yang bertuliskan cu Eng dari Thay Im bun." Membaca itu, tiba tiba jago tua ini menjadi panas hati.

" celaka betul Pengaruh uang, oh, pengaruh uang " serunya.

Ma Goan Siu, yang berjalan disebelah belakang, menjadi heran Segera dia berpaling.

"Ada apakah, saudara ouw ?" dia bertanya.

Dari berseru gusar, si Tua Terbang tertawa terbahak2. Dia menjawab : "Kami dari Pay Kwa Bun dengan Hok Siauw Po persahabatan kita bukannya baru. Persahabatan kita tak dapat dibandingkan dengan kit seng Hwee tetapi toh jauh lebih erat daripada Thay Im Bun Mengapa selain orang orang cit Seng Hwee dan Thay Im Bun, mayat mayat dari lain lain partai dimasukkan peti mati ?"

Mendengar itu, Ma Goan Siu berkata cepat: "Saudara ouw, harap jangan salah mengerti. Jenazah saudara tongcu Uh Tay Hong ini telah dibawa kemari oleh cit seng hwee cabang pusat kang lam..."

"Bagaimana dengan jenazah pihak Thay Im Bun itu, adakah bawaan dari lain tempat?" tanya lagi ouw Bwee.

"Bukan," sahut Goan Siu.

"Habis, apakah Kok siupo hanya mempunyai sebuah peti mati ?" Berkata begitu, si Tua Terbang tertawa dingin.

Wajah Ma Goan Siu berubah. Katanya : "Kami pihak Kok siupo bukanlah tempat menerima dan mengurus mayat orang, maka itu buat apa kami mesti menyiapkan banyak peti mati?" "Jikalau peti mati tidak ada, toh selayaknya apabila mayat dibungkus dengan kain putih. Kenapa cuma pihak Thay Im Bun yang diistimewakan dan yang lainnya diabaikan?"

"Saudara ouw, apakah artinya ini ?" tanya Goan Siu. "Sungguh aku tidak mengerti..."

"sangat sederhana " ouw Bwee tertawa pula, tetap nadanya dingin. "Saudara Ma mengurus mayatnya pihak Thay Im Bun  dengan diberi peti tetapi mayat pihak kami dari pihak Pat kwa Bun dan lainnya digeletakkan saja dilantai, cuma tubuhnya dikerobongi sehelai kain putih Bukankah itu perlakuan berat sebelah yang nyata sekali? Apakah didalam hal ini aku perlu membuka suara bagaikan tambur ditimpali gembreng ?" Sampai di situ, Ma Goan Siu pun tertawa dingin.

"Kami dari pihak Hok siu Po, kami biasa bersahabat dengan pelbagai partai. Buat kami, merawat mayat atau tidak juga sama saja."

"Bukan niatku menegur," kata ouw Bwee, "aku hanya merasa inilah perlakukan membeda bedakan, perlakuan yang akan memperkecil hati orang orang kosen diseluruh negara, bahkan ini merugikan nama besar Hok Siu Po."

Ma GOan siu tetap bersikap dingin. Katanya pula : "Kami pihak hok siu kami memandang kau, saudara ouw, sebagai sahabat. Kami sekali bukannya takut terhadap nama besarmu Jikalau semua orang yang datang kemari bersikap seperti kau ini, habislah kami semua, mana kami mempunyai muka untuk menaruh kaki di muka bumi ini

?"

Sepasang alis ouw Bwee bangun berdiri, dia agaknya hendak meluapkan kemurkaannya, tetapi segera dia dapat menindasnya. Sebaliknya dia lalu tertawa tergelak.

"Maaf, saudara Ma " katanya. "Aku hanya bertanya sambil lalu, harap tidak saudara pikirkan-"

Berkata begitu, segera dia meneruskan bertindak kedalam. Ma Goan Siu mendongkol tetapi ia tidak berani umbar itu. Iapun bertindak masuk.

Ketika itu, semua orang sudah berkumpul di dalam ruang, duduk menghadapi sebuah meja besar.

ouw Bwee melihat orang yang duduk dikursi pertama ialah Siang Put Tong, hatinya panas pula. tapi ia coba menguasai dirinya, tapi tidak urung, didalam hati, ia berpikir : "Heran, nama Thay Im Bun didalam kalangan Rimba Persilatan tidak terlalu kenal dan Siang Put Tong juga tidak ternama, mengapa Ma Goan Siu serta saudara bersikap begini menghormat kepadanya ?"

Oleh karena kemendongkolan itu, walaupun dia membungkam, wajah situa Terbang berubah. Ma Goan Ho melihat itu, hatinya bercekat. Ia kuatir nanti terbit onar. Maka lekas ia bangkit seraya berkata : "Saudara ouw, mari duduk disini "

ouw Bwee bersuara "Hm" perlahan sekali, ia pura-pura tidak mendengar perkataan tuan rumah, ia terus duduk disebelah Kim cong Tojin.

Goan Hok merasa tersinggung akan tetapi dia tidak memperlihatkannya, sikapnya tenang saja. ia dapat menguasai diri, tidak seperti Goan Siauw, si adik.

"Saudara-saudara," terdengar suara Siang Put Tong : "Aku ingin bicara, apakah saudara-saudara mau mendengarnya ?"

"Saudara siang mau bicara apa, silahkan " berkata Kim cong.

Imam ini,jago Bu Tong pay, biasa memandang rendah lain-lain partai yang termasuk partai cabang. Dia bisa memandang tinggi partainya sendiri, yang termasuk partai besar dan murni. Ketika dia bicara, nadanya tawar.

"Maksudku yang rendah," berkata siauw Put Tong tawar, "aku berpikir meminta saudara-saudara memilih seorang kepala yang ilmu silatnya liehay untuk mengepalai upacara disini." "Pintoo pikir orang itu tak usah repot-repot dipilih lagi," kata Kim cong Tojin. "Baik Siang ciangbun saja yang mengetahuinya."

"ciang bun atau lengkapnya "ciang bunjin" ialah ketua partai. ciangbun biasa dipakai sebagai panggilan : ketua, atau tuan ketua.

"Akupun pikir begitu," ouw Bwee turut mengutarakan pikirannya. siang Put Tong mengawasi tajam dua orang itu. "Apakah saudara

saudara bicara dengan setulus hati ?" dia bertanya.

"Itulah soal lain," sahut ouw Bwee. "Kami bicara cuma disebabkan mendengar nama besar ketua,prihal kepintaran dan kepandaian tuan, belum pernah kami melihatnya, jadi kalau dikehendaki suara hati kami yang setulusnya, itulah kehendak. atau permintaan, yang keterlaluan-"

Siang Put Tong batuk batuk dua kali.

"Saudara ouw memikir buat belajar kenal bukan ?"

"Jikalau saudara Siang sudi memberi pelajaran, aku suka sekali menerimanya," sahut si Tua terbang.

siauw Pek bertiga mendengar dan melihat semua, karena merekapUn turut masuk kedalam ruang itu, cuma mereka tidak dapat tempat duduk. Mereka tidak memperhatikan urusan itu sebab mereka datang untuk mencari tahu segala sesuatu yang mengenai uruasn mereka sendiri, urusan coh Ke Po.

Sampai disitu, tiba-tiba cio Tiat Eng campur bicara.

"Saudara siang, saudara ouw " katanya. "Harap sabar sedikit Bagaimana kalau saudara-saudara dengar beberapa kata-kataku ?"

"Bagaimanakah pendapatmu, saudara $cio ?" tanya Siang Put Tong.

"Kita berkumpul di Hok Siupo, ini untuk menyelidiki urusan Kiu Heng cie Kiam." berkata orang she cio itu "sekarang ini kita belum mendengar apapun juga, lalu kita hendak saling bunuh, bukankah itu sangat tidak berguna ?" "Habis, bagaimanakah pikiran saudara ?"

"Kita semua adalah orang orang yang sedang menerima tugas," kata Tiat Eng pula, " apabila kita tidak berhasil dengan penyelidikan kita, selain tidak dapat pulang untuk bertanggung, juga kita bakal ditertawakan-Jikalau kemudian kita dijadikan buah pembicaraan dalam dunia Kang ouw, tidakkah itu akan merusak sangat nama kita

?"

"Bicara memang sangat mudah " Kim ciong Toosu turut bicara. "Paling benar kau utarakanlah rencanamu"

Tiat Eng sabar akan tetapi hatinya panas juga. Dia merasa  sangat tersinggung.

"Bu tong pay terpuji sebagai suatu partai besar mengapa tootiang bicara begini rupa?" dia menegur, wajahnya merah padam.

"Hei kau mencaci siapakah?" menegur Kim ciong. Dia menganggap kata kata orang she cio ini sebagai dampratan-

"Jikalau aku memaki kau, lalu bagaimana ?"

Heng Seng tongcu ini mau jadi juru pemisah, tapi tak disangka, dia justru terlibat sendirinya.

Ma Goan Hok bingung sekali, lekas lekas ia bangkit.

"Saudara tenang " dia berkata. "Mari dengar kata kataku siorang she Ma. Sebenarnya akulah yang keliru, yang tak menyediakan lebih banyak peti mati untuk merawat para korban itu, hingga hati saudara saudara terasa pedih. Sebenarnya Hok Siu po memandang sama semua saudara kaum Sungai Telaga. Kami tidak membeda bedakan. Sekarang ini justru aku amat berterima kasih karena para korban telah dibawa kemari, karena itulah bukti cinta kasihnya saudara saudara terhadap kami. Mohon maaf buat segala kelalaian kami " Berkata begitu, tuan rumah ini memberi hormat pada para hadirin-

Sebenarnya ouw Bwee dan Kim ciong tak puas terhadap pihak Hok siu Po karena perbedaan pelayanannya terhadap para korban itu tapi karena mereka tak mau bentrok dengan keluarga Ma itu, mereka melampiaskannya terhadap pihak cit Seng Hwee dan Thay Im bun sekarang menyaksikan sikap ma Goan Hok. mereka malu hati. Kim ciong membalas hormat seraya berkata:

"Kami tidak menyesaikan kedua pocu, bahkan kami bersyukur bahwa pocu telah sudi ketempatan mayat murid murid partai kami."

Ma Goan Hok berkata pula: "Sekarang ini aku sudah memerintahkan orang buat mencari peti mati sebanyak bisa didapat, maka sebentar setelah memperoleh, kami akan rawat baik baik semua mayat mayat ini."

Siang Put Tong yang berdiam sejak tadi itu, tertawa kering. "Kiranya kau berselisih karena urusan ini" katanya mengejek. ia

melirik pada ouw Bwee lalu dia menyambung, "sebetulnya aku tidak suka sembarang bicara, atau kalau aku bicara mesti ada buktinya. Saudara ouw gusar terhadapku, baiklah, harap saudara jangan bicara lebih banyak. Kita atur begini saja:

Masing masing kita memberi satu pertunjukkan, lalu pertimbangannya kita serahkan kepada para hadirin, mereka yang menilainya bagus buruknya." ouw Bwee tak mau menunjukkan kelemahannya sendiri.

"Saudara siang satu ketua partai, silahkan kau yang memulainya" katanya.

"Tak biasa aku berlaku segan, baiklah, aku akan lebih dulu memperlihatkan permainanku yang buruk."

Berkata begitu, ketua Tay im bun meluruskan tangannya, mengangkat cawan didepannya.

Para hadirin memasang mata. cawan teh itu diletakkan segera di telapak tangan, airnya tidak tumpah.Justru air itulah yang aneh perlahan lahan air itu beku bagai es. Siang Put Tong tertawa lebar, agaknya dia puas dan bangga. Dia membalikkan cawan teh hingga teh es itu jatuh kelantai. Mengenai lantai es itu pecah berantakan.

"Telah aku pertunjukkan kepandaianku yang buruk" akhirnya dia kata, tertawa. "Kini persilahkan kau, saudara ouw." Hati ouw Bwee gentar.

"Tidak aku sangka tenaga dalamnya begini liehay," pikirnya. Tentu saja, tak dapat dia mundur." Dengan terpaksa, dia berkata. "Saudara siang tenaga dalammu amat mahir, aku kuatir tak sanggup menandinginya. Baiklah, aku juga mau pinjam air teh untuk mempertunjukkan keburukanku."

Berkata begitu, si Tua Terbang meletakkan tangannya diatas cawan teh. ia menekan-Sambil berbuat begitu, diam diam dia mengarahkan tenaga dalamnya.

Dengan perlahan lahan, cawan itu melesak masuk kedalam meja, kemudian menjadi rata dengan permukaan meja

Menyaksikan pertunjukkan itu, Ma Goan Hok tertawa.

"Saudara saudara, kamu memiliki masing masing kepandaianmu yang istimewa" katanya. " Dengan begini maka terbuka lebarlah mataku " Walaupun demikian, ouw Bwee tahu bahwa dia kalah seurat. Siang Put Tong tertawa.

"Saudara ouw, sungguh lihay kau " dia memuai.

"Inilah kepandaian yang tidak berarti, aku cuma menyebabkan buah tertawaan saja," berkata si Tua Terbang.

"Sudahlah " kata Put Tong kemudian "Yang penting sekarang ialah bagaimana kita harus berdaya mencari ciu Heng cie kiam "

ciu heng cie kiam. Pedang sakit hati itu, telah ditakuti oleh Put Tong sekalian, baik pedang nyama upun pemiliknya .

"Aku telah mengirim delapan orang ku pergi melakukan penyelidikan," Ma Goan Siu memberitahukan. "Apakah telah ada hasilnya ?"

"Menyesal, belum. ciu heng cie kiam mirip dengan apa yang dikatakan orang, naga terlihat kepalanya, tidak ekornya. Dia tak dapat diterka dimana adanya. Sebaliknya, siapa pernah melihatnya, dia pastilah hilang jiwanya "

" Tentunya dia lihay sekali, kalau tidak. tidak nanti dia tidak melihat mata pada semua partai di wilayah kang lam ini " kata siang Put Tong pula

" Hanya masih menjadi suatu pertanyaan, dia sendiri atau berkelompok..." kata Tiat Eng.

"Aku kira bukan satu orang," kata Tiat Eng lagi. "Dia cerdik sekali."

"Jka dia berani menunjukkan diri, biarpun dia lihay berlipat ganda, pasti dia tidak akan sanggup menghadapi semua partai."

"Pintoo mempunyai satu tipu untuk memancingnya keluar," Kim cung Toojin turut berbicara.

"Apakah itu tooheng?" tanya Put Tong.

"Kita sukar mencarinya, maka itu, mengapa kita tak menjebaknya

? Biarlah dia datang sendiri masuk kedalam jaring." "Perangkap apakah itu ?"

"Aku telah memikir dayanya, hanyalah aku masih ragu ragu akan hasilnya..." menjawab si imam, matanya berputar putar. Ketika ia melihat Siauw Pek bertiga, tiba tiba ia berhenti bicara. Inilah karena ia mendapatkan ketiga orang itu sedang memasang telinga.

Siang Put Tong liehay sekali. Dia melihat gerak gerik imam itu, dia menerka tentu ada sebab sebabnya. Maka dia berpaling kepada ciu Tiat Eng. "Saudara ciu, apakah mereka semua anggota cit Seng Hwee?" tanyanya.

"Benar, saudara Siang. Ada titah apakah untuk kami?" sahut tongcu dari cit Seng Hwee. " Dapatkah kau menitahkan mereka keluar dulu dari ruangan ini?"

"Dapat," sahut Tiat Eng, terus dia mengulapkan tangan terhadap Siauw Pek. Anak muda itu segera memutar tubuhnya, untuk berjalan keluar.

"Tunggu" ouw Bwee mencegah sambil dia bangkit. Siauw Pek memutar pula tubuhnya, ia berdiri diam, kepalanya tunduk. ouw Bwee menghampiri pemuda itu.

"Siapakah kau ?" tanyanya. "Rasanya aku mengenal kau.

Dimanakah kita pernah sua ?"

"Aku tak kenal kau," sahut Siauw Pek. Ia menggelengkan kepala. "Ingatan aku melebihi kebanyakan orang" kata siorang tua

dingin. "Tak mungkin aku salah ingat" Dia menatap tajam muka orang.

Mendengar suara si Tua Terbang, Siang Put Tong turut menatap. Ia melihat tegas orang tampan bertubuh kekar. Diam diam ia kagum sekali. Katanya di dalam hati, "sungguh suatu bakat bagus untuk belajar silat"

oey Eng dan Kho Kong mendampingi ketuanya, mereka bersiap sedia turun tangan-

Siauw Pek berdiri tegak, kepalanya tunduk terus, matanya dipejamkan ia menerka ancaman bahaya, tetapi ia bersikap tenang. ouw Bwee jalan mengelilingi sianak muda dua kali putaran-

"Anak kau she apakah?" dia tanya. "she coh" sahut si anak muda.

"she coh?" mengulangi jago tua itu, matanya mengimplang. "Haha Aku ingat Ketika kita bertemu dulu kami masih seorang bocah cilik Iyakan...?"

Siauw Pek menggelengkan kepala. "Aku belum pernah bertemu dengan tuan-" Hut Siu tertawa dingin. "Seumur hidupku aku telah menjelajah dunia Kang ouw, mana dapat aku membiarkan mataku ini kemasukan pasir?" katanya. "Bukankah kau ini turunan dari coh Kam Pek ketua dari Pek Ho Po

?"

Mendengar disebutnya nama Pek Ho Po, semua hadirinpun terkejut. Mereka masih ingat baik sekali peristiwa yang hebat itu. Bahkan banyak diantaranya turut di dalam rombongan penyerbu. Tak mudah melenyapkan kesan.

"Bukankah turunan si orang she coh telah mati di Seng Su Kio?" Siang Put Tong tanya.

"Aku hadir di tempat peristiwa ketika itu" kata ouw Bwee pula. "Siapa bilang dia mati dijembatan maut?"

"Semua orang Kang ouw ketahui itu." kata Put Tong.

"Aku justru melihat dia berjalan d iatas jembatan dan tak  jatuh..." ouw Bwee memastikan Terus dia menoleh kepada Kim cong Toojin, kemudian meneruskan kata katanya.

"Tatkala itu tooheng juga hadir bersama. Apakah tooheng melihat anak coh Kam Pek tergelincir jatuh dari jembatan itu?"

"Benar seperti katamu, saudara ouw, pintoo tidak melihat bocah itu jatuh tergelincir kedalam jurang." sahut si imam. Seng Su Kio tertutup kabut tebal, selama seratus tahun entah berapa banyak jago Rimba Persilatan yang telah mengubur dirinya didalam jurang disana. Pada waktu itu, anak coh Kam Pek belum mengerti ilmu silat, mana bisa dia melintasi jembatan? Menurut dugaanku, dia tentu telah tergelincir masuk kedalam jurang."

"Tapi pandanglah ini" ouw Bwee masih berkukuh. Dia tertawa hambar. "Lihat, dia mirip coh Kam Pek atau tidak ?"

Kim cong bangkit, ia bertindak menghampiri si anak muda. Tiba tiba dia menyambar tangan kanan anak muda itu. Siauw Pek menarik tangannya. Si imam heran sekali, sampai dia tercengang. orang bergerak gesit luar biasa.

"Dia mencurigakan, dia harus diperiksa" kata Siang Put Tong, yang terus menoleh pada cie Tiat Eng, untuk bertanya. "Dia menjadi anggota cit Seng Hwee, saudara tentu ketahui asal usulnya bukan?"

"Jumlah anggota kami banyak sekali," sahut tongcu itu. "Dia berasal dari cabang pusat Kang lam, mungkin Nyonya Uh mengenal tentang dirinya." Dia segera berpaling kepada nyonya janda itu dan bertanya: "Apakah nyonya kenal dia ?" Nyonya Uh mengawasi Siauw Pek.

Diluar dugaan, diantara Kim cong dan si anak muda telah terjadi pertempuran, yang berat sebelah. Sebab si imam penasaran gagal mencekal tangan Siauw Pek. segera dia mengulangi menyambar pula, ketika percobaan yang kedua kalinya. selama itu, Siauw Pek terus mengelut diri. Lalu, karena mendongkol si imam menyambar terus menerus, dia menggunakan capjie ciauw Kim na ciu, ialah ilmu mencekal Dua belas Jurus.

oey Eng dan Kho Kong terus berdiam diri. Mereka mentaati pesan ketuanya untuk tidak turun tangan kecuali sudah sangat terpaksa.

"Apakah nyonya kenal dia ?" Siang Put Tong pun bertanya  karena si nyonya hanya mengawasi saja.

"Aku terhalang imam itu," sahut Nyonya Uh. Kim ciong mengalinginya.

"Nanti aku cegah mereka," kata Put Tong yang terus lompat sambil berseru. "Too heng, tahan " sedang kedua tangannya dipentang, untuk menghalang.

Kim ciong menghentikan serangannya. cegahan Put Tong menyenangkan hatinya. Dia memang lagi bingung sebabtakadajalan buat mundur teratur.

"Nyonya, silakan lihat " kata Put Tong sambil bergerak kesisi. Nyonya Uh memandang dengan leluasa kepada si anak muda, yang tidak terhalang siapa juga.

"Aku tidak kenal dia." sahutnya sejenak kemudian Dia pun menggeleng kepala. cie Tiat Eng berlompat kepada si anak muda.

"Bagus, bocah" bentaknya. "Betapa berani kau menyamar sebagai anggota cit Seng Hwee" Siang Put Tong menggerakkan tangan, mencegah tongcu itu.

"Percuma kau bergusar, saudara cie " berkata ketua Thay Im Bun ini. "Sekarang lebih baik kita menanya jelas dahulu kepadanya." Tiat Eng masih gusar, dia menghunus pedangnya.

"Tidak perduli dia siapa, sebab dia memalsukan anggota partai kami, kematianlah bagiannya " katanya sengit.

Berkata begitu, tongcu ini berpaling. ia tidak melihat Nio Su Heng si hu hoat, pelindung hukum cit Peng Hwee.

Ini disebabkan karena orang nio itu, yang melihat gelagat buruk. diam-diam sudah mengundurkan diri.

"Kau berani menyebut shemu. Kau betul berani " berkata Put Tong kepada si anak muda. "sekarang aku tanya kau, beranikah kau menyebut juga namamu ?"

Siauw Pek melihat sekelilingnya, sinar matanya tajam sekali. "Namaku Siauw Pek " ia menjawab, berani. "Aku coh Siauw Pek "

"coh siauw Pek... coh Siauw Pek..." ouw Bwee berkata kata seorang diri, perlahan-Tapi tiba-tiba, dia menghunus pedang pendeknya, untuk menghadapi anak muda itu: "Kau apanya coh Kam Pek ?"

Pertanyaan itu membuat ruang sunyi sekali sampai terdengar suara napas orang. Semua diarahkan kepada anak muda itu, semua heran, semua menantikan jawabannya. Siauw Pek tetap membawa sikapnya tenang dan agung. "Sudah pastikah tuan-tuan ingin mengetahui siapa aku ?"  ia tanya kepada para hadirin Ia menatap mereka dengan sinar mata bengis.

"Bukan hanya kami disini," sahut Siang Put Tong, "semua kaum Rimba Persilatan juga sama ingin mengetahuinya "

Siauw Pek segera menjawab, tanpa ragu-ragu : "coh Kam Pek ialah ayahku " Siang Put Tong melengak. begitupun para hadirin semuanya.

"Benar benarkah kau anaknya coh Kam Pek ?" kemudian Put Tong menegaskan Dia mendengar nyata setiap kata kata tetapi ia masih sangat ragu ragu.

Sebelum menjawab, ouw Bwee telah menyela. "Benarkah kau tidak tergelincir mampus di dalam jurang dijembatan maut itu ?" suaranya sangat dingin Siauw Pek memandang lagi kesekitarnya, dengan sabar ia menyingsatkan bajunya yang panjang untuk menghunus pedangnya. Setelah itu, ia berkata dingin: "Tidak niatku membinasakan orang baik baik. Tapi diantara kami kebanyakan tentulah ada orang orang yang dahulu turut menyerbu Pek Ho Po, maka mengingat pepatah " Kutangang darah bayar darah hari ini aku hendak membuka pantangan membunuh "

"Kukira tidak mudah " ouw Bwee mengejek. Dia mengangkat tangannya kebelakang, guna menurunkan Pat Kwa Tiatpay, senjatanya yang istimewa itu. orang tua ini bicara besar akan tetapi didalam hati, tak berani dia memandang ringan kepada si anak muda. Kim ciong Tojin juga menghunus pedangnya.

"Bagus" serunya. "Hari ini kami hendak mewakilkan kaum Kang ouw menyingkirkan satu ancaman bahaya yang tersembunyi "

Dia mengatakan : " ancaman tersembunyi" sebab Siauw Pek masih sangat muda dan belum dikenal siapa juga, kecuali baru pada detik ini. Menyaksikan perubahan suasana itu, oey Eng dan Kho Kong segera menyiapkan senjatanya masing masing. Siauw Pek telah memperkenalkan dirinya, maka mau tak mau mereka harus menghadapinya. Sekonyong konyong Ma Goan Hok mengangkat kepalanya, terus dia mengeluarkan seruan yang nyaring dan panjang, hingga suaranya itu mendengung telinga para hadirin.

oey Eng menerka bahwa orang ini memberi isyarat guna mengumpulkan anak buah Hok Siu Po. ia percaya, segera mereka bertiga bakal dikurung musuh. Tapi ia melihat ketuanya tetap berdiri tenang, tanpa bergerak tanpa bersuara, iapun berdiam, cuma diam2 ia waspada.

Menyaksikan sikap si anak muda, Siang Put Tong jadi berpikir. "TUantuan, sabar dulu..." ia mencegah ouw Bwee dan Kim ciong.

ia menatap pula si anak muda, terus ia menanya tenang : "Aku

masih hendak menanyakan sesuatu, entah coh siauw pocu sudi menjawab atau tidak ?..."

sekarang ia memanggil "Siauwpocu", tuan ketua muda (dari coh Kee Po)

"Jangan kau mencoba memandang panas hatiku " kata siauw Pek, keren. "Aku ingin lihat dulu urusan apa itu yang hendak kau tanyakan "

"Hendak aku tanyakan apakah siu Heng cie Kiam itu karyamu yang istimewa ?" tanya Siang Put Tong.

"Bukan" jawab Siauw Pek, cepat dan tegas. "Didalam dunia ini pastilah bukan hanya satu keluargaku yang tercelakai secara kejam itu Dan aku percaya, sakit hati siu Heng cie kiam tentulah melebihi sakit hati keluargaku " Siang Put Tong heran dan kagum.

Anak muda ini tenang dan berkeberanian besar sekali. Dia bicara keras dan bengis tetapi wajanya tidak sebengis suaranya itu. Wajahnya agung sedikitpun tak sombong. Karena ini ia menjadi ragu: Mungkinkah anak ini liehay kepandaiannya ?

Dan juga ouw Bwee dan Kim ciong Toojin, orang orang ulung kaum sungai telaga, menjadi ragu dan curiga. Sikapnya putra Coh Kam Pek ini amat mengesankan. oleh karena kedua belah pihak itu yang satu tenang, yang lain ragu ragu, keduanya sama sama berdiam saja.

Akhirnya Kho Kong yang kalah sabar. ia telah bersiap siap bersama oey Eng ia merasa sudah menunggu lama sekali, hingga tak dapat ia mengendalikan lagi hatinya. Demikianlah, di luar tahu ketuanya, ia berseru sambil berlompat menerjang ouw Bwee  dengan poan koan pit, sepasang senjatanya yang mirip alat tulis itu pit. Itulah senjata istimewa untuk menotok jalan darah. ouw Bwee waspada, apa pula penyerang nyapun berseru. ia menangkis  dengan Tiatpay, sambil menangkis, ia membacok. ia memegang tiatpay dengan tangan kiri dan golok pendek dengan tangan kanan. Memang lazimnya ditimpali dengan golok. bahkan habis menangkis dan membacok itu, ia terus mengulangi bacokannya itu dua kali saling susul

Mau tidak mau, Kho Kong terpaksa mesti membela diri sambil mundur.

Siauw Pek tidak mencegah tindakan kawannya itu, ia hanya memasang mata. Dilihatnya ilmu golok ouw Bwee liehay sekali, dan kalau Kho Kong didesak terus, itulah berbahaya.

"Kho Kong masih kurang pengalaman Maka, untuk melindungi saudara itu, ia segera maju mewakili si saudara menangkis serangan orang tua itu, dan seterusnya dialah yang menyambut dan melayani.

ouw Bwee telah memikir merobohkan anak muda yang bergenggaman pian koan pit itu, tidak tahunya, orang merintanginya, tetapi kebetulan sekali, ini jurus Siauw Pek adanya, ia pikir baik sekalian saja ia gempur anak muda ini. Tanpa ragu ragu lagi, segera ia menggunakan "Hoan Inpat-sie" atau delapan jurus ilmu golok "Mega terbalik" suatu ilmu silat istimewa dari partai Pat Kwa Bun.

Dengan senjatanya itu, si Tua Terbang biasa menangkis menolak dan membacok membabat, demikian dia lalu mendesak si anak muda. Tapi baru dua gebrakan, dia sudah menjadi heran Si anak muda tidak kena terdesak, sebaliknya dia sendiri yang kena tertahan lalu terkuurng sinar pedangnya lawan-

"Eh, hebat ilmu pedangnya bocah ini " pikirnya.

Dari heran, segera juga ouw Bwee menjadi terperanjat. Tidak dapat dia meloloskan diri dari kurungan sinar pedang walaupun dia sudah mengeluarkan seluruh kepandaiannya. Tidak ada gunanya ilmu Mega Terbalik yang sebenarnya liehay itu. Didalam beberapa jurus, dia masih dapat membalas menyerang, setelah itu, dia habis daya, dia cuma bisa menangkis atau berkelit saja. Diapun tidak tahu, ilmu pedang lawan itu ilmu pedang apa, sebab dia tidak dapat mengenalinya.

Kim ciong Toojin heran menyaksikan si Tua Terbang mati daya. Si Tua Terbang adalah rekannya selama pembasmian terhadap Pek Ho Po, maka ia telah memikir untuk memberikan bantuannya pada saat saat genting. Ia mengerti kalau ouw Bwee roboh, si anak muda tentu bakal menyerang padanya. ia berpikir lebih baik ia mendahului mengeroyok. Hanya sekarang...

Luar biasa ilmu pedang anak muda itu. ouw Bwee sudah bermandikan peluh. Repot dia melindungi diri dengan tameng dan goloknya, kacau ilmu silatnya. Rasa heran, kaget dan kuatir lalu menyelubunginya.

Tdiak hanya Kim ciong Toojin, juga hadirin yang lainnya heran dan bingung menyaksikan cara berkelahi si anak muda. Dia sudah menang diatas angin, tetapi dia tidak merobohkan lawannya

"Pocu," Pat Tong kepada Goan Hok. "kenalkah pocu ilmu pedang anak muda itu?"

"Aku tidak kenal," jawab tuan rumah. "Saudara berpengetahuan luas, mungkin saudara tahu..."

Siang Put Tong tersenyum getir.

"Tidak." sahutnya, jengah. "Hanya seorang aku ingat seorang tertua dari Rimba Persilatan yang termashur karena ilmu pedangnya..." "Siapakah jago tua itu, saudara siang?"

Siang Put Tong mau menjawab, tapi ia tercegah oleh seruannya Kim ciong Toojin-

"ouw si katai, jangan takut Mari aku membantumu" demikian suara si imam, yang segera lompat masuk ke dalam kalangan pertempuran, untuk segera menikam Siauw Pek.

Si anak muda mendengar suara, ia melirik. Ketika ujung pedang mengancam, dengan gesit ia berkelit, kemudian, dengan satu kelebatan, ujung pedangnya segera meluncur ketulang rusuk penyerangnya itu.

Kim ciong kaget sekali, dengan gugup dia melompat mundur sambil tangannya menangkis tikaman itu.

Kho Kong gusar sekali melihat ketuanya dikeroyok.

"Imam hidung kerbau bangkotan, kau curang" teriaknya. Lalu dia hendak menyerang, guna membantu pihaknya. Tapi tiba-tiba, ada yang meraba tangannya hingga dia batal maju dan terus menoleh.

Itulah oey Eng, yang mencegah majunya. Ia heran Tapi, ketika ia melihat saudara itu mengedipkan mata, ia terdiam. Terus ia memandang kearah pertempuran-

ouw Bwee terus terkurung sinar pedang. Kim cong yang akan membantu atau menolong, tergetar diluar kalangan, setiap serangannya dapat dihalau. Jago Bu Tong itu tampak tidak berdaya.

Girang hati Kho Kong menyaksikan jalannya pertempuran itu, sampai ia lupa maksudnya membantu sang ketua. Bahkan didalam hati, ia berpikir: "Ilmu pedang apa ilmunya bengcu? Melihat ini, andaikata ada lagi dua musuh maju membantu konconya, pasti bengcu tak akan kalah."

oey Eng juga kagum hanya dia berbareng heran Dia heran sebab agaknya Siauw Pek ayal-ayalan menjatuhkan kedua lawannya. Dari heran dia menjadi bingung. "Toako mau menanti apa lagi?..." pikirnya. "Disini masih ada Siang put tong, seorang ketua partai yang liehay, begitu juga kedua tuan rumah she Ma itu. Disini pula d isarang musuh, keadaan kita berbahaya sedangkan kita cuma bertiga. Seharusnya Toako bertindak cepat, guna memenangkan waktu..."

Akhirnya saking bingungnya pemuda she oey ini berseru: "Toako, sabar dulu Untuk mencuci bersih sakit hati, waktunya masih banyak

..."

Itulah pemberian ingat, atau nasehat, untuk sang  ketua bertindak lekas, untuk bisa mengundurkan diri dari sarang musuh...

Siauw Pek tengah mengurung kedua lawannya ketika ia mendengar suara oey Eng itu. Saat itupun, Kim ciong telah didesak masuk ke dalam kurungan sinar pedangnya. Tanpa merasa, ia bergerak lambat.

ouw Bwee dan Kim ciong sangat gelisah dan bingung, repot mereka membela diri, salah sedikit, jiwa mereka bisa melayang. Tentu saja, sendirinya hati mereka menjadi kecil. Justru itu, mereka mendapatkan si anak muda berlaku ayal itu. Mendadak saja mereka memperoleh harapan Walaupun tanpa berjanji lagi, serempak keduanya berlompat mundur, keluar dari kalangan arena. Segera saja mereka berdiri diam, berendeng, napas mereka bekerja keras sekali.

untuk sejenak. Siauw Pek berdiam mengawasi kedua lawan yang licik itu. Dibenaknya, teringat ia akan kesengsaraan ayah bundanya, kedua kakaknya dan sendiri disaat mereka dikejar kejar rombongan musuhnya, yang tak sudi mengasih hati kepada mereka. Didepan matanya pula terbayang saat-saat pertempuran mati hidup yang dilakukan ayahbunda dan kakak kakaknya guna mempertahankan jiwa mereka. Mereka dibasmi di Pek Keepo, dikejar dan dikeroyok dipelbagai tempat, dan pelbagai waktu. Tak ada orang yang merasa kasihan terhadap mereka yang telah tidak berdaya itu, puncak kehebatannya ialah didepan jembatan maut Seng Su Klo, hingga selanjutnya ia mesti hidup sebatang kara "Ayah, ibu, kakak kakak " ia berseru dalam hati. "Lihatlah bagaimana anakmu membalaskan sakit hati kamu"

Dengan pertempuran tertunda, sunyilah ruang itu, sedangkan tadinya ramai dengan suara bentroknya pedang dan golok serta tameng. Sekalipun suara napas memburu dari ouw Bwee dan Kim ciong tak terdengar pula. Mereka heran menyaksikan si anak muda berdiam saja, tapi mulutnya berkelemak kelemik dan wajahnya suram sekali. Semua hadirin lainnya juga bungkam, semua mata mereka diarahkan kepada si pemuda.

Tak lama kesunyian itu menguasai ruang yang besar dan luas itu. otak Siauw Pek sudah berhenti bekerja, matanya tak berbayang bayang lagi. Sadar ia akan keadaan yang dihadapinya itu. Tiba tiba dia berseru menggeledek: "Hutang jiwa bayar jiwa " Segera dia menuding dengan pedangnya, tubuhnya lompat mencelat kepada kedua musuhnya.

Semua orang terperanjat melihat lompatan yang pesat itu, yang disusul dengan berkelebatnya sinar pedang.

ouw Bwee kaget bukan main Tak sempat ia mundur untuk menolong diri, tak keburu ia mengangkat tameng dan goloknya, guna melakukan pembalasan, bahkan didalam hati ia mengeluh, "Habislah aku..." Ia merasai bersiurnya hawa dingin, sinar pedang lewat didepan matanya, lalu... sehelai rambutnya terpapas kutung

Kim ciong Toojin sebaliknya masih ada sisa ketabahan hatinya. Tak mau ia mati konyol. Tatkala pedang lawan dari kepala ouw Bwee membabat terus kearahnya, ia menangkis dengan pedangnya. Maka beradulah senjata mereka berdua, atas mana, ia terhuyung. ia menangkis keras, tetapi karena kalah kedudukan ia kalah tenaga.

Siauw Pek tidak berhenti dengan serangannya itu, ia memutar balik tangannya dan membabat pula. Kalau tadi pedangnya menyambar dari kanan kekiri, sekarang dari kiri kekanan, sedikit menurun, mengikuti tubuh si imam yang doyong karena dia terhuyung. Didalam keadaan seperti itu, Kim ciong tidak sanggup menangkis atau berkelit lagi, ujung pedang menggores bahunya, merobek jubahnya, melukai kulit dagingnya, hingga darahnya lantas keluar bercucuran

Masih Siauw Pek tidak mau berhenti, selagi kedua lawan itu tidak berdaya, kembali ia mengurung dengan sinar pedangnya.

Siang Put Tong menyaksikan pemandangan didepan matanya itu, ia heran, kagum dan berkuatir menjadi satu. Ia heran dan kagum pada ilmu pedang si anak muda, ia kuatir buat ouw Bwee dan Kim ciong serta dirinya. Kalau dua orang itu terbinasa, ia bakal terancam si anak muda.

"Baiklah aku coba..." pikirnya. Ia masih mempunyai kepercayaan atas kegagahannya sendiri.

"Saudara ouw, Kim ciong Tootiang, jangan takut " dia berseru. "Aku akan bantu kamu " seruan itu disusul dengan lompatan tubuhnya kepada Siauw Pek, yang ia terus serang dengan tangan kosong.

Itulah serangan tenaga dalam yang lihay.

Siauw Pek mendengar suara orang, ia juga melihat datangnya serangan, dengan sebat ia memutar diri dan tangannya, maka tepat sekali, serangan itu dapat ia tangkis. Siang Put Tong terkejut.

"Mari senjataku " ia menyerukan kedua kacungnya, yang berdiri diluar garis. ia tahu tidak dapat ia melawan musuh dengan tangan kosong.

Kedua kacung itu menyahut, keduanya lalu lompat maju, yang satu mengangsurkan peda yang lain menyodorkan tongkat besi. Ketua Thay Im bun itu meyambut senjatanya pedang ditangan kanan, tongkat di tangan kiri. Sama sebatnya, ia berseru dan menyerang, tongkatnya menggunakan tipu silat "Sin Liong cut Im", "Naga Sakti Keluar dari Gumapan Awan".

"Tak tahu malu " berteriak Kho Kong, yang hendak maju pula. Tapi lagi lagi ia dicegah oey Eng. Saudara ini tetap berlaku sabar dan kata : "Saudaraku, tenang Mari kita lihat dulu" Kho Kong batal maju, ia melengak. Lalu ia mengawasi ketuanya yang lagi melayani Siang Put Tong serta ouw Bwee dan Kim ciong, tiga orang musuh.

Heran Siauw Pek itu. Melayani satu orang, dua orang, tiga orang, sama saja gerak geriknya. Dia bertempur tenang tetapi lincah juga Siang Put Tong, si tenaga baru, sudah kena dikurung sinar pedang seperti dua rekannya itu.

"Bukankah Siang Put Tong paling lihay diantara kawan kawannya?" tanya orang she Kho itu kepada kawannya.

"Diantara mereka bertiga, memang dia yang paling lihay," Oey Eng menjawab.

" Entah kedua tuan rumah itu..."

"Aku duga mereka tak lebih tangguh daripada si orang she Siang..."

Berkata begitu, oey Eng melirik si nona berbaju hijau. Katanya, menyambung: "Yang sulit diterka ialah nona berbaju hijau itu. Melihat dari sikapnya yang tenang ayem itu, mungkin dia lihay..."

Ketika itu ouw Bwee terkurung hingga dia bermandikan peluh dan Kim ciong bingung sekali. Siang Put Tong paling kosen diantara mereka bertiga, dia pula tenaga baru tetapi diapuntelah dikekang sinar pedang si anak muda.

Tiba tiba terdengar suara nyaring dari Ma Goan Hok si tuan rumah: "Hei, apakah kamu kira Hok Siu Po ini dapat membiarkan orang main gila disini ?"

Mendengar itu, oey Eng berbisik pada Kho Kong: "Rupa rupanya tuan rumah ini lagi mencari alasan turun tangan-.."

Belum berhenti suaranya itu, Ma Goan Hok sudah berlompat maju dan menyerang

Siauw Pek menyambut serangan tuan rumah ini yang bersenjatakan golok yang mirip gergaji. Ia berlaku sangat sebat, dengan lekas ia mengurung seperti ia mengurung tiga lawannya yang pertama.

"Tak dapat kita membiarkan bengcu dikeroyok " kata Kho Kong. "Sabar," oey Eng mencegah. "Jikalau kita maju, mungkin tidak

ada faedahnya, salah salah kita membuat bengcu kurang leluasa menggunakan pedangnya."

Kho Kong mengawasi tajam, ia melihat bagaimana Ma Goan Hok juga sudah terkurung sinar pedang, goloknya sampai tak leluasa lagi bergeraknya.

Sementara itu Ma Goan Siu, tuan rumah yang kedua, menjadi penasaran Ia telah menyaksikan bagaimana musuh muda itu sia sia belaka dikurung tiga orang. Pikirnya: " Entah ilmu silat apa ilmu pedang bocah ini... Bagaimana dia dapat melawan tiga orang jago? Sudah sekian lama dia bertempur, masih belum letih dia... Baiklah akupun maju..."

Setelah berpikir begitu Goan Siu berlompat menerjang. Dia pun menggunakan golok, yang diberi nama cit chee too golok Tujuh Bintang.

"Bagus betul " teriak Kho Kong. "Ma Goan Siu juga turun tangan

"

"Eh, kau melihat atau tidak?" tanya oey Eng. "Melihat apa ?" saudara itu tegaskan-

" Hebat ilmu pedang toako, demikian banyak perubahannya. Aku

percaya, meski maju lagi beberapa orang, toako masih sanggup melayaninya. Baik kita tak usah berkuatir " selagi dua saudara ini berbicara, Goan Siu sudah menerjang Siauw Pek.

Si anak muda menyambut tambahan lawan ini, hatinya tidak gentar. Ia tenang, malah nampak lebih bersemangat. Dengan cepat ia membuat musuh ini kena dikurung seperti tiga yang lainnya.

Dari berkuatir, Kho Kong menjadi heran. "Aneh ilmu pedang toako " katanya. "Ilmu itu luas bagaikan lautan Semua orang terkekang sinar pedangnya itu"

Tak dapat si tabiat aseran ini melanjutkan kata katanya, matanya segera tertarik si nona berbaju hijau. Dengan sabar nona itu bertindak menghampiri kalangan pertempuran-

" Lihat, lihat nona itu " katanya pada oey Eng. "Rupanya diapun mau maju mengepung toako..."

"Biarkan saja," kata oey Eng, yang hatinya menjadi besar. "Dengan berjumlah banyak. mereka tak leluasa bergerak."

Si nona maju bukan untuk mengeroyok. setelah datang dekat kalangan, dia berhenti, sambil menggendong tangan,  dia mengawasi jalannya pertempuran

---ooo0dw0ooo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar